OPTIMASI PERENCANAAN ANTENA HORN PIRAMIDA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI PERENCANAAN ANTENA HORN PIRAMIDA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK"

Transkripsi

1 OPTIMASI PEENCANAAN ANTENA HON PIAMIDA DENGAN MENGGUNAKAN ALGOITMA GENETIK MAKALAH SEMINA TUGAS AKHI Oleh TIYOGA PAPTO W LF Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Dionegoro Astrak Antena horn iramida adalah antena yang diakai dalam sistem telekomunikasi gelomang mikro. Performansi antena horn iramida daat diukur dari nilai direktivitas atau engarahannya, semakin tinggi nilai direktivitas, maka erformansi antena terseut semakin aik. Nilai direktivitas ditentukan oleh ukuran dimensi antena. Untuk mendaat nilai direktivitas yang leih tinggi atau otimum, maka ukuran dimensi antena horn iramida harus dirancang secara teat ada waktu roses erencanaannya. Proses erencanaan dimensi-dimensi antena horn iramida yang menghasilkan direktivitas otimum daat dilakukan dengan menggunakan metode algoritma genetik. Algoritma genetik adalah algoritma encarian nilai solusi suatu ermasalahan yang didasarkan ada mekanisme seleksi alamiah individu-individu dalam suatu oulasi dengan menggunakan nilai daya tahan hidu / fitness seagai nilai kualitatif dalam enentuan individu teraik dalam oulasi yang akan direresentasikan seagai solusi otimum dari ermasalahan terseut. Pada Tugas Akhir ini akan disimulasikan enggunaan algoritma genetik untuk menentukan kominasi nilai dimensi-dimensi antena horn iramida yang akan menghasilkan direktivitas otimum, yang eroerasi ada frekuensi kerja tertentu, dengan rogram simulasi yang diuat menggunakan Matla 6.1. Dari hasil engujian menggunakan rogram simulasi, diamil kesimulan yaitu semakin tinggi frekuensi kerja antena yang digunakan, maka nilai ersentase otimasi atau ersentase eningkatan nilai direktivitas juga semakin esar. Pada keenam samle frekuensi kerja yang diuji, ersentase kenaikan nilai direktivitas dalam satuan dbi seesar,0606 % ada samle frekuensi kerja terendah 10 GHz dan seesar 3,5504 % ada samle frekuensi kerja tertinggi 35 GHz. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia telekomunikasi dewasa ini selalu menuntut suatu kemajuan teknologi yang leih semurna dariada teknologi seelumnya, salah satu contohnya adalah teknologi antena. Antena yang erfungsi aik seagai transmitter (emancar) mauun seagai receiver (enerima) gelomang elektromagnetik memiliki eranan yang sangat enting dalam suatu sistem telekomunikasi radio, oleh karena itu eningkatan mutu antena sangatlah dierlukan untuk mencaai suatu nilai ancar atau terima yang otimum. Perangkat antena diedakan erdasarkan entuk dan kualitas ahan yang digunakan, sehingga kemamuan tia-tia antena untuk memancarkan mauun menerima suatu gelomang elektromagnetik tentu ereda. Salah satu jenis antena adalah antena horn iramida, antena ini diakai dalam sistem telekomunikasi gelomang mikro. Keleihan antena horn iramida antara lain memunyai gain yang tinggi, andwidth yang relatif lear, tidak erat dan mudah untuk diuat. Pada antena horn iramida, untuk mendaatkan kaasitas engarahan antena teraik dan ancaran radiasi yang semit sehingga intensitas radiasinya menjadi semakin kuat, maka nilai direktivitas-nya erlu diuat seotimum mungkin. Untuk itu maka diandang erlu adanya suatu metode encarian direktivitas antena horn iramida yang otimum. Hal inilah yang menjadi okok ermasalahan yang hendak dicari jalan keluarnya dalam enulisan Tugas Akhir ini. 1. Tujuan Tujuan Tugas Akhir ini adalah memuat erencanaan antena horn iramida yang memunyai direktivitas otimum yang eroerasi ada frekuensi kerja tertentu, dengan jalan menentukan kominasi ukuran dimensi-dimensi antena secara teat, yang akan menghasilkan direktivitas otimum dengan menggunakan metode otimasi algoritma genetik. 1.3 Pematasan Masalah Dalam Tugas Akhir ini dierikan ematasanematasan seagai erikut: a. Otimasi erencanaan antena horn iramida disini adalah otimasi nilai direktivitas antena dan mengaaikan faktor kualitas ahan antena yang digunakan serta faktor-faktor eksternal lainnya yang memengaruhi roses transmisi gelomang elektromagnetik yang diancarkan antena.. Karena okok ermasalahan adalah nilai direktivitas, maka antena horn iramida yang diahas dititikeratkan ada antena emancar. c. Proses otimasi direktivitas antena horn iramida dilakukan dengan menggunakan metode algoritma genetik, dengan arameter kontrol algoritma genetik seagai erikut : roses seleksi menggunakan metode oulette Wheel, Proses crossover menggunakan metode Single Point Crossover dan roses mutasi menggunakan metode Mutasi Biner. II ANTENA HON PIAMIDA.1 Karakteristik Antena.1.1 Intensitas adiasi Intensitas radiasi didefinisikan seagai daya yang diancarkan oleh suatu antena tia satuan sudut ruang. Intensitas radiasi daat dieroleh dengan mengalikan raat radiasi (daya ersatuan luas) terhada kuadrat jarak ada titik yang diukur..1. Direktivitas dan Gain Direktivitas meruakan erandingan antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi rata-rata. Gain didefinisikan seagai erandingan antara intensitas maksimum suatu antena directive (arah ancarnya ke satu arah) dengan intensitas radiasi suatu antena emanding isotrois (arah ancarnya ke segala arah), dalam kondisi daya masukan kedua antena sama esar. 1

2 . Antena Horn Piramida Antena horn Piramida meruakan antena yang diakai dalam sistem telekomunikasi gelomang mikro (microwave). Skema antena horn iramida (yramidal horn antenna) erikut dimensi-dimensinya ditunjukkan ada Gamar 1. a r (a) y B A r Gamar 1 Dimensi dimensi antena horn iramida Keterangan : (a) Bentuk geometris antena horn iramida () Penamang melintang ada idang H (c) Penamang melintang ada idang E x z Panjang enamang idang E ( e ) ada Gamar 1c isa dinyatakan dengan ersamaan (1). e (c) e. K... (1) Sedangkan anjang enamang idang H antena horn iramida ( h ), seerti ditunjukkan Gamar 1 daat dinyatakan dengan ersamaan (). K. h... () e Dengan : c... (3) f G / ,7497 K... (4) Dimana : f = frekuensi kerja antena (GHz) = Panjang gelomang (m) c = Keceatan cahaya ( m/detik) K = Efisiensi radiasi G = Gain antena (dbi) Untuk menentukan dimensi aerture antena, yaitu mulut antena horn sisi A dan B dieroleh dengan ersamaan (5) dan (6). A..... (5) 3 h B..... (6) e Maka anjang antena untuk masing-masing idang H ( 1 ) dan idang E ( ) daat ditentukan dengan ersamaan (7) dan (8). a h 1... (7) 1 A B a e 1... (8) A B B y a r1 z h 1 () A x z Karena nilai dari 1 dan adalah sama, maka untuk erhitungan selanjutnya hanya dierlukan nilai tunggal yaitu anjang antena horn (). = 1 =... (9) Sedangkan anjang angkal antena horn iramida idang H (r 1 ) daat dicari dengan menggunakan ersamaan (10). xh zh h A a B xh r 1 1 zh... (10) Dan anjang angkal antena horn iramida idang E (r ) daat dihitung melalui ersamaan (11). xe ze e B A a xe r ze... (11).3 Direktivitas Antena Horn iramida Direktivitas atau engarahan adalah salah satu arameter yang diakai untuk menentukan erformansi dari suatu antena horn iramida. Penentuan nilai direktivitas dimulai dengan memasukkan nilai dimensidimensi antena horn yang telah diahas di dean ke dalam ersamaan (1), (13) dan (14). B q... (1).. 1 / A /... (13) 1 A / / 1 / A /... (14) A / / Dengan memakai ersamaan medan listrik ada luasan mulut antena horn, maka daat dicari arameterarameter erikut dengan antuan integral fresnel sinus dan cosinus, seerti dierlihatkan ada ersamaan (15) dan (16). x Cx cos. d... (15) 0 x S x sin. d 0... (16) Maka dari ersamaan-ersaman terseut di atas, dieroleh nilai direktivitas masing- masing untuk antena horn sektoral idang H, antena horn sektoral idang E dan antena horn iramida seerti erikut : Untuk antena horn sektoral idang E, analisa ke arah sektor medan listrik E menghasilkan entuk antena horn sektoral idang E dengan direktivitas-nya (D E ) dinyatakan oleh ersamaan (17). D 3. a. B C. S q ( q) E ( q)... (17) Untuk antena horn sektoral idang H, analisa ke arah sektor medan listrik H menghasilkan entuk antena

3 horn sektoral idang H dengan direktivitas-nya (D H ) dinyatakan oleh ersamaan (18). D H C C S S 4.. ( 1) ( ) ( 1) ( )... (18). A Untuk antena horn iramida, daat dientuk dari dua antena horn, yaitu antena horn sektoral idang E dan idang H. Harga direktivitas-nya (D P ) eranding lurus dengan direktivitas radiasi masing-masing antena horn sektoral terseut dan dinyatakan dengan ersamaan (19). Dimana D E dan D H erturut-turut adalah direktivitas antena horn sektoral idang E dan antena horn sektoral idang H. D.. DE DH 3. a..... (19) Seerti telah dijelaskan seelumnya ahwa direktivitas antena adalah erandingan antara intensitas radiasi maksimum dengan intensitas radiasi rata-rata yang diancarkan oleh suatu antena, sehingga ilamana direktivitas antena horn iramida dinyatakan dalam satuan enguatan intensitas radiasi, maka digunakan ersamaan (0) dengan satuan dbi. D dbi) 10.log( D )... (0) (.4 Waveguide Antena Horn Piramida Waveguide antena erfungsi untuk memandu gelomang elektromagnetik yang akan diancarkan atau diterima oleh antena. Antena horn iramida menggunakan waveguide standar untuk antena horn ersegi (Waveguide ectangular / W). Jenis jenis waveguide standar antena horn ersegi diedakan menurut enggunaan frekuensi kerja yang digunakan. Setia jenis memunyai ukuran anjang a dan lear yang ereda. Jenis jenis waveguide antena horn ersegi selengkanya daat dilihat ada tael 1. Tael 1 Jenis waveguide standar antena horn ersegi No Jenis Waveguide ange Frekuensi Kerja Yang Digunakan (GHz) Dimensi Panjang a (cm) Lear (cm) 1 W 650 1,1-1,7 16,9 8,66 W 430 1,71 -,6 11,3 5,87 3 W 84,61-3,95 7,6 3,81 4 W 187 3,96-5,85 5,08,54 5 W 137 5,86-8, 3,81 1,91 6 W 90 8,1-1,4,54 1,7 7 W 6 1, ,78 0,99 8 W 4 18,1-6,5 1,7 0,64 9 W 8 6, ,91 0,56 10 W 19 40,1-60 0,68 0,44 11 W 1 60,1-90 0,51 0,36 1 W 8 90, ,0 0,0 13 W 5 140,1-0 0,0 0,0 14 W 3 0,1-35 0,0 0,0 Keterangan: W = Waveguide ectangular III ALGOITMA GENETIK Algoritma genetik adalah algoritma encarian nilai yang didasarkan ada mekanisme evolusi iologis. Langkah-langkah di dalam algoritma genetik didasarkan ada mekanisme emilihan sesies secara alamiah dengan menggunakan erkemangan genetik, dimana alam secara terus menerus melakukan emilihan dengan memertahankan sesies-sesies yang memunyai daya tahan hidu yang tinggi (fit) dan memuang atau mematikan sesies-sesies yang memunyai daya tahan hidu yang rendah atau lemah. Dengan roses erkawinan silang antara sesies-sesies terseut akan menyeakan terjadinya eruahan gen-gen. Peruahan genetik ini tidak hanya terjadi ada erkawinan silang, tetai juga isa terjadi akiat mutasi gen dan roses adatasi. Pada kurun waktu tertentu (sering dikenal dengan istilah generasi), oulasi secara keseluruhan akan leih anyak memuat sesies yang fit. Pada algoritma ini, teknik encarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin yang dikenal dengan istilah Poulasi. Individu yang terdaat dalam satu oulasi diseut dengan istilah Kromosom. Kromosom ini meruakan suatu solusi yang masih erentuk simol. Poulasi awal diangun secara acak, sedangkan oulasi erikutnya meruakan hasil evolusi kromosom-kromosom melalui iterasi yang diseut dengan istilah Generasi. Pada setia generasi, kromosom akan melalui roses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang diseut dengan fungsi Fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas kromosom dalam oulasi terseut. Generasi erikutnya dikenal dengan istilah Offsring (anak), terentuk dari gaungan dua kromosom generasi sekarang yang ertindak seagai Parent (induk) dengan menggunakan oerator Crossover (enyilangan). Selain oerator enyilangan, suatu kromosom daat juga dimodifikasi dengan menggunakan oerator Mutasi. Poulasi generasi yang aru, dientuk dengan cara menyeleksi kromosom dengan nilai fitness teraik dari kromosom induk dan dikonversikan ke kromosom anak, serta jumlah kromosom yang terseleksi seanding dengan jumlah kromosom yang diuang sehingga ukuran oulasi (jumlah kromosom dalam suatu oulasi) selalu konstan. Setelah melalui eeraa generasi, maka algoritma genetik akan konvergen ke kromosom teraik. Diagram alir Algoritma genetik secara umum ditamilkan dalam Gamar. Sedangkan surutin Pemangkitan Poulasi Pada Generasi Baru yang memuat urutan oerasi genetik, daat dijaarkan dalam rutin diagram alir ada Gamar 3. 3

4 Mulai Data M asukan Penentuan Model Data Dan Fungsi Tujuan Mengkodekan Data Masukan Seagai Kumulan Sesies Dalam Poulasi (Pendefinisian Sesies) Perhitungan Nilai Fitness (Fitness Function) Otimal? Tidak Pem angkitan Poulasi Pada Generasi Baru Ya Sesies Baru Yang Otim al Mendekodekan Sesies Seagai Data Keluaran Data Keluaran Selesai Gamar Diagram alir algoritma genetik secara umum M ulai Pemilihan Sesies Teraik Berdasarkan Nilai Fitness (Selection) ekom inasi Kromosom (Crossover) Mutasi Gen (Mutation) Pelestarian Kromosom Teraik (Breeder Genetic Algorithms ) Kum ulan Sesies Pada Generasi Yang Baru (Offsring) Selesai Gamar 3 Diagram alir urutan oerasi genetik ada oulasi dalam satu generasi Langkah-langkah algoritma genetik dijelaskan dalam oin-oin erikut. 3.1 Penentuan Parameter Kontrol Yang diseut dengan arameter kontrol algoritma genetik, yaitu: maksimum generasi (ngen), ukuran oulasi (osize), roailitas crossover ( c ) dan roailitas mutasi ( m ). Nilai arameter ini ditentukan juga erdasar ermasalahan yang akan diecahkan. Dari eragai referensi, ada eeraa rekomendasi yang isa digunakan, antara lain : Untuk ermasalahan yang akan memiliki kawasan solusi cuku esar, direkomendasikan nilai arameter kontrol : (osize; c ; m ) = (50; 0,6; 0,001) Bila rata-rata fitness setia generasi digunakan seagai indikator, maka digunakan arameter : (osize; c ; m ) = (30; 0,95; 0,01) Bila fitness dari individu teraik diantau ada setia generasi, maka diusulkan : (osize; c ; m ) = (80; 0,45; 0,01) Maksimum generasi (ngen) dan ukuran oulasi (osize) seaiknya tidak leih kecil dari 30, untuk semarang jenis ermasalahan. Parameter-arameter kontrol algoritma genetik di atas tidak mutlak harus digunakan, karena hanya seagai referensi antuan agar algoritma genetik yang dijalankan mamu mencaai hasil yang teat dalam artian akan menghasilkan suatu nilai yang diangga seagai nilai otimum. Bilamana diakai arameter kontrol yang lain, (ngen, osize; c ; m ) yang ereda, tidak menjadi masalah ila juga akan menghasilkan nilai otimum. 3. Fungsi Fitness Fungsi evaluasi meruakan masalah yang enting dalam algoritma genetik. Fungsi evaluasi yang aik harus mamu memerikan nilai fitness sesuai dengan kinerja kromosom. Pada ermulaan otimasi, umumnya nilai fitness masing-masing individu memunyai rentang yang lear. Seiring dengan ertamahnya generasi eeraa kromosom mendominasi oulasi dan menyeakan nilai fitness akan memunyai rentang yang semit dan ada akhirnya setelah melewati eeraa generasi, nilai fitness akan terkonsentrasi ke suatu nilai tunggal yang diangga seagai nilai teraik. Karena yang akan dihitung adalah nilai otimum dari suatu fungsi, maka fungsi fitness yang diilih umumnya adalah fungsi itu sendiri. 3.3 Pendefinisian Sesies Fase endefinisian sesies dilakukan melalui tahaan-tahaan seagai erikut: Penentuan model sesies yang aling sederhana adalah sesies dengan kromosom yang terdiri dari gen-gen yang tersusun dari ilangan iner. Misalnya suatu fungsi f(x) yang diotimumkan ada interval [a ], kromosom akan disajikan dalam entuk iner untuk mereresentasikan ilangan real dari variael x, sedang anjang kromosom ditentukan erdasarkan ketelitian yang diinginkan, dengan cara menggunakan ersamaan (1). Pemagian ranah = (-a) x 10 n... (1) Dimana : (a,) = Panjang ranah a ke n = Ketelitian / resisi yang diinginkan Setelah emagian ranah diketahui maka akan didaatkan anjang kromosom dengan menggunakan ersamaan (). (L-1) < emagian ranah < L... () 4

5 Dimana : L= anjang kromosom Setelah diketahui anjang kromosom, maka akan diangkitkan ilangan iner acak seesar osize (ukuran oulasi) yang diinginkan. Setelah didaatkan kromosom seanyak osize maka selanjutnya dilakukan emetaan dari kromosom iner ( ) ke ilangan real x dari interval [a ] dilakukan dengan dua langkah seagai erikut : a. Menguah kromosom iner dari ilangan asis menjadi ilangan asis 10 yang kemudian direresentasikan seagai nilai x dengan menggunakan ersamaan (3) ( ) = 17. t t t 0 10 = x... (3). Mencari Bilangan real x yang meruakan erwujudan dari kromosom ersangkutan dengan ersamaan (4) ( a) x a x'.... (4) ( x max 1) Dimana : x = Nilai real kromosom a = Batas kiri interval = Batas kanan interval x = Hasil eruahan kromosom iner dar ilangan asis menjadi asis 10 x max = Batas tertinggi range 3.4 Seleksi Pada roses algoritma genetik, keanekaragaman oulasi dan tekanan seleksi memegang eranan enting. Keduanya sangat erkaitan erat. Meningkatnya tekanan seleksi akan erakiat ada minimnya keragaman oulasi. Sealiknya tekanan seleksi yang terlalu longgar memuat roses encarian menjadi kurang efisien. Seleksi meruakan roses yang ertanggung jawa atas emilihan kromosom dalam roses reroduksi. Proses seleksi kromosom yang akan mengalami oerasi genetik adalah menggunakan teknik stokastik dalam hal ini salah satunya adalah metode oulette Wheel Selection (seleksi roda rolet). Metode roulette wheel ini meruakan metode yang aling sederhana, dan sering juga dikenal dengan nama Stochastic Samling With elacement. Pada metode ini, individu-individu dietakan dalam suatu segmen garis secara erurutan sedemikian sehingga tia-tia segmen individu memiliki ukuran yang sama dengan ukuran fitness-nya. Seuah ilangan acak diangkitkan dan individu yang memiliki segmen dalam kawasan ilangan acak terseut akan terseleksi. Proses ini diulang hingga dieroleh sejumlah individu yang diharakan. Langkah-langkah roses seleksi adalah seagai erikut: a. Menghitung fungsi fitness (F) untuk masing-masing kromosom (v i ). Dengan i = 1,, Posize F(v i ) = f (x i )... (5). Menghitung total fungsi fitness dari oulasi terseut. osize total F v i i1 F ( )... (6) c. Menghitung Fitness relatif ( k ) atau roailitas seleksi untuk masing-masing kromosom v i. Dengan i = 1,, osize k total F v1... (7) F d. Menghitung Fitness komulatif (q k ) untuk masingmasing kromosom v i. Dengan i = 1,, osize osize q k k i1... (8) Proses seleksi didasarkan atas emutaran roulette wheel seanyak osize kali, setia kali diilih kromosom tunggal seagai oulasi aru, dengan cara seagai erikut : a. Memangkitkan ilangan acak desimal r untuk rentang [0 1] seanyak osize yaitu 0 kali.. Bila r < q 1, maka diilih kromosom ertama (v i ), ila r > q 1 diilih kromosom ke-i ( < i < osize) sedemikian rua sehingga: q i-1 < r < q i. 3.5 Crossover Crossover (indah silang/rekominasi kromosom) adalah oerator genetik yang utama. Metode yang diakai di sini yaitu Single Point Crossover (enyilangan satu titik). Prinsi kerja oerator ini adalah dengan mengamil individu dan memotong string kromosom mereka ada osisi yang terilih secara acak, untuk memroduksi dua segmen head dan dua segment tail. Jumlah kromosom yang diharakan mengalami crossover dalam satu oulasi ditentukan ersamaan (9). n crossover = c x osize... (9) Dengan : n crossover = Jumlah kromosom yang diharakan mengalami crossover = Proailitas crossover c Kromosom yang mengalami crossover ditentukan dengan ersamaan (30). Kromosom v i yang mengalami crossover = r i < c.. (30) Dimana : r i = Bilangan acak yang diangkitkan, i =1,, osize = Kromosom dalam oulasi, i =1,, osize v i 3.6 Mutasi Oerator mutasi digunakan untuk melakukan modifikasi satu atau leih nilai gen dalam individu yang sama. Mutasi memastikan ahwa roailitas untuk encarian ada daerah tertentu dalam ersoalan tidak ernah nol dan mencegah kehilangan total materi genetik setelah emilihan dan enghausan. Mutasi ini ukanlah oerator genetik yang utama, tetai hanya dilakukan secara acak ada gen dengan kemungkinan / roailitas yang kecil. Bit yang akan terkena mutasi ditentukan dengan syarat ada ersamaan (31). Syarat it yang terkena mutasi = r i < m... (31) Dengan : r i = Bilangan acak yang diangkitkan ada setia it = Proailitas mutasi P m 3.7 Pelestarian Kromosom Teraik Seerti telah diketahui ahwa metode seleksi dalam algoritma genetik dilakukan secara acak, sehingga ada kemungkinan ahwa kromosom yang seenarnya sudah aik tidak isa turut serta ada generasi erikutnya karena tidak lolos seleksi. Untuk itu erlu kiranya ada elestarian kromosom-kromosom teraik, sehingga 5

6 kromosom-kromosom yang sudah aik terseut isa lolos seleksi. Seorang akar algoritma genetik, Muhlenein, mengusulkan adanya eraikan ada algoritma genetik yang dikenal dengan nama Breeder Genetic Algorithms (BGA). Pada BGA ini digunakan arameter r, yang menunjukkan kromosom-kromosom teraik. Kromosomkromosom ini akan teta diertahankan ada generasi erikutnya dengan cara menggantikan seanyak r kromosom ada generasi terseut secara acak. Kromosom-kromosom yang akan diganti ditentukan secara acak dengan mengacu ada ersamaan (3). Syarat kromosom yang akan diganti = r i < r... (3) Dengan : r i = Bilangan acak yang diangkitkan ada setia kromosom r = Proailitas elestarian kromosom teraik 3.8 Konvergensi Algoritma Genetik Dengan cara yang sama, melewati roses seleksi, crossover, mutasi dan elestarian kromosom teraik yang dilakukan ada generasi kedua samai maksimum generasi, maka akan didaatkan kondisi konvergen. kondisi konvergensi algoritma genetik akan tercaai ila erada dalam kondisi : Fitness teraik tia generasi telah erulang seanyak n kali ada n generasi terakhir, dan / atau : Semua anggota oulasi, yaitu kromosomkromosom telah memiliki karakteristik yang sama, dengan kata lain : fitness teraik = fitness teruruk = fitness rata-rata. Sehingga nilai fitness teraik yang telah konstan ada kedua indikator konvergensi di atas selanjutnya direresentasikan seagai solusi otimum dari ermasalah terseut. IV PEANCANGAN SISTEM DAN ANALISA OPTIMASI 4.1 Perancangan Sistem Otimasi Otimasi erencanaan antena horn iramida disini dimaksudkan seagai kegiatan untuk mencari nilai direktivitas antena horn iramida yang otimum dengan jalan menentukan kominasi ukuran dimensi-dimensi antena yang memengaruhi nilai direktivitasnya. Proses encarian nilai dimensi-dimensi antena horn iramida yang dimulai dengan memasukkan nilai frekuensi dan gain antena yang digunakan, telah diahas ada Ba yaitu dengan menggunakan ersamaan (1) samai (11), sedangkan roses encarian nilai direktivitas antena horn iramida menggunakan ersamaan (1) samai (0). Dari ersamaan-ersamaan terseut, daat disimulkan ahwa nilai direktivitas antena horn iramida diengaruhi oleh nilai dimensi-dimensinya yaitu: A (anjang mulut antena idang-h), B (lear mulut antena idang-e), (anjang antena), a (anjang waveguide idang-h) dan (lear waveguide idang-e). Dengan demikian, untuk menentukan direktivitas antena horn iramida yang otimum maka cara yang diakai adalah menentukan kominasi yang teat antara nilai dimensi-dimensi terseut. Karena nilai dimensi a dan disesuaikan dengan ukuran waveguide standar antena horn ersegi seerti ditamilkan ada Tael 1, maka nilai a dan tidak isa disesuaikan lagi, sehingga nilai dimensi antena yang isa dikominasikan untuk mencari direktivitas antena yang otimum adalah A, B dan. Proses encarian kominasi A, B dan yang daat menghasilkan direktivitas antena yang otimum ini dilakukan dengan menggunakan metode otimasi algoritma genetik, yang alur kerjanya ditamilkan dalam diagram alir ada Gamar 4. Pada diagram alir terseut, surutin Oerasi Algoritma Genetik daat dijaarkan seagai urutan oerasi algoritma genetik yang seelumnya telah ditamilkan ada diagram alir ada Gamar. Dim ensi W aveguide Antena Horn Persegi Standar (a, ) Mulai Gain Antena =0 dbi Frekuensi Kerja Antena (GHz) Jenis W aveguide Standar Yang Digunakan anah Pencarian : A min - Am aks B min - Bm aks min - m aks Oerasi Algoritma Genetik Direktivitas Otimum Dengan Nilai Dimensi A, B dan Perencanaan Antena Horn Piramida Dengan Direktivitas Otimum Yang Memunyai Dimensi a,, A, B dan Selesai Gamar 4 Diagram alir eneraan algoritma genetik untuk erencanaan antena horn iramida untuk menghasilkan direktivitas otimum Penentuan direktivitas antena yang otimum disini dilakukan ada antena dengan frekuensi dan gain tertentu, dengan menggunakan waveguide yang sesuai dengan frekuensi kerja antena yang telah ditentukan. Frekuensi kerja antena harus erada dalam range frekuensi waveguide standar ada Tael 1. Pada contoh kasus disini akan diahas otimasi direktivitas antena horn iramida yang memunyai frekuensi kerja = 10 GHz dan gain = 0 dbi, dengan nilai dimensi antena yang disyaratkan memiliki ketelitian emat angka di elakang koma. Karena frekuensi kerja antena yang digunakan adalah 10 GHz maka waveguide yang digunakan adalah W 90 yang memunyai cakuan range frekuensi 8,1 1,4 GHz dengan anjang a =,54 cm dan lear = 1,7 cm. ange frekuensi waveguide 8,1 1,4 GHz ini digunakan untuk menentukan ranah dimensi antena minimum dan maksimum yang daat dieroleh dari erhitungan, sedangkan nilai frekuensi kerja antena 10 GHz digunakan untuk menentukan nilai anjang gelomang () yang erguna ada saat roses encarian dimensi antena dan juga roses encarian direktivitas antena horn iramida (D ). Dengan memasukkan frekuensi minimum 8,1 GHz dan gain 0 dbi ada ersamaan (1) samai (11) akan menghasilkan nilai A = 15,9479 cm, B = 13,014 cm dan = 6,1800 cm. Sedangkan dengan frekuensi maksimum 1,4 GHz dan gain = 0 dbi yang dimasukkan ada ersamaan (1) samai (11) akan menghasilkan nilai A = 10,5590 cm, B = 8,614 cm dan 6

7 = 18,3403 cm. Dengan demikian ranah encarian nilai dimensi antena diketahui yaitu : Dimensi A erada ada range : 10, ,9479 cm Dimensi B erada ada range : 8,614 13,014 cm. Dimensi erada ada range : 18,3403 6,1800 cm. Dari sini ermasalahan daat dirumuskan yaitu : Tentukan nilai A ada interval [10, ,9479], B ada interval [8,614 13,014] dan ada interval [18,3403 6,1800] yang mengotimumkan fungsi D. 10.log. DE DH 3. a.. dengan nilai A, B, dan D disyaratkan memunyai atas ketelitian emat angka di elakang koma. Pada enggunaan algoritma genetik untuk memecahkan ermasalahan ini, ertamakali yang harus dilakukan adalah menentukan arameter kontrol algoritma genetik. Pada kasus ini, arameter kontrol algoritma genetik yang digunakan adalah: Maksimum generasi (ngen) = 50 Ukuran oulasi (osize) = 30 Proailitas crossover ( c ) = 0,9 Proailitas mutasi ( m ) = 0,01 Proailitas elestarian kromosom teraik (r) = 0, Fungsi fitness yang digunakan adalah ersamaan akhir erhitungan, yaitu ersamaan direktivitas antena horn iramida dalam satuan dbi, yaitu :. Fungsi fitness = D ( dbi) 10.log. DE. DH 3. a. Langkah selanjutnya adalah memangkitkan kromosom iner secara acak seanyak ukuran oulasi yaitu 30 uah kromosom, yang digunakan seagai oulasi awal generasi ertama. Untuk menentukan anjang kromosom tia komonen A, B dan, digunakan ersamaan (1) dan () yang menghasilkan : Pemagian ranah A = (15, ,5590) x 10 4 = Pemagian ranah B = (13,014-8,614) x 10 4 = Pemagian ranah = (6, ,3403) x 10 4 = Karena, 15 < < < < < < 17 Maka : Panjang kromosom A = 16 it Panjang kromosom B = 16 it Panjang kromosom = 17 it Dengan egitu, untuk kromosom dengan anjang 49 it yang akan digunakan disini, nantinya erlaku: Bit ke-1 hingga it ke-16 mereresentasikan variael A Bit ke-17 hingga it ke-3 mereresentasikan variael B Bit ke-33 hingga it ke-49 mereresentasikan variael Contoh erhitungan untuk kromosom ertama (v 1 ) yaitu memasukkan ilangan iner hasil emangkitan acak ke dalam ersamaan (4), untuk mendaatkan nilai real variael A, B dan. Batas kiri dan atas kanan interval adalah nilai minimum dan nilai maksimum ranah encarian nilai dimensi antena A, B dan. Contoh erhitungan untuk kromosom ertama (v 1 ) yaitu memasukkan ilangan iner hasil emangkitan acak yaitu ( ) ke dalam ersamaan (4), untuk mendaatkan nilai real variael A, B dan. Batas kiri dan atas kanan interval adalah nilai minimum dan nilai maksimum ranah encarian nilai dimensi antena A, B dan. Batas kiri interval A = 10,5590 Batas kanan interval A = 15,9479 Batas tertinggi range = 16 = A = ( ) = (7953) 10 ; dan (15, ,5590) A = 10, , 130 ( ) Batas kiri interval B = 8,614 Batas kanan interval B = 13,014 Batas tertinggi range = 16 = B = ( ) = (55945) 10 ; dan (13,014 8,614) B = 8, , 3775 ( ) Batas kiri interval = 18,3403 Batas kanan interval = 6,1800 Batas tertinggi range = 17 = = ( ) = (55905) 10 ; dan (6, ,3403) = 18, , 6841 ( ) Untuk mendaatkan nilai fitness yang erua fungsi direktivitas antena horn iramida maka nilai real A = 11,130; B = 1,3775 dan = 1,6841 dimasukkan ke dalam ersamaan (1) hingga (0) yang akan menghasilkan : Nilai Fitness = Direktivitas Antena (dbi) = 6,857 Dimensi A, B dan yang ditamilkan dalam tael menggunakan satuan cm sedangkan nilai fitness menggunakan satuan dbi. Proses yang sama juga diterakan ada kromosom ke- hingga kromosom ke-30. Setelah melewati tahaan seleksi, crossover, mutasi dan elestarian kromosom teraik, maka dari oulasi generasi ertama didaatkan hasil : ada oulasi akhir generasi ertama daat dilihat ahwa: Fitness teruruk = 5,4453 (ada kromosom ke-1) Fitness rata-rata = 6,8785 Fitness teraik = 7,358 (ada kromosom ke-8) Hasil ini tentu elum otimal karena aru erhitungan satu generasi. Untuk mencaai kondisi otimal atau konvergen maka enghitungan harus dilanjutkan ke generasi kedua dan seterusnya hingga generasi ke-50 sesuai dengan arameter kontrol algoritma genetik yang telah ditentukan seelumnya, dengan metode yang sama dengan erhitungan generasi ertama. 7

8 4. Analisa Otimasi Untuk melakukan erhitungan nilai otimum dengan menggunakan algoritma genetik hingga generasi ke-50, tentu tidak mudah dilakukan secara manual, karena masalah keteratasan waktu, tenaga dan juga yang utama adalah masalah ketelitian roses enghitungan. Untuk itu maka erlu dirancang suatu rogram simulasi yang erfungsi untuk melakukan erhitunganerhitungan algoritma genetik yang rosesnya telah dijelaskan di agian dean. Dengan menggunakan rogram simulasi untuk roses erhitungan, maka akan menghemat waktu, tenaga dan juga hasil yang didaat memiliki tingkat akurasi atau ketelitian yang tinggi. Program simulasi yang digunakan, diuat menggunakan ahasa emrograman Matla versi 6.1 yang dijalankan ada Personal Comuter dengan sistem oerasi Microsoft Windows. Pada Tugas Akhir ini, dirancang dua uah rogram simulasi, yang ertama adalah rogram erhitungan karakteristik antena horn iramida tana otimasi yang meliuti dimensi dan direktivitas erdasarkan ersamaan-ersamaan dasar teori dan yang kedua adalah rogram erhitungan karakteristik antena horn iramida yang meliuti dimensi dan direktivitas yang diotimasi dengan menggunakan algoritma genetik, dimana rogram ini dirancang dengan erasis GUI (Grahical User Interface). Keluaran dari kedua rogram simulasi terseut nantinya akan diandingkan untuk mengetahui kondisi direktivitas antena horn iramida tana dan dengan roses otimasi. Tamilan rogram simulasi erhitungan karakteristik antena horn iramida tana otimasi ditamilkan ada Gamar 5. Gamar 6 Tamilan hasil enghitungan otimasi karakteristik antena Gamar 7 Tamilan grafik hasil otimasi oleh algoritma genetik Gamar 5 Tamilan rogram simulasi erhitungan karakteristik antena horn iramida tana otimasi Sedangkan tamilan rogram simulasi erhitungan karakteristik antena horn iramida yang diotimasi dan grafik hasil otimasi dengan menggunakan algoritma genetik ditamilkan ada Gamar 6 dan Gamar 7. Dari grafik hasil otimasi ada Gamar 7, daat dilihat ahwa syarat kondisi konvergensi telah terenuhi ada indikator ertama yaitu: fitness teraik tia generasi telah erulang seanyak n kali ada n generasi terakhir, dengan demikian roses otimasi diangga telah erhasil. Berdasarkan ada hasil yang didaat dari erhitungan menggunakan rogram simulasi yang ditamilkan ada Gamar 6 maka atas rumusan ermasalahan, Maka dari hasil roses otimasi, didaatkan hasil yaitu ada frekuensi kerja antena = 10 GHz dan gain = 0 dbi, antena horn iramida memunyai direktivitas otimum 7,33 dbi dengan ukuran dimensi a =,54 cm, = 1,7 cm, A= 14,9449 cm ; B = 11,3795 cm dan =,05 cm. Direktivitas hasil otimasi ini tentunya leih aik dariada direktivitas antena tana otimasi, seerti telah ditamilkan oleh rogram erhitungan karakteristik antena tana otimasi ada Gamar 5 yaitu 7,0893 dbi. Untuk mengetahui aakah hasil dari erhitungan menggunakan algoritma genetik leih aik dari erhitungan tana otimasi, maka hasil dari kedua macam metode erhitungan terseut akan diandingkan satu sama lain. Karakteristik antena yang diandingkan adalah nilai direktivitas ada erhitungan dengan frekuensi kerja antena yang ereda-eda seerti ditamilkan ada Tael. 8

9 Tael Perandingan direktivitas antena tana dan dengan roses otimasi Direktivitas Tana Direktivitas Peningkatan Persentase Frek. Otimasi Dengan Otimasi Direktivitas Peningkatan (%) Kerja Tana Tana Tana Tana (GHz) dbi dbi dbi dbi Satuan Satuan Satuan Satuan 10 5,1160 7,0893 5,910 7,354 0,1750 0,1461 3,406, ,919 1,9933 1, ,560 1,4 0,67 6,353, ,11 15,9341 4,53 16,586 3,040 0,345 7,7580, , ,444 76, ,887 6,4989 0,3863 9,305, ,5948 0, ,391 0,659 11,7964 0, ,78, ,0887 1, ,8977,357 7,8090 0, ,999 3,5504 Hasil dari Tael tentang erandingan nilai direktivitas tana otimasi dengan nilai direktivitas dengan otimasi terseut daat dijaarkan dalam seuah grafik ada Gamar 8a dan 8. Direktivitas Direktivitas (dbi) Perandingan direktivitas antena tana dan dengan roses otimasi dengan frekuensi eruah ada nilai gain = 0 dbi 5,91 5,116 1,1641 4,53 19,919 76, ,11 116,391 69, , , Frekuensi Kerja (GHz) (a) 144,0887 Tana otimasi Dengan otimasi Perandingan direktivitas antena (dalam dbi) tana dan dengan roses otimasi dengan frekuensi eruah ada nilai gain = 0dBi 7,354 7, ,56 16,586 1, ,887 15,9341 0,659 18,444,357 0, Frekuensi Kerja (GHz) 1,5863 Tana otimasi Dengan otimasi Peningkatan nilai direktivitas tana satuan terlihat menunjukkan hasil yang leih signifikan dariada eningkatan nilai direktivitas dengan satuan enguatan (dbi). 4.3 Hasil Otimasi Perencanaan Antena Horn Piramida Setelah nilai direktivitas antena horn iramida yang otimum dengan nilai dimensi antena A, B dan telah didaatkan, maka kemudian akan dicari nilai esaran dimensi antena yang lain yaitu h, e, r 1 dan r. Nilai dimensi a dan telah didaat dari tael jenis waveguide antena horn ersegi standar. Untuk erencanaan antena horn yang otimum ada frekuensi kerja 10 GHz dan gain 0 dbi dengan menggunakan algoritma genetik, misalnya dengan menggunakan arameter kontrol (oulasi = 50, maksimum generasi = 30, roaillitas crossover = 0,9 dan roailitas mutasi = 0,01) maka dari erhitungan rogram simulasi akan didaatkan nilai direktivitas otimum yaitu 7,354 dbi dengan nilai A= 15,8016 cm, B = 11,3347 cm, = 4,7309 cm. Sesuai dengan waveguide yang digunakan yaitu W90, maka nilai a =,54 cm dan = 1,7 cm. Berdasar nilai dimensi yang telah didaatkan terseut, maka nilai dimensi antena lainnya daat diketahui dengan menggunakan ersamaan ersamaan dasar teori ada Ba. Dengan memodifikasi ersamaan (7) dan (8) maka didaatkan nilai e = h = 1,766 cm. Kemudian dari nilai e dan h serta dengan menggunakan ersamaan (10) dan (11), didaatkan nilai dimensi r 1 = r = r = 4,63 cm. Dengan demikian semua nilai dimensi antena horn iramida, yang telah diotimasi untuk mendaatkan direktivitas otimum telah diketahui dan roses erencanaan antena horn iramida diangga telah selesai. Hasil dari erencanaan antena horn iramida erua skema antena dan nilai dimensi antena, ditamilkan ada Gamar 9. SKEMA ANTENA BIDANG-H a r A B BIDANG-E h e () Gamar 8 Grafik erandingan nilai direktivitas antena horn iramida tana dan dengan roses otimasi : (a) direktivitas tana satuan () direktivitas dalam satuan dbi Dari hasil engujian yang telah ditamilkan ada Tael dan Gamar 8, daat diamil suatu kesimulan yaitu : Nilai direktivitas antena horn iramida yang dihasilkan dengan roses otimasi ernilai leih tinggi dariada nilai direktivitas tana roses otimasi ada semua samle frekuensi kerja yang diuji. Semakin tinggi frekuensi kerja antena yang digunakan, maka rosentasi otimasi (eningkatan nilai direktivitas) yang dihasilkan oleh erhitungan menggunakan algoritma genetik, juga mengalami trend eningkatan. FEKUENSI KEJA a r1 1 A A N T E N A H O N P I A M I D A : 10 GHz GAIN : 0 dbi r DIMENSI ANTENA a :,54 cm : 1,7 cm A : 15,8016 cm DIEKTIVITAS : 5,910 B : 11,3347 cm DI. (PENGUATAN) : 7,354 dbi 1 = = : 4,7309 cm WAVEGUIDE : W 90 r 1 = r = r : 4,63 cm h = e : 1,766 cm Gamar 9 Hasil otimasi erencanaan antena horn iramida B 9

10 V PENUTUP 5.1 Kesimulan Dari hasil engujian menggunakan rogram simulasi serta analisa hasil engujian, maka daat diamil kesimulan seagai erikut: 1. Proses otimasi dengan menggunakan algoritma genetik ada waktu roses erencanaan, daat digunakan untuk meningkatkan nilai direktivitas antena horn iramida tana meningkatkan nilai frekuensi kerja dan gain antena yang digunakan, dengan cara mencari kominasi nilai dimensidimensi antena yang memengaruhi nilai direktivitas, sehingga ada akhirnya didaatkan kominasi nilai dimensi-dimensi antena yang menghasilkan direktivitas antena yang otimum.. Proses enghitungan nilai otimum direktivitas antena horn iramida ada frekuensi kerja tertentu dengan eragai arameter kontrol algoritma genetik yang ereda-eda menghasilkan nilai otimum direktivitas antena yang nilainya tidak teraut jauh. Pada roses engujian dengan samle frekuensi kerja 10 GHz, dengan arameter kontrol algoritma genetik (oulasi, generasi, roailitas crossover, roailitas mutasi) mendaatkan hasil : (30; 50; 0,6; 0,0) menghasilkan nilai otimum 7,340 dbi, (30; 50; 0,9; 0,01) = 7,33 dbi, (50; 30; 0,6; 0,0) = 7,335 dbi, (50; 30; 0,9; 0,01) =7,354 dbi, (80; 0; 0,6; 0,0) = 7,356 dbi, (80; 0; 0,9; 0,01) = 7,358 dbi. Hasil terseut leih aik dariada nilai direktivitas antena tana otimasi yaitu 7,0893 dbi. 3. Dari hasil engujian otimasi nilai direktivitas antena horn iramida ada eragai macam samle frekuensi kerja, roses otimasi daat meningkatkan nilai direktivitas antena ada keenam samle frekuensi kerja yang diuji, dengan ersentase kenaikan nilai direktivitas dalam satuan dbi seesar,0606 % ada samle frekuensi kerja terendah 10 GHz dan seesar 3,5504 % ada samle frekuensi kerja tertinggi 35 GHz. 4. Dengan demikian semakin tinggi frekuensi kerja antena yang digunakan, maka nilai ersentase otimasi atau ersentase eningkatan nilai direktivitas yang dihasilkan oleh roses otimasi menggunakan algoritma genetik juga mengalami eningkatan. 5. Saran Kendala utama hasil erencanaan antena horn iramida yang memunyai dimensi-dimensi antena dengan ketelitian emat angka di elakang koma ini adalah mengimlementasikannya ke dalam erangkat keras secara teat, jadi oleh karena itu ila tidak memungkinkan, nilai dimensi antena daat sekurangkurangnya diulatkan dengan ketelitian satu angka di elakang koma. DAFTA PUSTAKA 1. Blake,Lamont V, Antennas, New York:John Wiley & Sons,1966. Chierfield,Andrew, Peter Fleming, Hartmut Polheim & Carlos Fonseca, Genetic Algorithms Toolox (For Use With Matla) 3. Collins,E, Antennas and adiowave Proagation, New York:Mc Graw-Hill International Education, Davis,Lawrence, Handook of Genetic Algorithms, New York:Van Nostrand einhold, Dawid, Herert, Adative Learning y Genetic Algorithms-Analytical esult and Alications to Economic Models (Second, evised and Enlarged Edition), Vienna:Sringer, Delgado, Herierto J. and Michael H. Thursy, Ph. D, "Design of a 10 GHz ectangular Microstri Patch Antenna Using HP Momentum", eort Numer 1, Antenna Systems Laoratory Technical Journal, Deartment of Electrical/Comuter Engineering - Florida Institute of Technology, Delgado, Herierto J., Young-Min Jo and Michael H. Thursy, Ph.D., "Anechoic Chamer Quiet Zone Analytical and Exerimental Characterization for Various Transmitting Antennas", eort Numer 11, Antenna Systems Laoratory Technical Journal, Deartment of Electrical/Comuter Engineering Florida Institute of Technology, Decemer, Djarwanto PS, Pokok-Pokok Metode Pengumulan Data dan Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta:Lierty, Gandhi, OMP., Microwave Engineering and Alications, Singaore: Maxwell Macmillan International ed., Hanselman, Duane & Bruce Littlefield, Matla (Bahasa Komutasi Teknis),Yogyakarta:Andi Yogyakarta, Krauss,John D, Antennas (Second Edition), New York : Mc Graw-Hill International Education, Krauss,John D,onald J Marhefka, Antennas (Third Edition), New York:Mc Graw-Hill International Education, Kuswara Setiawan, Paradigma Sistem Cerdas Artificial Intelligence, Malang:Bayumedia Pulishing, Man K.F, K.S.Tang, S.Kwong & W.A.Halang, Genetic Algorithms For Control and Signal Processing Advanced in Industrial Control, London:Sringer- Verlag London Limited, Michalewicz, Zigniew, Genetic Algorithms + Data Structures = Evolution Programs, Vienna:Sringer- Verlag, Mitsuo Gen, unwei Cheng, Genetic Algorithms & Engineering Design, Canada:John Wiley & Sons Inc, Polheim,Hartmut, GEA Toolox: Genetic and Evolutionary Algorithms: Princiles, Methods and Algorithms.htt:// tml 18. ussel,stuart J & Peter Norvig, Artificial Intelligence a Modern Aroach, New Jersey: Prentice Hall, Sandi Setiawan, Artificial Intelligence, Yogyakarta:Andi Offset, Son Kuswandi, Pengendali Cerdas, Jakarta: EEPIS, Sri Kusumadewi, Artificial Intelligence (Teknik dan Alikasinya), Yogyakarta:Graha Ilmu,003. Young-Min Jo, Phase Model for a Sectoral Horn Antenna, Technical eort, Antenna Systems Laoratory-Florida Institute Of Technology, July Young-Min Jo & Michael H. Thursy, Ph.D, Field Analysis Using a Horn Antenna in the Quiet- Zone, eort Numer 9, Antenna Systems 10

11 Laoratory Technical Journal - Florida Institute of Technology, Novemer, , Building GUI With Matla,The Math Works,June, , Getting Started With Matla,The Math Works,Setemer, ,Pyramidal Horn Antenna, htt:// 7., Using Matla, The Math Works,Januari, 1999 Mengetahui / Menyetujui Pemiming I Achmad Hidayatno, ST,MT NIP Pemiming II Aghus Sofwan, ST,MT NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan jalur terendek (Shortest Path) meruakan suatu jaringan engarahan erjalanan dimana seseorang engarah jalan ingin menentukan jalur terendek antara dua kota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TIJAUA PUSTAKA Portofolio Saham Portofolio berarti sekumulan investasi, untuk kasus saham, berarti sekumulan investasi dalam bentuk saham. Proses embentukan orfolio saham terdiri dari mengidentifikasi

Lebih terperinci

1). Definisi Relasi Relasi dari dua himpunan A dan B adalah pemasangan anggota-anggota A dengan anggota B.

1). Definisi Relasi Relasi dari dua himpunan A dan B adalah pemasangan anggota-anggota A dengan anggota B. Bayangkan suatu fungsi seagai seuah mesin, misalnya mesin hitung. Ia mengamil suatu ilangan (masukan), maka fungsi memproses ilangan yang masuk dan hasil produksinya diseut keluaran. x Masukan Fungsi f

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA

BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA BAB III METODOLOGI DAN PERBANDINGAN METODA Melalui enjelasan konse jaringan grah, dalam menelusuri rute menuntut adanya enggunaan metoda yang teat. Merunut ada tinjauan ustaka, setidaknya akan digunakan

Lebih terperinci

SIMULASI PERHITUNGAN NILAI KETIDAKPASTIAN SPESIFIK IMPULS ROKET RX 150 L1000 STANDAR

SIMULASI PERHITUNGAN NILAI KETIDAKPASTIAN SPESIFIK IMPULS ROKET RX 150 L1000 STANDAR Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 3 No. 4 Desemer 008:58-63 SIMULASI PERHITUNGAN NILAI KETIDAKPASTIAN SPESIIK IMPULS ROKET RX 50 L000 STANDAR Amor Dewanto Peneliti Pusat Teknologi ahana Dirgantara,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WAJAH MANUSIA DENGAN ANALISIS KOMPONEN BEBAS

IDENTIFIKASI WAJAH MANUSIA DENGAN ANALISIS KOMPONEN BEBAS IDENIFIKASI WAJAH MANUSIA DENGAN ANALISIS KOMPONEN BEBAS Muhammad Arif Siddiq *), Imam Santoso, and Au Aulian Zahra Deartemen eknik Elektro, Universitas Dionegoro Jl. Prof. Sudharto, SH, Kamus UNDIP emalang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 6 No 3, 118-177, Desemer 2003, ISSN : 1410-8518 METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS Sunarsih dan Ahmad Khairul Ramdani Jurusan Matematika FMIPA UNDIP ABSTRAK

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Titik Keseimbangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoba dengan Faktor Rehabilitasi

Analisis Kestabilan Titik Keseimbangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoba dengan Faktor Rehabilitasi Vol. 7 No. 6-7 Januari Analisis Kestailan Titik Keseimangan Model Perilaku Jumlah Pelaku Narkoa dengan Faktor ehailitasi Syamsuddin Toaha Astrak Tulisan ini memahas suatu model laju eruahan jumlah elaku

Lebih terperinci

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Penjadwalan Ujian Menggunakan Algoritma Genetika Nia Kurnia Mawaddah Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang 65145 Abstrak Penjadwalan

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

4. Mononom dan Polinom

4. Mononom dan Polinom Darpulic www.darpulic.com 4. Mononom dan Polinom Sudaratno Sudirham Mononom adalah pernataan tunggal ang erentuk k n, dengan k adalah tetapan dan n adalah ilangan ulat termasuk nol. Fungsi polinom merupakan

Lebih terperinci

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS

METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol 6 No 3, 167-178, Desemer 2003, ISSN : 1410-8518 METODE SIMPLEKS PRIMAL MENGGUNAKAN WORKING BASIS Sunarsih dan Ahmad Khairul Ramdani Jurusan Matematika FMIPA UNDIP ABSTRAK

Lebih terperinci

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENENTUAN TATA LETAK MESIN Hari Purnomo, Sri Kusumadewi Teknik Industri, Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang Km 4,5 Yogyakarta ha_purnomo@fti.uii.ac.id,

Lebih terperinci

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat

6. 2 Menerapkan konsep fungsi linier Menggambarkan fungsi kuadrat Menerapkan konsep fungsi kuadrat Sumer: Art and Gallery Standar Kompetensi 6. Memecahkan masalah yang erkaitan dengan fungsi, persamaan fungsi linier dan fungsi kuadrat Kompetensi Dasar 6. Mendeskripsikan peredaan konsep relasi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM 3.1. Pengembangan Teorema Dalam enelitian dan erancangan algoritma ini, akan dibahas mengenai beberaa teorema uji rimalitas yang terbaru. Teorema-teorema

Lebih terperinci

Aturan Pembelajaran Perceptron

Aturan Pembelajaran Perceptron Aturan Pemelajaran Percetron ujuan Salah satu ertanyaan kita yang muncul adalah: "Bagaimana kita menentukan Matrik oot dan ias untuk jaringan ercetron dengan anyak inut dimana adalah mustahil untuk memvisualisasikan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENEMPATAN BANK CAPACITOR PADA PENYULANG H5 MENGGUNAKAN METODE GENETIC ALGORITHM (GA)

OPTIMASI PENEMPATAN BANK CAPACITOR PADA PENYULANG H5 MENGGUNAKAN METODE GENETIC ALGORITHM (GA) Jurnal Informatika Mulawarman ol. 10 No. 2 Setember 2015 13 OPTIMASI PENEMPATAN BANK CAPACITOR PADA PENYULANG H5 MENGGUNAKAN METODE GENETIC ALGORITHM (GA) Muslimin Program Studi Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN

PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN Sumer: Art & Gallery 44 Matematika X SMK Kelompok: Penjualan dan Akuntansi Standar kompetensi persamaan dan pertidaksamaan linier dan kuadrat terdiri atas tiga kompetensi dasar.

Lebih terperinci

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA

STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA STUDI KEANDALAN (RELIABILITY) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN SIBOLGA Oloni Togu Simanjuntak, Ir. Syamsul Amien, MS Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR

TRIGONOMETRI. Bab. Di unduh dari : Bukupaket.com. Aturan sinus Aturan kosinus Luas segitiga A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN BELAJAR a 6 TRIGONOMETRI A. KOMPETENSI DASAR DAN PENGALAMAN ELAJAR Kompetensi Dasar 1. Menghayati pola hidup disiplin, kritis, ertanggungjawa, konsisten dan jujur serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari..

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing

Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Optimasi Fungsi Tanpa Kendala Menggunakan Algoritma Genetika Dengan Kromosom Biner dan Perbaikan Kromosom Hill-Climbing Wayan Firdaus Mahmudy, (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian dan pemahasan serius dari pemerintah dan ahli kependudukan. Bila para ahli

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR

ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 265 274. ALGORITMA GENETIKA PADA PEMROGRAMAN LINEAR DAN NONLINEAR Abdul Azis, Bayu Prihandono, Ilhamsyah INTISARI Optimasi

Lebih terperinci

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0

b. Titik potong grafik dengan sumbu y, dengan mengambil x = 0 B.3 Fungsi Kuadrat a. Tujuan Setelah mempelajari uraian kompetensi dasar ini, anda dapat: Menentukan titik potong grafik fungsi dengan sumu koordinat, sumu simetri dan nilai ekstrim suatu fungsi Menggamar

Lebih terperinci

Integral dan Persamaan Diferensial

Integral dan Persamaan Diferensial Sudaryatno Sudirham Studi Mandiri Integral dan Persamaan Diferensial ii Darublic BAB 3 Integral (3) (Integral Tentu) 3.. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu Integral tentu meruakan integral yang

Lebih terperinci

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Ba 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR Model kinematika diperlukan dalam menganalisis pergerakan suatu root moil. Model kinematik merupakan analisis pergerakan sistem yang direpresentasikan secara matematis

Lebih terperinci

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail:

Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis Hertini. Departemen Matematika, Universitas Padjadjaran *E mail: Perubahan Perilaku Pengguna nstant Messenger dengan Menggunakan Analisis Koresondensi Bersama (Studi Kasus Mahasiswa di Program Studi S-1 Matematika FMPA Unad) Dika Dwi Muharahman*, Nurul Gusriani, Elis

Lebih terperinci

ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI

ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI ANALISA REFRAKSI GELOMBANG PADA PANTAI A.P.M., Tarigan *) dan Ahmad Syarif Zein **) *) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU **) Sarjana Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU

Lebih terperinci

Volume 1, Nomor 2, Desember 2007

Volume 1, Nomor 2, Desember 2007 Volume Nomor 2 Desemer 27 Barekeng Desemer 27 hal3-35 Vol No 2 TITIK-ANTARA DI DALAM RUANG METRIK DAN RUANG INTERVAL METRIK (Between-Points In Metric Space And Metric Interval Space MOZART W TALAKUA Jurusan

Lebih terperinci

APLIKASI DISCOUNTED CASH FLOW PADA KONTROL INVENTORY DENGAN BEBERAPA MACAM KREDIT PEMBAYARAN SUPPLIER

APLIKASI DISCOUNTED CASH FLOW PADA KONTROL INVENTORY DENGAN BEBERAPA MACAM KREDIT PEMBAYARAN SUPPLIER Program Studi MMT-ITS, Surabaya Agustus 9 APLIKASI ISOUNTE ASH FLOW PAA KONTROL INVENTORY ENGAN BEBERAPA MAAM KREIT PEMBAYARAN SUPPLIER Hansi Aditya, Rully Soelaiman Manajemen Teknologi Informasi MMT -

Lebih terperinci

PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT-1

PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT-1 PERSAMAAN FUNGSI KUADRAT- Mata Pelajaran K e l a s Nomor Modul : Matematika : X (Sepuluh) : MAT.X.0 Penulis Pengkaji Materi Pengkaji Media : Drs. Suyanto : Dra.Wardani Rahayu, M.Si. : Drs. Soekiman DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial

Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Algoritma Genetika dan Penerapannya dalam Mencari Akar Persamaan Polinomial Muhammad Abdy* 1, Maya Sari Wahyuni* 2, Nur Ilmi* 3 1,2,3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Makassar e-mail: * 1 m.abdy@unm.ac.id,

Lebih terperinci

Message Authentication Code (MAC) Pembangkit Bilangan Acak Semu

Message Authentication Code (MAC) Pembangkit Bilangan Acak Semu Bahan Kuliah ke-21 IF5054 Kriptografi Message Authentication Code (MAC) Pemangkit Bilangan Acak Semu Disusun oleh: Ir. Rinaldi Munir, M.T. Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2004

Lebih terperinci

Bil. Asli Bil. Bulat Bil. Cacah

Bil. Asli Bil. Bulat Bil. Cacah Bil. Asli Bil. Bulat Bil. Cacah I. Materi Ajar: Pertemuan : A. Macam-macam ilangan real. Bilangan Asli (A) Bilangan asli adalah suatu ilangan yang mula-mula dipakai untuk memilang. Bilangan asli dimulai

Lebih terperinci

(R.2) PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION

(R.2) PERBANDINGAN METODE BOOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION Universitas Padjadjaran, 3 Novemer 200 (R.2) PERANDINGAN METODE OOTSTRAP DAN JACKKNIFE DALAM PENDUGAAN PARAMETER REGRESI DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE REGRESSION I Gede Nyoman Mindra Jaya Jurusan Statistika

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM

IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM IMPLEMENTASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK PENCARIAN RUTE PALING OPTIMUM Anies Hannawati, Thiang, Eleazar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131,

Lebih terperinci

PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK

PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK PROSES PERCABANGAN PADA DISTRIBUSI GEOMETRIK Arantika Desmawati, Respatiwulan, dan Dewi Retno Sari S Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Seelas Maret Astrak.

Lebih terperinci

Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya

Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya Vol. 5, No.1, 52-57, Juli 2008 Gelanggang Evalusi dan Sifat-sifatnya Amir Kamal Amir Astrak Sifat-sifat gelanggang evaluasi eserta pemuktiannya sudah ada dieerapa literatur seperti misalnya pada McConnel

Lebih terperinci

BAB I. Ada beberapa macam sarana transportasi pribadi untuk membawa anak,yaitu : BERMOBILITAS

BAB I. Ada beberapa macam sarana transportasi pribadi untuk membawa anak,yaitu : BERMOBILITAS PENDAHLAN LATAR BELAKANG Aa eeraa macam sarana transortasi riai untuk memawa,yaitu : Motor Moil Menengah Tetai K E NYATAAN NYA: Menengah Dari segi keselamatanæ Moil jauh leih aman i aningkan motor. Karena

Lebih terperinci

Metode Simpleks Diperbaiki (Revised Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks Diperbaiki (Revised Simplex Method) Materi Bahasan /7/ Metode Simpleks Diperaiki (Revised Simple Method) Kuliah TI Penelitian Operasional I Materi ahasan Dasar-dasar aljaar dari metode simpleks Metode simpleks yang diperaiki TI Penelitian Operasional I

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM

DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM Adianto*,Sueno Mardi, ST, MT** Moch Hariadi, ST, Ms.c,Ph.D** adianto@elect-eng.its.ac.id, mardi@its.ac.id,

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT

ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL ABSTRACT ANALISA STABILITAS LERENG TANAH BERBUTIR HALUS UNTUK KASUS TEGANGAN TOTAL DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT EXEL Handali, S 1), Gea, O 2) 1) Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta e-mail

Lebih terperinci

DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM

DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 00 DESAIN PERILAKU AGEN PADA PERMAINAN BULUTANGKIS DENGAN MENGGUNAKAN MULTI-OBJECTIVE GENETIC ALGORITHM Adianto*,Sueno Mardi** Moch Hariadi** *Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN

SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN SKRIPSI ANALISIS PENGELOMPOKKAN KECAMATAN DI KODYA SURABAYA BERDASARKAN VARIABEL-VARIABEL KEPENDUDUKAN, KESEHATAN DAN PENDIDIKAN Oleh : Rengganis L. N. R 302 00 046 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk

Lebih terperinci

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA OPTIMASI PENDUGAAN PARAMETER DALAM ANALISIS STRESS DAN STRAIN TERHADAP MATERIAL MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Mike Susmikanti Pusat Pengembangan Informatika Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT

BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT BAB II FUNGSI, PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN KUADRAT Standar kompetensi:. Memecahkan masalah yang erkaitan dengan fungsi, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat Kompetensi Dasar:. Memahami konsep fungsi.

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MULTI-CODE MULTICARRIER CDMA PADA KANAL MULTIPATH FADING. Intisari

UNJUK KERJA MULTI-CODE MULTICARRIER CDMA PADA KANAL MULTIPATH FADING. Intisari UNJUK KERJA MULTI-CODE MULTICARRIER CDMA PADA KANAL MULTIPATH FADING Eva Yovita Dwi Utami Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-6, Salatiga 5711 Intisari Sistem yang diteliti

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENYELESAIAN KNAPSACK PROBLEM MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Kartina Diah KW1), Mardhiah Fadhli2), Charly Sutanto3) 1,2) Jurusan Teknik Komputer Politeknik Caltex Riau Pekanbaru Jl. Umban Sari No.1 Rumbai-Pekanbaru-Riau

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir ini, peranan algoritma genetika terutama untuk masalah optimisasi, berkembang dengan pesat. Masalah optimisasi ini beraneka ragam tergantung dari bidangnya. Dalam

Lebih terperinci

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author:

A. ADHA. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Indonesia Corresponding author: Institut Teknologi Padang, 27 Juli 217 ISBN: 978-62-757-6-7 http://eproceeding.itp.ac.id/index.php/spi217 Optimasi Bentuk Struktur dan Penampang pada Struktur Rangka Baja Terhadap Kendala Kehandalan Material

Lebih terperinci

UM UNPAD 2007 Matematika Dasar

UM UNPAD 2007 Matematika Dasar UM UNPAD 007 Matematika Dasar Kode Soal Doc. Name: UMUNPAD007MATDAS999 Version : 0- halaman 0. Jika A e adalah komplemen dari A, maka daerah yang diarsir pada diagram Venn di awah ini dapat dinyatakan

Lebih terperinci

E-LEARNING MATEMATIKA

E-LEARNING MATEMATIKA MODUL E-LEARNING E-LEARNING MATEMATIKA Oleh : NURYADIN EKO RAHARJO, M.PD. NIP. 9705 00 00 Penulisan Modul e Learning ini diiayai oleh dana DIPA BLU UNY TA 00 Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimang: a ahwa seagai pelaksanaan Pasal 19

Lebih terperinci

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z)

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z) BAB 7 RESIDU DAN PENGGUNAAN 7 idu dan kutu Pada agian seelumnya telah kita pelajari ahwa suatu titik diseut titik singular dari f () ila f () gagal analitik di tetapi analitik pada suatu titik dari setiap

Lebih terperinci

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR Analisa Efisiensi Antena Dipole ditinjau dari Penggunaan Reflektor. Amir D ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR Amir D Dosen Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri

Lebih terperinci

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z)

7.1. Residu dan kutub Pada bagian sebelumnya telah kita pelajari bahwa suatu titik z 0 disebut titik singular dari f (z) Ba 7 Residu dan Penggunaannya BAB 7 RESIDU DAN PENGGUNAAN 7 Residu dan kutu Pada agian seelumnya telah kita pelajari ahwa suatu titik diseut titik singular dari f () ila f () gagal analitik di tetapi analitik

Lebih terperinci

Pengendalian Level Coupled Tank Menggunakan Metode Sliding Mode Control (SMC) Hybrid Proportional Integral Derivative (PID) di Simulink Matlab

Pengendalian Level Coupled Tank Menggunakan Metode Sliding Mode Control (SMC) Hybrid Proportional Integral Derivative (PID) di Simulink Matlab Jurnal Sains, eknologi dan Industri, Vol. 3, No., Desemer 05,.5- ISSN 693-390 rint/issn 407-0939 online Pengendalian Level Couled ank Menggunakan Metode Sliding Mode Control (SMC) Hyrid Proortional Integral

Lebih terperinci

UN SMA IPA 2010 Matematika

UN SMA IPA 2010 Matematika UN SMA IPA 00 Matematika Kode Soal P0 Doc. Name: UNSMAIPA00MATP0 Doc. Version : 0-0 halaman 0. Akar-akar persamaan kuadrat x² + (a - ) x + =0 adalah α dan β. Jika a > 0 maka nilai a =. 8 x 0. Diketahui

Lebih terperinci

PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON

PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON PENGARUH PERETAKAN BETON DALAM ANALISIS STRUKTUR BETON Wiratman Wangsadinata 1, Hamdi 2 1. Pendahuluan Dalam analisis struktur eton, pengaruh peretakan eton terhadap kekakuan unsurunsurnya menurut SNI

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW

PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW PENINGKATAN PRODUKTIFITAS PROSES PRODUKSI PENGRAJIN KUSEN DAN PINTU BERBASIS MESIN BAND SAW Silviana 1, Nova Risdiyanto Ismail 2 1 Universitas Widyagama Malang/ Dosen Teknik Industri, Kota Malang 2 Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

I. Kombinasi momen lentur dengan gaya aksial tarik

I. Kombinasi momen lentur dengan gaya aksial tarik VII. BALOK KOLOM Komponen struktur seringkali menderita kominasi eerapa macam gaya secara ersama-sama, salah satu contohnya adalah komponen struktur alok-kolom. Pada alok-kolom, dua macam gaya ekerja secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I Senin, 5 Maret 1999 Waktu : 2,5 jam

UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I Senin, 5 Maret 1999 Waktu : 2,5 jam UJIAN TENGAH SEMESTER KALKULUS I Senin, 5 Maret 999 Waktu :,5 jam SETIAP NOMOR MEMPUNYAI BOBOT 0. Misalkan diketahui fungsi f dengan ; 0 f() = ; < 0 Gunakan de nisi turunan untuk memeriksa aakah f 0 (0)

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PELAYANAN RUMAH KOST DI KELURAHAN GEBANG REJO (PERCEPTION BOARDING HOUSE SERVICES IN VILLAGE GEBANGREJO) BY Tabita R.

PERSEPSI TERHADAP PELAYANAN RUMAH KOST DI KELURAHAN GEBANG REJO (PERCEPTION BOARDING HOUSE SERVICES IN VILLAGE GEBANGREJO) BY Tabita R. PERSEPSI TERHADAP PELAYANAN RUMAH KOST DI KELURAHAN GEBANG REJO (PERCEPTION BOARDING HOUSE SERVICES IN VILLAGE GEBANGREJO) BY Taita R. Matana ABSTRACT The purpose of this study was to determine the pereptions

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika au sekam dan oksida-oksida lainnya aik logam

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN

KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer KONSEP ALGORITMA GENETIK BINER UNTUK OPTIMASI PERENCANAAN JADWAL KEGIATAN PERKULIAHAN (Binary Genetic Algorithm Concept to Optimize Course Timetabling) Iwan Aang Soenandi

Lebih terperinci

Biaya Modal (Cost of Capital)

Biaya Modal (Cost of Capital) Bahan Ajar : Manajemen Keuangan II Digunakan untuk melengkai buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula Biaya Modal (Cost of Caital) Caital Budgeting dan Cost of Caital (CoC) meruakan dua konse yang

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur)

Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur) Pemodelan Biaya Tak Langsung Proyek Konstruksi di PT Wijaya Karya (Studi Kasus: Proyek Konstruksi Di Provinsi Kalimantan Timur) Odik Fajrin Jayadewa, Dr. Irhamah, S.Si, M.Si, dan 3 Dwi Endah Kusrini, S.Si,

Lebih terperinci

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi Rahman Aulia Universitas Sumatera Utara Pasca sarjana Fakultas Ilmu Komputer Medan, Indonesia Rahmanaulia50@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri serta tidak merupakan

Lebih terperinci

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL

PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 1 Hal. 98 106 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMAMPATAN MATRIKS JARANG DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA MENGGUNAKAN PROGRAM PASCAL YOSI PUTRI, NARWEN

Lebih terperinci

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY Maria Natalia Silalahi, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM

STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer STUDI BANDING ANALISIS STRUKTUR PELAT DENGAN METODE STRIP, PBI 71, DAN FEM A COMPARATIVE STUDY OF PLATE STRUCTURE ANALYSIS USING STRIP METHOD, PBI 71, AND FEM Guntara M.

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA PENGEMBANGAN APLIKASI PENJADWALAN KULIAH SEMESTER I MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Bagus Priambodo Program Studi Sistem Informasi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Mercu Buana e- mail : bagus.priambodo@mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Terboyo - Cangkiran Semarang)

PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Terboyo - Cangkiran Semarang) PENENTUAN JUMLAH BUS YANG OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING (Studi Kasus Di Trayek B 35 Jurusan Teroyo Cangkiran Semarang) Arfan Bakhtiar, Diana Puspita Sari, Hendy Tantono Industrial

Lebih terperinci

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010 ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010 Muhammad Rumi Ramadhan (1), Arman Sani (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN MUTU. Sandra 1)

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN MUTU. Sandra 1) Alikasi Jaringan Syaraf Tiruan (Sandra) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENDUGAAN MUTU MANGGA SEGAR SECARA NON-DESTRUKTIF Sandra 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG Oleh : Ellys Kumala P (1107100040) Dosen Pembimbing Dr. Melania Suweni Muntini, MT JURUSAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB Syafiul Muzid 1, Sri Kusumadewi 2 1 Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: aakzid@yahoo.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Egg Dengan Slot Rugby Ball yang Bekerja pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB) Fredrick Yohanes, Rudy Yuwono, ST.,MSc, Sigit Kusmaryanto,Ir, M. Eng. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

III. PEMBAHASAN. dimana, adalah proses Wiener. Kemudian, juga mengikuti proses Ito, dengan drift rate sebagai berikut: dan variance rate yaitu,

III. PEMBAHASAN. dimana, adalah proses Wiener. Kemudian, juga mengikuti proses Ito, dengan drift rate sebagai berikut: dan variance rate yaitu, 4 masing menyatakan drift rate dan variance rate dari. Untuk roses stokastik yang didefinisikan ada ruang robabilitas (Ω,, berlaku hal berikut: Misalkan adalah roses Wiener ada (Ω,,. Integral stokastik

Lebih terperinci

SIMULASI CELL BREATHING CDMA x MENGGUNAKAN DELPHI

SIMULASI CELL BREATHING CDMA x MENGGUNAKAN DELPHI SIMULASI CELL BREATHING CDMA 2000 1x MENGGUNAKAN DELPHI Alfin Hikmaturokhman, S.T *, Hesti Susilawati, S.T., M.T ** dan Ilham Perdana * * Akademi Teknik Telkom Sandhy Putra Purwokerto **Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA ABSTRAKSI RANCANG BANGUN SISTEM PENENTUAN KOMPOSISI BAHAN PANGAN HARIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Tedy Rismawan, Sri Kusumadewi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci