BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar (BPS, 2000). Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya dan menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi pada suatu tahun. Oleh karenanya untuk dapat mengukur perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata, faktor pengaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB ADHK.

2 9 Penghitungan atas dasar harga konstan ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan apabila dikaitkan dengan data mengenai tenaga kerja dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi, dapat memberikan gambaran tentang tingkat produktivitas dan kapasitas produksi dari masing-masing lapangan usaha tersebut Penghitungan PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, antara lain (BPS, 2000): a. Pendekatan Produksi PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah tertentu pada periode tertentu (biasanya satu tahun). Nilai tambah merupakan hasil pengurangan output dengan input antara. Unit-unit produksi dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha (sektor). PDRB menurut lapangan usaha dikelompokkan dalam sembilan sektor: 1) Pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan) 2) Pertambangan dan Penggalian 3) Industri Pengolahan 4) Listrik, Gas dan Air Bersih 5) Konstruksi 6) Perdagangan, Hotel dan Restoran 7) Pengangkutan dan Komunikasi

3 10 8) Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 9) Jasa-jasa Untuk tujuan penyederhanaan sembilan sektor tersebut dikelompokkan dalam sektor primer, sekunder, dan tersier. Sektor primer terdiri atas sektor 1 dan 2 (pertanian; pertambangan dan penggalian), sektor sekunder terdiri atas sektor 3, 4 dan 5 (industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi) sedangkan sektor tersier terdiri dari sektor 6, 7, 8 dan 9 (perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa). b. Pendekatan Pendapatan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan), semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup penyusutan dan pajak tak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). c. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok dan (5) ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Dengan kata lain,

4 11 PDRB merupakan jumlah dari empat kelompok pengeluaran yaitu konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor neto (Mankiw, 2007). Jika dituliskan ke dalam suatu formula, dimana PDRB disimbolkan dengan Y, maka Y = C + I + G + NX (2.1) Konsumsi (C) terdiri barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok yaitu barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Investasi (I) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Pembelian pemerintah (G) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian, dan daerah. Kelompok ini meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ekspor neto (NX) memperhitungkan perdagangan dengan negara lain. Ekspor neto adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran. Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak menaikkan standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat

5 12 akan tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tingkat tabungan mereka atau bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu untuk keperluan militer atau keperluan lain Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2007). Perkembangan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan PDRB pada suatu tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ada tiga komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa (Todaro dan Smith, 2006): 1). Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2). Pertumbuhan penduduk yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3). Kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi belum tentu melahirkan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (pendapatan) masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena bersamaan dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berlaku pula pertambahan penduduk. Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi selalu rendah dan

6 13 tidak melebihi tingkat pertambahan penduduk, pendapatan rata-rata masyarakat (pendapatan per kapita) akan mengalami penurunan. Sedangkan apabila dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi sama dengan pertambahan penduduk, maka perekonomian negara tersebut tidak mengalami perkembangan (stagnan) dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mengalami kemajuan. Dengan demikian, salah satu syarat penting yang akan mewujudkan pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi harus melebihi tingkat pertambahan penduduk (Sukirno, 2007) Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktural sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan kesenjangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Jadi, pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi adalah dua hal yang berbeda. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika di negara tersebut terdapat lebih banyak output dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya, sedangkan suatu negara dikatakan mengalami adanya pembangunan jika mengalami pertumbuhan sekaligus juga terdapat perubahan dalam kelembagaan, pengetahuan, dan pengurangan ketidakmerataan pendapatan. Jadi, pertumbuhan ekonomi adalah bagian dari pembangunan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi.

7 Teori Kesenjangan Kuncoro (2003) menyatakan bahwa kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Kesenjangan antardaerah disebabkan karena adanya perbedaan faktor anugerah awal. Perbedaan inilah yang menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan di berbagai wilayah berbeda-beda. Terjadinya kesenjangan antardaerah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antardaerah yang pada akhirnya menyebabkan kesenjangan pendapatan. Karena itu, aspek kesenjangan pembangunan antardaerah ini juga mempunyai implikasi terhadap formulasi kebijakan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Menurut Emilia dan Imelia (2006), faktor-faktor penyebab kesenjangan pembangunan ekonomi antara lain: a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah: ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan dengan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah b. Alokasi investasi: rendahnya investasi di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif. c. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antardaerah: kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapital antar provinsi merupakan penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi regional.

8 15 d. Perbedaan sumber daya alam antarwilayah: pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alam. e. Perbedaan kondisi demografis antarwilayah: jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi produksi. f. Kurang lancarnya perdagangan antarwilayah: tidak lancarnya arus barang dan jasa antardaerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Perbedaaan kemajuan antardaerah berarti tidak samanya kemampuan untuk tumbuh sehingga yang timbul adalah ketidakmerataan. Kuznets menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada posisi yang dikotomis dengan mengemukakan hipotesis Kurva U Terbalik. Hipotesis ini dihasilkan melalui kajian empiris terhadap pola pertumbuhan ekonomi terhadap trade off antara pertumbuhan dan pemerataan. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi maka setelah mencapai tahap tertentu trade off tersebut akan menghilang diganti dengan hubungan korelasi positif antara pertumbuhan dan pemerataan. Proses trade off ini terjadi di negara sedang berkembang, dimana pada saat proses pembangunan dilaksanakan, kesenjangan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai di negara sedang berkembang, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada pada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik, sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu

9 16 memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan sarana dan prasarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor sosial budaya sehingga akibatnya kesenjangan pembangunan antardaerah cenderung meningkat karena pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan (Sjafrizal, 2008) Tinjauan Penelitian Terdahulu Bhinadi (2002) melakukan penelitian yang berjudul Disparitas Pertumbuhan Ekonomi Jawa dengan Luar Jawa. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Dengan PDRB migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih rendah daripada luar Jawa. Sedangkan dengan PDRB non migas riil, didapatkan bahwa nilai efisiensi atau produktifitas faktor total Jawa lebih tinggi daripada luar Jawa. Sutarno dan Kuncoro (2003) melakukan penelitan dengan mengambil judul Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antarkecamatan: Kasus Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan Tipologi Daerah, indeks Williamson, indeks Entropy Theil, hipotesis Kuznets dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode pengamatan , terjadi kecenderungan peningkatan kesenjangan, baik di analisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks Entropy Theil. Berdasarkan tipologi daerah, daerah/kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat diklasifikasikan menjadi

10 17 empat kelompok daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah yang berkembang cepat, dan daerah yang relatif tertinggal. Dalam penelitian ini hipotesis kurva U-terbaliknya Kuznets berlaku di Kabupaten Banyumas. Sedangkan berdasarkan perhitungan analisis korelasi Pearson antara pertumbuhan PDRB dengan indeks Williamson dan indeks Entropy Theil, didapatkan bahwa ada korelasi yang kurang kuat. Bhakti (2004) melakukan penelitian yang berjudul Kesenjangan Antardaerah di Pulau Jawa Ditinjau dari Perspektif Sektoral dan Regional. Alat analisis yang digunakan adalah indeks Williamson dan Theil. Hasil penelitian mengatakan bahwa tahun masih terjadi kesenjangan antardaerah di Pulau Jawa dan mengalami tren kesenjangan antardaerah yang relatif menaik. Kondisi ini dipicu pula oleh peningkatan besamya kontribusi sektor industri yang mampu mendorong terciptanya peran pada sektor jasa di Pulau Jawa (derived demand). Secara empiris terbukti, bahwa di Pulau Jawa telah terjadi transformasi stuktural. Kesenjangan antardaerah pasca pemekaran wilayah di Pulau Jawa cenderung naik. Khusaini (2004) melakukan penelitian dengan judul Analisis Disparitas Antardaerah Kabupaten/Kota dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi Banten. Dalam penelitiannya menggunakan Indeks Williamson untuk mengukur kesenjangan dan model regresi persamaan tunggal untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain terhadap pertumbuhan regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks Williamson kesenjangan tertinggi di Kota Cilegon pada tahun 2003, dan yang terendah di

11 18 Kota Tangerang pada tahun Sedangkan hasil estimasi menunjukkan variabel aglomerasi dan kapital berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi regional. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Caska dan Riadi (2005) melakukan penelitian yang berjudul Pertumbuhan dan Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah di Provinsi Riau. Analisis data yang digunakan antara lain analisis tipologi Klassen, indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan kurva U terbalik. Selama periode pengamatan , terjadi kesenjangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson. Sedangkan menurut indeks Entropi Theil, kesenjangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya hipotesis Kuznets tentang kurva U terbalik tidak terbukti di Provinsi Riau. Wijayanto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun ), menggunakan teknik perhitungan LQ, Shift Share dan indeks Williamson. Hasil penelitian mengatakan bahwa sektor unggulan di Semarang yaitu sektor industri, sektor listrik, gas, dan air, sektor lembaga keuangan dan persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Dengan perhitungan indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya kesenjangan.

12 19 Chrisyanto (2006) juga melakukan penelitian yang berjudul Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Perekonomian Antardaerah di Indonesia. Untuk menganalisis kesenjangan digunakan indeks Williamson dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan digunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil analisis ditemukan bahwa terjadinya kesenjangan ekonomi antardaerah disebabkan oleh tingginya pendapatan per kapita DKI Jakarta yang menyebabkan kesenjangan di Pulau Jawa dan tingginya pendapatan per kapita di Kalimantan Timur yang menyebabkan kesenjangan di luar Jawa. Saskara (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antardaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, menggunakan koefisien disparitas yang sudah dimodifikasi oleh Setyarini (1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karangasem merupakan kabupaten yang memiliki kesenjangan yang paling lebar. Sedangkan kabupaten Badung dan Kota Denpasar memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dan berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. Hartono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Kesenjangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan alat analisis indeks Williamson dan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah yang diukur dengan indeks Williamson dalam kurun waktu 1981 sampai dengan 2005 cenderung relatif meningkat. Berdasarkan analisis regresi linier, diketahui bahwa variabel investasi swasta per kapita dan rasio

13 20 angkatan kerja berpengaruh negatif terhadap kesenjangan. Sedangkan alokasi dana pembangunan per kapita berpengaruh positif terhadap kesenjangan. Prasetyo (2008) melakukan penelitian dengan judul Kesenjangan dan Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kawasan Barat Indonesia. Beberapa alat analisis yang digunakan antara lain indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis Location Quotient, dan analisis regresi data panel. Kesenjangan ekonomi di wilayah KBI dari tahun cukup besar. Kesenjangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 tepat pada saat awal-awal mulai diberlakukannya otonomi daerah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kesiapan masing-masing daerah dalam menghadapi otonomi daerah. Dengan model fixed effect ditemukan bahwa infrastruktur panjang jalan, listrik, dan air bersih mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan per kapita. Priyanto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesenjangan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten, menggunakan alat analisis berupa indeks Williamson, tipologi Klassen, analisis regresi data panel. Berdasarkan indeks Williamson diketahui bahwa pada tahun di Provinsi Banten terjadi kesenjangan antarkabupaten/kota yang meningkat, sedangkan menurut tipologi Klassen hanya Kota Tangerang dan Kota Cilegon yang termasuk daerah maju dan cepat tumbuh. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa belanja modal, angkatan kerja berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun angka melek huruf tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.

14 21 Bhakti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Kesenjangan Pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Sebelum dan Selama Desentralisasi menggunakan tipologi Klassen, indeks Williamson, dan indeks Theil dalam analisisnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kesenjangan selama desentralisasi relatif meningkat. Hal ini diduga lebih terkait dengan adanya pemekaran wilayah, karena pada analisis yang tergabung dengan kabupaten induknya, kesenjangannya tidak meningkat. Masli (2009) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Regional antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat menggunakan indeks Williamson, indeks Entropi Theil, dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami fluktuasi dan menunjukkan arah negatif jika dibandingkan pada awal penelitian. Menurut tipologi Klassen, pada umumnya kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk klasifikasi daerah relatif tertinggal. Sedangkan menurut indeks Williamson dan indeks Entropi Theil kesenjangan antarkabupaten/kota meningkat. Rani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kesenjangan Antardaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun menggunakan indeks Williamson, indeks Theil, indeks Atkinson dan tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan tipologi Klassen pada tahun 2009 hanya Kota Dumai yang diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal karena laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas berada di bawah laju pertumbuhan dan PDRB per kapita dengan sektor migas Provinsi

15 22 Riau. Jika tanpa sektor migas, tidak ada kabupaten/kota yang diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal selama tahun Kesenjangan di Provinsi Riau berdasarkan perhitungan indeks Williamson dengan migas sangat tinggi dan jika tanpa migas kesenjangan rendah. Jika menggunakan indeks Theil, Provinsi Riau berada pada tingkat kesenjangan rendah dengan migas ataupun tanpa migas. Kesenjangan tanpa migas jauh lebih rendah daripada kesenjangan dengan migas. Tren kesenjangan dengan migas dan tanpa migas menunjukkan bahwa tiap tahunnya terjadi penurunan kontribusi kesenjangan antarkelompok sehingga di tahun 2009 sudah mulai seimbang antara kontribusi kesenjangan antar kelompok dan inter kelompok. Indeks Atkinson menunjukkan social welfare loss dengan migas menunjukkan pergerakan yang makin menurun terkecuali pada tahun 2007 ketika terjadi krisis global. Sedangkan bila tanpa migas justru meningkatnya social welfare loss dimulai pada tahun 2005 hingga tahun Bagi Provinsi Riau, sektor migas memang sangat mempengaruhi perekonomian tetapi sektor migas justru menimbulkan kesenjangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa sektor migas. Selain kesenjangan yang lebih tinggi, sektor migas juga menyebabkan social welfare loss yang lebih besar bagi masyarakat. Tren kesenjangan tanpa sektor migas terus meningkat tetapi peningkatan tersebut tidak siginifikan dan tidak menyebabkan social welfare loss yang besar. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini bermaksud menganalisis kesenjangan antarwilayah di Provinsi NTT selama kurun waktu Dalam analisis ini dilakukan penghitungan sampai dengan level

16 23 kabupaten/kota. Untuk mengukur kesenjangan antarwilayah digunakan alat analisis indeks Williamson, indeks Theil dan indeks Atkinson. Adapun tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita. 2.2 Kerangka Pemikiran Salah satu penyebab kesenjangan antardaerah adalah adanya perbedaan potensi dan sumber daya dari masing-masing daerah. Beberapa studi mengatakan bahwa terpusatnya pembangunan nasional di Jawa, khususnya di DKI Jakarta sebagai ibukota negara, turut menjadi penyebab terjadinya kesenjangan di luar Jawa. Adanya kepercayaan penuh terhadap mekanisme trickle down effect dimana diharapkan pertumbuhan ekonomi menetes dengan sendiri ternyata berjalan lambat. Akibatnya pembangunan ekonomi hanya terpusat di suatu daerah yang kuat potensinya. Oleh karena itu, penelitian ini ingin menganalisis seberapa besar kesenjangan pembangunan antardaerah di luar Jawa khususnya pada wilayah Provinsi NTT. Penelitian ini menggunakan indeks Williamson, indeks Theil dan indeks Atkinson untuk mengukur kesenjangan antarkabupaten/kota di Provinsi NTT. Selanjutnya, dari hasil perhitungan kesenjangan, akan dianalisis tren kesenjangan yang terjadi di Provinsi NTT. Tipologi Klassen digunakan untuk memberikan gambaran klasifikasi daerah di Provinsi NTT berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan bisa

17 24 memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi disertai dengan pemerataan (growth with equity). Untuk memudahkan dalam mencermati alur pemikiran mengenai penelitian ini, maka alur kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2.1. Perbedaan potensi daerah di Provinsi NTT Provinsi NTT menduduki peringkat kelima provinsi termiskin di Indonesia Kesenjangan pembangunan antarkabupaten/kota Menganalisis kesenjangan antarkabupaten/kota Menganalisis social welfare loss Mengetahui klasifikasi wilayah kabupaten/kota Indeks Williamson Indeks Theil Indeks Atkinson Tipologi Klassen Rekomendasi kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi disertai pemerataan (growth with equity) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

ANALISIS KESENJANGAN ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN OLEH DWI WIDIANIS H

ANALISIS KESENJANGAN ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN OLEH DWI WIDIANIS H ANALISIS KESENJANGAN ANTARKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2007-2010 OLEH DWI WIDIANIS H14114006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH,

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH, 2005-2014 1 ECONOMIC GROWTH AND INCOME DISPARITIES OF DISTRICT/ CITY IN ACEH, 2005-2014 Ervina Yunita 2 Email : vina_mat04@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses yang menyebabkan pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi menurut Meier adalah suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang,

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah tersebut yang paling besar adalah masalah

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.145/11/21/Th.IV, 10 November 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2009 TUMBUH 1,90 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk di suatu negara dalam jangka panjang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Disparitas perekonomian antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Disparitas ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdebatan tentang indikator pembangunan sosial-ekonomi sudah sejak lama terjadi. Pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan telah digugat oleh kalangan ekonomi

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan pada dasarnya merupakan perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Peramalan juga dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA Etik Umiyati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 33/05/21/Th. VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 PDRB KEPRI TRIWULAN I TAHUN 2012 TUMBUH 7,63 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diimbangi dengan kemajuan teknologi dalam produksi untuk memenuhi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep Pembangunan Ekonomi Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Adam Smith dalam Suryana (2000),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan, pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun B A B PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH 6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Beberapa penjelasan mengenai pengertian PDRB yaitu PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB atas dasar harga konstan, pendapatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu BAB II LANDASAN TEORI Hendra (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci