NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR"

Transkripsi

1 NORMALISASI PERSAMAAN TDGL SEBAGAI PARAMETER DAN FUNGSI TEMPERATUR Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, Indonesia, wisodo fisikaum@yahoo.com Abstrak Persamaan TDGL (Time Dependent Ginzburg-Landau sebagai parameter temperatur, T, tertransfomasikan menjadi persamaan TDGL fungsi temperatur melalui kaitan koefisien Landau α(t = α(0 (1 T/T c. Penormalisasi bagi kedua persamaan TDGL ini berbeda. Penormalisasi persamaan TDGL sebagai parameter T adalah besaran superkonduktivitas sebagai parameter T. Penormalisasi persamaan TDGL fungsi T adalah besaran superkonduktivitas pada T = 0 kecuali penormalisasi bagi parameter benahan yang diungkapkan sebagai fungsi T, Ψ = Ψ 0,gl (0(1 T 1 2 Ψ. Walaupun berbeda kedua penormalisasi tersebut memiliki bentuk yang sama. Diperlukan dua langkah sederhana untuk menormalisasi persamaan TDGL: substitusikan variabel ternormalisasi pada Tabel 2 yang sesuai ke persamaan yang akan dinormalisasi dan sederhanakan persamaan yang diperoleh dengan memanfaatkan Tabel 3. Solusi persamaan TDGL ternormalisasi yang dihasilkan dapat mereproduksi kurva magnetisasi dan kurva rapat energi bebas milik Sardella dkk [14]. Solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter T tidak dapat ditransformasikan menjadi solusi persamaan TDGL ternormalisasi untuk T tertentu dan sebaliknya. Kata kunci: persamaan TDGL, normalisasi, reproduksi kurva 1 PENDAHULUAN Normalisasi persamaan TDGL (Time Dependent Ginzburg-Landau pada umumnya dibedakan menjadi dua cara sesuai dengan tujuannya. Normalisasi pertama dilakukan untuk menghasilkan persamaan TDGL ternormalisasi dengan variabel temperatur, T, sebagai parameter [1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8]. Normalisasi kedua dilakukan untuk menghasilkan persamaan TDGL ternormalisasi dengan variabel T disajikan secara eksplisit [9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21]. Penggunaan persamaan TDGL ternormalisasi dapat memberikan keuntungan. Keuntungan pertama adalah nilai yang terlibat dalam komputasi dapat dijamin tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Selain itu persamaan yang terlibat menjadi berbentuk sederhana. Keuntungan ketiga adalah ketelitian proses komputasi yang tinggi dapat dicapai karena orde angka numerik yang terlibat sesuai batas ketelitian komputer. Artikel ini memaparkan bagaimana menemukan kedua persamaan TDGL ternormalisasi tersebut. Selanjutnya ditunjukkan bahwa solusi persamaan TDGL tersebut telah berhasil mereproduksi kurva magnetisasi dan kurva rapat energi bebas milik Sardella dkk [14]. Persamaan dan besaran yang disajikan dituliskan dalam satuan MKS. Tabel 1 menyajikan semua besaran dan lambang yang digunakan. Kolom ketiga pada tabel tersebut menyajikan cara penulisan setiap besaran. Tabel ini memberikan tiga keuntungan: mempercepat menemukenali lambang yang tertulis untuk mewakili besaran apa dan sebagai fungsi apa, meringkas penulisan, dan menjaga konsistensi penulisan. 1

2 2 Tabel 1: Besaran dan Lambang dalam Teori Superkonduktivitas Ginzburg-Landau Besaran Lambang Penulisan Posisi r r Waktu t t Parameter Order Ψ(r, t = n s (re is(r,t Ψ Fase fungsi gelombang makroskopik S(r, t S Potensial Vektor Magnet A(r, t A Induksi Magnet B(r, t B Medan Listrik E(r, t E Potensial Listrik Φ(r, t Φ Rapat Arus Super J s (r, t J s Rapat Arus Normal J n (r, t J n Rapat Arus Eksternal J ex (r, t J ex Medan Magnet Eksternal H(r H Magnetisasi M(r M Temperatur T T Koefisien ekspansi Landau α(t α(t Koefisien ekspansi Landau β β Rapat Energi Bebas Ginzburg-Landau g(ψ, T, H g Konstanta Difusi D D Konduktivitas Normal σ σ Panjang Ekstrapolasi b b Muatan elektron super e s = 2e e s Muatan elektron e e Massa elektron super m s = 2m e m s Massa elektron m e m e Konstanta Planck per 2 h = h 2 m s Permeabilitas hampa µ 0 µ 0 Rapat elektron super n s n s Bilangan natural e = 2, e Bilangan imajiner i = 1 i Tera potensial listrik χ(r, t χ Operator Nabla = î x + ĵ y + ˆk z

3 3 2 NORMALISASI Rumus umum untuk menormalisasi suatu variabel adalah V = V V p (1 dengan V variabel yang dinormalisasi, V p variabel penormalisasi, dan V variabel ternormalisasi. Pada umumnya V dan V p berdimensi sama sehingga menghasilkan V yang tak berdimensi. Persamaan (1 akan menjamin V bernilai di antara nol dan satu jika V p merupakan nilai maksimum dari V. Sebagai contoh, pada Tabel 2 dituliskan r = ξ(t r. (2 Pada persamaan ini variabel yang dinormalisasi adalah r, variabel penormalisasi adalah ξ(t, dan variabel ternormalisasi adalah r. Dengan kata lain variabel posisi, r, yang dinormalisasi terhadap panjang koheren, ξ(t, akan menghasilkan variabel posisi ternormalisasi, r. Besaran ξ(t dipilih sebagai penormalisasi karena parameter benahan, Ψ(r, hanya bervariasi dalam rentang ξ(t. Bagaimana langkah menormalisasi suatu persamaan? Berikut disajikan contoh menormalisasi persamaan magnetisasi M = B µ 0 H. (3 Langkah pertama mensubstitusikan setiap variabel yang sesuai pada Tabel 2 kolom Normalisasi 1 ke persamaan (3. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah M, B, dan H. Langkah ini menghasilkan H c2 (T M = H c2 (T B H c2 (T H. (4 Langkah kedua menyederhanakan persamaan ternormalisasi yang dihasilkan, persamaan (4. Langkah ini menghasilkan persamaan magnetisasi ternormalisasi sebagai M = B H. (5 Persamaan ini memiliki bentuk lebih sederhana dari persamaan aslinya, persamaan (3. Sekarang diberikan dua contoh menormalisasi persamaan rapat energi bebas Ginzburg-Landau sebagai parameter dan fungsi temperatur dengan menggunakan kembali dua langkah untuk menemukan persamaan (5. Ungkapan rapat energi bebas Ginzburg-Landau sebagai parameter T adalah [5, 24, 25] g = α(t Ψ β Ψ 4 + h2 ( i e s 2m s h A Ψ + 1 2µ 0 ( A µ 0 H 2. (6 Substitusikan g, Ψ,, A dan H dari Tabel 2 kolom Normalisasi 1 ke persamaan (6. Lanjutkan dengan menyederhanakan persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan pada Tabel 3 kolom kedua, Parameter T. Kedua langkah ini memberikan persamaan g = Ψ Ψ 4 + ( ia Ψ 2 dimana telah digunakan identitas 2 +κ 2 ( A H 2 (7 e s µ 0 H c2 (T ξ 2 (T = 1 h (8 α(t 2 = µ 0 Hc 2 (T. β (9 Rapat energi bebas Ginzburg-Landau sebagai fungsi T berbentuk g = α(0 (1 TTc Ψ β Ψ 4 + h2 ( i e s 2m s h A Ψ µ 0 ( A µ 0 H 2. (10 Substitusikan g, Ψ,, A, H, dan T pada Tabel 2 kolom Normalisasi 2 ke persamaan (10. Sederhanakan persamaan yang diperoleh menggunakan persamaan pada Tabel 3 kolom keempat, Parameter pada T = 0. Kedua langkah ini menghasilkan [14] ( 1 g = (1 T 2 Ψ 2 2 Ψ 2 1 +(1 T ( ia Ψ 2 dengan telah digunakan identitas +κ 2 ( A H 2 (11 e s µ 0 H c2 (0ξgl(0 2 = 1, h (12 α(0 2 = µ 0 H 2 β c,gl(0. (13

4 4 Contoh-contoh di atas telah memberikan gambaran dengan jelas bagaimana menormalisasi suatu persamaan melalui dua langkah sederhana dengan memanfaatkan Tabel 2 dan 3. 3 NORMALISASI PERSAMAAN TDGL Tabel 2 menyajikan dua kelompok variabel ternormalisasi: Normalisasi 1 dan Normalisasi 2. Normalisasi 1 digunakan untuk menormalisasi persamaan TDGL sebagai parameter T dan persamaan lain yang dihitung menggunakan solusi numerik persamaan TDGL ini, sebagai contoh persamaan (5 dan (7. Tabel 3 kolom kedua, Parameter T, digunakan untuk menyederhanakan persamaan ternormalisasinya. Normalisasi 2 digunakan untuk menormalisasi persamaan TDGL sebagai fungsi T dan persamaan lain yang dihitung menggunakan solusi numerik persamaan TDGL ini, contoh persamaan (11. Tabel 3 kolom keempat, Parameter pada T = 0, digunakan untuk menyederhanakan persamaan ternormalisasinya. 3.1 Persamaan TDGL Persamaan TDGL merupakan dua persamaan diferensial parsial terkopel bagi parameter benahan (order parameter dan rapat arus. Persamaan TDGL 1 yang diungkapkan sebagai parameter temperatur berbentuk h 2 ( 2m s D t + ie s h Φ Ψ = h 2 ( i e s 2 2m s h A Ψ + α(t Ψ β Ψ 2 Ψ. (14 Persamaan (14 dapat diungkapkan secara eksplisit sebagai fungsi temperatur dengan cara mengganti α(t dengan α(t = α(0 (1 TTc, (15 lihat persamaan No. 6 kolom ketiga pada Tabel 3. Persamaan TDGL 2 untuk rapat arus total, J t, ungkapannya adalah dengan A = µ 0 (J s + J n + J ex (16 J s = he ( s S e s m s h A Ψ 2, (17 ( J n = σ Φ A = σe, (18 t J ex = H. (19 Persamaan TDGL dilengkapi dengan syarat batas untuk parameter benahan dan potensial vektor listrik. Syarat batas untuk A pada permukaan bahan adalah B = ( A = µ 0 H (20 dengan H adalah medan magnet eksternal yang diberikan pada bahan. Syarat batas bagi parameter order untuk superkonduktor yang berbatasan dengan bahan isolator atau vakum (syarat batas SI adalah [16] ( i e s h A n Ψ = 0 (21 Syarat batas bagi superkonduktor yang berbatasan dengan logam normal (syarat batas SN adalah [10, 11, 23] ( i e s h A n Ψ = Ψ (22 b dengan b adalah panjang ekstrapolasi permukaan. Nilai b mulai dari nol untuk bahan magnet sampai tak berhingga untuk isolator dan vakum. 3.2 Parameter Temperatur Persamaan TDGL 1 ternormalisasi sebagai parameter T diperoleh dengan cara sebagai berikut. Substitusikan t, Φ, Ψ,, A dari kolom Normalisasi 1 pada Tabel 2 ke persamaan (14. Sederhanakan persamaan yang dihasilkan menggunakan kaitan pada kolom kedua dari Tabel 3. Untuk mempermudah, gunakan juga identias persamaan (8. Hasilnya adalah [4, 5] ( t + iφ Ψ = ( ia 2 Ψ + ( 1 Ψ 2 Ψ. (23 Berikut dicari persamaan TDGL 2 ternormalisasi sebagai parameter T. Substitusikan setiap variabel yang sesuai pada kolom Normalisasi 1 dari Tabel 2 ke persamaan (16, (17, (18, dan (19. Sederhanakan persamaan yang dihasilkan menggunakan kaitan pada kolom kedua dari Tabel 3. Hasilnya berturut-turut adalah dengan κ 2 A = J s + J n + J ex (24 J s = ( S A Ψ 2 (25 ( J n = σ Φ A t (26 J ex = κ 2 H. (27

5 5 Tabel 2: Normalisasi variabel yang disajikan dalam satuan MKS No. Variabel Normalisasi 1 Normalisasi 2 1 Posisi r = ξ(t r r = ξ gl (0r 2 Operator Nabla = 1 ξ(t = 1 ξ gl (0 3 Waktu [2, 4, 5, 7] t = ξ2 (T D t t = ξ2 gl(0 D t 4 Parameter Order Ψ = Ψ 0 (T Ψ Ψ = Ψ 0,gl (0(1 T 1 2 Ψ 5 Potensial Vektor Magnet A = µ 0 H c2 (T ξ(t A A = µ 0 H c2 (0ξ gl (0A 6 Potensial Listrik Φ = µ 0 H c2 (T DΦ Φ = µ 0 H c2 (0DΦ 7 Medan Magnet Induksi B = µ 0 H c2 (T B B = µ 0 H c2 (0B 8 Rapat Arus Super J s = H c2(t ξ(t κ 2 J s 9 Rapat Arus Normal J n = H c2(t ξ(t κ 2 J n 10 Rapat Arus Eksternal J ex = H c2(t ξ(t κ 2 J ex J s = H c2(0 ξ gl (0κ 2 J s J n = H c2(0 ξ gl (0κ 2 J n J ex = H c2(0 ξ gl (0κ 2 J ex 11 Medan Magnet Eksternal H = H c2 (T H H = H c2 (0H 12 Magnetisasi M = H c2 (T M M = H c2 (0M 13 Konduktivitas Normal [4, 5] σ = 1 1 µ 0 Dκ 2 σ σ = µ 0 Dκ 2 σ 14 Panjang Ekstrapolasi b = ξ(t b b = ξ gl (0b 15 Temperatur T = T c T T = T c T 16 Rapat Energi Bebas Ginzburg-Landau g = µ 0 H 2 c (T g g = µ 0 H 2 c,gl(0g

6 6 Tabel 3: Besaran Superkonduktivitas sebagai Penormalisasi [22]. No. Parameter T Fungsi T Terlinearkan Parameter pada T = 0 ms 1 λ(t = µ 0 e 2 s n s (T 2 H c2 (T = 2m s α(t = H c2 (0 e s hµ 0 hh c2 (T 3 H c (T = 2µ 0 e s λ 2 (T 4 n s (T = n s,gl(0 h 2 5 ξ(t = 2m s α(t 6 α(t = µ 0H 2 c (T n s (T 7 β = µ 0Hc 2 (T n 2 s (T α(t 8 Ψ 0 (T = β 9 n s (T = Ψ 2 0(T = No κ = λ(t ξ(t = H c2(t 2Hc (T = λ gl (0 1 (T/Tc (1 TTc = H c,gl (0 (1 TTc = (1 TTc λ gl (0 = λ(0 2 H c,gl (0 = 2H c (0 n s,gl(0 = 4n s (0 ξ gl (0 ξ gl (0 = 1 T/Tc = α(0 (1 TTc 1 = Ψ 0,gl (0 (1 TTc 2 α(0 = µ 0H 2 c,gl(0 n s,gl(0 = µ 0H 2 c,gl (0 n 2 s,gl (0 Ψ 0,gl (0 = h 2 2m s α(0 = ξ(0 α(0 β = λ gl(0 ξ gl (0 = H c2(0 2Hc (0 Untuk memperoleh persamaan (25 telah digunakan identitas he s α(t = 1. (28 m s β H c2 (T κ 2 Persamaan (24 dapat dituliskan lebih kompak sebagai [4, 5] ( A σ t + Φ = ( S A Ψ 2 κ 2 A + κ 2 H. ( Fungsi Temperatur Cara normalisasi persamaan TDGL sebagai fungsi T sama dengan cara normalisasi persamaan TDGL sebagai parameter T. Yang membedakan adalah penggunaan variabel penormalisasi dan penggunaan kaitan besaran superkonduktivitas untuk menyederhanakan persamaan ternormalisasi. Sekarang variabel pada kolom Normalisasi 2 dari Tabel 2 digunakan sebagai variabel penormalisasi. Kaitan pada kolom keempat dari Tabel 3 digunakan untuk menyederhanakan persamaan ternormalisasi. Sama seperti sebelumnya, persamaan TDGL 1 ternormalisasi sebagai fungsi T diperoleh dengan cara mensubstitusikan setiap variabel yang sesuai pada kolom Normalisasi 2 dari Tabel 2 ke persamaan (14 dengan α(t pada persamaan ini diganti dengan persamaan (15. Sederhanakan persamaan yang dihasilkan menggunakan kaitan pada kolom keempat dari Tabel 3 dan identias persamaan (12. Hasilnya adalah [14] ( t + iφ Ψ = ( ia 2 Ψ +(1 T ( 1 Ψ 2 Ψ. (30 Persamaan TDGL 2 ternormalisasi sebagai fungsi T diperoleh dengan cara sebagai berikut. Substitusikan setiap variabel yang sesuai pada kolom Normalisasi 2 dari Tabel 2 ke persamaan (16, (17, (18, dan (19. Sederhanakan persamaan yang dihasilkan menggunakan kaitan pada kolom keempat dari Tabel 3. Persamaanpersamaan yang dihasilkan adalah κ 2 A = J s + J n + J ex (31

7 7 dengan J s = (1 T ( S A Ψ 2 (32 ( J n = σ Φ A t (33 J ex = κ 2 H. (34 Untuk menyederhanakan persamaan (32 gunakan identitas he s α(0 = 1. (35 m s β H c2 (0 κ 2 Persamaan (31 dapat dituliskan lebih kompak sebagai ( A σ t + Φ = (1 T ( S A Ψ 2 κ 2 A + κ 2 H. ( Transformasi Tera Persamaan TDGL 1 dan TDGL 2 ternormalisasi yang diungkapkan sebagai parameter dan fungsi T secara berturut-turut dapat dituliskan kembali dalam bentuk ( t + iφ Ψ = ( ia 2 Ψ dan + ( 1 Ψ 2 Ψ, (37 ( A σ t + Φ = ( S A Ψ 2 κ 2 A + κ 2 H, (38 ( t + iφ Ψ = ( ia 2 Ψ +(1 T ( 1 Ψ 2 Ψ, (39 ( A σ t + Φ = (1 T ( S A Ψ 2 κ 2 A + κ 2 H. (40 Sekarang untuk menyederhanakan penulisan tanda aksen (... tidak dituliskan. Dinamika kuantitas E, B, Ψ 2, dan J invarian dibawah transformasi tera à = A + χ Ψ = Ψe iχ Φ = Φ χ t, (41 dengan tera potensial listrik, χ, merupakan medan skalar sebarang. Jika dipilih tera potensial listrik bernilai nol, berarti Φ 0 untuk seluruh waktu karena χ = Φ dt. Persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter dan fungsi T dibawah transformasi tera ini menjadi dan Ψ t = ( ia2 Ψ + ( 1 Ψ 2 Ψ, (42 σ A t }{{} J n = ( S A Ψ 2 }{{} J s κ 2 A + κ 2 H }{{} J ex, (43 Ψ t = ( ia2 Ψ + (1 T ( 1 Ψ 2 Ψ, (44 σ A t }{{} J n = (1 T ( S A Ψ 2 }{{} J s κ 2 A + κ 2 H }{{} J ex. (45 Arus eksternal J ex = 0 jika H homogen. 3.5 Syarat Batas Syarat batas bagi A dan Ψ dalam bentuk ternormalisasi adalah B s = ( A s = H. (46 Syarat batas bagi parameter order untuk superkonduktor yang berbatasan dengan bahan isolator atau vakum (syarat batas SI adalah [8, 14, 13, 16, 17, 18] ( ia n Ψ = 0 (47 sedangkan yang berbatasan dengan logam normal adalah [16, 23] ( ia n Ψ = Ψ b. ( Penggunaan Persamaan TDGL Secara matematis persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter dan fungsi T hanya berlaku untuk T sekitar T c. Tinjau persamaan yang terrangkum dalam Tabel 3. Persamaan penormalisasi pada kolom ketiga disajikan sebagai fungsi T terlinearkan. Linearisasi ini mensyaratkan nilai T hanya sekitar T c. Jadi T pada persamaan (39 hanya untuk nilai T sekitar T c. Akan tetapi pada implementasinya persamaan TDGL dapat digunakan untuk memodelkan suatu sistem dengan T yang bervariasi diantara

8 8 Gambar 1: Variasi temperatur kurva magnetisasi (atas dan rapat energi bebas (bawah bagi superkonduktor ukuran 8ξ(0 8ξ(0 dengan κ = 5 yang sama dengan milik Sardella dkk [14]. 0 T < T c [13, 14]. Gambar 1 menyajikan variasi temperatur kurva magnetisasi dan rapat energi bebas Gibbs yang diperoleh dari solusi numerik persamaan TDGL bagi bahan ukuran 8ξ(0 8ξ(0, κ = 5. Bahan ini terletak dalam vakum dan padanya tidak dialirkan arus eksternal. Kurva pada gambar tersebut sama seperti kurva magnetisasi dan rapat energi bebas yang dihasikan Sardella dkk. Solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter T tidak dapat ditransformasikan menjadi solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai fungsi T pada nilai T tertentu. Tinjau kurva magnetisasi dan rapat energi bebas sebagai parameter T pada Gambar 2. Dari gambar ini diperoleh bahwa M z = 0, 0138H c2 (T pada H z = 0, 2H c2 (T. Menggunakan kaitan H c2 (T = H c2 (0(1 T/T c, kedua nilai tersebut menjadi M z = 0, 0069H c2 (0 pada H z = 0, 1H c2 (0 untuk T = 0, 5T c. Jika langkah ini dilakukan untuk seluruh nilai H z dan M z pada Gambar 2, maka kurva magnetisasi ini tertransformasi menjadi kurva magnetisasi pada T = 0, 5T c seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Sekarang bandingkan kurva magnetisasi pada Gambar 3 dan kurva magnetisasi pada Gambar 1 untuk T = 0, 5T c. Tampak bahwa kedua kurva magnetisasi ini sama sekali berbeda. Artinya solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter T tidak dapat ditransformasikan dengan cara seperti di atas menjadi solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai fungsi T pada T tertentu. Persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter memiliki bentuk yang sama dengan persamaan TDGL ternormalisasi sebagai fungsi T untuk T = 0. Kedua persamaan ini juga memiliki solusi yang sama. Tinjau Gambar 2 dan Gambar 1 untuk T = 0. Tampak bahwa kedua kurva tersebut memiliki bentuk yang sama. Walaupun demikian penormalisasi kedua besaran pada kedua kurva tersebut berbeda. Besaran pada kur-

9 9 Gambar 3: Kurva magnetisasi sebagai fungsi T pada T = 0, 500T c hasil transformasi dari Gambar 2. Gambar 2: Kurva magnetisasi (atas dan rapat energi bebas (bawah sebagai parameter T. va dalam Gambar 1 dinormalisasi menggunakan Normalisasi 1 pada Tabel 2 sedangkan besaran pada kurva dalam Gambar 3 dinormalisasi menggunakan Normalisasi 2 pada Tabel 2. Penormalisasi sebagai parameter T dan sebagai parameter T = 0 pada Tabel 3 kolom kedua dan kolom keempat memiliki makna berbeda. Penormalisasi sebagai parameter T = 0 merupakan nilai penormalisasi yang diukur pada T = 0. Penormalisasi H c2 (0 pada nilai M z = 0, 00196H c2 (0 bagi suatu superkonduktor merupakan medan kritis kedua bagi superkonduktor tersebut yang diukur pada T = 0. Sementara penormalisasi sebagai parameter T mewakili keadaan penormalisasi sebagai fungsi T. Penormalisasi sebagai parameter T tidak mewakili nilai penormalisasi pada nilai T tertentu. Penormalisasi H c2 (T pada nilai H z = 0, 2H c2 (T yang diberikan pada suatu superkonduktor merupakan medan kritis kedua bagi superkonduktor tersebut yang diukur pada sebarang temperatur T < T c. Variasi temperatur dari medan kritis kedua, H c2, bagi bahan berukuran 8ξ(0 8ξ(0 pada κ = 5 dapat diperoleh melalui variasi temperatur kurva rapat energi bebas sebagai fungsi medan magnet eksternal, H z, seperti ditunjukkan Gambar 1. Suatu bahan berada dalam fase superkonduktif atau fase normal ditunjukkan oleh rap- Gambar 4: Variasi temperatur H c2 untuk bahan 8ξ(0 8ξ(0 pada κ = 5. at energi bebasnya. Rapat energi bebas bernilai negatif menunjukkan bahwa bahan dalam keadaan superkonduktif. Rapat energi bebas bernilai positif menunjukkan bahwa bahan dalam keadaan normal. Karena itu nilai H c2 dapat diperoleh dari nilai H z yang memberikan rapat energi bebas tepat mulai bernilai positif. Dengan cara ini dapat diperoleh kurva variasi temperatur dari H c2 seperti ditunjukkan pada Gambar 4. 4 KESIMPULAN Persamaan TDGL sebagai parameter temperatur, T, tertransfomasikan menjadi persamaan TDGL fungsi temperatur melalui kaitan koefisien Landau α(t = α(0 (1 T/T c. Penormalisasi bagi kedua persamaan TDGL ini berbeda. Diperlukan dua langkah sederhana untuk menormalisasi persamaan TDGL: substitusikan variabel ternormalisasi pada Tabel 2 yang sesuai ke

10 10 persamaan yang akan dinormalisasi dan sederhanakan persamaan yang diperoleh dengan memanfaatkan Tabel 3. Persamaan TDGL yang dinormalisasi dengan cara tersebut dapat mereproduksi kurva magnetisasi dan rapat energi bebas sebagai fungsi temperatur milik Sardella dkk [14]. Solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai parameter T tidak dapat ditransformasikan menjadi solusi persamaan TDGL ternormalisasi sebagai fungsi T pada T tertentu. Selain itu variasi temperatur dari medan kritis kedua dapat diperoleh dari variasi temperatur dari rapat energi bebas. PUSTAKA [1] X.H. Chao, B.Y. Zhu, A.V. Silhanek, V.V. Moshchalkov, 2009, Current-induced Giant Vortex and Asymmetric Vortex Confinement in Microstructured Superconductors, Physical Review B, 80, hlm [2] S. Miyamoto, T. Hikihara, 2004, Dynamical Behavior of Fuxoid and Arrangement of Pinning Center in Superconductor Based on TDGL Equation, Physica C, 417, hlm [3] D.Y. Vodolazov, I.L. Maksimov, E.H. Brandt, 2003, Vortex Entry Conditions in Type-II Superconductors. Effect of Surface Defects, Physica C, 384, hlm [4] T. Winiecki, C.S. Adams, 2002, A Fast Semi-Implicit Finite-Difference Method for the TDGL Equations, Journal of Computational Physics, 179, hlm [5] T. Winiecki, C.S. Adams, 2002, Timedependent Ginzburg-Landau Simulations of the Voltage-current Characteristic of Type- II Superconductors with Pinning, Physical Review B, 65, hlm [6] D.Y. Vodolazov, 2000, Effect of Surface Defects on the First Field for Vortex Entry in Type-II Superconductors, Physical Review B, 62, hlm [7] W.D. Gropp, H.G. Kaper, G.K. Leaf, D.M. Levine, M. Palumbo, V.M. Vinokur, 1996, Numerical Simulation of Vortex Dynamics in Type-II Superconductors, Journal of Computational Physics, 123, hlm [8] R. Kato, Y. Enomoto, S. Maekawa, 1991, Computer Simulations of Flux Lines in Type-II Superconductors, Journal of Computational Physics, 44, hlm [9] L.R.E. Cabral, J. Barba-Ortega, C.C. de Souza Silva, J.A. Aguiar, 2010, Vortex Properties of Mesoscopic Superconducting Samples, Physica C, doi: /j.physc [10] J. Barba-Ortega, A. Becerra, J.A. Aguiar, 2010, Two Dimensional Vortex Structures in a Superconductor Slab at Low Temperatures, Physica C, 470, hlm [11] J. Barba-Ortega, C.C. de Souza Silva, J.A. Aguiar, 2009, Superconducting Slab in Contact with Thin Superconducting Layer at Higher Critical Temperature, Physica C, 469, hlm [12] J.J. Barba, C.C. de Souza Silva, L.R.E. Cabral, J.A. Aguiar, 2008, Flux Trapping and Paramagnetic Effects in Superconducting Thin Films - The Role of de Gennes Boundary Conditions, Physica C, 468, hlm [13] J.J. Barba, L.R.E. Cabral, J.A. Aguiar, 2007, Magnetization in a Superconducting Square Ring, Revista Mexicana de Fisica S, 53, hlm [14] E. Sardella, A.L. Malvezzi, P.N Lisboa- Filho, 2006, Temperature-dependent Vortex Motion in a Square Mesoscopic Superconducting Cylinder: Ginzburg-Landau Calculations, Physical Review B, 74, hlm [15] M. Machida, M. Itakura, 2003, Direct Numerical Simulations for Local Superconductivity Above Upper Critical Field - Theoretical Confirmation of Stable Precursors, Physica C, , hlm [16] A.D. Hernandez, D. Dominguez, 2002, Surface Barrier in Mesoscopic Type-I and Type- II Superconductors, Physical Review B, 65, hlm [17] A.D. Hernandez, D. Dominguez, 2002, AC Magnetic Response of Mesoscopic Type-II Superconductors, Physical Review B, 66, hlm [18] C. Bolech, G.C. Buscaglia, A. Lopez, 1995, Numerical Simulation of Vortex Arrays in Thin Superconducting Films, Physical Review B, 52, hlm. R15719-R15722

11 11 [19] M. Machida, H. Kaburaki, 1994, Numerical Simulation of Flux-Pinning Dynamics for a Defect in a Type-II Superconductor, Physical Review B, 50, hlm [20] R. Kato, Y. Enomoto, S. Maekawa, 1993, Effects of the Surface Boundary on the Magnetization Prosess in Type-II Superconductors, Physical Review B, 47, hlm [21] M. Machida, H. Kaburaki, 1993, Direct simulation of the Time Dependent Ginzburg- Landau Equation for Type II Superconducting Thin Film Vortex Dynamics and V-I Characteristics, Physical Review Letter, 71, hlm [22] Hari W., Pekik N., Agung B.S.U., 2010, Kebergantungan Pergerakan Vortex dalam Superkonduktor Mesoskopik terhadap Temperatur, diajukan ke Jurnal Berkala MIPA UM [23] P.G. de Gennes, 1999, Superconductivity of Metals and Alloys, Westview Press: hal. 227 [24] D. R. Tilley dan J. Tilley, 1990, Superfluidity and Superconductivity, Bristol: IOP Publishing Ltd, hlm. 295, 299 [25] Waldram, J. R., 1996, Superconductivity of Metais adn Cuprates, Intitute of Physics, London, hlm. 43

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG

KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG KAJIAN NUMERIK PENGARUH DIMENSI PADA PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR TIPE II BERBENTUK PERSEGI PANJANG Reza Rosyida, Fuad Anwar, Darmanto Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II

Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Pengaruh Rapat Arus Eksternal terhadap Gerakan Vortex Tunggal dalam Superkonduktor Tipe II Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar

Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Disain Arus Vortex sebagai Gerbang Logika Dasar Hari Wisodo 1,2, Pekik Nurwantoro 1, Agung Bambang Setio Utomo 1 1 Jurusan Fisika FMIPA UGM, Yogyakarta, Indonesia 2 Jurusan Fisika FMIPA UM, Malang, Indonesia,

Lebih terperinci

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL

Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 11, Nomor 2, Agustus 27 Reproduksi Kurva Magnetisasi bagi Superkonduktor Mesoskopik Tipe II Berdasarkan Simulasi Numerik Persamaan TDGL Hari Wisodo Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Superkonduktor merupakan bahan yang unik dibandingkan dengan bahan lain, yakni terkait sifat kelistrikan dan kemagnetannya. Bahan superkonduktor diketahui

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II

KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II KAJIAN KOMPUTASI PENGARUH UKURAN SUPERKONDUKTOR TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II Disusun oleh : MUTHOHARUL JANAN M0212055 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS

KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS KAJIAN NUMERIK PENGARUH LUASAN TERHADAP SIFAT MAGNET SUPERKONDUKTOR TIPE II PADA KEADAAN ADA EFEK PROKSIMITAS Disusun oleh : HENDRA ANGGA YUWONO M01041 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID

ABSTRACT. The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID ABSTRACT The Study of the Ginzburg-Landau Model on Mesoscopic Superconductors and Its Potential Application on SQUID By HARI WISODO 08/276721/SPA/00219 The role of vortex and anti vortex on the application

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISIS SIMULASI DISTRIBUSI PARAMETER BENAHAN SUPERKONDUKTOR SLAB DAN SILINDER MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA RINGKASAN Oleh: Supardi Staf Pengajar FMIPA UNY Telah dilakukan penelitian mengenai munculnya

Lebih terperinci

Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi

Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi Implikai Ukuran Makimum Sambungan pada JJ-SS ebagai Komponen SQUID Berdaarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikai Hari Wiodo 1, 2, *), Arif Hidayat 1), Pekik urwantoro 2), Agung Bambang Setio Utomo 2),

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Arus Listrik dan Resistansi

Arus Listrik dan Resistansi TOPIK 5 Arus Listrik dan Resistansi Kuliah Fisika Dasar II TIP,TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. Jurusan Fisika FMIPA UGM ikhsan_s@ugm.ac.id Arus Listrik (Electric Current) Lambang : i atau I. Yaitu:

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB IX SUPERKONDUKTOR

BAB IX SUPERKONDUKTOR BAB IX SUPERKONDUKTOR MATERI SUPERKONDUKTIVITAS 9.1. Superkonduktor suhu kritis rendah. 9.1.1.klasifikasi logam ( isolator, semikonduktor, konduktor,konduktor bagus,superkonduktor) 9.1.2.efek Meissner,suhu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komputasi 2.1.1. Metode Analitik dan metode Numerik Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika,

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC)

Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC) Studi Pengaruh Variasi Bentuk Geometri Potensial Penghalang pada Kasus Difusi Plasma dengan Metode Particle-In-Cell (PIC) Muliady Faisal1,a), Acep Purqon2,b) 1 Magister Sains Komputasi, FMIPA ITB 2 Fisika

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER

PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER DISKRIT DENGAN PENAMBAHAN POTENSIAL LINIER Jurnal Matematika UNAND Vol 3 No 3 Hal 68 75 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PERHITUNGAN NUMERIK DALAM MENENTUKAN KESTABILAN SOLITON CERAH ONSITE PADA PERSAMAAN SCHRÖDINGER NONLINIER

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.

BAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2. BAB II DASAR TEORI A. Kemagnetan Bahan Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2: Diagram pengelompokan bahan magnet (Stancil &

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D Dwi Septiani *), Bambang Heru Iswanto, dan Iwan Sugihartono 1 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun,

Lebih terperinci

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan salah satu sifat dari superkonduktor yang paling menarik, yaitu sifat

Lebih terperinci

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu

Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Detektor Medan Magnet Tiga-Sumbu Octavianus P. Hulu, Agus Purwanto dan Sumarna Laboratorium Getaran dan Gelombang, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk sensor

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED

PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 06, No. 02 (2016) 30 36 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS HALLEYNA WIDYASARI halleynawidyasari@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D Keadaan Stasioner Pada pembahasan sebelumnya mengenai fungsi gelombang, telah dijelaskan bahwa potensial dalam persamaan

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

Fisika Dasar. Pertemuan 11 Muatan & Gaya Elektrostatis

Fisika Dasar. Pertemuan 11 Muatan & Gaya Elektrostatis Fisika Dasar Pertemuan 11 Muatan & Gaya Elektrostatis Muatan & Gaya Elektrostatis Ada dua jenis muatan pada listrik yaitu muatan listrik positif (+) dan muatan listrik negatif (-). Studi tentang listrik

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Vol. 14, No. 1, 69-76, Juli 017 Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Sri Sulasteri Abstrak Hal yang selalu menjadi perhatian dalam lapisan fluida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Pengaruh Konsentrasi Doping Ce (X) Terhadap Sifat Listik Material Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ under-doped M. Saputri, M. F. Sobari, A. I. Hanifah, W.A. Somantri,

Lebih terperinci

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya. 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teoriteori yang mendukung karya tulis ini. Teoriteori tersebut meliputi persamaan diferensial penurunan persamaan KdV yang disarikan dari (Ihsanudin, 2008;

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 216 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Lebih terperinci

METODE BERTIPE STEFFENSEN SATU LANGKAH DENGAN KONVERGENSI SUPER KUBIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Neng Ipa Patimatuzzaroh 1 ABSTRACT

METODE BERTIPE STEFFENSEN SATU LANGKAH DENGAN KONVERGENSI SUPER KUBIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Neng Ipa Patimatuzzaroh 1 ABSTRACT METODE BERTIPE STEFFENSEN SATU LANGKAH DENGAN KONVERGENSI SUPER KUBIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Neng Ipa Patimatuzzaroh Mahasiswa Program Studi S Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT

NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ABSTRACT NOISE TERMS PADA SOLUSI DERET DEKOMPOSISI ADOMIAN DALAM MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL Heni Kusnani 1, Leli Deswita, Zulkarnain 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik

Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik Simulasi Mikromagnetik dari Proses Switching dalam Nano Dot Permalloy Magnetik F Rohmah, Utari, B Purnama Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret,

Lebih terperinci

Rangkuman Listrik Statis

Rangkuman Listrik Statis Nama : Adinda Dwi Putri Kelas : XII MIA 2 Rangkuman Listrik Statis (Hukum Coulomb, Medan Listrik dan Potensial Listrik) Hukum Coulomb Pada tahun 1785, seorang ahli fisika Prancis bernama Charles Augustin

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI Febrian Lisnan, Asmara Karma 2 Mahasiswa Program Studi S Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai nilai eigen dan vektor eigen, sistem dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan sistem dinamik, kriteria Routh-Hurwitz,

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

FORMULA PENGGANTI METODE KOEFISIEN TAK TENTU ABSTRACT

FORMULA PENGGANTI METODE KOEFISIEN TAK TENTU ABSTRACT FORMULA PENGGANTI METODE KOEFISIEN TAK TENTU Syofia Deswita 1, Syamsudhuha 2, Agusni 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS)

SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Solusi Eksak Gelombang Soliton: Persamaan Schrodinger Nonlinier Nonlokal SOLUSI EKSAK GELOMBANG SOLITON: PERSAMAAN SCHRODINGER NONLINEAR NONLOKAL (NNLS) Riski Nur Istiqomah Dinnullah Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan 6, 1 (2.52) Berdasarkan persamaan (2.52), maka untuk 0 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:, 0,0, 0, 1,1, 1. Sehingga menurut persamaan (2.51) persamaan (2.52) diperoleh bahwa fungsi, 0, 1 masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA alpi.mahisha@gmail.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : xnd x )Cu 3 O 10+δ ) M. Sumadiyasa Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana Bali

Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : xnd x )Cu 3 O 10+δ ) M. Sumadiyasa Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana Bali Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1, 2007 : 1-5 1 Pengaruh Penggantian Ca dengan Nd pada Pembentukan Fase Bi-2223 pada Superkonduktor Sistem (Bi,Pb)-Sr-Ca-Cu-O: (Bi 1.4 Pb 0.6 )Sr 2 (Ca 2-x Nd x )Cu 3 O δ

Lebih terperinci

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l' Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2

MODEL LOGISTIK DENGAN DIFUSI PADA PERTUMBUHAN SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES. Hendi Nirwansah 1 dan Widowati 2 MODEL LOGISTIK DEGA DIFUSI PADA PERTUMBUHA SEL TUMOR EHRLICH ASCITIES Hendi irwansah 1 dan Widowati 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang 5075

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 320 Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Titis

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1)

MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL. Leli Deswita 1) MODEL MATEMATIKA DENGAN SYARAT BATAS DAN ANALISA ALIRAN FLUIDA KONVEKSI BEBAS PADA PELAT HORIZONTAL Leli Deswita ) ) Jurusan Matematika FMIPA Universitas Riau Email: deswital@yahoo.com ABSTRACT In this

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sistem yang berubah dari waktu ke waktu (Farlow,et al., 2002). Salah satu tujuan utama dari sistem dinamik adalah mempelajari perilaku dari

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE) KOMPETENSI Kemampuan untuk menjelaskan pengertian tentang state space, menentukan nisbah alih hubungannya dengan persamaan ruang keadaan dan Mengembangkan analisis

Lebih terperinci

INFORMASI PENTING Massa electron NAMA:.. ID PESERTA:.. m e = 9, kg Besar muatan electron. e = 1, C Bilangan Avogadro

INFORMASI PENTING Massa electron NAMA:.. ID PESERTA:.. m e = 9, kg Besar muatan electron. e = 1, C Bilangan Avogadro PETUNJUK UMUM 1. Tuliskan NAMA dan ID peserta di setiap lembar soal. 2. Tuliskan jawaban akhir di kotak yang disediakan untuk Jawaban. 3. Peserta boleh menggunakan kalkulator sewaktu mengerjakan soal.

Lebih terperinci

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi 1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi

Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi Jurnal Fisika Indonesia Chistivina dan Anugraha Vol. 19 (2015) No. 57 p.27-34 ARTIKEL RISET Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi Mega Chistivina * dan Rinto Anugraha Abstrak Simulasi model spin XY 2 dimensi

Lebih terperinci

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1. Hasil perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh-

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup:

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Kristal Semikonduktor yang mencakup: kristal semikonduktor intrinsik dan kristal semikonduktor ekstrinsik. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO

BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS Nafanisya Mulia 1, Yudhi Purwananto 2, Rully Soelaiman 3

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR UJIAN TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR Diusulkan oleh : Mudmainnah Farah Dita NRP. 1209 100 008 Dosen

Lebih terperinci

Sagita Charolina Sihombing 1, Agus Dahlia Pendahuluan

Sagita Charolina Sihombing 1, Agus Dahlia Pendahuluan Jurnal Matematika Integratif. Vol. 14, No. 1 (2018), pp. 51 60. p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/jmi.v14.n1.15953.51-60 Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Orde Satu dan Dua disertai

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Gelombang Elektromagnetik

Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Agus Suroso (FTETI-ITB) Gelombang EM 1 / 29 Materi 1 Persamaan

Lebih terperinci

BEBERAPA METODE ITERASI ORDE TIGA DAN ORDE EMPAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Neli Sulastri 1 ABSTRACT

BEBERAPA METODE ITERASI ORDE TIGA DAN ORDE EMPAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR. Neli Sulastri 1 ABSTRACT BEBERAPA METODE ITERASI ORDE TIGA DAN ORDE EMPAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR Neli Sulastri 1 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Sumber Data

METODE PENELITIAN Sumber Data 13 METODE PENELITIAN Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil simulasi melalui pembangkitan dari komputer. Untuk membangkitkan data, digunakan desain model persamaan struktural

Lebih terperinci

Muatan dan Gaya Listrik

Muatan dan Gaya Listrik Muatan dan Gaya Listrik 1. Muatan Q 1 =40 C dan Q =-50 C terletak dalam bidang -y pada r ( 8ˆi 16ˆ) j cm dan r 0i ˆ cm. (a) Gambarkan sistem muatan ini dalam bidang -y! (b) Tuliskan vektor r dari Q 1 ke

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH

PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH PERBANDINGAN RAMALAN MODEL TARCH DAN EGARCH PADA NILAI TUKAR KURS EURO TERHADAP RUPIAH Oleh RETNO HESTININGTYAS M0106061 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL A. PENGERTIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Dalam pelajaran kalkulus, kita telah berkenalan dan mengkaji berbagai macam metode untuk mendiferensialkan suatu fungsi (dasar). Sebagai

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA

PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro

INFORMASI PENTING. m e = 9, kg Besar muatan electron. Massa electron. e = 1, C Bilangan Avogadro PETUNJUK UMUM 1. Tuliskan NAMA dan ID peserta di setiap lembar jawaban dan lembar kerja. 2. Tuliskan jawaban akhir di kotak yang disediakan untuk di lembar Jawaban. Lembar kerja dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ciri pokok superkonduktor yang dipandang dari sifat magnetik dan sifat

BAB I PENDAHULUAN. Ciri pokok superkonduktor yang dipandang dari sifat magnetik dan sifat BAB I PENDAHULUAN Ciri pokok superkonduktor yang dipandang dari sifat magnetik dan sifat transport listrik secara terpisah serta yang membedakannya dari konduktor (logam) adalah dua buah karakteristik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

TOPIK 8. Medan Magnetik. Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si.

TOPIK 8. Medan Magnetik. Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. TOPIK 8 Medan Magnetik Fisika Dasar II TIP, TP, UGM 2009 Ikhsan Setiawan, M.Si. ikhsan_s@ugm.ac.id Pencetak sidik jari magnetik. Medan Magnetik Medan dan Gaya Megnetik Gaya Magnetik pada Konduktor Berarus

Lebih terperinci

Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik. Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik. Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Materi 18 Listrik dan Magnet 2: Hambatan dan Arus Listrik Tim Dosen Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Arus Listrik dan Hambatan SUTET: Merupakan solusi untuk distribusi energi listrik

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

Bab 1. Muatan dan Materi. 1.1 Teori Elektromagnetisme Muatan listrik. (ref: Bab 23)

Bab 1. Muatan dan Materi. 1.1 Teori Elektromagnetisme Muatan listrik. (ref: Bab 23) Bab 1 Muatan dan Materi (ref: Bab 23) 1.1 Teori Elektromagnetisme Muatan listrik Konduktor, isolator, dan semikonduktor Coulomb dan ampere Hukum Coulomb Superposisi untuk banyak muatan titik Muatan itu

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO

Lebih terperinci