UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker YODIFTA ASTRININGRUM, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Yodifta Astriningrum, S. Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 9 April 15 Mei 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dr. Harmita, Apt. (... ) Pembimbing II : Dra. Sabarijah Witto Eng, SKM, Apt. (... ) Penguji I :... (... ) Penguji II :... (... ) Penguji III :... (... ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : ii

4 KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat Periode 9 April 15 Mei 2012 ini juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di apotek sebagai tempat praktek keprofesiannya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI sekaligus pembimbing di Apotek Atrika. 3. Dra. Sabarijah WittoEng, SKM, Apt., selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI. 4. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI. 5. Seluruh staff di Apotek Atrika atas segala bantuan dan dukungan selama penulis melakukan PKPA, 6. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika, teman-teman angkatan LXXIV Program Profesi Apoteker atas bantuan dan dukungannya selama penulis menempuh pendidikan profesi apoteker. 7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materiil, serta pihakpihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. iii

5 Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2012 Penulis iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK Definisi, Tugas dan Fungsi Apotek Landasan Hukum Apotek Persyaratan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Tenaga Kerja di Apotek Pelimpahan Wewenang Sediaan Farmasi di Apotek Pengelolaan Apotek Pengendalian Persediaan Apotek Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA Sejarah dan Lokasi Tata Ruang Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Jabatan Kegiatan di Apotek Atrika BAB 4 PEMBAHASAN Lokasi dan Tata Letak Apotek Atrika Sumber Daya Manusia (SDM) di Apotek Atrika Pengelolaan Barang di Apotek Atrika Pelayanan Informasi dan Konseling BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Logo golongan obat Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas Gambar 2.3 Matriks analisa VEN-ABC vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta lokasi Apotek Atrika Lampiran 2. Denah ruangan Apotek Atrika Lampiran 3. Struktur organisasi Apotek Atrika Lampiran 4. Alur penanganan resep Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) narkotika Lampiran 7. Laporan penggunaan narkotika Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) psikotropika Lampiran 9. Laporan penggunaan psikotropika Lampiran 10. Salinan resep Apotek Atrika Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mencapai kesuksesan pembangunan nasional secara umum karena pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Selain itu, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU No. 36 Tahun 2009). Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal tersebut, sudah tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat komprehensif dan profesional dari para profesi kesehatan. Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang tidak terpisahkan, termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di apotek (Kemenkes, 2008). Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Kemenkes, 2008). Selain untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat, apotek juga merupakan suatu unit bisnis untuk menghasilkan keuntungan (profit). Dalam fungsinya sebagai salah satu sarana kesehatan masyarakat, apotek mempunyai tanggung jawab dalam menyediakan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Sebagai sarana bisnis, maka apotek diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi pemilik sarana apotek tersebut karena apotek membutuhkan nilai investasi dan biaya operasional yang tidak 1

10 2 sedikit, sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi salah satu faktor yang juga dipertimbangkan. Dengan demikian, seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola apotek sehingga dapat melayani kebutuhan perbekalan farmasi kepada masyarakat dengan baik serta dapat memperoleh keuntungan. Di satu sisi seorang Apoteker dituntut untuk dapat berkomunikasi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan informasi obat yang tepat, aman dan rasional. Di sisi lain, seorang Apoteker juga dituntut untuk memiliki kemampuan kewirawastaan. Berdasarkan pentingnya peranan tersebut, seorang calon apoteker perlu dibekali dengan berbagai keahlian dan wawasan yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan profesi apoteker secara profesional sesuai dengan perannya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa calon Apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di apotek. Agar mahasiswa calon Apoteker dapat memahami dan melihat secara langsung peran, tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mengelola apotek, diselenggarakanlah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika adalah sebagai berikut: a. Memahami tugas pokok, fungsi dan peran Apoteker di sebuah apotek. b. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa calon Apoteker untuk beradaptasi langsung pada iklim kerja kefarmasian yang sebenarnya di apotek serta memahami sistem manajemen dan administrasi di Apotek Atrika.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi, Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3

12 4 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2.3 Persyaratan Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004, sebuah apotek harus memenuhi persyaratan berikut: a. Sumber daya manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

13 5 b. Sarana dan Prasarana apotek Sarana apotek harus berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata APOTEK. Kemudian apotek juga harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Kebersihan lingkungan apotek harus dijaga dan harus bebas dari hewan pengerat, dan serangga. Apotek harus memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembapan dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. Selain itu, juga disebutkan bahwa apotek harus memiliki beberapa tempat tertentu, yaitu ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi, ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien, ruang racikan dan dilengkapi dengan keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. c. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out). Perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. Kemudian pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian. Penyimpanan sediaan farmasi juga harus memperhatikan hal-hal berikut:

14 6 Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan. d. Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi: Administrasi Umum (Pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku) dan Administrasi Pelayanan (Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat). 2.4 Tata Cara Perizinan Apotek Sebelum dapat beroperasi, sebuah apotek harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002. SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri dan berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai dengan pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut:

15 7 a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai, dengan lampiran : Fotokopi SIK Fotokopi KTP Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa) Daftar tenaga kesehatan Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar) Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak menjadi APA di apotek lain Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI) Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA) b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3; d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4; e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (c), atau pernyataan dimaksud, poin (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5;

16 8 f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6; g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan; h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila: a. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus.

17 9 c. Pelanggaran terhadap Undang-Undang obat keras Nomor, St N. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. d. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut. e. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. f. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut:

18 10 a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Wilayah Kantor Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). 2.6 Tenaga Kerja di Apotek Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain : Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) serta Surat Izin Apotek (SIA). APA bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Tugas dan kewajiban Apoteker di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan apotek Apoteker Pengganti dan Apoteker Pendamping Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti.

19 11 a. Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. b. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain Asisten Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 573/MENKES/SK/ VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah Asisten Apoteker/ Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi: a. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. b. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah pengawasan Apoteker/ pimpinan Unit atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Juru Resep Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan diperiksa olah asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi Kasir dan Pegawai administrasi/tata usaha Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran dan lain-lain disebut kasir. Selain itu juga

20 12 terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu apoteker dalam kegiatan administrasi seperti membuat laporan harian yang meliputi pencatatan penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin, asuransi dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha. 2.7 Pelimpahan Wewenang Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan wewenang ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. b. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. c. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. d. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang diberikan kepada Apoteker Pendamping. 2.8 Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang

21 13 dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 (lima) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masingmasing golongan obat dapat dilihat pada Gambar 2.1. Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras dan Psikotropika Golongan Narkotika Gambar 2.1 Logo golongan obat Obat OTC (Over the Counter) Obat OTC (Over the Counter) adalah obat-obat yang boleh dibeli oleh pasien tanpa resep dokter. Obat OTC terdiri dari obat bebas dan obat bebas terbatas.

22 Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah parasetamol. (Kementerian Kesehatan, 2006) Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contohnya adalah CTM. (Kementerian Kesehatan, 2006) Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Kementerian Kesehatan, 2006). Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas Obat Ethical Obat ethical adalah obat yang dapat diperoleh oleh pasien dengan adanya resep dari dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika dan narkotika.

23 Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung dan semua obat injeksi Obat Psikotropika (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Pengaturan di bidang psikotropika bertujuan untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut :

24 16 a. Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika. b. Penyimpanan Obat-obatan golongan psikotropika cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek. d. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu salinan sebagai arsip. e. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik

25 17 psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi. Selain itu, pemusnahannya disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standard dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan Obat Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

26 18 Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika, dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut : a. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat. b. Penyimpanan Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat tersebut harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, ditempatkan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh umum serta mempunyai kunci ganda yang berlainan. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang cm, harus menempel pada tembok atau lantai dan tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. Lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan seharihari.

27 19 c. Pelayanan resep Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. e. Pemusnahan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 9, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur sebagai berikut : Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM setempat. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan tingkat II.

28 20 APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam DOWA. b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record). c. Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping obat, dan lain-lain. Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain : 1. Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus.

29 21 2. Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari : a. Antasida + antispasmodik + sedatif b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin) c. Analgetik + antispasmodik 3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol. 4. Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik, maksimal 20 tablet. 5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang terdiri dari : a. Analgetik b. Antihistamin 6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet. 7. Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari : a. Semua salep/krim antibiotik b. Semua salep/krim kortikosteroid c. Semua salep/krim antifungi d. Antiseptik lokal e. Enzim antiradang topikal f. Pemutih kulit 2.9 Pengelolaan Apotek Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Seorang APA dituntut

30 22 untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan sebelumnya dan harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

31 Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan serta memiliki nilai estetika. Penataan sedemikan rupa pada desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi senantiasa terjaga Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 14 sampai 22 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 12, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat; b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin;

32 24 c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik; d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM; e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat; f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat; g. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep; h. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker; i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun; j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku; k. APA, Apoteker pendamping atau Apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. l. Dalam melaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA). m. AA melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek dibawah pengawasan Apoteker.

33 Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Yang dimaksud dengan vital adalah obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. Yang dimaksud dengan obat esensial adalah obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. Sedangkan yang dimaksud dengan non esensial adalah obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak essensial. b. Analisa Pareto (ABC) Analisa pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan

34 26 berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kelas A merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. Kelas B merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. Sedangkan Kelas C adalah persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Kelompok A memiliki nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan dan kelompok C memiliki nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan. c. Analisa VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisa menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut: A B C V E N VA EA NA VB EB NB VC EC NC Gambar 2.3 Matriks analisa VEN-ABC

35 27 Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) atau Pelayanan Kefarmasian adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Pedoman tersebut perlu disusun secara nasional dengan inisiatif dari organisasi profesi Apoteker dan pemerintah. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut: a. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria. b. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). c. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. d. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat.

36 28 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standard pelayanan kefarmasian di apotek meliputi peayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial (home care) Pelayanan Resep a. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Jika ada pertimbangan dan alternatif baiknya disampaikan dengan sopan dan dalam kewenangan profesi, keputusan tetap berada di tangan dokter penulis resep. b. Penyiapan obat Penyiapan obat dimulai dengan pemberian harga terhadap resep yang diterima dan setelah itu peracikan. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada

37 29 pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pemerataan kesehatan, Apoteker di apotek dapat berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu menyebarkan informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia, pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). Selain bentuk pelayanan diatas, apotek juga memberikan pelayanan untuk swamedikasi, yaitu melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata

38 30 Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif, indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).

39 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1 Sejarah dan Lokasi Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat dan berdiri pada 21 Juli 2001 dengan nomor SIA /KANWIL/SIA/01/0. Pemilik Sarana Apotek Atrika (PSA) yaitu Bapak Winardi Hendrayanta dan Bapak Dr. Harmita, Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek Atrika (APA) Apotek Atrika terletak di kawasan pemukiman penduduk. Letaknya di tepi jalan sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum, dilalui jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Di sekitar apotek juga terdapat beberapa praktek dokter umum, dokter spesialis kulit, dan dokter hewan. Peta lokasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Sabtu, mulai pukul sampai WIB, kecuali untuk hari Sabtu hanya sampai pukul WIB, sedangkan hari Minggu dan hari libur nasional tutup. 3.2 Tata Ruang Apotek Atrika memiliki halaman yang dapat digunakan sebagai tempat parkir. Plang Apotek berwarna kuning dengan tulisan merah dilengkapi lampu yang menyala terang ketika malam cukup menarik perhatian pengunjung. Pintu masuk Apotek menggunakan bahan kaca bening sehingga dari luar dapat terlihat susunan barang OTC yang dipajang di etalase ruang depan. Bangunan utamanya terbagi menjadi dua, yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan terdiri atas ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat dan etalase untuk obat OTC. Ruang dalam terdiri atas ruang peracikan yang dikelilingi lemari untuk obat ethical dan beberapa obat bebas, kamar mandi, dan tempat pencucian atau wastafel (Lampiran 2). Penyusunan obat di Apotek Atrika dilakukan berdasarkan jenis sediaan dan ditata sesuai susunan abjad. Sediaan yang terdapat di Apotek Atrika dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi), dan sediaan topikal (salep, krim, gel, suppositoria, ovula, 31

40 32 obat tetes mata, obat tetes telinga, dan sebagainya). Selain itu, juga terdapat lemari terpisah untuk menyimpan obat generik, obat golongan narkotika, psikotropika, dan obat yang telah mendekati waktu kadaluarsa. 3.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana organisasi. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut : 1. Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang b. Apoteker Pendamping : 1 orang c. Asisten Apoteker : 2 orang d. Juru resep : 1 orang 2. Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang b. Tenaga keuangan dan kasir : 3 orang c. Pesuruh : 2 orang d. Kurir : 5 orang 3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, antara lain sebagai berikut:

41 33 1. Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. 2. Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. 3. Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. 4. Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. 5. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. 6. Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi. 7. Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 8. Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. 9. Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

42 Apoteker Pendamping Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat. 2. Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. 3. Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 4. Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit Asisten Apoteker Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang. 2. Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. 3. Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. 4. Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. 5. Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan

43 35 obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 6. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau obat yang keluar maupun masuk. 7. Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. 8. Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya. 9. Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru resep, antara lain : 1. Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. 2. Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. 3. Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. 4. Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek Kasir Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1. Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit yang dilakukan oleh pasien.

44 36 2. Seorang kasir bertanggung jawab untuk menerima barang atau obat yang masuk. 3. Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk. 4. Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. 5. Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. 6. Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. 7. Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan Keuangan Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut. Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut : 1. Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas. 2. Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat dengan resep. 3. Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air, internet, dan telepon. 4. Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF Pesuruh Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1. Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek. 2. Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek. 3. Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non teknis kefarmasian.

45 Kurir Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek. Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut : 1. Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. 2. Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. 3. Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat. 3.5 Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah ditentukan menjadi tiga shift, yaitu shift I dengan waktu kerja pukul , shift II dengan waktu kerja pukul , dan shift III dengan waktu kerja pukul Jam operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul WIB dan hari Sabtu mulai pukul WIB, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi 1. Pengadaan Obat dan Perbekalan Farmasi Tanggung jawab dan wewenang dalam pengadaan obat dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan (SP) sementara

46 38 yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara konsinyasi, COD (cash order delivery), maupun kredit. Konsinyasi merupakan cara pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah terjual. COD adalah cara pengadaan dimana apotek melakukan pembelian obat dan perbekalan farmasi dengan melakukan pembayaran secara langsung pada saat obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut datang, sedangkan pembayaran secara kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo. 2. Pemesanan Obat dan Perbekalan Farmasi Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung kepada salesman atau melalui telepon. 3. Penerimaan Obat dan Perbekalan Farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan

47 39 membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut kemudian dicatat dalam buku Penerimaan Barang Datang yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka perubahan harga dicatat pada buku Perubahan Harga Barang dan pada buku Daftar Harga Barang dan komputer kasir. 4. Penyimpanan Obat dan Perbekalan Farmasi Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obat-obatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya. 5. Pengeluaran Obat dan Perbekalan Farmasi Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan, sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep.

48 40 6. Pemeriksaan dan Pencatatan Stok Obat dan Perbekalan Farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku Penerimaan Barang Datang, buku Penjualan Barang, dan buku Resep. Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. 7. Pembuatan Sediaan Standar Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaansedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad Pengelolaan Narkotika 1. Pengadaan Narkotika Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap (warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. 2. Penyimpanan Narkotika Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut

49 41 abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika. 3. Pelayanan Narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan resep disimpan terpisah dari resep lain. 4. Pelaporan Narkotika Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. 5. Pemusnahan Narkotika Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM Pengelolaan Psikotropika 1. Pengadaan Psikotropika Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan

50 42 yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. 2. Penyimpanan Psikotropika Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk psikotropika dan buku stok psikotropika. 3. Pelayanan Psikotropika Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah dari resep lainnya. 4. Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip.

51 43 5. Pemusnahan Psikotropika Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM Pelayanan Apotek 1. Pelayanan Obat dengan Resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya.

52 44 2. Pelayanan/Penjualan Bebas Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan Administrasi 1. Administrasi Personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. 2. Administrasi Umum Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi. 3. Administrasi Penjualan Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual dan komputer kasir akan diubah. 4. Administrasi Pembelian Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap

53 45 bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat penukaran faktur. 5. Administrasi Pajak Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame. 6. Administrasi Pergudangan Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan obat yang ada di apotek. 7. Administrasi Piutang Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi : 1. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Dengan adanya buku ini, proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah

54 46 sehingga obat dan perbekalan farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. 2. Surat Pesanan Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan, dan stempel apotek. 3. Buku Daftar Harga Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk bahan baku. 4. Buku Faktur Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga, harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan. 5. Buku Pembelian dan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain apabila ada.

55 47 6. Buku Pemasukan Barang Dalam Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa obat. 7. Buku Perubahan Harga Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang tersebut dicatat di buku perubahan harga, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang. 8. Buku Pengiriman Barang ke Atrika Cabang Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. 9. Surat Pengiriman Barang ke Atrika Cabang Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman, tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat. 10. Buku Resep Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat seluruhnya dalam buku ini. Buku ini memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.

56 Kartu Stok Besar Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF, nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa. 12. Kartu Stok Kecil Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar atau masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang yang ada pada lemari.

57 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek merupakan salah satu Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yang digunakan untuk melakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Apotek dapat membantu mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat baik melalui pelayanan resep dokter maupun dalam swamedikasi, yaitu upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Permekes No.919/MENKES/PER/X/ 1993). Apotek juga berperan sebagai terminal terakhir yang secara langsung berinteraksi dengan pengguna atau konsumen obat. Dengan demikian, apotek merupakan sarana informasi obat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya salah penggunaan maupun penyalahgunaan obat oleh masyarakat. Dalam memahami pentingnya peranan Apoteker dalam mengelola apotek, dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika yang berlokasi di Jl. Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat. Apotek ini dikelola oleh Dr. Harmita, Apt. sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA). 4.1 Lokasi dan Tata Letak Apotek Atrika Apotek Atrika memiliki lokasi yang cukup strategis, yaitu di kawasan pemukiman penduduk dan dekat dengan dengan beberapa tempat praktek dokter, diantaranya dokter gigi, dokter hewan, dan dokter spesialis kulit dan kelamin, lokasi tersebut juga dekat dengan sarana kesehatan yaitu Rumah Sakit Husada. Selain itu, apotek Atrika dilewati oleh jalan dua arah yang ramai oleh kendaraan sehingga memudahkan akses para calon pembeli dalam mencapai apotek. Apotek Atrika memiliki papan nama yang dapat terlihat dengan jelas dari jalan raya. Tersedia tempat parkir yang cukup luas untuk menampung satu buah mobil dan beberapa sepeda motor serta terdapat taman sederhana untuk memperindah desain eksterior apotek. Pintu masuk dan jendela apotek terbuat dari kaca tembus pandang sehingga calon pembeli dapat melihat barang yang 49

58 50 terpajang di apotek. Bangunan apotek terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian dalam. Bagian depan apotek merupakan tempat penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, dan ruang tunggu pembeli. Terdapat kursi tunggu tamu dan pendingin ruangan (Air Conditioner/AC) untuk menambah kenyamanan pembeli. Terdapat pula lemari-lemari kaca transparan sebagai tempat penyimpanan produk OTC yang dapat menarik minat calon pembeli. Ruang bagian dalam merupakan ruang peracikan dan ruang kerja. Di ruang racik diletakkan lemari-lemari penyimpanan obat-obat ethical, yang terdiri dari obat keras, narkotika dan psikotropika, dan obat generik. Ruang bagian dalam juga dilengkapi dengan AC untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan memberi kenyamanan bagi para karyawan. Di atas meja racik terdapat tempat khusus penyimpanan obat dalam jumlah kecil yang sering digunakan untuk peracikan. Terdapat pula toilet yang disediakan untuk para karyawan dan wastafel untuk mencuci peralatan racik. Penyimpanan obat di apotek disusun sedemikian rupa sehingga mempermudah pencarian obat, yaitu dipisahkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun berdasarkan abjad. Untuk obat-obat OTC, terdapat lemari untuk sediaan cair oral, padat oral, topikal, dan lemari untuk produk konsinyasi. Di ruang bagian dalam untuk obat ethical terdapat lemari penyimpanan sediaan topikal, sediaan padat, sediaan cair oral, dan lemari untuk obat generik. Terdapat pula lemari untuk sediaan narkotika dan lemari untuk sediaan psikotropika. Apotek Atrika tidak memiliki gudang karena letaknya yang dekat dengan PBF sehingga pemesanan tidak harus dilakukan dalam jumlah besar dan tidak diperlukan adanya gudang untuk menyimpan persediaan tersebut. Hal ini dapat mengurangi biaya untuk pemeliharaan gudang dan mengurangi risiko kerugian akibat barang yang telah daluarsa maupun yang tidak terjual. 4.2 Sumber Daya Manusia (SDM) di Apotek Atrika Dalam mendukung pelayanan apotek, diperlukan sumber daya manusia yang memadai dalam hal jumlah, kompetensi maupun keterampilan. Apotek Atrika memiliki sumber daya manusia yang memadai, yaitu terdiri dari satu orang APA, satu orang Apoteker Pendamping, satu orang Asisten Apoteker, dua orang

59 51 juru resep, dua orang tenaga keuangan dan kasir, lima orang kurir, dan dua orang pesuruh. Dengan adanya pembagian tersebut, maka pendistribusian tugas dan tanggung jawab di apotek menjadi jelas dan dapat dilaksanakan dengan baik. 4.3 Pengelolaan Barang di Apotek Atrika Agar kegiatan apotek dapat berjalan dengan baik, apotek harus dapat mengelola barang dengan tepat. Pengelolaan barang tersebut terdiri dari perencanaan, pemesanan, penerimaan, pemberian harga, penyimpanan, pendistribusian/pelayanan, pencatatan persediaan, dan pelaporan. a. Perencanaan Perencanaan pembelian dilakukan setiap hari dengan melihat persediaan obat. Persediaan yang kosong atau jumlahnya terlalu sedikit dicatat dalam buku defekta dan dikelompokkan sesuai PBF atau distributornya. Pemilihan PBF untuk masing-masing barang dilakukan berdasarkan ketersediaan, adanya potongan harga atau tidak, lamanya pengiriman barang, dan nilai pemesanan minimum yang ditetapkan oleh beberapa distributor. b. Pemesanan Barang yang telah dicatat dalam catatan defekta kemudian dipesan baik melalui salesman maupun melalui telepon. Dalam pemesanan barang ke PBF disertai dengan surat pemesanan (SP) barang yang nantinya akan diserahkan ke salesman yang menerima atau menyerahkan pesanan. Pada SP tercantum tanggal, nama distributor, nama barang serta jumlahnya, kemudian ditandatangani oleh pihak pemesan/apotek disertai dengan cap apotek. Untuk pemesanan obat-obat narkotika dan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pemesanan khusus dan ditandatangani oleh APA. SP untuk Narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai distributor tunggal obat narkotika di Indonesia, sementara untuk obat-obat psikotropika dapat melalui PBF lain yang menyediakan obat tersebut. Surat pesanan narkotika terdiri dari 4 rangkap, yaitu untuk diberikan ke PBF (PT. Kimia Farma), Balai POM, pabrik obat (PT. Kimia Farma), dan arsip. Dalam satu surat pemesanan hanya boleh digunakan untuk satu jenis obat

60 52 narkotika, dan dicantumkan pula jumlah sisa stok obat narkotika yang tersedia di apotek. Sedangkan untuk obat-obat psikotropika menggunakan surat pemesanan rangkap tiga yang diserahkan kepada PBF, Balai POM, dan sebagai arsip. Dalam satu surat pemesanan psikotropika boleh digunakan untuk berbagai jenis obat namun masih ditujukan untuk PBF yang sama serta tidak perlu dicantumkan sisa stok di apotek. Untuk pemesanan obat narkotika, surat pemesanan (SP) harus diserahkan terlebih dahulu kepada distributor sebelum barang bisa diantarkan. c. Penerimaan Penerimaan barang pesanan harus memperhatikan kesesuaian antara barang yang diterima dengan yang tertera dalam faktur dari distributor maupun surat pemesanan dari apotek. Faktur dari distributor kemudian ditandatangani, diberi cap apotek dan ditukarkan dengan surat pemesanan dari apotek, kecuali untuk obat narkotika yang surat pemesanannya harus diserahkan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pemeriksaan barang yang mencakup kesesuaian jenis obat, jumlah, nomor batch, tanggal daluarsa, serta keadaan fisik barang, apakah dalam kondisi baik atau tidak. Sementara untuk sistem pembayaran, apotek melakukan penukaran faktur salinan dengan faktur asli ke PBF pada tanggal 5 dan 15 setiap bulannya dan menentukan tanggal pembayaran saat penukaran faktur tersebut. Dengan demikian, apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Penerimaan untuk obat-obat narkotika harus dilakukan oleh petugas yang memiliki nomor izin, yaitu APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker dan pembayarannya harus dilakukan secara tunai. d. Pemberian Harga Setelah dilakukan pemeriksaaan, dihitung harga untuk setiap barang sesuai dengan yang tertera di faktur kemudian dilakukan pemberian label harga untuk barang-barang OTC. Jika terjadi perubahan harga pada jenis sediaan maka dicatat dalam buku perubahan harga dan buku harga barang apotek.

61 53 e. Penyimpanan Sediaan disimpan berdasarkan bentuk sediaan, yaitu sediaan topikal, sedian padat oral, dan sediaan cair diletakkan di tempat yang berbeda, dan disusun berdasarkan abjad. Sediaan padat oral yang termasuk obat generik, obat narkotika, dan obat psikotropika memiliki tempat penyimpanannya masing-masing. Lemari untuk penyimpanan narkotika telah memenuhi persyaratan, yaitu terbuat dari kayu, diletakkan menempel pada dinding agar tidak dapat dipindahkan, tidak terlihat secara langsung oleh pasien, dan memiliki dua buah kunci. Dalam menghindari adanya persediaan barang yang kadaluarsa sebelum laku terjual, digunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Pada sistem ini, barang yang lebih dulu diterima atau yang memiliki masa daluarsa lebih cepat diletakkan di atas atau di bagian depan tumpukan agar digunakan lebih dulu. Untuk obat yang akan daluarsa dalam jangka waktu satu tahun diletakkan di tempat terpisah, dikelompokkan sesuai bulan dan tahun daluarsanya dan dicatat dalam buku obat yang akan expired. Obat-obat tersebut didahulukan untuk dijual atau dipersiapkan untuk dikembalikan ke PBF. Jika obat tersebut terjual atau telah dikembalikan ke PBF, maka status obat itu dicatat dalam buku obat yang akan expired. Jika obat tersebut tidak terjual atau tidak dikembalikan ke PBF, maka obat harus dimusnahkan. f. Pendistribusian/Pelayanan Apotek Atrika melayani pelayanan obat, baik obat bebas maupun obat berdasarkan resep. Untuk obat bebas, apotek menyediakan berbagai jenis obat berbagai merek serta obat-obat racikan apotek seperti obat batuk hitam (OBH). Dalam pelayanan OTC dapat dilakukan pemberian altenatif pilihan obat, akan tetapi keputusan pemilihan dan pembelian merupakan hak calon pembeli. Untuk pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep oleh petugas apotek, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, hingga penyerahan obat. Resep yang diterima dari pasien ditempelkan kertas berisi tabel dengan kolom bertuliskan HTKP (Harga, Kemas, Timbang, Penyerahan) dan kolom untuk tanda tangan/paraf, kemudian resep dihitung harganya. Setelah pasien mengetahui harga dari resep tersebut, maka pasien berhak memutuskan untuk menebus seluruh obat

62 54 dalam resep atau hanya sebagian saja. Resep tersebut selanjutnya dibawa ke ruang racik untuk disipkan. Kertas bertuliskan HTKP tersebut harus ditandatangani oleh petugas yang melakukan setiap tahap pengerjaan resep, yaitu H/Harga untuk petugas yang memberikan harga resep, T/Timbang untuk petugas yang melakukan penimbangan atau pengambilan obat, K/Kemas untuk petugas yang melakukan pengemasan dan pemberian etiket, dan P/Penyerahan untuk petugas yang menyerahkan obat tersebut kepada pasien, dengan demikian akan mempermudah penelusuran pengerjaan resep apabila terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Terdapat dua macam kertas HTKP di apotek Atrika, yaitu kertas berwarna kuning untuk resep yang mengandung obat narkotika dan kertas berwarna putih untuk resep non-narkotika. Selain itu, untuk resep yang mengandung narkotika diberi garis bawah dengan tinta merah pada nama sediaan narkotika dan resep disimpan secara terpisah. Resep-resep yang diterima apotek Atrika disimpan dan disusun perhari sesuai nomor urut resep. g. Pencatatan Persediaan Dalam kegiatan sehari-hari di apotek, terdapat kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang/obat. Saat barang/obat diterima dari PBF, dilakukan pencatatan ke dalam buku pemasukan barang meliputi tanggal penerimaan barang, nama barang, jumlah barang, dan tanggal daluarsa. Pengeluaran barang/obat di apotek Atrika diantaranya untuk pelayanan resep maupun OTC dan pengiriman barang ke Atrika cabang. Pengeluaran barang/obat tersebut dicatat dalam buku resep, buku penjualan OTC dan buku pengiriman. Barang/obat yang diterima maupun yang dikeluarkan juga dicatat dalam kartu stok gudang dan kartu stok harian, yang terdiri dari tiga warna, yaitu warna putih untuk sediaan padat oral, warna merah muda untuk sediaan cair oral dan warna hijau untuk sediaan topikal. Dilakukan pula pengecekan jumlah/sisa barang/obat yang tertera dalam kartu stok harian dengan persediaan yang ada dalam lemari penyimpanan. Pencatatan persediaan juga dilakukan dengan sistem komputerisasi. Akan tetapi, saat ini sistem tersebut masih dalam perbaikan sehingga belum dapat digunakan sebagaimana mestinya.

63 55 h. Pelaporan Disusun pelaporan sebagai pertanggungjawaban dari kegiatan yang telah dilakukan di apotek. Salah satu pelaporan yang dilakukan di Apotek Atrika, yaitu pelaporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika yang dilakukan setiap bulan kepada Suku Dinas Jakarta Pusat. Dalam pelaporan tersebut tertera nama obat, nama PBF, saldo awal obat, saldo akhir obat, dan penggunaan obat (Lampiran 7 dan Lampiran 9). Obat golongan narkotika dan psikotropika yang rusak maupun telah kadaluarsa dimusnahkan sesuai ketentuan yang berlaku. Akan tetapi, pemusnahan obat narkotika dan psikotropik jarang dilakukan di apotek Atrika karena penyediaan obat-obat tersebut dilakukan dengan cermat sehingga mencegah adanya obat kadaluarsa sebelum terjual. 4.4 Pelayanan Informasi dan Konseling Apotek Atrika telah melakukan pelayanan dengan baik, diantaranya pelayanan resep yang dilakukan dengan cepat dan tepat yang didukung dengan pemberian informasi obat kepada pasien mengenai indikasi dan cara penggunaan obat. Pelayanan untuk swamedikasi dengan obat OTC juga telah dilakukan dengan baik, yaitu pemberian alternatif pilihan obat bagi pasien yang disertai dengan pemberian informasi mengenai indikasi, cara penggunaan,dan efek samping obat. Akan tetapi, kegiatan konseling di apotek Atrika belum berjalan dengan baik atau masih jarang dilakukan.

64 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Seorang Apoteker memegang dan peranan yang sangat penting dalam mengelola semua kegiatan apotek. Apoteker bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis kefarmasian seperti pengelolaan sediaan dan pelayanan kefarmasian, maupun kegiatan non teknis kefarmasian yang mencakup administrasi keuangan, personalia, dan administrasi lainnya. b. Sistem manajemen dan administrasi di apotek Atrika secara keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari cara pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau pengeluaran barang, termasuk sistem pelayanannya, serta pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan keuangan dan administrasi yang telah berjalan dengan baik. 5.2 Saran a. Perlu ditingkatkannya konseling bagi pasien sebagai salah satu bentuk pelayanan apotek demi tercapainya terapi pengobatan yang optimal. b. Dilakukan peningkatan terhadap fasilitas ruang tunggu tamu berupa disediakannya koran atau majalah untuk meningkatkan kenyamanan saat menunggu pelayanan apotek. c. Perlu dilakukan perbaikan pada sistem komputerisasi apotek agar dapat mempermudah sistem pengelolaan barang di apotek. 56

65 DAFTAR REFERENSI Kementerian Kesehatan. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementrian Kesehatan. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 57

66 58 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers. Undang-Undang Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

67 LAMPIRAN

68 59 Lampiran 1. Peta lokasi Apotek Atrika [Sumber: Holtrof, 2003, telah diolah kembali ]

69 60 Lampiran 2. Denah ruangan Apotek Atrika Rak obat generik Meja komputer Lemari narkotika dan psikotropika Rak obat ethical oral solid Meja kerja Meja racik Rak obat ethical oral solid (atas) dan liquid (bawah) Rak obat ethical topikal Meja kartu stok dan buku-buku Rak obat ethical oral solid Meja Rak obat OTC liquid Rak obat OTC liquid dan topikal Rak obat konsinyasi Kasir Counter obat OTC solid Counter obat OTC solid

70 61 Lampiran 3. Struktur organisasi Apotek Atrika Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pemilik Sarana Apotek (PSA) Apoteker Pendamping Asisten Apoteker Juru Resep Kasir Kurir

71 62 Lampiran 4. Alur penanganan resep Penerimaan resep Resep kredit Resep tunai Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pemberian harga Pasien mendapat nomor urut resep Pasien mendapat nomor resep dan membayar di kasir Bagian peracikan Obat jadi Obat racikan Pemberian etiket dan salinan resep Pemeriksaan kesesuaian obat Penyerahan obat Obat diterima pasien Resep disimpan oleh apotek

72 63 Lampiran 5. Surat Pesanan (SP) Apotek Atrika

73 64 Lampiran 6. Surat Pesanan (SP) narkotika

74 65 Lampiran 7. Laporan penggunaan narkotika

75 66 Lampiran 8. Surat Pesanan (SP) psikotropika

76 67 Lampiran 9. Laporan penggunaan psikotropika

77 68 Lampiran 9. Laporan penggunaan psikotropika (lanjutan)

78 69 Lampiran 10. Salinan resep Apotek Atrika

79 70 Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika

80 71 Lampiran 12. Berita acara pemusnahan resep

81 UNIVERSITAS INDONESIA REKAPITULASI DAN ANALISIS PERESEPAN OBAT UNTUK PENYAKIT ASMA DI APOTEK ATRIKA PERIODE DESEMBER 2011 APRIL 2012 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

82 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Patofisiologi Asma Klasifikasi Asma Diagnosis Asma Pemeriksaan Fisik Spirometri Peak Expiratory Flow Meter Pemeriksaan Lain Penatalaksanaan Asma Terapi Tanpa Obat Terapi Obat BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Rekapitulasi Resep Apotek Atrika Periode Desember April 2012 yang Mengandung Obat Antiasma Analisis Rasionalitas Peresepan Obat Antiasma yang Diterima Apotek Atrika Periode Desember 2011-April BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

83 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit... 5 Tabel 4.1 Rekapitulasi penerimaan resep antiasma di Apotek Atrika Periode Desember 2011-April iii

84 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Resep Pertama Lampiran 2 Contoh Resep Kedua Lampiran 3 Contoh Resep Ketiga iv

85 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan suatu penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali secara spontan. Asma dapat mengakibatkan berbagai dampak yang buruk bagi penderitanya, diantaranya penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam tiga puluh tahun terakhir, terjadi peningkatan prevalensi penyakit asma, terutama di negara-negara maju. Di Indonesia sendiri, asma merupakan sepuluh besar penyakit yang merupakan penyebab kesakitan dan kematian, hal ini tergambar dari data studi survey kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Terdapat dua pendekatan dalam penatalaksanaan asma, yaitu penatalaksanaan non-farmakologis atau tanpa obat dan penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat. Pada dasarnya, penatalaksanaan untuk penyakit asma bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien dengan penyakit asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Keefektifan dalam pengobatan asma dapat tercapai apabila penggunaan obat telah dilakukan dengan sesuai, selain itu kepatuhan pasien dalam menggunakan obat sangat diharapkan karena pengobatan asma merupakan pengobatan jangka panjang. Terapi farmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi asma diantaranya penggunaan obat-obatan golongan agonis β 2, kortikosteroid, senyawa golongan xantin, antikolonergik, kromolin natrium dan nedokromil natrium, antagonis reseptor leukotrien, dan obat-obat penunjang lainnya. Obat-obatan yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan asma tersebut memiliki profil yang berbeda-beda, baik dari sisi aktivitas, efektifitas, maupun efek sampingnya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui spesifikasi setiap 1

86 2 jenis obat yang dapat digunakan agar pengobatan yang dilakukan kepada pasien dapat memiliki efektifitas yang baik. Apoteker sebagai salah satu profesi yang dianggap memahami tentang obat, diharapkan mampu untuk menilai pengambilan keputusan yang diberikan dokter kepada pasien apakah terapi tersebut sudah sesuai atau belum serta mengetahui informasi apa saja yang harus disampaikan kepada pasien terkait dengan terapi pengobatan yang diterima oleh pasien tersebut sehingga pengobatan dapat memberi hasil yang diharapkan. Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, dilakukan pengkajian resep yang mengandung obat untuk penyakit asma yang diterima di Apotek Atrika selama periode Desember 2011 sampai April Dari hasil pengkajian resep tersebut, diharapkan dapat diketahui profil peresepan dan penggunaan obat untuk penyakit asma pada apotek ini. Dengan demikian, diharapkan dapat diketahui bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan terhadap pasien penyakit asma dan apakah peresepan yang diberikan sudah sesuai dengan ketentuan administratif, ketentuan terapi atau farmakologis, dan ketentuan peresepan lainnya. 1.2 Tujuan a. Mengetahui jumlah resep yang mengandung obat antiasma untuk pasien dewasa yang diterima apotek Atrika selama periode Desember 2011 hingga April b. Mengetahui obat untuk penyakit asma yang paling banyak diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Desember 2011 hingga April c. Menganalisa kesesuaian resep pasien asma terkait dengan terapi pengobatan yang diberikan.

87 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Patofisiologi Asma Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan peran banyak sel dan komponennya (Sukandar, dkk, 2008). Beberapa sel inflamasi yang berperan diantaranya sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil, dan sel epitel (Kementrian Kesehatan, 2007). Pada individu yang rentan, inflamasi yang terjadi menyebabkan episode berulang dari sesak napas, sempit dada, dan batuk. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi jalan udara yang sering reversibel baik secara spontan maupun setelah pemberian penanganan. Selain itu, inflamasi juga menyebabkan peningkatan hiperresponsifitas bronkus terhadap berbagai stimulus (Sukandar, dkk, 2008). Pada penderita asma, terdapat berbagai perubahan pada saluran pernapasan yang menyebabkan terbatasnya aliran udara, diantaranya bronkokonstriksi, edema, hiperresponsifitas saluran napas, dan terjadinya remodeling pada saluran pernapasan. Karakteristik perubahan fisiologis yang dominan dalam menyebabkan gejala asma yaitu penyempitan dan gangguan aliran udara ke pernapasan. Pada serangan asma akut, otot polos brokial mengalami kontraksi (bronkokonstriksi) yang timbul secara cepat dan mempersempit saluran pernapasan sebagai respon terhadap paparan berbagai stimulan seperti alergen. Bronkokonstriksi akut yang timbul akibat alergen tersebut menyebabkan pelepasan berbagai mediator dari sel mast seperti histamin, triptase, leukotrien, dan prostaglandin yang secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran pernapasan. Serangan asma ini disebabkan oleh berbagai faktor baik yang tidak diketahui maupun yang diketahui dimana dapat menginduksi respon inflamasi. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah: Alergen Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah 3

88 4 (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. Infeksi Saluran Nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991). Stress Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkial. Olah raga/ kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. Obat obatan Beberapa pasien asma bronkial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. Polusi udara Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

89 5 Lingkungan Kerja Diperkirakan 2 15% pasien asma bronkial pencetusnya adalah lingkungan kerja (Sundaru, 1991). 2.2 Klasifikasi Asma Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma maka semakin tinggi tingkat pengobatan yang harus diberikan pada pasien. Tabel 2.1. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit Derajat Asma Gejala Fungsi Paru Intermiten Siang hari < 2 kali per minggu Malam hari < 2 kali per bulan Serangan singkat Variabilitas APE <20% VEP 1 > 80% nilai prediksi VEP > 80% nilai terbaik Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi Persisten Ringan Siang hari >2 kali per minggu, tetapi <1 kali per hari Malam hari >2 kali per bulan Variabilitas APE 20-30% VEP 1 > 80% nilai prediksi VEP > 80% nilai terbaik Serangan dapat mempengaruhi aktifitas Persisten Sedang Siang hari ada gejala Malam hari > 1 kali per minggu Serangan mempengaruhi aktifitas Serangan > 2 kali per minggu Variabilitas APE > 30% VEP % nilai prediksi VEP 60-80% nilai terbaik Serangan berlangsung berhari-hari Sehari-hari menggunakan β 2 -agonis short acting Persisten Berat Siang hari terus-menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas Sering timbul serangan Variabilitas APE > 30% VEP 1 < 60% nilai prediksi VEP < 60% nilai terbaik *APE = Arus Puncak Respirasi VEP 1 = Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 menit [Sumber : Kementrian Kesehatan, 2007]

90 6 2.3 Diagnosis Asma Diagnosis asma dilakukan berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisik yang dapat dijumpai diantaranya napas menjadi cepat dan dangkal, dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter (Kementrian Kesehatan, 2007) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita asma terutama dilakukan pada saluran pernapasan bagian atas, dada, dan kulit. Diantaranya yaitu hiperekspansi toraks yang terutama terjadi pada anak-anak, terdengarnya mengi (wheezing) saat bernapas atau saat penderita menghembuskan napas secara paksa, peningkatan sekresi nasal, pembengkakan pada mukosal, hingga terjadinya polip nasal, atau sering kali disertai dermatitis sebagai manifestasi dari alergi yang menimbulkan asma. Beberapa pemeriksaan fisik tersebut hanya dilakukan untuk meningkatkan keyakinan akan asma pada pasien, sehingga apabila pemeriksaan fisik tersebut tidak ditemukan, maka belum berarti pasien tidak mengalami asma Spirometri Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 <0% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%. Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.

91 Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter) Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE). Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibilitas, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE >15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%. Cara pemeriksaan variabilitas APE : Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Variabilitas harian = APE malam APE pagi ½ (APE malam + APE pagi) x 100% Pemeriksaan Lain Pemeriksaan tambahan lainnya yang dapat dilakukan untuk menegakkan kemungkinan penyakit asma pada pasien yaitu pemeriksaan sinar-x dada dan tes alergi. 2.4 Penatalaksanaan Asma Terapi penatalaksanaan terdiri dari terapi non-farmakologis atau tanpa obat yang dilakukan untuk mendukung terapi farmakologis atau terapi dengan obat. Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Kementrian Kesehatan, 2007). Dengan

92 8 penatalaksanaan asma tersebut diharapkan dapat menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan fungsi paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk olah raga, menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel, dan mencegah kematian karena asma. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol apabila gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam, tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk olah raga, kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan), variasi harian APE kurang dari 20%, nilai APE normal atau mendekati normal, efek samping obat minimal (tidak ada), dan tidak adanya kunjungan ke unit gawat darurat Terapi Tanpa Obat Edukasi pasien Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma menjadi hal yang dapat dilakukan untuk membantu tercapainya hasil dari pengobatan. Edukasi kepada pasien/keluarga tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri, meningkatkan keterampilan atau kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri, meningkatkan kepuasan, meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kepatuhan, serta membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma. Bentuk pemberian edukasi yang dapat diberikan kepada pasien atau keluarganya diantaranya komunikasi/nasehat saat berobat, latihan/training, diskusi, leaflet, brosur, buku bacaan mengenai asma, maupun bentuk lainnya. Adanya komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan : 1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien

93 9 2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru). 3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien. 4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma. 5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret. 6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan. 7. Mengajak keterlibatan keluarga. 8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma Pengukuran peak flow meter Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) erlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada : 1. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah. 2. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter. 3. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa. Pada asma, pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan seperti untuk mengetahui apa yang menyebabkan asma memburuk, memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik, memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat, serta untuk memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/igd.

94 Upaya-upaya lainnya Para penderita asma hendaknya melakukan upaya-upaya lain yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan asma yang dimilikinya seperti mengdentifikasi dan mengendalikan faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma, kontrol ke dokter secara teratur, menjalankan pola hidup sehat seperti penghentian merokok bagi pasien perokok, menghindari kegemukan, serta rutin melakukan senam asma. Apabila diperlukan, maka pasien asma dapat diberikan oksigen untuk mengatasi kesulitan bernapas saat terjadi serangan asma Terapi Obat Simpatomimetik Obat simpatomimetik bekerja dengan cara menstimulasi reseptor α- adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah; menstimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung serta menstimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet (Dipiro, dkk, 2008). Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik (Sukandar, dkk, 2008). Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan formoterol) digunakan, bersamaan dengan obatgolongan kortikosteroid, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik (Sukandar, dkk, 2008).

95 11 Keamanan dan efikasi penggunaan obat simpatomimetik secara inhalasi bitolterol, pirbuterol, isoetarin, salmeterol dan terbutalin pada anak kurang dari 12 tahun dan lebih muda belum diketahui. Albuterol aerosol pada anak-anak di bawah 4 tahun dan larutan albuterol untuk anak di bawah 2 tahun juga belum diketahui keamanan dan efikasinya. Metoproterenol dapat digunakan untuk anak berusia 6 tahun dan lebih. Terbutalin direkomendasikan untuk penggunaan pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Efikasi dan keamanan albuterol belum diketahui untuk anak kurang dari 2 tahun (albutetol sirup), 6 tahun (albuterol tablet) dan 12 tahun (albuterol tablet kerja diperlambat). Pada anak-anak, efedrin efektif untuk terapi oral asma. Namun karena efek stimulannya, efedrin jarang digunakan tunggal. Efek ini biasanya ditunjukkan dengan efek sedasi yang sesuai; namun rasionalitasnya dipertanyakan. Penggunaan terapi kombinasi bersama obat simpatomimetik lain tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan efek kerusakan kardiovaskular. Jika pemberian rutin kombinasi obat diperlukan, pertimbangkan terapi alternatif. Jangan menggunakan dua atau lebih bronkodilator aerosol β adrenergik secara simultan karena menyebabkan efek adiksi. Pasien harus diberikan peringatan untuk tidak menghentikan atau menurunkan terapi kortikosteroid tanpa pertimbangan medis, walau mereka sudah merasa lebih baik ketika diterapi dengan agonis β2. Obat ini tidak digunakan sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi. Penyalahgunaan efedrin dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya gejala skizoprenia paranoid dan dapat mengakibatkan ketergantungan. Pasien akan menunjukkan gejala seperti takikardia, nutrisi yang rendah, demam, keringat dingin dan dilatasi pupil Kortikosteroid Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan

96 12 inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal (Sukandar, dkk, 2008). Kortikosteroid digunakan sebagai terapi pemeliharaan dan profilaksis asma untuk pasien-pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain. Kortikosteroid tidak digunakan sebagai terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans. Penggunaan pada anak-anak harus diperhatikan karena belum ada informasi yang memadai tentang keamanan penggunaan obat golongan ini pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Monitor pertumbuhan anak-anak dan remaja harus dilakukan karena ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada waktu yang lama akan menekan pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu selama penghentian terapi steroid oral, karena beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif dengan steroid sistemik (seperti sakit sendi atau otot, lelah, depresi) tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah, dapat menimbulkan keparahan dan bahkan kekambuhan asma Metilxanthin Metilxanthin (teofilin, aminofillin garamnya yang mudah larut dan turunannya) bekerja dengan cara merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Teofilin tidak dapat diberikan untuk terapi status asmatikus dimana merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator. Sediaan teofilin oral tunggal tidak cukup untuk status asma. obstruksi saluran pernapasan kronik. Aminofilin biasanya digunakan dalam

97 13 keadaan emergensi yang dibutuhkan efek segera. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit. Dosis berlebihan dapat menyebabkan toksisitas parah, monitor level serum untuk memastikan manfaat lebih besar daripada resiko. Efek samping serius seperti aritmia ventrikular, konvulsi atau bahkan kematian dapat timbul sebagai tanda awal keracunan tanpa ada peringatan awal. Tanda keracunan selanjutnya (mual dan tidak bisa beristirahat) dapat sering timbul saat awal terapi yang bersifat sementara Antikolinergik (Ipratropium dan Tiotropium Bromida) Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilatasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung. Obat golongan ini digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema Kromolin Natrium dan Nedokromil Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler. Kromolin merupakan obat profilaksis yang tidak efektif untuk

98 14 keadaaan akut sehingga tidak diresepkan untuk asma akut terutama status asmatikus. Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan: bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan penurunan fungsi paru-paru/fev1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas berbunyi. Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa tidak enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual Antagonis Reseptor Leukotrien (Zafirlukast dan Montelukast) Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma. Obat-obatan ini sering digunakan sebagai terapi profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun. Zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma akut. Pada penggunaan zafirlukast terjadi peningkatan satu atau lebih enzim liver pada pasien yang menggunakan zafirlukast. Hal ini umumnya terjadi pada penggunaan dosis 4 kali lebih besar dari dosis rekomendasi. Kasus yang lebih sering terjadi pada perempuan, gejala hepatitis tanpa sebab, hiperbilirubinemia tanpa peningkatan uji fungsi hati. Sebagian besar gejala akan hilang dan kembali normal/mendekati normal setelah zafirlukas dihentikan. Bila dicurigai terjadi gangguan fungsi hati hentikan pengobatan. Selain itu juga dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah, gejala pulmonari yang lebih parah, komplikasi jantung, atau neuropati.

99 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 9 April-16 Mei 2012 yang bertempat di Apotek Atrika, Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. 3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Data diperoleh dengan mengumpulkan resep bulan Desember 2011 hingga April 2012, kemudian dilakukan pencatatan terhadap resep-resep yang mengandung obat untuk penyakit asma selama periode tersebut. Dipilih dua resep yang akan dianalisa mengenai kelengkapan maupun kerasionalan peresepannya sesuai dengan literatur yang ada. 15

100 BAB 4 PEMBAHASAN Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali secara spontan. Asma dapat mengakibatkan berbagai dampak buruk bagi penderitanya, diantaranya penurunan kualitas hidup dan produktivitas, peningkatan biaya kesehatan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, pengobatan terhadap asma yang tepat menjadi penting untuk dilakukan agar tercapai terapi pengobatan yang efektif. Terapi yang digunakan untuk untuk menangani asma pada pasien dapat berupa terapi tunggal maupun terapi kombinasi. Terapi tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika, dilakukan rekapitulasi dan analisa terhadap resep-resep yang mengandung obat antiasma selama periode Desember 2011 hingga April Analisa terhadap resep tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis terapi apa saja yang diberikan oleh dokter terhadap pasien yang menderita asma serta informasi apa saja yang perlu disampaikan kepada pasien terkait dengan terapinya tersebut. 4.1 Hasil Rekapitulasi Resep Apotek Atrika Periode Desember 2011-April 2012 yang Mengandung Obat Antiasma Selama periode Desember 2011 hingga April 2012, terdapat 28 resep yang mengandung obat antiasma untuk pasien dewasa yang diterima oleh Apotek Atrika dari jumlah keseluruhan resep sebanyak 1180 resep. Jenis obat antiasma yang diresepkan pada periode tersebut dapat dilihat pada Tabel

101 17 Tabel 4.1. Rekapitulasi penerimaan resep antiasma di Apotek Atrika Periode Desember 2011-April 2012 Golongan Obat Simpatomimetik Kortikosteroid Zat Aktif Frekuensi Peresepan Tunggal Kombinasi Terbutalin - 1 Efedrin - 4 Salbutamol 2 11 Dexamethason - 9 Triamsinolon - 1 Prednison - 2 Metilprednisolon - 3 Persentase (%) Metilxanthin Teofilin - 20 Antikolinergik Kromolin Antagonis Leukotrien Dari hasil rekapitulasi tersebut, dapat terlihat bahwa jenis obat antiasma yang sering digunakan dalam resep yang diterima oleh Apotek Atrika merupakan obat golongan simpatomimetik, kortikosteroid, dan metilxanthin. Untuk 3 jenis obat antiasma yang paling banyak digunakan mulai dari yang jumlahnya terbesar yaitu teofilin yang merupakan obat golongan metilxanthin sebanyak 20 resep (71,43%), salbutamol golongan simpatomimetik sebanyak 13 resep (46,43%), dan deksametason yang merupakan obat golongan kortikosteroid sebanyak 9 resep (32,14%). Dari resep-resep yang dianalisis tersebut juga didapatkan bahwa terapi yang digunakan dalam peresepan merupakan obat yang digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dua atau lebih jenis obat, kombinasi yang sering digunakan yaitu simpatomimetik-kortikosteroid, metilxanthin-kortikosteroid, metilxanthin-simpatomimetik, atau metilxanthin-simpatomimetik-kortikosteroid. Selain kombinasi tersebut, pada kebanyakan resep juga digunakan obat-obatan yang dapat meringankan gejala simptomatik pada penderita asma yaitu obat untuk batuk kering maupun obat-obat yang bersifat mukolitik untuk mengatasi gejala batuk dan hipersekresi mukus pada penderita asma, misalnya kodein atau ambroksol.

102 Analisis Rasionalitas Peresepan Obat Antiasma yang Diterima Apotek Atrika Periode Desember 2011-April 2012 Pada analisa resep di Apotek Atrika tersebut, dilakukan juga penilaian kerasionalan pada beberapa contoh resep yang ada. Rasionalitas dalam peresepan sangat penting agar efektifitas terapi yang diinginkan dapat tercapai dengan baik dan menghindari terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan Contoh Resep Pertama R/ Teofillin 100 mg Codein 15 mg CTM 2 mg Ambroxol 1 tab Dexamethason 0.5 mg Mf caps dtd No.XV S 3dd 1 R/ Caps Cefadroxyl 500 mg No. XV S 3 dd 1 R/ Tramadol 50 mg No. XV S 3 dd 1 R/ Tab Curcuma No. XV S 3 dd 1 Pro: Ny. Yulianti Pada contoh resep tersebut, pasien merupakan pasien dewasa yang mendapatkan terapi teofilin untuk mengatasi keluhannya, analisis terhadap masing-masing obat yaitu sebagai berikut : 1. Teofilin Teofilin merupakan obat golongan metilxanthin yang digunakan untuk meringankan gejala penyakit asma. Teofilin berfungsi sebagai bronkodilator dengan mekanisme penghambatan fosfodiesterase. Teofilin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan asma bronkial, asma bronkitis, asma kardial, dan emfisema paru. Dosis yang diberikan umumnya tergantung individu dan

103 19 disesuaikan berdasarkan respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis lazim teofilin yang digunakan untuk pasien dewasa adalah 200 mg untuk sekali pakai, dan 500 mg dalam sehari. Dalam contoh resep, tidak terdapat keterangan mengenai berat badan pasien yang merupakan informasi yang penting dalam menilai kesesuaian dosis obat yang digunakan. Teofilin dalam resep digunakan sebanyak 100 mg sehingga dapat dikatakan dosis tersebut rasional karena belum melebihi dosis lazim yang dianjurkan. 2. Kodein Kodein merupakan obat golongan narkotik yang digunakan sebagai antitusif atau penekan batuk. Kodein bekerja secara sentral atau mempengaruhi sistem syaraf pusat (SSP) dan dapat menimbulkan ketergantungan, oleh karena itu penggunaannya harus diawasi agar tidak timbul reaksi obat yang tidak diinginkan. Kodein pada resep digunakan untuk menekan batuk yang dialami oleh pasien asma. Dosis maksimum kodein sebagai antitusif ialah 60 mg sekali pakai untuk dewasa. Pada resep, kodein digunakan sebanyak 15 mg, dosis ini masih dibawah dosis yang dianjurkan berdasarkan literatur. 3. Ambroksol tablet Ambroksol merupakan suatu agen mukolitik yang diindikasikan sebagai terapi sekretolitik pada penyakit bronkopulmonari kronis dan akut yang mengalami sekresi mukus abnormal. Setiap tablet mengandung 30 mg Ambroksol hidroklorida. Dosis pengunaan ambroksol yaitu 2-3 kali sehari sebanyak 1 tablet, sehingga dapat dikatakan penggunaannya dalam resep tersebut telah sesuai dengan dosis yang dianjurkan. 4. CTM CTM mengandung 4 mg klorfeniramin maleat yang memiliki indikasi sebagai antihistamin atau antialergi. Penggunaan CTM ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala asma yang diakibatkan karena adanya reaksi alergi yang dialami oleh pasien. Penggunaan CTM untuk pasien dewasa yaitu sebesar 4 mg, dengan demikian dosis yang digunakan dalam resep yaitu sebesar 2 mg sudah tepat dan dapat dianggap rasional karena masih belum melebihi dosis yang dianjurkan.

104 20 5. Deksametason Deksametason merupakan obat golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk meredakan alegi dan mengatasi inflamasi yang terjadi pada penderita asma. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan deksametason yaitu sebesar 0,75-9 mg dalam 2 4 dosis terbagi. Pada resep, deksametason yang digunakan yaitu sebesar 0,5 mg atau 1,5 mg dalam sehari, sehingga masih dapat dianggap rasional karena tidak melebihi dosis yang dianjurkan. 6. Cefadroxyl 500 mg Cefadroksil 500 mg atau sefadroksil 500 mg merupakan suatu antibiotik golongan sefalosporin yang diindikasikan untuk infeksi saluran pernafasan, kulit, jaringan lunak, saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Dosis Cefadroxyl pada pasien dewasa yaitu 1-2 gram dalam sehari. Pada resep yang dianalisis, Cefadroxyl 500 mg digunakan tigak kali sehari sehingga total dosis yang diterima pasien yaitu sebanyak 1,5 gram. Dosis tersebut masih dianggap rasional karena belum melebihi dosis yang dianjukan. 7. Tramadol 50 mg Tramadol HCl 50 mg merupakan sediaan yang diindikasikan untuk pengobatan pada nyeri akut dan kronis, serta nyeri pasca operasi. Dosis tramadol untuk pasien dewasa yaitu 50 mg, sedangkan dosis maksimum sehari tramadol HCl yaitu sebesar 400 mg. Dalam resep, tramadol digunakan sebanyak 50 mg sekali minum, dan 150 mg untuk sehari. Dosis tersebut masih dianggap rasional karena masih merupakan dosis penggunaan yang dianjurkan dan tidak melebihi dosis maksimum untuk sehari. 8. Curcuma Tablet Curcuma tablet mengandung serbuk rhizoma curcuma 200 mg. Sediaan ini diindikasikan untuk menambah nafsu makan, membantu pengobatan gangguan fungsi hari, dan memelihara kesehatan. Pemberian tablet Curcuma dimaksudkan sebagai suplemen yang dapat membantu memelihara kesehatan pasien. Secara keseluruhan, resep tersebut sudah cukup baik, dimana tidak terdapat ketidaksesuaian dosis yang dapat menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan, sedangkan berdasarkan faktor pertimbangan rasionalitas lainnya

105 21 seperti kondisi patologis dan fisiologis pasien tidak dapat diketahui secara pasti. Pada resep diatas, terapi yang dipilih untuk mengatasi asma pada pasien yaitu dengan kombinasi metilxanthin-kortikosteroid. Kombinasi tersebut merupakan kombinasi umum yang digunakan dlam terapi pengobatan asma, dimana teofilin berfungsi sebagai bronkodilator untuk memperlancar pernapasan, sementara deksametason sebagai antiinflamasi yang berfungsi mengurangi terjadinya peradangan yang dialami oleh pasien asma. Adanya kemungkinan interaksi antara kortikosteroid dan teofilin yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar teofilin plasma diminimalisir dengan pemberian dosis teofilin yang cukup rendah dan diturunkan dari dosis lazimnya Contoh Resep Kedua R/ Teofilin 100 mg CTM 4 mg Salbutamol 2 mg Mucopect 1 tab Mf caps dtd No. XXX S 2 dd I Pro : Ibu Sienny (dewasa) Analisis terhadap masing-masing komponen obat dalam resep adalah sebagai berikut : 1. Teofilin Obat golongan metilxanthin yang digunakan untuk meringankan gejala penyakit asma. Teofilin berfungsi sebagai bronkodilator dengan mekanisme penghambatan fosfodiesterase. Teofilin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan asma bronkial, asma bronkitis, asma kardial, dan emfisema paru. Dosis teofilin diberikan tergantung pada inividu dan kondisi penyakit pasien, namun dosis anjuran teofilin yang digunakan untuk pasien dewasa adalah 200 mg sekali pakai, dan 500 mg untuk sehari. Dalam contoh resep, teofilin digunakan sebanyak 100 mg sehingga dapat dikatakan dosis tersebut rasional karena belum melebihi dosis maksimum yang dianjurkan.

106 22 2. CTM CTM mengandung 4 mg klorfeniramin maleat yang memiliki indikasi sebagai antihistamin atau antialergi. Penggunaan CTM ditujukan untuk mengurangi gejala-gejala asma yang diakibatkan karena adanya reaksi alergi yang dialami oleh pasien. Penggunaan CTM untuk pasien dewasa yaitu sebesar 4 mg, dengan demikian dosis yang digunakan dalam resep yaitu sebesar 4 mg sudah tepat dan dapat dianggap rasional. 3. Salbutamol Salbutamol (albuterol) merupakan obat antiasma golongan simpatomimetik yang bekerja sebagai selektif agonis β2 kerja singkat. Salbutamol biasa digunakan sebagai terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Dosis awal penggunaan salbutamol yaitu 2-4 mg, 3 atau 4 kali sehari, namun dosis jangan melebihi 32 mg sehari. Pada resep, pasien mendapatkan dosis salbutamol sebanyak 2 mg sehingga masih termasuk dalam rentang dosis yang dianjurkan. 4. Mucopect Mucopect merupakan sediaan yang mengandung zat aktif Ambroksol HCl 30 mg. Ambroksol adalah suatu agen mukolitik yang diindikasikan sebagai terapi sekretolitik pada penyakit bronkopulmonari kronis dan akut yang mengalami sekresi mukus abnormal. Dosis penggunaan pada pasien dewasa yaitu 1 tablet tiga kali sehari. Anjuran pemakaian yang dicantumkan dalam resep sudah sesuai dengan ketentuan pemakaian yang ditentukan. Dari keseluruhan penggunaan obat yang diresepkan, tidak terdapat ketidaksesuaian ataupun kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan reaksi obat yang diinginkan. Resep tersebut menggunakan terapi kombinasi metilxanthin-simpatomimetik, yaitu teofilin dan salbutamol untuk mengatasi gejala sesak napas akibat asma yang terjadi pada pasien. Selain itu, kemungkinan adanya keluhan terjadinya sekresi mukus yang berlebihan diobati dengan agen mukolitik yaitu ambroksol. Dari segi dosis yang digunakan, resep tersebut masih dapat dianggap rasional karena penggunaannya yang sesuai dengan dosis yang dianjurkan, sementara dari sisi kondisi patologis dan fisiologis pasien tidak dapat

107 23 diketahui dengan pasti karena kurangnya informasi. Namun, pada resep tersebut terdapat kemungkinan terjadinya interaksi antara teofilin dengan salbutamol yang dapat menyebabkan menurunnya kadar teofilin dalam plasma Contoh Resep Ketiga Contoh Resep Ketiga R/ Ciprofloxacin 500 mg No. X S 2 dd 1 pc R/ Silopect 30 mg No. XV S 3 dd 1 pc R/ Neuroxon 5000 No. X S 1 dd 1 pc R/ Salbutamol 2 mg No. X S 2 dd 1 pc Pro : Suprihatin Umur : 32 tahun 1. Ciprofloxacin 500 mg Ciprofloxacin merupakan antimikroba golongan kuinolon yang diindikasikan untuk infeksi kuman gram positif dan gram negatif pada infeksi saluran napas, saluran kemih dan gonore dengan cara menghambat sintesis DNA mikroba. Pada pasien dewasa, ciprofloxacin diberikan dengan dosis m dua kali sehari. Pada contoh resep diatas, ciprofloxacin digunakan sebangak 500 mg dua kali sehari, hal tersebut dapat dikatakan masih memenuhi dosis plazimnya sehingga dari segi penggunaan dosis, peresepannya dapat dikatakan rasional. 2. Silopect 30 mg Silopect 30 mg mengandung Ambroksol HCl 30 mg yang diindikasikan untuk penyakit saluran pernapasan akut dan kronik yang disertai sekresi bronkial abnormal. Ambroksol digunakan sebagai sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis khususnya pada eksaserbasi bronkitis kronis, bronkitis asmatik dan asma bronkial. Pada penderita asma, terjadi hipersekresi mukus sehingga dibutuhkan agen mukolitik seperti ambroksol untuk mengencerkan dan

108 24 mempermudah pengeluaran mukus. Anjuran pemakaian Silopect yaitu satu tablet, tiga kali sehari, dengan demikian peresepan obat tersebut pada contoh diatas sudah mengikuti anjuran yang seharusnya. 3. Neuroxon 5000 Neuroxon 5000 mengandung vitamin B1 100 mg, vitamin B6 100 mg, dan vitamin B µg. Neuroxon diindikasikan untuk mengatasi gejala defisiensi vitamin B1, B6, dan B12. Resep tersebut dapat dikatakan rasional karena dosis penggunaan yang diresepkan telah sesuai dengan aturan penggunaanya yaitu 1 kapsul dalam sehari. 4. Salbutamol Salbutamol (albuterol) merupakan obat antiasma golongan simpatomimetik yang bekerja sebagai selektif agonis β2 kerja singkat. Salbutamol biasa digunakan sebagai terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Dosis awal penggunaan salbutamol yaitu 2-4 mg, 3 atau 4 kali sehari, namun dosis jangan melebihi 32 mg sehari. Pada resep, pasien mendapatkan dosis salbutamol sebanyak 2 mg sehingga masih termasuk dalam rentang dosis yang dianjurkan. Resep diatas dapat dikatakan rasional karena penggunaan jenis obat maupun dosis terapi yang masih memenuhi aturan pemakaian. Penggunaan simpatomimetik merupakan terapi yang umum digunakan dalam pengobatan asma untuk mengatasi sesak dan mengurangi inflamasi yang terjadi. Selain itu, penggunaan mukolitik masih dapat dianggap tepat karena dapat mempermudah pengeluaran mukus yang berlebihan pada penderita asma. Tidak terdapat informasi lengkap mengenai faktor pertimbangan lain seperti kondisi patologis dan fisiologis pasien sehingga analisis yang dilakukan hanya dapat dilakukan berdasarkan dosis dan umur pasien Hasil Analisis Perbandingan Resep Dari ketiga resep tersebut, dapat terlihat perbedaan pemilihan obat yang digunakan sebagai terapi bagi penderita asma. Resep pertama menggunakan kombinasi obat golongan metilxanthin-kortikosteroid, resep kedua menggunakan

109 25 kombinasi metilxanthin-simpatomimetik, sedangkan resep ketiga menggunakan terapi tunggal simpatomimetik sebagai pilihan pengobatan bagi asma. Adanya perbedaan dalam pemilihan terapi untuk penatalaksanaan asma tersebut karena pemilihan terapi dalam pengobatan asma disesuaikan dengan kondisi dari masingmasing individu. Kondisi keparahan penyakit maupun kondisi fisiologis masingmasing individu tidak sama, sehingga pemilihan terapi juga harus memperhatikan hal tersebut agar tercapai tujuan terapi yang diinginkan dengan efektif. Dalam hal ini, kurangnya informasi mengenai kondisi patofisiologis dan fisiologis pasien menyebabkan analisis terhadap ketiga resep tersebut hanya dilakukan berdasarkan kesesuaian dosis maupun interaksi antar komponen obat Informasi Obat Informasi yang harus disampaikan kepada pasien mengenai terapi yang diberikan : 1. Penggunaan obat harus sesuai dengan aturan pakai yang telah ditentukan, baik dosis maupun interval pemberian, terutama untuk sediaan mengandung teofilin yang memiliki indeks terapeutik yang sempit serta kodein yang merupakan obat narkotika sehingga berisiko untuk menimbulkan efek yang tidak diinginkan jika pemakaiannya tidak sesuai. 2. Menerapkan pola hidup sehat dan menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma. 3. Obat sebaiknya disimpan di tempat yang kering atau sesuai anjuran penyimpanannya dan dijauhkan dari jangkauan anak-anak.

110 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan a. Jumlah resep yang mengandung obat antiasma untuk pasien dewasa yang diterima oleh Apotek Atrika selama periode Desember 2011-April 2012 yaitu sebanyak 28 resep dari 1180 resep seluruhnya atau sebanyak 2,37%. b. Obat antiasma yang paling banyak diresepkan berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Desember 2011-April 2012 adalah Teofilin yang merupakan obat golongan metilxanthin sebanyak 20 resep (71,43%), Salbutamol golongan simpatomimetik sebanyak 13 resep (46,43%), dan Deksametason yang merupakan obat golongan kortikosteroid sebanyak 9 resep (32,14%), yang diresepkan baik dalam terapi kombinasi maupun terapi tunggal. c. Dari contoh resep yang dianalisa, tidak ditemukan adanya ketidak-rasionalan pada pemberian terapi pengobatan bagi pasien asma berdasarkan dosis yang digunakan. 5.2 Saran a. Diperlukan adanya diagnosis lebih lanjut terhadap pasien melalui anamnesis maupun konseling untuk mengetahui kondisi pasien yang sesungguhnya sehingga apoteker dapat ikut membantu agar pengobatan dapat dilakukan dengan maksimal. b. Perlu dilakukan penilaian kondisi penyakit pasien yang sesungguhnya untuk dapat mengetahui rasionalitas peresepan obat yang diberikan oleh dokter. 26

111 DAFTAR ACUAN Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yees, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M. (2008). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc Kementerian Kesehatan. (2007). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. MIMS Indonesia. (2009). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi /2010. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer. Sukandar, Elin., Retnosari Andarjati., Joseph Sigit., I Ketut Adnyana., Adji Prayitno & Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI. 27

112 LAMPIRAN

113 28 Lampiran 1. Contoh Resep Pertama

114 29 Lampiran 2. Contoh Resep Kedua

115 30 Lampiran 3. Contoh Resep Ketiga

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 AGUSTUS 30 AGUSTUS 2013 DAN 30 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

U NIVERSITAS INDONESIA

U NIVERSITAS INDONESIA U NIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PR AKTEK KERJA PROFESI APOTEK ER DI APOTEK ATRIKA JALAN KAR TINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUS AT PERIODE 4 FEBRUARI 1 MARET 2013 DAN 1 24 MEI 2013 LAPORAN PR AKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 11 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER REZA HERMAWAN SULISTOMO,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 19 FEBUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EPIN YUNANTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULI

Lebih terperinci

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT

HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT HUBUNGAN DOKTER-APOTEKER APOTEKER-PASIENPASIEN SERTA UU KEFARMASIAN TENTANG OBAT ETIKA perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RIZA MARLYNE,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan obat menurut Siregar dan Amalia (2003) merupakan salah satu manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm.

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm. UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTAA TIMUR PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZILFIA MUTIA RANNY, S.Farm. 1006835601 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL Bab keempat ini akan berisi data-data yang dibutuhkan dalam pengerjaan sistem serta pembahasan mengenai pemetaan proses bisnis. Pemetaan proses bisnis merupakan penjabaran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT

KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT Pengadaan Perbekalan Farmasi Apotek anak sehat memperoleh obat atau perbekalan farmasi berasal dari Pedagang Besar Farmasi(PBF) atau dari apotek lain. Pedagang

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER SITI NURROCHMAH,

Lebih terperinci

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan FARMASI PERAPOTIKAN syofyan Kronologis Pengaturan apotik telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan Het Reglement op de Dienst der Volksgezoindheid disingkat Reglement DVG (Stbld. 1882 No.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan Keputusan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 JUNI - 26 JULI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FAUZIA, S.Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci