BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN
|
|
- Dewi Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada Abad ke-17 dan secara turun-temurun mereka hidup di wilayah itu sehingga kemudian membentuk suatu pemukiman. Masyarakat di sana kemudian dikenal dengan masyarakat Kasepuhan yang dipimpin oleh seorang sesepuh atau yang biasa dipanggil Olot. Seperti halnya masyarakat Kasepuhan lainnya, mereka memiliki adat-istiadat yang masih terjaga hingga sekarang. Data yang didapatkan di lapangan (lihat di lampiran 4, aksesibilitas sebelum penunjukan areal konservasi), membuktikan semua responden sepakat bahwa sebelum adanya penunjukan areal konservasi, masyarakat masih dapat dengan leluasa memasuki hutan dan menjaga hutan dengan cara lokal (sesuai dengan adat-istiadat Kasepuhan). Masyarakat juga diperbolehkan mengambil hasil hutan tanpa merusaknya selain diberi akses dan kontrol terhadap hutan tersebut. Hutan di Desa Cirompang luasnya hektar. Hutan inilah yang masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat sebagai penyeimbang alam. Tahun 1978, muncul PT Perhutani Unit III Jawa Barat-Lebak sebagai pihak lain yang berbeda kepentingan dan diberi kepercayaan oleh Pemerintah untuk mengelola wilayah tersebut. Pada masa ini, tidak pernah terjadi benturan antara Perhutani dengan masyarakat karena masyarakat masih diperbolehkan memasuki hutan untuk
2 sekedar mencari buah-buahan atau kayu bakar namun dilarang untuk merusak hutan seperti menebang pohon secara besar-besaran. Hutan di Desa Cirompang masih terjaga kelestariannya karena tidak tersentuh oleh modal-modal asing seperti pemilik perkebunan atau tengkulatengkulak kayu sekalipun pada saat Perhutani berkuasa lahan tersebut difungsikan sebagai hutan produksi. Masyarakat diberi kepercayaan untuk menjaga hutan dengan jalan memberikan akses masyarakat ke dalam hutan sementara masyarakat menyadari sepenuhnya apabila hutan rusak, mereka yang pertama kali merasakan imbasnya Setelah Penunjukan Areal Konservasi Tahun 1992 terjadi alih fungsi kawasan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi, pengelolaannya berada di bawah Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Muncul kekhawatiran di masyarakat, bukan hanya karena mereka tidak diperbolehkan lagi mengambil hasil hutan namun juga kekhawatiran akan kelestarian hutan yang mereka jaga. Tahun 2003 terjadi perluasan areal konservasi dari hektar menjadi hektar di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kekurangan personil sangat terasa manakala hutan kemudian terancam oleh pihak asing yang ingin mengekploitasi hasil hutan. Masyarakat sebenarnya mengetahui hal itu, namun tidak bisa bertindak apa-apa mengingat mereka tidak memiliki payung hukum yang kuat atas lahan hutan tersebut. Data yang dikumpulkan (lihat lampiran 4, aksesibilitas setelah penunjukan areal konservasi) menggambarkan dengan jelas bahwa setelah adanya penunjukan 49
3 areal konservasi. Masyarakat tidak diperbolehkan lagi masuk ke hutan, walaupun ada sebagian yang memberi pernyataan bahwa akses ke dalam hutan masih ada karena kurangnya pengawasan dari pihak taman nasional. 5.2 Pengelolaan Hutan Lestari Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Hutan di Desa Cirompang pada masa penguasaan Perhutani dibiarkan tetap hijau atau digunakan sebagai hutan lindung sebagai penyeimbang alam. Pada masa itu, masyarakat hanya mengambil hasil hutan seperti buah-buahan dan kayu bakar tanpa menebang kayu secara besar-besaran karena mereka menyadari pentingnya keberadaan hutan. Untuk kebutuhan kayu gelondongan, mereka memenuhinya dengan jalan tebang tanam yang diaplikasikan pada lahan kehutanan yang menjadi lahan garapan mereka. Hutan Desa Cirompang tidak tersentuh oleh modal asing walaupun pada masa itu hutan difungsikan sebagai hutan produksi turut menyumbang kelestarian hutan Desa Cirompang. Perhutani mempercayakan keberadaan hutan di tangan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengelola hutan dengan cara mereka sendiri walaupun tetap di bawah pengawasan Perhutani. Data dari lapangan menggambarkan bahwa sebelum penunjukan hutan Cirompang sebagai areal konservasi, kelestariannya jauh lebih terjaga. Ini dibuktikan dengan penjumlahan skor dari tiap pernyataan yang diberikan responden. Sekitar 93 persen jumlah skor dari tiap responden berada di atas ratarata dari jumlah tengah yang ditetapkan yaitu 80 (Lampiran 4, Pengelolaan hutan lestari sebelum penunjukan). 50
4 5.2.2 Setelah Penunjukan Areal Konservasi Tahun 1992 ketika pengelolaan hutan diserahkan dari Perhutani ke Taman Nasional Gunung Halimun dan terjadi alih fungsi hutan, masyarakat tidak mengetahui sepenuhnya atau terkesan sepihak walaupun ada beberapa warga yang ikut serta dalam pertemuan yang membahas tentang alih fungsi tersebut. Setelah adanya patok dari taman nasional, masyarakat tidak lagi memiliki akses terhadap hutan. Dengan pembatasan ini, pengelolaan hutan otomatis harus memenuhi aturan-aturan yang diberlakukan oleh taman nasional. Masyarakat tidak lagi memiliki akses terhadap hutan, namun mereka tetap berusaha menjaga keberadaan hutan dengan cara mereka sendiri. Masyarakat tetap menjaga keberadaan hulu cai (mata air) dengan jalan tidak menebang pohonpohon yang berada 50 meter di sekeliling mata air tersebut karena mereka menyadari alam yang memberi mereka kehidupan. Oleh karena itu keberadaannya harus tetap dijaga untuk kelangsungan hidup di masa depan. Mereka juga menanami sebagian besar lahan kehutanan yang telah mereka buka dengan kayukayuan dan buah-buahan walaupun ada sebagian yang telah dirubah menjadi pesawahan sehingga air dapat terserap dengan baik. Data yang terkumpul di lapangan menggambarkan bahwa pengelolaan hutan setelah adanya penunjukan areal konservasi mengalami penurunan yang cukup signifikan yang kemudian berpengaruh kepada kondisi alam di sekitarnya, seperti terjadinya banjir ketika hujan lebat ataupun debit air yang menurun drastis apabila musim kemarau berkepanjangan (Lampiran 4, Pengelolaan hutan lestari setelah penunjukan). 51
5 5.3 Hubungan antara Aksesibilitas dan Pengelolaan Hutan Lestari Hilangnya aksesibilitas masyarakat terhadap hutan karena adanya penunjukan dan pengalifungsian hutan sebagai lahan konservasi akan mengubah tata cara pengelolaan hutan yang awalnya dikelola dengan berdasarkan adat istiadat masyarakat setempat diganti dengan peraturan-peraturan taman nasional. Hal ini berdampak pada pengelolaan hutan karena dengan personil yang terbatas, sangat sulit bagi petugas taman nasional menjangkau dan mengawasi seluruh areal yang ada sehingga acapkali terjadi penebangan liar. Kejadian penebangan liar tidak saja merusak hutan namun juga menimbulkan saling curiga diantara stakeholders. Keresahan muncul di ranah masyarakat karena mereka dalam posisi yang tidak menguntungkan. Mereka khawatir jika pihak taman nasional menyalahkan mereka atas kerusakan tersebut namun di sisi lain, masyarakat juga curiga dengan keberadaan para pelaku penebangan liar tersebut yang selalu lolos dari pengawasan. 52
6 Tabel 7. Perbandingan Aksesibilitas dan Pengelolaan Hutan Lestari Periode Sebelum dan Sesudah Penunjukan Areal Konservasi Periode Aksesibilitas Pengelolaan Hutan Lestari Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Masyarakat masih dapat dengan leluasa memasuki hutan dan menjaga hutan dengan cara lokal (sesuai dengan adat-istiadat Kasepuhan). Masyarakat juga diperbolehkan mengambil hasil hutan tanpa merusaknya selain diberi akses dan kontrol terhadap hutan tersebut. Hutan di Desa Cirompang sampai pada masa Perhutani dibiarkan tetap hijau atau digunakan sebagai hutan lindung sebagai penyeimbang alam. Masyarakat mengelola hutan dengan cara mereka. Setelah Penunjukan Areal Konservasi Masyarakat tidak diperbolehkan lagi masuk ke hutan, walaupun ada sebagian yang memberi pernyataan bahwa akses ke dalam hutan masih ada karena kurangnya pengawasan dari pihak taman nasional. Masyarakat tidak lagi memiliki akses terhadap hutan. Adanya penurunan kualitas hutan yang cukup signifikan yang kemudian berpengaruh kepada kondisi alam di sekitarnya, seperti terjadinya banjir ketika hujan lebat ataupun debit air yang menurun drastis apabila musim kemarau berkepanjangan 5.4 Luas Lahan Garapan Tahun 1700-an, merupakan awal keberadaan masyarakat Desa Cirompang. Pada saat itu, hutan masih merupakan open resources atau sumberdaya yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun meski secara de jure keberadaannya tetap di tangan 53
7 Belanda. Leluhur masyarakat Cirompang membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan lahan garapan kemudian secara turun-temurun mereka mengelola sumberdaya yang ada di sana sehingga terbentuklah suatu perkampungan dan kemudian menjadi suatu desa. Tahun 1978 pemerintah memberikan kewenangan kepada PT Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten untuk mengelola kawasan sebagai hutan produksi. Pada saat ini akses masyarakat mulai dibatasi walaupun masyarakat juga masih boleh menanami dengan prosedur yang telah ditentukan dan sistem bagi hasil dengan pembagian 50 persen untuk masyarakat dan 50 persen untuk Perhutani. Tahun 1992, Pemerintah melimpahkan kewenangan PT Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten kepada Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) dan mengubah fungsi kawasan sebagai areal konservasi dan Desa Cirompang masuk ke dalamnya. Timbul keresahan di masyarakat, mereka merasa tidak lagi aman melakukan kegiatan bercocok tanam di lahan mereka yang telah di klaim oleh TNGH padahal lahan tersebut luasnya hampir setengah desa. Luas lahan garapan yang berada di kawasan konservasi seluas hektar sedangkan luas lahan ber-sppt seluas hektar dari keseluruhan desa yaitu hektar. Hingga kini, penunjukkan tersebut belum disahkan sehingga masyarakat masih mempunyai kesempatan untuk mempertahankan lahan garapan yang sudah dibuka. 54
8 Tabel 8. Luas Lahan Garapan di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Luas Lahan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 0,5 hektar 11 36,7 0,5 1 hektar 13 43,3 > 1 hektar 6 20 Jumlah Masyarakat Desa Cirompang umumnya memiliki tanah garapan yang tidak terlalu luas, rata-rata antara 0,5 1 hektar. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden umumnya memiliki luas lahan garapan 0,5 1 hektar. Hasil yang diperoleh dari lahan garapan tidak dijual namun digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat menanam buah-buahan serta kayu-kayuan seperti durian, nangka, kopi, kayu sengon afrika, kayu kiamon, dan kayu albasia. Buah yang dihasilkan sebagian besar dikonsumsi sendiri oleh masyarakat sedangkan kayu digunakan sebagai kayu bakar dan bahan membangun rumah. Tabel 9. Luas Lahan SPPT di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Luas Lahan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 0,5 hektar 7 23,3 0,5 1 hektar > 1 hektar 11 36,7 Jumlah Umumnya masyarakat Cirompang memiliki lahan garapan yang luasnya setara dengan lahan SPPT yang dimiliki. Apabila penunjukan areal konservasi itu disahkan, masyarakat akan kehilangan setengah tanah yang mereka miliki untuk digarap saat ini. Umumnya lahan SPPT digunakan sebagai lahan persawahan sedangkan lahan garapan digunakan sebagai perkebunan. Walaupun ada beberapa 55
9 juga yang telah mengubah lahan garapan miliknya menjadi lahan persawahan. Lokasi lahan garapan yang dekat dengan hutan, harus tetap dijaga kualitasnya sebagai penyeimbang alam, mengingat kini masyarakat sudah tidak memiliki akses terhadap hutan. Tabel 10. Luas Lahan Keseluruhan di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Luas Lahan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 0,5 hektar 5 16,7 0,5 1 hektar 5 16,7 > 1 hektar 20 66,6 Jumlah Umumnya masyarakat Desa Cirompang memiliki luas lahan digarap keseluruhan yang luas yaitu di atas satu hektar yang terdiri dari lahan SPPT dan lahan garapan kehutanan. Lahan tersebut dijadikan persawahan (terutama di lahan SPPT) dan perkebunan (terutama di lahan garapan). Lahan garapan yang meliputi hampir setengah Desa Cirompang sangat berarti bagi masyarakat, bukah hanya karena menyumbang dari segi ekonomi namun juga sebagai penopang keseimbangan ekosistem alam. 5.5 Pendapatan Petani Kebutuhan akan pangan di Desa Cirompang, hampir seluruhnya dipenuhi dari dalam desa. Untuk kebutuhan beras, mereka mengandalkan hasil dari lahan SPPT dan sebagian kecil lahan garapan yang telah diubah menjadi sawah. Sedangkan untuk lauk-pauk, mereka mengandalkan hasil lahan kehutanan yang berbentuk kebun atau huma dan tanaman yang ditanam di pekarangan rumah seperti singkong dan pepaya serta hasil dari kolam ikan. Sekitar 90 persen masyarakat Desa Cirompang memiliki pekerjaan utama bertani dan masing- 56
10 masing memiliki lumbung padi untuk menyimpang hasil pertanian tersebut sehingga tidak dijumpai adanya warung yang menjual beras ataupun berdagang nasi dan lauk pauk. Tabel 11. Pendapatan dari Lahan Garapan di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Pendapatan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 1 juta 23 76,7 1 juta 2,5 juta 4 13,3 > 2,5 juta 3 10 Jumlah Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan dari lahan garapan sangat kecil, yaitu di bawah satu juta per tahun namun keberadaan lahan garapan bagi masyarakat sangat penting karena penghasilan dari lahan garapan digunakan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan lain di luar kebutuhan sehari-hari, seperti pendidikan, hiburan, dan lain-lain. lamun lahan garapan mah baru bisa dipanen kayuna enam taun sekali. Paling menang lima sampai enam juta, jadi lamun dikira-kira setahun berarti menang sejutaan neng (Sarmin,32 thn) Uang dari nebang kayu ti lahan garapan biasana kanggo keperluan anak sekolah, nambahin uang kebutuhan sehari-hari atau disimpan buat kalau ada kebutuhan tibatiba. (Sarmin,32 thn) Tabel 12. Pendapatan dari Lahan SPPT di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Pendapatan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 1 juta 13 43,3 1 juta 2,5 juta > 2,5 juta 5 16,7 Jumlah
11 Pendapatan dari lahan SPPT merupakan pendapatan utama bagi masyarakat yang pekerjaan utamanya adalah bertani. Sebenarnya hasil pertanian jarang sekali dijual oleh masyarakat namun dari hasil panen yang didapat, dapat dikira-kira berapa penghasilan yang mereka dapat dalam sekali panen. Untuk padi besar, biasa dihitung per pocong (sekepal orang dewasa) dengan harga jual sepuluh ribu rupiah per pocong sedangkan untuk padi besar, biasanya dijual per karung dengan harga dua ratus ribu per karung. Hasil pendapatan dari lahan sawah didapatkan dari konversi tersebut karena kebanyakan dari mereka tidak dapat memperkirakan berapa harga jual hasil panen tersebut apabila dijual kepada pihak lain. Gambar 13. Padi Besar yang Dipocong Umumnya masyarakat Desa Cirompang memiliki pendapatan keseluruhan sebesar lima juta sampai dengan sepuluh juta rupiah per tahun. Pendapatan ini diperoleh dari lahan SPPT, lahan garapan, dan non-pertanian. Bagi masyarakat yang pekerjaan utamanya bertani, sebagian besar mengandalkan lahan SPPT sebagai lahan utama sedangkan sebagian dari mereka mengandalkan hasil dari non-pertanian. Lahan garapan berkontribusi pada tersedianya cadangan penghasilan manakala petani harus memenuhi kebutuhan yang tidak terduga atau di luar kebutuhan seharj-hari. (Tabel 13). 58
12 Tabel 13. Pendapatan Keseluruhan Petani di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Pendapatan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 5 juta 11 36,7 5 juta 10 juta 13 43,3 > 10 juta 6 20 Jumlah Pendapatan dari non-pertanian merupakan faktor yang perlu diperhitungkan. Setelah diamati, masyarakat yang memiliki penghasilan besar, rata-rata memiliki pekerjaan di luar pertanian, kebanyakan sebagai guru atau pegawai negeri sipil. Terlihat bahwa pendapatan dari non-pertanian menyumbang besar bagi kehidupan sebagian responden. Sedangkan yang memiliki pendapatan non-pertanian kecil biasanya berprofesi sebagai tukang ojek karena hanya sebagai pekerjaan sambilan di sela-sela bertani dan tidak dilakukan setiap hari (Tabel 14). Tabel 14. Pendapatan dari Non-Pertanian di Desa Cirompang Tahun 2009 Kategori Pendapatan Frekuensi (orang) Persentase (%) < 1 juta 3 12,5 1 juta 2,5 juta 8 33,3 > 2,5 juta 13 54,2 Jumlah Hubungan antara Luas Lahan dan Pendapatan Petani Keterkaitan antara luas lahan keseluruhan dan pendapatan petani ditampilkan melalui tabulasi silang. Luas lahan keseluruhan sebagai variabel independen dan pendapatan keseluruhan sebagai variabel dependen. 59
13 Tabel 15. Tabulasi Silang Luas Lahan Keseluruhan dan Pendapatan Petani di Desa Cirompang Tahun 2009 Pendapatan Luas Lahan Keseluruhan (x) Jumlah Keseluruhan (y) < 0,5 hektar 0,5 1 hektar > 1 hektar Responden < 5 juta juta 10 juta > 10 juta Jumlah Responden Umumnya masyarakat Desa Cirompang memiliki lahan yang terbilang luas, yaitu di atas satu hektar sedangkan penghasilan yang didapat hanya berkisar antara lima juta sampai sepuluh juta. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya memang memiliki korelasi namun tidak kuat. Lemahnya hubungan kedua variabel tersebut disebabkan adanya faktor lain yang mempengaruhi pendapatan petani, seperti pendapatan non-pertanian yang jumlahnya bervariasi dari sangat kecil hingga terbilang besar. Pendapatan non-pertanian tersebut ada yang merupakan pekerjaan sambilan dikala tidak bertani, seperti ojek dan buruh bangunan atau pekerjaan yang ditekuni setiap hari seperti guru. Keterkaitan antara luas lahan garapan dan pendapatan petani ditampilkan melalui tabulasi silang. Luas lahan garapan sebagai variabel independen dan pendapatan keseluruhan sebagai variabel dependen. Berikut ini data yang menggambarkan kedua variabel tersebut: 60
14 Tabel 16. Tabulasi Silang Luas Lahan Garapan dan Pendapatan Petani di Desa Cirompang Tahun 2009 Pendapatan Luas Lahan Garapan (x) Jumlah Keseluruhan (y) < 0,5 hektar 0,5 1 hektar > 1 hektar Responden < 5 juta juta 10 juta > 10 juta Jumlah Responden Tabel di atas menggambarkan sebaran yang cukup normal namun tidak beraturan, artinya luas lahan garapan berkorelasi dengan pendapatan keseluruhan namun tidak cukup kuat. Lemahnya hubungan kedua variabel tersebut karena hasil dari lahan garapan terbilang sangat kecil apabila dikonversikan ke rupiah namun hasil dari kebun tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari seperti lauk pauk dan buah-buahan. Selain itu, adanya faktor pendapatan non-pertanian juga menjadi penyebab lemahnya hubungan antara luas lahan garapan dan pendapatan petani tersebut. 61
VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)
VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan
Lebih terperinciBAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN
BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara
Lebih terperinciBAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN
BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan
Lebih terperinciIX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)
IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi
Lebih terperinciBAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY
117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih
Lebih terperinciBAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL
38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki
Lebih terperinciBAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari
Lebih terperinciVI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI
VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung
Lebih terperinciBab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar
Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat
BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai
163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN
BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperinciBAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT
BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat
Lebih terperinciBAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM
BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciBAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN
BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Asal-Usul Masyarakat Desa Cirompang Menurut sejarah yang terdapat dalam Peta Wilayah Administratif Desa Cirompang, masyarakat yang bermukim di Desa Cirompang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.
Lebih terperinciVI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan
VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA
DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan
Lebih terperinciFORMAT KASUS KOMPREHENSIF
FORMAT KASUS KOMPREHENSIF NO. REC. : 12 KASUS DESKRIPSI : MASYARAKAT KASEPUHAN CIBEDUG VS. TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUM SALAK : Keberadaan warga Cibedug di kawasan ekosistem Halimun sejak jaman Belanda-Jepang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN
BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA NEGLASARI Jl. Negla No. Neglasari Cidaun 43275
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA NEGLASARI Jl. Negla No. Neglasari Cidaun 43275 PERATURAN DESA NEGLASARI NOMOR : 04/Perdes-NS/IV/2003 Tentang PERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak
Lebih terperinciBab V Analisis, Kesimpulan dan Saran
151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan
Lebih terperinciseperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi
1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan dan binatang yang hidup di dalamnya terancam punah. Selain itu, masih banyak manusia yang menggantungkan
Lebih terperinciBAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN
39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan
Lebih terperinciBAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI
75 BAB VI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN DIRI Tingginya homogenitas warga dalam hal pendidikan, agama bahkan suku dan budaya tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap persepsi warga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),
Lebih terperinciBAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN
BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi
Lebih terperinciModel Desa Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro di Sekitar Taman Nasional
Model Desa Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro di Sekitar Taman Nasional Y. Aris Purwanto 1,2), Lilik B. Prasetyo 2), Ellyn K. Damayanti 2), dan Rais Sonaji 2) *Departemen Teknik Pertanian, Fateta IPB **Pusat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan
Lebih terperinciBAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI
63 BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 7.1 Dampak Ekologi Konversi lahan pertanian ke pemukiman sangat berdampak negatif terhadap ekologi. Secara ekologis, perubahan telah terjadi
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciBAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT
BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciBAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin
67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya
Lebih terperinciHASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN
HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN KAJIAN PERAN FAKTOR DEMOGRAFI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA Kajian Peran Faktor Demografi dalam Hubungannya Dengan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI
V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.
Lebih terperinciHutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,
Lebih terperinciBAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT
26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan
Lebih terperinciRINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.
RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi
Lebih terperincikepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen
Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciatau erosi yang menyebabkan tanah menjadi kritis baik fisik
1. Latar Belakang Masalah Kondisi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam hutan, tanah dan dr dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin menurun. Penurunan kondisi sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya berupa sumberdaya hutan. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang tersimpan di
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi
Lebih terperinciRELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA
RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut
Lebih terperinciDeforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak
Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali. Dilakukan dengan cara menebang, membakar, atau mengalihkan fungsi hutan menjadi pertambangan. Degradasi hutan merupakan
Lebih terperinciPERAN SERTA MASYARAKAT DESA DALAM MENJAGA DAN MEMELIHARA HUTAN
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR KECAMATAN CIDAUN DESA CIBULUH Jl. Lurah Bintang No. 129 Cibuluh, Cidaun, Cianjur 43275 PERATURAN DESA CIBULUH NOMOR : 01/Perdes-cb/IV/2003 Tentang PERAN SERTA MASYARAKAT DESA
Lebih terperinciPOLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati
POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Luas daratan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan karena sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Luas daratan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan
118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman
Lebih terperinci