ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA"

Transkripsi

1 ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA RINGKASAN Oleh: Supardi Staf Pengajar FMIPA UNY Telah dilakukan penelitian mengenai munculnya distribusi parameter benahan (ordered parameter) bahan superkonduktor bentuk lempengan dan silinder. Distribusi parameter benahan dalam bahan tersebut diperoleh dari pengenaan medan magnet luar H yang sejajar terhadap permukaan bahan. Ketika medan magnet luar diturunkan secara perlahan-lahan, maka distribusi parameter benahan akan muncul ketika melewati harga tertentu yang disebut H c3. Metode yang digunakan untuk mempeoleh distribusi parameter benahan dalam bahan superkonduktor ini adalah metode elemen hingga. Untuk memudahkan langkah komputasi dengan metode tersebut, maka digunakan perangkat lunak FEMLAB yang bekerja di bawah MATLAB karena prinsip-prinsip metode elemen hingga telah diwadahi dalam perangkat lunak tersebut. Hasil yang diperoleh melalui simulasi ini menunjukkan adanya kesesuain antara dugaan awal oleh peneliti dengan hasil perhitungan. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti lain sebelumnya, hasilnya tidak menyimpang jauh Kata kunci : parameter benahan, FEMLAB, metode elemen hingga ABSTRACT Investigation of creation of ordered parameter distribution on superconductor material, specially silinder form have been conducted. Distribution of ordered parameter inside the material is obtained by applying external magnetic field parallel to the surface of the material. When the external magnetic field is reduced carefully, ordered parameter distribution will create at a certain value called H c3. The method applied to obtain the ordered parameter distribution is finite element method. To make easy in computation work, be applied FEMLAB software. The software works under MATLAB running. Principles of finite element method have been covered in FEMLAB. The result of the numerical simulation show in line between the beginning hipotesa of researcher and computaion result. Compared with previous result, the result does not deviate significantly. Keyword : order parameter, FEMLAB, finite element method PENDAHULUAN

2 Simulasi numerik munculnya parameter benahan di daerah dekat medan kritis H c3 pada bahan superkonduktor menggunakan landasan model Ginzburg-Landau telah dilakukan. Parameter benahan (ordered parameter) didefinisikan sebagai parameter fisis yang kehadirannya bertanggung jawab terhadap fase dari suatu bahan superkonduktor. Parameter benahan dapat bernilai antara dan 1. Bahan superkonduktor yang berada dalam keadaan superkonduktif memiliki harga parameter benahan diantara < ψ < 1. Di bawah medan kritis H c1 bahan berada dalam keadaan superkonduktif murni sehingga harga parameter benahan bernilai 1. Bahan superkonduktor yang hanya memiliki satu macam medan kritis saja disebut sebagai superkonduktor jenis-i. Sedangkan superkonduktor yang memilki dua buah medan kritis yaitu H c1 dan H c disebut sebagai superkonduktor jenis-ii. Hal yang menarik tentang superkonduktor jenis-ii adalah adanya keadaan campuran (mixed state) antara keadaan superkonduktif dan keadaan normal pada ranah H c 1 < H < H c. Dalam daerah ini muncul apa yang dinamakan sebagi vortex. Vortex merupakan filamen-filamen berukuran kecil yang terbentuk akibat pengenaan medan magnet luar H pada sampel superkonduktor jenis ke-ii dalam ranah H c 1 < H < H c sehingga terjadi terobosan parsial fluks magnet pada bahan tersebut (Cyrot dan Pavuna, 199,; Tinkham, 1996). Secara teori, munculnya vorteks pada superkonduktor jenis ke-ii telah diramalkan oleh Abrikosov. Menurut Abrikosov, pola kisi dengan bentuk bujursangkar merupakan pola kisi stabil vorteks. Dalam kenyataannya, pola kissi stabil pada vorteks adalah kisi dengan bentuk segitiga. Bentuk kisi ini selanjutnya disebut dengan kisi Abrikosov. Simulasi ini didasarkan pada model Ginzbug-Landau yaitu sebuah teori yang mengungkapkan gejala fisis yang terjadi pada bahan superkonduktor berdasar pada intuisi fisis yang ada. Salah satu pencetus model ini yaitu Vitally L. Ginzburg, pada tahun 3 ini telah memenangkan hadiah Nobel di bidang fisika. Penelitian tentang munculnya parameter benahan dari bahan dalam keadaan superkonduktif hingga berada pada keadaan normal sulit dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Oleh sebab itu, diperlukan cara lain untuk memperolehnya, yaitu dengan simulasi numerik. Simulasi numerik mengenai munculnya parameter benahan pada bahan superkonduktor dapat dilakukan dengan menyelesaikan persamaan Ginzburg-Landau

3 terkopelnya. Untuk mengkaji keadaan superkonduktif di daerah dekat medan kritis H c3 dapat dilakukan dengan mengabaikan suku non liniernya, sehingga bentuk persamaan diferensialnya menjadi bentuk linier. Dugaan peneliti bahwa munculnya parameter benahan mulai nampak pada permukaan bahan yang sejajar dengan medan magnet luar. Selanjutnya, parameter benahan secara berangsur-angsur akan menghilang di daerah yang semakin menjauhi permukaan. Metode yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh distribusi parameter benahan di dalam bahan adalah metode elemen hingga. Pemilihan metode ini mengingat metode ini dibangun untuk menyelesaiakan persamaan diferensial disamping metode beda hingga. Dibandingkan dengan metode beda hingga, metode elemen hingga memiliki banyak kelebihan terutama keluwesannya dalam memecahkan masalah geometri bahan yang lebih rumit. METODE PENELITIAN Sifat superkonduktivitas suatu bahan superkonduktor dapat ditentukan oleh bentuk fungsional sistem. Bentuk fungsional yang berpadanan dengan persamaan Ginzburg-Landau adalah apa yang disebut beda rapat tenaga bebas Gibbs antara keadaan superkonduktif dan keadaan normal. Ungkapan beda rapat tenaga Gibbs tersebut diberikan oleh (Tinkham,1996; Cyrot dan Pavuna, 199) G( ψ, A) ( g s f n ) = α ( T ) ψ ( r ) β ( T ) ψ ( r ) Ω 1 m Ω 1 1 [ i ea( r) ] ψ ( r ) B( r ) µ H µ Distribusi parameter benahan dan arus di dalam bahan superkonduktor dapat diperoleh dengan melakukan minimisasi terhadap ungkapan fungsional rapat beda tenaga Gibbs tersebut. Minimisasi fungsional dilakukan terhadap ψ ( r) atau ψ * ( r) dan ( r) 4 (1) A. Dengan menggunakan kalkulus variasi minimisasi fungsional tersebut menghasilkan persamaan Euler-Lagrange (Nurwantoro, 1998) dan ψ G * s 3 G s ( / x ) ( r) x ψ * ( r ) j = 1 j j = ()

4 Variabel G A 3 G s ( / x ) ( r) x A ( r) i s j = 1 j i j =, dengan i = 1,, 3. (3) x j dengan j = 1,, 3 menyatakan sumbu-sumbu koordinat yaitu x, y dan z, sedangkan ( r) A dengan i = 1,, 3 menyatakan sebagai komponen-komponen i kartesan dari potensial vektor A(r). Jika persamaan Euler-Lagrange () dan (3) diekspansikan, maka akan diperoleh ungkapan-ungkapan G ψ A ( r) i e ψ e ( ) = Aj Ajψ r 1 m x j m 3 s = α ( T ) ψ ( r) β ψ ( r) ψ ( r) ( ) * r j G (7) i s ( r) ( r) i e ψ ( r) 3 Gs ψ = ( ( ) ) A j j 1 x j ψ * r / x j m x j m x = j i e = ψ m ( r) ψ * x ( r) i ψ * ( r) ψ x ( r) i 4e ψ m * ( r) ψ ( r) Ai Apabila ungkapan (4), (5) dan (6) disubstitusikan ke persamaan (), maka diperoleh persamaan Ginzburg-Landau pertama yaitu 1 α ( T ) ψ ( r) β ψ ( r) ψ ( r) [ i ea( r) ] ψ ( r) = (8) m Apabila digunakan ungkapan persamaan Maxwell (4) (5) B = µ j dengan j adalah rapat super arus dan disubtitusi ungkapan (5) dan (6) ke persamaan (3), maka diperoleh persamaan Ginzburg-Landau kedua yaitu e im ( r) = B( r) = [ ψ * ( r) ψ ( r) ψ ( r) ψ * ( r) ] ψ * ( r) ψ ( r) Ai j 1 µ Syarat batas yang diberikan untuk kedua persamaan Ginzburg-Landau terkopel tersebut di daerah antarmuka antara insulator dan permukaan superkonduktor adalah n [ ea( r) ] ψ ( r) = 4e m i (1) Ketika efek permukaan bahan diperhitungkan, yang berarti bahwa superkonduktor bukan lagi berbentuk bongkahan, maka sifat superkonduktivitas bahan tidak lagi musnah pada H H ( T ) >. Efek permukaan ini akan memodifikasi transisi fase antara keadaan c superkonduktif dengan keadaan normalnya. Medan kritis bahan superkonduktor biasanya (9)

5 akan berharga lebih besar dibandingkan dengan harga medan kritis H c. Ketika medan magnet luar yang dikenakan pada bahan mula-mula berharga besar, kemudian secara berangsur-angsur diturunkan, maka keadaan superkonduktif bahan akan sedikit demi sedikit muncul ketika melewati suatu harga tertentu yang disebut dengan H c3. Analisa teoritis dari medan nukleasi permukaan ini pertama kali dikenalkan oleh Saint dan de Gennes padatahun Di daerah dekat dengan fase transisi antara keadaan normal dengan keadaan superkonduktif, harga parameter benahan sangat kecil. Oleh sebab itu, dapat diabaikan suku non-linier dari persamaan Ginzburg-Landau yaitu suku ψ ( r) dan ψ ( r) ψ ( r). Proses linierisasi dari persamaan Ginzburg-Landau terkopel ini akan mereduksi persamaan tersebut menjadi bentuk yang linier atau 1 α ( T ) ψ ( r) [ i ea( r) ] ψ ( r) = (11) m 1 m [ i ea( r) ] ψ ( r) = α ( T ) ψ ( r) (1) Formulasi Fungsional Ginzburg-Landau untuk Bahan Berbentuk Slab Semi Tak Hingga Ditinjau sebuah bahan superkonduktor berbentuk lempengan (slab) semi tak berhingga yang dikenai oleh medan magnet luar H dengan sudut θ (lihat gambar 1). Insulator Superkonduktor H Gambar 1. Superkonduktor jenis-ii berbentuk slab semi tak berhingga yang dikenai medan magnet luar H

6 Dalam kasus ini, potensial vektor pada persamaan (1) bersifat linier sehingga koreksi terhadap medan magnet yang masuk ke dalam bahan tidak ada. Oleh sebab itu dipilih bentuk potensial vektor ( r) = (, µ Hx cosθ µ Hz sin,) A. Dengan θ pemilihan bentuk potensial tersebut, maka bentuk persamaan Ginzburg-Landau terlinierisasinya adalah ψ 1 ψ ih eµ H m x m y m z dengan syarat batas yang diberikan adalah ψ x x= = ( x cosθ z sin θ ) ψ = α ( T )ψ (13) (14) Dengan memilih ungkapan parameter benahan berbentuk ik ( x y z) e y y cosθ,, f ( x, z) ψ = akan diperoleh bentuk baru persamaan (13) berbentuk m f x f z 1 m dengan syarat batas yang sesuai adalah f x [ k cosθ eµ H ( x cosθ z sinθ )] f = α ( T ) f x= y = (15) (16) Salah satu langkah penting untuk perhitungan secara numerik adalah membuat variabel-variabel dalam ungkapan (15) menjadi variabel tak berdimensi. Oleh sebab itu diplih variabel-variabel sebagai berikut X x 4eµ H cosθ 4eµ H sin θ, Z z, X k y cosθ eµ H H c ( T ) (17) H Apabila ungkapan (17) disubstitusikan ke persamaan (15) maka akan diperoleh sin θ Z ZX sin θ Z 4 f f X 4 cosθ X f = f X 4 dengan syarat batas yang sesuai adalah f X X = = f XZ cosθ sin θ f XX cosθ f (18) pada X = (19)

7 Sedangkan di daerah yang jauh dari permukaan bahan sifat superkonduktivitas bahan semakin menghilang, sehingga syarat batas yang cocok untuk keadaan ini adalah f ( X, Z ) pada X () Bentuk diskritisasi dalam bentuk elemen hingga dapat dilihat pada gambar 3. Gambar. Diskritisasi bahan dengan metode elemen hingga Formulasi Fungsional Ginzburg-Landau untuk Bahan Berbentuk Silinder Ditinjau sebuah bahan superkonduktor berbentuk silinder dengan panjang jari-jari a dengan panjang tak berhingga dikenai oleh medan magnet luar H yang arahnya sejajar dengan sumbu z (lihat gambar ). z a H y x Gambar 3. Bahan superkonduktor jenis-ii berbentuk silinder pejal yang dikenai medan magnet luar sejajar dengan sumbu z

8 Dalam koordinat polar silindris ( ρ,ϕ, z) diasumsikan bahwa medan magnet luar H berarah paralel dengan sumbu z silinder, sehingga potensial vektor A dapat dipilih sedemikian hingga 1 A = µ H ρ (1) Dengan menggunakan ungkapan div A =, maka diperoleh ungkapan persamaan Ginzburg-Landau terlinierisasi ( ρ, ϕ, z) ψ ( ρ, ϕ, z) 1 ψ ρ m ρ ρ ρ m z 1 m i ρ ϕ dengan syarat batas yang sesuai adalah eµ Hρ ψ ( ρ, ϕ, z) = α ( T ) ψ ( ρ,, z) () ψ ϕ ( ρ, ϕ, z) ρ ρ = a Untuk langkah komputasi numerik, maka diperlukan bentuk variabel tak berdimensi yang sesuai berbentuk ( T ) Z z ρ π a m α a a, r, h µ H, ε a a Φ ξ dengan = ( T ) (4) (3) Φ π / e menyatakan kuantum fluks dan ξ ( T ) / mα ( T ) adalah panjang koherensi. Jika ungkapan (4) disubstitusikan ke dalam ungkapan (), maka akan diperoleh persamaan r dengan syarat batas 1 r r z ψ i r ( r, ϕ, z) r ϕ r = 1 = hr ψ ( r, ϕ, z) = εψ ( r, ϕ, z) (5) (6) Untuk menyederhanakan persamaan (5), maka diperlukan ungkapan untuk parameter benahan berbentuk ψ ( r ϕ, z) = f ( r ) ( r,ϕ, z) ik Z ikϕ ϕ z, e e. Untuk menjamin harga ψ adalah tunggal saat ϕ bertambah dengan πn, maka disyaratkan bahwa (7) k ϕ = n dengan n =, ± 1, ±,...

9 Hasil substitusi ungkapan ψ ( r ϕ, z) = f ( r ) diperoleh f r dengan syarat batas (9) ( r ) 1 f ( r ) r ( r) f r r r = 1 = k r ϕ ik Z ikϕ ϕ z, e e terhadap persamaan (5) hk ϕ 1 4 h r f ( r ) = ε f ( r ) Jika diperhatikan pada ungkapan (8) tampak bahwa persamaan Ginzburg-Landau terlinierisasi untuk bahan bergeometri silinder dengan panjang tak berhingga hanya bergantung pada satu koordinat saja yaitu r. Hal ini akan memudahkan dalam penaganan komputasinya. HASIL DAN PEMBAHASAN (8) Melalui penelitian ini telah diperoleh hasil baik secara numerik maupun grafis distribusi parameter benahan pada superkonduktor jenis ke-ii. Dalam penelitian ini, proses pencarian distribusi parameter benahan dilakukan dengan menggunakan paket program komputer FEMLAB yang berjalan di bawah perangkat lunak MATLAB. Disamping disajikan distribusi parameter benahan pada berbagai arah sudut antara medan magnet luar dengan bahan berbentuk slab semi tak berhingga, peneliti juga melengkapinya dengan distribusi parameter benahan bahan berbentuk silinder. Pada gambar (4), (5) dan (6) terlihat distribusi parameter benahan pada bahan superkonduktor berbentuk lempengan yang dikenai medan magnet luar H dengan membentuk sudut tertentu.. Gambar 4. Distribusi parameter benahan superkonduktor slab yang dikenai medan magnet luar H dengan membentu sudut o

10 Gambar 5. Distribusi parameter benahan superkonduktor slab yang dikenai medan magnet luar H dengan membentu sudut 1 o Gambar 6. Distribusi parameter benahan superkonduktor slab yang dikenai medan magnet luar H dengan membentu sudut 15 o

11 Dari hasil analisa terhadap persamaan Ginzburg-Landau terlinierisasi (18) dengan mengingat syarat batas yang sesuai untuk kasus ini maka diperoleh hasil yang mendekati sama dengan hasil yang telah diperoleh sebelumnya. Untuk sudut medan magnet H dengan dengan bahan sama dengan o terlihat bahwa harga eigennya adalah λ = , untuk sudut θ = 1 λ = dan untuk θ = 15, λ = Dari gambar (4), (5) dan (6) ditunjukkan bahwa munculnya sifat superkonduktivitas bahan mula-mula di permukaan bahan ketika medan magnet luar diturunkan secara perlahan-lahan. Sifat tersebut semakin menghilang di daerah yang semakin menjauhi permukaan bahan. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan dugaan peneliti. Gambar (7), (8), (9) dan (1) diperlihatkan fungsi gelombang f ( r) dari persamaan Ginzburg-Landau pada bahan superkonduktor dengan geometri silinder. Dipilih harga-harga dari k ϕ atau n yang berharga bulat. Di dalam gambar dicontohkan untuk harga-harga n berturut-turut, 1,, dan 1. Gambar 7. Distribusi parameter benahan superkonduktor silinder yang dikenai medan magnet luar H yang sejajar sumbu z dengan n =

12 Gambar 8. Distribusi parameter benahan superkonduktor silinder yang dikenai medan magnet luar H yang sejajar sumbu z dengan n = 1 Gambar 9. Distribusi parameter benahan superkonduktor silinder yang dikenai medan magnet luar H yang sejajar sumbu z dengan n =

13 Gambar 1. Distribusi parameter benahan superkonduktor silinder yang dikenai medan magnet luar H yang sejajar sumbu z dengan n = 1 Untuk memperoleh distribusi parameter benahan pada superkonduktor silinder diperhatikan beberapa aspek, diantaranya adalah pemilihan terhadap parameter h. Parameter h menyatakan ukuran dimensi bahan yang dinyatakan sebagai π a µ H. Φ h Dengan mengambil harga h sangat kecil, itu berarti ukuran dimensi superkonduktor silinder sangat tipis karena jejari silinder sangat kecil. Dengan panjang jejari sangat kecil, maka seluruh parameter benahan akan terdistribusikan secara merata ke seluruh bagian

14 dalam bahan seperti terlihat pada gambar (7). Hal ini ditunjukkan dengan pemilihan harga n = yang bersesuaian dengan harga h sangat kecil. Jika dilihat pada gambar (8), (9) dan (1), maka dapat kita peroleh kesimpulan bahwa semakin besar ukuran dimensi bahan superkonduktor, maka distribusi parameter benahan semakin tidak merata. Sebagai contoh, perhatikan gambar (1), distribusi parameter benahan terkonsentrasi di daerah permukaan antara.5 < r < 1, sedangkan untuk daerah < r <. 5 distribusinya praktis sama dengan nol. SIMPULAN Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : 1 Harga perbandingan antara H c dengan H c3 pada superkonduktor jenis-ii berbentuk lempengan bergantung kepada besarnya sudut antara medan magnet luar H dengan permukaan bahan. Harga perbandigan ini menunjukkankesesuaian dengan hasil perhitungan dengan metode variasi yang telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Distribusi parameter benahan pada superkonduktor berbentuk silinder di dekat medan kritis H c3 bergantung kepada ukuran dimesi dari bahan. Bahan dengan dimensi kecil menyebabkan seluruh bahan berada dalam keadaan superkonduktif. Sedangkan untuk bahan dengan jejari sangat panjang, maka distribusi parameter benahan hanya terkonsentrasi di daerah permukaan saja. DAFTAR PUSTAKA

15 Cyrot, M dan Pavuna, M., 199. Introduction to Superconductivity and High Tc Material, Singapore: World Scientific Publication co. Ptc. Ltd. Nurwantoro, P A Theoritical Study of The Surface Nucleation Field at H c3 and of Superconducting Surface Sheats in Isotropic Type-II Superconductors. Ph.D s Theisis,University of Birmingham. Tinkham M., 1996, Introduction to Superconductivity, Singapore: McGraw-Hill Inc. BIODATA PENULIS Supardi, lahir di Sleman pada tanggal 15 Oktober Lulus dari Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada pada tahun 3 pada bidang kajian Fisika

16 Komputasi. Karya ilmiah terakhir diterbitkan di jurnal Sains dan Sibernatika UGM dengan judul Implementasi Metode Simulated Annealing Untuk Menentukan Karakteristik Superkonduktor Geometri Bola. Tercatat sebagai staf pengajar di Jurdik Fisika sejak 1998 sebagai pengampu matakuliah Pemrograman Komputer dan Simulasi Fisika.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Superkonduktor merupakan bahan yang unik dibandingkan dengan bahan lain, yakni terkait sifat kelistrikan dan kemagnetannya. Bahan superkonduktor diketahui

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG Reza Rosyida, Fuad Anwar, Darmanto Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II Disusun oleh : MUTHOHARUL JANAN M0212055 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS Disusun oleh : HENDRA ANGGA YUWONO M01041 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 11, Nomor 2, Agustus 27 Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL Hari Wisodo Jurusan

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 2 MEDAN LISTRIK DAN HUKUM GAUSS Pendahuluan, Distribusi Muatan Kontinu, Mencari Medan Listrik Menggunakan Integral,

Lebih terperinci

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Octavianus P. Hulu, Agus Purwanto dan Sumarna Laboratorium Getaran dan Gelombang, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk sensor

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

Bab I. Bilangan Kompleks

Bab I. Bilangan Kompleks Bab I Bilangan Kompleks Himpunan bilangan yang terbesar di dalam matematika adalah himpunan bilangan kompleks. Himpunan bilangan real yang kita pakai sehari-hari merupakan himpunan bagian dari himpunan

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Integral Lipat-Dua dalam Koordinat Kutub Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Terdapat beberapa kurva tertentu pada suatu bidang yang lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan koordinat Kutub.

Lebih terperinci

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l' Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, Indonesia,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM

BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM BAB II PEMODELAN MATEMATIS SISTEM INVERTED PENDULUM Model matematis diturunkan dari hubungan fisis sistem. Model tersebut harus dapat menggambarkan karakteristik dinamis sistem secara memadai. Tujuannya

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Hukum Gauss. Minggu 3 2 x pertemuan

Hukum Gauss. Minggu 3 2 x pertemuan Hukum Gauss Minggu 3 2 x pertemuan Hukum Gauss - Persamaan Maxwell yang Pertama - Digunakan untuk menentukan medan listrik E bila sumber muatan diketahui dan sebaliknya Ide-Hukum Gauss Total flux yang

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis III.1 III.1.1 Solusi Dasar dari Model Prekursor Persamaan Fluida Tipis Dimensi Satu Sebagai langkah pertama untuk memahami karakteristik aliran

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi 1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

BAB 16. MEDAN LISTRIK

BAB 16. MEDAN LISTRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB 6. MEDAN LISTRIK... 6. Muatan Listrik... 6. Muatan Listrik dalam Atom... 6.3 Isolator dan Konduktor...3 6.4 Hukum Coulomb...3 6.5 Medan Listrik dan Kondusi Listrik...5 6.6

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Teknikom : Vol. No. (27) E-ISSN : 2598-2958 PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya Utama,

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Teknikom : Vol. No. (27) ISSN : 2598-2958 (online) Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya

Lebih terperinci

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan salah satu sifat dari superkonduktor yang paling menarik, yaitu sifat

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Vol. 14, No. 1, 69-76, Juli 017 Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Sri Sulasteri Abstrak Hal yang selalu menjadi perhatian dalam lapisan fluida

Lebih terperinci

Kalkulus Multivariabel I

Kalkulus Multivariabel I Integral Lipat-Dua dalam Koordinat Kutub Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 214 / 2 Integral Lipat-Dua dalam Koordinat Kutub Terdapat beberapa kurva tertentu pada suatu

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 320 Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Titis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember email: schrodinger_risma@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD

BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD BAB III ANALISA DINAMIK DAN PEMODELAN SIMULINK CONNECTING ROD Dalam tugas akhir ini, peneliti melakukan analisa dinamik connecting rod. Geometri connecting rod sepeda motor yang dianalisis berdasarkan

Lebih terperinci

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI

KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan & Penerapan MIPA, Hotel Sahid Raya Yogyakarta, 8 Februari KOMPUTASI DISTRIBUSI SUHU DALAM KEADAAN MANTAP (STEADY STATE) PADA LOGAM DALAM BERBAGAI DIMENSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AWAL KODE KOMPUTER METODA MONTE CARLO: SIMULASI INTERAKSI NEUTRON PERTAMA PADA GEOMETRI SILINDER. Topan Setiadipura, Anik Purwaningsih *

PENGEMBANGAN AWAL KODE KOMPUTER METODA MONTE CARLO: SIMULASI INTERAKSI NEUTRON PERTAMA PADA GEOMETRI SILINDER. Topan Setiadipura, Anik Purwaningsih * PENGEMBANGAN AWAL KODE KOMPUTER METODA MONTE CARLO: SIMULASI INTERAKSI NEUTRON PERTAMA PADA GEOMETRI SILINDER Topan Setiadipura, Anik Purwaningsih * ABSTRAK PENGEMBANGAN AWAL KODE KOMPUTER METODA MONTE

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x, y) pada = {(x, y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komputasi 2.1.1. Metode Analitik dan metode Numerik Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON

OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON 130803065 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

KB. 2 INTERAKSI PARTIKEL DENGAN MEDAN LISTRIK

KB. 2 INTERAKSI PARTIKEL DENGAN MEDAN LISTRIK KB. INTERAKSI PARTIKEL DENGAN MEDAN LISTRIK.1 Efek Stark. Jika sebua atom yang berelektorn satu ditempatkan di dalam sebua medan listrik (+ sebesar 1. volt/cm) maka kita akan mengamati terjadinya pemisaan

Lebih terperinci

PEMODELAN WIND TURBINE ROTOR TIPE HAWT (HORIZONTAL AXIS WIND TURBINE) MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA

PEMODELAN WIND TURBINE ROTOR TIPE HAWT (HORIZONTAL AXIS WIND TURBINE) MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA PEMODELAN WIND TURBINE ROTOR TIPE HAWT (HORIZONTAL AXIS WIND TURBINE) MENGGUNAKAN METODE VOLUME HINGGA Millatuz Zahroh 10, Dafik 11, Arif Fatahillah 12 Abstract. A Wind turbine is a wind energy converters

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Kompleks

Sistem Bilangan Kompleks Modul Sistem Bilangan Kompleks Drs. Hidayat Sardi, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan membahas bilangan kompleks, sistemnya dan arti geometri dari bilangan kompleks. Untuk itu Anda dianggap telah paham

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus

Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus Sistem Koordinat dalam 2 Dimensi Ruang Mengingat kembali sebelum belajar kalkulus Sistem Koordinat pada Bidang Datar Disusun dengan pasangan angka urut (ordered pair) (a,b) : a dan b berturut- turut adalah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 FISIKA FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

Hukum Gauss. Pekan #2. Hukum Gauss Pekan #2 1 / 17

Hukum Gauss. Pekan #2. Hukum Gauss Pekan #2 1 / 17 Hukum Gauss Pekan #2 Hukum Gauss Pekan #2 1 / 17 Pokok bahasan: Fluks Hukum Gauss Penerapan hukum Gauss Hukum Gauss Pekan #2 2 / 17 Fluks dari suatu vektor Misal terdapat udara yang mengalir dengan kecepatan

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6) LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 1-6) Oleh : Warsono, M.Si Supahar, M.Si Supardi, M.Si FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Nugroho Adi P January 19, 2010 1 Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika 1.1

Lebih terperinci

ANALISIS SPEKTRUM ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG

ANALISIS SPEKTRUM ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG ANALISIS SPEKTRUM ENERGI DAN FUNGSI GELOMBANG KOMBINASI POTENSIAL MANNING-ROSEN HIPERBOLIK DAN ROSEN-MORSE TRIGONOMETRI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIPERGEOMETRI Disusun oleh : DWI YUNIATI M0209017 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang

BAB 2II DASAR TEORI. Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang BAB 2II DASAR TEORI Motor Sinkron Tiga Fasa Motor sinkron tiga fasa adalah motor listrik arus bolak-balik (AC) yang putaran rotornya sinkron/serempak dengan kecepatan medan putar statornya. Motor ini beroperasi

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Lebih terperinci

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah . Jika z j j PROBLEM SE# Sistem Bilangan Kompleks, tentukanlah bagian riil dan bagian imajiner dari bilangan kompleks z z. Carilah harga dan y yang memenuhi persamaan : y j y, j, ( ) ( ). Carilah bentuk

Lebih terperinci

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS

MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS MATEMATIKA TEKNIK II BILANGAN KOMPLEKS 2 PENDAHULUAN SISTEM BILANGAN KOMPLEKS REAL IMAJINER RASIONAL IRASIONAL BULAT PECAHAN BULAT NEGATIF CACAH ASLI 0 3 ILUSTRASI Carilah akar-akar persamaan x 2 + 4x

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT TEKNIK ITERASI VARIASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Koko Saputra 1, Supriadi Putra 2, Zulkarnain 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Laboratorium Matematika Terapan, Jurusan Matematika

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi periodizer kutub tersebut dapat dituliskan pula sebagai: p θ, N, θ 0 = π N N.0 n= n sin Nn θ θ 0. () f p θ, N, θ 0 = π N N j= j sin Nj θ θ 0 diperoleh dengan menyubstitusi variabel θ pada f θ =

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID ABSTRACT The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID By HARI WISODO 08/276721/SPA/00219 The role of vortex and anti vortex on the application

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang ingkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang Perhatikan fungsi z = f(x,y) pada = {(x,y) : a x b, c y d} Bentuk partisi P atas daerah berupa n buah persegipanjang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: LAMPIRAN A.TRANSFORMASI KOORDINAT 1. Koordinat silinder Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: Vector kedudukan adalah Jadi, kuadrat elemen panjang busur adalah: Maka: Misalkan

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA Hari, tanggal: Rabu, 2 April 2014 Waktu: 60 menit Nama: NIM: 1. (50 poin) Sebuah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN SCHRÖDINGER UNTUK KOMBINASI POTENSIAL HULTHEN DAN NON-SENTRAL POSCHL- TELLER DENGAN METODE NIKIFOROV-UVAROV

SOLUSI PERSAMAAN SCHRÖDINGER UNTUK KOMBINASI POTENSIAL HULTHEN DAN NON-SENTRAL POSCHL- TELLER DENGAN METODE NIKIFOROV-UVAROV SOLUSI PERSAMAAN SCHRÖDINGER UNTUK KOMBINASI POTENSIAL HULTHEN DAN NON-SENTRAL POSCHL- TELLER DENGAN METODE NIKIFOROV-UVAROV Disusun oleh : NANI SUNARMI M0209036 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA

PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA PENGGUNAAN METODE FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN (FDTD) DALAM SIMULASI PHASED ARRAY ANTENNA Hadi Teguh Yudistira 1, Hermawan K. Dipojono 2,3, Andriyan Bayu Suksmono 4 1 Program Studi Teknik Mesin, Institut

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

Transformasi Datum dan Koordinat

Transformasi Datum dan Koordinat Transformasi Datum dan Koordinat Sistem Transformasi Koordinat RG091521 Lecture 6 Semester 1, 2013 Jurusan Pendahuluan Hubungan antara satu sistem koordinat dengan sistem lainnya diformulasikan dalam bentuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR Oleh : Nina Siti Aminah NIM : 10202012 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ada beberapa metode numerik yang dapat diimplementasikan untuk mengkaji keadaan energi (energy state) dari sebuah sistem potensial sumur berhingga. Diantara metode-metode

Lebih terperinci

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat Ahmad Ridwan Tresna Nugraha (NIM: 10204001), Pembimbing: Sukirno, Ph.D KK FisMatEl, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci