BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI"

Transkripsi

1 Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 13.0 for Windows. Uji statistik yang digunakan adalah tabulasi silang (crosstab) dan uji statistik Chi-Square. Hal ini ditujukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel-variabel dengan skala nominal. Pemberian skor terhadap setiap pertanyaan dari masing-masing variabel, kemudian nilai skor tersebut dijumlahkan. Selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan interval kelas. Interval kelas dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Interval kelas (Ik)= Skor Maksimum- Skor minimum kategori. BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja merupakan sebuah Kelurahan yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan penuturan informan, nama Mulyaharja berasal dari kata Mulya dan Harja. Mulya yang berarti baik dan Harja yang berarti hati. Maka jika digabungkan Mulyaharja berarti hati yang baik. Jarak Kelurahan ini dari ibukota kecamatan yaitu sekitar 5 kilometer yang membutuhkan waktu selama 20 menit sebagai waktu tempuhnya. Sedangkan jarak dengan kotamadya yaitu 7 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Kelurahan Mulyaharja berbatasan langsung dengan Kelurahan Cikaret di sebelah utara, Desa Sukaharja di sebelah selatan, Kelurahan Pamoyanan di sebelah timur, dan Desa Sukamantri di sebelah barat. Kelurahan Mulyaharja luasnya ± 477,005 hektar dengan jumlah penduduk mencapai jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 300 jiwa atau sebesar 4,06 persen. Wilayah Kelurahan Mulyaharja beriklim sejuk dengan ketinggian 420 meter dari permukaan laut. Wilayah ini sangat cocok untuk pertanian. Luas lahan pertanian dan perkebunan

2 yang ada di Kelurahan Mulyaharja saat ini adalah sekitar 135 hektar. Kondisi lahan pertanian di wilayah ini sangat subur, padi dan palawija merupakan tanaman yang paling banyak ditanam di wilayah ini. Rumahtangga petani yang terdapat di Kelurahan Mulyaharja jumlahnya sebanyak 220 keluarga. Saat ini, mayoritas petani yang terdapat di Kelurahan Mulyaharja adalah buruh tani yang bekerja dari pagi sampai dzuhur dan diberi upah harian sebesar Rp ,-. Sebagian besar lahan pertanian yang dimiliki oleh rumahtangga petani berasal dari warisan. Dahulu, mata pencaharian penduduk Kelurahan Mulyaharja sebagian besar adalah petani. Tradisi pertanian pun masih terasa di wilayah ini, sebelum menanam dan pada saat panen biasanya petani sering mengadakan acara selamatan agar proses menanam dan panen berjalan lancar. Selain itu, ada tradisi yang dinamakan liuran. Liuran merupakan tradisi gotong royong diantara sesama petani dengan cara membantu pada saat menanam dan saat panen. Saat ini, tradisi-tradisi seperti itu jarang ditemukan karena lahan pertanian jumlahnya semakin berkurang. lahan yang marak terjadi saat ini, menyebabkan banyak penduduk Kelurahan Mulyaharja yang beralih profesi ke sektor non-pertanian, seperti home industry, buruh, berdagang, pertukangan, ojek dan lain lain. Tabel 1. Mata Pencaharian Pokok Penduduk menurut Jenis Kelamin, 2009 Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan (orang) (orang) (orang) Petani Buruh tani Pegawai Negeri Sipil Pengrajin industri rumahtangga Pedagang keliling Pembantu rumahtangga TNI 2-2 POLRI Pengusaha kecil dan menengah Karyawan swasta Karyawan pemerintah Jumlah Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009 Tabel 1 di bawah, menunjukkan bahwa mayoritas petani yang ada di Kelurahan Mulyaharja adalah buruh tani yang jumlahnya 400 orang, sedangkan

3 yang berprofesi sebagai petani sebesar 100 orang. Meningkatnya jumlah buruh tani merupakan akibat dari adanya konversi lahan. Setelah mengkonversi lahannya, banyak rumahtangga petani yang kehilangan lahan dan kemudian bekerja menjadi buruh tani pada lahan orang lain. Kelurahan Mulyaharja terdiri dari 12 RW dan 55 RT. Dari 12 RW tersebut, yang menjadi lokasi penelitian adalah RW 06 (Kampung Pabuaran) dan RW 07 (Cibeureum Sunting). Tabel 2 di bawah, menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Mulyaharja menganut agama Islam, yaitu sebanyak orang. Sarana peribadatan untuk penduduk yang beragama Islam tersedia cukup banyak, yaitu 26 masjid dan 42 musholla. Selain itu, terdapat pula pesantren yang digunakan sebagai sarana mempelajari ilmu agama. Tabel 2. Agama Penduduk Menurut Jenis Kelamin, 2009 Agama Laki-Laki Perempuan (orang) (orang) (orang) Islam Kristen Katholik Hindu Budha Khonghucu Jumlah Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009 Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk Menurut Jenis Kelamin, 2009 Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan (orang) (orang) (orang) Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK Usia 3-6 tahun yang sedang TK/play group Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah Usia tahun tidak pernah sekolah Usia tahun tidak tamat SD Tamat SD/sederajat Usia tahun tidak tamat SLTP Usia tahun tidak tamat SLTA Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat D1/sederajat Tamat S1/sederajat Tamat SLB A 3-3 Tamat SLB C 1-1

4 Sumber: Data Potensi Desa dan Kelurahan Mulyaharja Tahun 2009 Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk kelurahan Mulyaharja adalah lulusan Sekolah Dasar (SD/sederajat), yaitu sebanyak orang. Walaupun sarana pendidikan di wilayah ini sudah tersedia sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), tetapi faktor ekonomi ikut mempengaruhi. Setelah lulus Sekolah Dasar (SD), penduduk Kelurahan Mulyaharja banyak yang langsung bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. 4.2 Kampung Pabuaran Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, dapat diketahui bahwa para leluhur menamai kampung ini dengan nama Pabuaran, yang berasal dari kata buyar yang memiliki arti bubar, pecah atau terpisah-pisah. Mereka meramalkan bahwa suatu saat kampung ini akan pecah. Hal ini terbukti jika dikaitkan dengan kondisi kampung ini sekarang yang penduduknya terpisah-pisah akibat maraknya konversi lahan yang menyebabkan banyak penduduk yang pindah ke luar kampung. Sebagian besar lahan pertanian yang ada di Kampung Pabuaran dimiliki oleh orang luar Kelurahan Mulyaharja, seperti yang berasal dari Desa Sukaharja, Cikaret, Kota Batu, Pamoyanan dan lain-lain. Dahulu, mayoritas penduduk di kampung ini bermata pencaharian sebagai petani, tetapi sekarang jumlah lahan pertanian pun semakin berkurang karena banyak lahan pertanian di wilayah ini sudah dimiliki oleh swasta, Jumlah petani pun semakin berkurang. Walaupun masih ada yang bertahan pada sektor pertanian, tapi jumlahnya sangat kecil dan mayoritas petani yang bertahan adalah petani penggarap. Mereka ada yang menggarap lahannya sendiri, menggarap lahan orang lain, dan menggarap lahan milik swasta yang belum dibangun. Sebagian besar penduduk kampung ini beralih profesi ke sektor non-pertanian seperti Home Industry sandal, buruh, berdagang, ojek dan pertukangan. Tahun 1994 PT X mulai memasuki kampung ini. PT X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang property. Dalam menjalankan usahanya, PT X membeli lahan-lahan yang ada di wilayah ini untuk dijadikan kawasan perumahan. Setelah PT X masuk, harga tanah melonjak tajam. Harga tanah yang

5 pada awalnya murah, setelah PT X masuk menjadi Rp ,- per meter, sekarang harga tanah bisa mencapai Rp ,- per meter tergantung letak tanah. Semakin strategis maka semakin mahal. Oleh karena itu, banyak orang tertarik untuk menjual tanahnya ke PT X. Dalam upaya untuk membeli lahan yang ada di Kampung ini, PT X menggunakan berbagai cara. PT X pada awalnya membeli lahan yang letaknya di pinggir. Setelah negosiasi dilakukan dan jual beli berhasil dilaksanakan, kemudian bagian pinggir-pinggir lahan tersebut ditembok tinggi. Hal ini menyebabkan petani yang posisi lahannya berada di tengah-tengah akan terkurung. Sehingga lama-kelamaan mereka yang lahannya terkurung pada akhirnya ikut menjual lahannya. PT X juga menggunakan jasa biong 5 untuk menjalankan usahanya dalam mendapatkan lahan yang ada di sana. Biong mendatangi orang-orang yang memiliki lahan kemudian berusaha membujuk mereka agar mau menjual lahannya. Jika usaha dari biong itu gagal, mereka akan datang terus menerus sampai orang yang punya lahan bersedia menjual lahannya. Kampung Pabuaran pada awalnya memiliki 5 RT, tetapi sekarang jumlah RT yang ada hanya 4, yaitu RT 01, RT 02, RT 03, RT 04 sedangkan RT 05 sudah tidak ada karena lahannya sudah habis terkena konversi, sehingga penduduknya sudah pindah. Penduduk RT 05 ada yang pindah ke RT lain, ada juga yang pindah ke luar kampung. RT 01 terdiri dari 90 KK, RT 02 terdiri dari 54 KK, RT 03 terdiri dari 60 KK, RT 04 terdiri dari 15 KK (tadinya 57 KK). Tingkat pendidikan penduduk Kampung Pabuaran mayoritas adalah lulusan Sekolah Dasar. Pendapatan di sektor pertanian pun tergolong rendah. Dahulu, walaupun pendapatan pada sektor pertanian tidak begitu tinggi, tapi orang yang bermata pencaharian petani masih tergolong banyak. Tetapi sekarang, orang banyak yang beralih profesi ke sektor non-pertanian seperti Home Industry, buruh, berdagang, ojek, pertukangan dan lain-lain. Home Industry sandal adalah bidang usaha yang paling banyak ditemukan di Kampung ini. Mereka menjadikan pertanian sebagai usaha sampingan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak A: Biong merupakan istilah untuk makelar yang menjadi perantara antara pihak swasta dan petani dalam proses jual beli lahan yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja.

6 Kalau di sini mah pertanian sekarang udah jarang soalnya ga ada penerusnya, lahannya juga udah ga ada. Paling juga tani kalo orderan sendal lagi sepi, tani cuma sampingan aja 4.2 Kampung Cibeureum Sunting Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, dapat diketahui bahwa kampung ini dinamakan Cibeureum Sunting karena dulu di kampung ini ada orang bernama Bapak Sunting. Bapak Sunting merupakan sesepuh di Kampung ini. Ketika Bapak Sunting naik haji, namanya diganti menjadi Sulaeman. Walaupun namanya sudah diganti, tetapi ketika orang-orang yang berasal dari luar kampung ingin pergi ke kampung ini, mereka menyebutnya akan pergi ke Cibeureum Sunting. Nama Bapak Sunting dijadikan sebagai nama belakang kampung ini untuk memperjelas lokasi kampung tempat bapak Sunting tinggal. Sampai pada akhirnya jadilah Cibeureum Sunting sebagai nama Kampung ini,. PT X mulai memasuki kampung ini sekitar tahun Sejak PT X masuk ke Kampung ini, mayoritas warga yang tadinya bermata pencaharian sebagai petani kini berubah. Warga yang bermata pencaharian sebagai petani jumlahnya menjadi semakin sedikit karena lahan yang mereka miliki banyak yang dijual ke PT X. Warga kampung ini banyak yang beralih ke sektor non-pertanian. Banyak alasan yang menjadi latar belakang mengapa penduduk kelurahan Mulyaharja menjual lahannya ke PT X, diantaranya adalah karena kebutuhan ekonomi, tergiur dengan harga yang tinggi, rasa takut jika tidak menjual lahan maka lahannya akan terkurung oleh PT X. 6 Kampung Cibeureum Sunting terdiri dari 3 RT. RT 01 terdiri dari 83 KK, RT 02 terdiri dari 71 KK, dan RT 03 terdiri dari 96 KK. Tingkat pendidikan penduduk Kampung Cibeureum Sunting mayoritas adalah lulusan Sekolah Dasar. Selain bertani, mata pencaharian lain yang dapat ditemukan di kampung ini adalah Home Industry, buruh, berdagang, ojek, pertukangan dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa responden dan informan.

7 BAB V TARAF HIDUP RUMAHTANGGA PETANI SEBELUM DAN SESUDAH KONVERSI LAHAN 5.1 Tingkat Pendapatan Rumahtangga pendapatan rumahtangga diperoleh dari hasil penjumlahan antara pendapatan bersih usahatani (panen, buruh tani), pendapatan di luar usaha pertanian, dan pendapatan anggota rumahtangga responden setiap bulan. Pendapatan rumahtangga petani yang berasal dari sektor pertanian jumlahnya tidak terlalu besar, apalagi bagi petani kelas bawah. Hal ini karena luasan lahan yang mereka miliki jumlahnya relatif sempit. Walaupun pendapatan di sektor pertanian tidak terlalu besar bagi sebagian warga, tetapi masih ada warga yang tetap bertahan pada sektor ini. Hal ini karena mereka tidak memiliki keahlian di luar usahatani. Selain bekerja di sektor pertanian, warga juga banyak yang memiliki sumber pendapatan lain yang diperoleh melalui berdagang, buruh, wiraswasta, dan karyawan.

8 Tabel 4. Persentase Perbandingan Tingkat Pendapatan Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Lahan (B) dan Sesudah Terjadinya Lahan (A) di Kelurahan Mulyaharja 7 Tingkat Pendapatan Pelapisan Rendah Sedang Sosial B A B A B A B A Atas 0 22,2 33,3 22,2 66,7 55, Menengah , Bawah 66,7 47,6 23,8 38,1 9,5 14, Rata-rata 45, ,4 37,1 22,9 22, Tabel 4 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani yang ada di Kelurahan Mulyaharja memiliki tingkat pendapatan rendah dengan persentase sebesar 45,7 persen dan paling banyak ditempati oleh rumahtangga petani lapisan bawah dengan persentase sebesar 66,7 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah, mayoritas memiliki tingkat pendapatan yang sedang dengan persentase sebesar 60 persen. Rumahtangga petani lapisan atas, mayoritas memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dengan persentase sebesar 66,7 persen. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi lapisan sosial, maka tingkat pendapatan akan semakin tinggi. Semakin rendah lapisan sosial, maka tingkat pendapatan akan semakin rendah. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendapatan tinggi mengalami penurunan sebesar 11,1 persen, yaitu dari 66,7 persen menjadi 55,6 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendapatan sedang, juga mengalami penurunan sebesar 11,1 persen, yaitu dari 33,3 persen menjadi 22,2 persen. Sedangkan persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendapatan rendah mengalami peningkatan yaitu dari 0 persen menjadi 22,2 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, setelah konversi lahan persentasenya mengalami peningkatan dari 0 persen menjadi 22,2 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendapatan sedang, setelah konversi lahan tidak mengalami B (Before) merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk menyatakan waktu sebelum terjadinya konversi lahan. sedangkan A (After) adalah istilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk menyatakan waktu setelah terjadinya konversi lahan.

9 perubahan yaitu tetap sebesar 60 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendapatan rendah, setelah konversi lahan persentasenya juga tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sebesar 40 persen. Rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, setelah konversi lahan persentasenya mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen, yaitu dari dari 9,5 persen menjadi 14,3 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendapatan sedang, setelah konversi lahan mengalami peningkatan sebesar 14,3 persen, yaitu dari 23,8 persen menjadi 38,1 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendapatan rendah mengalami penurunan sebesar 19,1 persen, yaitu dari 66,7 persen menjadi 47,6 persen. Dengan kata lain, yang paling banyak diuntungkan setelah adanya konversi adalah rumahtangga petani lapisan bawah, dan yang paling banyak dirugikan setelah terjadinya konversi adalah rumahtangga petani lapisan atas. Setelah konversi lahan, tingkat pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan rumahtangga petani lapisan menengah dan rumahtangga petani lapisan atas. Rumahtangga petani lapisan menengah berada pada posisi yang stabil, dan rumahtangga petani lapisan atas kondisinya lebih baik ketika sebelum terjadinya konversi lahan. Meningkatnya pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah merupakan akibat dari banyaknya rumahtangga petani lapisan ini yang beralih profesi ke sektor lain seperti berdagang, home industry, dan lain-lain yang menghasilkan pendapatan lebih besar. Selain itu, ada juga rumahtangga lapisan bawah yang tetap bekerja di sektor pertanian tetapi pendapatannya semakin besar, seperti yang terjadi pada Bapak K. Pada awalnya Bapak K merupakan kepala rumahtangga yang berasal dari lapisan bawah. Bapak K memiliki lahan pertanian di dua lokasi yang berbeda, masingmasing luasnya adalah 450 meter dan meter. Hasil panen dari lahan yang luasnya 450 meter digunakan oleh Bapak K untuk makan keluarga. Sebagian dari lahan yang luasnya meter Bapak K jual kepada PT X dan uangnya Bapak K gunakan untuk membangun rumah dan naik haji. Ketika PT X ingin membeli sisa lahan Bapak K yang meter, Bapak K menjualnya kembali kemudian uang hasil penjualan digunakan oleh bapak K untuk membeli lahan pertanian lagi

10 dengan ukuran yang lebih besar. Wilayah Perumahan yang dibangun oleh PT X terus mengalami perluasan dan membutuhkan banyak lahan. Bapak K memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan. Bapak K terus menjual lahanya dan membelikan lagi uang hasil penjualan ke dalam bentuk lahan. Bapak K yang tadinya hanya memiliki lahan yang luasnya meter, sekarang memiliki lahan yang luasnya 1 hektar, rumah yang bagus, dan sudah naik haji. 5.2 Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal dalam hal ini dilihat melalui fisik bangunan yang meliputi dinding rumah, lantai, dan ada atau tidaknya kamar mandi. Berdasarkan hal tersebut, kemudian tempat tinggal dikategorikan menjadi sederhana dan bagus. Sebagian besar warga yang tinggal di wilayah ini memiliki kondisi rumah yang sudah cukup baik. Walaupun ada sebagian kecil warga yang rumahnya masih terbuat dari bilik-bilik bambu, tetapi sebagian besar warga di wilayah ini sudah memiliki rumah yang permanen. Fasilitas kamar mandi hampir dimiliki oleh sebagian besar warga. Fasilitas MCK pun tersedia bagi warga yang tidak memiliki kamar mandi. Tabel 5. Persentase Perbandingan Kondisi Tempat Tinggal Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Lahan (B) dan Sesudah Terjadinya Lahan (A) di Kelurahan Mulyaharja Kondisi Tempat Tinggal Pelapisan Sosial Sederhana Bagus B A B A B A Atas 44,4 44,4 55,6 55, Menengah Bawah 47,6 42,9 52,4 57, Rata-rata 54,3 48,6 45,7 51, Tabel 5 menunjukkan bahwa sebelum konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani rata-rata memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana, dengan persentase sebesar 54,3 persen. Rumahtangga petani lapisan atas, mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus dengan persentase sebesar 55,6 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana dengan persentase sebesar 100

11 persen. Sedangkan rumahtangga petani lapisan bawah, mayoritas memiliki kondisi tempat tinggal yang sudah bagus dengan persentase sebesar 52,4 persen. Rumahtangga petani lapisan atas dan lapisan bawah sama-sama memiliki kondisi tempat tinggal yang mayoritas sudah bagus. Walaupun demikian, persentase paling tinggi tetap dimiliki oleh rumahtangga petani lapisan atas. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sebesar 55,6 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki kondisi tempat tinggal yang masih sederhana juga tidak mengalami perubahan, yaitu tetap sebesar 44,4 persen., Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, persentasenya mengalami peningkatan dari 0 persen menjadi 20 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang sederhana, setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 20 persen, yaitu dari 100 persen menjadi 80 persen. Rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, setelah konversi lahan persentasenya mengalami peningkatan sebesar 4,7 persen, yaitu dari 52,4 persen menjadi 57,1 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki kondisi tempat tinggal yang sederhana, setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 4,7 persen, yaitu dari 47,6 persen menjadi 42,9 persen. Dengan kata lain, yang paling banyak diuntungkan setelah adanya konversi adalah rumahtangga petani lapisan bawah, dan menengah. Sedangkan rumahtangga petani lapisan atas berada pada posisi yang tetap.. Setelah menjual lahannya, banyak rumahtangga petani yang menggunakan uang hasil penjualan lahannya untuk merenovasi rumah khusunya pada rumahtangga petani lapisan bawah dan menengah. Hal ini mengakibatkan setelah terjadinya konversi lahan persentase rumah bagus meningkat. 5.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan dalam hal ini dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori rendah dan kategori tinggi. Sebagian besar warga di wilayah ini memiliki tingkat

12 pendidikan yang rendah, khususnya warga usia tua. Mayoritas warga hanya menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Mayoritas petaninya pun adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Tabel 6. Persentase Perbandingan Tingkat Pendidikan Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Lahan (B) dan Sesudah Terjadinya Lahan (A) di Kelurahan Mulyaharja Tingkat Pendidikan Pelapisan Sosial Rendah B A B A B A Atas 55,6 11,1 44,4 88, Menengah Bawah 85,7 57,1 14,3 42, Rata-rata 77,1 48,6 22,9 51, Tabel 6 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani memiliki tingkat pendidikan rendah dengan persentase sebesar 77,1 persen. Rumahtangga petani lapisan atas, mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan persentase sebesar 55,6 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah, mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan persentase sebesar 80 persen. Rumahtangga petani lapisan bawah, mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah dengan persentase sebesar 85,7 persen. Ketiga lapisan rumahtangga petani tersebut, mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Namun, persentase tingkat pendidikan rendah paling besar terdapat pada rumahtangga petani lapisan bawah dengan persentase sebesar 85,7 persen, dan persentase tingkat pendidikan rendah paling kecil terdapat pada rumahtangga petani lapisan atas dengan persentase sebesar 55,6 persen. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendidikan tinggi mengalami peningkatan sebesar 44,5 persen, yaitu dari 44,4 persen menjadi 88,9 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendidikan rendah, setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 44,5 persen, yaitu dari 55,6 persen menjadi 11,1 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, setelah konversi lahan tidak mengalami peningkatan, yaitu tetap sebesar 20 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang

13 memiliki tingkat pendidikan rendah, setelah konversi lahan juga tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 80 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, setelah konversi lahan mengalami peningkatan sebesar 28,6 persen, yaitu dari 14,3 persen menjadi 42,9 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendidikan rendah, setelah konversi lahan mengalami penurunan sebesar 28,6 persen, yaitu dari 85,7 persen menjadi 57,1 persen. Tingkat pendidikan pada semua lapisan rumahtangga petani semakin baik. Berdasarkan penuturan informan, dapat diketahui bahwa anak yang tamat SMP, SMA, bahkan S1 meningkat walaupun jumlahnya tidak banyak. Semakin tinggi lapisan sosial, maka semakin tinggi tingkat pendidikannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah lapisan sosial, maka semakin rendah pula tingkat pendidikannya. 5.4 Tingkat Kesehatan Tingkat kesehatan dalam hal ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu kategori rendah, kategori sedang, dan kategori tinggi. Tabel 7. Pelapisan Sosial Persentase Perbandingan Tingkat Kesehatan Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Lahan (B) dan Sesudah Terjadinya Lahan (A) di Kelurahan Mulyaharja Tingkat Kesehatan Rendah Sedang B A B A B A B A Atas ,9 88,9 11,1 11, Menengah Bawah Rata-rata ,1 97,1 2,9 2, Tabel 7 menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah konversi lahan, seluruh lapisan rumahtangga petani tidak ada yang memiliki tingkat kesehatan yang rendah. Hal ini karena fasilitas kesehatan sangat mudah untuk di akses. Mayoritas rumahtangga petani memiliki tingkat kesehatan pada kategori sedang, dengan persentase sebesar 97,1 persen. Rumahtangga petani baik lapisan atas, menengah, maupun bawah mayoritas memiliki tingkat kesehatan dengan kategori sedang berturut-turut sebesar 88,9 persen, 100 persen, dan 100 persen.

14 Sebelum dan sesudah konversi lahan, persentase tingkat kesehatan kategori tinggi terbesar tetap ditempati oleh petani kelas atas yaitu sebesar 11,1 persen. Tingkat kesehatan pada kategori sedang juga masih ditempati oleh petani kelas bawah dan menengah yang persentasenya sama yaitu sebesar 100 persen. Berdasarkan informasi dari pihak Kelurahan, dapat diketahui bahwa sejak dulu, kondisi kesehatan warga memang cukup baik. Hal ini karena akses akan sarana kesehatan di wilayah ini mudah untuk diperoleh. Jarak Puskesmas dengan rumah warga tidak terlalu jauh. 5.5 Tingkat Kepemilikan Aset Tingkat kepemilikan aset dalam hal ini dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori rendah, kategori sedang, dan kategori tinggi. Tabel 8. Pelapisan Sosial Persentase Perbandingan Tingkat Kepemilikan Aset Rumahtangga Petani Berdasarkan Pelapisan Sosial Sebelum Terjadinya Lahan (B) dan Sesudah Terjadinya Lahan (A) di Kelurahan Mulyaharja Tingkat Kepemilikan Aset Rendah Sedang B A B A B A B A Atas 11,1 0 77,8 88,9 11,1 11, Menengah Bawah 76, , Rata-rata 54,3 57,1 42,9 40 2,8 2, Tabel 8 menunjukkan bahwa sebelum konversi lahan, mayoritas rumahtangga petani memiliki tingkat kepemilikan aset yang rendah, dengan persentase sebesar 54,3 persen. Rumahtangga petani lapisan atas, mayoritas memiliki tingkat kepemilikan aset yang sedang dengan persentase sebesar 77,8 persen. Rumahtangga petani lapisan menengah, mayoritas memiliki tingkat kepemilikan aset yang sedang dengan persentase sebesar 60 persen. Sedangkan rumahtangga petani lapisan bawah, mayoritas memiliki tingkat kepemilikan aset yang rendah dengan persentase sebesar 76,2 persen. Setelah konversi lahan, persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset tinggi jumlahnya tetap sama yaitu 11,1 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan

15 aset sedang, mengalami peningkatan sebesar 11,1 persen, yaitu dari 77,8 persen menjadi 88,9 persen. Sedangkan persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset rendah mengalami penurunan dari 11,1 persen menjadi 0 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat kepemilikan aset tinggi, setelah konversi lahan jumlahnya tetap sama yaitu 0 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat kepemilikan aset sedang, mengalami penurunan sebesar 20 persen, yaitu dari 60 persen menjadi 40 persen. Sedangkan persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat kepemilikan aset rendah mengalami peningkatan dari 40 persen menjadi 60 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat kepemilikan aset tinggi, setelah konversi lahan jumlahnya tetap sama yaitu 0 persen. Persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat kepemilikan aset sedang, mengalami penurunan sebesar 4,8 persen, yaitu dari 23,8 persen menjadi 19 persen. Sedangkan persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat kepemilikan aset rendah, setelah konversi lahan mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen, yaitu dari 76,2 persen menjadi 81 persen. Semakin tinggi lapisan sosial, maka tingkat kepemilikan aset akan semakin tinggi. semakin rendah lapisan sosial, maka tingkat kepemilikan aset akan semakin rendah. Ikhtisar Setelah konversi lahan, taraf hidup yang diukur melalui tingkat pendapatan, kondisi tempat tinggal (perumahan), tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan tingkat kepemilikan aset mengalami perubahan. Pada rumahtangga petani lapisan bawah, tingkat pendapatan kategori rendah mengalami penurunan sebesar 19,1 persen, tingkat pendapatan kategori sedang dan tinggi mengalami peningkatan masing-masing sebesar 14,3 persen dan 4,8 persen. Kondisi seperti ini tentu saja lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya konversi lahan. Hal ini terjadi karena banyak dari rumahtangga petani lapisan bawah yang

16 bisa mengelola uang hasil penjualan lahan dengan baik, dengan cara membuka usaha lain di luar sektor pertanian atau membelikan lagi uang hasil penjualan ke dalam bentuk tanah pertanian dengan ukuran yang lebih luas. Pada rumahtangga petani lapisan menengah, tingkat pendapatan pada kategori rendah, sedang, dan tinggi, persentasenya tidak berubah antara sebelum dan sesudah konversi. Pada rumahtangga petani lapisan atas, tingkat pendapatan setelah konversi pada kategori rendah mengalami peningkatan sebesar 22,2 persen, tingkat pendapatan pada kategori sedang dan tinggi mengalami penurunan masing-masing sebesar 11,1 persen. Kondisi seperti ini tentu saja tidak menguntungkan bagi rumahtangga petani lapisan atas. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki rumah dengan kategori bagus mengalami peningkatan sebesar 4,7 persen. rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki rumah dengan kategori bagus juga mengalami peningkatan sebesar 20 persen, dan rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki rumah dengan kategori bagus persentasenya tidak berubah. Hal ini terjadi karena rumahtangga petani lapisan bawah dan rumahtangga petani lapisan menengah banyak yang menggunakan sebagian uang hasil penjualan lahan untuk merenovasi rumah. Rumahtangga petani lapisan atas memiliki persentase yang tetap karena mayoritas rumahtangga petani lapisan atas memang sudah memiliki rumah dengan kategori bagus sebelum terjadinya konversi lahan. Setelah konversi lahan, tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan bawah pada kategori tinggi mengalami peningkatan sebesar 28,6 persen. Tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan menengah pada kategori tinggi persentasenya tidak berubah. Tingkat pendidikan rumahtangga petani lapisan atas pada kategori tinggi mengalami peningkatan sebesar 44,5 persen. Sebelum dan sesudah konversi lahan, persentase tingkat kesehatan kategori tinggi, sedang, dan rendah pada masing-masing lapisan, memiliki persentase yang tetap. Hal ini karena sejak dulu akses akan sarana kesehatan di wilayah ini mudah diperoleh. Sebelum dan sesudah konversi lahan, tingkat kepemilikan aset tinggi hanya dimiliki oleh rumahtangga peatani lapisan atas dengan persentase yang

17 tetap, yaitu 11,1 persen setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan bawah dan lapisan menengah yang tingkat kepemilikan asetnya rendah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,8 persen dan 20 persen, sedangkan tingkat kepemilikan aset sedang pada rumahtangga petani lapisan bawah dan menengah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,8 persen dan 20 persen. Setelah konversi lahan, rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset rendah mengalami penurunan sebesar 11,1 persen, dan rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat kepemilikan aset sedang mengalami peningkatan sebesar 11,1 persen. BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KONVERSI LAHAN 6.1 Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor yang diduga mempengaruhi tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Dalam hal ini, tingkat konversi lahan dibagi menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. Tingkat konversi dapat dikatakan tinggi jika petani menjual lebih dari 50 persen dari total lahan yang dia miliki, sedangkan tingkat konversi dikatakan rendah jika petani menjual kurang dari atau sama dengan 50 persen dari total lahan yang dia miliki. Faktor internal yang dimaksud adalah meliputi tingkat pendapatan rumahtangga, jumlah tanggungan, tingkat ketergantungan terhadap lahan, dan tingkat pendidikan Tingkat Pendapatan Rumahtangga pendapatan rumahtangga petani diperoleh dari penjumlahan pendapatan pertanian, pendapatan di luar usaha pertanian, dan pendapatan yang diperoleh dari anggota keluarga yang ikut membantu memenuhi kebutuhan setiap bulan.

18 Tabel 9. Pendapatan Rumahtangga Petani dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Bawah Tingkat Pendapatan Rumahtangga Rendah Rendah , , Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendapatan rendah adalah sebesar 81 persen, dan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi adalah sebesar 19 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya rendah, dan 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 84,2 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya rendah, dan 15,8 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan bahwa pada tabulasi silang, nilai probabilitas sebesar 0,241 nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus konversi lahan di kalangan petani lapisan bawah, tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Hal ini senada dengan pernyataan Bapak S yang merupakan salah satu responden dari petani lapisan bawah: walaupun lahan saya gak luas dan tiap panen hasilnya juga kecil, tapi saya mah sebenarnya gak mau ngejual lahan. Saya mah gak punya kerjaan lain selain tani. Tabel 10. Pendapatan Rumahtangga Petani dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Menengah Tingkat Pendapatan Rumahtangga Rendah Rendah

19 Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendapatan rendah adalah sebesar 80 persen, dan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi adalah sebesar 20 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, hanya dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendapatan rendah yaitu sebanyak 100 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya rendah, dan 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan bahwa pada tabulasi silang, nilai probabilitas sebesar 0,576 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus konversi lahan di kalangan petani lapisan menengah, tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Tabel 11. Pendapatan Rumahtangga Petani dan Tingkat Lahan pada Petani Lapisan Atas Tingkat Pendapatan Rumahtangga Rendah Rendah , , Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendapatan rendah adalah sebesar 33,3 persen, dan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi adalah sebesar 66,7 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya rendah, dan 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 40 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya rendah, dan 60 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendapatannya tinggi.

20 Analisis chi-square menunjukkan bahwa pada tabulasi silang, nilai probabilitas sebesar 0,635 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada kasus konversi lahan di kalangan petani lapisan atas, tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan pada petani. Berikut salah satu pernyataan dari Ibu N yang merupakan responden dari petani kelas atas: Pendapatan mah lumayanlah neng, tapi saya ngejual soalnya sekarang emang susah nyari tenaga kerjanya, gak kaya dulu. Saya mah kan ga ngolah sendiri Jumlah Tanggungan Penelitian ini menduga bahwa semakin kecil jumlah tanggungan maka tingkat konversi lahan akan semakin tinggi. Dalam hal ini jumlah tanggungan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Jumlah tanggungan dikatakan rendah jika kurang dari atau sama dengan 4 orang. Jumlah tanggungan dikatakan tinggi jika lebih dari 4 orang. Tabel 12. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Jumlah Tanggungan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Bawah. Jumlah Tanggungan Rendah Rendah , , ,6 7 33, Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki jumlah tanggungan rendah adalah sebesar 66,7 persen, dan yang memiliki jumlah tanggungan tinggi adalah sebesar 33,3 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya rendah, dan 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 68,4 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah

21 tanggungannya rendah, dan 31,6 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,599 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa jumlah tanggungan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan bawah. Berikut pernyataan dari Bapak C dari petani lapisan bawah: walaupun udah ga ada yang dibiayain, tetep aja kebutuhan mah tiap hari ada. Makanya saya ga ngejual semua lahan saya, yang saya jual cuma sedikit Tabel 13. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Jumlah Tanggungan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Menengah. Jumlah Tanggungan Rendah Rendah Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki jumlah tanggungan rendah adalah sebesar 80 persen, dan yang memiliki jumlah tanggungan tinggi adalah sebesar 20 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, hanya dilakukan oleh rumahtangga petani yang memiliki jumlah tanggungan rendah, yaitu sebesar 100 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya rendah, dan 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,576 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa jumlah

22 tanggungan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan menengah. Tabel 14. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Jumlah Tanggungan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Atas. Jumlah Tanggungan Rendah Rendah , , Tabel 14 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki jumlah tanggungan rendah adalah sebesar 44,4 persen, dan yang memiliki jumlah tanggungan tinggi adalah sebesar 55,6 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya rendah, dan 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 40 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya rendah, dan 60 persen berasal dari rumahtangga petani yang jumlah tanggungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,764 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan atas. Berikut pernyataan dari Ibu N yang merupakan responden dari petani lapisan atas: Ah..walaupun anak saya masih banyak yang harus dibiayain, tapi kan usaha saya juga banyak, jadi cukuplah untuk memenuhi kebutuhan.bukan gara-gara itu saya ngejual lahan banyak neng Tingkat Ketergantungan Terhadap Lahan Tingkat Ketergantungan akan lahan diduga memepengaruhi tingkat konversi yang dilakukan oleh petani. Dugaan tersebut adalah bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan petani terhadap lahan, maka tingkat konversi akan

23 semakin rendah. Ketergantungan dikatakan rendah jika petani memiliki usaha lain di luar pertanian dan usaha tersebut menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari pada bertani. Ketergantungan dikatakan tinggi jika petani tidak memiliki usaha lain di luar pertanian atau memiliki usaha lain di luar pertanian, namun pendapatan dari usaha lain tersebut lebih kecil dari usaha pertanian. Tabel 15.Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Ketergantungan Terhadap Lahan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Bawah. Tingkat Ketergantungan Rendah Rendah , , ,3 2 9, Tabel 15 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat ketergantungan rendah terhadap lahan adalah sebesar 90,5 persen, dan yang memiliki ketergantungan tinggi adalah sebesar 9,5 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungan terhadap lahannya rendah, dan 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 94,7 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya rendah, dan 5,3 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,04 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat ketergantungan terhadap lahan pertanian dengan tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani lapisan bawah. Hal ini diperkuat dengan pernyatan Bapak E dari petani lapisan bawah: saya mah ga bisa kerja yang lain selain tani, lagian saya mah sekolah SD juga ngga tamat. Makanya saya ga ngejual semua lahan, kalo saya jual semua mah nanti saya mau kerja apa. Uang hasil jual sebagian lahan juga saya pake buat beli tanah lagi di luar kampung.

24 Tabel 16. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Ketergantungan Terhadap Lahan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Menengah. Tingkat Ketergantungan Rendah Rendah Tabel 16 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat ketergantungan terhadap lahan rendah adalah sebesar 80 persen, dan yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi adalah sebesar 20 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, hanya dilakukan oleh rumahtangga petani yang memiliki tingkat ketergantungan rendah, yaitu sebesar 100 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya rendah, dan 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,576 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa ada hubungan antara tingkat ketergantungan terhadap lahan dengan tingkat konversi pada petani lapisan menengah. Tabel 17. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Ketergantungan Terhadap Lahan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Atas. Tingkat Ketergantungan Rendah Rendah , , Tabel 17 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat ketergantungan rendah terhadap lahan adalah sebesar 55,6 persen, dan yang memiliki ketergantungan tinggi adalah sebesar 44,4 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungan

25 terhadap lahannya rendah, dan 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 80 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya rendah, dan 20 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat ketergantungannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,099 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa tingkat ketergantungan terhadapa lahan pertanian memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan atas. Berikut pernyataan Bapak M dari petani lapisan atas: Selain tani, saya punya toko neng. Walaupun usaha saya ga cuma tani, tapi saya cuma ngejual lahan sedikit, soalnya lumayanlah buat nambah-nambah penghasilan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan diduga mempengaruhi tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Diduga bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, maka tingkat konversi lahan akan semakin tinggi. Tabel 18. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Bawah. Tingkat Pendidikan Rendah Rendah , , ,3 1 4, Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan bawah yang memiliki tingkat pendidikan rendah adalah sebesar 95,2 persen, dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi adalah sebesar 4,8 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, hanya dilakukan oleh rumahtangga petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu sebesar 100 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 94,7 persen berasal dari rumahtangga

26 petani yang tingkat pendidikannya rendah, dan 5,3 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,740 yang nilainya lebih besar dar 0,05 (α= 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan bawah. Tabel 19. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Menengah. Tingkat Pendidikan Rendah Rendah Tabel 19 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan menengah yang memiliki tingkat pendidikan rendah adalah sebesar 80 persen, dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi adalah sebesar 20 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, hanya dilakukan oleh rumahtangga petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu sebesar 100 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 75 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya rendah, dan 25 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan probabilitas sebesar 0,576 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat konversi pada petani lapisan menengah. Tabel 20. Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Atas. Tingkat Pendidikan Rendah Rendah , ,

27 Tabel 20 menunjukkan bahwa persentase rumahtangga petani lapisan atas yang memiliki tingkat pendidikan rendah adalah sebesar 66,7 persen, dan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi adalah sebesar 33,3 persen. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori rendah, sebanyak 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya rendah, dan 50 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya tinggi. Persentase rumahtangga petani yang mengkonversi lahan dengan kategori tinggi, sebanyak 80 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya rendah, dan 20 persen berasal dari rumahtangga petani yang tingkat pendidikannya tinggi. Analisis chi-square menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,343 yang nilainya lebih besar dari 0,05 (α = 0,05). Analisis menolak dugaan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan tingkat konversi lahan pada petani lapisan atas. 6.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor di luar petani yang diduga ikut mempengaruhi tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang diduga mempengaruhi tingkat konversi lahan antara lain adalah pengaruh tetangga, pengaruh swasta (investor), dan kebijakan pemerintah dalam bidang pertanian Pengaruh Tetangga Penelitian ini menduga bahwa tetangga mempengaruhi tingkat konversi lahan yang dilakukan oleh petani. Semakin besar jumlah tetangga yang mengkonversi lahan, maka tingkat konversi lahan akan semakin tinggi. Tabel 21.Jumlah Rumahtangga Petani Menurut Pengaruh Tetangga dan Tingkat Lahan Pada Petani Lapisan Bawah. Pengaruh Tetangga Rendah Rendah ,1 6 28, , ,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Tinggi : memiliki kartu ASKES, berobat di puskesmas atau mempuyai dokter pribadi. 2. Rendah : tidak memiliki ASKES, berobat di dukun. 14. Tingkat Kepemilikan aset adalah jumlah barang berharga yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan 4.1.1 Batas Wilayah Desa Mulyaharja terbentuk dari pemekaran Desa Sukaharja. Desa Sukaharja termasuk bagian dari Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Letak dan Luas Wilayah Kelurahan Pagaruyung merupakan salah satu dari sekian banyak kelurahan yang ada dikecamatan Tapung yang terbentuk dari program Transmigrasi oleh

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Desa Kembang Kuning terbagi atas tiga dusun atau kampung, yakni Dusun I atau Kampung Narogong, Dusun II atau Kampung Kembang Kuning, dan Dusun III atau Kampung Tegal Baru. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI 33 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI 4.1 Lokasi dan Keadaan Wilayah Kelurahan Beji adalah sebuah kelurahan diantara enam kelurahan yang terdapat di Kecamatan Beji Kota Depok. Kelurahan Beji terbentuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak geografis Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis dapat dilihat pada tabel berikut:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR 4.1 Gambaran Umum Desa 4.1.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang 4 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang meliputi lokasi penelitian dan aktivitas orang lanjut usia di kelurahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI OBYEKTIF LOKASI DESA BITUNG JAYA KEC. CIKUPA KAB. TANGERANG

BAB II KONDISI OBYEKTIF LOKASI DESA BITUNG JAYA KEC. CIKUPA KAB. TANGERANG BAB II KONDISI OBYEKTIF LOKASI DESA BITUNG JAYA KEC. CIKUPA KAB. TANGERANG A. Gambaran Umum Wilayah 1. Letak Geografis Desa Bitung jaya merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Cikupa kabupaten

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki 65 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wialayah Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan yang berlokasi pada dua Desa yaitu Desa Bumi Restu dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kelurahan Tegal Gundil 4.1.1. Profil Kelurahan Tegal Gundil Kelurahan Tegal Gundil merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor,

Lebih terperinci

P R O F I L DESA DANUREJO

P R O F I L DESA DANUREJO P R O F I L DESA DANUREJO PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG KECAMATAN MERTOYUDAN DESA DANUREJO ALAMAT :DANUREJO MERTOYUDAN MAGELANG TELP (0293) 325590 Website : danurejomty.wordpress.com Email : desadanurejo@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Demografis Desa Petir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk Desa

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB III KERJASAMA DALAM PENGADAANDAN PENGOPERASIONALAN MESIN DOS DI DESA LEMBAH KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN

BAB III KERJASAMA DALAM PENGADAANDAN PENGOPERASIONALAN MESIN DOS DI DESA LEMBAH KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN BAB III KERJASAMA DALAM PENGADAANDAN PENGOPERASIONALAN MESIN DOS DI DESA LEMBAH KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Lembah adalah suatu desa yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah dan Geografis KelurahanMaharatu Desa Swamedyaialah desa yang berkecukupan dalam hal sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam hal dana modal sehingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ini terletak di sebelah Desa Panaragan, berjarak ±15 km dari ibu kota kecamatan,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ini terletak di sebelah Desa Panaragan, berjarak ±15 km dari ibu kota kecamatan, IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Tirta Makmur merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Desa Tirta Makmur ini

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II. 1 Deskripsi Desa Muliorejo Desa Muliorejo merupakan salah satu desa / kelurahan yang berada di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera,

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

BAB II PROFIL WILAYAH. acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN

BAB II PROFIL WILAYAH. acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN BAB II PROFIL WILAYAH A. Kondisi Wilayah Survei sangat perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN sebagai acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN belangsung, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat 28 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI A. Sejarah Singkat Kelurahan Way Dadi Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat berbatasan dengan wilayah Bandar Lampung maka pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 24 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas Wilayah Desa Parakan adalah desa yang terletak di kecamatan Ciomas, kabupaten Bogor, provinsi Provinsi Jawa Barat merupakan daerah padat penduduk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Indonesia dengan sasaran pembukaan lapangan kerja.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Indonesia dengan sasaran pembukaan lapangan kerja. 11 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian tentang usaha pembelian buah kelapa sawit ini terletak di Desa Tapung Jaya Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu. Desa Tapung Jaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DESA CIARUTEUN ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

GAMBARAN UMUM DESA CIARUTEUN ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR 27 GAMBARAN UMUM DESA CIARUTEUN ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR Kondisi Geografis Secara geografis, Desa Ciauteun Ilir terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda 31 BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR A. Sejarah Desa Sempor Pada jaman dahulu kala ada dua orang putra Eyang Kebrok, namanya belum diketahui mendapat perintah untuk membuat sungai. Putra yang tua membuat

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 35 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan keadaan umum wilayah penelitian dan deskripsi dan analisis tayangan iklan layanan masyarakat. Dalam penelitian ini kondisi potensi sosial

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara etimologis, Hajimena sebenarnya berasal dari kata Aji, yang berarti ini dan Mena

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara etimologis, Hajimena sebenarnya berasal dari kata Aji, yang berarti ini dan Mena IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah dan Asal-Usul Desa Hajimena Secara etimologis, Hajimena sebenarnya berasal dari kata Aji, yang berarti ini dan Mena yang berarti duluan (dalam Bahasa Lampung).

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DI KAMPUNG DESA BITUNG JAYA, KECAMATAN CIKUPA TANGERANG BANTEN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DI KAMPUNG DESA BITUNG JAYA, KECAMATAN CIKUPA TANGERANG BANTEN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DI KAMPUNG DESA BITUNG JAYA, KECAMATAN CIKUPA TANGERANG BANTEN A. Sejarah Kp. Bitung Jaya, Cikupa, Tangerang Banten. Asal muasal desa menurut orang tua dulu di Cikupa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Ciamis Berdasarkan data geografis, wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 20' sampai dengan 108 40' Bujur Timur dan 7 40'20" Lintang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

PETA SOSIAL DESA CURUG

PETA SOSIAL DESA CURUG PETA SOSIAL DESA CURUG Lokasi Desa Curug merupakan salah satu dari 10 desa yang berada dibawah wilayah administratif Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Letak fisik desa sangat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Demografis Desa Sungai Keranji

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Demografis Desa Sungai Keranji BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Demografis Desa Sungai Keranji Desa Sungai Keranji merupakan desa yang berada Di Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi dengan luas

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MUSHOLLA DARUL ULLUM DESA INDRAPURI. seluas 1487,5 ha/m2. Dan jumlah penduduk Desa Indrapuri adalah 3955

BAB II GAMBARAN UMUM MUSHOLLA DARUL ULLUM DESA INDRAPURI. seluas 1487,5 ha/m2. Dan jumlah penduduk Desa Indrapuri adalah 3955 BAB II GAMBARAN UMUM MUSHOLLA DARUL ULLUM DESA INDRAPURI A. Demografi Desa Indrapuri Batas wilayah Desa Indrapuri adalah sebelah utara Desa Gading Sari, sebelah selatan PT. Egasuti, sebelah timur PTPN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 28 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas Wilayah Kelurahan Pasir Mulya merupakan salah satu Kelurahan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan tipe eksplanatori. Penelitian eksplanatori merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan antarvariabel

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ada di kecamatan Kampar Utara yang luas wilayahnya , 75 Ha. Adapun batas-batas wilayah desa sawah:

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ada di kecamatan Kampar Utara yang luas wilayahnya , 75 Ha. Adapun batas-batas wilayah desa sawah: BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis dan Demografis Desa Sawah 1. Geografis Desa Sawah Kecamatan Kampar Utara adalah salah satu Desa yang ada di kecamatan Kampar Utara yang luas wilayahnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 558 194 ha. Desa Sipak secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yang bertujuan

BAB 4 METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yang bertujuan BAB 4 METODOLOGI 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yang bertujuan untuk melihat suatu gambaran fenomena kesehatan masyarakat pada satu titik point waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jarak dengan ibukota provinsi (pekanbaru)sekitar 200 km. 1) Sebelah utara berbatasan dengan desa sepotong

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jarak dengan ibukota provinsi (pekanbaru)sekitar 200 km. 1) Sebelah utara berbatasan dengan desa sepotong 18 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografi Desa laksamana merupakan desa yang ada di kecamatan Sabak Auh yang ibu kota nya Kabupaten Siak dengan luas wilayah lebih kurang 918,44 km2. jarak antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI

GAMBARAN UMUM LOKASI 23 GAMBARAN UMUM LOKASI Bab ini menjelaskan keadaan lokasi penelitian yang terdiri dari kondisi geografis, demografi, pendidikan dan mata pencaharian, agama, lingkungan dan kesehatan, potensi wisata, pembangunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN TUAH KARYA KECAMATAN TAMPAN PEKANBARU. yang ada di kota Pekanbaru, yang pada mulanya merupakan wilayah dari

BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN TUAH KARYA KECAMATAN TAMPAN PEKANBARU. yang ada di kota Pekanbaru, yang pada mulanya merupakan wilayah dari 15 BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN TUAH KARYA KECAMATAN TAMPAN PEKANBARU A. Letak Geografis dan Demografis Kecamatan Tampan kota Pekanbaru adalah salah satu dari 12 kecamatan yang ada di kota Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.I Identifikasi Wilayah 2.1.1 Lokasi Desa Sukanalu Desa Sukanalu termasuk dalam wilayah kecamatan Barus Jahe, kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Sukanalu adalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. klasifikasi data rendah. Dusun Mojosantren merupakan dusun yang strategis

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. klasifikasi data rendah. Dusun Mojosantren merupakan dusun yang strategis BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun mojosantren bila dilihat dari sudut geografis termasuk pada klasifikasi data rendah. Dusun Mojosantren merupakan dusun yang strategis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. GEOGRAFI 1. Letak Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Propinsi Lampung, sekaligus sebagai pusat perdagangan dan jasa terbesar di propinsi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 24 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Keadaan topografi dan letak wilayah Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang terdapat di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MERAK KECAMATAN SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MERAK KECAMATAN SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MERAK KECAMATAN SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN A. Kondisi Geografis Desa Merak Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang Provinisi Banten Tertulis atau terdengar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah 10 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Kesuma Nama Kesuma dulunya namanya adalah Kalam Pasir yang dulunya terletak dipinggir sungai Kundur. Sekitar tahun 70-an bupati Alamsyah berkunjung

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan sejarahnya Desa Karta Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan sejarahnya Desa Karta Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Desa Karta. Berdasarkan sejarahnya Desa Karta Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah nama sebuah Desa yang terletak

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SEI. INJAB KELURAHAN TERKUL. luas wilayah Hektar (Ha). Secara georafis, Kelurahan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SEI. INJAB KELURAHAN TERKUL. luas wilayah Hektar (Ha). Secara georafis, Kelurahan BAB II GAMBARAN UMUM DESA SEI. INJAB KELURAHAN TERKUL A. Kondisi Geografis Dan Demografis 1. Kondisi Geografis Desa Sei. Injab adalah salah satu desa yang berada dikelurahan Terkul Kecamatan Rupat Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR

BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 54 BAB VI PENILAIAN IMPLEMENTASI PROGRAM CSR 6.1 Karakteristik Responden Penelitian ini memiliki responden sebanyak 30 orang, jumlah ini didapatkan dari banyaknya aparatur Desa Bantarjati, dari mulai anggota

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh 25 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Data dikumpulkan untuk meneliti suatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu (Umar 2006).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Jenis dan Teknik Pengambilan Contoh 20 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, karena data dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan dengan sampel yang dipilih khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI WILAYAH Hasil survei ini merupakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini juga diperoleh dengan mengacu

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT NELAYAN DENGAN STRATEGI SOSIAL DAN STRATEGI EKONOMI NELAYAN 7.1. Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Sosial 7.1.1. Hubungan Usia dengan Strategi

Lebih terperinci