UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASI DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANITA HASAN, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

3

4

5 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Hasan, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

6 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker Anita Hasan, S.Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

7

8

9

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-nya Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk mencapai gelar apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam penyusunan laporan ini. 2. Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan. 3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 4. Dr. H. Setiawan Soeparan, MPH. selaku selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 6. Bapak Dr. Harmita, Apt. Sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 7. Ibu Dra. Pratiwi Setiati, Apt., M.Kes., yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam penyusunan laporan ini. 8. Seluruh karyawan Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terutama dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat iv

11 Kesehatan, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 10. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 11. Seluruh teman-teman Apoteker Angkatan 75 yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 12. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Jakarta, Desember 2012 Penulis v

12 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anita Hasan : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni 29 Juni 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, meliputi kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik terdiri dari empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam tugas khusus, dijelaskan mengenai rancangan standarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan. Cara distribusi obat yang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi obat yang dilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur distribusi pada sarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan kondisi derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya berbagai masalah kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap perlu untuk menyusun standarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan. Kata Kunci : Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Distribusi di Daerah Kepulauan. Tugas Umum : viii + 48 halaman; 7 lampiran Tugas Khusus : ii + 32 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 13 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus: 11 ( ) vi

13 ABSTRACT Name Study Program Title : Anita Hasan : Apothecary Profession : Apothecary Internship Report at Directorate of Public Medicines and Medical Supplies General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia s Health Ministry Period June 18 th - June 29 th 2012 Apothecary Internship at Directorate of Public Medicines and Medical Supplies General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia s Health Ministry aims to gain knowledge and an overview of the duties and functions of Directorate of Public Medicines and Medical Supplies, includes policies, preparation of norms, standards, procedures, criterias, and providing technical guidance and evaluation of public medicines and medical supplies. This directorate has four sub-directorates: sub-directorate of analysis and standarization of prices, provisioning of public medicines and medical supplies, management of public medicines and medical supplies, and monitoring and evaluation of program of public medicines and medical supplies. In specific task, explained the standardization draft of good distributions medicines in the island. How the distribution of drugs that are currently set up more distribution medicine that govern the way done the pharmaceutical industry through the PBF and haven't set up distribution in health care facilities. A close watch on the condition and the condition of public health degrees are still not optimally also there is a wide range of public health issues in the area of the Islands, it was considered necessary to devise a good drug distribution of the standardization in the area of the Islands. Keywords : Directorate of Public Medicines and Medical Supplies General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia s Health Ministry, Distributions in the Island. General Assignment Special Assignment : viii + 48 pages; 7 appendices : ii + 32 pages Bibliography of general assignment : 13 ( ) Bibliography of special assignment : 11 ( ) vii

14 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi vii viii ix x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan... 6 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Tugas Pokok dan Fungsi Tujuan Sasaran Strategi Intervensi Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Sumber Daya Manusia BAB 4 PEMBAHASAN Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehata Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN vi

15 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan vii

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian viii

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Untuk mewujudkannya maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Kementerian Kesehatan memiliki misi yaitu melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tercapainya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dengan misi tersebut maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Dalam pelaksanaan tugas tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Salah satu hal yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian yang merupakan tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal ini mempunyai sasaran utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat esensial dan alat kesehatan dasar di setiap daerah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat adalah bahan atau campuran bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat publik adalah kloramfenikol, antasida dan kodein. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang 1

18 2 diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Contoh perbekalan kesehatan adalah kapas dan masker (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal yang sangat mendasar dan penting. Oleh karena itu, diperlukan penganturan mengenai pemenuhan ketersediaan kedua hal tersebut. Pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat Jendral Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Peran apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah melakukan pengadaan, produksi, distribusi dan pelayan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Namun, pada direktorat ini apoteker memiliki fungsi dalam hal pengadaan, yaitu mengelola pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk menunjang pelayanan kefarmasian hingga sampai ke masyarakat dalam keadaan bermutu baik dan aman. Oleh karena itu, Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan perlu diadakan untuk lebih memahami mengenai proses pengadaan obat di Indonesia. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan untuk agar calon apoteker memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

19 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi sebagai berikut: Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan, 2011) Visi Visi Kementerian Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan Misi Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. 2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. 3. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumber daya kesehatan. 4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; 2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; 3

20 4 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2011) Kementerian Kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu keseluruhan dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan, 2011) Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut: 1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global; 2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif - preventif; 3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional; 4. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan yang merata dan bermutu; 5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan 6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.

21 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas (Lampiran 1): 1. Sekretariat Jenderal; 2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; 3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; 5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; 6. Inspektorat Jenderal; 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; 9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; 11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; 12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; 13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; 14. Pusat Data dan Informasi; 15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; 16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; 17. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; 18. Pusat Komunikasi Publik; 19. Pusat Promosi Kesehatan; 20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan 21. Pusat Kesehatan Haji.

22 6 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2011) 1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan; 2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan 3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan, 2011) Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah

23 7 meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% Kegiatan (Kementerian Kesehatan, 2011) Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: 1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; 3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan 4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2) : Sekretariat Direktorat Jenderal 1. Tugas dan Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi; c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d. Pengelolaan urusan keuangan; e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan

24 8 f. Evaluasi dan penyusunan laporan 2. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) : a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

25 9 pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari (Lampiran 4): a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

26 10 standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) : a. Subdirektorat Standardisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

27 11 c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 6) : a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 1. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

28 12 menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 7) a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional

29 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN 3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 13

30 14 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. 3.2 Tujuan Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku. 3.3 Sasaran Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan kesehatan dasar disektor publik; tercapainya tujuan medis penggunaan obat, efektif, aman dan efisien pembiayaan obat; terjaminnya mutu pengelolaan obat di Kabupaten/Kota dalam rangka desentralisasi; dan di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar 3.4 Strategi Intervensi Strategi untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi, utamanya pada obat generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan

31 15 penyalahgunaan obat (SK Menkes RI No. 021/MENKES/SK/I/2011). 3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari : Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; 2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; 5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan

32 16 kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat Struktur Organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

33 17 kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas : Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

34 18 pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; 3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan 4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas : Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Tugas dan Fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi

35 19 Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan Struktur Organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan. b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan Tata Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan referensi terkait; 2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan; 3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan

36 20 memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna; 4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana; 5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/ perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat; 7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain -lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan; 8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan; dan 9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas. 3.6 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 35 orang dengan perincian sebagai berikut:

37 21 Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi Jumlah SDM Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1 Subdirektorat Analisis Obat dan Standardisasi Harga Obat 5 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 6 Subbagian Tata Usaha 9

38 BAB 4 PEMBAHASAN Obat publik adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya merupakan tujuan pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan Pemerintah dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Untuk mewujukannya maka Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan membentuk Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang memiliki misi yaitu terjaminnya ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Selain itu, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan criteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut dilakukan agar masingmasing subdirektorat dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal sehingga dapat mencapai tujuan. 22

39 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat berperan dalam mengendalikan harga obat generik secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan bagi produsen. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas : a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. Untuk pengendalian harga pengadaan obat, dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Surat Keputusan ini melakukan regionalisasikan wilayah Indonesia menjadi empat regional yaitu Regional I, Regional II, Regional III, dan Regional IV. Regional I meliputi Lampung, Banten, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Regional II meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat. Regional III meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Regional-IV meliputi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tiap-tiap regional tersebut memiliki ketetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah yang berbedabeda. Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi, kekayaan regional, dan Upah Minimum Regional (UMR).

40 24 Sedangkan untuk pengendalian harga obat, dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Harga Eceran Tertinggi (HET) pada tiap tahunnya. Surat Keputusan tersebut disahkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, Akademisi, Lembaga Konsumen, dan organisasi profesi bidang terkait. Perumusan rekomendasi Harga Obat Generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Selain itu bahan pertimbangan dalam penetapan harga obat ini adalah hasil monitoring Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat dengan pengambilan data dari tiga apotek dan satu rumah sakit di tiap-tiap provinsi. Setelah dikeluarkannya SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum, maka SK ini akan disosialisasikan ke tiap-tiap provinsi untuk kemudian diteruskan ke seluruh kabupaten/kota. Selain dari itu SK ini juga dapat diunduh dari situs internet, sehingga pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan. Apabila SK ini belum dikeluarkan, maka pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan dengan standar harga pada SK sebelumnya. Dalam pengamatan mahasiswa selama melakukan praktek di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, direktorat ini tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga hal ini dapat memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas di direktorat ini. Selain dari itu, tidak adanya SOP ini juga mengakibatkan pemantauan kepatuhan terhadap proses kerja di direktorat ini susah untuk dilakukan. 4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan.

41 Perencanaan Penyediaan Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang menentukan dalam perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana melalui koordinasi integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan obat setiap kabupaten/kota. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan menggunakan data kebutuhan yang diperoleh dari pemakaian oleh Puskesmas yang di kumpulkan dan dilaporkan oleh provinsi (bottom-up) setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alkes yang dalam hal ini Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan perencanaan kebutuhan obat untuk program serta perencanaan kebutuhan stok pengaman (buffer stok) nasional dimana perencanaan tersebut dilakukan setahun sekali. Buffer stok berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang harus selalu ada. Buffer stok ini digunakan jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Untuk penyediaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Perencanaan dilakukan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekkes di unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) berasal dari APBN, APBD I, Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II, dan sumber-sumber lain, seperti Asuransi

42 26 Kesehatan (ASKES). Awalnya, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa obat dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat namun setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu. Kabupaten/Kota yang dapat menerima DAK adalah Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria umum Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata yang dihitung melalui indeks fiskal netto yang besarnya ditetapkan setiap tahun, daerah tersebut umumnya memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah 2. Kriteria khusus Daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan misalnya UU Otonomi Khusus bagi Provinsi NAD dan Papua. Selain itu juga dengan memperhatikan karakteristik daerah, antara daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah termasuk kategori daerah ketahanan pangan yang ditetapkan setiap tahun. 3. Kriteria teknis Kriteria ini dirumuskan melalui Indeks Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian Negara/ Departemen Teknis terkait yang disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan yang didanai dari DAK, antara lain standar kualitas/kuantitas konstruksi, dan perkiraan manfaat lokal dan nasional. Kabupaten/Kota tersebut dan dapat berubah tiap tahun jumlah maupun lokasi daerahnya tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD.

43 27 Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap : 1. Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada. 2. Proses kompilasi, berfungsi untuk mengatahui pemakaian setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama setahun serta untuk menentukan stok optimum yang diperoleh dari LPLPO dan Pola Penyakit. 3. Perhitungan kebutuhan obat, di harapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah, dan waktu serta mutu yang terjamin. Kebutuhan obat dilakukan dengan cara pendekatan perhitungan melalui metoda konsumsi dan atau morbiditas. 4. Proyeksi kebutuhan obat, ditetapkan rancangan stok akhir periode dan rancangan pengadaan yang akan dating dengan rancangan anggaran yang ada. 5. Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat, dengan dilakukannya penyesuaian perencanaan obat dengan sumber anggaran, kebutuhan, stok akhir dan faktor esksternal, maka informasi yang di dapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Metode yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran antara lain dengan menggunakan metode analisa ABC dan VEN. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan pengadaan antara lain: 1. Sumber anggaran, terbatasnya sumber anggaran menyebabkan pemilihan obat harus dilakukan seefektif dan seefisien mungkin agar obat yang tersedia tepat

44 28 jenis, tepat jumlah dan tepat mutu yang akan mempengaruhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 2. Kebutuhan. 3. Stok akhir, data stok akhir selanjutnya akan mempengaruhi jumlah pemesanan periode selanjutnya. Kesalahan pada stok akhir ini dapat menyebabkan penumpukan barang yang akan berimbas pada obat expire date dan kekurangan kebutuhan obat yang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan. 4. Faktor eksternal, faktor luar yang mempengaruhi proses perencanaan misalnya waktu yang diperlukan untuk proses pengiriman obat, dengan mengetahui berapa lama atau untuk mencegah kekosongan obat maka dalam proses perencanaan perlu diperhitungkan berapa jumlah yang harus dipesan sampai obat tersedia kembali Pemantauan Ketersediaan Pemantauan (monitoring) ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses kajian (review) terhadap suatu persediaan yang sedang berlangsung untuk mengetahui jumlah dan tingkat kecukupan setiap jenis obat, pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat dan kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit. Pemantauan yang disusun secara sistematis berdasarkan tujuan program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat penting untuk peningkatan kinerja program dan pencapaian tujuan program jangka panjang (Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2011). Proses pengamatan dilakukan dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi Propinsi/Kabupaten/Kota) terhadap persediaan obat pada unit yang lebih rendah (Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi Kabupaten/Kota berupa jumlah persediaan obat yang tersedia, pemakaian rata-rata obat perbulan di Kabupaten/Kota, waktu kedatangan

45 29 obat, dan total jenis obat yang tersedia. Laporan dibuat berdasarkan data/ informasi yang diperoleh dari instalasi farmasi di Kabupaten/Kota. 4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan bertujuan untuk menjamin tersedianya obat publik dan perbekalan kesehatan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang seefisien mungkin. Siklus pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan demikian pengelolaan obat dimulai dari perencanaan kebutuhan yang merupakan dasar pada tahap pengadaan obat di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Pengelolaan didukung oleh beberapa sistem penunjang, yaitu : a. Organisasi b. Pembiayaan dan kesinambungan c. Pengelolaan informasi d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia Dalam pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya: a. Perencanaan Masalah yang muncul dalam perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan diantaranya adalah data yang diterima kurang akurat, pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional, perbedaan persepsi antara penulis resep dengan pelaksana farmasi tentang pengobatan rasional, Puskesmas belum memahami tentang cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat, standar pengobatan rasional di puskesmas belum diterapkan secara optimal.

46 30 Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan bimbingan intensif kepada Puskesmas agar pelaksana farmasi dan penulis resep dapat memahami dan menerapkan standar pengobatan. b. Pengadaan Dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan, persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Permasalahan yang mungkin muncul dalam pengadaan adalah banyak Puskesmas yang mengacu pada kebutuhan tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan penyakit; ketidakjelasan informasi pengadaan dari pusat dan provinsi sehingga dapat menyebabkan pengadaan ganda (dari pusat dan provinsi) atau tidak dari keduanya; sumber pembiayaan yang terbatas mengakibatkan lamanya waktu pelelangan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta prosedurnya yang melewati beberapa tahapan baku menyebabkan pengadaan menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena terjadi penumpukan obat, adanya obat rusak/kedaluarsa, jumlah obat yang tidak diresepkan tinggi, dan stok kosong. c. Penyimpanan Penyimpanan obat menjadi sangat penting karena terkait dengan pemeliharaan mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana penyimpanan yang memadai di unit pelayanan kesehatan; personalia dengan jumlah yang cukup dan memahami cara penyimpanan obat yang baik; dan memiliki standar pencatatan stok obat sehingga jumlah obat yang masuk dan keluar dapat dikontrol. d. Pendistribusian Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang pembangunannya tidak merata sehingga proses pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan juga memerlukan cara yang berbeda pula. Daerah yang maju

47 31 tidak mempunyai masalah yang berarti dalam proses distribusi, namun untuk daerah tertinggal sulit dijangkau karena letaknya yang jauh dipedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, pulau-pulau terpencil atau karena faktor geografis lainnya sehingga sulit terjangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. e. Penggunaan Obat publik dan perbekalan kesehatan disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat sehingga diharapkan dapat digunakan secara rasional, dalam artian tepat pasien, tepat indikasi, tepat jumlah, dosis dan lama pemakaian obat. Namun pada kenyataannya, masih sering ditemukan penggunaan obat yang tidak rasional, dimana pasien mendapatkan obat yang tidak dibutuhkannya atau malah sebaliknya, pasien tidak mendapatkan obat yang dibutuhkannya. Untuk itu perlu diadakan bimbingan dan pelatihan terhadap seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan kesehatan mengenai cara penggunaan obat yang rasional. f. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di instalasi farmasi merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, dan didistribusikan. Pencatatan masih dilakukan secara manual, serta disiplin tenaga kerja untuk pencatatan masih kurang sehingga laporan yang diberikan dari daerah ke pusat tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini mempengaruhi proses perencanaan pengadaan obat untuk periode berikutnya. Laporan hendaknya dapat dikirim tepat waktu, namun untuk beberapa daerah yang jauh dari pusat kota seringkali tidak tepat waktu sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pengelolaan data untuk perencanaan berikutnya. Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terjadinya stok obat kosong, obat berlebih, obat kurang, obat rusak dan obat kadaluarsa. Untuk itu perlu dilakukan beberapa strategi dalam pengelolaan obat, diantaranya :

48 32 a. Peningkatan peran pusat, provinsi dan kabupaten / kota dalam sistem logistik obat khususnya obat program melalui One Gate Policy (Kebijakan Satu Pintu) b. Sinkronisasi dan Harmonisasi proses perencanaan kebutuhan obat di kabupaten kota melali Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT) c. Pengembangan On-line Logistic System dalam rangka mendukung pola pendistribusian obat di daerah khusunya untuk Puskesmas dan rumah sakit. Menerapkan ilmu farmakoekonomi dalam perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. 4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk mendukung pencapaian program obat publik dan perbekalan alat kesehatan, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pemantauan bertujuan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif, meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan agar dapat mendukung pencapaian indikator. Indikator adalah alat ukur untuk dapat membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk

49 33 pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat. Indikator umumnya digunakan untuk memonitor kinerja yang esensial (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010) Pemantauan Ketersediaan Obat a. Tujuan Mengetahui hambatan & penetapan strategi yg efektif dalam penyediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya, terjamin mutunya, serta mudah diakses adalah merupakan amanah dari Kebiajksanaan Obat Nasional (KONAS), serta merupakan prasyarat dalam pelayanan kesehatan yang prima. Aksesibilitas kepada semua masyarakat yang membutuhkan diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur : Jalur pelayanan sektor publik dan Jalur sektor swasta. Di sektor publik pengelolaan obat yang efisien termasuk pengadaan, perencanaan terpadu di kabupaten/kotamadya dan distribusi obat langsung di GFK merupakan hal yang mutlak. Dalam hal ini kemampuan analisa kebutuhan obat esensial menggunakan pendekatan bottom up planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama (Depkes c) b. Indikator Indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain (Depkes, 2006). c. Cara (Depkes, 2004c) 1) Penyusunan pedoman supervisi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan (Depkes, Dinkes Kab/GFK); 2) Evaluasi kebijakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk daerah terpilih (Depkes, Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten dan GFK); peserta 20 orang 3) Evaluasi kebijakan pengelolaan obat untuk daerah terpilih, peserta 20 orang;

50 34 4) Monitoring dalam rangka pembinaan pengadaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di 60 Kab/Kota di 30 Propinsi); 5) Perencanaan, pengawasan dan supervisi stok pengaman Nasional 6) Penyusunan pedoman evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan; 7) Pemantauan ketersediaan obat di 60 Kab/Kota/30 Propinsi Pemantauan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah a. Tujuan Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Melakukan pemantauan penggunaan obat mempunyai dua komponen aktif, yaitu : 1. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta pelaporannya (Kemenkes, 2010). 2. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dilapangan (Kemenkes, 2010).. 3. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan esensial yang bermutu bagi masyarakat (Depkes, 2004). 4. Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik (Depkes, 2004). 5. Meningkatkan pelayanan kefarmasian difarmasi komunitas dan klinikis serta kesehatan dasar (Depkes, 2004). b. Indikator Salah satu indikator monitoring kebijakan obat nasional yang dikeluarkan World Health Organitation (WHO) tahun 1999 adalah ketersediaan penggunaan obat generik dan essential yang mencapai 100% (WHO, 1999).

51 35 c. Cara Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 1. Pemantauan secara langsung Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. 2. Pemantauan secara tidak langsung Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui : a. Dari kartu status pasien : Kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat). b. Dari buku register pasien : Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar. dan over prescribing dari antibiotik dan pemakaian suntikan. Setelah pemantauan penggunan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dilakukan, maka dilakukan pula pemantauan pelaksanaan obat generik di Puskesmas dan jaringannya. Berdasarkan Permenkes Nomor. HK.02.02/ MenKes/068/ I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dan Kepmenkes Nomor. HK.03.01/MenKes/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, pemantauan pelaksanaan obat generik di Puskesmas dan jaringannya dilaksanakan sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :

52 36 a. Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya melaporkan penulisan resep dan penyediaan obat generik ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK). b. IFK merekapitulasi hasil pemantauan Puskesmas dan melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan rekap IFK kepada Dinas Kesehatan Provinsi. d. Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan rekap Dinas Kesehatan Kab/Kota kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku Pemantauan Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota Sesuai Standar (Profil Dirjen Binfar Alkes, 2011) Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektifitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota. a. Tujuan Untuk mengetahui kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kab/Kota dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses.

53 37 b. Pelaksanaan dan Indikator Pemantauan Beberapa indikator dalam penilaian kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kab/Kota yaitu sebagai berikut : 1. Struktur Organisasi IFK Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementreian Kesehatan. 2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan. Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan keahliannya. Kepala Unit pengelola obat/instalasi Farmasi sebaiknya dipimpin oleh Apoteker, dan didukung oleh tenaga berlatar belakang farmasi sebagai penanggung jawab perencanaan dan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran/pendistribusian, penanggung jawab pencatatan/ pelaporan dan evaluasi. Selain itu diperlukan tenaga non farmasi sebagai tenaga administrasi dan tenaga pembantu umum. 3. Sarana Dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan. Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di

54 38 Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut : a) Gedung, dengan luas 300 m2 600 m2 b) Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 3 unit c) Komputer + Printer, dengan jumlah 1 3 unit d) Telepon & Faximile, dengan jumlah 1 unit e) Sarana penyimpanan, seperti : rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain. Gambaran mengenai sarana dan prasarana penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi: luas tanah, luas bangunan, status gedung dan kondisi bangunan. 4. Pengamanan Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah trails disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat berduri atau kawat harmonica juga dapat digunakan pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung. 5. Penyimpanan dan Distribusi Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai. 6. Administrasi Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana kantor atau administrasi 7. Sumber Anggaran Pengadaan Obat

55 39 Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa Pemerintah Daerah kab/kota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana APBD II (DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber anggaran Program. 8. Biaya Operasional Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan Pemantauan Kualitas Obat a. Tujuan Pemantauan kualitas obat dilakukan karena obat yang beredar harus memenuhi syarat keaman, khasiat, mutu dan keabsahan. Selain itu juga agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat. b. Langkah kebijakan Langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai berikut : 1. Pengawasan obat dilaksanakan dengan kompetensi tinggi secara independen, akuntabel dan transparan. 2. Penguatan fungsi pengawasan obat 3. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat, serta pemenuhan kebutuhan SDM yang memadai. 4. Pengembangan tenaga dengan jumlah dan mutu sesuai dengan standar kompetensi. 5. Pembentukan pusat informasi obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi penyebaran informasi obat.

56 40 6. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam penegakan hukum secara konsisten. 7. Pengembangan sistem nasional vijilan pasca pemasaran. 8. Peningkatan upaya pemantauan promosi obat. 9. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional. 10. Pengakuan internasional di bidang pengawasan obat. 11. Peningkatan pengawasan distribusi obat di jalur tidak resmi. 12. Pengawasan peredaran obat palsu dan obat selundupan (tidak terdaftar). c. Pelaksanaan dan Indikator pemantauan Pemantauan dalam pemantauan pengelolaan obat terutama dalam penyimpanan obat untuk menjamin kualitas obat. Tujuan penyimpanan yaitu agar obat yang tersedia di Unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan. Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. 1. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan obat. a. Persyaratan gudang 1) Cukup luas minimal 3 x 4 m 2 2) Ruangan kering tidak lembab 3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas 4) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis 5) Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet) 6) Dinding dibuat licin 7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam 8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat 9) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda

57 41 10) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci 11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan b. Pengaturan penyimpanan obat : 1) Obat di susun secara alfabetis 2) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO 3) Obat disimpan pada rak 4) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet 5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk 6) Cairan dipisahkan dari padatan 7) Sera, vaksin, supositoria disimpan dalam lemari pendingin 2. Kondisi penyimpanan. Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Kelembaban : Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut : 1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka 2) Simpan obat ditempat yang kering 3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka 4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab 5) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul 6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki

58 42 b. Sinar matahari : Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar matahari, sebagai contoh : Injeksi Klorpromazin yang terkena sinar matahari, akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari : 1) Gunakan wadah botol atau vial yang berwarna gelap (coklat) 2) Jangan letakkan botol atau vial di udara terbuka 3) Obat yang penting dapat disimpan di dalam lemari 4) Jendela-jendela diberi gorden 5) Kaca jendela dicat putih. c. Temperatur / panas : Obat seperti Salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas, sebagai contoh : Salep Oksi Tetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 8 derajat celcius, seperti : 1) Vaksin 2) Sera dan produk darah 3) Antitoksin 4) Insulin 5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa) 6) Injeksi oksitosin 7) Ingat DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas : 1) Pasang ventilasi udara

59 43 2) Atap gedung jangan dibuat dari bahan metal 3) Buka jendela sehingga terjadi sirkulasi udara d. Kerusakan fisik : Untuk menghindari kerusakan fisik : 1) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat di dalam dus yang teratas 2) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus. 3) Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam e. Kontaminasi bakteri : Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. f. Pengotoran : Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan ruangan paling sedikit satu minggu sekali. Lantai di sapu dan di pel, dinding dan rak dibersihkan. 3. Bila ruang penyimpanan kecil : a. Dapat digunakan sistem dua rak b. Bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B. c. Pada saat mulai menggunakan obat di rak A maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi sambil menunggu obat datang, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B habis maka obat yang dipesan diharapkan sudah datang

60 44 d. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari beberapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu) e. Misalnya permintaan dilakukan setiap empat bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua bulan. Maka jumlah pemakaian empat bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu bulan maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B. 4. Tata Cara Menyimpan dan Menyusun Obat. a. Pengaturan penyimpanan obat. Pengaturan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet, kelompok sediaan sirup dan lain-lain. b. Penerapan Sistem FIFO dan FEFO Penyusunan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masingmasing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang.dan beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektifitasnya. c. Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokan untuk memudahkan pencarian, pengawsan dan pengendalian stok obat. d. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak. e. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

61 45 f. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari es. Kartu temperatur yang terdapat dalam lemari es harus selalu diisi. g. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari. h. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya menggunakan sendok i. Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa supaya waktu kadaluwarsanya dituliskan pada doos luar dengan menggunakan spidol. j. Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya. k. Cairan diletakkan di rak bagian bawah. l. Kondisi penyimpanan beberapa obat Beri tanda / kode pada wadah obat : a) Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan. b) Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum : 1) Jumlah isi dus, misalnya : tablet 2) Kode lokasi Pedoman Puskesmas ) Tanggal diterima 4) Tanggal kadaluwarsa (kalau ada) 5) Nama produk/obat c) Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut. d) Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas). Informasi tambahan untuk menyusun/mengatur obat : a) Susunan obat yang berjumlah besar di atas papan atau diganjal dengan kayu rapi dan teratur.

62 46 b) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obat yang berjumlah sedikit tetapi harganya mahal. c) Susunan obat dalam rak dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai. d) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat luar. e) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi, atau letakkan bagian etiket yang berisi nama obat yang jelas terbaca. f) Barang yang mempunyai volume besar seperti kapas disimpan dalam dus. g) Letakkan kartu stok di dekat obatnya. 5. Pengamatan mutu Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan, antara lain: a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. b. Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota untuk diteliti lebih lanjut. c. Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat tanda tanda sebagai berikut : 1) Tablet : a) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab b) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan rapuh. c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat d) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas juga basah dengan Lengket satu dengan lainnya, bentuknya sudah berbeda. e) Wadah yang rusak.

63 47 2) Kapsul : a) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah rusak. b) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya. 3) Cairan : a) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan b) Cairan suspensi tidak bisa dikocok c) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali. 4) Salep : a) Konsistensi, warna dan bau berubah (tengik) b) Pot/tube rusak atau bocor 5) Injeksi : a) Kebocoran b) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi c) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna. Informasi data (input) yang didapat dari pemantauan kemudian dievaluasi, dari hasil evaluasi akan diperoleh keluaran (output) berupa profil pencapaian indikator. Profil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Profil pencapaian indikator didapat dari pemantauan dan evaluasi program berdasarkan pengambilan data secara bottom-up, yaitu dilakukan dari struktur terendah kemudian direkapitulasi ke sektor di atasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian dilaporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang)

64 48 atau ke Pemerintah Pusat (secara langsung). Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan evaluasi dapat saja belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil evaluasi, maka Pemerintah Pusat akan memberikan umpan balik kepada Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun Propinsi, sehingga kinerja selama melakukan kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan dapat diketahui kekurangannya dapat meningkatkan kinerjanya. Saat ini pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya ketersediaan obat dipantau setiap tiga bulan (triwulan) untuk mengetahui dinamika logistik di Instalasi Farmasi. Minimnya anggaran menyebabkan pemantauan dan evaluasi hanya dapat dilaksanakan di 3 Kabupaten/Kota tiap provinsi di Indonesia (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan kinerjanya.

65 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, diketahui bahwa tugas dan peran Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan telah sesuai dengan kaidah ilmiahnya yang terperinci sebagai berikut: a. Subdirektorat Analisa dan Standardisasi Harga berperan dalam mengendalikan harga obat secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan bagi produsen. Namun dalam pelaksanaannya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini, tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas serta pemantauan kepatuhan terhadap proses kerja sulit untuk dilakukan. b. Proses perencanaan pengadaan oleh Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan setahun sekali sehingga perencanaan dibuat seefisien dan seefektif mungkin mengingat dalam penyediaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan ketersediaan anggaran sangat terbatas. c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan bertanggung jawab dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan dan pelaporan untuk menjamin ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan tingkat dasar. d. Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan yaitu: - Menjamin kualitas penggunaan obat oleh masyarakat. - Mengetahui pemasalahan dan strategi yg efektif dalam penyediaan obat. - Menjaga pengelolaan obat agar berjalan dengan benar. - Menilai keberhasilan pencapaian sasaran. 49

66 Saran Pembuatan SOP untuk setiap prosedur yang dilakukan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Hendaknya dalam pemilihan obat yang akan disediakan di PKD tidak hanya berdasarkan morbiditas namun juga berdasarkan cost analysis seperti cost minimization analysis Melakukan advokasi kepada pemerintah bersama organisasi profesi untuk melakukan perekrutan apoteker dalam pengelolaan obat di daerah Pemantauan dan evaluasi sebaiknya di lakukan secara berkala tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai ketersediaan obat ataupun praktik pemakaian obat yang sedang berlangsung.

67 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang - Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Departemen Kesehatan. (2006). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Laporan hasil Manajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi pemerintah Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III tentang Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan RI. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 51

68 52 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profile Kementerian Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI World Health Organitation. (1999). Indicators for Monitoring National Drug Polities. 2nd ed. Geneva: WHO

69 LAMPIRAN

70 54 Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

71 55 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

72 56 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan SEKRETARIS DITJEN BINFAR DAN ALKES KABAG PI KABAG PEGUM KABAG HOH KABAG KEUANGAN KASUBBAG PROGRAM KASUBBAG KEPEGAWAIAN KASUBBAG HUKUM KASUBBAG VER.&AKUN KASUBBAG DATIN KASUBBAG TU&GAJI KASUBBAG ORGANISASI KASUBBAG ANGGARAN KASUBBAG EVAPOR KASUBBAG RT KASUBBAG HUMAS KASUBBAG PERBENDAHARAAN

73 57 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

74 58 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTUR BINA PELAYANAN KEFARMASIAN SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIT STANDARISASI SUBDIT FARMASI KOMUNITAS SUBDIT FARMASI KLINIK SUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI SANDARISASI PELAYANAN KEFARMASIAN SEKSI PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS SEKSI PEMANTAUAN FARMASI KLINIK SEKSI PROMOSI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI STANDARISASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KOMUNITAS SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI FARMASI KLINIK SEKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL KELOMPOK JABFUNG

75 59 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

76 60 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

77 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 RANCANGAN STANDARISASI DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DI DAERAH KEPULAUAN ANITA HASAN, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

78 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANITA HASAN, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

79 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK... 3 BAB Prinsip Umum Peraturan Distribusi Produk Farmasi Organisasi dan Personalia Menejemen Kualitas Pergudangan dan Penyimpanan Pengiriman dan Transportasi Dokumentasi Pengemasan dan Pelabelan Ulang Pengaduan Penarikan Kembali Pengembalian Produk Produk Farmasi yang Palsu Perjanjian Kontrak Evaluasi Diri DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH KEPULAUAN Definisi Distribusi Tujuan Distribusi Kegiatan DIstribusi Tata Cara Pendistribusian Obat Pencatatan Harian Pendistribusian Obat ii

80 BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iii

81 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Obat publik adalah obat yang disediakan oleh pemerintah dan digunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas dan pelayanan rujukan ke rumah sakit. Oleh karena itu pengelolaan obat publik yang efisien dan efektif di daerah kepulauan perlu dilakukan. Proses pengelolaan obat meliputi perencanaan, pemilihan obat, pengadaan, pendistribusian, dan pemakaian. Distribusi obat diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan kecukupan obat di pelayanan kesehatan di daerah kepulauan. Proses distribusi ini berlangsung tahap demi tahap mulai dari pemerintah pusat hingga ke Puskesmas di masing-masing daerah (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2005), sehingga membutuhkan pedoman khusus yang berhubungan dengan proses distribusi obat. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Cara distribusi obat yang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi obat yang dilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur distribusi pada sarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan kondisi derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya berbagai masalah kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap perlu untuk menyusun standarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan. 1

82 2 Dalam laporan tugas khusu Praktek Kerja Profesi Apoteker ini memaparkan standarisasi distribusi yang dapat dijadikan pedoman bagi cara distribusi obat yang baik pada sarana pelayanan kesehatan dasar di daerah kepulauan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan laporan tuguas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah : 1. Mengetahui cara distribusi obat yang baik 2. Mengetahui tujuan distribusi obat di daerah kepulauan. 3. Mengetahui cara distribusi obat yang diterapkan saat ini. 4. Merancang pedoman distribusi obat dan perbekalan kesehatan yang baik yang dapat diaplikasikan pada pelayanan kesehatan di daerah kepulauan.

83 BAB 2 DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 2.1. Prinsip Umum (World Health Organization, 2009) Setiap pihak yang terlibat dalam distribusi obat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kualitas obat selama proses distribusi tetap dipertahankan dari mulai produsen sampai ke konsumen. Prosedur pendistribusian obat yang baik harus dimasukkan ke dalam undang-undang nasional dan pedoman di suatu negara atau wilayah. Semua pihak yang terkait harus terus dievaluasi untuk menilai kepatuhan terhadap prosedur yang diberikan. Harus ada kerjasama yang baik antara semua pihak baik di pemerintah, produsen, distributor, dan lembaga yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat untuk pasien. Kerjasama ini untuk memastikan kualitas, kemanan produk farmasi, dan mencegah pasien mendapat obat yang dipalsukan Peraturan Distribusi Produk Farmasi (World Health Organization, 2009) Harus terdapat undang-undang nasional yang mengatur orang atau suatu badan yang terlibat dalam distribusi produk farmasi. Tiap distributor yang digunakan harus memiliki persyaratan sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk melakukan fungsi distribusi. Distributor atau lembaga yang mendistribusikan harus bertanggung jawab terhadap produk farmasi yang didistribusikan. Distributor yang memiliki hak untuk mendistribusikan produk farmasi harus mendapatkan produk farmasi hanya dari orang atau badan yang memiliki kewenangan untuk menjual atau memasok produk tersebut ke distributor. Hanya orang atau lembaga yang berwenang dapat mengimpor atau mengekspor produk farmasi. Distributor atau agen hanya dapat mendistribusikan produk farmasi disuatu negara jika mereka telah mendapatkan hak untuk memasarkan dan memungkinkan penggunaan produk tersebut di wilayah tersebut. 3

84 4 Distributor atau agen tersebut harus menyediakan produk farmasi hanya untuk orang atau lembaga yang berwenang untuk memperoleh produk baik untuk didistribusikan kembali atau untuk langsung dijual ke pasien atau agen. Beberapa tugas dan tanggung jawab distribusi dapat didelegasikan atau melalui kontrak kerjasama dengan badan atau orang berwenang yang ditunjuk sesuai dengan undang-undang nasional. Tugas dan tanggung jawab harus dibuat dalam perjanjian tertulis agar tidak terjadi kesenjangan atau kebijakan yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Kegiatan ini harus didokumentasikan dalam suatu perjanjian atau kontrak kerja dan harus di evaluasi secara berkala Organisasi dan Personalia (World Health Organization, 2009) Harus ada struktur organisasi yang jelas dan disertai pembuatan bagan organisasi. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar anggota harus jelas. Kewajiban dan tanggung jawab harus secara jelas dipaparkan dan dipahami oleh tiap individu serta dicatat. Kegiatan tertentu mungkin memerlukan perhatian khusus seperti pengawasan kinerja kegiatan, sesuai dengan peraturan daerah. Setiap karyawan di setiap tingkat distribusi harus diberikan informasi yang lengkap dan diberi pelatihan berkenaan dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab terhadap sistem mutu distribusi harus terdapat dalam kerangka organisasi agar jelas tugas dan tanggung jawabnya. Petugas manajerial dan teknis harus memiliki sumber daya dan kewenangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, mengatur dan menjaga sistem mutu, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan pada sistem mutu yang ditetapkan. Tanggung jawab tersebut sebaiknya tidak diberikan kepada seseorang yang tidak paham mengenai kualitas produk. Harus terdapat peraturan yang memastikan bahwa manajemen dan petugas tidak terlibat dalam sesuatu yang komersial, tekanan politik, keuangan atau konflik kepentingan yang mungkin dapat merugikan kualitas pelayanan atau keutuhan produk farmasi. Diperlukan adanya prosedur pengamanan yang

85 5 berhubungan dengan keselamatan kerja petugas dan fasilitas, perlindungan lingkungan dan keutuhan produk. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan distribusi harus terlatih dan berkualitas sesuai persyaratan distribusi obat yang baik. Pelatihan tersebut harus berdasarkan standar prosedur operasional. Petugas menerima pelatihan dari awal dan berkesinambungan. Pelatihan yang dilakukan harus mencakup keamanan produk, identifikasi produk, pendeteksian pemalsuan dan menghindari pemalsuan pada rangkaian distribusi. Semua catatan dari hasil pelatihan harus disimpan. Petugas utama yang terlibat dalam distribusi harus memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung jawabnya untuk memastikan bahwa produk-produk farmasi tersebut didistribusikan dengan benar. Jumlah petugas distribusi yang kompeten harus memadai di semua tingkat distribusi untuk memastikan bahwa kualitas produk farmasi dipertahankan. Harus ada peraturan nasional yang berkaitan dengan kualifikasi dan pengalaman petugas. Petugas yang berhubungan dengan produk-produk berbahaya seperti bahan radioaktif, narkotika, bahan yang mencemari lingkungan, dan atau produk farmasi berbahaya lainnya, menyebabkan kebakaran atau ledakan harus diberikan pelatihan khusus. Petugas yang terlibat dalam distribusi produk farmasi terutama apabila berhubungan dengan produk farmasi yang berbahaya seperti bahan yang sangat aktif, beracun, infeksi atau sensitisasi harus diberikan pakaian pelindung. Prosedur yang berhubungan dengan kebersihan petugas yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan harus ditetapkan dan diamati. Prosedur tersebut harus mencakup kesehatan, kebersihan, dan pakaian petugas. Prosedur dan status kerja petugas, termasuk kontrak dan staf sementara, dan petugas yang memiliki hubungan ke produk farmasi harus dapat membantu dalam meminimalkan kemungkinan produk farmasi jatuh ke pihak yang tidak benar.

86 Manajemen Kualitas (World Health Organization, 2009) Jaminan mutu berfungsi untuk menghasilkan kepercayaan kepada pelanggan. Kebijakan mutu harus didokumentasikan untuk menggambarkan persyaratan dari distributor mengenai kualitas yang sesuai dinyatakan secara resmi dan di sahkan oleh manajemen. Jaminan mutu harus mencakup struktur organisasi yang tepat, terdapat prosedur, sumber daya dan tindakan sistematik yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk atau layanan dan dokumentasi memenuhi persyaratan mutu. Keseluruhan dari tindakan ini digambarkan sebagai Sistem Mutu. Inspeksi, audit, dan sertifikasi harus sesuai dengan sistem mutu seperti International Standardization Organization (ISO) yang direkomendasikan oleh badan eksternal. Sertifikasi tersebut tidak harus, namun sebagai penggantinya dapat digunakan pedoman nasional, regional, ataupun internasional berdasarkan prinsip pedoman pendistribusian obat yang baik. Sistem mutu harus ditinjau dan direvisi secara berkala. Harus ada penelusuran produk farmasi di seluruh rangkaian distribusi, hal ini merupakan tanggung jawab tiap pihak yang terlibat dan terdapat prosedur untuk memastikan produk tersebut diterima dan didistribusikan dengan baik untuk memudahkan penarikan produk kembali. Semua pihak yang terlibat didalam rangkaian distribusi harus diidentifikasi dan peraturan sistem distribusi yang dikembangkan haruslah aman, transparan, serta terdokumentasi untuk memudahkan penelusuran produk pada sistem distribusi mulai dari produsen. Catatan dapat terdiri dari tanggal kadaluarsa atau catatan bets dapat menjadi data dokumentasi untuk memudahkan ketelusuran. Harus ada prosedur yang menggambarkan silsilah dokumentasi atau identifikasi produk palsu. Prosedur tersebut dilengkapi dengan ketentuan untuk pemberitahuan, ijin edar yang sesuai, berlabel, sesuai dengan peraturan nasional, regional, atau internasional untuk memudahkan penelusuran.

87 Pergudangan dan Penyimpanan (World Health Organization, 2009) Praktek penyimpanan yang baik berlaku disemua keadaan dimana produk farmasi disimpan dan selama proses distribusi. Pada daerah penyimpanan harus terdapat tindakan untuk mencegah orang yang tidak berkepentingan memasuki area penyimpanan. Area penyimpanan harus memiliki kapasitas yang cukup agar memungkinkan penyimpanan yang teratur dari berbagai jenis produk farmasi yaitu produk komersial, non komersial, produk dikarantina, ditolak, dikembalikan atau menarik kembali produk dan serta produk yang diduga sebagai produk palsu. Area penyimpanan harus dirancang dan disesuaikan untuk menghasilkan penyimpanan yan sesuai dan kondisi yang baik. Secara khusus harus bersih dan kering serta disimpan pada suhu yang dapat diterima. Produk farmasi harus disimpan diatas lantai dan di beri jarak yang sesuai untuk memudahkan pembersihan dan pemeriksaan. Palet harus disimpan dengan kebersihan dan adanya tindakan perbaikan yang baik. Area penyimpanan harus bersih, bebas dari limbah dan kutu. Organisasi yang bertanggung jawab dalam distribusi harus memastikan bahwa bangunan dan area penyimpanan dibersihkan secara teratur. Diperlukan adanya program tertulis mengenai pengendalian hama. Bahan yang digunakan untuk pengendalian hama harus aman dan tidak boleh ada resiko kontaminasi produk. Harus ada prosedur yang tepat untuk membersihkan semua bentuk tumpahan agar terhindar dari resiko kontaminasi. Apabila diduga terjadi kontaminasi maka diperlukan adanya pengambilan sampel. Sampling dilakukan di tempat penyimpanan dan dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontminasi dan kontaminasi silang. Prosedur pembersihan yang tepat harus ditempel di daerah pengambilan sampel. Pada proses penerimaan dan pengiriman barang harus melindungi produk-produk farmasi dari cuaca.

88 Pengiriman dan Tranportasi (World Health Organization, 2009) Produk farmasi hanya boleh dijual dan atau didistribusikan kepada orang atau badan yang berwenang dan terdapat bukti tertulis tersebut sebelum distribusi dilakukan. Sebelum pengiriman produk tersebut penyalur produk farmasi harus memastikan bahwa orang atau badan, misalnya penerima kontrak untuk transportasi sadar bahwa produk yang akan didistribusikan adalah produk farmasi sehingga harus sesuai dalam penyimpanan dan kondisi transportasi. Harus terdapat prosedur tertulis untuk pengiriman produk farmasi dengan mempertimbangkan sifat dari produk dan beberapa tindakan pencegahan khusus untuk menghindari produk rusak atau dicuri. Pada pengiriman produk farmasi diperlukan orang yang bertanggung jawab dan berkualitas. Terdapat beberapa catatan dalam pengiriman produk farmasi yang mencakup informasi berikut: a. Tanggal pengiriman b. Pengirim lengkap dan alamat, pihak yang bertanggung jawab atas transportasi, dan nomor telepon. c. Deskripsi produk, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika berlaku) d. Kuantitas produk, yaitu jumlah wadah dan kuantitas per wadah (jika berlaku) e. Dituliskan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa f. Transportasi yang diperbolehkan dan kondisi penyimpanan selama pengiriman g. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pada pesan antar Kendaraan dan pengendara dilengkapi dengan keamanan tambahan dan tepat untuk mencegah pencurian dan penyalahgunaan selama transportasi. Produk farmasi dan dokumen yang menyertainya harus diamankan untuk memastikan bahwa identifikasi dan verifikasi sesuai dengan persyaratan. Kebijakan dan prosedur harus diikuti oleh semua orang yang terlibat dalam transportasi untuk mengamankan produk farmasi. Orang-orang yang

89 9 bertanggung jawab dalam pengangkutan produk farmasi harus diberikan informasi tentang semua kondisi yang terkait untuk penyimpanan dan transportasi. Persyaratan ini harus dipatuhi seluruh transportasi dan pada setiap tahap penyimpanan. Produk farmasi harus disimpan dan diangkut sesuai dengan prosedur seperti: a. Identitas produk tidak hilang b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain c. Terdapat tindakan pencegahan apabila terjadi tumpahan, penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian d. Kondisi lingkungan yang sesuai dipertahankan, misalnya menggunakan rangkaian dingin untuk produk termolabil Kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk produk farmasi harus tetap dipertahankan dalam batas yang dapat diterima selama transportasi. Apabila terdapat penyimpangan maka harus segera dilaporkan kepada distributor. Produk farmasi yang memerlukan penanganan khusus seperti suhu dan kelembaban harus disediakan oleh produsen, dipantau dan dicatat. Produk farmasi yang mengandung bahan berbahaya seperti racun, radioaktif, rentan disalahgunakan, mudah terbakar atau meledak harus disimpan di tempat aman baik wadah maupun kendarannya, terpisah dan tertutup. Produk narkotika diangkut dalam wadah yang aman dan disimpan di daerah yang aman. Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya kontaminasi, kontaminasi silang yang berbahaya. Harus terdapat prosedur tertulis untuk penanganan setiap kejadian. Produk yang ditolak, kadaluwarsa, produk yang dikembalikan atau yang dicurigai palsu terdapat pemisahan dalam penyimpanan dan pengangkutan. Produk harus diidentifikasi dengan tepat, aman dikemas, diberi label yang jelas dan disertai dengan dokumen pendukung yang sesuai. Kendaraan harus tetap bersih dan kering saat pengangkutan produk farmasi. Kemasan dan wadah pengiriman didesain dengan sesuai untuk mencegah kerusakan produk farmasi selama transportasi. Pengendara atau supir kendaraan harus teridentifikasi dan terdokumentasi dengan baik untuk memastikan bahwa mereka mampu untuk

90 10 membawa produk farmasi. Kerusakan wadah atau masalah yang terjadi selama pengangkutan harus dicatat dan dilaporkan kepada badan, departemen terkait atau berwenang, dan diselidiki. Produk farmasi dalam pengangkutan harus disertai dengan dokumentasi yang sesuai Dokumentasi (World Health Organization, 2009). Diperlukan peraturan tertulis dan catatan untuk mendokumentasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi, termasuk semua penerimaan yang berlaku dan masalahnya. Catatan harus disimpan oleh distributor dari semua produk farmasi, sedikitnya memuat informasi tanggal, nama produk farmasi, jumlah barang yang diterima, atau dipasok, nama dan alamat pemasok. Peraturan harus ditetapkan dan dipelihara untuk persetujuan, meninjau persiapan, menggunakan dan mengontrol perubahan untuk semua dokumen yang berhubungan dengan proses distribusi. Dokumen, instruksi khusus, dan prosedur yang berkaitan dengan aktivitas yang bisa berdampak pada kualitas produk farmasi, harus dirancang, dilengkapi, diulas dan didistribusikan dengan hati-hati. Judul, sifat dan tujuan dari setiap dokumen harus dinyatakan dengan jelas. Isi dokumen harus jelas dan tidak meragukan. Dokumen harus ditata secara teratur dan memudahkan untuk diperiksa. Semua dokumen harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang berwenang dan tidak boleh diubah tanpa alasan kewenangan yang jelas. Sifat dan isi dokumen yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi dari setiap investigasi yang dilakukan dan tindakan yang diambil, harus sesuai dengan persyaratan peraturan yang dibuat. Apabila persyaratan tersebut tidak ada, dokumen harus disimpan untuk setidaknya satu tahun setelah tanggal kedaluwarsa produk. Catatan yang berkaitan dengan penyimpanan produk farmasi harus disimpan dan segera tersedia apabila dibutuhkan. Catatan tertulis atau elektronik, harus ada untuk setiap produk yang disimpan untuk menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, setiap tindakan pencegahan

91 11 yang harus diamati. Sebaiknya terdapat peraturan untuk pengaturan suhu, layanan keamanan untuk mencegah pencurian atau kerusakan barang di fasilitas penyimpanan, produk yang tidak dapat digunakan dan penyimpanan catatan. Dimana catatan yang didapatkan dan disimpan dalam bentuk elektronik, sebaiknya di gandakan untuk mencegah kehilangan data disengaja Pengemasan dan Pelabelan Ulang (World Health Organization, 2009). Pengemasan dan pelabelan ulang harus dibatasi, karena dapat memungkinkan terjadinya resiko terhadap keselamatan dan keamanan pada rangkaian distribusi. Proses ini dilakukan oleh pihak yang berwenang yang tepat agar pelaksanaannya sesuai dengan pedoman nasional, regional, dan internasional sesuai dengan pedoman distribusi obat yang baik Pengaduan (World Health Organization, 2009). Harus ada prosedur tertulis untuk menangani keluhan. Harus dibuat perbedaan antara keluhan mengenai suatu produk atau kemasannya dan yang berkaitan dengan distribusi. Dalam kasus mengenai keluhan terhadap kualitas produk atau kemasannya asli dari produsen dan atau pemegang hak pemasaran harus diinformasikan sesegera mungkin. Semua pengaduan dan informasi lain tentang produk farmasi yang berpotensi rusak dan palsu harus ditinjau dengan hati-hati agar sesuai dengan prosedur yang tertulis yang menjelaskan mengenai tindakan yang harus diambil. Setiap pengaduan mengenai kecacatan bahan harus dicatat dan diselidiki secara menyeluruh untuk mengidentifikasi asal atau alasan pengaduan misalnya prosedur pengemasan ulang atau asli proses produksi. Cacat yang ditemukan atau diduga berkaitan dengan produk farmasi, namun terdapat pertimbangan harus diberikan dan produk dari batch lain juga harus diperiksa. Diperlukan tindak lanjut yang tepat setelah dilakukan penyelidikan dan evaluasi mengenai pengaduan. Pengaduan mengenai masalah kualitas produk atau kasus yang

92 12 dicurigai produk palsu harus didokumentasikan dan diinformasikan ke bagian yang memiliki kewenangan tentang peraturan Penarikan Kembali (World Health Organization, 2009) Diperlukan prosedur tertulis mengenai produk farmasi yang diduga rusak atau palsu untuk segera dilaporkan oleh seseorang yang bertanggung jawab. Sistem tersebut harus disesuaikan dengan pembinaan atau pelatihan yang dikeluarkan oleh pengawas nasional atau regional. Prosedur tersebut harus diperiksa secara teratur dan diperbaharui apabila diperlukan. Para produsen atau pemegang hak untuk pemasaran harus diberitahukan apabila ada penarikan kembali melalui berita acara. Pada proses penarikan kembali ini sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan produsen atau pemegang izin pemasaran meskipun penarikan ini tidak dilakukan langsung oleh produsen atau pemegang pemasaran. Mengingat informasi harus diberitahukan dangan peraturan yang tepat. Jika penarikan produk asli diperlukan karena produk palsu yang tidak mudah dibedakan dari produk asli, produsen dari produk asli dan badan kesehatan yang terkait harus diberitahu. Efektivitas pengaturan harus dievaluasi secara berkala. Semua produk farmasi yang akan ditarik kembali harus tetap disimpan di tempat yang aman dan terpisah. Produk farmasi yang ditarik harus dipisahkan selama pengangkutan dan diberi label yang jelas agar mudah diingat. Produk yang dalam pengangkutan tidak mungkin untuk dipisahkan harus dikemas dengan baik agar aman, diberi label yang jelas, dan disertai dokumentasi yang sesuai. Kondisi penyimpanan yang baik tetap harus dijaga mulai dari penyimpanan dan pengangkutan sampai keputusan mengenai produk tersebut selesai dibuat. Semua pejabat yang berwenang dari tempat yang didistribusikan harus segera diberitahu bahwa produk tersebut diduga rusak atau palsu. Semua pengembalian barang harus tercatat yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab. Catatan ini harus berisi informasi yang cukup jelas untuk

93 13 produk yang disalurkan ke bagian lain. Kemajuan dari proses penarikan kembali harus dicatat dan laporan akhir diterbitkan, terutama perihal produk yang dilaporkan dan dikembalikan Pengembalian Produk (World Health Organization, 2009) Distributor harus menerima kembali produk farmasi atau menukarnya sesuai dengan syarat dan kondisi sesuai dengan perjanjian antara distributor dan penerima. Kedua pihak tersebut harus bertanggung jawab untuk mengelola dan memproses pengembalian produk untuk memastikan bahwa proses ini aman dan tidak mengizinkan masuknya produk palsu. Produk yang dikembalikan dinilai berdasarkan dibutuhkannya kondisi penyimpanan khusus, sejarah dan waktu sejak produk dikeluarkan. Hasil penilaian menimbulkan keraguan atas kualitas suatu produk farmasi tidak cocok untuk digunakan kembali. Produk farmasi yang ditolak akan dikembalikan ke distributor, dalam hal ini harus dilakukan tepat identifikasi dan ditangani sesuai dengan prosedur yang melibatkan pemisahan produk di tempat khusus. Kondisi penyimpanan produk yang ditolak atau dikembalikan harus sesuai dengan standar penyimpanan yang baik, baik pada saat disimpan atau dalam kedaan transit. Produk farmasi yang hancur harus dibuang mengikuti persyaratan pembuangan limbah yang baik agar tidak mencemari lingkungan. Catatan mengenai produk yang dikembalikan, ditolak, atau hancur harus disimpan Produk Farmasi yang Palsu (World Health Organization, 2009) Produk farmasi palsu yang ditemukan dalam rangkaian ditribusi harus disimpan terpisah dari produk farmasi lain untuk menghindari kebingungan. Produk tersebut harus diberikan cap tidak untuk dijual dan harus diberitahukan kepada pihak berwenang setempat dan pihak pemasaran produk asli. Penjual dan distribusi obat palsu harus dicurigai dan dilaporkan ke badan pengawas nasional tanpa penundaan. Setelah keputusan resmi terhadap produk palsu dibuat, produk tersebut harus diserahkan kepada

94 14 perusahaan pembuangan, memastikan produk tersebut tidak memasuki pasar, dan keputusan tersebut dicatat Perjanjian Kontrak (World Health Organization, 2009) Setiap kegiatan yang berhubungan dengan distribusi produk farmasi yang di delegasikan kepada orang atau badan lain harus dilakukan oleh pihak yang berwenang dimana fungsi dan ketentuan terdapat dalam kontrak tertulis yang disepakati oleh pemberi dan penerima kontrak. Kontrak harus berisi tanggung jawab masing-masing pihak termasuk ketaatan terhadap prosedur pendistribusian yang baik dan dapat diterapkan. Hal ini juga mencakup tanggung jawab penerima kontrak dalam hal mencegah masuknya obat palsu kedalam rangkaian distribusi, seperti pada pelatihan. Semua penerima kontrak harus memenuhi persyaratan dalam pedoman ini Evaluasi Diri (World Health Organization, 2009) Inspeksi diri perlu dilakukan untuk membantu pelaksanaan dan kepatuhan terhadap prosedur-prosedur distribusi obat yang baik dan jika perlu untuk mendorong adanya evaluasi dan tindakan pencegahan. Hasil dari inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi, tempat kejadian, dan proposal untuk tindakan perbaikan. Harus ada program perbaikan yang efektif. Pihak manajemen harus mengevaluasi laporan inspeksi, dan terdapat catatan dari setiap tindakan yang diambil.

95 BAB 3 DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DI DAERAH KEPULAUAN 3.1. Definisi Distribusi Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari instalasi farmasi secara merata dan teratur utuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2005). Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat persediaan obat (Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010) Tujuan Ditribusi (Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010) Terlaksananya distribusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperolah pada saat dibutuhkan Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan Kegiatan Distribusi terdiri dari : Kegiatan distribusi obat publik dan perbekkes di instalasi farmasi 15

96 Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan Perencanaan distribusi Instalasi Farmasi merencanakan dan melaksanakan pendistribusian obatobatan ke unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya terutama di daerah Kepulauan serta sesuai kebutuhan, untuk itu dilakukan kegiatankegiatan perumusan stok optimum, penetapan frekuensi pengiriman obatobatan ke unit pelayanan kesehatan, dan penyusunan peta lokasi, jalur dan jumlah pengiriman. a. Perumusan stok optimum Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian,waktu tunggu serta ketentuan mengenai stok pengamanan. Rencana distribusi obat ke setiap unit pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat ketersediaan, didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis obat di setiap unit pelayanan kesehatan. Stok optimum = rata-rata pemakaian obat dalam satu periode tertentu +stok pengaman + waktu tunggu Penghitungan stok optimum dilakukan oleh Instalasi Farmasi (IF). Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan. Rencana tingkat ketersediaan di Instalasi Farmasi (IF) tiap akhir periode juga dapat ditetapkan. Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa persediaan obat di Instalasi Farmasi (IF) cukup untuk melayani kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Posisi persediaan yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit

97 17 pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi (IF) di Kabupaten/Kota.. b. Penetapan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan Frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan ditetapkan dengan memperhatikan anggaran yang tersedia, jarak unit pelayanan kesehatan (UPK) dari Instalasi Farmasi (IF), fasilitas gudang UPK, sarana yang ada di Instalasi Farmasi (IF), jumlah tenaga di Instalasi Farmasi (IF), faktor geografis dan cuaca c. Penyusunan peta lokasi, jalur,dan jumlah pengiriman Pembuatan peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja diperlukan agar alokasi biaya distribusi dapat dipergunakan secara efektif dan efisien maka Instalasi Farmasi (IF) perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya. Jarak (Km) antara Instalasi Farmasi (IF) dengan setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi. Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan fasilitas yang tersedia dapat ditetapkan rayonisasi dari wilayah pelayanan distribusi. Disamping itu dilakukan pula upaya lain untuk memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang dapat membantu pengangkutan obat ke unit pelayanan kesehatan,misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten / Kota ke unit pelayanan kesehatan, pertemuan dokter Puskesmas yang diselenggarakan di Kabupaten / Kota dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap rayon distribusi misalnya pada rayon distribusi yang dapat dilayani sebulan sekali, tiga bulan sekali, dan tiap enam bulan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan. Pembuatan daftar rayon dan jadwal distribusi tiap rayon disertai dengan nama unit pelayanan kesehatan di rayon tersebut lengkap

98 18 dengan nama dokter Kepala UPK serta penanggung jawab pengelola obatnya Kegiatan distribusi khusus Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi (IF) Kabupaten / Kota dilakukan sebagai berikut: Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota menyusun rencana distribusi obat untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten / Kota. IFK di Kabupaten / Kota bekerjasama dengan penanggung jawab program mengusahakan pendistribusian obat sebelum pelaksanaan kegiatan masing-masing program Distribusi obat program kepada puskesmas dilakukan atas permintaan penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti malaria, Frambusia,dan dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta langsung oleh petugas program kepada IFK Kabupaten/ Kota tanpa melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat permintaan dan laporan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada penderita di lokasi sasaran, diperoleh atau diminta dari Puskesmas yang membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat, bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan. Khusus untuk Program Diare diusahakan ada sejumlah persediaan obat di Posyandu yang penyediaannya diatur oleh Puskesmas Untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana alam, distribusi dapat dilakukan melalui permintaan maupun tanpa permintaan oleh Puskesmas. Apabila diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya terkena KLB atau bencana dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas terdekat.

99 Tata Cara Pendistribusian Obat (Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010) Instalasi Farmasi (IF) di Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke Puskesmas dan di wilayah kerjanya sesuai kebutuhan masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit-unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Instalasi Farmasi (IF) ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Tata cara distribusi obat ke Unit Pelayanan Kesehatan dapat dilakukan dengan cara penyerahan oleh Instalasi Farmasi (IF) ke Unit Pelayanan Kesehatan, atau pengambilan sendiri oleh UPK di IFK, atau cara lain yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota Obat-obatan yang akan dikirim ke puskesmas harus disertai dengan lembar Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap jenis dan jumlah obat, kualitas atau kondisi obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan, kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa, dan nama pabrik Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi (IF) harus segera dicatat pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran Obat. 3.5 Pencatatan Harian Pendistribusian Obat Pencatatan harian penerimaan obat Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan obat. Fungsinya adalah sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan

100 20 obat, sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit pelayanan, dan sebagai sumber data untuk menghitung persentase realisasi kontrak pengadaan obat Pencatatan harian pengeluaran obat Obat yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada Buku Harian Pengeluaran Obat sesuai data obat dan dokumen obat tersebut. Fungsinya adalah sebagai dokumen yang memuat semua catatan pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang menyertai pengeluaran obat tersebut. Informasi yang didapat adalah data jumlah obat yang dikeluarkan, nomor dan tanggal dokumen yang menyertainya, serta unit penerima obat. Informasi ini bermanfaat sebagai sumber data untuk perencanaan dan pelaporan. Terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan, antara lain: Petugas penyimpanan dan pendistribusian mengelola dan mencatat pengeluaran obat di Buku Harian Pengeluaran Obat. Buku Harian Pengeluaran Obat memuat semua catatan pengeluaran obat, baik mengenai data obat maupun catatan dokumen obat tersebut Buku Catatan Harian penerimaan/pengeluaran Obat ditutup tiap hari dan dibubuhi paraf/tanda tangan Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Kolom buku harian penerimaan/pengeluaran obat diisi sebagai berikut: a. Nomor urut sesuai dengan pengeluaran obat b. Tanggal pengeluaran barang c. Nomor tanda bukti pengeluaran baik yang berupa surat kiriman dan tanggal dokumen tersebut d. Nama perusahaan pengirim e. Jumlah item obat f. Total harga g. Keterangan

101 BAB 4 PEMBAHASAN Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan, maka perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan agar sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Distribusi yang baik bertujuan terlaksananya distribusi obat dan penggunaan obat untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan, menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaannya. Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien. Struktur organisasi sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat menjalankan peranannya dengan tertib. Struktur organisasi efisien berarti dalam menjalankan peranannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Bentuk organisasi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan harus dibuat dengan jelas. Bentuk-bentuk struktur organisasi dibedakan sebagai berikut : (Gibson,1996) a. Struktur garis (sederhana) Organisasi bentuk garis di ciptakan oleh Henry Fayol. Pada struktur organisasi ini, wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal kepada bawahan. Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari bawahan secara langsung di tujukan kepada ataan yang memberi perintah. Umumnya organisasi yang memakai struktur ini adalah organisasi yang masih kecil, jumlah karyawannya sedikit dan spesialisasi kerjanya masih sederhana. 21

102 22 Ciri-Ciri. Kesatuan perintah terjamin. Pembagian kerja jelas dan mudah dilaksanakan. Organisasi tergantung pada satu pimpinan. Ruang lingkup Organisasinya lebih kecil dan jumlah anggota juga sedikit. Hubungan kerja antara atasan dan bawahan bersifat langsung. Tujuan alat-alat yang digunakan dan struktur organisasi bersifat sederhana. Tingkat spesialisasi yang dibutuhkan masih sangat rendah. Semua anggota organisasi masih kenal antara satu sama lainnya. Produksi yang dihasilkan belum beraneka ragam (defersified). Kelebihan struktur garis. Karyawan akan lebih menyadari tugas, tanggung jawab, dan pekerjaan yang diembannya, karena struktur ini lebih mudah dimengerti. Struktur ini juga menjadikan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat karena tidak ada halangan birokrasi. Biaya-biaya yang berkaitan dengan koordinasi dan kontrol biasanya relatifkecil. Kekurangan struktur garis. Kurang fleksibel dalam menyediakan spesialisasi yang dibutuhkan ketika perusahaan menjadi lebih luas dan kompleks. Tugas karyawan yang terbatas sejak awal menghalangi mereka mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan untuk meningkat ke posisi manajerial. b. Struktur Fungsional Struktur organisasi fungsional diciptakan oleh F. W. Taylor. Struktur ini berawal dari konsep adanya pimpinan yang tidak mempunyai bawahan yang jelas dan setiap atasan mempunyai wewenang memberi perintah kepada setiap bawahan, sepanjang ada hubungannya dengan fungsi atasan tersebut. Setiap pegawai mempunyai pengawas lebih dari satu orang atasan yang berberda-beda. Struktur ini banyak ditemukan pada organisasi atau perusahaan area spesialisasi sebagai dasar eksistensi sebuah departemen. Struktur ini lazim ditemukan pada perusahaan kecil dan menengah, yang memusatkan pengambilan keputusan pada tingkat tertinggi dari perusahaan.

103 23 Ciri-ciri tidak menjamin adanya kesatuan perintah. Keahlian para pengawas dan pegawai berkembang menuju spesialisasi. Penghematan waktu dapat dilakukan karena mengerjakan pekerjaan yang sama. Kelebihan struktur fungsional yaitu Keahlian yang dimiliki oleh seorang spesialis fungsional. Keahlian ini memudahkan mereka dalam memecahkan masalah yang terjadi pada area tertentu yang berada di bawah wewenangnya. Menghindari duplikasi, di mana struktur ini tidak terdapat fungsi yang berganda atau redundant, sehingga sumber daya organisasi dapat dipergunakan lebih efisien dan terfokus. Kelemahan struktur fungsional. Kebingungan yang terjadi ketika karyawan memiliki dua atau lebih supervisor. Kekurangan lain yaitu kemungkinan manajer untuk menghindari area yang mereka wewenangi secara fungsional, situasi yang mungkin berdampak negatif bagi koordinasi aktivitas tertentu. c. Struktur Staff Organisasi dalam bentuk staff yang mempunyai hubungan dengan pucuk pimpinan. Berfungsi memberikan bantuan baik berupa pikiran maupun bantuan lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai tujuan secara keseluruhan. Bentuk ini tidak mempunyai garis komando ke bawah. Staff yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang tugasnya memberi nasehat dan saran dalam bidang kepada pemimpin dalam organisasi. Kelebihan struktur staff yakni Pembagian tugas yang jelas antara staff dan anggota yang lain. Berkembangnya spesialisasi para anggota. Koordinasi di dalam setiap bagian dapat diterapkan dengan mudah. Kelemahan struktur staff. Pemimpin staff melampaui kewenangannya. Kesenjangan sosial antara pemimpin dan anggotanya. d. Struktur Garis dan Staff Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan yang dikembangkan oleh Harrington Emerson. Struktur ini umumnya di gunakan oleh organisasi yang besar, daerah kerja luas, bidang tugas

104 24 yang beraneka ragam dan jumlah bawahan yang banyak sehingga pimpinan tidak bisa bekerja sendiri, melainkan memerlukan bantuan staf ahli yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberi nasihat dan saran kepada pimpinan dalam organisasi tersebut. Kelebihan struktur garis dan staf. Posisi garis terbebas dari aktivitas khusus yang dapat diberikan kepada karyawan staf. Fleksibilitas dari personel staf dapat memudahkan mereka untuk melaksanakan dan menyelesaikan proyek baru dengan jumlah yang minimum. Koordinasi dalam setiap unit kegiatan dapat diterapkan dengan mudah. Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang melakukan tugas pokok organisasi dan kelompok staf yang melakukan kegiatan penunjang. Kekurangan struktur garis dan staf. Konflik antara karyawan posisi garis dan staf sering menjadi masalah. Misalnya, karena karyawan staf terlalu mendominasi sering kali karyawan posisi garis menghiraukan masukan mereka. e. Struktur Produk Struktur ini digunakan jika perusahaan memutuskan produk yang mereka hasilkan sebagai dasar penetapan atau pembuatan struktur organisasi sebuah perusahaan. Jenis organisasi ini membagi tugasnya ke dalam dimensi produk. Artinya sebuah garis koordinasi atau kelompok koordinasi terbagi atas jenis produk yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Pada masing-masing produk terdapat bagian atau divisi yang mendukung kesuksesan produk di pasar. Masing-masing produk akan memiliki divisi pemasaran, SDM, dan produksi sendiri-sendiri. Struktur organisasi ini muncul sebagai respon atas segmen pasar yang ingin fokus dikembangkan. Pada akhirnya, perusahaan akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bersaing pada segmen pasar yang dituju. Perusahaan akan memaksimalkan setiap sumber daya yang ada di perusahaan sehingga bisa maksimal dalam merancang dan membuat sebuah produk untuk segmen pasar tertentu.

105 25 Kelebihan struktur produk. Penanggung jawab dari produk akan sangat jelas, sehingga fokus kinerja terhadap konsumen lebih jelas dan memuaskan. Struktur ini baik digunakan untuk perusahaan yang memiliki lini bisnis atau produk yang bervariasi. Variasi dari jumlah produk yang dihasilkan memerlukan koordinasi yang tinggi, sehingga struktur ini akan memfasilitasi perusahaan sehingga masalah koordinasi dalam sebuah produk yang dihasilkan akan mudah terselesaikan. Selain itu, faktor lingkungan yang berubah dengan cepat juga akan sangat sesuai jika dihadapi dengan jenis struktur organisasi ini. Kekurangan struktur produk. Dengan dimungkinkannya tiap divisi untuk berjalan dengan caranya sendiri dibandingkan dengan struktur lainnya, hal ini dapat mengakibatkan kegagalan beberapa divisi dalam mencapai tujuan perusahaan. f. Struktur Matriks Struktur ini merupakan struktur yang paling baru dari semua struktur organisasi yang ada dan paling sering digunakan oleh perusahaan yang melakukan proyek rumit. Struktur ini mengintegrasikan hubungan vertikal dan horizontal dengan unit lain dalam sebuah proyek. Kelebihan struktur matriks. Penggunaan struktur matriks memungkinkan perusahaan mempekerjakan karyawan dengan keahlian tertentu untuk menyelesaikan suatu proyek yang rumit. Penggunaan struktur matriks juga membantu perusahaan beradaptasi dengan cepat terhadap segala situasi, karena karyawan dengan keahlian tertentu dapat dengan mudah direkrut ke dalam proyek. Kekurangan struktur matriks. Dalam perusahaan yang menggunakan struktur matriks ini, karyawan mungkin memiliki dua supervisor, manajer dari area fungsional dan manajer proyek. Tekanan pada karyawan, jika dalam satu waktu individu menangani beberapa proyek yang berbeda, maka ini akan menjadi beban pikiran baginya. g. Struktur Campuran (Hibrid)

106 26 Jenis organisasi ini merupakan gabungan dari struktur organisasi produk dan fungsional. Masing-masing produk yang diproduksi memiliki fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh produk tersebut. Selain itu, organisasi juga memiliki struktur fungsional yang tetap mengontrol secara terpusat jalannya organisasi. Salah satu yang dominan dari struktur ini adalah keputusan menjadi tidak terdesentralisasi, tetapi juga tidak tersentralisasi. Artinya perlu koordinasi yang tinggi antarfungsi pokok yang dimiliki dan juga struktur yang berada dalam garis koordinasi produk. Karena sifatnya, jenis organisasi dengan struktur ini akan mudah beradaptasi jika terdapat perubahan pada lingkungan secara mendadak. Dua contoh struktur campuran yaitu perusahaan multinasional dan organisasi jaringan (network). Keuntungan adanya pola organisasi unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan yaitu ada jaminan profesionalisme dalam pengelolaan obat, ada penanggung jawab dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan, potensi untuk terjadinya pemilihan obat maupun pengalokasikan dana yang tidak benar dapat diperkecil, komunikasi dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau rumah sakit relatif berjalan lancar dan jaminan tersedianya informasi mengenai obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas/rumah sakit. Prinsip-prinsip dasar distribusi yang baik yaitu: 1. Menjaga mutu Sistem jaga mutu meliputi kondisi penyimpanan yang sesuai, hindari kontaminasi dengan produk lain, jaminan bahwa produk yang benar diserahkan kepada konsumen dalam waktu yang memadai, sistem penelusuran/dokumentasi yang baik apabila terjadi suatu kesalahan pada pengelolaan dan prosedur penarikan yang efektif. Sistem mutu yang diterapkan untuk para distributor harus memastikan bahwa aktivitas sesuai dengan aturan, obat-obat yang ditangani telah terdaftar, catatan yang akurat terpelihara dengan baik, tempat

107 27 penyimpanan dan transportasi terawasi, pencemaran oleh produk lain dapat dicegah, tempat pertukaran memadai, dan pengiriman produk dilakukan efisien. 2. Tempat penyimpanan obat Tempat penyimpanan obat selama distribusi harus sesuai dengan tujuannya, dapat menghindari terjadinya kerusakan obat (perlu diperhatikan temperatus, kelembaban dan cahaya), luas tempat penyimpanan cukup memadai/aman dan perlengkapan memadai. Beberapa aspek penyimpanan produk tertentu yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan distribusi yang baik yaitu suhu penyimpanan. Produk yang membutuhkan pengendalian suhu pada saat penyimpanan sebaiknya diteliti pada saat penerimaan dan disimpan di tempat yang sesuai dengan instruksi tertulis, suhu sebaiknya dipantau dan dicatat secara berkala, catatan diperiksa secara rutin, area dengan suhu yang dikendalikan sebaiknya dilengkapi dengan pencatat suhu. 3. Prosedur operasional yang mantap. Prosedur operasional yang mantap untuk dapat menjamin pelaksanaan pengelolaan sesuai peraturan, menjamin penyediaan data yang akurat, menjaga tingkat stock dan melaksanakan dokumentasi/administrasi yang baik. 4. Dokumentasi/administrasi Dokumen-dokumen selalu tersedia bila diperlukan, dokumentasi ini termasuk dokumen pengadaan, penjjualan, penyimpanan resep dan recall. 5. Inspeksi diri dilakukan untuk memantau pemenuhan terhadap peraturan. Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain dalam distribusi yang baik yaitu pengangkutan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengangkutan yaitu pemetaan suhu dalam trailer, sirkulasi udara, fasilitas pemanas jika terdapat suhu luar di bawah 0, pengawasan suhu saat pengisian, pengaturan suhu, external power supply untuk penyebrangan laut, dan pelatihan bagi pengemudi.

108 28 Hal-hal terkait dengan distribusi yang harus dilakukan adalah pelatihan bagian gudang dan pengemudi, adanya prosedur tertulis, kalibrasi peralatan pengawasan suhu, penggunaan pelayanan mail atau post, pengembalian perlengkapan cold chain, pengelolaan sampel-sampel yang representativ dan perlengkapan cold chain pada tingkat yang dibolehkan. Cold chain merupakan sistem yang digunakan untuk menjaga dan mendistribusikan obat-obatan khusus dalam kondisi baik. Barang-barang yang memerlukan sistem cold chain dalam distribusi dan penyimpanannya dikatakan selalu berhubungan dengan resiko. Resiko yang terbesar adalah penanganan suhu yang sangat memerlukan perhatian khusus. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan yang baik untuk distribusi jalur laut: 1. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah dibuat. 2. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control. 3. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan. 4. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus selalu diperiksa. 5. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan dalam satu palet. 6. Nama dan nomer batch harus terlihat jelas. 7. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan harus selalu diberi label identitas dan jumlah. 8. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi label, harus dipisah dan diberi tanda. 9. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan produk. 10. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur penyimpanan yang tertulis dalam kemasan. 11. Gunakan kemasan tersier untuk mengemas produk selama pengangkutan.

109 Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan pembersih, ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk 13. Pengangkutan sediaan farmasi harus terdokumentasi dengan baik. Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah sesuai dengan sifat produk yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan, memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang membutuhkan), menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen dan tujuan pengiriman, serta dapat dibongkar dengan mudah tanpa menggunakan buku petunjuk secara khusus.

110 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan mengenai distribusi obat yang baik, dapat disimpulkan antara lain : 1. Distribusi obat yang baik adalah pelaksanaan distribusi yang sesuai dengan peraturan per Undang-undangan, melaksanakan dokumentasi pengadaan dan penyaluran dengan benar, mempunyai tempat penyimpanan/gudang yang memadai dan dapat menjamin mutu serta keamanan obat, dan obat atau perbekkes yang didistribusikan adalah produk terdaftar. 2. Distribusi obat yang baik di daerah kepulauan diharapkan dapat mengoptimalkan derajat kesehatan masyarakat dan mengatasi masalah kesehatan masyarakat di daerah kepulauan. 3. Pendistribusian obat dan perbekkes ke daerah kepulauan selama ini belum optimal karena terdapat masalah-masalah terkait dengan cuaca atau geografis, sehingga kondisi obat dan perbekalan kesehatan seringkali sudah tidak baik setelah sampai di daerah kepulauan. 4. Perancangan standarisasi distribusi obat yang baik dapat membantu pendistribusian obat sehingga stok obat di daerah kepulauan tetap terkendali Saran Setelah dilakukan pengkajian mengenai proses distribusi obat yang baik di daerah kepulauan maka dapat disarankan : Penyebaran sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan farmasi di daerah kepulauan secara merata Setiap petugas Instalasi farmasi di daerah kepulauan yang berhubungan dengan distribusi dan logistik perlu diberi pelatihan secara berakala mengenai pengadaan obat dan perbekkes untuk daerah kepulauan dan pendistribusian obat yang baik 30

111 Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan obat dan perbekkes, komunikasi dan transportasi yang dibutuhkan untuk proses distribusi yang baik

112 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. (2005). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Gibson, Ivancevich, Donnely Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga. Kementrian Kesehatan RI. (2010). PP Menteri Kesehatan RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan. Kusdi Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika Siagian, Sondang P Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Aksara Sukoco, Badri Munir Manajemen Administrasi Perkantoran. Jakarta:Erlangga. Sutarto Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. World Health Organization. (2009). Proposal For Revision Of Who GoodDistribution Practices For Pharmaceutical Products

113 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI 31 AGUSTUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

114 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA PERIODE 12 JULI 31 AGUSTUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANITA HASAN, S. Farm ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012 ii

115

116

117

118 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-nya Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika dan menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi untuk mencapai gelar apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dian Cahyaningtyas, S.Si., Apt. Selaku Quality Assurance Department Head dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal Departmen Quality Assurance. 2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi sekaligus pembimbing penyusunan laporan dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan informasi yang sangat bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Dekan Fakultas Farmasi. 4. Ibu Dra. Lily Sutedjo, Apt. selaku Quality Operation Division Head yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Divisi Quality Operation. 5. Seluruh manajer dan karyawan di PT. SOHO Industri Pharmasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kesediaannya membantu dan memberikan pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini. 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 8. Seluruh teman-teman Apoteker Angkatan 75 yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. iv

119 9. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat selesai. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Desember 2012 Penulis v

120 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anita Hasan : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO Industri Pharmasi Kawasan Industri Pulogadung Jl. Pulogadung No. 6 Jakarta Periode 12 Juli 31 Agustus 2012 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO Industri Pharmasi bertujuan untuk memahami penerapan CPOB di PT. SOHO serta memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. Apoteker mempunyai tiga posisi penting di industri farmasi, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan mutu dan penanggung jawab pemastian mutu, dimana ketiganya harus dipegang oleh tiga apoteker yang berbeda. Selain ketiga posisi tersebut, apoteker di industri farmasi juga dapat bertanggung jawab di bidang riset dan pengembangan, sistem mutu, dan juga registrasi. Selama melaksanakan praktek kerja, penulis berada di Follow Up Study Pulogadung, Quality Assurance Department. Follow Up Study bertanggung jawab dalam uji stabilitas produk produk yang sudah beredar di pasaran untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun, artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluwarsa ditambah satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan dilakukan perpanjangan masa daluwarsa suatu produk. Perpanjangan masa daluwarsa dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai ED + 1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya. Kata Kunci : PT. SOHO Industri Pharmasi, Quality Assurance Department, Follow Up Study Tugas Umum : viii + 76 halaman; 12 lampiran Tugas Khusus : ii + 14 halaman; 8 tabel; 3 gambar;1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 6 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus: 4 ( ) vi

121 ABSTRACT Name Study Program Title : Anita Hasan : Apothecary Profession : Apothecary Internship Report at PT. SOHO Industri Pharmacy Pulogadung Industrial Area Jl. Pulogadung no. 6 jakarta Period June 12 th - August 31 th 2012 Apothecary Internship at PT. Bintang Toedjoe aims to understand the roles and responsibilities of pharmacist in pharmaceutical industry. Pharmacist has three important positions in pharmaceutical industry: person in charge of production, person in charge of quality control, and person in charge of quality assurance, all of which must be held by different pharmacist. In addition, pharmacist in pharmaceutical industry can also be responsible for research and development, quality system, and drug registration. For carrying out apothecary internship, the author was in Follow Up Study Pulogadung, Quality Assurance Department. Follow Up Study was responsible for testing the stability of a product that has available on the market to determine whether a product meets the specifications fixed circulation or storage. stability test conducted to ED + 1 years, It means stability tests done until expiry time plus one year. It aims to know of any possible future extension done expire date a product. The extension of the expire date done for products which are still eligible to ED + 1 years. If the product is found not to be qualified during or before ED ED, then shortening the expiration time can be done in the manufacture of the product. Keywords. :PT. SOHO Industri Pharmacy, Quality Assurance Department, Follow Up Study General Assignment Special Assignment : viii + 76 pages; 12 appendices : ii + 14 pages; 8 table; 3 picture; 1 appendices Bibliography of general assignment : 6 ( ) Bibliography of special assignment : 4 ( ) vii

122 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSRTACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Persyaratan Usaha Industri Farmasi Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi danvalidasi...18 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Sejarah SOHO Group PT. ETHICA Indusri Farmasi PT. SOHO Industri Pharmasi PT. Parit Padang Global...23 viii

123 3.1.4 PT. Global Harmony Retailindo PT. Universal Health Network Visi dan Misi SOHO Group Visi SOHO Group Misi SOHO Group Struktur Organisasi SOHO Group Research and Development (R&D)Division Quality Operation Division Production Division Supply Chain Management (SCM)Division Validation and Documentation Departement (VDD) Technical Division Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi Ruangan Produksi di Gedung Ruangan Produksi di Gedung Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang...63 BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian Dokumentasi Kualifikasi danvalidasi...74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...75 DAFTAR ACUAN...76 ix

124 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman Lampiran 1 Struktur organisasi manufaktur PT SOHO Industri Pharmasi...78 Lampiran 2 Struktur organisasi Research& Development Division...79 Lampiran 3 Struktur organisasi Quality Operation Division...80 Lampiran 4 Struktur organisasi Quality Assurance Department...81 Lampiran 5 Struktur organisasi SOHO Quality Control Department...82 Lampiran 6 Struktur organisasi Quality Control Ethica Department...83 Lampiran 7 Struktur organisasi Production Division...84 Lampiran 8 Struktur organisasi Supply Chain Management Division...85 Lampiran 9 Struktur organisasi Validation and Documentation Department...86 Lampiran 10 Struktur organisasi Technical Division...87 Lampiran 11 Struktur organisasi Engineering Department...88 Lampiran 12 Skema Alur Pembuatan Purified Water...89 x

125 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dewasa ini, industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar di kawasan ASEAN. Tentunya iklim kompetisi akan berlangsung semakin ketat dengan adanya berbagai persyaratan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkannya antara lain dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi Industri Farmasi serta diharuskannya penelitian BABE (Bioavaibilitas dan bioekuivalensi) untuk obat-obatan tertentu yang akan dipasarkan. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pendidikan tinggi farmasi diindonesia menghasilkan apoteker yang mempunyai peranan penting dalam menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut. Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka apoteker telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas seperti apotek, rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik, berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal, fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin, lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat untuk seorang apoteker melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diindustri farmasi serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk 1

126 2 farmasi berkaitan dengan penerapan CPOB. Dari pelaksanaan praktek kerja lapangan tersebut diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu Departemen Farmasi bekerja sama dengan PT.SOHO untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal Agustus Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi adalah sebagai berikut Memahami penerapan CPOB di PT.SOHO Industri Pharmasi Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di PT.SOHO Industri Pharmasi

127 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010) Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas, b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), 3

128 4 d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu, e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundangundangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik

129 5 untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib: a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya; c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja; d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.

130 6 Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM); b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM); d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM); e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM); f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM). Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau

131 7 e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006) Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan

132 8 sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

133 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan. Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

134 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutuobat. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya; b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya; c. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak hendaklah dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang berdampingan; d. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinka npenempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif; pencegahan penggunaan kawasan industry sebagai lalu lintas umum; e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus;

135 11 f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali udara; g. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah dibentuk lengkungan; h. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik; i. Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar dari batas yang telah ditentukan. Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.

136 Sanitasi dan Hygiene Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya. Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur tertulis yang cukup rinci. Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil

137 13 analisaterhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikanbahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan, instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi, dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan

138 14 dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau system pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar

139 15 perusahaan,tetapi tiap anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan inspeksi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi diri dan evaluasi laporan serta tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara interen

140 16 hendaklah datang dari Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan manajemen perusahaan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan; b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang; c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen

141 17 ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan. Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.

142 18 Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB, hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu, hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat yang harus digunakan dalam pengujian Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu) Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

143 19 kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protocol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

144 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI 3.1. Sejarah Soho Group PT. Ethica adalah perusahaan pertama yang didirikan oleh Tan Tjhoen Lim pada tahun Pada awalnya, perusahaan ini bernama NV Handel Ethica MY, tapi kemudian diubah menjadi PT. Ethica Industri Farmasi. Ini adalah perusahaan pertama yang memproduksi obat suntik maka dibuat sebagai pelopor untuk obat resep di pasar. Perusahaan adik, PT. SOHO Industri Pharmasi didirikan pada tahun Nama SOHO diambil dari Societas HONORABILIS, sebuah istilah Latin yang berarti masyarakat dari orang-orang terhormat. PT. SOHO memproduksi obat oral dan merupakan pelopor dan trendsetter dalam penggunaan produk alami di pasar resep. Pada tahun 1996, PT. SOHO memasuki seluruh pasar OTC. Menyadari kebutuhan untuk memiliki distribusi sendiri perusahaan, PT. PARIT PADANG GLOBAL didirikan pada tahun Parit Padang, adalah nama salah satu kabupaten di Pulau Bangka, sebagai inspirasi dari pendiri perusahaan tersebut. Saat ini, PPG memiliki 25 cabang di Indonesia dan bertindak sebagai distributor PT. Ethica dan PT. SOHO serta industri lainnya. Pada tahap awal, tiga perusahaan dijalankan sebagai penjualan tradisional dan berjalan secara terpisah tanpa koordinasi sistematis. Tidak ada system yang terstruktur untuk rencana pengembangan bagi karyawan, jenjang karir sehingga didefinisikan dan rencana suksesi pada dasarnya tidak ada. Semua ini berubah pada tahun 2006 ketika generasi kedua, Tan Eng Liang, memutuskan untuk menempatkan semua tiga perusahaan di bawah satu payung, SOHO Group. Selain itu, perusahaan menerapkan sistem baru untuk mengelola strateginya. Strategi pengelolaan yang dilakukan dengan menggunakan Balanced Scorecard (BSC) bahwa setiap orang di perusahaan memungkinkan untuk benarbenar memahami tujuan perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Ini memungkinkan setiap orang untuk melihat dengan jelas fokus utama perusahaan. 20

145 21 Gambar 3.1 Logo SOHO Group Unsur-unsur yang terdapat pada logo SOHO Group adalah: a. Segitiga sama sisi dan dua bentuk setengah lingkaran yang simetris mencerminkan kesamaan kedudukan dan adil untuk semua pihak. b. Bentuk segitiga mencerminkan tiga perusahaan inti yang mengawali pergerakan usaha, membentuk satu kesatuan yang kokoh, saling menjaga kerja sama dan bersinergi. c. Warna hijau mengandung arti alamiah, segar, harmonis, serasi, sehat, sejuk, dan damai. Sedangkan warna biru bermakna selalu berkembang dan sejahtera. d. Logo SOHO Group merupakan pemersatu dari semua perusahaan yang berada di dalamnya, menjadi intisari dari semua kegiatan/usaha, dan cita-cita para pendirinya. Hal ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadi daya dorong bagi seluruh anggota Keluarga Besar SOHO Group untuk selalu bahumembahu, bersemangat tinggi, serta bertanggung jawab tinggi dalam menyongsong masa depan yang lebih baik PT. ETHICA Indusri Farmasi Ethic adidirikan sebagai produsen produk farmasi pada tanggal 30 November 1946, di Jl. Gunung Sahari XII No 11, Jakarta Pusat. Ini adalah perusahaan farmasi pertama untuk menghasilkan produk dalam bentuk injeksi di Indonesia pada tahun 1950, dan menjabat sebagai panutan bagi perusahaan farmasi lainnya di Indonesia. Pada bulan Agustus 1996, Ethica pindah ke premis yang lebih besar dengan luas 8000 meter persegi di Kawasan Industri Pulogadung. Sebuah sistem produksi baru didirikan dalam rangka memenuhi persyaratan pemerintah dan memperoleh sertifikasi CPOB. Pada pertengahan tahun 1997, sebuah tim Pemasaran didirikan untuk memasarkan dan mempromosikan produk-produk kami oral dan suntik. Sejak itu,

146 22 perusahaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan dukungan karyawan profesional kami. Pada pertengahan tahun 2007, PT. ETHICA memiliki 350 karyawan termasuk tenaga lapangan Penjualan kami 240 orang yang berbasis di berbagai lokasi di seluruh Indonesia. PT. ETHICA juga telah menerima sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS. Logo PT. ETHICA Industri Farmasi merupakan inisial huruf E yang berada di dalam dua buah lingkaran. Lingkaran mempunyai arti kesempurnaan, fleksibilitas, dan tekad yang bulat demi meraih cita-cita. Dua buah lingkaran dapat diartikan sebagai suatu kerjasama yang saling mendukung untuk mencapai tujuan.warna merah tua (maroon) mempunyai arti semangat perjuangan serta dedikasi yang tinggi. Nama Ethica, selain berarti budi pekerti yang baik, juga mencerminkan etos kerja dan usaha yang bermartabat. Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi PT. SOHO Industri Pharmasi PT SOHO Industri Pharmasi, sebagai anggota SOHO Group didirikan pada tahun 1951 oleh Mr Tan dan Mr Bertus Soesman. Nama SOHO singkatan SOcietas HOnorabilis, yang berarti sebagai masyarakat orang dengan perilaku terhormat. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen, ekstraksi produk padat, semipadat dan cair Pada tahun 1970-an, PT SOHO Industri Pharmasi diperluas ke usaha patungan dengan dua perusahaan global terkemuka farmasi terkemuka, yaitu PT Warner Lambert Indonesia-saat ini bergabung dengan PT Pfizer Indonesia, dan PT ICI Farmasi Indonesia-saat ini dikenal sebagai PT AstraZeneca Indonesia. Pada 1990-an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi CPOB dari Departemen Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS yang diperlukan perusahaan untuk berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk

147 23 meningkatkan layanan dan produk untuk menang melawan persaingan di pasar global. Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi PT. Parit Padang Global PT Parit Padang Global, Distributor Farmasi dan Kesehatan pertama dengan sistem komputer real-time on-line, didirikan oleh Mr Tan Tjhoen Lim pada tahun Nama diambil dari Parit Padang salah satu desa di pulau Bangka yang mengilhami pendiri SOHO Group untuk menjadi seperti perusahaan distribusi dalam nama kelompok SOHO Group. Di bawah kepemimpinan yang kuat dari Mr Tan Eng Liang, penerus pendiri, PT Parit Padang global bergerak rajin dan dinamis untuk menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam visi perusahaannya. Selama lebih dari 50 tahun, PT Parit Padang global telah terus menerus dan konsisten mendistribusikan produk farmasi terkenal dari perusahaan sister yaitu PT Soho Industri Pharmasi dan PT Ethica Industri Pharmasi, serta dari lainnya prinsipal terkemuka global seperti AstraZeneca, Pfizer, Kimberly Clark, dan lain-lain. Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global PT. Global Harmony Retailindo PT. Global Harmony Retailindo (PT. GHR), merupakan Unit Bisnis barudari SOHO Group, dan saat ini berada di bawah manajemen PT. Parit Padang. PT.Global Harmony Retailindo didirikan di Jakarta pada tanggal 11 November 2008,sebagai salah satu usaha untuk mendukung terwujudnya Visi

148 di mana SOHOGroup akan menyediakan produk dan kesehatan yang berkualitas tinggi. Dan salah satu bisnis utama dari PT. Global Harmony Retailindo adalah Apotek Harmony. Apotek Harmony hadir sebagai Wellness Pharmacy, yang menyediakan produk dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keseimbangan dan keharmonisan di berbagai aspek kehidupan, dan memposisikan perusahaan sebagai perusahaan yang fokus dan ramah kepada pelanggan. Tim manajemen Apotek Harmony diperkuat oleh tenaga-tenaga kerja yang sudah sangat berpengalaman dalam dunia farmasi. Motto kerja Apotek Harmony adalah Melayani dengan Segenap Hati. Adapun pelayanan yang disediakan oleh Apotek Harmony adalah: a. Apotek b. Praktek Dokter Umum c. Praktek Dokter Spesialis d. Praktek Dokter Gigi e. Laboratorium Klinik PT. Universal Health Network PT. Universal Health Network (Unihealth), merupakan perusahaan multilevel marketing, yang didirikan pada tahun Unihealth menyediakan produk-produk kesehatan terbaik, seperti suplemen kesehatan dan kecantikan, vitamin, perawatan kulit dan perlengkapan kecantikan baik itu produksi lokal maupu nmancanegara. Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network 3.2. Visi dan Misi SOHO Group Visi SOHO Group Visi 2015 SOHO Group adalah menjadi salah satu kelompok perusahaan global terkemuka dalam bidang manufaktur, distribusi, dan menyediakan produk

149 25 dan jasa kesehatan berkualitas tinggi. Adapun tujuan Visi 2015 adalah sebagai berikut: a. Perspektif Keuangan Untuk mencapai pertumbuhan penghasilan SOHO Group. b. Perspektif Pelanggan Untuk didedikasikan pada kepuasan pelanggan dengan level yang tertinggi dan memperoleh kepercayaan dari dokter, pasien dan pelanggan lain yang dilayani. c. Perspektif Proses Internal Untuk mencapai bestinclass diseluruh aktivitas operasional. d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang bestinclass Misi SOHO Group Visi 2015 juga dilengkapi dengan Misi SOHO Group, yaitu merupakan kebanggaan melayani pelanggan kami dengan menyediakan secara terus-menerus produk dan jasa kesehatan yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan usia panjang Struktur Organisasi PT. SOHO Industri Pharmasi SOHO Group dipimpin oleh seorang President Commissioner yang membawahi enam bagian yakni Finance and IT, Human Resources, Manufacturing, Marketing, Compliance, dan Office Strategy Management. Manufacturing Head langsung membawahi delapan divisi, yaitu Production Division, Supply Chain Division, Quality Operation Division, Technical Division, Validation and Documentation Department, Research and Development Division, Human Research Account, dan Finance Account. Struktur organisasi operasional SOHO Group dapat dilihat pada Lampiran Researchand Development (R&D)Division Divisi R&D dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan R&D Division Head. Divisi R&D dibagi menjadi empat departemen yaitu Group Formulation Development Department, Analytical Method Development

150 26 Department, Packaging Development Department, dan R&D Compliance& Support Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran Group Formulation Development Department Departemen Group Formulation Development bertanggungjawab dalam studi dan pengembangan formula produk,meliputi produk herbal, food supplement, dan produk bioekuivalensi. Penyusunan formula merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan obat. Formula yang disusun oleh departemen ini disebut formula induk, yang berisi identitas obat (no. batch, expired date), formula obat (bahan aktif, bahan tambahan), dan langkah-langkah proses produksi obat Analytical Method Development Department Departemen ini bertanggungjawab dalam pengembangan metode analisis, meliputi metode stabilitas dan metode fisikakimia. Departemen ini terbagi menjadi tiga sub departemen yaitu, Stability Method Sub Department, Physical Chemical Method Sub Department dan Analytical Method Development administrator. Stability method subd epartment memiliki tanggung jawab dalam uji stabilitas produk baru dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan akan beredar dipasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, ph, berat jenis dan net volume sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluwarsa yang sebenarnya Packaging Development Department Packaging Developmentmerupakan departemen yang bertanggung jawab dalam mendesain kemasan produk baru,produk lama yang direvisi, maupun produk yang dikemas ulang. Packaging composition berisi daftar nama dan jumlah bahan pengemas beserta dengan kelengkapannya antara lain berisi jumlah leaflet, sendok takar, karton, master box, dan label R&D Compliance&Support Department Departemen ini bertanggung jawab dalam dokumentasi dan registrasi obat baru. Dokumentasi yang dilakukan mencakup dokumentasi pengembangan

151 27 formulasi, analisa, dan pengemasan dari produk ethical, herbal & produk suplemen, serta riset baru Quality Operation Division Sistem manajemen mutu PT. SOHO Industri Pharmasi dilaksanakan oleh Quality Operation (QO) Division. QO Division terdiri atas dua departemen, yaitu Quality Control (QC) Department dan Quality Assurance (QA) Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran Quality Assurance (QA) Department Quality Assurance Department dipimpin seorang apoteker dengan jabatan Quality Assurance Department Head (QADH) yang memiliki tanggung jawab ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan dan memastikan penerapan sistem mutu, memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala, melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu, mengevaluasi catatan batch dan meluluskan/menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait, serta memprakarsai dan berperan aktif dalam audit eksternal dan program validasi. Departemen QA memiliki tiga bagian yaitu Quality Compliance Section, Quality Monitoring System Sub Department dan Quality Support Section. Struktur organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 4. a. Quality Compliance Section Hal-hal yang menjadi tanggung jawab Quality Compliance Section antara lain menangani Follow Up Stability, Product Quality Review (PQR), dan register compliance. Quality Compliance Section memiliki dua Quality Compliance Executive. Quality Compliance Executive 1 bertugas dalam penanganan Follow Up Stability (FUS) yaitu uji stabilitas produk produk yang sudah beredar di pasaran untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun, artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluwarsa ditambah satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan dilakukan perpanjangan masa daluwarsa suatu produk. Perpanjangan masa daluwarsa

152 28 dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai ED + 1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya. Quality Compliance Executive 2 bertugas dalam penanganan registrasi produk-produk yang hampir habis masa berlakunya. Penyiapan data dan pelengkapan data untuk registrasi dimulai enam bulan sebelum masa berlakunya habis. Dokumen yang diperlukan antara lain batch record, prosedur pemeriksaan bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi, lembar spesifikasi produk, sertifikat analisa bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi. Setelah dokumen terkumpul, maka koordinator akan menyerahkannya kepada bagian registrasi. PQR dilaksanakan secara periodik untuk memverifikasi konsistensi suatu produk yang berhubungan dengan Good Manufacturing Practice (GMP) dan kesesuaian dengan spesifikasi terkini menggunakan analisa kecenderungan (trend analysis). PQR dilakukan dan didokumentasikan setiap tahun untuk setiap produk (minimal 3 batch) sesuai jadwal yang telah disetujui, termasuk di dalamnya review dari PQR sebelumnya dan setidaknya meliputi data laboratorium QC, data dari divisi produksi yang termasuk data mesin, pemeriksaan IPC dan yields, dan data quality (pengenalan produk, pemeriksaan analisa IPC, pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan seluruh OOS dan investigasinya, pemeriksaan dari seluruh penyimpangan dan kejadian, pemeriksaan Non Conformance Product (NCP), pemeriksaan dari seluruh pengendalian perubahan yang dilakukan, pemeriksaan hasil program pemantauan stabilitas pada tahun tersebut dan setiap kecenderungan yang merugikan, pemeriksaan seluruh obat kembalian yang terkait keluhan dan penarikan kembali obat jadi (PKOJ) dan investigasi yang dilakukan terkait dengan kualitas produk, pemeriksaan data validasi proses dan metode analisa, pemeriksaan data kalibrasi dan kualifikasi dari mesin dan peralatan, pemeriksaan efektifitas dari tindakan koreksi dan pencegahan yang diambil. Trend Analysis diperiksa dan dievaluasi oleh QO Division Head dan Production Division Head agar dapat mengambil tindakan yang sesuai bila diperlukan.

153 29 b. Quality Monitoring System Sub Department Quality Monitoring System Sub Department Head membawahi Quality Monitoring Section Head, Quality System Executive, dan Quality Release Section Head. Quality Monitoring Section Head membawahi Quality Monitoring Inspector (QMI) dan Product Sorter. Secara umum, Quality Monitoring Section menangani audit, inspeksi diri, rancang bangun dan penanganan keluhan. Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara berkala dan disusun jadwal pada awal tahun. Inspeksi diri mencakup semua bagian di manufacturing dan dilakukan oleh divisi lain sebagai inspektor. Pada penanganan keluhan, keluhan yang diterima harus segera diteruskan ke QA, terutama keluhan yang terkait dengan keamanan produk. QMI harus memasukkan data keluhan yang masuk ke dalam log book keluhan. Kemudian dilakukan penilaian resiko awal yang mencakup pemeriksaan keluhan dan penarikan kembali obat jadi dari produk yang sama untuk menentukan prioritas melakukan investigasi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan mencakup keluhan sebelumnya pada produk yang sama, Corrective Action and Preventice Action (CAPA) yang telah diimplementasikan, dan pemeriksaan batch lain yang berpotensi. Quality Monitoring Section Head akan melakukan investigasi terhadap sampel keluhan dengan mengevaluasi batch record dan bila perlu mengirimkan sampel ke QC untuk diuji. Pengujian dilakukan terhadap sampel keluhan dan sampel pertinggal. Apabila sampel keluhan dan contoh pertinggal memenuhi syarat, atau sampel keluhan tidak memenuhi syarat tetapi sampel tertinggal memenuhi syarat, maka keluhan dapat dinyatakan not justified (tidak dapat diterima). Bila sampel keluhan dan sampel pertinggal tidak memenuhi syarat maka keluhan dapat dinyatakan justified (diterima). Bila keluhan diterima, maka QA Department Head harus melakukan investigasi terhadap produk yang sama dengan batch yang berbeda. Bila ternyata ditemukan penyimpangan yang sama pada batch lain maka keluhan dapat dilanjutkan dengan membuat CAPA atau bila perlu recall produk jika kasus dianggap sangat berbahaya. Penanganan pemilihan vendor dilakukan oleh QC bekerjasama dengan QA. Vendor yang sudah disetujui akan masuk dalam daftar Approved Vendor List.

154 30 Audit eksternal untuk vendor dilakukan secara langsung atau dengan kuesioner untuk vendor yang tidak bisa dikunjungi secara langsung. Quality Monitoring Inspector (QMI) bertugas dalam menganalisis sampel pertinggal jika terdapat keluhan dari konsumen. Product Sorter bekerjasama dengan bagian warehouse untuk memeriksa jumlah dan fisik produk, membuat laporan disposisi ke marketing untuk menentukan tindakan selanjutnya terhadap produk. Quality Sistem Executive bertanggungjawab dalam penanganan CAPA, deviasi, Lembar Usulan Perubahan (LUP), dan Non Conformance Product (NCP). CAPA muncul ketika terjadi permasalahan yang sama berulang-ulang dan permasalahan berakibat pada bagian lain di luar masalah tersebut. Deviasi atau penyimpangan dibagi menjadi tiga yaitu planned deviation seperti pergantian mesin produksi, unplanned deviation seperti terjadi capping pada tablet, dan incident/accident seperti listrik mati. LUP merupakan change control atau pengendalian perubahan untuk perubahan dokumen, alat, mesin, dan lain-lain. NCP merupakan penyimpangan yang terjadi sebelum proses produksi seperti saat mengecek bahan pengemas sebelum produksi ternyata bahan pengemas mengalami kerusakan. CAPA berasal dari laporan OOS, keluhan, NCP, audit, inspeksi diri, PQR, dan deviasi. Hal-hal di atas bisa ditindaklanjuti dengan CAPA apabila setelah diinvestigasi diketahui bersifat sistemik, kemungkinan berulang sering dan membutuhkan penyelesaian jangka panjang. Terakhir adalah Quality Release Section. Quality Release Section Head menangani kelengkapan dokumen produk-produk yang akan dirilis ke pasaran. Quality Release Section Head membawahi IPC (In Process Control). ). IPC bekerjasama dengan bagian IPC di Divisi Produksi untuk melakukan pengendalian proses selama produksi. In process control dilakukan terhadap semua tahap produksi, mulai dari mixing, tableting, coating, pengemasan primer dan pengemasan sekunder. Tujuan IPC adalah supaya proses produksi dapat menghasilkan produk sesuai spesifikasi dan mengurangi jumlah produk yang ditolak karena tidak masuk spesifikasi. IPC Inspector merupakan personil QA yang memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang dilakukan oleh IPC produksi. IPC itu sendiri merupakan

155 31 kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan serta dilaksanakan selama proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan c. Quality Support Section Quality Support Section Head bertanggung jawab dalam kualifikasi alatalat produksi dan laboratorium bekerjasama dengan Engineering Department, validasi metode analisa, dan penanganan dokumen-dokumen kalibrasi. Quality Support Section juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC. Kalibrasi alat dilakukan secara berkala yaitu kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian. Untuk kalibrasi satu tahunan dapat dilakukan oleh pihak eksternal (supplier) atau pihak internal. Sedangkan untuk kalibrasi enam bulanan, tiga bulanan, bulanan, dan verifikasi harian dilakukan oleh pihak internal yang biasanya dilakukan oleh para analis yang sudah mengikuti pelatihan kalibrasi sebelumnya. Selain itu, Quality Support Section Head juga bertanggung jawab untuk membuat dan merevisi Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan dan pembersihan dan SOP kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC. Setelah SOP jadi maka harus dilaksanakan pelatihan terhadap analis agar para analis dapat menggunakan alat dengan baik dan benar Quality Control (QC) Department Pada industri farmasi, bagian Quality Control (QC) merupakan bagian yang penting. QC memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap konsisten memiliki spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga produk memberikan manfaat kepada konsumen. Kegiatan pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. QC Department di PT. SOHO Industri Pharmasi secara struktural berada di bawah Quality Operational Division yang dikepalai oleh QO Division Head. Departemen QC bersifat independen, sejajar dengan Departemen QA, serta tidak tergantung dengan produksi sehingga QC dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan

156 32 tanpa terpengaruh oleh bagian lain. QC PT. SOHO Industri Pharmasi terpisah dari QC PT. ETHICA Industri Farmasi. Departemen QC dikepalai oleh seorang apoteker yang disebut QC Department Head dan memiliki beberapa tanggung jawab sebagai berikut : a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produkjadi. b. Memastikan seluruh pengujian yang diperlukan dan validasinya telah dilaksanakan. c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi kerja pengambilan sampel, metode pengujian, kontrak analisis dan prosedur pengawasa nmutu yang lain. d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu. e. Menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu. QC Department Head membawahi lima section yang menangani Bahan Baku (Raw Material Section Head), Bahan Kemas (Packaging Material Section Head), Produk Setengah Jadi (Half Finished Goods Section Head), Mikrobiology Section Head dan IPC (In Process Control). Struktur organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 5-6. a. Raw Material Section Quality Control bagian ini menangani bahan baku, baik yang digunakan untuk produksi, maupun untuk pengembangan produk (R&D Department). Dalam pelaksanaannya, section ini dibantu oleh beberapa analis dan helper. Proses pemeriksaan bahan baku dimulai dari barang datang dari vendor ke gudang. Warehouse Department akan membuat Lembar Penerimaan Barang (LPB). LPB ini dikirimkan ke QC Raw Material beserta CoA dari vendor agar bahan baku ini diambil sampelnya untuk dilakukan sampling pada bahan baku. Sampling menjadi kegiatan yang penting dalam pengawasan mutu yaitu mengambil sebagian kecil dari satu batch. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh tidak baik terhadap mutu. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling.

157 33 Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah, nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan diberi label contoh sudah diambil dengan warna jingga pada wadah bahan baku ersebut. Wadah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel. Semua alat pengambilan sampel dan wadah sampel terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya. Mutu suatu batch bahan baku dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel yang representative. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representative ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel. Penentuan status bahan baku diluluskan maupun ditolak berdasarkan hasil analisa yang dibandingkan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi ditetapkan berdasarkan literatur yang ada (USP, EP, BP, FI serta CoA dari vendor) dan beberapa modifikasi yang disesuaikan. Apabila hasil analisa dinyatakan bahwa bahan baku diluluskan maka analis akan membuat CoA dan label hijau. Sedangkan bahan baku yang ditolak dibuatkan label merah. Dalam proses produksi, bahan baku yang belum habis dapat dilakukan analisa ulang (reanalisa) untuk mengetahui kondisi bahan baku yang akan digunakan. Frekuensi analisa ulang bahan baku berbeda-beda tergantung dari sifat bahan baku sendiri. Bahan baku yang berupa zat aktif waktu analisa ulang adalah setiap satu tahun. Sedangkan bahan baku sebagai bahan tambahan waktu analisa ulang adalah setiap dua tahun, kecuali flavour setiap enam bulan. Bahan baku tambahan yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi frekuensi analisa ulang adalah setiap satu tahun, kecuali untuk kapsul kosong setiap dua tahun. Hasil reanalisa yang masih memenuhi syarat spesifikasi diberi label hijau (diluluskan) sehingga dapat dipergunakan untuk produksi. Sedangkan hasil reanalisa yang tidak memenuhi syarat spesifikasi diberi label merah (ditolak). Perlakuan terhadap bahan baku yang ditolak ini disesuaikan dengan perjanjian yang telah dibuat dengan vendor apakah barang dikembalikan dan diganti, atau langsung dimusnahkan. b. Packaging Material Section QC bagian ini menangani tentang pengawasan kualitas bahan kemas. Proses pengawasan dimulai dari penerimaan LPB dari Warehouse Department

158 34 agar dilakukan sampling terhadap bahan kemas. Spesifikasi dari bahan kemas ditetapkan dengan penekanan pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang diisikan ke dalamnya. Pengujian terhadap bahan kemas difokuskan pada pemeriksaan fisik meliputi pemerian, jenis bahan kemas, ukuran (panjang, lebar, dan tebal), dan keragaman bobot serta kualitas cetak pada bahan kemas karena cacat fisik yang kritis dan kebenaran penandaan dapat berdampak besar yaitu dapat memberikan kesan meragukan terhadap kualitas produk. Pemeriksaan mikrobiologi diperlukan untuk bahan kemas produk sirup dan cream. Bahan kemas juga dilakukan reanalisa. Frekuensi reanalisa untuk bahan kemas primer adalah setiap satu tahun, sedangkan untuk bahan kemas sekunder dilakukan setiap dua tahun. Parameter yang diperiksa ulang adalah pemerian dan mikrobiologi sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan. c. Half Finished-Finished Goods Section Quality Control bagian ini mengawasi mutu dari produk setengah jadi dan produk jadi. Dalam pelaksanaannya QC Finished Goods dibantu oleh beberapa analis, helper dan dibantu petugas IPC. Pengawasan mutu dari produk setengah jadi dimulai dari pengambilan sampel di bagian produksi. Pelaksana pengambilan sampel dilakukan oleh petugas IPC. Sampling dilakukan setelah proses produksi selesai disertai lembar PA (Permintaan Analisis) dari produksi. Waktu sampling tergantung dari jenis produk dan sifat fisika kimianya. Sampling untuk produk steril dilakukan setelah proses sterilisasi. Produk aseptis sampling dilakukan setelah proses filling selesai. Sampling produk setengah jadi nonsteril dalam bentuk granul dilakukan pada saat proses mixing berlangsung dengan alat thief sampler. Pengambilan sampel dilakukan pada bagian atas, tengah dan bawah dari drum mixer. Sampel untuk granul dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan atau validasi proses, seperti perubahan batch size, bahan baku, mesin, dan proses produksi. Pengambilan sampel untuk tablet, kaplet dan kapsul diambil di bagian awal, tengah dan akhir proses produksi, sedangkan untuk untuk tablet salut dan dragee dilakukan di akhir proses produksi. Sampel obat jadi diambil setelah pengemasan primer selesai. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai lengkap dengan label dan ditutup rapat. Label berisi nama produk, nomor batch,

159 35 tanggal pembuatan, tanggal sampling dan paraf petugas IPC yang melakukan sampling. Sampel yang diperoleh diletakkan di tempat penyimpanan QC. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan prosedur pengujian untuk masing-masing produk dengan metode yang telah disetujui. Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap produk setengah jadi dan produk jadi mencakup spesifikasi dan prosedur pengujian mengenai identitas, kemurnian, mutu dan kadar/potensi. Prosedur pengujian mencakup hal yang seperti telah disebutkan dalam Raw material. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Data Awal (LDA). LDA berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, metode analisis yang digunakan, pernyataan mengenai nilai yang diharapkan, pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian dan yang memeriksa perhitungan. Hasil pengujian (terutama perhitungan) diperiksa oleh supervisor (Half Finished Goods Section Head) sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau ditolak. d. Microbiology Section Quality Control bagian ini menangani pengujian mikrobiologi baik pada bahan baku maupun bahan pengemas, produk setengah jadi dan produk jadi. Tidak semua bahan baku maupun produk jadi dilakukan pengujian mikrobiologi, hanya yang memiliki probabilitas terkontaminasi yang besar seperti bahan baku yang berupa ekstrak serta produk dalam bentuk sediaan sirup dan cream. Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis (PA) dari produksi dan QC Raw Material (RM) / Packaging Material (PM). Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar Mikrobiologi yang berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan, media yang dipergunakan, pernyataan nilai yang diharapkanpernyataan tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head. Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Analis bahan baku atau produk setengah jadi akan membuat Certificate of Analysis

160 36 (CoA) untuk bahan yang memiliki spesifikasi mikrobiologi sehingga dapat dinyatakan diluluskan (released) Production Division Production Division dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan Production Division Head. Tanggung jawab Production Division Head adalah sebagai berikut: a. Merencanakan, mengatur, dan memimpin seluruh kegiatan produksi yang diperlukan oleh pabrik. b. Menjamin pelaksanaan produksi yang tepat waktu serta pengiriman semua produk dengan biaya yang rasional sesuai dengan kebijakan mutu SOHO Group,dan CPOB. c. Memastikan semua tahap produksi sesuai prosedur agar memenuhi syarat mutu yang ditetapkan. Production Division terdiri dari tiga departemen yaitu Non Steril Production Department (NSP), Steril, and Cephalosporine & Extract Production Department (SCEP). SCP Department melakukan produksi sediaan steril dan cephalosporine di PT. Ethica, sedangkan NSP Department melakukan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi Divisi Produksi dapat dilihat pada Lampiran 7. Proses produksi adalah pengolahan bahan baku sampai dikemas menjadi barang jadi/finished good. Sediaan yang diproduksi oleh Departemen NSP adalah sediaan solid (tablet, kaplet, kapsul, dry sirup), sediaan liquid (larutan, suspensi dan emulsi), sediaan semisolid (krim dan gel), dan sediaan herbal/obat tradisional. Bagian ini bertanggung jawab untuk memproduksi produk-produk solid dan non solid mulai dari mixing, tabletting, coating sampai pengemasan primer dan sekunder. Pengambilan bahan baku atau bahan pengemas dari gudang menggunakan picklist. Picklist merupakan daftar material yang dibutuhkan saat produksi dibuat oleh Material Planning di Supply Chain Management Division berdasarkan daftar material dalam rencana produksi dan didistribusikan ke Warehouse Department. Penjadwalan dan rencana produksi menggunakan sistem Monthly Planning Packaging, yaitu penentuan jadwal pengemasan terlebih dahulu baru

161 37 diikuti mixing, tableting dan coating. Setiap bahan baku dan bahan pengemas yang datang dari pemasok disimpan di gudang dengan status karantina. Tanda bahwa bahan baku dan bahan pengemas berstatus karantina adalah terdapat label karantina warna putih dan kuning di wadah bahan. Bahan baku dan bahan pengemas tersebut baru bisa digunakan untuk produksi setelah diperiksa kemudian dinyatakan lulus oleh QC. Saat dinyatakan lulus, label lulus warna hijau ditempel menutupi label karantina di wadah bahan baku dan bahan pengemas. Bahan baku dan bahan pengemas yang tidak memenuhi syarat dikeluhkan dan dikembalikan ke pemasok Penimbangan bahan baku Proses penimbangan merupakan tahap yang kritis dalam proses produksi karena merupakan proses awal dalam produksi dan jika terjadi kesalahan dalam penimbangan maka proses selanjutnya akan bermasalah. Bahan baku dipesan dari gudang berdasarkan picklist bahan baku. Bahan baku dari gudang diserahterimakan ke bagian produksi di ruang penyangga (buffer room) dan dilakukan pengecekan identitas bahan baku satu persatu sesuai picklist meliputi nomor part, nama dan nomor bahan baku, expired date, analisa ulang serta label hijau (released). Bahan baku yang sudah lolos pengecekan diletakkan di ruang staging before weighing, masing-masing diletakkan perbatch (satu palet hanya untuk satu batch). Proses yang perlu dilakukan sebelum penimbangan adalah penyiapan ruang timbang. Ruang timbang terbagi menjadi dua jenis yaitu ruang timbang low RH dan ruang timbang biasa. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan sifat produk yang akan ditimbang, bahan baku yang higroskopis dan mudah rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang low RH sedangkan bahan baku yang tidak rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang biasa. Penyiapan ruang timbang meliputi pengaktifan sistem down flow booth, pengecekan suhu dan RH, dan pengecekan waterpass. Sistem down flow booth adalah sistem pengaturan aliran udara untuk membawa debu dan partikel bahan baku yang jatuh serta terhambur di udara masuk ke dalam fine filter (di bagian samping bawah ruang timbang) sehingga tidak mengontaminasi

162 38 penimbang. Sistem down flow booth dinyalakan selama 15 menit dan baru boleh dipakai setelah aliran udara mencapai 40 m/detik. Suhu untuk ruang timbang biasa dan low RH adalah 25 C. RH untuk ruang timbang biasa adalah 45-75%, dan untuk low RH <30%. Waterpass adalah parameter distribusi berat pada timbangan, kondisi waterpass adalah dimana kondisi distribusi berat merata di semua sisi timbangan, jadi di sisi manapun bahan ditimbang akan menghasilkan massa/berat yang sama. Pengecekan waterpass dilakukan dengan mengecek posisi gelembung air dalam alat cek waterpass, posisi yang tepat adalah gelembung berada tepat di tengah lingkaran alat cek waterpass. Penimbangan dilakukan setelah persyaratan down flow both, suhu, RH dan waterpass terpenuhi. Penimbangan dilakukan pada timbangan sesuai kapasitas masing-masing. Bahan bahan padat yang sudah ditimbang dimasukkan dalam plastik. Bahan-bahan cair dimasukkan dalam stainless steel can, untuk alkohol dan larutan yang memiliki resiko terbakar/meledak dimasukkan dalam safety can. Plastik, stainless steel can dan safety can yang digunakan harus sudah dicek dan dirilis oleh QC. Bahan yang sudah dimasukkan dalam wadah kemudian dilabel dengan label timbang, kemudian diletakkan di dalam ruangan staging after weighing Produksi Solid a. Mixing Section Mixing section memiliki tugas utama yaitu melakukan mixing/pencampuran bahan baku hingga bahan baku homogen dan memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya. Proses utama dalam mixing section adalah pencampuran bahan untuk kempa langsung, granulasi basah, dan granulasi kering. Sedangkan proses granulasi kering adalah proses pembentukan granul kering dengan bantuan tekanan tinggi. Proses granulasi kering dilakukan untuk bahanbahan yang tidak tahan panas dan mudah rusak karena hidrolisis air, tetapi tahan terhadap tekanan tinggi. Proses kempa langsung merupakan proses yang paling sederhana dan paling cepat karena hanya satu tahap saja yaitu pencampuran kering/dry mixing. Bahan-bahan untuk kempa langsung dicampur di dalam mixer sampai homogen selanjutnya ditampung dalam wadah dan dilabel. In process control tidak dilakukan pada proses pencampuran bahan untuk kempa langsung.

163 39 Proses granulasi basah adalah proses pembentukan granul basah yang menggunakan bantuan air untuk membentuk granul. Larutan lain yang dapat digunakan untuk granulasi basah adalah alkohol, isopropanol dan kombinasi keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk bahan bahan yang tahan panas dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses pencampuran bahan untuk granulasi basah dimulai dengan pencampuran basah (wet mixing) zat aktif dengan fase dalam yaitu bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Alat yang digunakan adalah super mixer, yaitu alat yang mempunyai kemampuan untuk mencampur bahan dengan putaran agitator dan membentuk granul dengan chopper. Agitator berbentuk seperti baling-baling dan dapat berputar pada kecepatan tinggi sehingga massa yang ada dapat teraduk dan tercampur oleh gaya putar agitator. Proses selanjutnya setelah pencampuran basah adalah pengeringan dengan FBD (Fluid Bed Dryer). Granul yang dikeringkan dicek kadar airnya, alat yang digunakan untuk mengecek kadar air adalah alat pengukur Moisture Balance. Granul yang sudah memenuhi persyaratan kadar air selanjutnya diproses dengan granulator. Granul kering hasil granulator selanjutnya dicampur kering (dry mixing) dengan fase luar (bahan pelicin, lubrikan, dan disintegran) dalam mixer. Selanjutnya jika untuk proses pencampuran bahan untuk granulasi kering, zat aktif dan fase dalam dicampur dan dimasukkan dalam granulator, di dalam granulator zat aktif dan fase dalam mengalami proses roller compaction dan kemudian diayak dengan mesh tertentu. Granul yang dihasilkan selanjutnya dicampur kering dalam mixer. Hasil mixing kering proses granulasi basah atau granulasi kering selanjutnya dibungkus dalam wadah, dilabel dan diletakkan di ruang work in process (WIP) sebelum diproses ke tabletting section. Ruangan WIP berfungsi untuk menyimpan bahan bahan hasil mixing sebelum masuk proses selanjutnya karena tidak semua bahan setelah selesai proses mixing langsung diproses lebih lanjut. Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan, dikarantina, dilaporkan kejadiannya ke QA untuk menunggu tindakan yang diambil (reprocessing atau reject). Bahan sisa yang tidak digunakan dalam proses yang gagal dikembalikan ke gudang untuk digunakan kembali pada batch lain produk yang sama (recovery).

164 40 b. TablettingSection Bagian tableting memiliki tugas untuk mencetak hasil mixing menjadi tablet atau kaplet. Hasil mixing yang telah diizinkan untuk proses dilanjutkan dibawa ke ruang tabletting untuk dicetak. In process control tablet berlangsung saat pencetakan tablet dilakukan setiap 30 menit sekali. In process control yang dilakukan adalah ketebalan tablet, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur. Masalah yang sering dihadapi dalam pencetakan tablet adalah capping, laminating, lengket pada dies, dan lengket pada punch. Capping dan laminating diatasi dengan menurunkan tekanan kempa, menambahkan jumlah pengikat sampai optimum, dan memasukkan granul yang kekeringan ke dalam oven dalam keadaan mati/off. Granul tersebut akan menyerap uap air sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam granul. Massa tablet yang lengket pada punch dan dies terjadi karena granul terlalu basah, tekanan kempa kurang besar, dan terlalu banyak bahan pengikat. Pengatasan massa tablet yang lengket pada punch dan dies adalah dengan mengeringkan granul yang terlalu basah, menaikkan tekanan kempa dan memakai bahan pengikat dalam jumlah yang optimum. Tablet yang memenuhi syarat disimpan di ruang WIP tablet. Tablet yang tidak memenuhi syarat dikarantina terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan QA untuk tindakan selanjutnya (reprocessing atau reject). Tablet yang direject dikumpulkan dan dimusnahkan. c. Coating Section Proses coating/penyalutan bertujuan untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat, memberi perlindungan fisik dan kimia pada obat, mengendalikan pelepasan obat dan meningkatkan penampilan tablet. Proses penyalutan dilakukan setelah tablet hasil cetak sudah memenuhi persyaratan dan dilabel untuk proses selanjutnya. Tahapan proses penyalutan adalah penyiapan larutan salut, proses sealing, proses subcoating, proses smoothing-coloring, dan proses polishing. Semua tahapan tersebut tidak selalu berlaku untuk setiap tablet tergantung dari jenis tablet yang diproduksi. Jenis tablet salut yang diproduksi adalah tablet salut film/salut selaput, salut gula, dan salut enterik. Tahap penyiapan larutan

165 41 merupakan tahap kritis, jika larutan tidak homogen maka tablet tidak tersalut sempurna atau warna tidak merata. Tahap sealing bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut dari penetrasi air dan untuk memperkeras permukaan, larutan yang digunakan adalah larutan yang tidak dapat larut air, seperti shellac, HPMC. Tahap subcoating bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut sehingga menjadi bundar sesuai dengan bentuk dan ketebalan yang dikehendaki, larutan yang digunakan adalah larutan gula. Tahap smoothingcoloring bertujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan oleh tahap subcoating, dan untuk memberi warna dasar pada tablet, larutan yang digunakan adalah larutan gula ditambah lake. Tahap polishing bertujuan untuk mengkilapkan permukaan tablet salut sehingga terlihat mengkilap dan menarik dengan menggunakan polimer selulosa. Alat yang digunakan untuk penyalutan adalah sistem automated coating pan. Pan yang digunakan adalah jenis perforated, yaitu panci berlubang dan dapat dialiri udara panas lebih banyak lewat lubang-lubang tersebut sehingga pengeringan lebih efektif. Bagian spray gun digunakan untuk menyemprotkan larutan salut. Parameter kritis saat penyalutan adalah suhu dan putaran pan. Tablet yang sudah selesai disalut dimasukkan ke dalam panci polishing untuk memoles tablet supaya mengkilat. In process control yang dilakukan adalah pengukuran waktu hancur dan keseragaman bobot. In process control dilakukan setelah selesai penyalutan. Tablet salut yang tidak memenuhi persyaratan harus segera dikonfirmasi ke QA untuk memastikan tindakan selanjutnya. Masalah masalah yang dihadapi saat penyalutan adalah sticking, twinning, chipping dan mottled color. Sticking adalah menempelnya bagian tablet salut pada dinding mesin sehingga mengakibatkan tablet tidak utuh. Hal ini disebabkan oleh pengeringan yang tidak maksimal. Permasalahan ini dapat diatasi dengan meningkatkan efisiensi pengeringan. Twinning adalah menempelnya tablet salut pada tablet salut yang lain. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pan yang lambat, dan spray gun menyemprot larutan salut terlalu cepat. Twinning dapat diatasi dengan mempercepat putaran pan, dan memperlambat semprotan spray gun. Chipping adalah lepasnya bagian tablet atau rusakknya bagian tablet. Hal ini terjadi putaran pan yang cepat dan tablet inti yang rapuh. Chipping diatasi dengan

166 42 memperlambat putaran pan dan menggunakan tablet inti yang tidak rapuh. Mottled color adalah kondisi warna tablet salut yang tidak merata disebabkan oleh pencampuran larutan coating yang kurang homogen dan posisi spray gun yang terlalu jauh dari tablet. Mottled color dapat diatasi dengan pencampuran homogen larutan coating dan posisi spray gun yang lebih dekat dengan tablet. d. Proses produksi kapsul Selain melakukan produksi kapsul, dilakukan juga pengisian kapsul cangkang gelatin keras. Prinsip kerja mesin filling kapsul ini adalah cangkang kapsul yang telah dimasukkan ke dalam hopper akan masuk ke dalam jalur kapsul. Dengan menggunakan vacuum, cap dan body kapsul dipisahkan. Bagian body pada shaft siap diisi granul atau serbuk. Kapsul yang rusak di-reject secara otomatis. Cap dan body yang sudah terisi ditempatkan pada shaft dan siap untuk ditutup. Kemudian cap dan body ditutup lalu dikunci. Kapsul yang telah terkunci dikeluarkan dari mesin yang kemudian masuk ke mesin polishing. Polishing bertujuan untuk membersihkan debu partikel yang menempel pada permukaan cangkang kapsul. e. Primary Packaging Section Pengemasan primer untuk tablet dan salut dibuat dalam dua bentuk yaitu strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan blister adalah plastik dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan pengemas dilakukan sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch dan kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan untuk proses pengemasan dan selanjutnya dikarantina untuk dimusnahkan. Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang dikemas dan permintaan pasar. Obat obat yang peka cahaya hanya dapat dikemas dengan strip, karena blister memiliki bagian transparan yang dapat ditembus cahaya sehingga obat yang peka cahaya akan rusak. Blister merupakan kemasan yang mudah dibuka yaitu dengan didorong dari belakang (Push through pack), lebih disukai konsumen dibandingkan strip yang dibuka dengan merobeknya. Pengemasan tablet juga dapat dilakukan dengan botol, bahan-bahan yang rusak karena panas tidak boleh dikemas dengan strip atau blister, karena mesin

167 43 strip dan blister menggunakan panas tinggi. Proses pengemasan dengan botol adalah dimulai dengan blowing botol, filling tablet atau kaplet, dan capping (tutup botol). Proses blowing botol berfungsi untuk menghilangkan partikel/debu yang terdapat di botol. Produk dry sirup dikemas juga dengan botol khusus, proses yang dilakukan sama dengan pengemasan botol biasa. IPC yang dilakukan adalah tes kebocoran dengan larutan metilen blue dalam mesin sedot vakum, dilakukan setiap 15 menit sekali. IPC dilakukan setiap 15 menit supaya saat ditemukan kemasan yang rusak atau bocor dapat segera diambil tindakan perbaikan dan pencegahan sehingga jumlah kemasan yang reject tidak terlalu banyak. Cara menguji kebocoran adalah dengan memasukkan strip ke dalam larutan metilen blue (dalam mesin sedot vakum) dan ditutup pintu mesin, vakum dinyalakan dan jika terjadi kebocoran maka strip atau blister akan terisi larutan metilen blue. Sampel IPC harus dibuang dan tidak boleh dikemas ulang setelah dibuka. Strip/blister yang mengalami kebocoran dikarantina dan dikonfirmasi ke QA untuk melakukan pengemasan ulang. Pengecekan penampilan juga dilakukan saat pengemasan, kemasan yang bergaris, penyok atau tidak sempurna segera dicek penyebabnya, kemudian dikarantina dan dimusnahkan. Pemusnahan dilakukan supaya kemasan bekas tidak disalahgunakan oleh pihak yang bertanggungjawab. Alufoil sisa pengemasan dikembalikan ke gudang. f. Secondary Packaging Section Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer, mesin dibuat model in-line. Urutan model in-line adalah mesin labelling, mesin printing untuk label, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder adalah proses printing. Proses printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang tidak mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah no mor batch, expired date, dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring, kabur), dapat dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian direprinting. Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga manusia dengan dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan juga diprint no batch, expired date dan tanggal produksinya. Dus kemasan dimasukkan ke dalam master box dan ditutup dengan plakband. Master box dilabel dan selanjutnya

168 44 diserahterimakan dengan bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada master box antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun, jangan memakai alat pengait, dan maksimal tumpukan, tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan. In process control yang dilakukan hanya cek printed material seperti tersebut di atas Obat Tradisional (OT) Pada awalnya bagian OT merupakan departemen yang berdiri sendiri, tetapi mulai September 2011 bagian ini berada di bawah Production Division tepatnya di Non Sterile Production Department. Aktivitas produksi berupa ekstraksi simplisia dilakukan oleh departemen SCEP. Sebagian proses ekstraksi simplisia yang dilakukan secara toll-out karena keterbatasan kapasitas mesin. Simplisia yang diperoleh dari warehouse akan dihaluskan terlebih dahulu. Setelah dihaluskan, bahan baku akan diekstraksi dengan metode maserasi dalam tangki. Maserasi dapat dilakukan hingga empat sampai lima kali. Ekstraksi dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan alkohol 70%. Dari hasil ekstraksi, akan diperoleh ekstrak cair yang selanjutnya akan dievaporasi di tangki evaporator untuk menghasilkan ekstrak kental. Lama proses evaporasi kurang lebih 7-12 jam. Pelarut alkohol dapat memakan waktu paling lama 9 jam, sedangkan untuk pelarut air kurang lebih 12 jam. Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi selanjutnya akan diolah menjadi ekstrak kering. Proses yang digunakan dalam pembuatan ekstrak kering adalah granulasi basah. Bahan pengisi/filler akan ditambahkan dalam ekstrak kental, kemudian dilakukan pencampuran dalam mesin dengan agitator di dalamnya. Setelah dilakukan pencampuran, akan diperoleh ekstrak setengah kering. Ekstrak setengah kering tersebut kemudian dikeringkan dalam oven hingga kadar air mencapai yang dipersyaratkan, yaitu kurang dari 4%. Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 90 C dengan massa kurang lebih 300 kg selama jam. Ekstrak kering yang diperoleh akan dihaluskan dengan ayak kering. Setelah selesai diayak, ekstrak kering tersebut selanjutnya diuji oleh bagian QC untuk memperoleh label released sehingga proses selanjutnya dapat dilanjutkan.

169 45 Hal-hal yang dianalisa oleh QC antara lain: kadar senyawa aktif, kadar tannin, bulk density, kadar air, % lolos mesh, dan mikrobiologi. Dari hal-hal tersebut, permasalahan yang paling sering dihadapi adalah kadar mikroba diatas ambang yang telah ditentukan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah membawa ekstrak kering tersebut ke BATAN untuk dilakukan proses radiasi. Ekstrak kering yang telah memperoleh label released selanjutnya diserahkan ke warehouse untuk disimpan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan Supply Chain Management (SCM) Division SCM terbagi menjadi empat departemen yaitu Production Planning Department, Warehouse Department, Material Procurement Department dan Custom Clearance Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran Production Planning Department Production Planning Department bertanggungjawab dalam perencanaan produksi. Departemen ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian Production Planning dan Product Supply Management. Bagian Production Planning terbagi menjadi dua sub bagian yaitu Contract Management yang bertanggungjawab dalam perencanaan toll manufacturing, dan Production Planning yang bertanggungjawab tentang perencanaan dana produksi dan pemasok. Bagian Production Planning Department ini bertanggungjawab dalam pengaturan jadwal produksi. Perencanaan produksi sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi. Perencanaan produksi dibuat berdasarkan order plan dari distributor. Order plan dibuat berdasarkan forecasting/peramalan dari Marketing Department. Peramalan sangat penting dalam perencanaan produksi karena mempertimbangkan kebutuhan marketing yaitu situasi penjualan masa lalu dan kebutuhan pasar masa depan dengan melihat pertumbuhan pasar. Production Planning Department bertugas untuk menganalisa setiap forecast/peramalan yang berasal dari bagian marketing, kemudian melakukan perencanaan Master Production Scheduling (MPS) dan Master Requirements Planning (MRP). Master Production Scheduling (MPS) berisi jenis, jumlah produk yang akan diproduksi, serta jadwal kapan

170 46 dilakukannya proses produksi. Setelah MPS dibuat, selanjutnya dibuat MRP untuk menunjang MPS. Master Requirements Planning (MRP) berisi nama dan jumlah material yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dokumen Master Requirements Planning (MRP) di-follow up ke bagian warehouse, QA, produksi, dan marketing Warehouse Department Untuk mendukung perencanaan produksi, penyediaan barang harus dilakukan. Penyimpanan bahan baku maupun produk jadi harus diperhatikan agar barang yang disimpan selalu dalam kondisi baik. Kualitas material maupun barang jadi dipengaruhi oleh cara penyimpanan barang tersebut. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegar resiko campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Gudang berfungsi sebagai tempat penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dan pelaporan material serta peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Beberapa manfaat gudang yaitu terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan, tertatanya perbekalan kesehatan, peningkatan pelayanan pendistribusian, kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan, tersedianya data informasi yang lebih akurat, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan. Syarat gudang menurut CPOB yaitu: a. Harus ada protap yang mengatur tata kerja (penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang. b. Cukup luas, terang, dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih, dan teratur. c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak. d. Tersedia tempat khusus barang karantina dan rejected. e. Tersedia ruangan khusus untuk sampling, dengan kualitas ruangan seperti grey area. f. Pengeluaran barang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) atau First Expired First Out (FEFO).

171 47 Bangunan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang harus terjamin kebersihan dan higienitasnya. Selain itu, gudang harus memiliki kelembaban ruangan 75%, namun untuk produk kapsul memiliki kelembaban ruang 35%-65%, bahan yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai, jarak antara bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi, dan pallet harus dalam keadaan bersih dan terawat. Pembagian gudang ada dua, yaitu berdasarkan suhu penyimpanan dan berdasarkan jenis barang yang disimpan. Berdasarkan suhu penyimpanan, gudang dibagi menjadi 3, yaitu gudang suhu kamar ( 30oC), gudang ber-ac (15-25oC), dan gudang dingin (2-8oC). Sedangkan berdasarkan jenisnya gudang dibagi menjadi 7, yaitu bahan baku, bahan pengemas, bahan beracun, bahan yang mudah meledak atau terbakar, bahan yang ditolak, karantina obat jadi, dan obat jadi. Warehouse Department memiliki dua sub departemen yaitu sub departemen Finished Goods dan sub departemen Material Procurement. Sub departemen Finished Goods bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan obat jadi. Sub departemen Material Procurement bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas. PT. SOHO memiliki beberapa gudang, yaitu PG5 dan PG6 untuk menyimpan bahan baku, Rawaudang untuk menyimpan bahan pengemas, serta Pulokambing untuk menyimpan bahan baku, bahan pengemas, dan barang jadi. Simplisia herbal dan senyawa mudah terbakar seperti alkohol disimpan dalam gudang Rawakepiting. PT. Parit Padang sebagai distributor tunggal PT. SOHO menyimpan barang jadi. Gudang PT. SOHO ada yang masih terhubung langsung dengan bagian pengemasan sekunder dan ada yang terpisah di lain tempat. Gudang dan ruang pengemas sekunder dibatasi oleh ruang air lock, demikian juga antara gudang dan pintu keluar. Dalam gudang juga terdapat staging area sebagai tempat transit barang jadi yang akan dikirim keluar gudang. Adanya staging area akan mempermudah proses pengeluaran barang dari ruang penyimpanan utama menuju keluar gudang. Barang jadi berada dalam staging area tidak lebih hari tiga hari. Material disimpan berdasarkan proses selanjutnya (produksi solid atau liquid), setelah itu baru dipisah berdasarkan suhu dan urutan abjad. Bahan pengemas disimpan berdasarkan abjad. Gudang bahan baku dan obat jadi dikondisikan

172 48 dalam tiga tingkatan suhu, yaitu C untuk penyimpanan produk yang stabil pada suhu kamar, kurang dari 32 C untuk produk yang stabil terhadap panas dan 2-8 C untuk penyimpanan produk yang tidak stabil terhadap panas. Pengkondisian suhu 2-8 C dilakukan dengan menyimpan barang dalam kotak sterofoam dengan icegel di dalamnya sebagai pendingin, sedangkan ruangan yang lain dikondisikan menggunakan AC (Air Conditioning). Sebelum dilakukan pemasangan AC, dilakukan proses mapping. Mapping bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian ruangan yang kritis terhadap perubahan suhu, sehingga pemasangan termohidrometer dapat dilakukan pada tempat yang paling tepat. Aktivitas utama gudang bahan baku dan pengemas adalah terima, simpan, dan kirim. Penerimaan barang oleh gudang disertai dengan formulir LPB (Lembar Penerimaan Barang). LPB tersebut akan diperiksa oleh QC Department. Setelah LPB diterima oleh QC, QC kemudian akan melakukan sampling barang. Apabila barang yang datang diluar spesifikasi yang telah ditentukan, barang tersebut akan direject. Barang yang memenuhi spesifikasi akan diluluskan oleh QC untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam stok gudang, kemudian pengeluaran barang dilakukan berdasarkan picklist, suatu dokumen untuk menyiapkan barang yang dibuat oleh Production Planning yang akan dicetak oleh bagian produksi. PT. SOHO bekerja sama dengan Geocycle (Holcim Group) untuk melakukan pemusnahan obat kembalian yang dimana menjelang kadaluarsa diterima dari distributor untuk dimusnahkan. Selain itu, pemusnahan juga dilakukan terhadap setiap barang yang direject. Geocycle melakukan pemusnahan terhadap barang jadi, packaging material, dan raw material yang diserahkan bersama dengan master box Material Procurement Department Material Procurement Department terbagi menjadi tiga section yaitu Material Planning Section, Raw Material Procurement Section, dan Packaging Material Procurement Section. Departemen ini bertugas dalam pembelian bahan baku (Raw Material Procurement Section) dan bahan pengemas (Packaging Material Procurement Section) dari supplier. Departemen ini menindaklanjuti Purchase Requisition yang berisi

173 49 permintaan bahan baku dan bahan pengemas dari Production Planning. Pembelian bahan baku dan bahan pengemas dilakukan dengan mengirimkan Purchase Order ke pemasok yang disetujui oleh QA. Approved Vendor List merupakan daftar yang berisi pemasok-pemasok bahan baku dan bahan pengemas yang disetujui oleh QA. Setiap bahan baku dan bahan pengemas minimal memiliki dua supplier. Departemen Material Procurement secara kontinyu juga mencari alternatif pemasok untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas jika dua supplier yang sudah disetujui oleh QA tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas. Material Planning Section bertugas dalam perencanaan pemesanan material dalam bentuk shop order yang dibuat berdasarkan Bill of Material (BOM). Shop order inilah yang menjadi dasar pembuatan picklist yang digunakan oleh produksi untuk memesan bahan baku dari warehouse CustomClearanceDepartmen Custom Clearance Department bertanggung jawab dalam eksport dan import. Aktivitas Departemen ini masih didominasi oleh import, karena bahan baku mayoritas import dari luar negeri Validation and Documentation Department (VDD) Departemen ini berada di bawah struktur Manufacturing. VDD membawahi dua bagian yakni Validation Section dan Dokumentasi. Tugas dari VDD adalah mengelola aktivitas validasi dan mengelola dokumen terkendali dalam lingkup manufacturing untuk memenuhi ketentuan CPOB lokal maupun internasional. Departemen ini memiliki 12 orang karyawan yang terdiri dari satu orang Validation and Documentation Head (VDD Head), satu orang Validation Section Head (VSH), satu orang Manufacturing Documentation Executive (MDE), tujuh orang Validation Engineer (VE), serta dua orang Validation and Documentation Administrator. VDD Head, VSH, dan MDE adalah apoteker. Beberapa VE juga merupakan apoteker, dan beberapa lainnya berlatar belakang pendidikan Teknik (S-1). Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 9.

174 50 Aktivitas validasi bertujuan untuk memastikan bahwa equipment, facility, utility, dan proses yang digunakan untuk memproduksi obat memenuhi syarat yang telah ditentukan dan akan menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan penggunaanya. Kebijakan validasi yang berlaku pada lingkungan SOHO Group tertuang dalam Validation Master Plan (VMP) masing-masing fasilitas. Secara garis besar aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah: Analisa Resiko Risk Analysis (RA) atau Analisa Resiko menganalisa kemungkinan resiko yang berasal dari desain/fungsi maupun penggunaan equipment. Tahap Ini dilakukan sebelum proses kualifikasi dimulai Kualifikasi Kualifikasi merupakan upaya pembuktian bahwa equipment,utility,dan facility, yang digunakan bekerja dengan benar. Kualifikasi terdiri dari: a. Design Qualification (DQ) Dilakukan untuk memastikan apakah desain peralatan yang digunakan telah sesuai dengan kriteria cgmp yang difenisikan dalam User Requirement Specification dan Analisis Resiko. b. Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan telah terpasang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pembuat equipment/utility. c. Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan beroperasi sesuai dengan spesifikasinya. d. Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan memiliki performa yang diinginkan atau sesuai spesifikasi secara konsisten dan terpercaya Validasi Proses Merupakan pembuktian terdokumentasi bahwa proses yang dioperasikan menunjukkan performa yang efektif dan reprodusibel untuk menghasilkan produk yang sesuai spesifikasi dan ketetapan GMP.

175 Validasi Pembersihan Merupakan pembuktian bahwa cara pembersihan yang diterapkan pada equipment yang kontak dengan produk terbukti secara efektif mengurangi tingkat kontaminasi pada batas yang dapat diterima Validasi Sistem Komputer Bertujuan untuk membuktikan bahwa sistem komputerisasi yang digunakan (hardware dan software) dalam proses pembuatan produk obat sesuai dengan persyaratan CPOB yang berlaku Technical Division Technical division memiliki tiga departemen yaitu Engineering Department, Health and Safety Environment Department, dan General Affairs Department. Struktur dapat dilihat pada Lampiran General Affair Department Departemen ini bertujuan untuk memfasilitasi dan memastikan kelancaran berbagai kegiatan core bussiness dan menjadi support system secara umum di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi General Affair Department dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk sistem pengolahan dan limbah dan pemusnahan obat kembalian berada di bawah Waste and Pest Management Section. Limbah yang dihasilkan setiap hari kurang lebih 85 m3, dengan rincian 75 m3 berasal dari PT. SOHO Industri Pharmasi dan 7-10 m3 berasal dari PT. Ethica. Setiap macam limbah yang dihasilkan akan melalui berbagai macam proses perlakuan hingga akhirnya olahan limbah tersebut menjadi ramah lingkungan. Limbah sendiri terbagi menjadi tiga macam, yaitu limbah domestik, limbah B3 (Berbau, Beracun, Berbahaya), dan limbah cair. Limbah domestik adalah limbah yang tidak berbahaya yang berasal dari kegiatan sehari-hari industri. Limbah domestik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu domestik produksi seperti bahan pengemas dan domestik kegiatan non produksi seperti, limbah kantin, sampah daun, dan kertas bekas. Limbah B3 adalah limbah baik berupa padat maupun cair, yang sifatnya bila tidak dikelola/dimusnahkan dengan tepat

176 52 dapat mencemarkan lingkungan maupun menimbulkan efek yang tidak baik unruk makhluk hidup, atau dapat juga membahayakan, dikarenakan sifatnya yang beracun, reaktif, mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah B3 ditampung di tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3. Secara periodik, limbah tersebut akan dikirim untuk dimusnahkan. Pemusnahan limbah B3 dilaksanakan oleh perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan PT. SOHO Group seperti PT. WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti. Beberapa contoh limbah B3 adalah produk-produk yang telah kadaluarsa, bahan baku atau produk reject dari produksi, sisa cangkang kapsul, solven, reagen, limbah infeksius dari poliklinik, dan lain-lain. Sumber limbah cair yang diolah dibagi menjadi tiga, yaitu limbah domestik (limbah toilet, washtafel), limbah herbal (ekstraksi OT), dan limbah produksi seperti limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi seperti air cucian alat, reagen, dan solven. Limbah betalaktam dari PT. Ethica Industri Farmasi akan ditampung dalam bak buffer sebagai tempat penampungan sementara. Dari bak buffer, limbah tersebut akan dialirkan ke bak reaktor antibiotik dengan menggunakan HCl dan NaOH untuk memecah cincin betalaktam, setelah itu baru dialirkan ke bak ekualisasi anaerob. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Limbah domestik cair akan menuju STP (Sewage Treatment Plant). PT. SOHO memiliki delapan STP tetapi hanya enam yang memenuhi syarat. Dua STP yang lainnya selalu menghasilkan profil limbah yang tidak memenuhi syarat. STP merupakan suatu sistem perlakuan limbah berupa kolam yang tertutup dengan tiga pipa di dalamnya. Aktivitas pengolahan limbah di STP adalah pengadukan, oksigenasi bakteri, dan pembuangan lumpur aktif (bakteri). Tujuan pengolahan limbah di STP ini adalah untuk mengurangi kadar BOD, COD, dan ph air limbah tersebut. Di setiap STP terdapat pump pit untuk mengambil sampel air limbah untuk ditentukan kadar BOD, COD, dan ph. Limbah yang telah memenuhi syarat kemudian akan melalui proses selanjutnya, yaitu proses anaerob. Limbah produksi dan herbal tidak melalui sistem STP, melainkan ditampung dalam suatu bak penampung untuk kemudian diproses secara anaerob. Hal tersebut dilakukan karena bakteri aerob dalam STP tidak mampu menguraikan limbah produksi dan

177 53 herbal. Limbah produksi dan herbal banyak mengandung senyawa yang dapat membunuh bakteri, oleh karena itu limbah tersebut harus diproses secara anaerob terlebih dahulu. Limbah yang telah dialirkan ke bak ekualisasi anaerob kemudian akan dialirkan ke bak anaerob. Bak anaerob berisi bakteri anaerob yang membantu dalam proses pemecahan molekul-molekul yang terkandung dalam limbah menjadi bentuk yang lebih sederhana. Setelah melalui proses anaerob, limbah akan menuju reactor tank, yaitu bak penampungan sebelum limbah masuk ke equalisasi aerob. Dari reactor tank, limbah akan dialirkan ke bak ekualisasi aerob untuk selanjutnya dialirkan ke bak aerob. Keberadaan dua bak aerob dengan tujuan mengantisipasi meluapnya limbah. Dalam bak aerob terdapat aerator untuk mensuplai oksigen bagi bakteri. Dari bak aerob, limbah akan dialirkan menuju bak sedimentasi untuk proses pengendapan lumpur aktif. Proses ini tidak menggunakan koagulan, melainkan limbah murni didiamkan selama beberapa waktu. Limbah tersebut kemudian dialirkan ke bak klorinasi. Dari bak klorinasi, limbah akan dialirkan menuju filter feed sebagai bak penampungan sebelum masuk ke filter tank. Filter tank terdiri dari dua tangki yang terpisah. Satu tangki berisi pasir dan satu tangki lagi berisi karbon aktif. Filter tank bertujuan untuk menyaring air limbah dan mengurangi bau. Setelah melalui filter tank, limbah akan dialirkan menuju bak outlet. Dari bak outlet limbah dibagi menjadi dua aliran, satu aliran menuju ke reservoir tank dan aliran satunya menuju fish pond. Air limbah olahan yang disimpan dalam reservoir tank digunakan untuk keperluan menyiram tanaman disekitar area industri, sedangkan limbah yang dialirkan ke fish pond bertujuan sebagai indikator limbah yang ramah lingkungan sehingga ikan bisa hidup di air limbah olahan tersebut. Fish pond dihubungkan dengan outlet drain berupa bak kecil untuk tempat pengambilan sampel analisis kualitas air limbah oleh QC Engineering Department Struktur organisasi Engineering Department dapat dilihat di Lampiran 11. Departemen ini memiliki tiga sub departemen, yaitu:

178 54 a. Operational Maintenance Sub Department Operational Maintenance Sub Department bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan peralatan operasional. Operational Maintenance Sub Department terbagi menjadi dua, yaitu maintenance section dan utility section. Maintenance section bertanggung jawab terhadap perawatan alat di PT. SOHO Industri Pharmasi dan PT. ETHICA Industri Farmasi. Maintenance section terbagi menjadi maintenance area I yang bertanggung jawab sebagai coordinator di area I (PT SOHO Industri Pharmasi) dan maintenance area II yang bertanggung jawab sebagai coordinator di area 2 (PT. ETHICA Industri Farmasi). Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan. Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan. Dalam melakukan maintenance terdapat 3 form, yaitu preventive check & preventive service form, form serah terima antara Engineering dengan produksi, dan form pembersihan. Pengecekan untuk pemeliharaan mesin dilakukan setiap dua bulan sekali sering disebut sebagai periodic maintenance. Hasil pengecekan didata dalam preventive check and preventive service form. Kerusakan pada mesin produksi harus segera dilaporkan kepada Engineering melalui work order form, dan akan ditindaklanjuti segera oleh Engineering bersamaan dengan itu dilakukan dokumentasi berupa form serah terima. Utility section bertanggungjawab dalam pengoperasian dan perawatan alat- alat penunjang produksi seperti boiler, chiller, genset, kompresor, fire hydrant, pompa air dan limbah. Boiler berfungsi menghasilkan uap air panas dengan suhu tinggi yang sering digunakan untuk produksi. Kompresor digunakan untuk menghasilkan udara bertekanan, kompresor untuk industri farmasi adalah jenis kompresor oil free. Genset berfungsi untuk menghasilkan arus listrik saat listrik mati, genset yang digunakan adalah dua genset masing-masing dengan kekuatan 2000 kva. Alat-alat analisis pada laboratorium R&D, QA dan QC menggunakan penyimpan daya dan stabilizer untuk menjaga kemungkinan listrik PLN padam. Fire hydrant terdapat dalam setiap ruangan, posisinya di atap berbentuk karet bundar putih. Fire hydrant ini akan pecah dan menyala otomatis

179 55 saat ada api. Pengaturan pompa air dan limbah, utility bekerjasama dengan General Affairs untuk mengatur dan mengoperasikannya. Selain perawatan peralatan penunjang, utility section juga bertugas dalam memantau dan merawat ruang mezzanine. Ruang mezzanine adalah ruang yang terdapat di atas ruang yang terlibat dalam pembuatan produksi, ruang mezzanine berisi AHU, pipa hydrant, pipa steam, pipa listrik, pipa air PAM, pipa purified water, dan ducting. Utility section terbagi menjadi empat bagian, yaitu workshop, utility, electrical, dan HVAC and clean media. Workshop bertanggung jawab mengurus perbaikan alat. Utility bertanggung jawab untuk mengoperasikan alat seperti boiler dan operator yang menjalankan bertanggung jawab terhadap alat harus tersertifikasi. Electrical berperan dalam pemantauan dan perawatan perangkat kelistrikan dan berhubungan langsung dengan PLN sebagai penyedia tenaga listrik. Rangkaian listrik untuk pabrik dimulai dari gardu PLN kemudian menuju gardu listrik kecil kemudian menuju ke panel besar yang berada di setiap gedung dan terakhir menuju setiap panel kecil yang berada di ruangan. Tenaga listrik merupakan faktor yang sangat penting untuk produksi, untuk mengatasi keadaan tidak ada tenaga listrik saat mati lampu disediakan dua genset kapasitas 2000 KVA yang dalam waktu lima detik akan segera memenuhi seluruh kebutuhan listrik pabrik. Genset akan mati secara otomatis ketika listrik dari PLN menyala kembali. HVAC and clean media bertanggung jawab terhadap yang berhubungan dengan kebersihan produksi seperti sistem Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC) dan pengolahan purified water. Heating Ventilating Air Conditioning (HVAC)merupakan sistem sirkulasi udara yang mengatur temperatur, kelembaban relatif (RH), dan jumlah partikel. Air Handling Unit (AHU) merupakan suatu perangkat pengolahan udara yang menggunakan prinsip HVAC. Tiga fungsi Utama HVAC yaitu heating, ventilating, dan air conditioning saling berhubungan untuk menghasilkan udara yang berkualitas dalam gedung, mengurangi infiltrasi udara, ventilasi, dan menjaga hubungan tekanan antar ruangan. Prinsip kerja HVAC adalah sebagai berikut, udara luar (fresh air) dan udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam mixing chamber yang

180 56 kemudian disaring menggunaan pre filter G4 (efisiensi 80%) dan medium filter F7 (efisiensi 95%) untuk mengurangi jumlah partikel. Udara kemudian didinginkan dan diturunkan kelembabannya dengan pendinginan oleh cooling coil sebagai hasil pendinginan oleh chiller atau freon. Udara hasil pendinginan melewati heater/steam coil untuk dipanaskan sesuai dengan suhu udara yang dibutuhkan ruangan kemudian didorong oleh motor menuju filter F9 (98%). Udara hasil penyaringan filter F9 akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H13 (99,95%) dan keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipapipa. Udara hasil penyaringan HEPA filter selanjutnya dijadikan udara pasokan untuk ruangan produksi yang dikenal dengan nama supply air. Supply air dari AHU disalurkan melalui ducting menuju ke ruangan dengan melalui lubang supply air yang terdapat di atap ruangan. Udara yang telah dikondisikan dan disaring kemudian masuk ke ruang-ruang produksi melalui supply diffuser baik dengan tipe swirl ataupun grill. Pada ruangan produksi menggunakan aliran udara swirl agar aliran udara langsung menuju low return perforated. Sebelum masuk ke mixing chamber, udara akan melewati temperature dan humidity sensor di mana sensor tersebut akan otomatis mengirimkan sinyal kepada cooling coil untuk mengatur temperatur dan kelembabannya. Skema kerja AHU dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 3.6. Skema kerja AHU

181 57 HEPA merupakan singkatan dari High-Efficiency Particulate Air. Efisiensi HEPA tergantung dari jenisnya. HEPA H13 sanggup menyaring 99,95% dari semua partikel yang lebih besar dari 0,3 mikron. Hal ini berarti untuk setiap partikel yang berukuran lebih besar dari 3 mikron, hanya ada peluang 5 partikel yang lolos dari HEPA. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dan dikendalikan dalam sistem AHU yaitu, yang pertama temperatur ruangan yang harus diatur sedemikian rupa agar persyaratan suhu ruangan untuk kegiatan produksi dapat terpenuhi. Temperatur udara dikondisikan dengan bantuan chiller dan boiler. Chiller berfungsi sebagai pensuplai air dingin pada coil, sedangkan boiler berfungsi sebagai pensuplai air panas pada heater. Kedua adalah Kelembaban relatif ruangan, kelembaban udara adalah parameter kritis bagi produk-produk yang bersifat higroskopis, seperti sediaan effervescent yang membutuhkan RH di bawah 30%. Tingkat kelembaban udara diatur dengan menggunakan dehumidifier. Ketiga yaitu jumlah partikel. Jumlah partikel dalam setiap ruangan berbeda-beda tergantung klasifikasi ruangan. Jumlah partikel dikendalikan oleh beberapa filter yang terdapat pada AHU. Kemudian yang keempat adalah jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan. Jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan akan menentukan tingkat kebersihan ruangan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang. Selanjutnya, selain HVAC, Clean Media Section juga memantau purified water. Tahapan tahapan dalam memproduksi purified water yang pertama adalah Pre-treatment yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan air yang masuk ke dalam sistem Reverse Osmosis (RO). Penggunaan RO atau Electrodeionization (EDI) bertujuan untuk menurunkan konduktivitas dan total kandungan karbon (TOC). Penurunan kesadahan dilakukan dengan agen silika atau kalsium bikarbonat. Feed water merupakan air sumur atau air dari PAM, sedangkan air yang dihasilkan disebut sebagai potable water yang selanjutnya diolah menjadi purified water. Tahapannya adalah klorinasi, Water softening yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kesadahan dengan mengikat ion-ion logam yang terdapat dalam air menggunakan resin penukar ion kation dan negatif, ph treatment yaitu pengecekan sekaligus pengaturan ph yang diinginkan yaitu antara

182 58 5-7, anti scaling untuk mencegah pengendapan CaCO3 dan silika dengan cara memutus ikatan kristal pada senyawa tersebut sehingga tidak membentuk agregat/kristal, deklorinasi untuk menghilangkan kandungan klorin dalam air dengan penambahan sodium metabisulfit atau sinar UV, penyaringan microfiltration dan ultrafiltration, reverse osmosis (RO) yaitu penyaringan cairan dari yang bertekanan rendah ke yang lebih tinggi melewati membran semipermeabel seperti cellulose acetate atau thin film composite (polyamide) sehingga partikel serta kontaminan akan tertahan pada filter, dan terakhir Continous Electrodeionization (CEDI). Pada tahap ini terjadi pertukaran ion kation dan anion secara bersamaan dan terus menerus. Setelah melewati tahap ini konduktivitas air turun dari μs menjadi di bawah 1.3 μs. Purified water disimpan dalam tangki penyimpanan kemudian didistribusikan ke semua ruangan dengan cara dipompa. Alur proses pembuatan purified water dapat dilihat pada Lampiran 12. b. Engineering Planning and Reliability Sub Department Engineering Planning and Reliability Sub Department bertanggung jawab dalam hal perencanaan kegiatan Engineering. Engineering Planning and Reliability Sub Department terbagi menjadi tiga bagian, yaitu warehouse spare part section, engineering planner section, dan automation and calibration section. Warehouse spare part section bertanggung jawab untuk menyimpan setiap peralatan yang digunakan untuk maintenance setiap mesin yang ada. Selain itu, bagian warehouse juga melakukan penyetokan sparepart mesin yang cukup vital dengan tujuan apabila terjadi kerusakan pada mesin, bagian Engineering dapat melakukan perbaikan atau penggantian sparepart tanpa harus menunggu sparepart dari supplier. Engineer planner section bertanggung jawab terhadap perencanaan kegiatan maintenance terhadap semua sarana utama (mesin produksi) dan sarana penunjang. Engineer planner section terbagi menjadi dua, yaitu Engineering Document Control Executive dan Maintenance Planner Executive. Automation and calibration section terbagi menjadi dua, yaitu bagian calibration yang bertanggung jawab terhadap kalibrasi alat di produksi dan bagian mecathronic yang bertanggung jawab menangani alat atau mesin yang bekerja

183 59 secara otomatis serta menangani alat-alat yang berarus lemah. Kalibrasi merupakan suatu proses penetapan hubungan secara berkala antara perangkat pengukuran dan satuan pengukuran untuk memastikan kebenaran pengukuran dan analisis, sedangkan verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang dilakukan terhadap alat ukur untuk mengetahui bahwa alat ukur tersebut secara konsisten manpu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Kalibrasi dilakukan secara berkala terhadap setiap alat pengukuran, sedangkan verifikasi dilakukan setiap hari dan hanya dilakukan pada timbangan saja. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil dari alat dengan alat lain yang sudah terkalibrasi. Suatu kalibrator memiliki akurasi dan resolusi yang tinggi. Setiap peralatan yang digunakan untuk pengukuran hasrus dikalibrasi dan dikalibrasi ulang secara berkala. PT. SOHO memiliki kalibrator untuk setiap peralatan kecuali timbangan. Timbangan akan dikalibrasi ke pihak ketiga. Kalibrator disimpan dalam kondisi sedemikian rupa dengan syarat penyimpanan dengan suhu sebesar 25±3 C, dan RH sebesar 60±10 %. Standar tersebut sesuai dengan standar ISO dan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Metode kalibrasi masing-masing alat berbeda-beda, oleh karena itu dibuat prosedur tetap kalibrasi alat. c. Mechanical Equipment Project Section Mechanical Equipment Project Section bertanggung jawab dalam hal penanganan proyek baru Engineering hingga sebelum dilakukan validasi. Mechanical Equipment Project Section membawahi bagian mechanical desain Health, Safety, and Environmental (HSE) Department SOHO Group berkeinginan untuk meningkatkan dan menjaga standar yang paling tinggi dalam hal keselamatan kerja dari setiap aktivitas perusahaan. Dimanapun kita bekerja dalam kegiatan yang beragam, lingkungan kerja yang aman adalah yang pertama dan utama. HSE adalah suatu departemen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan hidup. Setiap karyawan baru akan mendapatkan pengarahan dari departemen ini. Tujuan dilakukannya pengarahan adalah agar setiap karyawan memahami persyaratan yang berlaku di Soho Group sehingga kecelakaan kerja

184 60 dapat dihindari. Peraturan tersebut dituangkan dalam Petunjuk Umum Keselamatan Kerja Soho Group. Petunjuk-petunjuk yang tertera dalam buku tersebut bersifat tambahan dari Peraturan Perundang-Undangan tentang Keselamatan Kerja yang ada di Republik Indonesia yang berhubungan dengan jenis perkerjaan yang dilakukan. Kesehatan (health) meliputi pelaksanaan medical checkup pada saat bergabung dengan perusahaan dan pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala. Kesehatan sangat penting untuk diperhatikan agar tidak mengganggu kinerja karyawan dalam bekerja yang berakibat pada mutu produk yang dihasilkan. Aspek safety (keselamatan kerja) dilakukan dengan pelatihan yang terkait keselamatan kerja ketika berada di area perusahaan baik visitor maupun karyawan. Karyawan wajib mengikuti pedoman keselamatan pekerja.environment (lingkungan) berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan proses produksi terhadap kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi cemaran ke lingkungan sekitar. Prinsip dari keselamatan kerja adalah kenali lingkungan kerja, pelajari bahaya dan resiko yang mungkin Timbul, kemudian cari cara pencegahannya. HSE menerapkan lima hirarki control secara bertahap, yaitu eliminasi, substitusi, pendekatan teknis, administration control, dan APD (Alat Pelindung Diri). Eliminasi yaitu menghilangkan setiap bahaya dan resiko. Substitusi adalah mengganti aktivitas pekerjaan dengan metode yang lain untuk mengurangi resiko yang ada. Pendekatan teknis yaitu penggunaan alat-alat yang mempermudah pekerjaan dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Administration control adalah melakukan pengawasan, pendampingan, serta pembuatan prosedur tetap. APD yaitu memperlengkapi diri dengan pelindung seperti jas lab, goggle, sarung tangan, masker ketika diperlukan Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi PT. SOHO Industri Pharmasi berlokasi di Jl. Pulogadung No.6, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta. Di lokasi ini, SOHO Group memiliki area untuk Manufacturing yang terdiri dari gedung 2, gedung 3, gedung Obat Tradisional (OT). Area manufacturing tersebut berada di komplek PG6 kawasan industri

185 61 Pulogadung. Ruangan produksi sendiri terbagi menjadi 3 yaitu area yang terdapat di gedung 2, gedung 3 dan gedung OT. Pembagian ruangan masing-masing adalah sebagai berikut: Ruangan Produksi di Gedung 2 Ruang produksi di gedung 2 terdiri dari ruang timbang (weighing room) dan ruang produksi sediaan liquid. Ruang timbang terdiri dari ruang timbang solid, ruang timbang liquid, buffer room, staging before weighing room, staging after weighing room, ruang penyimpanan peralatan timbang. Ruang produksi sediaan liquid terdiri dari ruang blowing botol, ruang mixing, ruang fillingpackaging primer, ruang packaging sekunder, ruang In Process Control (IPC) liquid, ruang penyimpanan peralatan liquid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, Work In Process (WIP) room, ruang cuci, ruang supervisor dan administrasi Ruangan Produksi di Gedung 3 Ruang produksi yang terletak di gedung 3 terdiri dari ruang ganti sepatu dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan solid dan ruang supervisor dan administrasi. Untuk ruang produksi sediaan solid terdiri dari ruang mixing, ruang tabletting, ruang coating, ruang filling kapsul, ruang packaging primer, ruang printing, ruang packaging sekunder, ruang penyimpanan cangkang kapsul, ruang penyimpanan peralatan solid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, ruang IPC tablet, ruang IPC mixing, WIP room, ruang cuci Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) Ruang produksi yang terletak di gedung OT terdiri dari ruang ganti sepatu dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan likuid dan ruang supervisor dan administrasi. Untuk ruang produksi sediaan likuid terdiri dari ruang penghalusan bahan, ruang pengeringan, ruang ekstraksi, ruang granulasi, ruang pengemasan primer, ruang IPC, WIP room, dan ruang cuci. Ruang produksi di atas menjadi dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu kelas E dan kelas F. Ruang kelas E digunakan untuk produksi sediaan non steril

186 62 yang ditujukan untuk penggunaan oral dan pengemasan primer, sedangkan kelas F digunakan untuk ruang pengemasan sekunder Bangunan dan Fasilitas Serta Sarana Penunjang Bangunan di SOHO Group didesain sedemikian rupa untuk dapat menjamin kualitas produk, begitu juga dengan fasilitas serta sarana penunjang Desain Pabrik Ruang penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu berada di ruang terpisah satu sama lain. Area produksi memiliki beberapa ruang untuk penimbangan, mixing, granulating, tableting, coating, dan packaging dan terpisah satu sama lain. Selain itu, peralatan yang digunakan di ruang produksi tersebut terdiri dari beberapa jenis alat dengan kapasitas yang berbeda-beda, hal ini memungkinkan beberapa produk diproduksi dalam waktu bersamaan. Permukaan dinding dan lantai untuk area Manufacturing dilapisi dengan cat epoksi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak berpori, tahan terhadap bahan kimia, mudah dibersihkan, dan mudah dibilas dengan air. Pertemuan antara dinding dengan lantai dibuat sedemikian rupa sehingga menghindari adanya sudut (curving). Kemungkinan terdapatnya celah antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu serta pipa harus dihindari untuk mengurangi kontaminasi.salah satu caranya dengan menggunakan sealant atau dengan mendesain pemasangannya sedemikian rupa Sistem pengolahan air Air yang digunakan untuk kegiatan produksi ada dua macam, yaitu potable water dan purified water. Potable water diperoleh dari air PAM ditampung di tangki penampungan dan telah mengalami proses filtrasi menggunakan pasir dan karbon filter. Potable water digunakan untuk keperluan pembersihan, aktivitas kantin, dan juga sebagai raw water untuk diolah menjadi purified water. Proses pengolahan purified water (PW) terdiri dari tahap

187 63 pretreatment, reverse osmosis (RO), dan distribution. Pretreatment merupakan proses awal untuk mengolah potable water sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk proses pengolahan selanjutnya Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC) Sistem pengaturan tata udara (Air Handling Unit) dalam ruang produksi menggunakan sistem Heating, Ventillating, and Air Conditioning (HVAC). Sistem HVAC berada di bawah tanggung jawab bagian Engineering Department. Udara yang digunakan berasal dari campuran antara udara sirkulasi dan udara segar. Campuran udara ini akan mengalami filtrasi melalui filter dengan efisiensi kecil hingga besar. Selain itu, mengalami pendinginan dan pemanasan udara untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan. Parameter kritis yang diatur dari sistem tata udara adalah kelembaban relatif (RH), temperatur, partikel, dan tekanan udara. Setiap parameter tersebut diatur dan dikendalikan sesuai dengan kebutuhan setiap ruangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki beberapa sistem untuk pengolahan limbah baik cair maupun padat. IPAL atau Waste Water Treatment Plant (WWTP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengolah limbah cair dari kegiatan produksi dan kegiatan sehari-hari di industri. PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki sistem pengolahan limbah domestik, limbah produksi non- betalaktam, dan limbah produksi betalaktam. Kegiatan pengolahan limbah akhir masih dilakukan di dua area terpisah untuk proses aerob dan anaerob. Namun, saat ini sedang dilakukan pembangunan untuk satu area pengolahan limbah yang terpusat agar lebih efisien. Untuk pemusnahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), PT. SOHO Industri Pharmasi bekerjasama dengan PT. WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti Pengelolaan dan pengendalian Hama Pengelolaan dan Pengendalian Hama di PT. SOHO bekerja sama dengan PT. Aardwolf Pestkare. Hama yang dikendalikan antara lain tikus, semut, cicak, lalat, nyamuk, rayap, dan kecoa. Upaya pengendalian dan pembasmian hama tersebut harus dilakukan oleh industri farmasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi atau kerusakan produk akibat aktivitas hama-hama

188 64 tersebut. Seluruh bahan kimia yang digunakan untuk pest control harus mendapat persetujuan dari Departemen Quality Assurance (QA) SOHO Group. Seluruh temuan di area produksi harus segera dilaporkan ke pihak terkait dan Quality Operation Division Head (QO Div. Head).

189 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. SOHO Industri Pharmasi merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar dan termasuk dalam sepuluh besar industri farmasi dalam negeri dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang cukup sukses diantara industri-industri yang memproduksi obat-obat ethical, OTC, dan food supplement yang ada di Indonesia. PT. SOHO Industri Pharmasi bergabung dengan PT. ETHICA Industri Farmasi untuk membentuk SOHO Group Manajemen Mutu PT.SOHO Industri Pharmasi telah menjalankan manajemen mutu sesuai dengan petunjuk CPOB. Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasilnya akhirnya saja, tetapi terus dipantau disetiap tahapan proses produksi. Sistem manajemen mutu yang diterapkan di PT. SOHO Industri Pharmasi disebut dengan Quality Operational (QO). QO dibagi menjadi dua bagian, yaitu Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Aktifitas QA yang terdapat dalam SOHO Group sudah sejalan dengan prinsip CPOB. Pemenuhan CPOB terus ditingkatkan oleh SOHO Group di setiap aspek pabrik dalam rangka peningkatan kualitas produk yang dihasilkan Personalia Personalia PT.SOHO Industri Pharmasi sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh CPOB, dimana untuk Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu dipimpin oleh seorang Apoteker. Di dalam menjalankan kegiatannya, industri farmasi harus memiliki struktur organisasi yang jelas dan deskripsi tugas yang jelas pula. Untuk kegiatan manufaktur, PT. SOHO Industri Pharmasi terbagi dalam beberapa divisi/departemen, yaitu Quality Operation Divison, Production Division, Technical Division, Validation and Documentation Department, Supply Chain Division, Finance Department, dan Human Resource Department. 65

190 66 Industri farmasi harus memiliki sebuah system untuk mengontrol dan mengawasi kualitas dari obat atau produk tersebut. QO (Quality Operation) Divisiosn Head berperan dalam mengontrol dan memastikan semua hal yang berkaitan dengan operasional dan mutu obat terjamin. QO membawahi QA (Quality Assurance) dan QC (Quality Control). Dalam hal ini QA berperan merupakan suatu system untuk mengawasi mutu dari suatu produk obat. QA Dept Head membawahi Quality Compliance, Quality Monitoring (QM), dan Quality Support. Quality Compliance menangani registrasi produk, mendata PQR (Product Quality Review), dan melakukan follow up terhadap stabilitas produk. QM berperan dalam monitoring produk dan mengawasi semua hal yang berhubungan dengan produk obat, seperti dengan menggunakan system CAPA, menangani LUP (Lembar Usulan Perubahan), menangani deviasi, contoh pertinggal, menangani keluhan terhadap produk dan juga menangani obat kembalian. Quality Support berperan dalam membantu hal-hal yang berkaitan dengan mutu produk, seperti menangani validasi dan kalibrasi. Departemen QA juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi. Untuk pelulusan obat jadi, dilakukan oleh tiga orang apoteker dari penanggung jawab produksi, QC, dan QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam meningkatkan kinerja SDM nya, PT.SOHO Industri Pharmasi mengadakan training yang disesuaikan dengan kebutuhan SDM dan kebutuhan perusahaan, seperti training cara pengemasan yang baik training cara sortir yang baik, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat training dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi Bangunan dan Fasilitas CPOB mempersyaratkan lokasi bangunan untuk menghindari perencanaan lingkungan disekelilingnya, seperti perencanaan udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan, atau jika tidak memungkinkan harus dilaksanakan tindakan yang mencegah terjadinya pencemaran, PT. SOHO

191 67 Industri Pharmasi berusaha untuk memenuhi persyaratan CPOB, yang ditunjukan dengan lokasi perusahaan yang berada dikawasan industri pulogadung sehingga meminimalkan pencemaran ke area hunian penduduk. Bangunan dalam PT. SOHO Industri Pharmasi telah memenuhi kriteria CPOB. Untuk memudahkan pembersihan dan mencegah perembesan air maka dinding lantai dan atap ruangan produksi dilapisi epoxy, lapisan epoxy bersifat kedap air, licin dan tahan goresan logam atau roda sehingga mudah dibersihkan. Tiap sudut ruangan produksi dibuat melengkung mudah dibersihkan. Selain itu ruangan produksi dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar sesuai untuk proses produksi. Ruangan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokan menjadi beberapa ruangan seperti ruang penimbangan, ruang pengolahan, ruang pencetakan, ruang penyalutan, ruang IPC, dan ruang pengemasan. Selain ruangruang tersebut PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki ruangan produksi untuk sediaan liquid dan semi liquid. Ruangan produksi tersebut berada in-line sehingga memperlancar proses produksi, ruangan produksi juga langsung berhubungan dengan pengemas black sehingga proses pengemasan sekunder dapat langsung dilaksanakan. Laboratorium pengawasan mutu juga telah memenuhi persyaratan CPOB. Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan dibuat area tersendiri untuk lab mikrobiologi. Dilaboratorium tersebut telah tersedia lemari atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen; acid chambers; ruang cuci peralatan laboratorium; dan emergency aid. Ruang untuk instrumen telah dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran. Terdapat pula gedung kesehatan atau yang biasa disebut poli, hal ini untuk memudahkan karyawan yang sedang sakit untuk segera mendapatkan perawatan. Terdapat juga ruang untuk ibu menyusui Peralatan Peralatan yang dimiliki oleh PT. SOHO Industri Pharmasi telah memenuhi persyaratan CPOB, yaitu permukaan alat dilapisi oleh suatu lapisan

192 68 inert atau alat yang terbuat dari bahan yang bersifat inert, pembersihan dilakukan sesuai dengan protap dan disimpan dalam kondisi kering dan bersih. Peralatan atau mesin-mesin produksi ditempatkan pada ruangan-ruangan produksi berdasarkan pengunaan mesin tersebut. Tiap-tiap ruangan hanya digunakan untuk satu mesin, sehingga masih memungkinkan space yang cukup bagi operator. Pemeliharaan alat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen produksi, departemen engineering, dan departemen QA. Departemen produksi bertangung jawab pada pembersihan dan pengatasan problem ringan saat proses produksi. Departemen engineering bertanggung jawab untuk menjaga performa mesin, kalibrasi dan validasi mesin dilakukan secara berkala, serta dalam pengatasan masalah yang cukup serius. Penjagaan performa mesin meliputi pemilihan jenis pelumas dan servis berkala. Sedangkan kalibrasi mesin dilakukan secara berkala sesuai dengan protap yang telah disusun. Departemen QA pada divisi Quality Support System melakukan kalibrasi pada peralatan yang terdapat dalam bagian QA dan QC. Mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau etiket mengenai status mesin. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan etiket yang berwarna hijau, sedangkan untuk mesin-mesin yang rusak mereka ditandai dengan etiket yang berwarna merah. Jika departemen engineering tidak bisa mengatasi kerusakan mesin maka untuk perbaikan diserahkan pada suplier. Disamping mesin juga terdapat protap penggunaan mesin tersebut, hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan pengoperasian mesin tersebut Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene merupakan aspek yang sangat menentukan mutu produk. Karyawan atau tamu tidak boleh beraktifitas jika menderita luka terbuka ataupun menderita penyakit kulit dan influenza. Wajib hand-higiene diterapkan bagi seluruh karyawan, terutama karyawan yang langsung berhubungan dengan produk. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menyediakan sarana untuk mencuci tangan untuk setiap bagian. Makanan hanya boleh ditempatkan di kafetaria dan pantry pada setiap departemen. Pada departemen QO minum hanya boleh dilakukan di ruang minum (drinking area).

193 69 Sanitasi bangunan dan fasilitas dilakukan setiap hari. Sanitasi ruangan produksi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen GA dan departemen produksi. Setelah proses produksi selesai maka operator wajib membersihkan alat atau mesin sesuai dengan protap pembersihan dan melakukan sanitasi ruangan. Sedangkan departemen GA bertanggung jawab dalam pembersihan lantai koridor ruangan produksi dan mengelap dinding ruangan produksi secara berkala. Pembersihan dilakukan sesuai dengan protap yang berlaku. PT.SOHO Industri Pharmasi menyediakan toilet dalam jumlah yang memadai dan terpisah dari area kerja karyawan. Toilet tersebut dilengkapi dengan tisu, sabun dan pengering tangan Produksi SOHO Group terdiri dari 2 perusahaan besar, yaitu PT. ETHICA Industri Farmasi atau yang biasa dikenal dengan SCEP (Sterile, Cephaloasporin, Extraction Production) dan PT. SOHO Industri Pharmasi yang dikenal dengan NSP (Non-Sterile Production). PT. SOHO Industri Pharmasi memproduksi sediaan solid, liquid, dan semi solid yang tidak bersifat steril, sedangkan PT. ETHICA Industri Farmasi memproduksi sediaan steril seperti injeksi. Semua kegiatan produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yangsesuai dengan kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB. Ruang produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokkan berdasarkan proses pengerjaan yang dilakukan. seperti ruang penimbangan, ruang mixing, dan lain-lain. Ruangan produksi tersebut berada in-line tujuannya untuk mempermudah proses produksi dan biasanya ruangan-ruangan tersebut berisi alat yang in-line misalnya ada satu ruangan yang berisikan supermixer, FBD, dan granulator. Peralatan tersebut dibuat secara in-line untuk mempercepat proses produksi sehingga memperlancar proses produksi. Masing-masing ruangan produksi tidak memproduksi 2 produk yang berbeda. Dipintu bagian depan ruangan tersebut terdapat kertas yang bertuliskan nama produk yang sedang diproduksi. Jika produk yang berbeda tetapi diproduksi dengan menggunakan mesin yang sama maka akan diproduksi secara bergantian yaitu

194 70 setelah satu produk selesai, mesin dan ruangan harus dibersihkan dahulu dan dicek oleh supervisor baru kemudian dilanjutkan dengan produk yang lain.selain itu, ruangan produksi memiliki airlock sebagai ruang antara, yang membatasi ruang produksi dan lingkungan luar. Pada setiap proses produksi terdapat tahap-tahap yang harus diperiksa untuk menguji apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah dipersyaratkan, atau yang disebut dengan In Process Control (IPC). IPC dilakukan pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk sediaan solid IPC yang dilakukan umunya meliputi: pemerian, kode penandaan, bobot, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk sediaan liquid, IPC yang dilakukan meliputi: pemerian, berat jenis, dan ph. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh bagian Quality Control. Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut dapat di-release ke pasaran Pengawasan Mutu (Quality Control) Pengawasan mutu diperlukan dalam memastikan kualitas dari suatu produk. Pengawasan mutu yang dilakukan dilakukan dari bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi, produk jadi, serta mikrobiologi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bagian pengawasan mutu atau Quality Control (QC) berada dibawah QO. QC juga merupakan bagian yang penting dalam memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Aktivitas QC tidak terbatas hanya pada kegiatan laboratorium saja, tetapi juga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan mutu produk. QC memiliki laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia, laboratorium instrument yang dilengkapi dengan alat-alat yang dapat membantu pemeriksaan biologi, fisika, dankimia. Laboratorium mikrobiologi memeriksa apakah terdapar kontaminasi pada bahan baku, bahan kemas, atau pada produk jadi. Laboratorium kimia melakukan identifikasi bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi untuk melihat apakah bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah

195 71 dipersyaratkan. Laboratorium instrument berisi alat atau instrument yang digunakan untuk analisa kuantitatif. Selain itu,di lab ini juga dilakukan pengujian terhadap metode untuk validasi metode analisa. Instrumen yang ada di lab QC selalu dikalibrasi secara rutin dan berkala,seperti kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian. Jadwal kalibrasi tersebut dibuat oleh Quality Support Section Head. Secara garis besar QC telah sejalan dengan prinsip CPOB Inspeksi Diri dan Audit Mutu PT. SOHO Industri Pharmasi melaksanakan program inspeksi diri melalui departemen QA khususnya seksi QM (QualityMonitoring) seksi ini bertanggung jawab dalam memonitor kualitas obat. Inspeksi juga dilakukan pada departemen lain yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi. Inspkesi diri dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mutu produk, personalia dan lingkungan secara keseluruhan. Inspeksi diri yang dilakukan terdiri dari berbagai aspek CPOB, diantaranya karyawan; bangunan dan fasilitas; penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi; produksi dan pengemasan; pengawasan mutu; dokumentasi; dan house keeping (kebersihan peralatan, lingkungan, dan ruangan). Dareah yang diinspeksi meliputi gudang; semua area produksi; QA dan QC; R & D; Engineering; dan tempat penyimpanan dokumen. QM juga melakukan audit internal dan audit eksternal. Audit internal dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau kesesuaian antara kenyataan dilapangan dengan persyaratan perusahaan. Audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar seperti pabrik yang membuat produknya di PT. SOHO Industri Pharmasi dan dari BPOM Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Pentingnya mutu suatu produk obat dewasa ini telah mendorong berbagai industri farmasi untuk meningkatkan kualitas perusahaannya masing-masing. Begitu pentingnya mutu sehingga untuk menjamin mutu suatu produk, maka

196 72 setiap perusahaan harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) secara konsisten dalam seluruh aspek rangkaian kegiatan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. (Badan POM RI, 2006). Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pasien, sebagaimana di tentukan oleh suatu perusahaan seperti PT. SOHO Industri Pharmasi. Suatu perusahaan tentunya harus memperhatikan feedback dari pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Kita dapat mengetahui nilai kepuasan pelanggan dengan melihat keluhan dari pelanggan, statistic competitor, atau melalui survey kepuasan pelanggan (Hoyle, David. 2001). PT. SOHO Industri Pharmasi selalu menjaga kepuasan pelanggan melalui Departemen QA (Quality Assurance) khususnya QM (Quality Monitoring) dengan melakukan pemantauan dan investigasi terhadap keluhan yang terjadi pada produknya. Pemantauan dan investigasi ini bertujuan untuk mencegah keluhan yang sama terulang kembali dan mencegah terjadinya keluhan. Penarikan kembali obat jadi atau yang biasa yang disebut dengan recall dilakukan apabila terdapat instruksi dari dari BPOM, hal ini terkait dengan ditemukannya kandungan atau senyawa yang dapat membahayakan konsumen. Jika terdapat obat recall maka akan dilakukan investigasi dan penelitian untuk dapat memastikan kebenaran alasan obat ditarik. Penarikan keseluruhan obat, hanya dilakukan jika terdapat reaksi farmakologi yang merugikan sebagai akibat paparan obat tersebut. Obat recall tersebut kemudian diolah ulang atau dapat langsung dimusnahkan yang disaksikan oleh saksi dari perusahaan maupun dari lembaga pemerintahan terkait. Obat kembalian merupakan obat jadi yang telah didistribusikan ke apotek, rumah sakit atau distributor-distributor lainnya yang dikembalikan ke perusahaan karena keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan maupun sebab lain mengenai kondisi obat,wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas dan mutu obat yang bersangkutan. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menetapkan prosedur penanganan obat kembalian yaitu dilakukan investigasi alasan mengapa obat dikembalikan dan menganalisa kelayakan obat

197 73 tersebut untuk diproses ulang Dokumentasi PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki departemen sendiri yang bertugas mengelola dokumen yang terdapat di SOHO Group. Validation and Documentation Department (VDD) merupakan departemen yang bertanggun gjawab dalam mengelola dan menjaga dokumen. VDD merupakan pusat segala dokumen, VDD menyimpan master batch record, semua SOP, mendata semua nomor surat yang keluar PT. SOHO Industri Pharmasi, dan lain-lain. SOP (Standard of Procedure) di lakukan review setiap 3 tahun. Dokumen disimpan dengan sistem inventarisasi yang memudahkan pengawasan dan penelusuran dokumen. Selain dokumentasi secara manual, dokumentasi juga dilakukan dengan mengunakan sistem IFS yang dapat dijangkau oleh setiap tenaga kerja yang berkompeten. Setiap dokumen yang memerlukan pencatatan dilakukan: a. Pencatatan dengan bolpoint tinta biru yang tidak mudah luntur, hal ini bertujuan untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan; b. Tulisan terbaca, rapi dan mudah dimengerti; c. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda, langsung pada tujuan; d. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk; e. Semua entries/bagian dokumen yang perlu ditulis tangan dilengkapi, tidak boleh ada bagian yang kosong. Bagian yang kosong dicoret menyilang seperti huruf Z dan diberi paraf dan tanggal pengisian dokumen; f. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N.A; g. Koreksi dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah dengan satu garis lurus, diberi paraf, diberi tanggal, dan ditulis data yang benar tepat disamping data yang salah. h. Setiap dokumen yang memerlukan perubahan harus disertai dengan change request berupa Laporan Usulan Perubahan (LUP) Kualifikasi dan Validasi Kegiatan kualifikasi dan validasi yang dilakukan PT. SOHO

198 74 Industri Pharmasi meliputi kualifikasi peralatan, kualifikasi bangunan dan fasilitas, kualifikasi infrastruktur, validasi proses produksi, validasi cara pembersihan, validasi metode analisa, serta verifikasi peralatan dan infrastruktur. Aktifitas kualifikasi dan validasi dilakukan oleh Validation and Documentation Department (VDD). Kualifikasi yang dilakukan terdiri dari Design Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system, Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system, dan Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system. Dan validasi yang dilakukan adalah Validasi Proses, Validasi Pembersihan, dan Validasi Sistem Komputer.

199 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat disimpulkan bahwa: PTSOHO Industri Farmasi telah menerapkan pedoman CPOB dan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting yaitu, menjadi personil kunci sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. 5.2 Saran Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB Memastikan semua bagian melakukan tugasnya dengan baik untuk meningkatkan kualitas SDM dan produknya. 75

200 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Company Profile PT. ETHICA Industri Farmasi Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul WIB. Company Profile PT. Parit Padang Global Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul WIB. Company Profile PT. SOHO Industri Pharmasi Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul WIB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. PT. SOHO Industri Farmasi. Orientation Program SOHO Group Value For Health. Jakarta: PT. SOHO Industri Pharmasi. 76

201 LAMPIRAN 77

202 78 Lampiran 1. Struktur Organisasi SOHO Group

203 79 Lampiran 2. Struktur organisasi Research & Development Division

204 80 Lampiran3. Struktur organisasi Quality Operation Division

205 81 Lampiran4. Struktur organisasi Quality Assurance Department

206 82 Lampiran 5. Struktur organisasi SOHO Quality Control Department

207 83 Lampiran6. Struktur organisasi Quality Control Ethica Department

208 84 Lampiran7. Struktur organisasi Production Division

209 85 Lampiran8. Struktur organisasi Supply Chain Management Division

210 86 Lampiran9. Struktur organisasi Validation and Documentation Department

211 87 Lampiran10. Struktur organisasi Technical Division

212 88 Lampiran11. Struktur organisasi Engineering Department

213 89 Lampiran 12. Skema Alur Pembuatan Purified Water

214 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO.6, JAKARTA PERIODE 12 JULI 31 AGUSTUS 2012 UJI STABILITAS CIPROFLOXACIN 500 MG KAPLET ANITA HASAN, S. FARM ANGKATAN LXXV FAKULTAS FARMASI PROGRAMPROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

215 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR TABEL.... DAFTAR LAMPIRAN.... i ii iii iv v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tujuan Uji Stabilitas Uji Tekanan (Stress Testing) Pemilihan Bets Sistem Penutup Wadah Frekuensi Pengujian Kondisi Penyimpanan BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Lokasi Metode Pengkajian BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ii

216 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas... 5 Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang Penyimpanannya di Lemari Pendingin... 5 Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang Penyimpanannya di Lemari Es... 5 Tabel 2.4 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO Industri Pharmasi... 6 Tabel 4.1 Persyaratan Spesifikasi Hasil Analisa Ciprofloxacin 500 mg Kaplet... 9 Tabel 4.2 Data Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet Tabel 4.3 Data Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet Tabel 4.4 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Ciprofloxacin Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet iii

217 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Grafik Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet Gambar 4.2 Grafik Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet Gambar 4.3 Grafik Hasil Pemeriksaan Kadar Pada Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet iv

218 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Stabilitas Real Time v

219 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan secara tidak baik tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang terkendali dan dipantau secara cermat. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan dapat dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.(bpom,2006) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunaanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di setiap Departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara manyeluruh dan diterapkan secara benar.(bpom,2006) Uji stabilitas termasuk dalam kegiatan pengawasan mutu yang merupakan salah satu aspek yang masuk dalam CPOB. Uji stabilitas dimaksudkan untuk 1

220 2 menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di pasaran. Studi Stabilitas produk yang beredar, dibedakan antara lain: Uji stabilitas untuk produk yang beredar dengan didukung data Pengkajian Produk Tahunan (Annual Product Review), kondisi penyimpanan sampel sesuai dengan yang disyaratkan (on going stability), Studi kelanjutan (Follow Up Study (FUS)), In-use stability untuk produk yang direkonstitusi dan study survaillence. (BPOM,2006). Pada tugas khusus ini akan dibahas mengenai uji stabilitas produk Ciprofloxacin 500 mg kaplet yang di produksi oleh PT. SOHO Industri Pharmasi. 2.1 Tujuan a. Memahami peran dokumentasi yang baik dalam uji stabilitas yang terdapat di PT. SOHO Industri Pharmasi. b. Memberikan dokumentasi dengan derajat kepercayaan yang tinggi bahwa uji stabilitas pada Ciprofloxacin 500 mg kaplet dilakukan berdasarkan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)

221 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tujuan Uji Stabilitas Dengan uji stabilitas dapat diperoleh informasi mengenai kualitas senyawa obat atau produk obat terhadap waktu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, kelembapan, dan cahaya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan formulasi obat, menentukan jangka waktu stabilitas obat untuk mencari waktu masa simpan produk obat, untuk menetapkan waktu pengujian ulang, dan untuk mengantisipasi perlakuan yang ekstrim (ICH Q1A) Uji Tekanan (Stress testing) Uji tekanan (stress testing) dari produk obat bertujuan untuk mengidentifikasi degradasi produk, untuk menemukan jalur degradasi obat dan kestabilan dari molekul, dan juga pemastian stabilitas bertujuan untuk memastikan kekuatan dari prosedur analisis yang digunakan. Jenis uji tekanan yang diberikan bervariasi pada senyawa obat dan produk obat itu sendiri. Stress testing diberlakukan pada setiap bets pada produk obat, salah satunya harus dimasukkan efek temperature {suhu diatur setiap kelipatan 10 o C (contoh: 50 o C, 60 o C, dst.) diatas itu digunakan untuk uji percepatan} dan kelembaban (contoh : 75% RH atau lebih) dimana dapat terjadi oksidasi dan fotolisis dari senyawa obat. Uji harus selalu dievaluasi terhadap adanya kemungkinan terjadinya senyawa terhidrolisis karena perubahan range ph yang luas seperti ketika senyawa dilarutkan atau dibuat suspensi. (ICH Q1A) Pemeriksaan degradasi produk dalam kondisi tekanan berguna untuk mengetahui jalur degradasi, juga membuat dan memvalidasi prosedur analisis yang terbaik. Tetapi tidak diharuskan untuk memeriksa secara spesifik degradasi produk apabila degradasi tersebut tidak ditemukan pada kondisi dibawah uji percepatan atau uji jangka panjang. 3

222 Pemilihan Bets Data formal dari uji stabilitas harus menyediakan paling sedikit 3 bets primer senyawa. Bets harus di produksi dalam skala produksi pilot terkecil dengan kondisi sintetik yang sama dengan metode produksi skala besar. Informasi yang diberikan dari studi stabilitas formal tersebut harus dapat mewakilkan kualitas dari material yang dibuat dalam skala produksi Sistem Penutup Wadah Uji stabilitas harus dapat menciptakan kondisi yang menyerupai kondisi obat saat disimpan dalam wadahnya dan juga disimulasikan kondisi pengepakan untuk penyimpanan maupun distribusinya Frekuensi Pengujian Untuk uji jangka panjang, frekuensi pengujian harus disesuaikan untuk membuat profil dari senyawa obat. Untuk senyawa obat dengan tujuan setidaknya 12 bulan, maka frekuensi pengujian jangka panjang stabilitas penyimpanan harus dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, dan setiap 6 bulan untuk tahun ke dua Kondisi Penyimpanan Secara umum, senyawa obat harus dievaluasi dalam kondisi penyimpanan (dengan toleransi tertentu) yang stabil terhadap suhu dan, bila memungkinkan juga terhadap kelembapan. Kondisi penyimpanan dan panjang studi yang dilakukan harus dapat memenuhi seluruh kondisi penyimpanan, pengiriman, dan saat digunakan. Uji jangka panjang harus memenuhi durasi 12 bulan setidaknya tiga bets dilakukan pada waktu submission dan harus dilanjutkan pada jangka waktu yang diperlukan untuk memenuhi seluruh periode pengujian. Data yang diperoleh dari kondisi penyimpanan untuk uji dipercepat atau uji jangka menengah dapat digunakan untuk evaluasi efek dari pengerjaan produk

223 5 diluar kondisi penyimpanan seharusnya yang terjadi hanya sementara waktu (seperti yang dilakukan pada saat pengiriman). Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas (ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product, 2007) Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian Jangka panjang 25 o C ± 2 o C/60% RH ± 5% atau 30 o C ± 2 o C/75% RH ± 5% 12 bulan Jangka menengah 30 o C ± 2 o C/75% RH ± 5% 6 bulan Dipercepat 40 o C ± 2 o C/75% RH ± 5% 6 bulan Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang Penyimpanannya Di Lemari pendingin (ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product, 2007) Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian Jangka panjang 5 o C ± 3 o C 12 bulan Dipercepat 25 o C ± 2 o C/60% RH ± 5% 6 bulan Apabila terjadi perubahan besar antara bulan ke 3 dan ke 6 untuk pengujian dalam kondisi dipercepat, maka data yang digunakan harus berdasarkan uji jangka panjang (real time). Bila terjadi perubahan besar pada data 3 bulan awal untuk uji dipercepat, maka efek dari kondisi penyimpanan di luar kondisi penyimpanan yang tertera di label harus sangat diperhatikan (contohnya saat pengiriman dan penerimaan barang). Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang Penyimpanannya Di Lemari Es. (ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product, 2007). Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian Jangka panjang -20 o C ± 5 o C 12 bulan Untuk senyawa yg disimpan dalam lemari es, waktu pengujian harus berdasarkan waktu sebenarnya (uji jangka panjang). Karena tidak adanya uji stabilitas dipercepat, maka harus dilakukan uji pada satu bets pada temperature

224 6 yang ditingkatkan (contoh: 5 o C ± 3 o C atau 25 o C ± 2 o C) untuk memperkirakan efek yang terjadi selama pengerjaan jangka pendek yang diluar kondisi penyimpanan pada label (contoh : saat pengiriman dan penyerahan). Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas di PT. SOHO Industri pharmasi adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Kondisi Penyimpana Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO Industri Pharmasi Suhu penyimpanan yang tertera pada kemasan produk 30 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% 25 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% Uji Kondisi penyimpanan Real Time 30 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% Accelerated 40 o C ± 2 o C; Real Intermediate Real Time Time jangka panjang 75 % RH ±5% 30 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% 25 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% Accelerated 40 o C ± 2 o C; 75 % RH ±5% Waktu pengujian 0,3,6,9,12,18,24 (bulan),...daluarsa+1 tahun 0,3,6 (bulan) 0,3,6,9,12,18,24 (bulan),...daluarsa+1 tahun 0,3,6,9,12,18,24 (bulan),...daluarsa+1 tahun 0,3,6 (bulan) 2-8 o C Real Time 2-8 o C 0,3,6,9,12,18,24 Accalerated 25 o C ± 2 o C; 60% RH ±5% (bulan),...daluarsa+1 tahun 0,3,6 (bulan)

225 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Pengambilan data dan penulisan dilakukan dari tanggal 12 Juli sampai 31 Agustus 2012 di Quality Assurance Department PT. SOHO Industri Pharmasi. 3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam mengkaji Lembar Data Awal Produk Jadi di PT. SOHO Industri Pharmasi adalah melalui penelusuran literatur dan penilaian berkas data stabilitas. 7

226 BAB 4 PEMBAHASAN Uji stabilitas ini dilakukan sebagai evaluasi rutin untuk produk Ciprofloxacin 500 mg kaplet untuk menjaga mutu obat dalam jangka waktu daluarsa yang telah ditentukan, oleh karena itu dilakukan secara teratur sesuai dengan kondisi penyimpanan yang ditetapkan serta untuk mengevaluasi pengaruh dari variasi-variasi dan perubahan-perubahan terhadap stabilitas produk. FUS (Follow Up Study) Ciprofloxacin 500 mg kaplet, dilakukan pada tahun pertama sampai tahun daluarsa + 1 tahun. Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan fisika dan kimia meliputi pemerian, waktu hancur dan penetapan kadar dari sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet. Sample stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet diambil bersama-sama dengan contoh pertinggal oleh petugas IPC sesuai kebutuhan jumlah pemeriksaan dan diberi cap uji stabilitas. Sample tersebut diserahterimakan kepada Quality Compliace Executive untuk didata dan diperiksa kesesuaiannya kemudian disimpan selama waktu daluarsa+1 tahun di ruang stabilitas pada kondisi penyimpanan 30 o C ± 2 o C/75% RH ± 5%. Sisa sample analisa harus dikembalikan ke ruang stabilitas selambat-lambatnya dua minggu setelah dikeluarkan untuk analisa atau dimusnahkan bila memang sudah tidak bisa digunakan. Data rekap FUS (Follow Up Study) per produk yang paling baru akan di print sebagai data pendukung untuk registrasi. Hasil Follow Up stabilitas ada yang memenuhi persyaratan dan ada yang tidak memenuhi persyaratan. Bila hasil Follow Up study memenuhi persyaratan sampai dengan daluarsa+1 tahun, sebanyak minimal 3 batch maka hasil Follow Up study dilaporkan ke Quality Operational untuk tinjauan penambahan masa daluarsa. Jika hasil Follow Up study tidak memenuhi persyaratan maka analis yang melakukan pemeriksaan terhadap sampel stabilitas mengisi form penyelidikan terhadap hasil diluar spesifikasi dan mendokumentasikannya di log book Out Of Spesification Follow Up study. Laporan penyelidikan terhadap hasil 8

227 9 diluar spesifikasi dibuat selambat-lambatnya 9 hari kerja setelah analisa mulai dilakukan oleh Quality compliance analyst dan kemudian diinvestigasi oleh Quality Compliance Executive. Jika hasil Follow Up stabilitas hingga daluarsa hasilnya kurang baik maka pemeriksaan daluarsa+1 tahun tidak perlu dilakukan. Persyaratan spesifikasi hasil analisa mengacu pada prosedur tetap analisa Ciprofloxacin 500 mg kaplet. Tabel 4.1 Persyaratan spesifikasi hasil analisa Ciprofloxacin 500mg kaplet Pemeriksaan Persyaratan Pemerian Kaplet salut selaput bentuk oval berwarna kuning muda, permukaan atas : garis pemisah, permukaan bawah : logo SOHO Waktu hancur Disolusi Tidak lebih dari 30 menit Tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30 menit Kadar Ciprofloxacin mg/kaplet (90%- 110%) Berdasarkan worksheet data rekap stabilitas tiga batch Ciprofloxacin 500 mg kaplet yaitu 7****7A, 7**4**BR dan 80****B ketiganya memenuhi persyaratan, data rekap tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.Pemeriksaan fisik terhadap sample stabilitas yaitu pemerian bentuk tablet gunanya untuk melihat kondisi penampilan dan bentuk tablet secara visual sesuai dengan persyaratan atau tidak selama penyimpanan. Pada prakteknya jika warna dari tablet sudah tidak sesuai dengan persyaratan, pengujian kimia seperti kadar dan disolusi sudah tidak perlu dilakukan karena sampel stabilitas tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan pengujian selanjutnya.

228 10 Tabel 4.2 Data hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet ****7A 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit 7**4**BR 10 menit 5 menit 6 menit 10 menit 5 menit 80****B 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit Batas Atas 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit Gambar 4.1 Grafik hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan waktu hancur cenderung fluktuatif namun nilainya masih memenuhi persyaratan waktu hancur yaitu tidak lebih dari 30 menit bahkan hasilnya kurang dari 10 menit. Uji waktu hancur tablet dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu hancur tablet, dimana hasil yang diperoleh akan menunjukkan dan memperkirakan waktu hancurnya tablet di dalam tubuh.

229 11 Tabel 4.3 Data hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet ****7A 97 % 96% 99% 99% 95% 7**4**BR 96% 96% 94% 99% 96% 80****B 93% 91% 98% 92% 92% Batas Bawah 80% 80% 80% 80% 80% Gambar 4.2 Grafik hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan disolusi cenderung fluktuatif namun nilainya masih memenuhi persyaratan disolusi yaitu tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30 menit. Uji disolusi tablet dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui laju pelepasan obat dari kaplet sesuai dengan persyaratan yang tertera dalam persyaratan.

230 12 Tabel 4.4 Data hasil pemeriksaan kadar ciprofloxacin pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet ****7A 95.68% 96.86% % 97,26% 95,18% 7**4**BR 94,76% 94,92% 93,98% 98,96% 98,02% 80****B 96,2% 96,98% 95,34% 95,94% 96,28% Batas Atas 110% 110% 110% 110% 110% Batas Bawah 90% 90% 90% 90% 90% Gambar 4.3 Grafik hasil pemeriksaan kadar pada uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet Pemeriksaan kimia yang dilakukan yaitu penetapan kadar. Penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kadar sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet masih memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak selama penyimpanan. Dari data di atas hasil pemeriksaan kadar Ciprofloxacin pada Ciprofloxacin 500 mg Kaplet memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu masuk dalam rentang 450,0-550,0 mg/kaplet (90-110%).

231 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dokumentasi data hasil uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet di PT SOHO Industri Pharmasi sudah baik dan rutin sehingga memudahkan untuk mendapatkan data untuk kepentingan registrasi Berdasaran hasil uji stabilitas yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa uji stabilitas produk Ciprofloxacin 500 mg Kaplet memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). 5.2 Saran Lakukan pengujian secara rutin sesuai dengan jadwal agar data lengkap sehingga evaluasi produk menjadi lebih baik. 13

232 DAFTAR ACUAN ASEAN.(2007). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. European Medicines Agency, 2003., ICH Topic Q 1 A (R2) Stability Testing of new Drug Substances and Products, London. The United States pharmacopoeia, 2008, 31nd., United States Pharmacopoeia Convention, Twin Brook Parkway, Rockville, 1703 World Health Organization, 2009., Stability testing of active pharmaceutical ingredients and fi nished pharmaceutical products,

233 15 Lampiran 1. Data Stabilitas Real Time Nama Masa Daluarsa : Ciprofloxacin 500 mg Kaplet : 3 tahun Kondisi Penyimpanan : o C/75% RH ± 5% Kemasan Primer : Ahp Ciprofloxacin 500 mg capl, bahan OPV/Ink/Primer/Aluhard 20 Mic/PVC 8 gsm PVC, bahan, PVC 237,5 262,5 mic

234 16 No. No. Batch Pemeriksaan Persyaratan Hasil Pemeriksaan (Tahun) Awal Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval 8 7****7A Pemerian berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : garis pemisah, Permukaan bawah : atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO ED Mei-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit Disolusi Tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30 menit 97% 96% 99% 99% 95% Kaplet salut selaput bentuk oval berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO Kadar Ciprofloxacin mg/kaplet mg/kaplet (95.68%) mg/kaplet (96.86%) mg/kaplet (102.84%) mg/kaplet (97.26%) mg/kaplet (95.18%) Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat Tgl analisa 31-Mei Apr Mei Apr Jun-11 Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval 9 7**4**BR Pemerian berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : garis pemisah, Permukaan bawah : atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO ED Jul-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit Disolusi Tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30 menit Kaplet salut selaput bentuk oval berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO Kadar Ciprofloxacin mg/kaplet 473,8 mg/kaplet (94.76%) 474,6 mg/kaplet (94.92%) 469,9 mg/kaplet (93.98%) mg/kaplet (98.96%) mg/kaplet (98.02%) Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat Tgl analisa 30-Aug-07 2-Jun Jun Jul oct 2011 Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval Kaplet salut selaput bentuk oval 10 80****B Pemerian berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : garis pemisah, Permukaan bawah : atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO : logo SOHO ED Jul-11 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit Disolusi Tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30 menit 93% 91% 98% 92% 91.52% Kaplet salut selaput bentuk oval berwarna kuning muda, Permukaan atas : garis pemisah, Permukaan bawah : logo SOHO Kadar Ciprofloxacin mg/kaplet mg/kaplet (96.2%) mg/kaplet (96.98%) mg/kaplet (95.34%) mg/kaplet (95.94%) mg/kaplet (96.28%) Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat Tgl analisa 07-Agu Jul Jul Oct-11 3-Aug-12

235 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN, S. Farm FAKULTASFARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

236 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANITA HASAN, S. Farm FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2012

237

238

239

240 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi, 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA. 4. Ibu Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat. 5. Para karyawan Apoteker Atrika (Shintawati, S.Farm., Apt.; Ibu Meta; Ibu Mimin; Ibu Tuti; Ibu Febi; Ibu Ponah; dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini. 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah. 8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman, dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.

241 9. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Penulis 2012 ii

242 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Anita Hasan : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34 Jakarta Pusat Periode 6 September 17 Oktober 2012 Praktek Kerja Profesi di Apotek Atrika bertujuan mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. Kegiatan ini dilakukan selama enam minggu. Dalam hal ini, diharapkan calon apoteker dapat mengetahui dan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, dan manajemen apotek baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan serta dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek. Selain itu juga apteker dapat mempraktekan pelayanan kefarmasian di apotek secara professional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam system pelayanan kesehatan di Indonesia.Pelayanan kefarmasian merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelanggan merupakan salah satu faktor penting yang harus dijaga oleh apotek. Dengan mengenali siapa pelanggan kita, apa kemauan, kebutuhan dan keinginan mereka dengan kemudian menyediakan produk serta pelayanan sebaik mungkin yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Untuk tugas khusus di apotek, dilakukan pengkajian resep yang mengandung obat-obat antihiperlipidemia. Pengkajian resep ini bertujuan untuk menilai kelengkapan administrasi resep, kesesuaian farmasetik dan klinis, serta mencoba menyusun informasi yang dapat diberikan kepada pasien atau keluarga pasien penderita hiperlipidemia. Kata Kunci : Apotek Atrika, Pengkajian Resep, Hiperlipidemia. Tugas Umum : ix + 63 halaman; 12 lampiran Tugas Khusus : iv + 39 halaman; 6 tabel; 2 gambar Daftar Acuan Tugas Umum : 14 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 ( ) iii

243 ABSTRACT Name : Anita Hasan Study Program : Apothecary Profession Title : Apothecary Internship Report at Apotek Atrika Jl. Kartini Raya No. 34 Central Jakarta Period September 6 th October 17 th 2012 Apothecary Internship at Apotek Atrika aims to know and understand the roles and responsibilities of pharmacist in pharmacy. This activity was conducted during six weeks. In this case, the pharmacist candidate is expected to know and understand how to manage a pharmacy in terms of administrative activities, financial management, procurement, storage and sale of pharmaceuticals and also to practice the pharmaceutical care in pharmacy accordance to the laws and ethics in Indonesia. Pharmaceutical care is a form of service and direct responsibility of a pharmacist to improve the quality of life of patients. Customer is one of important factors which must be kept by the pharmacy. By identifying our customers, their willingness, need, and desire, and then provide the best product and service, can give satisfaction to our customers. For the specific task, was conducted assesment of prescription containing anti-hiperlipidemia drugs. This assessment aims to assess the administrative completeness of prescription, pharmaceutical and clinical appropriateness, and also trying to collate the information that could be given to patient or their family. Key words : Apotek Atrika, Assessment of Prescription, Hiperlipidemia. General Assignment Special Assignment : ix + 63 pages; 12 appendices : iv + 39 pages; 6 table; 2 picture Bibliography of general assignment : 14 ( ) Bibliography of special assignment : 5 ( ) iv

244 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN...x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Pendirian Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pelanggaran Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pelimpahan Wewenang Tenaga Kerja di Apotek Sediaan Farmasi di Apotek Pengelolaan ApotekApotek Pengendalian Persediaan Apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoetek...30 BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA Sejarah dan Lokasi Tata Ruang...36 v

245 3.3 Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Jabatan Kegiatan di Apotek Atrika...44 BAB IV PEMBAHASAN...57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...61 DAFTAR PUSTAKA...62 vi

246 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Logo Golongan Obat...16 Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas...17 Gambar 2.3 Matriks Analisa VEN-ABC...30 vii

247 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika 64 Lampiran 2. Denah Apotek Atrika...65 Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika...66 Lampiran 4. Alur Penanganan Resep...67 Lampiran 5. Surat Pesanan Apotek Atrika...68 Lampiran 6. Surat Pesanan Narkotika...69 Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika...70 Lampiran 8. Surat Pesanan Psikotropika...71 Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika...72 Lampiran 10. Salinan Resep Apotek Atrika...74 Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika...75 Lampiran 12. Berita Acara Pemusanahan Resep...76 viii

248 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri. Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan bisa bermacam-macam, seperti rumah sakit, puskesmas, apotek, balai kesehatan, dan lain-lain. Apotek sebagai salah satu sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yakni dalam hal pelayanan kesehatan, memegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek memerlukan sumber daya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker. Saat ini apotek bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, namun apotek juga telah menjadi tempat konsultasi atau konseling mengenai obat dan penggunaannya dengan apoteker yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan konseling. Hal ini gunanya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai obat yang digunakannya dan untuk meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan yang berkaitan dengan obat dan efek sampingnya. Karenanya saat ini apotek bisa memberikan pelayanan kesehatan dirumah (home care). Selain melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek juga melaksanakan fungsi bisnis dan manajemen apotek. Hal ini untuk menjaga agar apotek dapat tetap berdiri dan melayani masyarakat. Karenanya Apoteker selaku penanggung jawab harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang 1

249 2 managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional, serta di bidang marketing sehingga dapat memampukan Apoteker untuk menjalankan usaha yang dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawabnya diapotek serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di apotek. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar para calon Apoteker : Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di apotek Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi dan manajemen apotek, baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan, serta dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek Mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

250 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002, apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika; sedangkan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004, 2004). Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3

251 4 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995 yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker. 6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: 1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 4. Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

252 Persyaratan Pendirian Apotek Perysaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA) yang merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apootek di suatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek, yaitu : 1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenui persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. 3. Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. 4. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004, disebutkan bahwa : 1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. 2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. 3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. 4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk, serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan.

253 6 5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. 6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengera, serangga. 7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Ruangan atau fasilitas yang harus dimiliki oleh apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi, serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 4. Ruang racikan dan tempat pencucian alat. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien. Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang te;ah ditetapkan Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang Apoteker adalah bentuk hakiki dari profesi Apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan, dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. karena Apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya, serta masih

254 7 memenuhi persyaratan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan, yaitu : 1. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker 3. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker. 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain Tata Cara Perizinan Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 bab II pasal 4, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah : 1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai, dengan lampiran: a. Fotokopi SIK b. Fotokopi KTP c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan d. Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa) e. Daftar tenaga kesehatan f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar) g. Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak menjadi APA di apotek lain h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI0

255 8 i. Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA) 2. Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; 3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3; 4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4; 5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin (4), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5; 6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud poin (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6; 7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan; 8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-

256 9 lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasanalasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan menjadi dua macam, berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. 1. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap. c. Pindah alamat apotek tanpa izin. d. Menjual narkotika tanpa resep dokter. e. Bekerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah. 2. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi : a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek. b. Mengubah denah apotek tanpa izin. c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. d. Melayani resep yang tidak jelas dokter penulis resepnya. e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. j. Resep narkotika tidak dipisahkan. k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut.

257 10 Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi adminstratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/2002 adalah : 1. Peringatan tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan. 2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 3. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara dapat diberikan apabila terdapat pelanggaran terhadap : 1. Undang-Undang Obat Keras (St No. 541) 2. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun Pencabutan Surat Izin Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila : 1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu

258 11 baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus. 3. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras St No. 541, Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. 4. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut. 5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. 6. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan SIA berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan SIA dilaksanakan setelah dikeluarkan : 1. Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

259 12 Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : 1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek. 2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. 3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas Pelimpahan Wewenang Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker ayng bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan wewenang ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. 2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. 3. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. 4. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala

260 13 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang diberikan kepada Apoteker Pendamping Tenaga Kerja di Apotek Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain : Apoteker Pengelola Apotek Seseorang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA) disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA). APA bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Tugas dan kewajiban Apoteker di apotek adalah sebagai berikut : 1. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. 2. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi. 3. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. 4. Melakukan pengembangan apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan (teknis kefarmasian). Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses, seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan. 2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek meyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap. 3. Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing. 4. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat dan ekonomis.

261 14 Selain itu, seorang APA juga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di apotek, dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No tahun 2002, dalam melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. 1. Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. 2. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain Asisten Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 573/MENKES/SK/VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi : 1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah pengawasan Apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

262 Juru Resep Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan (meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan diperiksa oleh asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi Kasir dan Pegawai Administrasi/Tata Usaha Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain disebut kasir. Selain itu, juga terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu Apoteker dalam kegiatan administrasi, seperti membuat laporan harian meliputi pencatatan penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin, asuransi, dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha Sediaan Farmasi di Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/ X/2002, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda atau loga pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masing-masing golongan obat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

263 16 Logo Golongan Obat Obat bebas Obat bebas terbatas Obat keras Obat narkotika Gambar 2.1 Logo Golongan Obat 1. Obat OTC (Over the Counter) a. Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). b. Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tandaa peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006) Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

264 17 dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Tanda peringatan obat bebas terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas 2. Obat Ethical Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh oleh pasien dengan menggunakan resep dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika, dan narkotika. a. Obat Keras Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat injeksi. b. Obat Psikotropika (Pemerintah Republik Indonesia, 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika

265 18 guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu : 1. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah esktasi, meskalin, dan psilosibin. 2. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan flunitrazepam. 3. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amobarbital, siklobarbital, dan luminal. 4. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah derivat diazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. 1. Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nama apotek, nomor SIK, da stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika dan dibuat tiga rangkap. 2. Penyimpanan Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu peraturan khusus. Namun, karena obat-obatan golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan

266 19 tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu persediaan psikotropika. 3. Pelayanan Pelayanan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek. 4. Pelaporan Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu salinan sebagai arsip. 5. Pemusnahan Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi. Pemusnahan berlangsung dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

267 20 c. Obat Narkotika (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, kokain, dan ganja. 2. Narkotika golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin. 3. Narkotika golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein. Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika, dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Pengelolaan narkotika di apotek di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.

268 21 1. Pemesanan Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat. 2. Penyimpanan Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan yang lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan. c. Lemari dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dipergunakan untuk penyimpanan morfin, petidin, dan garam garam, serta persediaan narkotika. Bagian kedua untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai sehari hari. d. Jika lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa. g. Lemari khusus harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tidak diketahui oleh orang lain. 3. Pelayanan Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari

269 22 narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. 4. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. 5. Pemusnahan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur sebagai berikut : a. Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM setempat. b. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.

270 23 3. Pelayanan Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun. 2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko kelanjutan penyakit. 3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu : 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam DOWA. 2. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record). 3. Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek samping obat, dan lain-lain. Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain : 1. Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus. 2. Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari : a. Antasida + antispasmodik + sedatif b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin) c. Analgetik + antispasmodik 3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol. 4. Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik, maksimal 20 tablet. 5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang terdiri dari :

271 24 a. Analgetik b. Antihistamin 6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet. 7. Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari : a. Semua salep/krim antibiotik b. Semua salep/krim kortikosteroid c. Semua salep/krim antifungi d. Antiseptik lokal e. Enzim antiradang topikal f. Pemutih kulit Pengelolaan Apotek Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993, pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi : 1. Mengawasi pelayanan resep, meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. 2. Mengawasi mutu obat yang dijual, meliputi pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta

272 25 pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 4. Pembuatan laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan psikotropika). Adapun sebagai pengelola non teknis kefarmasian, APA bertanggung jawab terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam

273 26 menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang direncanakan dan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada Penyimpanan Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan dalam melakukan kegiatan pelayanan, serta memiliki nilai estetika. Penataan pada desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan perbekalan farmasi tetap terjaga Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu : 1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat; 2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin;

274 27 3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat dengan merek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik; 4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM; 5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat; 6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat; 7. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan di atas resep; 8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker; 9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun; 10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku; 11. APA, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini

275 28 mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) : 1. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam analisis VEN, setiap obat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga golongan berikut ini : a. Vital (V), yaitu obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi dan diabetes. b. Esensial (E), yaitu obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fastmoving. c. Non esensial (N), yaitu obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan tidak termasuk dalam golongan obat yang diperlukan untuk menyelamatkan hidup atau pengobatan penyakit terbanyak.

276 29 2. Analisis Pareto (ABC) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah : a. Kelas A, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah tinggi. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. b. Kelas B, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah menengah. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. c. Kelas C, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. Syarat pengelompokkannya adalah kelompok A memiliki nilai investasi 70 % dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B memiliki nilai investasi 20 % dari total investasi obat keseluruhan, dan kelompok C memiliki nilai investasi 10 % dari total investasi obat keseluruhan. 3. Analisis VEN-ABC Analisis ini mengkategorikan item obat berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VENABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:

277 30 V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Gambar 2.3. Matriks Analisa VEN-ABC Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus disediakan di apotek. Namun, kuantitasnya harus disesuaikan dengan kondisi keuangan apotek dan laju penjualan obat yang bersangkutan. Misalnya, obat vital golongan A perlu disediakan walaupun dalam jumlah sedikit, karena obat ini penting untuk menyelamatkan hidup. Obat esensial golongan B dan C dapat disediakan dalam jumlah cukup besar karena golongan obat ini penting dan banyak digunakan, serta harganya tidak terlalu mahal. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaan disesuaikan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pharmaceutical care (PC) atau pelayanan kefarmasian adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk, serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai berikut : 1. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan beberapa kriteria.

278 31 2. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi). 3. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal melalui telepon atau kunjungan residensial. 4. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di masyarakat. Pelayanan yang dapat diberikan di apotek terbagi menjadi dua secara garis besar, yaitu : 1. Pelayanan resep, yang terdiri dari : a. Skrinning resep yang meliputi keaslian resep, kelengkapan resep, persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik. b. Penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian etiket, pengemasan, dan penyerahan obat kepada pasien. 2. Pelayanan non resep seperti pelayanan informasi obat Pasien perlu mendapatkan informasi obat yang akurat dengan penyampaian yang dapat dimengerti oleh pasien karena beberapa hal berikut : a. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket atau label obat. b. Tingkat pemahaman pasien beragam terhadap obat-obat, sperti inhalasi dan suppositoria. c. Tingkat kepatuhan pasien yang beragam. d. Efek samping dari penggunaan obat yang mungkin terjadi. e. Obat populer untuk terapi penyakit tertentu diinginkan dokter untuk terapi penyakit lain. f. Banyak sumber informasi tentang obat yang bebas beredar, kemudian diserap oleh pasien sepintas sehingga menimbulkan kesalahpahaman terhadap pemakaian obat tersebut. g. Semakin banyak obat tradisional yang beredar yang dianggap oleh pasien mempunyai kekuatan melebihi obat yang sedang diminumnya.

279 32 3. Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia, pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh. Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut: 1. Ketidakpatuhan pasien Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri. 2. Penggunaan obat yang tidak rasional Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien. 3. Penggunaan obat yang tidak benar Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam

280 33 penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes. KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain : 1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat b. Menurunkan ketidakpatuhan. c. Menurunkan efek samping obat. d. Menurunkan biaya pengobatan. e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit. f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 2. Bagi Apoteker a. Meningkatkan citra profesi. b. Meningkatkan kepuasan kerja. c. Menarik customer Pelayanan Informasi Obat (PIO) Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif. 2. Objektif 3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.

281 34 4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik, melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien Konseling Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Swamedikasi Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di masyarakat adalah : 1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat OTC dan obat DOWA. 2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang

282 35 semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit, sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen makanan atau suplemen kesehatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan swamedikasi, antara lain : 1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif, indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara penggunaan. 2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi batuk saja, tidak perlu obat penurun demam. 3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter. 4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya. 5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).

283 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA 3.1. Sejarah dan Lokasi Apotek atrika berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 menggunakan sarana milik Bapak Winardi Hendrayanta dengan sebagai Apoteker Pengelola Apotek adalah Dr. Harmita, Apt dan SIA: /KANWIL/SIA/01/0. SIA yang diperoleh berubah menjadi SIA: /08/08 karena pada tanggal 26 Juli 2008 Apotek Atrika pindah lokasi. Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Daerah ini merupakan kawasan pemukiman penduduk atau kompleks perumahan yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Atrika terletak di sisi jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar. Apotek Atrika buka pada hari senin sampai jum;at pukul sampai WIB, hari sabtu pukul sampai WIB. Hari minggu dan hari libur nasional libur Tata Ruang Papan nama apotek memiliki tulisan yang jelas berwarna merah dengan warna dasar kuning sehingga cukup menarik perhatian pengunjung dan dapat dilihat dari jarak jauh. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup untuk digunakan sebagai tempat parkir. Pintu masuk apotek menggunakan kaca bening sehingga susunan obat-obat OTC yang diletakkan pada etalase ruang bagian dapat terlihat dari luar. Ruangan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang bagian depan dan ruang bagian dalam. Ruang bagian depan terdiri dari ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan etalase untuk obat bebas (OTC). Ruang bagian dalam terdiri dari ruang racik yang di dindingnya terdapat lemari untuk obat ethical, obat narkotik dan psikotropik pada lemari terpisah, ruang kamar mandi, dan wastafel (Lampiran 1). Penyusunan obat di apotek atrika dibedakan berdasarkan jenis sedian dan disusun sesuai dengan urut alfabet dan obat yang masa daluarsanya lebih awal diletakkan paling depan dari setiap susunan masing-masing obat agar bisa lebih 36

284 37 awal terjual. Sediaan yang terdapat di Apotek atrika dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi), dan sediaan topikal (salep, krim, gel). Untuk suppositoria, ovula, obat tetes mata, obat tetes telinga diletakkan dalam satu lemari dengan obat-obat topikal. Obatobat generik diletakkan pada lemari terpisah, begitu juga dengan obat golongan narkotik, psikotropik, dan obat yang mendekati tiga bulan masa daluarsanya diletakkan pada lemari terpisah Struktur Organisasi Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan rencana organisasi. Struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 2. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut : 1. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang 2. Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang b. Apoteker Pendamping : 1 orang c. Asisten Apoteker : 2 orang d. Juru resep : 1 orang 3. Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari : a. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang b. Pesuruh : 2 orang c. Kurir : 5 orang

285 Tugas dan Fungsi Jabatan Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, antara lain : 1. Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. 2. Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. 3. Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek. 4. Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien. 5. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. 6. Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi. 7. Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 8. Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan. 9. Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian.

286 Apoteker Pendamping Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat. 2. Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat kepada pasien. 3. Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 4. Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon penjualan kredit untuk resep-resep kredit Asisten Apoteker Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : 1. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang. 2. Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. 3. Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat. 4. Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. 5. Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat, nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan

287 40 obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan. 6. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau obat yang keluar maupun masuk. 7. Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa. 8. Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya. 9. Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru resep, antara lain : 1. Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. 2. Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. 3. Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. 4. Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek Kasir Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 1. Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan kartu kredit yang dilakukan oleh pasien. 2. Seorang kasir bertanggung jawab menerima barang atau obat yang masuk.

288 41 3. Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk. 4. Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas. 5. Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil penjualan. 6. Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan. 7. Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk dengan penjualan Keuangan Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut. Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut : 1. Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas. 2. Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat dengan resep. 3. Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air, internet, dan telepon. 4. Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF Pesuruh Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut: 5. Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek. 6. Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek. 7. Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan non teknis kefarmasian

289 Kurir Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek. Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut : 1. Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi untuk pelayanan pesan antar. 2. Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada pasien yang tepat. 3. Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat Kegiatan di Apotek Atrika Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah ditentukan menjadi dua shift, yaitu shift I dengan waktu kerja pukul , shift II dengan waktu kerja pukul Jam operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul WIB dan hari Sabtu mulai pukul WIB, sedangkan pada hari Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian 1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi a. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi Tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan pengadaan setiap obat dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan (SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan

290 43 disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan oleh dokter yang praktek di sekitar apotek. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara konsinyasi, COD (cash on delivery), maupun kredit. Konsinyasi merupakan cara pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya. Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah terjual. COD adalah cara pengadaan dimana apotek melakukan pembelian obat dan perbekalan farmasi dengan melakukan pembayaran secara langsung pada saat obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut datang, sedangkan pembayaran secara kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo. b. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung kepada salesman atau melalui telepon. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 3. c. Penerimaan obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan

291 44 kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut kemudian dicatat dalam buku Penerimaan Barang Datang yang berisi tanggal pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka perubahan harga dicatat pada buku Perubahan Harga Barang dan pada buku Daftar Harga Barang dan komputer kasir. d. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obatobatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya. e. Pengeluaran obat dan perbekalan farmasi Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan, sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan resep dicatat pada buku resep.

292 45 f. Pemeriksaan dan pencatatan stok obat dan perbekalan farmasi Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku Penerimaan Barang Datang, buku Penjualan Barang, dan buku Resep. Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan. g. Pembuatan sediaan standar Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaansedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad. 2. Pengelolaan Narkotika a. Pengadaan narkotika Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap (warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4. b. Penyimpanan narkotika Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya,

293 46 narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika. c. Pelayanan narkotika Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan resep disimpan terpisah dari resep lain. d. Pelaporan narkotika Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 5. e. Pemusnahan narkotika Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM. 3. Pengelolaan Psikotropika a. Pengadaan psikotropika

294 47 Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 6. b. Penyimpanan psikotropika Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk psikotropika dan buku stok psikotropika. c. Pelayanan psikotropika Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah.

295 48 d. Pelaporan psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7. e. Pemusnahan psikotropika Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, serta dari pihak pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat dan Balai Besar POM. 4. Pelayanan Apotek 1. Pelayanan obat dengan resep Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir. Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien. Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut

296 49 resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8. Apotek Atrika pun melayani untuk pembuatan copy resep, apabila terdapat resep iter, kecuali yang mengandung narkotik. Copy resep Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada pembuatan obat racik, terdapat etiket yang dibuta khusus oleh apotek atrika. Etiket yang terdapat di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 10. Resep-resep yang sudah terlalu lama, sudah selayaknya untuk dimusnahkan, berita acara pemusnahan resep dapat dilihat pada Lampiran Pelayanan/penjualan bebas Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli Kegiatan Non Teknis Kefarmasian 1. Kegiatan Administrasi a. Administrasi personalia Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai. b. Administrasi umum Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.

297 50 c. Administrasi penjualan Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan. Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual dan komputer kasir akan diubah. d. Administrasi pembelian Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat penukaran faktur. e. Administrasi pajak Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame. f. Administrasi pergudangan Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui sisa persediaan obat yang ada di apotek. g. Administrasi piutang Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.

298 51 2. Sistem Administrasi Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi : a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan untuk memenuhi kebutuhan apotek sehingga proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah, serta obat dan perbekalan farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat pesanan Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan, dan stempel apotek. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6. c. Buku daftar harga Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk bahan baku. d. Buku faktur Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur, jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga,

299 52 harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan. e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain apabila ada. f. Buku pemasukan barang dalam Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa obat. g. Buku perubahan harga Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang dicatat di buku ini, kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang. h. Buku pengiriman barang ke atrika cabang Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang, jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa. i. Faktur pengiriman barang ke atrika cabang Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman, tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang

300 53 dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat. j. Buku resep Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat dalam buku ini. Buku ini memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat, jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat. k. Kartu stok besar Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF, nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa. l. Kartu stok kecil Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang

301 54 dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih, untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil memuat tanggal keluar atau masuk barang, keterangan (nomor resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar, dan sisa stok barang yang ada pada lemari.

302 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Apotek Atrika yang berlokasi Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat didirikan pada tanggal 21 Juli 2009 atas kerjasama dari Dr. Harmita, Apt sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Bapak Winardi Hendrayanta. Saat ini Apotek Atrika memiliki tiga cabang yang terletak di daerah Kuningan, Mangga Dua, dan Pantai Indah Kapuk dimana kegiatannya dikoordinasikan oleh Apotek Atrika yang terletak di Jalan Kartini sebagai pusatnya. Apotek Atrika terletak di jalan dua arah dan dekat dengan pemukiman penduduk. Di sekitar Apotek Atrika juga terdapat berbagai fasilitas dan sarana kesehatan seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter hewan, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup luas sehingga dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda motor. Tata ruang Apotek Atrika sendiri terdiri dari dua bagian yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan merupakan ruang tunggu, kasir, tempat penerimaan resep dan penyerahan obat, dan tempat obat-obat bebas dan bebas terbatas (OTC). Sedangkan di bagian ruang dalam terdiri dari tempat peracikan, tempat obat-obat ethical, wastafel, dan kamar mandi. Pembagian dua ruangan ini dibatasi oleh dinding dan satu pintu sebagai penghubung ruang luar dan ruang dalam. Tempat peracikan obat-obat ethical terletak di tengah-tengah ruang dalam yang dikelilingi oleh lemari penyimpanan obat-obat ethical. Tempat peracikan juga dilengkapi dengan buku-buku dan semua peralatan untuk menunjang peracikan agar berjalan dengan efektif dan nyaman. Berdasarkan catatan obat-obat di buku pemesanan/ defecta, pemesanan dilakukan oleh seorang petugas apotek yang telah diberi wewenang. Petugas apotek yang bertugas untuk memesan barang kemudian mengelompokkan obatobat tersebut berdasarkan PBF yang memiliki obat tersebut untuk suatu obat yang dimiliki beberapa PBF, maka pemilihan PBF didasarkan atas faktor harga, besaran diskon yang diberikan, lokasi, dan ketepatan waktu PBF tersebut dalam mengantarkan obat. Selain pembelian kredit, apotek juga menerima barang titipan atau konsinyasi dimana jika barang tersebut terjual, maka apotek akan menerima 55

303 56 komisi. Apabila barang tersebut tidak laku hingga batas waktu yang ditetapkan atau kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan. Pemesanan barang biasanya dilakukan melalui telepon atau medical representative yang berkunjung ke apotek. Sewaktu barang yang dipesan datang, selanjutnya diperiksa dari segi kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, spesifikasi, dan lain-lain). Faktur yang telah sesuai kemudian diberi stempel apotek dan tanda tangan petugas. Biasanya faktur terdiri atas 4 rangkap, dua lembar pertama akan diambil oleh PBF dan sisanya diserahkan ke apotek. Sedangkan SP terdiri dari dua rangkap, lembar putih diserahkan ke PBF sedangkan yang merah untuk arsip apotek. Faktur yang diterima oleh apotek dari PBF kemudian dilakukan pencatatan pada buku faktur Apotek Atrika dimana hal ini akan mempermudah penelusuran riwayat pembayaran suatu PBF. Setelah input data ke buku faktur selesai, selanjutnya dilakukan pencatatan pada kartu stok barang yang dibagi atas tiga warna. Kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan oral cair, dan kartu stok hijau untuk sediaan topikal. Hal ini berfungsi untuk mempermudah dalam pengambilan kartu dan hanya untuk membedakan saja. Penyimpanan barang/ obat di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan, dan jenis obat baik untuk obat-obat ethical maupun obat OTC. Untuk penyusunan obat-obat ethical yang terdapat di bagian ruang dalam dilakukan pemisahan untuk sediaan yang terdiri dari obat-obat sediaan solid, liquid, dan semi solid. Untuk obat-obat generik disimpan dalam lemari tersendiri dan beberapa dari obat generik tersebut diletakkan di meja racik seperti klorfeniramin maleat (CTM), prednison, deksametason, dan lain-lain, sehingga mempermudah pengerjaan peracikan obat. Pengeluaran obat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) untuk obat dengan batas kadaluarsa yang sama dan FEFO (First Expired First Out) yaitu obat dengan batas kadaluarsa tercepat dikeluarkan terlebih dahulu. Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek Atrika dilakukan secara khusus. Untuk pemesanan narkotika (hanya 1 jenis) dan psikotropika (dapat beberapa jenis) menggunakan SP khusus yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIA

304 57 dan SIK/SP, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus terpisah dengan obat-obat lainnya. Obat golongan narkotik hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang atau jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya dapat dibeli di Apotek Atrika yang menyimpan resep aslinya. Obat psikotropika disimpan di tempat khusus namun diberlakukan seperti obat ethical lainnya. Pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku khusus pengeluaran narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masingmasing untuk mempermudah pelaporan penggunaan. Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika kepada instansi yang berwenang yaitu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang dikirimkan dalam bentuk CD setiap tanggal 10 bulan berjalan. Setiap pengeluaran barang baik karena pembelian maupun untuk dikirim ke Apotek Atrika cabang dicatat dalam buku catatan resep, buku penjualan bebas, atau buku pengiriman. Pelayanan resep di Apotek Atrika mulai dari penerimaan resep, pemberian harga, penimbangan/peracikan, pengemasan, pemberian etiket, pemeriksaan kembali, dan penyerahan obat dilakukan dengan satu sistem yang berfungsi untuk mengurangi kesalahan serta mempermudah pengawasan dan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Sistem ini dinamakan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan) pada suatu kertas kecil dimana masing-masing petugas yang menyelesaikan tugasnya, menandatangani kolom yang telah tersedia pada HTKP. Apotek Atrika memiliki kerjasama dengan apotek lain dan dokter seperti dr. Freddy S. Hardjoko, Sp.KK sehingga untuk obat-obat jenis tertentu ditebus di apotek atrika. Hubungan kerjasama dengan apotek lain berkaitan dengan ketersediaan obat-obatan yang dapat saling melengkapi, sehingga pelayanan resep berdasarkan kecepatan dan ketepatan dapat terpenuhi. Sedangkan pelayanan informasi obat telah terlaksana dengan baik karena apoteker selalu berada di tempat. Pelayanan informasi obat ini meliputi cara pemakaian obat, waktu minum obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan.

305 58 Sistem administrasi di Apotek Atrika sendiri menggunakan dua cara, yaitu cara manual dan cara komputerisasi. Sistem administrasi secara komputerisasi dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk apotek. Sistem ini menghubungkan secara langsung antara komputer kasir dengan komputer bagian administrasi di ruang dalam. Barang-barang masuk atau keluar yang diinput dapat diawasi oleh sistem administrasi. Tapi untuk hal ini masih menjadi kendala karena sistem seringkali mengalami kegagalan fungsi (error) sehingga masih harus disempurnakan. Dengan demikian sistem manual masih menjadi pilihan utama.

306 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam mengelola kegiatan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Apotek Atrika telah sesuai dengan etika, tata cara, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara profesional diwujudkan dengan peran nyata Apoteker dalam menerapkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, melalui pelayanan obat, pemberian informasi mengenai obat dan pengobatannya, konseling obat, dan melaksanakan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat Saran Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Apotek sebaiknya menyediakan permen atau air minum mineral kemasan, untuk mencegah pelanggan merasa jenuh ketika menunggu obat mereka disiapkan Untuk meningkatkan pemberian informasi obat kepada masyarakat, sebaiknya perlu disediakan leaflet/brosur yang berisi informasi mengenai cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya, terutama penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati sendiri melalui swamedikasi, sebagai sarana edukasi dan promosi bagi masyarakat. 59

307 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 60

308 61 Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded. Kumarian Pers. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

309 LAMPIRAN 77

310 64 Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika

311 65 Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Atrika

312 66 Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika

313 67 Lampiran 4. Surat Pesanan Apotek Atrika

314 68 Lampiran 5. Surat Pesanan Obat Narkotika

315 69 Lampiran 6. Laporan Penggunaan Narkotika LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA Nama Apotek : Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat , Lembar : 1 Bulan : Tahun : Nama Codein 10 mg Tablet Codein 20 mg Tablet Codipront Cum Exp Kapsul Codipront Syrup Satuan Tablet Tablet Kapsul Botol Saldo Awal PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir

316 70 Lampiran 7. Surat Pesanan Obat Psikotropika

317 71 Lampiran 8. Laporan Penggunaan Psikotropika LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA Nama Apotek : Atrika Form : Alamat dan Telepon : Jalan Kartini Raya No. 34 A Jakarta Pusat , Lembar : 1 Bulan : Tahun : Nama Alganax 1 mg Satuan Tablet Saldo Awal PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir Apisate Tab Tablet Ativan 0.5 mg Tablet Ativan 2 mg Tablet Braxidin Tab Tablet Danalgin Tab Tablet Esilgan 1 mg Tablet Esligan 2 mg Tablet Frisium 10 mg Tablet Luminal 30 mg Tablet Spasmium 5 mg Tab Tablet Valisanbe 5 mg Tab Tablet Xanax 0.25 mg Tab Tablet

318 72 Lampiran 9. Alur Pelayanan Resep

319 73 Lampiran 10. Copy Resep Apotek Atrika

320 74 Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT BINTANG TOEDJOE DI APOTEK ATRIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Anita Karlina, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI PT. ETERCON PHARMA DI APOTEK KIMIA FARMA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANATRIA KHOLIYAH,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALANKESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. YUDHO PRABOWO, S.Farm ANGKATAN LXXIII UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BIA PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JEDERAL BIA KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEMETERIA KESEHATA REPUBLIK IDOESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA MENTENG HUIS JALAN CIKINI RAYA NO. 2 JAKARTA PUSAT PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Diharapkan Laporan Tahunan ini bermanfaat bagi pengembangan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan karunianya Buku Laporan Tahunan Pelaksanaan Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DI APOTEK SAFA DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA, TBK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.-/216 DS634-9258-3394-618 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--0/AG/2014 DS 0221-0435-5800-5575 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN ACEH, SUMATERA UTARA, RIAU,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 439/MENKES/PER/VI/2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/XI/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KESEHATAN MENTERI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

2011, No Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

2011, No Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang No.168, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELANYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014 PROGRAM DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN 2014 Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Makassar, 24 April 2014 O U T L I N E Dasar Hukum Struktur Organisasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1012, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Orta. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 86 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. No.2, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PERIODE 17 MARET 28 MARET 2014

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1 - 2-5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORATT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci