BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI"

Transkripsi

1 BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi Berdasarkan keterangan beberapa responden dan informan yang telah ditemui baik mereka yang menjadi sasaran program sertifikasi maupun yang bukan menjadi sasaran, menyatakan bahwa pemberian sertifikat lahan eks-hgu ini benar-benar menggembirakan dan dapat membantu kehidupan warga. Sebelum mendapatkan sertifikat para penggarap lahan eks-hgu mengaku kurang leluasa menggarap lahannya. Hal ini disebabkan ada kekhawatiran bahwa nanti lahan yang sudah digarapnya bertahun-tahun akan diambil lagi oleh pihak yang sebelumnya memiliki HGU. Hal ini serupa dengan apa yang diutarakan oleh CH (53 tahun), dia merasa gembira dan lebih bersemangat menggarap lahan yang kini sudah menjadi hak miliknya. Ibu senang sekali mendapatkan sertfikat, Ibu merasa terbantu. Memang Ibu sudah lama menggarap lahan ini, dari sejak masih muda Ibu ikut ADR berkebun di lahan eks-hgu, tapi sebelum mendapatkan sertifikat ibu kadang-kadang merasa was-was. Ibu khawatir lahan yang Ibu garap diambil oleh pihak yang dulu memiliki HGU di sini. Padahal tanaman Ibu sudah banyak, apalagi tanaman Sengon yang sudah lumayan besar. Sekarang sih sudah tenang karena sudah punya sertifikat. Pemerintah Desa Pamagersari juga mengutarakan hal serupa seperti, SLH (36 tahun) yang bertugas sebagai staf Kantor Desa Pamagersari mengatakan bahwa program sertifikasi ini benar-benar bermanfaat, warga merasa sangat terbantu. SLH (36 tahun) juga termasuk warga yang menerima bantuan sertifikat, beliau mendapatkan lahan seluas 200 m 2.

2 Selain itu hal serupa juga diutarakan oleh Kepala Desa Pamagersari yang sekarang masih menjabat. seperti yang saya ketahui melalui cerita warga, program ini benar-benar membantu warga yang menerimanya. Selain mendapatkan hak milik atas lahan garapan eks-hgu, menurut saya yang terpenting adalah rasa aman dan tenang yang mereka rasakan dalam menggarap lahan, mereka tidak merasa takut untuk menggarap lahan kapan pun. Pengaruh lain yang saya perhatikan dari pemberian sertifikat ini adalah meningkatnya semangat kerja para petani dalam mengelola lahan yang sudah menjadi hak miliknya. (NR, 40 tahun) Selain pernyataan warga yang sebagian besar mengutarakan kegembiraannya terhadap program sertifikasi ini, ada juga beberapa informan yang ditemui dan mengutarakan pandangan yang berbeda, diantaranya adalah AMM (75 tahun). Aki juga mengetahui program sertifikasi dari BPN akan dilaksanakan di Desa Pamagersari, namun Aki dengar lahan Aki akan diukur tapi untuk dibagi-bagikan lagi. Menurut Aki ini tidak pantas, masa lahan yang sudah susah payah kita garap harus diberikan kepada orang lain begitu saja. Ungkapan ini menunjukkan adanya penolakan AMM (75 tahun) terhadap program sertifikasi, penolakan ini dikarenakan AMM (75 tahun) tidak ingin lahannya dibagi dengan orang lain karena beliau merasa sudah memiliki dan mengolahnya selama berpuluh-puluh tahun dan merasa rugi jika harus dibagi dengan orang lain. Hal berbeda diutarakan oleh salah seorang tokoh masyarakat Desa Pamagersari. JY (58 tahun) melihat adanya ketidakjelasan prosedural yang terjadi dalam proses pembagian lahan eks-hgu ini. Hal ini terlihat dari adanya sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh warga untuk menebus sertifikatnya, sementara diketahui bahwa program sertifkasi ini pada walanya merupakan program yang tidak dipungut biaya apapun. 7.2 Pemanfaatan Lahan Eks-HGU Jasinga Membangun Pemukiman

3 Seperti yang dijelaskan di atas, setelah menerima sertifikat lahan sebagian besar petani di Desa Pamagersari merasa senang dan lebih bersemangat dalam menggarap lahannya. Hal ini terlihat dari rutinitas warga menggarap lahan yang semakin meningkat. Semangat kerja yang meningkat juga dapat dilihat dengan adanya perkampungan baru di Blok Citeureup, yaitu salah satu blok perkebunan eks-hgu. Warga yang membangun perkampuangan baru tersebut berjumlah 14 kepala keluarga. Beberapa warga dari mereka mengutarakan bahwa alasan mereka membuat pemukiman di Blok Citeureup agar mereka lebih dekat ke ladang sehingga mempermudah penggarapan dan menghemat biaya. Sebenarnya rumah asli mereka masih di Desa Pamagersari namun jaraknya cukup jauh dari lahan eks-hgu yang mereka miliki. Ketika peneliti berkunjung ke lokasi, masyarakat di kampung Citeureup sedang bergotong royong membangun mushola. Gambar 5. Pemukiman Citereup Mengenai pemanfaatan lahan yang digunakan untuk areal pemukiman, OM (50 tahun) mengutarakan bahwa lahan eks-hgu yang dimilikinya memang digunakan untuk membangun rumah. Masyarakat di Kampung Citeureup (Blok Citeureup) ini ada yang menggunakan lahannya untuk rumah ada juga yang digunakan untuk berkebun atau ladang. Saya mendapat lahan dari progam sertifikasi hanya digunakan untuk tempat tinggal (didirikan rumah) dengan luas 320 m 2 sedangkan untuk lahan lain tidak mendapatkan (yang melalui program sertifikasi). Selain lahan yang digunakan untuk rumah saya juga ada lahan yang

4 digunakan untuk berkebun tapi itu belum menjadi hak milik (belum ada suratnya) hanya mendapatkan izin menggarap saja dari Pemda Bogor, lokasinya pun bukan di Pamagersari tapi masuk wilayah Desa Jasinga. Rumah yang didirikan di Kampung Citeureup (Blok Citeureup) masih berupa rumah yang sangat sederhana, hal ini terlihat dari dinding rumah yang masih terbuat dari bilik bambu, sebagian besar beratap daun kelapa atau daun ilalang, sebagian besar lantai masih berupa tanah Areal Pertanian (berkebun, berladang, dan sawah) Selain untuk pemukiman ada juga warung kecil, namun sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk bertani. Sebenarnya pemanfaatan lahan eks-hgu sebagai lahan pertanian sudah dilakukan jauh sebelum adanya program reforma agraria. Pada umumnya warga memanfaatkan lahan untuk berladang atau berkebun. Tabel 16 memperlihatkan pemanfaatan lahan eks-hgu berdasarkan jenis pemanfaatan dan lamanya waktu pemanfaatan lahan. Tabel 16: Pemanfaat Lahan Eks-HGU No Nama Lamanya menggarap Bentuk Pemanfatan Komoditas utama 1 Abah Dira > 5 thn Rumah, ladang, dan Sengon kebun 2 Aki Momo > 5 thn Ladang dan kebun Sengon 3 Bapak Sukatmo > 5 thn) Ladang dan kebun Sengon 4 Ibu Ciah > 5 thn Rumah, ladang dan Sengon kebun 5 Ibu Upik < 5 thn Belum digarap - 6 Bapak Cepi < 5 thn Tidak digarap (dijual) -

5 8 Bapak Budi < 5 thn Tidak digarap (dijual) - 9 Bapak Soleh < 5 thn Belum digarap - 10 Bapak Suhedi < 5 thn Belum digarap - 11 Bapak Agus Kosasih < 5 thn Belum digarap - 12 Bapak Afif > 5 thn Ladang dan kebun Sengon 13 Bapak Sarhan < 5 thn Ladang dan kebun Sengon 14 Ibu Oom < 5 thn Rumah, warung, dan Sengon ladang. 15 Bapak Oscar < 5 thn Belum digarap - 16 Bapak Suhanda < 5 thn Tidak digarap (dijual) - 17 Bapak Jaya > 5 thn Ladang dan kebun Sengon 18 Bapak Sodik < 5 thn Kebun Sengon 19 Bapak Ajir < 5 thn Ladang dan kebun Sengon 20 Bapak Jajat > 5 thn Ladang dan kebun Sengon dan Afrika 21 Bapak Ujang > 5 thn Ladang dan kebun Sengon Terdapat bermacam-macam tanaman yang ada di atas lahan eks-hgu ini. Pada umumnya warga menanam tanaman ladang yang tergolong memiliki usia pendek seperti singkong, ubi, jagung, dan pisang. Beberapa warga juga menanam buah-buahan yang umurnya lebih panjang seperti durian, manggis, rambutan, nangka, dan cempedak. Selain itu, terdapat warga yang menggunakan lahanya untuk areal persawahan dan padi gogo (huma). Salah satu warga yang memiliki sawah di lahan eks-hgu ini adalah CH (53 tahun), beliau memiliki beberapa petak sawah di belakang rumahnya, sawah ini terletak di Blok Citeureup yang berbatasan dengan Blok Ancol. Di belakang juga ada sawah Ibu, tapi tidak banyak cuma ada beberapa petak saja. Lumayan untuk kebutuhan sendiri, jika ada sisa terkadang Ibu gunakan untuk sedekah jika ada tetangga atau saudara yang hajatan 6. (CH 53 tahun) 6 Hajatan adalah sebuah acara yang diadakan oleh sebuah keluarga, semacam kenduri atau acara syukuran. Biasanya hajatan dilakukan jika ada warga yang menikah atau khitanan, terkadang juga sebagai acara pemberian nama pada bayi. Kebiasaan warga di Desa Pamagersari jika ada kerabat (saudar atau tetangga) yang hajatan mereka membantunya dengan memberi sedekah berupa beras atau bahan makanan pokok lainnya.

6 Gambar 6: Sawah CH (53 tahun) yang berbatasan dengan Blok Ancol Akan tetapi, sebagain besar warga menanami lahannya dengan pohon Sengon (Ambon, Jengjeng, Albasia). Semua responden dan informan yang ditemui mengutarakan bahwa lahan mereka ditanami pohon Sengon. Menurut mereka perawatan pohon Sengon cukup mudah, umur 4-5 tahun sudah dapat dipanen. umumnya banyak pemborong yang mencari pohon Sengon untuk dibeli, para pemborong rata-rata membeli sengon yang talah berumur 4-5 tahun dengan harga Rp /batang hingga Rp /batang. Hal ini tergantung pada kualitas pohonnya. Untuk bibit Sengon itu sendiri harganya cukup murah, harga bibit sengon dengan ukuran 1 meter berkisar Rp /poliybag hingga Rp /polybag. Tabel 17: Pemanfaatan Lahan yang Ditanami Pohon Sengon. Harga bibit/polybag dengan panjang 1 m Rata-rata lamanya masa perawatan Harga jual/batang Rp Rp tahun Rp Rp Persentase penggarap yang menanam Sengon 75 %

7 Gambar 7: Pohon Sengon yang ditanam di atas lahan eks-hgu yang telah disertifikasi Selain itu, terdapat warga yang tidak/belum menggarap lahan yang diterimanya. Bahkan diantara mereka ada yang sudah mejualnya kepada orang lain. Warga yang belum menggarap mengutarakan bahwa mereka belum memiliki waktu untuk menggarap lahannya karena mereka sudah memiliki pekerjaan lain. contohnya AGK (40 tahun), beliau merupakan mitra Yamaha Motor dan memilki sebuah dealer di depan rumahnya. Saya juga punya lahan, dulu sebelum sertifikasi Saya membeli lahan itu dengan harga Rp dengan luas 1024 m 2, tapi belinya hanya beli garapan. Ketika ada program sertifikasi alhamdulillah saya juga mendapatkan sertifikat. Tapi sampai sekarang lahan itu belum sempat saya garap, rencananya jika ada waktu nanti saya akan tanami Jengjeng (Sengon). Selain itu, terdapat responden yang mengutarakan bahwa mereka sedang mengumpulkan modal untuk berkebun. Hal ini seperti diutarakan oleh SLH (36 tahun) salah seorang staf di kantor Desa Pamagersari yang mendapatkan sertifikat lahan eks-hgu. Rencananya saya akan menanam Jati Mas, karena tanah di Pamgersari ini sudah diteliti cocok untuk berkebun Jati Mas. Tapi saya akan mengumpulakan modal terlebih dahulu, harga bibit Jati Mas ckup mahal yaitu Rp /polybag. Pemaparan mengenai pemanfaatan lahan eks-hgu di atas sejalan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah. Akan tetapi, selain itu ada juga beberapa warga yang telah menjual lahannya setelah mereka mendapatkan sertifikat.

8 7.2.3 Sarana Umum Terdapat beberapa bidang lahan eks-hgu yang digunakan untuk kepentingan umum, diantaranya adalah mushola yang terletak di Perkampungan Citeureup. Mushola ini juga memiliki sertifikat sendiri. Ketika penelitian ini masih berlangsung, warga di Perkampungan Citeureup sedang bergotong royong membangun mushola. Selain itu, ada juga lahan yang digunakan untuk lokasi lapangan sepak bola yang terletak di Kampung Bojong Reundeu. 7.3 Program Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan salah satu solusi utama untuk menyelesaikan permasalahan agraria yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Program reforma agraria sangat diharapkan dapat mewujudkan pemerataan hak pemilikan lahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Program land reform yang pernah direncanakan pada masa pemerintahan Soekarno tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan berubahnya kebijakan politik agraria dari populis (Soekarno) menjadi kapitalis (Soeharto/ Orde Baru). Hampir satu dekade pemikiran mengenai pentingnya reforma agraria kembali dicuatkan dan diupayakan agar terwujud. Muaranya adalah pada masa pemerintahan SBY-JK program reforma agraria dapat direalisasikan. Tujuan utama dari program reforma agraria adalah penataan kembali struktur agraria nasional sehingga menjadi lebih adil dan merata. Struktur kepemilikan aset-aset agraria yang adil dan merata disertai dengan pemberian program penunjang berupa kemudahan akses dalam mendapatkan moda produksi (lahan, teknologi, modal finansial, bibit tanaman, dan lain-

9 lain) serta peningkatan kapasitas sasarana, diharapkan dapat memberikan dorongan bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Hal ini pernah disinggung oleh Presiden RI Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato politiknya 7. Program reforma agraria secara bertahap akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat [yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan. Pada bulan Juni 2007 program reforma agraria dilaksanakan di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Program ini berupa pemberian sertifikat kepada petani yang menggarap lahan eks-hgu Perkebunan Jasinga, salah satunya diperuntukkan bagi petani di Desa Pamagersari. Secara rasional adanya bantuan berupa pemberian lahan ini akan memberi pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan sasaran yang mendapatkannya, dalam hal ini terfokus pada kehidupan petani di Desa Pamagersari. Berdasarkan informasi yang diperoleh, terdapat beberapa hal yang mengindikasikan bahwa program reforma agraria di Desa Pamagersari belum dapat memberikan dorongan yang signifikan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sasaran program (sebagian besar petani). Beberapa hal yang menyebabkan program reforma agraria di Desa Pamagersari belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan sasarannya (petani), antar lain: a. Waktu pelaksanaan reforma agraria Program reforma agraria dalam bentuk sertifikasi lahan eks-hgu baru dilaksanakan pada tahun Jangka waktu ini masih terlalu singkat untuk melihat 7 Penggalan pidato dalam Reforma Agraria (Mandat Politik, Konstitusi. dan Hukum dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat ). BPN RI, 2007.

10 pengaruh yang ditimbulkan, yaitu berupa tingkat kesejahteraan sasaran progarm. Jika setelah mendapatkan sertifikat para petani langsung menggarap lahannya, maka sampai saat ini waktu optimal penggarapan lahan baru berlangsung sekitar 1 sampai 1,5 tahun. Jangka waktu ini hanya cukup untuk menghasilkan tanaman jangka pendek seperti padi, singkong, pisang, ubi, dan jagung. Beberapa responden mengaku pernah menjual beberapa hasil panen tanamannya, namun hasil penjualan itu tidak begitu besar. Hal ini seperti diutarakan oleh CH (53 tahun). Hasil panen antara lain pisang dan singkong, tadi juga baru saja menjual singkong yang ada di depan seharga Rp dengan cara diborongkan, sekarang hasilnya sedang tidak bagus karena terkena hama, biasanya jika tidak ada kuuk (semacam hama di dalam tanah) hasil penjualan singkong saja bisa mencapai Rp Untuk pisang perminggu bisa menghasilkan hingga Rp s.d. Rp Sebelum dijual saya terlebih dahulu menyisihkan untuk keperluan keluarga (dikonsumsi sendiri). Selain itu ada juga hasil sawah, setahunnya bisa menghasilkan sekitar Rp (dua kali panen). Namun sekarang hasil sawah jarang dijual, hanya untuk kebutuhan keluarga saja. Jika dilakukan penghitungan matematis dari hasil panen yang didapatkan oleh CH (53 tahun), maka rincian uang yang didapatkan dari hasil panen per tahun: 1. Panen Padi : Rp ,- (dua kali penen) 2. Panen Singkong : Rp ,- 3. Panen pisang : Rp ,- + Jumlah : Rp ,- Jika Rp ,- dibagi 12 bulan maka CH (53 tahun) setiap bulannya hanya bisa mendapatkan ± Rp ,-. Jumlah ini adalah hasil perhitungan kasar, dimana kondisi panen diasumsikan dalam keadaan baik (tidak ada gangguan hama). Jika ada gangguan hama dan ditambah dengan biaya produksi lainnya, tentu saja hasil yang

11 didapatkan jauh lebih kecil. Tentu saja hasil panen ini belum bisa membuat CH merasa sejahtera secara ekonomi, mengingat harga kebutuhan pokok pada saat ini sangat tinggi..tapi pak jika lagi paceklik (kondisi sulit) mah, kadang-kadang ibu juga meminjam uang ke saudara atau tetangga. Selain pemaparan di atas, ada juga informan yang mengemukakan hal yang serupa mengenai masih singkatnya masa pemberian sertifikat sehingga sulit melihat dampaknya bagi kesejahteraan sasaran. Hal ini seperti disampaikan oleh SKM (62 tahun). Sejauh yang bapak amati, warga yang mendapatkan sertifikat belum dapat dikatakan sejahtera sebab program tersebut baru saja dimulai tahun 2007 yang lalu, belum lagi ada warga yang sudah menjual lahnnya. Sementara untuk tanaman keras yang memiliki nilai jual cukup tinggi seperti Sengon membutuhkan waktu minimal 3 tahun untuk bisa dipanen. Rata-rata Sengon yang ada saat ini baru berumur 6 bulan hingga 1 tahun, dan ini belum layak untuk dijual sehingga belum bisa memberikan hasil bagi petani. b. Belum ada pemberian access reform yang memadai. Access reform merupakan bantuan pelengkap program reforma agraria. Access reform diberikan untuk mengoptimalkan pengusahaan obyek reforma agraria oleh penerima manfaat. Access reform ini merupakan rangkaian aktivitas yang saling terkait dan berkesinambungan yang meliputi antara lain: (a) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (b) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, (c) dukungan permodalan, dan (d) dukungan distribusi pemasaran dan dukungan lainnya (BPN RI, 2007). Bentuk access reform yang pernah diberikan adalah bantuan bibit buahbuahan sebanyak 200 batang untuk Desa Pamagersari. Jumlah ini jauh dari mencukupi,

12 selain itu bibit buah-buahan yang diberikan rata-rata memiliki masa panen 4 samapai 5 tahun. c. Kurang optimalnya pemanfaatan lahan oleh sasaran program Kurang optimalnya pemanfaatan lahan oleh sasaran program merupakan salah satu sebab kurang signifikannya pengaruh reforma agraria bagi tingkat kesejahteraan petani. Beberapa warga yang termasuk dalam sasaran program mengutarakan bahwa mereka belum sempat menggarap lahan eks-hgu. Hal ini dikarenakan mereka telah memiliki kesibukan dan pekerjaan yang lebih menjanjikan hasilnya daripada menggarap lahan. Salah satunya seperti diutarakan oleh UP (62 tahun). Ibu bersyukur bisa dapet sertifikat, tapi sampe sekarang ibu belum sempet ngegarap. Abis gimana, ibu sibuk jualan. Jangankan ngegarap de ngeliat lahannya aja belum..hehehe abis lokasinya jauh.di Blok Ciledug sana.. d. Penjualan lahan yang telah disertifikasi Beberapa sasaran program yang berhasil ditemui mengaku telah menjual lahan eks-hgu yang diberikan kepadanya. Bahkan lahan itu belum pernah digarap olehnya. Salah satunya adalah CP (43 tahun), beliau mengatakan: lahan tersebut akhirnya digarap oleh tetangga saya (SHN, 41 tahun). Tanpa sepengetahuan saya lahan tersebut sudah dijual oleh SHN, dan saya diberi uang Rp ,- tapi ya sudahlah...saya ngga mau ngeributin Beda halnya dengan CP (43 tahun) yang membiarkan lahannya dijual oleh SHN (41 tahun). Terdapat warga yang menjual lahan dengan alasan tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah anaknya, diantaranya adalah Ibu CH (53 tahun). Saya hanya mendapatkan sedikit lahan, sebagian telah dijual kepada AFF tapi masih digarap oleh saya. Sebagian lahan sudah dijual kepada AFF (55 tahun), namun lahan yang masih ada sawahnya saya pertahankan karena dekat kampung dan hanya itu yang benar-benar milik saya.

13 Beberapa faktor di atas nampaknya perlu menjadi perhatian berbagai pihak, diantaranya pemerintah (BPN) sebagai pengampu kebijakan agraria dan warga yang mendapatkan sertifikat. Jika permasalahan-permasalahan di atas tidak dapat terselesaikan, tidak menutup kemungkinan tujuan utama reforma agraria di Indonesia tidak akan pernah tercapai. Walaupun program tersebut sudah berjalan bertahun-tahun lamanaya. Jika kepemilikan materi ekonomi merupakan salah satu patokan untuk melihat tingkat kesejahteraan sasaran program, maka dari informasi dan perhitungan sederhana di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar sasaran program belum dapat dikatakan sejahtera. Akan tetapi, program Reforma Araria di Desa Pamagersari saat ini dapat memberikan pangaruh psikologis (non-material) yang positif. Seluruh subjek program merasa senang dan leluasa menggarap lahannya, dengan memiliki sertifikat para penggarap tidak lagi merasa takut kehilangan lahan garapannya. Midgley, et al (2000: xi) seperti dikutip oleh Suharto (2006) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai a condition or state of human well-being. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. Pembagian sertifikat lahan eks-hgu merupakan langkah pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak penggarap di Desa Pamagersari sehingga masyarakat merasa senang dan lebih leluasa menggarap lahannya kapan pun. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun terlaksananya program Reforam Agraria di Desa Pamagersari, pengaruh yang

14 dapat terlihat baru sebatas pengaruh secara psikologis. Dimana sasaran merasa senang, leluasa, dan tidak takut kehilangan lahan garapannya. Kesejahteraan psikologis (nonmaterial) ini merupakan modal dasar untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik pada masa yang akan datang.

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria Menurut penjelasan beberapa tokoh Desa Pamagersari, dahulu lahan eks-hgu merupakan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria 5.1.1 Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga Indonesia merupakan negara agraris, karena memiliki sumber daya alam agraria

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 51 BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 5.1 Bentuk-bentuk Penguasaan Tanah di Desa Pangradin Tanah dikategorikan menjadi sumberdaya yang dapat diperbaharui. Namun karena jumlahnya yang tetap

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia Tenggara. Pisang sendiri dalam analisa bisnis tertuju pada buahnya mesikpun dalam tanaman pisang sendiri

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS 92 BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 75 BAB VI. IDENTITAS KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. identitas Karakteristik Karakteristik konsumen diperlukan dalam penelitian ini, hal ini dilakukan karena bertujuan

Lebih terperinci

Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang

Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang Air Irigasi: Mendatangkan Kemakmuran dan Kesejahteraan Petani Rarang Segala yang hidup itu dari air (QS Al Anbiya: 30). Semua makhluk hidup butuh air, jadi tiada kehidupan tanpa air. Dengan demikian kedudukan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1.Profil Keluarga dampingan Keluarga dampingan merupakan salah satu program yang diusung oleh KKN-PPM (Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat)

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci

MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL MANFAAT LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENGURANGI RESIKO RAWAN PANGAN DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Retno Wulandari, Aris Slamet Widodo Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR 7.1 Komoditas Unggulan di Kecamatan Pamijahan Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) terhadap komoditas pertanian di Kabupaten Bogor yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung PADUAN WAWANCARA PENELITIAN Judul Skripsi Lokasi Penelitian : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung I. Identitas Informan 1. Nama : 2. Tempat Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN. Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN. Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura Kepada : Yth. Bapak/Ibu/Saudara/Saudari Warga Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN 46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

PERAN LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL

PERAN LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL PERAN LUMBUNG PANGAN SWADAYA DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT DI DESA GIRITIRTO, KECAMATAN PURWOSARI, KABUPATEN GUNUNG KIDUL Retno Wulandari, Aris Slamet Widodo Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/07/8/Th. XVII, 0 Juli 204 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 203 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 203 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS 86 BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK JUAL BELI POHON DENGAN SISTEM IJOHAN DI DESA KEMIRI TIMUR KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG

BAB III PRAKTEK JUAL BELI POHON DENGAN SISTEM IJOHAN DI DESA KEMIRI TIMUR KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG BAB III PRAKTEK JUAL BELI POHON DENGAN SISTEM IJOHAN DI DESA KEMIRI TIMUR KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG A. Gambaran Umum Tentang Desa Kemiri Timur Kecamatan Subah Kabupaten Batang 1. Keadaan Demografi

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pembangunan ekonomi nasional meletakkan pembangunan pertanian sebagai langkah awal yang mendasar bagi pertumbuhan industri. Diharapkan dengan sektor

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH 23 USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH Gambaran Usaha Kaki Lima di Sekitar Kebun Raya Bogor (KRB) Menjadi wirausahawan merupakan salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 558 194 ha. Desa Sipak secara geografis terletak

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 85 BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 6.1. Landasan Hukum Bersamaan dengan lengsernya rezim Orde Baru pada tahun 1998,

Lebih terperinci

Sabutan Presiden RI pada Peresmian Program Strategis Pertahanan, 15 Januari 2010 Jumat, 15 Januari 2010

Sabutan Presiden RI pada Peresmian Program Strategis Pertahanan, 15 Januari 2010 Jumat, 15 Januari 2010 Sabutan Presiden RI pada Peresmian Program Strategis Pertahanan, 15 Januari 2010 Jumat, 15 Januari 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PROGRAM-PROGRAM STRATEGIS PERTANAHAN UNTUK

Lebih terperinci

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI 55 BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI Representasi sosial pemuda tani dilihat melalui dua dimensi yakni (1) dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan (2) dimensi lahan. Dimensi pola pekerjaan

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

sebagai "gerakan Aladin " atau gerakan membantu keluarga pra sejahtera memperbaiki atap, lantai dan dinding.

sebagai gerakan Aladin  atau gerakan membantu keluarga pra sejahtera memperbaiki atap, lantai dan dinding. PENGANTAR Pada akhir bulan Nopember 2006, saat menutup Kongres Pembangunan Manusia Indonesia 2006, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menyerukan agar semua pihak bekerj a sama menyingsingkan lengan

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 DARI USAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS. kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya

BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS. kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS A. Kondisi Geografis Kelurahan Lomanis merupakan salah satu kelurahan dari 4 wilayah kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya disebelah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial memegang peranan yang sangat penting dalam tindakan-tindakan yang

I. PENDAHULUAN. sosial memegang peranan yang sangat penting dalam tindakan-tindakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan pertanian semakin lama semakin kurang produktif sebagai tempat aktivitas petani dalam berusahatani. Berbagai kemungkinan akibat produktivitas menurun yaitu petani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

Potret Usaha Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Menurut Subsektor (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) ISBN : 978-602-70458-4-2

Lebih terperinci