HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi Proses produksi adalah suatu rangkaian operasi yang dilalui bahan baku baik secara fisik maupun kimia untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai jualnya. Pada proses pembuatan jus, bahan baku yang digunakan adalah buah segar dan puree. Proses produksi diawali dari adanya penjualan dari konsumen. Pesanan dibukukan oleh bagian pemasaran yang kemudian akan diberikan pada bagian produksi. Produk jus yang dihasilkan adalah jus jambu, jus sirsak, jus nenas, jus apel dan jus strawberi. Masing-masing jus tersebut dikemas dalam ukuran 330 ml, 1 (satu) liter dan 5 (lima) liter. Produk jus dipasarkan pada hotel dan restoran. Bahan baku buah segar dipasok dari petani yang sudah terikat kerjasama dengan perusahaan. Buah jambu dipasok dari supplier yang berasal dari Sawangan, Bogor dan Cilebut. Buah sirsak dan apel dipasok dari Mojokerto, buah nenas dipasok dari Sumatera Selatan. Sedangkan buah strawberi dipasok dari supplier yang berasal dari Bandung. Tahapan proses pembuatan jus adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah sebagai bahan baku utama. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dan sortasi, yang dilanjutkan dengan proses ekstraksi. Proses ekstraksi bertujuan untuk memperoleh ekstrak sari buah (puree). Tahapan selanjutnya adalah penambahan air, gula dan bahan tambahan lainnya. Kemudian dilakukan perebusan atau sterilisasi dan dilanjutkan dengan pengemasan. Pada kondisi tertentu, dimana jumlah pasokan buah segar jumlahnya berlimpah, maka bahan baku buah segar tidak semuanya diproses menjadi jus, terdapat sebagian yang diproses menjadi puree. Persediaan puree bertujuan untuk mengantisipasi ketika pasokan bahan baku buah segar tidak mencukupi atau sedang tidak musim panen. Gambar 29 menunjukkan sistem proses produksi jus yang dilakukan perusahaan.

2 Gambar 29 Sistem produksi jus Jumlah jus dan puree yang dihasilkan tidak sama pada setiap jenis buah segar, begitu pula puree tiap-tiap buah menghasilkan liter jus yang berbeda. Tabel 4 menunjukkan kilogram puree dan jus yang dihasilkan oleh masing-masing buah segar. Tabel 4 Jumlah puree dan jus yang dihasilkan per kilogram buah segar No Jenis Buah Jumlah Buah Segar (kg) Buah- Puree (Kg) Buah-Jus (Liter) Buah yang dibutuhkan untuk 1 kg puree (wj) Puree yang dibutuhkan untuk 1 ltr jus (kj) Buah yg dibutuhkan untuk 1 ltr jus (vj) (dj) 1 Jambu 1 0,82 3,2 1,219 0,256 0,312 2 Sirsak ,78 1,149 0,058 0,067 3 Nenas 1 0,78 8,98 1,282 0,086 0,111 4 Apel 1 0,92 6,21 1,086 0,148 0,161 5 Strawberi 1 0,95 6,43 1,052 0,147 0,155 Ket : Data diolah Parameter Proses Produksi Kecepatan Produksi Produksi yang dilakukan perusahaan berdasarkan pada jenis penjualan yang dikehendaki konsumen. Kecepatan produksi akan menentukan kapasitas produksi per periode. Kecepatan produksi pada masing-masing jenis puree dan jus adalah sama. Kecepatan produksi buah segar menjadi jus adalah 375 liter per jam, kecepatan produksi buah segar menjadi puree adalah 225 kg per jam sedangkan kecepatan produksi puree menjadi jus adalah 500 liter per jam. Waktu Kerja Produksi Proses produksi jus menggunakan 2 (dua) shift dalam sehari. Jam kerja per hari tiap shift adalah 8 jam, dengan ketentuan 7 jam untuk kerja produksi dan 1

3 jam untuk istirahat. Shift pertama dimulai pukul , sedangkan shift kedua dimulai pukul Waktu produksi yang dilakukan diluar jam kerja regular digolongkan dalam jam kerja lembur. Jam kerja lembur dilakukan apabila produksi yang dilakukan tidak cukup hanya menggunakan jam kerja regular, atau apabila jumlah produksi yang diharapkan lebih besar daripada jumlah produksi yang dapat dihasilkan pada kapasitas regular. Jumlah jam kerja lembur disesuaikan dengan kebutuhan. Batas maksimum jam kerja lembur per hari adalah 4 (empat) jam. Jumlah jam kerja regular dan lembur untuk 12 periode (bulan) perencanaan dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 Jam kerja regular dan lembur untuk 12 periode perencanaan (bulan) Jam Kerja Reguler Jam Kerja Lembur Ket. Data diolah Kapasitas Produksi Kapasitas produksi merupakan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan proses produksi. Kapasitas produksi dipengaruhi oleh kecepatan produksi dan ketersediaan jam kerja yang tersedia selama periode perencanaan. Kapasitas maksimum perusahaan dalam memproduksi jus adalah liter per periode pada jam kerja regular dan liter per periode pada jam kerja lembur. Persediaan Produk Kebijaksanaan perusahaan menetapkan jumlah persediaan produk berdasarkan pada jumlah prakiraan penjualan dan 10 persen dari jumlah prakiraan penjualan setiap periode. Data persediaan awal jenis dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. puree dan jus masing-masing

4 Tabel 6 Persediaan awal puree dan jus Persediaan Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Awal Puree (Kg) Jus (Liter) Ket. Data dioleh Kapasitas Gudang Penyimpanan Gudang penyimpanan digunakan untuk menyimpan bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi dan bahan pembantu. Gudang penyimpanan yang dikaji pada perencanaan produksi ini adalah gudang produk setengah jadi (puree) dan gudang produk jadi (jus). Sistem penggudangan yang diterapkan adalah sistem FIFO (First In First Out). Penerapan sistem FIFO ini menyebabkan barang pada gudang akan bersirkulasi sesuai dengan urutan proses produksi. Parameter Biaya Biaya Produksi Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya fasilitas, perbaikan dan pemeliharaan, penyusutan mesin, bangunan dan biaya lain yang bersifat tetap. Sedangkan biaya variabel. Adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah produk yang diproduksi. Biaya produksi berbeda jika produk diproduksi pada jam kerja regular dan jam kerja lembur. Tabel 7 memberikan gambaran biaya produksi pada jam kerja regular dan jam kerja lembur serta jenis tahapan prosesnya. Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja dibedakan menjadi menjadi biaya tenaga kerja regular dan biaya tenaga kerja lembur. Berdasarkan data dari personalia ditetapkan biaya tenaga kerja regular adalah sebesar Rp ,00 per hari sedangkan biaya tenaga kerja lembur adalah Rp 8.000,00 per jam.

5 Tabel 7 Biaya produksi proses pembuatan jus Tahapan Proses Biaya Produksi Jam Kerja Reguler Jam Kerja Lembur Buah segar Jus Rp /liter jus Rp /liter jus Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Buah segar Puree Rp / kg puree Rp / kg puree Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Puree Jus Rp / liter jus Rp / liter jus Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Ket : Data diolah Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan adalah biaya yang ditanggung perusahaan akibat menahan sejumlah modal dalam bentuk produk jadi ataupun produk setengah jadi. Tabel 8 menunjukkan besarnya biaya penyimpanan baik berupa jus maupun puree. Tabel 8 Biaya penyimpanan puree dan jus Jenis Biaya Penyimpanan Puree (Rp / kg) Jus (Rp / liter) Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Ket : Data diolah Prakiraan Pasokan Bahan Baku Buah Segar Pasokan bahan baku buah segar merupakan bahan baku buah segar yang diterima perusahaan dari supplier. Ketersediaan buah segar sebagai bahan baku dalam pembuatan jus merupakan salah satu faktor penting dalam kelancaran proses produksi jus. Ketersediaan yang dimaksud adalah jumlah pasokan bahan baku buah segar yang di peroleh pada setiap periode. Prakiraan pasokan bahan baku buah segar dilakukan secara terpisah untuk kelima jenis buah segar dengan

6 menggunakan teknik Autoregresivve Moving Average (ARIMA) yang memungkinkan aspek-aspek musiman terakomodir dalam model. Data masa lalu pasokan buah segar dijadikan masukan untuk memodelkan prakiraan pasokan bahan baku pada periode perencanaan. Data masa lalu yang digunakan adalah data pasokan setiap bulan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juni 2009 atau sebanyak 42 periode (bulan). Langkah awal untuk memprakirakan jumlah pasokan adalah melakukan ploting data masa lalu untuk mempelajari karakteristik pola data masa lalu. Plot data dapat dilihat pada Gambar 30 dibawah ini. Jumlah Pasokan (Kg) Time Series Plot of Jambu, Sirsak, Nenas, Apel, Strawberi Variable Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Bulan Gambar 30 Pola data masa lalu pasokan bahan baku buah segar Identifikasi model deret data pasokan buah segar memperlihatkan analisis awal dari data. Berdasarkan hasil plot data dengan time series menunjukkan indikasi model time series musiman dengan pola yang berulang pada rentang waktu tertentu dan terlihat adanya pola naik turun teratur yang terbentuk dari plot data pasokan buah segar. Hal ini juga ditunjukkan pada plot autokorelasi dan autokorelasi parsial yang mengindikasikan kondisi nonstasioner. Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial data pasokan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Lampiran 3. Identifikasi trend (d) yang dilakukan dengan plot data dan nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial, dimana data bersifat stasioner apabila data tersebar secara acak dan nilai autokorelasi (ACF) serta autokorelasi parsial (PCF) tidak berbeda nyata secara statistik. Identifikasi proses autoregresi dan moving

7 average dilakukan dengan menggunakan plot nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dari deret data yang stasioner atau yang telah distasionerkan. Identifikasi proses autoregressive (p) dan proses moving average (q) dilakukan dengan plot nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data turunan pertama (lag 1) dari hasil pembedaan pada data telah distasionerkan, hasilnya menunjukkan tidak berbeda nyata. Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial pada data yang telah distasionerkan dapat dilihat pada Lampiran 3. Identifikasi musiman menghasilkan periode musiman (S=12). Tahap identifikasi akhir ordo ARIMA untuk data pasokan bahan baku buah segar adalah ARIMA (p,d,q)(p,d,q) s dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini: Tabel 9 Model ARIMA pasokan buah segar dan hasil interpretasi parameter Jenis Buah Model ARIMA Hasil Interpretasi Parameter Nilai P_Value level 5% Jambu (0, 1, 1) (0, 1, 0) 12 MA 1 : 0,000 Sirsak (0, 0, 1) (1, 1, 0) 12 SAR 12 : 0,000 MA 1 : 0,000 Nenas (1, 0, 0) (0, 1, 0) 12 AR 1 : 0,001 Apel (0, 1, 1) (0, 1, 0) 12 MA 1 : Strawberi (1, 1, 0) (1, 1, 0) 12 AR 1 : 0,000 SAR 12 : 0,000 Ket. Data diolah Interpretasi hasil model ARIMA pasokan buah segar dengan menggunakan minitab 14.0 yaitu level toleransi (α) yang digunakan adalah 5%. Berdasarkan tabel hasil tidak melebihi batas toleransi (α) 5%. taksiran parameter menunjukkan bahwa nilai P_value Tahapan diagnosis model adalah dengan memperhatikan hasil uji statistik Ljung-Box-Pierce yang digunakan untuk mendeteksi adanya korelasi antar lag. Deteksi independensi (tidak berkorelasi) antar lag dilakukan pada tiap lag. Nilai statistik Ljung-Box-Pierce pada lag 12, 24, dan 36. Nilai statistik Ljung-Box- Pierce pada lag 12 berarti nilai statistic Ljung-Box-Pierce antara lag t dengan lag 12. Tabel 9 menunjukkan hasil statistik Ljung-Box-Pierce pasokan bahan baku buah segar. Dimana Df adalah derajat bebas, K adalah lag K dan k adalah jumlah parameter model. Nilai-nilai pada Tabel 10 menunjukkan bahwa sampai pada lag 12 tidak terdapat korelasi antara residual pada lag t dengan residual pada lag 12, karena nilai Ljung-Box-Pierce tidak melebihi nikai statistik χ 2 (5%,10). Begitu pula untuk lag 24 dan 36, nilai Ljung-Box-Pierce tidak melebihi nikai statistik χ 2 (5%,22)

8 dan χ 2 (5%,34). Berdasarkan hal tersebut residual telah memenuhi asumsi independensi. Tabel 10 Hasil statistik Ljung-Box-Pierce pasokan bahan baku buah segar Jenis Buah Lag Df (K-k) Statistik Ljung-Box- Pierce Χ 2 (α,df) P_Value (12 2) 18,4 18,4 0,073 Jambu (24 2) 21,1 21,1 0, (36 2) * * * (12 2) 7,7 7,7 0,655 Sirsak (24 2) 18,7 18,7 0, (36 2) * * * (12 2) 2,8 18,307 0,993 Nenas (24 2) 4,8 33,920 1, (36 2) * 48,602 * (12 2) 2,0 18,307 0,999 Apel (24 2) 2,6 33,920 1, (36 2) * 48,602 * (12 2) 10,5 10,5 0,395 Strawberi (24 2) 11,8 11,8 0, (36 2) * * * Ket. Data diolah Hasil dari Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan bahwa data hasil peramalan telah signifikan, ditunjukkan dengan membandingkan antara p-value dan level toleransi (α) yang akan diuji dalam uji hipotesis yaitu tidak melebihi batas toleransi (α) 0,05%. Berdasarkan hal tersebut makan model ARIMA yang dihasilkan telah signifikan dan memenuhi asumsi yang disyaratkan sehingga model tersebut dapat diandalkan. Grafik pola data aktual dan hasil prakiraan pasokan buah jambu, buah sirsak, buah nenas, buah apel dan buah strawberi dapat dilihat pada Gambar 31,32,33, 34 dan 35 berikut ini: Plot Data Aktual dan Prakiraan Pasokan Buah Jambu Jumlah Pasokan (Kg) Bulan Gambar 31 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan pasokan buah jambu

9 25000 Plot Data Aktual dan Prakiraan Pasokan Buah Sirsak Jumlah Pasokan (Kg) Bulan Gambar 32 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan pasokan buah sirsak Plot Data Aktual dan Prakiraan Pasokan Buah Nenas Jumlah Pasokan (Kg) Bulan Gambar 33 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan pasokan buah nenas Plot Data Aktual dan Prakiraan Pasokan Buah Apel Jumlah Pasokan (Kg) Bulan Gambar 34 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan pasokan buah apel

10 14000 Plot Data Aktual dan Prakiraan Pasokan Buah Strawberi Jumlah Pasokan (Kg) Bulan Gambar 35 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan pasokan buah strawberi Hasil prakiraan pasokan bahan baku buah segar sangat penting sebagai masukan pada model persediaan bahan baku buah segar untuk menentukan jumlah produksi optimal. Pasokan bahan baku buah segar Hasil prakiraan pasokan bahan baku masing-masing buah segar dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil prakiraan jumlah pasokan buah segar (kg) (Bulan) Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi , , , , , , , , , , , , , , , , ,50 59, , , , , , , , , ,50 19, , , , , , , , ,00 853,10 6, , , , ,10 3, , , , , , , , , , , , , , , , , ,09 Ket. Data diolah Prakiraan Penjualan Jus Jenis jus yang dihasilkan adalah jus jambu, jus sirsak, jus nenas, jus apel, dan jus strawberi. Masing-masing jenis jus tersebut dikemas dalam kemasan 330 ml, 1 (satu) liter dan 5 (lima) liter. Penjualan terhadap masing-masing produk

11 berbeda. Perhitungan prakiraan penjualan dilakukan secara agregat terhadap masing-masing jus. Prakiraan jumlah penjualan pada periode yang akan datang menggunakan data prakiraan penjualan jus. Jus yang akan dipasarkan didasarkan pada rencana penjualan dan ketersediaan produk pada gudang persediaan produk akhir. Rencana penjualan didasarkan pada prakiraan penjualan. Data yang digunakan untuk memodelkan prakiraan penjualan jus adalah data masa lalu penjualan jus. Asumsi yang digunakan adalah jumlah yang dijual pada masa lalu merupakan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi. Data masa lalu penjualan jus jambu dijadikan masukan untuk memodelkan prakiraan penjualan jus. Data masa lalu yang digunakan adalah penjualan setiap bulan mulai bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juni 2009 atau sebanyak 42 periode. Langkah awal untuk memprakirakan jumlah penjualan adalah melakukan ploting data masa lalu untuk mempelajari karakteristik pola data masa lalu. Plot data dapat dilihat pada Gambar 36 dibawah ini. Pola Data Penjualan Jus Jumlah Penjualan (Liter) Variable apel Nenas Jambu strawberi sirsak Bulan Gambar 36 Pola data masa lalu penjualan jus Identifikasi model deret data pasokan buah segar memperlihatkan analisis awal dari data. Berdasarkan hasil plot data dengan time series menunjukkan indikasi model time series musiman dengan pola yang berulang pada rentang waktu tertentu dan terlihat adanya pola naik turun teratur yang terbentuk dari plot data penjualan jus. Hal ini juga ditunjukkan pada plot autokorelasi dan autokorelasi parsial yang mengindikasikan kondisi nonstasioner. Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial data penjualan jus dapat dilihat pada Lampiran 4.

12 Identifikasi trend (d) yang dilakukan dengan plot data dan nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial, dimana data bersifat stasioner apabila data tersebar secara acak dan nilai autokorelasi (ACF) serta autokorelasi parsial (PCF) tidak berbeda nyata secara statistik. Identifikasi proses autoregresi dan moving average dilakukan dengan menggunakan plot nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dari deret data yang stasioner atau yang telah distasionerkan. Identifikasi proses autoregressive (p) dan proses moving average (q) dilakukan dengan plot nilai koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data turunan pertama (lag 1) dari hasil pembedaan pada data telah distasionerkan, hasilnya menunjukkan tidak berbeda nyata. Grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial pada data yang telah distasionerkan dapat dilihat pada Lampiran 4. Identifikasi musiman menghasilkan periode musiman (S=12). Model ARIMA untuk data penjualan jus dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini: Tabel 12 Model ARIMA penjualan jus dan hasil interpretasi parameter Jenis Jus Model ARIMA Hasil Interpretasi Parameter Nilai P_Value level 5% Jambu (1, 0, 0) (1, 1, 1) 12 AR 1 : 0,003 SAR 12 : 0,000 SMA 12 : 0,008 Contant : 0,000 Sirsak (1, 0, 0) (0, 1, 1) 12 AR1 : 0,001 SMA 12 : 0,010 Constant : 0,000 Nenas (1, 0, 0) (0, 1, 1) 12 AR : 0,003 SMA 12 : 0,009 Constant : 0,000 Apel (0, 0, 1) (1, 1, 0) 12 SAR 12 : 0,000 MA 1 : 0,000 Constant : 0,000 Strawberi (1, 0, 1) (1, 1, 0) 12 AR 1 : 0,000 SAR 12 : 0,000 MA 1 : 0,001 Ket. Data diolah Interpretasi hasil model ARIMA penjualan jus dengan menggunakan minitab 14.0 yaitu level toleransi (α) yang digunakan adalah 5%. Berdasarkan tabel hasil tidak melebihi batas toleransi (α) 5%. taksiran parameter menunjukkan bahwa nilai P_value Tahapan diagnosis model adalah dengan memperhatikan hasil uji statistik Ljung-Box-Pierce yang digunakan untuk mendeteksi adanya korelasi antar lag. Deteksi independensi (tidak berkorelasi) antar lag dilakukan pada tiap lag. Nilai

13 statistik Ljung-Box-Pierce pada lag 12, 24, dan 36. Nilai statistik Ljung-Box- Pierce pada lag 12 berarti nilai statistic Ljung-Box-Pierce antara lag t dengan lag 12. Tabel 13 menunjukkan hasil statistik Ljung-Box-Pierce penjualan jus. Dimana Df adalah derajat bebas, K adalah lag K dan k adalah jumlah parameter model. Tabel 13 Hasil statistik Ljung-Box-Pierce penjualan jus Jenis Jus Lag Df (K-k) Statistik Ljung-Box- Pierce Χ 2 (α,df) P_Value (12 2) 11,4 18,307 0,180 Jambu (24 2) 31,7 33,920 0, (36 2) * 48,602 * (12 2) 7,3 18,307 0,610 Sirsak (24 2) 15,7 33,920 0, (36 2) * 48,602 * (12 2) 9,3 18,307 0,409 Nenas (24 2) 17,5 33,920 0, (36 2) * 48,602 * (12 2) 13,5 18,307 0,143 Apel (24 2) 16,9 33,920 0, (36 2) * 48,602 * (12 2) 10,1 18,307 0,344 Strawberi (24 2) 11,5 33,920 0, (36 2) * 48,602 * Ket. Data diolah Berdasarkan nilai-nilai pada Tabel 13 menunjukkan bahwa sampai pada lag 12 tidak terdapat korelasi antara residual pada lag t dengan residual pada lag 12, 24 dan 36 karena nilai Ljung-Box-Pierce tidak melebihi nilai statistik χ 2 (5%,10), χ 2 (5%,24) χ 2 (5%,36). Berdasarkan hal tersebut residual telah memenuhi asumsi independensi. Hasil dari Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan bahwa model ARIMA yang dihasilkan telah signifikan dan memenuhi asumsi yang disyaratkan sehingga model tersedut dapat diandalkan. Data hasil peramalan telah signifikan karena dapat dilihat dengan membandingkan antara p-value dan level toleransi (α) yang akan diuji dalam uji hipotesis yaitu tidak melebihi batas toleransi (α) 0,05%. Grafik pola data aktual dan hasil prakiraan penjualan jus masing-masing buah segar dapat dilihat pada Gambar 37, 38, 39, 40 dan 41 berikut ini:

14 Plot Data Aktual dan Prakiraan Penjualan Jus Jambu Penjualan Jus Jambu (Liter) Bulan Gambar 37 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan penjualan jus jambu Plot Data Aktual dan Prakiraan Penjualan Jus Sirsak Penjualan Jus Sirsak (Liter) Bulan Gambar 38 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan penjualan jus sirsak Plot Data Aktual dan Prakiraan Penjualan Jus Nenas Penjualan Jus Nenas (Liter) Bulan Gambar 39 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan penjualan jus nenas

15 45000 Plot Data Aktual dan Prakiraan Penjualan Jus Apel Penjualan Jus Apel (Liter) Bulan Gambar 40 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan penjualan jus apel Plot Data Aktual dan Prakiraan Penjualan Jus Strawberi Penjualan Jus Strawberi (Liter) Bulan Gambar 41 Grafik perbandingan aktual dan prakiraan penjualan jus strawberi Hasil prakiraan penjualan masing-masing jus dapat dilihat pada Tabel 14 menunjukkan hasil prakiraan ini sangat penting sebagai masukan model persediaan bahan baku buah segar, perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi untuk menentukan jumlah produksi optimal.

16 Tabel 14 Hasil prakiraan penjualan jus (liter) (Bulan) Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20 Ket. Data diolah Laju Kerusakan Buah Perhitungan jumlah bahan baku buah segar yang layak diproduksi dengan memperhitungkan laju kerusakan masing-masing buah terhadap waktu. Perhitungan laju kerusakan buah segar sangat penting, karena tidak semua pasokan bahan baku buah segar langsung diolah, akan tetapi masih disimpan di gudang penyimpanan bahan baku. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan jumlah pasokan bahan baku buah segar yang datang dalam jumlah yang berlimpah. Laju kerusakan buah menunjukkan bahwa laju kerusakan buah jambu, sirsak, nenas, apel dan strawberi mengikuti distribusi eksponensial. Laju kerusakan buah mengikuti distribusi eksponensial karena jumlah kerusakan buah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Proses kerusakan buah dipengaruhi oleh produksi etilen yang meningkat sehingga merusak susunan protein pada buah sehingga kerusakan buah semakin meningkat tajam. Nilai tengah laju kerusakan masing-masing buah dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

17 Tabel 15 Nilai tengah laju kerusakan bahan baku buah segar No Jenis Buah Nilai Tengah Laju Kerusakan 1 Jambu Sirsak Nenas 0,043 4 Apel 0,032 5 Strawberi 0,251 Ket : Data diolah Ketersediaan Bahan Baku Buah yang Layak di Produksi Persediaan merupakan faktor penting bagi kelancaran proses produksi. Ketersediaan bahan baku akan memberikan dampak bagi kelancaran proses produksi, sehingga perusahaan akan mampu melayani permintaan pasar sehingga produk selalu tersedia saat dibutuhkan. Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan jus adalah buah segar dan puree. Bahan baku puree digunakan pada saat jumlah pasokan buah segar tidak mencukupi untuk diproduksi menjadi jus. Tingkat ketersediaan bahan baku buah segar ditentukan oleh jumlah pasokan buah segar. Tidak semua pasokan buah segar dapat diproduksi menjadi jus. Hal ini dikarenakan sifat buah yang mudah rusak (perishable) dan proses penyimpanan bahan baku buah segar hanya disimpan pada kondisi suhu kamar. Jumlah prakiraan pasokan bahan baku buah segar tidak dapat langsung digunakan untuk mengoptimasi jumlah produksi jus. 600, , Jumlah Jus (liter) 400, , , Penjualan Jus (liter) Pasokan Buah (liter) 100, Gambar (Bulan) Grafik perbandingan perbandingan prakiraan penjualan jus dan pasokan buah jambu

18 Pasokan buah jambu didatangkan dari Sawangan, Bogor dan Cilebut untuk memenuhi permintaan konsumen terhadap jus jambu. Berdasarkan Gambar 42 menunjukkan bahwa pasokan buah jambu setiap periode mampu memenuhi kebutuhan produksi jus jambu. Kelebihan jumlah pasokan akan diproduksi menjadi puree yang nantinya akan digunakan pada saat pasokan buah segar tidak mencukupi untuk memproduksi jus. Rincian produksi jus dan puree berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku buah jambu yang akan digunakan untuk memproduksi jus dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah ketersediaan bahan baku buah jambu (Bulan) Prakiraan Penjualan Prakiraan Pasokan Buah Segar Buah Segar yang Layak Setara dengan Produksi Jus (liter) Puree (kg) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,60 899, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,64 Ket. Data diolah Berdasarkan Tabel 16 diatas, tidak semua pasokan buah jambu dapat diproduksi menjadi jus. Hal ini disebabkan karena pasokan yag datang tidak seluruhnya langsung diproses, melainkan masih disimpan pada gudang bahan baku. Sifat utama dari produk pertanian adalah mudah rusak. Buah segar yang layak diproduksi adalah jumlah buah segar yang mempunyai kualitas baik. Prakiraan penjualan menggambarkan prakiraan jumlah permintaan konsumen terhadap jus sirsak. Kelebihan jumlah pasokan buah segar yang tidak diproses menjadi jus, dijadikan puree yang nantinya akan digunakan untuk bahan baku jus sirsak pada saat jumlah pasokan buah segar tidak mencukupi.

19 350, , Jumlah Jus (liter) 250, , , , Penjualan Jus (liter) Pasokan Buah (liter) 50, Gambar 43 - Pasokan buah sirsak diperoleh dari Mojokerto, Jawa Timur. Berdasarkan Gambar 43 menunjukkan bahwa pasokan buah sirsak setiap periode mampu memenuhi kebutuhan produksi jus sirsak. Kelebihan jumlah pasokan akan diproduksi menjadi puree Rincian jumlah produksi jus dan puree berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku buah sirsak untuk memenuhi permintaan konsumen ditunjukkan pada Tabel (Bulan) Grafik perbandingan perbandingan prakiraan penjualan jus dan pasokan buah sirsak Tabel 17 Jumlah ketersediaan bahan baku buah sirsak (Bulan) Prakiraan Penjualan Prakiraan Pasokan Buah Segar Buah Segar yang Layak Setara dengan Produksi Jus (liter) Puree (kg) , , , ,09 653, , , , , , , , , ,72 465, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20 853,10 757, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,51 Ket. Data diolah

20 Berdasarkan Tabel 17, Jumlah pasokan buah sirsak mampu memenuhi prakiraan penjualan jus sirsak. Prakiraan penjualan menggambarkan prakiraan jumlah permintaan konsumen terhadap jus sirsak. Kelebihan jumlah pasokan buah segar yang tidak diproses menjadi jus, dijadikan puree yang nantinya akan digunakan untuk bahan baku jus sirsak pada saat jumlah pasokan buah segar tidak mencukupi. Laju kerusakan buah sirsak perlu dipehitungkan untuk menentukan jumlah bahan baku buah segar yang layak diproduksi. Daya simpan buah sirsak yang disimpan pada suhu kamar, hanya mampu bertahan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari. Pada periode 4 dan 8 pasokan bahan baku buah hanya diproduksi menjadi jus sirsak, sedangkan pada periode yang lain diproduksi jus dan puree. Perbandingan jumlah permintaan jus nenas dan pasokan bahan baku nenas ditunjukkan pada Gambar 44. Pada periode 4, 6, 7 dan 9 jumlah pasokan buah nenas tidak mencukupi untuk produksi jus nenas. Hal ini diatasi dengan menggunakan bahan baku puree dan sisa jus nenas pada periode sebelumnya. 160, , , Jumlah Jus (liter) 100, , , Penjualan Jus (liter) Pasokan Buah (liter) 40, , (Bulan) Gambar 44 Grafik perbandingan perbandingan prakiraan penjualan jus dan pasokan buah nenas Tabel 18 menunjukkan rincin jumlah produksi jus dan puree berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku buah nenas yang layak diproduksi. Bahan baku buah nenas didatangkan dari supplier yang berasal dari Sumatera Selatan. Tabel 18 Jumlah ketersediaan bahan baku buah nenas Prakiraan Prakiraan Buah Segar Setara dengan Produksi

21 (Bulan) Penjualan Pasokan Buah Segar yang Layak Jus (liter) Puree (kg) , , , , , , , , , , , , , , , ,00 59,80 57,25 514, , , , , , ,10 19,50 18,67 167, , , , , ,40 6,40 6,13 55, ,70 3,60 3,45 30, , , , , , , , , , , , , , ,60 - Ket. Data diolah Untuk memproduksi jus apel menggunakan bahan baku buah apel. Gambar 45 menunjukkan bahwa pasokan buah apel pada periode 1, 2, 5 dan 7 tidak mencukupi untuk produksi jus apel. Kekurangan bahan baku diatasi dengan menggunakan bahan baku puree pada periode sebelumnya. 120, , JumlahJus (liter) 80, , , Penjualan Jus (liter) Pasokan Buah (liter) 20, Gambar (Bulan) Tabel 19 menunjukkan rincian produksi jus dan puree berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku buah apel yang layak diproduksi. Pasokan buah apel diperoleh dari petani di Mojokerto, Jawa Timur yang sudah mengadaka kerjasama dengan perusahaan untuk memasok buah apel. Grafik perbandingan perbandingan prakiraan penjualan jus dan pasokan buah apel

22 Tabel 19 Jumlah ketersediaan bahan baku buah apel (Bulan) Prakiraan Penjualan Prakiraan Pasokan Buah Segar Buah Segar yang Layak Setara dengan Produksi Jus (liter) Puree (kg) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,83 877, , , , , , , , , , , , , , ,62 733, , , , , ,65 Ket. Data diolah Berdasarkan Tabel 19, pasokan buah apel mampu memenuhi kebutuhan perusahaan dalam memproduksi jus apel. Pada periode awal jumlah produksi dipenuhi dengan memproduksi buah apel menjadi jus, dan kekurangannya diperoleh dari ketersediaan jus pada awal periode. Daya tahan buah apel adalah kemampuan buah apel mempertahankan kesegarannya agar dapat dikonsumsi. Buah apel mampu bertahan lebih dari seminggu, artinya kualitas buah apel setelah disimpan selama seminggu masih layak untuk diproduksi menjadi jus. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan pasokan buah apel akan diproduksi sebelum seminggu dari waktu kedatangan. Oleh karena itu laju kerusakan buah apel juga diperhitungkan untuk menentukan prakiraan jumlah buah apel yang tidak layak diproduksi. Pasokan buah strawberi dipasok dari Ciwidey, Bandung Jawa Barat. Jumlah pasokan buah strawberi pada setiap periode secara umum mampu memenuhi permintaan jus strawberi. Hanya pada periode 11, jumlah pasokan buah segar tidak mampu memenuhi kebutuhan produksi. Hal ini diatasi dengan memproduksi jus strawberi menggunakan bahan baku puree.

23 50, , , Jumlah Jus (liter) 35, , , , , Penjualan Jus (liter) Pasokan Buah (liter) 10, , Gambar (Bulan) Grafik perbandingan perbandingan prakiraan penjualan jus dan pasokan buah strawberi Tabel 20 menunjukkan jumlah produksi jus dan puree berdasarkan jumlah ketersediaan bahan baku buah strawberi yang layak digunakan. Tabel 20 Jumlah ketersediaan bahan baku buah strawberi (Bulan) Prakiraan Penjualan Prakiraan Pasokan Buah Segar Buah Segar yang Layak Setara dengan Produksi Jus (liter) Puree (kg) , , , ,67 894, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,73 716, , , , ,05 (133,93) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,78 Ket. Data diolah Buah strawberi tidak dapat disimpan lebih dari 4 (empat) hari pada suhu kamar. Hal ini akan menyebabkan buah strawberi menjadi rusak dan tidak layak untuk diproduksi menjadi jus strawberi. Laju kerusakan strawberi akan memberikan prakiraan jumlah buah strawberi yang rusak dan akan menentukan

24 jumlah buah strawberi yang layak untuk diproduksi. Karena daya tahan buah strawberi yang cukup singkat, maka pasokan buah strawberi di pasok setiap 3 (tiga) hari sekali. Buah strawberi tersedia sepanjang tahun, sehingga kendala sifat bahan pertanian yaitu yang bersifat musiman dapat teratasi dan bahan baku buah segar akan tersedia sepanjang tahun. Perencanaan Produksi Agregat Hasil perencanaan produksi agregat diperoleh berdasarkan model yang dibuat, meliputi jumlah produksi pada jam kerja regular, jumlah produksi pada jam kerja lembur dan jumlah persediaan pada setiap periodenya. Produksi yang dihasilkan adalah produksi jus dan produksi puree. Hasil perencanaan produksi agregat dapat dilihat pada Tabel 21.

25 Tabel 20 Hasil perencanaan produksi agregat (Bulan) Jenis Jam Kerja Reguler Produksi Jam Kerja Lembur Puree (Kg) Jus (Liter) Puree (Kg) Jus (Liter) Dari Buah Segar Dari Puree Dari Buah Segar Dari Puree Puree (Kg) Persediaan Jus (Liter) Jambu , , , , Sirsak , , , ,70 Nenas 932, , , ,99 Apel , , , ,31 Strawberi , , ,66 Jambu , , , ,04 Sirsak 3.957, , , ,69 Nenas , , , ,66 Apel , , , ,58 Strawberi , , ,76 Jambu , , , , ,60 Sirsak , , ,60 Nenas , , , ,06 Apel 9.930, , , ,22 Strawberi , , , ,15 Dilanjutkan

26 Lanjutan Tabel 20 Hasil perencanaan produksi agregat (Bulan) Jenis Jam Kerja Reguler Produksi Jam Kerja Lembur Puree (Kg) Jus (Liter) Puree (Kg) Jus (Liter) Dari Buah Segar Dari Puree Dari Buah Segar Dari Puree Puree (Kg) Persediaan Jus (Liter) Jambu 1.252, , , , Sirsak , , ,73 Nenas - 515, , , ,80 Apel 5.281, , , ,53 Strawberi , , ,30 Jambu , , , , ,50 Sirsak 3.332, , , ,11 Nenas , , , ,89 Apel , , ,01 Strawberi , , , ,77 Jambu , , , , ,60 Sirsak 5.420, , , ,12 Nenas - 168, , , ,01 Apel 6.314, , , ,98 Strawberi 140, , , ,14 Dilanjutkan

27 Lanjutan Tabel 20 Hasil perencanaan produksi agregat (Bulan) Jenis Jam Kerja Reguler Produksi Jam Kerja Lembur Puree (Kg) Jus (Liter) Puree (Kg) Jus (Liter) Dari Buah Segar Dari Puree Dari Buah Segar Dari Puree Puree (Kg) Persediaan Jus (Liter) Jambu , , , , , Sirsak 5.924, , , ,90 Nenas , , , ,09 Apel , , , ,93 Strawberi , , ,30 Jambu , , , ,30 Sirsak , , ,42 Nenas - 55, , , ,44 Apel 261, , , ,30 Strawberi 2.112, , , ,10 Jambu , , , ,30 Sirsak 1.302, , , ,42 Nenas - 31, , ,17 Apel 1.603, , , ,27 Strawberi 873, , , ,62 Dilanjutkan

28 Lanjutan Tabel 20 Hasil perencanaan produksi agregat (Bulan) Jenis Jam Kerja Reguler Produksi Jam Kerja Lembur Puree (Kg) Jus (Liter) Puree (Kg) Jus (Liter) Dari Buah Segar Dari Puree Dari Buah Segar Dari Puree Puree (Kg) Persediaan Jus (Liter) Jambu , , , , Sirsak 9.200, , , ,88 Nenas , , , ,96 Apel 1.342, , , ,49 Strawberi 131, , , ,80 Jambu , , , ,63 Sirsak , , , ,70 Nenas 1.900, , , ,27 Apel 735, , , ,01 Strawberi , , ,90 Jambu , , , , ,80 Sirsak , , , ,04 Nenas ,60-668, , ,17 Apel 6.562, , , ,51 Strawberi 1.772, , , ,82 Dilanjutkan

29 Lanjutan Tabel 20 Hasil perencanaan produksi agregat (Bulan) Jenis Jam Kerja Reguler Produksi Jam Kerja Lembur Puree (Kg) Jus (Liter) Puree (Kg) Jus (liter) Dari Buah Segar Dari Puree Dari Buah Segar Dari Puree Puree (Kg) Persediaan Jus (Liter) Total Jambu , , , , Total Sirsak , , , , Total Nenas 2.832, , , , Total Apel , , , Total Strawberi 5.030, , , TOTAL , , , , , Ket : Data diolah

30 Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan nilai fungsi tujuan yaitu untuk meminimumkan biaya produksi. Nilai-nilai optimum yang dihasilkan merupakan konsekuensi dari pencapaian dari fungsi objektif model. Untuk mendapatkan baiaya minimum dalam produksi dengan memanfaatkan kapasitas produksi sesuai dengan ketersediaan pasokan bahan baku dan jumlah penjualan jus. Sifat bahan baku hasil pertanian yaitu mudah rusak (perishable) dan musiman, sehingga jumlah pasokan bahan baku buah segar jumlahnya tidak tetap. Pada saat panen raya jumlah pasokan akan berlimpah sehingga ketersediaan bahan baku akan berlimpah dan jumlah produksi akan meningkat. Pada kondisi yang lain jumlah pasokan terbatas bahkan tidak ada ketersediaan pasokan bahan baku buah segar. Untuk mengatasi hal tersebut, proses pembuatan jus tidak hanya menggunakan bahan baku buah segar tetapi menggunakan bahan baku puree agar proses produksi tetap berjalan. Pada perencanaan produksi untuk jangka waktu 12 bulan kedepan ini, diperoleh hasil optimasi rencana jumlah produksi puree sebanyak ,48 kg (69%) pada jam kerja reguler dan ,30 kg (31%) pada jam kerja lembur. Sedangkan total produksi jus dari buah segar sebanyak ,40 liter (86,16%) produksi jus dari puree sebanyak ,57 liter (13,85%). Produksi jus jambu selama 12 periode (bulan) perencanaan memproduksi jus jambu dari buah segar dan memproduksi puree dilakukan pada jam kerja regular. Produksi jus pada periode 2,8 dan 9 menggunakan bahan baku buah segar dan bahan baku puree. Hanya pada periode 7 dan 12 menggunakan jam kerja lembur yaitu untuk memproduksi puree sebesar ,02 kg pada periode 7 dan ,93 kg pada periode 12. Hal ini disebabkan karena jumlah pasokan buah jambu mencukupi jumlah permintaan jus jambu. Pada periode 11 dan 12, pasokan bahan baku sirsak diproduksi menjadi puree. Sedangkan pada periode yang lain pasokan bahan baku diproduksi menjadi jus sirsak dan puree. Produksi jus sirsak dilakukan pada jam kerja reguler, hanya pada periode 1 menggunakan jam kerja lembur yaitu memproduksi jus sirsak dari bahan baku buah segar sebesar ,00 liter.

31 Pasokan bahan baku nenas hanya diproduksi menjadi jus nenas pada periode 1, 2, 5, dan 12. Sedangkan pada periode 4,6,7,8 dan periode 9 produksi jus nenas menggunakan bahan baku buah segar dan bahan baku puree. Hal ini karena jumlah pasokan bahan baku buah segar tidak mencukupi permintaan jus nenas. Jam kerja lembur digunakan pada periode 2, 3, 5, 10 dan 12 untuk memproduksi puree. Produksi jus apel dan puree secara keseluruhan dilakukan pada jam kerja regular. Pada periode 1, 2 dan periode 7 produksi jus apel menggunakan bahan baku buah segar dan bahan baku puree. Hal ini karena jumlah pasokan bahan baku buah apel tidak mencukupi untuk produksi jus apel, sehingga perlu menggunakan bahan baku puree agar permintaan konsumen terpenuhi. Produksi jus strawberi selama 2 periode yaitu pada periode 3 dan periode 5 memproduksi jus menggunakan bahan baku buah segar dan puree. Hal ini karena jumlah pasokan buah strawberi tidak mencukupi memproduksi sejumlah permintaan, sehingga kekurangan produksi menggunakan bahan baku puree. Sedangkan pada periode 6, 8, 9, 10 dan 12 pasokan bahan baku strawberi diproduksi menjadi puree dan jus strawberi. Proses produksi jus strawberi dan puree strawberi dilakukan pada jam kerja regular. Persentase produksi jus jambu, jus sirsak, jus nenas, jus apel dan jus strawberi adalah sebesar 35,47%; 16,70%; 25,11%; 12,42% dan 10,30% dari total produksi jus. Penggunaan jam kerja dalam produksi jus adalah 99,18% produksi jus dilakukan pada jam kerja regular, sedangkan 0,82% dilakukan pada jam kerja lembur. Secara umum hasil optimasi perencanaan produksi agregat terhadap produksi jus maupun produksi puree dapat dilakukan pada jam kerja reguler. Hal ini berarti kapasitas produksi perusahaan mampu memenuhi permintaan pasar. Hal ini sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk jus, karena apabila perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen maka kehilangan kepercayaan konsumen akan menyebabkan perusahaan kehilangan penjualan. Penggunaan jam kerja lembur dilakukan apabila kapasitas jam kerja regular tidak mampu memproduksi sesuai dengan permintaan pasar atau jumlah

