II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan"

Transkripsi

1 9 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur-unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Menurut Rustiadi et al. (27) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (subwilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 27 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Keragaman dalam mendefinisikan konsep wilayah terjadi karena perbedaan dalam permasalahan ataupun tujuan pengembangan wilayah yang dihadapi. Kenyataannya, tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas. Para ahli cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai dengan fokus masalah dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah. Menurut Budiharsono (25), wilayah dapat dibagi menjadi: (1) wilayah homogen; (2) wilayah nodal; (3) wilayah perencanaan; dan (4) wilayah administratif. Berbeda dengan pengklasifikasian diatas, Rustiadi et al. (27) berpendapat bahwa kerangka klasifikasi konsep wilayah yang lebih mampu menjelaskan berbagai konsep yang dikenal selama ini adalah (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Dalam pendekatan klasifikasi konsep wilayah ini, wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk dari konsep wilayah sistem. Sedangkan dalam kelompok konsep wilayah perencanaan, terdapat konsep wilayah administratifpolitis dan wilayah perencanaan fungsional.

2 1 Wilayah homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Dengan demikian wilayah homogen tidak lain adalah wilayah-wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan adanya sumber-sumber kesamaan atau faktor perincinya yang menonjol di wilayah tersebut. Berbeda dengan konsep wilayah homogen, konsep wilayah fungsional justru menekankan perbedaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Pengertian wilayah sebagai suatu sistem dilandasi atas pemikiran bahwa suatu wilayah adalah suatu entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Setiap sistem selalu terbagi atas dua atau lebih subsistem, dan selanjutnya setiap subsistem terbagi atas bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Suatu subsistem atau bagian dapat membutuhkan masukan (input) dari subsistem atau bagian yang lainnya, dan keluaran (output) suatu subsistem/bagian tersebut dapat digunakan sebagai input subsistem/bagian lainnya, dan seterusnya. Wilayah sistem kompleks memiliki jumlah/kelompok unsur penyusun serta struktur yang lebih rumit. Konsep-konsep wilayah sistem kompleks dapat dibagi atas wilayah sebagai (1) sistem ekologi (ekosistem); (2) sistem sosial; (3) sistem ekonomi atau gabungan atas dua atau lebih sistem. Sebagai suatu sistem ekologi, secara geografis permukaan bumi terbagi atas berbagai bentuk ekosistem, seperti ekosistem hutan, ekosistem padang rumput, ekosistem laut, dan sebagainya. Sistem perwilayahan administrasi terkait sangat erat pada sistem pemerintahan beserta perangkat-perangkatnya. Di luar sistem perwilayahan administratif, juga dikenal berbagai perwilayahan-perwilayahan perencanaan/pengelolaan yang tidak terlalu struktural melainkan sebagai unit-unit koordinasi atau pengelolaan yang terfokus pada tujuan-tujuan dan penyelesaianpenyelesaian masalah tertentu, seperti kawasan otorita Daerah Aliran Sungai (DAS), Free Trade Zone, dan lain-lain. Dari sudut pandang yang lain, pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan menghasilkan suatu perwilayahan. Permukaan bumi akan terbagi-bagi atas berbagai wilayah sesuai dengan konsep wilayahnya. Perbedaan konsep wilayah

3 11 yang diterapkan menghasilkan perbedaan unit-unit atau batas-batas wilayah yang dihasilkan. Perwilayahan tidak lain merupakan cara atau metode klasifikasi yang berguna untuk mendeskripsikan fenomena, termasuk di dalam menggambarkan hubungan antara manusia dengan sumber daya yang dimanfaatkannnya di atas permukaan bumi. Keragaman dan perbedaan karakteristik sumberdayasumberdaya serta perilaku dan cara-cara manusia memanfaatkannya di atas dunia ini dapat dijelaskan dan disederhanakan dengan pengklasifikasian spasial. Dengan demikian, klasifikasi spasial (perwilayahan) tidak lain merupakan alat (tools) untuk mempermudah menjelaskan keragaman dan berbagai karaktersitik fenomena yang ada atau singkatnya merupakan alat untuk memotret kehidupan nyata yang beragam secara spasial. Sebagai alat deskripsi, konsep perwilayahan merupakan bagian dari konsep-konsep alami, yakni sebagai alat mendeskripsikan hal-hal yang terjadi secara alamiah di dalam kehidupan. Di sisi lain, konsep perwilayahan juga merupakan alat untuk perencanaan/pengelolaan (konsep non alamiah). Perwilayahan digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Kebijakan perwilayahan digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) sumberdaya yang memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakterstik spasial Pembangunan Wilayah Definisi pembangunan oleh para ahli dapat bermacam-macam, namun secara umum bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Secara sederhana menurut Riyadi dan Bratakusumah (24), pembangunan diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Rustiadi et al. (27) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Selanjutnya Todaro (23) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-

4 12 institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan tidak terlepas dari perencanaan, sehingga perencanaan pembangunan didefinisikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Namun demikian suatu perencanaan pembangunan sangat terkait dengan unsur wilayah atau lokasi dimana suatu aktivitas kegiatan dilaksanakan, sehingga Riyadi dan Bratakusumah (24) mendefinisikan perencanaan pembangunan wilayah sebagai suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tapi tetap berpegang pada azas prioritas. Menurut Sumodiningrat (1999) pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral, seperti pertanian, industri dan jasa yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral dilaksanakan di daerah sesuai dengan kondisi dan potensinya. Dari segi pembangunan wilayah, meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab. Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek yaitu bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang dan untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan

5 13 pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif Kebocoran Wilayah (Regional Leakage) Pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah pada dasarnya ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah (region) tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Implikasinya bahwa kegiatan pembangunan belum mampu menciptakan spread effect maupun trackling down effect yang memihak kepada masyarakat. Menurut Anwar (1992), kegiatan pembangunan seringkali bersifat eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar. Lebih lanjut dikatakan, multiplier yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat seolah-olah (as if) menjadi penonton. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya disparitas terhadap pembangunan atau tingkat pertumbuhan suatu wilayah sehingga kemampuan wilayah dalam mengelola barang dan jasa, baik dalam bentuk barang jadi maupun setengah jadi akan berbeda. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan kebelakang (backward linkage) sedang keterkaitan kedepannya (forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain. Menurut Anwar (1995) beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah antara lain : 1. Sifat Komoditas Komoditas yang bersifat eksploitasi umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan

6 14 aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain. 2. Sifat Kelembagaan Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan (owners), karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan akan berbeda jika dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat. Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit sedangkan yang berasal dari daerah setempat yang dipentingkan selain profit, juga sosial budaya yang ada di daerah tersebut harus lebih terjamin kelangsungannya. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input Isu-Isu Kebocoran Wilayah Dalam bidang ekonomi regional, isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan seperti Rustiadi et al. (29) bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yang perlu diarahkan pada pertumbuhan (growth), efisiensi (effeciency) dan pemerataan (equity) serta berkelanjutan (sustainability), terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumber daya, baik pada tingkat nasional maupun regional (Anwar, 25). Maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami (21), menjelaskan

7 15 bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengannya serta perlu dilihat dari peningkatan rata-rata nilai tambah per kapita (pendapatan) yang diwujudkan melalui peningkatan penggunaan sumberdaya per kapita dan/atau kemajuan teknologi sebagai peningkatan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, baik melalui input tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam dalam periode tertentu, dengan nilai tambah yang didistribusikan ke pemilik sumberdaya sebagai pendapatannya, sehingga secara agregasi pendapatan masyarakat dapat menjadi pendapatan wilayah. Karena dalam pembangunan ekonomi wilayah peningkatan nilai tambah dan pendapatan, merupakan sasaran pentingnya yang perlu dilakukan. Dengan demikian sehingga terjadi kebocoran nilai tambah tentu mempengaruhi pendapatan wilayah. Artinya kebocoran wilayah dapat merugikan pembangunan ekonomi wilayah. Hal tersebut sesuai dengan Bendavid (1991), menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi wilayah, multiplikasi pendapatan merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Terjadi kebocoran nilai tambah sehingga multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi disuatu wilayah akan semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar multiplier pendapatan yang hilang. Dari berbagai konsep diatas dapat dipahami alasan mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah. Selain itu, Gonarsyah (1977) menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama ketidakpercayaan pada kemauan baik (good will) dan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah. Kecilnya pendapatan mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan wilayah. Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk dengan adanya kebocoran modal keluar wilayah (regional leakages). Kebocoran ini terjadi akibat adanya, international and interregional demonstration effect,

8 16 yakni sifat masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi dikalangan masyarakat modern. Wilayah-wilayah yang lebih maju memperkenalkan produkproduk yang mutunya lebih baik sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mengimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor keluar wilayah. Dengan demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban bahkan cenderung menurun. Kemudian Rustiadi et al. (29) juga menjelaskan bahwa beberapa kekuatan penting yang menyebabkan kondisi kebocoran wilayah diantaranya yakni : (a) wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang menghambat perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (back wash effects); (b) Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang mendorong perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (spread effects). Selain itu fenomena backwash pada kawasan perdesaan dan daerah-daerah tertinggal berlangsung melalui beberapa tahap aliran, seperti : (1) aliran bahan mentah/bahan baku (sumberdaya alam), (2) Aliran sumberdaya manusia berkualitas/produktif (brain drain), (3) aliran sumberdaya finansial (capital outflow), (4) aliran sumberdaya informasi, dan (5) Aliran kekuasaan (power). Selain itu dari sisi sumberdaya terjadi proses brain drain dalam arti mengalirnya intelektual perdesaan ke kota atau disedotnya intelektual-intelektual desa oleh perkotaan. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia perdesaan akibat mengalirnya sumber daya manusia berkualitas kekawasan perkotaan dari satu sisi dan terkonsentrasinya aktivitas-aktivitas pengelolaan yang menghasilkan nilai tambah tinggi di kawasan perkotaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang lebih produktif, dan mengakibatkan terjadinya aliran konsentrasi kapital ke perkotaan. Lemahnya kapasitas produksi kawasaan perdesaan menyebabkan masyarakat desa semakin tergantung pada konsumsi produk-produk manufaktur perkotaan. Akibat output barang/jasa yang dihasilkan dikawasan perdesaan bersifat inferior terhadap produk-produk olahan dari perkotaan, sehingga

9 17 menyebabkan perdesaan mengalami net-capital outflow, atau dalam kondisi demikian berarti desa mengalami kebocoran. Kemudian Anwar (24) menjelaskan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kebocoran wilayah antara lain karena : (1) sifat komoditas yang bersifat eksploitatif. Seperti pada umumnya natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumber daya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan diwilayah lain, sehingga sebagian besar nilai tambah ditangkap wilayah lainnya, (2) sifat kelembagaan yang menyangkut kepemilikan (owners). Dari berbagai isu dalam kebocoran wilayah sehingga dapat diartikan bahwa kebocoran wilayah merupakan isu penting yang memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah tentu semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Dengan lain perkataan bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka perlu menekan tingkat kebocoran wilayah. Menurut Rustiadi (29), adanya usaha-usaha yang modalnya dimiliki oleh orang-orang diluar wilayah mengakibatkan sebagian dari nilai tambah yang dihasilkan pada akhirnya bocor mengalir keluar atau biasa disebut capital outflow. Sebaliknya, modal yang masuk ke dalam wilayah (capital inflow), dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Adapun selisih dari aliran capital (net capital inflow) di suatu wilayah dapat bernilai negatif atau positif, dimana wilayah-wilayah yang mengalami net capital inflow yang negatif berarti mengalami kebocoran wilayah (regional leakages) Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Suatu kerangka statistik (statistical framework) yang dapat menggabungkan berbagai indikator atau ukuran pembangunan sudah sejak lama menjadi bahan pemikiran para ahli statistik dan perencana pembangunan. Indikator-indikator atau ukuran-ukuran pembangunan yang selama ini tersedia, seperti ukuran-ukuran produksi, pendapatan, pengeluaran, konsumsi, tersusun

10 18 secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Richard Stone dan kawan-kawan dari Universitas Cambridge, Inggris merupakan salah satu perintis yang mengusahakan penggabungan berbagai ukuran-ukuran ekonomi yang terpisahpisah tersebut ke dalam suatu neraca ekonomi nasional (national accounting framework). Hasil karya Stone dan kawan-kawan tersebut kemudian dipublikasikan oleh United Nations (1947) dengan judul Measurement of National Income and Construction of Social Accounts (SNA),yang kemudian digunakan sebagai referensi oleh banyak negara untuk melakukan kompilasi statistik pendapatan nasional. Pada periode setelah perang dunia kedua, strategi pertumbuhan ekonomi merupakan strategi yang banyak dirujuk oleh banyak negara dalam melakukan pembangunan ekonomi. Target utama strategi pertumbuhan ekonomi tersebut adalah peningkatan output sektor-sektor ekonomi yang dominan sehingga dengan demikian pendapatan nasional negara bersangkutan akan meningkat. Selanjutnya melalui proses penetasan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan yang diperoleh dengan strategi pertumbuhan ekonomi kemudian diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat secara umum menjadi meningkat. Namun, pengalaman yang diperoleh oleh banyak negara yang mengaplikasikan strategi pertumbuhan ekonomi adalah bahwa satu sisi strategi pertumbuhan ekonomi memang meningkatkan pendapatan nasional, tetapi pada sisi lain strategi pertumbuhan nasional memunculkan masalah lain yang cukup serius, diantaranya adalah masalah ketidakmerataan pendapatan dan pengangguran. Dari pengalaman tersebut, banyak negara mulai memperhatikan masalah pemerataan pendapatan dan ketenagakerjaan dalam melaksanakan pembangunan. Untuk dapat memantau masalah pemerataan pendapatan, banyak konsepsi yang telah direkomendasikan oleh para ahli, diantaranya adalah pengukuran ketidakmerataan pembangunan atau distribusi pendapatan dengan menggunakan indeks Gini (Gini index), ukuran Bank Dunia, ataupun dengan menggunakan kurva Lorenz. Sedangkan permasalahan pengangguran dipantau dengan menggunakan ukuran unemployment rate, yaitu ukuran yang membandingkan jumlah penduduk yang menganggur dengan mereka yang bekerja.

11 19 Social Accounting Matrix (SAM) atau yang dikenal juga sebagai Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan salah satu cara yang lain untuk memantau masalah pemerataan atau distribusi pendapatan dan masalah ketenagakerjaan di suatu wilayah baik negara ataupun bagian suatu negara (propinsi, kabupaten). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalam penelitian ini digunakan analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), dengan alasan : (1) SNSE mampu menggambarkan secara komprehensif struktur perekonomian daerah, keterkaitan di antara aktivitas produksi, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, perdagangan luar negeri, dan yang lebih lebih utama distribusi pendapatan. Karena itu model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi dan pendapatan dalam suatu perekonomian wilayah; (2) SNSE memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Hal ini menjadi sangat penting mengingat data-data sosial ekonomi banyak dikeluarkan oleh instansi-instansi yang berbeda dan disimpan dengan format yang berbeda pula; dan (3) Melalui SNSE dapat dihitung multiplier perekonomian yang sangat berguna untuk mengukur dampak dari pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pertanian terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan yang menggambarkan struktur perekonomian secara menyeluruh (Daryanto et al. 21) SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 21 Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian (Thorbecke, 1988). Menurut Pyatt dan Round (1988), SNSE itu merupakan suatu kerangka data yang bersifat keseimbangan umum (general equilibrium) yang dapat menggambarkan perekonomian secara menyeluruh dan dapat menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi dalam negara yang bersangkutan. Sumber-sumber data untuk membuat SNSE adalah dari Tabel Input Output (I-O), statistik pendapatan nasional, serta statistik pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Oleh karena itu, SNSE kelihatan lebih lengkap dibandingkan tabel input output dan statistik pendapatan nasional, dengan menunjukkan berbagai jenis transaksi dalam suatu perekonomian. Tabel input-

12 2 output hanya merekam transaksi ekonomi tanpa menunjukkan latar belakang sosial dari pelaku transaksi tersebut. Sementara SNSE berupaya melakukan klasifikasi berbagai institusi berdasarkan latar belakang sosial-ekonomi pada suatu perekonomian atau aktivitas fungsional (Chowdhury dalam Daryanto 21). Sadoulet dan de Janvry (1995) juga mengatakan bahwa model SNSE ini sesungguhnya merupakan perluasan dari model I-O. Dengan demikian ruang lingkup pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan model I-O. Yang dipaparkan dalam model I-O hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri. disagregasi secara lebih rinci. Sedangkan dalam model SNSE hal tersebut di Misalnya, rumah tangga dapat di disagregasi berdasarkan tingkat pendapatan; atau kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi pemukiman, dan seterusnya, Disamping itu dalam model SNSE dapat dimasukkan beberapa variabel makroekonomi, seperti pajak, subsidi, modal dan sebagainya, sehingga model SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lain dari model SNSE dibanding dengan model I-O adalah bahwa model SNSE mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian. Nilai Tambah Faktor Pasar Pajak Tabungan Aktivitas - aktivitas Rumah Tangga Sektor Swasta Pemerintah Konsumsi Penjualan Transfer Antara Barang Jadi Komoditas Pasar Modal Import eksport Transfer Transaksi Luar Negeri Tarif Pajak Tdk Langsung Gambar 1. Arus Perputaran Pendapatan Ekonomi

13 21 Perbedaan lain yang cukup mendasar adalah dalam SNSE aktivitas faktorfaktor produksi, rumah tangga dan perusahaan ditempatkan sebagai variabel endogen. Sehingga dampak dari suatu kegiatan ekonomi tidak terbatas pada aktivitas produksi saja namun juga pada aktivitas faktor produksi, rumah tangga dan perusahaan. Dalam Gambar 1. dapat kita lihat bagaimana sirkulasi pendapatan yang terjadi dalam suatu perekonomian telah membentuk suatu sistem. Dalam sistem ini, institusi rumah tangga menjadi fokus perhatian utama karena menggambarkan berlangsungnya distribusi kesejahteraan rumah tangga menurut karakteristik ekonomi rumah tangga, sosial, geografis maupun sifat-sifat demografisnya. Sedangkan, faktor produksi tenaga kerja dan modal menggambarkan distribusi pendapatan kepada buruh tani, pemilik tanah, pemilik modal. Dan sektor produksi menggambarkan lapangan usaha penghasil barang dan jasa yang menjadi sumber pendapatan. Dari gambar ini kelihatan jelas bahwa sumber pendapatan bagi perusahaan dan rumah tangga (di luar transfer pemerintah) pada intinya berasal dari dua pasar, yaitu pasar komoditas dan pasar faktor produksi. Perusahaan memperoleh pendapatan dari pasar komoditas, sedangkan rumah tangga dari pasar faktor. Sementara pemerintah memperoleh pendapatannya dari pajak Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi Salah satu tujuan menyusun SNSE adalah memperluas gambaran sistem pendapatan nasional atau System of National Account (SNA), melalui cara penggabungan SNA dengan data distribusi pendapatan. Dalam pengertian in, SNSE memberikan sebuah metode yang bisa mengubah SNA dari statistik produksi menjadi statistik pendapatan, dengan cara demikian akhirnya SNSE itu lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompokkelompok sosial ekonomi yang berbeda (McGrath, 1987). Menurut Wagner dalam Daryanto (21), ada tiga keuntungan menggunakan model SNSE dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama, SNSE mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan luar negeri. Ini berarti model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SNSE

14 22 dapat memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan SNSE dapat dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan yang menggambarkan struktur perekonomian. Sementara BPS (23) mengemukakan bahwa perangkat SNSE dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai : 1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti distribusi Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan dan sebagainya. 2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal. 3. Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga. 4. Pola pengeluaran rumah tangga 5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja, termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi. Di samping itu, SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi dan juga sebagai dasar analisis, baik untuk analisis parsial (partial equilibrium) maupun analisis keseimbangan umum (general equilibrium) dalam melakukan analisis kebijakan. SNSE pada dasarnya merupakan sebuah matrik berbentuk bujursangkar yang menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi ekonomi. Dimana kolomnya menjelaskan pengeluaran (expenditure), sedangkan baris menunjukkan penerimaan (receipt). Salah satu karakteristik yang fundamental dari SNSE adalah kemampuannya untuk menyajikan secara komprehensif dan konsisten mengenai hubungan-hubungan ekonomi pada tingkatan produksi dan faktorfaktor, serta institusi, yang terdiri dari pemerintahan, rumah tangga dan swasta. Ada enam tipe neraca dalam sebuah matrik SNSE yang lengkap yaitu, (1) aktivitas, (2) komoditas (commodities), (3) faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), (4) institusi domestik yang terdiri dari rumah tangga (household), perusahaan (firms), pemerintah (government), (5) modal, dan (6) rest of the world

15 23 (Sadoulet dan de Janvry, 1995; Thiele dan Piazolo, 22), lihat Tabel 6. Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca tersebut. Kerangka dasar SNSE Indonesia memiliki 4 neraca utama, yaitu: (1) neraca faktor produksi, (2) neraca institusi, (3) neraca sektor produksi, dan (4) neraca eksogen yang terdiri dari neraca modal dan rest of the world (ROW) (Daryanto, 21). Masing-masing neraca tersebut menempati lajur baris dan kolom. Perpotongan antara suatu neraca dengan neraca lainnya memberikan arti tersendiri, perhatikan Tabel 6. Neraca faktor-faktor produksi, termasuk didalamnya adalah tenaga kerja dan modal. Dibaca secara baris, neraca ini memperlihatkan penerimaanpenerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu juga menggambarkan pendapatan remitance dan pendapatan modal. Sedangkan secara kolom menunjukkan adanya revenue yang didistribusikan ke rumah tangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah. Neraca institusi mencakup rumah tangga, perusahaan dan pemerintahan. Dalam hal ini rumah tangga akan didisagregasi kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang saling berbeda tingkatannya. Penerimaan rumah tangga antara lain datang dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan diantara rumah tangga itu sendiri, transfer pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan (biasanya berupa asuransi), atau dari luar negeri. Sementara itu pengeluaran rumah tangga ditunjukkan untuk konsumsi barang-barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukkan untuk saving dalam neraca modal. Pada perusahaan, penerimaannya berasal dari keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, transfer ke rumah tangga dan perumahan. Sebagian juga berupa saving. Disisi lain penerimaannya berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri.

16 24 PENDAPATAN 1. Aktivitas 2. Komoditas Tabel 6. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi BELANJA Tenaga Rumah Neraca Transaksi Aktivitas Komoditas Modal Swasta Pemerintah Total Kerja Tangga Modal Luar Negeri Penjualan Subsidi Ekspor Produksi Domestik Ekspor Permintaan antara Konsumsi Rumah Tangga Belanja Pemerintah Investasi 3. Faktor Tenaga Kerja Upah Faktor Modal 4. Institusi Rumah Tangga Swasta Pemerintah 5. Neraca Modal 6. Transaksi Luar Negeri Total Sumber : Daryanto (211) Rent Pajak Nilai Tambah Produksi Pajak Tarif tdk langsung Impor Persediaan Domestik Pendapatan Tenaga Kerja Pajak jaminan sosial Faktor Pembayaran Keuntungan yang dibagikan Keuntungan yang tdk dibagikan Pajak keuntungan Pengeluaran Faktor Produksi Transfer Antar Rumah Tangga Transfer Pajak langsung Tabungan Rumah Tangga Pengeluaran Rumah Tangga Transfer Pajak Tabungan Swasta Pengeluaran Swasta Transfer Transfer Tabungan Pemerintah Pengeluaran Pemerintah Total Investasi Pendapatan dari Luar Transfer Modal Pinjaman Transaksi Mata Uang Asing Permintaan Domestik PDB pada faktor pengeluaran Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan Swasta Pendapatan Pemerintah Total Tabungan Impor 24

17 25 Neraca aktivitas (activity) atau sektor produksi (production) merupakan neraca yang menjelaskan transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barangbarang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas. Dibaca secara kolom semua transaksi tersebut merupakan pengeluaran yang meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak. Sedangkan pada baris semua transaksi dianggap sebagai penerimaan yang meliputi penjualan domestik, subsidi ekspor dan penerimaan. Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal, dan transaksi luar negeri atau rest of world. Dalam neraca modal, dari sisi penerimaan (secara baris) berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumah tangga, swasta dan pemerintah. Sementara dari sisi pengeluaran (secara kolom), pada neraca komoditas berupa investasi. Transaksi antara domestik dengan luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca haruslah sama. Hal ini menujukkan bahwa dalam tabel SNSE selalu terdapat keseimbangan dari masing-masing neraca. Tabel 7. Kerangka Dasar SNSE Indonesia Penerimaan Neraca Endogen Faktor Produksi Pengeluaran 1 Institusi 2 Sektor Produksi Neraca Eksogen 4 Jumlah 5 Sumber : Sutomo (1995) 3 Neraca Endogen Neraca Faktor Institusi Sektor Eksogen Jumlah T 13 X 1 Y 1 Alokasi Nilai Pendapatan Distribusi Tambah ke Faktor Pendapatan Faktor Produksi dari Faktorial Produksi Luar Negeri T 21 T 22 X 2 Y 2 Alokasi Transfer Transfer dari Distribusi pendapatan antar institusi luar negeri pendapatan faktor ke institusional institusi T 32 Penerimaan Domestik L 1 Alokasi Pendapatan faktor ke luar negeri Y 1 Distribusi pengeluaran faktor L 2 Tabungan pemerintah swasta dan rumah tangga Y 2 Distribusi pengeluaran institusi T 33 Penerimaan antara L 3 Impor dan pajak tak langsung Y 3 Total Input X 3 Ekspor dan Investasi L 4 Transfer lainnya Y 4 Total Pengeluaran lainnya Y 3 Total output menurut sektor produksi Y 4 Total Penerimaan Neraca lainnya Penjelasan singkat mengenai arti kerangka SNSE sebagaimana disajikan oleh Tabel 7. adalah sebagai berikut :

18 26 Baris 1 : Baris 2 : Baris ini menjelaskan mengenai pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal, sebagai akibat adanya proses ekonomi dalam suatu wilayah. Perpotongan antara baris 1 dengan kolom 3 (T 13 ), menunjukkan alokasi nilai tambah (Produk Domestik Bruto atau PDB) kepada faktor-faktor produksi. Sub-matrik ini disebut juga sub-matrik distribusi pendapatan faktorial (factorial income distribution), yang menjelaskan mengenai distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai faktor produksi dari berbagai sektor produksi. Perpotongan baris 1 dengan kolom 4 (T 14 ) menjelaskan mengenai pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri. Baris ini menjelaskan mengenai pendapatan berbagai institusi (salah satunya adalah rumah tangga). Salah satu pendapatan rumah tangga adalah yang berasal dari upah dan gaji serta pendapatan kapital (seperti bunga, surplus usaha, sewa rumah). Upah dan gaji serta pendapatan kapital merupakan pendapatan rumahtangga yang berasal dari balas jasa terhadap faktor-faktor produksi tenaga kerja dan kapital yang diberikan oleh rumahtangga. Hal ini telah digambarkan oleh perpotongan antara baris 1 dengan kolom 3 (T 13 ) sebagaimana dijelaskan diatas. Pendapatan berupa upah dan gaji serta pendapatan kapital tersebut kemudian dibawa kepada rumahtangga dari mana faktor produksi tersebut berasal. Distribusi upah dan gaji serta pendapatan kapital ini digambarkan oleh perpotongan baris 2 dengan kolom 1 (T 21 ). Dengan perkataan lain, sub-matrik ini merupakan mapping dari sub-matrik pendapatan faktor-faktor produksi (upah dan gaji serta pendapatan kapital) kepada berbagai golongan rumahtangga. Perpotongan antara baris 2 dengan kolom 2 (T 22 ) dan dengan kolom 4 (X 2 ) masing-masing menjelaskan transfer yang diterima oleh institusi (seperti rumahtangga) dari institusi lain dan dari luar negeri. Penjumlahan semua pendapatan pada baris 2 (Y 2 ) menjelaskan total pendapatan yang diterima oleh rumahtangga. Pada tingkat rumahtangga

19 27 (sebagai bagian dari institusi), sub-matrik ini juga disebut sebagai sub-matrik distribusi pendapatan rumahtangga. Baris 3 : Baris ini menjelaskan, antara lain, mengenai penerimaan berbagai sektor sebagai akibat dari penjualan barang dan jasa yang dihasilkan kepada konsumen. Penerimaan ini dapat berasal dari: a. hasil penjualan barang dan jasa kepada konsumen akhir di dalam negeri (digambarkan oleh perpotongan antara baris 3 dengan kolom 2 (T 32 )); b. hasil dari penjualan barang dan jasa sebagai input antara (intermediate inputs) di dalam negeri yang akan diolah kembali untuk menghasilkan barang dan jasa lainnya (digambarkan oleh perpotongan antara baris 3 dengan kolom 3 (T 33 )); dan c. hasil penjualan barang dan jasa ke luar negeri atau ekspor atau pun penggunaan barang yang dihasilkan sebagai barang modal (digambarkan oleh perpotongan antara baris 3 dengan kolom 4 (X 3 )). Penjumlahan seluruh sub-matrik ini menunjukkan total output yang dihasilkan oleh suatu wilayah (Y 3 ) Baris 4 : Perpotongan baris 4 dengan kolom-kolom 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan bermacam-macam pengertian. Hal ini disebabkan karena neraca lainnya (baris 4) merupakan neraca gabungan yang sebenarnya dapat dirinci sesuai dengan kebutuhan. Pada kerangka SNSE Kabupaten Musi Rawas neraca ini dibagi atas 3 bagian yaitu pertama adalah neraca kapital, kedua adalah neraca pajak tidak langsung neto dan ketiga adalah neraca luar negeri. Untuk membangun sebuah struktur SNSE banyak dibutuhkan data. Secara umum data-data tersebut dapat diperoleh dari Biro Pusat Statistik masing-masing negara. Kemudian, untuk melakukan disagregasi pada setiap neraca yang berbeda kita membutuhkan tiga kumpulan data. Pertama, neraca aktivitas dan komoditas, biasanya dapat diambil dari tabel transaksi Input-Output. Kedua, disagregasi value added dari pendapatan tenaga kerja dan keuntungan perusahaan, yang diperoleh melalui survey tenaga kerja dan keuntungan perusahaan, yang diperoleh melalui survey tenaga kerja dan sensus sektoral. Paling sulit disini adalah sewaktu mengukur sektor-sektor aktivitas yang informal, namun sebenarnya dapat

20 28 diidentifikasikan melalui survei industri. Dan terakhir, ketiga, penentuan pendapatan dan pengeluaran institusi perusahaan dan rumah tangga. Hal ini merupakan pekerjaan yang paling sulit juga sewaktu membentuk struktur SNSE. Dari sisi pengeluaran kita bisa mendapatkannya melalui survei konsumsi yang ada, pajak yang tersedia pada anggaran belanja negara. Akan tetapi untuk penerimaan, harus melakukan survei rumah tangga. Jika hal ini tidak tersedia, maka dapat dikompromikan dengan menggunakan data-data survei pengeluaran keluarga, atau distribusi pendapatan penduduk kota dan perdesaan, atau dari sterdapat dalam neraca nasional. Transfer antar pemerintah dan perusahaan, tersedia di statistik pemerintahan (Sadoulet dan de Janvry, 1995) Metode Analisis Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE merupakan sebuah matrik yang merangkum sosial ekonomi secara menyeluruh. Neraca-neraca tersebut di kelompokan menjadi dua bagian yaitu kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok-kelompok neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca-neraca endogen di bagi kedalam tiga blok, yaitu : (1) blok neraca faktor produksi; (2) blok neraca institusi, dan (3) blok neraca aktivitas (kegiatan produksi). Ketiga blok tersebut selanjutnya disebut sebagai blok faktor produksi, blok institusi dan blok kegiatan produksi. Tabel 8. Metode Model Analisis SNSE PENERIMAAN Neraca Endogen PENGELUARAN Neraca Endogen Faktor Institusi Kegiatan Produksi Neraca Eksogen Total Faktor Produksi T 13 T 14 Y 1 Institusi T 21 T 22 T 24 Y 2 Kegiatan Produksi T 32 T 33 T 34 Y 3 Neraca Eksogen T 41 T 42 T 43 T 44 Y 4 Total Y 1 Y 2 Y 3 Y 4 Pada Tabel 8. diatas pada sub matrik T 13 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, seperti upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Sub

21 29 matrik T 21 menunjukan alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, umumnya terdiri dari rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan kata lain, matrik ini merupakan matrik yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sub matrik T 22 menunjukan transfer pembayaran antar institusi. Misalnya pemberiaan subsidi dari pemerintah kepada rumah tangga, perusahaan kepada rumah tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga. Sub matrik T 32 menujukan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, sub matrik tersebut menujukan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang dan jasa yang dikonsumsi. Submatrik T 33 menujukan permintaan barang dan jasa antara industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatrik-submatrik tersebut, SNSE juga mencatat submatrik transaksi transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi dengan pihak luar wilayah. Dalam menggunakan SNSE, perhitungan matrik pengganda (analisis multiplier) dan dekomposisi matrik pengganda merupakan suatu metode atau langkah penting yang akan digunakan. Dengan mendapatkan matrik pengganda dari SNSE maka dapat dilihat dampak dari suatu kebijaksanaan terhadap berbagai sektor didalam suatu perekonomian, termasuk didalamnya dampak suatu kebijaksanaan terhadap distribusi pendapatan. Dekomposisi matrik pengganda tersebut dilakukan untuk memperjelas proses penggandaan dalam suatu perekonomian, dengan kata lain dekomposisi matrik pengganda dapat menunjukan tahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijaksanaan terhadap berbagai sektor disuatu perekonomian. Matrik dekomposisi pengganda dibagi menjadi tiga yaitu matrik pengganda transfer, matrik pengganda open loop, dan matrik pengganda closed loop, serta sering juga digunakan matrik pengganda neraca, yang dapat menjelaskan dampak yang terjadi pada neraca endogen akibat perubahan neraca eksogen. Analisis Pengganda (Multiplier) Untuk melakukan analisis pengganda (multiplier), digunakan analisis pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier, merupakan analisis yang sama dengan

22 3 pengganda untuk Matrik Leontief dalam analisis Input-Output. Sedangkan analisis fixed price multiplier berbeda dengan accounting multiplier, perbedaannya terletak pada respons rumah tangga terhadap perubahan dalam neraca eksogen dengan memperhitungkan kecenderungan pengeluaran (expenditure propensity). Pyatt dan Round (1985) dalam Rustiadi (29), melakukan dekomposisi terhadap pengganda neraca dengan formula sebagai berikut : M a = M 3.M 2.M 1 dimana : M 1 M 2 M 3 = Pengganda transfer, menunjukan pengaruh dari satu blok pada dirinya sendiri. = Pengganda open loop atau cross-effect, yang merupakan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain. Karena injeksi pada salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu akan berpengaruh terhadap sektor lain diblok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang tersebut. = Adalah pengganda closed loop, merupakan pengaruh dari suatu blok yang lain, untuk kemudian kembali pada blok semula. Matrik pengganda neraca menunjukkan perubahan neraca endogen sebesar M a sebagai akibat dari adanya perubahan neraca eksogen sebesar 1 unit, misal kenaikan permintaan sektor padi untuk diekspor ke luar negeri. Model pengganda neraca dapat didekati dengan pendekatan rata-rata dengan pendekatan rata-rata (average) dan pendekatan marjinal (marginal). a. Pendekatan rata-rata: Average expenditure propensity (Matrik A) T = A 21 A A A 13 A 33 Dimana A ij = T ij Y-1 dan Y-1 adalah matrik diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom. Matrik ini menunjukan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor lain, seperti : Y = AY+X,

23 31 atau, Y=(I-A) -1 X Jika Ma = (I-A) -1 X, maka Y=Ma.X Ma, biasa disebut sebagai pengganda neraca (accounting multiplier), yang merupakan pengganda dan menunjukan pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan sistem SNSE. b. Pendekatan Marjinal Marginal Expenditure Propensity dapat didekati dengan menggunakan Matrik C, seperti: C = C 21 C C C C Sehingga diperoleh formula: dy dy dy = C dy + dx = (I-C)-1 dx = Mc dx c. Hubungan Matrik C dan Matrik A M c disebut sebagai pengganda harga tetap (fixed price multiplier) atau dapat dirumuskan dengan : c ij = ijaij dimana; ij = elastisitas pengeluaran sektor j untuk sektor i c ij dy = elemen matrik C = elemen matrik A Dekomposisi Pengganda Neraca Dekompisisi pengganda neraca dilakukan untuk memperlihatkan tahap/proses perubahan neraca endogen yang diakibatkan oleh perubahan neraca eksogen secara jelas. Proses perubahan tersebut melalui:

24 32 a. Pengganda Transfer (Transfer Multiplier) Menggambarkan dampak yang terjadi di dalam set neraca itu sendiri sebagai akibat adanya injeksi terhadap salah satu sektor dalam set neraca tersebut. Misalnya kenaikan permintaan terhadap padi akan menyebabkan kenaikan output sektor padi itu sendiri serta output sektor-sektor produksi lainnya. Kenaikan output sektor padi itu sendiri dan output sektor-sektor lainnya tersebut merupakan hasil dari adanya pengganda transfer yang bekerja di dalam set neraca produksi. M a1 adalah pengganda transfer yang menunjukan pengaruh dari satu blok pada diri sendiri. M a1 = (1-A ) -1 dimana : A = Adalah matrik diagonal dari matrik A, yaitu A = A A 33 Sehingga matrik pengganda transfer (M a1 ) dalam bentuk matrik dapat dinyatakan sebagai berikut : A = (1 A 22 ) 1 (1 A 23 ) 1 Dengan adanya pengganda transfer (M a1 ) maka dapat diketahui pengaruh injeksi pada suatu sektor terhadap sektor lain dalam satu blok yang sama, setelah melalui keseluruhan sistem didalam blok tersebut berpengaruh kepada blok lain. Dalam matrik M a1 diatas dapat diketahui besarnya pengganda pada masingmasing blok. Pada blok kegiatan produksi misalnya, besarnya pengganda transfer adalah (1-A 33 ) -1. Ini berarti bahwa setiap injeksi pada salah satu sektor produksi akan berpengaruh pada sektor produksi yang lain sebesar injeksi tersebut, yang dikalikan dengan (I-A 33 ) -1 tidak lain adalah Matrik Kebalikan Leontief. Pada blok institusi, besarnya pengganda transfer adalah (I-A 22 ) -1. Ini berarti setiap injeksi pada salah satu institusi akan berpengaruh pada institusi yang lain sebesar injeksi tersebut, dikalikan dengan (I-A 22 ) -1. Sedangkan pada blok faktor produksi, besarnya, besarnya pengganda transfer adalah i. Hal tersebut

25 33 berarti bahwa injeksi pada salah satu faktor produksi hanya akan berpengaruh terhadap faktor produksi yang diinjeksi tersebut, tidak terhadap faktor produksi lain. Misalnya dilakukan injeksi terhadap tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji diperdesaan sebesar Rp.1, maka yang bertambah hanyalah penerimaan bagi tenaga kerja penerima upah dan gaji di perdesaan itu sendiri, sebesar Rp.1. Sedangkan faktor produksi yang lain tidak mengalami perubahan. b. Pengganda Open Loop Menggambarkan dampak yang terjadi pada suatu set neraca sebagai akibat adanya perubahan pada salah satu sektor dalam set neraca lain. Misalnya kenaikan permintaan padi akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap tenaga kerja. Di sini terlihat bahwa perubahan pada neraca sektor padi yang berada dalam set neraca produksi, menyebabkan perubahan pada set neraca sektor tenaga kerja yang berada dalam set neraca lain, yaitu neraca faktor produksi. Perubahan ini terjadi berkat adanya pengganda open loop. M a2 adalah pengganda open loop atau cross-effect, yang merupakan pengaruh dari satu blok ke blok yang lain. Injeksi pada salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu akan berpengaruh terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain. Matrik tersebut didefinisikan sebagai berikut : atau, c. Pengganda Closed Loop M a2 = (1-A*+A *2 ) A * = M a2 = M a1 Menggambarkan dampak yang terjadi pada suatu set neraca yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada set neraca lain, dimana perubahan pada set neraca lain tersebut sebelumnya merupakan dampak pada perubahan pada set neraca yang pertama, sehingga dampak ini merupakan dampak yang kembali pada set neraca semula. Misalnya, kenaikan permintaan sektor padi (set neraca produksi), mengakibatkan kenaikan sektor output padi (set neraca produksi), selanjutnya menaikkan permintaan sektor tenaga kerja (set neraca faktor A A 33

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Wilayah 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah Wilayah menurut UU No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN III. KERNGK PENELITIN.1. Pemilihan lat nalisis Menyadari posisi penting prasarana transportasi jalan sebagai driving force for economic growth, maka kebutuhan analisis dampak ekonomi pembangunan jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H 14094006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO

DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Istilah pembangunan atau development menurut Siagian (1983) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wilayah 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah Secara yuridis menurut Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F.

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENGGUNAAN GNP G. MANFAAT PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI

BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI BAB II KONSEP, DEFINISI DAN METODOLOGI 1. KONSEP DAN DEFINISI Konsep-konsep yang digunakan dalam penghitungan Produk Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut : Domestik A. PRODUK DOMESTIK REGIONAL

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

BAB II PENDAPATAN NASIONAL

BAB II PENDAPATAN NASIONAL BAB II PENDAPATAN NASIONAL A. PENGERTIAN Pendapatan nasional merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi suatu negara. Terdapat beberapa istilah dalam produksi nasional antara lain : a. GNP ( Gross

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sejumlah peneltian terdahulu diambil untuk memperkuat penelitian ini dan sekaligus sebagai acuan dalam penelitian ini. Adapun penelitian tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah penghematan ongkos produksi dan distribusi yang disebabkan oleh kegiatankegiatan produksi yang dilakukan di satu tempat atau terkonsentrasi di suatu lokasi (Sitorus 2012), didekati dengan menganalisis

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP BAB I PENDAHULUAN Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 23 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 23 yang dicirikan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

NERACA RUMAHTANGGA INDONESIA TAHUN 2011-2013 NOMOR KATALOG : 9506001 ISBN : 978-979-064-733-6 NOMOR PUBLIKASI : 07210.1401 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN NASKAH: : 17.6 x 25 CM : 60 HALAMAN SUB DIREKTORAT

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada bagian tinauan pustaka serta mengacu pada tuuan penelitian, kerangka pemikiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N.

Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N. Tugas Ekonomi Pengantar 2 (Drs. Ari Sudarman, M.Ec.) Makroekonomi (N. Gregory Mankiw) Priciples of Economics (Asian Edition) (N. Gregory Mankiw) Bab 1 1. Jelaskan perbedaan antara makroekonomi dan mikro

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci