BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela (BPN- RI, 2007). Pada Tahun 1960, Reforma Agraria sudah dikenal di Indonesia bahkan telah ada pengadilan agraria, hal ini dapat dilihat berdasarkan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA). Peristiwa itu dianggap sebagai tonggak penting upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UPPA, bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang semula bercorak kolonial dan feodal menjadi penguasaan yang dapat menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.namun kebijakan Reforma Agraria hanya bertahan sampai tahun 1965.

2 Pasca tragedi 1965, praktis wacana Reforma Agraria raib dari perbincangan publik maupun kebijakan pemerintah. Pada Era Reformasi wacana Reforma Agraria berhasil menjadi perdebatan politik di pusat sehingga menghasilkan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Tetapi, sampai sekian tahun kemudian, tetap tidak ada tindak lanjut politik dari pemerintah untuk mendorong pelaksanaan perogram Reforma Agraria. Sejak tahun 2006 pelaksanaan Reforma Agraria ini secara tegas dinyatakan sebagai program pemerintah, yaitu ditetapkan sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional RI melalui Perpres Nomor 10 Tahun Hal di atas juga selaras dengan Pidato Awal Tahun 2007 Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Januari 2007 yang menyatakan secara tegas arah kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang ada, terlihat dalam pernyataan berikut : Program Reforma Agraria... secara bertahap... akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan Kesejahteraan Rakyat... yang saya anggap mutlak untuk dilakukan.

3 Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan akses terhadap tanah sebagai basis untuk revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan 1. Dengan demikian adanya kebijakan mengalokasikan lahan seluas 8,15 juta hektar sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka program terpadu yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Gambar 1.1 memperlihatkan bagan alir pelaksanaan PPAN yang dirumuskan oleh Badan Pertanahan Nasional Wawancara Joyo Winoto: Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono. Tempo, 10 Desember Sebelum itu, pelaksanaan Reforma Agraria memang juga sudah dinyatakan secara eksplisit dalam buku visi, misi dan program SBY-JK yang disampaikan sewaktu mencalonkan diri sebagai pasangan Presiden-Wakil Presiden. Dalam buku ini pelaksanaan reforma agraria disebutkan eksplisit sebanyak dua kali, yakni dalam konteks agenda perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja dan revitalisasi pertanian dan aktivitas pedesaan

4 ASSET REFORM ACCES REFORM Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI Gambar 1.1. Bagan Alir Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) PPAN terdiri dari dua komponen pokok. Pertama adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Kedua adalah upaya pengembangan wilayah lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang

5 diistilahkan dengan Land Reform Plus sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN ini dari program Land reform yang pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Asset reform, di dalam kerangka mandat konstitusi, politik dan undang-undang untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penguatan akses tanah yang dimasa lalu melalui Land Reform sebagai suatu proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan di bidang pertanahan, tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Beberapa bentuk penguatan akses tanah ke petani antara lain melalui redistribusti tanah Obyek Land reform yang belum dibagikan, tanah milik adat, tanah milik negara dan tanah ex HGU yang telah dilepaskan dan dikuasai masyarakat. Subyek/penerima manfaat di prioritaskan masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah tersebut selama bertahun-tahun. Prioritas berikutnya masyarakat miskin dan atau tidak punya tanah di sekitar/luar lokasi. Model pembagian tanah (distribusi/redistribusi) dapat dilakukan dengan penataan maupun tanpa penataan fisik. Penerima manfaat tersebut diberikan sertipikat hak milik atas tanah secara perseorangan. Mekanismenya melalui Redistribusi Tanah, Prona, Konsolidasi Tanah Pertanian, dan merupakan penguatan hak terhadap tanah yang telah dikuasai masyarakat. Sedangkan Access reform adalah proses penyediaan akses bagi masyarakat (subyek PPAN) terhadap segala hal yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi

6 ekonomi politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan). Tabel 1.1 Jumlah Tanah Land Reform Yang Sudah Diredistribusikan No Provinsi Jumlah Redis (Ha) Jumlah Penerima Redist (KK) 1 D. I Aceh , ,370 2 Sumatera Utara , ,902 3 Riau 9.308, ,025 4 Sumatera Barat , ,928 5 Sumatera Selatan , ,900 6 Jambi , ,581 7 Bengkulu , ,600 8 Lampung , ,620 9 DKI Jakarta 0, , Jawa Barat , , D.I Yogyakarta 692, , Jawa Tengah , , Jawa Timur , , Bali 9.854, , Nusa Tenggara Barat , , Nusa Tenggara Timur , , Kalimantan Selatan , , Kalimantan Tengah , , Kalimantan Barat , , Kalimantan Timur , , Sulawesi Tengah , , Sulawesi Tenggara , , Sulawesi Selatan , , Sulawesi Utara 5.526, , Maluku , , Papua 2.860, , Bangka Belitung 915, , Banten , , Maluku Utara 0, , Gorontalo 8.037, ,719 Jumlah , ,768 Luas rata - rata diterima KK (Ha)

7 Seperti kita ketahui Sejak 1960-an Indonesia sudah melakukan redistribusi tanah seluas 1,15 juta hektar, seperti dapat terlihat dalam Tabel 1.1. Namun pada kenyataannya penerima tanah itu hidupnya tidak menjadi lebih sejahtera. Ini dapat terlihat dari hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem (menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar) di Indonesia meningkat seperti tersaji pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas lahannya Luas (HA) (Juta Jiwa) (juta jiwa) (juta) <0,1 8,5 7 17,2 0,1-0, 49 37,7 40,7 39,2 0,5-0,99 24,1 22,4 18,4 1,0 29,7 29,9 25,2 Sumber : BPS Peningkatan rumah tangga gurem selama tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 1993 jumlah penduduk miskin dipedesaan tercatat sebanyak jiwa sementara pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi jiwa. Potret ketimpangan agraria, guremisasi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan merupakan akumulasi timbunan persoalan agraria dari waktu ke waktu.

8 Pada dasarnya pembangunan wilayah pedesaan adalah suatu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan wilayah pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga dalam upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan. Data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada tahun 2006 menyebutkan, terdapat (54,14%) kategori desa maju yang terdiri dari (52,03%) kategori maju dan (2,11%) kategori sangat maju. Sementara desa tertinggal berjumlah (45,86%) yang terdiri dari (41,97%) kategori tertinggal dan (3,89%) kategori sangat tertinggal. Inilah yang menjadi dorongan bagi kita semua, untuk menekankan percepatan pembangunan wilayah desa dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh). Salah satu gagasannya adalah dengan menerapkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Dengan dilaksanakannya PPAN, maka tantangan besar bagi pemerintah kemudian adalah bagaimana mendesain operasionalisasi PPAN ini sehingga nantinya bisa dilaksanakan secara terpadu dan benar-benar diorientasikan pada penataan ulang struktur agraria yang timpang dan penyediaan program-program pendukungnya yang lebih luas. Pada saat yang sama, bagaimana bisa menggulirkan pelaksanaan PPAN ini agar mendapat dukungan yang luas baik

9 dilingkungan elit politik, di antara lintas departemen dan level pemerintahan, maupun dikalangan masyarakat secara umum. Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari pelaksanaan PPAN melalui asset reform dan akses reform yaitu: 1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah dan kekayaan alam lainnya sehingga menjadi lebih berkeadilan sosial; 2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum tani dan rakyat miskin dipedesaan; 3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di bidang pertanian dan ekonomi pedesaan; 4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik; 5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa dan konflik agraria. Sebagai sebuah kebijakan yang dilatari oleh keinginan untuk mendistribusikan lahan eks hutan produksi konversi (HPK) sejumlah 8.15 juta hektar, beragam tanggapan diberikan oleh kalangan termasuk juga kalangan yang selama ini memperjuangkan pembaruan Agraria. Ada dua tanggapan utama, pertama kalangan yang menganggap bahwa Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini mesti ditentang. Sementara kelompok kedua kalangan yang menganggap bahwa program ini mesti dikawal secara kritis mulai dari sisi substansi hingga kesisi

10 implementasi. Kelompok pertama yang menentang misalnya, memberikan ulasan setidaknya ada tujuh alasan mengapa PPAN mesti ditolak yaitu (Bachriadi : 2006). a. PPAN bertumpu pada revitalisasi pertanian sehingga lebih mengacu pada upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang sudah ada khususnya perkebunan. Upaya jenis ini jelas-jelas sangat dominan pada investasi bukan membentuk modal pedesaan yang kuat; b. Pembaruan Agraria hanya dijadikan urusan teknis semata sehingga sejalan dengan proyek administrasi pertanahan dan mendorong integrasi usaha petani kecil kedalam pertanian/perkebunan skala besar; c. PPAN hanya ditujukan pada tanah-tanah negara yang hanya mungkin dibagikan tanpa ada keinginan kuat merombak struktur agraria yang ada; d. PPAN tidak mengakomodasi sepenuhnya keinginan menyelesaikan konflik agrarian. e. PPAN bertumpu pada institusi yang lemah yakni BPN. f. PPAN kemungkinan dibawah bimbingan program-program Bank Dunia yang mendorong liberalisasi pertanahan. g. PPAN kemungkinan besar hanya sebuah dagangan politik jangka pendek SBY-JK. Sementara pada kelompok kedua, berangkat dari pandangan bahwa PPAN bukanlah reforma agraria sejati dan menyeluruh seperti yang diinginkan selama ini. Namun, keinginan pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan kalangan masyarakat sipil dari sisi substansi dan implementasi dapat dijadikan sebagai batu loncatan dalam mendorong pembaruan agraria sejati yang dinginkan. Dengan

11 demikian, PPAN dianggap sebagai peluang politik yang ada dalam memperkuat basis-basis kelompok masyarakat dalam memperjuangkan Pembaruan Agraria. Kedua, program ini mesti diperjuangkan sebagai sebuah program nasional yang akan melibatkan pejabat birokrasi dari pusat hingga daerah dengan keharusan melibatkan organisasi rakyat dari nasional hingga wilayah. Pola ini juga akan membuka luas bagi lahirnya serikat-serikat atau kelompok tani baru di semua wilayah nasional. Dengan demikian, terjadi sebuah lompatan kebutuhan masyarakat tani untuk mengorganisasikan diri. Proses ini juga akan membuka keragaman baru dari serikat-serikat tani yang selama ini masih didominasi oleh petani yang terlibat konflik semata (Napiri :2006 ). PPAN awalnya sudah dilaksanakan di Kabupaten Asahan sejak awal tahun 1960, namun pelaksanaannya masih terbatas pada kegitan redistribusi tanah kepada petani penggarap. Kegiatan redistribusi tanah yang terjadi tidak dijalankan sebagaimana layaknya dan kesannya sangat lambat. Kegiatan redistribusi tanah di Kabupaten Asahan mengalami stagnasi sejak awal Orde Baru sampai dengan tahun Pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi bertumpu kepada pertumbuhan dan ekonomi yang mengakibatkan kebijakan di sektor pertanahan juga menginduk dan mendukung program percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dijadikan sebagai alat dan komoditi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan aspek pemerataan dan keadilan. Salah satu dampak dari kebijakan di atas adalah terjadinya penumpukan penguasaan tanah ditangan pemilik modal, baik berupa swasta maupun Badan Usaha Milik Negara.

12 Ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara masyarakat tani/masyarakat pedesaan dengan 60 Badan Hukum di Kabupaten Asahan pada tahun 2007 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Rata-rata kepemilikan dan penguasaan tanah masyarakat tani/masyarakat pedesaan hanya 0,98 Ha. Sementara itu, 60 Badan Hukum menguasai areal seluas Ha di Kabupaten Asahan. Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pertanahan yang pro pertumbuhan adalah terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan baik antara individu, individu dengan badan hukum, maupun individu dengan pemerintah. Sampai pada tahun 2007, di Kabupaten Asahan telah tercatat sengketa, konflik, dan perkara pertanahan sebanyak 424 kasus yang belum terselesaikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah desa di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Berdasarkan kajian teoritis dan pengalaman empiris dari berbagai negara yang telah melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) secara konsisten, terlihat suatu kecenderungan bahwa program PPAN sangat berperan dalam pengembangan wilayah khususnya wilayah pedesaan. Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan sebelumnya sejak tahun Seharusnya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini akan berdampak

13 positif terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai. Untuk mengetahui dampak positif pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai maka dipandang perlu untuk melaksanakan analisis terhadap dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai, dan dengan adanya silang pendapat mengenai pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pelaksanaannya yang sudah hampir 4 (empat) tahun, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu lokasi penelitian PPAN Tahun 2007 di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai. Penulis ingin menganalisis dampak dari program ini terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Sebagai catatan, pada saat dilaksanakannya PPAN ini, Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai masih merupakan bagian dari Kabupaten Asahan namun setelah adanya pemekaran Kabupaten Asahan Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai saat ini meruapakan bagian dari Kabupaten Batu Bara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai

14 2. Bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai 2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Sei Balai Desa Sei Balai Kabupaten Asahan terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya: 1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sumber data, informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya yang terkait dengan konsep-konsep Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). 2. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), yang telah atau sedang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 85 BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 6.1. Landasan Hukum Bersamaan dengan lengsernya rezim Orde Baru pada tahun 1998,

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA Oleh: Faishal Rahman Disampaikan pada Seri Diskusi Publik Megawati Institute "Politik Redistribusi Aset di Indonesia" Jakarta, 27 September 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN 2015 2019 PROGRAM PKP2TRANS Kepala Biro Perencanaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi SASARAN PEMBANGUNAN SESUAI RPJMN 2015-2019

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG PENETAPAN NAMA NAMA PENERIMA DANA PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TAHUN 2012 Menimbang :, a. bahwa jumlah lanjut usia yang membutuhkan perhatian dan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Presented by Yaury Tetanel Strategic Alliance for Poverty Alleviation Disampaikan Dalam Diskusi Publik Akuntabilitas Sosial CSR Industri

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL

BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIIK INDONESIA BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN/ SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NASIONAL

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa atau kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Dan oleh

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan Lukita Dinarsyah Tuwo Solo, 26 Agustus 2017 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI 3. PRIORITAS QUICK WIN Arah Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

DATA MENCERDASKAN BANGSA

DATA MENCERDASKAN BANGSA Visi BPS Pelopor Data Statistik Terpercaya untuk Semua Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 237,6 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun DATA MENCERDASKAN

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah? Sumber Berita Tempo, 41/XXXV 04 10 Desember 2006 Wawancara Joyo Winoto: Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto, rela wayangan semalam suntuk untuk menjelaskan

Lebih terperinci

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat () Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat Keberhasilan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan Ombudsman Republik Indonesia Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan ALAMSYAH SARAGIH Pontianak, 20-21 Januari 2017 Beberapa masalah klasik masih relevan Mulai dari

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan prioritas pembangunan nasional karena kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi, kemiskinan tidak terbatas sekedar pada ketikdakmampuan

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan setiap individu. Pangan merupakan sumber energi untuk memulai segala aktivitas. Menurut Undang-Undang No.18 Tahun

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN JENIS IZIN USAHA PERKEBUNAN Izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) diberikan kepada pelaku usaha dengan luasan 25 hektar atau lebih; Izin usaha perkebunan pengolahan

Lebih terperinci