BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA"

Transkripsi

1 BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga Indonesia merupakan negara agraris, karena memiliki sumber daya alam agraria yang potensial sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian pada sektor agraria. Perkebunan merupakan salah satu sektor andalan agraria Indonesia, yang memberikan kontribusi besar bagi pertambahan devisa negara. Terdapat berbagai macam komoditas perkebunan di Indonesia, diantaranya perkebuanan karet Perkebunan karet terdapat di berbagai pulau besar di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Irian dengan sebaran luas perkebunan yang berbeda-beda. Salah satu perkebuan karet tersebut berada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Perkebunan karet tersebut bernama PT. Perkebunan Jasinga. Sejak masa kekuasaan Orde Baru sebagian besar pekebunan di Indonesia dikelola oleh swasta melalui mekanisme kepemilikan dan pemanfaatan yang disebut dengan Hak Guna Usaha (HGU). Pihak swasta mendapatkan hak pengelolaan melalui kesepakatan pembayaran sewa perkebunan untuk jangka waktu tertentu. Berdasarkan keterangan warga yang berhasil ditemui, sekitar awal tahun 1970-an masa HGU PT. Perkebunan Jasinga telah habis. Oleh karena itu berakhirlah hak pemanfaatan lahan yang dimiliki oleh PT. Perkebuanan Jasinga. Selain habisnya masa HGU tersebut, kondisi perkebunan juga sudah kurang produktif. Pada saat itu pemerintah (Perhutani) melakukan penebangan pohon karet yang sudah habis HGU-nya dan sudah kurang

2 produktif lagi. Akan tetapi, lahan bekas perkebunan karet yang telah ditebangi tersebut dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Kondisi ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kondisi ini menarik perhatian warga yang berada di sekitar lahan eks-hgu dan mereka berinisiatif untuk memanfaatkan lahan tersebut. Hal ini seperti diutarakan oleh ADR (77 tahun), salah seorang sesepuh Jasinga yang mengaku telah menggarap lahan eks-hgu sejak pertengahan tahun 70-an. Pada zaman dulu ketika perkebunan karet disini sudah tidak produktif lagi, pemerintah melakukan penebangan, akan tetapi setelah pohon karet ditebang lahan yang kosong dibiarkan begitu saja. Abah berpikir alangkah mubazirnya lahan ini jika dibiarkan begitu saja, akhirnya Abah menggarap lahan eks-hgu ini. Akan tetapi, sebelum abah menggarap lahan ini Abah bilang dulu ke Bapak ASP yang dulu menjadi pejabat pertanahan di Jasinga. Selain ADR (77 tahun) ada juga warga lain yang mengaku sudah menggarap lahan eks-hgu sejak tahun 80-an, akan tetapi latar belakang penggarapan lahannya sedikit berbeda dari apa yang diutarakan oleh ADR (77 tahun). Salah satunya adalah AMM (75 tahun). Beliau adalah seorang pensiunan polisi tahun 1975, setelah pensiun dari tugas kepolisian AMM memiliki aktivitas sebagai petani. Alhamdulillah Aki juga punya lahan garapan, lahan ini diberikan oleh orang tua Aki. Menurut cerita yang Aki ketahui, pada masa pengusaan Jepang yaitu sekitar awal tahun 1940-an masyarakat diberikan lahan garapan yang dulunya dikuasai oleh perkebunan Belanda, pada saat itu disebut sebagai tanah Ondernemeng, tapi tanah Ondernemeng yang diberikan kepada Aki adalah tanah yang tidak digarap (tidak dijadikan perkebunan) yang berupa hutan belantara karena pada masa Belanda setiap ada perkebunan di sekitarnya harus ada lahan yang dibiarkan, biasanya digunakan sebagai lahan gembala, yaitu berupa semak belukar yang sengaja dibiarkan sebagai daerah resapan air. Penjelasan yang diutarakan oleh AMM (75 tahun) sama seperti apa yang diceritakan oleh SKM (62 tahun) mengenai sejarah Perkebunan Jasinga. SKM merupakan salah satu mantan pegawai Perkebunan Jasinga yang juga memiliki lahan eks-hgu.

3 Perkebunan yang berada di wilayah Jasinga merupakan HGU milik perusahaan Perkebunan London Sumatera yang sebagian lahannya berada di Medan dan wilayah Sumatera lainnya. Pada masa revolusi lahan-lahan HGU dikuasai oleh Dwikora dan diinstruksikan untuk dibagikan kepada rakyat. Setelah HGU di Jasinga milik perusahaan London Sumatera habis masa hak kelolanya, maka hak kelola dibeli oleh HCP seorang pengusaha asal Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, namun semakin lama perkebunan semakin tidak terurus dan akhirnya mengalami kebangkrutan. Bangkrutnya perkebunan tersebut menyebabkan banyak perkebunan dibiarkan begitu saja (tidak dimanfaatkan) sehingga masyarakat berinisiatif untuk menggarapnya. Bapak memiliki lahan eks-hgu yang luasnya skitar 1,5 hektara. Lahan tersebut Bapak dapatkan dari orang tua bapak yang dulu pernah bekerja di perkebunan pada masa Belanda. Sekitar awal tahun 80-an orang tua bapak dipersilahkan mengelola lahan HGU oleh Lurah Jasinga pada saat itu. Lahan yang diberikan kepada orang tua Bapak adalah lahan HGU diluar area perkebunan. (SKM, 62 tahun) Pada masa Belanda lahan perkebunan itu terbagi dua, yaitu lahan yang benar-benar ditanami komoditas perkebunan (karet) dan lahan yang dibiarkan berupa hutan belantara. Diantara perkebunan karet dan hutan belantara tersebut terdapat parit besar yang lebarnya mencapai dua meter yang sengaja dibuat untuk resapan air. (SKM, 62 tahun) Berdasarkan pemaparan beberapa warga di atas dapat disimpulkan bahwa lahan eks-hgu yang sekarang digarap oleh masyarakat terbagi dua dilihat dari sejarah pemanfaatannya oleh pemerintah Belanda, yaitu lahan eks-hgu yang dulunya ditanami komoditas perkebunan (karet) dan lahan eks-hgu yang dulunya berupa lahan kosong atau hutan belantara. Kedua jenis lahan tersebut dibatasi oleh parit yang berfungsi sebagai resapan air Perjuangan Masyarakat Pamagersari

4 Kebijakan-kebijakan agraria di Indonesia sangat erat kaitannya dengan ideologi pembangunan ekonomi yang dimiliki oleh pemerintah yang berkuasa pada masanya, ideologi ini sangat mempengaruhi arah kebijakan politik pembangunan Indonesia. Dinamika kebijakan politik agraria dari masa ke masa sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian. Upaya perbaikan kebijakan dan implementasi dari kebijakan politik agraria merupakan usaha perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, baik pada masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, awal kemerdekaan Orde Baru, hingga masa Reformasi. Pergerakan-pergerakan sosial baik secara terorganisir maupun yang berjuang melalui gerakan bawah tanah terdiri dari lapisan masyarakat yang berbeda-beda, mulai dari kaum intelektual dan akademisi, serikat tani, paguyuban pamong desa, serikat buruh, dan sebagainya. Begitu pun halnya dengan latar belakang terlaksananya program sertifikasi lahan di Desa Pamagersari. Program reforma agraria di Desa Pamagersari tidak serta-merta terimplementasi begitu saja tanpa adanya upaya untuk memperjuangkan hak-hak petani. Pergerakan masyarakat Pamagersari untuk mendapatkan hak kepemilikan lahan eks-hgu dimobilisasi oleh Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Jasinga. Salah satu tokoh sentral yang sangat berpengaruh dalam pergerakan tersebut adalah AFF (55 tahun). AFF (55 tahun) atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan lurah (mantan kepala desa Pamegersari sejak tahun 1999 hingga 2007) merupakan tokoh yang menginisiasi terbentuknya Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Jasinga. Lurah AFF (55 tahun) mengutarakan,salah satu yang melatarbelakangi terbentuknya Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Jasinga adalah adanya keinginan, motivasi, dan ambisi untuk menulis suatu sejarah. Anggota Paguyuban Kepala Desa

5 Jasinga memiliki cita-cita bersama yang didasarkan pada upaya-upaya memperjuangkan hak masyarakat Jasinga dalam mendapatkan hak kepemilikan lahan eks-hgu PT. Perkebuan Jasinga. Cita-cita mendapatkan hak kepemilikan lahan eks-hgu ini dilatarbelakangi oleh habisnya masa sewa perkebunan yang dikaitkan dengan upaya dan keinginan warga untuk menggarap lahan perkebunan tersebut dengan rasa tenang. Paguyuban tersebut mamapu mewadahai semua partisipasi dan inisiatif warga serta anggotanya, sehingga tersatukan membentuk sebuah modal dan kekuatan sosial. Setiap waktu aktivitas di paguyuban terus dilakukan, baik berupa koordinasi internal dengan sesama pengurus, maupun koordinasi eksternal dengan pemerintah dan komponen masyarakat lainya. Sayogyo dalam Wiradi (2000) mengemukakan bahwa gerakan yang diperlukan dalam mengarahkan refoma agraria jelas memerlukan perencanaan bersama. Tak ada cara lain dari kerja sama dalam jaringan (networking) di antara berbagai golongan yang mau bersatu dalam menjadikan reforma agraria itu suatu yang dapat terwujud dalam kenyataan. Begitu pun dengan adanya paguyuban ini, koordinasi internal dan eksternal dilakukan untuk membentuk jaringan agar pergerakan paguyuban mendapatkan dukungan baik secara politik maupun sosial sehingga memiliki kekuatan dan bargaining position (posisi tawar) yang memadai untuk memperjuangkan hak masyarakat. Terdapat berbagai hambatan dalam memperjuangkan hak kepemilikan lahan ini (melalui proram sertifikasi), bahkan sebelum memulai pun banyak warga yang mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan mungkin terwujud. Akan tetapi, Lurah AFF (55 tahun) tetap bersemangat memperjuangkan bersama rekan-rekan kepala desa yang lain. Banyak masyarakat kita yang beranggapan bahwa hal tersebut akan mustahil terwujud, akan tetapi hati ini tetap keukueh, tetap semangat. Bapak terus mencari informasi mengenai reforma agraria, membeli buku-buku tentang undang-undang agraria, dan

6 terus berdiskusi dengan rekan-rekan di paguyuban. Selain itu kami dalam tim Paguyuban Kepala Desa selalau menjalin koordinasi dan membentuk jaringan secara eksternal, karena kami sadar untuk mewujudkan cita-cita ini butuh kekuatan dan dukungan dari berbagai pihak Mocodompis (2006) mengutarakan bahwa sebagai suatu sistem yang diharapkan dapat menjadi jalan keluar dari permasalahan kemiskinan rakyat maka reforma agraria adalah langkah multidimensional dan harus melibatkan komitmen bersama dari pihakpihak yang terkait di dalamnya. Hal inilah yang disadari oleh Lurah AFF (55 tahun) beserta rekan-rekanya dalam paguyuban, bahwa untuk mewujudkan cita-citanya dalam bentuk pelaksanaan reforma agraria memerlukan suatu modal sosial, berupa kekuatan diplomasi politik yang dapat mempengaruhi berbagai komponen masyarakat agar mau ikut berkomitmen untuk memperjuangkan hak masyarakat. Dahulu pada saat memperjuangkan hak kepemilikan lahan eks-hgu untuk masyarakat Jasinga beberapa rekan Bapak pernah mengalami pasang-surutnya semangat. Namun, rutinitas kami berupa diskusi, saling bertukar pikiran, curhat, dan sebagainya mampu memberikan dorongan yang akhirnya berhasil membuat semangat itu kembali muncul dan pada akhirnya kami dapat memegang komitmen hingga program sertifikasi dapat terlaksana. Upaya-upaya pendekatan dan kerja sama terus dilakukan oleh tim di paguyuban, yaitu pendekatan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor, dan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat. Pendekatan ini dilakukan melalui upaya diplomasi baik secara politik maupun sosial. Terdapat berbagai hambatan yang dihadapi oleh tim dari paguyuban kepala desa dalam proses memperjuangkan terlaksananya reforma agraria di Kecamatan Jasinga. Hambatan terbesar datang dari pihak yang dahulu memiliki HGU, mereka masih berkeinginan untuk mendapatkan perpanjangan HGU di kawasan perkebunan Jasinga. Berbagai upaya dilakukan oleh mantan pemegang HGU tersebut, diantaranya adalah upaya-upaya yang bertentangan dengan etika dan ketentuan hukum yang berlaku. Pada proses memperjuangkan reforma agraria di Jasinga, terdapat hambatan besar yang menghalangi perjuangan kami. Hambatan itu muncul dari eks-pemilik HGU perkebunan

7 Jasinga, mereka juga ternyata masih keukeuh untuk mendapatkan perpanjangan hak kelola perkebunan. Upaya-upaya kotorpun mereka lakukan, diantaranya adalah dengan meminta bantuan kepada jawara leter A (sebutan untuk jawara/pendekar Banten). Beberapa rekan Bapak sempat diintimidasi untuk berhenti memperjuangkan Reforma Agaria ini. (AFF, 55 tahun) Namun, Bapak melihat ada kelemahan dari pihak mereka yang bisa dimanfaatkan sebagai bumerang. Kelemahan itu adalah masalah pembayaran pajak perkebunan yang sudah tertunda beberapa tahun lamanya sehingga memberatkan pihak lawan untuk mendapatkan perpenjangan HGU. Selain itu mereka juga bersalah telah membiarkan lahan perkebunan begitu saja setelah penebangan karet, hal ini telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Sehingga akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat Jasinga. Dengan menghindari bentrokan fisik, akhirnya berbagai upaya yang kami lakukan dapat memukul mundur lawan (AFF, 55 tahun) Pihak eks-pemilik HGU Jasinga mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Akhirnya, berbagai usaha tersebut membuahkan hasil sehingga Kecamatan Jasinga dipilih sebagai lokasi percontohan program reforma agraria di Indonesia. Pergerakan Paguyuban Kepala Desa se-kecamatan Jasinga dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Momentum RA: Habisnya HGU Lahan eks-hgu diterlantarkan Masyarakat telah menggarap selama puluhan tahun Animo masyarakat untuk mendapatkan hak milik lahan Inisiatif tokoh sentral paguyuban (Lurah AFF) Dukungan berbagai pihak: PEMDA BPN Kabupaten BPN Provinsi Pihak lain Paguyuban Kepala Desa Upaya memperjuangkan RA Implementasi RA (program sertifikasi)

8 Keterangan: : Faktor yang mempengaruhi terbentuknya paguyuban. : Alur koordinasi : Alur upaya memperjuang kan RA. : Resistensi ekspemilik HGU Kelemahan eks-pemilik HGU Resistensi eks-pemilik HGU Gambar 3: Bagan Pergerakan Paguyuban Kepala Desa se-kecamatan Jasinga 5.2 Pelaksanaan Reforma Agraria di Pamagersari Pelaksanaan reforma agraria di Desa Pamagersari dimulai pada bulan Juni Jauh sebelum hari pelaksanaannya (pembagian sertifikat), berita mengenai program sertifikasi gratis telah diketahui oleh hampir seluruh warga Jasinga, mereka pun menyambut kabar tersebut dengan antusias, terutama warga yang memang sudah menggarap lahan eks-hgu sejak dahulu. Kabar akan dibagikannya sertifikat lahan secara gratis benar-benar menggembirakan para petani yang menggarap lahan eks-hgu. Mereka mengakui bahwa dengan adanya sertifikat maka mereka lebih tenang dan leluasa menggarap lahan, tidak takut jika suatu saat lahan dan tanaman yang ada di dalamnya akan diambil alih oleh pihak yang dulu pernah memiliki HGU. Sementara sebelum memilik sertifikat banyak petani yang merasa khawatir akan kehilangan lahan garapannya. Pada saat sertifikat dibagikan ada hal yang bertolak belakang dengan prosedur yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional. BPN telah menjelaskan bahwa program sertifikasi yang diperuntukkan bagi petani miskin tidak dipungut biaya apapun

9 (gratis), akan tetapi pada pelaksanaannya warga yang akan mengambil sertifikat diharuskan membayar sejumlah uang. Jumlah uang yang harus dibayar berbeda-beda nominalnya, semakin luas lahan yang dimiliki maka semakin besar uang yang harus dibayar kepada pemerintah desa. Pemerintah desa mengakui hal tersebut dan menjelaskan bahwa walaupun pelaksanaan program reforma agraria diklaim oleh BPN sebagai program gratis, namun pada kenyataannya pelaksanaan program ini membutuhkan biaya, misalnya untuk transportasi, konsumsi petugas, biaya pengukuran lahan, dan sebagainya. Pemerintah desa pun menganggap biaya tersebut sebagi suatu hal yang wajar. Sebagian besar warga yang berhasil ditemui menganggap biaya tersebut merupakan suatu yang wajar. Salah satu pernyataan ini diungkapkan oleh CH (53 tahun), salah seorang penggarap lahan eks-hgu Blok Citeureup yang mendapatkan sertifikat. Menurut Ibu biaya itu wajar-wajar saja lah.., kitakan udah dibantu mendapatkan sertifikat, itung-itung sebagai ucapan terimaksih kepada aparat desa. Pada saat itu Ibu menebus sertifikat lahan yang luasnya 115 m 2 dengan harga Rp ,-.

10 Gambar 4: Sertifikat Lahan Selain itu, terdapat warga yang merasa keberatan untuk menebus sertifikatnya karena dia masih tetap beranggapan bahwa program sertifikasi ini merupakan program gratis dari pemerintah sehingga warga tidak seharusnya dipungut biaya apapun. Secara teknis program sertifikasi ini berjalan dengan lancar, tanpa ada hambatan yang berarti. Sertifikat lahan eks-hgu berhasil dibagikan kepada 864 warga pamagersari yang telah ditentukan (Suryo, 2008) Musyawarah Pembagian Lahan Sebelum program sertifikasi lahan dilakukan, pemerintah desa mengadakan musyawarah dengan para penggarap lahan eks-hgu, musyawarah ini dilakukan untuk membicarakan mengenai usulan pemerintah desa untuk membagi lahan yang sedang digarap untuk dibagikan kepada warga lain yang tidak mampu dan tidak memiliki pekerjaan, hal ini dilakukan agar program sertifikasi ini lebih merata dan adil. Sejumlah lahan yang digarap akan diambil beberapa bagian yang kemudian akan diatasnamakan warga yang dianggap pantas mendapatkannya. Sebagian besar warga (penggarap asal) menyepakati usulan ini dan bersedia membagi lahannya dengan warga lain yang kurang mampu atau belum memiliki pekerjaan. Rata-rata luas lahan hasil pembagian ini adalah 100 m 2 sampai dengan 200 m 2. Namun, ada juga warga yang menolak usulan itu dan tidak mau membagi lahannya

11 bahkan dia tidak ingin lahan eks-hgu yang sudah digarapnya bertahun-tahun masuk dalam program sertifikasi. Salah satunya adalah AMM (75), beliau merasa rugi jika lahan yang sudah digarapnya selama puluhan tahun harus dibagi dengan orang lain. Aki juga mengetahui program sertifikasi dari BPN akan dilaksanakan di Desa Pamagersari, namun Aki dengar lahan Aki nantinya akan diukur tapi untuk dibagibagikan lagi. Menurut Aki ini tidak pantas, masa lahan yang sudah susah payah kita garap harus diberikan kepada orang lain begitu saja. Usulan pemerintah desa mengenai pembagian lahan ini memang mambantu warga yang belum memiliki lahan dan pekerjaan, dengan harapan setelah memiliki lahan mereka dapat menggarap dan memiliki penghasilan dari lahan tersebut. Namun, di sisi lain hal ini ditentang warga yang sudah lama menggarap lahannya, karena mereka merasa rugi jika lahan tersebut harus dibagi dengan orang lain mengingat tanaman yang ada di dalam lahannya sudah tumbuh besar Access Reform Kepastian keberlanjutan manfaat yang diterima oleh subjek reforma agraria memerlukan pengelolaan access reform secara tepat. Access reform dilaksanakan untuk mengoptimalkan pengusahaan obyek reforma agraria oleh penerima manfaat. Access reform ini merupakan rangkaian aktivitas yang saling terkait dan berkesinambungan yang meliputi antara lain: (a) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (b) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, (c) dukungan permodalan, dan (d) dukungan distribusi pemasaran dan dukungan lainnya (BPN RI, 2007). Berdasarakan informasi yang didapatkan, dapat diidentifikasi bahwa program access reform di Desa Pamagersari belum terlaksana secara penuh. Hal ini dapat ditunjukkan melalui tabel di bawah ini:

12 Tabel 14: Access Reform No Access Reform Pelaksanaan Keterangan (sudah/belum) 1 Infrastruktur dan sarana produksi Belum 2 Pembinaan dan bimbingan teknis Belum 3 Dukungan permodalan Sudah Belum optimal, hanya berupa bantuan bibit buahbuahan sebanyak 200 batang. 4 Dukungan distribusi pemasaran dan dukungan lainnya belum Tabel 14 memperlihatkan kenyataan bahawa program reforma agraria di Desa Pamagersari belum didukung oleh program penunjang atau yang disebut access reform yang sebenarnya perlu dilaksanakan, karena dengan program penunjang ini memungkinkan subjek program dapat memafaatkan lahannya dengan lebih baik. Setelah program sertifikasi dilaksanakan pemerintah memberikan bantuan bibit tanaman, akan tetapi jumlahnya masih jauh dari mencukupi, yaitu sebanyak 200 batang bibit buah-buahan. Bibit ini pun dibagikan dengan cuma-cuma kepada warga, ada yang diberi dua batang, lima batang, tiga batang, dan lain sebagainya, namun banyak warga yang tidak mendapatkannya. Oleh karena itu, lebih tepat jika peneliti menyimpulkan bahwa program access reform di Desa Pamagersari belum dilaksanakan. Bantuan dalam bentuk permodalan (misalnya kredi dan teknologi) atau dalam bentuk pelatihan belum pernah diberikan kepada warga yang menerima program sertifikasi. Berdasarkan hasil wawancara, warga yang menjadi subjek sertifikasi mengutarakan bahwa mereka sangat mengharapkan adanya bantuan tambahan yang mendukung kelangsungan usaha mereka. Hal ini seperti diutarakan oleh OM (50 tahun) salah satu penggarap lahan eks-hgu.

13 Ibu oge hoyong atuh upami dipasihan modal ku pamerintah mah.., atawa dipasihan siga palatihan kitu... Kapungkur ibu nguping aya bantosan bibit buah-buahan di desa, tapi eta ngan saeutik cuenamah, ja Ibu oge teu kabagian. Ibu juga mau jika ada bantuan modal dari pemerintah, atau diberikan semacam pelatihan. Dulu Ibu pernah mendengar ada bantuan bibit di desa, tapi katanya hanya sedikit, dan ibu juga tidak mendapatkan.

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria Menurut penjelasan beberapa tokoh Desa Pamagersari, dahulu lahan eks-hgu merupakan perkebunan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi Berdasarkan keterangan beberapa responden dan informan yang telah ditemui baik mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN SENGKETA TANAH PERKEBUNAN Masa: Hindia Belanda Jepang Indonesia merdeka Sumber dari buku karangan Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.(2013).Politik Hukum Agraria, Bab IV. Jakarta: Konstitusi Press. Masa Hindia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 106 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS UNTUK GERAKAN REHABILITASI LAHAN KRITIS TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup. Melalui berbagai perubahan dan pembaharuan yang diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ketika Indonesia merdeka untuk meratakan penduduk sehingga penduduk tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara agraris. Sebagai negara agraris, salah satu peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo merupakan daerah yang terbentuk karena transmigrasi berasal dari Jawa pada tahun 1979. Desa Tegal Arum merupakan daerah

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 51 BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 5.1 Bentuk-bentuk Penguasaan Tanah di Desa Pangradin Tanah dikategorikan menjadi sumberdaya yang dapat diperbaharui. Namun karena jumlahnya yang tetap

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Nasionalisasi perusahaan asing. Salah satunya Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang berubah status menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bagi Rakyat, Bangsa dan Negara Indonesia Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 16 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DESA NGEREANAK, KECAMATAN SINGOROJO, KABUPATEN KENDAL. DESKRIPSI: Sejarah Penguasaan Tanah Sebelum masuknya Belanda ke Indonesia Sejarah terbentuknya

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang admistrasi maka kabupten Humbang Hasundutan dijadikan sebagai lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. bidang admistrasi maka kabupten Humbang Hasundutan dijadikan sebagai lokasi penelitian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Pakkat adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Tahun 1967-1998 kecamatan Pakkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami

BAB VI KESIMPULAN. Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami BAB VI KESIMPULAN Penulis menyimpulkan bahwa strategi perlawanan petani mengalami perubahan. Pada awalnya strategi perlawanan yang dilakukan PPLP melalui tindakan kolektif tanpa kekerasan (nonviolent).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG

KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG PEMBANGUNAN, HAK MASYARAKAT DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MUSYAWARAH PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. dengan dinamika konflik agraria dalam kehidupan sosial masyarakat Desa

V. KESIMPULAN DAN SARAN. dengan dinamika konflik agraria dalam kehidupan sosial masyarakat Desa V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan yang berkaitan dengan dinamika konflik agraria dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Sendang Ayu dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Oleh : Agus Sunaryanto Indonesia Corruption Wtach

Oleh : Agus Sunaryanto Indonesia Corruption Wtach Oleh : Agus Sunaryanto Indonesia Corruption Wtach UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP) secara yuridis formal sudah mulai berlaku 1 Mei 2010 akses publik terhadap Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Implementasi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ada dua hal penting yang dapat dicatat dari sejarah pengelolaan hutan di Jawa. Pertama, seolah-olah hutan di Jawa adalah kawasan warisan penguasa dari waktu ke waktu tanpa mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2001 T E N T A N G IZIN PEMANFAATAN HUTAN (IPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan simpulan

BAB IV. PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan simpulan 128 BAB IV. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan simpulan sebagai berikut: 1. Penyebab terjadinya penyerobotan lahan perkebunan pada PT Gwang-Ju Palm Indonesia

Lebih terperinci

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

"Ojo Dumeh" Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa. Ivanovich Agusta

Ojo Dumeh Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa. Ivanovich Agusta "Ojo Dumeh" Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa Ivanovich Agusta Kegiatan peningkatan kapasitas perangkat desa menyisakan kekhawatiran dominasi birokrasi kepada warga. Kepala desa dan aparatnya mendominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur di awal abad ke 18 merupakan salah satu kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur di awal abad ke 18 merupakan salah satu kawasan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Timur di awal abad ke 18 merupakan salah satu kawasan yang sangat sepi penduduknya, sejak berdirinya perkebunan tembakau pada tahun 1863 oleh Jacob

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perkebunan besar baik milik negara maupun milik swasta.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perkebunan besar baik milik negara maupun milik swasta. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki perusahaan perkebunan besar baik milik negara maupun milik swasta. Perkebunan-perkebunan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM 1 of 11 7/26/17, 12:19 AM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian memegang peranan penting bagi keseluruhan perekonomian Nasional. Hal ini, dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini diuntungkan karena dikaruniai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN TUKAR-MENUKAR TANAH DENGAN TANAH ANTARA PEMBERI DAN PENERIMA

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN TUKAR-MENUKAR TANAH DENGAN TANAH ANTARA PEMBERI DAN PENERIMA BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN TUKAR-MENUKAR TANAH DENGAN TANAH ANTARA PEMBERI DAN PENERIMA A. Gambaran mengenai Pelaksanaan Perjanjian Tukar-Menukar Tanah dengan Tanah Perjanjian tukar menukar merupakan

Lebih terperinci

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Perkebunan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian regional secara keseluruhan. Sistem perkebunan masuk ke Indonesia pada akhir Abad

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha sadar yang sengaja dilakukan oleh manusia untuk memperbaiki kondisi masyarakat pada suatu region dengan berbagai perencanaan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembahasan mengenai transmigrasi merupakan pembahasan yang dirasa perlu untuk diperbincangkan. Karena transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah yang

Lebih terperinci

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA Oleh: Faishal Rahman Disampaikan pada Seri Diskusi Publik Megawati Institute "Politik Redistribusi Aset di Indonesia" Jakarta, 27 September 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris tentu menggantungkan masa depannya pada pertanian. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan dengan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Rusunawa Kabil, Batam, 27 April 2012 Jumat, 27 April 2012

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Rusunawa Kabil, Batam, 27 April 2012 Jumat, 27 April 2012 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Rusunawa Kabil, Batam, 27 April 2012 Jumat, 27 April 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN RUMAH SUSUN SEJAHTERA SEWA DI KAWASAN INDUSTRI KABIL BATAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II 2.1 Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Perkebunan Perkebunan adalah salah satu subsektor pertanian non pangan yang tidak asing di Indonesia. Pengertian perkebunan 2 dalam Undang-undang

Lebih terperinci

GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT

GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT GERAKAN PETANI MELAWAN PTPN II DALAM MEMPERJUANGKAN KEPEMILIKAN TANAH DESA SEI LITUR TASIK KECAMATAN SAWIT SEBERANG KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian

METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian Lapangan dilaksanakan di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB, yang dimulai sejak Praktek Lapangan I (dilaksanakan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS - KOMPREHENSIF NO. REC. KASUS: 15 KASUS: SENGKETA TANAH PERHUTANI DI DESA KALIREJO, KEC.SINGOROJO,KAB.KENDAL DESKRIPSI: Menurut penuturan warga, mereka mempercayai adanya seseorang yang dianggap sebagai sesepuh desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH _ LAPORAN KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 11 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA, PENGURUSAN DAN PENGAWASANNYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting. dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek, khususnya untuk pemulihan ekonomi.

Lebih terperinci

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Nama Sekolah : SD Negeri 1 Pagerpelah Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : V/1 Standar Kompetensi : 1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PROFIL PERGURUAN PAKU BANTEN LAMPUNG. A. Sejarah Berdirinya Perguruan Paku Banten Lampung

SEJARAH DAN PROFIL PERGURUAN PAKU BANTEN LAMPUNG. A. Sejarah Berdirinya Perguruan Paku Banten Lampung IV. SEJARAH DAN PROFIL PERGURUAN PAKU BANTEN LAMPUNG A. Sejarah Berdirinya Perguruan Paku Banten Lampung Kondisi Indonesia pasca reformasi tahun 1999 mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perubahan

Lebih terperinci