UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VIDIA HAWARIA, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker VIDIA HAWARIA, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

3 ii

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 6. Kegiatan PKPA dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Departemen Farmasi FMIPA UI. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima, sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dalam ruang yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Zulfianto, S.Si, Apt. sebagai Manajer Apotek Pelayanan Kimia Farma No. 6 sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA berlangsung. 2. Dra. Sabarijah WittoEng, SKM sebagai pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan pengarahan dalam PKPA di apotek serta bimbingan dalam penyusunan laporan. 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 4. Dr. Harmita, Apt. sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 5. Seluruh pegawai Apotek Kimia Farma No. 6 atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA. 6. Seluruh Bapak dan Ibu pengajar di Kimia Farma Pusat Budi Utomo atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA berlangsung. 7. Keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan sehingga pelaksanaan dan penyelesaian laporan PKPA dapat berjalan lancar. iii

5 Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penulis 2012 iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Landasan Hukum Apotek Persyaratan Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tata Cara Perizinan Apotek Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Pelanggaran Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Sediaan Farmasi Obat Wajib Apotek Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma, Tbk PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Trading and Distribution Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan BAB 4. PEMBAHASAN BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Penandaan Obat Bebas Penandaan Obat Bebas Terbatas Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas (P1 P6) Penandaan Obat Keras Penandaan Obat Narkotika vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Unit Bisnis Manager Jaya Lampiran 3. Denah Bangunan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Lampiran 5. Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) Lampiran 6. Kartu Stok Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Lampiran 7. Alur Pengadaan Barang Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 9. Laporan Penggunaan Narkotika Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan dukungan sumber daya kesehatan yang optimal, salah satunya adalah sarana kesehatan. Apotek sebagai salah satu sarana kesehatan merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian tersebut, maka apotek memerlukan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan, yaitu seorang apoteker sebagai pimpinan. Untuk mempersiapkan para apoteker yang professional, maka perlu dilakukan praktek kerja di apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah. Praktek kerja di apotek juga akan membantu para calon apoteker untuk dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di apotek. Dilatarbelakangi hal tersebut, maka Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam bekerja sama dengan PT Kimia Farma Apotek menyelenggarakan pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek 1

10 2 Kimia Farma periode 2 Mei 8 Juni Dengan dilaksanakannya program tersebut, diharapkan para calon apoteker dapat mengenal, memahami, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. Selain itu, PKPA juga diharapkan dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan calon apoteker dalam pekerjaan kefarmasiannya di masa yang akan datang. 1.2 Tujuan 1. Memahami tugas pokok, fungsi, dan peranan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di sebuah apotek. 2. Memperoleh gambaran yang sesungguhnya tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 6, khususnya dalam bidang perapotekan.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik, serta terjamin keabsahannya. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah, dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. 2.2 Tugas dan Fungsi Apotek Apotek adalah suatu tempat atau terminal distribusi obat dan perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker dan menjadi tempat pengabdian profesi apoteker sesuai dengan standar dan etika kefarmasian. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 3

12 4 b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.3 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek. b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek d. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. e. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek f. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Masa Bakti Apoteker. Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 149/MenKes/Per/II/1998 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti Apoteker h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek i. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika j. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

13 5 k. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian l. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian 2.4 Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (melalui dinas kesehatan di tingkat daerah masing-masing) kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut: a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah: a. Tempat/Lokasi Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum antar apotek pun tidak dipermasalahkan lagi, akan tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan atau peraturan daerah masing-masing, lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan

14 6 pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor lainnya. b. Bangunan Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi, kamar kerja apoteker, serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, sanitasi yang baik, serta papan nama apotek. c. Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain: Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi, seperti lemari obat, lemari es, dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. Wadah pengemas dan pembungkus. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, dan kuitansi. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek. Tenaga Kerja/Personalia Apotek Berdasarkan Kepmenkes No Tahun 2002, personel apotek terdiri dari: 1. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). 2. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 3. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA, selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus

15 7 menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja, dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. 4. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari: 1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. 2. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan pengeluaran uang. 3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek. d. Perbekalan Farmasi/Komoditi Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek pasal 6 tentang persyaratan apotek, apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi farmasi. 2.5 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. SIPA merupakan surat izin yang

16 8 diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA bagi APA hanya dapat diberikan untuk fasilitas pelayanan kefarmasian, dalam hal ini apotek. SIPA dapat berlaku selama Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) masih berlaku dan tempat praktek kefarmasian masih sesuai dengan yang tercantum pada SIPA. Menurut Permenkes No. 922 Tahun 1993, persyaratan yang harus dimiliki seorang apoteker untuk menjadi APA adalah : a. Ijasahnya telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja/Surat Penugasan dari Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing-masing. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan penjualan, mengadakan pembelian yang sah dan penggunaan biaya seefisien mungkin. d. Melakukan pengembangan usaha apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan/teknis kefarmasian. Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai berikut:

17 9 a. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia. b. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap. c. Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing. d. Mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya. e. Mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan. f. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi: a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan b. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan c. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek Apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Kepmenkes No Tahun 2002 pasal 7, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: (1) Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. (2) Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. (3) Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

18 10 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. (4) Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. (5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. (6) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. (7) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. Apabila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. b Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7.

19 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Aturan-aturan tentang pengalihan tanggung jawab APA dapat dilihat pada Permenkes No. 922 Tahun 1993 pasal 23 dan Kepmenkes No Tahun 2002 pasal 24. Permenkes No. 922 Tahun 1993 pasal 23 adalah sebagai berikut: (1) Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian Apoteker Pengelola Apotek kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. (2) Pada serah terima dimaksud ayat (1), wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua tempat belah pihak, yang melakukan serah terima dengan menggunakan formulir model AP-10. Kepmenkes No Tahun 2002 pasal 24 adalah sebagai berikut: (1) Apabila apoteker pengelola apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apotek pendamping, pada pelaporan dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. (3) Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (2) dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir model APT.11, dengan tembusan Kepala Balai POM setempat. 2.8 Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan dalam dua macam berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek meliputi:

20 12 a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap c. Pindah alamat apotek tanpa izin d. Menjual narkotika tanpa resep dokter e. Kerjasama dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu APA keluar daerah Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi: a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek b. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak c. Melayani resep yang tidak jelas dokternya d. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan e. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker f. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain g. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat h. Resep narkotika tidak dipisahkan i. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa j. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut. Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap: a. Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541) b. Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 c. Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila:

21 13 a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian dan atau, c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara berturut-turut d. Terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No. 36 tahun 1992 tentang Kesehatan atau ketentuan peraturan perundangundangan lainnya e. Surat Izin Praktek APA tersebut dicabut f. Pemilik Sarana Apotek terbukti dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apotek Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1332 Tahun 2002 pasal 26. Sebelum SIA dicabut, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: Peringatan secara tertulis kepada APA tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. Pembekuan izin apotik untuk jangka waktu paling lama enam bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dan telah diperiksa oleh Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Selama dibekukan APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotik, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempa tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

22 Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi: a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi: Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat. Pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya. Pengelolaan nonteknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan. c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

23 15 d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Permenkes No. 922 Tahun 1993, yang meliputi: a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.

24 16 i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan apotek meliputi: 1. Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1) Persyaratan administratif: nama, SIK, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya. 2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 3) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat Penyiapan obat meliputi: 1) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan

25 17 obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 2) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 3) Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 4) Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. 5) Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 6) Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7) Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.

26 18 c. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 2. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) Sediaan Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi : Obat Bebas Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, atau aturan pemakaiannya, nomor bets, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamat serta cara penyimpanannya. Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

27 Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Di samping itu ada tanda peringatan P. No.1 sampai dengan P. No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor bets dan tanggal daluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi) dan cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat dengan dasar hitam dan tulisan berwarna putih. Gambar 2.3 Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas (P1-P6)

28 Obat Keras Obat golongan ini adalah obat-obatan yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Psikotropika juga termasuk dalam golongan obat keras. Golongan obat keras ditandai oleh lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K yang menyentuh garis tepi. Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Gambar 2.5 Penandaan Obat Narkotika 2.13 Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347 Tahun 1990 Tentang Obat Wajib Apotek). Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

29 21 d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan, sesuai dalam Kepmenkes No.347/MENKES/SK/VII/1990 adalah sebagai berikut: Oral kontrasepsi baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus. Obat saluran cerna dengan pemberian maksimal 20 tablet Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol Obat saluran nafas yang terdiri dari obat asma tablet atau mukolitik, maksimal 20 tablet Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, maksimal 20 tablet Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet Obat kulit topikal yang terdiri dari semua salep/cream antibiotik, semua salep/krim kortikosteroid, semua salep/krim antifungi, antiseptik lokal, pemutih kulit, maksimal 1 tube. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien Pengelolaan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan yaitu: a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi dan dapat mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau

30 22 untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan ketergantungan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan yang diizinkan oleh pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatankegiatan: 1. Pemesanan Narkotika UU Nomor 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan. Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan Narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIPA, SIA, dan stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika. 2. Penyimpanan Narkotika Narkotika yang ada di apotek harus disimpan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (UU Nomor 35 Tahun 2009). Pelaksanaan peraturan tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, yaitu pada pasal 5 yang menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

31 23 a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. Pada pasal 6, dinyatakan sebagai berikut: 1) Apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5, dan harus dikunci dengan baik. 2) Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. 3) Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab/asisten kepala atau pegawai lain yang dikuasakan. 4) Lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum. 3. Pelaporan Narkotika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung jawabnya, dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut ditujukan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan: a. Balai POM/Balai Besar POM Propinsi setempat b. Dinas kesehatan propinsi setempat c. Arsip apotek. Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari: a. Laporan pemakaian bahan baku narkotika. b. Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika. c. Laporan penggunaan morfin dan petidin.

32 24 4. Pelayanan resep yang mengandung Narkotika Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 disebutkan: a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan. b. Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Untuk salinan resep yang mengandung narkotika dan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. 5. Pemusnahan Narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat Pasal 9 Permenkes No. 28 Tahun 1978 menyebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat lagi. Pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek, yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat: a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. b. Nama Apoteker Pengelola Apotek. c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut. d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan. f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

33 25 Berita acara tersebut dibuat minimal 3 rangkap dan berita acara tersebut dikirimkan kepada Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan: a. Balai POM/Balai Besar POM Propinsi setempat. b. Kantor Dinas Kesehatan Propinsi setempat Pengelolaan Psikotropika Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan sarafpusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan: a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuatmengakibatkan sindroma ketergantungan. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuanilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 Tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu: a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika

34 26 c. Memberantas peredaran gelap psikotropika Pengelolaan psikotropika di apotek meliputi kegiatan-kegiatan: 1. Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap empat dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. 2. Penyimpanan Psikotropika Psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika. 3. Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter kepada pengguna/pasien berdasarkan resep dokter. 4. Pelaporan psikotropika Pelaporan psikotropika dilakukan secara berkala dengan ditandatangani oleh APA dan dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Balai POM/Balai Besar POM Propinsi setempat Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

35 27 a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan d. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakupinformasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Pelayanan obat di apotek terbagi menjadi dua macam, yakni pelayanan obat resep dan pelayanan obat non resep. Tindakan atau inisiatif masyarakat dengan mengkonsumsi obat non resep tanpa pengawasan dari tenaga medis disebut swamedikasi (self medication). Konsumen memerlukan bantuan dalam membuat keputusan terhadap swamedikasi. Apoteker adalah orang yang ideal dalam membantu konsumen memilih obat yang aman dan efektif dalam mengobati penyakit yang dideritanya. Pada tahun 1966, American Pharmacist Association (APhA) menerbitkan seri artikel pada berbagai kelompok obat-obat non resep, dan menjadi dasar dalam pembuatan Handbook of Non Prescription Drug pada tahun Tahap-tahap yang dilalui dalam pemberian informasi obat-obat non resep sama dengan tahap pada konseling obat resep. 1. Pembukaan diskusi Bertujuan untuk membangun hubungan yang baik dengan pasien, sehingga mereka merasa nyaman dalam mendiskusikan masalah kesehatan yang mereka alami. Proses pemberian informasi dapat dimulai dengan beberapa cara, yaitu: a. Pasien datang ke apoteker untuk meminta rekomendasi terhadap permasalahan kesehatan b. Pasien mendatangi apoteker untuk menanyakan suatu produk c. Apoteker mendatangi pasien guna menawarkan bantuan dalam memilih produk

36 28 2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi masalah Salah satu tujuan dari pemberian informasi obat non resep kepada pasien adalah menskrining guna mengetahui self treatment yang tepat. Tahap pengumpulan informasi menjadi tahap yang lebih ekstensif dibandingkan dengan obat resep. Informasi yang harus diperoleh adalah sebagai berikut: a. Identifikasi pasien b. Deskripsi pasien c. Riwayat pengobatan d. Diagnosis dan/atau pengobatan terhadap gejala-gejala sebelumnya e. Evaluasi gejala 3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan memberikan informasi Apoteker selanjutnya harus membuat rencana pengobatan yang dapat berupa beberapa rekomendasi. Jika gejala yang diderita pasien ringan, penggunaan obat mungkin tidak perlu disarankan. Sementara jika keluhan yang dialami berat, apoteker dapat merekomendasikan agar pasien tersebut berobat ke dokter. 4. Penutupan diskusi Pemberian informasi obat non resep harus diakhiri dengan meringkas halhal penting dan berusaha untuk mendapat feedback dari pasien guna memastikan bahwa tidak ada kesalahan pengertian. 5. Tindak lanjut Apoteker juga harus melakukan konsultasi lanjut guna memastikan bahwa keluhan-keluhan pasien sudah hilang dan pengobatan yang dilakukan efektif. Dasar hukum swamedikasi adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993. Secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan secara tepat, aman, dan rasional. Oleh sebab itu peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (komunikasi, informasi dan

37 29 edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Obat untuk swamedikasi meliputi obatobat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Untuk memantapkan dan menegaskan pelayanan swamedikasi, pemerintah juga menetapkan jenis obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dengan membuat beberapa surat keputusan (SK), di antaranya SK Menteri No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek (OWA). Obat-obat yang terdaftar pada lampiran SK tersebut digolongkan menjadi obat wajib apotek No. 1 yang selanjutnya disebut OWA No. 1. Karena perkembangan bidang farmasi yang menyangkut khasiat dan keamanan obat, maka dipandang perlu untuk ditetapkan daftar OWA No. 2 sebagai revisi dari daftar OWA sebelumnya. Daftar OWA No. 2 ini kemudian dilampirkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 924/MENKES/PER/X/1993. Dari peraturan di atas dengan jelas diterangkan bahwa seorang apoteker hanya bisa menyerahkan obat keras tanpa resep dokter atau swamedikasi obat keras apabila obat yang diserahkan merupakan obat keras yang termasuk dalam OWA.

38 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT Kimia Farma (Persero) Tbk Sejarah PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejarah Kimia Farma (KF) dimulai sekitar tahun 1957, pada saat pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang farmasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang mengalami nasionalisasi antara lain N.V. Pharmaceutische Hendel vereneging J. Van Gorkom (Jakarta), N.V. Chemicalier Handle Rathcamp & Co., (Jakarta), N.V. Bavosta (Jakarta), N.V. Bandoengsche Kinine Fabriek (Bandung), dan N.V. Jodium Onderneming Watoedakon (Mojokerto). Berdasarkan Undang-Undang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan PP No. 69 Tahun 1961 Kementerian Kesehatan mengganti Bapphar menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Perusahaan Negara Farmasi tersebut adalah PNF Radja Farma, PNF Nurani Farma, PNF Nakula Farma, PNF Bio Farma, PNF Bhineka Kina Farma, PNF Kasa Husada dan PNF Sari Husada. Pada tanggal 23 Januari 1969, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1969 perusahaan-perusahaan negara tersebut digabung menjadi PNF Bhineka Kimia Farma dengan tujuan penertiban dan penyederhanaan perusahaan-perusahaan negara. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT Kimia Farma (Persero). Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan APBN mengalami defisit anggaran dan hutang negara semakin besar. Untuk mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT Kimia Farma diprivatisasi. Pada tanggal 4 Juli tahun 2000 PT Kimia Farma Tbk. resmi terdaftar 29

39 31 di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) sebagai perusahaan publik. Pada tanggal 4 Januari 2002 didirikan 2 anak perusahaan yaitu PT Kimia Farma Apotek dan PT Kimia Farma Trading & Distribution untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat. Tercatat hingga tahun 2012 PT Kimia Farma Apotek memiliki 34 unit bisnis dan 406 Apotek yang tersebar di seluruh Indonesia, sedangkan PT Kimia Farma Trading & Distribution memiliki 3 wilayah pasar (Sumatera, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Indonesia wilayah timur), dan 44 cabang PBF (Pedagang Besar Farmasi) Visi dan Misi (Kimia Farma, 2012a) Visi Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidangbidang: a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. b. Perdagangan dan jaringan distribusi c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan.

40 Tujuan dan Fungsi Tujuan Tujuan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah turut serta dalam melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya kegiatan usaha di bidang industri kimia, farmasi, biologi, dan kesehatan, serta industri makanan dan minuman. Selain itu juga bertujuan untuk mewujudkan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai salah satu pemimpin pasar di bidang farmasi yang tangguh Fungsi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. mempunyai tiga fungsi yaitu: a. Mendukung setiap kebijaksanaan pemerintah di bidang kesehatan terutama di bidang pengadaan obat, mengingat PT Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan salah satu badan usaha milik negara dalam bidang industri farmasi. b. Memupuk laba demi kelangsungan usaha. c. Sebagai agent of development yaitu menjadi pelopor perkembangan kefarmasian di Indonesia Budaya Perusahaan Budaya perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah mengembangkan dan mewujudkan pikiran, ucapan serta tindakan untuk membangun Budaya Kerja yang berlandaskan pada tiga sendi, yaitu: 1. Profesionalisme a. Bekerja secara cerdik (smart and creative) dan giat (hard). b. Berkemampuan memadai untuk melaksanakan tugas, dengan bekal pengetahuan, keterampilan dan semangat. c. Dengan perhitungan matang, berani mengambil resiko. 2. Integritas a. Dilandasi iman dan taqwa. b. Jujur, setia, dan rela berkorban. c. Menunjukkan pengabdian.

41 33 d. Tertib dan disiplin. e. Tegar dan bertanggung jawab. f. Lapang hati dan bijaksana. 3. Kerja sama a. Menghormati dan menghargai pendapat orang lain. b. Memupuk saling pengertian dengan orang lain. c. Memahami dan menghayati dirinya sebagai bagian dari sistem. Untuk mewujudkan hal tersebut, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki Budaya Kerja yang terangkum dalam I-CARE, yaitu: a. Innovative (I): memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun produk unggulan. b. Customer First (C): mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja atau mitra. c. Accountability (A): bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas, dan kerjasama. d. Responsibility (R): memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran, dan dapat diandalkan. e. Eco Friendly (E): menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan Struktur Organisasi Perusahaan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi empat direktorat, yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Keuangan, serta Direktorat Umum dan SDM. Dalam upaya perluasan, penyebaran, pemerataan, dan pendekatan pelayanan kefarmasian pada masyarakat, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. telah membentuk suatu jaringan distribusi yang terorganisasi. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. mempunyai dua anak perusahaan, yaitu PT Kimia Farma Trading & Distribution dan PT Kimia Farma, Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran sediaan farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan kefarmasian melalui apotek.

42 34 PT Kimia Farma Trading & Distribution (T&D) membawahi PBF-PBF yang tersebar di seluruh Indonesia. Wilayah usaha PT Kimia Farma T&D dibagi menjadi tiga wilayah yang keseluruhannya membawahi 44 PBF di seluruh Indonesia. PBF mendistribusikan produk-produk baik yang berasal dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk. maupun dari produsen-produsen yang lain ke apotek-apotek, toko obat, dan institusi pemerintahan maupun swasta. PT Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) wilayah usahanya, terbagi menjadi 34 wilayah Unit Bisnis (Business Manager) yang menaungi sejumlah 406 apotek di seluruh Indonesia. Tiap-tiap Unit Bisnis membawahi sejumlah apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya. Wilayah Jabotabek sendiri dibagi menjadi lima Unit Bisnis, yaitu: a. Unit Bisnis Jaya I (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat) b. Unit Bisnis Jaya II (Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bekasi) c. Unit Bisnis Rumah Sakit (RSCM, RSPAL, dan sebagainya) d. Unit Bisnis Bogor (Bogor dan sekitarnya) e. Unit Bisnis Tangerang (Tangerang, Cilegon, Banten, Serang, dan sekitarnya) Berbagai produk yang telah dihasilkan PT Kimia Farma (Persero) Tbk., antara lain: a. Produk ethical, dijual melalui apotek dan rumah sakit. b. Produk OTC (Over The Counter), dijual bebas di toko obat, supermarket dan sebagainya. c. Produk generik berlogo. d. Produk lisensi, merupakan hasil kerja sama dengan beberapa pabrik farmasi terkemuka di luar negeri. e. Produk bahan baku, misalnya kalium iodat (untuk menanggulangi kekurangan yodium) dan garam-garam kimia (komoditi ekspor). f. Produk kontrasepsi Keluarga Berencana, contohnya Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). g. Produk-produk yang merupakan penugasan dari pemerintah, contohnya narkotika, dan obat-obat Inpres

43 PT Kimia Farma Apotek Sejarah PT Kimia Farma Apotek PT Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan konsolisasi PT Kimia Farma Tbk. PT Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi bisnis manajer dan apotek pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktivitas, kompetensi, dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia seperti obat herbal. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari apotek-apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan dengan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana setiap apotek Kimia Farma harus mampu memberikan pelayanan yang baik, cepat, dan nyaman serta ketersediaan obat yang baik dan lengkap. Bussiness Manager (BM) Kimia Farma membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam satu wilayah. BM sendiri bertugas mengelola administrasi, pengadaan/pembelian, piutang dagang, hutang dagang, pajak, kas, personalia, dan kasir besar untuk kepentingan seluruh apotek pelayanan yang berada di bawahnya.

44 Visi dan Misi (Kimia Farma, 2012b) Visi Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui : a. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee- Based Income). 3.3 PT Kimia Farma Trading and Distribution Sejarah PT Kimia Farma Trading and Distribution PT Kimia Farma Trading & Distribution, sebagai anak perusahaan dari PT Kimia Farma (Persero) Tbk., dibentuk pada 4 Januari Kimia Farma Trading & Distribution sebelumnya merupakan SBU yang bergerak dibidang yang sama, yaitu perdagangan dan distribusi. Hampir sepanjang sejarahnya sebagai Divisi PBF, perusahaan ini lebih menonjol dalam bidang perdagangan, terlihat dari data tahun ketahun, komposisi penjualan kepada institusi baik melalui tender atau langsung lebih dominan dari pada penjualan reguler, yang mencerminkan kepada bisnis distribusi. Di samping itu di masa yang lalu, SBU PBF ini terfokus pada menyalurkan atau menjadi keagenan dari produk perusahaan induk, yaitu produk Kimia Farma sebagai satu-satunya prinsipal. Setelah lahir menjadi anak perusahaan serta melihat kondisi kedepan, perusahaan telah bertekad untuk merubah visi. Tidak lagi hanya menyalurkan produk dari perusahaan induk, tetapi akan menyalurkan produk-produk prinsipal lain. Oleh karena itu, perusahaan telah mengubah visinya menjadi Perusahan Distributor Pilihan Utama Prinsipal. Visi ini

45 37 mengandung arti perusahaan akan lebih fokus kepada penjualan reguler, tanpa meninggalkan penjualan kepada institusi/tender dan menjadi perusahaan distribusi multi prinsipal Visi dan Misi (Kimia Farma, 2011) Visi Perusahan distributor pilihan utama prinsipal Misi Memberikan pelayanan trading dan distribusi yang profesional untuk memberikan keuntungan optimal bagi stakeholders. 3.4 Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Jakarta Pusat Apotek Kimia Farma No.6 Pejompongan merupakan salah satu apotek pelayanan (APP) dari Bussiness Manager (BM) Jaya Lokasi dan Tata Ruang Apotek Lokasi Apotek Apotek Kimia Farma No. 6 terletak di JL. Danau Tondano No. 1 Pejompongan, Jakarta Pusat. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 6 cukup strategis karena berada tepat di pinggir jalan. Selain itu, apotek dekat dengan tempattempat umum seperti pertokoan, perkantoran, sekolahan, pemukiman penduduk, juga disertai dengan tempat praktek dokter, mushola, serta tersedia tempat parkir yang cukup luas dan nyaman Tata Ruang Apotek Tata ruang dalam (interior) Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan saat ini adalah berkonsep terbuka sehingga pasien dapat melihat langsung apa yang sedang dilakukan oleh para pegawai apotek. Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di dalam apotek antara lain:

46 38 1. Ruang tunggu Ruang tunggu di Apotek Kimia Farma No. 6 dilengkapi dengan kursi tunggu, fasilitas AC, brosur, majalah kesehatan, dan air mineral (dalam dispenser) sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu. 2. Swalayan farmasi Ruangan ini berada di sebelah kanan dari pintu masuk apotek, berada di dekat ruang tunggu, sehingga sehingga mudah dilihat oleh pengunjung, baik pengunjung yang bertujuan langsung membeli obat swalayan, maupun pengunjung yang sedang menunggu pelayanan resep. Ruangan ini terdiri atas rakrak dan lemari kaca untuk meletakkan obat-obat OTC (over the counter), suplemen kesehatan, alat kesehatan, dan beberapa jenis perbekalan kesehatan rumah tangga. 3. Area apotek Area apotek terdiri dari tempat penerimaan resep, tempat penyiapan resep, dan tempat penyerahan obat. Tempat ini dibatasi oleh suatu meja dengan tinggi sebatas dada yang membatasi ruang dalam apotek dengan pasien. Di area apotek juga terdapat tempat penyimpanan obat yang disusun di rak obat berdasarkan abjad, bentuk sediaan, dan farmakologi. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari terpisah yang terbuat dari kayu, memiliki dua pintu dan terkunci. 4. Tempat peracikan Ruangan ini terletak di bagian belakang dari bangunan apotek. Di ruangan ini dilakukan penimbangan, peracikan, dan pengemasan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter. Ruangan ini dilengkapi fasilitas peracikan, seperti timbangan, lumpang dan alu, bahan baku, cangkang kapsul, kertas puyer berlogo, kertas perkamen, mesin press, dan mesin penggerus (pulverizer). 5. Ruang Apoteker Pengelola Apotek Ruangan ini digunakan oleh Apoteker Pengelola Apotek untuk melakukan tugas administrasinya, yaitu penyusunan dan penyimpanan laporan terkait apotek, seperti laporan penggunaan obat, laporan keuangan, surat perjanjian kerja sama, dan sebagainya. Ruangan ini dilengkapi dengan komputer dan printer, serta merupakan tempat penyimpanan monitor kamera CCTV.

47 39 6. Ruang praktek dokter Ruangan ini digunakan untuk praktek dokter yang terdiri dari praktek dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis. Dokter-dokter spesialis yang ada di Kimia Farma No. 6 antara lain spesialis anak, akupunkturist, spesialis rehabilitasi medik, dan psikiater. 7. Ruang penunjang lainnya Ruang ini terdiri dari ruang penyimpanan arsip resep, ruang tunggu dokter, toilet, dapur kecil. Denah bangunan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan dapat dilihat pada Lampiran Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 6 Personel Apotek Kimia Farma No.6 terdiri dari Manajer Apotek Pelayanan (MAP) selaku pimpinan apotek (APA), apoteker pendamping, asisten apoteker, juru resep, dan tenaga pelayanan Hand Verkoop (HV). Tiap bagian memiliki fungsi dan tugas yang berbeda agar apotek dapat berjalan dengan optimal. Tenaga kerja yang terlibat di Apotek Kima Farma No. 6 terdiri dari: 1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)/Manajer Apotek Pelayanan (MAP)/Kepala Apotek berjumlah 1 orang 2. Apoteker Pendamping 1 orang 3. Asisten Apoteker berjumlah 6 orang 4. Juru resep berjumlah 2 orang 5. Kasir berjumlah 1 orang Manajer Apotek Pelayanan (MAP)/Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pimpinan apotek bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan di apoteknya serta bertanggung jawab langsung kepada BM Jaya 1 PT Kimia Farma Apotek. Selain itu, pimpinan apotek juga harus menguasai kemampuan manajemen, yaitu perencanaan, koordinasi, kepemimpinan, dan pengawasan, di samping kemampuan di bidang farmasi, baik teknis maupun non teknis. Tugas dan tanggung jawab pimpinan apotek adalah: 1. Memimpin, menentukan kebijaksanaan, dan melaksanakan pengawasan dan pengendalian apotek sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

48 40 2. Menyusun program kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. 3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh perusahaan antara lain menentukan target yang akan dicapai, kebutuhan sarana, personalia, dan anggaran dana yang dibutuhkan. 4. Menguasai dan melaksanakan peraturan perundang-undangan farmasi yang berlaku, seperti pelaporan bulanan narkotika. 5. Memberikan pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi kepada pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya. 6. Memberikan laporan berkala secara keseluruhan tentang kegiatan apotek kepada kantor pusat. 7. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan apotek Asisten Apoteker Asisten apoteker bertanggung jawab langsung kepada APA dalam menjalankan tugasnya. Adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan (menimbang), meracik, mengubah bentuk, mengemas, dan memberi etiket sesuai dengan permintaan resep. 2. Membuat faktur penjualan resep, resep kredit dari instansi yang telah disepakati. 3. Memeriksa kebenaran obat sebelum diserahkan kepada pasien. 4. Membuat salinan resep untuk obat yang perlu diulang, obat yang yang baru diserahkan sebagian, obat yang belum diserahkan atau atas permintaan pasien dari instansi yang sesuai dari perjanjian yang disepakati. 5. Mengontrol persediaan obat di ruang peracikan. 6. Mencatat/menghitung harga resep-resep kredit. 7. Mengisi bon permintaan barang yang dibutuhkan di ruang peracikan. 8. Memberikan bimbingan kepada juru racik dalam melaksanakan tugasnya. 9. Turut berpartisipasi dalam melaksanakan pemeliharaan sanitasi/kebersihan di ruang peracikan.

49 Petugas Pengadaan Tugas dan tanggung jawab petugas pengadaan di Kimia Farma No. 6 juga dikerjakan oleh asisten apoteker, yaitu: 1. Mengentri BPBA yang akan dipesan sesuai dengan permintaan barang dari masing-masing penanggung jawab lemari. 2. Memeriksa kesesuaian barang yang datang dengan faktur BPBA yang dibuat Kasir Apotek Kimia Farma No. 6 memiliki tenaga non kefarmasian yang bertugas sebagai kasir kecil. Bagian ini bertanggung jawab kepada supervisor peracikan dan mempunyai tugas antara lain: 1. Menerima uang pembayaran atas hasil penjualan tunai, yaitu resep tunai, penjualan bebas dan penjualan alat-alat kesehatan. 2. Mencatat semua hasil penjualan tunai setiap harian pada laporan penjualan harian. 3. Menghitung dan menyetorkan semua hasil penjualan tunai harian selama bertugas pada kasir besar melalui supervisor peracikan sebagai penanggungjawab Juru Resep Juru resep mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Membantu tugas asisten apoteker untuk menyiapakan obat, yaitu dengan mengerjakan obat-obat racikan yang bahannya telah disiapkan oleh asisten apoteker sesuai dengan bentuk sediaan yang diminta. 2. Melaporkan sediaan obat yang sudah jadi kepada asisten apoteker. 3. Menjaga kebersihan di lingkungan apotek Panitia Stok Opname Stok opname dilakukan oleh semua pegawai di apotek yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Stok opname dilakukan setiap bulan. Tugas pokok panitia stok opname antara lain:

50 42 1. Melakukan stok opname terhadap seluruh perbekalan farmasi di apotek yang akan dijual. Hasil dari stok opname ini kemudian dicatat di buku besar. 2. Meneliti kembali kebenaran hasil stok opname tersebut. 3. Melaporkan hasil stok opname. 4. Memberikan informasi kondisi dan nilai barang stok opname tersebut. 5. Memberikan usulan alternatif penyelesaian masalah dan melakukan upaya pemecahan masalah penumpukan stok barang terutama barang yang kurang dan tidak laku Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan merupakan apotek pelayanan. Pelayanan terbagi dalam 2 shift, yaitu shift pagi pukul ( WIB) dan shift siang pukul ( WIB). Kegiatan utama yang dilakukan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan meliputi kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan teknis kefarmasian meliputi: 1. Pengadaan Barang Pengadaan barang baik berupa obat dan perbekalan farmasi lainnya dilakukan oleh petugas perencanaan pengadaan barang yang bertanggung jawab kepada APA. Pengadaan barang dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada buku defekta, sifat mutasi barang, dan kebutuhan konsumen yang sebelumnya harus mendapat persetujuan dari APA. Kebutuhan barang tersebut direkap oleh pegawai perencana pengadaan barang pada Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA). Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 6 dilakukan melalui Bisnis Manajer (BM) Jaya 1 yang membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Permintaan barang Apotek KF No. 6 dilakukan dengan mentransfer BPBA melalui Kimia Farma Information System (KIS) atau Sistem Informasi Kimia Farma ke BM Jaya 1. Bagian pengadaan/pembelian di BM Jaya 1 selanjutnya akan membuat Surat Pesanan (SP) sesuai BPBA ke distributor. Barang yang

51 43 dipesan oleh apotek pelayanan akan diantar langsung oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) bersangkutan ke Apotek Kimia Farma No. 6. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pemesanan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui SP yang telah ditandatangani oleh APA. Pembelian/pengadaan barang (selain narkotika dan psikotropika) dengan cara tersebut dinamakan sentralisasi pembelian (pooling system). Dengan adanya sentralisasi pembelian barang ini, bagian pengadaan BM Jaya 1 memiliki posisi yang kuat untuk melakukan penawaran pada distributor. Volume permintaan yang besar membuat distributor berpikir ulang untuk tidak meluluskan permintaan bagian pengadaan BM Jaya 1. Kelebihan dari sistem ini adalah menghemat jumlah tenaga sehingga personel APP dapat fokus melakukan kegiatan pelayanan dan penjualan barang. Apotek pelayanan tetap dapat melakukan pembelian mendesak (cito) jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF, Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan barang. b. Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggung jawabkan. c. Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan. d. Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu. e. Cara atau kriteria pembayaran (atas dasar masa kredit/jatuh tempo hutang dagang). Prosedur pembelian barang melalui bisnis manajer adalah: a. Bagian pembelian di bisnis manajer mengumpulkan data barang yang harus dipesan berdasarkan BPBA dari apotek pelayanan. Pemesanan dilakukan oleh BM setiap hari. b. Bagian pembelian BM membuat surat pesanan yang berisi nama distributor, nama barang, kemasan, jumlah barang, dan potongan harga yang kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan apoteker pengelola apotek. Surat pesanan dibuat rangkap dua untuk dikirim ke distributor dan untuk arsip apotek.

52 44 c. Setelah membuat pesanan, bagian pembelian langsung memesan barang ke distributor. Bila ada pesanan mendadak maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan melalui telepon dan surat pesanan akan diberikan pada saat barang diantarkan. d. PBF akan mengantar langsung barang yang dipesan oleh apotek pelayanan ke apotek yang bersangkutan. 2. Penerimaan Barang Setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan nama, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi barang, serta dilakukan pencocokan antara faktur dan salinan faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang serta nama distributor. Kemudian faktur ditandatangani dan diberi stempel apotek. Faktur asli diserahkan kembali kepada petugas pengantar barang atau distributor untuk kelengkapan syarat dalam proses pembayaran hutang dagang. Faktur umumnya berjumlah empat lembar, dua lembar dibawa oleh distributor, sedangkan dua lembar disimpan oleh apotek pelayanan untuk kepentingan administrasi dan pembayaran hutang dagang. 3. Penyimpanan Barang Barang yang telah diterima kemudian disimpan dalam lemari di ruang peracikan atau ruang penjualan bebas. Sistem yang digunakan dalam penyimpanan barang adalah sistem FIFO (First In First Out), yaitu barang yang pertama masuk maka barang itu yang pertama dikeluarkan. a. Penyimpanan barang di ruang peracikan Penyimpanan obat atau pembekalan farmasi di ruang peracikan dilakukan oleh asisten apoteker. Setiap pemasukan dan penggunaan obat atau barang harus dimasukkan ke dalam komputer dan dicatat pada kartu stok yang meliputi tanggal penambahan atau pengurangan, nomor dokumennya, jumlah barang yang diisi atau diambil, sisa barang dan paraf petugas yang melakukan penambahan atau pengurangan barang. Kartu stok ini diletakkan di masing-masing obat atau barang. Setiap asisten apoteker bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di lemari masing-masing.

53 45 Penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad, farmakologi, dan bentuk sediaannya. Penyimpanan obat atau barang di ruang peracikan disusun sebagai berikut: 1) Lemari penyimpanan obat ethical atau prescription drugs. 2) Lemari penyimpanan obat generik. 3) Lemari penyimpanan antibiotika. 4) Lemari penyimpanan obat psikotropika. 5) Lemari penyimpanan bahan baku. b. Obat narkotika disimpan dalam lemari khusus yang dilengkapi dengan kunci. c. Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspensi. d. Lemari penyimpanan obat tetes atau drops. e. Lemari penyimpanan sediaan topikal. f. Lemari penyimpanan infus dan spuit. g. Lemari es untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti suppositoria. h. Penyimpanan obat atau barang yang dapat dibeli bebas Obat atau barang yang dijual di ruang penjualan obat bebas diletakkan pada rak yang diatur sedemikian rupa dan disusun secara alfabetis supaya memudahkan dan memberi kebebasan pelanggan untuk memilih obat atau barang yang diinginkan. Obat atau barang yang dijual di antaranya adalah obat bebas terbatas, obat bebas, alat kesehatan, vitamin, susu, produk bayi, kosmetika, jamu, serta makanan dan minuman kesehatan. Setiap obat atau barang yang masuk atau keluar dicatat pada kartu stok sama seperti pada penyimpanan barang di ruang peracikan. Untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap persedian barang, maka tiap satu bulan sekali dilakukan stock opname, yaitu dengan mencocokkan jumlah barang yang ada dengan catatan kartu stok dan saldo yang ada di Kimia Farma Information System.

54 46 4. Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 6 meliputi: a. Penjualan obat dengan resep tunai Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pasien yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan, dibayar secara tunai dan SOP nya adalah sebagai berikut: 1) Ucapkan salam pembuka. 2) Periksa keabsahan resep (nama dan alamat dokter, nomor Surat Izin Praktek dan paraf dokter). 3) Periksa persediaan barang dengan mengentry nama obat dalam resep di komputer. 4) Tandai dengan garis merah untuk obat-obat narkotika. 5) Bila obat yang tersedia tidak sesuai dengan yang dibutuhkan: Lakukan pengecekan secara manual ke rak obat. Bila obat tersebut ada, segera lakukan entry barang masuk sehingga dapat dilakukan proses penjualan. Bila tidak ada di rak, hubungi APP lain di BM Jaya 1 untuk menanyakan ketersediaan barang. Pegawai akan menjemput obat tersebut ke APP yang memiliki persediaan barang yang dibutuhkan. Bila tidak ada di APP lain, hubungi apotek lain yang terdekat untuk menanyakan ketersediaan barang dan melakukan pembelian barang di apotek tersebut. Bila obat tidak ada tapi bisa diperoleh segera, janjikan pada pasien mengenai waktu pembelian obat kapan dapat dilakukan. Tawarkan jasa pengantaran obat pada pasien ke alamat rumahnya. Bila obat tidak ada, tawarkan pada pasien supaya apotek bisa menghubungi dokter yang menulis resep. Pada dokter diusulkan pengganti obat dengan obat merek lain yang sama zat aktifnya atau obat dengan cara kerja yang serupa atau diganti dengan OGB (produk KF). Informasikan pada pasien bahwa atas saran dokter obat dapat diganti dengan merek lain. Bila dokter tidak setuju informasikan kepada pelanggan bahwa obat tidak dapat dilayani, dan ucapkan terima kasih. 6) Bila pelanggan tidak setuju (harga mahal). Tawarkan resep untuk ditebus separuhnya, kecuali untuk antibiotik atau obat yang tidak mungkin diberikan separuhnya. Informasikan harga obat pada

55 47 pelanggan. Bila persediaan obat ada dan pelanggan setuju, masukkan data pasien dengan lengkap (nama, alamat, nomor telepon, umur), masukkan data dokter/rumah sakit (nama, alamat, nomor telepon), khusus untuk resep anak agar catat data umur, nama dan alamat orang tua pasien. Untuk resep pengobatan hewan tanyakan nama pemiliknya. Terima uang dan cetak bukti pembayaran, serahkan kepada pelanggan, ucapkan Mohon Bapak /Ibu menunggu, obat akan kami siapkan (dengan ketentuan 15 menit, dan obat racikan selam 30 menit). Tanyakan pada pelanggan apa perlu kuitansi atau copy resep. Print-out blanko pemeriksaan proses layanan kemudian tempelkan pada resep selanjutnya paraf pada kolom harga dari formulir pemeriksaan proses resep. Serahkan resep beserta formulir pemeriksaan proses resep kepada petugas di peracikan untuk disiapkan obatnya. Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Pada setiap tahapannya, petugas apotek wajib membubuhkan paraf atas apa saja yang dikerjakan pada resep tersebut, jika terjadi sesuatu dapat dipertanggung jawabkan atas pekerjaan yang dilakukan. b. Penjualan obat dengan resep kredit. Penjualan obat dengan resep kredit sistem pelayanan resep kredit merupakan resep tertulis dari dokter yang bertugas pada suatu instansi atau perusahaan untuk pasien dari instansi yang telah mengadakan kerja sama dengan apotek. Sistem pembayaran ditanggung instansi atau perusahaan dengan persyaratan atau perjanjian yang telah disepakati. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, perbedaan hanya pada waktu pembayaran. Pasien tidak membayar secara langsung akan tetapi cukup menunjukkan kartu identitas kepegawaian kepada petugas apotek guna memenuhi kelengkapan administrasinya yang disesuaikan dengan kartu kontrol (khusus askes). Pada saat penyerahan obat, petugas akan meminta tanda tangan pasien pada bukti penerimaan obat. Resep kredit tersebut dipisahkan berdasarkan masing-masing instansi atau perusahaan dan dibuat alat tagih sesuai dengan format yang diminta untuk dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo

56 48 pembayaran yang telah disepakati bersama. SOP untuk resep kredit adalah sebagai berikut: 1) Ucapkan salam pembuka. 2) Periksa keabsahan resep (nama dan alamat dokter, nomor Surat Izin Praktek dan paraf dokter). 3) Periksa data penunjang sesuai dengan ketentuan masing-masing pelanggan, misal: Surat Rujukan, Fotokopi kartu pegawai dll, serta persetujuan bagian instansi yang berwenang. 4) Bila telah sesuai ketentuan, entri data pasien dengan lengkap (nama, alamat dan nomor telepon), entri data dokter (nama, alamat) dan entri data sesuai formulir instansi. 5) Masukkan nama dan jumlah obat (sesuai ketentuan masing-masing pelanggan). 6) Cetak blanko pemeriksaan proses layanan, kemudian tempel pada resep. 7) Berikan resep pada bagian peracikan untuk disiapkan obatnya. c. Penjualan obat bebas Penjualan bebas yang dimaksud adalah penjualan obat dan perbekalan farmasi lainya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter yang terletak di Swalayan Farmasi. Prosedur penjualan bebas yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Petugas penjualan swalayan farmasi mengikuti atau menghampiri pelanggan dan sambil tersenyum menyapa dengan mengucapkan salam pembuka. 2) Jika obat yang dicari ada dalam produk KF, tawarkan produk KF dan informasikan keunggulannya dibanding produk lain. 3) Tunjukan tempat rak dimana obat yang diperlukan itu berbeda. 4) Jika pelanggan membutuhkan obat untuk mengatasi keluhan, lakukan komunikasi dengan 5 pertanyaan menggunakan Metode WWHAM: (Who) Siapa yang akan menggunakan obat tersebut? (What) Apa gejala yang dialami? (How Long) Berapa lama gejala tersebut berlangsung? (Action) Apa yang sudah dilakukan terhadap gejala tersebut? (Medicine) Obat lain apa yang sedang digunakan?

57 49 5) Tentukan dan tawarkan obat yang sesuai indikasi keluhan tersebut, disertai alternatif pilihan lain, informasikan khasiat, kegunaan dan gejala yang mungkin timbul jika meminum obat tersebut. 6) Tawarkan kepada pelanggan, produk-produk lain yang mungkin diperlukan. 7) Entri nama dan jumlah obat, informasikan jumlah harga. 8) Bila setuju, lakukan transaksi penjualan dan cetak bon penjualan. 9) Kemas barang, serahkan beserta bon penjualan sampaikan Bila gejala menetap sampai 3 hari segera konsultasi ke dokter 10) Ucapkan salam penutup. 11) Catat pengeluaran jumlah barang yang dijual, sesuai SOP pengeluaran barang. d. Penjualan Obat Wajib Apotik (OWA) Penjualan Obat Wajib Apotik (OWA) merupakan penjualan atau penyerahan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker Pengelola Apotik (APA). Pasien yang membeli OWA digolongkan sebagai pasien Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS). Prosedur OWA adalah sebagai berikut: 1) Pasien menyebutkan OWA yang diinginkan. 2) Asisten Apoteker memeriksa apakah obat yg diminta pasien termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotik (DOWA) atau tidak. 3) Pasien membayar harga obat dikasir, kemudian asisten apoteker memberikan obat disertai dengan informasi tentang obat tersebut. 4) Asisten apoteker mencatat nama, nomor telepon, alamat pasien di kartu UPDS. 5) Setiap penjualan dicatat dalam laporan penjualan harian. e. Penjualan Alat-alat Kesehatan (Alkes) Apotek Kimia Farma No.6 menyediakan alat-alat kesehatan seperti kursi roda, termometer digital, tongkat penyangga dll. Pelayanan penjualan alat-alat kesehatan diberikan penjelasan tentang cara penggunaan alat-alat kesehatan tersebut oleh Apoteker atau Asisten Apoteker kepada pasien (konsumen).

58 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 6 berupa pencatatan atau administrasi harian dalam bentuk pembuatan laporan harian baik penjualan tunai dan kredit, laporan serta penyerahan buktibukti administrasi ke Bisnis Manajer Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 6 meliputi: 1. Pemesanan narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan oleh bagian perencanaan pengadaan barang dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotik yang ditandatangani oleh APA. Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade & Distribution selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan (Surat Pesanan asli dan 2 Lembar kopi Surat Pesanan, dan satu lembar sebagai arsip di apotek). 2. Penerimaan narkotika Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. 3. Penyimpanan narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 6 disimpan dalam lemari 2 pintu yang dilengkapi dengan kunci yang kuat.

59 51 4. Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No. 6 hanya melayani resep narkotika dari dokter atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 6 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani permintaan obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Resep narkotik yang masuk dipisahkan dari resep lainnya. 5. Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan. Laporan berisi tanggal, nomor, lampiran, perihal dan ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek yang kemudian dikirimkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat. Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan yang bersangkutan meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan, pemasukan yang terdiri dari nomor dan tanggal SP, nomor dan tanggal faktur, asal dan jumlahnya, jumlah keseluruhan, pengeluaran yang terdiri dari resep, pembuatan, lain-lain dan jumlahnya, persediaan akhir bulan serta keterangan; dan laporan khusus penggunaan morfin, petidin, dan derivatnya meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, nomor dan tanggal resep, tanggal penyerahan, jumlah, nama dan alamat, nama dan alamat dokter serta keterangan. Tembusan laporan dikirimkan kepada: a. Kepala Balai Besar POM Jakarta. b. Penanggung Jawab Obat Narkotika dan Psikotropika PT Kimia Farma Tbk. c. Arsip apotek. 6. Pemusnahan narkotika. Apotek Kimia Farma No. 6 belum pernah melaksanakan pemusnahan narkotika karena jumlah dan jenis tidak berlebih, disesuaikan dengan kebutuhan permintaan resep.

60 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 6 meliputi: 1. Pemesanan Psikotropika Pemesanan Psikotropika di Apotek Kimia Farma 6 dilakukan melalui Surat Pemesanan yang ditandatangani oleh APA yang dikirimkan ke BM. Surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masing-masing diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek. 2. Penerimaan Psikotropika Penerimaan psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. 3. Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan obat psikotropika dilakukan di lemari khusus yang dibedakan dari sediaan yang lain. 4. Pelayanan Psikotropika Apotek Kimia Farma 6 hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani penjualan obat psikotropika tanpa resep dokter. 5. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dikirimkan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat setiap tiga bulan sekali, tetapi Apotek Kimia Farma No. 6 melaporkan setiap bulannya bersamaan dengan pelaporan narkotika. Laporan psikotropika memuat nama apotek, nomor SIA, bulan dan tahun, nomor urut, kode, nama bahan/sediaan, satuan, saldo awal, penerimaan (distributor), jumlah penerimaan, tujuan dan jumlah pengeluaran serta stok akhir. Laporan ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama dan nomor SIPA, serta stempel apotek dengan tembusan kepada: a. Kepala Balai Besar POM Jakarta. b. Arsip apotek.

61 53 6. Pemusnahan Psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika Pengelolaan Resep Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5). Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa: a. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang kurangnya 3 tahun. b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan. c. Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang kurangnya petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat dengan tembusan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.

62 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apotek juga merupakan suatu toko pengecer (retailer) karena menjual barang farmasi secara eceran. Oleh karena itu, apotek identik dengan toko, akan tetapi barang dagangannya adalah perbekalan farmasi, yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Begitu juga halnya dengan cara pengelolaan dan strategi penjualan atau pelayanan apotek, tidak berbeda dengan pelayanan toko. Hanya saja, dalam pengelolaan apotek ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai tata cara pendiriannya, dan wewenang mengelola apotek sampai dengan tata cara pembelian dan penyerahan barang dagangannya kepada konsumen, dilakukan oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang dibantu oleh asisten apotekernya. Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan dipimpin oleh Zulfianto, S.Si, Apt sebagai Manajer Apotek Pelayanan yang dibantu oleh seorang apoteker pendamping, asisten apoteker (AA), juru resep, dan kasir Ditinjau dari letaknya, Apotek Kimia Farma No. 6 yang berada di jalan Pejompongan No. 1 memiliki lokasi yang cukup strategis karena berada di pinggir jalan. Daerah sekitarnya cukup ramai, baik dari banyaknya usaha-usaha lain yang ada, seperti pertokoan dan perkantoran, beberapa sekolah, serta pemukiman penduduk dengan ekonomi rata-rata menengah atas. Apotek disertai dengan tempat praktek dokter, mushola, serta tempat parkir yang cukup luas dan nyaman. Dari segi penataannya, desain eksterior dan interior apotek dibuat menarik dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan keamanan dari pengunjung. Untuk memperjelas keberadaan apotek, pada bagian depan gedung terdapat papan nama yang mudah dikenali bertuliskan logo Kimia Farma berwarna jingga dengan latar belakang biru yang merupakan logo khas Kimia Farma. Dinding depan gedung berupa kaca tembus pandang sehingga dapat terlihat dari luar dan ini dapat menarik perhatian pelanggan. Desain interior apotek memberikan kesan rapi dan bersih. Perabotan apotek, seperti timbangan, mortir alu, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi. 54

63 55 Bagian dalam apotek terdapat ruang tunggu yang nyaman. Ruang tunggu terdiri dari kursi tunggu, dan tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien seperti brosur atau materi informasi sehingga pelanggan yang menunggu obat disiapkan tidak merasa bosan. Hal lain yang cukup menarik perhatian pelanggan adalah penataan swalayan farmasi dimana pasien dapat memilih produk yang dapat dibeli tanpa resep. Pada daerah ini selain kosmetik, produk herbal, obat-obat bebas, beberapa merek suplemen, kebutuhan bayi, juga dijual alat kesehatan yang disusun pada masing-masing rak. Apotek Kimia Farma No. 6 memiliki susunan tata letak dan ruang yang telah memenuhi persyaratan apotek yaitu adanya pembagian ruang tunggu, ruang peracikan obat, ruang APA, ruang penyimpanan obat, ruang praktek dokter, toilet serta tempat parkir. Ruang peracikan di apotek ini sudah memenuhi syarat kelengkapan ruang peracikan yaitu adanya tempat untuk menimbang, meracik, menggerus dan membagi serbuk, tempat untuk menulis dan sekat menempel etiket. Lemari penyimpanan obat tertata cukup rapi. Penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad, farmakologi, dan bentuk sediaan. Selain itu dibedakan antara obat generik dan obat paten, serta beberapa obat yang masuk dalam DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) Askes. Rak-rak khusus disediakan untuk menyimpan obat bentuk sediaan drop, generik, sirup dan cream, salep, dan tetes mata. Obat-obat golongan psikotropik dan narkotik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat-obat golongan narkotika disimpan dalam sebuah lemari khusus yang terletak di dekat meja peracikan dan kondisi penyimpanannya sudah memenuhi persyaratan, dimana seluruhnya terbuat dari bahan logam yang kuat, terbagi dua bagian dengan masing-masing kunci yang berlainan. Selain itu penyimpanan khusus juga dilakukan terhadap sediaan yang bersifat termolabil seperti supositoria yang disimpan dalam lemari pendingin. Setiap barang atau obat diberi kartu stok yang mana setiap pengambilan maupun pengisian harus ditulis di kartu stok baik tanggal, jumlah obat, nomor resep, dan paraf petugas, kartu ini diletakkan disebelah kanan masing-masing barang.pencatatan umumnya langsung dilakukan pada saat barang disimpan dan pada saat pengambilan barang. Pencatatan di kartu stok berfungsi untuk mengetahui tingkat persediaan barang dan menghindari kehilangan barang.

64 56 Kontrol persediaan barang dan obat di apotek dilakukan dengan melakukan stock opname setiap akhir bulan untuk menyesuaikan keberadaan barang yang terdapat pada sistem komputer dengan keadaan yang sebenarnya. Stock opname yang dilakukan setiap bulannya, dapat mengantisipasi terjadinya obat-obat yang melampaui waktu kadaluwarsa, juga dapat diketahui obat-obat slow moving di apotek. Suatu jenis obat dapat saja tergolong slow moving untuk suatu apotek Kimia Farma, namun dapat pula fast moving untuk apotek Kimia Farma yang lain, sehingga adanya stock opname ini dapat menjadi informasi untuk apotek Kimia Farma lain untuk saling melengkapi kekurangan obat serta mengatasi jumlah obat yang berlebih. Kegiatan manajemen yang terjadi di Apotek Kimia Farma No. 6 meliputi proses kegiatan pengadaan, pembelian, dan pendistribusian. Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama sertauntuk meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi secara efektif dan efisien. Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan dilakukan dengan menggunakan sistem yang lama yaitu Bon Pemesanan Barang Apotek (BPBA). Pemesanan dimulai dengan mencatat jenis dan jumlah barang yang akan atau sudah habis persediaannya. Pencatatan terhadap tiap barang yang akan dipesan dilakukan dalam sebuah buku yang disebut buku defekta. Pencatatan ini dapat dilakukan setiap saat yaitu setiap kali diketahui adanya barang yang sudah atau akan habis. Petugas di apotek kemudian akan melakukan rekapitulasi jumlah dan jenis barang yang tercatat dalam buku dan memasukkan data tersebut ke dalam komputer sebagai BPBA kemudian akan disampaikan ke Bisnis Manajer (BM) Jaya I melalui KIS (Kimia Farma Information System). BM Jaya I kemudian akan membuat Surat Pesanan (SP) permintaan barang yang ditujukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk diantarkan ke BM jaya I, lalu barang-barang tersebut didistribusikan ke masing-masing apotek pelayanan. Khusus untuk pengadaan narkotika dan psikotropika, pemesanan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat pemesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek. Barang-barang

65 57 narkotika dan psikotropika yang dipesan melalui BM tersebut akan diantar langsung oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) bersangkutan ke apotek Kimia Farma No. 6 tanpa perantara BM. Jadwal pendistribusian barang untuk apotek Kimia Farma No. 6 dilakukan setiap hari Senin tetapi dapat berubah sesuai persediaan obat. Apabila jumlah persediaan obat sudah mendekati jumlah minimal atau stok obat habis ketika pelayanan maka dapat dilakukan pemesanan langsung ke BM atau dikenal dengan permintaan Cito. Pemesanan langsung memiliki keuntungan, karena apotek pelayanan dapat memfokuskan diri dalam pelayanan kepada konsumen, penyediaan barang lebih terkoordinasi baik dalam jumlahnya maupun sistem pembayaran karena dilakukan oleh BM, jika terdapat kelebihan barang tertentu dapat dialihkan ke Apotek Kimia Farma lainnya sehingga dapat dimanfaatkan oleh apotek yang bersangkutan. Namun demikian, kerugiannya adalah diperlukan waktu yang lama dalam pendistribusian obat atau barang ke apotek pelayanan. Penentuan jenis dan jumlah barang yang dibeli menggunakan analisis pareto untuk mengetahui barang yang benar-benar dibutuhkan. Perkiraan adanya waktu tunggu perlu diperhitungkan untuk mencegah terjadinya kekosongan stok. Bagian pengadaan harus mengatur sedemikian rupa agar obat dan barang yang laku keras disediakan lebih banyak dan beragam, adanya item-item baru, fluktuasi dokter dalam menulis resep, tingkat kebutuhan, keuangan apotek, pola penyakit dan kesigapan dalam menentukan stok minimum agar barang tersedia lengkap tetapi tidak berlebih. Dalam mendukung tersedianya perbekalan farmasi maka harus dipilih distributor yang telah terbukti yakni distributor resmi yang sudah bekerjasama dengan baik, memberikan pelayanan yang cepat, diskon yang besar, kualitas barang terjamin dan pembayaran barang secara kredit. Pengeluaran persedian farmasi memakai sistem FIFO (First In First Out) yang menerapkan bahwa obat-obat yang terlebih dulu masuk dikeluarkan terlebih dahulu untuk pemakaian. Jadi pada penempatan obat yang lebih dulu masuk diletakkan di depan, sedangkan obat yang belakangan masuk diletakkan di belakangnya. Selain itu dilakukan pencatatan di kartu stok untuk mencatat

66 58 pemasukan dan pengeluaran barang serta mempermudah pengontrolan persediaan barang, sehingga dapat mencegah terjadinya barang rusak atau kadaluarsa. Dalam rangka memajukan kualitas pelayanan apotek yang sangat mempengaruhi tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan yang akhirnya mempengaruhi nilai penjualan (omset) dilakukan analisis kebutuhan konsumen. Usaha memahami kebutuhan konsumen penjual harus melakukan apakah konsumen membutuhkan kecepatan dalam pelayanan obat, atau informasi lengkap mengenai obat, atau keramahan petugas dalam melayani pasien, atau kenyamanan dan kelengkapan obat dari apotek. Dengan cara ini maka penjual dapat meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Pengelola apotek dalam rangka memenuhi fungsi pelayanan yang baik maka perlu memperhatikan beberapa syarat yang sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan apotek. Syarat tersebut adalah memenuhi standar Good Pharmacy Practice yang merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan, bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk jasa kesehatan dengan lebih tepat, yang pada akhirnya akan tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Apotek Kimia Farma No. 6 melayani resep dokter (tunai dan kredit) dan non resep. Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan. Sedangkan pada pelayanan resep kredit, pelayanan dan pembayarannya berdasarkan atas kerjasama serta perjanjian yang disetujui antara apotek dengan instansi/perusahaan. Prosedur pelayanan resep tunai dimulai dari pasien datang dengan membawa resep yang kemudian akan diterima oleh asisten apoteker di kasir penerimaan resep, asisten apoteker akan memeriksa keabsahan resep tersebut. Jika sudah lengkap, asisten apoteker akan memasukkan nama obat yang terdapat dalam resep ke dalam komputer untuk mengecek jumlah persediaan obat dan juga memberikan harga bila ternyata obat tersebut ada dalam persediaan. Asisten apoteker kemudian akan menginformasikan total harga yang perlu dibayar oleh

67 59 pasien, jika pasien setuju maka asisten apoteker akan memasukkandata dari pasien berupa nama pasien, alamat, nomor telepon, dan nama dokter atau rumah sakit. Asisten apoteker akan memberikan print out bukti pembayaran kepada pasien sebagai nomor urut untuk mengambil obat, dan print out bukti pembayaran yang lain dilampirkan pada resep asli. Asisten apoteker akan memberikan resep tersebut pada petugas di bagian peracikan, yang kemudian petugas akan menyiapkan, mengemas, dan memberikan etiket. Setelah selesai asisten apoteker akan memeriksa kembali kelengkapan obat, dari segi etiket, jumlah obat, kemudian memanggil nama pasien beserta nomor urut dan memberikan informasi tentang cara penggunaan obat yang diperlukan. Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep kemudian disimpan. Bila obat hanya diambil sebagian oleh pasien maka petugas akan membuat salinan resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep dibelakang kuitansi tersebut. Adapun prosedur pelayanan resep kredit dimulai dari pasien datang dengan membawa resep yang kemudian akan diterima oleh asisten apoteker di kasir penerimaan resep. Asisten apoteker akan memeriksa keabsahan resep tersebut dan data penunjang sesuai dengan ketentuan masing-masing pelanggan, seperti surat rujukan, fotokopi kartu pegawai dan lain-lain, serta persetujuan bagian instansi yang berwenang. Petugas kemudian akan mengecek di buku formularium masing-masing instansi apakah semua obat yang terdapat dalam resep masuk dalam daftar formularium itu. Jika semua telah memenuhi dan sudah lengkap, asisten apoteker akan memberikan nomor urut secara manual kepada pasien untuk mengambil obat, dan nomor urut yang lain dilampirkan pada resep asli. Jika terdapat obat yang tidak masuk dalam daftar formularium instansi tersebut maka petugas dapat menawarkan agar pasien membeli secara tunai atau dapat diganti dengan obat dengan merek dagang berbeda tetapi masuk dalam daftar tersebut. Asisten apoteker akan memberikan resep tersebut pada petugas di bagian peracikan, yang kemudian petugas akan menyiapkan, mengemas, dan memberikan etiket. Setelah selesai asisten apoteker akan memeriksa kembali kelengkapan obat,

68 60 ketepatan jumlah obat, dan jenis obatdalam bungkus dengan etiket yang tertera pada resep kemudian memanggil nama pasien beserta nomor urut dan memberikan informasi tentang cara penggunaan obat yang diperlukan. Apotek Kimia Farma No. 6 juga melakukan pelayanan obat tanpa resep dokter, meliputi penjualan obat bebas dan melayani permintaan OWA atau UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Penjualan obat bebas adalah penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti OTC (Over The Counter), baik obat bebas maupun bebas terbatas. Pelayanan ini dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop) dan pelayanan yang diberikan sama halnya pada saat menerima resep dokter tapi hanya berbeda karena tidak dituliskan etiket dan copy resep, dalam hal ini biasanya pasien sudah mengetahui cara penggunaan obat dan untuk obat yang rutin dikonsumsi oleh pasien, terutama untuk pasien yang mengalami penyakit degeneratif, sehingga pasien bisa menebus obat tanpa harus ke dokter terlebih dahulu (swamedikasi). Apoteker berkewajiban memberikan informasi tentang obat yang dibeli pasien. Pada layanan UPDS, apotek menjual obat-obat yang telah diizinkan oleh pemerintah (obat yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek) untuk digunakan oleh pasien yang telah mengetahui khasiat dan cara menggunakan obat-obat tersebut untuk pengobatan dirinya sendiri (swamedikasi). Untuk mempermudah pelayanan, Apotek Kimia Farma No.6 telah menggunakan sistem komputerisasi. Sistem komputerisasi ini digunakan untuk melihat semua daftar harga yang ada di apotek serta mempercepat diketahuinya jumlah uang yang harus dibayar pasien setelah data obat dalam resep dimasukkan ke dalam komputer. Pada setiap transaksi yang dilakukan, yaitu ketika pasien membeli atau menebus obat di apotek selain obat bebas, petugas apotek mencatat nama dan alamat pasien dan data tersebut menjadi medical record. Data ini digunakan untuk kepentingan tertentu bagi APA, seperti konseling dan penelitian. Selain itu nama dan alamat pasien yang tercatat juga akan mempermudah apotek menghubungi pasien jika terjadi kesalahan pemberian obat yang kurang atau kepentingan lain. Selain hal-hal tersebut, sistem komputerisasi ini juga digunakan untuk laporan data keuangan dan data pasien Apotek Kimia Farma.

69 61 Dalam hal manajemen perbekalan farmasi telah baik, hal ini dapat dilihat dari kesesuaian obat yang terdapat di kartu stok, komputer, serta pada lemari, hal ini tidak lepas dari kerjasama yang baik antara semua petugas apotek dalam menjaga kelancaran kegiatan penyaluran obat. Waktu pemesanan obat yang tidak terus menerus atau secara tiba-tiba dikarenakan kurangnya pengawasan akan ketersediaan obat, kecuali bila ada permintaan pasien yang tiba-tiba. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama masa PKPA, pelayanan Apotek Kimia Farma No. 6 secara umum telah dijalankan dengan baik. Namun demikian, penerapan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) di apotek ini masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia, khususnya wawasan mengenai obat, waktu apoteker yang belum selalu tersedia, dan tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan pelayanan swamedikasi dan konseling. Informasi obat sebaiknya selalu diberikan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan penggunaan obat. Pelayanan apotek yang berorientasi pada pasien menuntut agar apoteker mampu memberikan informasi, edukasi dan konsultasi pengobatan sesuai kebutuhan pasien. Oleh karena itu, perlu adanya penataan mengenai tempat khusus untuk konseling yang terpisah sehingga lebih menjaga privasi pasien. Secara umum petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan telah melayani dengan baik (ramah, sigap, dan mau membantu mengatasi kesulitan pelanggan). Selain itu, petugas juga cukup informatif dalam melayani pelanggan, berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien dan cepat tanggap dalam mengatasi keluhan konsumen.

70 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Apoteker memiliki peranan, wewenang, dan tanggung jawab yang besar dalam kegiatan pelayanan farmasi di Apotek Kimia Farma No. 6. Apoteker berperan penting dalam menentukan kebijakan pengelolaan apotek serta melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap semua komponen yang ada di apotek, di samping melaksanakan fungsinya sebagai seorang apoteker untuk menjamin penggunaan obat yang rasional. 2. Pelaksanaan kegiatan kefarmasian di apotek Kimia Farma No. 6 telah sesuai dengan standar prosedur operasional dan telah dilaksanakan dengan cukup baik. 5.2 Saran 1. Apotek Kimia Farma No. 6 sebaiknya meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dengan mengoptimalkan pemberian konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait obat untuk mencegah kesalahan penggunaan obat pada pasien. 2. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam hal kecepatan pelayanan, sebaiknya Apotek Kimia Farma No. 6 selalu memperbaharui label harga dari obat-obat OTC dan barang swalayan farmasi lainnya agar pelanggan tidak perlu menunggu lama dengan bertanya kepada petugas terlebih dahulu. 62

71 DAFTAR PUSTAKA Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kimia Farma. (2011). Profil Perusahaan PT. Kimia Farma Trading and Distribution. Mei 28, Kimia Farma. (2012a). Visi dan Misi Perusahaan. Juni 7, Kimia Farma. (2012b). Visi dan Misi. Juni 7, =article&id=374&itemid=46. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. 63

72 64 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Masa Bakti Apoteker. Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 149/MenKes/Per/II/1998 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti Apoteker Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1965 tentang Pengelolaan Apotik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

73 65 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek

74 66 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Unit Bisnis Manager Jaya 1 Manajer Bisnis Supervisor Pengadaan Supervisor Keuangan & Akuntansi Manajer Apotek Pelayanan (MAP) Staf Pengadaan Petugas Gudang Pelaksana Administrasi Piutang Dagang Penjualan Pelaksana Administrasi Hutang Dagang Pembelian Pelaksana Administrasi Sumber daya & Umum Kimia Farma No.42 Kebayoran Baru Kimia Farma No.47 Radio Dalam Kimia Farma No.6 Pejompongan Kimia Farma No.55 Kebayoran Lama Kimia Farma No.96 Slipi Kimia Farma No.152 Pasar Minggu Pelaksana Administrasi Inkaso Pelaksana Administrasi Pajak Pelaksana Petugas Penagihan Kimia Farma No.219 situgintung Kimia Farma No.254 Pos Pengumben Kimia Farma No.267 Bintaro Sektor V Kimia Farma No.282 KS Tubun Kimia Farma No.339 Cengkareng Pelaksana Administrasi Kas/Bank Pelaksana Administrasi Pemegang Saham Kimia Farma Kemang Kimia Farma Margonda Kimia Farma Santa Kimia Farma No.342 Tanjung Duren

75 67 Lampiran 3. Denah Bangunan Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan Kamar Mandi Dapur Kamar Mandi Gudang Mushalla Ruang APA Ruang Tunggu Laundry Pintu Masuk Apotek Swalayan Farmasi Lahan Parkir

76 68 Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan

77 69 Lampiran 5. Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) PT. KIMIA FARMA APOTEK APOTEK KF NO. 6 BON PERMINTAAN BARANG APOTEK KE APOTEK : 6 NOMOR BPBA :... TANGGAL :... No. Nama Obat Ktrg Stock Avg.Jual Jumlah Kemasan Jml Beri Hrg Satuan Jml permintaan

78 70 Lampiran 6. Kartu Stok Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan

79 71 Lampiran 7. Alur Pengadaan Barang Apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan (4) Cek Barang dtg dan Faktur Apotek Kimia No.6 BPBA BM Jaya I SP Distributor Faktur KIS (1) (2) (3) Keterangan: 1. Petugas Apotek Kimia Farma No. 6 memasukkan data BPBA (Bon Pemesanan Barang Apotek) ke dalam komputer yang sudah terhubung dengan KIS (Kimia Farma Information System) 2. BM Jaya I akan menerima data tersebut untuk dibuatkan SP (Surat Pemesanan) permintaan barang yang ditujukan ke distributor 3. Distributor akan mengantarkan barang tersebut ke BM Jaya I beserta faktur 4. BM Jaya I akan mengantarkan barang ke Apotek Kimia Farma No. 6 beserta faktur yang kemudian barang tersebut di periksa sesuai dengan jumlah permintaan dan kondisi barang tersebut sesuai dengan faktur oleh petugas apotek

80 72 Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika

81 73 Lampiran 9. Laporan Penggunaan Narkotika LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA APOTIK : KIMIA FARMA No. 6 Form :... Jl : Danau Tondano No.1 Pejompongan Lembar :... BULAN :... NO. STOK AWAL NAMA BAHAN SEDIAAN SATUAN PENERIMAAN PENGGUNAAN STOK AKHIR DARI JUMLAH UNTUK JUMLAH JAKARTA, (...). PENANGGUNG JAWAB TEKNIS

82 74 Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika

83 75 Lampiran 11. Laporan Penggunaan Psikotropika

84 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO. 1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 ANALISIS RESEP ANGINA PEKTORIS DAN ASPEK KONSELING DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 PEJOMPONGAN VIDIA HAWARIA, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

85 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Angina Pektoris Stabil Gambaran Umum Diagnosis Penatalaksanaan Angina Pektoris Tidak Stabil Gambaran Umum Diagnosis Terapi Farmakologis Terapi Nonfarmakologis Angina Prinzmetal Gambaran Umum Diagnosis Penatalaksanaan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pengambilan Resep Studi Kasus Studi Literatur BAB 4 ANALISIS RESEP PENYAKIT ANGINA PEKTORIS Studi Kasus Resep Angina Pektoris Peran Apoteker BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ii

86 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi angina pektoris stabil (Canadian Cardiovascular Society/CCS)... 5 Tabel 4.1. Keabsahan dan Kelengkapan Administratif Resep iii

87 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Di Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). PJK yang juga sering disebut penyakit jantung iskemik merupakan kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh arteriosklerosis yang merupakan proses degeneratif meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab penyakit jantung koroner adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot jantung yang terjadi akibat penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya plak yang diikuti oleh pembentukan trombus. Angina pektoris merupakan salah satu bentuk dari penyakit jantung koroner. Angina pektoris dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu angina tidak stabil (unstable angina pectoris-uap), angina stabil kronis, dan angina yang disebabkan vasospasme arteri koroner (angina varian atau Prinzmetal). Kondisi angina yang tidak tertangani dapat menyebabkan infrark miokard atau kematian sel jantung. Pada infark miokard, penyumbatan tromboemboli pada arteri koroner dapat memicu kerusakan ventricular kiri akut dan/atau aritmia, kejadian inilah yang menyebabkan kematian mendadak. Pelaksanaan secara optimal Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) dalam penatalaksanaan pasien angina pektoris, yang meliputi manajemen masalah terkait obat (Drug Related Problems) adalah pilihan yang tepat dan strategis. Dalam upaya menunjang klinisi bekerjasama untuk mencapai dan menjamin proses terapi medis yang optimal atau proses pengobatan berjalan sesuai dengan standar pelayanan profesi dan kode etik yang telah ditetapkan. 1

88 Tujuan Tujuan dari penulisan laporan ini adalah memahami penyakit angina pektoris dan penatalaksanaannya, serta dapat memberikan informasi dan edukasi yang tepat bagi pasien. 2

89 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angina Pektoris Stabil Gambaran Umum Angina pektoris stabil adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Nyeri pada umumnya terjadi perlahan-lahan dan bertambah buruk setiap menitnya sebelum pada akhirnya menghilang. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Sakit dada pada angina stabil disebabkan karena timbulnya iskemia miokard, karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang karena penyempitan pembuluh darah koroner (arteri koronaria). Penyempitan terjadi karena proses aaterosklerosis atau spasme pembuluh koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme. Pada mulanya suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan aktivitas fisik yang cukup berat. Oleh karena itu sakit pada angina timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas fisik misalnya sedang berjalan cepat atau berjalan mendaki. Episode gejala klinis yang terjadi pada angina stabil tergantung dari iskemia miokardium akut. Tipikal pasien dengan angina biasanya adalah laki-laki berusia > 50 tahun atau wanita dengan usia > 60 tahun. Laki-laki yang mengalami gejala ini berkisar 70% dari semua pasien dengan angina pektoris dan bahkan lebih besar pada mereka dengan usia < 50 tahun. Angina pektoris stabil biasanya mempunyai karakteristik tertentu: Lokasi Seringkali pasien mengalami sakit dada di daerah sternum atau dibawah sternum (substernal) atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang dengan menjalar ke lengan kiri, kadang-kadang menjalar ke punggung, rahang, leher, 3

90 4 atau lengan kanan. Sakit dada juga dapat timbul di tempat lain seperti daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu. Kualitas nyeri Sakit dada merupakan nyeri yang tumpul, seperti rasa tertindih atau berat di dada, rasa desakan yang kuat, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas. Tidak jarang keluhan hanya berupa rasa tidak enak di dada. Nyeri berhubungan dengan aktivitas (seperti olahraga, terburu-buru), hilang dengan istirahat. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stress fisik, stress emosional (stres, marah, ketakutan, frustrasi), kemarahan, ketakutan, atau frustasi. Kuantitas nyeri. Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil dan dimasukkan kedalam sindrom koroner akut. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus tetapi hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Hubungan dengan aktivitas Sakit dada pada angina biasanya timbul pada waktu melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau menaiki tangga. Pada yang berat, aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, dapat menyebabkan sakit dada. Sakit dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau tidur malam. Tingkat keparahan simptom sakit dada pada angina stabil dapat diklasifikasikan berdasarkan Canadian Cardiovascular Society, yaitu sebagai berikut.

91 5 Tabel 2.1. Klasifikasi angina pektoris stabil (Canadian Cardiovascular Society/CCS) Kelas Level Gejala I Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat, berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau berpergian II Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angin dan lain-lain III Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa IV AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dan lainlain. Pada sebagian pasien, nyeri dada dapat berkurang terus dan bahkan dapat menghilang, yaitu menjadi asimtomatik walaupun sebenarnya tetap ada iskemia dan dapat dilihat pada EKG istirahatnya. Keadaan ini disebut sebagai silent ischemia.1 Iskemi sunyi ini sering terjadi pada dini hari dan menyebabkan disfungsi kontraksi miokardial. Mekanisme dari iskemi ini belum diketahui. Kemungkinan karena adanya ambang rangsang nyeri yang tinggi pada beberapa orang atau karena produksi banyak endorphin Diagnosis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien dengan angina pektoris penting untuk mengetahui adanya hipertensi, penyakit katup jantung, atauhipertropi kardiomiopati obstruktif. Pemeriksaan fisik mencakup penilaian body mass index (BMI) dan keliling pergelangan tangan untuk membantu evaluasi sindrom metabolik, bukti adanya penyakit vaskuler non-koroner yang asimptomatik, dan

92 6 tanda lainnya dari kondisi komorbid. Bagaimanapun, tidak ada tanda yang spesifik dari angina pektoris. Hasil pemeriksaan fisik biasanya masih dalam batas normal, walaupun terkadang ditemukan kelainan lain yang menjadi faktor resiko, seperti obesitas, tekanan darah tinggi, penyakit arteri perifer, earlobe crease. Terkadang dapat juga ditemukan bunyi jantung keempat atau bising sistolik pada waktu serangan angina atau pada waktu melakukan aktivitas. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan untuk memastikan permulaan terjadinya angina stabil, yaitu: 1. Kelas I (untuk semua pasien) a. Profil lemak puasa, mencakup TC, LDL, HDL, dan trigliserida b. Glukosa puasa c. Hitung darah lengkap, mancakup hitung Hb dan sel darah putih d. Kreatinin 2. Kelas I (jika spesifik diindikasikan pada evaluasi klinis dasar) a. Penanda kerusakan miokardial jika evaluasi menunjukkan ketidakstabilan klinis atau ACS b. Fungsi tiroid jika secara klinis terindikasi 3. Kelas IIa Uji toleransi glukosa oral 4. Kelas IIb a. Protein reaktif Hs-C b. Lipoprotein a, ApoA, dan ApoB c. Homosistein d. HbA1c e. NT-BNP Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Rontgen Dada Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang-kadang tampak adanya klasifikasi arkus aorta.

93 7 2. Elektrokardiogram atau EKG Gambaran EKG yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan pada waktu serangan angina seringkali masih normal. Gambaran EKG kadang-kadang menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang EKG menunjukkan perbesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina. Kadang-kadang EKG menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan angina, EKG akan menunjukkan adanya depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif. 3. Ekokardiografi atau Radionuklida Angiografi Pemeriksaan ini bermanfaat untuk pasien dengan murmur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopati hipertofik. Selain itu, dapat pula digunakan untuk menentukan luasnya iskemia bila dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung. Pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menganalisis fungsi miokardium segmental pada pasien angina pektoris stabil kronik atau telah pernah infark jantung sebelumnya walaupun tidak memperlihatkan iskemia yang baru terjadi. Jika ekokardiografi dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan angina mungkin masih dapat memperlihatkan adanya segmen miokardium yang mengalami disfungsi karena iskemia akut. Segmen ini akan pulih lagi setelah hilangnya iskemia akut. Kuantitas iskemia dapat diperlihatkan dengan sistem skor. Jika daerah disfungsi iskemia sukar terlihat maka sensitivitas dapat ditambah dengan memakai alat ekokardiografi yang menggunakan harmonic imaging atau dapat dipakai juga ekokardiografi kontras memakai gelembung-gelembung mikro atau micro bubbles yang terjadi waktu injeksi IV larutan kontras. 4. Angiografi koroner Angiografi koroner merupakan standar utama diagnostik untuk penyakit arteri koroner obstruktif. Prosedur menggunakan pewarna kontras, x-ray, dan kateter untuk melihat keadaan berupa aliran darah ke jantung dan penyumbatan di pembuluh darah jantung. Angiografi dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada pembuluh darah antara lain:

94 8 Menunjukkan jumlah arteri koroner yang mengalami aterosklerosis Menunjukkan bagian pembuluh darah yang tertutup Mengecek hasil operasi koroner bypass sebelumnya Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah meningkatkan prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan kematian. Usaha untuk mencegah infark miokard dan kematian pada penyakit jantung yaitu utamanya berfokus pada pengurangan insiden trombotik akut dan disfungsi ventrikular. Tujuan dari menajemen gaya hidup dan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi pembentukan plak, menstabilkan plak dengan cara menurunkan inflamasi dan melindungi fungsi endothelial, mencegah terjadinya trombosis jika terjadi disfungsi endotelial dan ruptur plak. Pada kondisi tertentu, misalnya pasien dengan lesi yang parah pada arteri koronernya, revaskularisasi sering direkomendasikan untuk meningkatkan reperfusi ke jantung Non-Farmakologis Penatalaksanaan angina pektoris stabil dapat dilakukan dengan modifikasi faktor resiko yang mencakup hal-hal sebagai berikut. Faktor resiko yang dapat berubah termasuk merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, gaya hidup tidak berubah, hiperurisemia, faktor psikologi seperti stress. Faktor resiko ini dapat dihindari dengan olahraga yang dapat menurunkan kecepatan denyut jantung dan tekanan darah sistolik serta peningkatan waktu kerja. 1. Merokok Kegiatan merokok sangat tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit arteri kronik. Telah banyak bukti bahwa merokok merupakan factor risiko penyakit koroner pada banyak pasien. Tidak saja dapat mempercepat perjalanan penyakit, tetapi juga meningkatkan serangan. 2. Diet dan alkohol Pola diet pada orang dengan dengan penyakit jantung sangat direkomendasikan untuk menurunkan kejadian serangan. Makanan yang dianjurkan adalah, buahbuahan, sayuran, sereal, grain, dan lain-lain. Hal ini dapat berpengaruh dalam

95 9 perubahan LDL dan kolesterol total pada abnormalitas lipid. Konsumsi alkohol sangat tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit jantung Farmakologis Bila serangan jarang terjadi atau terjadi sewaktu kerja fisik maksimal, maka cukup diobati dengan short acting nitrate yang dapat mengatasi serangan secara cepat ketika serangan muncul, dan dapat mencegah timbulnya serangan ketika serangan diperkirakan akan muncul (pencegahan akut). Di antara short acting nitrate, nitrogliserin sublingual merupakan obat terpilih karena mula kerjanya paling cepat. Bila serangan lebih sering timbul sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diperlukan obat untuk pencegahan jangka panjang yakni long acting nitrate, β-blocker atau penghambat kanal kalsium. 1. Long Acting Nitrate Sediaan ini sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi jangka panjang angina karena sudah lama dikenal sebagai antiangina yang sangat efektif dan cukup aman. Efek sampingnya dapat diduga dan mudah diobati. Syarat utama penggunaan nitrat kerja panjang adalah respon yang jelas terhadap nitrogliserin sublingual. Toleransi dapat terjadi pada penggunaan kronik, dan dapat terjadi toleransi silang dengan nitrat kerja singkat. Jika angina terjadi tidak lebih dari 1 kali pada hari yang berdekatan, maka sediaan tablet sublingual nitrogliserin atau spray atau bukal cukup digunakan. Untuk profilaksis ketika menjalankan aktivitas yang memiliki resiko serangan tidak terduga yang terjadi dengan cepat, 0,3-0,4 mg nitrogliserin secara sublingual dapat digunakan 5 menit sebelum waktu aktivitas. Spray nitrogliserin dapat berguna ketika produksi saliva tidak cukup untuk melarutkan nitrogliserin sublingual atau jika pasien memiliki kesulitan untuk membuka kemasan tablet. Respon biasanya berlangsung selama 30 menit.

96 10 2. β-blocker Golongan ini paling sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi jangka panjang angina of effort yaitu pada kondisi : Penderita dengan nyeri angina yang jelas berhubungan dengan kerja fisik, terutama yang sangat aktif karena penurunan denyut jantung dan tekanan darah pada waktu kerja fisik paling jelas pada obat golongan ini. Semua penderita dengan angina pasca infark bila tidak ada kontraindikasi. Penderita angina dengan hipertensi yang reaktif atau takikardi. Penderita angina dengan ekstrasistol ventrikel akibat kerja fisik. Angina terjadi lebih dari satu kali sehari. 3. Antagonis Kanal Kalsium Antagonis kanal kalsium berpotensi memperbaiki aliran darah koroner melalui vasodilatasi arteri koroner. Obat ini memiliki efektivitas yang sebanding dengan β-blocker, namun memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan β-blocker. Antagonis kanal kalsium dapat memberikan oksigenasi otot skelet lebih baik, menghasilkan pengurangan kelelahan dan toleransi aktivitas fisik lebih baik. Penghambat kanal kalsium menjadi obat terpilih jika : Penderita kontraindikasi terhadap β-blocker misalnya pada gagal jantung, sick sinus syndrome, blok AV derajat 2 atau lebih. Penderita tidak dapat mentoleransi efek samping β-blocker. 4. Reperfusi Miokardium Reperfusi miokardium dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti intervensi koroner dengan balon dan pemakaian stent sampai operasi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting). Terapi ini pun haruslah mengutamakan tujuan penurunan mortalitas serta mengurangi serangan jantung akut, bukan hanya untuk mengurangi simptom dan memperbaiki kualitas hidup. a. PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty) Bertujuan untuk membuka arteri koroner yang tersumbat yang disebabkan oleh pembentukan aterosklerosis sehingga dpat memperlancar aliran darah arteri ke organ jantung tanpa operasi jantung. Dilakukan dengan cara memasukkan kateter, dimana kateter tersebut memiliki balon kecil (tipis) di

97 11 ujungnya. Balon tersebut akan mengembang setelah kateter sampai pada arteri koroner yang mengalami penebalan plak. Pengembangan (inflasi) dari balon akan menekan plak lemak yang terbentuk sehingga menyebabkan diameter arteri koroner menjadi lebih besar. b. Pemasangan Stent Stent (berbentuk cincin) arteri koroner adalah kawat stainless steel berbentuk tabung yang digunakan untuk membuka pembuluh darah arteri koroner yang tersumbat di dalam prosedur angioplasti. Stent tersebut dikecilkan hingga diameter terkecil dimana di dalamnya terdapat kateter balon. Stent dan balon tersebut akan diarahkan ke area yang tersumbat. Ketika balon dikembungkan, maka stent juga membesar, sesuai dengan ukuran dan bentuk serta melekat di dinding dalam pembuluh darah. Hal ini menjaga arteri tetap terbuka ketika balon dikecilkan kembali dan dikeluarkan. Stent tersebut menetap di arteri secara permanen, menjaganya tetap terbuka, meningkatkan aliran darah ke otot jantung, dan menyembuhkan gejala PJK (biasanya nyeri dada). Seiring dengan berjalannya waktu, dinding arteri akan menyembuh dan bagian dalam dari arteri (endothelium) akan tumbuh di sekitar kawat metal dari stent untuk menjaga arteri tetap membuka. c. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) Operasi bypass adalah operasi pembuluh darah jantung. Pembuluh darah jantung yang sudah menyempit dan tidak berfungsi normal tersebut (disebut jantung coroner) di potong dan diganti dengan pembuluh baru yang diambil dari pembuluh lain yang masih sehat dari pasien yang bersangkutan. Biasanya diambil dari pembuluh vena di betis. Operasi ini cukup kritis, tetapi hasilnya lebih baik dibandingkan hanya diberi ring. Operasi bypass dilakukan jika: Pasien mengalami nyeri dada yang disebabkan penyempitan beberapa arteri yang mensuplai darah ke miokard, Pasien mengalami lebih dari satu kerusakan arteri koroner dan fungsi ventrikel kiri sangat rusak. Pasien memiliki penyempitan pada koroner utama Pasien yang telah mengalami angioplasti, namun tidak berhasil

98 12 5. Pengobatan a. Monoterapi 1. Long acting nitrate Isosorbid dinitrat Sediaan adalah isosorbid dinitrat 5, 10 dan 20 mg; dosis umum mg sehari dibagi dalam 3-4 kali pemberian; dosis efektif mg sehari; jika kasus semakin berat pemberian dosis harian dapat ditingkatkan sampai 240 mg. Isosorbid mononitrat Sediaan adalah isosorbid mononitrat 20 dan 60 mg. Gliseril trinitrat Sediaan adalah nitrogliserin 5 dan 10 mg. 2. β -blocker Propranolol hidroklorida 10 mg dan 40 mg Asebutolol 400 mg Atenolol 50 mg dan 100 mg. Dosis mg per hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi. Metoprolol tartrat 100 mg. Dosis mg per hari dibagi dalam 2-3 dosis. 3. Antagonis kanal kalsium Nifedipin 5 mg dan 10 mg. Dosis tunggal 3 kali sehari 5-10 mg. Verapamil HCl 80 mg. Dosis dewasa 3 kali sehari 1 tablet ½ jam sebelum makan. Diltiazem 30 mg dan 60 mg. b. Terapi Kombinasi 2 Obat 1. Long acting nitrate + Antagonis kanal kalsium Digunakan untuk angina yang berat. Kombinasi ini memberikan efek aditif dalam mengurangi kebutuhan oksigen miokard karena long acting nitrate mengurangi beban hulu, sedangkan antagonis kanal kalsium mengurangi beban hilir jantung. Kombinasi yang paling efektif adalah long acting nitrate dengan verapamil karena verapamil mengurangi beban hilir jantung juga

99 13 berefek depresi jantung sehingga dapat mengurangi efek samping nitrat pada jantung. Kombinasi long acting nitrate dan nifedipin dianjurkan untuk penderita angina dengan gagal jantung, sick sinus syndrome atau gangguan konduksi AV. 2. β-blocker + Antagonis kanal kalsium Nifedipin merupakan antagonis kanal kalsium yang paling aman dikombinasi dengan β-blocker karena nifedipin tidak berefek langsung pada nodus AV maupun nodus SA serta tidak mempunyai efek inotropik negativ in vivo. Kombinasi β-blocker dengan verapamil atau diltiazem hanya diberikan pada penderita tanpa gangguan konduksi AV, nodus SA maupun fungsi jantung. c. Terapi Kombinasi 3 Obat Long acting nitrate + β-blocker + Antagonis kanal kalsium Kombinasi ini hanya diberikan bila angina of effort tidak dapat diatasi dengan kombinasi 2 jenis obat antiangina. Long acting nitrate mengurangi beban hulu, β-blocker menurunkan denyut jantung dan kontraktilitas miokard, dan Antagonis kanal kalsium (nifedipin) mengurangi beban hilir sehingga diperoleh efek aditif dalam mengurangi kebutuhan oksigen miokard Angina Pektoris Tidak Stabil Gambaran Umum Angina tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dan angina varian, dan dijumpai pada individu dengan perburukan arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan pembuluh darah yang mudah mengalami spasme. Spasme terjadi sebagai respons terhadap peptida-peptida vasoaktif dari penutupan platelet pada daerah yang rusak. Senyawa vasokonstriktor kuat yang dilepaskan oleh platelet adalah tromboksan,

100 14 serotonin, dan faktor pertumbuhan yang berasal dari platelet. Bersamaan dengan pertumbuhan trombus, terjadi peningkatan frekuensi dan keparahan angina tidak stabil, dan individu mengalami peningkatan risiko kerusakan permanen (irreversible) bahkan menigkatkan resiko terjadinya infark miokard. Gambaran klinis angina yaitu rasa nyeri seperti diperas atau ditekan di daerah perikardium atau substernum di dada, kadang-kadang menyebar ke lengan, rahang, atau toraks. Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan beristirahat. Angina prinzmetal tidak berkurang dengan beristirahat tetapi biasanya menghilang dalam 5 menit. Angina tidak stabil ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan lama serangan angina (crescendo), diinduksi oleh adanya stimulus ringan dan terjadi baik sewaktu istirahat maupun kerja fisik. Angina tidak stabil meliputi kelompok penderita : 1. Yang baru (dalam 6 minggu) mengalami serangan angina yang berat dan sering 2. Yang mengalami angina sewaktu istirahat 3. Angina stabil yang bertambah berat, lebih sering, dan lebih lama 4. Angina yang mengalami infark jantung akut atau infark yang semakin memburuk Diagnosis Auskultasi Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina EKG Terjadi depresi segmen ST pada EKG depresi segmen ST disertai inversi gelombang T elevasi segmen ST

101 Pemeriksaan enzim LDH, CPK, dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA Terapi Farmakologis Terapi angina tidak stabil ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat dan mencegah kambuhnya iskemia serta terjadinya infark miokard atau kematian mendadak lebih dari 1 tahun Tahap 1 Farmakoterapi Awal Obat terpilih untuk terapi awal adalah golongan nitrat, yaitu nitrogliserin sublingual dikombinasi dengan nitrat oral. Bila hasilnya belum memuaskan, diberikan nitrat intravena. Bila hasil masih kurang memuaskan, ditambahkan calcium channel blocker. Hasil yang terbaik diperoleh dari kombinasi nitrat, calcium channel blocker, dan β-blocker (triple therapy) Tahap 2 Arteriografi Koroner Bila triple therapy tidak berhasil mengatasi manifestais iskemia miokard dalam 6-12 jam, arteriografi koroner perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari patogenesisnya, sehingga dapat diteapkan penatalaksanaan yang optimal Tahap 3 Tergantung dari hasil arteriografi tersebut, terapi trombolitik, angioplasti, atau bedah pintas koroner harus dilakukan dengan segera. Pada penderita yang nyeri anginanya dapat diatasi dengan farmakoterapi, sebaiknya dilakukan juga arteriografi koroner untuk menentukan apakah angioplasty atau bedah pintas koroner diperlukan.

102 16 Meskipun CCB sangat efektif untuk angina tidak stabil dengan penyebab utama vasospasme, belum cukup data untuk menilai apakah pengobatan ini mengurangi mortalitas. Sebaliknya, terapi jangka panjang dengan antiplatelet aspirin tampaknya mengurangi insiden infark miokard pada penderita dengan angina tidak stabil Terapi Nonfarmakologis Penyebab angina adalah insufisiensi oksigen untuk memenuhi kebutuhan energi jantung. Dengan demikian, pengobatan angina ditujukan untuk menurunkan kebutuhan energi. Berisitirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan jantung). Hal ini menurunkan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen jantung berkurang. Duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat Angina Prinzmetal Gambaran Umum Angina Prinzmetal adalah bentuk angina yang disebabkan oleh arteri koroner-vasospasm (CAS) atau penyempitan pembuluh darah arteri koroner akibat kontraksi otot polos dinding pembuluh darah. Pasien yang mengalami angina prinzmetal umumnya mengalami nyeri pada saat istirahat atau pada dini hari hingga pagi hari. Nyeri tersebut biasanya tidak disebabkan karena kerja atau kondisi emosi yang sedang stress, dan tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri dada dari angina Prinzmetal disebabkan karena spasme arteri koroner karena keabnormalan pembuluh arteri jantung. Spasme membuat pembuluh darah arteri mengecil, terhambatnya aliran darah dan oksigen ke jantung, dan menyebabkan nyeri dada. Terkadang spasme tidak dapat berhenti dan menyebabkan terjadinya serangan jantung. Mekanisme yang menyebabkan vasospasme belum diketahui. Namun diduga ini berhubungan dengan disfungsi endothelium dari arteri koroner yaitu kondisi hiperaktifitas dari sistem saraf simpatis yang meningkatkan aliran kalsium

103 17 ke dalam otot atau ketidakseimbangan produksi prostaglandin. Asetilkolin biasanya dilepaskan oleh sistem saraf simpatis pada saat istirahat dan menyebabkan pelebaran arteri koroner. Asetilkolin menginduksi vasokontriksi vaskuler sel otot polos melalui mekanisme langsung, asetilkolin juga merangsang sel-sel endotel untuk memproduksi oksida nitrat. NO kemudian berdifusi keluar dari sel-sel endotel, merangsang relaksasi sel otot polos didekatnya. Di dinding arteri yang sehat, relaksasi tidak langsung secara keseluruhan yang disebabkan oleh asetilkolin (melalui NO) adalah efek yang lebih besar dibandingkan dengan kontraksi. Nyeri dada angina prinzmetal mempunyai karakteristik: Berlokasi dibawah tulang dada, dan biasanya bisa menyebar hingga leher, bahu, dan lengan. Sering terjadi pada waktu istirahat, cenderung membentuk siklus (muncul tiap 24 jam), terutama pada saat tidur atau segera setelah bangun pagi. Berlangsung 5 30 menit Serangan dapat terjadi tiap hari selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan Diagnosis EKG Hasil pemeriksaan EKG pada pasien yang mengalami angina Prinzmetal menunjukkan adanya kenaikan segmen ST selama terjadinya serangan. Pola EKG berupa peningkatan pada segmen ST daripada penurunannya. Pola tersebut akan hilang saat nyeri dada hilang. Oleh karena itu, banyak ahli merekomendasikan pengujian provokatif dilakukan dengan induksi serangan jika dicurigai adanya angina prinzmetal Angiografi arteri koroner Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya angina Prinzmetal. Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis standar angina Prinzmetal untuk menegakkan gejala klinis (nyeri angina) yang terjadi pada saat istirahat dan hasil EKG yang

104 18 menunjukkan kenaikan segmen ST. Hasilnya berupa angiogram korona. Angiografi dilakukan dengan suntikan agen provokatif ke arteri koroner. Provokasi pengujian dapat melibatkan bahan-bahan seperti ergonovine, methylergonovine atau asetilkolin. Hasil pengujian ini dapat menunjukkan lokasi spasme pada arteri koroner. Tenaga medis akan memberi pengobatan untuk melihat apakah akan terjadi penginduksian spasme (spasme akan visibel pada monitor). Jika timbul spasme fokal (spasme pada satu tempat) dan pasien memiliki peningkatan segmen ST pada EKG, pasien tersebut mengalami angina Prinzmetal Penatalaksanaan Menjalani angiografi arteri koroner untuk menentukan apakah terdapat lesi stenotik yang menetap Jika ada lakukan terapi medis atau revaskularisasi Jika tidak, dicurigai sebagai spasme. Dapat diberikan ergonovine IV untuk mencetuskan vasospasme Pencegahan Modifikasi faktor resiko sangat penting karena banyak penderita angina Prinzmetal juga memiliki sakit jantung dan juga memiliki resiko serangan jantung. Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain berhenti meminum alkohol, merokok, dan menggunakan kokain, karena dapat meningkatkan spasme arteri korona. Dengan mengurangi faktor resiko, maka dapat mengurangi kemungkinan perkembangan penyakit aterosklerosis. Selain itu, mereka yang didiagnosa menderita angina Prinzmetal harus menghindari paparan dingin dan situasi stress yang tinggi karena ini dapat memicu kejang Pengobatan Semua pasien angina Prinzmetal dapat diobati serangan akutnya dengan pemberian terapi nitrat kerja singkat (nitrogliserin, isosrbit dinitrat) baik secara sublingual maupun penyemprotan (spray) dan dapat dipertahankan dengan pengobatan profilaksis 6-12 bulan setelah awal serangan.

105 19 1. Antagonis kanal Ca Karena antagonis kanal Ca 2+ dapat lebih efektif, mempunyai efek samping sedikit, dan dapat diberikan kurang sering dibandingkan nitrat, beberapa ahli mempertimbangkan obat-obat golongan ini sebagai obat pilihan untuk angina pectoris prinzmetal. Nifedipin, Verapamil, dan Diltiazem memiliki efektivitas yang sama sebagai obat tunggal untuk penanganan awal. Pasien-pasien yang tidak memberikan respon terhadap penggunaan antagonis kanal Ca 2+ dapat ditambahkan nitrat dalam terapinya. Terapi kombinasi dengan Nifedipin dengan Diltiazem atau Nifedipin dengan Verapamil telah dilaporkan memberikan manfaat pada pasien-pasien yang tidak berespon dengan penggunaan antagonis kanal Ca 2+ tunggal. Namun kombinasi verapamildiltiazem perlu mendapat perhatian khusus karena efek aditif yang potensial terhadap kontraktilitas. 2. Nitrat Nitrat merupakan pilihan utama terapi dan kebanyakan pasien memberikan respon yang cepat dengan nitrogliserin atau ISDN sublingual. Nitrogliserin yang diberikan secara intrakoroner maupun intravena dapat berguna bagi pasien yang tidak memberikan respon dengan sediaan sublingual. 3. β-blocker β-bloker kurang dipilih dalam pengobatan angina prinzmetal karena dapat menginduksi vasokonstriksi koroner dan memperlama iskemia. Pengobatan tersebut adalah obat yang melebarkan atau membuka pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otot jantung. Secara umum penghambat kanal ion kalsium diberikan terlebih dahulu, karena lebih efektif, efek samping lebih sedikit, dan frekuensi pemberian lebih sedikit dibandingkan dengan nitrat. Kombinasi dari golongan kalsium antagonis dapat diberikan jika respon terhadap satu obat kalsium antagonis kurang efektif. Jika anda merasakan nyeri dada lebih lanjut, kelas lain dari penghambat kanal kalsium dan nitrat kerja panjang dapat diberikan. Jika pasien tidak memberi respon pada pemberian obat tersebut, dapat diberikan α-blocker. Obat α-blocker akan menurunkan tekanan darah. Nitrogliserin digunakan saat terjadi spasme dan untuk menghentikan spasme tersebut, sehingga mengurangi rasa sakit; tidak

106 20 digunakan sebagai pencegahan. Nitrogliserin biasanya diberikan dalam bentuk spray yang digunakan melalui mulut atau tablet yang diletakkan di bawah lidah. Pada intinya untuk pasien kasus angina pektoris varian, terapi utama yang dilakukan adalah pemberian antagonis kalsium. Terapi pilihan kedua adalah kombinasi obat antagonis kalsium dengan nitrat kerja lama. Terapi pilihan ketiga adalah kombinasi 2 antagonis kalsium. Efikasi terapi nitrat kronis (jangka panjang), belum diteliti lebih lanjut, namun isosorbid dinitrat dengan dosis mg perhari telah menunjukkan dapat menurunkan frekuensi anginal 50% dari 71% pasien yang dirawat.

107 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pengambilan Resep Contoh peresepan pengobatan penyakit jatung koroner yang akan dikaji diambil dari resep dokter pada apotek Kimia Farma No. 6 Pejompongan. Pemilihan resep tidak melalui intervensi dokter tentang penyakit pasien secara langsung, tetapi hanya berdasarkan skrining obat-obatan yang diindikasikan untuk penyakit jantung koroner yang ditulis pada resep tersebut Studi Kasus Angina pektoris ditemukan banyak terjadi pada pasien yang berkunjung ke Apotek Kimia Farma No. 6. Hal ini terlihat dari sering masuknya resep yang mengandung isosorbid dinitrat, yang dikombinasi dengan asam asetil salisilat 80 mg, dan Plavix (klopidogrel) Studi Literatur Metode yang digunakan dalam pengkajian penyakit jantung koroner dan pengobatannya adalah melalui penelusuran dari berbagai pustaka (studi literatur). Pustaka yang digunakan untuk menyusun kajian bersumber dari: a. Buku Handbook of Pharmacotherapy. b. E-book Pharmaceutical Care untuk Penyakit Jantung Koroner. c. MIMS Indonesia: Petunjuk Konsultasi d. Resep yang ada di Apotek Kimia Farma 5, 6, dan 140 e. Berbagai literatur dari internet dan pustaka lainnya. Dari pustaka yang tersebut, dilakukan analisis perbandingan antara pengobatan yang tertulis dalam literatur dengan pengobatan yang tertulis dalam resep di Apotek Kimia Farma No. 5, 6, dan 140. Selanjutnya, diidentifikasi apakah peresepan penyakit ISPA sudah sesuai atau belum. Jika belum sesuai, maka dianalisis penyebab ketidaksesuaian tersebut yang dapat bermanfaat untuk rekomendasi kepada dokter dengan tujuan mencapai terapi yang optimal. 21

108 BAB 4 ANALISIS RESEP PENYAKIT ANGINA PEKTORIS 4.1. Studi Kasus Resep Angina Pektoris Keterangan: R/ Cedocard 5 mg XXX S3dd1 R/ Tromboaspilet XXX S1dd1 pc R/ Simvastatin 20 mg XXX S1dd1 malam R/ Bisoprolol fumarat 2,5 mg S1dd1 XXX Skrining Keabsahan dan Kelengkapan Administratif Resep Tabel 4.1. Keabsahan dan Kelengkapan Administratif Resep No Evaluasi Uraian Keterangan 1. Keabsahan Resep Nama dokter Alamat dan No.telp dokter Nomor izin dokter Tanda tangan dokter Ada Tidak ada Tidak Ada Tidak Ada Absah. Walaupun nomor izin dokter tidak ada, karena dokter praktek di Apotek Kimia Farma makan nomor izinnya sekaligus dari Apotek Kimia Farma 22

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. ST. HASANUDDIN NO.1 KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan FARMASI PERAPOTIKAN syofyan Kronologis Pengaturan apotik telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan Het Reglement op de Dienst der Volksgezoindheid disingkat Reglement DVG (Stbld. 1882 No.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci