PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H"

Transkripsi

1 PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN ATIK MAR ATIS SUHARTINI. Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI) Pembangunan ekonomi suatu negara akan memberikan pengaruh kepada kondisi ekonomi dan sosial masyarakatnya. Kondisi ekonomi suatu negara tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan ekonominya, yang mengindikasikan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Sedangkan salah satu hal yang bisa menggambarkan kondisi sosial masyarakat suatu negara adalah distribusi pendapatannya. Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi, mempunyai peran yang cukup besar dan menonjol dalam upaya menjaga kesinambungan dan kelanjutan pembangunan nasional. Peran pemerintah melalui kebijakan investasinya, tentunya mempengaruhi pembangunan yang hasilnya dapat dilihat dari distribusi pendapatan rumah tangga yang menggambarkan kondisi sosial masyarakat. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang dapat memberikan gambaran kondisi ekonomi dan sosial suatu negara, merupakan alat analisis yang dapat menjelaskan pengaruh suatu kebijakan dalam ini investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Melalui matrik pengganda neraca dan dekomposisinya yang diturunkan dari tabel SNSE Indonesia tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005, dapat diketahui pengaruh kebijakan investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga untuk tahun yang sama serta perbandingannya. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa investasi pemerintah pada tahun 1996 dan tahun 2008 mempunyai prioritas yang sama yaitu di sektor 5, Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan. Sedangkan pada saat krisis tahun 1998, investasi pemerintah lebih dirioritaskan di sektor yang berhubungan dengan publik. Investasi pemerintah di semua sektor kecuali sektor 5 mengalami peningkatan persentase. Pengaruh investasi pemerintah pada saat krisis tahun 1998 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan tahun 1996, pada saat krisis tahun 1998 secara umum terjadi penurunan pendapatan perkapita di hampir semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan juga semakin lebar. Tetapi setelah perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, secara umum terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan yang semakin melebar pada saat krisis, juga berkurang. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi krisis telah membawa dampak terhadap pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan. Investasi pemerintah pada saat krisis baik perubahan pola maupun peningkatan nilai investasi, bisa dikatakan kurang tepat dalam meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus mengurangi kesenjangan. Mungkin kondisi krisis

3 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesenjangan yang semakin lebar. Tetapi setelah keadaan perekonomian jauh lebih stabil dibandingkan pada saat krisis, perubahan pola investasi pemerintah dan peningkatan investasi di sektor 4 dan 5, bisa dikatakan cukup tepat dalam meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat dan mengurangi kesenjangan yang sempat melebar pada saat krisis.

4 PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA Oleh ATIK MAR ATIS SUHARTINI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Atik Mar atis Suhartini Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Pengaruh Pola Investasi Pemerintah Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Idqan Fahmi, M.Ec. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP Tanggal Kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BNAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Oktober 2009 Atik Mar atis Suhartini H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Atik Mar atis Suhartini lahir pada tanggal 2 Agustus 1978 di Madiun, salah satu kabupaten di Jawa Timur. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN 02 Pagotan di Madiun pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah naungan Badan Pusat Statistik Jakarta. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di STIS tersebut dan langsung bekerja di BPS Provinsi Jambi. Tahun 2001 penulis bekerja di BPS Pusat khususnya di STIS dan ditugaskan sebagai salah satu pengajar di STIS tersebut. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan di Institut Perguruan Tinggi Bogor melalui Program Alih Jenjang, dengan status Tugas Belajar BPS Pusat-STIS. Program ini terselenggara atas kerjasama BPS dengan IPB dalam rangka meningkatkan kualitas SDM BPS, khususnya STIS.

8 KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas ijin dan ridhonya penelitian dengan judul Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bermaksud mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi Pemerintah Umum pada masa sebelum krisis keuangan tahun 1997, pada saat krisis tahun 1998 dan setelah kondisi perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah tersebut di atas, akan berguna untuk mengetahui apakah peran pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi melalui kegiatan investasinya, mampu mengurangi kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada my lovely husband Eko Puji Santoso, juga anak-anakku Iqbal dan Akbar yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan almarhumah yang selalu memberikan dukungan positif semasa hidupnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada 1. Bapak Idqan Fahmi, M.Ec. selaku pembimbing, yang memberikan bimbingan, arahan, dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi. 2. Ibu Diana, Bapak Pudji, Ibu Nina Suri, yang membantu pendalaman metodologi dan penyediaan data. 3. Semua rekan di Program Alih Jenjang kerjasama BPS-IPB angkatan kedua.

9 4. Seluruh pihak yang tidak bisa dituliskan satu persatu, yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya. Wassalam Bogor, Oktober 2009 ` Atik Mar atis Suhartini H

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.... xxi DAFTAR GAMBAR.. xii DAFTAR LAMPIRAN... Ixiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Perekonomian Indonesia Peranan Pemerintah dalam perekonomian Investasi Pemerintah Ukuran Kesejahteraan Rakyat Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Identifikasi variabel Keterbatasan Kerangka Pikir III METODE PENELITIAN Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisa Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Prosedur Penghitungan IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Perekonomian Indonesia dalam SNSE Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun

11 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun Matrik Investasi Pemerintah Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun V HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1996 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1998 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 2008 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Perbandingan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 50

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 PDB dan Laju Pertumbuhannya Per Tahun: Atas Dasar Harga Konstan... 2 Perbandingan Pendapatan Disposabel Antar Rumah Tangga Kerangka Dasar SNSE Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Investasi Pemerintah menurut Sektor Produksi Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008 (Juta Rp) Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun Pendapatan Perkapita dan Perbandingannya terhadap Pendapatan Perkapita Terendah, menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Diagram antar Sub Sistem Kerangka Pemikiran Perubahan Persentase Investasi Pemerintah menurut Sektor Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 SNSE Indonesia Tahun 1995 Ukuran 26 * SNSE Indonesia Tahun 1998 Ukuran 26 * SNSE Indonesia Tahun 2008 Ukuran 26 * Klasifikasi SNSE Indonesia Ukuran 26 * Konsep dan Definisi Prosedur Penghitungan Investasi Pemerintah 63

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para ekonom tradisional menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara secara umum hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan Gross National Income (GNI), baik secara keseluruhan maupun perkapita, yang diyakini akan memiliki efek penetesen ke bawah (trickle down effect). GNI tersebut akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain, yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasilhasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Hal ini berarti tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti persoalan kemiskinan, diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali dinomorduakan (Todaro, 2006). Perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru, sejak repelita I dan repelita-repelita berikutnya mencapai pertumbuhan yang cukup mengagumkan. Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDB pada harga konstan selama periode , secara rata-rata berada di atas 7% per tahun. Akan tetapi pada tingkat mikro, hasil pembangunan tersebut dapat dikatakan tidak seperti yang terlihat pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial cenderung melebar (Tambunan, 2009).

16 Tabel 1. PDB dan Laju Pertumbuhannya per Tahun: Atas Dasar Harga Konstan Tahun Pertumbuhan Tahun Pertumbuhan PDB Laju PDB Laju (triliun)* (triliun)* , ,2 9, ,2 7, ,1 7, ,6 7, ,3 2, ,1 9, ,8/77,6** 4, ,8 11, ,0 7, ,3 7, ,1 2, ,6 5, ,1 5, ,2 6, ,5 4, ,9 8, ,9 5, ,6 7, ,5 7, ,2 6, ,4 7,2 *angka dibulatkan **dan tahun-tahun setelah itu atas dasar harga 1983 (sebelumnya atas dasar harga 1973) Sumber: Tabel 2.4 di Tambunan (2009) Kesenjangan ekonomi dapat dilihat berdasarkan perbandingan pendapatan disposabel (pendapatan setelah pajak dikurangi dengan penerimaan transfer dari rumah tangga lain) antara rumah tangga golongan bawah sebagai penerima pendapatan terendah dan rumah tangga golongan atas sebagai penerima pendapatan tertinggi. Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan disposabel antara rumah tangga golongan rendah dan atas pada tahun 1975 sebesar 1:6,7. Nilai ini mempunyai arti bahwa rumah tangga golongan atas mempunyai pendapatan disposabel sebesar 6,7 kali pendapatan yang dimiliki oleh rumah tangga golongan bawah. Mulai tahun 1990-an, perbandingan ini semakin besar dan perbandingan paling besar terjadi pada saat krisis tahun 1998, yaitu sebesar 1:9,53. Hal ini menandakan bahwa kesenjangan ekonomi antara rumah tangga golongan bawah dan atas semakin besar pada saat krisis tahun 1998.

17 Tabel 2. Perbandingan Pendapatan Disposibel Antar Rumah Tangga Selama Tahun Golongan Rumah Tangga Rumah Tangga Buruh Tani Rumah Tangga petani gurem (yang memiliki lahan pertanian <= 0,5 Ha) 3 Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan 0,5-1 Ha Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan > 1 Ha Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di desa bukan angkatan kerja di desa Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di kota Bukan angkatan kerja di kota Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota Sumber: BPS dalam SNSE tahun 1995 dan tahun 1998 Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dalam publikasinya 30 Tahun Bapindo tahun 1990 menjelaskan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi yang pesat, tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam hal investasinya. Seperti halnya yang ditulis oleh Priyarsono, Widyastutik, dan Reinhardt dalam Ekonomi Publik tahun 2007 yang menyebutkan bahwa pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah sebagian ditujukan untuk keperluan investasi, sebagai pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sekaligus pendapatan masyarakat, yang berarti mempengaruhi kesejahteraan rakyat.

18 Krisis ekonomi yang dimulai dengan krisis keuangan pada pertengahan tahun 1997 telah berlalu selama sebelas tahun lebih. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah khususnya investasi selama sebelas tahun tersebut, mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah juga menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia tahun 2007 telah kembali seperti pada saat sebelum krisis keuangan tahun Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga sebagai salah satu indikator kesejahteraan rakyat. Penelitian ini dilakukan selama tiga periode yang menggambarkan keadaan sebelum krisis tahun 1997, pada saat krisis dan sebelas tahun lebih setelah masa krisis dimana pemerintah mengeluarkan pernyataan tersebut. Periode pertama diwakili oleh keadaan tahun 1996, periode kedua diwakili oleh keadaan tahun 1998 dan periode terakhir diwakili oleh keadaan tahun Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin diteliti adalah apakah investasi pemerintah dapat mengurangi kesenjangan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Permasalahan tersebut dapat juga dituliskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana gambaran umum distribusi pendapatan rumah tangga? 2. Bagaimana gambaran variasi pola investasi pemerintah? 3. Bagaimana pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga?

19 4. Bagaimana perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar berbagai pola investasi pemerintah? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran secara umu tentang distribusi pendapatan rumah tangga. 2. Memberikan gambaran tentang berbagai pola investais pemerintah. 3. Menganalisa pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. 4. Menganalisa perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar berbagai pola investasi pemerintah. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk melihat perbandingan pengaruh investasi pemerintah tahun 1996 yang mewakili masa sebelum krisis keuangan tahun 1997 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, pengaruh investasi pemerintah tahun 1998 yang mewakili masa krisis keuangan tahun 1997 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, serta pengaruh investasi pemerintah tahun 2008 yang mewakili masa sebelas tahun setelah krisis keuangan tahun 1997 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pencapaian pembangunan melalui distribusi pendapatan rumah tangga sebagai

20 dampak kegiatan investasi pemerintah. Hal ini akan sangat berguna bagi decision maker sebagai salah satu bahan evaluasi dan dasar perencanaan berikutnya dalam membuat kebijakan tentang investasinya, agar terwujud tujuan akhir pembangunan nasional yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Perekonomian Indonesia Para ekonom tradisional memberikan arti pada istilah pembangunan (development) sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional -yang kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama- untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNI (Gross National Income). Indeks ekonomi lainnya yang juga sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capita) atau GNI perkapita (Todaro, 2006). Pencapaian pertumbuhan GNI, baik secara keseluruhan maupun perkapita, diyakini akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya, yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Inilah yang secara luas dikenal sebagai prinsip efek penetesan ke bawah (trickle down effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti soal kemiskinan, diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali dinomorduakan (Todaro, 2006). Tambunan (1996) menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sampai Pelita V memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan output sektor-sektor dominan, sehingga pendapatan nasional akan meningkat dan

22 memiliki laju pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Tujuan jangka panjang dari pembangunan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh akan ada efek cucuran ke bawah (trickle down effect) pada awalnya pemerintah memusatkan pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu yang secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang (Tambunan, 2009). Pada tingkat makro, perekonomian Indonesia mencapai pertumbuhan yang cukup mengagumkan. Selama periode laju pertumbuhan PDB pada harga konstan rata-rata per tahun di atas 7% (lihat tabel 1). Akan tetapi pada tingkat mikro, hasil pembangunan di Indonesia tidak terlalu menggemberikan seperti pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial cenderung melebar (Tambunan, 2009) Peranan Pemerintah dalam Perekonomian Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002) mendefinisikan pemerintah sebagai (1) sistem yang menjalankan wewenang dan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu Negara atau bagianbagiannya; (2) sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; (3) penguasa suatu negara (bagian

23 Negara); (4) badan tertinggi yang memerintah suatu Negara (seperti kabinet merupakan suatu pemerintah); (5) Negara atau negeri (sebagai lawan partikelir atau swasta); (6) pengurus atau pengelola (Priyarsono, et. al, 2007). Berdasarkan definisi pemerintah yang pertama memperlihatkan bahwa pemerintah mempunyai peranan dalam menjalankan wewenang dan mengatur perekonomian nasional. Menurut Tambunan (2009), pada prinsipnya pemerintah mempunyai tugas sebagai stabilisator, fasilitator, stimulator dan regulator, sedangkan pelaku ekonomi sepenuhnya diserahkan kepada swasta. Tugas ini direalisasikan melalui berbagai macam kebijakan, peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh, yang berarti mengurangi/menghilangkan pengangguran dan kemiskinan. Publikasi BPS tahun 1998 tentang Neraca Pemerintahan Pusat Indonesia menjelaskan bahwa kegiatan pemerintah dalam arti luas adalah kegiatan penyelenggaraan Negara, penyediaan sarana dan prasarana umum, jasa pelayanan kebutuhan dasar, yang umumnya berorientasi pada kepentingan masyarakat. Dengan demikian kegiatan pemerintah tidak bisa disamakan dengan kegiatan bisnis yang umumnya bertujuan mencari keuntungan dengan cara meningkatkan efisiensi. Sedangkan Priyarsono, et.al dalam Ekonomi Publik tahun 2007 membedakan kegiatan pemerintah ke dalam 4 kategori, yaitu produksi barang dan jasa, peraturan dan pemberian subsidi untuk produksi swasta, pembelian barang dan jasa dari pembelian keperluan militer sampai jasa pembersih jalan, redistribusi pendapatan. Kegiatan pemerintah dalam hal

24 pembelian barang dan jasa ini sebagian ditujukan untuk keperluan investasi, sebagai pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Investasi Pemerintah BPS (1999) menuliskan bahwa dalam upaya menjaga kesinambungan dan kelanjutan pembangunan nasional di Indonesia yang telah dilakukan, pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai peran yang cukup besar dan menonjol disamping pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Sehingga diperlukan dana investasi yang cukup besar untuk mempertahankan hasil-hasil pembangunan tersebut (Suhartini, 2000). Selaras dengan yang ditulis oleh Bapindo (1990), pencapaian pertumbuhan ekonomi yang pesat selama ini, tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam hal investasinya (Suhartini, 2000). Investasi atau PMTB pemerintah menurut System of National Accounts (SNA) adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan, pembuatan dan pembelian barang modal (capital goods) baru di dalam negeri, dan pembelian barang modal bekas dari luar negeri, dikurangi dengan penjualan dari barang-barang modal bekas, yang semua kegiatannya dilakukan di dalam negeri (domestik) (BPS, 1999). Investasi pemerintah tersebut meliputi pengeluaran untuk sarana dan prasarana ekonomi, seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; jalan, jembatan dan konstruksi lainnya; mesin dan peralatan; kendaranaan; perbaikan besar pada modal; tanah dan ternak (BPS, 1997). Investasi tersebut di

25 atas bertujuan untuk mendukung perkembangan dunia usaha, terutama untuk menunjang produktifitasnya dan pertumbuhan output, serta untuk menunjang pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Artinya investasi ini merupakan fasilitas bagi tumbuhnya unit-unit usaha. Tentunya unit-unit usaha tersebut membutuhkan faktor produksi yang dimiliki rumah tangga untuk menjalankan usahanya. Rumah tangga akan menerima pembayaran sebagai balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam usaha di atas, yang akhirnya menciptakan distribusi pendapatan bagi rumah tangga (Sukirno, 1994). Sehingga tujuan akhir pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat terwujud Ukuran Kesejahteraan Rakyat Kesejahteraan penduduk yang ingin dicapai melalui pembangunan dapat dilihat dari distribusi pendapatan sekaligus pendapatan perkapita. Para ahli ekonomi membedakan dua ukuran distribusi pendapatan yaitu distribusi pendapatan perorangan sebagai perorangan atau rumah tangga, dan distribusi pendapatan fungsional sebagai pemilik factor produksi. Distribusi pendapatan perorangan atau ukuran menggambarkan bagaimana pendapatan nasional yang diterima oleh perorangan atau rumah tangga, menurut golongan pendapatan yang mereka terima. Pada konsep ini tidak memperhitungkan cara memperoleh pendapatan, tempat dan sektor sumber penerimaannya. Sedangkan distribusi pendapatan fungsional yang disebut juga dengan distribusi faktor menerangkan distribusi pendapatan berdasarkan peranan masing-masing faktor produksi yang didistribusikan (distributive factor share). Misalnya pendapatan yang diterima sebagai tenaga kerja, sebagai pemilik modal dan kekayaan (Todaro, 2006). Kedua

26 ukuran distribusi pendapatan di atas telah terangkum dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang didefinisikan sebagai distribusi pendapatan faktorial (distribusi pendapatan perorangan atau ukuran) dan distribusi pendapatan institusi (distribusi pendapatan fungsional atau fakor) Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Hubungan variabel sosial dan ekonomi masyarakat dijelaskan melalui kerangka dasar SNSE yang merupakan suatu sistem analisis yang dapat membedakan proses: struktur produksi distribusi pendapatan faktor produksi dalam kegiatan produksi pendapatan, konsumsi, investasi dan tabungan. Hubungan dari ketiga proses tersebut, dapat dimulai dari pengeluaran rumah tangga berupa konsumsi, dan tabungan yang akhirnya menciptakan investasi. Selanjutnya konsumsi tersebut menciptakan permintaan akan output dan secara tidak langsung menciptakan permintaan akan faktor produksi. Balas jasa terhadap faktor produksi menciptakan distribusi pendapatan rumah tangga. Hubungan tersebut dapat dilihat di dalam diagram berikut. Keinginan dan Kebutuhan Permintaan Akhir (1) Struktur Produksi (2) Distribusi Pendapatan Instisusi/Rumah Tangga (4) Distribusi Kekayaan (7) Distribusi Pendapatan Tabungan (5) Investasi (6) Faktorial (3) Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 1. Diagram antar Sub Sistem

27 Sebagai contoh permintaan mie instant untuk rumah tangga mengalami kenaikan (1). Untuk memenuhinya dibutuhkan supply mie instant yang lebih banyak, sehingga outputnya pun meningkat (2). Peningkatan output tersebut membutuhkan faktor produksi yang lebih besar, seperti tenaga kerja, modal dan lainnya. Balas jasa atas faktor produksi dalam proses produksinya menimbulkan distribusi pendapatan faktorial (3). Rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi menerima pendapatan dari faktor yang dimilikinya (3 dan 7), yang menciptakan distribusi pendapatan rumah tangga (4). Pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhannya dan sisanya ditabung (5) yang akan menciptakan investasi (6). 2.2 Identifikasi variabel SNSE mengklasifikasikan neraca ke dalam empat neraca yang utama, yaitu Neraca faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja dan bukan tenaga kerja, dengan kode 1-9. Neraca Institusi yang terdiri dari rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, dengan kode Neraca Sektor Produksi yang merupakan kegiatan produksi untuk total komoditi domestik dan impor, dengan kode Neraca Lainnya yang meliputi margin perdagangan dan pengangkutan dengan kode 23, neraca kapital dengan kode 24, pajak tak langsung minus subsidi dengan kode 25 dan neraca luar negeri dengan kode 26.

28 Neraca-neraca tersebut dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu neraca endogen (neraca faktor produksi kode 1-9), neraca institusi (kode 10-17) dan neraca sektor produksi (kode 18-22)) dan neraca eksogen (neraca atau variabel yang dijadikan alat untuk mengatur kebijaksanaan (policy tools) oleh pemerintah atau variabel yang sulit dikontrol, terdiri dari institusi pemerintah (kode 17), neraca kapital (kode 24), pajak tak langsung neto/pajak tak langsung minus subsidi (kode 25) dan neraca luar negeri (kode 26)). Isian sel pada neraca sektor produksi dalam tulisan ini merupakan aggregasi dari neraca sektor produksi yang dirinci menurut komoditi domestik dan komoditi impor. Sehingga dalam SNSE ukuran 26 * 26 ini, isiannya berupa total komoditi domestik dan impor menurut sektor produksi (isian baris dan kolom 18 22). Faktor eksogen yang dimaksud dalam tulisan ini adalah investasi pemerintah, yaitu isian pada neraca kapital menurut sektor produksi (isian baris kolom 24). Sedangkan neraca endogen yang dimaksud adalah neraca institusi rumah tangga yang berarti distribusi pendapatan rumah tangga (isian baris kolom total). Keterangan setiap kode, dari 1 sampai 26 dijelaskan lebih lanjut dalam lampiran. 2.3 Keterbatasan SNSE Keterbatasan matrik M (multiplier) dalam SNSE ini adalah Harga tetap yang mengakibatkan pola kepemilikan faktor produksi tetap. Pola transfer antar institusi tidak berubah. Koefisien teknologi yang tidak mengalami perubahan (konstan).

29 2.4 Kerangka Pemikiran Tambunan dalam bukunya Perekonomian Indonesia yang terbit pada tahun 1996 menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sampai Pelita V memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan output sektor-sektor dominan, sehingga pendapatan nasional akan meningkat dan memiliki laju pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Melalui proses penetesan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan dengan strategi di atas, diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraannya secara umum meningkat.sampai repelita V, Indonesia mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang cukup mengagumkan. Pencapaian pembangunan ekonomi tersebut tidak lepas dari peran pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi. BPS dalam publikasinya Matrik Investasi Pemerintah Pusat yang terbit tahun 1999 menuliskan bahwa pemerintah memerlukan dana investasi yang cukup besar dalam rangka mempertahankan hasil-hasil pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan rakyat, yang dapat dilihat pada distribusi pendapatan sekaligus pendapatan perkapita. Oleh karena itu, penelitian ini melihat pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun 1998 dan tahun Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

30 Peran Pemerintah Pembangunan Ekonomi di Indonesia Pengaruh Peran Pemerintah Investasi Pemerintah Distribusi Pendapatan Rumah tangga pada berbagai Pola Investasi Hubungan investasi pemerintah dengan distribusi pendapatan rumah tangga Implikasi kebijakan Gambar 2. Kerangka Pemikiran

31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada data investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008, serta data tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun Data investasi yang dimaksud adalah realisasi pengeluaran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditujukan untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto. Data investasi tahun 1996 digunakan untuk mewakili keadaan sebelum krisis, data tahun 1998 mewakili keadaan pada saat krisis dan data tahun 2008 untuk mewakili kondisi pada saat ini setelah pulih dari krisis. Sedangkan data SNSE yang dipakai adalah SNSE tahun 1995 untuk mewakili keadaan sebelum krisis, SNSE tahun 1998 yang mewakili keadaan pada saat krisis dan SNSE tahun 2005 yang mewakili keadaan setelah krisis. Terdapat perbedaan tahun antara data investasi pemerintah dengan data SNSE. Hal ini tidak menjadi masalah, karena keterbatasan SNSE membuat kondisi perekonomian yang digambarkan berlaku selama periode SNSE. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai berikut: 1. Total investasi pemerintah umum tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 yang diperoleh dari Sub Direktorat Neraca Pemerintahan dan Badan Usaha, Badan Pusat Statistik. Untuk

32 2. Tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005 ukuran 37 * 37 yang diperoleh dari Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Pengeluaran, Badan Pusat Statistik. Tabel SNSE ukuran 37 * 37 tersebut diaggregasi pada sektor produksinya, sehingga menjadi SNSE ukuran 26*26. Agregasi dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel tahun Penjelasan lebih lanjut ada di lampiran. 3.3 Metode Analisis Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE merupakan suatu kerangka data yang berbentuk matrik, terdiri atas lajur ke samping (baris) yang menunjukkan penerimaan dan lajur ke bawah (kolom) yang menunjukkan pengeluaran. Empat neraca utama dalam kerangka SNSE yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi dan neraca lainnya (rest of the world), masing-masing terletak pada lajur baris dan kolom. Kondisi keseimbangan umum dalam perekonomian, digambarkan dalam SNSE dimana lajur pengeluaran selalu sama dengan lajur penerimaan, karena pengeluaran di suatu neraca merupakan penerimaan bagi neraca lainnya. Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dengan jumlah masing-masing kolom j sama dengan baris i, dimana i = j.

33 Tabel 3. Kerangka Dasar SNSE Pengeluaran Neraca Endogen Neraca Eksogen Jumlah Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Penerimaan Neraca Faktor T 13 T 14 Y 1 Endogen Produksi Institusi 2 T 21 T 22 0 T 24 Y 2 Sektor Produksi 3 0 T 32 T 33 T 34 Y 3 Neraca Eksogen 4 T 41 T 42 T 43 T 44 Y 4 Jumlah 5 Y 1 Y 2 Y 3 Y 4 Sumber: Badan Pusat Statistik Notasi T ij yang merupakan pertemuan antara neraca pada baris dan kolom tertentu, mempunyai arti tersendiri. Tetapi ada beberapa pertemuan antara neraca yang tidak mempunyai arti dan dinyatakan dengan 0 (nol). Berikut arti hubungan pertemuan antara neraca dalam SNSE. Tabel 4. Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SNSE Penerimaan Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Neraca lainnya Total /Pengeluaran Faktor Produksi 0 0 Alokasi Nilai Tambah ke Faktor Produksi Pendapatan Faktor Produksi dari Luar Negeri Distribusi Pendapatan Faktorial Institusi Alokasi Pendapatan Institusi Transfer Institusi 0 Transfer kapital dari Luar Negeri Distribusi Pendapatan Institusi Sektor Produksi 0 Permintaan Akhir Permintaan Ekspor Total Output Antara Investasi Neraca Lainnya Pendapatan Faktor Produksi ke Luar Negeri Impor, Tabungan, Pajak tidak langsung transfer dan Neraca Lainnya Total Penerimaan Lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik Notasi T ij pada Tabel 3 menunjukkan transaksi antar neraca baris i dan neraca kolom j yang berarti matrik transaksi yang diterima oleh neraca baris i dari neraca kolom j. Notasi Y i menunjukkan total penerimaan neraca baris i dan Y j

34 menunjukkan total pengeluaran neraca kolom j. Sesuai dengan gambaran keseimbangan dalam SNSE, maka setiap Y i akan sama dengan Y j untuk i = j. Sebagai contoh bisa dilihat pada neraca T 13 dan T 14. Neraca T 13 menunjukkan alokasi nilai tambah sektor produksi ke berbagai faktor produksi, sedang T 14 merupakan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri. Totalnya Y 1 merupakan distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor produksi (distribusi pendapatan faktorial). Kemudian neraca T 21 dan T 41. Neraca T 21 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh rumah tangga dan institusi lainnya. T 41 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi ke luar negeri. Total keduanya Y 1 merupakan total pengeluaran faktor produksi. Total ini, Y 1 akan sama dengan Y 1 sesuai dengan ketentuan keseimbangan dalam SNSE, dimana Y i =Y j untuk i = j. Dan untuk total di atas i = j = 1. Berdasarkan konsep keseimbangan tersebut, dari tabel 3 dapat disederhanakan dalam bentuk matematis, dimana jumlah setiap baris harus sama dengan jumlah kolom. Neraca penerimaan dalam persamaan Faktor Produksi : Y 1 = T 13 + T 14 Institusi : Y 2 = T 21 + T 22 + T 24 Sektor Produksi : Y 3 = T 32 + T 33 + T 34 Eksogen : Y 4 = T 41 + T 42 + T 43 + T 44...(1.1) Neraca pengeluaran dalam persamaan Faktor Produksi : Y 1 = T 21 + T 41 Institusi : Y 2 = T 22 + T 32 + T 42 Sektor Produksi : Y 3 = T 13 + T 33 + T 43

35 Eksogen : Y 4 = T 14 + T 24 + T 34 + T 44...(1.2) Persamaan (1.1) di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks. A ij yang merupakan koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata, diperoleh dengan membagi masing-masing isian dari setiap sel T ij dengan total Y j. A ij = T ij (Y j ) -1 atau T ij = A ij Y j....(2) dimana A ij T ij Y j = koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata neraca baris i kolom j = matrik neraca baris i kolom j = total pengeluaran (kolom j). Jika notasi T ij pada persamaan (1.1) diubah dengan T ij = A ij Y j pada persamaan (2) maka Y 1 = A 13 Y 3 + A 14 Y 4 Y 2 = A 21 Y 1 + A 22 Y 2 + A 24 Y 4 Y 3 = A 32 Y 2 + A 33 Y 3 + A 34 Y 4 Y 4 = A 41 Y 1 + A 42 Y 2 + A 43 Y 3 +A 44 Y 4...(3) Persamaan (3) di atas jika disusun dalam bentuk matrik akan menjadi Y1 0 0 A13 X 1 Y1 Y2 A21 A22 0 = + X 2 Y2 Y 3 0 A32 A33 X 3 Y 3 Y.....(4) 4 A41 A42 A43 X 4 dimana X i = vektor matrik dari penjumlahan baris dalam sub matrik T i4 (A i4 Y 4 ) untuk i = 1,2,3,4 dengan X i merupakan himpunan variabel eksogen.

36 Y 1 Y 2 Y 3 Y 4 A ij = matrik transaksi dalam neraca faktor produksi = matrik transaksi dalam neraca institusi = matrik transaksi dalam neraca sektor produksi = matrik transaksi dalam neraca lainnya. = matrik koefisien pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity). X i sebagai variabel eksogen dan A ij merupakan matrik dengan unsur yang konstan, persamaan (4) dapat ditulis dengan y y2 = A A Y3 0 A A Y X Y2 + X2 A Y3 X (5) Dalam bentuk matrik Y = A Y + X..(6) Persamaan (6) di atas dapat ditulis juga dengan Y = A Y + X Y AY = X, karena Y = IY maka IY - AY = X dan (I - A) Y = X Perkalian suatu matrik dengan kebalikannya akan sama dengan 1, maka Y = (I - A) -1 X = M X.....(7) dimana M = (I - A) -1 merupakan pengganda neraca (accounting multiplier). Persamaan di atas menjelaskan bahwa pendapatan neraca endogen (neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi) akan bertambah sebesar M akibat perubahan neraca eksogen sebesar 1 unit (Slamet Sutomo,1991).

37 Matrik A dalam persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut 0 0 A = A A 0 A A A = 0 A A A 0 0 A 0 A = B + C.(8) dimana B menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata dalam neraca itu sendiri dan C menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata antar neraca. Berdasarkan persamaan (8), maka persamaan (6) dapat dituliskan dengan Y = BY + CY + X...(9) Persamaan (9) ini dapat dituliskan sebagai Y = (I B) -1 (CY + X) = (I B) -1 CY + (I B) -1 X...(10) dengan asumsi M 1 = (I B) -1 ada (exist), maka persamaan (10) menjadi Y = M 1 CY + M 1 X...(11). Persamaan (11) ini dapat dituliskan sebagai Y = (I C*) -1 M 1 X...(12) dimana C* = M 1 C dan (I C*) -1 ada (exist). Menurut deret geometri, (1 a ) -1 merupakan jumlah tak hingga dari 1 + a + a 2 + a Maka (I C*) -1 dapat ditulis dengan (I C*) -1 = I + C* + C* 2 + C* = (I + C* 3 + C* ) (I + C* + C* 2 ) = (I C* 3 ) -1 (I + C* + C* 2 )...(13)

38 Misalkan M 3 = (I C* 3 ) -1 dan M 2 = I + C* + C* 2, maka persamaan (12) menjadi Y = M 3 M 2 M 1 X...(14) Persamaan (14) ini merupakan dekomposisi matrik M dalam bentuk perkalian (multiple) dengan M = M 3 M 2 M 1 dimana M 1 = (I - B) -1 M 2 = (I + (I - B) -1 C + (I - B) -1 C (I - B) -1 C) M 3 = (I - (I - B) -1 C (I - B) -1 C (I - B) -1 C) -1 Matrik M dapat juga didekomposisikan dalam bentuk pertambahan (additive), yaitu M = I + (M 1 -I) + (M 2 - I) M 1 + (M 3 - I) M 2 M 1 dimana M = Pengganda neraca (accounting multiplier) yang menjelaskan pengaruh neraca yang diterima oleh neraca endogen akibat perubahan neraca eksogen. I = matrik identitas (M1 - I) = Transfer multiplier (transfer effect) yang menunjukkan pengaruh yang terjadi pada suatu neraca akibat neraca itu sendiri. (M2 - I) M1 = Open loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang terjadi pada suatu neraca akibat neraca yang lain. (M3 - I) M2 M1 = Closed loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang terjadi pada suatu neraca akibat neraca yang lain dan kembali ke neraca semula, begitu seterusnya hingga dampaknya diabaikan. Penelitian ini menggunakan dekomposisi matrik M dalam bentuk additive, dan pengganda yang dicari adalah (M2 - I) M1, open loop multiplier. Melalui matrik open loop multiplier akan diketahui pengaruh neraca eksogen dalam hal ini

39 investasi pemerintah, terhadap neraca endogen dalam hal ini distribusi pendapatan rumah tangga Prosedur Penghitungan Matrik pengganda neraca (accounting multiplier), diperoleh dengan menggunakan teknik berupa matrik kebalikan (inverse of matrices) dan operasi matrik berupa penambahan matrik, pengurangan matrik serta perkalian matrik (multiple of matrices). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan agregasi SNSE ukuran 37 * 37 menjadi SNSE ukuran 26 * 26 untuk tahun 1995, tahun 1998 dan tahun Mencari matrik open loop multiplier dari masing-masing SNSE ukuran 26 * 26 Tahun 1995, Tahun 1998 dan Tahun Mencari alokasi investasi (PMTB) pemerintah umum tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 yang telah disesuaikan dengan konsep definisi sektor produksi dalam SNSE. 4. Mencari pengaruh investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun 1998, dan tahun 2008 melalui open loop multiplier masing-masing. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, data investasi dan data SNSE menggunakan tahun yang berbeda. Pengaruh investasi pemerintah tahun 1996 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun Pengaruh investasi pemerintah tahun 1998 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun 1998.

40 Sedangkan pengaruh investasi pemerintah tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun Hal ini terjadi karena keterbatasan dari SNSE itu sendiri, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Yaitu SNSE mempunyai asumsi yang menyebabkan kondisi perekonomian Indonesia tetap untuk periode SNSE. Sehingga investasi pemerintah tahun 1996 bisa dikalikan dengan matrik open loop multiplier dari SNSE tahun 1995, untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996 dan seterusnya.

41 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun 1995 Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II mengenai Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Dalam SNSE, bahwa SNSE dapat memberikan gambaran kinerja ekonomi dan sosial suatu negara. Gambaran perekonomian Indonesia secara umum selama tahun 1995 dapat dilihat melalui SNSE Indonesia tahun Pada lampiran 1 tentang SNSE Indonesia ukuran 26*26 tahun 1995 di lampiran, distribusi pendapatan fungsional atau faktorial dalam SNSE dapat dilihat bahwa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja berupa upah/gaji sebesar ,18 milyar rupiah (jumlah isian baris 1 sampai baris 8 komol 18 sampai 22) dan faktor produksi bukan tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar ,45 milyar rupiah (jumlah isian baris 9 kolom 18 sampai baris 22) ditambah balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja dari luar negeri sebesar 2.913,12 milyar rupiah (isian baris 9 kolom 26). Distribusi pendapatan ukuran atau institusional dalam SNSE pada lampiran 1 memperlihatkan bahwa sumber pendapatan rumah tangga atas kepemilikan faktor produksinya baik upah/gaji maupun sewa modal/keuntungan sebesar ,93 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 1 sampai kolom 9), transfer antar institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) sebesar ,54 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris 15 untuk kolom yang sama), dan dari luar negeri sebesar 6.021,56 milyar rupiah

42 (jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 26). Balas jasa faktor produksi (baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja) yang dimaksud disini adalah pendapatan rumah tangga atas kepemilikan faktor produksinya (tenaga kerja, modal tanah dan kekayaan lainnya). Transfer antar institusi dalam SNSE tahun 1995 diperlihatkan pada baris 10 sampai baris 17 untuk kolom yang sama. Transfer antar rumah tangga merupakan isian baris 10 sampai 15 kolom yang sama sebesar ,96 milyar rupiah, transfer dari perusahaan ke rumah tangga berupa pemberian barang-barang produksi perusahaan kepada karyawan yang tidak dihitung dalam upah dan gaji, klaim asuransi, dan lain-lain sebesar 150,15 milyar rupiah (isian baris 10 sampai baris 15 kolom 16) dan transfer dari pemerintah ke rumah tangga seperti subsidi kesehatan dan pendidikan sebesar 8.332,42 milyar rupiah (isian baris 10 sampai baris 15 kolom 17). Sedangkan sumber pendapatan rumah tangga dari luar negeri misalnya pendapatan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri. Selanjutnya pendapatan rumah tangga tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar ,40 milyar rupiah (jumlah isian baris 18 sampai baris 22 kolom 10 sampai kolom 15). Dan sisanya digunakan untuk tabungan (saving), yang merupakan salah satu sumber investasi nasional yaitu sebesar ,44 milyar rupiah (jumlah isian baris 24 kolom 10 sampai kolom 15). Sektor produksi sebagai produsen melakukan proses produksi untuk menghasilkan komoditi guna memenuhi permintaan akhir rumah tangga dan permintaan antara sektor produksi itu sendiri. Proses produksi ini yang

43 selanjutnya akan menciptakan nilai produksi sebagaimana tersebut di atas. Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat tabel SNSE tahun 1995 ukuran 26 * 26 yang ada di lampiran Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode krisis Tahun 1998 Lampiran 2 pada lampiran tentang SNSE Indonesia tahun 1998, memperlihatkan bahwa pada saat krisis, distribusi pendapatan faktorial atau fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja berupa upah/gaji sebesar ,99 milyar rupiah dan faktor produksi bukan tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar ,59 milyar rupiah. Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja sebesar ,80 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) sebesar ,3 milyar rupiah dan dari luar negeri sebesar ,85 milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun 1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar 3.388,47 milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar 270,84 milyar rupiah dan transfer dari pemerintah sebesar ,99 milyar rupiah. Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar ,83 milyar rupiah dan digunakan untuk tabungan (saving) sebesar minus ,72 milyar rupiah. Tabungan yang minus bisa karena digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya karena krisis. Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat lampiran 2 tentang SNSE tahun 1998 ukuran 26 * 26.

44 4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode pulih dari krisis Tahun 2005 Lampiran 3 menjelaskan tentang SNSE Indonesia tahun 2005 ukuran 26*26, yang memberikan gambaran umum perekonomian Indonesia tahun Lampiran tersebut memperlihatkan bahwa distribusi pendapatan faktorial atau fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja berupa upah/gaji sebesar ,61 milyar rupiah dan faktor produksi bukan tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar ,61 milyar rupiah. Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja sebesar ,8 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) sebesar ,92 milyar rupiah dan dari luar negeri sebesar milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun 1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar ,80 milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar ,12 milyar rupiah dan transfer dari pemerintah sebesar milyar rupiah. Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar ,95 milyar rupiah, digunakan untuk tabungan (saving) sebesar ,67 milyar rupiah dan transfer ke luar negeri seperti transfer biaya sekolah anak di luar negeri sebesar ,99 milyar rupiah. Terlihat adanya pengeluaran rumah tangga untuk ke luar negeri yang pada dua periode sebelumnya tidak ada dan juga terjadi peningkatan jumlah tabungan rumah tangga dibanding pada saat

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H 14094006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985).

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya. pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah

Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah 5. Model Keseimbangan Pengeluaran dengan Campur Tangan Pemerintah Mengapa Anda Perlu Tahu Kita tulis kembali krisis yang melanda Indonesia tahun 1997 sebagai momentum memasukkan peran pemerintah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

id o..g ps.b w w w :// tp ht Produk Domestik Bruto menurut Penggunaan 2008-2013 ISSN: 1979-8776 No. Publikasi: 07240.1401 Katalog BPS: 9302004 Ukuran Buku: 21 cm x 29 cm Jumlah Halaman: viii + 98 halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP BAB I PENDAHULUAN Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan 9 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Wilayah dan Perwilayahan Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Katalog BPS 9207. PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT PENGGUNAAN (DAN AGREGAT-AGREGATNYA) TAHUN 2000 2005:Triwulan III Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia PRODUK DOMESTIK BRUTO INDONESIA MENURUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 VIX. KESIMPUL?LN DAN I MPLIKASI 7.1. Kesimpulan 7.1.1. Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983 dalam kurun waktu 1971-1990 sangat berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan paling tinggi terjadi pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana)

BAB 2. Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) BAB 2 Keseimbangan Perekonomian Dua Sektor (Tertutup Sederhana) Perekonomian tertutup merupakan perekonomian yang tidak mengenal hubungan ekonomi dengan negara lain (seperti ekspor, transaksi impor, transaksi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PDRB berperan sebagai pengukur tingkat pendapatan bruto yang berada

BAB I PENDAHULUAN. PDRB berperan sebagai pengukur tingkat pendapatan bruto yang berada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PDRB berperan sebagai pengukur tingkat pendapatan bruto yang berada dalam suatu provinsi. PDRB berpengaruh pada perekonomian dengan cara meredistribusi pendapatan bruto

Lebih terperinci

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA)

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) OLEH BUDI KURNIAWAN H14094019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci