BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING"

Transkripsi

1 BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkat kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 1995 indikator kesejahteraan dapat dilihat dari aspek tertentu, misalnya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial dan budaya. Namun, karena tingkat kesejahteraan bersifat relatif perlu, maka ditetapkan kembali indikator-indikator kesejahteraan berdasarkan persepsi dari masyarakat setempat, dalam hal ini berdasarkan persepsi masyarakat Pasawahan. Berikut merupakan beberapa indikator yang diperoleh berdasarkan kesepakatan masyarakat Pasawahan melalui FGD. Masyarakat menetapkan lima indikator kesejahteraan rumahtangga petani Pasawahan, yaitu kondisi tempat tinggal, tingkat pendapatan, kepemilikan aset, MCK/kamar mandi, dan Sumber air. Penetapan indikator ini berdasarkan pada situasi dan kondisi masyarakat saat ini. Responden pada penelitian ini merupakan masyarakat Pasawahan yang menjadi anggota OTL Pasawahan II yaitu sebanyak 40 orang. 6.1 Indikator Kesejahteraan Tingkat Kondisi Tempat Tinggal Responden Kondisi tempat tinggal dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Pasawahan karena menurut BPS, 1995 dalam Munir (2008) menerangkan bahwa semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang menempati rumah tersebut. Kondisi tempat tinggal masyarakat sebelum mereclaim sudah terbilang cukup bagus. Atap sudah terbuat dari genting, lantai sudah ada yang

2 69 terbuat dari semen, dan dinding sudah terbuat dari bilik bambu. Sesuai dengan pernyataan dari CNT (pemilik warung sekaligus anggota OTL): Dulu mah rumah ibu masih saung, asal ada buat berteduh Pernyataan yang singkat di atas cukup menggambarkan bagaimana kondisi tempat tinggal masyarakat sebelum reclaim. Istilah saung menunjukkan kondisi rumah yang masih terbuat dari bilik bambu dan pondasi rumah yang tidak kokoh. Pada penelitian ini, kondisi tempat tinggal dilihat berdasarkan kondisi atap, lantai dan dinding. Untuk atap dibedakan berdasarkan atap genting, asbes, dan daun kirai. Lantai dibedakan berdasarkan lantai keramik, semen, dan tanah. Sedangkan untuk dinding dibedakan berdasarkan dinding tembok, dan bambu/ bilik. Kondisi tempat tinggal dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu: tinggi (atap genting, lantai keramik, dinding tembok), sedang (atap genting, lantai semen, dinding bilik bambu), dan rendah (atap asbes, lantai tanah, dinding bilik bambu). Kondisi tempat tinggal diukur dengan menjumlahkan skor dari hasil jawaban responden: Tabel 17. Distibusi Responden Menurut Kondisi Tempat Tinggal di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Kondisi Tempat Tinggal Jumlah (n) Persentase (%) Atap asbes, lantai tanah, dinding bilik bambu 0 0 Atap genting, lantai semen, dinding bilik 7 17,5 bambu Atap genting, lantai keramik, dinding tembok 33 82,5 Jumlah Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar (82,5 persen) anggota OTL Pasawahan II kondisi tempat tinggalnya sudah meningkat, namun masih ada 17,5 persen anggota OTL yang kondisi tempat tinggalnya masih sedang. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan masyarakat setelah bergabung kedalam OTL dan memperoleh lahan garapan mengalami peningkatan. Sebagian besar anggota OTL dapat memperbaiki kondisi tempat tinggalnya menjadi lebih baik, bahkan sudah bisa dikatakan sangat meningkat. Hasil yang diperoleh dari lahan garapan masyarakat mampu memperbaiki kehidupan dengan menata kembali kondisi tempat tinggal. Berikut ungkapan NNH (anggota OTL Pasawahan II):

3 70 Alhamdulillah jang, saatosna gabung SPP, ibu jadi nggaduhan lahan kanggo digarap. Tina hasil garapan eta, alhamdulillah ibu tiasa ngagentos tehel anu tadina tina semen janten keramik. Meskipun hasil panen saalit, ku ibu disimpen. Teu sadayana dianggo. Terjemahan dalam Indonesia: Alhamdulilah de, setelah gabung SPP, ibu jadi memiliki lahan garapan. Dari hasil garapan itu, alhamdulillah ibu bisa mengganti lantai dari semen jadi keramik. Meskipun hasil panen sedikit, ibu rajin nabung. Tidak semuanya dipakai. Pernyataan di atas menjelaskan, untuk memperbaiki kondisi tempat tinggal, hasil dari panen lahan garapan tidak semuanya dibelanjakan. Bagi petani yang hasil panennya sedikit, mereka tidak membelanjakan semua hasil penen tersebut, namun sebagian disimpan untuk memperbaiki tempat tinggal sedikit demi sedikit. Namun bagi petani yang hasil panennya tinggi, mereka ada yang mampu membangun kembali rumah. Misalnya, Bapak JML memanen pohon albasia yang sudah ditanamnya selama ± 5 tahun. Dari hasil panen tersebut, beliau kembali membangun rumah yang baru di lahan hasil perjuangan Tingkat Pendapatan Responden Pendapatan rata-rata per bulan responden, yaitu pendapatan per bulan yang diperoleh responden sesuai jenis pekerjaan yang digeluti. Tingkat pendapatan responden sebelum merecalim masih tergolong rendah. Karena pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat tidak tetap. Menurut data nominatif lahan tahun 2009, tingkat pendapatan sebelum dan sesudah memiliki lahan garapan mengalami perubahan yang cukup besar. Misalnya, Cucu yang awalnya hanya memiliki pendapatan Rp / bulan, kini pendapatannya menjadi Rp / bulan. Pada penelitian ini tingkat pendapatan diukur berdasarkan selang yang diperoleh dari hasil rata-rata pendapatan responden dan dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi (Rp < x < Rp / bulan), sedang (Rp < x < Rp / bulan), dan rendah (Rp < x < Rp / bulan). Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata per bulan dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini:

4 71 Tabel 18. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Pendapatan (Rp/bulan) Jumlah (n) Persentase (%) < x < < x < < x < Jumlah Tabel 18 menunjukkan sebagian besar pendapatan responden rendah (80 persen), yaitu antara Rp Rp / bulannya. Ada juga responden yang memiliki pendapatan tinggi (5 persen) dengan pendapatan Rp Rp / bulannya. Responden yang rata-rata pendapatannya rendah karena pekerjaan utama mereka adalah bertani. Selain itu, luas lahan yang dimiliki oleh responden merupakan lahan sempit dan hasil yang diperoleh tidak besar dan tidak tetap. Sedangkan responden yang rata-rata pendapatannya tinggi karena selain memiliki lahan yang luas, mereka juga tidak bekerja pada satu jenis pekerjaan saja. Misalnya, sebagai pegawai desa, guru, dan buruh bangunan Kepemilikan Aset Responden Kepemilikan aset merupakan banyaknya barang berharga yang dimiliki oleh responden berupa barang-barang elektronik dan kendaraan bermotor. Kepemilikan aset dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi yaitu bagi responden yang memiliki kendaraan bermotor dan barang elektronik lebih dari dua jenis. Kategori sedang yaitu responden yang memiliki barang elektronik lebih dari dua jenis. Sedangkan kategori rendah yaitu responden yang memiliki barang elektronik maksimal dua jenis. bawah ini: Distribusi kepemilikan aset responden dapat dilihat pada Tabel 19 di Tabel 19. Distribusi Kepemilikan Aset Pada Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Kepemilikan Aset Jumlah (n) Persentase (%) Memiliki barang elektronik maks. dua jenis 2 5 Memiliki barang elektronik lebih dari dua 8 20 jenis Memiliki kendaraan bermotor dan barang elektronik lebih dari dua jenis Jumlah

5 72 Tabel 19 menunjukkan bahwa kepemilikan aset responden tinggi sebanyak 30 orang atau 75 persen dan 2 orang atau 5 persen termasuk kategori rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa anggota OTL Pasawahan II sudah mampu memiliki kendaraan bermotor dan mampu membeli barang elektronik seperti televisi, radio, VCD/DVD, handphone, setrika, lemari es, dan lainnya. Kendaraan bermotor dianggap lebih penting karena sebagai alat transportasi masyarakat. Melihat kondisi daerah yang sulit dijangkau oleh transportasi umum, sehingga kendaraan bermotor khususnya sepeda motor menjadi alat transportasi utama yang digunakan oleh masyarakat pasawahan. Selain sebagai alat transportasi, sepeda motor juga digunakan sebagai alat pengangkut hasil perkebunan. Misalnya untuk membawa pakan ternak (rumput), membawa kayu yang sudah dipotong-potong, dan untuk menjual hasil kebun ke pasar di daerah Banjarsari Sumber Air yang Digunakan oleh Responden Sumber air merupakan asal atau sumber air yang digunakan oleh responden untuk kebutuhan sehari-hari. Sumber air dibedakan menjadi tiga, yaitu tinggi (sumber air yang berasal dari sumur sendiri), sedang (sumber air yang berasal dari sumur milik umum), rendah (sumber air yang berasal dari mata air). Ditribusi sumber air yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini: Tabel 20. Distribusi Sumber Air yang Digunakan oleh Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Sumber Air Jumlah (n) Persentase (%) Mata Air 19 47,5 Sumur Umum 5 12,5 Sumur Sendiri Jumlah Tabel 20 menunjukkan bahwa responden yang menggunakan mata air sebagai sumber air dalam kehidupan sehari-harinya sebanyak 19 orang atau 47,5 persen. Sedangkan sebanyak 16 orang atau 40 persen dari responden sudah memiliki sumur sendiri. Bagi responden yang sumber airnya berasal dari mata air, mereka harus menyiapkan saluran air untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat penampungan di rumah masing-masing dengan menggunakan pipa plastik,

6 73 atau dari bambu. Di Pasawahan khususnya di daerah OTL Pasawahan II, terdapat dua mata air yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Responden yang sudah memiliki sumur sendiri, umumnya mereka yang sudah memiliki kamar mandi sendiri. Kedalaman sumur yang digali tidak terlalu dalam, ± meter sudah keluar sumber air. Mengambil air dari dalam sumur ada yang sudah menggunakan mesin pompa air, ada juga yang masih manual dengan menggunakan katrol, pakai ember kemudian ditampung di ember atau bak yang sudah disediakan. Adapun yang menjadi alasan kenapa masih banyak yang menggunakan mata air sebagai sumber air, yaitu karena tanah dekat tempat tinggal mereka tidak memiliki kadar air yang cukup bagus, sehingga untuk mendapatkan sumber air harus menggali sumur yang sangat dalam. Semakin dalam menggali sumur, maka biaya yang dikeluarkan juga semakin besar. Hal ini lah yang menyebabkan lebih dari 40 persen responden lebih baik menggunakan mata air sebagai sumber air rumahtangga mereka Kamar Mandi/MCK yang Digunakan oleh Responden Kamar mandi/ MCK merupakan fasilitas rumahtangga yang digunakan sebagai tempat untuk mandi dan buang air besar. Penggunaan kamar mandi/mck dibedakan menjadi tiga, yaitu: tinggi (responden yang memiliki kamar mandi/ MCK sendiri), sedang (responden yang kamar mandi/mck nya milik umum), rendah (responden yang kamar mandi/mck nya di alam terbuka). Distribusi kamar mandi/mck yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini: Tabel 21. Distribusi Penggunaan Kamar Mandi/MCK oleh Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 MCK/ Kamar mandi Jumlah (n) Persentase (%) Alam Terbuka 0 0 Milik Umum 6 15 Milik Sendiri Jumlah

7 74 Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa 85 persen dari responden sudah memiliki kamar mandi/ MCK sendiri, dan 15 persen lainnya masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum. Responden yang memiliki kamar mandi/mck sendiri umumnya mereka yang mampu membuat sumur sendiri atau menampung air dari mata air dengan memakai saluran air seperti selang, pipa air (paralon), atau membuatnya sendiri dengan menggunakan bambu. Selain itu juga, dengan memiliki kamar mandi/mck sendiri akan lebih mudah dan lebih dekat. Tidak perlu lagi mengantri atau kehabisan air. 6.2 Hubungan Distribusi Penguasaan Tanah dengan Tingkat Pendapatan Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara distribusi penguasaan tanah terhadap tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 22 di bawah ini: Tabel 22. Distribusi Tingkat Pendapatan Menurut Luas Pemilikan Lahan di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Luas lahan Tingkat Pendapatan (m 2 ) Rendah Sedang Tinggi Total Total Pada Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki luas lahan rendah, pendapatannya pun rendah. Sebaliknya, responden yang memiliki luas lahan tinggi, pendapatannya tinggi. Jadi semakin luas lahan yang dimiliki, maka pendapatan yang diperoleh semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil uji tabulasi silang yang menunjukkan bahwa koefisien kontingensi < α Artinya, luas lahan sangat berhubungan signifikan terhadap tingkat pendapatan. Pak AMD seorang petani yang memiliki lahan 8 kapling memiliki rata-rata pendapatan + Rp / bulan dibandingkan dengan SRN seorang petani yang memiliki lahan dua kapling yang hanya memiliki pendapatan rata-rata + Rp / bulannya. Berdasarkan luas lahan yang dimiliki, jelas terlihat bahwa AMD memiliki luas lahan empat kali lebih besar daripada luas lahan yang

8 75 dimiliki SRN. Sehingga pendapatan yang diperoleh oleh AMD jauh lebih besar dibandingkan SRN. Lahan yang dimiliki oleh AMD, dua kapling merupakan lahan basah atau sawah dan sisanya merupakan lahan kering. Di sawah ditanami oleh padi dan kacang-kacangan dengan dua kali panen dalam setahun. Sedangkan untuk lahan kering atau kebun ditanami oleh tanaman singkong, pisang, kopi, cokelat, pohon albasia, pohon nangka, pohon kelapa, dan banyak lagi tanaman palawija lainnya. Sedangkan lahan milik SRN yang dua kapling merupakan lahan kering yang hanya ditanami pohon albasia dan diselangi oleh tanaman pisang. AMD sudah pernah memanen pohon albasia yang ditanamnya, sedangkan SRN belum pernah memanennya. Selain dari pohon albasia, tanaman yang lainnya sudah dipanen dan hasilnya dijual ke tengkulak atau untuk konsumsi pribadi. Oleh karena itu, pendapatan AMD lebih tinggi daripada SRN. 6.3 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kondisi Tempat Tinggal Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap kondisi tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini: Tabel 23. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Kondisi Tempat Tinggal Responden di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kondisi Tempat Tinggal Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total < x < < x < < x < Total Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah kondisi tempat tinggalnya sudah bagus, namun tidak semua yang pendapatannya rendah kondisi tempat tinggalnya bagus. Ada beberapa responden yang tempat tinggalnya sedang (lantai semen, dinding dari bilik bambu, dan atap genteng). Sedangkan responden yang pendapatannya sedang dan tinggi semua kondisi tempat tinggalnya sudah bagus (lantai keramik, dinding tembok, dan atap genteng). Hal ini menunjukkan bahwa tempat tinggal merupakan

9 76 kebutuhan utama yang harus segera dipenuhi. Sehingga tingkat pendapatan responden tidak berhubungan dengan kondisi tempat tinggal. Tidak semua responden yang tingkat pendapatannya rendah memiliki kondisi tempat tinggal yang bagus, masih ada beberapa yang kondisi tempat tinggalnya sedang. Hal ini karena pendapatan yang diperoleh tidak hanya digunakan untuk memperbaiki kondisi rumah. Masih banyak keperluan yang harus dipenuhi misalnya untuk kebutuhan pangan, beli pupuk, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari pun tidak cukup. Berbeda dengan responden yang tingkat pendapatannya tinggi. Kondisi tempat tinggal yang mereka tinggali sudah bagus. Misalnya, ISK yang memiliki pendapatan rendah (+ Rp / bulan) kondisi tempat tinggalnya sedang (lantai semen, dinding dari bilik bambu, dan atap genteng), sedangkan SRT yang memiliki penghasilan sedang (+ Rp / bulan) kondisi tempat tinggalnya sudah bagus (lantai keramik, dinding tembok, dan atap genteng). Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari DSU yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan tingkat pendapatannya rendah (anggota OTL Pasawahan II): Pendapatan bapa mah pas-pasan, boro-boro ngahadean saung, kanggo dahar oge masih kurang. Bapa mah kudu kukumpul heula hayang nembok oge. Saeutik-saeutik, nu penting mah kasampeur Terjemahan dalam Indonesia: Pendapatan bapa itu pas-pasan, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan saja masih kurang. Untuk memperbaiki tembok rumah saja, bapak harus menabung dulu. Sedikit-sedikit, yang penting tercapai. Berdasarkan pernyataan di atas, semakin memperkuat bahwa yang memiliki tingkat pendapatan rendah kondisi tempat tinggalnya masih rendah atau sedang. Sedangkan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi, kondisi tempat tinggalnya tinggi atau bagus.

10 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kepemilikan Aset Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap kepemilikan aset dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini: Tabel 24. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kepemilikan Aset di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kepemilikan Aset Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total < x < < x < < x < Total Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa 23 responden yang memiliki aset tinggi merupakan responden yang pendapatannya rendah. Hal ini terlihat bahwa kepemilikan aset khususnya terhadap sepeda motor dianggap penting. Karena daerah pasawahan merupakan daerah pegunungan dan jarak antar kampung berjauhan maka sepeda motor merupakan alat transportasi yang utama. Baik mereka yang pendapatannya rendah, sedang, maupun tinggi sudah mampu membeli sepeda motor. Sehingga sepeda motor bukan lagi merupakan bawang mewah, tapi sudah menjadi kebutuhan warga untuk membantu kehidupan seharihari. Selain sebagai alat transportasi, juga untuk mengangkut hasil panen atau kayu dari kebun. Selain sepeda motor, ada juga barang-barang elektronik yang dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kepemilikan aset seperti TV, radio, VCD, handphone, setrika, dan lemari es. Responden yang pendapatannya rendah, sedang, maupun tinggi sama-sama memiliki barang-barang elektronik yang dijadikan indikator untuk kepemilikan aset. Misalnya, ELM yang pendapatannya tinggi (+ Rp / bulan) dan WWN yang pendapatannya rendah (+ Rp / bulan) sama-sama memiliki sepeda motor, TV, HP, dan setrika. Berdasarkan perbandingan tersebut terlihat bahwa tingkat pendapatan tidak membuat perbedaan dalam kepemilikan aset. Artinya, tingkat pendapatan yang diperoleh responden tidak berpengaruh terhadap kepemilikan aset.

11 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Sumber Air yang Digunakan oleh Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap distribusi sumber air dapat dilihat pada Tabel 25 di bawah ini: Tabel 25. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Sumber Air di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Sumber Air Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total < x < < x < < x < Total Berdasarkan Tabel 25 di atas, 18 responden yang tingkat pendapatannya rendah masih menggunakan mata air sebagai sumber air. Namun dua orang responden yang pendapatannya tinggi semuanya sudah memiliki sumur sendiri, tidak ada yang sumber airnya dari mata air. Berdasarkan hal tersebut, maka tingkat pendapatan dengan sumber air yang digunakan oleh responden. Responden yang tingkat pendapatannya tinggi, cenderung memiliki sumber air yang tinggi (sumur sendiri). Hasil uji statistik menggunakan tabulasi silang menunjukkan koefisien kontingensi > α Sehingga terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan sumber air yang digunakan oleh responden. Misalnya DSU yang memiliki pendapatan rendah (+ Rp / bulan) menggunakan mata air sebagai sumber air. Air dari mata air dialirkan dengan menggunakan saluran air (paralon), kemudian ditampung dirumah dalam bak/ ember. Berbeda dengan ELM yang tingkat pendapatannya tinggi (+ Rp / bulan) sudah memiliki sumur sendiri. Air dari sumur ditarik dengan menggunakan pompa air (sanyo). Perbandingan kedua contoh di atas menggambarkan bahwa responden yang tingkat pendapatannya rendah belum mampu membuat sumur sendiri, namun masih menggunakan mata air sebagai sumber air. Jika membuat sumur sendiri, harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Biaya untuk pembuatan sumur, pembelian mesin pompa air, jika masih menggunakan katrol harus beli tali buat nimba air dari dalam sumur dan memakai ember. Tapi untuk air dari mata air

12 79 disalurkan dengan menggunakan saluran air yang terbuat dari bambu, selang atau saluran air plastik (paralon). 6.6 Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan Kamar Mandi/ MCK yang Digunakan oleh Responden Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan tabulasi silang, maka hubungan antara tingkat pendapatan terhadap distribusi kamar mandi/ MCK dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini: Tabel 26. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Responden dengan Kamar Mandi/ MCK di OTL Pasawahan II, tahun 2010 Tingkat Kamar Mandi/ MCK Pendapatan (Rp/bulan) Rendah Sedang Tinggi Total < x < < x < < x < Total Tabel 26 menunjukkan bahwa dari 32 orang responden yang tingkat pendapatannya rendah masih ada enam orang responden yang masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum dan 26 lainnya sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri. Adapun dari 2 orang responden yang tingkat pendapatannya tinggi, semuanya sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap kepemilikan kamar mandi/mck. Kamar mandi/mck merupakan fasilitas rumahtangga yang sangat penting bagi seluruh masyarakat. Karena lebih memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan mandi, nyuci, atau kegiatan lainnya. Selain itu, kepemilikan kamar mandi/mck merupakan salah satu indikator bagi pemerintah dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam penelitian ini, masih ditemukan beberapa dari responden yang masih menggunakan kamar mandi/mck milik umum. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam membuatnya. Pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk membuat kamar mandi/mck sendiri, lebih diakumulasikan untuk kepentingan rumahtangga lainnya yang lebih penting. Namun ada juga responden yang pendapatannya rendah sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri, karena bagi mereka kamar mandi/mck sangat

13 80 penting. Fasilitas kamar mandi/mck umum sudah sangat jarang ditemui, walaupun ada aksesnya cukup jauh. Oleh karena itu, meskipun tingkat pendapatan rendah, pembuatan kamar mandi/mck dipaksakan dengan pembangunan yang bertahap. Sesuai dengan pernyataan WWN (seorang ibu rumahtangga): Sekarang ibu punya kamar mandi sendiri. Dulu ibu suka numpang ke tetangga, tapi suami ibu bilang untuk buat kamar mandi sendiri. Pake bahan saayana, karena ibu tidak kuat beli peralatannya. Yah meskipun kecil dan jelek, tapi alhamdulillah. Yang penting bisa dipakai untuk mandi, nyuci, dan lainnya. Teu kudu numpang-numpang deui ayeuna mah. Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa fasilitas kamar mandi/mck merupakan kebutuhan yang cukup penting. Meskipun WWN tidak mampu, namun dengan bahan seadanya beliau membuat kamar mandi sendiri. Berbeda dengan OYN, sudah memiliki kamar mandi/mck sendiri yang luas dan cukup bagus dan memiliki tempat penampungan air, karena air yang disedot dari sumur dengan menggunakan mesin pompa air sehingga air bisa terlebih dahulu ditampung. 6.7 Ikhtisar Pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat Pasawahan ditentukan berdasar lima indikator yaitu, tingkat pendapatan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan aset, sumber air yang digunakan, dan kepemilikan kamar mandi/mck. Berdasarkan lima indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Pasawahan yang tergabung dalam OTL Pasawahan II belum seluruhnya sejahtera. Tapi jika dibandingkan dengan kondisi sebelum berhasil mereclaim lahan, kondisi saat ini tentu sudah lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakatnya. Makin luas lahan yang dimiliki, semakin besar pula tingkat pendapatannya. Makin tinggi tingkat pendapatannya, semakin besar pula keinginan masyarakat untuk memiliki sumber air dari sumur sendiri dan membuat kamar mandi/mck sendiri. Tapi bagi masyarakat Pasawahan, kepemilikan aset khususnya sepeda motor dan tempat

14 81 tinggal sudah menjadi kebutuhan yang paling utama, sehingga perbedaan tingkat pendapatan tidak memiliki pengaruh yang besar. Baik petani yang tingkat pendapatannya rendah ataupun tinggi, sama-sama sudah memiliki sepeda motor. Sepeda motor merupakan alat transportasi yang utama, selain itu juga berfungsi untuk membawa hasil panen.

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS LAMPIRAN 89 TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS Tabel Frekuensi Distribusi Penguasaan Lahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Rendah 24 60.0 60.0 60.0 Sedang 11 27.5 27.5 87.5

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung PADUAN WAWANCARA PENELITIAN Judul Skripsi Lokasi Penelitian : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung I. Identitas Informan 1. Nama : 2. Tempat Tanggal

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM

BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM Menduduki obyek reclaiming merupakan cara yang paling lazim dilakukan oleh rakyat untuk merebut kembali akses sumberdaya alam, baik menggarap

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan di daerah pesisir Teluk Palabuhanratu yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS 86 BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi.

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN 7 IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : ANALISIS POTENSI EKONOMI DESA Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit). Tujuan : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 04/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2013, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,13 PERSEN Berdasarkan penghitungan dengan tahun dasar baru (2012

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian 61 62 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Pantai Patra Sambolo 63 64 Lampiran 3. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN I. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER BEASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NAMA BEASISWA : 1. Nama Lengkap : 2. NIM (Nomor Induk Mahasiswa) : 3. Fakultas : 4. Departemen : 5. Semester : 6. IPK : 7. Beasiswa yang pernah diterima : 8. Beasiswa yang saat ini diterima : 9. Email

Lebih terperinci

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA Sensus kemiskinan rumahtangga di wilayah desa merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat atas dasar kebutuhan dan desakan

Lebih terperinci

BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT

BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 48 BAB VI IDENTIFIKASI TINGKAT KEMISKINAN DAN TINGKAT PENGETAHUAN RUMAH TANGGA PESERTA PROGRAM MISYKAT 6.1 Identifikasi Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Peserta Program Misykat Pada hakikatnya masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung. Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta:

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN BULUNGAN No. 03/10/65/XIX, 4 Oktober 2016 KONDISI PERUMAHAN KABUPATEN BULUNGAN 2015 88,9 PERSEN PENDUDUK BULUNGAN MENGGUNAKAN LISTRIK PLN Rumah yang ditempati rumah tangga Kabupaten Bulungan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur :. 3. Dusun/RT/RW

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Konteks Umum Lokasi Studi Dokumen, Interview, Pengamatan Lapang Primer, Sekunder

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agraria Pengertian agraria menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 (UU No.5 Tahun 1960) adalah seluruh bumi, air dan ruang angkasa,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut: 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Desa Argomulyo merupakan salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Kesempatan Kerja Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : KUISIONER KULIAH LAPANGAN SOSIOLOGI PEDESAAN TAHUN 2011/2012 Kata Pengantar NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : Kami adalah mahasiswa jurusan sosiologi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (FISIP) Universitas

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI KECIL KUKUK SUMPUNG, KECAMATAN RUMPIN, BOGOR MELALUI PEMBUATAN SUMUR BOR SEBAGAI SUMBER AIR PERTANIAN PKM ARTIKEL ILMIAH Oleh : Harry Anggoman

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM GADUHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI

KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM GADUHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI Lampiran 1. KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM GADUHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI KECAMATAN PANTAI CERMIN, KAB. SERDANG BEDAGAI I. DATA RESPONDEN (PETERNAK) (Lingkari

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Profil keluarga Dampingan No Nama Stataus Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan 1 I Nyoman Suami & 62 Tidak Buruh Pekerja

Tabel 1.1 Profil keluarga Dampingan No Nama Stataus Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan 1 I Nyoman Suami & 62 Tidak Buruh Pekerja BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1 Profil Keluarga Dampingan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN RM) merupakan bentuk pendidikan yang berbasis kemasyarakatan dengan tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015 REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KOMUTER15 C RAHASIA 101. Provinsi SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015 PENCACAHAN RUMAH TANGGA KOMUTER I. KETERANGAN TEMPAT 102. Kabupaten/Kota *) 103. Kecamatan 104. Desa/Kelurahan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR

BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 49 BAB VI DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP HUBUNGAN AKTOR 6.1 Perubahan Orientasi Nilai Terhadap Lahan Orientasi nilai terhadap lahan yang dimaksud dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai keuntungan, nilai

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM. PERTAMINAFlip DESA MERDEN KEC. PURWANEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA (Senin, 18 Mei 2015) Disusun oleh: PoedjiHaryanto

LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM. PERTAMINAFlip DESA MERDEN KEC. PURWANEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA (Senin, 18 Mei 2015) Disusun oleh: PoedjiHaryanto LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM. PERTAMINAFlip DESA MERDEN KEC. PURWANEGARA KABUPATEN BANJARNEGARA (Senin, 18 Mei 2015) Lokasi jalan setapak Lokasi dengan jalan beton Disusun oleh: PoedjiHaryanto SEMARANG,

Lebih terperinci

SENSUS PENDUDUK 1980

SENSUS PENDUDUK 1980 SP 80 - s TANPA RANGKAP DAFTAR RUMAH TANGGA REPUBLIK INDONESIA BIRO PUSAT STATISTIK SENSUS PENDUDUK 1980 PENCACAHAN SAMPLE RAHASIA I PENGENALAN TEMPAT KODE 1. Propinsi 1 2. Kabupaten / Kotamadya *) 3 3.

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK 2.1 KONDISI AWAL KAWASAN PRIORITAS 2.1.1 Delineasi Kawasan Prioritas Berdasarkan 4 (empat) indikator yang telah ditetapkan selanjutnya dilakukan kembali rembug

Lebih terperinci

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011 F4 PEWAWANCARA FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011 Fasilitator mengisi satu set form ini untuk setiap pendaftar. A. INFORMASI UMUM A.01. Provinsi 16. Sumatera Selatan 18. Lampung 33. Jawa Tengah

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SENSUS PERTANIAN 2003 SURVEI PENDAPATAN PETANI

REPUBLIK INDONESIA SENSUS PERTANIAN 2003 SURVEI PENDAPATAN PETANI SPP04 - S RAHASIA 1. Propinsi 2. Kabupaten/Kota *) 3. Kecamatan 4. Desa/Kelurahan *) REPUBLIK INDONESIA SENSUS PERTANIAN 2003 SURVEI PENDAPATAN PETANI I. PENGENALAN TEMPAT 5. Klasifikasi Desa/Kelurahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK. SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN SPDT12-TP Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYEMPURNAAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 2012 Subsektor Tanaman Pangan 1. Rumah tangga pertanian yang menjadi responden harus memiliki

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman. yang telah ditentukan masyarakat bersama. V.1.2 Kapasitas Lahan Permukiman

BAB V ANALISIS. V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman. yang telah ditentukan masyarakat bersama. V.1.2 Kapasitas Lahan Permukiman 84 BAB V ANALISIS V.1 Fisik Lahan Permukiman V.1.1 Kualitas Lahan Permukiman Lahan Permukiman Dusun Ngentak berada diatas lahan yang memiliki kemiringan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN PENDAHULUAN Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan Rappler.com Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan Ari Susanto Published 12:00 PM, August 23, 2015 Updated 4:48 AM, Aug 24, 2015 Selama 20 tahun, Sadiman mengeluarkan uangnya sendiri

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. TERKAM (Budidaya Ternak dan Penggemukan Kambing Milik Individu)

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. TERKAM (Budidaya Ternak dan Penggemukan Kambing Milik Individu) PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM TERKAM (Budidaya Ternak dan Penggemukan Kambing Milik Individu) BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN MASYARAKAT Diusulkan oleh: YENI TRIAS SAFITRI F0113093

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2013, pengambilan sampel sudah dilaksanakan di Pantai Patra Sambolo, Kecamatan Anyer Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI

HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI HASIL BASIS DATA TERPADU (BDT) 2015 PROVINSI BALI Oleh: TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH (TKPKD) PROV. BALI Disampaikan Pada Acara: Verifikasi dan Validasi Basis Data Terpadu (BDT) 2015

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* Oleh : Chaerul Saleh DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN Dalam pemilikan lahan pertanian memperlihatkan kecenderungan

Lebih terperinci

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

JENIS DAN KOMPONEN SPALD LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK JENIS DAN KOMPONEN SPALD A. KLASIFIKASI SISTEM PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,45 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 83,67 persen,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 32/06/51/Th. VI, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. MEI 2012, NTP BALI MENGALAMI KENAIKAN SEBESAR 0,41 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan

Lebih terperinci

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa Arief Budiman * PADA akhirnya, harga BBM dinaikkan juga pada tanggal 12 Januari 1984. banyak orang kemudian berkomentar, bahwa kenaikan ini

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 76/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR TURUN 0,07 PERSEN Pada bulan Oktober Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Gambaran Kelurahan Cikaret Kelurahan Cikaret merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005: 12).

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005: 12). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganilisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi LAMPIRAN 97 Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi 95 96 Lampiran 2 Indepth Interview KASUS 1 Suami di-phk, Istri pun Menjadi TKW Dulu hidup kami serba berkecukupan Neng, kenang Bapak A (43 tahun) di

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ketinggian 123 dari permukaan laut dengan suhu rata-rata o C dengan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ketinggian 123 dari permukaan laut dengan suhu rata-rata o C dengan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Desa Sei. Siarti Desa Sei. Siarti merupakan salah satu desa dari 18 desa yang ada di Kec. Panai Tengah dengan luas wilayah 7839, 4 Ha. Desa ini berada

Lebih terperinci

Paired Samples Statistics. Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT SESUDAH_BLT

Paired Samples Statistics. Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT SESUDAH_BLT Lampiran I Uji Statistik (paired sample t-test) Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 SEBELUM_BLT 17.6900 100 1.77920.17792 SESUDAH_BLT 18.2100 100 1.74827.17483 Paired

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003: 3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Secara umum Kecamatan Paloh termasuk

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1. Deskripsi Kabupaten Bima IV.1.1. Letak Dan Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bima terletak di Pulau Sumbawa bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 09/02/51/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. JANUARI 2014, NTP BALI NAIK SEBESAR 0,23 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN. sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN PPM yang diberi nama

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN. sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN PPM yang diberi nama BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN Universitas Udayana memiliki program unggulan yang dikembangkan sebagai muatan lokal dalam pelaksanaan program KKN PPM yang diberi nama Program Pendampingan Keluarga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. XI, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JUNI SEBESAR 100,54 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Juni sebesar 100,54;

Lebih terperinci

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN Subsektor Tanaman Pangan

Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN Subsektor Tanaman Pangan RAHASIA SPDT15-TP Republik Indonesia BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI PENYUSUNAN DIAGRAM TIMBANG NILAI TUKAR PETANI 18 KABUPATEN TAHUN 2015 Subsektor Tanaman Pangan PERHATIAN 1. Jumlah anggota rumah tangga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 33/06/73/Th. XI, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MEI SEBESAR 100,41 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei sebesar 100,41, terjadi

Lebih terperinci