ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID"

Transkripsi

1 ABSTRACT The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID By HARI WISODO 08/276721/SPA/00219 The role of vortex and anti vortex on the application of a type-ii superconductors, JJ-SNS (Josephson Junction-Superconductor Normal Superconductor)and SQUID (Superconducting Quantum Interference Device) has been successfully described using the Ginzburg-Landau models. Furthermore, the study of vortex and antivortex role on the dissipation energy mechanism in the type-ii superconductor is based on the TDGL equations. The vortex role in producing the JJ-SNS characteristics and the SQUID mechanism, that can not be explained by a RSJ (Resistively Shunted Junction) model, can be explained using the modified TDGL equations. This study is based on the numerical solution of such equations. The method used is the finite difference method with the FTCS (Forward Time Centere Space) scheme. As a result, the external current density J e in the type-ii superconductor generates a magnetic pressure difference between the two sides of the material in its path. Such magnetic pressure differences push vortex and anti vortex to move from a high magnetic pressure areas to the lower magnetic pressure areas. An electric field generated by the movement of vortex and anti vortex causes J e to release energy as Ev J e that it will be converted into a resistive potential differences V. This potential difference fluctuates periodically. The vortices in the energy dissipation mechanism is the fundamental role for producing JJ-SNS characteristics and the mechanism of material with SQUID structure. Result of the study shows that the conditions for a JJ-SNS to work properly whether is the junction width is less than twice of the vortex diameter. This requirement is needed to ensure the vortices can be present in the junction when J e flowing on the JJ-SNS. The proximity effects in the junction such as the requirement has been proven. Conversely, the presence of the Josephson effect have not been able verified. The vortex existence will generate the characteristic curve of V -J e for the JJ-SNS. The condition is also valid for the material with SQUID structure so that it can be used to measure the H. To work properly, J e must be greater or equal to Jc S, the material critical current density. The two condition is needed to ensure the existence of vortex evolution in the junctions of material with SQUID structure. The potential difference V at both ends of the material is a basis of the measurements of external magnetic field H. Keywords: JJ-SNS, Ginzburg-Landau model, SQUID, vortex. xxi

2 xxii

3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Model Ginzburg-Landau adalah model yang sangat penting dan telah diakui di bidang fisika. Hadiah Nobel telah diberikan kepada L.D. Landau pada 1962 untuk teori rintisannya bagi zat padat. Hadiah Nobel juga diberikan kepada Vitaly L. Ginzburg dan Alexei A. Abrikosov pada 2003 untuk sumbangan rintisan bagi teori superkonduktor dan super fluida. Awalnya, model Ginzburg-Landau yang diusulkan pada 1950 ini adalah model fenomenologis untuk menjelaskan fenomena superkonduktivitas. Ada dua sifat fisis yang ditunjukkan oleh fenomena tersebut, yaitu tidak adanya hambatan DC yang ditemukan oleh Kammerling Ohnes pada 1911 dan penolakan medan magnet eksternal yang ditemukan oleh Walther Meissner and Robert Ochsenfeld pada Abrikosov [1957] dapat menunjukkan bahwa model Ginzburg-Landau mampu memprediksikan keadaan campuran yang menginisiasi ditemukannya superkonduktor tipe-ii. Dalam keadaan ini, medan magnet induksi akan menembus ke dalam bahan dan membentuk kisi vorteks (kuantisasi fluks magnet). Akhirnya, Gor kov [1959] dapat menunjukkan bahwa model Ginzburg- Landau dapat diturunkan dari teori mikroskopis BCS [Bardeen dkk., 1957]. Persamaan Time-Dependent Ginzburg-Landau (TDGL) dari model Ginzburg-Landau tersebut banyak digunakan untuk menjelaskan dinamika vorteks di dalam bahan superkonduktor mesoskopik, yaitu bahan yang ukurannya seorde dengan panjang penembusan λ. Diantaranya adalah dinamika vorteks karena pengaruh syarat batas [Machida dan Kaburaki, 1995, Bolech dkk., 1995, Pascolati dkk., 2010, Barba dkk., 2008, Carty dkk., 2005, Kato dkk., 1993], temperatur [Barba- Ortega dkk., 2010, 2009, Sardella dkk., 2006], rapat arus ekternal [Chao dkk., 2009, Braun dkk., 1996, Machida dan Kaburaki, 1993], geometri [Kim dkk., 2007], serta pinning [Maniv dkk., 2009, Nakai dkk., 2008, Rosenstein dkk., 2008, Liao dkk., 2004, Miyamoto dan Hikihara, 2004, Liao dkk., 2003, Zhuravlev dan Maniv, 2003, Doria dan Zebende, 2002, Maurer dkk., 1996, Kato dkk., 1991, Davidovic dan Dobrosavljevic-Grujie, 1991]. Dinamika interaksi vorteks dengan pinning telah teramati secara eksperimen [Harada dkk., 1997]. Pinning ini dapat meningkatkan rapat arus kritis suatu superkonduktor. Dinamika vorteks berperan penting dalam aplikasi bahan superkonduktor tipe-ii. Mekanisme disipasi energi pada bahan ini terkait dengan pergerakan vorteks 1

4 2 di dalam bahan tersebut. Rapat arus eksternal J e akan melepaskan energi karena adanya evolusi vorteks di dalam bahan. Disipasi energi ini dilepaskan dalam bentuk beda potensial V. Peran vorteks dalam mekanisme disipasi energi dapat dijelaskan menggunakan persamaan TDGL. Diantaranya adalah pengaruh dinamika vorteks terhadap kurva karakteristik V-I dengan potensial pinning [Winiecki dan Adams, 2002b], defek [Machida dan Kaburaki, 1994] dan medan magnet eksternal [Machida dan Kaburaki, 1993] sebagai parameternya. Kaitan antara kurva karakteristik V-I dan konfigurasi vorteks telah ditunjukkan oleh Vodolazov dan Peeters [2007]. Pengaruh dinamika vorteks terhadap kurva V bagi superkonduktor yang dikenai medan magnet eksternal homogen juga telah berhasil dijelaskan Machida dan Kaburaki [1993]. Ketika tidak ada medan magnet eksternal, pulsa tajam pada kurva V muncul ketika sejumlah vorteks-antivorteks (VAV) saling melenyapkan. Namun, beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, peran dari sepasang vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-ii masih tetap terbuka. Aplikasi bahan superkonduktor pada SQUID (Superconducting QUantum Interference Device), yaitu detektor medan magnet yang sangat sensitif, telah menarik perhatian para peneliti. Cara kerja alat ini didasarkan pada perubahan fluks magnet yang membangkitkan perubahan beda potensial V di antara kedua ujungnya. SQUID memiliki aplikasi diberbagai bidang: biomedis, geofisik, giroskopik inti, komunikasi dalam laut, deteksi radiasi, optomagnetik, evaluasi nondestruktif bahan [Zhou, 1999], suseptometer mikro [Faley dkk., 2004], dan komputasi kuantum [Berggren, 2004, Fedorov dkk., 2010, Xue dkk., 2007, Lupascu dkk., 2005, Plantenberg dkk., 2007] yang menjadi perhatian banyak peneliti akhir-akhir ini. Bahkan, SQUID berdiameter 100 nm telah berhasil diwujudkan oleh Finkler dkk. [2010a], Gambar 2.17 (b), dalam upaya untuk memperlebar rentang medan magnet yang dapat diukurnya [Finkler dan Sudbø, 2010]. Mengingat responnya terhadap medan magnet lebih baik dari superkonduktor tipe I, penggunaan superkonduktor tipe-ii dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan unjuk kerja SQUID. SQUID terbentuk dari dua sambungan Josephson/Josephson Junction (JJ) identik yang tersusun paralel membentuk lup. Sambungan Josephson-nya tersusun dari dua superkonduktor identik yang disambungkan oleh isolator tipis, yaitu Josephson Junction-Superkonduktor Isolator Superkonduktor (JJ-SIS), atau bahan normal tipis, yaitu Josephson Junction-Superkonduktor Normal Superkonduktor (JJ-SNS). Sebagai komponen utama pembentuk SQUID, karakteristik JJ memiliki peran yang sangat penting dalam prinsip kerja SQUID. Karakteristik V -I dari sambungan

5 3 Josephson telah dijelaskan dengan baik oleh model RSJ (Resistively Shunted Junction) [Tinkham, 1996]. Model ini juga mampu menjelaskan prinsip kerja SQUID. Namun, karena didasarkan pada analisis rangkaian sederhana, model RSJ tidak dapat menjelaskan peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS dan prinsip kerja dari SQUID. Model Ginzburg-Landau termodifikasi telah berhasil menjelaskan gejala superkonduktivitas pada sampel yang terdiri dari bahan non-superkonduk-tor (normal) dan superkonduktor. Dinamika vorteks di dalam JJ-SNS telah berhasil dijelaskan oleh Du dkk. [1995], Chapman dkk. [1995], Du dan Remski [2002] berdasarkan persamaan TDGL termodifikasi. Keberhasilan ini juga menunjukkan adanya potensi aplikasi persamaan TDGL termodifikasi pada SQUID. Sayangnya, kajian tentang JJ-SNS dan SQUID berdasarkan model ini masih belum banyak dilakukan. Keadaan ini membuka peluang kajian baru untuk menjawab beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, tentang peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS dan prinsip kerja dari SQUID. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengambil judul "Kajian Model Ginzburg-Landau pada Superkonduktor Mesoskopik dan Potensi Aplikasinya pada SQUID". Kajian pada superkonduktor mesoskopik didasarkan pada penyelesaian dari persamaan TDGL, sedangkan kajian pada JJ-SNS dan SQUID didasarkan pada penyelesaian dari persamaan TDGL termodifikasi. Karena kedua persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial non linear, kompleks dan terkopel dengan persamaan Maxwell, satu-satunya cara untuk mendapatkan penyelesaian tersebut adalah dengan menerapkan metode numerik. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada tiga, yaitu 1. mengetahui peran vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-ii, 2. mengetahui peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS, 3. mengetahui peran vorteks dalam prinsip kerja SQUID. 1.3 Tinjauan Pustaka Beberapa kajian numerik tentang peran vorteks pada disipasi energi bagi suatu superkonduktor tipe-ii telah dilakukan dengan menggunakan persamaan TDGL.

6 4 Gambar 1.1: Evolusi V dan karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 40ξ 0 40ξ 0 dengan κ = 2 [Machida dan Kaburaki, 1993]. Machida dan Kaburaki [1993] telah menunjukkan karakteristik evolusi beda potensial V bagi superkonduktor yang dikenai medan magnet eksternal H dan rapat arus eksternal J, Gambar 1.1 (a). Pulsa dengan puncak tajam pada kurva V tersebut terbangkitkan ketika vorteks menembus sisi bahan atau ketika vorteks meninggalkan bahan. Fenomena ini disebabkan oleh arus permukaan kuat yang memberikan peningkatan gaya pada vorteks ketika berada disekitar permukaan. Mereka juga menunjukkan pengaruh variasi medan magnet eksternal pada kurva karakteristik V-I seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 (b). Tampak bahwa kurva V-I menjadi linier ketika medan magnet eksternal divariasi semakin besar. Aliran sejumlah besar vorteks muncul pada daerah linear tersebut. Selain itu, Machida dan Kaburaki [1994] juga menunjukkan pengaruh pinning defek terhadap kurva karakteristik V-I dan evolusi beda potensialnya, V, Gambar 1.2. Kurva garis putus-putus dan kurva warna hitam pada Gambar 1.2 (a) berturut-turut menunjukkan evolusi V untuk bahan tanpa defek dan dengan defek. Untuk bahan tanpa defek, puncak P 1 dan P 2 menunjukkan adanya disipasi oleh penembusan vorteks pada batas bahan. Puncak tajam P 3 dan P 4 hasil dari keluarnya vorteks dari bahan melalui batas yang lain. Untuk bahan dengan defek terletak di pusat bahan, puncak D 1 menunjukkan adanya vorteks pertama yang menembus bahan. Puncak D 2 lebih tajam dari puncak D 1. Puncak ini merupakan hasil jumlahan dari peningkatan kelajuan vorteks pertama disekitar defek sebelum tertancap dan penembusan vorteks kedua ke dalam bahan. Puncak D 3 menunjukkan adanya vorteks ketiga yang menembus ke dalam bahan. Puncak D 4 menunjukkan peningkatan kelajuan vorteks kedua disekitar defek sebelum tertancap. Dalam keadaan

7 5 Gambar 1.2: Evolusi V (a) dan karakteristik V-I (b) bagi superkonduktor ukuran 160ξ 0 80ξ 0 (κ = 2, H = 0, 2H c2, T = 10K, J e = 0, 025) dengan defek jari-jari 1, 5ξ 0 dan tanpa defek [Machida dan Kaburaki, 1994]. ini, ada dua vorteks yang tertancap pada defek. Setelah itu, pulsa-pulsa tajam tidak muncul lagi pada kurva V karena tidak ada lagi pergerakan vorteks. Keberadaan dua vorteks yang terjepit oleh defek mampu menahan tekanan magnet dari vorteks ketiga dan vorteks lain yang akan menembus bahan. Keberadaan defek dalam bahan akan merubah kurva karakteristik V-I dari bahan. Gambar 1.2 (b) menunjukkan bahwa perubahan I dalam rentang 0, 022 I 0, 025 tidak menyebabkan perubahan nilai V. Artinya, dalam rentang nilai tersebut, defek mampu menjepit vorteks dan menahan pergerakan vorteks di dalam bahan. Ketika I dinaikkan menjadi I = 0, 026, nilai V mengalami lompatan. Hal ini terjadi karena adanya vorteks yang lepas dari jepitan defek dan bergerak meninggalkan defek dengan kelajuan yang cukup tinggi. Semakin besar nilai I, aliran vorteks di dalam bahan semakin besar. Hasilnya, kurva V meningkat secara linier dengan semakin besarnya nilai I. Selanjutnya, Winiecki dan Adams [2002b] menggunakan pinning potensial untuk menunjukkan pengaruh kerapatannya terhadap kurva karakteristik V-I, Gambar 1.3. Kurva A, B, C, dan D pada Gambar 1.3 (a) berturut-turut adalah kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 60ξ 20ξ untuk κ = 3 dan medan magnet eksternal H = 0, 4H c2 ẑ dengan kerapatan pinning potensialnya 0, 14ξ 2 ; 0, 28ξ 2 ; 0, 39ξ 2 dan 0, 56ξ 2. Kurva-kurva tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kerapatan pinning tersebut berbanding terbalik dengan arus kritisnya, J c. Kurva E menunjukkan kurva V-I tanpa pinning dan kurva F menunjukkan kurva hambatan normal σe = j. Tampak bahwa, pada arus yang besar kemiringan kurva V-I tersebut mirip dengan kurva hambatan normal.

8 6 Gambar 1.3: Kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 60ξ 20ξ dengan κ = 3 dan H = 0, 4 (a) dan dinamika vorteks di dalamnya (b) [Winiecki dan Adams, 2002b]. Bentuk kurva V-I tersebut bergatung pada dinamika vorteks di dalam bahan. Gambar 1.3 (b)(1) menunjukkan distribusi vorteks di dalam superkonduktor ketika dialiri rapat arus eksternal J = 0, 06 ˆx. Kerapatan vorteks berkurang secara linier dari bawah ke atas, yaitu dari daerah tekanan magnet tinggi menuju daerah tekanan magnet rendah. Vorteks-vorteks bergerak dari bawah ke atas dengan kelajuan v = E/B dengan B adalah medan magnet lokal dan E adalah medan listrik konstan diseluruh bahan. Penambahan pinning potensial dengan intensitas 0, 056ξ 2 dan penurunan rapat arus eksternal menjadi J = 0, 004 ˆx merubah kisi vorteks segitiga menjadi vorteks glass tak beraturan, Gambar 1.3 (b)(2). Pada medan magnet rendah ini, vorteks glass tersebut terbekukan oleh pinning potensial. Ketika rapat arus dinaikkan menjadi J = 0, 005 ˆx, individu-individu vorteks mulai melompat di antara pinning, Gambar 1.3 (b)(3). Pergerakan tersebut ditunjukkan oleh daerah abu-abu yang merupakan medan listrik lokal, E = t A. Semakin gelap menunjukkan medan listrik yang semakin tinggi. Ketika rapat arus dinaikkan lagi menjadi J = 0, 011 ˆx, seluruh vorteks bergerak dan medan listrik tak nol dimana-mana. Numun demikian, saluran vorteks masih tetap nampak. Vodolazov dan Peeters [2007] menunjukkan pengaruh anihilasi vorteks dan

9 7 Gambar 1.4: (a) Kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 50ξ 25ξ dengan κ = 5 dan H = 0 dan (b) distribusi rapat arus rata-rata terhadap lebar bahan dan waktu [Vodolazov dan Peeters, 2007]. antivorteks pada kurva karakteristik V-I. Gambar 1.4 (a) menunjukkan kurva karakteristik V-I bagi superkonduktor ukuran 50ξ 25ξ dengan κ = 5 dan H = 0. Saat arus melampaui arus kritis (arus pada permukaan yang menahan vorteks menembus bahan), keadaan Meissner dari bahan rusak. Vorteks dan antivorteks menembus bahan dari sisi-sisi yang berhadapan. Keduanya bergerak saling mendekat dan akhirnya saling melenyapkan di pusat bahan. Vorteks bergerak secara lambat pada arus yang lemah, gambar sisipan 1 pada Gambar 1.4 (a). Pada arus yang kuat, vorteks bergerak secara cepat. Pergerakan vorteks tersebut menghasilkan saluran kuasi-fase (quasi-phase slip lines), gambar sisipan 2 dan 3 pada Gambar 1.4 (a). Distribusi rapat arus rata-rata terhadap lebar bahan dan waktu bagi ketiga keadaan bahan ini ditunjukkan pada Gambar 1.4 (b). Tampak bahwa pergerakan vorteks dan antivorteks tersebut menghasilkan tambahan rapat arus yang bernilai maksimum di pusat bahan. Perilaku saluran kuasi-fase mulai muncul ketika rapat arus di pusat bahan mencapai suatu nilai yang dekat dengan rapat arus depairing. Pada saat itu, anihilasi pasangan vorteks-antivorteks meningkat. Keadaan ini menyebabkan vorteks dapat bergerak cepat melintasi bahan. Nampak bahwa peran vorteks pada disipasi energi bagi suatu superkonduktor tipe-ii telah berhasil dijelaskan berdasarkan persamaan TDGL. Parameter eksternal yang dapat berpengaruh pada peristiwa tersebut adalah medan magnet eksternal, defek bahan, pinning potensial dan rapat arus eksternal. Namun demikian, beberapa pertanyaan mendasar tentang peran dari sepasang vorteks dan antivorteks dalam mekanisme disipasi energi pada superkonduktor tipe-ii masih tetap terbuka. Lebih lanjut, beberapa kajian numerik telah berhasil menunjukkan eksistensi vorteks di dalam JJ-SNS berdasarkan model Ginzburg-Landau termodifikasi.

10 8 Gambar 1.5: Keadaan setimbang vorteks di dalam (a) superkonduktor murni dan (b) JJ-SNS [Chapman dkk., 1995]. Gambar 1.6: (a) Evolusi vorteks menuju keadaan setimbangnya di dalam JJ-SNS dan (b) ditribusi rapat arus supernya saat setimbang [Du dan Remski, 2002].

11 9 Gambar 1.7: Keadaan setimbang vorteks di dalam JJ-SNS untuk beberapa variasi κ [Du dan Remski, 2002]. Chapman dkk. [1995] telah menunjukkan pengaruh sambungan dari bahan normal terhadap vorteks, Gambar 1.5. Vorteks terjepit di daerah normal saat JJ-SNS dalam keadaan setimbang, Gambar 1.5 (b). Bandingkan superkonduktor dalam keadaan setimbang ketika padanya tidak terdapat sambungan, Gambar 1.5 (a). Kemudian, Du dkk. [1995] menunjukkan evolusi vorteks di dalam JJ-SNS seperti ditunjukkan pada Gambar 1.6. Daerah normal akan menarik dan menjepit vorteks yang berada di daerah superkonduktor, Gambar 1.6 (a). Distribusi rapat arus super dalam superkonduktor setelah setimbang ditunjukkan pada Gambar 1.6 (b). Model ini juga digunakan Du dan Remski [2002] untuk menunjukkan pengaruh variasi κ terhadap dinamika vorteks di dalam JJ-SNS seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7. Sekarang nampak bahwa beberapa pertanyaan mendasar, khususnya, tentang peran vorteks bagi pembentukan karakteristik JJ-SNS masih terbuka. Selain itu, sepanjang pengetahuan penulis, penjelasan tentang peran vorteks bagi prinsip kerja dari SQUID berdasarkan persamaan TDGL termodifikasi belum dilakukan. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah dalam kajian ini adalah sebagai berikut. 1. Superkonduktor tipe-ii yang disimulasikan dalam kajian ini adalah superkonduktor niobium yang memiliki tetapan Ginzburg-Landau κ = 1, 3. Bahan ini dipilih karena data hasil eksperimen yang terkait dengan tujuan penelitian telah tersedia. Data tersebut digunakan sebagai pembanding hasil penelitian. 2. Sambungan Josephson yang dimaksud adalah sambungan Josephson dengan konfigurasi Superkonduktor-Normal-Superkonduktor yang kemudian disingkat dengan JJ-SNS. Karakteristik JJ-SNS ini direpresentasikan oleh kurva V -J e

12 10 dimana medan magnet eksternal H tidak dikenakan padanya. Untuk mengetahui peran vorteks bagi karakteristik JJ-SNS, sampel ini dipilih berukuran L x L y = 6ξ 0 4ξ 0. Tujuannya adalah agar vorteks hanya akan dapat menembus JJ-SNS di sambungannya ketika rapat arus eksternal J e dalam rentang nilai 0 J e /J 0 1 dialirkan pada sampel tersebut. 3. SQUID dipilih berukuran L x L y = 6ξ 0 6ξ 0 dengan lubang berukuran L 0 x L 0 y = 2ξ 0 2ξ 0 terletak ditengah-tengahnya. Tujuannya adalah agar vorteks hanya akan dapat menembus SQUID melalui kedua sambungannya ketika parameter eksternal, seperti medan magnet eksternal H, rapat arus eksternal Je, atau keduanya, dikenakan pada sampel ini. 1.5 Lambang dan Sistem Satuan Lambang Konvensi lambang bagi medan magnet dan medan listrik mengikuti Tinkham Tinkham [1996] yang merujuk dari konvensi de Gennes. Lambang h digunakan untuk menunjukkan induksi medan magnet lokal di dalam bahan. Nilai dari h ini biasanya bervariasi dalam rentang λ, kedalaman penembusan. Lambang B digunakan untuk menunjukkan nilai h rata-rata dalam rentang λ tetapi masih mampu bervariasi secara halus dalam rentang dimensi makroskopik dari bahan. Lambang H digunakan untuk menunjukkan medan magnet eksternal yang dikenakan pada bahan. Rapat arus eksternal J e yang dialirkan pada bahan menghasilkan rotasi medan magnet eksternal H menurut persamaan Maxwell H = J e. Dalam logam normal atau vakum, medan h ini tidak bervariasi sehingga B = h. Dalam kasus ini, medan B sama dengan medan medan H, B = H. Karena itu, lambang h, B dan H menunjukkan kuantitas yang sama dan dapat saling dipertukarkan. Untuk keadaan Meissner, medan h tereduksi menjadi bernilai nol di titik sejauh λ dari sisi superkonduktor besar akibat rapat arus super di daerah tepi bahan seperti dideskripsikan oleh persamaan Maxwell h = J. Karena itu, B = h = 0 jauh di dalam bahan. Untuk keadaan campuran, medan h bervariasi pada skala mikroskopik dari struktur vorteks. B adalah rata-rata h seluruh struktur. Lambang e digunakan untuk mendeskripsikan distribusi medan listrik di sekitar pergerakan vorteks. Medan listrik ini bervariasi secara mikroskopik. Karena e = h t, e seragam dalam situasi statik dan bernilai nol dalam keadaan setimbang. Lambang E digunakan untuk medan listrik rata-rata makroskopik. E

13 11 Tabel 1.1: Konversi Sistem Satuan [Wegner, 2003] Sistem Satuan ɛ 0 µ 0 γ ψ Elektrostatik (esu) 1 c Elektromagnetik (emu) c Heaviside-Lorentz 1 1 c 4π Gaussian 1 1 c 1 Giorgi (SI) (c 2 µ 0 ) 1 4π 10 7 Vs Am 1 4π memberikan beda potensial listrik secara fisis. Perbedaaan antara e dan E lebih jarang muncul dibandingkan dengan perbedaan antara h dan H. Umumnya, E digunakan untuk menghindari kerancuan antara e dan muatan listrik e Sistem Satuan Sistem satuan yang digunakan dalam kajian ini adalah sistem satuan umum [Wegner, 2003]. Sistem satuan umum dapat dikonversi ke sistem satuan elektrostatik (esu), elektromagnetik (emu), Heaviside-Lorentz, Gaussian atau Giorgi (SI) dengan menggunakan Tabel 1.1. Sebagai contoh, tinjau persamaan TDGL ke II yang disajikan dalam sistem satuan umum seperti diungkapkan pada persamaan (2.71), yaitu ( ) A µ 0H = 4πµ 0 γψ ( Js + J n ). (1.1) Persamaan ini dapat dikonversikan ke sistem Satuan Internasional (SI) dengan cara mengganti γ = 1, ψ = 4π dari Tabel 1.1. Hasilnya adalah ( ) A µ 0H = µ 0 J dengan J = J s + ( J n. Jika dikonversikan ke sistem satuan Gaussian, persamaan (1.1) menjadi A ) H = 4π J dimana telah dipilih µ0 = 1 γ = c dan ψ = 1. c Contoh lain, tinjau kaitan konstitusi dalam bentuk ternormalisasi dari persamaan (3.40), yaitu B = H + M. Renormalisasi persamaan ini dilakukan dengan cara mengganti H, M, dan B dengan H H/H c2 (0), M M/M 0 dengan M 0 = ψ 4π H c2(0) dan B B/B 0 dengan B 0 = µ 0 H c2 (0) yang diperoleh dari Tabel

14 Hasilnya adalah persamaan konstitusi dalam satuan umum, yaitu ( ) H 4π B = µ0 + M. (1.2) ψ Jika dikonversi ke dalam satuan SI, ψ pada persamaan (1.2) diganti dengan 4π yang menghasilkan B = µ 0 ( H + M ). Jika dikonversi ke dalam satuan Gaussian, ψ diganti dengan 1 dan µ 0 diganti dengan 1 yang menghasilkan B = H + 4π M. 1.6 Publikasi Sebagian hasil dari "Kajian Model Ginzburg-Landau pada Superkonduktor Mesoskopik dan Potensi Aplikasinya pada SQUID" telah dipublikasikan dan dipresentasikan, terlampir. 2014, Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi, Simposium Fisika Nasional (SFN XXVII), Denpasar: Universitas Udayana 2014, Peran Vorteks Pada Prinsip Kerja SQUID Berdasarkan Model Ginzburg- Landau Termodifikasi, Prosiding I st National Research Symposium, Malang: UM 2014, Influence of Vortex-Antivortex Annihilation on the Potential Curve for Josephson Junction Based on The Modified Time Dependent Ginzburg- Landau Equations, Advances in Physics Theories and Applications, 27, p , Voltage Curve for Annihilation Dynamics of A Vortex-Antivortex Pair in Mesoscopic Superconductor, Journal of Natural Sciences Research, 3, 9, p , Voltage Curve for Annihilation Dynamics of A Vortex-Antivortex Pair in Josephson Junction, International Conference on Theoretical and Applied Physics, Malang: FMIPA UM 2013, Dinamika Anihilasi Vorteks-Antivorteks pada Sambungan Josephson Berdasarkan Persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu Termodifikasi, Prosiding Seminar Nasional Fisika Makasar

15 , Konvergensi Solusi Numerik Persamaan TDGL dengan Skema FTCS Melalui Rapat Energi Bebas Ginzburg-Landau bagi Superkonduktor Tipe II Mesoskopik, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia (dalam proses), Fisika FMI- PA UNNES 2012, Numerical Study of Vortex Dynamics in SQUID Based on The Modified TDGL Equations, Proceeding of the 5 th International Symposium on Computational Science, Yogayakarta: FMIPA UGM 2012, Kajian Dinamika Vorteks pada Sambungan Josephson Berdasarkan Persamaan TDGL Termodifikasi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Yogayakarta: FMIPA UNY 2010, Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II, Prosiding Simposium Fisika Nasional ke 23, Surabaya: FMIPA ITS 2010, Normalisasi Persamaan TDGL sebagai Parameter dan Fungsi Temperatur, Prosiding Seminar Nasional MIPA, Malang: FMIPA UM 2010, Disain Arus Vorteks sebagai Gerbang Logika Dasar, Seminar Nasional MIPA, Yogayakarta: FMIPA UGM 2009, Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II, Seminar Nasional MIPA, Yogayakarta: FMIPA UGM

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG Reza Rosyida, Fuad Anwar, Darmanto Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Superkonduktor merupakan bahan yang unik dibandingkan dengan bahan lain, yakni terkait sifat kelistrikan dan kemagnetannya. Bahan superkonduktor diketahui

Lebih terperinci

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, Indonesia,

Lebih terperinci

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 11, Nomor 2, Agustus 27 Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL Hari Wisodo Jurusan

Lebih terperinci

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR

NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS Disusun oleh : HENDRA ANGGA YUWONO M01041 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II Disusun oleh : MUTHOHARUL JANAN M0212055 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA RINGKASAN Oleh: Supardi Staf Pengajar FMIPA UNY Telah dilakukan penelitian mengenai munculnya

Lebih terperinci

The Effect of External Magnetic Field Variations on Dynamics Vortices in JJ-SNS Based on The Modified TDGL Model

The Effect of External Magnetic Field Variations on Dynamics Vortices in JJ-SNS Based on The Modified TDGL Model The Effect of External Magnetic Field Variations on Dynamics Vortices in JJ-SNS Based on The Modified TDGL Model AHMAD MUSRIFIN, HARI WISODO, NUGROHO ADI. P Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang,Jl.

Lebih terperinci

BAB IX SUPERKONDUKTOR

BAB IX SUPERKONDUKTOR BAB IX SUPERKONDUKTOR MATERI SUPERKONDUKTIVITAS 9.1. Superkonduktor suhu kritis rendah. 9.1.1.klasifikasi logam ( isolator, semikonduktor, konduktor,konduktor bagus,superkonduktor) 9.1.2.efek Meissner,suhu

Lebih terperinci

SIMAK UI Fisika

SIMAK UI Fisika SIMAK UI 2016 - Fisika Soal Halaman 1 01. Fluida masuk melalui pipa berdiameter 20 mm yang memiliki cabang dua pipa berdiameter 10 mm dan 15 mm. Pipa 15 mm memiliki cabang lagi dua pipa berdiameter 8 mm.

Lebih terperinci

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS 1. Ada empat buah muatan titik yaitu Q 1, Q 2, Q 3 dan Q 4. Jika Q 1 menarik Q 2, Q 1 menolak Q 3 dan Q 3 menarik Q 4 sedangkan Q 4 bermuatan negatif,

Lebih terperinci

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN II KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA Oleh : 1. Riyanto H1C004006 2. M. Teguh Sutrisno H1C004007 3. Indri Kurniasih H1C004003 4. Gita Anggit H1C004014 Tanggal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1911 fisikawan Belanda H.Kamerlingh-Onnes menemukan fenomena alam baru yang dinamakan Superkonduktivitas. Pada saat itu Onnes ingin mengukur resistansi listrik

Lebih terperinci

Arus Listrik dan Resistansi

Arus Listrik dan Resistansi TOPIK 5 Arus Listrik dan Resistansi Kuliah Fisika Dasar II TIP,TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. Jurusan Fisika FMIPA UGM ikhsan_s@ugm.ac.id Arus Listrik (Electric Current) Lambang : i atau I. Yaitu:

Lebih terperinci

Mesin Arus Bolak Balik

Mesin Arus Bolak Balik Teknik Elektro-ITS Surabaya share.its.ac.id 1 Mesin Arus Bolak balik TE091403 Institut Teknologi Sepuluh Nopember August, 2012 Teknik Elektro-ITS Surabaya share.its.ac.id ACARA PERKULIAHAN DAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik. Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik. Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Arus Listrik dan Hambatan SUTET: Merupakan solusi untuk distribusi energi listrik

Lebih terperinci

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan salah satu sifat dari superkonduktor yang paling menarik, yaitu sifat

Lebih terperinci

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1

Perkuliahan PLPG Fisika tahun D.E Tarigan Drs MSi Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Perkuliahan PLPG Fisika tahun 2009 Jurusan Fisika FPMIPA UPI 1 Muatan Listrik Dua jenis muatan listrik: positif dan negatif Satuan muatan adalah coulomb [C] Muatan elektron (negatif) atau proton (positif)

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik F Rohmah, Utari, B Purnama Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret,

Lebih terperinci

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Hukum Faraday Persamaan Maxwell Keempat (Terakhir) Induksi Elektromagnetik Animasi 8.1 Fluks Magnet yang Menembus Loop Analog dengan Fluks Listrik (Hukum Gauss) (1) B Uniform (2)

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015 Drs. Setyo Warjanto setyowarjanto@yahoo.co.id 081218074405 SK 1 Ind 1 Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Superkonduktor

Bahan Listrik. Bahan Superkonduktor Bahan Listrik Bahan Superkonduktor Superkonduktor Konsep superkonduktor : Suatu bahan yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa tahanan listrik sedikitpun. Apakah ini mungkin didapatkan? Superkonduktor

Lebih terperinci

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D Dwi Septiani *), Bambang Heru Iswanto, dan Iwan Sugihartono 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun,

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor ) 1. 2. Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam

Lebih terperinci

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK Kasus-kasus fisika yang diangkat pada mata kuliah Fisika Komputasi akan dijawab secara numerik. Validasi jawaban

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM PENGENDALIAN MEDAN MAGNET UNTUK MEMBUKTIKAN KEHADIRAN EFEK KUANTISASI FLUKSOID SUPERKONDUKTOR TUGAS AKHIR Oleh : Nina Siti Aminah NIM : 10202012 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENSOR HALL EFFECT SEBAGAI SENSOR MAGNETIK PADA PROTOTIPE PENJELAJAH PENGUKUR MEDAN MAGNET DENGAN SISTEM KENDALI ANDROID

KARAKTERISASI SENSOR HALL EFFECT SEBAGAI SENSOR MAGNETIK PADA PROTOTIPE PENJELAJAH PENGUKUR MEDAN MAGNET DENGAN SISTEM KENDALI ANDROID DOI: doi.org/10.21009/03.snf2017.02.cip.06 KARAKTERISASI SENSOR HALL EFFECT SEBAGAI SENSOR MAGNETIK PADA PROTOTIPE PENJELAJAH PENGUKUR MEDAN MAGNET DENGAN SISTEM KENDALI ANDROID Nadya Hidayatie 1,a), Widyaningrum

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 216 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Lebih terperinci

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864 TEORI MAXWELL TEORI MAXWELL Maxwell adalah salah seorang ilmuwan fisika yang berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang berhubungan dengan gelombang. Maxwell berhasil mempersatukan penemuanpenumuan

Lebih terperinci

Karakteristik Dioda Sambungan p-n

Karakteristik Dioda Sambungan p-n Karakteristik Dioda Sambungan p-n Kharisma Liputo 1,Fazliana Samaun 2,Puspitarini Wellong 3, Al Jufri Hadju 4 Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo Jl. Jendral Sudirman No.6 Kota

Lebih terperinci

Studi Awal Aplikasi Fiber coupler Sebagai Sensor Tekanan Gas

Studi Awal Aplikasi Fiber coupler Sebagai Sensor Tekanan Gas Studi Awal Aplikasi Fiber coupler Sebagai Sensor Tekanan Gas Samian, Supadi dan Hermawan Prabowo Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya Kampus C Mulyorejo, Surabaya

Lebih terperinci

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern

Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Fisika Dasar II Listrik, Magnet, Gelombang dan Fisika Modern Pokok ahasan Medan Magnetik Abdul Waris Rizal Kurniadi Noitrian Sparisoma Viridi Topik Pengantar Gaya Magnetik Gaya Lorentz ubble Chamber Velocity

Lebih terperinci

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul M. Dirgantara 1 *, M. Saputra 2, P. Aulia 3, Z. Deofarana 4,

Lebih terperinci

1. Dalam suatu ruang terdapat dua buah benda bermuatan listrik yang sama besar seperti ditunjukkan pada gambar...

1. Dalam suatu ruang terdapat dua buah benda bermuatan listrik yang sama besar seperti ditunjukkan pada gambar... Kumpulan Soal Latihan UN UNIT LISTRIK & MAGNET Gaya Coulomb, Energi & Potensial Listrik 1. Dalam suatu ruang terdapat dua buah benda bermuatan listrik yang sama besar seperti ditunjukkan pada gambar....

Lebih terperinci

FISIKA 9/13/2012. Physics for Scientists and Engineers - Serway/Jewett 6 th Ed/7 th Ed. *TUGAS (PR 2 setelah UTS) = 10% *UTS = 30%

FISIKA 9/13/2012. Physics for Scientists and Engineers - Serway/Jewett 6 th Ed/7 th Ed. *TUGAS (PR 2 setelah UTS) = 10% *UTS = 30% Tim Fisika FISIKA 1. Besaran, Dimensi dan Satuan. Besaran Skalar dan Vektor 3. Mekanika Hukum Newton, Statika, Kinematika, Dinamika 4. Fluida 5. Fisika Termal 6. Gelombang, Akustik (Mekanik), Optik (Elektromagnetik)

Lebih terperinci

PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR

PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR Berkala Fisika ISSN : 11-9 Vol.9, No.1, Januari, hal 31-3 PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR Hari Wibowo, Eko Sugiyanto, K. Sofjan Firdausi,

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB)

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB) Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : FISIKA Kurikulum : IRISAN (994, 2004, 2006) Program : ILMU PENGETAHUAN ALAM KISI-KISI PENULISAN SOAL TRY OUT UJI SMA NEGERI DAN SWASTA SA No. Urut 2 STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK Tantri Wahyuni Fakultas Teknik Universitas Majalengka Tantri_wahyuni80@yahoo.co.id Abstrak Pada suhu kritis tertentu, nilai resistansi dari

Lebih terperinci

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.8, No.2, April 2005, hal 53-60 Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux Indras Marhaendrajaya Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter

Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Jurnal ILMU DASAR, Vol.14, No,2, Juli 2013 : 85-90 85 Estimasi Solusi Model Pertumbuhan Logistik dengan Metode Ensemble Kalman Filter Solution Estimation of Logistic Growth Model with Ensemble Kalman Filter

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA Negeri 16 Surabaya Kelas/Semester : XII IA/I Mata Pelajaran : Fisika Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (4 Jam Pelajaran) Standar Kompetensi 2. Menerapkan

Lebih terperinci

ISSN (Media Cetak) ISSN (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab

ISSN (Media Cetak) ISSN (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab JITEKH, Vol, No, Tahun 27, -5 ISSN 28-577(Media Cetak) ISSN 2549-4 (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab Silmi, Rina Anugrahwaty 2 Staff Pengajar

Lebih terperinci

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005

SOAL UN FISIKA DAN PENYELESAIANNYA 2005 2. 1. Seorang siswa melakukan percobaan di laboratorium, melakukan pengukuran pelat tipis dengan menggunakan jangka sorong. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang 2,23 cm dan lebar 36 cm, maka luas pelat

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO

Lebih terperinci

Experiment indonesian (Indonesia) Loncatan manik-manik - Sebuah model transisi fase dan ketidak-stabilan (10 poin)

Experiment indonesian (Indonesia) Loncatan manik-manik - Sebuah model transisi fase dan ketidak-stabilan (10 poin) Q2-1 Loncatan manik-manik - Sebuah model transisi fase dan ketidak-stabilan (10 poin) Sebelum mengerjakan soal ini, kalian baca lebih dahulu Petunjuk Umum pada amplop yang terpisah. Pendahuluan Transisi

Lebih terperinci

Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331. Oleh Endi Suhendi 1

Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331. Oleh Endi Suhendi 1 Perkuliahan Fisika Dasar II FI-331 Oleh Endi Suhendi 1 Menu hari ini (1 minggu): Potensial dan Energi Potensial Equipotensial Oleh Endi Suhendi 2 Last Time: Hukum Gauss Oleh Endi Suhendi 3 Hukum Gauss

Lebih terperinci

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik 1.1 Usaha Magnetik. Interaksi magnetik merupakan hal yang menarik dalam bidang Fisika. Interaksi magnetik ini merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari

Lebih terperinci

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase

Teori Ensambel. Bab Rapat Ruang Fase Bab 2 Teori Ensambel 2.1 Rapat Ruang Fase Dalam bagian sebelumnya, kita telah menghitung sifat makroskopis dari suatu sistem terisolasi dengan nilai E, V dan N tertentu. Sekarang kita akan membangun suatu

Lebih terperinci

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani

PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5. Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani PROBABILITAS PARTIKEL DALAM KOTAK TIGA DIMENSI PADA BILANGAN KUANTUM n 5 Indah Kharismawati, Bambang Supriadi, Rif ati Dina Handayani Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember email: schrodinger_risma@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 16. MEDAN LISTRIK

BAB 16. MEDAN LISTRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB 6. MEDAN LISTRIK... 6. Muatan Listrik... 6. Muatan Listrik dalam Atom... 6.3 Isolator dan Konduktor...3 6.4 Hukum Coulomb...3 6.5 Medan Listrik dan Kondusi Listrik...5 6.6

Lebih terperinci

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA alpi.mahisha@gmail.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

KEMAGNETAN. : Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-8

KEMAGNETAN. : Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-8 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-8 CAKUPAN MATERI 1. MAGNET 2. FLUKS MAGNETIK 3. GAYA MAGNET PADA SEBUAH ARUS 4. MUATAN SIRKULASI 5. EFEK HALL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup: Teknologi Superkomputer dan Teknologi Transmisi Daya Listrik serta Teknologi Kereta Api Berkecepatan Tinggi. Oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. commit to user

BAB II DASAR TEORI. commit to user BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Chen, et al (2012) melakukan penelitian mengenai mekanisme munculnya cogging torque dari motor sinkron permanen magnet, dengan tujuan untuk meningkatkan performa

Lebih terperinci

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON

FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII

KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII KUMPULAN SOAL FISIKA KELAS XII Nada-Nada Pipa Organa dan Dawai Soal No. 1 Sebuah pipa organa yang terbuka kedua ujungnya memiliki nada dasar dengan frekuensi sebesar 300 Hz. Tentukan besar frekuensi dari

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Hasil perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh-

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menampilkan bentuk struktur mikro sampel, cuplikan yang terdapat pada sample holder dietsa dengan larutan HCL yang telah diencerkan dengan aquades. Pengenceran dilakukan dengan mencampurkan HCL pekat

Lebih terperinci

DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi.

DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi. DEFINISI Gelombang adalah suatu usikan (gangguan) pada sebuah benda, sehingga benda bergetar dan merambatkan energi. MACAM GELOMBANG Gelombang dibedakan menjadi : Gelombang Mekanis : Gelombang yang memerlukan

Lebih terperinci

SEBARAN DAN KISI SOAL UJIAN SEKOLAH MATA PELAJARAN FISIKA. Kls/ Smt. X/1 Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu)

SEBARAN DAN KISI SOAL UJIAN SEKOLAH MATA PELAJARAN FISIKA. Kls/ Smt. X/1 Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) SEBARAN DAN KISI SOAL UJIAN SEKOLAH MATA PELAJARAN FISIKA NO. 1 Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti dan obyektif.

Lebih terperinci

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB Tatik Juwariyah Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro PETUNJUK UMUM 1. Tuliskan NAMA dan ID peserta di setiap lembar jawaban dan lembar kerja. 2. Tuliskan jawaban akhir di kotak yang disediakan untuk di lembar Jawaban. Lembar kerja dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir

FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK. Tugas Akhir FENOMENA ELEKTROKINETIK DALAM SEISMOELEKTRIK DAN PENGOLAHAN DATANYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENGURANGAN BLOK Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program

Lebih terperinci

Magnet Rudi Susanto 1

Magnet Rudi Susanto 1 Magnet Rudi Susanto 1 MAGNET Sifat kemagnetan telah dikenal ribuan tahun yang lalu ketika ditemukan sejenis batu yang dapat menarik besi Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, orang telah dapat

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS HALLEYNA WIDYASARI halleynawidyasari@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR

Lebih terperinci

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya - 2 Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya Missa Lamsani Hal 1 SAP Semikonduktor tipe P dan tipe N, pembawa mayoritas dan pembawa minoritas pada kedua jenis bahan tersebut. Sambungan P-N, daerah deplesi

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

JURNAL INFORMATIKA HAMZANWADI Vol. 2 No. 1, Mei 2017, hal. 20-27 ISSN: 2527-6069 SOLUSI PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL POSCH-TELLER TERMODIFIKASI DENGAN POTENSIAL TENSOR TIPE COULOMB PADA SPIN SIMETRI

Lebih terperinci

X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF)

X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) Philips Venus (Picture from http://www.professionalsystems.pk) Alat X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) memanfaatkan sinar

Lebih terperinci

Mesin AC. Motor Induksi. Dian Retno Sawitri

Mesin AC. Motor Induksi. Dian Retno Sawitri Mesin AC Motor Induksi Dian Retno Sawitri Pendahuluan Mesin induksi digunakan sebagai motor dan generator. Namun paling banyak digunakan sebagai motor. MI merupakan perangkat penting di industri Kebanyakan

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci