BAB V HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kabupaten dan perusahaan pakan ternak. Hanya terdapat sebuah perusahaan pakan ternak di Kabupaten Grobogan. Dari hasil penelitian dilapangan, secara umum saluran rantai pasok jagung di kabupaten Grobogan seperti pada gambar 5.1 berikut ini: 41.67% Pedagang Pengumpul Tk Desa Petani 48% 75% Pedagan PengumpulTk Kecamatan 25% 69% Perusahaan Pakan Ternak 10% 76.92% 100% Pedagang Pengumpul Tk Kabupaten/ Pedagang Besar Gambar 5.1 Saluran Rantai Pasok Jagung di Kabupaten Grobogan a. Aktor 1 : Petani Petani merupakan mata rantai pertama sebagai pelaku rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Petani merupakan produsen yang menghasilkan jagung dengan melakukan proses budidaya/usahatani jagung. Petani jagung melakukan proses budidaya melalui penyiapan lahan, penyiapan benih, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT, panen sampai pemasaran. 76

2 digilib.uns.ac.id 77 Petani pada umumnya tidak mempunyai fasilitas penyimpanan, pengeringan dan transportasi yang memadai, hal ini menyebabkan sebagian besar petani hanya menjual hasil jagungnya kepada pedagang pengumpul desa dan kecamatan yang mendatangi lokasi. Hal ini menyebabkan harga jual yang diterima petani biasanya lebih rendah dari harga pabrik. Sedangkan pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar pada umumnya memiliki fasilitas penyimpanan, pengeringan dan transportasi yang cukup baik (permanen dan mekanis) karena mereka memiliki permodalan yang cukup baik yang diperoleh dari pinjaman Bank maupun modal sendiri. Petani sebagai produsen pada rantai pasok jagung melakukan penjualan hasil produksinya pada tiga tingkatan rantai pasok yaitu dari petani ke pedagang pengumpul tingkat desa sebanyak 41,67%, dari petani ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebanyak 48,33%, dan dari petani ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar sebanyak 10%, serta tidak ada hubungan langsung antara petani dengan perusahaan pakan ternak, seperti pada tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1. Perbandingan Jumlah Petani Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Pengumpul Macam Persentase Harga Jual Volume Persentase Uraian Jumlah Petani Saluran (%) Rata-rata (Rp/Kg) Jagung (Ton) (%) 1 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Desa 25 41, , ,11 2 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Kecamatan 29 48, , ,63 3 Petani - Pedagang Pengumpul Tk Kab/ Besar 6 10, , ,26 Jumlah , , ,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa sebagian besar petani jagung memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat desa daripada ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar. Dari hasil sampel menunjukkan tidak ada petani yang menjual jagungnya langsung kepada perusahaan pakan ternak (lampiran 5.1). Berdasarkan kajian melalui data primer pelaku rantai pasok jagung tingkat petani di Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut: Sebanyak 41,67% petani commit melakukan to user penjualan produksi jagungnya

3 digilib.uns.ac.id 78 melalui pedagang pengumpul tingkat desa dengan total produksi sebanyak 47,11% (Tabel 5.1). Alasan yang melatarbelakangi petani melakukan penjualannya kepada pedagang pengumpul tingkat desa sebanyak 41,67% adalah sebagai berikut: 1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa karena mayoritas pedagang pengumpul desa mau mengambil jagung yang siap dibeli baik dikebun maupun dirumah petani masing-masing. 2) Lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan lokasi petani (< 5 km) serta adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian petani memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa. 3) Sebagian penelitian di Kecamatan Geyer seperti Desa Karangayar merupakan daerah berbukit dengan kondisi jalan yang sebagian rusak menyulitkan transportasi. Kondisi ini menyebabkan petani di desa tersebut sangat tergantung pada pedagang pengumpul tingkat desa untuk menjual produksi jagungnya. 4) Walaupun sebagian pedagang pengumpul desa melakukan pembayaran dengan system tenggang (36%) namun sebagian petani tetap memilih menjual hasil produksinya dengan alasan timbangan yang dilakukan oleh pedagang tersebut baik. Sebanyak 48% petani melakukan penjualan produksi jagungnya langsung melalui pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dengan total produksi sebanyak 47,63%. Adapun alasan yang melatarbelakangi petani sebanyak 48% menjual jagungnya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah sebagai berikut: 1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya langsung kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena mayoritas pedagang pengumpul tingkat kecamatan (100%) dari responden melakukan transaksi secara tunai, hal ini karena pedagang pengumpul tingkat kecamatan biasanya memiliki modal yang lebih besar daripada pengumpul tingkat desa. 2) Petani memilih pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena adanya faktor harga yang lebih tinggi yang ditawarkan commit to oleh user pedagang tersebut dibandingkan

4 digilib.uns.ac.id 79 dengan pedagang tingkat desa, selain itu sebagian pedagang pengumpul tingkat kecamatan juga tidak segan untuk mengambil jagung langsung dari rumah petani. Harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat desa adalah Rp 2.316,00/ kg, sedangkan harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah Rp 2.558,62/kg 3) Lokasi desa yang dekat dengan ibukota kecamatan dengan sarana transportasi yang baik, sehingga petani bisa langsung menjual jagungnya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan harga yang lebih menarik. Hanya sebanyak 6 orang DMU (10%) petani yang melakukan penjualan produksi jagungnya langsung melalui pedagang pengumpul tingkat kabupaten dengan total produksi sebanyak 5,26%. Hal ini karena lokasinya yang jauh serta keterbatasan alat transportasi yang dimiliki petani. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat kabupaten menjadi tujuan langsung penjualan jagung oleh petani sebanyak 10% adalah sebagai berikut: 1) Petani merasa diuntungkan menjual produksinya langsung kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten karena harga yang ditawarkan umumnya lebih tinggi dari pelaku rantai pasok lainnya. Harga jual rata rata jagung petani kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten adalah Rp 2.583,33/kg 2) Petani yang menjual jagungnya ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten biasanya memiliki jumlah produksi jagung yang cukup besar. 3) Mayoritas pedagang pengumpul tingkat kabupaten (100%) dari responden melakukan transaksi secara tunai, hal ini karena pedagang pengumpul tingkat kabupaten biasanya memiliki modal yang lebih besar daripada pengumpul lainnya. 4) Sarana transportasi yang baik, menyebabkan petani bisa langsung menjual jagungnya kepada Pedagang Pengumpul tingkat kabupaten dengan harga yang lebih menarik.

5 digilib.uns.ac.id 80 b. Aktor 2 : Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pedagang pengumpul tingkat desa, merupakan mata rantai kedua dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat desa adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area wilayah desa. Peranan pedagang pengumpul tingkat desa penting dalam rangkaian rantai pasok jagung karena sebagian petani biasanya langsung menjual hasil produksinya melalui rantai pasok ini mengingat efisiensi jarak dan waktu serta sarana transportasi. Lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan lokasi petani (< 5 km) serta adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian petani memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat desa. Sedangkan untuk menjual hasil pengumpulan jagungnya, pedagang pengumpul tingkat desa sebagian besar memilih pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan sisanya kepada pedagang besar. Tabel 5.2. Karakteristik Pedagang Pengumpul Kabupaten Grobogan Jagung Tingkat Desa MT 2 di DMU Alamat Tk Tujuan Jumlah Produksi Harga Jual PD Pendidikan Penjualan (Kg) (Rp) PD1 Geyer SD PP Kecamatan PD2 Geyer SLTA PP Kecamatan PD3 Geyer PT PP Kecamatan PD4 Geyer SD PP Kecamatan PD5 Karangrayung SD PP Kecamatan PD6 Wirosari SD PP Kecamatan PD7 Grobogan SD PP Besar PD8 Grobogan SD PP Besar Jumlah Rata-rata Sumber: Analisis Data Primer 2013 Total produksi yang dikumpulkan oleh pedagang pengumpul tingkat desa dari petani selama musim MT 2 sebesar kg dengan rata-rata produksi yang dikumpulkan masing-masing DMU sebesar kg, yang terbagi melalui dua tujuan yaitu sebagian besar kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan sisanya kepada pedagang pengumpul besar. Secara lebih jelas seperti pada tabel berikut:

6 digilib.uns.ac.id 81 Tabel 5.3. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan dan Pedagang Besar MT 2 di Kabupaten Grobogan Macam Pedagang Pengumpul Persentase jumlah Persentase Harga Jual PD Uraian Saluran Tingkat Desa (%) Produksi (Kg) (%) Rata-rata (Rp) 1 PP Tk Desa - PP Tk Kecamatan PP Tk Desa - PP Besar Jumlah Sumber: Analisis Data Primer 2013 Sebanyak 6 DMU (75%) pedagang pengumpul tingkat desa melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul kecamatan, sedangkan sisanya 2 DMU (25%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul besar/ pedagang pengumpul tingkat kabupaten. Dari hasil pengamatan dilapangan tidak ada pedagang pengumpul tingkat desa yang langsung menjual hasil dagangannya kepada perusahaan pakan ternak. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat desa lebih memilih menjual hasil pengumpulan produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebanyak 75 % (dengan volume jagung sebanyak 68%) adalah sebagai berikut: 1) Pedagang pengumpul tingkat desa merasa diuntungkan menjual produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena lokasi jarak yang dekat antara pedagang pengumpul tingkat desa dengan lokasi pedagang pengumpul tingkat kecamatan (rata-rata < 10 km). 2) Harga rata-rata yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul tingkat kecamatan kepada pedagang pengumpul tingkat desa lebih tinggi yaitu sebesar Rp 2.529/kg sedangkan harga rata-rata dari pedagang besar kepada pengumpul tingkat desa hanya sebesar Rp 2.500/kg. Hal yang menyebabkan pedagang pengumpul tingkat kecamatan berani membeli harga jagung yang lebih tinggi dari pada pedagang pengumpul besar adalah karena pedagang pengumpul kecamatan tidak mengeluarkan biaya penjemuran sehingga masih memiliki keuntungan walaupun membeli dengan harga yang lebih tinggi.

7 digilib.uns.ac.id 82 3) Adanya hubungan pribadi dan kesinambungan perdagangan menyebabkan sebagian besar pedagang pengumpul tingkat desa memilih menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan. c. Aktor 3 : Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Pedagang pengumpul tingkat kecamatan merupakan mata rantai ketiga dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area kecamatan atau sebagai pengumpul hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat desa. Peranan pedagang pengumpul tingkat kecamatan sangat penting dalam rangkaian rantai pasok jagung karena sebagian petani biasanya langsung menjual hasil produksinya melalui rantai pasok ini. Dari Tabel 5.4. dibawah terlihat bahwa mayoritas pedagang pengumpul tingkat kecamatan berpendidikan SD sebanyak 5 DMU (38,46 %). Selanjutnya pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan latar belakang pendidikan PT sebanyak 4 DMU (30,77%), pendidikan SLTA sebanyak 3 DMU (23,08%), dan SLTP sebanyak 1 DMU (7,69%). Karakteristik DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.4. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Kecamatan Kabupaten Grobogan NO Tk Alamat Tujuan Penjualan Jumlah Harga Jual PK DMU Pendidikan Produksi (Kg) (Rp) PK1 PT Geyer P Besar PK2 PT geyer P Besar, PMT PK3 SD Karangrayung P Besar, PMT PK4 SD Karangrayung P Besar PK5 SLTP Karangrayung P Besar, PMT PK6 SLTA Karangrayung P Besar,PMT PK7 PT Wirosari PMT PK8 SLTA Wirosari P Besar,PMT PK9 SLTA Wirosari PMT PK10 PT Wirosari P Besar,PMT PK11 SD Grobogan PMT PK12 SD Grobogan Pedagang Besar PK13 SD Grobogan Pedagang Besar Jumlah Rata rata ,77 Sumber: Analisis Data Primer 2013

8 digilib.uns.ac.id 83 Tujuan penjualan jagung pedagang pengumpul tingkat kecamatan adalah melalui pedagang pengumpul besar, langsung ke perusahaan pakan ternak atau keduanya, dengan rata-rata produksi yang dikumpulkan sebesar kg (selama MT 2). Harga jual rata-rata sebesar Rp2.680,77/ kg. Adapun secara lebih jelas tujuan penjualan jagung pedagang pengumpul jagung tingkat desa adalah seperti Tabel berikut: Tabel 5.5. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Pedagang Besar dan Purusahaan Pakan Ternak Macam Jumlah PP Persentase Jumlah Persentase Harga JualPK Tujuan Penjualan Saluran Tk Kecamatan (DMU) (%) Produksi(Kg) (%) Rata-rata (Rp) 1 PP Tk Kecamatan - PP Besar 4 30, , PP Tk Kecamatan - P Pakan Ternak 3 23, , PP Tk Kecamatan - (PP Besar dan P Pakan Ternak) 6 46, , Jumlah , , ,77 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 13 DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan, sebanyak 4 DMU (30.77%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui pedagang pengumpul besar dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak kg (26,03%), dan sebanyak 3 DMU (23%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui perusahaan pakan ternak dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak kg (30.91%), serta sebanyak 6 DMU (46%) melakukan penjualan hasil pengumpulan jagungnya melalui keduanya dengan total volume jagung yang dikumpulkan sebanyak kg (43,06%). Hal ini menunjukkan bahwa pedagang pengumpul tingkat kecamatan dapat melakukan penjualan hasil pengumpulan produksinya melalui pedagang pengumpul besar dan perusahaan pakan ternak sekaligus ataupun salah satunya. Dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar (46.15%) pedagang pengumpul tingkat kecamatan lebih memilih menjual jagung hasil pengumpulannya melalui keduanya yaitu melalui pedagang besar maupun perusahaan pakan ternak dengan cara memilih tingkat harga jual commit yang paling to user tinggi. Hal ini dapat terlihat dari

9 digilib.uns.ac.id 84 rata rata harga jual yang diperoleh melalui keduanya yaitu sebesar Rp 2700/kg, sedangkan harga jual rata- rata yang diperoleh oleh pedagang tingkat kecamatan yang hanya menjual hasil pengumpulannya kepada pedagang besar dengan harga jual Rp 2.675/kg dan hanya dari perusahaan pakan ternak dengan harga jual hanya sebesar Rp 2.650/kg. Hal ini menunjukkan sebagian besar pedagang pengumpul tingkat kecamatan telah mampu menerapkan prinsip ekonomis dalam menjual hasil dagangannya, dengan memilih konsumen yang mampu membayar lebih tinggi. d. Aktor 4 : Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten/ Pedagang Besar Pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar merupakan mata rantai keempat dalam rantai pasok jagung tingkat petani di Kabupaten Grobogan. Peran pedagang pengumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar adalah sebagai pengumpul hasil produksi dari sebagian kecil petani produsen dalam area kabupaten atau sebagai pengumpul hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat desa dan kecamatan. Karakteristik tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (2 DMU). pedagang pengumpul jagung tingkat kabupaten berdasarkan tersebar dari pendidikan SD (2 DMU), SLTP (1 DMU) dan Tabel 5.6. Karakteristik Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Kabupaten/Pedagang Besar Di Kabupaten Grobogan NO Tk Alamat Tujuan Penjualan Jumlah Harga Jual PB DMU Pendidikan Produksi (Kg) rata-rata(rp) PB1 PT Brati PMT PB2 SLTP Brati PMT PB3 PT Grobogan PMT PB4 SD Wirosari PMT PB5 SD Grobogan PMT Jumlah Rata rata Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel 5.6. diatas terlihat bahwa dari 5 decision making unit (DMU) pedagang pengumpul tingkat kabupaten sebanyak 2 DMU (40 %) mempunyai latar belakang pendidikan SD, sebanyak 1 DMU (20%) berpendidikan SLTP, dan sebanyak 2 DMU (40%) berlatar belakang pendidikan PT.

10 digilib.uns.ac.id 85 Dari hasil pengamatan dilapangan 100% pedagang pengumpul tingkat kabupaten langsung menjual hasil dagangannya kepada perusahaan pakan ternak/ kandang. Alasan yang melatarbelakangi pedagang pengumpul tingkat kabupaten melakukan penjualannya kepada perusahaan pakan ternak adalah sebagai berikut: 1) Pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar biasanya menjual hasil pengumpulan produksinya kepada padagang yang lebih besar dalam skala yang besar yaitu perusahaan pakan ternak. 2) Telah ada ikatan kerjasama/kontrak dalam jumlah tertentu kepada perusahaan mitranya. e. Aktor 5 : Perusahaan Pakan Ternak Perusahaan Pakan Ternak (PMT) merupakan mata rantai terakhir dalam rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Peran perusahaan pakan ternak adalah sebagai pengumpul dan pengolah hasil produksi dari pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat kabupaten/pedagang besar. Selanjutnya hasil produksi tersebut diolah langsung dalam bentuk pakan ternak langsung kepada rekan bisnisnya. ataupun disalurkan Tabel 5.7. Perbandingan Jumlah Pedagang Pengumpul Kecamatan dan Pedagang Besar Yang Menjual Produksi Jagungnya ke Perusahaan Pakan Ternak Macam Jumlah PP Tk Kecamatan Persentase Jumlah Persentase Harga Beli PPT Tujuan Penjualan Saluran / Pedagang Besar(DMU) (%) Produksi (Kg) (%) Rata-rata (Rp) 1 PP Tk Kecamatan - P Pakan Ternak 3 21, , PP Tk Kecamatan - (PP Besar dan P Pakan Ternak) 6 42, , PP Besar- P Pakan Ternak 5 35, , Jumlah , , Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar (57.32%) jumlah produksi jagung yang diperoleh oleh perusahaan pakan ternak (PPT) berasal dari pedagang pengumpul besar dengan harga beli PPT kepada PPB rata-rata Rp 2.830/ kg tertinggi dibandingkan harga yang diterima oleh pengumpul tingkat kecamatan dengan harga beli PPT terhadap PPK rata rata Rp 2.650/kg. Tingginya harga yang diterima oleh

11 digilib.uns.ac.id 86 pedagang besar dibandingkan oleh pengumpul tingkat kecamatan adalah karena perusahaan besar rata-rata telah melakukan proses pasca panen yaitu melakukan proses pengeringan tambahan berupa kadar air minimum berkisar 12-14% serta penyortiran dengan memastikan tidak adanya biji yang terinfeksi cendawan, serta tercampur benda asing. Hal ini menunjukkan sebagian besar pedagang pengumpul besar telah memperhitungkan mutu dalam menjual hasil dagangannya, sehingga mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi Penentuan Fokus Kelembagaan Rantai Pasok Penyusunan Hierarki Berdasarkan hasil wawancara pada tahap identifikasi dengan menggunakan kuisioner terhadap lima orang responden pakar jagung yang terdiri dari ketua asosiasi jagung Kabupaten Grobogan, Pemerintah yang diwakili oleh Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Perwakilan Pedagang Besar, Perwakilan Pedagang Pengumpul Tingkat Desa, dan KTNA (Ketua Kelompok Tani Kabupaten Grobogan). Pada tahap ini masing- masing responden menentukan variabel faktor, aktor/pelaku, tujuan dan alternatif skenario berdasarkan prioritas sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hasil kuisioner penentuan hierarki yang diisi oleh responden disusun menjadi hierarki dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. a. Faktor faktor yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung Yang Efisien di Kabupaten Grobogan Terdapat empat faktor yang menentukan rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, diantaranya: (1) harga, (2) ketersediaan produk, (3) biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan rantai pasok jagung, serta (4) kualitas/ mutu produk. Faktor harga merupakan salah satu faktor dalam mendukung rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Harga yang sesuai dan menguntungkan merupakan harapan semua pihak dan merupakan salah satu faktor daya tarik dalam kegiatan rantai pasok jagung. Ketersediaan produk merupakan salah satu faktor yang penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, karena ketersediaan produk sangat berpengaruh dalam kelancaran pasokan pada pelanggan.

12 digilib.uns.ac.id 87 Biaya juga merupakan salah satu faktor yang membentuk manajemen rantai pasok jagung. Akses pembiayaan yang mudah dan administrasi yang tidak berbelitbelit memudahkan setiap anggota rantai pasok dalam mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika ada koordinasi dari semua unsur dan pelaku yang terkait dengan aspek pembiayaan. Selain ketiga faktor diatas, responden juga setuju bahwa mutu produk merupakan salah satu faktor yang penting, karena mutu/ kualitas produk akan mempengaruhi harga yang akan diterima oleh pelaku rantai pasok. Tujuan yang hendak dicapai dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan pada penyusunan hierarki, responden merekomendasikan empat tujuan yaitu: peningkatan kesejahteraan petani, keberlanjutan usaha petani dan pengumpul, peningkatan nilai produk dan kepuasan konsumen. Peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu tujuan yang diharapkan ingin dicapai dalam membentuk rantai pasok jagung yang efisien karena manajemen rantai pasok yang efisien akan meningkatkan kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Keberlanjutan usaha petani dan pengumpul termasuk salah satu tujuan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Keberlanjutan usaha dapat dilakukan jika hubungan pada rantai pasok jagung terjadi secara efisien. Peningkatan nilai produk juga termasuk salah satu tujuan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Peningkatan nilai produk diharapkan dapat dilakukan oleh setiap pelaku usaha dalam rangka meningkatkan keuntungan. Menurut Chopra dan Meindl (2004), tujuan utama dari rantai pasok adalah memenuhi kepuasan pelanggan. Kegiatan rantai pasok dimulai dari adanya pesanan yang diajukan oleh konsumen dan berakhir setelah kepuasan konsumen terpenuhi. Kepuasan konsumen dapat dicapai dengan adanya kuaitas produk sesuai dengan yang minta.

13 digilib.uns.ac.id 88 b. Alternatif Skenario Untuk Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung yang Efisien di Kabupaten Grobogan Terdapat empat alternatif skenario dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan yaitu fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani, pengembangan teknologi dan informasi, kemitraan antar pelaku usaha, intervensi pemerintah terhadap kebijakan jagung, Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Petani jagung. Fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani merupakan salah satu alternatif skenario yang bisa dilakukan. Untuk menunjang peningkatan kinerja rantai pasok jagung maka sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani sebaiknya mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau, sehingga petani dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan sarana produksi pertanian yang meliputi benih unggul yang berkualitas, pupuk dan obat obatan. Pengembangan informasi dan teknologi merupakan alternatif dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Pengembangan akses informasi dan teknologi meliputi informasi pasar maupun harga, sehingga petani dan pengumpul dapat mengetahui situasi pasar yang dihadapi oleh perusahaan, agar semua pihak bisa saling mengerti dan memahami. Intervensi pemerintah merupakan alternatif dalam rangka manajemen rantai pasok jagung yang efisien dan sangat diperlukan terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasaran, kebijakan biaya ekspor, dan kebijakan perdagangan internasional untuk membuat iklim usaha yang kondusif. Kemitraan juga merupakan salah satu aternatif skenario dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien, karena kemitraan melalui kerjasama antara perusahaan, pengumpul maupun petani dapat menciptakan kerjasama jangka panjang antar pihak, sehingga akan meningkatkan efisiensi rantai pasok jagung. Alternatif skenario yang lain adalah pengembangan SDM petani jagung yang juga merupakan aternatif skenario dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien, karena melalui pengembangan SDM petani yang berkualitas dapat meningkatkan hasil dan mutu produksi jagung yang dihasilkan.

14 digilib.uns.ac.id 89 Manajemen Rantai Pasok Jagung yang Efisien di Kabupaten Grobogan Harga Biaya Ketersediaan Produk Kualitas/ Mutu Produk Petani Pengumpul tk Desa Pengumpul tk Kecamatan Pengumpul tk Kabupaten Perush Pakan Ternak Pemerintah Peningkatan Kesejahteraan Petani Keberlanjutan Usaha Petani dan Pengumpul Peningkatan Kepuasan Konsumen Peningkatan Nilai Produk Fasilitasi Sarana dan Prasarana untuk Petani Pengembangan informasi Informasi dan Teknologi Intervensi pemerintah terhadap kebijakan Kemitraan/ kerjasama antar pihak Pemgembangan SDM Gambar 5.2. Skema AHP (Analytical Hierarchy Process) Manajemen Rantai Pasok Jagung di Kabupaten Grobogan Setelah faktor, tujuan dan alternatif skenario dipilih, selanjutnya ditetapkan struktur hierarki manajemen rantai pasok jagung yang efisien (gambar 5.2). Penyusunan hierarki ini akan menggambarkan hubungan elemen dari masingmasing level baik secara horizontal maupun vertikal sehingga mudah dalam pemberian penilaian tingkat kepentingan. Adapun data responden dan Hasil pengisian kuisioner AHP dapat dilihat pada lampiran 5.2 dan 5.3.

15 digilib.uns.ac.id Penilaian dan Penetapan Prioritas Dalam penentuan Manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan, penilaian dan penentuan prioritas diawali dengan penilaian kepentingan relatif masingmasing elemen dalam struktur hierarki dengan menggunakan kuisioner. Masingmasing elemen pada satu tingkat tertentu dengan tingkat diatasnya dinilai dengan cara melakukan komparasi/perbandingan berpasangan (pairwise comparision) dan penilaian dilakukan oleh lima orang responden. Hasil penilaian dari lima orang responden selanjutnya diolah menggunakan bantuan software Expert Choice 11. Prioritas dan peringkat setiap elemen dalam hierarki manajemen rantai pasok yang efisien. Tabel 5.8. Prioritas dan Peringkat Masing-Masing Elemen Level Hierarki Elemen Penyusun Nilai Prioritas Peringkat Harga Biaya Faktor Ketersediaan Produk Kualitas/ Mutu Pelaku/ Actor Tujuan Alternatif Skenario Petani Pengumpul Tk Desa Pengumpul Tk Kecamatan Pengumpul Tk Kabupaten Perusahaan Pakan Ternak Pemerintah Peningkatan Kesjahteraan Petani Keberlanjutan Usaha Petani dan Pengumpul Kepuasan Konsumen Peningkatan Nilai Produk Fasilitasi Sarana dan Prasarana Petani Pengembangan Informasi dan Teknologi Kemitraan / Kerjasama antar pihak Intervensi Pemerintah Terhadap Kebijakan PengembanganSDM Sumber: Analisis Data Primer 2013 Hasil analisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh bahwa faktor yang paling menentukan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah faktor harga. Faktor harga memiliki nilai prioritas tertinggi sebesar 0,396, peringkat kedua ketersediaan produk dengan nilai prioritas 0,366, selanjutnya faktor kualitas atau mutu produk dengan nilai 0,130 serta yang terakhir adalah faktor biaya dengan nilai 0,109.

16 digilib.uns.ac.id 91 Dari Tabel 5.8. terlihat bahwa aktor yang paling berperan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah perusahaan pakan ternak, dengan nilai prioritas tertinggi yaitu 0,282, aktor kedua adalah petani dengan nilai prioritas 0,270, dikuti oleh pengumpul Tk kabupaten dengan nilai prioritas 0,150, pengumpul tingkat desa 0,121, pengumpul tingkat kecamatan dengan prioritas 0,120, serta pemerintah sebesar 0,059. Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, peningkatan nilai produk menjadi prioritas pertama dengan nilai prioritas sebesar 0,344, disusul keberlanjutan usaha petani dan pengumpul dengan nilai prioritas sebesar 0,339, selanjutnya kepuasan konsumen dengan nilai prioritas 0,199 dan peningkatan kesejahteraan petani dengan nilai 0,119. Dari analisis hasil alternatif skenario yang hendak dicapai, terlihat bahwa fasilitasi sarana dan prasarana petani menjadi prioritas pertama dengan nilai 0,387, selanjutnya kemitraan/ kerjasama antar pihak yang terlibat dalam rantai pasok jagung dengan nilai prioritas 0,195, pengembangan SDM Petani 0,193, pengembangan informasi dan teknologi dengan nilai prioritas 0,157, selanjutnya dan terakhir intervensi pemerintah terhadap kebijakan dengan nilai 0,069. Hasil penilaian prioritas untuk membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut:

17 digilib.uns.ac.id 92 Gambar 5.3. Hasil Penilaian Prioritas Untuk Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung yang Efisien di Kabupaten Grobogan Interprestasi Masing-masing Kriteria a. Peranan Faktor dan Proporsinya dalam Skenario Menurut responden para ahli, faktor yang paling mendukung manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan adalah harga (0,396), diikuti oleh ketersediaan produk (0,366), kualitas/ mutu produk (0,130) dan terakhir faktor biaya

18 digilib.uns.ac.id 93 (0,109). Hal ini berarti faktor harga menjadi prioritas utama dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Gambar 5.4. Grafik Sensitivitas terhadap faktor yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung Yang Efisien 1) Harga Harga menjadi faktor yang sangat penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan karena harga yang dianggap layak akan mendorong para pelaku rantai pasok untuk terus terlibat dalam kegiatan pasok jagung. Selain itu harga yang layak akan meningkatkan penerimaan yang berimbas pada peningkatan pendapatan pelaku rantai pasok. 2) Ketersediaan Produk Ketersediaan produk jagung menjadi prioritas kedua sebagai faktor yang mempengaruhi manajemen rantai pasok jagung yang efisien, ketersediaan jagung yang kontinu merupakan sumber usaha pengumpul yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Sedangkan bagi petani ketersediaan produk dari hasil usahatani merupakan sumber penerimaan mereka setelah panen. 3) Kualitas/ Mutu Produk Kualitas/ mutu produk menjadi faktor ketiga dalam manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan, karena kualitas/mutu produk

19 digilib.uns.ac.id 94 akan mempengaruhi harga jual jagung. Penentuan mutu jagung berdasarkan pada kadar air saat dijual, keseragaman serta ada tidaknya kandungan aflaktosin. 4) Biaya Walaupun kecil pengaruhnya namun peranan biaya sangat vital dalam rantai pasok jagung, karena setiap pelaku usaha pada prinsipnya akan melakukan usahanya jika biaya yang dikeluarkan lebih kecil dari pendapatan yang diperoleh. Dengan prioritas skenario yang sama yaitu fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani, perusahaan pakan ternak dianggap sebagai aktor yang sangat berperan dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien, hal ini terlihat dari nilai prioritasnya sebesar 0,282, tertinggi diantara aktor yang lain, yaitu petani sebesar 0,270, pengumpul tingkat kabupaten sebesar 0,150, pengumpul tingkat desa sebesar 0,121, pengumpul tingkat kecamatan sebesar 0,120 dan pemerintah sebesar 0,059. Adapun hasil nilai masing-masing aktor didapat dari perhitungan dengan menggunakan metode bayes (Lampiran 5.4). Besarnya nilai aktor pengumpul tingkat desa dengan tingkat kecamatan menunjukkan peran kedua aktor tersebut nyaris sama besarnya. Namun untuk membentuk rantai pasok yang efisien, berapapun nilai prioritasnya semua pihak harus saling bekerjasama untuk mencapai goal yang diinginkan. Gambar 5.5. Grafik Aktor/Pelaku yang membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung 1) Perusahaan Pakan Ternak (0,282) Perusahaan pakan ternak mempunyai peranan yang paling penting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien. Karena peranan perusahaan pakan ternak sebagai konsumen akhir menjadi pihak yang secara tidak langsung memberikan jaminan pemasaran produk yang dihasilkan.

20 digilib.uns.ac.id 95 Dengan adanya perusahaan yang selalu membutuhkan produk jagung sebagai bahan baku utamanya, pelaku rantai pasok akan memiliki pasar yang jelas. 2) Petani (0,270) Petani merupakan ujung tombak rantai pasok jagung, sangat membutuhkan fasilitasi sarana dan prasarana yang akan mendukung budidaya jagung. Dengan cukupnya sarana dan prasarana bagi petani, hal ini akan mendukung hasil produksi yang lebih efisien. Sarana dan prasarana petani yang meliputi tersedianya benih unggul jagung dengan harga yang terjangkau, kemudahan mendapatkan pupuk dan pestisida yang semuanya merupakan hal prinsip dalam budidaya jagung. Tersedianya sarana dan prasarana bagi petani dengan harga yang terjangkau akan membuat petani lebih semangat dalam budidaya jagung. 3) Pengumpul Kabupaten Tingkat Kabupaten (0,150) Pengumpul tingkat kabupaten memiliki peranan yang cukup penting dengan menduduki prioritas ketiga dibanding aktor lainnya dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan karena peran pengumpul tingkat kabupaten merupakan perantara ataupun kepanjangan tangan dari perusahaan pakan ternak. Pengumpul tingkat kabupaten mendapat pasokan produk jagung dari pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pengumpul tingkat desa ataupun langsung dari petani. Dalam prakteknya sebagian petani dapat menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten dengan harga harga jual yeng lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang pengumpul tingkat desa. 4) Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (0,121) Pengumpul tingkat desa memiliki peranan yang penting dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan. Pengumpul tingkat desa mendapatkan pasokan jagung langsung dari petani baik secara langsung mendatangi petani ataupun didatangi petani. Petani biasanya memilih menjual jagung langsung kepada pedagang pengumpul desa dengan

21 digilib.uns.ac.id 96 alasan produksi yang dihasilkan hanya sedikit dan karena jarak tempuh yang dekat, selain itu karena faktor kekeluargaan. 5) Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan (0,120) Pengumpul tingkat kecamatan memiliki peranan yang hampir sama dengan pengumpul tingkat kecamatan dalam membentuk manajemen rantai pasok yang efisien di Kabupaten Grobogan, hal ini terlihat dari angka prioritasnya yang hampir sama. Pengumpul tingkat kecamatan mendapatkan pasokan jagung dari petani secara langsung maupun dari pedagang pengumpul desa baik secara langsung mendatangi petani/ pengumpul desa ataupun didatangi petani/ pengumpul desa. Wilayah jangkauan pedagang pengumpul kecamatan biasanya meliputi beberapa desa sekitarnya dalam satu kecamatan. Petani biasanya memilih menjual jagung kepada pedagang pengumpul kecamatan dengan alasan harga yang lebih tinggi dari pada pengumpul desa dan jarak tempuh yang masih relatif dekat. 6) Pemerintah (0,061) Pemerintah dinilai sangat kecil pengaruhnya dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Kecilnya nilai aktor pemerintah dikarenakan kurangnya perannya pemerintah dalam pengendalian faktor harga, dimana harga jagung saat ini dilepaskan dipasaran. Sehingga besarnya harga jagung lebih dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Padahal banyak pihak yang berharap pemerintah selaku penentu kebijakan ikut serta dalam penentuan harga jagung dipasaran. Selama ini peranan pemerintah di Kabupaten Grobogan masih terbatas pada bagaimana mencapai hasil produksi jagung sesuai dengan target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Intervensi pemerintah masih dirasa kurang di tingkat pengusaha. Peranan pemerintah masih dianggap hanya sebatas pada kecukupan produksi jagung padahal kebijakan pemerintah diharapkan dapat membantu petani maupun pengusaha jagung dalam memperluas usahanya, Peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam menciptakan efisiensi rantai commit pasok jagung to user

22 digilib.uns.ac.id 97 Dalam rangka pencapaian Goal, perumusan tujuan sangat berperan dalam menentukan skenario yang akan diambil. Adapun hasil nilai masing-masing tujuan didapat dari perhitungan dengan menggunakan metode Bayes (Lampiran 5.5). Dalam hal ini, seberapa besar skenario yang telah dibuat dapat menjawab tujuan yang diinginkan untuk mencapai goal, seperti pada gambar 5.6 berikut: Gambar 5.6. Grafik Tujuan yang Membentuk Manajemen Rantai Pasok Jagung 1) Peningkatan Produk (0.344) Peningkatan produk menjadi tujuan terpenting dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Peningkatan produk berupa peningkatan kuantitas yang diikuti oleh kualitas jagung. Dalam rangka peningkatan produk diperlukan peningkatan teknologi berupa benih unggul bersertifikat dan teknik budidaya jagung yang sesuai dengan lokasi. Adanya adopsi teknologi benih jagung hibrida yang sesuai dengan potensi dan lokasi daerah setempat sangat membantu peningkatan hasil produksi jagung. 2) Keberlanjutan Usaha Petani dan Pengumpul (0,339) Keberlanjutan usaha petani dan pengumpul menjadi tujuan penting kedua dalam membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Hubungan saling membutuhkan antara petani dan pelaku rantai pasok lainnya perlu dipertahankan dengan prinsip saling menguntungkan semua pihak. Peranan setiap mata rantai pasok jagung sesuai dengan fungsinya akan mempertahankan keberlanjutan usaha dan menciptakan rantai pasok jagung yang efisien. Keberlanjutan usaha

23 digilib.uns.ac.id 98 dianggap sangat penting karena banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan rantai pasok jagung, baik petani sebagai produsen maupun pedagang pengumpul tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. 3) Kepuasan Konsumen (0,199) Kepuasan konsumen merupakan prioritas tujuan ketiga dalam rangka membentuk manajemen rantai pasok jagung yang efisien di Kabupaten Grobogan. Kepuasan konsumen dapat di diperoleh jika kebutuhan konsumen dapat diperoleh dengan mutu yang baik, lebih cepat mendapatkan produk serta sesuai dengan harga yang diharapkan. 4) Peningkatan Pesejahteraan Petani (0,119) Peningkatan kesejahteraan petani mendapat prioritas yang paling kecil, karena responden berpendapat bahwa dalam peningkatan kesejahteraan petani akan mengikuti ketiga tujuan diatas, peningkatan kesejahteraan petani akan tercapai jika terjadi peningkatan produk yang meliputi kualitas dan kuantitas dengan tingkat harga yang diharapkan oleh petani yang terjadi secara berkelanjutan. Peningkatan produk yang diikuti oleh tingkat harga yang sesuai akan menyebabkan peningkatan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. b. Prioritas Skenario Dalam Mencapai Goal Menurut hasil analisis dengan menggunakan program AHP dalam rangka mencapai goal, prioritas tertinggi skenario adalah fasilitasi sarana dan prasarana bagi petani (0,387), skenario selanjutnya adalah kemitraan/ kerjasama antar pihak (0,195), Pengembangan SDM (0,193), pengembangan informasi dan teknologi (0,157), serta intervensi pemerintah terhadap kebijakan (0,068), dengan nilai rasio konsistensi sebesar 0,06 yang berarti 0,10, hal ini menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan oleh para pakar cukup konsisten dan logis, serta dapat diterima.

24 digilib.uns.ac.id 99 Gambar 5.7. Grafik Sensitivitas Prioritas Skenario dalam Mencapai Goal 1) Fasilitasi Sarana dan Prasarana untuk Petani (0,387) Fasilitasi sarana dan prasarana untuk petani menjadi alternatif skenario yang paling prioritas, hal ini karena jika sarana dan prasarana untuk produksi pertanian terpenuhi dengan jumlah yang mencukupi, kualitas yang baik serta harga yang terjangkau akan menghasilkan produksi jagung yang tinggi yang pada akhirnya akan berimplikasi pada tingkat penerimaan dan pendapatan petani. Ketersediaan sarana dan prasarana bagi petani yang meliputi benih unggul, pupuk dan obat-obatan serta sarana penunjang lainnya pada akhirnya akan menciptakan manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. 2) Kemitraan / Kerjasama Antar Pihak (0,195) Kemitraan/ kerjasama antar pihak menempati prioritas kedua sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Kemitraan dapat terjadi antara petani, pedagang pengumpul dan perusahaan pakan ternak. Kemitraan biasanya berupa kontrak kerjasama untuk memenuhi sejumlah pasokan jagung sesuai dengan mutu dan jumlah yang ditentukan. Dalam melakukan kemitraan biasanya selain diikat dengan kontrak kerjasama secara tertulis juga dapat dilakukan melalui kesepakatan tak tertulis. Kerjasama tak tertulis biasanya memerlukan pemahaman bersama terhadap aturan yang diberlakukan, dengan menerapkan prinsip transparansi serta kejujuran terhadap informasi pasar maupun harga. Kemitraan dapat dilakukan oleh petani melalui koperasi maupun KUD ataupun koperasi/ KUD dengan perusahaan pengumpul lainnya.

25 digilib.uns.ac.id 100 3) Pengembangan SDM petani (0,193) Pengembangan SDM petani menjadi prioritas ketiga sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Kualitas SDM petani merupakan penunjang yang cukup penting dalam menghasilkan produk jagung yang sesuai dengan jumlah dan kualitas yang diminta konsumen. 4) Pengembangan Akses Informasi dan Teknologi (0,157) Berdasarkan analisa hasil dari AHP, Pengembangan akses informasi dan Teknologi menjadi prioritas strategi keempat setelah Pengembangan SDM petani. Akses informasi dan teknologi dalam rangka mencapai rantai pasok jagung yang efisien dapat berupa pengetahuan terhadap harga serta kondisi pasar jagung. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan petani dan pengumpul memiliki posisi tawar yang baik dalam rantai pasok. Akses informasi dapat diperoleh melalui temu lapang antara kelompok tani, informasi dari penyuluh lapangan atau dinas terkait, berita baik dari media cetak dan elektronik. Sedangkan pengembangan teknologi dapat diperoleh melalui hasil pembelajaran dan pengalaman baik secara pribadi maupun dengan kelompok tani di lapangan, hasil adopsi melalui pertemuan lapang antara petani dengan penyuluh maupun dengan perusahaan pengada saprodi, melalui media cetak maupun elektronik. 5) Intervensi Pemerintah Terhadap Kebijakan Intervensi pemerintah menempati prioritas terakhir sebagai alternatif skenario dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan. Walaupun peranannya dianggap kecil intervensi pemerintah sangat diperlukan terutama dalam hal penyediaan sarana prasarana (penentuan harga pupuk), kebijakan ekspor/ impor jagung, kebijakan perdagangan internasional termasuk tarif bea keluar/ masuk, aturan karantina dan sebagainya. Kecilnya nilai yang diberikan responden terhadap intervensi pemerintah dikarenakan selama ini peranan pemerintah masih kecil didalam mengendalikan harga jagung yang merupakan faktor yang dianggap paling penting didalam menciptakan efisiensi rantai pasok

26 digilib.uns.ac.id 101 jagung. Intervensi pemerintah masih dirasa kurang di level pengusaha. Peranan pemerintah masih dianggap hanya sebatas pada kecukupan produksi jagung padahal kebijakan pemerintah diharapkan dapat membantu petani maupun pengusaha jagung dalam memperluas usahanya, Peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam menciptakan efisiensi rantai pasok jagung Kinerja Rantai Pasok Parameter Pengukuran Kinerja Analisis efisiensi kinerja rantai pasok jagung menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis. Data yang digunakan adalah data berdasarkan musim panen MT 2 (April - September 2013). Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara tujuan manajemen rantai pasok yang ingin dilakukan. Pengukuran kinerja pelaku rantai pasok dilakukan dengan membandingkan antara satu pelaku dengan pelaku yang lainnya di dalam satu rantai pasok. Setiap atribut kinerja mempunyai indikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja dari sebuah organisasi. Setiap parameter dalam pengukuran merupakan indikator bagi tujuan manajemen rantai pasok. Pada penelitian ini pengukuran kinerja tidak dilakukan terhadap perusahaan pakan ternak dengan alasan karena hanya terdapat satu pelaku maka tidak bisa diperoleh efisiensi pelaku karena tidak ada unit (DMU) pembanding di dalam proses Benchmarking. Dalam pengukuran kinerja melalui pendekatan DEA, atribut kinerja terdiri dari variabel input dan output. Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada pembahasan sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja para pelaku rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan dengan mengunakan pendekatan DEA adalah sebagai berikut : a. Parameter Kinerja di Tingkat Petani 1) Faktor input pada rantai pasok tingkat petani terdiri atas metrik: - Biaya benih (X1)

27 digilib.uns.ac.id 102 Merupakan kebutuhan biaya benih yang dikeluarkan masing-masing DMU petani - Biaya Saprodi (pupuk dan pestisida) (X2) Dalam Perhitungan menggunakan software DEAP 2.1, data pupuk digabungkan dengan pestisida yaitu merupakan total pengeluaran pupuk dan pestisida dalam rupiah oleh masing masing DMU. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol pada salah satu variabel karena beberapa DMU tidak menggunakan pestisida, yang menyebabkan data tidak dapat diolah. Sedangkan penggabungan jumlah pengeluaran untuk kebutuhan pupuk dan pestisida dalam bentuk nominal rupiah dilakukan karena sebagai berikut: pertama, tidak semua DMU menggunakan ukuran pupuk dan pestisida dalam jenis yang sama yaitu kg dan liter. Kedua, berdasarkan data yang dikumpulkan dari DMU, jenis pupuk dan pestisida yang digunakan sangat beragam baik jenisnya maupun pengukurannya, misalnya terdapat DMU yang menggunakan pupuk atau pestisida dalam bentuk cair dengan satuan liter, serta pupuk padat dengan satuan kilogram dan lain sebagainya. Ketiga, pada sebagian DMU lebih mengingat nominal yang dikeluarkan untuk setiap pengaplikasian pestisida dan pupuk. - Biaya tenaga kerja (X3) Merupakan biaya tenaga kerja luar keluarga yang harus dikeluarkan dalam usahatani oleh masing-masing DMU petani. 2) Faktor output pada rantai pasok tingkat petani yang terdiri atas: - Jumlah Produksi yang dikumpulkan (Y1) - Pendapatan pengumpul yang merupakan hasil dari input yang dikeluarkan (Y2). Data yang digunakan sebagai keluaran (output) (Y) meliputi jumlah produksi petani (Y1) dan djumlah pendapatan petani (Y2) akibat dari input yang dikeluarkan oleh DMU petani, dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah biaya benih yang digunakan (X1), jumlah biaya pupuk dan pestisida (X2), biaya tenaga kerja (X3. Pengukuran kinerja terhadap petani melibatkan 60 pelaku rantai pasok dianggap mewakili secara umum kondisi petani jagung di Kabupaten Grobogan.

28 digilib.uns.ac.id 103 Pengukuran kinerja yang digunakan didalam studi adalah Multiple Input Charness Cooper Rhodess dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU). Penentuan variabel lain seperti usia decision making unit, usia usahatani, lama menempuh pendidikan formal, jenis kelamin, status pemilikan lahan, tidak digunakan langsung dalam model analisis efisiensi ini, tetapi digunakan sebagai penjelas dari hasil olahan. b. Parameter Kinerja di Tingkat Pedagang Pengumpul 1) Faktor input pada rantai pasok jagung tingkat pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten terdiri atas: - Biaya pembelian produk jagung (X1) - Biaya bongkar muat dan penjemuran (X2) - Biaya transportasi (X3) 2) Faktor output pada rantai pasok jagung tingkat pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten terdiri atas jumlah produksi dan pendapatan dari input yang dikeluarkan. Pengukuran kinerja terhadap pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan dan kabupaten melibatkan semua pelaku rantai pasok yang dianggap mewakili secara umum kondisi pedagang pengumpul jagung di Kabupaten Grobogan. Pengukuran kinerja yang digunakan didalam studi adalah Multiple Input Charness Cooper Rhodess Data Envelopment analysis dengan mekanisme untuk memaksimalkan output pada setiap unit pengukuran (DMU). Data produksi (Y1) dan pendapatan (Y2) digunakan sebagai output, dan variabel masukan (input) yang digunakan adalah biaya pembelian produk jagung (X1), biaya bongkar muat dan penjemuran (X2), biaya transportasi (X3). Nilai variabel (X2) merupakan kalkulasi dari biaya bongkar muat dan penjemuran selama satu masa tanam. Akumulasi dilakukan untuk menghindari adanya nilai nol yang menyebabkan data tidak dapat diolah dikarenakan tidak semua DMU melakukan penjemuran.

29 digilib.uns.ac.id Analisis Kinerja Rantai Pasok Jagung Analisis kinerja pelaku rantai pasok di hitung dengan menggunakan metode DEA dengan asumsi CRS yang berorientasi output. Artinya, seberapa besar output yang harus dihasilkan dengan menggunakan jumlah input yang sama, sehingga DMU tersebut menjadi efisien. Analisis kinerja pelaku rantai pasok dilakukan terhadap pelaku dalam rantai pasok jagung yaitu: petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang penggumpul tingkat kabupaten/ pedagang besar. Pengukuran kinerja pada perusahaan pakan ternak di Kabupaten Grobogan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode DEA karena hanya ada satu perusahaan pakan ternak Com Fedd di daerah tersebut, sehingga tidak ada pembanding untuk dilakukan benchmarching. Pengukuran efisiensi pelaku rantai pasok dengan pendekatan DEA dilakukan dengan bantuan solver DEAP 2.1. Data yang dimasukkan ke dalam solver merupakan variabel atribut output dan input yang telah dilakukan perhitungan nilai kuantitatifnya selama satu musim tanam. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit terhadap seluruh tingkatan kinerja pelaku rantai pasok. Analisis efisiensi teknis pelaku rantai pasok dilakukan berdasarkan input dan output yang dihasilkan. a. Analisis Kinerja Rantai Pasok Jagung Tingkat Petani Perhitungan kinerja petani melibatkan 60 sampel yang terdapat di empat kecamatan berbeda. Hasil olahan dibawah ini menggambarkan hasil perhitungan efisiensi petani jagung berdasarkan software DEAP 2.1 sebagai berikut : Tabel 5.9. Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Petani Jagung Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase (Orang) (%) 1 0 < x , < x , < x , < x , < x , < x , < x , < x , < x , < x < , ,70 Jumlah ,00 Rata -rata efisiensi 0.69 Sumber: Analisis Data Primer 2013

30 digilib.uns.ac.id 105 Berdasarkan Tabel 5.9, sebaran nilai yang diperoleh dari 60 (enampuluh) decision making unit, hanya terdapat 10 DMU petani (16,7%) yang memiliki capaian efisiensi (100%) atau bernilai 1, dengan capaian efisiensi rata-rata 0,689. Hasil analisis efisiensi DMU petani jagung secara lengkap terdapat pada lampiran 5.6. Karakteristik DMU berdasarkan usia petani tersebar mulai dari yang berusia diatas 20 tahun hingga DMU yang berumur lebih dari 60 tahun serta menghabiskan setengah dari hidupnya untuk bertani. Tabel Sebaran Efisiensi Berdasarkan Umur Petani Jagung kabupaten Grobogan Tahun 2013 Umur Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase (%) Persentase (%) Persentase(%) DMU Efisien Effisien 1 DMU DMU Efisien Terhadap Range umur < x < ,33 3,33 100,00 30 x < , x < ,33 10,00 20,69 50 x < ,00 3,33 16, , Jumlah ,00 16,67 16,67 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel 5.10 diatas terlihat bahwa petani yang mengusahakan jagung di Kabupten Grobogan mayoritas berumur 40 sampai dengan 50 tahun (48,33%), selanjutnya petani dengan kisaran umur 50 sampai dengan 60 tahun (20%), sedangkan yang paling sedikit mengusahakan jagung adalah petani dengan kisaran umur tahun, dan tidak ada petani yang mengusahakan jagung dibawah umur 20 tahun, hal ini mencerminkan sebagian besar penduduk dengan usia dibawah 30 tahun lebih menyukai sektor lain diluar usahatani jagung. Petani jagung yang mempunyai nilai efisiensi 1 (100 %) terbanyak terdapat pada kisaran tahun (10%), hal ini karena pada umur tersebut petani sedang dalam masa produktif sebagai petani dengan tingkat pengalaman yang lebih banyak dan semangat yang lebih tinggi dalam berusahatani, sehingga menghasilkan hasil yang optimal serta memiliki kemauan untuk belajar dan mencari informasi.

31 digilib.uns.ac.id 106 Tabel Sebaran Efisiensi berdasarkan Kepemilikan Lahan kabupaten Grobogan Tahun 2013 No Luasan Milik sendiri Sewa/ Sakap Jumlah DMU Jumlah DMU Effisiensi (Ha) sawah Tegal Pekarangan Jumlah DMU Persentase sawah Tegal Pekarangan Jumlah DMU Persentase (Orang) yang Effisien (%) (Orang) (Orang) (Orang) Yang efisien 1 DMU (Orang) (Orang) (Orang) Yang efisien 1 DMU (Orang) (Orang) Yang Efisien (Orang) Yang Efisien , , , < x , , < x < x , ,67 5 > , ,67 Jumlah , , ,67 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari hasil perhitungan terlihat bahwa petani sewa/sakap dari perusahaan perhutani yang bekerjasama dengan petani dengan sistem pinjam mempunyai jumlah peserta yang lebih efisien ( 15%) dari pada petani pemilik (1,67%). Lebih banyaknya jumlah petani sewa yang efisien disebabkan karena petani penyewa biasanya lebih termotivasi dalam melakukan usahatanianya. Sebanyak 30 orang petani yang meminjam lahan dari perusahaan perhutani dengan sistem kemitraan melalui kelompok kerja. Dimana petani yang dipinjami merupakan kelompok tani yang ikut sebagai pekerja perusahaan dan membentuk kelompoktani. Areal yang ditanami merupakan areal lahan perhutani yang berumur kurang dari 5 tahun atau areal yang belum ditanami oleh perusahaan. Dalam hal ini petani tidak mengeluarkan biaya sewa untuk lokasi yang digarap. Sedangkan karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Sebaran Efisiensi berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani Jagung Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase Persentase (Orang) Efisien (Orang) (%) DMU DMU Effisien 1 (%) Tidak sekolah 5 1 8,33 1,67 Tdk tmt SD 4 1 6,67 1,67 SD ,33 10,00 SMP ,33 3,33 SMA 5 0 8,33 - PT Jumlah ,00 16,67 Sumber: Analisis Data Primer 2013

32 digilib.uns.ac.id 107 Dari Tabel 5.12 diatas terlihat bahwa DMU petani tersebar dari petani yang tidak pernah sekolah sampai dengan petani yang pernah mengenyam pendidikan SMA, serta tidak ada petani jagung (DMU) yang berpendidikan Perguruan Tinggi yang bertani jagung sebagai mata pencahariannya di Kabupten Grobogan. Mayoritas petani yang mengusahakan jagung berpendidikan SD 38 orang (63,33%), hal ini mencerminkan sebagian besar petani jagung di Kabupaten Grobogan hanya mempunyai tingkat pendidikan SD. Selanjutnya petani dengan pendidikan SMP sebanyak 8 orang (13,33%), sedangkan yang paling sedikit mengusahakan jagung adalah petani yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang (6,67%). Dari data diatas, petani jagung yang mempunyai efisiensi 1 (100 %) terbanyak juga terdapat pada tingkat pendidikan SD sebanyak 6 orang (10%) diikuti oleh tingkat pendidikan SMP sebanyak 2 orang (3,33%). Selanjutnya tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD masing masing 1 DMU (1,67%), serta tidak ada DMU yang efisien pada tingkat pendididkan SMU. Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidikan, tidak terdapat pola DMU yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi yang tinggi, hal ini karena minimnya pelajaran pertanian di sekolah, dan tidak semua sekolah memberlakukan pelajaran mengenai budidaya pertanian di sekolah. Selain itu kemauan untuk tetap belajar dan bekerja tekun serta pengalaman yang lebih banyak dalam berusahatani dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal. Pada Tabel 5.12, sebagian besar petani jagung Kabupaten Grobogan menggunakan jumlah benih jagung antara kg per ha yaitu sebanyak 53 DMU (88,33%). Selanjutnya urutan kedua adalah kisaran > 20 sebanyak 4 petani (6,67%), dan terakhir < 10 kg/ha. Secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5.7. Tabel Sebaran Efisiensi berdasarkan Jumlah Penggunaan Benih Jagung per Ha Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Penggunaan Benih Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase Per Ha DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%) < ,00-10 x ,33 16,67 > ,67 - Jumlah DMU ,00 16,67 Sumber: Analisis Data Primer 2013

33 digilib.uns.ac.id 108 Dari tabel 5.13 diatas terlihat bahwa efisiensi 100% hanya tercapai pada pemakaian benih dengan kisaran kg/ha. Sedangkan petani yang menggunakan benih >20 kg/ha dan < 10 kg/ha tidak ada yang memperoleh angka efisiensi. Banyaknya jumlah DMU yang effisien pada penggunaan benih kisaran kg karena jumlah tersebut merupakan anjuran yang tepat untuk penggunaan benih jagung hibrida berkisar ±15 kg/ha yang disesuaikan dengan spesifikasi lokasi dan varietas benih. Dari hasil penelitian di lapangan seluruh DMU 100% menggunakan jagung hibrida. Tabel Sebaran Efisiensi Berdasarkan Penggunaan Jenis Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Benih Jagung di Varietas Benih Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase Jagung DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%) P ,67 - P ,67 1,67 p ,33 6,67 NK ,00 1,67 NK ,67 - DK 1-1,67 - Bisi ,00 6,67 Bisi ,67 - Deka 1-1,67 - Kapal Terbang 1-1,67 - Jumlah DMU ,00 25,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel Penggunaan varietas benih jagung di Kabupaten Grobogan diantaranya adalah P-21, P-27, P-11, NK-33, NK-99, DK, Bisi 2, Bisi 16, dan kapal terbang. Adapun penggunaan varietas benih jagung yang paling banyak ditanam petani adalah varietas jagung P-21 sebanyak 29 DMU (48,33%) selanjutnya adalah varietas Bisi-2 sebanyak 18 DMU (30%), varietas P-27 sebanyak 4 DMU (6,67%), varietas NK-33 sebanyak 3 DMU (5%), selebihnya menyebar pada varietas P-11, NK-99, DK, Bisi-16, dan kapal terbang dengan masing masing sebanyak 1 DMU (1,67%). Data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.7. Dari hasil perhitungan dan pengamatan terhadap petani, jumlah DMU yang mencapai efisiensi 1 atau 100% terdapat pada 10 DMU dengan varietas terbanyak adalah varietas P-21 dan Bisi 2, masing-masing sebanyak 4 DMU (6,67%), selanjutnya pada varietas P-27, NK33, masing masing sebanyak 1 DMU (1,67%). commit Sedangkan to user untuk varietas P-11, NK-99,

34 digilib.uns.ac.id 109 DK, Bisi-16 dan Kapal terbang tidak ada DMU yang effisien, hal ini berarti kelima varietas tersebut tidak effisien jika ditanam di Kabupaten Grobogan. Sebagian besar petani Kabupaten Grobogan juga telah menggunakan pupuk untuk tanaman jagung dalam usahataninya. Adapun jenis pupuk yang digunakan diantaranya adalah: Pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk ZA, pupuk phonska serta pupuk NPK basal. Hampir 95 % DMU petani menggunakan pupuk urea dan 83,33% DMU petani menggunakan pupuk SP-36 sedangkan hanya sebagian kecil yang menggunakan pupuk lainnya diantaranya: pupuk phonska (25%), pupuk ZA (3,33%), pupuk NPK Basal (3,33%). Sebaran pemakaian pupuk per ha dapat dilihat pada lampiran 5.8 Dari Lampiran tersebut terlihat bahwa rata rata penggunaan pupuk terbanyak petani adalah pupuk urea dengan rata-rata penggunaan sebesar 327,84 kg/ha, dengan pengeluaran rata rata di tingkat petani adalah Rp ,05 / ha. Selanjutnya pemakaian terbanyak kedua adalah pupuk Sp-36 sebesar 189,58 kg/ha, dengan rata rata pengeluaran di tingkat petani sebesar Rp ,32/ ha. Sedangkan rata-rata penggunaan pupuk terkecil adalah pupuk ZA hanya sebesar 6,67 kg/ha, dengan rata rata pengeluaran di tingkat petani sebesar Rp ,67/ ha, hal ini karena dari seluruh DMU petani hanya ada 2 orang (3,33%) yang menggunakan pupuk ZA. Karakteristik efisiensi petani berdasarkan penggunaan pupuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Sebaran Efisiensi Berdasarkan Penggunaan Pupuk Urea Per Ha pada Tanaman Jagung di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Penggunaan Pupuk Urea Jumlah Jumlah DMU Persentase Persentase Per Ha DMU Yang Efisien DMU (%) DMU Yang Efisien(%) Tidak Menggunakan 3 1 5,00 1,67 < , x < , x < ,00 3, x < ,33 1, x < ,00 8, x < ,33 1, x < , x < ,67 - Jumlah DMU ,00 16,67 Sumber: Analisis Data Primer 2013

35 digilib.uns.ac.id 110 Dari Tabel diatas terlihat bahwa penggunaan pupuk urea di Kabupaten Grobogan menyebar dari yang tidak menggunakan pupuk urea sampai dengan pemakaian pupuk urea lebih dari 800 kg/ ha. Sebagian besar petani menggunakan pupuk Urea (95%) dan hanya tiga orang petani (5% ) yang tidak menggunakan pupuk Urea. Hasil pengolahan menggunakan Deap 2.1 menunjukkan bahwa efisiensi maksimal sebesar 100% (bernilai1) terdapat paling banyak pada DMU yang menggunakan pupuk urea sebanyak kg/ ha, yaitu sebanyak 5 orang (8,33%), selanjutnya terbanyak kedua pada DMU yang menggunakan pupuk Urea sebanyak kg/ha sebanyak 2 orang (3,33 persen). Banyaknya jumlah DMU yang effisien pada penggunaan pupuk kg menunjukkan bahwa jumlah tersebut merupakan ukuran yang tepat untuk penggunaan pupuk Urea berdasarkan spesifikasi lokasi di daerah tersebut. Secara lebih lengkap penggunaan jenis pupuk per ha dapat dilihat pada lampiran 5.8. b. Analisis Kinerja Pedagang Pengumpul Tingkat Desa Pengukuran kinerja pedagang pengumpul tingkat desa melibatkan 8 sampel pelaku yang yang berhubungan langsung dengan petani maupun pedagang pengumpul diatasnya. Seperti pada tabel berikut ini: Tabel Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Pedagang Pengumpul Jagung Tingkat Desa Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase (Orang) (%) 1 0 < x < x < x < x < x < x < x < x < x , < x < , ,50 Jumlah 8 100,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEAP.2.1, dari 8 DMU ternyata hampir seluruhnya dinyatakan efisien yaitu 7 DMU (87,5%). Hanya terdapat 1 DMU yang belum mampu menyamakan kinerja dengan pelaku yang sudah mencapai nilai efisiensi 100 % (lampiran 5.9).

36 digilib.uns.ac.id 111 Karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan pedagang pengumpul desa, tersebar dari pendidikan SD (6 DMU), SLTA (1 DMU) dan Perguruan Tinggi (1 DMU). Tabel Sebaran Efisiensi berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani jagung kabupaten Grobogan Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase Persentase (Orang) Efisien (Orang) (%) DMU Efisien 1 (%) Tidak sekolah Tdk tmt SD ,00 75,00 SD SMP SMA ,50 - PT ,50 12,50 Jumlah ,50 87,50 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel diatas terlihat bahwa mayoritas pedagang pengumpul desa berpendidikan SD sebanyak 6 DMU (75 %). Selanjutnya petani dengan pendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi masing-masing sebanyak 1 DMU (12.5%). Adapun pedagang pengumpul desa dengan latar belakang pendidikan SD semuanya memperoleh efisiensi 1 DMU (100 %) atau (75% ) dari total responden DMU, Pedagang pengumpul desa berpendidikan PT juga 100% effisien, sedangkan pedagang pengumpul desa dengan berpendidikan SLTA sebanyak 1 DMU (100%) atau 12,5 % dari total responden hanya memiliki tingkat efisiensi Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidikan, tidak ada pola DMU yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi yang tinggi, hal ini mencerminkan kemauan untuk tetap belajar dan bekerja tekun serta pengalaman yang lebih banyak dalam berusahatani dapat menghasilkan tingkat efisiensi yang optimal. Selain itu tingkat pendidikan yang tinggi tidak selalu mencerminkan pembelajaran pertanian di bangku sekolah. c. Analisis Kinerja Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Pemilihan pedagang pengumpul tingkat kecamatan juga diselaraskan dengan jalur distribusi pasokan didalam satu wilayah kecamatan sehingga penetapan jumlah sampel pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang akan menjadi unit pengukuran juga dibatasi dalam lingkup sampel petani dan pedagang pengumpul sebelumnya. Dari

37 digilib.uns.ac.id 112 tiga belas unit sampel pengumpul tingkat kecamatan, enam diantaranya teridentifikasi efisien (46,15%) sedangkan tujuh lainnya tidak efisien (53,85%). Hal ini menunjukkan sebagian besar pengumpul tingkat kecamatan belum effisien dan masih dapat ditingkatkan kinerjanya mengacu pada DMU yang effisien. Fluktuasi nilai efisiensi pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang tidak terlalu tinggi dalam struktur rantai pasok yaitu antara 0,953 dengan 1,000 mengindikasikan tingkat keseragaman input dan output pasokan antara satu pedagang pengumpul tingkat kecamatan satu dengan pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang lainnya relatif sama. Hal ini terlihat pada tabel berikut ini: Tabel Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase (Orang) (%) 1 0 < x < x < x < x < x < x < x < x < x < x < , ,20 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEAP.2.1, dari 13 DMU ternyata yang dinyatakan efisien adalah 6 DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan (46,2%). Sedangkan 7 DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan (53,8%) dinyatakan belum effisien karena mepunyai nilai efisiensi dibawah 100 %. Akan tetapi selisih kinerja pelaku yang tidak efisien tidak terlalu besar karena rata rata efisiensi bernilai 99,1% (lampiran 5.10). Karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan pedagang pengumpul tingkat kecamatan, tersebar dari pendidikan SD (5 DMU), SLTP (1 DMU), SLTA (3 DMU) dan Perguruan Tinggi (4 DMU).

38 digilib.uns.ac.id 113 Tabel Sebaran Efisiensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase DMU Persentase (Orang) Efisien (Orang) (%) DMU Efisien 1 (%) Tidak sekolah Tdk tmt SD SD ,46 23,08 SMP 1 0 7,69 - SMA ,08 - PT ,77 23,08 Jumlah ,00 46,15 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari Tabel diatas terlihat bahwa mayoritas pedagang pengumpul tingkat kecamatan berpendidikan SD sebanyak 5 DMU (38,46 %). Selanjutnya pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan latar pendidikan PT sebanyak 4 DMU (30,77%), pendidikan SLTA sebanyak 3 DMU 23,08%), dan SLTP sebanyak 1 DMU (7,69%). Adapun yang memperoleh efisiensi terbanyak maksimum 100% adalah pedagang pengumpul tingkat kecamatan dengan latar belakang pendidikan SD dan PT, masingmasing sebanyak 3 DMU (23,08%). Yang menarik adalah dari ke empat DMU yang berpendidikan PT ketiganya (75% dari DMU PT) memperoleh nilai efisiensi 100% (bernilai1). DMU dengan latar belakang pendidikan SD juga dapat memperoleh nilai efisiensi 1, hal ini mencerminkan bahwa efisiensi dapat dicapai seseorang dengan latar belakang pendidikan apapun asalkan mempunyai kemauan untuk tetap belajar dan bekerja tekun serta pengalaman yang lebih banyak dalam berusaha tani. d. Analisis Kinerja Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten/ Pedagang Besar Pemilihan pedagang pengumpul tingkat kabupaten atau pedagang besar juga diselaraskan dengan jalur distribusi pasokan didalam satu wilayah kabupaten sehingga penetapan jumlah sampel pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang akan menjadi unit pengukuran dibatasi dalam lingkup sampel petani dan pedagang pengumpul sebelumnya. Dari lima unit sampel pengumpul tingkat Kabupaten, ternyata hanya 1 DMU) yang belum mampu menyamakan kinerja dengan pelaku yang sudah mencapai nilai efisiensi 100 %, seperti pada tabel commit berikut to ini: user

39 digilib.uns.ac.id 114 Tabel Sebaran DMU Berdasarkan Tingkat Pencapaian Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten Di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 No Nilai Effisiensi Jumlah DMU Persentase (Orang) (%) 1 0 < x < x < x < x < x < x < x < x < x < x < , ,00 Jumlah 5 100,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Dari hasil perhitungan efisiensi menggunakan pendekatan DEAP.2.1, dari 5 DMU ternyata 4 DMU (80%) pedagang pengumpul tingkat kabupaten mempunyai nilai efisiensi 100%, dan hanya 1 DMU (20%) pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang dinyatakan belum effisien karena mepunyai nilai efisiensi 0,974 atau dibawah 100 %. Fluktuasi nilai efisiensi pedagang pengumpul tingkat Kabupaten yang tidak terlalu tinggi dalam struktur rantai pasok yaitu hanya sebesar 0,026 yaitu dengan nilai efisiensi terendah 0,974 sampai dengan bernilai 1 mengindikasikan bahwa tingkat keseragaman input dan output pasokan antara satu pedagang pengumpul tingkat kabupaten satu dengan pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang lainnya relatif sama. (lampiran 5.11) Karakteristik DMU berdasarkan tingkat pendidikan pedagang pengumpul tingkat kabopaten, dapat dilihat pada tabel 5.21 berikut: Tabel Sebaran Efisiensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah DMU Jumlah DMU Persentase DMU Persentase (Orang) Efisien (Orang) (%) DMU Efisien 1 (%) Tidak sekolah Tdk tmt SD SD ,00 20,00 SMP ,00 20,00 SMA PT ,00 40,00 Jumlah ,00 80,00 Sumber: Analisis Data Primer 2013

40 digilib.uns.ac.id 115 Dari Tabel diatas terlihat bahwa pedagang pengumpul tingkat kabupaten tersebar dari pendidikan SD (2 DMU), SLTP (1 DMU) dan Perguruan Tinggi (2 DMU). Sebanyak 2 DMU (40 %) mempunyai latar belakang pendidikan SD, 1 DMU (20% ) berlatar belakang pendidikan SLTP, dan sebanyak 2 DMU (40%) mempunyai latar belakang pendidikan PT. Adapun yang memperoleh efisiensi maksimum 100% adalah pedagang pengumpul tingkat kabupaten dengan latar belakang pendidikan SD sebanyak 1 DMU(20%) dari total responden DMU dan seluruh DMU dengan latar belakang pendidikan SMP dan PT. Dengan demikian berdasarkan tingkat pendidikan pada pedagang pengumpul tingkat kabupaten, terdapat pola DMU yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki efisiensi yang tinggi Analisis Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung a. Analisis Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Petani Jagung Salah satu dari tujuan penilaian kinerja rantai pasok adalah untuk meningkatkan efisiensi kinerja pada rantai pasok jagung. Oleh karena itu dengan bantuan Data Envelopment analysis dapat menilai ketidakefisienan kinerja dengan cara membandingkan hasil pencapaian kinerja pemasok tersebut terhadap DMU (pemasok) yang efisien. Hasil perhitungan efisiensi DMU petani jagung di Kabupaten Grobogan sangat bervariasi dari 0,268 sampai 1 dengan rata-rata tingkat efisiensi 0,689, hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab inefisiensi. Hal ini juga sekaligus menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahataninya agar dapat mencapai tingkat efisiensi. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut:

41 digilib.uns.ac.id 116 Tabel Statistik Deskriptif Efisiensi Petani jagung Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Keterangan Jumlah Jumlah DMU 60 Jumlah DMU yang effisien 10 Rata-rata nilai effisiensi 0,689 Nilai minimum effisiensi 0,268 Nilai maksimum effisiensi 1 Rata-rata Input slack Xi : Biaya Benih 5.028,29 X2: Biaya Saprodi (Pupuk +Pestisida) 1.981,90 X3: Upah (TKLuar Kel +Mesin) ,68 Rata -rata Output slack Y1: Jumlah Produksi 1.321,00 Y2: Pendapatan ,08 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel kinerja antara satu petani dengan petani lainnya sangat jauh berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya 26,8 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi petani jagung di tingkat petani Kabupaten Grobogan sebesar 0,689 (lampiran 5.12). Perhitungan dengan Constant Return to Scale (CRS) juga melihat slack dari variabel input dan output. Input slack atau input excess dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada. Output slack adalah berapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsinal agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien Gambar 5.8. Rata-rata Input Dan Output commit Slack to user Petani jagung

42 digilib.uns.ac.id 117 Dari Gambar 5.8. dapat dijelaskan bahwa output 2 (pendapatan) menjadi output slack tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar ,08 tanpa menambah jumlah input yang dikeluarkan agar DMU menjadi effisien. Selain itu output slack yang masih dapat ditingkatkan adalah output 1 (produksi), dengan rata rata peningkatan sebesar kg. Sedangkan input slack/ input excess tertinggi terdapat pada input 3 yaitu biaya upah yang dikeluarkan oleh petani dengan rata-rata (Rp ,68) yang paling banyak berpotensi dikurangi tanpa merubah jumlah output untuk meningkatkan nilai efisiensi. Input 3 yaitu merupakan total biaya upah meliputi tenaga kerja luar keluarga dan biaya dari aktivitas mesin (upah pemipilan jagung oleh mesin). Input 3 yaitu merupakan total biaya upah meliputi tenaga kerja luar keluarga dan biaya dari aktivitas mesin (upah pemipilan jagung oleh mesin). Input slack kedua terdapat pada input 1 yaitu merupakan biaya pembelian benih, dengan rata-rata input slack sebesar Rp Rp 5.028,29 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran benih masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi pada petani yang kurang effisien. Sedangkan input slack terkecil berada pada input 2 yaitu biaya saprodi yang meliputi pupuk dan pestisida (Rp 1.981,90), hal ini menunjukkan besarnya pemakaian biaya saprodi sudah mendekati efisiensi karena rata rata slack hanya Rp 1.981,90. DMU petani yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari petani-petani lain yang tidak effisian seperti pada tabel berikut:

43 digilib.uns.ac.id 118 Tabel Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU Petani Jagung Kabupaten Grobogan DMU Nilai Effisiensi Peers P1 0,869 P19 P36 P47 P2 0,357 P47 P51 P46 P3 0,479 P50 P51 P47 P4 0,268 P50 P36 P47 P5 0,291 P51 P50 P47 P6 0,939 P47 P30 P53 P7 0,371 P47 P51 P46 P8 0,662 P30 P53 P47 P9 0,308 P47 P46 P51 P10 0,511 P46 P51 P11 0,465 P50 P51 P47 P12 0,836 P19 P36 P13 0,591 P46 P51 P14 0,472 P46 P51 P15 0,445 P47 P51 P46 P16 0,767 P46 P51 P17 0,425 P50 P51 P47 P18 0,432 P51 P46 P47 P19 1,000 P19 P20 0,501 P50 P51 P47 P21 0,872 P30 P36 P22 0,876 P30 P36 P23 0,800 P30 P53 P36 P24 0,975 P50 P36 P30 P25 0,467 P51 P47 P46 P26 0,433 P51 P47 P46 P27 0,497 P47 P51 P46 P28 0,507 P51 P47 P46 P29 0,694 P51 P47 P46 P30 1,000 P30 P31 0,891 P30 P36 P32 0,728 P51 P46 P33 0,647 P51 P47 P46 P34 0,756 P46 P51 P35 0,843 P47 P51 P46 P36 1,000 P36 P37 0,613 P50 P51 P47 P38 0,819 P50 P47 P51 P39 0,660 P50 P36 P47 P40 0,447 P47 P46 P51 P41 0,362 P50 P51 P47 P42 0,433 P47 P51 P46 P43 0,506 P46 P51 P44 0,527 P47 P51 P46 P45 0,960 P51 P50 P47 P46 1,000 P46 P47 1,000 P47 P48 0,401 P47 P51 P46 P49 0,835 P50 P36 P47 P50 1,000 P50 P51 1,000 P51 P52 1,000 P53 P53 1,000 P53 P54 1,000 P53 P55 0,737 P47 P46 P51 P56 0,630 P47 P51 P46 P57 0,802 P51 P47 P46 P58 0,814 P51 P47 P46 P59 0,834 P47 P51 P46 P60 0,965 P50 P51 P47 Sumber: Analisis Data Primer 2013

44 digilib.uns.ac.id 119 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 10 DMU petani yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100% dan yang menjadi peers bagi DMU petani yang lain terdapat 8 DMU diantaranya P19, P30, P36, P46, P47, P50, P51, P53. Sebagai contoh DMU petani yang tidak efisien adalah DMU petani P1 dan P2 yang memiliki nilai efisien 0,869 dan sehingga perlu merujuk pada DMU petani yang efisien. Dimana petani P1 perlu merujuk pada petani P19, P36 dan P47 agar DMU tersebut menjadi efisien, sedangkan petani P2 perlu merujuk pada petani P47, P51 dan P46 agar DMU tersebut menjadi efisien. Pemilihan DMU petani sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU petani yang kurang efisien. sebagai contoh DMU petani P1 merujuk pada DMU petani P19, P36 dan P47 dikarenakan ketiga petani tersebut merupakan petani yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU petani P1 seperti penggunaan kombinasi input benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel Potensi Peningkatan Output Pada Petani P1 dan P2 yang Inefisien

45 digilib.uns.ac.id 120 Tabel menggambarkan potensi peningkatan output untuk petani P1 dan P2 yang ineffisien/tidak effisien pada tahun Hasil perhitungan DEAP 2.1 menunjukkan bahwa pada DMU petani P1 dengan nilai efisiensi hanya 0,869 atau 86,9%, terdapat potensi peningkatan output 1 ( Jumlah produksi) sebesar 151,17 kg atau 15,12% menjadi 1.151,16 kg, peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp ,25 menjadi Rp ,25 tanpa mengurangi jumlah input sebelum akhirnya DMU petani No. 1 seefisien petani P19, P36 dan P47 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani P19 memberikan kontribusi sebesar 47,8%, petani P36 berkontribusi 3,7 %, dan petani P47 berkontribusi sebanyak 62,9%, dalam meningkatkan output petani P1. Oleh karena itu, DMU petani P1 sebaiknya memilih petani tersebut sebagai benchmark (Lampiran. 5.9). Adapun ketiga petani sebagai rujukan yaitu petani P19, P36 dan P47 mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai umur rata-rata 45 tahun yaitu merupakan kategori umur produktif; mempunyai pengalaman rata-rata 20 tahun dalam bertani sehingga sudah sangat berpengalaman dalam mengusahakan usahatani jagung; mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; memiliki rata rata pengusahaan jagung 0,58 ha; terlibat sebagai anggota dalam kelompoktani yang akan mempermudah dalam menerima adopsi dan inovasi teknologi; varietas jagung yang digunakan meliputi P27, Bisi 2 dimana varietas tersebut merupakan varietas yang cocok ditanam di kabupaten Grobogan; rata-rata jumlah benih yang digunakan sebesar 14 kg/ha masih merupakan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dalam budidaya jagung hibrida dengan total biaya benih sebesar Rp /kg; penggunaan pupuk meliputi pupuk urea dengan rata-rata pemakaian 330kg/ha sesuai dengan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dengan total biaya Rp /ha, pupuk SP36 dengan rata rata pemakaian 200kg/ha dengan biaya Rp /ha, pupuk phonska dengan rata rata pemakaian 93,33 kg/ha dengan biaya Rp /ha; dengan total biaya saprodi (pupuk dan pestisida) sebesar Rp /ha, dengan upah rata-rata yang dikeluarkan (tenaga kerja luar keluarga dan mesin) sebesar Rp /ha. adapun rata-rata total seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sebesar Rp /ha. dengan tingkat produksi rata-rata yang dicapai sebesar kg dalam satu musim tanam, dengan tingkat penerimaan rata-rata commit dalam to user satu musim tanam adalah Rp

46 digilib.uns.ac.id /ha dan tingkat pendapatan rata rata dalam satu musim tanam adalah Rp /ha. Pada DMU petani P2 dengan nilai efisiensi hanya 0,357 atau 35,7% terdapat potensi peningkatan output 1 ( Jumlah produksi) sebesar 3.237,76 kg dan potensi peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp ,39 tanpa mengurangi jumlah input sebelum akhirnya DMU petani No. 2 seefisien DMU petani P47, P51 dan P46 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani P47 memberikan kontribusi sebesar 157,1%, petani P51 berkontribusi 33,8 %, dan petani P46 berkontribusi sebanyak 149,9%, dalam meningkatkan output DMU petani P2 agar menjadi efisien. Oleh karena itu, DMU petani P2 sebaiknya memilih petani P47, P51 dan P46 sebagai benchmark. (Lampiran 5.9). Adapun ketiga petani sebagai rujukan yaitu petani P47, P51 dan P46 mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai umur rata-rata 46 tahun yaitu merupakan kategori umur produktif; mempunyai pengalaman rata-rata 15 tahun dalam bertani sehingga sudah sangat berpengalaman dalam mengusahakan usahatani jagung; mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; memiliki rata rata pengusahaan jagung 0,58 ha; terlibat sebagai anggota kelompok tani; varietas jagung yang digunakan meliputi; P21 dan Bisi 2 dimana varietas tersebut merupakan varietas yang paling cocok ditanam di kabupaten Grobogan, rata-rata jumlah benih yang digunakan sebesar 15,33 kg/ha masih merupakan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas dalam budidaya jagung hibrida dengan total biaya benih sebesar Rp /kg; penggunaan pupuk meliputi pupuk urea dengan rata-rata pemakaian kg/ha dengan total biaya Rp /ha, pupuk SP36 dengan rata rata pemakaian 116,66 kg/ha dengan biaya Rp /ha,; dengan total biaya saprodi (pupuk dan pestisida) sebesar Rp /ha, dengan upah rata-rata yang dikeluarkan (tenaga kerja luar keluarga dan mesin) sebesar Rp /ha. adapun rata-rata total seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usahatani sebesar Rp /ha, dengan tingkat produksi rata-rata yang dicapai sebesar kg dalam satu musim tanam, dengan tingkat penerimaan rata-rata dalam satu musim tanam adalah Rp /ha dan tingkat pendapatan rata rata dalam satu musim tanam adalah Rp /ha.

47 digilib.uns.ac.id 122 b. Analisa Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Desa Upaya peningkatan efisiensi kinerja pada rantai pasok jagung dengan bantuan Data Envelopment Analysis adalah dengan cara menilai ketidakefisienan kinerja dan membandingkan hasil pencapaian kinerja pemasok terhadap DMU (pemasok) yang efisien. Hasil perhitungan efisiensi DMU kinerja rantai pasok jagung pedagang pengumpul desa di Kabupaten Grobogan bernilai 0,996 sampai 1 dengan rata-rata tingkat efisiensi 1 hal ini berarti hampir seluruh decision making unit telah efisien. Hanya terdapat 1 DMU yang tidak efisien dan perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahanya agar dapat mencapai tingkat efisiensi sempurna. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut: Tabel Statistik Deskriptif Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Desa di Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Keterangan Jumlah Jumlah DMU 8 Jumlah DMU yang effisien 7 Rata-rata nilai effisiensi 0,995 Nilai minimum effisiensi 0,962 Nilai maksimum effisiensi 1 Rata-rata Input slack Xi : Biaya Bahan Baku ,00 X2: Bongkar muat dan Penjemuran ,00 X3: Transportasi ,00 Rata -rata Output slack Y1: Jumlah Produksi - Y2: Pendapatan ,19 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel kinerja antara satu rantai pasok jagung pedagang pengumpul desa dengan pedagang pengumpul desa lainnya tidak terlalu berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya

48 digilib.uns.ac.id ,2 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi Pedagang pengumpul desa di Kabupaten Grobogan sebesar 99,5% (lampiran 5.10). Perhitungan dengan Constant Return to Scale (CRS) juga melihat slack dari variabel input dan output. Input slack atau input excess dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada. Sedangkan Output Slack adalah berapa besar output yang dapat ditingkatkan secara proporsional agar DMU tersebut berada pada titik DMU yang paling efisien. Gambar 5.9. Rata-rata Input Slack Pedagang Pengumpul Desa Kabupaten Grobogan Dari Gambar 5.9. dapat dijelaskan bahwa output 2 (pendapatan) bernilai rata-rata Rp ,19, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar Rp ,19 agar effisien tanpa menambah jumlah input, sedangkan output slack 1 bernilai 0 artinya rata rata produksi telah efisien Input Slack 1 (biaya pembelian bahan baku jagung ) rantai pasok pedagang pengumpul tingkat desa menjadi input slack/ input excess tertinggi, dengan ratarata tertinggi (Rp ) yang paling banyak berpotensi dikurangi tanpa merubah jumlah output untuk meningkatkan nilai efisiensi. Input 2 merupakan biaya tunai yang dikelurkan oleh pedagang pengumpul tingkat desa untuk membayar bongkar muat dan penjemuran bagi usahanya. Input slack kedua terdapat pada input 3 yaitu merupakan biaya transportasi, dengan rata-rata input slack sebesar Rp hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran commit input transportasi to user masih dapat dikurangi untuk

49 digilib.uns.ac.id 124 meningkatkan nilai efisiensi pada pedagang pengumpul tingkat desa yang kurang effisien. DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari pedagang pengumpul tingkat desa lainnya yang tidak efisien adalah seperti pada tabel berikut: Tabel Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU Pedagang Pengumpul Desa Kabupaten Grobogan Tahun 2013 DMU Nilai Effisiensi Peers PD1 1 PD1 PD2 0,962 PD5 PD8 PD6 PD3 1 PD1 PD4 1 PD4 PD5 1 PD5 PD6 1 PD6 PD7 1 PD8 PD8 1 PD8 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 7 DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100% dan terdapat 5 DMU yang menjadi peer bagi DMU petani yang lain. DMU petani yang menjadi peers bagi DMU petani yang lain diantaranya PD1, PD4, PD5, PD6 dan PD8. Pada tabel terlihat bahwa DMU pedagang pengumpul desa PD2 yang memiliki nilai effisien 0,996 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PD6, PD5 dan PD4 agar DMU tersebut menjadi efisien. Pemilihan DMU pedagang pengumpul tingkat desa sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU pedagang pengumpul tingkat desa yang kurang efisien. sebagai contoh DMU pedagang pengumpul desa PD2 merujuk pada DMU petani PD5, PD8 dan PD6 dikarenakan ketiga pedagang pengumpul desa tersebut merupakan pedagang yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU pedagang pengumpul desa PD2 seperti penggunaan kombinasi biaya pembelian jagung, biaya bongkar muat dean penjemuran serta biaya transportasi. Secara lebih lengkap DMU PD2 dapat dilihat pada Tabel 5.27 berikut:

50 digilib.uns.ac.id 125 Tabel Potensi Peningkatan Output Pada Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Tingkat Desa PD2 yang Inefisien Tabel menggambarkan potensi peningkatan output untuk pedagang pengumpul PD2 yang inefisien/ tidak efisien pada tahun Hasil perhitungan DEA menunjukkan bahwa terdapat potensi peningkatan output 1 (produksi) sebesar kg atau 3,99% menjadi kg dan potensi peningkatan output 2 (pendapatan) sebesar Rp ,27 dan Rp ,49 atau menjadi Rp ,76 tanpa mengubah jumlah input sebelum akhirnya DMU pedagang pengumpul desa No. 2 seefisien pedagang pengumpul PD5, PD8 dan PD6 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani PD5 memberikan kontribusi sebesar 11%, petani PD8 berkontribusi 0,7 %, dan petani PD6 berkontribusi sebesar 94,4%, dalam meningkatkan output pedagang pengumpul desa PD2. Oleh karena itu, DMU pedagang pengumpul desa PD2 sebaiknya memilih pedagang desa tersebut sebagai benchmark. Data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran Adapun ketiga pedagang pengumpul desa sebagai rujukan yaitu PD5, PD8 dan PD6 mempunyai karakteristik sebagai berikut: mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani dan usaha sampingan sebagai pedagang pengumpul jagung; tingkat pendidikan rata rata SD; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; rata-rata menjual hasil pengumpulan jagungnya kepada pedagang pengumpul kecamatan (66,67%) dan sisanya kepada pedagang besar; jumlah produksi jagung rata-rata yang dikumpulkan dalam MT2 sebanyak ,67kg berada diatas rata-rata produksi yang commit dikumpulkan to user oleh seluruh pengumpul desa

51 digilib.uns.ac.id 126 yaitu sebanyak kg; dengan tingkat harga beli sebesar Rp 2.333,33/kg lebih rendah daripada harga beli rata-rata pedagang pengumpul yaitu Rp 3263,50/kg dan tingkat harga jual rata-rata Rp 2.500/kg dibawah harga jual rata-rata yaitu Rp2.522; total biaya rata- rata pemasaran sebesar Rp 60,67/kg lebih rendah dari biaya ratarata pemasaran oleh pedagang pengumpul desa yaitu Rp 75,63 yang meliputi biaya bongkar muat (Rp14,33/kg), jemur (Rp10/kg) dan transportasi (Rp36,33/kg); dengan keuntungan rata-rata Rp106/kg diatas rata-rata keuntungan pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp 83,88/kg. Kemampuan DMU pedagang pengumpul desa PD5, PD8, dan PD6 dalam melakukan pengumpulan produksinya diatas rata-rata pedagang pengumpul desa, serta kemampuan membeli harga produk jagung dengan harga dibawah rata-rata pedagang pengumpul desa lainnya serta kemampuan dalam menekan biaya pemasaran yang meliputi biaya bongkar muat, jemur dan transportasi merupakan faktor yang menyebabkan ketiga pedagang tersebut menjadi rujukan bagi DMU pedagang lainnya. c. Analisa Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Kecamatan Hasil perhitungan efisiensi DMU kinerja rantai pasok jagung pedagang pengumpul Kecamatan di Kabupaten Grobogan bernilai 0,953 sampai dengan efisiensi 1. Terdapat 7 (53,8%) DMU yang tidak effisien dan perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahanya agar dapat mencapai tingkat efisiensi sempurna. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut:

52 digilib.uns.ac.id 127 Tabel Statistik Deskriptif Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Kecamatan Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Keterangan Jumlah Jumlah DMU 13 Jumlah DMU yang effisien 6 Rata-rata nilai effisiensi 0,991 Nilai minimum effisiensi 0,953 Nilai maksimum effisiensi 1 Rata-rata Input slack Xi : Biaya Bahan Baku ,46 X2: Bongkar muat dan Penjemuran ,99 X3: Transportasi ,39 Rata -rata Output slack Y1: Jumlah Produksi - Y2: Pendapatan ,94 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel 5.28 kinerja antara satu rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan dengan pedagang pengumpul kecamatan lainnya tidak terlalu berbeda. Nilai fluktuasi kinerja pelaku mulai dari rentang terendah yaitu dengan nilai efisiensi hanya 95,3 % sampai dengan nilai efisiensi 100 %. Sedangkan nilai rataan efisiensi rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan di Kabupaten Grobogan sebesar 99,1% (lampiran 5.12). Input slack atau input excess (jumlah input yang dikeluarkan tanpa menghasilkan output) dapat didefinisikan sebagai berapa besar input yang dapat dikurangi secara proporsional agar DMU mencapai titik efisien dimana DMU yang paling efisien berada. Gambar Rata-rata Input Slack Pedagang Pengumpul Kecamatan Kabupaten Grobogan MT 2 Tahun commit 2013 to user

53 digilib.uns.ac.id 128 Dari Gambar 5.10 dapat dijelaskan bahwa output slack 2 (pendapatan) bernilai rata-rata Rp ,94, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar Rp ,94 dalam dalam MT 2 agar efisien. Sedangkan input slack 1 (biaya bahan baku untuk pembelian produk jagung ) rantai pasok jagung pedagang pengumpul kecamatan menjadi input slack/ input excess secara rata-rata tertinggi yaitu Rp ,46 selama MT 2 merupakan input yang paling banyak berpotensi dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi, hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan harga beli jagung. Selanjutnya input slack kedua terdapat pada input 3 yaitu merupakan biaya transportasi, dengan rata-rata input slack sebesar Rp ,39 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran biaya transportasi masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi pada pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang kurang efisien. Pengurangan biaya transportasi dapat dilakukan dengan cara menekan biaya opersional transportasi melalui penggunaan armada transportasi yang lebih murah dan hemat ataupun menggunakan akses jalan alternatif. Selain itu penekanan biaya transportasi dapat dilakukan dengan cara memperbanyak pembelian produk jagung dengan sistem terima barang ditempat. Sedangkan input slack ketiga terdapat pada input 2 yaitu merupakan biaya bongkar muat dan penjemuran, dengan rata-rata input slack sebesar Rp ,99 hal ini menunjukkan besarnya pengeluaran biaya bongkar muat dan penjemuran masih dapat dikurangi untuk meningkatkan nilai ffisiensi pada pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang kurang effisien. DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari pedagang pengumpul tingkat desa lainnya yang tidak effisian adalah seperti pada tabel berikut:

54 digilib.uns.ac.id 129 Tabel Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU DMU Nilai Effisiensi Peers PK1 1,000 PK1 PK2 1,000 PK2 PK3 0,953 PK10 PK12 PK4 1,000 PK4 PK5 0,985 PK10 PK12 PK4 PK6 0,990 PK12 PK4 PK10 PK7 0,963 PK4 PK12 PK10 PK8 0,998 PK12 PK10 PK9 0,999 PK12 PK10 PK10 1,000 PK10 PK11 0,999 PK12 PK10 PK12 1,000 PK12 PK13 1,000 PK12 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Tabel 5.29 diatas menunjukkan bahwa terdapat 6 DMU pengumpul tingkat kecamatan yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100%. Sedangkan yang menjadi peer bagi DMU petani yang lain terdapat 5 DMU diantaranya PK1, PK2, PK4, PK10 dan PK12. Adapun DMU pedagang pengumpul kecamatan yang tidak efisien diantaranya adalah PK3, PK5, PK6, PK7, PK8, PK9 dan PK11. DMU pedagang pengumpul kecamatan yang memiliki nilai inefisien adalah: PK3 dengan nilai efisiensi 0,953 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK10 dan PK12 agar DMU tersebut menjadi efisien. Selanjutnya PK5 dengan nilai efisiensi 0,985 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK10, PK12 dan PK4 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK6 dengan nilai efisiensi 0,990 perlu merujuk pada DMU pengumpul yang efisien yaitu PK12, PK 4 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK 7 dengan nilai efisiensi 0,963 perlu merujuk pada DMU petani yang efisien yaitu PK4, PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK8 dengan nilai efisiensi 0,998 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien. DMU PK9 dengan nilai efisiensi 0,999 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien dan terakhir DMU pengumpul yang tidak efisien adalah DMU PK11 dengan nilai efisiensi 0,999 perlu merujuk pada DMU petani yang effisien yaitu PK12 dan PK10 agar DMU tersebut menjadi efisien.

55 digilib.uns.ac.id 130 Pemilihan DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU pedagang pengumpul tingkat kecamatan yang kurang efisien. sebagai contoh DMU pedagang pengumpul kecamatan PK8 merujuk pada DMU petani PK12 dan PK10 dikarenakan kedua pedagang pengumpul kecamatan tersebut merupakan pedagang yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU pedagang pengumpul PK8 seperti penggunaan kombinasi biaya pembelian jagung, biaya bongkar muat dean penjemuran serta biaya transportasi. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.30 berikut: Tabel Potensi Peningkatan Output Pada Rantai Pasok Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan PK8 yang Inefisien Sumber: Analisis Data Primer 2013 Tabel menggambarkan potensi peningkatan output untuk pedagang pengumpul kecamatan PK8 yang inefisien/ tidak effisien pada MT2 tahun Hasil perhitungan DEA menunjukkan bahwa terdapat potensi peningkatan output / radial movement pada output 1 (produksi) sebesar 9.719,91 kg menjadi ,91 kg dan pada output 2 (pendapatan) sebesar Rp ,65 atau masing masing atau 15,14% dengan tanpa merubah input sebelum akhirnya DMU pedagang pengumpul kecamatan No. 8 seefisien petani PK12 dan PK10 (sebagai reference set). Dalam contoh ini, DMU petani PK12 memberikan kontribusi sebesar 12,2% dan petani PK10 berkontribusi sebesar 228,1 %, untuk meningkatkan output pedagang pengumpul kecamatan PK8. Oleh karena itu, DMU pedagang pengumpul kecamatan PK5 sebaiknya memilih petani commit tersebut to user sebagai benchmark. Pada tabel

56 digilib.uns.ac.id 131 tersebut juga terlihat adanya slack pada input 2 (bongkar muat dan penjemuran) dan input 3 (transportasi) yaitu sebesar Rp ,74 dan Rp ,52, artinya DMU PK8 sebenarnya dapat secara bersamaan mengurangi jumlah input 2 dan input 3 sebesar nilai diatas tanpa mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Karena analisis yang digunakan adalah output oriented, maka angka tersebut merepresentasikan slack atau input excess (input slack merupakan jumlah input yang dikeluarkan tanpa menghasilkan output). Data lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran Pada Tabel 5.30 terlihat bahwa kedua pedagang pengumpul kecamatan sebagai rujukan PK8 adalah PK12 dan PK10 yang mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai pekerjaan pokok sebagai pedagang pengumpul jagung tingkat kecamatan; memiliki modal usaha sendiri dalam mendukung usahataninya; rata-rata menjual hasil pengumpulan jagungnya kepada pedagang pengumpul besar dan perusahaan pakan ternak; walaupun jumlah produksi jagung rata-rata yang dikumpulkan dalam MT2 sebanyak kg berada dibawah rata-rata produksi yang dikumpulkan oleh seluruh pengumpul kecamatan yaitu sebanyak ,46 kg; namun harga beli rata-rata yang diperoleh lebih rendah yaitu sebesar Rp 2.425/kg, sedangkan harga beli rata-rata pedagang pengumpul kecamatan sebesar Rp 2.503,85/kg dan tingkat harga jual rata-rata Rp 2.600/kg dibawah harga rata-rata penjualan oleh pedagang pengumpul kecamatan sebesar Rp 2.680,77/kg; total biaya rata- rata pemasaran sebesar Rp 62/kg lebih rendah dari biaya rata-rata pemasaran oleh pedagang pengumpul kecamatan yaitu Rp 62,92/kg yang meliputi biaya bongkar muat (Rp 12/kg lebih rendah dari biaya rata-rata Rp 15,69/kg), jemur (Rp 10/kg lebih tinggi dari biaya rata rata Rp3,08/kg) dan transportasi (Rp 40/kglebih rendah dari biaya rata-rata Rp 44,15); dengan keuntungan rata-rata Rp 113/kg diatas rata-rata keuntungan pedagang pengumpul kecamatan yaitu sebesar Rp 105,86/kg. Kemampuan DMU pedagang pengumpul kecamatan PK12 dan PK10 dapat membeli produksi jagung dengan biaya yang lebih rendah dari harga beli rata-rata pedagang pengumpul kecamatan serta kemampuan menekan biaya pemasaran berupa bongkar muat dan transportasi, mengakibatkan pedagang PK12 dan PK10 mampu menjual produksinya dengan harga yang lebih rendah dari rata-rata

57 digilib.uns.ac.id 132 pedagang pengumpul kecamatan sehingga tetap mampu mendapatkan keuntungan rata-rata diatas pedagang pengumpul kecamatan lainnya. Hal tersebut merupakan faktor yang menyebabkan kedua pedagang pengumpul tersebut menjadi rujukan bagi DMU pedagang kecamatan lainnya. d. Analisis Upaya Peningkatan Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Kabupaten/ Pedagang Besar Hasil perhitungan efisiensi DMU kinerja rantai pasok jagung pedagang pengumpul kabupaten/ pedagang besar di Kabupaten Grobogan bernilai 0,984 sampai dengan rata-rata tingkat efisiensi 0,997 hal ini berarti hampir seluruh decision making unit hampir efisien. Hanya terdapat 1 DMU yang tidak effisien dan perlu melakukan perbaikan untuk meningkatkan output maupun memperbaiki kombinasi penggunaan masukan (input) oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi. Diharapkan decision making unit yang belum mencapai efisiensi dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi untuk dapat membantu usahanya agar dapat mencapai tingkat efisiensi sempurna. Secara lebih lengkap perincian DMU adalah sebagai berikut: Tabel Statistik Deskriptif Efisiensi Rantai Pasok Jagung Pedagang Pengumpul Besar Kabupaten Grobogan Tahun 2013 Keterangan Jumlah Jumlah DMU 5 Jumlah DMU yang effisien 4 Rata-rata nilai effisiensi 0,997 Nilai minimum effisiensi 0,984 Nilai maksimum effisiensi 1 Rata-rata Input slack Xi : Biaya Bahan Baku - X2: Bongkar muat dan Penjemuran - X3: Transportasi ,8 Rata -rata Output slack Y1: Jumlah Produksi - Y2: Pendapatan - Sumber: Analisis Data Primer 2013 Berdasarkan Tabel 5.31 kinerja antara satu rantai pasok jagung pedagang pengumpul besar dengan pedagang besar lainnya tidak terlalu berbeda. Nilai rataan

58 digilib.uns.ac.id 133 efisiensi rantai pasok jagung pedagang pengumpul besar di Kabupaten Grobogan sebesar 99,7%. Input slack atau input excess dari perhitungan DEAP 2.1 rata-rata tertinggi selama MT 2 terdapat pada Input X3 yaitu transportasi dengan nilai ,80 artinya input X3(biaya transportasi) merupakan input yang paling banyak berpotensi dikurangi untuk meningkatkan nilai efisiensi pada pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang kurang effisien karena input slack merupakan jumlah input yang dikeluarkan tanpa menghasilkan output. DMU pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang memperoleh nilai efisiensi 1 dan menjadi peer dari pedagang pengumpul tingkat kabupaten lainnya yang tidak efisian adalah seperti pada tabel berikut: Tabel Nilai Efisiensi dan Peers Yang Menjadi Rujukan Masing-Masing DMU D M U N ila i Ef f is ie n s i P e e rs P B 1 1, 00 0 P B 1 P B 2 1, 00 0 P B 2 P B 3 1, 00 0 P B 3 P B 4 1, 00 0 P B 4 P B 5 0, 98 4 P B 4 P B 3 Sumber: Analisis Data Primer 2013 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 4 DMU pengumpul tingkat Kabupaten/ pedagang besar yang memiliki nilai efisiensi 1 atau 100% yaitu PB1, PB2, PB3, dan PB4. Sedangkan DMU yang menjadi peers bagi DMU pedagang besar yang lain adalah PB4 dan PB3. Dengan demikian DMU pedagang pengumpul kabupaten/ pedagang besar PB5 yang memiliki nilai effisien 0,974 perlu merujuk pada DMU pedagang pengumpul kabupaten PB4 dan PB3 agar menjadi efisien. Pemilihan DMU pedagang pengumpul tingkat kabupaten sebagai peer merujuk pada kombinasi sumberdaya yang paling memungkinkan dirujuk oleh DMU pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang kurang efisien. sebagai contoh DMU pedagang pengumpul kabupaten PB5 merujuk pada DMU pedagang PB4 dan PB3 dikarenakan kedua pedagang pengumpul kabupaten tersebut merupakan pedagang yang mempunyai nilai efisiensi 1 (satu) serta mempunyai karakteristik dan sumberdaya yang paling memungkinkan di rujuk oleh DMU pedagang PB5 seperti penggunaan kombinasi

59 digilib.uns.ac.id 134 biaya pembelian jagung, biaya bongkar muat dean penjemuran serta biaya transportasi. Secara lebih lengkap DMU PB5 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel Potensi Peningkatan Output Pada Rantai Pasok Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten PB5 yang Inefisien Sumber: Analisis Data Primer 2013 Tabel menggambarkan potensi peningkatan output untuk pedagang pengumpul kabupaten PB5 yang inefisien/ tidak efisien pada tahun Hasil perhitungan DEA menunjukkan bahwa terdapat potensi peningkatan output 1 (produksi) sebesar ,01 kg atau 1,65% dari output sekarang menjadi ,01 kg, dan output 2 (pendapatan) sebesar Rp ,35 atau 176,27% dari output sekarang menjadi Rp ,35 tanpa menambah jumlah input yang dikeluarkan atau dengan kata lain DMU PB5 harus mencapai project value sebelum akhirnya DMU pedagang pengumpul kabupaten No. 5 seefisien peernya PB4 dan PB3. Dalam hal ini, DMU PB4 memberikan kontribusi sebesar 5,54% dan PB3 berkontribusi sebesar 16,7% untuk meningkatkan output pedagang pengumpul kecamatan PB5. Oleh karena itu, DMU pedagang pengumpul kabupaten PB5 sebaiknya memilih pedagang pengumpul tersebut sebagai benchmark. Pada tabel tersebut juga terlihat adanya slack pada input 3 (transportasi) sebesar Rp ,01 artinya, DMU PB5 dapat secara bersamaan menurunkan biaya transportasi tersebut tanpa mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Data lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran Pada Tabel 5.33 terlihat bahwa kedua pedagang pengumpul besar sebagai rujukan PB5 adalah PB4 dan PB3 yang mempunyai kharakteristik sebagai berikut: mempunyai pekerjaan pokok sebagai pedagang pengumpul jagung tingkat kabupaten; memiliki modal usaha sendiri commit dalam to user mendukung usahanya; rata-rata

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di 45 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di Provinsi Lampung yaitu Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung,

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung 47 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Rantai Pasok Jagung Rantai pasok jagung merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan pada sentra jagung, pedagang atau pengumpul, pabrik tepung jagung, hingga

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR.... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi Masalah.... 8 1.3.Perumusan

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan distribusi risiko (Risk Sharing) merupakan proses yang kompleks. Kompleksitas lingkungan tempat keputusan

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PEGANTAR i DAFTAR TABEL...ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv

DAFTAR ISI. Halaman KATA PEGANTAR i DAFTAR TABEL...ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv DAFTAR ISI Halaman KATA PEGANTAR i DAFTAR TABEL...ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR LAMPIRAN...iv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...4 1.3 Tujuan Penelitian...5 1.4 Manfaat Penelitian...5

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR DALAM MINA PADI DI DESA A. WIDODO KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS

KAJIAN PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR DALAM MINA PADI DI DESA A. WIDODO KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS KAJIAN PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR DALAM MINA PADI DI DESA A. WIDODO KECAMATAN TUGUMULYO KABUPATEN MUSI RAWAS Study of The Development of The Aquaculture Business in Mina Paddy in A. Widodo

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RANTAI PASOK JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN TESIS

ANALISIS EFISIENSI RANTAI PASOK JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN TESIS ANALISIS EFISIENSI RANTAI PASOK JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Agribisnis Minat Utama : Manajemen Agribisnis

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah banyak berkontribusi dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional dan penyerapan tenaga

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B.

Lebih terperinci

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN

IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 185 IX STRATEGI PENGELOLAAN USDT BERKELANJUTAN 9.1 Karakteristik Responden Dalam rangka pengambilan keputusan maka perlu dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengelolaan Usahatani Sayuran Dataran

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PHT PERKEBUNAN TEH RAKYAT. Oleh : Rosmiyati Sajuti Yusmichad Yusdja Supriyati Bambang Winarso

ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PHT PERKEBUNAN TEH RAKYAT. Oleh : Rosmiyati Sajuti Yusmichad Yusdja Supriyati Bambang Winarso ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI TERHADAP ADOPSI TEKNOLOGI PHT PERKEBUNAN TEH RAKYAT Oleh : Rosmiyati Sajuti Yusmichad Yusdja Supriyati Bambang Winarso Tujuan Penelitian: 1. Analisis keragaan Agribisnis

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke-21 masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, dalam pembahasannya lebih ditekankan pada biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, input yang digunakan, penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOLAHAN, PEMASARAN DAN PENGAWASAN BAHAN OLAH KARET BERSIH YANG DIPERDAGANGKAN DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Pembangunan masyarakat di perdesaan turut mempercepat tingkat kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diinginkan sesuai dengan kerangka kerja yang telah ditetapkan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diinginkan sesuai dengan kerangka kerja yang telah ditetapkan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan secara rinci mengenai pengumpulan datadata yang diperlukan dan juga proses pengolahan data hingga diperoleh hasil yang diinginkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci