BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar ,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan. Berdasarkan data statistik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang (2010), luas lahan pertanian yaitu sekitar ,02 ha, sedangkan luas hutan rakyat sekitar ha. Melihat luas pemanfaatan lahan tersebut, berarti masyarakat lebih memilih lahannya untuk dimanfaatkan menjadi lahan pertanian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan kayu semakin meningkat sehingga stok kayu berkurang dan harga kayu semakin mahal. Melihat keadaan seperti itu masyarakat berpikir bahwa hutan rakyat memiliki prospek yang bagus kedepannya karena diharapkan kayu rakyat dapat memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat. Jika dilihat dari susunan jenisnya terdapat dua pola pengelolaan hutan rakyat yang dikembangkan di Kabupaten Sumedang yaitu hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran Hutan Rakyat Monokultur Hutan rakyat monokultur merupakan hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman yang dikembangkan. Desa yang terpilih sebagai tempat penelitian dengan bentuk hutan rakyat monokultur adalah Desa Naluk yang terletak di Kecamatan Cimalaka dengan luas hutan rakyat sebesar 78 ha. Hutan rakyat monokultur ini dikembangkan diatas lahan milik pribadi. Kelompok tani hutan rakyat yang terdapat di Desa ini bernama kelompok tani Sariwangi dengan jumlah petani hutan rakyat sebanyak 300 orang tetapi yang aktif sebagai anggota kelompok tani hanya 30 orang. Terbentuknya kelompok tani Sariwangi ini pada tahun 1991, tetapi mulai bergerak di bidang hutan rakyat pada tahun 1999 dengan ketuanya yang bernama Bapak Nana. Pada awalnya sebelum menjadi kelompok tani hutan rakyat, kelompok tani ini lebih menonjolkan komoditas pertaniannya yaitu vanili dan pada waktu itu ketuanya adalah Bapak Syarif. Setelah harga vanili anjlok, kemudian kepengurusan berganti dan menjadi

2 33 perkumpulan petani hutan rakyat karena semua petani beralih ke hutan rakyat. Hal tersebut terjadi karena menurut ketua kelompok tani yaitu Bapak Nana, bahwa harga kayu memiliki prospek yang tinggi kedepannya dan sampai saat ini tidak ada harga kayu yang turun karena harga kayu tersebut tidak tergantung pada nilai tukar dolar dan makin bertambah harganya karena kebutuhan terhadap kayu semakin meningkat. Komoditas yang dikembangkan di hutan rakyat monokultur yaitu mahoni, jati dan sengon. Kondisi hutan rakyat monokultur dapat dilihat pada Gambar 4. a. Tanaman utama mahoni b. Tanaman utama jati c. Tanaman utama sengon Gambar 4 Kondisi tanaman pada hutan rakyat monokultur.

3 34 Jenis utama yang dikembangkan di hutan rakyat ini pada awalnya adalah pohon sengon (Paraserianthes falcataria). Tapi setelah pohon sengon mulai gampang terserang oleh hama penyakit, banyak petani yang berlalih untuk menanam pohon mahoni (Swietenia mahagoni) karena harga jualnya lebih tinggi. Selain itu dalam pemeliharaan lahannya tidak terlalu sulit, petani tidak perlu repot-repot untuk membersihkan lahan karena jarang rumput yang tumbuh di bawah tegakan mahoni akibat dari tumpukan daun mahoni yang tebal bisa menghambat pertumbuhan rumput. Sehingga komoditas utama yang dikembangkan di hutan rakyat monokultur ini adalah pohon mahoni Hutan Rakyat Campuran Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang di dalamnya terdiri dari lebih satu jenis pohon. Desa yang terpilih sebagai tempat penelitian untuk jenis hutan rakyat campuran adalah Desa Karanglayung dengan luas hutan rakyat sebesar 60 ha. Hutan rakyat ini dikembangkan di atas lahan desa bukan lahan milik pribadi karena hutan rakyat ini terbentuk melalui program penghijauan yang diadakan di desa tersebut. Pada awalnya sebelum hutan rakyat terbentuk lahan yang terdapat di desa ini merupakan lahan desa yang terbengkalai yang dipenuhi oleh rerumputan dan alang-alang serta tanaman buah yang tidak terawat. Pada tahun 2004 Dinas Perkebunan dan Kehutanan setempat melaksanakan program penghijauan dan mengubah lahan desa yang terbengkalai menjadi hutan rakyat. Bibit pohon yang ditanam di hutan rakyat tersebut berasal dari Dinas Kehutanan setempat. Tujuan dari pembentukan hutan rakyat ini adalah untuk menghijaukan lahan desa, karena ketika tidak ada hutan kondisi udara dan lingkungan disekitar menjadi panas dan kering. Selain itu untuk membantu warga setempat yang mengalami kesulitan ekonomi. Setelah itu dibentuklah kelompok tani hutan rakyat dengan nama kelompok Tani Bahagia II yang diketuai oleh Bapak Ujin Sutarji. Jumlah anggota kelompok tani tersebut sebanyak 43 orang. Hasil kayu yang didapat dari hutan rakyat tersebut nantinya di bagi hasil dengan pemerintah desa karena tanah yang digunakan adalah tanah desa. Pembagian hasil tersebut adalah 30% dari hasil penjualan kayu akan diberikan kepada pemerintah desa dan sisanya untuk petani.

4 35 Petani juga bisa menanami hutan rakyat tersebut dengan tanaman tumpang sari dan buah-buahan. Hasil dari tanaman tumpang sari ini sepenuhnya milik petani dan pemerintah desa setempat tidak akan memungut hasil. Pada program penghijauan ini komoditas tanaman utama yang diberikan adalah jati (Tectona grandis) dan mahoni (Swietenia mahagoni). Selain itu pemerintah juga memberikan tanaman tumpang sari yaitu kelapa, jagung, mangga dan petai tetapi tanaman tumpang sari itu tidak tumbuh dengan baik karena dirusak oleh babi hutan. Tanaman tumpang sari yang tumbuh hanya petai dan mangga dan itupun hanya 2-3 pohon saja, sehingga petani lebih banyak memanfaatkan kayu bakarnya saja karena kayu yang ditanam belum bisa dimanfaatkan mengingat umur tanaman tersebut baru sekitar 7 tahun. Kondisi hutan rakyat campuran dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Hutan rakyat campuran dengan tanaman utama jati dan mahoni. 5.2 Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik yang dipilih dari tiap petani hutan rakyat monokultur di Desa Naluk dan hutan rakyat campuran di Desa Karanglayung, meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga, luas kepemilikan lahan, kekosmopolitan, kontak dengan penyuluh, frekuensi bertemu petani dan bantuan pemerintah. Karakteristik tersebut merupakan faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan

5 36 rakyat. Jumlah responden yang terpilih untuk tiap desa sebanyak 30 responden, sehingga jumlah keseluruhan responden untuk dua desa sebanyak 60 responden Umur Responden Umur responden yaitu usia yang diukur dengan menghitung selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilakukan penelitian. Dalam menentukan kategori umur responden yaitu berdasarkan sebaran umur responden dan usia produktif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di hutan rakyat monokultur bahwa sebaran umur tertinggi responden, yaitu: terdapat pada umur tahun sebanyak 13 responden (43,33) dan terendah antara umur tahun sebanyak 2 responden (6,67%). Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan di hutan rakyat campuran bahwa sebaran umur responden tertinggi terdapat pada umur tahun sebanyak 10 responden (33,33%), tetapi untuk sebaran umur terendah yaitu antara umur tahun sebanyak 2 responden (6,67%), berbeda dengan sebaran umur terendah pada hutan rakyat monokultur (Tabel 8). Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan umur Umur (tahun) Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n % n % ,00 2 6, , , , , , , , ,00 Total , ,00 Tabel 8 menunjukkan bahwa di hutan rakyat monokultur dan campuran rata-rata masyarakat yang bertanggung jawab mengelola hutan rakyat ada pada umur produktif antara tahun. Hal ini berarti bahwa umur tua produktif paling banyak menjadi petani hutan rakyat dan berperan dalam mengelola hutan rakyat dibandingkan dengan umur muda. Rendahnya umur muda dibandingkan dengan umur tua karena umur muda lebih memilih mengadu nasib diluar kota dibandingkan menjadi petani dan tinggal di desa. Selain itu petani yang berumur tua mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam hal bertani karena sejak

6 37 mereka muda sudah bertani. Menurut Budiarti (2011), bahwa umur juga merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Biasanya kematangan berpikir, pengetahuan dan pengalaman seseorang berbanding lurus terhadap umur yang dimilikinya. Salah satu kriteria dalam penokohan seseorang dimasyarakat adalah kematangan seseorang dilihat dari segi usianya. Oleh sebab itu petani yang lebih banyak berperan aktif dalam mengelola hutan rakyat adalah yang berumur tua Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan merupakan salah satu karakteristik petani hutan rakyat yang mempengaruhi persepsi petani karena bisa dijadikan tolak ukur kualitas sumberdaya manusia dalam memberikan pendapat mengenai pengelolaan hutan rakyat yang baik. Tingkat pendidikan responden pada hutan rakyat monokultur yang terbanyak adalah pada tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 17 responden (56,67%) dan yang terendah pada tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 2 responden (6,67%). Begitu juga dengan tingkat pendidikan responden di hutan rakyat campuran, paling banyak jenjang pendidikan responden adalah sekolah dasar sebanyak 26 responden (86,67%), tetapi untuk yang paling sedikit ada pada tingkat pendidikan sekolah menengah atas yaitu sebanyak 2 responden (6,67%) (Tabel 9). Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Terakhir Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n % n % Tidak sekolah 0 0,00 0 0,00 SD 17 56, ,67 SMP 3 10,00 2 6,67 SMA 8 26,67 2 6,67 PT 2 6,67 0 0,00 Total , ,00 Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani di hutan rakyat monokultur dan campuran tergolong rendah karena rata-rata responden tingkat pendidikannya sampai sekolah dasar. Namun jika dilihat dari jumlah persentase,

7 38 hutan rakyat campuran memiliki persentase yang paling besar pada tingkat pendidikan sekolah dasar dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Selain itu pada hutan rakyat campuran tidak ada responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi. Hal ini disebabkan tingkat perekonomian petani di hutan rakyat campuran lebih rendah dibandingkan dengan petani di hutan rakyat monokultur karena lahan yang dijadikan hutan rakyat merupakan lahan desa untuk membantu masyarakat yang kekurangan dalam hal ekonomi, sedangkan pada hutan rakyat monokultur semua lahannya merupakan lahan milik pribadi. Bantuan tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian, karena dengan meningkatnya tingkat perekonomian diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat sehingga kualitas sumberdaya manusia dalam mengelola hutan akan lebih baik Pengalaman Bertani Responden Pengalaman bertani yaitu waktu yang ditempuh oleh responden dalam melakukan kegiatan bertani dari pertama menjadi petani hingga saat ini. Pengalaman bertani merupakan salah satu karakteristik yang mempengaruhi persepsi responden, karena merupakan unsur yang ada dalam diri pribadi yang dapat menambah ilmu pengetahuan sehingga mempengaruhi seseorang dalam mengambil tindakan. Pengalaman bertani responden di hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pengalaman bertani Pengalaman Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Bertani (tahun) n % n % , , , , , , , , ,33 2 6,67 Total , ,00 Tabel 10 memperlihatkan bahwa pengalaman bertani di desa yang pengelolaan hutannya monokultur paling tinggi adalah antara tahun berjumlah 11 responden (36,67%) dan yang paling rendah jumlah respondennya

8 39 43 tahun, yaitu: sebanyak 1 responden (3,33%). Di desa yang pengelolaan hutannya campuran memiliki pengalaman bertani yang berbeda dengan desa yang pengelolaan hutannya monokultur. Pada hutan rakyat campuran pengalaman bertani tertinggi ada di antara tahun sebanyak 13 reponden (43,33%) dan yang paling rendah jumlah respondennya sama dengan hutan rakyat monokultur 43 tahun sebanyak 2 responden (6,67%). Perbedaan pengalaman bertani antara hutan rakyat monokultur dan campuran dapat terjadi karena pada hutan rakyat monokultur jumlah rata-rata pekerjaan pokok responden di bidang usaha tani paling kecil dibandingkan dengan hutan rakyat campuran yang jumlah pekerjaan pokok responden di bidang usaha tani jauh lebih banyak karena pada hutan rakyat campuran rata-rata responden sejak masih muda dan lajang sudah menjadi petani Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan responden merupakan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian. Jenis pekerjaan ini terdiri dari dua, yaitu: pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. 1. Pekerjaan Pokok Pekerjaan pokok merupakan sumber mata pencaharian pokok responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan pokok di kedua tempat penelitian ini digolongkan menjadi 4, yaitu: buruh, petani, wiraswasta dan pegawai negeri. Pekerjaan sebagai buruh, yaitu: buruh tani dan buruh serabutan. Untuk wiraswasta jenis pekerjaannya diusahakan sendiri terdiri dari usaha ternak, dagang, dan lain-lain. Pada hutan rakyat monokultur, responden yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah yang paling tinggi, yaitu: sebanyak 19 responden (63,33%) dan jumlah responden yang paling rendah bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 2 responden (6,67%). Pada hutan rakyat campuran jumlah responden yang bekerja sebagai petani memiliki jumlah responden yang paling banyak yaitu sebanyak 28 responden (93,33%) dan jumlah responden yang paling sedikit bekerja sebagai pegawai negeri yaitu sebanyak 1 responden (3,33%). Tapi pekerjaan pokok sebagai petani lebih banyak dilakukan oleh responden pada hutan rakyat campuran dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Hal ini dapat terjadi

9 40 karena rendahnya tingkat pendidikan dan perekonomian pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran, sehingga masyarakatnya lebih memilih bekerja sebagai petani. Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pokok Pekerjaan Pokok Petani HR Monokultur Petani HR Campuran n % n % Petani 19 63, ,33 Buruh 0 0,00 0 0,00 Wiraswasta 2 6,67 1 3,33 Pegawai Negeri 9 30,00 1 3,33 Total , ,00 2. Pekerjaan Sampingan Pekerjaan sampingan merupakan sumber mata pencaharian sampingan responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan ini dapat menunjang pekerjaan pokok, sehingga menambah pendapatan keluarga. Sama halnya dengan pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan di kedua tempat penelitian ini digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu: tidak ada pekerjaan, buruh, petani dan wiraswasta. Tidak semua responden memiliki pekerjaan sampingan sehingga ada penggolongan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Untuk jenis pekerjaan yang termasuk sebagai buruh sama halnya pada pekerjaan pokok yaitu buruh tani dan buruh serabutan. Jenis pekerjaan yang termasuk wiraswasta pun sama yaitu usaha ternak, dagang dan lain-lain (Tabel 12). Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan sampingan Pekerjaan Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Sampingan n % n % Tidak ada 2 6, ,00 Petani 11 36,67 2 6,67 Buruh 11 36, ,00 Wiraswasta 6 20, ,33 Total , ,00 Tabel 12 menunjukkan bahwa pada hutan rakyat monokultur, responden terbanyak bekerja sebagai buruh dan petani yaitu sebanyak 11 responden (36,67%) dan jumlah responden yang paling sedikit tidak mempunyai pekerjaan sampingan sebanyak 2 responden (6,67%). Berbeda dengan pekerjaan sampingan

10 41 pada hutan rakyat campuran, responden terbanyak bekerja sebagai buruh yaitu sebanyak 15 responden (50,00%) dan jumlah responden yang paling rendah mempunyai pekerjaan sampingan sebagai petani sebanyak 2 responden (6,67%). Pada hutan rakyat campuran, pekerjaan sampingan sebagai buruh lebih banyak dibandingkan pada hutan rakyat monokultur. Hal tersebut terjadi karena pada hutan rakyat campuran pekerjaan pokok responden lebih banyak bekerja sebagai petani, selain itu tingkat perekonomiannya lebih rendah dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur Jumlah Tanggungan Responden Karakteristik responden selanjutnya adalah jumlah tanggungan responden. Jumlah tanggungan responden adalah jumlah individu dalam keluarga responden yang masih menjadi tanggungan responden, terdiri dari istri, anak, cucu dan saudara. Sebaran jumlah tanggungan responden yang dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa pada hutan rakyat monokultur jumlah responden terbanyak memiliki jumlah tanggungan antara 0-1 orang sebanyak 20 responden (66,67%) dan jumlah responden yang paling sedikit memiliki jumlah tanggungan 4 orang sebanyak 3 responden (10%). Jumlah tanggungan responden pada hutan rakyat campuran berbeda dengan hutan rakyat monokultur. Pada hutan rakyat campuran jumlah responden tertinggi memiliki jumlah tanggungan antara 2-3 orang sebanyak 17 responden (56,67%), tetapi untuk jumlah responden terendah sama dengan hutan rakyat monokultur memiliki jumlah tanggungan 4 orang yaitu sebanyak 1 responden (3,33%). Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa petani di desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih besar dibandingkan dengan petani di desa yang pengelolaan hutan rakyatnya monokultur.

11 42 Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga Jumlah Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Tanggungan (Jiwa) n % n % , , , , ,00 1 3,33 Total , , Pendapatan Bersih Responden Pendapatan yang diterima oleh responden merupakan manfaat ekonomi terhadap kontribusi pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat. Menurut Budiarti (2011), pendapatan responden merupakan penerimaan ataupun pemasukan berupa uang yang diterima karena telah melakukan kegiatan (bekerja) dalam kurun waktu tertentu dengan perhitungan tertentu pula. Pendapatan ini dapat menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat desa dengan terpenuhinya kebutuhan hidup. Pendapatan responden berasal dari tiga kegiatan yaitu hutan rakyat, non hutan rakyat usaha tani dan non usaha tani. Karakteristik pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan bersih karena pendapatan total telah dikurangi pengeluaran rumah tangga petani (Tabel 14). Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan pendapatan bersih rumah tangga Pendapatan Petani HR Monokultur Petani HR Campuran (Juta Rp/tahun) n % n % , ,00 2, , ,33 4, , ,33 6, ,00 2 6,67 8, , ,67 Total , ,00 Tabel 14 menunjukkan bahwa pada hutan rakyat monokultur, jumlah responden terbanyak memiliki pendapatan Rp /tahun sebanyak 14 responden (46,67%) dan jumlah responden terendah memiliki pendapatan antara Rp Rp /tahun dan Rp Rp /tahun yaitu sebanyak 3 responden (10%). Berbeda dengan pendapatan responden pada hutan rakyat campuran, bahwa jumlah responden terbanyak memiliki pendapatan antara Rp 0 Rp /tahun yaitu sebanyak 12 responden (40%) dan jumlah

12 43 responden terendah memiliki pendapatan Rp Rp /tahun yaitu sebanyak 2 responden (6,67%). Pada Tabel 14 dapat dilihat juga bahwa pendapatan rumah tangga yang paling tinggi adalah pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat monokultur dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat campuran. Hal tersebut terjadi karena faktor mata pencaharian petani, pendidikan dan jarak ke pusat kota lebih baik pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya monokultur dibandingkan dengan desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran Luas Kepemilikan Lahan Luas kepemilikan lahan adalah luas lahan yang dimiliki oleh responden. Pada hutan rakyat monokultur, luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh masingmasing responden bervariasi, ditunjukkan oleh Tabel 15. Luas kepemilikan lahan antara m² memiliki jumlah responden yang paling banyak, 16 responden (53,33%) dan luas lahan antara m² dan m² memiliki jumlah responden yang paling sedikit 1 responden (3,33%). Untuk hutan rakyat campuran, luas lahan antara m² memiliki jumlah responden yang terbanyak 11 responden (36,67%) dan luas lahan antara m² dan m² memiliki jumlah responden yang paling sedikit 6 responden (20%). Pada hutan rakyat monokultur lebih banyak petani yang memiliki luas lahan antara m². Hal ini berarti bahwa petani pada hutan rakyat campuran memiliki luas lahan yang lebih luas dibandingkan dengan petani pada hutan rakyat monokultur, karena lahan yang dimiliki oleh petani pada hutan rakyat campuran merupakan lahan milik desa atau pemerintah untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar memiliki pendapatan tambahan dari hasil hutan. Selain itu potensi lahan desa tersebut untuk dijadikan hutan rakyat luas, maka pembagian luasan untuk tiap petani cukup luas.

13 44 Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan Luas Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Kepemilikan Lahan (m²) n % n % ,33 0 0, , , , , , , , ,00 Total , , Kekosmopolitan Kekosmopolitan merupakan karakteristik petani yang termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur. Kekosmopolitan adalah interaksi petani dengan dunia luar. Tingkat kekosmopolitan petani ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk lebih jelasnya tingkat kekosmopolitan petani pada hutan rakyat monokultur dan campuran dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan tingkat kekosmopolitan Tingkat Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Kekosmopolitan n % n % Tinggi 7 23, ,67 Sedang 6 20, ,00 Rendah 17 56, ,33 Total , ,00 Pada hutan rakyat monokultur jumlah responden terbanyak ada pada kategori rendah sebanyak 17 responden (56,67%) dan jumlah responden yang paling sedikit ada pada kategori sedang sebanyak 6 responden (20%). Begitu juga tingkat kekosmopolitan pada hutan rakyat campuran, jumlah responden terbanyak ada pada kategori rendah sebanyak 19 responden (63,33%) dan jumlah responden terendah ada pada kategori tinggi sebanyak 5 responden (16,67%). Rata-rata tingkat kekosmopolian di kedua pengelolaan hutan rakyat tergolong rendah karena seluruh aktivitas sehari-hari petani adalah berladang ataupun mencari rumput untuk ternak dari pagi hari sampai sore hari, sehingga tidak ada waktu untuk keluar desa. Saat sore hari ketika berada di rumah petani lebih memilih untuk beristirahat dan menonton televisi juga tidak lama karena aktivitas

14 45 berladang membuat lelah dan tidur pun lebih awal. Selain itu karena letak desa jauh dari kota sehingga media cetak seperti koran jarang dibaca oleh petani karena tidak ada yang berjualan koran ke desa-desa tersebut. Akibatnya interaksi dengan dunia luar pun jarang dan pengetahuan petani tentang kemajuan di dunia luar kurang. Faktor umur juga menyebabkan tingkat kekosmopolitan rendah karena semakin tinggi umur maka kemampuan untuk membaca ataupun melihat akan semakin kurang Kontak dengan Penyuluh Kontak dengan penyuluh adalah bertatap muka langsung dengan penyuluh pada suatu pertemuan atau perkumpulan yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat dalam tiga bulan terakhir. Kontak dengan penyuluh disini terdiri dari 3 kategori, yaitu: tinggi sedang, dan rendah. Pada hutan rakyat monokultur, jumlah responden terbanyak memiliki kategori sedang dalam hal bertemu atau kontak dengan penyuluh sebanyak 16 responden (53,33%). Sama halnya pada hutan rakyat campuran, jumlah responden terbanyak ada pada kategori sedang sebanyak 13 responden (43,33%). Hal ini berarti baik pada hutan rakyat monokultur maupun campuran, kontak petani dengan penyuluh tergolong sedang, karena rata-rata petani menjawab bahwa dalam 1 bulan mereka bertemu dengan penyuluh sebanyak 1 kali, berarti dalam 3 bulan terakhir 3 kali bertemu dengan penyuluh. Menurut petani jika ada kegiatan di hutan rakyat, 1 bulan bisa 2 atau 3 kali bertemu dengan penyuluh. Sebaiknya kegiatan penyuluhan harus lebih sering lagi dilakukan dan tidak hanya jika ada kegiatan saja, agar pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan hutan lebih bertambah dan semakin banyak masyarakat yang mengelola hutan karena peran hutan sangat penting bagi kehidupan manusia salah satunya dalam mengatasi masalah cuaca yang tidak menentu sekarang-sekarang ini akibat lahan hutan sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbondioksida semakin berkurang. Kontak dengan penyuluh tersebut dapat dilihat pada Tabel 17.

15 46 Tabel 17 Distribusi responden berdasarkan tingkat kontak dengan penyuluh Kontak Petani HR Monokultur Petani HR Campuran dengan Penyuluh n % n % Tinggi 7 23, ,00 Sedang 16 53, ,33 Rendah 7 23, ,67 Total , , Frekuensi Bertemu Petani Frekuensi bertemu petani adalah intensitas bertatap muka langsung dengan petani. Frekuensi bertemu dengan petani merupakan salah satu karakteristik faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, dimana frekuensi bertemu dengan petani terdiri dari dua kategori, yaitu: sering dan jarang. Rata-rata responden di kedua pola pengelolaan hutan rakyat yaitu monokultur dan campuran mempunyai kategori sering bertemu, untuk hutan rakyat monokultur sebanyak 21 (70%) dan hutan rakyat campuran sebanyak 18 responden (60%), ditunjukkan pada Tabel 18. Hal ini terjadi karena jarak rumah petani yang berdekatan dan masih tinggal dalam satu desa, kadang-kadang bertemu di mesjid dan ladang. Tapi yang paling sering mereka bertemu di ladang karena aktivitas sehari-hari mereka dari pagi hingga sore hari berada di ladang. Tabel 18 Distribusi responden berdasarkan tingkat frekuensi bertemu petani Frekuensi Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Bertemu Petani n % n % Sering 21 70, ,00 Jarang 9 30, ,00 Total , , Bantuan Pemerintah Bantuan pemerintah termasuk karakteristik faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi petani, karena semakin banyak bantuan yang diberikan pemerintah kepada petani berupa fasilitas yang menunjang keberhasilan pengelolaan hutan rakyat, maka akan semakin baik pengelolaan hutan rakyat tersebut. Tanggapan petani mengenai adanya bantuan dari pemerintah dapat dilihat pada Tabel 19.

16 47 Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan tanggapan terhadap bantuan pemerintah Bantuan Petani HR Monokultur Petani HR Campuran Pemerintah n % n % Ada 23 76, ,00 Tidak ada 7 23, ,00 Total , ,00 Rata-rata petani untuk masing-masing pola hutan rakyat, menjawab bahwa ada bantuan dari pemerintah yang diberikan kepada petani hutan rakyat. Pada hutan rakyat monokultur jumlah responden yang menjawab ada bantuan sebanyak 23 responden (76,67%) dan pada hutan rakyat campuran sebanyak 21 responden (70%). Bantuan pemerintah tersebut berupa bibit, pupuk dan dana. Untuk hutan rakyat monokultur, banyaknya bibit yang diberikan tergantung dari kebutuhan petani karena untuk saat ini tidak semua petani mendapatkan bibit dari pemerintah karena kebanyakan petani sudah bisa membuat bibit sendiri. Sedangkan untuk hutan rakyat campuran, rata-rata petani masih mendapatkan bibit dari pemerintah untuk kegiatan penyulaman, jadi banyaknya bibit yang diberikan pemerintah tergantung banyaknya tanaman yang mati. Untuk bantuan pupuk anorganik diberikan pemerintah pada saat tanaman masih berumur kurang dari 1 tahun. Banyaknya pupuk yang diberikan tergantung dari luasan hutan rakyat yang dimiliki petani. Jika tanaman sudah berumur lebih dari tahun, petani lebih memilih menggunakan pupuk kandang. Dana dari pemerintah tersebut digunakan oleh petani untuk keperluan membeli obat-obatan jika tanaman terserang hama dan juga digunakan untuk kegiatan di hutan rakyat seperti GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Banyaknya dana yang diberikan tergantung dari seberapa banyak obat yang dibutuhkan dan seberapa besar kegiatan yang dilaksanakan. 5.3 Persepsi Petani Hutan Rakyat Persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran terdiri dari dua, yaitu persepsi ekologi dan persepsi sosial. Persepsi ekologi dicari yaitu untuk mengetahui manfaat ekologi yang dirasakan petani dari pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran.

17 48 Persepsi sosial juga dicari untuk mengetahui manfaat sosial yang dirasakan oleh petani hutan rakyat dari pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Untuk persepsi ekonomi tidak dicari karena manfaat ekonomi dicari dari perhitungan pendapatan rumah tangga petani melalui perhitungan tertentu. Jika dicari dari persepsi maka data yang di dapat tidak dapat menjawab seberapa besar pendapatan rumah tangga petani yang didapat dari pengelolaan hutan rakyat Persepsi Petani terhadap Manfaat Ekologi Hutan Rakyat Persepsi petani hutan rakyat mengenai manfaat ekologi hutan rakyat campuran dan monokultur dapat diketahui dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi ekologi dari pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Pertanyaanpertanyaan tersebut digunakan untuk mengukur persepsi petani mengenai manfaat ekologi hutan rakyat. Manfaat hutan rakyat, keberadaan hutan rakyat, pengaruh hutan rakyat, sampai dampak hutan rakyat terhadap kehidupan petani merupakan indikator pertanyaan untuk persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur. Selanjutnya dari indikator tersebut dibuat skoring untuk mengetahui tingkat persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur dengan 5 kategori berdasarkan skala likert, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Terdapat 11 pertanyaan yang digunakan untuk mengukur persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Pertanyaan tersebut ditanyakan kepada petani hutan rakyat monokultur sebanyak 30 responden dan petani hutan rakyat campuran sebanyak 30 responden, kemudian diukur nilai dari setiap pertanyaan. Pertanyaanpertanyaan yang ditanyakan kepada 60 responden disajikan pada Tabel 20.

18 49 Tabel 20 Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap manfaat ekologi hutan rakyat No. Indikator Persepsi Nilai HR Nilai HR Monokultur Campuran 1 Pengelolaan lahan menjadi lebih baik 4,57 4,20 2 Dapat menimbulkan longsor dan banjir 1,93 1,77 3 Ada satwa liar di sekitar hutan rakyat 2,13 4,00 4 Air menjadi jernih 4,63 4,30 5 Udara terasa sejuk 4,47 4,10 6 Tidak ada pohon untuk berteduh 1,97 1,80 7 Memberi kenyamanan 4,60 4,03 8 Tanah menjadi lebih subur 4,30 3,87 9 Dapat menimbulkan hama dan penyakit pada tanaman 2,00 3,70 10 Tanaman tumbuh dengan baik 4,43 3,73 11 Ada pemanfaatan untuk kayu bakar dari pohon lain 4,03 3,83 Terdapat dua pertanyaan yang mempunyai nilai yang berbeda antara hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran. Pertanyaan tersebut, yaitu: ada satwa liar di sekitar hutan dan hutan rakyat dapat menimbulkan hama dan penyakit. Untuk hutan rakyat monokultur kedua pertanyaan tersebut bernilai rendah, berarti keberadaan hutan rakyat tidak menimbulkan adanya satwa liar serta hama dan penyakit karena semua responden tidak setuju dengan pertanyaan tersebut. Pada hutan rakyat campuran pertanyaan tersebut bernilai tinggi, berarti keberadaan hutan rakyat menimbulkan adanya satwa liar serta hama dan penyakit karena hampir semua responden setuju dengan pertanyaan tersebut. Hal tersebut terjadi, karena pada hutan rakyat campuran terdapat satwa liar yaitu babi hutan yang menimbulkan kerusakan pada tanaman tumpang sari yang ditanam di hutan rakyat, sehingga babi hutan tersebut dianggap hama yang merusak tanaman oleh masyarakat sekitar. Timbulnya babi hutan tersebut pada hutan rakyat campuran karena kondisi hutan rakyat sebelum menjadi hutan rakyat merupakan sebuah lahan yang terbengkalai yang cukup luas dimana habitat babi hutan hidup disana. Banyaknya babi hutan yang hidup disana karena kondisi hutan yang banyak terdapat semak belukar sehingga memudahkan babi hutan untuk berkembang biak dan kondisi hutan yang banyak semak belukar mengakibatkan jauh dari jangkauan manusia. Selain itu wilayahnya terdapat pada ketinggian mdpl. Menurut Ramdhani (2008) bahwa babi hutan hidup pada ketinggian

19 mdpl, habitat yang disukai adalah dataran rendah dengan vegetasi sekunder yang luas, terutama tumbuhan jati, dimana terdapat campuran pohon-pohon dengan umur pertumbuhan yang berbeda-beda dan tanah berumput dengan semak-semak belukar atau hutan yang terganggu berat. Sesudah dijadikan hutan rakyat dan dipelihara oleh petani, habitat babi hutan tetap ada dan merusak tanaman tumpang sari yang ada di hutan rakyat tersebut, karena tanaman utama yang ditanam di hutan rakyat campuran adalah jati dan mahoni. Selain itu terdapat tanaman tumpang sari dengan umur pertumbuhan berbeda-beda, seperti kelapa, petai dan jagung. Letak hutan rakyat juga dekat dengan cagar alam yang dipenuhi semak belukar. Berbeda dengan kondisi hutan rakyat campuran, hutan rakyat monokultur tidak ada hewan liar yang merusak tanaman dan menjadi hama bagi keberadaan hutan rakyat. Hal tersebut terjadi karena kondisi hutan rakyat monokultur hanya terdapat satu jenis pohon yang ditanam, yaitu mahoni sehingga babi hutan tidak menyukai kondisi hutan rakyat monokultur. Berdasarkan literatur diatas bahwa babi hutan lebih menyukai kondisi hutan yang ditanami oleh jati. Selain itu kondisi hutan rakyat monokulur tidak dipenuhi oleh semak belukar sehingga kondisinya lebih terbuka dan letaknya dekat dengan pemukiman penduduk. Kondisi hutan rakyat pada hutan rakyat monokultur dan campuran dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Gambar 6 Kondisi hutan rakyat monokultur yang lebih terbuka dengan jenis tanaman mahoni.

20 51 a. Cagar alam b. Lokasi hutan rakyat dekat cagar alam Gambar 7 Kondisi hutan rakyat campuran yang dekat dengan cagar alam. Setelah dilakukan penilaian dari seluruh responden terhadap setiap pertanyaan kemudian dilakukan analisis tingkat persepsi dari setiap responden untuk semua pertanyaan. Setelah dilakukan analisis maka dapat disimpulkan bahwa persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran berada pada kategori tinggi. Tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Tingkatan persepsi responden terhadap manfaat ekologi pengelolaan hutan rakyat Kategori Nilai HR Monokultur HR Campuran Total Persepsi n % n % Responden (%) Sangat Tinggi 4,20-5,00 0 0,00 0 0,00 Tinggi 3,40-4, , ,33 75,00 Sedang 2,60-3, , ,67 25,00 Rendah 1,80-2,60 0 0,00 0 0,00 Sangat Rendah 1,00-1,80 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 100,00 Persepsi petani di hutan rakyat monokultur dan campuran mengenai manfaat ekologi yang dirasakan dari pengelolaan hutan rakyat adalah sama, dimana ada pada kategori tinggi. Jumlah responden yang memiliki persepsi tinggi pada hutan rakyat monokultur, yaitu: sebanyak 23 responden (76,67%) dan pada hutan rakyat campuran yaitu sebanyak 22 responden (73,33%). Tetapi jika dilihat

21 52 dari persentase, persepsi ekologi pada hutan rakyat monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran. Hal tersebut terjadi karena pada hutan rakyat monokultur keanekaragaman hayatinya rendah sehingga jarang sekali satwa liar seperti babi hutan ataupun kera yang hidup di hutan rakyat tersebut, sehingga tanaman tumpang sari yang ditanam di hutan rakyat monokultur tidak dirusak oleh satwa liar tersebut yang mengakibatkan pengelolaan hutan rakyatnya baik. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaanpertanyaan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat yang dirasakan oleh petani yang diajukan pada hutan rakyat monokultur nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran. Berbeda halnya pada hutan rakyat campuran, keanekaragaman hayati pada hutan rakyat campuran tinggi karena jenis tanaman yang ditanam beragam sehingga satwa liar seperti babi hutan dan kera lebih senang tinggal di tempat yang kondisi hutannya lebih beragam. Hal ini mengakibatkan tanaman tumpang sari yang ditanam di hutan rakyat tersebut dirusak oleh babi hutan yang hidup di sana, sehingga pengelolaan hutan rakyatnya kurang begitu baik dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan tertentu yang berkaitan dengan manfaat yang dirasakan dari pengelolaan hutan rakyat, nilainya lebih rendah dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur. Selain itu keberadaan hutan rakyat yang cukup lama menyebabkan persepsi petani hutan rakyat monokultur lebih tinggi dibandingkan hutan rakyat campuran, karena keberadaan hutan rakyat yang lama sehingga petani merasakan bahwa manfaat yang dirasakan dari segi ekologi sangat banyak. Jika dilihat secara umum bahwa 75% responden mempunyai kategori persepsi tinggi terhadap pengelolaan hutan rakyat. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran memberikan pengaruh positif berupa manfaat ekologi yang tinggi bagi kehidupan masyarakat. Manfaat ekologi tersebut antara lain adalah air jernih dan udara sejuk sehingga memberikan kenyamanan bagi masyarakat sekitar, serta tanah menjadi subur dan tanaman tumbuh dengan baik akibat dari pengelolaan lahan yang baik dan juga ada manfaat hasil hutan non kayu berupa kayu bakar dari hutan rakyat tersebut.

22 Persepsi Petani terhadap Manfaat Sosial Hutan Rakyat Untuk mencari persepsi petani hutan rakyat mengenai manfaat sosial dari hutan rakyat campuran dan monokultur, sama halnya dengan mencari persepsi petani pada manfaat ekologi dengan wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi sosial dari pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Kemudian pertanyaan tersebut akan digunakan untuk mengukur persepsi petani mengenai manfaat sosial hutan rakyat. Manfaat sosial yang dirasakan oleh petani lebih berupa interaksi antara petani dengan petani, petani dengan masyarakat sekitar dan petani dengan pemerintah, dimana manfaat tersebut merupakan indikator pertanyaan untuk persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur. Analisis nilai indikator tersebut sama dengan persepsi petani pada manfaat ekologi, indikator tersebut dibuat skoring untuk mengetahui tingkat persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat campuran dan monokultur dengan 5 kategori berdasarkan skala likert, yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Berbeda dengan persepsi petani terhadap manfaat ekologi, untuk persepsi petani terhadap manfaat sosial jumlah pertanyaan berjumlah 12 pertanyaan, dimana pertanyaan tersebut akan digunakan untuk mengukur persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran. Pertanyaan tersebut ditanyakan kepada petani hutan rakyat monokultur sebanyak 30 responden dan petani hutan rakyat campuran sebanyak 30 responden, kemudian diukur nilai dari setiap pertanyaan. Pertanyaan dan nilai dari tiap pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.

23 54 Tabel 22 Nilai dari pertanyaan persepsi responden terhadap manfaat sosial hutan rakyat No. Indikator Persepsi Nilai HR Nilai HR Monokultur Campuran 1 Timbul rasa untuk menjaga sumberdaya alam karena memberikan manfaat yang besar 4,57 3,90 2 Sering terjadi pertemuan atau bertatap muka langsung dengan pihak luar 2,83 2,73 3 Sering mengadakan pertemuan dengan warga 4,10 3,80 4 Banyak warga yang bekerja sebagai petani hutan rakyat 4,33 3,70 5 Ada suatu perkumpulan resmi yang dibentuk dalam mengelola lahan 4,20 4,00 6 Ada rasa kekerabatan dengan pihak luar 4,03 3,83 7 Ada rasa kekerabatan dengan sesama warga setempat 4,20 3,67 8 Ada pengetahuan baru dalam mengelola tanaman 4,17 3,90 9 Adanya suatu budaya baru dalam mengelola lahan 2,10 3,83 10 Merupakan teknologi baru 2,03 1,97 11 Pemukiman disekitar hutan bertambah 2,30 3,73 12 Padat penduduk 2,33 3,83 Terdapat tiga pertanyaan yang mempunyai nilai yang berbeda antara hutan rakyat monokultur dan hutan rakyat campuran. Pertanyaan tersebut, yaitu: pemukiman di sekitar hutan bertambah, padat penduduk dan adanya suatu budaya baru dalam mengelola lahan. Pada hutan rakyat monokultur kedua pertanyaan tersebut bernilai rendah, berarti keberadaan hutan rakyat tidak menyebabkan pemukiman bertambah sehingga tidak padat penduduk dan juga bukan merupakan suatu budaya baru karena sejak dahulu pengelolaan hutan rakyat tersebut sudah ada, sedangkan pada hutan rakyat campuran pertanyaan tersebut bernilai tinggi, berarti keberadaan hutan rakyat menyebabkan pemukiman bertambah dan akibatnya padat penduduk serta merupakan budaya baru dalam mengelola tanaman. Hal tersebut terjadi, karena pada hutan rakyat campuran kondisi hutan rakyat sebelum menjadi hutan rakyat merupakan sebuah lahan yang terbengkalai yang cukup luas dimana masih terdapat banyak hewan liar, sehingga masyarakat takut untuk bermukim disana selain itu karena rumah penduduk yang jarang akibat banyak lahan yang terbengkalai dan sedikit masyarakat yang mengambil

24 55 hasil hutan. Setelah lahan tersebut dimanfaatkan menjadi hutan rakyat banyak penduduk yang bermunculan dan menetap disana karena habitat hewan liar yang berbahaya tidak ada, yang ada hanya babi hutan, ayam hutan dan jenis hewan lain yang tidak berbahaya. Selain itu penduduk yang mempunyai lahan pribadi yang terbengkalai, mulai memanfaatkan lahan tersebut menjadi lahan hutan rakyat, mengikuti program yang dijalankan oleh pemerintah. Ada juga yang memanfaatkan lahannya untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman. Sehingga pengelolaan hutan rakyat di hutan rakyat campuran tersebut merupakan budaya baru juga karena pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan hutan rakyat ada setelah adanya program dari pemerintah untuk mengelola lahan terbengkalai menjadi hutan rakyat, akibatnya banyak petani yang tadinya hanya mengelola lahan persawahan dan perkebunan, mulai beralih dan menjadi petani hutan rakyat juga. Berbeda dengan hutan rakyat monokultur, dari dahulu lahan hutan rakyat tersebut sudah ada dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sehingga banyak penduduk yang menetap disana dari sejak dahulu, akibatnya tidak terjadi pertambahan pemukiman penduduk, walaupun terjadi pertambahan hanya beberapa rumah sehingga tidak menyebabkan padat penduduk. Pengelolaan lahannya juga bukan merupakan suatu budaya baru karena lahan sudah ada, walaupun ada hal baru yang diterapkan dalam teknik mengelola lahan tapi hal baru tersebut tidak sepenuhnya merupakan budaya baru. Hal-hal yang dirubah hanya cara dalam mengelola lahan yang lebih baik. Selanjutnya setelah dilakukan penilaian dari seluruh responden terhadap setiap pertanyaan, lalu dilakukan analisis tingkat persepsi dari setiap responden untuk semua pertanyaan. Setelah dilakukan analisis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran yang dirasakan dari manfaat sosial berada pada kategori tinggi. Tingkat persepsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

25 56 Tabel 23 Tingkatan persepsi responden terhadap manfaat sosial pengelolaan hutan rakyat HR Monokultur HR Campuran Total Variabel Persepsi Kategori Persepsi n % n % Responden (%) Sangat Tinggi 4,20-5,00 0 0,00 0 0,00 Tinggi 3,40-4, , ,33 61,67 Sedang 2,60-3, , ,67 38,33 Rendah 1,80-2,60 0 0,00 0 0,00 Sangat Rendah 1,00-1,80 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 100,00 Persepsi petani di hutan rakyat monokultur antara tingkat persepsi tinggi dengan tingkat persepsi sedang memiliki jumlah responden yang sama sebanyak 15 responden (50%). Berbeda dengan hutan rakyat campuran, pada hutan rakyat campuran jumlah responden yang memiliki tingkat persepsi tinggi lebih banyak 22 responden (73,33%), sehingga tingkatan untuk persepsi sosial lebih tinggi pada hutan rakyat campuran. Hal tersebut terjadi karena pada desa yang pengelolaan hutan rakyatnya campuran manfaat sosial yang dirasakan lebih banyak dibandingkan dengan hutan rakyat monokultur, terutama pemukiman di sekitar hutan bertambah sehingga padat penduduk, akibatnya suasana desa yang dahulunya sepi menjadi ramai dan juga merupakan budaya baru dalam mengelola tanaman. Secara umum dapat dilihat bahwa 61,67% responden mempunyai persepsi tinggi terhadap pengelolaan hutan rakyat. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran memberikan pengaruh positif berupa manfaat sosial yang tinggi bagi kehidupan masyarakat, manfaat tersebut berupa tingginya nilai sosial petani terhadap hutan rakyat, sesama petani, masyarakat sekitar dan pemerintah. Nilai sosial terhadap hutan rakyat berupa rasa yang tinggi untuk menjaga keberadaan hutan rakyat karena petani beranggapan bahwa hutan jauh lebih berharga dibandingkan dengan emas, sedangkan nilai sosial terhadap sesama petani, masyarakat sekitar dan pemerintah berupa rasa kekeluargaan yang tinggi karena sering adanya pertemuan yang dilakukan. Dari kedua pengelolaan hutan rakyat tersebut, yaitu: pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran, mempunyai persepsi yang tinggi terhadap

26 57 manfaat ekologi dan sosial yang diberikan dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Berarti persepsi petani terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran dikategorikan tinggi. Pengelolaan hutan rakyat yang mempunyai persepsi tinggi berarti mempunyai persepsi positif. Menurut Rakhmat (2005), bahwa persepsi positif dipengaruhi pula oleh ketergantungan responden terhadap hutan, sehingga hutan memiliki nilai positif di mata petani (responden). Semakin masyarakat desa hutan tergantung dengan hutan maka semakin positiflah persepsi terhadap manfaat hutan. Tingkat ketergantungan masyarakat ini dipengaruhi oleh seberapa sering masyarakat berinteraksi dengan hutan sehingga persepsi dapat terbentuk dari pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pengelolaan hutan rakyat yang memiliki persepsi tinggi, berarti manfaat yang dirasakan dari pengelolaan hutan rakyat berupa manfaat ekologi dan sosial tinggi. Hal ini karena petani hutan rakyat beranggapan bahwa kayu merupakan tabungan masa depan yang lebih berharga dibandingkan dengan emas dan menjaga kelestarian hutan merupakan kewajiban yang harus dilakukan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. 5.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi petani hutan rakyat terhadap pengelolaan hutan rakyat monokultur dan campuran dibentuk oleh dua factor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut, antara lain: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rumah tangga. Sedangkan faktor eksternal, antara lain: luas kepemilikan lahan, kekosmopolitan, kontak dengan penyuluh, kontak dengan petani dan bantuan pemerintah. Variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas, yaitu: faktor-faktor internal dan eksternal, sedangkan variabel tergantung persepsi. Keeratan hubungan antar variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan korelasi pengujian analisis korelasi Rank Spearman.

27 Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Persepsi terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat Faktor internal adalah faktor yang muncul dari diri seseorang yang mempengaruhi pola pikir dan pandangannya terhadap suatu objek atau permasalahan tertentu seperti karakteristik sosial yang diantaranya adalah tingkat kecerdasan atau pendidikan dan pengetahuan (Budiarti 2011). Faktor-faktor internal yang berhubungan dengan persepsi, yaitu: umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rumah tangga. Faktor-faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan pengujian korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Rank Spearman, maka didapatkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi persepsi petani pada hutan rakyat monokultur dan campuran, yang disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hubungan faktor internal dengan persepsi petani hutan rakyat menggunakan uji Spearman Persepsi Petani Hutan Rakyat HR Monokultur HR Campuran Faktor Internal Koefisien Koefisien Peluang Peluang Korelasi Korelasi Umur -0,063 0,743 0,061 0,751 Tingkat pendidikan 0,456* 0,011 0,132 0,488 Pengalaman bertani -0,013 0,945-0,176 0,352 Pekerjaan pokok 0,332 0,073 0,234 0,214 Pekerjaan sampingan -0,484** 0,007-0,174 0,358 Jumlah tanggungan keluarga 0,268 0,152-0,250 0,182 Pendapatan rumah tangga 0,225 0,233 0,032 0,865 Keterangan :** korelasi signifikan pada taraf nyata 0,01 (2-tailed) ; * korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan korelasi Rank Spearman, pada hutan rakyat monokultur faktor internal yang berpengaruh nyata terhadap persepsi adalah tingkat pendidikan dan pekerjaan sampingan. Hal ini dibuktikan dengan nilai peluang < 0,05 (terima H1), sehingga terdapat hubungan antara variabel yang diuji. Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang searah dan cukup kuat dengan tingkat persepsi sebesar 45,6% dengan nilai peluang < nilai α (0,011<0,05) pada selang kepercayaan 95%. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat

28 59 pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat persepsinya karena pengetahuan yang didapat akan semakin banyak, sehingga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pada hutan rakyat monokultur tingkat pendidikan petani lebih beragam dan lebih tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran, yaitu: terdapat beberapa responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi, sedangkan pada hutan rakyat campuran paling banyak responden tingkat pendidikannya sekolah dasar dan tidak ada responden yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi. Hal ini karena keadaan perekonomian pada hutan rakyat monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan hutan rakyat campuran sehingga mampu melanjutkan tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi. Pekerjaan sampingan pada hutan rakyat monokultur memiliki nilai hubungan yang tidak searah karena bernilai negatif (-) dan hubungan yang kuat dengan tingkat persepsi nilai koefisien korelasi sebesar 48,4% dengan nilai peluang < α (0,000<0,05) pada selang kepercayaan 99%. Hal ini berarti semakin banyak responden yang memiliki pekerjaan sampingan pada kegiatan non usaha tani maka akan semakin rendah persepsinya karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya responden tidak mengandalkan hasil dari hutan rakyat, sehingga keberadaan hutan rakyat tidak begitu berarti bagi kehidupan responden. Pada hutan rakyat campuran tidak ada faktor internal yang berpengaruh terhadap persepsi petani, karena keberadaan hutan rakyat belum lama yaitu baru sekitar 7 tahun sehingga persepsi petani pada hutan rakyat campuran cenderung dipengaruhi oleh faktor eksternal Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Persepsi terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi (stimulus) pola pikir dan pandangan seseorang yang berkaitan dengan objek atau permasalahan tertentu atau pengalaman orang lain yang dilihatnya atau yang diketahuinya berkenaan dengan hal tersebut dan struktur sosial yang mengatur kehidupan sosial seperti jumlah keluarga (Budiarti 2011). Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi terdiri dari luas kepemilikan lahan, kekosmopolitan, kontak dengan penyuluh, frekuensi bertemu petani dan bantuan pemerintah. Luas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK KETERKAITAN PERSEPSI ANGGOTA KELOMPOK TANI DENGAN PERAN KELOMPOK TANI DALAM PEROLEHAN KREDIT USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok) Diarsi Eka Yani

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA PKMM-1-6-2 MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA Rahmat Hidayat, M Indriastuti, F Syafrina, SD Arismawati, Babo Sembodo Jurusan Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Lebih terperinci

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya 1 PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun oleh masyarakat pada lahan milik rakyat. Hutan rakyat tetap penting, karena selain secara ekologi dapat mendukung lingkungan (menahan erosi, mengurangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Biofisik Letak dan Luas Kelurahan Layana memiliki luas ± 1.779 ha, dan merupakan bagian dari Kecamatan Palu Timur, dan berjarak tempuh 6 km dari Ibukota Kecamatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Mei 2012 dan bertempat di hutan Desa Pasir Madang, Kec. Sukajaya, Kab. Bogor, Jawa Barat. 3.2. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran Pada tanggal 7 Mei 999 kawasan Cagar Alam Pancoran Mas Depok diubah fungsinya menjadi kawasan Tahura Pancoran Mas Depok dan dikelola oleh pemerintah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha. 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Buminagara merupakan sebuah desa di Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Responden pada penelitian ini adalah peternak yang berdiam di Desa Dompu, Moyo Mekar dan Desa Sepakat Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah dan Keadaan Alam Penelitian ini dilaksanakan di Desa Paya Besar Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian 31 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survai deskriptif dan korelasionel yang terkait dengan Program Ketahanan Pangan di Kecamatan Gandus. Menurut Singarimbun

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *)

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *) AN TERNAK D m PENINGUTAN PENDAPATAN PETANI TERNAK Oleh : Diana Rurp *) Salah satu penyebab gagalnya reboasasi pada hutan jati dikarenakan tingginya tingkat penggembalaan liar, khususnya pada daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Desa Sukoharjo 1 sejak tahun 2012 dicanangkan sebagai lokasi pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

III. METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 ABSTRACT

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 ABSTRACT Persepsi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Rakyat di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Wakhidah Heny Suryaningsih 1, Hartuti Purnaweni 2, dan Muniffatul Izzati 3 1,2,3 Magister Ilmu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 68 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN EFEK KOMUNIKASI DALAM PEMASARAN LANTING UBI KAYU 6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Komunikasi dalam Pemasaran Lanting Ubi Kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memanfaatkan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan kayu bangunan, hasil

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN

SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN SISTEM PENGELOLAAN DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN RAKYAT KECAMATAN NUSAHERANG KABUPATEN KUNINGAN Agus Yadi Ismail, Oding Syafrudin, Yudi Yutika Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan tekanan yang semakin besar terhadap sumber daya hutan. Eksploitasi hutan yang berlebihan juga mengakibatkan menurunnya produktivitas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting bagi bangsa Indonesia. Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia, sampai saat ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan rakyat telah menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan dunia kehutanan dewasa ini. Di Pulau Jawa khususnya, perkembangan hutan rakyat dirasakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini merupakan Cross Sectional dengan metode survei yang menggunakan kuesioner, lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi

Lebih terperinci