UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 16 JANUARI - 25 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN PERMATA SARI, S.Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 16 JANUARI - 25 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WULAN PERMATA SARI, S.Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 i

3 ii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena atas segala limpahan rahmat-nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Safa Periode 16 Januari 25 Februari 2012 sekaligus dapat menyelesaikan laporan PKPA ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UI). Penulis menyadari laporan ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: a. Ibu Dra. Hastuti Assauri, S.E, Apt. sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker serta pemilik Apotek Safa, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, pengarahan serta nasehat pada penulis selama PKPA di Apotek Safa. b. Bapak Drs. Jahja Atmadja, Apt. sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker Departemen Farmasi UI. c. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.Si sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. d. Bapak Dr. Harmita, Apt. sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. e. Seluruh staf pengajar khususnya Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi UI. f. Seluruh staf Apotek Safa: Mba Fitri, Mba Chusnul, Pak Agus, Pak Midi,dan Ibu Sar yang telah banyak membantu. g. Seluruh keluarga penulis yang telah memberikan dukungan, semangat,dan kasih sayang tiada hentinya. h. Seluruh teman Apoteker UI angkatan LXXIV yang telah banyak membantu atas terwujudnya laporan ini, khususnya teman-teman sekelompok PKPA terimakasih atas kerja samanya dalam pelaksanaan PKPA iii

5 i. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2012 Penulis iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Tata Cara Pendirian Apotek Tenaga Kerja Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Penggolongan Obat Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika Pengelolaan Obat Narkotika Pengelolaan Obat Psikotropika Pelanggaran Apotek BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA Sejarah Apotek Safa Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Fasilitas dan Kegiatan Apotek Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Apotek Kegiatan Non Teknis Farmasi Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Strategi Pengembangan Apotek BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa Lampiran 3. Denah Interior Apotek Safa Lampiran 4. Tata Letak Apotek Safa Lampiran 5. Papan Nama Apotek Safa Lampiran 6. Halaman Parkir Apotek Safa Lampiran 7. Desain Interior Apotek Bagian Depan Lampiran 8. Desain Interior Apotek Bagian Dalam Lampiran 9. Rak Penyimpanan Obat Generik dan Obat Nama Dagang Lampiran 10. Rak Penyimpanan Obat Psikotropik Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Narkotika Lampiran 12. Blanko Kartu Stok Lampiran 13. Lembar Salinan Resep Lampiran 14. Lembar Kwitansi Lampiran 15. Etiket Apotek Lampiran 16. Surat Pesanan Non Narkotika Lampiran 17. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 18. Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 19. Laporan Narkotika Lampiran 20. Laporan Psikotropika Lampiran 21. Berita Acara Pemusnahan vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesehatan di Indonesia saat ini memang sudah cukup baik dibandingakan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, masih ada juga beberapa masyarakat yang belum paham dan masih mengabaikan akan pentingnya kesehatan bagi dirinya sendiri, terutama masyarakat kelas bawah. Pentingnya pengetahuan mengenai penyakit dan pengobatan sangat membantu para masyarakat untuk dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Maka, untuk mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal di Indonesia, pelayanan kesehatan juga perlu ditingkatkan dengan melakukan berbagai upaya kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yaitu Apotek. Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan penyaluran perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Permenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Undang-undang No.23/1992). Yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika (Permenkes No. 1332/Menkes/ SK/X/2002). Upaya pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yaitu berkewajiban menyediakan sumber informasi mengenai perbekalan farmasi bagi pasien, tenaga kesehatan lain dan masyarakat pada umumnya. Pelaksanaan pelayanan kesehatan tersebut dilakukan oleh seorang apoteker (APA) yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya di apotek. Seorang apoteker dituntut profesionalismenya untuk memiliki pengetahuan yang luas, ketrampilan kefarmasian yang memadai, pemahaman manajerial yang cukup, kemampuan berkomunikasi yang baik dan sikap kemauan untuk membangun sesama, sehingga dapat mengelola apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan yang baik. 1

10 2 Namun demikian, seorang APA dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian saja, melainkan juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat. Mengingat hal di atas apoteker memerlukan bekal pendidikan, pengetahuan dan pengalaman praktis dalam hal pengelolaan apotek agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional. Untuk mendapatkan pengalaman praktik tersebut, maka Program Profesi Apoteker menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Apotek Safa yang bertempat di Jl. Bukit Duri Tanjakan No. 68, Jakarta Selatan. PKPA tersebut dilaksanakan selama 6 minggu sejak tanggal 16 Januari Februari Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Safa bagi para calon apoteker bertujuan untuk: a. Memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA). b. Memahami kegiatan rutin organisasi, manajerial, serta dapat melihat secara langsung bagaimana kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 yang merupakan pembaruan dari PP No.25 Tahun`1980, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (Peraturan Pemerintah No. 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, 2009). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Dinas Kesehatan setempat. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. d. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas PP No. 26 Tahun 1965 mengenai Apotek. f. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 149/Menkes/Per/II/

12 4 g. Peraturan Menkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Keputusan Menkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. i. Keputusan Menkes RI No. 1027/Menkes/SIK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut (Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 Tentang Apotek, 1980): a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah. b. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.4 Tata Cara Pendirian Apotek Suatu apotek dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Pengertian SIA adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya kesehatan dengan melakukan tindakan komunikasi, informasi, dan edukasi secara tepat. Tempat pengabdian seorang apoteker salah satunya adalah apotek, di mana praktek kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan standar dan etika kefarmasian. Untuk mengajukan permohonan izin pendirian apotek perlu dipenuhi dua macam persyaratan, yaitu persyaratan APA dan persyaratan apotek. Persyaratan

13 5 APA (Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin, 1993): a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai seorang apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan e. tugasnya sebagai seorang apoteker. f. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka ia dapat menunjuk Apoteker Pendamping, dan apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/SK/X/1993, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin, 1993): a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah:

14 Lokasi dan Tempat Faktor yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, keamanan lingkungan, ada atau tidaknya apotek lain, letak apotek yang didirikan mudah atau tidaknya pasien untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, 2004) Bangunan Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sebaiknya terdiri dari ruang tunggu yang nyaman, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang penyimpanan obat, tempat untuk memajang informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur atau materi informasi, ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien, ruang kerja apoteker, serta ruang tempat pencucian alat dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik Perlengkapan Apotek Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah: a. Alat peracikan, seperti timbangan, mortir, dan gelas ukur. b. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin. c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas. d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun. e. Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, dan salinan resep. f. Kumpulan peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek. g. Buku standar yang diwajibkan seperti Farmakope Indonesia, ISO, dan MIMS.

15 7 2.5 Tenaga Kerja Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/2002 terdapat beberapa definisi personil apotek yaitu: 1. APA adalah apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek. 2. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 3. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga bulan) secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. 4. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen dalam mengelola suatu usaha adalah (Robbins,1999): a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan. c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

16 8 d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari: 1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. 2. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan pengeluaran uang. 3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 Apotek tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: 1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apoteker melakukan kegiatan. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari kepala 3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir APT Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan (c), jika tidak dilaksanakan maka apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

17 9 setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan formulir APT Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana di maksud butir (c) atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan formulir APT Dalam hal hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada butir (c) jika masih belum memenuhi syarat, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan surat penundaan dengan menggunakan formulir APT Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan. 8. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. 9. Pemilik sarana yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. 10. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002 pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (Keputusan Menteri Kesehatan No. 1322/Menkes/SK/X/2002, 2002).

18 10 a. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lain, maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya. b. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut: Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulanbulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan sesuai (besar), jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluwarsa. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan:

19 11 a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut. b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obatobat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut Pengadaan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang PBF, menyebutkan bahwa pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/per/X/1993, 1993). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan pemasok. b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara antara lain (Anif, 2001): a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan.

20 12 b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan. c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa Penyimpanan Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu Pengelolaan Keuangan Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah: Laporan Rugi-Laba Laporan rugi-laba adalah laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian - persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha,

21 13 laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak Neraca Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal Laporan Hutang-Piutang Laporan hutang adalah laporan yang berisi hutang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek Administrasi Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi antara lain (Anif, 2001): a. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti, laporan narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain. b. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai buktibukti pengeluaran dan pemasukan. c. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit.

22 14 d. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masingmasing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta. e. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek. f. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang, dan penagihan sisa piutang. g. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan. 2.8 Pelayanan Apotek Menurut Permenkes No. 922/ Menkes/ Per/ X/1993, pelayanan apotek meliputi: a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.

23 15 g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. Apoteker diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep Pelayanan Resep Skrining Resep Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi: a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemberian. c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

24 Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep harus dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini, informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.

25 17 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 1981 tentang penyimpanan dan pemusnahan resep menyebutkan bahwa: a. APA mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. b. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya. c. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan, dapat dimusnahkan. d. Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh APA bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek. e. Pada pemusnahan resep, harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dan dibuat rangkap empat serta ditandatangani oleh APA dan petugas apotek Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek. Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Kesehatan No. 347 tahun 1990, 1990). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

26 18 b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu: a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut. b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping dan informasi lain yang dianggap perlu. Obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat keputusan menteri kesehatan yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topikal (Keputusan Menteri Kesehatan Kesehatan No. 347 tahun 1990, 1990). b. Keputusan Menkes RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menkes RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut terdiri dari, albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dekspantenol, diklofenak, diponium, fenoterol, flumetason, hidrokortison butirat, ibuprofen, isokonazol, ketokonazol, levamizol, metilprednisolon, niklosamid, noretisteron, omeprazol, oksikonazol, pipazetat, piratiasin kloroteofilin, pirenzepin, piroksikam, polimiksin B sulfat, prednisolon,

27 19 skopolamin, silver sulfadiazin, sukralfat, sulfasalazin, tiokonazol, dan urea (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993, 1993). c. Keputusan Menkes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistem saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik Promosi dan Edukasi Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan, dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker juga harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver) diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia (lansia) dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). 2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dapat mencabut Surat Izin Apotek, apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,

28 20 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan ketentuan perundang-undangan lainnya. e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut. f. Pemilik sarana apotek tersebut terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Namun sebelum pencabutan izin apotek dilakukan, terlebih dahulu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002, 2002) : a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh formulir model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-13. Pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada APA, menggunakan contoh formulir model APT-15, dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Balai POM setempat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002, 2002). Apabila surat izin apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi, yaitu dengan cara sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002, 2002): a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. APA wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

29 21 Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat Penggolongan Obat Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai Tanda untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu: a. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. b. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. c. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. d. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. e. Permenkes RI No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2007; Departemen Kesehatan RI, 1997): Obat Bebas Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

30 Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam. Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Contoh dari obat bebas terbatas yaitu, obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun panas, obat-obat antiseptik, dan obat tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini termasuk obat keras tapi dapat dibeli tanpa resep dokter. Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu: a. P No 1 : Awas! Obat keras. Baca aturan pakai. Contoh: Decolgen. b. P No 2 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Gargarisma Khan. c. P No 3 : Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Tingtur lodii. d. P No 4 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asma. e. P No 5 : Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril. f. P No 6 : Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria.

31 23 ' Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas Perbedaan obat antara daftar obat B dan daftar obat G adalah obat pada daftar obat B dapat diperoleh tanpa resep dokter asal memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut: a. Obat-obat dengan daftar obat B hanya boleh dijual dalam kemasan asli pabrik pembuatnya. b. Waktu penyerahan obat-obat tersebut pada wadahnya harus ada tanda peringatan berupa etiket khusus yang tercetak sesuai dengan ketentuan kementerian kesehatan seperti yang diuraikan diatas Obat Keras Daftar G Obat keras adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.

32 24 Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Psikotropik termasuk dalam golongan obat keras. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya boleh diulang. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, 1997): a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA). b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentabarbital, siklobarbital.

33 25 d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika). Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, 1997; Redaksi Sinar Grafika, 2002): a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan,digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona, metadona.

34 26 c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina Pengelolaan Obat Non Narkotika-Psikotropika (Umar, 2007) Pemesanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan berdasarkan daftar permintaan barang apotek. Petugas memilih supplier yang dapat memberikan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan supplier lainnya. Petugas mengirimkan SP yang telah disetujui oleh APA ke supplier melalui telpon, fax, atau diambil sendiri oleh salesman supplier Penyimpanan Obat Non Narkotika-Psikotropika Berbeda dengan obat narkotika dan psikotropika, penyimpanan obat ini tidak memliki peraturan yang baku. Cara menyimpan obat ini dapat disesuaikan berdasarkan bentuk sediaan, suhu / kestabilan zat, kelembaban dan bahan wadah. Selain hal tersebut, penyimpanan dapat diefisienkan dengan menggunakan lemari yang dibuat seperti sarang tawon dan memperhatikan estetika Pengelolaan Obat Narkotika Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Pengendalian dan pengawasan narkotika, di Indonesia merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan (Umar, 2007).

35 Pemesanan Narkotika Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP hanya untuk satu jenis obat narkotik (Umar, 2007) Penyimpanan Narkotika Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1978): a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 X 80 X 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Hal yang harus diperhatikan dalam pelayanan resep yang mengandung narkotika antara lain (Departemen Kesehatan RI (b), 1997; Direktorat Jenderal POM, 1997): a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan.

36 28 b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. d. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali. e. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. f. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika Pelaporan Narkotika Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Propinsi, dan 1 salinan untuk arsip Pemusnahan Narkotika APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. Apoteker Pengelola Apotek dan dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang sekurang-kurangnya memuat: a. Nama, jenis, sifat, dan jumlah narkotik yang dimusnahkan. b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan. c. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan.

37 29 d. Cara pemusnahan dibuat berita Acara Pemusnahan Narkotika dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin (Departemen Kesehatan RI (b), 1997; Direktorat Jenderal POM, 1997) Pengelolaan Obat Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika yaitu: a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap psikotropika. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi: Pemesanan Psikotropika Dalam melakukan pemesanan harus menggunakan surat pesanan (SP) rangkap 2, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA Penyimpanan Psikotropika Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan, namun, karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus yang tidak terlihat oleh umum.

38 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan pemakaiannya setiap tahun. Laporan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Propinsi, dan 1 salinan untuk arsip Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat Berita Acara dan dikirim kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi dengan tembusan kepada Balai Besar POM Pelanggaran Apotek (Departemen Kesehatan RI, 1993; Departemen Kesehatan RI, 1997) Pelanggaran apotek dapat dibedakan berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek adalah: a. Melakukan kegiatan kefarmasian tanpa ada tenaga teknis farmasi. b. Terlibat penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap. c. Pindah alamat tanpa izin. d. Menjual narkotik tanpa resep. e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada yang tidak berhak dalam jumlah besar. f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau pengganti pada waktu AP keluar daerah. g. Mengganti obat generik dengan obat paten. h. Pelanggaran ringan apotek, antara lain: 1) Merubah denah tanpa izin. 2) Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak.

