Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis"

Transkripsi

1 Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis III.1 III.1.1 Solusi Dasar dari Model Prekursor Persamaan Fluida Tipis Dimensi Satu Sebagai langkah pertama untuk memahami karakteristik aliran fluida yang akan dikaji adalah dengan mengasumsikan bahwa fluida mengalir tanpa membangun struktur dalam arah melintang (tranverse-direction). Dengan kata lain, kita akan memandang suatu persamaan yang tidak bergantung kepada y. Asumsi ini akan mereduksi persamaan lapisan fluida tipis (2.15) menjadi suatu persamaan differensial parsial satu variabel : h t = [ ] h 3 h xxx + D(α) [ h 3 h x x ]x [ h 3]. (3.1) x Solusi gelombang berjalan dari persamaan ini merupakan solusi dasar dalam masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang sedang dikaji. h prekursor b Gambar III.1: Model dengan Prekursor. Salah satu syarat batas yang mungkin untuk Persamaan (3.1) adalah : h(0, t) = 1, h(l x, t) = b, h x (0, t) = h x (L x, t) = 0, (3.2)

2 12 dengan L x adalah ukuran (panjang) domain, dan b adalah ketebalan prekursor, (b 1). Dasar pemikiran dari syarat batas ini yaitu bahwa jauh di depan maupun jauh di belakang garis kontak (contact line), h tidak berubah dan ketebalannya tetap. Definisikan h 0 (ξ) = h(x, t), dengan ξ = x U p t, adalah solusi gelombang berjalan dari Persamaan (3.1), dengan syarat batas (3.2). Selanjutnya, dengan mensubstitusi h 0 (ξ) ke Persamaan (3.1) kemudian mengintegralkannya, akan menghasilkan suatu persamaan differensial biasa: U p h 0 + h 3 0h 0ξξξ D(α)h 3 0h 0ξ + h 3 0 = d, (3.3) dengan d adalah suatu konstanta. Persamaan (3.3) menggambarkan profil fluida yang bergerak dengan kecepatan U p menuruni suatu kemiringan (inklinasi) α, dengan bentuk profil fluida tidak berubah dalam waktu. Jadi, bentuk profil fluida hanya bertranslansi yaitu berpindah dengan kecepatan U p sepanjang sumbu x. Selanjutnya, substitusi syarat batas (3.2) akan menghasilkan konstanta integrasi d dan kecepatan translasi U p, yaitu: U p = 1 b3 1 b dan d = b(1 + b). (3.4) Dengan demikian, diperoleh Persamaan differensial biasa : h 0ξξξ D (α) h 0ξ + b(1 + b) h 3 0 (1 b3 ) (1 b) 1 h = 0. (3.5) III.1.2 Hasil Numerik Solusi dari Persamaan (3.3) adalah solusi dasar dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang akan dikaji. Profil solusi dari Persamaan (3.3) akan digunakan sebagai titik awal untuk melihat sifat-sifat fluida dalam masalah ketidakstabilan fluida ini. Jika b dan D(α) diberikan, maka solusi dari Persamaan (3.3) dapat diperoleh melalui pendekatan numerik. Metode numerik

3 13 yang digunakan adalah metode beda hingga, yaitu diskritisasi dengan menggunakan empat titik. Gambar III.2 dan III.3 memperlihatkan profil solusi h(x) dengan parameter D(α) dan b. Hal yang menonjol dari profil solusi ini adalah terbentuknya suatu gundukan (bump) di dekat garis kontak, yang mengindikasikan terjadinya ketidakstabilan dari solusi. Gundukan ini dihasilkan dari akumulasi fluida dari daerah di belakangnya, yang terjadi karena tekanan viskos pada bidang inklinasi di daerah garis kontak lebih besar daripada daerah lainnya. Gambar III.2 memperlihatkan profil solusi h(x) untuk b = 0.1, 0.01, dan dengan D(α) = 0. Profil dari ketiga grafik memperlihatkan adanya gundukan dengan ketinggian yang berbeda-beda. Semakin kecil nilai b, maka ketinggian gundukan makin besar. Hal ini merupakan akibat dari kekekalan massa, karena volume fluida yang mengalir adalah konstan. Sedangkan Gambar III.3 memperlihatkan profil solusi h(x) untuk suatu nilai b yang tetap dan nilai D(α) yang berbeda-beda. Gambar III.3 memperlihatkan bahwa untuk D(α) yang semakin besar maka ketinggian gundukan semakin turun, bahkan hilang sama sekali. Gambar III.2: Solusi h(x) untuk D(α) = 0 dan b yang bervariasi.

4 14 Gambar III.3: Solusi h(x) untuk parameter D(α) yang bervariasi, dan parameter b yang tetap, yaitu b = 0.1. Gambar III.2 dan Gambar III.3 menunjukkan bahwa ketinggian dari solusi h(x) (ketinggian gundukan) adalah suatu fungsi dari parameter b dan D(α). Ketinggian gundukan ini merupakan parameter yang penting dalam menentukan profil stabil atau tidak. D( ) Gambar III.4: Ketinggian maksimum dari h(x) sebagai fungsi dari D(α). Gambar III.4 adalah gambar dari ketinggian maksimum h(x) sebagai fungsi dari parameter b dan D(α). Untuk setiap nilai b terdapat suatu nilai kritis D(α) dimana gundukan hilang. Gundukan yang hilang menunjukkan bahwa

5 15 profil stabil linier. Hal ini berarti parameter D(α) memegang peranan penting dalam mengontrol kestabilan dari solusi h(x). Dengan kata lain, kestabilan solusi sangat tergantung kepada sudut inklinasi α. Hal ini bersesuaian dengan ekspresi dari parameter D(α) yang telah dibahas sebelumnya. Semakin besar α, maka D(α) semakin kecil, yang berarti h-maks makin besar. Nilai D(α) = 0 bersesuaian dengan sudut inklinasi 90, dimana kondisi ini merupakan kondisi paling tidak stabil dari solusi h(x). III.2 III.2.1 Solusi Dasar dari Model Slip Persamaan Tipis Fluida Dimensi Satu Perhatikan kembali persamaan lapisan fluida tipis (2.16), yang merupakan persamaan lapisan tipis fluida untuk model slip. Jika persamaan ini hanya dipandang sebagai persamaan dalam variabel x, maka diperoleh persamaan differensial parsial satu variabel : h t = [( h 3 + βh ) ] h xxx + D(α) [( h 3 + βh ) h x x ]x [ h 3 + βh ]. (3.6) x Kondisi slip yang digunakan pada model, menyebabkan permukaan bebas dapat bersentuhan dengan permukaan padat (b 0). Hal ini mengharuskan adanya syarat kemiringan dari garis kontak. h b 0 Gambar III.5: Model dengan Parameter Slip. Oleh karena itu, syarat batas yang mungkin untuk model slip adalah : h(0, t) = 1, h(l x, t) = 0, h x (L x, t) = C (θ), (3.7)

6 16 dengan C (θ) menyatakan nilai kemiringan garis kontak, yang diekspresikan sebagai fungsi dari bilangan kapiler Ca dan sudut kontak θ, C (θ) = (3Ca) 1/3 tan θ. Definisikan h 0 (ξ) = h(x, t), dengan ξ = x U s t, adalah solusi gelombang berjalan dari Persamaan (3.6), dengan syarat batas (3.7). Selanjutnya, dengan mensubstitusi h 0 (ξ) ke Persamaan (3.6) kemudian mengintegralkannya dengan syarat batas (3.7), diperoleh persamaan differensial biasa: h 0ξξξ D (α) h 0ξ 1 + β h β yang menyatakan solusi dari h 0 (x U s t) dengan U s = 1 + β. + 1 = 0, (3.8) III.2.2 Hasil Numerik Solusi dasar untuk persamaan lapisan fluida tipis untuk model slip adalah solusi dari Persamaan (3.8). Solusi ini melibatkan parameter slip β, kemiringan kontak C(θ), serta D(α). Solusi ini diperoleh dengan pendekatan numerik dengan prosedur yang sama dengan model prekursor. Gambar III.6: Solusi h(x) dengan parameter β yang bervariasi, C(θ) = 0.05 dan D(α) = 0.

7 17 Gambar III.6 menunjukkan solusi untuk nilai parameter slip yang bervariasi, yaitu β = 0.1, β = 0.01 dan β = dengan kemiringan kontak dan D(α) yang tetap, yaitu C(θ) = 0.05 dan D(α) = 0. Profil dari ketiga grafik memperlihatkan adanya gundukan dengan ketinggian yang berbeda-beda. Semakin kecil nilai β, maka ketinggian gundukan makin besar. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebergantungan antara parameter slip β dengan ketinggian gundukan dari solusi. Akan tetapi, karena terbentuknya gundukan ini menggambarkan adanya ketidakstabilan dari solusi, berarti perubahan parameter slip β tidaklah menyebabkan solusi menjadi stabil. Selanjutnya, kita akan melihat pengaruh parameter sudut kontak, C(θ), terhadap kestabilan dari solusi. Gambar III.7 adalah grafik fungsi solusi h(x) dengan parameter C(θ) yang bervariasi, dengan β dan D(α) yang tetap, yaitu β = 0.1 dan D(α) = 0. Gambar III.7: Solusi h(x) dengan parameter C(θ) yang bervariasi, β = 0.1, dan D(α) = 0. Gambar III.7 menunjukkan bahwa untuk C(θ) 0.1, parameter kemiringan kontak tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap solusi dasar. Sedangkan untuk nilai C(θ) > 0.1, dari simulasi numerik seperti yang ditunjukkan oleh gambar III.7 diperoleh bahwa solusi h(x) tidaklah valid, karena

8 18 terdapat nilai h(x) yang negatif di daerah dekat garis kontak. Hal ini disebabkan karena hampiran lubrikasi yang digunakan dalam penurunan model lapisan fluida tipis menggunakan asumsi bahwa kemiringan dari permukaan bebas haruslah kecil, yang berarti haruslah C(θ) 1. Jadi, selanjutnya kita hanya akan menggunakan parameter C(θ) untuk C(θ) 0.1 dalam menguji kestabilan solusi. Selanjutnya, kita akan melihat peranan dari parameter D(α) terhadap kestabilan dari solusi dasar. Gambar III.8 adalah grafik fungsi solusi h(x) dengan parameter D(α) yang bervariasi, dengan β dan C(θ) yang tetap, yaitu β = 0.1 dan C(θ) = Gambar ini memperlihatkan terjadinya gundukan di dekat garis kontak dari setiap grafik, yang megindikasikan terjadinya ketidakstabilan aliran fluida. Akan tetapi dibandingkan dengan parameter β dan C(θ), parameter D(α) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kondisi kestabilan solusi h(x). Gambar III.8: Solusi h(x) dengan parameter D(α) yang bervariasi, β = 0.1, dan C(θ) = Gambar III.8 menunjukkan bahwa semakin besar nilai D(α) maka ketinggian gundukan semakin turun, yang berati solusi h(x) lebih stabil. Ini berarti, bahwa semakin kecil sudut inklinasi α maka aliran fluida makin stabil.

9 19 III.3 Perbandingan Solusi Dasar antara Model Prekursor dengan Model Slip Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, model prekursor maupun model slip adalah dua buah model yang dipilih untuk menghindari singularitas yang terjadi karena penggunaan kondisi tidak slip pada batas permukaan padat-cair. Akan tetapi, hal yang belum diketahui adalah apakah kestabilan aliran fluida tergantung kepada cara pemilihan model atau tidak. Jadi, kita akan membandingkan solusi dasar dari kedua model sebagai dasar untuk membandingkan hasil analisis kestabilan linier nantinya. Gambar III.9 adalah grafik perbandingan solusi h(x) antara model prekursor dengan model slip, yaitu perbandingan ketika b = β, dengan D(α) = 0. Untuk model slip digunakan parameter tambahan yaitu C(θ) = Parameter C(θ) = 0.05 dapat digunakan, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk C(θ) 0.1, parameter kemiringan kontak tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap solusi dasar. Gambar III.9: Perbandingan solusi h(x) antara model prekursor dengan model slip, dengan D(α) = 0. Gambar III.9 memperlihatkan bahwa kedua model memperlihatkan hasil kuantitatif yang hampir sama ketika b = β. Hal ini berati kondisi kestabilan solusi

10 20 dari kedua model relatif sama, ketika b = β. Perhatikan bahwa gambar III.9 juga merupakan grafik solusi dengan keadaan D(α) = 0, atau bersesuaian dengan sudut inklinasi 90. Jadi berdasarkan gambar III.9, jelas terlihat bahwa profil solusi dasar dari kedua model adalah relatif sama pada keadaan D(α) = 0. Jadi, selanjutnya akan diperiksa untuk D(α) > 0, seperti yang ditunjukkan oleh gambar III.10. Gambar III.10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan profil solusi h(x) yang cukup berbeda antara model prekursor dan model slip, jika D(α) > 0. Pada model slip, aliran fluida yang mengalir mengalami penurunan ketinggian sebelum membentuk gundukan di dekat garis kontak. Hal ini berbeda dengan aliran pada model prekursor, dimana ketinggian solusi h(x) pada daerah sebelum terbentuknya gundukan relatif tetap. Hal ini dikarenakan interaksi antara parameter D(α) dan C(θ) pada model slip, dimana pada model slip diasumsikan bahwa profil aliran fluida harus memenuhi kemiringan yang diparameterisasi oleh C(θ) di daerah garis kontak. Akan tetapi, kedua model tetap memperlihatkan bahwa aliran fluida lebih stabil jika D(α) lebih besar. Gambar III.10: Perbandingan solusi h(x) antara model prekursor dengan model slip, dengan parameter D(α). Jadi, dengan melihat perbandingan solusi dasar antara model prekursor dengan model slip diperoleh hasil bahwa kedua model ini mempunyai karakteris-

11 21 tik kestabilan solusi dasar yang sama, yaitu penurunan parameter ketinggian prekursor untuk model prekursor ataupun parameter slip untuk model slip menyebabkan solusi dasar lebih tidak stabil, sedangkan penggunaan parameter D(α) yang nilainya lebih besar menyebabkan solusi dasar dari kedua model menjadi lebih stabil.

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi 1 Jurnal Matematika, Statistika, & Komputasi Vol 5 No 1, 1-9, Juli 2008 Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi Sri Sulasteri Jurusan Pend. Matematika UIN Alauddin Makassar Jalan Sultan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi

Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Vol. 14, No. 1, 69-76, Juli 017 Analisis Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Model Slip di Bawah Pengaruh Gaya Gravitasi Sri Sulasteri Abstrak Hal yang selalu menjadi perhatian dalam lapisan fluida

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi BAB 4 Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Pada bab ini kita akan membahas mengenai ketidakstabilan dari lapisan fluida tipis. Analisis kestabilan linear kita gunakan untuk melihat kondisi serta parameter

Lebih terperinci

BAB II TEORI TERKAIT

BAB II TEORI TERKAIT II. TEORI TERKAIT BAB II TEORI TERKAIT 2.1 Pemodelan Penjalaran dan Transformasi Gelombang 2.1.1 Persamaan Pengatur Berkenaan dengan persamaan dasar yang digunakan model MIKE, baik deskripsi dari suku-suku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas suatu jenis persamaan differensial parsial tak homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara kita adalah masalah ketersediaan sumber energi. Mengingat ketersediaan sumber energi nonmigas belum dapat menggantikan

Lebih terperinci

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Pada bab ini akan dibahas pengaruh dasar laut tak rata terhadap perambatan gelombang permukaan secara analitik. Pengaruh dasar tak rata ini akan ditinjau melalui simpangan

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Bab 4 Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok Setelah kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dimensi optimum dari 1 balok terendam sebagai reflektor gelombang maka pada bab ini akan dibahas bagaimana

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB IV SIMULASI NUMERIK BAB IV SIMULASI NUMERIK Pada bab ini kita bandingkan perilaku solusi KdV yang telah dibahas dengan hasil numerik serta solusi numerik untuk persamaan fkdv. Solusi persamaan KdV yang disimulasikan pada

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA

SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA SELEKSI OLIMPIADE NASIONAL MIPA PERGURUAN TINGGI (ONMIPA-PT) 2014 TINGKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA BIDANG FISIKA Hari, tanggal: Rabu, 2 April 2014 Waktu: 60 menit Nama: NIM: 1. (50 poin) Sebuah

Lebih terperinci

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas PAM 454 KAPITA SELEKTA MATEMATIKA TERAPAN II Semester Ganjil 2016/2017 Review Teori Dasar Terkait

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA

KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA KONTROL OPTIMAL UNTUK DISTRIBUSI TEMPERATUR DENGAN PENDEKATAN BEDA HINGGA Nama Mahasiswa : Asri Budi Hastuti NRP : 1205 100 006 Dosen Pembimbing : Drs. Kamiran, M.Si. Abstrak Kontrol optimal temperatur

Lebih terperinci

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG h Bab 3 DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG 3.1 Persamaan Gelombang untuk Dasar Sinusoidal Dasar laut berbentuk sinusoidal adalah salah satu bentuk dasar laut tak rata yang berupa fungsi sinus

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Bab 4 Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi Pada Bab ini kita akan membahas mengenai ketidakstabilan dari lapisan kondensat. Analisis kestabilan linier kita gunakan untuk melihat kondisi serta parameterparameter

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Diskusi

Bab IV Analisis dan Diskusi Bab IV Analisis dan Diskusi IV.1 Hasil Perhitungan Permeabilitas Pemodelan Fisis Data yang diperoleh dari kelima model fisis saluran diolah dengan menggunakan hukum Darcy seperti tertulis pada persamaan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Hasan 1*, Tony Yulianto 2, Rica Amalia 3, Faisol 4 1,2,3) Jurusan Matematika, Fakultas MIPA,Universitas Islam Madura Jl.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh

III PEMBAHASAN. (3.3) disubstitusikan ke dalam sistem koordinat silinder yang ditinjau pada persamaan (2.4), maka diperoleh III PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas penggunaan metode perturbasi homotopi untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear. Metode ini digunakan untuk menyelesaikan model Sisko dalam masalah aliran

Lebih terperinci

3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes

3.1 Analisis Dimensional persamaan Navier Stokes Bab 3 Model Matematika Pada bab ini akan dibahas mengenai proses dalam pembuatan model. Analisis dimensional serta pendekatan lubrikasi kita gunakan terhadap persamaan-persamaan dasar (Navier Stokes) serta

Lebih terperinci

F U N G S I A R U M H A N D I N I P R I M A N D A R I

F U N G S I A R U M H A N D I N I P R I M A N D A R I F U N G S I A R U M H A N D I N I P R I M A N D A R I DEFINISI Fungsi adalah suatu aturan yang memetakan setiap anggota himpunan A pada tepat satu anggota himpunan B. Dimana: Himpunan A disebut domain

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air Oleh Batimetri

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air Oleh Batimetri Hutahaean ISSN 0853-98 Jurnal Teoretis dan Terapan idang Rekaasa Sipil Model Refraksi-Difraksi Gelombang ir Oleh atimetri Sawaluddin Hutahaean Pusat Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) 3.1 Model Regresi Tersensor (Tobit) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut model regresi tersensor (tobit). Untuk variabel terikat yang

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi periodizer kutub tersebut dapat dituliskan pula sebagai: p θ, N, θ 0 = π N N.0 n= n sin Nn θ θ 0. () f p θ, N, θ 0 = π N N j= j sin Nj θ θ 0 diperoleh dengan menyubstitusi variabel θ pada f θ =

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA CONDENSING VAPOR

Lebih terperinci

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga

Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 2, No. 2, Nov 2005, 93 101 Simulasi Model Gelombang Pasang Surut dengan Metode Beda Hingga Lukman Hanafi, Danang Indrajaya Jurusan Matematika FMIPA ITS Kampus

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal atau Shallow Water Equation (SWE) berlaku untuk fluida homogen yang memiliki massa jenis konstan, inviscid (tidak kental),

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2015 CALON TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2016

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2015 CALON TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2016 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2015 CALON TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2016 Bidang Fisika Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Jadi F = k ρ v 2 A. Jika rapat udara turun menjadi 0.5ρ maka untuk mempertahankan gaya yang sama dibutuhkan

Jadi F = k ρ v 2 A. Jika rapat udara turun menjadi 0.5ρ maka untuk mempertahankan gaya yang sama dibutuhkan Kumpulan soal-soal level seleksi Kabupaten: 1. Sebuah pesawat denan massa M terban pada ketinian tertentu denan laju v. Kerapatan udara di ketinian itu adalah ρ. Diketahui bahwa aya ankat udara pada pesawat

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Reflektor Gelombang 1 balok

Reflektor Gelombang 1 balok Bab 3 Reflektor Gelombang 1 balok Setelah diperoleh persamaan yang menggambarkan gerak gelombang air setiap saat yaitu SWE, maka pada bab ini akan dielaskan mengenai pengaruh 1 balok terendam sebagai reflektor

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA.

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA. SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 6 TINGKAT KABUPATEN / KOTA FISIKA Waktu : 3 jam KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut :

Boundary condition yang digunakan untuk proses simulasi adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil dari simulasi penelitian fluktuasi tekanan pada kondensasi Steam pada pipa konsentrik dengan pendinginan searah pada ruang anulus dengan menggunakan

Lebih terperinci

Mekanika Fluida II. Karakteristik Saluran dan Hukum Dasar Hidrolika

Mekanika Fluida II. Karakteristik Saluran dan Hukum Dasar Hidrolika Mekanika Fluida II Karakteristik Saluran dan Hukum Dasar Hidrolika 1 Geometri Saluran 1.Kedalaman (y) - depth 2.Ketinggian di atas datum (z) - stage 3.Luas penampang A (area cross section area) 4.Keliling

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Uraian Umum Penelitian ini meninjau kestabilan sebuah lereng yang terdapat Desa Tambakmerang, Kecamatan Girimarto, DAS Keduang, Wonogiri akibat adanya beban hujan 3 harian.

Lebih terperinci

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK Dalam bab ini, kita akan mengamati perambatan gelombang pada fluida ideal dengan dasar rata. Perhatikan gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Aliran Fluida pada Dasar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 79 BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI 5.1 Penggunaan Program GENESIS Model yang digunakan untuk mengevaluasi perubahan morfologi pantai adalah program GENESIS (Generalized Model for Simulating Shoreline

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Penelusuran tentang fenomena belalang merupakan bahasan yang baik untuk dipelajari karena belalang dikenal suka berkelompok dan berpindah. Dalam kelompok,

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA SISTEM

BAB 4 ANALISA SISTEM 52 BAB 4 ANALISA SISTEM 4.1 Analisa Input Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, variabel - variabel input yang digunakan dalam program disesuaikan dengan rumus yang sudah didapat. Hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1. Pendahuluan Pemodelan yang dibangun menggunakan kode komputer digunakan untuk melakukan perhitungan matematis dengan memasukkan varibel-variabel yang

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH ANALISIS MODEL MATEMATIKA PROSES PENYEBARAN LIMBAH CAIR PADA AIR TANAH Oleh: 1 Arif Fatahillah, 2 M. Gangga D. F. F. P 1,2 Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember e-mail: arif.fkip@unej.ac.id

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi Bab 3 Metodologi 3.1 Pendahuluan Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi penanggulangan erosi, sebaiknya beberapa kondisi tube dan lapangan perlu dipertegas. Dalam metoda perhitungan

Lebih terperinci

GERAK LURUS. Posisi Materi Kecepatan Materi Percepatan Materi. Perpindahan titik materi Kecepatan Rata-Rata Percepatan Rata-Rata

GERAK LURUS. Posisi Materi Kecepatan Materi Percepatan Materi. Perpindahan titik materi Kecepatan Rata-Rata Percepatan Rata-Rata GERAK LURUS (Rumus) Posisi Materi Kecepatan Materi Percepatan Materi Perpindahan titik materi Kecepatan Rata-Rata Percepatan Rata-Rata Kecepatan Sesaat Percepatan Sesaat Panjang Vektor Besar Kecepatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE 1 - I 1. Pendahuluan Pengertian Persamaan Diferensial Metoda Penyelesaian -contoh Aplikasi 1 1.1. Pengertian Persamaan Differensial Secara Garis Besar Persamaan

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA

1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1. PENDAHULUAN, PROBLEM HIDRAULIKA SEDERHANA UNTUK APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA 1.1. Pengantar Problem sederhana yang dapat mengantarkan pembaca kepada pemahaman Metode Elemen Hingga untuk problem hidraulika

Lebih terperinci

MASALAH SYARAT BATAS (MSB)

MASALAH SYARAT BATAS (MSB) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Unmuh Ponorogo PENDAHULUAN MODEL KABEL MENGGANTUNG DEFINISI MSB Persamaan diferensial (PD) dikatakan berdimensi 1 jika domainnya berupa himpunan bagian pada R 1.

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Perhitungan sumberdaya batubara dapat menggunakan metode poligon, atau penampang melintang (cross section). Metode tersebut tidak menyatakan elemen geometri endapan

Lebih terperinci

KUIS I PROSES TRANSFER Hari, tanggal : Rabu, 3 November 2004 Waktu : 100 menit Sifat : Tabel Terbuka

KUIS I PROSES TRANSFER Hari, tanggal : Rabu, 3 November 2004 Waktu : 100 menit Sifat : Tabel Terbuka KUIS I Hari, tanggal : Rabu, 3 Nvember 2004 Waktu : 100 menit 1. Suatu sistem seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. Batangan silinder yang kaksial dengan silendernya bergerak dengan kecepatan V. Tentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Fenomena gelombang Korteweg de Vries (KdV) merupakan suatu gejala yang penting untuk dipelajari, karena mempunyai pengaruh terhadap studi rekayasa yang terkait dengan

Lebih terperinci

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak.

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Deleersnijder et al. Dalam [J. Maret Syst. 28 (2001) 229.] telah menunjukan

Lebih terperinci

Fisika Umum Suyoso Kinematika MEKANIKA

Fisika Umum Suyoso Kinematika MEKANIKA GERAK LURUS MEKANIKA A. Kecepatan rata-rata dan Kecepatan sesaat Suatu benda dikatan bergerak lurus jika lintasan gerak benda itu merupakan garis lurus. Perhatikan gambar di bawah: Δx A B O x x t t v v

Lebih terperinci

Wardaya College. Soal Terpisah. Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA. Spring Camp Persiapan OSN Part I. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Soal Terpisah. Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA. Spring Camp Persiapan OSN Part I. Departemen Fisika - Wardaya College Latihan Soal Olimpiade FISIKA SMA Spring Camp Persiapan OSN 2018 - Part I Soal Terpisah 1. Sebuah kepingan kecil dengan massa m ditempatkan dengan hati-hati ke permukaan dalam dari silinder tipis berongga

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN FISIKA

DASAR PENGUKURAN FISIKA DASAR PENGUKURAN FISIKA M1 TUJUAN 1. Mampu melakukan pengukuran dan membedakan penggunaan berbagai alat ukur 2. Mampu menghitung densitas zat padat dan zat cair TUGAS PENDAHULUAN 1. Jelaskan pengertian

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembebanan akibat gelombang laut pada struktur-struktur lepas pantai dipengaruhi oleh faktor-faktor internal struktur dan kondisi eksternal yang mengikutinya.

Lebih terperinci

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air oleh Batimetri dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air oleh Batimetri dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi Hutahaean ISSN 853-98 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air oleh Batimetri dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi Syawaluddin Hutahaean Kelompok

Lebih terperinci

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan 4 3.2 Peralatan..(9) dimana,, dan.(10) substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh persamaan gelombang soliton DNA model PBD...(11) agar persamaan (11) dapat dipecahkan sehingga harus diterapkan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial merupakan ilmu matematika yang dapat digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya dalam ilmu kesehatan yaitu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model injeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau

BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau pengasumsian bentuk dan kedalaman benda yang tertimbun. Berbagai macam metode

Lebih terperinci