32 pasokan yang berlimpah dan harus segara ditangani. Produksi jus jam kerja lembur hanya sebesar 0,82% (33.620,00 liter) dari total produksi jus dan produksi puree sebesar 31% persen ( ,30 kg). Agar dihasilkan proses produksi yang berjalan maksimal tanpa harus menggunakan jam kerja lembur, maka perusahaan harus meningkatkan kemampuan atau kecepatan proses produksi. Kecepatan produksi dapat ditingkatkan antara lain dengan cara memperbaiki kinerja mesin yang lambat atau rusak, mengganti mesin atau menambah jumlah mesin sehingga menghasilkan jumlah kapasitas yang dihasilkan. Peningkatan kecepatan dan kapasitas produksi, diharapkan penggunaan jam kerja regular untuk berproduksi akan lebih efektif, sehingga penggunaan jam kerja lembur dapat diminimalkan. Hal ini karena berproduksi pada jam kerja lembur akan mengakibatkan biaya adanya biaya tambahan yang lebih tinggi. Selain itu, penggunaan jam lembur secara terus menerus menunjukkan kondisi yang tidak sehat bagi perusahaan dan karyawan. Dengan peningkatan kecepatan produksi, perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi peningkatan jumlah permintaan. Peningkatan jumlah permintaan akan menyebabkan peningkatan jumlah produksi dan pendapatan perusahaan juga akan meningkat. Jumlah persediaan masing-masing jus pada akhir periode sejumlah 10 persen dari jumlah prakiraan penjualan pada periode yang bersangkutan. Sedangkan persediaan puree pada akhir periode merupakan kelebihan dari pasokan bahan baku buah segar yang tidak terproses memjadi jus. Jumlah persediaan puree jambu lebih tinggi dibandingkan dengan persediaan puree yang lain. Hal ini disebabkan karena pasokan bahan baku buah jambu yang berlimpah. Biaya perencanaan produksi dapat dihitung setelah dilakukan perhitungan perencanaan produksi agregat. Biaya-biaya yang dihitung adalah biaya produksi jus dari bahan baku buah segar, biaya produksi jus dari bahan baku puree, biaya produksi buah segar menjadi puree pada jam kerja regular maupun jam kerja lembur. Selain itu, diperhitungkan juga biaya persediaan dalam bentuk puree dan jus. Hasil optimasi total biaya perencanaan produksi agregat masing-masing produk selama 12 periode (bulan) dapat ditunjukkan pada Tabel 22 berikut ini.

33 Tabel 22. Hasil optimasi biaya perencanaan produksi agregat No Jenis Produk Hasil Optimasi Biaya 1 Jambu Rp ,00 2 Sirsak Rp ,00 3 Nenas Rp ,00 4 Apel Rp ,00 5 Strawberi Rp ,00 Ket. Data diolah Biaya produksi optimal diperoleh dari hasil optimasi perencanaan produksi dengan mengalikan jumlah total produksi jus dari buah segar, produksi jus dari puree, produksi puree dengan biaya per unit produk (biaya produksi per liter jus atau per kilogram puree) pada produksi jam kerja reguler maupun jam kerja lembur. Selain itu diperhitungkan pula biaya persediaan puree dan jus yaitu dengan mengalikan jumlah persediaan puree dan jus dengam biaya penyimpanan (biaya penyimpanan per liter jus, atau per kilogram puree). Biaya produksi terbesar yaitu biaya produksi pembuatan jambu sebesar Rp ,00. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi jus jambu paling tinggi. Produksi jus jambu paling tinggi karena permintaan terhadap jus jambu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan terhadap jus lainnya. Jadwal Induk Produksi Perencanaan produksi agregat memberikan gambaran tentang jumlah produksi yang akan diproduksi secara agregat (periode bulanan). Rincian secara lebih detil tentang rencana jumlah produksi mingguan per jenis kemasan jus ditunjukkan pada jadwal induk produksi. Pada jadwal induk produksi dibutuhkan data tentang jumlah aktual permintaan yang dibukukan, sehingga akan memberikan gambaran jumlah produksi periode mingguan serta jumlah permintaan yang mampu dipenuhi selain jumlah permintaan aktual yang telah dibukukan. Produk jus yang dihasilkan dikemas dalam 3 (tiga) kemasan yang berbeda yaitu kemasan 330 ml, kemasan 1 liter dan kemasan 5 liter. Namun untuk produk jus strawberi hanya terdapat kemasan 1 liter dan 5 liter. Penentuan jumlah produksi masing-masing kemasan ditentukan oleh kebijaksanaan perusahaan. Hal ini berdasarkan jumlah permintaan konsumen. Persentase produksi untuk masingmasing kemasan adalah 20 persen untuk jus kemasan 330 ml, 50 persen untuk jus

34 kemasan 1 liter dan 30 persen untuk jus kemasan 5 liter. Untuk jus strawberi diproduksi 60 persen untuk kemasan 1 liter dan 40 persen untuk kemasan 5 liter. Hasil perhitungan jumlah produksi jus berdasarkan jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Jumlah produksi jus berdasarkan jenis kemasan (Bulan) Jenis Jus Jumlah Produksi Berdasarkan Kemasan (liter) 330 ml 1 liter 5 liter Jambu , , ,00 Sirsak , , ,91 Nenas , , ,07 Apel 7.984, , ,42 Strawberi , ,94 Jambu , , ,19 Sirsak , , ,70 Nenas , , ,40 Apel 8.806, , ,08 Strawberi , ,00 Jambu , , ,17 Sirsak , , ,46 Nenas , , ,80 Apel 7.983, , ,35 Strawberi , ,76 Jambu , , ,36 Sirsak 9.400, , ,30 Nenas , , ,82 Apel 8.177, , ,49 Strawberi , ,46 Jambu , , ,62 Sirsak , , ,67 Nenas , , ,80 Apel 7.993, , ,97 Strawberi , ,47 Jambu , , ,93 Sirsak , , ,31 Nenas , , ,37 Apel 8.706, , ,01 Strawberi , ,15 Dilanjutkan

PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan beberapa asumsi untuk mendukung penyusunan model. Asumsi-asumsi

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan

Lebih terperinci

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA PENDAHULUAN Prediksi data runtut waktu.

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem

V. PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem V. PEMODELAN SISTEM 5.1. Pendekatan Sistem 5.1.1.Analisis Sistem Kegiatan awal dalam rantai pasok mangga gedong gincu adalah pemanenan. Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam),

Lebih terperinci

MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR

MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR Iffan Maflahah 1, Machfud 2, dan Faqih Udin 2 1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura 2 Jurusan Teknologi Industri

Lebih terperinci

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan METODE BOX JENKINS Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan utk semua tipe pola data. Dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan datang. Peramalan adalah proses untuk memperkirakan kebutuhan di masa datang

Lebih terperinci

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 253 266. PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia sejak tahun enam puluhan telah diterapkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Jakarta menjadi suatu direktorat perhubungan udara. Direktorat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan digunakanan sebagai acuan pencegah yang mendasari suatu keputusan untuk yang akan datang dalam upaya meminimalis kendala atau memaksimalkan pengembangan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan dan pola data yang sistematis (Makridakis, 1999). Peramalan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015 bertempat di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan keuntungan untuk kelancaraan kontinuitas usahanya dan mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap data runtun waktu. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU Kelas A Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins No Nama Praktikan Nomor Mahasiswa Tanggal Pengumpulan 1 29 Desember 2010 Tanda Tangan Praktikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Data Deret Berkala Suatu deret berkala adalah himpunan observasi yang terkumpul atau hasil observasi yang mengalami peningkatan waktu. Data deret berkala adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (Sofjan Assauri,1984). Setiap kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING. Oleh: Rossy Susanti ( )

OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING. Oleh: Rossy Susanti ( ) OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING Oleh: Rossy Susanti (1207 100 007) Dosen Pembimbing: Drs. Suharmadi S., DiplSc.,MPhil JURUSAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang

Lebih terperinci

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010 Statistika, Vol., No., Mei PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI Reksa Nila Anityaloka, Atika Nurani Ambarwati Program Studi S Statistika Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN C BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mencoba meramalkan jumlah penumpang kereta api untuk masa yang akan datang berdasarkan data volume penumpang kereta api periode Januari 994-Februari 203

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang II.. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Harga Konsumen (IHK Menurut Monga (977 indeks harga konsumen adalah ukuran statistika dari perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang didapatkan.

Lebih terperinci

Metode Deret Berkala Box Jenkins

Metode Deret Berkala Box Jenkins METODE BOX JENKINS Metode Deret Berkala Box Jenkins Suatu metode peramalan yang sistematis, yang tidak mengasumsikan suatu model tertentu, tetapi menganalisa deret berkala sehingga diperoleh suatu model

Lebih terperinci

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Vol. 9, No., 9-5, Januari 013 Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Fitriani, Erna Tri Herdiani, M. Saleh AF 1 Abstrak Dalam analisis deret waktu

Lebih terperinci

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii HALAMAN PENGESAHAN...iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv PERNYATAAN...

Lebih terperinci

Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins

Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins Statistika, Vol. 16 No. 2, 95 102 November 2016 Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins FERRY KONDO LEMBANG Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura Ambon

Lebih terperinci

Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan

Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan SEMINAR PROPOSAL TUGAS AKHIR Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan OLEH: NAMA : MULAZIMATUS SYAFA AH NRP : 13.11.030.021 DOSEN PEmbimbing: Dr.

Lebih terperinci

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah sesuatu kegiatan situasi atau kondisi yang diperkirakan akan

Lebih terperinci

PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER

PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER PKMT-2-13-1 PEMODELAN ARIMA DALAM PERAMALAN PENUMPANG KERETA API PADA DAERAH OPERASI (DAOP) IX JEMBER Umi Rosyiidah, Diah Taukhida K, Dwi Sitharini Jurusan Matematika, Universitas Jember, Jember ABSTRAK

Lebih terperinci

Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia. Oleh : Pomi Kartin Yunus

Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia. Oleh : Pomi Kartin Yunus Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia Oleh : Pomi Kartin Yunus 1306030040 Latar Belakang Industri manufaktur yang berkembang pesat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA Jurnal UJMC, Volume 2, Nomor 1, Hal. 28-35 pissn : 2460-3333 eissn: 2579-907X PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA Novita Eka Chandra 1 dan Sarinem 2 1 Universitas

Lebih terperinci

4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN EVALUASI. lebih dikenal dengan metode Box-Jenkins adalah sebagai berikut :

4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN EVALUASI. lebih dikenal dengan metode Box-Jenkins adalah sebagai berikut : 4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN EVALUASI Pada bab ini, akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap data runtut waktu. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data harga

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1.

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1. V. PEMODELAN SISTEM 5.1. KONFIGURASI SISTEM Model perencanaan bahan baku industri teh di PTPN VIII Kebun Cianten dirancang dan dibuat dalam satu paket komputer sistem manajemen yang diberi nama SCHATZIE

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Peramalan Peramalan adalah suatu kegiatan dalam memperkirakan atau kegiatan yang meliputi pembuatan perencanaan di masa yang akan datang dengan menggunakan data masa lalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang

Lebih terperinci

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Greis S. Lilipaly ), Djoni Hatidja ), John S. Kekenusa ) ) Program Studi Matematika FMIPA UNSRAT Manado

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA Oleh PATAR NAIBAHO H24050116 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK Patar Naibaho H24050116. Kajian Perencanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. LEMBAR PERSETUJUAN ii LEMBAR PENGESAHAN. iii LEMBAR PERNYATAAN.. iv

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. LEMBAR PERSETUJUAN ii LEMBAR PENGESAHAN. iii LEMBAR PERNYATAAN.. iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. i LEMBAR PERSETUJUAN ii LEMBAR PENGESAHAN. iii LEMBAR PERNYATAAN.. iv ABSTRAK. v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI.. ix DAFTAR TABEL. xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan (Forceasting) 2.1.1 Pengertian Peramalan Untuk memajukan suatu usaha harus memiliki pandangan ke depan yakni pada masa yang akan datang. Hal seperti ini yang harus dikaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk. Produksi utama dari Pabrik

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk. Produksi utama dari Pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pabrik Kopi Banaran merupakan unit usaha dari PT. Perkebunan Nusantara IX yang mengolah kopi basah menjadi kopi kering serta memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 1 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan metode ARIMA box jenkins untuk meramalkan kebutuhan bahan baku. 2.1. Peramalan Peramalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rakyat dapat dilihat dari perkembangan angka kematian balita, dikarenakan kematian balita berkaitan erat dengan keadaan ekonomi,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK) PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK) FITROH AMALIA (1306100073) Dosen Pembimbing: Drs. Haryono, MSIE PENGENDALIAN KUALITAS

Lebih terperinci

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA Jeine Tando 1, Hanny Komalig 2, Nelson Nainggolan 3* 1,2,3 Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT Model fungsi transfer multivariat merupakan gabungan dari model ARIMA univariat dan analisis regresi berganda, sehingga menjadi suatu model yang mencampurkan pendekatan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ARIMA DALAM MERAMALKAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) INDONESIA TAHUN 2013

PENERAPAN METODE ARIMA DALAM MERAMALKAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) INDONESIA TAHUN 2013 La Pimpi //Paradigma, Vol. 17 No. 2, Oktober 2013, hlm. 35-46 PENERAPAN METODE ARIMA DALAM MERAMALKAN INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) INDONESIA TAHUN 2013 1) La Pimpi 1 Staf Pengajar Jurusan Matematika, FMIPA,

Lebih terperinci

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER 6.1. Analisis Pola Data Penjualan Ayam Broiler Data penjualan ayam broiler adalah data bulanan yang diperoleh dari bulan Januari 2006

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Data 5 korelasi diri, dan plot korelasi diri parsial serta uji Augmented Dickey- Fuller b. Identifikasi Model dengan metode Box-Jenkins c. Pemutihan deret input d. Pemutihan deret output berdasarkan hasil pemutihan

Lebih terperinci

ANALISA BOX JENKINS PADA PEMBENTUKAN MODEL PRODUKSI PREMI ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT

ANALISA BOX JENKINS PADA PEMBENTUKAN MODEL PRODUKSI PREMI ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT ANALISA BOX JENKINS PADA PEMBENTUKAN MODEL PRODUKSI PREMI ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT Mei Taripar Pardamean S.,SKom Jl. Makmur No.1 Ciracas Jakarta Timur mtp95@yahoo.com ABSTRAK Tujuan dari

Lebih terperinci

APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT

APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT Saintia Matematika Vol. 1, No. 5 (2013), pp. 419 433. APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT (STUDI KASUS: PTPN IV (PERSERO) PKS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada

Lebih terperinci

MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL

MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL MODUL MINITAB UNTUK PERAMALAN DENGAN METODE ARIMA DAN DOUBLE EXPONENTIAL Minitab adalah program statistik yang setiap versinya terus dikembangkan. Gambar 1 memperlihatkan kepada anda aspek-aspek utama

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Iklim Iklim ialah suatu keadaan rata-rata dari cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu. Curah hujan ialah suatu jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah pada kurun waktu

Lebih terperinci

PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS Saintia Matematika Vol. 1, No. 6 (2013), pp. 579 589. PERAMALAN NILAI EKSPOR DI PROPINSI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS Raisa Ruslan, Agus Salim Harahap, Pasukat Sembiring Abstrak. Dalam

Lebih terperinci

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Desy Yuliana Dalimunthe Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk. PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. Djoni Hatidja ) ) Program Studi Matematika FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 955 email: dhatidja@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian IV.1 Statistika Deskriptif Pada bab ini akan dibahas mengenai statistik deskriptif dari variabel yang digunakan yaitu IHSG di BEI selama periode 1 April 2011 sampai

Lebih terperinci

Seasonal ARIMA adalah model ARIMA yang mengandung faktor musiman.

Seasonal ARIMA adalah model ARIMA yang mengandung faktor musiman. Definisi Seasonal ARIMA adalah model ARIMA yang mengandung faktor musiman. Musiman berarti kecenderungan mengulangi pola tingkah gerak dalam periode musim, biasanya satu tahun untuk data bulanan. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau memprediksi nilai suatu perolehan data di masa yang akan datang

BAB I PENDAHULUAN. atau memprediksi nilai suatu perolehan data di masa yang akan datang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Time Series atau deret waktu merupakan barisan suatu nilai pengamatan yang diukur dalam rentang waktu tertentu dalam interval waktu yang sama. Analisis data deret waktu

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Peta Kendali Comulative Sum (Cusum) Residual Studi Kasus pada PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik. Rina Wijayanti

SEMINAR TUGAS AKHIR. Peta Kendali Comulative Sum (Cusum) Residual Studi Kasus pada PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik. Rina Wijayanti SEMINAR TUGAS AKHIR Peta Kendali Comulative Sum (Cusum) Residual Studi Kasus pada PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik Rina Wijayanti 1306100044 Pembimbing Drs. Haryono, MSIE Dedi Dwi Prastyo, S.Si., M.Si.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perkembangan ekonomi dan bisnis dewasa ini semakin cepat dan pesat. Bisnis dan usaha yang semakin berkembang ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi KATA PENGANTAR... vii UCAPAN TERIMA KASIH... viii

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Studi Pendahuluan Studi Pustaka Identifikasi Masalah Perumusan Masalah Tujuan Pengumpulan Data 1. Profil Perusahaan PT. Mensa Binasukses cabang kota Padang 2. Data forecasting

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PERENCANAAN PRODUKSI DENGAN PREEMPTIVE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS: UD. DODOL MADE MERTA TEJAKULA, SINGARAJA)

OPTIMALISASI PERENCANAAN PRODUKSI DENGAN PREEMPTIVE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS: UD. DODOL MADE MERTA TEJAKULA, SINGARAJA) OPTIMALISASI PERENCANAAN PRODUKSI DENGAN PREEMPTIVE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS: UD. DODOL MADE MERTA TEJAKULA, SINGARAJA) Ni Putu Deviyanti 1, Ni Ketut Tari Tastrawati 2, I Wayan Sumarjaya 3 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manfaat Peramalan Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suatu dugaan atau perkiraan tentang terjadinya suatu keadaan dimasa depan, tetapi dengan menggunakan metode metode tertentu

Lebih terperinci

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Statistik Dasar 1. Average (Rata-rata) Menurut Spiegel,dkk (1996:45) rata-rata yaitu sebuah nilai yang khas atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14)

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BOX-JENKINS UNTUK PERAMALAN PENCEMARAN UDARA OLEH PARAMETER KARBON MONOKSIDA (CO) DI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR.

PENERAPAN METODE BOX-JENKINS UNTUK PERAMALAN PENCEMARAN UDARA OLEH PARAMETER KARBON MONOKSIDA (CO) DI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR. PENERAPAN METODE BOX-JENKINS UNTUK PERAMALAN PENCEMARAN UDARA OLEH PARAMETER KARBON MONOKSIDA (CO) DI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MATAKULIAH : METODE RUNTUN WAKTU

PETUNJUK PRAKTIKUM MATAKULIAH : METODE RUNTUN WAKTU PETUNJUK PRAKTIKUM MATAKULIAH : METODE RUNTUN WAKTU Disusun Oleh : ENTIT PUSPITA NIP : 132086616 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Peramalan Permintaan Paving Blok dengan Metode ARIMA

Peramalan Permintaan Paving Blok dengan Metode ARIMA Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Peramalan Permintaan Paving Blok dengan Metode ARIMA Adin Nofiyanto 1,Radityo Adi Nugroho 2, Dwi Kartini 3 1,2,3 Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stasioner Analisis ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average umumnya mengasumsikan bahwa proses umum dari time series adalah stasioner. Tujuan proses stasioner adalah rata-rata,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Untuk menganalisi permasalahan pengoptimalan produksi, diperlukan data dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Total Hasil Penjualan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Total Hasil Penjualan BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Penyajian Data Tabel 5. Total Hasil Penjualan Total Hasil Penjualan Bulan (dalam jutaan rupiah) Jan-04 59.2 Feb-04 49.2 Mar-04 57.7 Apr-04 53.2 May-04 56.3 Jun-04 60.2 Jul-04

Lebih terperinci

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI INDONESIA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI INDONESIA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI INDONESIA DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS Oleh : Agustini Tripena ABSTRACT In this paper, forecasting the consumer price index data and inflation. The method

Lebih terperinci

PEMODELAN ARIMA UNTUK PREDIKSI KENAIKAN MUKA AIR LAUT DAN DAMPAKNYA TERHADAP LUAS SEBARAN ROB DI KOTA AMBON

PEMODELAN ARIMA UNTUK PREDIKSI KENAIKAN MUKA AIR LAUT DAN DAMPAKNYA TERHADAP LUAS SEBARAN ROB DI KOTA AMBON PEMODELAN ARIMA UNTUK PREDIKSI KENAIKAN MUKA AIR LAUT DAN DAMPAKNYA TERHADAP LUAS SEBARAN ROB DI KOTA AMBON (MODELS OF ARIMA TO PREDICT RISING SEA AND ITS IMPACT FOR THE WIDESPREAD DISTRIBUTION OF ROB

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Penelitian ini diawali dengan melihat ketergantungan antar lokasi dan waktu. Lokasi-lokasi dalam penelitian ini saling berhubungan, hal ini ditunjukkan dengan nilai

Lebih terperinci

Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins

Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins Ari Pani Desvina 1, Melina Anggriani 2,2 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau Jl. HR.

Lebih terperinci

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP SKRIPSI Disusun oleh : DITA RULIANA SARI NIM. 24010211140084 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peramalan pada dasarnya merupakan proses menyusun informasi tentang kejadian masa lampau yang berurutan untuk menduga kejadian di masa depan (Frechtling, 2001:

Lebih terperinci

PEMODELAN DATA RUNTUK WAKTU PADA DATA PRODUKSI SUSU SAPI DI AMERIKA SEJAK TAHUN

PEMODELAN DATA RUNTUK WAKTU PADA DATA PRODUKSI SUSU SAPI DI AMERIKA SEJAK TAHUN PEMODELAN DATA RUNTUK WAKTU PADA DATA PRODUKSI SUSU SAPI DI AMERIKA SEJAK TAHUN 1962 1975 Jantini Trianasari Natangku dan Fitria Puspitoningrum Mahasiswa Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Matematika

Lebih terperinci

Pengenalan Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis) MA 2081 Statistika Dasar 30 April 2012

Pengenalan Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis) MA 2081 Statistika Dasar 30 April 2012 Pengenalan Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis) ) MA 208 Statistika Dasar 0 April 202 Utriweni Mukhaiyar Ilustrasi Berikut adalah data rata-rata curah hujan bulanan yang diamati dari Stasiun Padaherang

Lebih terperinci

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI LULIK PRESDITA W 1207 100 002 APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI 1 Pembimbing : Dra. Nuri Wahyuningsih, M.Kes BAB I PENDAHULUAN 2 LATAR BELAKANG 1. Stabilitas ekonomi dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Time Series atau runtun waktu adalah serangkaian data pengamatan yang berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara berurutan

Lebih terperinci

PERAMALAN HASIL PRODUKSI ALUMINIUM BATANGAN PADA PT INALUM DENGAN METODE ARIMA

PERAMALAN HASIL PRODUKSI ALUMINIUM BATANGAN PADA PT INALUM DENGAN METODE ARIMA Saintia Matematika Vol. 1, No. 1 (2013), pp. 1 10. PERAMALAN HASIL PRODUKSI ALUMINIUM BATANGAN PADA PT INALUM DENGAN METODE ARIMA Lukas Panjaitan, Gim Tarigan, Pengarapen Bangun Abstrak. Dalama makalah

Lebih terperinci

PEMODELAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE PADA DATA REDAMAN HUJAN DI SURABAYA. Nur Hukim

PEMODELAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE PADA DATA REDAMAN HUJAN DI SURABAYA. Nur Hukim TE 091399 TUGAS AKHIR- 4 SKS PEMODELAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE PADA DATA REDAMAN HUJAN DI SURABAYA Oleh Nur Hukim Dosen Pembimbing Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng. Ph.D Ir. Achmad

Lebih terperinci

Analisa Performansi Dan Peramalan Call Center PT.INDOSAT, Tbk dengan Menggunakan Formula Erlang C

Analisa Performansi Dan Peramalan Call Center PT.INDOSAT, Tbk dengan Menggunakan Formula Erlang C Analisa Performansi Dan Peramalan Call Center PT.INDOSAT, Tbk dengan Menggunakan Formula Erlang C Oleh: Rara Karismawati NRP.7207040019 1 Pembimbing: Mike Yuliana, ST, MT NIP. 197811232002122009 Reni Soelistijorini,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis perencanaan agregat yang tepat pada PT. LG Electronics adalah sebagai berikut : 1. Peramalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Suhu Udara Rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Data Suhu Udara Rata-rata suhu 18 20 22 24 26 28 30 32 ragam, maka dilakukan transformasi Box-Cox. d. Mengidentifikasi model. Dalam tahap ini akan didapat model-model sementara, dengan melihat plot ACF dan PACF. e. Pendugaan parameter

Lebih terperinci

PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA

PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 2, No. 1 (2014), pp. 55 69. PERAMALAN PEMAKAIAN ENERGI LISTRIK DI MEDAN DENGAN METODE ARIMA John Putra S Tampubolon, Normalina Napitupulu, Asima Manurung Abstrak.

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SISTEM

BAB IV PEMODELAN SISTEM BAB IV PEMODELAN SISTEM 4.1 ASUMSI PERHITUNGAN MODEL Model pengendalian persediaan galon menggunakan berbagai asumsi untuk memberikan batasan terhadap model yang merepresentasikan sistem sebenarnya. Asumsi-asumsi

Lebih terperinci