39 3) Melayani resep yang tidak jelas dokternya. 4) Menyimpan obat rusak dan tidak mempunyai penandaan. 5) Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. 6) Salinan resep tidak ditandatangani oleh apoteker. 7) Melayani resep narkotik dari apotek lain. 8) Lemari narkotik tidak memenuhi syarat. 9) Resep narkotik tidak dipisahkan. 10) Buku harian narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. 11) Tidak mempunyai dan mengisi kartu stok. Sanksi administratif yang diberikan menurut Permenkes No.922/Menkes/Per/X/1993 adalah: a. Peringatan secara tertulis kepada APA 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Izin Apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada kepala Badan POM dan Balai POM setempat. c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Permenkes tersebut telah dipenuhi.

40 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK SAFA 3.1 Sejarah Apotek Safa Apotek Safa dahulu berasal dari Apotek Tanjakan yang diambil alih kepemilikannya tahun 1991 dan diubah namanya menjadi Apotek Safa. Apotek Safa bertempat di Jalan Bukit Duri Tanjakan Nomor 68, Jakarta Selatan. Apotek Safa mendapat Surat Izin Apotek (SIA) pada tahun 1991 dengan nomor 134/Kanwil/SIA/1991 atas nama Dra. Adriani Y. Lutan Apt. dengan SIK No. 0251/ / / / Pemilik Sarana Apotek Safa adalah Ibu Fachriyah. 3.2 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Suatu organisasi harus memiliki struktur organisasi yang baik agar pembagian tugas dan tanggung jawab dapat terlaksana dengan baik. Dalam menetapkan struktur organisasi sebuah apotek, harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan besarnya aktivitas apotek. Agar manajemen apotek dapat berjalan dengan baik, maka apotek harus memiliki struktur organisasi yang disusun dengan seksama meliputi pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Apotek Safa mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: Tenaga teknis farmasi: a. APA : 1 orang b. Asisten Apoteker : 3 orang Tenaga non teknis farmasi: a. Juru resep : 1 orang b. Tenaga administrasi dan keuangan : 2 orang c. Tenaga kebersihan : 1 orang 3.3 Fasilitas dan Kegiatan Apotek Apotek Safa memiliki ruang tunggu yang cukup luas dan nyaman yang dilengkapi dengan tempat duduk yang cukup banyak dan tersusun rapi, kamar mandi, televisi, kipas angin, bahan bacaan seperti buku dan majalah, brosur dan 32

41 33 selebaran (leaflet) mengenai produk obat yang cukup banyak. Selain itu, Apotek Safa juga memiliki lahan parkir yang cukup luas, sehingga memudahkan bagi konsumen untuk memarkir kendaraannya. Apotek Safa menyediakan praktek dokter umum, dokter penyakit dalam dan psikolog. Dilihat dari keaktifannya, hanya dokter penyakit dalam yang melakukan praktek dari hari Senin hingga Jumat. Sedangkan dokter umum dan psikolog melakukan praktek jika melakukan perjanjian dengan pasien sebelumnya. Pelayanan yang diberikan Apotek Safa dalam seminggu sebanyak 6 (enam) hari yaitu mulai hari Senin hingga Sabtu, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur apotek tutup. Kegiatan pelayanan di Apotek Safa dilakukan dari pukul hingga yang dibagi menjadi 2 waktu kerja (shift) dengan tujuan mendukung kelancaran kegiatan pelayanan, yaitu pukul dan pukul , namun bila dokter belum selesai praktek maka apotek akan buka hingga praktek dokter selesai. Kegiatan pelayanan di Apotek Safa meliputi dua bagian yaitu pelayanan untuk obat bebas atau over the counter (OTC) dan pelayanan obat dengan menggunakan resep. 3.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan Perbekalan Farmasi Pengadaan sediaan farmasi di Apotek Safa bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap obat dan perbekalan farmasi. Pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan oleh asisten apoteker yang diberi wewenang dan tanggung jawab oleh apoteker. Pemesanan dan pembelian barang dilakukan jika barang tersebut habis atau hampir habis. Permintaaan pembelian sediaan farmasi khususnya obat, dilakukan setiap hari kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) melalui telepon atau salesman yang datang ke apotek. Asisten apoteker dapat melakukan pengadaan barang dengan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh asisten apoteker.

42 34 Prinsip pengadaan barang pada Apotek Safa: a. Berasal dari distributor resmi dan terpercaya. b. Jenis dan jumlah barang yang dibeli disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang, termasuk fast moving atau slow moving. c. Berdasarkan pola peresepan dari dokter, epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien, dan produk-produk merek ternama (brand name) yang sedang digemari oleh masyarakat. d. Kondisi yang paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang di Apotek Safa dilakukan dengan cara COD (cash on delivery), kredit dan konsinyasi. COD (cash on delivery) adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, biasanya untuk pengadaan obat narkotika. Pembayaran yang dilakukan secara kredit adalah pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Konsinyasi adalah semacam penitipan barang dari distributor kepada apotek. Konsinyasi obat atau barang disertai semacam faktur yang berisi jenis dan jumlah obat atau barang dan harga obat atau barang tersebut sebagai tanda bukti. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek atau sedang dalam masa promosi. Pembayaran dilakukan hanya terhadap barang konsinyasi yang telah terjual. Pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembelian secara terbatas, spekulasi, dan berencana. Dari ketiga cara tersebut Apotek Safa lebih menggunakan pembelian secara terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal yang dimiliki terbatas hal ini juga untuk menghindari terjadinya penumpukan barang, karena penumpukan barang belum tentu dapat meningkatkan omset, lebih baik dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang lain agar perputaran modal tidak berhenti. Langkah-langkah pengadaan barang di Apotek Safa adalah: a. Barang yang habis atau hampir habis dicatat dalam buku defekta yang berisi nama barang dan keterangan (butuh segera atau tidak).

43 35 b. Pemesanan kepada PBF umumnya dilakukan melalui telepon atau surat pesanan langsung kepada salesman. Untuk pemesanan obat narkotika, dilakukan dengan surat pesanan yang ditujukan kepada Kimia Farma. berdasarkan buku defekta. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF adalah : - responsibility yaitu bertanggung jawab terhadap barang pesanan - assurance yaitu jaminan terhadap barang pesanan - tangibles yaitu kepastian memperoleh barang yang dipesan - emphaty yaitu kemampuan membina hubungan - reliability yaitu ketepatan dalam pelayanan. c. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh asisten apoteker disertai dengan faktur pembelian serta surat pesanan dari apotek (bila pemesanan dilakukan melalui telepon). Pengecekan barang meliputi jumlah, jenis, waktu kadaluarsa, dan kondisi fisik barang. Jika barang sesuai dengan pesanan, maka faktur tersebut ditandatangani oleh asisten apoteker yang menerima barang disertai nama jelas, tanggal penerimaan dan stempel apotek. Untuk pembelian secara tunai, faktur asli diserahkan kepada apotek. Namun untuk pembelian secara kredit, faktur asli yang telah ditandatangani dikembalikan pada pengirim barang dan salinan faktur disimpan oleh apotek untuk keperluan dokumentasi. Untuk faktur narkotika dan psikotropika disimpan terpisah. Barang yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh apotek Penyimpanan Barang Barang-barang yang baru datang akan diberi harga terlebih dahulu kemudian ditempatkan di etalase atau rak-rak penyimpanan obat serta dilakukan pencatatan di kartu stok. Kartu ini diletakkan disamping setiap macam obat yang berfungsi untuk mengetahui tanggal pemasukan dan pengeluaran, jumlah pemasukan dan pengeluaran barang, dan sisa barang yang tersedia. Penempatan barang di apotek menggunakan sistem FIFO (First In First Out), demikian pula halnya obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan

44 36 paling depan yang memungkinkan diambil terlebih dahulu atau sistem FEFO (First Expire First Out). Penyimpanan obat di Apotek Safa dilakukan berdasarkan: a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan golongan obat. b. Obat ethical disusun secara alfabetis untuk mempermudah dalam pencarian atau pengambilan obat. c. Obat bebas disusun berdasarkan farmakologi dan estetika warna. d. Narkotika disimpan dalam lemari khusus narkotika. e. Psikotropika disimpan terpisah dengan obat ethical yang lain. f. Obat dengan penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin. 3.5 Pelayanan Apotek Pelayanan obat di Apotek Safa dilakukan dengan sistem tunai dan kredit. Pelayanan dengan resep tunai berasal dari dokter praktek di Apotek Safa maupun diluar Apotek Safa. Sedangkan pelayanan untuk resep kredit, Apotek Safa bekerjasama dengan suatu instansi dimana resep dikirim melalui fax dan obat diserahkan melalui sistem antar jemput. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, Apotek Safa berusaha untuk memenuhi kelengkapan obat baik yang diresepkan dengan sistem pembayaran tunai maupun kredit. Apabila obat yang diresepkan tidak lengkap, maka apotek akan memenuhi ketersediaan obat tersebut dengan bekerjasama dengan apotek lain. Untuk pelayanan resep kredit, jumlah obat yang kurang atau habis paling lambat diantar keesokan harinya. Penagihan dan pembayaran resep dari instansi tersebut dilakukan dua minggu sekali. Kegiatan penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi, baik obat bebas, obat wajib apotek (OWA), maupun obat dengan resep di Apotek Safa secara umum telah berjalan baik dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Hal ini terlihat dalam pelayanan OWA dimana hanya obat-obat yang masuk dalam daftar OWA yang bisa diserahkan kepada pasien tanpa resep dokter, selain itu juga disertai dengan pemberian informasi tentang penggunaan, manfaat serta efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Adapun pelayanan yang dilakukan sebagai berikut:

45 Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai. Proses pelayanan resep di Apotek Safa sebagai berikut: 1. Penerimaan Resep Setelah resep diterima dari konsumen, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep dan dilanjutkan dengan pemeriksaan ketersediaan obat (dosis dan jumlah obat). Apabila ada penggantian obat, maka dilakukan atas persetujuan dokter/pasien. Kemudian harga dari resep tersebut dihitung dan diberitahukan kepada konsumen untuk dimintai persetujuan. 2. Pembayaran Obat Apabila konsumen telah menyetujui harga obat yang tertera pada resep, maka konsumen melakukan pembayaran secara tunai dan diberikan nomor urut resep. 3. Peracikan dan Penyelesaian Resep Resep yang telah dibayar, dilakukan penyelesaian resep dengan cara pembuatan etiket, penyiapan dan atau peracikan obat dan pengemasan obat sesuai dengan etiket pada bungkus masing-masing. Kemudian pembuatan salinan resep dan kuitansi (bila perlu). 4. Pemeriksaan Akhir Sebelum diserahkan kepada konsumen, dilakukan pemeriksaan akhir dengan memeriksa kesesuaian penyiapan dan atau peracikan obat dengan resep, kesesuaian salinan resep dengan resep asli dan kebenaran kuitansi. 5. Penyerahan Obat Kepada Pasien Penyerahan obat oleh asisten apoteker disertai dengan pemberian informasi yang diperlukan kepada pasien, seperti cara pakai dan informasi khusus yang diperlukan mengenai obat tersebut. Selain permberian informasi obat, asisten apoteker meminta data pasien seperti alamat dan nomor telepon. 6. Penyimpanan Resep Resep disimpan dan diurutkan sesuai dengan nomor urut resep dan tanggalnya. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika harus disusun dan dipisahkan penyimpanannya kemudian di catat kedalam buku resep.

46 Pelayanan Obat Tanpa Resep Penjualan Obat Bebas dan Bebas Terbatas Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa melalui resep dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran obat bebas juga dilakukan di kasir, setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen atau pembeli. Penjualan obat bebas tidak menggunakan nota pembelian, tetapi pasien dapat meminta struk pembelian apabila pasien menghendaki Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek merupakan obat dengan lingkaran merah yang masuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek. Penyerahan (DOWA) yang dapat diserahkan oleh apoteker atau asisten apoteker. Dalam memberikan obat DOWA harus memenuhi ketentuan dan batasan yang tercakup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apotek tersebut, membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan dan harus disertai dengan pemberian informasi tentang penggunaan, manfaat serta efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Beberapa yang termasuk Obat DOWA diantaranya : obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal Pelayanan Informasi Obat dan Konseling Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat di Apotek Safa sudah mulai dilaksanakan meskipun belum sepenuhnya berjalan dengan baik karena masih terbatas pada pemberian informasi saat penyerahan obat. Informasi obat yang diberikan adalah indikasi obat, cara pemakaian dan dosis obat Konseling Konseling bertujuan untuk membina hubungan atau komunikasi apoteker dengan pasien dan membangun kepercayaan pasien kepada apoteker,

47 39 menunjukkan perhatian dan perawatan kepada pasien, memberikan informasi yang sesuai kondisi dan masalah penyakit pasien, membantu pasien menggunakan obat sesuai tujuan terapi dengan memberikan cara atau metode yang memudahkan pasien menggunakan obat dengan benar, meminimalkan terjadinya efek samping, efek yang tidak diinginkan serta mengatasi ketidakpatuhan, meningkatkan kemampuan pasien untuk mengatasi masalah dalam pengobatannya dan agar pasien mengetahui sejarah pengobatan. Namun konseling belum dilakukan di Apotek Safa karena apoteker tidak berada ditempat. 3.6 Kegiatan Non Teknis Farmasi Selain kegiatan teknis farmasi yang dijalankan oleh Apotek Safa, terdapat juga kegiatan non teknis farmasi berupa kegiatan keuangan dan kegiatan administrasi Kegiatan Keuangan Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus uang masuk berasal dari setiap transaksi penjualan di Apotek Safa, dan arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembayaran hutang dagang. Apotek Safa memiliki satu orang karyawan khusus yang bertugas untuk mengurusi keuangan di apotek. Setiap karyawan pada tiap shift bertanggung jawab untuk membuat catatan pemasukan dan pengeluaran yang dibuktikan dengan nota pada shift yang menjadi tanggung jawabnya. Pencatatan pemasukan harian apotek biasanya dibagi dua yaitu pemasukan dari pagi hingga sore serta pemasukan dari sore hingga malam. Pendapatan dari Apotek Safa akan digunakan pengadaan barang dan keperluan operasional apotek. Keluar masuknya uang dicatat dalam buku-buku harian seperti: a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas yang didalamnya tercatat semua pemasukan dan pengeluaran uang di Apotek Safa sehari-hari. b. Buku hutang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat hutang-hutang apotek. Buku ini mencatat semua transaksi pembelian barang

48 40 dagangan dan berisi nomor faktur, tanggal, dan besar pinjaman obat yang diberikan oleh PBF. c. Buku piutang merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat piutang-piutang apotek yaitu pencatatan besarnya penyerahan obat ke instansi yang bekerja sama dengan Apotek Safa. d. Buku penjualan untuk mencatat hasil penjualan baik dari pendapatan resep, obat tanpa resep, atau barang dagangan. Dari transaksi yang terdapat pada buku-buku harian tersebut, maka dalam periode waktu tertentu Apotek Safa membuat laporan keuangan yang terdiri dari: a. Laporan laba rugi Laporan laba rugi dibuat setiap bulannya dan direkapitulasi setiap tahun. Laporan laba rugi berisi penjualan yang dikurangi stok awal ditambah pembelian dikurangi dengan stok akhir menghasilkan laba rugi sebelum operasional. Laba rugi sebelum operasional ini dikurangi biaya operasional akan menghasilkan laba rugi sebelum penyusutan. Laba rugi sebelum penyusutan dikurangi dengan penyusutan akan menghasilkan laba rugi setelah penyusutan. Setelah itu ditambah pendapatan non operasional menghasilkan laba rugi sebelum pajak kemudian dikurangi dengan pajak, barulah menghasilkan laba rugi bersih. b. Neraca akhir tahun Neraca ini biasanya digunakan untuk mengetahui posisi keuangan apotek pada akhir periode tutup buku. Buku ini berisi aktiva lancar, aktiva tetap dan pasiva. Aktiva lancar terdiri dari kas, uang bank, piutang, dan persediaan barang dagangan. Aktiva tetap terdiri dari inventaris apotek yaitu bangunan dan peralatan apotek. Total aktiva merupakan penjumlahan antara aktiva tetap dan aktiva lancar, sedangkan pasiva terdiri dari modal dan hutang Kegiatan Administrasi Sistem administrasi di Apotek Safa dimulai dari perencanaan barang, pengadaan barang, pengelolaan dan pelaporan barang keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh asisten apoteker yang dibantu oleh karyawan non asisten apoteker.

49 41 Administrasi di apotek berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Safa meliputi: a. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Apotek Safa melakukan pembelian dengan cara kredit dan kontan, biasanya setiap PBF memberikan kebijaksanaan harga obat maupun diskon yang berbeda-beda. Pencatatan pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk ke apotek dan dibuat dalam sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan pengawasannya. Untuk merencanakan pembelian, maka obat-obat atau barang yang habis atau hampir habis dicatat di buku defekta agar diketahui obat atau barang apa saja yang harus dibeli. Buku ini memberi kemudahan mengecek barang sekaligus stok barang, menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin. Setelah mengetahui obat atau barang yang harus dibeli, kemudian dilakukan pemesanan pada PBF dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh asisten apoteker, satu lembar pertama untuk PBF dan lembar terakhir untuk arsip apotek, di dalam surat pesanan tercantum tanggal pemesanan, nama PBF yang dituju, nama barang, jumlah, tanda tangan pemesan dan stempel apotek. b. Administrasi penjualan Administrasi penjualan di Apotek Safa meliputi pencatatan obat-obat yang terjual (obat ethical dan obat bebas). Semua transaksi penjualan baik penjualan obat resep maupun non resep yang terjadi setiap harinya dicatat per shift pagi atau sore dalam buku penjualan. Untuk membantu kelancaran proses penjualan obatobat ethical maka dibuat buku daftar harga yang memuat harga semua obat ethical di apotek. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku, dan penyusunan nama obat secara alfabetis agar memudahkan dalam mencarinya. Obat bebas tidak dibuat buku daftar harga karena langsung diberi harga setelah barang yang dipesan datang.

50 42 c. Administrasi pembukuan Administrasi pembukuan diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan seperti mencatat pembelian di kartu hutang, membuat laporan hutang yang sudah jatuh tempo. 3.7 Pengelolaan Narkotika Pemesanan Pemesanan narkotika dilakukan dengan surat pesanan khusus narkotika yang ditujukan kepada Kimia Farma sebagai distributor tunggal obat-obat narkotika. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Surat pesanan dibuat rangkap 4 serta satu SP hanya untuk satu jenis obat narkotik Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan dilakukan oleh asisten apoteker yang memiliki Surat Izin Kerja dan bukti penerimaannya diterima dan ditandatangani oleh asisten apoteker. Penyimpanannya pada lemari khusus terbuat dari kayu yang menempel pada dinding, terkunci ganda yang dipegang oleh Asisten Apoteker, ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, dan dapat dipertanggungjawabkan. Penyimpanan untuk penggunaan sehari-hari dan untuk persediaan diletakkan pada lemari yang sama Pelaporan Apotek membuat laporan pemasukkan dan pengeluaran narkotika berdasarkan dokumen di apotek yang harus dikirimkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Blanko pelaporan narkotika ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, laporan ditujukan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Selatan, dengan tembusan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM Jakarta,dan Arsip..

51 Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Pemesanan psikotropika dilakukan dengan surat pesanan khusus psikotropika yang ditelah ditandatangani oleh APA dan dibuat rangkap 3. Lembar asli diserahkan kepada PBF resmi, dapat dikirim melalui fax atau kepada sallesman yang datang ke apotek. Untuk psikotropika dalam satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis obat psikotropika Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan psikotropika dilakukan oleh asisten apoteker yang memiliki Surat Izin Kerja dan bukti penerimaan, diterima dan ditandatangi oleh Apoteker Pengelola Apotek atau asisten apoteker. Penyimpanan psikotropika dilakukan terpisah dengan obat ethical lain dan tidak terlihat oleh umum serta perlu diawasi penggunaannya Pelaporan Penggunaan psikotropika dilaporkan satu bulan sekali paling lambat tanggal 10 setiap bulan dan ditujukan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Selatan, dengan tembusan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM Jakarta,dan Arsip. 3.9 Strategi Pengembangan Apotek Apotek Safa melakukan upaya pengembangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen serta meningkatkan pendapatan apotek. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dilakukan melalui pemberian informasi yang cukup jelas pada saat penyerahan obat kepada pasien atau konsumen, mendengarkan pendapat pasien pada kasus penggantian obat yang diresepkan oleh dokter sehingga pasien mengetahuinya dan secara etika menyampaikan kepada dokter yang meresepkan, memberikan alternatif pemberian obat generik berlogo pada pasien yang merasa harga obat yang dibelinya cukup membebani, hal ini sekaligus bertujuan memasyarakatkan obat generik dan secara tak langsung menyebarluaskan obat-obatan yang terjangkau oleh masyarakat.

52 44 Apotek Safa melakukan diversifikasi produk dan jasa untuk meningkatkan pendapatan apotek, yaitu dengan melakukan perluasan usaha agar memilik ciri khas sehingga menjadi berbeda dengan apotek yang lain. Diversifikasi yang dilakukan antara lain: a. Apotek menyediakan produk-produk kosmetik b. Apotek menyediakan produk keperluan rumah tangga c. Apotek menyediakan makanan dan minuman ringan d. Adanya usaha komplementer, yaitu laundry e. Praktek dokter dan lain-lain.

53 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek merupakan suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi. Dalam mendistribusikan perbekalan farmasi tersebut Apotek memiliki 5 fungsi kegiatan seperti; pembelian, gudang, pelayanan dan penjualan, keuangan, serta pembukuan. Apotek tidak hanya sebagai tempat usaha dalam memperoleh keuntungan saja tetapi juga sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang harus melayani kebutuhan obat, bahan obat, alat kesehatan serta perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan berorientasi kepada kepentingan dan kepuasan pasien sebagai implementasi kompetensi profesi farmasis, memberikan dan menyediakan informasi, edukasi dan konsultasi kesehatan kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, khususnya obat dan cara pengobatan yang tepat. Apotek dalam pelaksanaanya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan kesehatan, fungsi apotek adalah menyediakan obat obatan yang dibutuhkan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan fungsi apotek sebagai institusi bisnis, apotek bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Apotek Safa merupakan salah satu Apotek swasta yang telah berdiri selama 20 tahun dan bertempat di Jalan Bukit Duri Tanjakan No. 68 Jakarta Selatan. Apotek Safa merupakan satu-satunya apotek di sepanjang jalan Bukit Duri Tanjakan sehingga memiliki kelebihan dalam prospek pemasaran. Lokasi Apotek Safa merupakan lokasi yang strategis karena berada di sisi jalan yang merupakan jalur dua arah sekaligus jalur alternatif menuju Manggarai atau Kampung Melayu. Apotek Safa berada didaerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dekat dengan kawasan perkantoran, sentra BANK swasta, sekolah, stasiun kereta api, pusat pertokoan, dan perumahan padat penduduk. Namun sayangnya, Apotek Safa tidak dilalui sarana transportasi seperti angkutan umum sehingga perlu menggunakan ojek ataupun bajaj untuk menuju ke tempat tersebut. Pelaksanaan kegiatan di Apotek Safa dimulai pada hari senin hingga sabtu sejak 45

54 46 pukul Kegiatan tersebut terbagi dalam 2 shift, shift 1 dimulai pada pukul dan shift 2 dimulai pada pukul Dalam mengelola sebuah apotek diperlukan suatu struktur organisasi untuk mengelola fungsi-fungsi manajemen dalam menyusun rencana kerja. Struktur organisasi merupakan suatu bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu organisasi. Dalam pelaksanaan rencana kerja tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu fungsi saja namun, diperlukan kerja sama antara masing-masing fungsi agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan optimal. Organisasi tersebut di bentuk untuk pembagian pekerjaan yang terdapat di suatu Apotek dengan tugas, wewenang serta tanggung jawab dari masing-masing fungsi yang nantinya setiap fungsi tersebut membuat dan melaksanakan rencana kerja untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Dalam membentuk struktur organisasi dapat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek, sehingga untuk apotek yang aktifitasnya masih sedikit dapat menggunakan struktur organisasi yang lebih sederhana. Apotek Safa memiliki beberapa karyawan yang terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek (APA), tiga orang Asisten Apoteker (AA), seorang juru resep, dan dua orang tenaga non teknis kefarmasian untuk menangani bagian administrasi keuangan. Setiap karyawan tersebut bertanggung jawab langsung kepada APA dan PSA. Pada kenyataannya pelaksanaan tugas di Apotek Safa dilakukan secara rangkap, namun hal tersebut bukan suatu masalah bagi mereka karena dalam suatu organisasi perlu adanya kerja sama dan saling membantu. Sedangkan untuk fungsi dan tugas seorang APA belum terlaksana secara optimal karena APA tidak selalu berada ditempat. Struktur organisasi Apotek Safa dapat dilihat dalam Lampiran 1. Apotek Safa menyediakan praktek dokter umum, dokter penyakit dalam dan psikolog. Dilihat dari keaktifannya, hanya dokter penyakit dalam yang melakukan praktek dari hari Senin hingga Jumat. Sedangkan dokter umum dan psikolog melakukan praktek jika melakukan perjanjian dengan pasien sebelumnya. Tersedianya praktek dokter ini dapat membantu pasien dalam meningkatkan kualitas hidupnya serta meningkatkan pelayanan kesehatan di Apotek Safa. Selain itu, dengan adanya praktek dokter ini dapat meningkatkan

55 47 pemasukan keuangan di apotek karena resep-resep yang telah dikeluarkan oleh dokter dapat langsung di tebus di Apotek Safa. Bangunan pada apotek safa sudah cukup tua sehingga perlu dilakukan renovasi terutama pada bagian eksterior dan interior apotek untuk menarik minat pembeli. Kelebihan pada Apotek Safa yaitu memiliki lahan yang cukup luas baik interior maupun eksteriornya. Pada bagian eksterior terdapat lahan parkir yang luas bagi pengunjung apotek ataupun bagi pasien yang akan berobat. Selain itu juga terdapat papan nama apotek yang cukup besar sehingga dapat terlihat dari kejauhan. Pada bagian dalam apotek terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian ruang tunggu dan bagian dalam yang merupakan tempat dilakukannya peracikan dan penyiapan obat. Pada bagian ruang tunggu, terdapat ruangan yang digunakan sebagai tempat praktek dokter dan psikolog yang merupakan salah satu pengembangan bisnis Apotek Safa. Pelanggan apotek dibuat senyaman mungkin dengan menyediakan fasilitas kursi tunggu, televisi, kipas angin, buku bacaan, dan toilet. Selain itu tersedia juga jajanan minuman ringan dan es krim yang disediakan untuk para pelanggan apotek. Pada bagian depan, terdapat etalase yang berisi obat-obat bebas sehingga pasien dapat memilih dengan bebas obat-obat yang diinginkan dengan bantuan Asisten Apoteker (AA). Penempatan obat-obat bebas tersebut sudah cukup baik dan rapi karena disusun berdasarkan jenis sediaan dan farmakologisnya. Penyusunan obat bebas tersebut diperlukan estetika agar dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin membeli bagi setiap konsumen yang datang ke apotek. Sebaiknya diberikan tanda atau petunjuk mengenai tempat-tempat golongan fungsi obat yang terdapat di setiap lemari obat agar lebih informative. Selain itu, untuk penataan obat-obat di etalase depan harus lebih diperhatikan terutama kebersihannya, debu-debu yang menempel pada kaca harus rutin dibersihkan karena salah satu tujuan untuk menyimpan obat OTC di etalase yaitu agar pelanggan tertarik, mudah untuk memilih dan juga untuk menarik minat pembeli. Pada bagian belakang area kasir terdapat etalase yang digunakan untuk mendisplay berbagai macam suplemen yang dibutuhkan oleh pelanggan, baik itu konsinyasi ataupun bukan. Lemari tersebut juga berfungsi sebagai pemisah antara

56 48 bagian kasir dengan ruang peracikan obat. Pada bagian belakang lemari etalase yaitu bagian dalam ruangan apotek terdapat sebuah ruangan yang cukup besar berisi lemari obat-obatan ethical dan sebuah meja besar pada bagian tengahnya yang merupakan tempat dilakukannya peracikan dan penyiapan obat. Kegiatan yang paling penting di Apotek Safa yaitu dalam hal menyediakan perbekalan farmasi. Yang termasuk perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan serta kosmetika. Untuk pengadaan tersebut perlu dilakukan pemesanan kepada PBF resmi yang obatnya terjamin keasliannya, tepat waktu dalam pengiriminan barang dan yang dapat memberikan harga relatif murah dibandingkan dengan PBF lainnya. Pengadaan barang dilakukan oleh salah satu petugas Apotek yang berwenang dan berdasarkan jumlah stok barang yang masih tersedia, jumlah rata-rata pemakaian obat, berdasarkan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter dan obat-obat yang sering dicari oleh konsumen serta berdasarkan catatan buku defecta. Buku defecta ini berisi catatan obat-obat yang persediaannya hampir habis sehingga perlu dilakukan pemesanan. Dalam pengadaan obat juga perlu diperhatikan obat-obat yang bersifat fast moving dan slow moving. Pencatatan perbekalan farmasi yang hampir habis sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kekosongan barang. Terkadang di Apotek Safa terdapat beberapa obat yang lupa di catat dalam buku defecta sehingga obat tersebut tidak dipesan akhirnya stok obat menjadi kosong dan dapat mempengaruhi pemasukan apotek serta membuat pelanggan kecewa. Sebaiknya dilakukan pencatatan pada kartu stok untuk pengeluaran barang-barang yang terjual di Apotek sehingga diketahui berapa rata-rata penggunaan obat selain itu pencatatan kartu stok tersebut dapat memudahkan dalam melakukan pemesanan barang, namun hal tersebut belum sepenuhnya dilakukan. Pemesanan perbekalan farmasi disertai dengan surat pesanan yang berisi daftar obat yang dibutuhkan di Apotek. Pemesanan dapat melalui telepon, fax atau kepada sallesman yang datang ke Apotek. Surat pesanan juga dapat diberikan pada saat barang datang. Pemesanan barang biasanya dilakukan setiap hari sesuai dengan kebutuhan Apotek. Untuk menghindari keterlambatan penerimaan, Apotek Safa melakukan pemesanan setiap pagi hari dan pada sore harinya barang sudah sampai di apotek. Beberapa distributor kadang ada juga yang mengalami

57 49 keterlambatan hal tersebut mungkin dikarenakan lokasi PBF yang jauh dari Apotek. Selain itu, dalam melakukan pengadaan dapat juga dengan cara konsinyasi, pembayaran konsinyasi biasanya dilakukan apabila ada barang konsinyasi yang telah laku terjual. Pengadaan lainnya yaitu dengan cara membeli obat langsung kepada apotek lain. Hal tersebut dilakukan apabila ada permintaan obat yang mendesak atau apabila ada salah satu obat dalam resep yang tidak tersedia di Apotek Safa. Dalam melakukan pembelian ke Apotek lain perlu dipertimbangkan dalam pemilihan apotek yang dapat memberikan potongan harga lebih besar sehingga Apotek Safa tetap dapat memperoleh keuntungan. Untuk pemesanan obat narkotika dan psikotropika harus disertai dengan surat pesanan khusus yang telah ditanda tangani oleh seorang APA. Surat pesanan narkotika ditujukan kepada Kimia Farma melalui sallesman yang datang ke apotek. Sedangkan surat pesanan psikotropika ditujukan kepada PBF resmi dapat melalui fax atau kepada sallesman yang datang ke apotek. Tanpa surat tersebut pemesanan tidak dapat dilakukan dan obat tidak akan dikirim. Surat pesanan narkotika terdiri dari 4 rangkap sedangkan surat pesanan psikotropika terdiri dari 2 rangkap. Surat pesanan narkotika yang berwarna putih, kuning dan biru yaitu untuk PBF sedangkan yang berwarna merah disimpan sebagai arsip. Dalam melakukan pemesanan narkotika yaitu satu surat pesanan hanya boleh memesan satu jenis obat saja. Namun, untuk psikotropika dalam satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis obat psikotropika. Untuk pembayaran obat narkotika berbeda dengan obat-obat lainnya yaitu dilakukan dengan Cash on Delivery (COD). Sedangkan untuk obat psikotropika ada yang pembayarannya secara Cash on Delivery (COD) atau secara kredit dengan tempo tertentu sesuai dengan kesepakatan antara pihak apotek dengan pihak PBF tersebut. Surat Pemesanan Narkotika dan Psikotropika harus disimpan secara terpisah dengan Surat Pemesanan lainnya agar mempermudah pengecekan serta penghitungan. Setelah dilakukan pemesanan barang maka obat akan langsung dikirim ke apotek. Penerimaan barang di apotek dilakukan oleh Asisten Apoteker (AA) dan di periksa kesesuaian antara barang yang di pesan dan barang yang tercantum di faktur atau SP. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi, jumlah barang, nama/jenis

58 50 barang, tanggal kadaluarsa, kondisi barang, harga dan diskon (bila ada) serta masa pembayaran hasil negosiasi dengan PBF. Setelah dilakukan pemeriksaan, faktur di tandatangani dan di stempel berdasarkan fisik barang yang diterima, copy faktur tersebut kita simpan sebagai bukti. Bila pembayaran faktur tersebut sudah lunas maka kita akan mendapatkan faktur asli. Sistem pembayaran yang di lakukan di Apotek Safa dapat dilakukan dengan tunai atau kredit dengan masa pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Sistem pembayaran tersebut tergantung dari ketentuan PBF dan setiap PBF memiliki ketentuan yang berbedabeda. Pembayaran dengan tunai atau COD biasanya memiliki kelebihan yaitu apotek dapat mendapatkan diskon dari PBF tersebut. Apabila ada faktur yang telah jatuh tempo namun pihak apotek belum melakukan pembayaran maka pihak PBF tidak dapat melayani pemesanan untuk sementara waktu (memblok pesanan) atau pihak PBF mengganti sistem pembayaran apotek tersebut yang pada awalnya kredit menjadi COD/tunai. Sebelum melakukan pembayaran, harus melakukan tukar faktur terlebih dahulu, setiap PBF yang akan menukar faktur akan diberikan tanda terima faktur oleh petugas apotek. Pembayaran dilakukan sesuai dengan tanggal yang telah disepakati antara kedua belah pihak biasanya dilakukan setiap hari Selasa. Obat-obat yang baru datang terutama untuk produk OTC sebaiknya diberikan label harga terlebih dahulu untuk mempermudah proses pelayanan. Setelah itu baru obat dapat disimpan ke tempat masing-masing. Setelah dilakukan pemesanan dan penerimaan barang selanjutnya obatobat disimpan ke tempat masing-masing. Penyimpanan obat ini sudah cukup baik karena disusun berdasarkan alfabetis, farmakologi, dan berdasarkan bentuk sediaannya. Untuk obat-obat generik juga disimpan secara terpisah agar lebih mudah dalam pengambilan obat. Obat-obat ethical disimpan dalam lemari terpisah berdasarkan bentuk sediaannya baik berupa padat (tablet, kapsul dan pil), cair (sirup, emulsi, eliksir, infus), semisolid (salep, cream, pasta, jelly) serta obatobatan yang memerlukan suhu dingin disimpan didalam lemari pendingin (suppositoria, ovula, injeksi). Selain itu, obat-obatan steril juga disimpan dalam lemari terpisah seperti obat tetes mata, tetes telinga dan salep mata agar tidak tertukar dengan sediaan lain dan lebih mudah dalam mengambilnya. Cara penyimpanan obat tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya

59 51 pencemaran atau penguraian akibat pengaruh udara, kelembapan, panas, dan cahaya. Salah satu yang kurang diperhatikan yaitu dalam penyimpanan bahan baku obat untuk produksi obat apotek seperti OBH, rivanol, dan alkohol. Penyimpanan obat tersebut tidak terlindung dari cahaya karena pada siang hari, cahaya dapat masuk kedalam ruangan sehingga bahan obat tersebut dapat terpapar cahaya matahari, dan dikhawatirkan bahan obat tersebut tidak stabil lagi apabila terkena paparan sinar matahari yang cukup lama meskipun penyimpanan obatobat tersebut sudah dalam kemasan botol coklat. Penyimpanan obat di Apotek Safa yaitu menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First In First Out) sehingga barang yang datang lebih dahulu dan barang yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih pendek di keluarkan lebih dahulu. Untuk penyimpanan obat narkotika di Apotek Safa yaitu disimpan dalam lemari kayu yang melekat pada dinding. Lemari tersebut memiliki kunci ganda dan berpintu ganda, satu bagian untuk menyimpan obat sehari-hari dan satu bagian lainnya untuk menyimpan persediaan narkotika. Kunci lemari narkotika dipegang oleh Asisten Apoteker yang berwenang. Selain itu, untuk penyimpanan obat psikotropika disimpan dilemari terpisah yang tidak terlihat oleh umum dan berdekatan dengan perbekalan farmasi lainnya untuk mempermudah pengawasan. Penyimpanan obat golongan psikotropika dan narkotika ini sudah memenuhi persyaratan dan sudah baik. Dalam mengeluarkan dan menggunakan obat narkotika dan psikotropika harus berhati-hati dan tidak boleh sembrangan karena dikhawatirkan dapat terjadinya penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka, setiap pemakaian dan pengeluaran obat golongan narkotika dan psikotropika diharuskan membuat surat pelaporan penggunaan obat golongan tersebut setiap satu bulan sekali paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Laporan ditujukan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Selatan, dengan tembusan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM Jakarta,dan Arsip. Selain kegiatan teknis farmasi yang dijalankan oleh Apotek Safa, terdapat juga kegiatan non teknis farmasi berupa kegiatan keuangan dan kegiatan

60 52 administrasi. Kegiatan keuangan di Apotek Safa meliputi kegiatan yang mencakup arus uang masuk dan uang keluar. Arus uang masuk tersebut didapatkan dari hasil setiap transakasi penjualan sedangkan arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembayaran hutang dagang. Dalam pencatatan kegiatan keuangan dan administrasi dilaksanakan oleh seorang petugas khusus apotek yang telah diberikan wewenang. Salah satu pegawai apotek pada tiap shift bertanggung jawab untuk membuat catatan pemasukan dan pengeluaran. Pencatatan pemasukan harian apotek dibagi dua karena kegiatan apotek terbagi dalam 2 shift yaitu pemasukan dari pagi hingga sore serta pemasukan dari sore hingga malam. Setiap pemasukan yang didapat perhari dicatat dalam suatu buku yang dinamakan buku pendapatan atau buku penjualan baik dari pendapatan resep, obat tanpa resep, atau barang dagangan. Selain buku pendapatan ada juga buku kas yang berisi catatan kegiatan semua pemasukan dan pengeluaran uang di Apotek Safa sehari-hari. Buku laporan kas ini kemudian dilaporkan kepada pemilik apotek setiap harinya. Buku pembelian yang terdapat di apotek juga merupakan dokumen apotek yang digunakan untuk mencatat hutang-hutang apotek. Buku ini mencatat semua transaksi pembelian barang dagangan dan berisi nomor faktur, tanggal, dan besar pinjaman obat yang diberikan oleh PBF. Selain itu juga ada buku piutang yang berisi catatan piutang-piutang apotek yaitu pencatatan besarnya penyerahan obat ke instansi yang bekerja sama dengan Apotek Safa. Setiap melakukan pembayaran juga perlu dilakukan pencatatan ke dalam buku pembayaran. Dari pencatatan tersebut, maka dalam periode waktu tertentu Apotek Safa membuat laporan keuangan yang terdiri dari: laporan laba rugi dan neraca akhir tahun. Dalam pengelolaan administrasi dan keuangan di Apotek Safa sudah cukup baik, namun sebaiknya pencatatan yang dilakukan tidak dengan cara manual saja tetapi terdokumentasi juga ke dalam sistem komputer agar lebih efektif dan efisien. Selain itu, sebaiknya menggunakan software penjualan pada sistem kasir, sehingga dapat diketahui secara langsung total pendapatan serta total stok barang yang masih tersedia. Pelayanan obat di Apotek Safa sudah cukup baik. Asisten Apoteker membantu konsumen dalam memilih obat sesuai dengan keluhan yang

61 53 dialaminya. Petugas apotek juga melayani konsumen dengan ramah untuk menjaga hubungan baik dengan konsumen. Hubungan baik dengan konsumen itu sangat penting dan perlu dijaga untuk mempertahankan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru. Pelayanan obat di Apotek Safa yaitu dilakukan dengan sistem tunai dan sistem kredit. Pelayanan dengan resep tunai berasal dari dokter praktek di Apotek Safa maupun diluar Apotek Safa. Sedangkan pelayanan untuk resep kredit, Apotek Safa bekerjasama dengan suatu instansi dimana resep dikirim melalui fax dan obat diserahkan melalui sistem antar jemput oleh petugas apotek. Resep asli dari instansi tersebut nanti akan dibawa oleh petugas apotek. Di Apotek Safa, dalam penerimaan resep dilakukan skrining resep terlebih dahulu meliputi: nama, SIP dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, umur, jenis kelamin, cara pemakaian yang jelas, dan informasi lainnya, kemudian dilakukan pemeriksaan ketersediaan obat. Bila obat tidak lengkap maka petugas apotek akan memberitahukan sebelumnya atau dalam meningkatkan pelayanan, apotek akan memenuhi ketersediaan obat tersebut dengan bekerjasama dengan apotek lain. Apabila ada penggantian obat, maka dilakukan atas persetujuan dokter/pasien dan bila ada resep yang kurang jelas maka Asisten Apoteker akan bertanya kepada dokter yang bersangkutan. Bila pelanggan atau pasien sudah setuju maka di buat perhitungan total harga resep kemudian di informasikan kepada pasien untuk meminta persetujuan terhadap nominal harga dan apabila pasien sudah setuju dengan nominal tersebut maka dilakukan pembayaran. Setelah itu, siapkan obat sesuai dengan resep dan dilakukan peracikan obat, obat yang sudah diracik kemudian diberi etiket dan cocokkan dengan resep. Teliti kembali resep sebelum diserahkan pada pasien termasuk salinan resep dan kuitansi (jika diminta oleh pasien). Obat kemudian di berikan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi meliputi dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat. Informasi yang diberikan di Apotek Safa sudah cukup baik selain itu informasi yang diberikan harus benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Namun, informasi yang diberikan di apotek Safa masih kurang begitu

62 54 lengkap sehingga perlu dilakukan peningkatan lagi dalam hal pemberian informasi obat dan sebaiknya setelah obat diserahkan oleh petugas apotek perlu dicatat nama pasien, alamat dan no telpon pasien untuk menghindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam penyerahan resep. Untuk pengeluaran Narkotika dan Psikotropika dilakukan atas permintaan dokter. Apotek hanya menerima resep asli dari dokter dan tidak menerima salinan resep yang berisi Narkotik dan Psikotropika. Pengeluaran Narkotik dan Psikotropika dicatat dalam kartu stok yang meliputi nama obat, jumlah obat yang keluar dan sisa obat. Untuk salinan resep yang berisi Narkotika dan Psikotropika hanya bisa dilayani jika Apotek mempunyai atau menyimpan resep aslinya. Resep yang terdapat di apotek dikumpulkan setiap harinya dan disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pencarian apabila pada suatu saat resep tersebut dibutuhkan. Selain itu resep-resep yang mengandung narkotika dan psikotropika juga dipisahkan untuk memudahkan dalam pelaporan narkotika dan psikotropika. Resep-resep tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik putih dan di simpan di dalam lemari penyimpanan berdasarkan bulan selama satu tahun. Dalam pelaksanaan pemeriksaan keabsahan resep harus dilakukan secara hati-hati karena ada beberapa oknum yang seringkali menyalahgunakan terutama resep yang mengandung obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika. Sebaiknya Apotek Safa menyediakan tempat untuk konseling bagi pasien yang ingin bertanya mengenai penyakit ataupun obat-obatan. Asisten Apoteker terutama Apotekernya harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Komunikasi yang terjalin di Apotek Safa sudah cukup baik terutama dengan para konsumen. Hal tersebut sangat bermanfaat karena akan mempertahankan pelanggan lama dan juga dapat menarik pelanggan baru. Pelanggan merasa senang dan puas karena sudah dibantu oleh para petugas Apotek dalam membantu dalam pemilihan obat sesuai dengan kondisi penyakitnya. Obat-obat yang bisa diberikan langsung tanpa resep dokter di

63 55 Apotek meliputi golongan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Wajib Apotek (OWA). Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek dan terbatas pada obat keras yang tercantum dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA). Dalam melakukan pelayanan OWA yang dilakukan oleh apoteker harus memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien dan membuat catatan pasien dan obat yang diberikan serta memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan pasien. Namun, pelayanan OWA tersebut belum dilakukan secara maksimal di Apotek Safa. Beberapa obat yang termasuk kedalam DOWA yang biasa diberikan di Apotek Safa yaitu: Ibuprofen, omeprazole, piroxicam, methyl prednisolon, dexamethasone, diclofenac, salep kortikosteroid, dan salep antibiotik. Pada dasarnya Apotek Safa sudah melaksanakan kegiatan kefarmasian dengan baik namun ada beberapa kendala yang menghalangi jalannya kegiatan tersebut. Kebersihan di apotek juga perlu dijaga, terutama pada bagian belakang apotek terdapat tumpukan-tumpukan kardus yang berisi dokumen-dokumen resep yang dapat menjadi sarang hewan pengerat dan nyamuk. Tumpukan barang tersebut membuat Apotek Safa terkesan tidak rapih dan kotor karena banyak debu yang menempel. Selain itu, pada rak penyimpanan bahan baku obat yang biasa digunakan untuk memproduksi obat apotek juga terlihat kotor dan tidak diperhatikan karena banyak debu yang menempel pada botol-botol tersebut. Sebaiknya hal tersebut harus diperhatikan terutama kebersihan pada lemari-lemari etalase yang merupakan tempat penyimpanan obat yang akan digunakan oleh pasien, hal tersebut penting dilakukan untuk menciptakan keindahan dan kenyamanan apotek. Selain itu, perlu dilengkapkan lagi ketersediaan obat-obatan karena hal tersebut akan berpengaruh pada pendapatan apotek. Peningkatan sarana dan prasaranan juga perlu dilakukan agar calon pelanggan apotek dapat tertarik untuk membeli obat di Apotek Safa. Dengan melakukan peningkatan pelayanan kefarmasian juga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pelaksanaan Praktek Kerja Apotek di Apotek Safa telah memberikan Ilmu Pengetahuan dan pengalaman terhadap mahasiswa khususnya dalam pelayanan

64 56 obat seperti peracikan, selain itu juga melatih mahasiswa tentang bagaimana melayani pasien dengan baik dan juga cara memberikan Informasi mengenai obat kepada pasien. Dengan pelaksanaan Praktek Kerja Apotek di Apotek Safa ini dapat mempersiapkan para calon Apoteker dalam menghadapi dunia kerja sehingga mereka siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya ditengahtengah masyarakat.

65 BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan a. Apotek Safa merupakan salah satu apotek swasta dengan sistem manajemen apotek yang sederhana. Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotek Safa belum sepenuhnya menjalankan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku dalam mengelola semua kegiatan yang berlangsung di Apotek Safa, baik manajerial maupun pemberian pelayanan kefarmasian yang baik bagi pelanggan Apotek Safa b. Kegiatan pengelolaan di Apotek Safa meliputi kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian. c. Apotek Safa dalam pelaksanaanya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit oriented). d. Pelayanan kefarmasian di Apotek Safa sudah berjalan cukup baik. 5.2 Saran a. Melakukan peningkatan fasilitas fisik seperti bangunan, toilet, penggunaan air conditioner, etalase agar terlihat lebih menarik bagi calon pelanggan apotek. b. Obat-obat lebih disusun semenarik mungkin berdasarkan efek farmakologi agar pelanggan lebih mudah memilih obat. c. Melakukan pencatatan pengeluaran dan pemasukan barang yang pada kartu stok obat di Apotek Safa agar persediaan obat dapat lebih diawasi serta menghindari terjadinya kekosongan barang. d. Menggunakan software penjualan dengan sistem komputerisasi agar lebih efisien sehingga stok obat dan total pendapatan dapat diketahui secara langsung. e. Penerapan fungsi APA yang tetap berada di apotek untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek sesuai Undang-Undang dan peraturan yang berlaku f. Melakukan evaluasi terhadap pelayanan di Apotek Safa untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. 57

66 DAFTAR REFERENSI Anif, M. (2001). Manajemen Farmasi Cetakan Ketiga. Yogyakarta: UGM Press Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 Tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1981). Keputusan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 1981 Tentang Penyimpanan dan Pemusnahan Resep. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918/Menkes/Per/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 58

67 59 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Umar, Muhammad. (2009). Manajemen Apotek Praktis cetakan ketiga. Jakarta: Wira Putra Kencana. Undang-Undang Republik Indonesia Jakarta. No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

68

69 60 Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa Pemilik Sarana Apotek (PSA) Apotek er Pengelola Apotek (APA) Asisten Apoteker (AA) Juru Resep Tenaga Administrasi Tenaga Kebersihan

70 61 Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa Keterangan : Apotek Safa

71 62 Lampiran 3. Denah Interior Apotek Safa Keterangan: A. Pintu masuk B. Ruang tunggu C. Ruang peracikan D. Gudang penyimpanan resep E. Musholla F. Toilet G. Ruang praktek dr. Sofyan, dr. Dilla H. Ruang konsultasi psikolog dr. Nurul I. Ruang praktek dr. Ludin J. Ruang penyimpanan laundry K. Lahan parki

72 63 Lampiran 4. Tata Letak Apotek Safa. Keterangan : 1. Lemari alat kesehatan 2. Lemari es 3. Box es krim 4. Etalase obat bebas 5. Kasir 6. Tempat penerimaan resep 7. Tempat penyerahan obat 8. Kursi tunggu 9. Display brosur dan majalah kesehatan 10. Televisi 11. Lemari etalase obat bebas 12. Rak sediaan padat generik 13. Rak sediaan padat paten (abjad D-F) 14. a.rak sediaan cair generik b.rak sediaan cair paten c.rak sediaan padat paten (abjad A-C) 15. Meja racik 16. Rak sediaan padat paten (abjad G-O) 17. Rak sediaan padat paten (abjad P-Z) 18. Alat timbang dan perlengkapan apotek 19. a. Rak sediaan semi padat b. Rak sediaan tetes mata dan telinga 20. Rak penyimpanan resep 21. Rak bahan baku farmasi 22. Lemari pendingin 23. Wastafel 24. Lemari narkotika

73 64 Lampiran 5. Papan Nama Apotek Safa. Lampiran 6. Halaman Parkir Apotek Safa

74 65 Lampiran 7. Desain Interior Bagian Depan Apotek Lampiran 8. Desain Interior Bagian Dalam Apotek

75 66 Lampiran 9. Rak Penyimpanan Obat Generik dan Obat Nama Dagang

76 67 Lampiran 10. Rak Penyimpanan Obat Psikotropika

77 68 Lampiran 11. Lemari Penyimpanan Narkotika

78 69 Lampiran 12. Blanko Kartu Stok

79 70 Lampiran 13. Lembar Salinan Resep.

80 71 Lampiran 14. Lembar Kuitansi. Lampiran 15. Etiket Apotik

81 72 Lampiran 16. Surat Pesanan Non Narkotika.

82 73 Lampiran 17. Surat Pesanan Narkotika

83 74 Lampiran 18. Surat Pesanan Psikotropika

84 75 Lampiran 19. Laporan Narkotika

85 76 Lanjutan LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Apotik : SAFA APA : Dra. Adriani Y Lutan Alamat : Jl. Bukit Duri Tanjakan No. 68 Tebet Jakarta selatan JULI 2010 No. Nama Obat Sediaan Stok Tgl/bln/thn Jumlah Tgl/bln/thn Jumlah Sisa Jakarta, 01 AGUSTUS 2010 Apoteker Pengelola Apotek Dra. Adriani Y Lutan SIK : 5862 / B

86 77 Lampiran 20. Laporan Psikotropika LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Apotik APA Alamat : SAFA : Dra. Adriani Y Lutan : Jl. Bukit Duri Tanjakan No. 68 Tebet Jakarta selatan No. Nama Sediaan Satuan Stok Awal JULI 2010 Penerimaaan Pengeluaran Stok Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah Jakarta, 01 AGUSTUS 2010 Apoteker Pengelola Apotek Dra. Adriani Y Lutan SIK : 5862 / B

87 78 Lampiran 21. Berita Acara Pemusnahan

88 UNIVERSITAS INDONESIA PENATALAKSANAAN PENYAKIT DEMAM TIFOID TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN PERMATA SARI, S.Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

89 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR LAMPIRAN... ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Pengertian Demam Tifoid Epidemiologi Distribusi Etiologi Patogenesis dan Patofisiologi Manifestasi Klinis Pemeriksaan laboratorium Diagnosis Komplikasi Penatalaksanaan Demam Tifoid pada Wanita Hamil Prognosis Obat Yang Biasa Digunakan BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 4 KAJIAN RESEP BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI i

90 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Resep Yang dikeluarkan oleh Dokter...43 Lampiran 2. Contoh Brosur untuk edukasi pasien...44 ii i

91 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak negara berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara dengan pendapatan yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Di Indonesia, demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi terpenting. Demam typhoid merupakan penyakit endemik, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya. Hal ini berhubungan erat dengan keadaan sanitasi, kebiasaan higiene yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan yang rendah (Rampenan, 1995). Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi (Aru, 2006) Penyakit ini banyak menimbulkan masalah pada kelompok umur dewasa muda, karena tidak jarang disertai perdarahan dan perforasi usus yang sering menyebabkan kematian penderita. Selain itu penyakit ini memerlukan hari perawatan dan masa pemulihan sehabis perawatan yang cukup lama. Demam typhoid ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1962 tentang wabah, dengan pola penularan yang bersifat sporadik. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Dua sumber penularan demam tifoid adalah pasien dengan demam tifoid dan yang terbanyak adalah carrier dimana 10 9 sampai kuman per gram tinja dikeluarkan oleh mereka. Media penularan adalah melalui air dan makanan yang tercemar oleh kuman S.typhi (Aru, 2006) Gejala klinis yang khas dapat menjadi dasar untuk pemberian terapi empirik sebelum pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan, guna mencegah perburukan atau komplikasi lebih lanjut dari penyakit tersebut. Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran pencernaan, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/spleenomegali, serta beberapa kelainan klinis yang lain (Aru, 2006). Seringkali terjadi kesalahan dalam 1

92 2 melakukan diagnosa demam tifoid, karena demam tifoid memiliki gejala yang hampir mirip dengan gejala demam berdarah begitupun sebaliknya. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengobatan dan terlambatnya penanganan penyakit yang akan memperburuk kondisi pasien. Agar penyakit demam tifoid tidak menjadi lebih berat dan tidak terjadinya kesalahan dalam penanganan maka diperlukan seorang tenaga kesehatan yaitu apoteker untuk membantu dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit tersebut dengan cara berpartisipasi aktif dalam melakukan edukasi dan memberikan informasi kepada pasien. Pasien harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling mengenai penyakit demam tifoid. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien merupakan salah satu bentuk dari pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai suatu penyakit sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Depkes, 2006) Dalam melakukan edukasi dan memberikan informasi kepada pasien, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan (farmakologi, farmakoterapi, farmakokinetika, penafsiran hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium), meningkatkan ketrampilan (dapat berkomunikasi dengan baik) dan menjaga perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Selain itu, Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Depkes, 2006). 1.2 Tujuan a. Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit Demam Tifoid. b. Membantu pasien dalam memberikan informasi mengenai penanggulangan dan pencegahan penyakit tersebut sehingga dapat meningkatkan pemahaman pasien mengenai penyakit ini. c. Mengetahui perbedaan antara Demam Tifoid dengan demam berdarah d. Mengetahui jenis obat-obatan dan pemilihan obat yang sesuai untuk penyakit Demam Tifoid.

93 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Demam Tifoid Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari demam tifoid dan paratifoid adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih ringan (Aru, 2006). 2.2 Epidemiologi Demam tifoid dan demam paratifoid endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakitpenyakit yang mudah menular dan merupakan dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam tifoid tercantum dalam Undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 10 9 sampai kuman per gram tinja. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S.typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.typhi berada di dalam batu empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun (Aru, 2006). 3

94 4 2.3 Distribusi Geografi Demam tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak bergantung pada keadaan iklim, tetapi lebih banyak dijumpai dinegara-negara sedang berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik Musim Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada kesesuaian faham mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah kasus demam tifoid. Ada penelitian yang mendapatkan peningkatan jumlah kasus pada musim hujan, ada yang mendapatkan peningkatan pada musim kemarau dan ada pula yang mendapatkan peningkatan pada peralihan antara musim kemarau dan musim hujan Jenis Kelamin Tidak ada perbedaan yang nyata antara insidensi demam tifoid pada pria dan wanita Umur Di daerah endemic demam tifoid, insidensi tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insidensi pada pasien yang berumur 12 tahun ke atas adalah, 70-80% pasien berumur antara 12 dan 30 tahun, 10-20% antara 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40 tahun. 2.4 Etiologi Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyhi A, S.paratyphi B dan S.paratyphi C. 2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Kuman S.typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan

95 5 perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S.typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S.typhi masuk aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman-kuman S.typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S.typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Aru, 2006). 2.6 Manifestasi Klinis Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepian ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Aru, 2006).

96 6 2.7 Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Leukosit Walaupun menurut buku-buku disebutkan bahwa pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah sering dijumpai, Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam tifoid Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam tifoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan Biakan Darah Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa factor, antara lain: a. Teknik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu laboratorium bisa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan, pada pasien dewasa diambil 5-10 ml darah dan anakanak 2-5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif, terutama pada orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik. Selain itu, darah tersebut harus langsung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi pasien dan langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakteremia berlangsung. b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Pada demam tifoid biakan darah terhadap S.typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bisa positif lagi.

97 7 c. Vaksinasi dimasa lampau Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia, hingga biakan darah mungkin negatif. d. Pengobatan dengan obat antimikroba Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada seseorang yang pernah tertular salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu : a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman). c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uji Widal Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pasien a. Keadaan umum. Gizi buruk menghambat pembentukan antibodi.

98 8 b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit. Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah pasien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam penyakit. c. Pengobatan dini dengan antibiotik. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengobatan dini dengan obat antimikroba menghambat pembentukan antibodi, tetapi peneliti-peneliti lain menentang pendapat ini. d. Penyakit-penyakit tertentu Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. e. Obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid. Obat-obat ini menghambat pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. f. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa. Pada seorang yang divaksinasi, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seorang yang pernah divaksinasi kurang kurang mempunyai nilai diagnostik. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun dengan titer rendah. Di daerah endemik tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang sehat. h. Reaksi anamnestik. Reaksi anamnestik adalah keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap S.typhi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan demam tifoid pada seseorang yang pernah divaksinasi atau ketularan salmonella di masa lalu.

99 9 Faktor-faktor teknis a. Aglutinasi silang. Karena beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan denga uji Widal. b. Konsentrasi suspensi antigen. Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji Widal akan mempengaruhi hasilnya. c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Ada peneliti yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspense antigen dari strain salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain. 2.8 Diagnosis Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1:320 atau titer antibodi H 1:640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif (Aru, 2006). 2.9 Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam: Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perforasi usus 3) Ileus paralitik

100 Komplikasi ekstraintestinal a. Komplikasi kardiovaskular; kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis. b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. c. Komplkasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis. d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolesistisis e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, psikosis, sindrom Guillain-Barre, dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi, Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia beratdan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: Pemberian antibiotik Antibiotik yang dapat digunakan untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman adalah : a. Kloramfenikol; dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon. b. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

101 11 c. Ampisilin/Amoksisilin; Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara dosis mg/kgbb sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisilin atau amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari. d. Kotrimoksazol; Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet sehari (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol, 80 mg trimetoprim, diberikan selama 2 minggu pula). e. Sefalosporin generasi II dan III. Di Subbagian Penyakit Tropik dan Infeksi FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada umumnya mengalami reda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah: - Seftriakson 4g/hari selama 3 hari f. Fluorokuinolon Fluorokuinolon efektif untuk demam tifoid, salah satu obat yang digunakan adalah: 1) Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari 2) Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari 3) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari 4) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari 5) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari Kombinasi Obat Antimikroba Pengobatan demam tifoid dengan kombinasi obat-obat antimikroba tersebut diatas tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengobatan dengan obat antimikroba tunggal, baik dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam maupun dalam hal menurunkan angka kejadian kekambuhan dan angka kejadian pengekskresian kuman waktu penyembuhan.

102 12 Obat-obat simtomatik a. Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada pada setiap pasien demam tifoid, karena tidak banyak berguna. b. Kortikosteroid Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan pedarahan intestinal dan relaps Istirahat dan perawatan professional Untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatanyang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekuibitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin Diet dan terapi penunjang (simptomatis dan suportif) Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Pemeberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostatis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal.

103 13 Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotic maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan diatas Demam Tifoid pada Wanita Hamil Tidak semua antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan tifoid pada wanita hamil. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun, pada kehamilan lebih lanjut, tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan. Antibiotik yang aman bagi kehamilan adalah golongan penisilin (ampicillin, amoksisillin) dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut Prognosis Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6%, dan pada orang dewasa7,4%, rata-rata 5,7% Obat Yang Biasa Digunakan (McEvoy, 2004) Kloramfenikol a. Farmakologi: Kloramfenikol merupakan antimikroba berspektrum luas yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Mekanisme kerjanya adalah Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S sehingga menghambat pemebentukan rantai peptide.

104 14 b. Indikasi: Sebagai terapi pilihan utama untuk pengobatan tifus dan paratifus. Untuk infeksi-infeksi berat yang disebabkan oleh: - Salmonella sp. - H. influenzae (terutama infeksi meningeal) - Rickettsa - Limphogranuloma - Psittachosis - Gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis. c. Kontra Indikasi: - Penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol - Penderita gangguan fungsi hati yang berat - Penderita gangguan fungsi ginjal yang berat d. Dosis dan Cara Pemberian: - Dewasa, anak-anak dan bayi berumur di atas 2 minggu: 50 mg/kg BB sehari dibagi menjadi 3-4 dosis. - Bayi berumur di bawah 2 minggu: 25 mg/kg BB sehari dibagi menjadi 4 dosis. e. Peringatan dan Perhatian: - Tidak dianjurkan penggunaan untuk wanita hamil dan menyusui karena keamanannya belum dapat dipastikan. - Pada pemakaian jangka panjang perlu dilakukan pemeriksaan hematologi secara berkala. - Hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya, kecuali bila ada kemungkinan infeksi berat. - Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya superinfeksi oleh bakteri dan jamur. - Hati-hati bila dipergunakan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, bayi yang lahir prematur dan bayi baru lahir (2 minggu pertama). - Tidak untuk pencegahan infeksi, pengobatan influenza, batuk dan pilek. f. Efek Samping: - Diskrasia darah terutama anemia aplastik yang dapat menjadi serius dan fatal. - Gangguan gastrointestinal misalnya: mual, muntah, diare.

105 15 - Reaksi hipersensitif, misalnya: anafilaktik dan urtikaria. - Sindroma Grey pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur. g. Interaksi Obat: Kloramfenikol menghambat biotransformasi senyawa lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosoma hati seperti dikumarol, fenitoin, tolbutamida dan turunan sulfonylurea lainnya. h. Penyimpanan: Simpan pada suhu kamar (di bawah 30 derajat Celsius) Thiamfenikol a. Farmakologi : - Thiamphenicol adalah antibiotika sintetik dengan spektrum luas (broadspectrum) dan mempunyai aktivitas bakteriostatik yang kuat, tapi pada dosis tinggi juga bekerja sebagai bakterisida - Thiamphenicol bekerja dengan menghambat sintesa protein bakteri dan dalam sistem sel bebas dengan menekan aktivitas enzim peptidil tranferase yang mengkatalisa pembentukan ikatan peptida protein bakteri - Masa paruh Thiamphenicol kira-kira 2-3 jam, setelah 24 jam pemberian Thiamphenicol oral, kira-kira 80% - 90% telah diekskresi melalui ginjal sebagian besar dalam bentuk tak berubah - Thiamphenicol dapat diabsorbsi dengan cepat melalui saluran pencernaan dan berdifusi ke dalam jaringan tubuh dengan baik termasuk kantung empedu dan cairan serebrospinal melebihi antibiotika lainnya b. Indikasi Sebagai pilihan utama untuk pengobatan thyphus atau parathypus Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh - Salmonella spp - H. influenzae (terutama meningitis meningeal) - Ricketsia - Lymphogranuloma-psithacosis - Gram negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis

106 16 c. Dosis : Dewasa : Infeksi saluran pernafasan atas : 500 mg, 3 kali sehari selama 5 hari Infeksi saluran kemih : 500 mg, 4 kali sehari selama 5 hari Infeksi saluran cerna : 500 mg, 3 kali sehari minimum selama 5 hari Anak-anak : mg/kgbb/hari atau menurut petunjuk dokter d. Kontra Indikasi : - Penderita yang hipersensitif terhadap Thiamphenicol - Penderita dengan gangguan faal hati yang berat dan anuria - Jangan digunakan untuk pencegahan infeksi, atau untuk mengobati influenza, batuk-pilek, atau infeksi tenggorokan Ampisilin a. Farmakologi : Ampisilin adalah derivat penisilin semi sintetik yang bersifat bakterisida yang bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri. Ampisilin aktif terhadap bakteri Gram-positif (Streptococcus faecalis, Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus haemolyticus) dan bakteri Gram-negatif (Haemophilus influenzae, Salmonella sp., Neisseria gonorrhoeae, Proteus mirabillis). b. Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan/atau Gram-negatif yang peka terhadap ampisilin : - Infeksi saluran nafas, bronkopneumonia, otitis media. - Infeksi saluran kemih seperti pielonefritis akut dan kronik, sistitis. - Gonore yang tidak berkomplikasi. - Infeksi alat kelamin wanita, pelvis kecil seperti : aborsi septis, adneksitis, endometritis, parametritis, pelviperitonitis, demam puerperal. - Infeksi saluran pencernaan seperti shigellosis dan salmonelosis. - Ampisilin injeksi untuk meningitis. - Kontra Indikasi : - Pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin dan turunannya.

107 17 - Pada infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil enzim penisilinase. e. Dosis : - Dewasa : 2 12 g/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 8 jam. - Anak : mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 6 8 jam. Untuk meningitis sampai 400 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 4 jam. - Anak > 2 kg : 100 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Untuk meningitis : 200 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. - Anak usia lebih dari 7 hari dengan berat badan 1,2 2 kg : 75 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Untuk meningitis : 150 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. f. Efek Samping : - Reaksi alergi : urtikaria dan ruam kulit lainnya. - Gastrointestinal : glositis stomasitis, mual, muntah, diare dan kolitis pseudomerabran. - Sistem hematopoietik : anemia, trombositopenia, eosinofilia, leukopenia, agranulositosis. g. Peringatan dan Perhatian : - Tablet ampisilin sebaiknya diminum dengan air yang cukup, 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. - Kemungkinan timbul superinfeksi yang disebabkan oleh Candida, Enterobacter, Pseudomonas pada pemakaian jangka lama dan dosis tinggi. - Hati hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui karena keamanan penggunaannya belum diketahui dengan pasti. - Penggunaan ampisilin agar segera dihentikan bila terdapat efek samping. - Pemeriksaan fungsi hati, ginjal dan darah agar dilakukan secara periodik pada penggunaan jangka panjang. h. Interaksi Obat : - Penggunaan bersama dengan allopurinol akan meningkatkan kemungkinan reaksi hipersensitivitas. - Penggunaan dengan kontrasepsi oral akan menurunkan efektivitas dari kontrasepsi oral.

108 18 - Penggunaan dengan probenesid dapat meningkatkan dan memperpanjang kadar ampisilin dalam darah Ciprofloxacin a. Farmakologi : Ciprofloxacin(1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1piperazinyl- 3 quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine. b. Indikasi: Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap ciprofloxacin, antara lain pada : - Saluran kemih termasuk prostatitis. - Uretritis dan serpisitis gonore. - Saluran cerna, termasuk demam thyfoid dan parathyfoid. - Saluran nafas, kecuali pneumonia dan streptococus. - Kulit dan jaringan lunak. - Tulang dan sendi. c. Dosis : Untuk infeksi saluran kemih : - Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari - Berat : 2 x 500 mg sehari - Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari Untuk infeksi saluran cerna : - Ringan / sedang / berat : 2 x 250 mg sehari Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak : - Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari

109 19 - Berat : 2 x 750 mg sehari - Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari - Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus diberikan sehari sekali atau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari. - Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit. - Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang. d. Efek samping : Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain: - Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut - Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia - Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria - Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah mengalami kerusakan hati. - Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter e. Kontra Indikasi: - Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat quinolone lainnya - Tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui,anak-anak pada masa pertumbuhan,karena pemberian dalam waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan. - Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut - Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag risiko efek sampingnya. f. Peringatan dan perhatian : - Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus ditelan dengan cairan

110 20 - Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal (lihat keteranga pada dosis ) - Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan - Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin Cefixime a. Farmakologi Aktivitas antibakteri Cefixime bersifat bakterisid dan berspektrum luas terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif, seperti sefalosporin oral yang lain, cefixime mempunyai aktivitas yang poten terhadap mikroorganisme gram positif seperti streptococcus sp., Streptococcus pneumoniae, dan gram negatif seperti Branhamella catarrhalis, Escherichia coli, Proteus sp., Haemophilus influenza dan jau lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae. Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis dinding sel. Cefixime memiliki afinitas tinggi terhadap penicillin-binding-protein (PBP) 1 (1a, 1b, dan 1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang bervariasi tergantung jenis organismenya. Cefixime stabil terhadap β-laktamase yang dihasilkan oleh beberapa organisme, dan mempunyai aktivitas yang baik terhadap organisme penghasil β-laktamase. b. Farmakokinetika: Konsentrasi dalam serum. Pemberian per oral dosis tunggal 50,100 atau 200 mg (potensi) cefixime pada orang dewasa sehat dalam keadaan puasa, kadar puncak serum dicapai setelah 4 jam pemberian yaitu masing-masing 0,69; 1,13; dan 1,95 μg/ml. Waktu paruh serum adalah 2,3-2,5 jam. Pemberian per oral dosis tunggal 1,5; 3,0; atau 6,0 mg (potensi)/kg cefixime pada penderita pediatrik dengan fungsi ginjal normal, kadar puncak serum dicapai setelah 3-4 jam pemberian yaitu masingmasing 1,14; 2,01; dan 3,97 μg/ml. Waktu paruh serum adalah 3,2-3,7 jam. Distribusi (penetrasi ke dalam jaringan) Penetrasi ke dalam sputum, tonsil, jaringan maxillary sinus mucosal, otorrhea, cairan empedu dan jaringan kandung empedu adalah baik.

111 21 Metabolisme Tidak ditemukan adanya metabolit yang aktif sebagai antibakteri di dalam serum atau urin. Eliminasi Cefixime terutama diekskresikan melalui ginjal. Jumlah ekskresi urin (sampai 12 jam) setelah pemberian oral 50,100 atau 200 mg (potensi) pada orang dewasa sehat dalam keadaan puasa kurang lebih 20-25% dari dosis yang diberikan. Kadar puncak urin masing-masing 42,9; 62,2 dan 82,7 μg/ml dicapai dalam 4-6 jam setelah pemberian. Jumlah ekskresi urin (sampai 12 jam) setelah pemberian oral 1,5; 3,0; atau 6,0 mg (potensi)/kgbb pada penderita pediatrik dengan fungsi ginjal yang normal kurang lebih 13-20%. c. Indikasi : Cefixime diindikasikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme sebagai berikut : - Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Escherichia coli dan Proteus mirabilis. - Otitis media yang disebabkan oleh Haemophillus influenzae (beta laktamase strain positif dan negatif), Moraxella (Branhamella) catarrhalis (umumnya yang termasuk beta-laktamase strain positif) dan Streptococcus pyogenes. - Faringitis dan tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. - Bronkitis akut dan bronkitis kronik eksaserbasi akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae (beta-laktamase strain negatif dan positif). - Pengobatan demam tifoid pada anak dengan multi-resisten terhadap pengobatan standar. d. Dosis : Dosis disesuaikan dengan umur, berat badan dan kondisi pasien. - Dewasa dan anak BB 30 kg : mg, 2 kali sehari. Pada infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 200 mg, 2 kali sehari.

112 22 - Cefixime suspensi 100 mg : dosis anak adalah 1,5 3 mg/kg BB, 2 kali sehari. Untuk infeksi yang berat atau dapat berinteraksi, dosis dapat ditingkatkan menjadi 6 mg, 2 kali sehari. - Pada anak-anak, otitis media harus diobati dengan sediaan suspensi. Studi klinik pada otitis media menunjukkan bahwa pada pemberian dosis yang sama, sediaan suspensi memberikan hasil kadar puncak dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan tablet. Oleh karena itu pada pengobatan otitis media pengobatan dengan sediaan suspensi tidak boleh diganti dengan sediaan tablet. - Demam tifoid pada anak-anak : mg/kg BB/hari selama 2 minggu. - Pasien dengan kerusakan fungsi ginjal memerlukan modifikasi dosis tergantung pada tingkat kerusakan. Apabila bersihan kreatinin antara ml/min atau pasien mendapat terapi hemodialisa, dosis yang dianjurkan adalah 75% dari dosis standar (misalnya 300 mg sehari). Apabila bersihan kreatinin kurang dari 20 ml/min atau pasien mendapat terapi rawat jalan peritonial dialisa berkelanjutan, dosis yang dianjurkan adalah 50% dari dosis standar (misalnya 200 mg perhari). - Pada kasus overdosis : Lakukan pengosongan lambung karena tidak ada antidot yang spesifik. Cefixime tidak dapat dihilangkan dari sirkulasi dalam jumlah yang signifikan oleh proses hemodialisa atau peritoneal dialisa. e. Efek samping: Shock Perhatian yang cukup sebaiknya dilakukan karena gejala-gejala shock kadang-kadang bisa terjadi. Jika beberapa tanda atau gejala seperti perasaan tidak enak, rasa tidak enak pada rongga mulut, stridor, dizziness, defekasi yang tidak normal, tinnitus atau diaphoresis; maka pemakaian sediaan ini harus dihentikan. Hipersensitivitas Jika tanda-tanda reaksi hipersensitivitas seperti rash, urtikaria, eritema, pruritus atau demam maka pemakaian sediaan ini harus dihentikan dan sebaiknya dilakukan penanganan lain yang lebih tepat.

113 23 Hematologik Granulositopenia atau eosinophilia jarang terjadi. Kadang-kadang thrombocytopenia dapat terjadi. Pemakaian sediaan ini sebaiknya dihentikan bila ditemukan adanya kelainan-kelainan ini. Dilaporkan bahwa terjadi anemia hemolitik pada penggunaan preparat cefixime lainnya. Hepatik Jarang terjadi peningkatan GOT, GPT atau alkaline phosphatase. Renal Pemantauan fungsi ginjal secara periodik dianjurkan karena gangguan fungsi ginjal seperti insufisiensi ginjal kadang-kadang dapat terjadi. Bila ditemukan adanya kelainan-kelainan ini, hentikan pemakaian obat ini dan lakukan penanganan lain yang lebih tepat. Saluran Cerna Kadang-kadang terjadi kolitis seperti kolitis pseudomembranosa, yang ditunjukkan dengan adanya darah di dalam tinja. Nyeri lambung atau diare terus menerus memerlukan penanganan yang tepat, jarang terjadi muntah, diare, nyeri lambung, rasa tidak enak dalam lambung, heartburn atau anoreksia, nausea, rasa penuh dalam lambung atau konstipasi. Pernafasan Kadang-kadang terjadi pneumonia interstitial atau sindroma PIE, yang ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala demam, batuk, dyspnea, foto rontgen thorax yang tidak normal dan eosinophilia, ini sebaiknya hentikan pengobatan dengan obat ini dan lakukan penanganan lain yang tepat seperti pemberian hormon adrenokortikal. Perubahan flora bacterial Jarang terjadi stomatitis atau kandidiasis. Defisiensi vitamin Jarang terjadi defisiensi vitamin K (seperti hipoprotrombinemia atau kecenderungan pendarahan) atau defisiensi grup vitamin B (seperti glositis, stomatitis, anoreksia atau neuritis).

114 24 Lain-lain - Jarang terjadi sakit kepala atau dizziness. - Pada penelitian terhadap anak tikus yang diberi mg/kgbb.hari secara oral, dilaporkan adanya penurunan spermatogenesis. Pengaruh terhadap tes laboratorium Dapat terjadi hasil false positive pada penentuan kadar gula urin dengan menggunakan larutan Benedict, larutan Fehling dan Clinitest. Tetapi dengan tes-tape tidak terjadi false positive. Dapat terjadi positive direct Coombs test. f. Peringatan dan perhatian: Perhatian umum Hati-hati terhadap reaksi hipersensitif, karena reaksi-reaksi seperti shock dapat terjadi. - Sediaan ini sebaiknya jangan diberikan kepada penderita-penderita yang masih dapat diobati dengan antibiotika lain, jika perlu dapat diberikan dengan hati-hati. Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap bahan-bahan dalam sediaan ini atau dengan antibiotika cefixime lainnya. - Cefixime harus diberikan dengan hati-hati kepada penderita, antara lain sebagai berikut: - Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap penisilin. - Penderita dengan riwayat personal atau familial terhadap berbagai bentuk alergi seperti asma bronkial, rash, urtikaria. - Penderita dengan gangguan fungsi ginjal berat. - Penderita dengan nutrisi oral rendah, penderita yang sedang mendapatkan nutrisi parenteral, penderita lanjut usia atau penderita yang dalam keadaan lemah. Observasi perlu dilakukan dengan hati-hati pada penderita ini karena dapat terjadi defisiensi vitamin K. - Penggunaan selama kehamilan Keamanan pemakaian cefixime selama masa kehamilan belum terbukti. Sebaiknya sediaan ini hanya diberikan kepada penderita yang sedang hamil atau wanita yang hendak hamil, bila keuntungan terapetik lebih besar dibanding risiko yang terjadi.

115 25 - Penggunaan pada wanita menyusui Belum diketahui apakah cefixime diekskresikan melalui air susu ibu. Sebaiknya tidak menyusui untuk sementara waktu selama pengobatan dengan obat ini. - Penggunaan pada bayi baru lahir atau bayi prematur Keamanan dan keefektifan penggunaan cefixime pada anak-anak dengan usia kurang dari 6 bulan belum dibuktikan (termasuk bayi baru lahir dan bayi prematur). g. Penyimpanan: Simpan di tempat kering pada suhu o C.

116 BAB 3 METODE PENELITIAN Metode yang diambil dalam penulisan tugas laporan ini adalah Studi Literature. Dengan memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Langkah yang dilakukan adalah : 1. Mengidentifikasikan teori secara sistematis 2. Penemuan pustaka 3. Analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topic penelitian. 26

117 BAB 4 KAJIAN RESEP 4.1 Resep Obat R/ Chloramfenicol Syr I Ampicillin Vit. B Complex Tab Dexamethasone Tab 1500 mg IV IV S 4 dd 10 ml R/ Paracetamol Syr No. II S 3 dd 10 ml R/ Biolysin Syr No. I S 2 dd 1 C Pro Umur : An. Rojan : 6,5 tahun 4.2 Monografi Obat Kloramfenikol a. Sebagai terapi pilihan utama untuk pengobatan tifus dan paratifus. Untuk infeksi-infeksi berat yang disebabkan oleh: - Salmonella sp. - H. influenzae (terutama infeksi meningeal) b. Efek samping kloramfenikol yaitu dapat menyebabkan Ddiskrasia darah terutama anemia aplastik yang dapat menjadi serius dan fatal, gangguan gastrointestinal misalnya: mual, muntah, diare, reaksi hipersensitif, misalnya: anafilaktik dan urtikaria, Sindroma Grey pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur. 27

118 28 c. Dosis untuk anak 50 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi 3-4 kali pemberian per hari Ampicillin a. Untuk pengobatan Infeksi saluran pernafasan,seperti pneumonia faringitis, bronkitis, laringitis, infeksi saluran pencernaan, seperti shigellosis, salmonellosis, infeksi saluran kemih dan kelamin, seperti gonore (tanpa komplikasi), uretritis, sistitis, pielonefritis, infeksi kulit dan jaringan kulit, septikemia, dan meningitis b. Efek Samping yang terjadi pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan. Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3-5 hari setelah pengobatan dihentikan. Gangguan pada saluran pencernaan seperti glossitis, stomatitis, mual, muntah, enterokolitis, kolitis pseudomembran. Pada penderita yang diobati dengan Ampisilina, termasuk semua jenis penisilina dapat timbul reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiform. Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral. c. Dosis dewasa dan anak-anak dengan berat badan lebih dari 20 kg : - Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : mg setiap 6 jam. - Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : 500 mg setiap 6 jam. Untuk Anak-anak dengan berat badan 20 kg atau kurang: - Infeksi saluran pernafasan, kulit dan jaringan kulit : mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi setiap 6 jam. - Infeksi saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin : mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi setiap 6 jam.

119 Vitamin B Complex Untuk mencegah dan mengobati kekurangan vitamin B complex. Mensuplai kebutuhan vitamin B complex yang penting untuk metabolisme kabohidrat dan protein dalam tubuh, serta untuk merangsang pertumbuhan bagi anak-anak Dexamethasone a. Untuk terapi alergi & keadaan peradangan yang memberikan respon terhadap terapi kortikosteroid. b. Pengobatan dexamethasone yang berkepanjangan dapat mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein, osteoporosis dan penghambatan pertumbuhan anak, dapat terjadinya penimbunan garam, air dan kehilangan potassium namun jarang terjadi bila dibandingkan dengan beberapa glucocorticoid lainnya., serta penambahan nafsu makan dan berat badan lebih sering terjadi. c. Dosis anak-anak : < 1 tahun : 0,1 0,25 mg 6 5 tahun : 0,25 1 mg 6 12 tahun : 0,25 2 mg Parasetamol a. Parasetamol diindikasikan untuk meringankan rasa sakit pada sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan demam b. Efek Samping yang dapa terjadi yaitu mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan, penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati, dapat terjadinya reaksi hipersensitivitas/alergi seperti ruam, kemerahan kulit, bengkak di wajah (mata, bibir), sesak napas, dan syok. c. Dosis : 6-12 tahun : 2-4 sendok teh atau mg, tiap 4-6 jam.

120 Biolysin Syrup a. Berkhasiat untuk : - Memenuhi kebutuhan gizi anak - anak yang makanannya tidak mencukupi untuk pertumbuhan secara normal. - Meningkatkan daya tahan tubuh pada anak - anak. - Memulihkan kesehatan setelah sembuh dari sakit / operasi. - Merangsang nafsu makan. b. Dosis : > 1 tahun : 1 sendok takar sehari

121 BAB 5 PEMBAHASAN Apotek selain sebagai penyalur sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat juga sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian oleh seorang apoteker. Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai kondisi penyakit. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang, memiliki prevalensi yang tinggi dan juga membahayakan jiwa. Peran aktif apoteker diantaranya yaitu melakukan upaya pencegahan penyakit. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui pemberian penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit meliputi; gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus dilakukan, pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit dalam rangka edukasi di atas. Selain itu, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dilakukan dengan cara: memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani, menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya, melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat. Pemberian informasi dan edukasi kepada pasien sangat penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penanganan penyakit. Maka, apoteker harus paham mengenai patofisiologi, farmakoterapi, farmakologi obat-obat yang digunakan pada penyakit demam tifoid, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam pemberian konseling kepada pasien, memiliki ketrampilan dalam mencari sumber literatur untuk Pelayanan Informasi Obat penyakit demam tifoid, monitoring terapi pengobatan yang telah dilakukan dan kemungkinan terjadinya efek samping obat, memiliki kemampuan menginterprestasikan hasil laboratorium. 31

122 32 Salah satu penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia adalah demam tifoid. Demam tifoid bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan kematian, maka perlu dilakukan edukasi agar masyarakat paham bagaimana penanganan dan pencegahan demam tifoid. Penyakit tifus atau Typhoid fever, sering disebut juga dengan enteric fever, bilious fever atau Yellow Jack, disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi dan paratyphi. Salmonella typhi merupakan kuman gram negatif berbentuk batang memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit, yang hanya ditemukan pada manusia. Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae yang biasanya hidup di dalam air. Kuman ini akan mati bila air dipanaskan hingga 100 derajat celcius. Apabila kuman ini masuk dalam jumlah besar ke tubuh maka seseorang yang daya tahan tubuhnya tidak baik, maka dapat terserang penyakit Tifus. Demam tifoid atau tifus terjadi apabila seseorang terinfeksi kuman Salmonella, yang umumnya melalui makanan atau minuman yang tercemar dan banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Apabila jumlah kuman yang masuk ke tubuh cukup untuk menimbulkan infeksi, kuman akan menempel pada saluran cerna kemudian berkembang biak. Kuman Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau minuman yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman berkembangbiak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia kedua). Kuman melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (pembawa). Gejala yang khas pada tifus adalah demam. Demam pada tifus umumnya memiliki pola khusus, dengan suhu yang meningkat sangat tinggi (mencapai 40ºC

123 33 atau lebih) naik dan turun; dan umumnya meningkat pada sore dan malam hari. Demam adalah kondisi, di mana suhu badan naik di atas normal. Jika seseorang terserang demam, berarti di dalam tubuh sedang berlangsung pertempuran antara sistem pertahanan tubuh melawan penyakit. Umumnya, demam merupakan manifestasi atau gejala dari suatu penyakit akibat infeksi bakteri, virus atau parasit. Demam merupakan bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh, melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada manusia, hidup subur pada suhu 37 derajat Celcius. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat, dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, untuk membuat lebih banyak sel darah putih, membuat lebih banyak antibodi dan zat-zat lain untuk melawan infeksi. Gejala lainnya dari tifus yaitu terjadi gastro enteritis serta diare tanpa disertai darah atau sulit buang air besar, mual, muntah dan sakit kepala. Sedikit diantaranya menunjukkan adanya spot atau bercak dengan warna merah. Ada juga yang terinfeksi, akan tetapi tidak menunjukkan gejala, penderita ini disebut dengan asymptomatic carrier dari tifus. Carier atau pembawa dapat menularkan infeksi ini pada orang lain. Biasanya pasien akan bingung membedakan antara demam akibat demam tifoid dengan demam yang disebabkan oleh demam berdarah. Kita sebagai apoteker perlu menjelaskan perbedaan tersebut dengan melihat gejala dari masingmasing penyakit agar tidak terjadi kesalahan dalam pengobatan dan penanganan. Pola demam yang disebabkan demam berdarah umumnya meningkat mendadak,dengan suhu sangat tinggi,dan demam akan turun secara cepat di hari ke-5 atau 6. Pada pasien demam dengue pada hari sebelumnya masih terlihat sehat lalu pada malam harinya bisa mendadak demam tinggi. Sedangkan pasien tifoid atau tifus biasanya hari sebelumnya sudah merasa meriang dan makin lama demamnya makin tinggi. Demam berdarah disertai tanda perdarahan seperti: petekie (bintik merah pada kulit), mengalami nyeri di ulu hati, termasuk mual pada bagian atas antara pusar dan ulu hati, epistaksis (mimisan), atau buang air besar berdarah (melena). Pada hasil pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia), sedangkan kadar hematokrit meningkat

124 34 (hemokonsentrasi) dan hasil tes serologis positif antigen virus  dengue. Biasanya kadar trombosit penderita DB baru akan turun pada hari ke-2 sampai 5. Sedangkan demam pada penderita tifus akan datang secara perlahan. Di siang hari penderita bisa terlihat segar namun di sore dan malam hari demam akan mulai muncul. Suhu tubuh di hari pertama bisa saja hanya menunjukkan derajat Celsius, namun makin hari akan semakin tinggi. Panas badan pada penderita tifus bisa lebih dari 7 hari disertai dengan gejala mual, muntah, diare ataupun sembelit. Pada hari ke-3 atau ke-4, penderita baru terlihat sakit karena setelah jam kuman telah mencapai organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Di hari ke-7 suhu tubuh penderita bisa mencapai 40 derajat Celsius. Bilamana demam sudah berlangsung lebih dari 7 hari, sangat mungkin demam disebabkan oleh tifus dan bukan demam berdarah. Pada minggu pertama demam tifus, kenaikan temperatur demam sangat perlahan, yang diikuti dengan bradikardia yaitu denyut jantung kurang dari 60 per menit, sakit kepala, dan batuk. Selain itu, dapat terjadi epistaksis atau mimisan yang muncul pada seperempat kasus dan juga timbul rasa sakit pada daerah perut. Adanya bakteri ini pada darah menyebabkan leukopenia (turunnya jumlah granul eosinofil darah) dan limfositosis (meningkatnya jumlah limfosit pada darah). Bila sudah diketahui gejalanya maka pasien dapat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada minggu pertama. Untuk mendiagnosis penyakit tifus biasanya yaitu dengan melakukan Tes Widal. Test widal adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji widal positif menunjukkan adanya zat anti (antibodi) terhadap kuman Salmonella. Uji widal positif menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe tertentu. Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid, tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus; uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Sebaliknya, seorang tanpa gejala, dengan uji widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. Beberapa hal yang sering disalahartikan dari pemeriksaan widal adalah: Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella. Pemeriksaan widal

125 35 yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif, dianggap masih menderita tifus: Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji widal tetap positif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai. Hasil uji negatif dianggap tidak menderita tifus: Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah infeksi. Karena itu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering kali hasilnya masih negatif dan baru akan positif bilamana pemeriksaan diulang. Dengan demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat menyimpulkan bahwa pasien menderita tifus. Pada minggu kedua, dari masa infeksi, akan terjadi panas yang tinggi yang terkadang disebut dengan nervous fever dan bradikardia yang disebut dengan Sphygmo-thermic dissociation. Terkadang muncul bercak merah pada daerah di bawah dada dan daerah perut, di mana hal ini hanya terjadi pada 1/3 dari pasien yang menderita tifus. Pada minggu kedua ini juga bisa terjadi diare enam hingga delapan kali perhari, dengan warna kehijauan dan bau yang khas, akan tetapi konstipasi juga bisa terjadi. Kadang terdengar suara dari perut yang diakibatkan oleh pergerakan gas di dalam intestin yang disebut dengan Borborygmus. Pembesaran hati akan terjadi jika telah maemasuki minggu kedua ini. Pada tahap inilah tes Widal dapat menunjukkan hasil yang positif. Bila penyakit tifus dibiarkan terlalu lama, maka akan dikhawatirkan terjadinya komplikasi yaitu terjadinya pendarahan pada daerah Payer s patches yang serius tapi tidak fatal. atau peradangan pada daerah peritonium yang merupakan membran pada daerah perut, enchephalitis yaitu terjadi inflamasi akut pada otak akibat infeksi bakteri ataupun virus. Untuk mencegah terjadinya komplikasi dan agar penyakit tipes tidak menjadi lebih parah, maka perlu dilakukan perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid yang bertujuan untuk menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, serta mencegah agar tidak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,

126 36 faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Tahap pertama dalam pengobatan tipes yaitu menurunkan demam terlebih dahulu. Demam sebaiknya jangan dibiarkan terlalu lama dan harus cepat diturunkan, agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Untuk menurunkan demam dapat diberikan dengan obat penurun panas (antipiretik) misalnya parasetamol atau ibuprofen. Parasetamol bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin, sehingga terjadi penurunan suhu tubuh. Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing, diperlukan juga pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman Salmonella typhi dengan menggunakan antibiotik. Pemberian antibiotik diberikan atas petunjuk dokter setelah hasil diagnosa penyakit sudah diketahui. Antibiotik yang biasanya digunakan yaitu ampisilin, kotrimoksasol, kloramfenikol, thiamfenicol, ceftriaxone, dan fluorokuinolon (ciprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, dan fleroksasin). Jika tidak dilakukan pengobatan, panas dapat berlangsung selama tiga minggu hingga satu bulan dan dapat berakhir pada kematian. Penggunaan antibiotik perlu diperhatikan agar tidak terjadi resistensi, yaitu tidak menghentikan penggunaan antibiotik sampai satu kali resep yang telah diberikan habis. Terapi antimikroba merupakan terapi kausal yang perlu diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat untuk mencegah kegagalan pengobatan dan kemungkinan terjadinya relaps dan karier. Untuk terapi lini pertama yang biasa digunakan yaitu kloramfenikol dengan dosis 1 gram dalam 4 dosis terbagi pada hari pertama dan dilajutkan 2 g per hari pada hari berikutnya selama 14 hari. Alternatif lain selain kloramfenikol, yaitu dengan memberikan tiamfenikol dengan dosis 4 x 500 mg, kotrimoksazol (2 x 2 tablet untuk 2 minggu), ampisilin atau amoksisilin ( mg/kgbb selama 2 minggu), golongan sefalosporin generasi III seperti seftriakson 3-4 gram perhari, dan golongan fluorokuinolon seperti ciprofloxcacin 2 x 500 mg/hari untuk 6 hari. Pemberian regimen golongan ciprofloxcacin atau sefalosporin apabila bakteri

127 37 Salmonella typhi telah resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksazol. Selain itu, pada kasus demam tifoid yang berat dengan penurunan kesadaran atau toksik (disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau pasien yang mengalami renjatan septik, diperlukan terapi suportif yang intensif dan adekuat mencakup terapi cairan, nutrisi, oksigenasi serta pemberian kortikosteroid. Regimen yang dapat diberikan adalah deksamethasone dengan dosis 3x5 mg selama 3-5 hari. Salah satu contoh resep yang dikeluarkan oleh dokter untuk mengobati demam tifoid yaitu dengan menggunakan kombinasi Kloramfenikol dan Ampisilin. Resep tersebut ditujukan untuk anak berusia 6,5 tahun. Pada resep tersebut terdapat obat racikan yang mengandung Kloramfenikol suspensi I botol, Ampisilin tablet 1500 mg, Vitamin B complex 4 tablet dan Dexamethasone 4 tablet. Obat Ampisilin, Vitamin B complex dan Dexamethasone digerus bersamaan kemudian dicampurkan dengan suspensi Kloramfenikol. Sediaan obat tersebut dibuat secara triplo dengan dosis yang diberikan yaitu 4 kali sehari 10 ml. Selain obat racikan tersebut ada juga Parasetamol sirup yang berfungsi untuk menurunkan demam. Dosis Parasetamol yang diberikan yaitu 3 kali sehari 10 ml. Sedangkan untuk multivitaminnya dokter memberikan Biolysin sirup. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesa protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman. Hanya dalam beberapa jam setelah pemberian kloramfenikol, salmonella menghilang dari sirkulasi. Perbaikan klinis biasanya tampak dalam 2 hari dan demam turun dalam 3-5 hari. Sedangkan ampisilin merupakan derivat penisilin semi sintetik yang bersifat bakterisida yang bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri. Penggunaan kedua antibiotik ini ditujukan untuk terapi pengobatan demam tifoid, dosis yang digunakan sudah sesuai yaitu Kloramfenikol 250 mg dan Ampicillin 250 mg. Dexamethasone digunakan untuk terapi alergi & keadaan peradangan yang memberikan respon terhadap terapi kortikosteroid. Deksametasone adalah

128 38 glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametasone bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi Deksametasone dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Dosis yang digunakan sudah sesuai yaitu 0,3 mg untuk 1 kali pemakaian. Selain itu pasien juga mendapatkan Sirup Parasetamol, Parasetamol diindikasikan untuk menurunkan demam. Parasetamol menurunkan demam dengan cara menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus. Dosis yang diberikan sudah sesuai yaitu 250 mg untuk 1 kali pemakaian. Selain terapi pengobatan, dokter juga meresepkan terapi penunjang yaitu dengan memberikan Vitamin B complex dan Biolysin Sirup. Vitamin B kompleks memiliki 8 unsur utama yaitu B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, dan B12. Fungsi vitamin B complex adalah untuk mengubah makanan menjadi tenaga. Anak kecil umumnya melakukan lebih banyak kegiatan fisik, karenanya mereka mebutuhkan lebih banyak tenaga. Selain itu, vitamin B kompleks juga berfungsi membantu membawa oksigen ke seluruh tubuh, juga ke otak. Kurangnya sirkulasi oksigen ke otak akan menurunkan konsentrasi. Dengan konsumsi vitamin B kompleks, daya konsentrasi akan meningkat. Biolysin adalah multivitamin yang mengandung 9 macam vitamin essensial dan L-Lysine HCI sebagai asam amino essensial, yang membantu merangsang nafsu makan. L-Lysine HCI, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin C, dan Vitamin D adalah asam amino essensial yang dibutuhkan pada metabolisme protein serta merupakan vitamin yang penting untuk mencegah terjadinya rabun senja,merangsang nafsu makan, berguna untuk metabolisme karbohidrat, lemak serta protein, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu pemulihan kondisi tubuh anak-anak sehabis sakit. Dari beberapa obat tersebut tidak ditemukan adanya interaksi obat yang terjadi. Penatalaksanaan lainnya yaitu dengan cara istirahat dan pemberian nutrisi dengan kecukupan kalori dan protein. Selain itu, penderita demam tifoid juga perlu melakukan diet makanan yaitu dengan cara makan makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin dan protein, tidak memakan makanan yang berserat, tidak

129 39 memakan makanan yang merangsang atau menimbulkan banyak gas, serta memakan makanan yang lunak seperti bubur selama masa penyembuhan. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah komplikasi seperti perdarahan usus atau perforasi usus dan mempercepat penyembuhan karena pada penderita demam tifoid yang terganggu atau yang diserang adalah sistem pencernaannya. Selain itu pasien disarankan untuk mengkonsumsi vitamin seperti Vitamin B kompleks atau suplemen yang bersifat imunomodulator seperti echinaceae. Pemberian vitamin tersebut berguna untuk mempercepat pemulihan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Agar demam tifoid tidak terulang lagi maka dapat dilakukan pencegahan dengan cara penerapan pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan. Pencegahan lain demam tifoid juga dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan (antigen Vi Polysaccharida capular). Pencegahan terhadap kuman Salmonella dapat dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid).

130 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Demam tifoid atau tifus terjadi apabila seseorang terinfeksi kuman Salmonella, yang umumnya memakan makanan atau minuman yang tercemar, serta banyak terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan pada usus halus. b. Gejala demam tifoid yaitu demam pada sore atau malam hari lebih dari 7 hari. Demam akan terus meningkat setiap harinya, disertai dengan gejala hilang nafsu makan, mual, muntah, diare ataupun sembelit. c. Untuk menegakkan diagnosis, pasien dapat melakukan uji laboratorium dengan menggunakan biakan darah dan biakan feses serta dapat dilakukan dengan Tes Widal. d. Untuk menurunkan demamnya pasien dapat diberikan dengan parasetamol. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan antimikroba. Antibiotik yang digunakan sebagai lini pertama yaitu kloramfenikol atau thiamfenicol. Selain antibiotik tersebut ada juga ampisilin, kotrimoksazol, gol. Fluorokuinolon dan gol. Sefalosporin generasi III. e. Penanganan pasien bila menderita demam tifoid 1) Tirah baring (bed rest) 2) Asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi karena demam 3) Makan makanan yang bergizi, rendah lemak dan lunak agar tidak memberatkan kerja usus. 4) Jaga higiene dan kebersihan diri maupun orang yang merawat untuk menghindari penularan f. Monitoring keadaan klinis pasien dan waspadai tanda-tanda perburukan atau komplikasi. g. Pencegahan terjadinya demam typhoid : 1) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air 2) Menyiapkan makanan sendiri 3) Tidak buang air besar sembarangan 40

131 41 4) Memasak makanan terlebih dahulu 5) Mengatur pembuangan sampah 5.2 Saran a. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada masyarakat dengan mengikutsertakan petugas pelayanan kesahatan dan pemerintah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit demam tifoid. b. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi Vitamin B kompleks dan suplemen lainnya yang bersifat imunomodulator seperti echinaceae. c. Meningkatan sanitasi terhadap lingkungan dan hygiene perorangan juga harus lebih diperhatikan dan perlu dilakukan upaya promotif untuk mencegah, mengurangi bahkan menghilangkan kejadian penyakit demam tifoid. d. Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat awam tentang penggunaan obat yan tepat dan rasional.

132 DAFTAR REFERENSI Aru, Sudoyo. (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI. Bhutta ZA. Current Concept in Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever. In : British Medical Journals [online] [cited 11 November 2008]. Available from Brusch, JL. (2010). Typhoid fever. Department of infectious disease and tropical medicine, Diakses dari tanggal 02 Februari Hatta M, Smits HL. (2007). Detection of Salmonella Typhii By Nested Polimerase Chain in Blood, Urine, and Stools Samples. In :American Journal of Hygine and Therapy. Available from Juwono R.. (1996). Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS, Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran. h Kaspan MF, Soejoso DA, Soegijanto S, et al. (1994). Penyakit tropik dan menular: Demam tifoid. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/upf ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. h McEvoy, G. K. (2004). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health System Pharmacists. Parry CM, Hien TT. (2002). Typhoid Fever. In : New England Journal Of Medicine. 347: Available from Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. (1985).Tifus abdominalis. Dalam: Hasan R, Alatas H, Latief A, et al, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Infomedika. h Sukandar, Y.E., dkk. (2008). ISO Farmakoterapi. Penerbit ISFI, Jakarta. 42

133

134 43 Lampiran 1. Contoh resep dokter

135 44 Lampiran 2. Contoh Brosur

136 45 Lampiran 2. Lanjutan

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI-2 JULI 2011 DAN 1 13 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. SULTAN HASANUDDIN NO.42 KEBAYORAN BARU, BLOK M PERIODE 3 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DESY INDRIWINARNI, S.Farm. 1106046780

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68, JAKARTA SELATAN PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PURWINDA HERIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING JL. BOULEVARD GADING TIMUR KAV 6 KOMP SPBU 34 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA PERIODE 1 APRIL 4 MEI 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ROSHAMUR CAHYAN FORESTRANIA,

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV.6 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA PERIODE 8 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 143 JL.MARGONDA RAYA NO. 154 A, DEPOK PERIODE 2 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FAMELLA YULISTIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET JAKARTA SELATAN PERIODE 2 JULI 10 AGUSTUS 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UTAMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 19 JUNI 12 JULI 2013 DAN 29 JULI 19 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK SAMMARIE BASRA JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE MARET 2014 DAN 21 APRIL 12 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK SAMMARIE BASRA JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE MARET 2014 DAN 21 APRIL 12 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JALAN BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 10 29 MARET 2014 DAN 21 APRIL 12 MEI 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NISA YULIANTI SUPRAHMAN 1206313412 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 5 JL. CIKINI RAYA NO. 121 JAKARTA PUSAT PERIODE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NITA KARTIKA, S. Farm. 1206313425 ANGKATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK NINE-EIGHTEEN COMMERCIAL AREA G-02 LOBBY TOWER 1 APARTEMENT CASABLANCA PERIODE 4 AGUSTUS 2014 30 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI-16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JALAN BALAI PUSTAKA TIMUR NO.11 RAWAMANGUN PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 23 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA KELAPA GADING JAKARTA UTARA JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV. 6 PERIODE 8 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA JL. BOULEVARD GADING TIMUR RAYA KAV.6 KELAPA GADING, JAKARTA UTARA PERIODE 1 APRIL 4 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RIZA MARLYNE,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK PERIODE 10 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SITI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm.

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm. UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTAA TIMUR PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI KOMUNITAS APOTEK KITA FARMA BINJAI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI KOMUNITAS APOTEK KITA FARMA BINJAI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI KOMUNITAS DI APOTEK KITA FARMA BINJAI Disusun Oleh: Juliyanti, S. Farm NIM 073202046 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci