UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL-MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WILLY HERMAWAN, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 v

4 vi

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil aalamiin. Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXV di Apotek Atrika yang dilaksanakan mulai Periode April- Mei Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan Profesi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa. Mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan PKPA diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi. 2. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 3. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika. 4. Drs. Jahja Atmadja, Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat. 5. Para karyawan Apoteker Atrika (Mbak Ratna, Ibu Meta, Ibu Mimin, Ibu Tuti, Ibu Febi, Ibu Ponah, dan lain-lain) atas ilmu, arahan, dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 6. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. vi

6 7. Keluarga tercinta atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian, dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman, dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA. 9. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013 vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vi vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Tenaga Kerja di Apotek Sediaan Farmasi di Apotek Pengelolaan Apotek Pengadaan Persediaan Apotek Pengendalian Persediaan Apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA Sejarah dan Lokasi Tata Ruang Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Jabatan Kegiatan di Apotek Atrika BAB 4. PEMBAHASAN BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN x

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Logo Golongan Obat Gambar 2.2. Tanda Peringatan Pada Kemasan Obat Bebas Terbatas Gambar 2.3. Matriks VEN-ABC xi

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Atrika Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika Lampiran 4. Alur Penanganan Resep Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) Narkotika Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) Psikotropika Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika Lampiran10. Kartu Stok Besar Apotek Atrika Lampiran 11. Kartu Stok Kecil Apotek Atrika Lampiran 12. Salinan Resep Apotek Atrika Lampiran 13. Etiket Apotek Atrika Lampiran 14. Faktur Pengiriman Barang ke Cabang Apotek Atrika Lampiran 15. Kuitansi Apotek Atrika Lampiran 16. Berita Acara Pemusnahan Resep Apotek Atrika xii

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan esensial dalam hidup setiap individu. Peningkatan kualitas hidup seseorang dapat diperoleh dengan tercapainya derajat kesehatan yang tinggi. Upaya peningkatan kesehatan merupakan suatu hal yang wajib dipenuhi oleh pemerintah. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya nasional diarahkan guna tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat agar dapat terwujudnya peningkatan kualitas hidup tiap individu. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan perlu didukung oleh sumber daya kesehatan yang terdiri atas tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan serta penelitian dan pengembangan kesehatan. Apotek merupakan sarana pelayanan kesehatan yang berperan dalam pembangunan kesehatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apotek juga merupakan tempat pengabdian profesi apoteker dan sebagai salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi yang mencakup obat (termasuk obat asli Indonesia atau obat tradisional), bahan obat (termasuk bahan obat tradisional atau bahan obat asli Indonesia), alat kesehatan, dan kosmetika. Perkembangan teknologi informasi yang pesat belakangan ini membuat masyarakat makin kritis dalam menjaga kesehatan dirinya. Untuk itu, apotek sebagai sarana yang bergerak dibidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Hal tersebut menyebabkan orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu 1

11 2 kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker tidak lagi hanya sebagai seseorang yang menyerahkan obat di apotek, tetapi juga sebagai pemberi informasi mengenai obat dan pengobatan terhadap masyarakat. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan. (Dirjen Binfar dan Alkes, 2006). Guna mempersiapkan para apoteker yang profesional maka perlu dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker ( PKPA ) di Apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. diharapkan para calon apoteker dapat mengenal, mengerti, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek, selain itu juga dapat menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar para calon apoteker : Mengetahui dan memahami peran, fungsi, dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek Memahami cara pengelolaan apotek dengan baik, dengan melihat secara langsung kegiatan pelayanan kefarmasian, administrasi, dan manajemen di Apotek Atrika.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Undang Undang Negara, yaitu: 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3

13 4 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata APOTEK. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan

14 5 penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib

15 6 memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.

16 7 c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1); b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2); c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,

17 8 narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 atay 2); e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3). 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

18 9 melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya. Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.

19 e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat. i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan. k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,

20 b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi. d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker. h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti Apoteker. i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup). j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.

21 c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. d. Surat Izin Kerja APA dicabut. e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci

22 c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). 2.9 Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/ tata usaha. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. e. Melakukan pengembangan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA 13 13

23 berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.

24 15 15 Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras dan Psikotropika Golongan Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006) Obat Bebas Terbatas Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus

25 pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk laksatif. f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk wasir. Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas

26 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika, dan narkotika Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.

27 c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. a. Pemesanan Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan b. Penyimpanan Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep

28 dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

29 penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein. Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.

30 a. Pemesanan Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.

31 c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas

32 lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/ VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

33 Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya

34 jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan

35 yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12 ayat 1 dan 2); b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1); c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2); d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3); Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b); f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);

36 g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1); h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2); i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat 3); j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2); k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1); l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2); m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3); n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4); o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut (Pasal 19 ayat 5); p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek (Pasal 20); q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21); r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (Pasal 22 ayat 1); s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2)

37 2.12 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan atau kredit Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk 28 28

38 melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo. b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan

39 obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak esensial b. Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat, dan kelas C dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan.

40 c. Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan.

41 Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). 1. Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap 32 32

42 dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

43 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: 1. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. 2. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. 3. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat 34 34

44 35 35 b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2. Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. 2. Objektif 3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. 4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.

45 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan.

46 Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi)

47

48 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Undang Undang Negara, yaitu: 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Peraturan Pemerintah, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. c. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Kententuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 3

49 4 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. d. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2. Keputusan Kementerian Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004, apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata APOTEK. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal tersebut berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan

50 5 penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga, dan hama. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menempatkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. 2.5 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin kerja atau praktek. Sebelumnya, Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Untuk tenaga kefarmasian yang merupakan seorang Apoteker, maka wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Setelah memiliki STRA, Apoteker wajib

51 6 memiliki surat izin sesuai tempat kerjanya. Surat izin tersebut dapat berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas pelayanan kefarmasian atau Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) untuk Apoteker yang bekerja di fasilitas produksi atau distribusi farmasi. Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website Komite Farmasi Nasional (KFN). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. STRA dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan mendelegasikan pemberian STRA kepada KFN. STRA berlaku selama lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN; b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm sebanyak dua lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Seorang Apoteker Pengelola Apotek harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: a. Memiliki ijazah yang telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker.

52 7 c. Memiliki SIK dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi APA di apotek lain. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 2.6 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 23 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 24, pengalihan tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 23 ayat 1); b. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Pasal 23 ayat 2); c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 ayat 1). d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud Pasal 24 ayat (1) wajib disertai penyerahan resep,

53 8 narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 atay 2); e. Pada penyerahan yang dimaksud pada pasal 24 ayat (1) dan (2), dibuat berita acara seperti yang dimaksud pasal 23 ayat (2) dan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 ayat 3). 2.7 Tata Cara Perizinan Apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002) Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

54 9 melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya. Secara umum persyaratan izin apotek untuk Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp. 6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI. c. Fotokopi KTP DKI dari APA. d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) Apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri.

55 10 e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa. f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat. i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00. j. Peta lokasi dan denah ruangan. k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00. l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00. m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00. n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan. p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat. s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika. u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil. Persyaratan izin apotek praktek profesi adalah sebagai berikut: a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai Rp.6000,00.

56 11 b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali. c. Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi. d. Status kepemilikan bangunan, IMB, dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi. f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker. h. SIK/SP Apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti Apoteker. i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup). j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta. 2.8 Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat izin apotek dapat dicabut oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.

57 12 c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras Nomor, St N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. d. Surat Izin Kerja APA dicabut. e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuani izin apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut: a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.

58 13 c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). 2.9 Tenaga Kerja di Apotek Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten Apoteker. Tenaga pendukung untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, juru resep, kasir, dan pegawai administrasi/ tata usaha. APA adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek). Tugas dan kewajiban APA di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non-teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. c. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. d. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. e. Melakukan pengembangan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA

59 14 berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain. Tenaga pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek adalah Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Tenaga pendukung yang tidak kalah pentingnya adalah juru resep, kasir dan pegawai administrasi atau tata usaha. Juru resep adalah orang yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep. Kasir merupakan petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain. Pegawai administrasi atau tata usaha bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.

60 15 Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras dan Psikotropika Golongan Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat Obat OTC (Over the Counter) Obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter disebut obat OTC (Over the Counter). Contoh dari obat OTC ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006) Obat Bebas Terbatas Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan disebut obat bebas terbatas. Tanda khusus

61 16 pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Kementerian Kesehatan, 2006). Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Terdapat enam golongan peringatan untuk obat bebas terbatas, yaitu: a. P no.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contoh obat golongan ini adalah Stopcold, Inza, dan obat flu lainnya. b. P no.2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Listerine dan Betadine Gargle. c. P no.3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh obat golongan ini adalah Rivanol dan Canesten. d. P no.4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar e. P no.5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk laksatif. f. P no.6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh obat golongan ini adalah Suppositoria untuk wasir. Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas

62 Obat Ethical Obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter disebut obat ethical. Contoh dari obat ethical ini adalah obat keras, psikotropika, dan narkotika Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut obat keras. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, psikotropika, dan beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin (jamur meksiko/jamur tahi sapi), LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metakualon, dan metilfenidat. Sekarang obat psikotropika golongan I dan II dikategorikan dalam obat narkotika golongan I.

63 18 c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIPA dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap. Berbeda dengan narkotika, pemesanan psikotropika dapat ditujukan kepada PBF mana saja yang menjual jenis psikotropika yang diperlukan. b. Penyimpanan Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/ pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep

64 19 dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek dengan adanya resep dokter. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10, dengan tembusan kepada Balai Besar POM atau Balai POM setempat. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan; nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) Definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

65 20 penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah heroin, kokain, ganja, dan obat-obat psikotropika golongan I dan II. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah morfin, petidin, dan metadon. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein. Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.

66 21 Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika. Surat pesanan tersebut terdiri dari empat rangkap yang masing-masing akan diserahkan ke BPOM, Suku Dinas Kesehatan, distributor, dan untuk arsip apotek. b. Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA atau AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor SIA, dan stempel apotek (Kemenkes RI, 1978). Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. 7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.

67 22 c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Balai Besar POM/Balai POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas

68 23 lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat Obat Wajib Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/ VII/1990, Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker di apotek. OWA bertujuan untuk pelaksanaan swamedikasi di apotek. Swamedikasi adalah pelayanan farmasi yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih sendiri tindakan pengobatan berdasarkan penyakit yang diderita dengan bantuan rekomendasi dari apoteker. Obat-obat yang digunakan untuk pelaksanaan swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA. Swamedikasi bertujuan untuk: a. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dengan ditunjang melalui sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional. b. Meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

69 24 Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, Apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien Pengelolaan Apotek Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, dan membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Pengelolaan apotek dapat dibedakan atas pengelolaan teknis farmasi dan non teknis farmasi. Sebagai pengelola teknis farmasi, APA bertanggung jawab mengawasi pelayanan resep, mengawasi mutu obat yang dijual, memberikan pelayanan informasi obat dan membuat laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis farmasi, seorang APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya

70 25 jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Pengadaan harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penyimpanan Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan

71 26 yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Pelayanan apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 14 sampai dengan pasal 22, dan perubahan terhadap ketentuan pasal 19 dalam Peraturan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 19, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas tanggung jawab APA dan sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 12 ayat 1 dan 2); b. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1); c. Apotek tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 ayat 2); d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat (Pasal 15 ayat 3); Namun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya/ obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 ayat 4a dan 4b); f. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep (Pasal 16 ayat 1 dan 2);

72 27 g. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker (Pasal 17 ayat 1); h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 ayat 2); i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat 3); j. APA, apoteker pendamping, atau apoteker pengganti diijinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) tanpa resep. DOWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI (Pasal 18 ayat 1 dan 2); k. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA harus menunjuk Apoteker pendamping (Pasal 19 ayat 1); l. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 ayat 2); m. Penunjukan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 19 ayat 3); n. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan yang ditetapkan untuk APA (Pasal 19 ayat 4); o. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut (Pasal 19 ayat 5); p. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti dalam hal pengelolaan apotek (Pasal 20); q. Apoteker Pendamping yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21); r. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (Pasal 22 ayat 1); s. Asisten Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah pengawasan Apoteker (Pasal 22 ayat 2).

73 Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita & Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan, yaitu: a. Doematig, artinya sesuai tujuan atau rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak atau kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem atau cara pegadaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah sebagai berikut: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing yaitu pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor yang mahal cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang termasuk slow moving dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan atau kredit Pembelian kontan adalah pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor, biasanya untuk apotek yang baru dibuka karena untuk

74 29 melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual, sedangkan pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya sampai jatuh tempo. b. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian Persediaan Apotek Aktivitas pengendalian persediaan bertujuan untuk pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimal dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang diperlukan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Vital dalam analisis VEN maksudnya adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan

75 30 obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast moving. Obat non-esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak esensial. b. Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Kelas C adalah persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian persediaan untuk kelas A dilakukan secara intensif, untuk kelas B dilakukan secara moderat, dan kelas C dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan.

76 31 c. Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3 Matriks VEN - ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) seringkali diartikan sebagai Asuhan Kefarmasian atau Pelayanan Kefarmasian. Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan.

77 32 Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care). 1. Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. b. Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap

78 33 dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat, serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. 2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

79 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: 1. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. 2. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. 3. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat

80 35 b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2. Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. 2. Objektif 3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. 4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.

81 Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan.

82 37 Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi.

83 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA /KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul sampai WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. 3.2 Tata Ruang Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk 38

84 39 menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluarsa. 3.3 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga teknis farmasi, yaitu: Pemilik Sarana Apotek : 1 orang Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping : 1 orang Asisten Apoteker : 2 orang Juru resep : 1 orang b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Pesuruh : 2 orang Kurir : 5 orang 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. Universitas indonesia

85 40 c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. Universitas indonesia

86 41 b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. Universitas indonesia

87 42 c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat. 3.5 Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul dan shift II pukul Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul WIB, hari Sabtu pukul , sedangkan hari Minggu dan hari Universitas indonesia

88 43 libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. b. Pemesanan Barang Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. c. Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima Universitas indonesia

89 44 sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no. faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. d. Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. e. Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. Universitas indonesia

90 45 g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. b. Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Universitas indonesia

91 46 b. Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip Pelayanan Apotek a. Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep Universitas indonesia

92 47 per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. b. Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian Kegiatan Administrasi a. Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi Umum Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c. Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d. Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang Universitas indonesia

93 48 ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e. Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f. Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g. Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar Universitas indonesia

94 49 terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika cabang. e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal Universitas indonesia

95 50 kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. Universitas indonesia

96 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli 2001 dengan nomor SIA /KANWIL/SIA/01/0. Apotek ini merupakan apotek kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Atrika yaitu Bapak Winardi Hendrayanta. Sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) Atrika adalah Bapak Dr. Harmita, Apt. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat yang merupakan kawasan pemukiman penduduk. Apotek Atrika terletak di tepi jalan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum serta merupakan jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek terdapat banyak praktek dokter umum, dokter spesialis, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul sampai WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. 3.2 Tata Ruang Bagian depan Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir. Bangunan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Gambar denah Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan berdasarkan jenis sediaannya. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi), dan sediaan topikal (salep, krim, suppositoria, obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk 38

97 39 menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluarsa. 3.3 Struktur Organisasi Pembentukan struktur organisasi dan pembagian tugas serta wewenang tiap jabatan dilakukan oleh APA. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. APA harus mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga teknis farmasi, yaitu: Pemilik Sarana Apotek : 1 orang Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang Apoteker Pendamping : 1 orang Asisten Apoteker : 2 orang Juru resep : 1 orang b. Tenaga non teknis farmasi, yaitu: Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang Kurir : 1 orang 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan tanggung jawab APA adalah sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar

98 40 giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masingmasing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. j. Bertanggung jawab atas pengadaan obat, terutama obat-obat golongan narkotika dan psikotropika Apoteker Pendamping Tugas dan tanggung jawab Apoteker Pendamping adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang tidak berada di tempat. b. Menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. c. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nama pasien, dan cara pakainya. d. Mencatat dan menghitung bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit. e. Bertanggung jawab atas pengadaan obat.

99 Asisten Apoteker Tugas dan fungsi Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: a. Melakukan pendataan kebutuhan barang. b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang. g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek adalah juru resep. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek.

100 Kasir Tugas dan tanggung jawab kasir adalah sebagai berikut: a. Menerima pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit. b. Menerima barang masuk. c. Memberi harga untuk resep-resep yang masuk. d. Melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. e. Mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. f. Menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. g. Bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan Keuangan Tugas dan kewajiban bagian keuangan adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas yang terjadi. b. Menerima uang yang disetor oleh kurir dan penjualan obat tunai, baik obat bebas dan bebas terbatas maupun penjualan obat dengan resep. c. Mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan operasional apotek, seperti listrik dan telepon. d. Menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF Pesuruh Tugas dan tanggung jawab pesuruh adalah sebagai berikut: a. Menjaga kebersihan apotek. b. Menjamin kerapian apotek. c. Membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non-teknis kefarmasian Kurir Tugas dari seorang kurir adalah sebagai berikut: a. Mengantar obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. b. Menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. c. Menerima uang hasil pembayaran obat.

101 Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift I pukul dan shift II pukul Apotek Atrika buka hari Senin sampai Jumat mulai pukul WIB, hari Sabtu pukul , sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan kegiatan non-teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan Barang APA merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan perbekalan farmasi, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Pengadaan barang di Apotek Atrika, baik jenis maupun jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. Pengadaan juga didasarkan pada obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, di mana sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang telah terjual. COD adalah pembelian barang di mana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. b. Pemesanan Barang

102 44 Berdasarkan buku defekta, pemesanan dilakukan kepada PBF dan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. c. Penerimaan Barang Asisten Apoteker memeriksa barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets dan lain-lain). Apabila barang yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka petugas selanjutnya menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Pembelian dicatat dalam buku pembelian yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, no. faktur, nama dan jumlah barang yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, dan harga total. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar dan kartu stok kecil. Bila terjadi perubahan harga barang maka perubahan harga dicatat di buku perubahan harga kemudian juga di buku daftar harga barang dan komputer kasir. d. Penyimpanan Barang Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical, maupun untuk obat OTC. Obat disusun berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), di mana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/ atau paling atas, agar keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus untuk menyimpan barangbarang yang mendekati waktu kadaluarsa. Penyimpanan narkotika dilakukan di lemari khusus yang menempel di dinding dan kunci lemari tersebut disimpan oleh Apoteker Pendamping. e. Pengeluaran Barang Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Barang yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada

103 45 buku penjualan barang bebas (OTC), sedangkan barang yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep. f. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Barang Kegiatan ini dilakukan setiap hari berdasarkan buku penjualan dan buku resep. Jumlah barang yang ada dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil. Barang yang habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g. Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak) Obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter disebut dengan sediaan standar. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika adalah minyak kayu putih, minyak telon, lisol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan Narkotika Kegiatan ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penerimaan narkotika dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. b. Penyimpanan Narkotika Narkotika disimpan di dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika harus dicatat di kartu stok

104 46 dan diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep digaris bawah merah, dan resepnya disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Penyimpanan Psikotropika Di Apotek Atrika, psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kunci lemari dipegang oleh Apoteker Pendamping. c. Pelayanan Psikotropika Pelayanan resep prikotropika diserahkan atas dasar resep dokter dan salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dibuat setiap bulan dan dikirimkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip Pelayanan Apotek a. Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter

105 47 untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit, tetapi untuk pelayanan resep secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. b. Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayarannya dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan struk pembayaran diserahkan kepada pembeli Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian Kegiatan Administrasi a. Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi Umum

106 48 Apotek Atrika melakukan administrasi umum yang meliputi laporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, laporan penggunaan psikotropika dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. c. Administrasi Penjualan Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual akan diubah. d. Administrasi Pembelian Apotek Atrika melakukan kegiatan administrasi pembelian dengan melakukan pencatatan terhadap semua pembelian di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah setiap tanggal 5 dan 15, sedangkan tanggal pembayaran akan ditentukan pada tanggal tukar faktur. e. Administrasi Pajak Apotek Atrika melakukan administrasi pajak dengan melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan oleh apotek, seperti pajak reklame. f. Administrasi Pergudangan Apotek Atrika melakukan administrasi pergudangan dengan melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan. g. Administrasi Piutang Pengumpulan kuitansi piutang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.

107 Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar, pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika meliputi: a. Buku Defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang telah habis atau hampir habis sehingga harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat ini digunakan untuk melakukan pemesanan barang ke PBF. Terdiri dari 2 lembar, di mana 1 lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. c. Buku Faktur Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon, harga setelah potongan, dan jumlah harga seluruh barang. Buku penerimaan barang depan dan barang dalam dipisahkan. d. Buku Perubahan Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat perubahan harga barang. Jika ada perubahan harga barang, maka harga terkini barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga, komputer kasir, dan juga dilakukan pemberitahuan pada Apotek Atrika cabang.

108 50 e. Buku Daftar Harga Buku ini berfungsi untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan generik. f. Kartu Stok Besar Kartu ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang masuk atau baru dibeli. Kartu stok besar memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, harga satuan, diskon, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. g. Kartu Stok Kecil Kartu ini berfungsi untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk serta sisa stok barang di lemari. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar/ masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan untuk pengeluaran barang, tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang pada lemari. h. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat ethical. Di dalam buku ini tercantum nama barang, jumlah barang dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa. i. Buku Pemasukan Barang Luar Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan obat-obat OTC. j. Buku Resep Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat berdasarkan resep. Buku ini memuat tanggal dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Buku Penjualan Obat Bebas

109 51 Buku ini berfungsi untuk mencatat pengeluaran obat-obat bebas yang memuat tanggal penjualan, nama obat, jumlah, dan harga obat. l. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran golongan narkotika dan psikotropika, yang mencantumkan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan, dan sisa serta keterangan lain jika ada. m. Buku Pengiriman Barang ke Cabang Buku ini berfungsi untuk mencatat barang-barang yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Terdapat buku berbeda untuk setiap cabang. Buku ini memuat nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.

110 BAB 4 PEMBAHASAN Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apotek juga merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya nomor 34 A, Jakarta Pusat dengan nomor SIA /KANWIL/SIA/01/0 merupakan sebuah apotek kerja sama antara Bapak Winardi Hendrayanta sebagai pemilik sarana apotek (PSA) dengan Dr. Harmita, Apt., sebagai Apoteker pengelola apotek (APA). Apotek Atrika didirikan pada tanggal 21 Juli Apotek Atrika telah berjalan selama hampir 11 tahun. Apotek Atrika memiliki lokasi yang cukup strategis, yaitu berada di sekitar pemukiman dan perumahan penduduk yang cukup padat, serta dekat dengan beberapa praktek dokter, yaitu dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis (spesialis anak dan spesialis kulit dan kelamin), dan dokter hewan. Lokasi yang cukup strategis juga didukung dengan keberadaan sarana kesehatan lain di sekitar apotek, seperti puskesmas dan rumah sakit, serta keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. Apotek ini juga terletak di jalan dua arah dengan lebar badan jalan yang tidak terlalu besar serta cukup ramai dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai. Keberadaan Apotek Atrika cukup mudah dilihat dengan adanya plang apotek 51

111 52 berwarna kuning dengan tulisan merah dilengkapi lampu yang menyala terang ketika malam cukup menarik perhatian pengunjung. Dari segi bangunan dan fasilitas, Apotek Atrika memiliki ukuran bangunan sekitar 7 7,2 meter persegi yang dibagi menjadi dua ruangan, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan apotek terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam apotek terdiri atas ruang racik yang dikelilingi lemari untuk obat ethical, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel. Peralatan apotek, seperti timbangan, mortir dan alu, gelas ukur, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Obat-obat juga tersusun dengan rapi dalam lemari sehingga terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Penyusunan obat di etalase maupun di dalam ruang racik dilakukan berdasarkan susunan abjad dan disesuaikan berdasarkan jenis sediaannya. Dalam ruangan penyimpanan baik untuk obat ethical maupun OTC terdapat satu buah AC yang diset suhunya pada 22 o C. Meja racik terletak pada bagian tengah di antara lemari obat dimana tata letak yang seperti itu dapat mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Apotek Atrika tidak memiliki gudang penyimpanan obat karena lokasi apotek yang dekat dengan beberapa PBF sehingga obat yang diterima langsung diletakkan pada lemari obat dan disediakan dalam jumlah yang disesuaikan dengan arus barang. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dengan menghemat biaya pemeliharaan stok, mengurangi biaya pemeliharaan gudang, dan mengurangi resiko kerugian akibat barang yang kadaluarsa maupun yang tidak terjual. Apoteker mempunyai peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam semua kegiatan yang berlangsung di apotek, mencakup aspek pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian di Apotek Atrika meliputi pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan resep hingga pemberian informasi. Pengelolaan sediaan farmasi tersebut terdiri dari pengadaan, pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pengeluaran, pencatatan persediaan, dan pelaporan. Universitas indonesia

112 53 Pemesanan obat dilakukan setiap hari, baik melalui telepon ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) maupun melalui medical representative yang datang ke apotek. Pembayaran terhadap sediaan atau perbekalan farmasi yang dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga sudah terencana dan terlaksana dengan baik. Pembayaran diatur pada tanggal tukar faktur yaitu pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Proses pengadaan barang di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving serta didasarkan pada jenis obat-obat yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan barang dan perbekalan farmasi yang dilakukan yaitu dengan cara konsinyasi, COD (Cash Order Delivery), atau kredit. Konsinyasi dilakukan dengan menerima penitipan barang dari distributor, kemudian apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. COD dilakukan pembayaran langsung terhadap barang yang dipesan dari distributor sedangkan kredit dilakukan pembayaran apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo. Pemesanan narkotika dan psikotropika memiliki prosedural yang berbeda dari pemesanan sediaan farmasi yang lain. Untuk pemesanan narkotika dilakukan dengan SP (Surat Pemesanan) khusus yaitu SP model N. 9 di mana untuk satu SP digunakan hanya untuk satu jenis narkotika yang dipesan. Surat pesanan untuk narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma), dan arsip. Pemesanan dilakukan secara langsung, ke PBF yang telah ditunjuk oleh Pemerintah yaitu Kimia Farma, dan pembayaran atas pesanan narkotika dilakukan secara COD (Cash On Delivery). Untuk psikotropika pemesanan juga dilakukan secara langsung namun menggunakan SP yang berbeda, di mana untuk satu SP dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pesanan untuk psikotropika Universitas indonesia

113 54 terdiri dari rangkap 3 yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip. Pembayaran obat psikotropika juga dapat dilakukan secara kredit kepada PBF. Obat pesanan yang diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah faktur dan barang pesanan (jenis dan jumlah barang) telah sesuai dengan surat pesanan (SP) barang. Jika sesuai, maka akan ditandatangani dan diberi cap apotek oleh apoteker/asisten Apoteker. Obat pesanan yang sudah diterima kemudian diperiksa nomor bets dan tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat pada faktur untuk menghindari kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua lembar. Obat dan/atau perbekalan farmasi yang dibeli dicatat dalam buku pemasukan barang yang berisi tanggal pembelian, barang yang dipesan dan jumlah yang dipesan. Jumlah barang yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Penyimpanan obat diletakkan dalam lemari kaca sehingga memudahkan proses pengambilan obat ketika diperlukan. Obat-obat Over the Counter (OTC) diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang depan, sedangkan obat-obat ethical diletakkan pada lemari penyimpanan di ruang dalam. Penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan, baik pada lemari obat ethical maupun OTC. Masing-masing kelompok sediaan disusun berdasarkan abjad dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari secara zig-zag sehingga memudahkan pencarian. Pada lemari OTC, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat. Di ruang depan apotek terdapat 3 buah etalase untuk menyimpan OTC sediaan padat, 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan cair, dan 1 buah lemari untuk menyimpan OTC sediaan obat luar. Pada lemari obat ethical di bagian dalam, dilakukan pemisahan berdasarkan jenis sediaan yaitu padat, cair, dan setengah padat serta dilakukan pula pemisahan antara obat generik dengan obat paten dan untuk penyimpanan obat sediaan padat terdapat 4 buah lemari, dimana 3 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat paten dan 1 buah lemari digunakan untuk menyimpan obat generik. Untuk penyimpanan obat sediaan cair terdapat 1 buah lemari. Untuk penyimpanan sediaan setengah padat terdapat 1 buah lemari. Pemisahan ini berguna untuk Universitas indonesia

114 55 memudahkan dalam pengambilan barang dan meminimalkan risiko tertukarnya barang. Beberapa obat yang sering digunakan dalam obat racikan, seperti teofilin dan CTM, juga memiliki tempat khusus di meja racik sehingga dapat mempermudah pekerjaan meracik obat. Untuk obat-obat ethical yang memiliki kecenderungan fast moving seperti Interdoxin diletakkan di tempat terpisah. Obat golongan narkotika dan psikotropika disusun berdasarkan abjad dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni dalam lemari khusus berkunci yang terpisah dari lemari obat ethical lain, dan letaknya tersembunyi dari penglihatan umum. Kunci lemari narkotika dan psikotropika dipegang oleh penanggung jawab apotek. Obat yang akan kadaluarsa (dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan) diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan kadaluarsa, dan dilakukan pencatatan pada buku khusus obat yang akan expired. Obat-obat tersebut akan didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan kepada PBF. Pada lemari obat dari obat yang akan kadaluarsa diberi catatan untuk mengingatkan agar jika terdapat permintaan terhadap obat tersebut maka obat yang akan kadaluarsa diserahkan terlebih dahulu. Jika obat dengan tanggal kaduluarsa yang dekat sudah terjual atau dikembalikan pada PBF, maka statusnya akan dicatat pada buku khusus obat yang akan expired. Jika obat-obat tersebut tidak terjual atau tidak dapat dikembalikan ke PBF hingga batas kadaluarsanya, maka obat-obat tersebut akan dimusnahkan. Apotek Atrika melakukan pengeluaran barang dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu barang yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan menyusun barang dengan tanggal kadaluarsa yang lebih jauh pada bagian dalam atau bagian bawah tumpukan obat sehingga obat-obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih dekat akan terjual lebih dahulu. Pengeluaran obat pada Apotek Atrika dapat terjadi karena pembelian, baik pembelian dengan resep maupun pembelian untuk swamedikasi, dan pengiriman ke cabang Apotek Atrika sesuai permintaan. Setiap pengeluaran barang atau obat, baik karena pembelian maupun karena pengiriman, dicatat pada kartu stok dan buku yang sesuai dengan jenis pengeluaran, yaitu buku catatan resep, buku penjualan bebas, dan buku pengiriman. Untuk pengiriman Universitas indonesia

115 56 barang ke cabang Apotek Atrika sejak tanggal 1 Maret 2012 ditulis di buku nota sebagai faktur pengiriman yang berisi informasi mengenai jumlah, jenis, expired date, dan batch number barang yang dikirim. Pengelolaan resep di Apotek Atrika sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah diterima, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Setiap pengeluaran obat-obat yang diresepkan, dilakukan pencatatan informasi mengenai tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan dalam buku catatan resep. Resep-resep tersebut akan disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat. Seluruh kegiatan dalam sistem pelayanan resep, mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, koreksi, hingga penyerahan resep dibantu dengan suatu alat bantu sederhana berupa selembar kertas kecil berisi paraf tiap kegiatan yang sudah dilakukan (kertas HTKP) sehingga mempermudah pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing bagian. Kertas bertuliskan HTKP tersebut harus ditandatangani oleh petugas yang melakukan setiap tahap pengerjaan resep, yaitu H/Harga untuk petugas yang memberikan harga resep, T/Timbang untuk petugas yang melakukan penimbangan atau pengambilan obat, K/Kemas untuk petugas yang melakukan pengemasan dan pemberian etiket, dan P/Penyerahan untuk petugas yang menyerahkan obat tersebut kepada pasien. Terdapat dua macam kertas HTKP di Apotek Atrika sebagai penandaan, yaitu kertas berwarna kuning untuk resep yang mengandung obat narkotika dan kertas berwarna putih untuk resep non narkotika. Resep yang mengandung obat golongan narkotika hanya dapat ditebus oleh pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Jika resep yang diterima mengandung narkotika, maka pada resep diberi garis merah dan disimpan terpisah dari resep obat non narkotika. Untuk obat golongan psikotropika dapat diberikan berdasarkan resep asli dari dokter atau salinan resep. Resep yang mengandung psikotropika dapat diulang Universitas indonesia

116 57 jika perlu. Selanjutnya, setiap pengeluaran obat-obat ini (golongan narkotika dan psikotropika) dicatat pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masing-masing. Kartu stok narkotika dan psikotropika tidak disimpan bersama kartu stok lainnya melainkan di dalam lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Pusat setiap periode, yakni setiap bulan untuk obat golongan narkotika (Lampiran 7) dan obat golongan psikotropika (Lampiran 9) sebelum tanggal 10. Pelaporan narkotika dan psikotropika pada Apotek Atrika pusat di jalan Kartini Raya ini dilakukan secara manual dengan menggunakan surat, sedangkan pelaporan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika Mangga Dua dan PIK (Pantai Indah Kapuk) telah dilakukan secara online. Untuk obat-obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak dan sudah kadaluarsa, harus dilakukan pemusnahan dengan disaksikan oleh APA, Asisten Apoteker dan petugas dinas kesehatan dan dibuat berita acara pemusnahannya. Kegiatan pengelolaan non teknis kefarmasian merupakan kegiatan yang dilakukan di luar kegiatan pengelolaan teknis kefarmasian dimana kegiatan ini meliputi semua kegiatan administrasi yang ada di Apotek Atrika. Kegiatan ini telah dilakukan dengan baik di Apotek Atrika. Universitas indonesia

117 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) di apotek atrika mempunyai peran, fungsi, dan tanggung jawab dalam semua kegiatan yang berlangsung di apotek, mencakup aspek pengelolaan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan resep hingga pemberian informasi kepada pasien, sedangkan pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi kegiatan administrasi keuangan, personalia dan administrasi lainnya Apotek Atrika mempunyai suatu sistem pengelolaan apotek yang baik, meliputi manajemen dan administrasi di apotek secara keseluruhan yaitu cara pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau pengeluaran barang, termasuk sistem pelayanannya kepada masyarakat, serta pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan keuangan dan administrasi Saran Pelayanan swamedikasi perlu ditingkatkan oleh apoteker yang bertugas untuk dapat meningkatkan penjualan dan meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional Pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya dapat mulai diterapkan sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan keprofesiannya sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai Untuk meningkatkan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, perlu adanya peningkatan fasilitas di ruang depan Apotek Atrika seperti majalah, koran, atau televisi. 53

118 DAFTAR ACUAN Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DEPKES RI. Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. 54

119 55 Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

120 56 Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika [Sumber: Holtrof, 2003, telah diolah kembali ]

121 57 Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Atrika

122 58 Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika

123 59 Lampiran 4. Alur Penanganan Resep

124 60 Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika

125 61 Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) Narkotika

126 62 Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Nama Apotek : Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar : , Bulan : Tahun : PEMASUKAN PENGGUNAAN Nama Satuan Saldo Awal Dari Jumlah Untuk Jumlah Saldo Akhir Codein 10 mg Tablet Tablet Codein 20 mg Tablet Tablet Codipront Cum Exp Kapsul Kapsul Codipront Syrup Botol

127 63 Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) Psikotropika

128 64 \Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Nama Apotek :Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat Lembar : , Bulan : Tahun : PEMASUKAN PENGGUNAAN Nama Satuan Saldo Awal Dari Jumlah Untuk Jumlah Saldo Akhir Alganax 1 mg Apisate Tab Ativan 0.5 mg Ativan 2 mg Braxidin Tab Danalgin Tab Esilgan 1 mg Esligan 2 mg Frisium 10 mg Luminal 30 mg Spasmium 5 mg Tab Valisanbe 5 mg Tab Xanax 0.25 mg Tab Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet

129 65 Lampiran 10. Kartu Sok Besar Apotek Atrika a. Kartu stok besar untuk sediaan solid b. Kartu stok besar untuk sediaan semisolid c. Kartu stok besar untuk sediaan liquid

130 66 Lampiran 11. Kartu Stok Kecil Apotek Atrika a. Kartu stok kecil untuk sediaan solid b. Kartu stok kecil untuk sediaan semisolid c. Kartu stok kecil untuk sediaan liquid

131 67 Lampiran 12. Salinan Resep Apotek Atrika

132 68 Lampiran 13. Etiket Apotek Atrika

133 69 Lampiran 14. Faktur Pengiriman Barang ke Cabang Apotek Atrika

134 70 Lampiran 15. Kuitansi Apotek Atrika

135 71 Lampiran 16. Berita Acara Pemusnahan Resep Apotek Atrika

136 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGGUNAAN NOREFEDRIN DI APOTEK ATRIKA PADA PERIODE OKTOBER 2012 MARET 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA PERIODE APRIL MEI 2013 WILLY HERMAWAN, S.Farm ANGKATAN LXXVI PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2013

137 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Prekursor Narkotika, dan Psikotropika Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi, Distribusi dan Penyimpanan Prekursor Farmasi Norefedrin... 6 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN DATA Lokasi dan Waktu Pengkajian Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data... 7 BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Analisis Resep Penulisan Ulang Resep Dokter Kelengkapan Resep Informasi Obat Analsik Nalgestan Codein HCL Ciprofloxacin Vometa Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

138 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan narkotika telah menjadi ancaman yang sangan serius yang dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan keamanan serta kejahatan internasional. Oleh karena itu, pemerintah mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan No.44 Tahun 2010 yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor dan menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Prekursor merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika (Peraturan Menteri Kesehatan No.44 Tahun 2010). Dalam proses pembuatan narkotika dan psikotropika secara kimiawi, prekursor bergabung dengan zat lainnya untuk dirubah menjadi obatobatan terlarang dalam bentuk perantara atau dapat bekerja sendiri dalam pembentukan garam narkoba (Badan Narkotika Nasional 2010). Menurut Permenkes No Tahun 2011 tentang rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika, disebutkan bahwa narkotika, psikotropika dan zat adiktif, yang selanjutnya disebut NAPZA adalah bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi seseorang serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Apotek merupakan salah satu tempat penyaluran obat-obat prekursor. Penyerahan obat prekursor seperti Norefedrin, Efedrin dan Pseudoefedrin oleh apotek ke rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, apotek lainnya, dokter dan pasien dilaksanakan dalam hal upaya peningkatan kesehatan. Sebagai salah satu sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan, apoteker membutuhkan pengetahuan, pemahaman dan aplikasi mengenai peraturan dan penyerahan prekursor ke masyarakat. Hal ini diperlukan agar apoteker diharapkan dapat menyampaikan informasi obat dan supaya lebih berhati-hati dalam 1

139 2 penyerahan obat prekursor ke pasien untuk menghindari adanya praktek kegiatan gelap dan penyalahgunaan obat prekursor pada masyarakat. Dalam pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep yang mengandung prekursor Norefedrin/Fenilpropanolamin HCL yang diterima oleh Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 hingga Maret Dari hasil pengkajian resep dapat diketahui kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter dan informasi yang dapat diberikan kepada pasien oleh apoteker. 1.2 Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mengkaji peresepan obat Norefedrin/Fenilpropanolamin HCL yang diterima Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 hingga Maret 2013 dari sisi kerasionalan resep, interaksi obat, dan pemberian informasi.

140 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prekursor Prekursor menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2010 adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Sedangkan prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2005). Jenis prekursor farmasi terdapat pada Lampiran Permenkes No. 168 Tahun 2005 tentang Prekursor Farmasi, yaitu Anhidrida Asetat; Asam Klorida; Asam Sulfat; Aseton; Etil Eter; Kalium Permanganat; Metil Etil Keton; Toluen; Asam N-asetil antranilat dan garamnya; Efedrin dan garamnya; Ergometrin dan garamnya; Ergotamin dan garamnya; Isosafrol; Asam lisergat dan garamnya; 3,4- Metilen dioksifenil-2-propanon; 1-Fenil-2-propanon; Piperonal; Pseudoefedrina dan garamnya; Safrol; Norefedrin; Asam antranilat; Dietil eter; Asam fenil asetat dan garamnya; Piperidina dan garamnya; Asam sulfat (Kementerian Kesehatan RI, 2005). Tabel 2.1 Daftar Beberapa Prekursor dan Penggunaannya Prekursor Penggunaan ilegal Penggunaan legal Anhidrida Memproduksi heroin, Pembuat bahan pewarna untuk asetat methaqualon, dan tekstil mecloqualon Efedrin Sintesis dari methamfetamin Memproduksi obat Etil Eter Pelarut dalam memproduksi Pelarut umum dalam heroin, kokain, amfetamin, laboratorium kimia dan methamfetamin, MDMA industri kimia/farmasi Asam Memproduksi heroin, Menetralkan kondisi alkalin: 3

141 4 Hidroklorida amfetamin, methamfetamin, sebagai katalis dan pelarut MDMA dalam sintesis organik, dalam membersihkan produk-produk logam 3,4- Sintesis MDMA Tidak diketahui adanya Metilendioksi penggunaan yang legal fenil-2- propanon 1-Fenil-2- Sintesis amfetamin dan Digunakan dalam industri Propanon methamfetamin kimia dan farmasi Asam Fenil Sintesis amfetamin dan Digunakan dalam industri asetat methamfetamin dan 1-fenil- 2-propanon kimia, farmasi, dan pestisida Piperonal Sintesis MDMA Memproduksi parfum, rasa cherry dan vanili; sebagai komponen obat nyamuk Pseudoefedrin Sintesis methamfetamin Memproduksi obat dekongestan Safrol Sintesis MDMA Dalam memproduksi parfum dan bahan pewangi. Memproduksi piperonal, mengolah lemak dalam pembuatan sabun Asam Sulfat Untuk proses ekstraksi kokain dan proses perubahan pasta koka menjadi basis kokain proses memproduksi amfetamin, methamfetamin, dan MDMA Menetralkan kondisi alkalin; sebagai katalis dalam sintesis organik, dalam memproduksi pupuk, bahan pewarna, kertas, sebagai komponen dan pembersih pipa saluran dan logam, dalam cairan baterai (Sumber: United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)/ BNN)

142 5 2.2 Narkotika dan Psikotropika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, Sedangkan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang No. 35 tentang Narkotika, 2009). 2.3 Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi, Distribusi dan Penyimpanan Prekursor Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 168 Tahun 2005 tentang Prekursor Farmasi. Prekursor hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Produsen (IP) pekursor farmasi untuk industri farmasi atau penunjukan sebagai Importir Terdaftar (IT) prekursor farmasi untuk pedagang besar bahan baku farmasi. Untuk dapat ditunjuk sebagai IP dan IT prekursor farmasi, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan melampirkan dokumen yang menjadi persyaratan. Penunjukan sebagai IP prekursor farmasi diterbitkan dengan memperhatikan kapasitas dan rencana produksi selama satu tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan yang telah mendapatkan penunjukan sebagai IP prekursor farmasi hanya dapat mengimpor prekursor semata-mata untuk kebutuhan proses produksi industri farmasi yang dimilikinya dan dilarang diperdagangkan dan atau dipindah tangankan. Penunjukan sebagai IT prekursor farmasi berlaku paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IT prekursor farmasi hanya dapat mengimpor prekursor untuk didistribusikan secara langsung tanpa perantara kepada industri farmasi pengguna akhir. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IP atau IT prekursor farmasi dilarang untuk mengailhkan atau mengatasnamakan IP atau IT prekursor farmasi dan atau persetujuan impor prekursor tersebut kepada pihak lain. Setiap

143 6 perusahaan yang memproduksi dan mengedarkan prekursor wajib membuat catatan tentang prekursor farmasi yang diproduksi dan diedarkan. Prekursor juga hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IT prekursor farmasi. Setiap prekursor yang diedarkan harus diberi penandaan pada wadah atau kemasan (Kementerian Kesehatan RI, 2005). Prekursor yang diproduksi dan diimpor hanya dapat disalurkan kepada industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan. Setiap kegiatan penyaluran prekursor harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IP prekursor farmasi wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setiap bulan tentang pelaksanaan impor dan penggunaan prekursor (Kementerian Kesehatan RI, 2005). Penyimpanan prekursor secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang prekursor. Pasal 9 mengenai penyimpanan mengatakan bahwa prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan terpisah dari penyimpanan lain. 2.4 Norefedrin/ Fenilpropanolamin hidrklorida Norefedrin atau yang biasa dikenal fenilpropanolamin hidroklorida (PPA) merupakan senyawa adrenergik. Efek fenilpropanolamin hidroklorida sebagian besar hasil dari aktivitas agonis α adrenergik yang dihasilkan dari reseptor adrenergik dan pelepasan norepineprin. Struktur fenilpropanolamin hidroklorida berhubungan dengan efedrin, yang mempunyai aktivitas vasopresor sedikit lebih besar dibanding efedrin dengan efek rangsangan susunan saraf pusat dan toksisitas lebih rendah. Obat ini menyebabkan vasokontriksi pada mukosa hidung karenanya dapat digunakan sebagai dekongestan hidung. Fenilpropanolamin hidroklorida digunakan secara luas sebagai dekongestan hidung, biasanya dikombinasikan dengan analgesik dan antihistamin dalam obat anti influenza (MIMS, Isadore).

144 BAB 3 METODE PENGKAJIAN DATA 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengkajian terhadap resep yang mengandung Norefedrin dilakukan di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat dan Apotek Atrika Rukan Mangga Dua Square Blok F26A, Jakarta Pusat, pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mulai tanggal 1 April hingga 14 Mei Metode Pengumpulan Data Data diperoleh dengan cara mengumpulkan resep periode Oktober 2012 Maret 2013, kemudian dilakukan pencatatan terhadap resep yang mengandung Norefedrin selama periode tersebut. 3.3 Metode Pengolahan Data Dari data yang telah diperoleh, dipilih 1 resep yang kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan literatur yang sesuai. 7

145 BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika di Jalan Kartini raya No.34A Jakarta Pusat, dilakukan penelusuran dan analisis resep yang mengandung Norefedrin/ fenilpropanolamin HCL yang diterima Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 Maret Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui profil penggunaan Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL dan informasi yang dapat diberikan pada pasien yang menerima obat dari resep tersebut. Berdasarkan hasil penelusuran resep yang telah dilakukan, jumlah resep yang mengandung Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL yang diterima dan dilayani selama periode Oktober 2012 Maret 2013 di Apotek Atrika yaitu berjumlah 5 resep. 4.1 Analisis Resep 1 Pada analisis resep ini, dipilih resep yang diterima dan dilayani oleh Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini Raya No.34A, Jakarta Pusat, pada tanggal 2 Januari Pasien bernama R dengan umur yang tidak tertulis pada resep memeriksakan dirinya ke dokter S. Pada tanggal 2 Januari 2013 Kemudian dokter memberikan resep yang berisi : 1. Analsik ( 10 Tab) 2. Nalgestan ( 15 tab) 3. Codein HCL 20 mg (15 tab) 4. Ciprofloxacin 500 mg (10 Kaps) 5. Vometa (10 tab) Resep tersebut terdiri dari 5 jenis obat yang diresepkan masing-masing dan tidak perlu peracikan. Pada resep ini terdapat obat Nalgestan yang mengandung Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL. 8

146 Penulisan Ulang Resep Dokter dr. S Komplek Perumahan Kartini Raya 65 Kav. C14 Jakarta Tel , R/ Tab Analsik No. X Panas/pusing S3dd1 tab R/ Tab Nalgestan No. XV Obat pilek S3dd1 tab R/ Tab Codein HCL 20 mg No.XV Batuk pilek S3dd1 tab R/ Cap Ciprofloxacin 500 mg No.X S2dd1 cap pc R/ Tab Vometa No.X Obat mual S3dd1 tab Jakarta. 2 januari 2013 Pro : R Umur : - Alamat : Jl. Kartini No.13

147 Kelengkapan resep Evaluasi Uraian Keterangan Keabsahan resep Nama dokter dan alamat dokter Nomor izin dokter Tanda tangan dokter Kelengkapan resep Inscriptio Nama tempat Tanggal/tahun Tanda R/ Ordinatio/presriptio Nama obat Jumlah obat Signature Aturan pakai Nama pasien Umur Pasien Alamat Pasien Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada - Ada Absah Kurang lengkap Informasi Obat (MIMS) Analsik Nama Obat Analsik Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping Interaksi Obat Dosis Metampiron 500 mg, Diazepam 2 mg Sakit kepala, nyeri otot, nyeri pinggang, nyeri otot sendi Psikosis berat, kecenderungan berdarah, porfiria, hipersensitif terhadap gol. pirazolon Usia lanjut, epilepsi, penyakit KV, ati atau ginjal. Mengantuk, pusing, mual, ketergantungan, reaksi alergi Depresan SSP, alkohol, klorpromazin, simetidin 1 tablet diberikan 3x sehari Nalgestan Nama Obat Komposisi Nalgestan Fenilpropanolamin HCL 15 mg, CTM 2 mg

148 11 Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping Dosis Dekongestan, antihistamin pada hidung tersumbat Hipertirodisme, hipertensi, penyakit jantung, galukoma sudut tertutup Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin, penderita hipertensi, penyakit jantung, tirotoksikosis atau DM Gangguan GI, mulut kering, anoreksia, haus, berkeringat, hipotensi, penglihatan kabur 1 tablet 3 atau 4 x sehari Codein HCL Nama Obat Codein HCL Komposisi Codein HCL Indikasi Espektoran Kontraindikasi Asma akut, gangguan GI, hamil dan lataksi, anak < 2 tahun Peringatan Depresi SSP dan pernafasan, gangguan fungsi hati dan Ginjal, demam, hipertiroid Efek Samping Mual, muntah, pruritus Interaksi Obat Obat penekan SSP, alkohol Dosis 3 x 1 tablet sehari Ciprofloxacain Nama Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Ciprofoxacin Ciprofloxacin Infeksi saluran nafas, saluran GIT, THT, kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi, infaksi oleh bakteri yangt peka Anak < 18 tahun, hamil dan lataksi Gangguan ginjal, diketahui atau diduga mengalami gangguan SSP yang dapat mempermudah kejang

149 12 Efek Samping Interaksi Obat Mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala Tizanidin, teofilin, kafein, warfarin dan derivatnya Dosis 2 x 1 kaplet sehari sesudah makan Vometa Nama Obat Komposisi Indikasi Kontraindikasi Peringatan Efek Samping Interaksi Obat Dosis Vometa Domperidone Terapi mual dan muntah karena berbagai penyebab Tumor prolaktinoma yang produksi prolaktin Hamil, laktasi terapi jangak panjang, disfungsi hati dan ginjal Peningkatan prolaktin serum, mulut kering, sakit kepala, diare, ruam kulit Bromokriptin, antikolinergik muskarinik, analgesik, antasid 3x1 tablet sehari menit sebelum makan Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan Apabila melihat keseluruhan isi resep tersebut, menunjukkan bahwa pasien bernama R mengalami sakit batuk pilek dan infeksi pada saluran nafas. Dokter meresepkan terapi kombinasi Ciprofloxacin dan Nalgestan yang mengandung Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL yang diindikasikan untuk infeksi saluran nafas, sedangkan Codein HCL sebagai ekspektoran untuk membantu mengeluarkan dahak pada saluran nafas. Kemudian Analsik digunakan untuk penurun panas dan mengilangkan rasa pusing serta vometa digunakan sebagai obat mual. Ciprofloxacin merupakan antibiotika yang sering digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh kuman penyebab infeksi yang dapat menyerang saluran nafas saat individu dalam kondisi rentan. Pada resep ini penggunaan antibiotika harus diinstruksikan secara jelas oleh dokter maupun apoteker yang memberikan obat ke pasien, karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi kuman/ bakteri. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien berdasarkan pengkajian resep tersebut yaitu memberitahukan bahwa jumlah jenis obat yang diterima

150 13 pasien sebanyak 5 macam, yaitu analsik sebanyak 10 tablet dan diminum 3 kali sehari satu tablet, nalgestan sebanyak 15 tablet diminum tiga kali sehari satu tablet, codein hcl sebanyak 15 tablet dan diminum tiga kali sehari satu tablet, sedang kan untuk ciprofloxacin sebanyak 10 Kaplet dan diminum dua kali sehari 1 tablet sesudah makan dan harus dihabiskan, serta vometa sebanyak 10 tablet dan diminum tiga kali sehari satu tablet. Obat harus diminum setiap hari, sehingga diperlukan pengingat atau bantuan keluarga untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat. Pasien juga diharuskan untuk menghabiskan obat yang diterimanya karena terdapat antibiotika di dalam racikan obat yang diterimanya, untuk menghindari terjadinya resistensi kuman atau bakteri. Pasien juga diberi instruksi untuk segera kembali berkonsultasi dengan dokter apabila terjadi kasus infeksi saluran pernafasan yang dideritanya semakin bertambah berat atau tidak membaik. Penyimpanan obat harus diberitahukan yaitu harus disimpan di tempat yang kering dan sejuk untuk mencegah rusaknya obat dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak.

151 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Oktober 2012 hingga Maret 2013, jumlah resep yang mengandung kandungan Norefedrin/Fenilpropanolamin sebanyak 5 lembar resep, yang semuanya merupakan terapi kombinasi Berdasarkan resep pilihan pada periode Oktober 2012 hingga Maret 2013 yang terkait penggunaan Norefedrin/ Fenilpropanolamin HCL pada resep yang diterima atau dilayani pada Apotek Atrika, resep tersebut telah memenuhi kelengkapan resep, kesesuaian farmasetik dan tidak ada interaksi obat. Usulan informasi yang dapat diberikan saat konseling kepada pasien antara lain mengenai cara penggunaan, aturan pakai, efek samping dari obat yang dikonsumsinya agar pasien patuh untuk mengkonsumsi obatnya Saran Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik berkomunikasi dengan pasien Dalam mewujudkan pelayanan konseling yang baik maka kemampuan komunikasi apoteker harus ditingkatkan. Hal ini penting agar terjalin komunikasi yang efektif dan intensif antara Apoteker dengan pasien. 13

152 DAFTAR ACUAN Kanfer I., John M., Dowse R. (1982). Phenylpropanolamine Hydrochloride. Ananlytical Profiles of Drugs Subtances. Vol 12. MIMS Indonesia. (2013). Analsik Concise Prescribing Information. Mei 20, MIMS Indonesia. (2013). Nalgestan Concise Prescribing Information. Mei 20, e=brief MIMS Indonesia. (2013). Codein hcl Concise Prescribing Information. Mei 20, =codeine MIMS Indonesia. (2013). Ciprofloxacin Concise Prescribing Information. Mei 20, arm%20jaya/?q=ciprofloxacin&type=brief MIMS USA. (2013). Phenylpropanolamine Information. Mei 20, =generic#actions MIMS Indonesia. (2013). Vometa Concise Prescribing Information. Mei 20, brief Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor. Januari 14, Pusat Penegakan Hukum BNN. (2010). Pengawasan Prekursor. Januari 14, &op=lbd_prekursor&mn=3&smn=a&page=1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Januari 14, United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)/ BNN. (2006). Daftar Prekursor-prekursor Penting. Figur Edisi V:

153 Lampiran 1. Daftar PBF No. Nama Obat Nama PBF Alamat No. Telepon 1 Analsik Bina San Prima Jl. Rawa Gelam IV No.7 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Tiimur (021) Anugrah Pharmindo Lestari Jl. Pulolentut Kav. II/E-4 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta (021) Nalgestan 2. Guna Abdi Wisesa Jl. Kalibaru Barat Raya No.65 Jakarta (021) STIMEC Jl. Lautze No.60, Jakarta (021) PD. Sejahtera Jl. Madrasah V No.2, Cawang Jakarta Timur (021) Kebayoran Jl. Garuda 79, Jakarta (021) Codein Hcl Kimia Farma Komplek Majapahit Permai Blok A , Jl. (021) , Majpahit No Jakarta Pusat Bina San Prima Jl. Rawa Gelam IV No.7 Kawasan Industri Pulogadung, (021) Jakarta Tiimur 2. Antar Mitra Jl. Mangga No.11 Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat (021) , 4 Ciprofloxacin Sembada Merapi Jl. Pulobuaran Raya No. 4 Blok III EE Kav.No. 1, (021) Kawasan Industri Pulogadung Jakarta 4. Djembatan 2 Jl. Petojo Melintang No.17 Jakarta (021)

154 5 Vometa 1. Guna Abdi Wisesa Jl. Kalibaru Barat Raya No.65 Jakarta (021) Djembatan 2 Jl. Petojo Melintang No.17 Jakarta (021) , Stimec Jl. Lautze No.60, Jakarta (021) Eva Surya Jl. Pondasi 30. Kayu Putih, Jakarta (021)

155 Lampiran 2. Resep

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER REZA HERMAWAN SULISTOMO,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EPIN YUNANTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 AGUSTUS 30 AGUSTUS 2013 DAN 30 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER SITI NURROCHMAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FAUZIA, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RISKA EKA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 31 JULI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 31 JULI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 31 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER OGI ANDYKA PUTRA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 30 AGUSTUS 2013 DAN 30 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NATALIA CHRISTY,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 08 JANUARI 14 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 08 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 08 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER OKTAVIANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MALIHATUR ROSYIDAH,

Lebih terperinci

DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE AGUSTUS DAN 30 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE AGUSTUS DAN 30 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 21 30 AGUSTUS DAN 30 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 26 JULI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 26 JULI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MULIA ADE KARINA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER 7 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BHATA BELLINDA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA PEKAYON KEMANDORAN JL. KOPRAL BOSAN RT 02/22 NO. 152 PEKAYON JAYA BEKASI SELATAN PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER 6 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER ALIFANA JASMINDRIYATI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 17 JUNI 26 JULI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 17 JUNI 26 JULI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 17 JUNI 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SYAHRIL, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SITI RAHMAWATI,

Lebih terperinci

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. Cek Kelengkapan Ada Tidak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci