DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO"

Transkripsi

1 DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Pengembangan Subsektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Rakhmat Prabowo NIM H

4 ABSTRAK RAKHMAT PRABOWO. Dampak Pengembangan Subsektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan subsektor peternakan dan dampak pengembangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan berdasarkan data Sistem Neraca Sosial Ekonomi 2008, menggunakan metode analisis pengganda (multiplier), yaitu multiplier nilai tambah dan multiplier keterkaitan antar sektor serta menggunakan metode analisis simulasi kebijakan. Dari hasil analisis pengganda, investasi pada subsektor peternakan memiliki dampak yang relatif besar terhadap peningkatan nilai tambah, dan peningkatan produksi sektor-sektor hulunya, yang dibuktikan dengan nilai multiplier nilai tambah (1.86) dan multiplier keterkaitan antar sektor (2.44). Dari hasil analisis kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan, menunjukan bahwa kebijakan ini tidak hanya efektif dalam meningkatkan produksi peternakan domestik, akan tetapi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga pertanian-non pertanian. Kata Kunci: Distribusi Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, Pertumbuhan Ekonomi, SNSE, Subsektor Peternakan. ABSTRACT RAKHMAT PRABOWO. The Impact of Development In The Livestock Sector Towards The Economy of Indonesia : An Analysis of Social Accounting Matrix. Supervised by WIWIEK RINDAYATI. This paper analyze, the role and the impact of development in the livestock sector towards economic growth, income distribution, and employment based on 2008 Indonesia SAM (SNSE) by using multiplier analysis (value added multiplier and other sector linkage multiplier). Empirical evidence based on multiplier analysis indicated investments in the livestcok sector have profound significance impact on the added value and in production of upstream sectors, which is proved by the value of added value multiplier (1.86) and other sector linkage multiplier (2.44). Based on the policy of reallocation budget over the function of import livestock comodity indicated that this policy not only effective in increasing domestic livestock production, but also improve the income distribution of agricultural household. Keywords: Employment growth, Income Distribution, Livestock Sectors, Social Accounting Matrix.

5 DAMPAK PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI RAKHMAT PRABOWO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi dengan judul Dampak Pengembangan Sektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, akhirnya dapat terselesaikan. Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan program sarjana (S1) Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran, membimbing serta mengarahkan dan memberi saran, dorongan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 2. Dr. Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen penguji utama dam Ibu Ranti Wiliasih, M.Si. selaku komisi pendidikan 3. Seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan banyak ilmu dan pemahamannya kepada penulis. 4. Orang tua penulis tercinta serta kakak dan adik-adik tersayang atas doa dan dukungan yang sangat besar dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Kepada pihak dari les private statistik yang telah membantu membimbing pengolahan data 6. Adrian Prama Arta, Farah Meiska dan Taufik Imandana, atas dukungan, dan motivasinya selama penulis menyusun skripsi ini hingga selesai. 7. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga besar pakuan teguh dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 46 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Besar harapan penulis agar karya tulis ini dapat bermanfaat dan juga dapat digunakan sebagai penambah ilmu pengetahuan pembaca. Bogor, Agustus 2015 Rakhmat Prabowo

9 i ABSTRAK RAKHMAT PRABOWO. Dampak Pengembangan Sektor Peternakan Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan subsektor peternakan dan dampak pengembangannya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan antar golongan berdasarkan data Sistem Neraca Sosial Ekonomi 2008, menggunakan metode analisis pengganda (multiplier), yaitu multiplier nilai tambah, multiplier produksi, multiplier pendapatan tenaga kerja dan multiplier pendapatan institusi rumah tangga dan metode analisis simulasi kebijakan. Dari hasil analisis pengganda, investasi pada subsektor peternakan dan hasil-hasilnya memiliki dampak yang relatif besar, baik terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, peningkatan produksi sektor-sektor hulunya dan peningkatan pendapatan institusi rumah tangga, yang dibuktikan dengan nilai multiplier produksi (3.71), multiplier nilai tambah (1.86), multiplier keterkaitan antar sektor (2.44) dan multiplier tenaga kerja (1.19). Dari hasil analisis simulasi kebijakan, dampak kebijakan injeksi anggaran belanja pada pengembangan sektor produksi subsektor peternakan, memiliki dampak yang relatif besar terhadap peningkatan pendapatan dan peningkatan daya serap tenaga kerja pertanian. Dari hasil analisis kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan dan hasil-hasinya menunjukan bahwa kebijakan ini tidak hanya efektif dalam meningkatkan produksi peternakan domestik, akan tetapi juga dapat memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga pertanian-non pertanian. Kata Kunci : Distribusi Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, Pertumbuhan Ekonomi, SNSE, Subsektor Peternakan. ABSTRACT RAKHMAT PRABOWO. The Impact of Development In The Livestock Sector Towards The Economy of Indonesia: An Analysis Indonesian Social Accounting Matrix 2008 (SNSE 2008). Supervised by WIWIEK RINDAYATI. This paper analyze, the role and the impact of development in the livestock sector towards economic growth, income disparity, and employment based on 2008 Indonesia SAM (SNSE) by using multiplier analysis (value added Multiplier, institution Multiplier, other sector linkage multiplier). Empirical evidence based on multiplier analysis indicated investments in the livestcok sector have profound significance impact on the increase in institution income, added value and in production of upstream sectors, which is proved by the value of production multiplier (3.71), added value multiplier (1.86), other sector linkage multiplier (2.45). Based on the analysis policy of the injection of budget expenditures in the development of livestock production sector, indicated that the policy has a relatively large exposure to the increase of income and absorption of agricultural labor. Based on the policy of reallocation budget over the function of

10 ii import livestock comodity indicated that this policy not only effective in increasing domestic livestock production, but also improve the income distribution of agricultural household. Keywords: Employment growth, Income Distribution, Livestock Sectors, Social Accounting Matrix.

11 iii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang Masalah... 1 Rumusan Masalah... 5 Tujuan Penulisan... 5 Manfaat Penelitian... 6 Ruang lingkup Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7 Peran Subsektor Peternakan dalam Pembangunan... 7 Konsep Pertumbuhan Ekonomi... 8 Teori Pertumbuhan Neo Klasik... 9 Pengertian Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)... 9 Kegunaan SNSE Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Keterbatasan Penelitian Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Metode Analisis Multiplier Analisis Dekomposisi Pengganda Neraca Simulasi Kebijakan HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Subsektor Peternakan terhadap Perkonomian Dekomposisi Pengganda Simulasi Kebijakan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 69

12 iv DAFTAR TABEL 1. Distribusi PDB Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha 2 2. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha 3 3. Tenaga Kerja Subsektor Peternakan menurut Status Pekerjaan 3 4. Kerangka Dasar SNSE Multiplier Nilai Tambah, Tenaga Kerja dan Modal Multiplier Tenaga Kerja menurut Golongan Multiplier Rumah Tangga, Perusahaan dan Institusi Pengganda Institusi Rumah Tangga menurut Golongan Multiplier Produksi, Own Multiplier dan Multiplier Keterkaitan Multiplier Nilai Tambah, Institusi, Produksi dan Multiplier Total Dampak Injeksi pada Subsektor Peternakan Peranan Subsektor Peternakan terhadap Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Dekomposisi Pengganda terhadap Pendapatan Rumah Tangga Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor Peternakan terhadap Nilai Tambah Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor Peternakan terhadap Pendapatan Tenaga Kerja Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Kebijakan Injeksi Anggaran Belanja Investasi Subsektor Peternakan terhadap Pendapatan Institusi Rumah Tangga Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas Peternakan terhadap Nilai Tambah Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas Peternakan terhadap Pendapatan Tenaga Kerja Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Kebijakan Realokasi Anggaran Alih Fungsi Impor Komoditas Peternakan terhadap Pendapatan Institusi Rumah Tangga 61 DAFTAR GAMBAR 1. Grafik perkembangan impor komoditas peternakan 4 2. Hubungan antar subsistem dalam SNSE Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kerangka Pikir Konseptual Penelitian 21

13 v DAFTAR LAMPIRAN 1. Dekomposisi pengganda sektor pertanian Nilai koefisien pengganda tenaga kerja dan nilai tambah Penyerapan tenaga kerja berdasarkan snse Pengganda dan dekomposisi pengganda sektor peternakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi ukuran 105x105 sektor Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan) Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan) Sistem Neraca Sosial Ekonomi Ukuran 105X105 Sektor 30 (Lanjutan) Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), Laju PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), Statistik Konsumsi Daging Sapi Indonesia 79

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara beriklim tropis, dan sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, hampir setengah dari jumlah penduduknya yang mencapai 250 juta jiwa bermata pecarian sebagai petani. Banyaknya jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai petani ini menjadikan sektor pertanian beserta subsubsektornya di Indonesia memiliki peranan yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, di banyak daerah dan di sebagian besar desadesa di Indonesia, sektor pertanian menjadi sektor penopang perekonomian daerah dan desa tersebut. Dengan latar belakang kondisi geografis dan demografis tersebut, Indonesia sebagai negara agraris, sangat berpotensi menjadi produsen bahan pangan dunia. Sebagai negara agraris sudah tentu fokus pengembangan dan pembangunan ekonomi di Indonesia haruslah berbasis pada sektor pertanian beserta sub-sub sektornya. Oleh karena itu, sektor pertanian beserta sub-subsektornya, termasuk subsektor peternakan haruslah menjadi salah satu prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional. Menurut Gillis et.al. (1992) yang dikutip oleh Rudor (2012), beberapa peranan penting pertanian bagi pembangunan ekonomi: pertama, pertanian menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia; kedua, pertanian penting sebagai penyedia lapangan pekerjaan; ketiga, pertanian sebagai penyedia inputinput sektor industri; keempat, sektor pertanian dapat menjadi sumber modal untuk pertumbuhan ekonomi modern melalui pengelolaan komoditas pertanian, sehingga komoditas pertanian memiliki nilai tambah; serta kelima, pertanian dapat menjadi sumber devisa negara melalui hasil ekspor komoditas pertanian maka negara akan mendapatkan penerimaan SDA nonmigas. Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari sektor pertanian, sehingga pengembangan subsektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan, terutama dalam menjaga ketersediaan dan kecukupan protein hewani yang mayoritas terdapat pada komoditas peternakan, seperti daging, telur, dan susu yang tidak dapat digantikan dan ketersediaannya sebagian masih bergantung kepada impor. Subsektor peternakan di Indonesia, ditinjau dari ketersediaan sumberdaya serta sarana dan prasarana, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung ekosistem serta ketersediaan sumber daya manusia yang sangat besar, Indonesia sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan jasa peternakan secara meluas, seperti bahan pangan dan pakan yang permintaannya meningkat setiap tahunnya, farmasi, bioenergi, kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya. Jika potensi tersebut dapat dioptimalkan, maka Indonesia tidak hanya akan mampu mencukupi kebutuhan domestik akan produk-produk komoditas peternakan, akan tetapi bahkan dapat menjadikan subsektor peternakan sebagai sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, fakta menunjukkan bahwa potensi subsektor peternakan yang sangat besar tersebut belum mampu didayagunakan dan atau dimanfaatkan secara optimal

16 2 menjadi kekuatan riil dalam memenuhi kebutuhan dan menjaga pasokan serta kecukupan protein hewani di dalam negeri, apalagi dalam mendukung upaya peningkatan swasembada dan ketahanan pangan nasional, bahkan ketergantungan terhadap impor dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan data statistik, baik kontribusi dan pertumbuhan subsektor peternakan dalam distribusi PDB maupun laju pertumbuhan sektor pertanian menurut lapangan usaha, maupun dari kemampuan dayaserap tenaga kerja subsektor peternakan menurut status pekerjaan. Tabel 1. Distribusi PDB sektor pertanian menurut lapangan usaha LAPANGAN USAHA Rata-rata Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan Tanaman Bahan Makanan (%) Tanaman Perkebunan (%) Peternakan dan Hasil-hasilnya (%) Kehutanan (%) Perikanan (%) Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 Berdasarkan data distribusi PDB sektor pertanian menurut lapangan usaha sebagaimana tampak pada Tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa subsektor peternakan memberikan kontribusi yang sangat rendah terhadap PDB, yaitu ratarata hanya sebesar 1.72% dari PDB Indonesia selama periode , atau memiliki kontribusi terendah kedua (setelah subsektor kehutanan) diantara berbagai subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Rendahnya kontribusi subsektor peternakan terhadap PDB tersebut cukup memprihatinkan, mengingat besarnya potensi pengembangan subsektor peternakan di Indonesia, baik ditinjau dari ketersediaan sumber daya alam dan besarnya sumber daya manusia, maupun dari kondisi geografis dan daya dukung ekosistem yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka memanfaatkan dan mendayagunakan sepenuhnya potensi subsektor peternakan yang besar agar dapat menjadi modal pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, pemerintah dalam satu dekade ini terus berupaya untuk mendorong pengembangan subsektor peternakan dan sekaligus mengoptimalkan peranannya dalam perekonomian nasional. Hal ini ditempuh melalui berbagai program pembangunan di dalam rencana kerja pemerintah (RKP), dengan antara lain menyediakan berbagai fasilitas yang dapat menunjang kegiatan para peternak. Dari data laju pertumbuhan sektor pertanian sebagaimana terlihat pada Tabel 2 dibawah ini, subsektor peternakan memiliki laju pertumbuhan PDB yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan PDB subsektor peternakan tersebut bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi ketiga diantara berbagai subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Peningkatan pertumbuhan PDB subsektor peternakan tersebut tentunya juga akan diikuti dengan peningkatan

17 3 produksi pada subsektor peternakan, yang selanjutnya juga akan mendorong peningkatan permintaan input pada subsektor peternakan, baik input tenaga kerja maupun input kapital yang lebih besar. Tabel 2. Laju pertumbuhan sektor pertanian menurut lapangan usaha LAPANGAN USAHA * 2014 ** Rata -rata Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 1. Tanaman Bahan Makanan (%) 2. Tanaman Perkebunan (%) 3. Peternakan dan Hasilnya (%) Kehutanan (%) Perikanan (%) Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 Peningkatan kebutuhan input pada subsektor peternakan tersebut, selain akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja pada subsektor peternakan, juga akan mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja untuk berkerja pada subsektor tersebut. Dengan demikian, semakin besar laju pertumbuhan PDB subsektor peternakan, maka akan semakin besar pula tenaga kerja yang mampu diserap oleh subsektor peternakan tersebut. Tabel 3. Tenaga kerja subsektor peternakan menurut status pekerjaan Status pekerjaan Berusaha Sendiri (Pekerja) Berusaha Dibantu, Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar (Pekerja) Berusaha Dibantu, Buruh Tetap/Buruh Dibayar (Pekerja) Buruh/Karyawan (Pekerja) Pekerja Bebas Pertanian (Pekerja) Pekerja Keluarga (Pekerja) Jumlah (Pekerja) Sumber: Statistik Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan data tenaga kerja subsektor peternakan menurut status pekerjaan seperti terlihat pada Tabel 3 di atas, tampak bahwa perkembangan tenaga kerja subsektor peternakan selama periode cenderung mengalami peningkatan yang fluktuatif. Selama periode tahun , tenaga kerja pada subsektor peternakan cenderung terus meningkat, kemudian turun pada tahun 2010, dan meningkat kembali pada periode tahun 2011 hingga tahun Dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.8% per tahun, subsektor peternakan

18 Ribu Ton US$ Juta 4 dapat menyerap tenaga kerja rata-rata sebesar pekerja/tahun. Daya serap tenaga kerja subsektor peternakan tersebut berpotensi akan terus meningkat, mengingat Indonesia belum mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Pengembangan subsektor peternakan dalam beberapa tahun terakhir masih belum mandiri, seperti terlihat dari perkembangan komoditas impor peternakan dan hasil-hasilnya yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 1 di bawah, dapat dilihat perkembangan impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya di Indonesia selama periode yang secara keseluruhan mengalami tren peningkatan, baik volume maupun nilai impornya. Volume impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya turun hanya pada tahun 2006 dan tahun Hal ini berkaitan erat dengan keberhasilan kebijakan dan program swasembada sapi pada tahun 2005 dan tahun Sementara itu, nilai impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya turun hanya pada tahun 2009 dan tahun 2012, antara lain dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan harga komoditas peternakan di pasar internasional Tahun Volume (Ribu Ton) Nilai (Juta US$) Gambar 1. Grafik perkembangan impor komoditas peternakan Sumber: Statistik ekspor impor komoditas pertanian Impor komoditas peternakan ini dilakukan guna mencukupi kesenjangan (gap) antara permintaan komoditas peternakan di dalam negeri yang tinggi, yang tidak mampu tercukupi dengan ketersediaan komoditas peternakan dan hasilhasilnya dari hasil produksi domestik yang masih terbatas. Agar harga komoditas peternakan dan hasil-hasilnya tidak mengalami peningkatan, maka pemerintah harus memenuhi gap tersebut dengan melakukan impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya. Tingginya permintaan komoditas peternakan domestik ini, selain disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk di satu sisi, juga berkaitan dengan perubahan pola konsumsi dan perubahan terhadap selera masyarakat di sisi lain. Akan tetapi impor ini menimbulkan disinsentif yang menyebabkan subsektor peternakan di Indonesia tidak berkembang, disebabkan oleh

19 5 ketidakmampuan komoditas peternakan domestik untuk bersaing dengan komoditas peternakan hasil dari impor. Rumusan Masalah Sebagai negara yang memiliki jumlah populasi penduduk terbesar ketiga di dunia, menyebabkan Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang berlimpah. Namun, jumlah tenaga kerja yang besar tersebut sebagian besar merupakan tenaga kerja tidak terdidik yang terkonsentrasi di pedesaan. Besarnya tenaga kerja tersebut dapat menjadi beban tanggungan tersendiri bagi pemerintah pusat, apabila tenaga kerja yang berlimpah tersebut tidak dapat terserap oleh sektorsektor perekonomian yang ada pada saat ini. Selain itu, dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas banyak pulau, menyebabkan proses pembangunan di Indonesia menjadi tidak merata, sehingga berakibat pada semakin melebarnya ketimpangan pembangunan antardaerah. Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka pengembangan sektor pertanian, khususnya subsektor peternakan menjadi sangat vital dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, output subsektor peternakan juga merupakan input bagi sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama input antara yang banyak digunakan oleh industri pengolahan makanan dan minuman, sehingga apabila terjadi ketidakstabilan harga komoditas peternakan, maka kinerja sektorsektor lainnya juga akan terganggu, dan pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan menjadikan subsektor peternakan sebagai lokomotif yang dapat menarik perkembangan sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, apabila subsektor peternakan tumbuh, maka sektor-sektor lainnya juga akan dapat ditarik untuk ikut tumbuh. Berdasarkan uraian dan latar belakang persoalan di atas, maka dalam penelitian ini dapat diformulasikan 2 (dua) permasalahan mendasar dalam pengembangan subsektor peternakan di Indonesia, sebagai berikut: 1. Bagaimana peran subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan distribusi pendapatan dalam perkonomian Indonesia? 2. Bagaimana dampak pengembangan subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan ketimpangan distribusi pendapatan? Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah serta latar belakang di atas, maka secara umum, tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak dari pengembangan subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji peranan subsektor peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan dalam perekonomian Indonesia 2. Mengkaji bagaimana dampak pengembangan subsektor peternakan melalui simulasi kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan.

20 6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan serta pengalokasian anggaran belanja pemerintah pada subsektor peternakan, terutama dalam meningkatkan kontribusi subsektor peternakan terhadap PDB, memperbaiki distribusi pendapatan, maupun dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan mengenai besarnya potensi pengembangan subsektor peternakan, serta pentingnya subsektor peternakan dalam menunjang perekonomian nasional, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengembangannya melalui kerjasama pemeliharaan ternak dengan para peternak di desa dengan sistem bagi hasil. Bagi kalangan akademisi dan pemerhati pertanian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam menganalisis kebijakan-kebijakan pemerintah yang menyangkut pengembangan subsektor peternakan yang dikaitkan dengan kondisi perekonomian terkini, serta keterkaitannya dengan sektor-sektor lainnya dan subsektor peternakan itu sendiri. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian-penelitian di masa yang akan datang. Ruang lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai peran dan dampak dari pengembangan subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan data SNSE. Fokus penlitian ini adalah pada peran subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, maupun distribusi pendapatan, dan dampak pengembangan subsektor peternakan melalui simulasi kebijakan pemerintah dalam alokasi anggaran maupun pembatasan impor komoditas peternakan terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, serta penyerapan tenaga kerja. Subsektor peternakan yang termasuk dalam pembahasan penelitian ini meliputi produksi dan komoditas peternakan, yang meliputi ternak dan hasilhasilnya kecuali susu segar, unggas dan hasil-hasilnya serta hasil pemeliharaan hewan (BPS, 2010).

21 7 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Peran Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang kegiatannya meliputi kegiatan pemeliharaan/pembibitan, pengembangbiakan dan pemungutan hasil tenak (Badan Pusat Statistik, 2008). Peternakan juga memiliki peranan yang strategis dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani, pemberdayaan ekonomi masyarakat di perdesaan maupun dalam memacu pengembangan wilayah, terutama wilayah pedesaan. Menurut Sudaryanto et al., (2002) subsektor peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dalam bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product), penyumbang kesempatan kerja, sumber pendapatan, perolehan devisa, dan sumber pangan hewani bagi penduduk. Dalam kerangka pembangunan ekonomi, Saragih (2001) berpendapat, sesuai dengan tujuan pembangunan subsektor peternakan pada Pelita VI, maka peranan subsektor peternakan harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan, perbaikan mutu gizi masyarakat, dan mengembangkan ekspor. Seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal dan faktor produksi, sistem usaha peternakan terpadu pun menjadi semakin rasional, hal inilah yang mendorong pengembangan subsektor peternakan berbasis agribisnis (Arifin B, 2004). Pengembangan subsektor peternakan berbasis agribisnis mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut Saragih (2001) keunggulan dari pengembangan subsektor peternakan berbasis agribisnis adalah: (1) kegiatan peternakan, terutama budidaya ternak relatif tidak memerlukan lahan yang luas serta tidak menuntut kualitas SDM yang tinggi dalam prosesnya; (2) kegiatan budidaya peternakan memiliki ketersediaan pasar yang luas, yang berarti bahwa ternak yang dipelihara dapat dijual pada umur berapa saja dan pasarnya telah tersedia; (3) produk yang dihasilkan oleh agribisnis berbasis peternakan merupakan produk yang berelastisitas tinggi terhadap perubahan pendapatan, artinya konsumsi akan meningkat bila pendapatan masyarakat juga meningkat; (4) kegiatan peternakan sebagai suatu sistem agribisnis, selain akan mampu menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan, mulai pada tingkat hulu, tingkat budidaya, dan hilir juga akan meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan pada sektor jasa yang terkait seperti transportasi, perdagangan, dan lain-lain; (5) komoditas agribisnis berbasis peternakan memiliki pangsa pasar yang luas di kawasan nasional (seperti DKI Jakarta), bahkan di kawasan internasional (seperti: ASEAN, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika, dan kawasan lainnya). Beberapa permasalahan yang terkait dengan pertumbuhan sub sektor peternakan, dijelaskan oleh Ilham (2007) dan Budiono (2010) yang menyatakan bahwa terdapat permasalahan dalam memicu pertumbuhan subsektor peternakan. Permasalahan tersebut yaitu: pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan yang masih tergantung impor; pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat serta industri pakan ternak yang belum diusahakan dengan baik. Selain itu terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan

22 8 keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor. Jika ditinjau dari potensi geografis Indonesia yang didukung dengan kondisi demografisnya, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara produsen sapi potong. Namun potensi-potensi tersebut belum termanfaatkan, sehingga pengembangan komoditas sapi potong di Indonesia sebagiannya masih bergantung kepada impor. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2014 impor komoditi sapi potong Indonesia cenderung mengalami peningkatan, baik volume dan nilainya. Impor ini dilakukan untuk mencegah kenaikan harga daging sapi, akibat tingginya permintaan daging sapi dengan rendahnya kemampuan supply daging sapi domestik. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan, sehingga tidak heran jika di awal pembangunan, banyak negara yang perencanaan pembangunan ekonominya lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dibanding dengan distribusi pendapatan (Tambunan, 2001). Tingkat pertumbuhan ekonomi haruslah lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk di suatu negara. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan pendapatan per kapita dapat tercapai. Akibat jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya, maka dengan sendirinya akan menyebabkan kebutuhan konsumsi sehari-hari akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pendapatan bagi masyarakat setiap tahunnya agar kebutuhan hidupnya tetap dapat dipenuhi. Akibat peningkatan konsumsi tersebut, dibutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja sebagai tambahan sumber pendapatan masyarakat. Beberapa negara tidak selalu dapat mencapai kondisi dimana pertumbuhan ekonomi sama dengan tingkat pertumbuhan kemampuan produksi yang dimiliki oleh faktor-faktor produksi yang juga semakin meningkat. Seringkali ditemukan keadaan dimana pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya jauh lebih rendah dari potensi pertumbuhan yang dapat dicapai. Hal ini tentunya menyebabkan faktor-faktor produksi yang ada di negara tersebut tidak terpakai secara optimal, terutama faktor produksi tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja ini, selain akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian pendapatan, juga akan meningkatkan jumlah dan tingkat pengangguran. Hal ini selanjutnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja dicapai melalui pertumbuhan output agregat atau peningkatan PDB yang merupakan pertumbuhan ekonomi. Salah cara yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi adalah dengan mengukur laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita. Untuk menghitung pendapatan per kapita lebih dulu dihitung pertumbuhan PDB yang kemudian dirasiokan dengan jumlah penduduk.

23 9 Teori Pertumbuhan Neo Klasik Salah satu teori pertumbuhan yang dapat dikategorikan sebagai teori pertumbuhan neoklasik adalah toeri pertumbuhan Sollow. Teori pertumbuhan Sollow mampu menunjukan interaksi antara pertumbuhan modal, angkatan kerja dan kemajuan teknologi di dalam perekonomian. Model ini memprediksi bahwa pada akhirnya pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mencapai kondisi steadystate dimana pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja yang menunjukan equilibrium jangka panjang. (Mankiw, 2007). Asumsi utama pada teori pertumbuhan ini adalah faktor produksi kapital yang mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja diasumsikan tetap sedangkan kapital terus ditambah, maka penambahan ouput akibat penambahan kapital akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, yang menggambarkan produk marginal kapital yang menurun. Jika diasumsikan tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka pada satu titik diminishing return kapital hanya akan cukup untuk menutupi jumlah kapital yang susut karena depresiasi yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi akan berhenti akibat tidak adanya perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja. Kenaika tingkat tabungan akan mengarah pada tingkat pertumbuhan ekonomi dengan output yang tinggi, hanya jika kondisi steady-state dicapai. Pada kondisi ini, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tersebut yang akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Model Sollow diawali dari fungsi dan dituliskan sebagai, dimana dan. Fungsi ini menunjukan bahwa jumlah output per pekerja adalah fungsi dari jumlah kapital per pekerja. Fungsi produksi yang mengasumsikan diminishing returns terhadap modal, dicerminkan dari kemiringan fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi menggambarkan produk marjinal kapital (marginal product of capital) yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasilkan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan (Mankiw, 2007). Model Sollow secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: ( )-( ) Dimana: ( ) n= Pada model Sollow, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variable berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan penduduk (n), dan depresiasi atau penyusutan ( ).

24 10 Pengertian Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Menurut Daryanto (2010) Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam perekonomian. Lebih lanjut Pyatt dan Round (1988) menjelaskan bahwa SAM merupakan suatu kerangka data yang bersifat keseimbangan umum (general equilibrrium) yang dapat menggambarkan perekonomian secara menyeluruh, dan menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi negara yang bersangkutan. Sumber-sumber data yang digunakan dalam menyusun SAM antara lain: tabel I-O, statistik pendapatan nasional, serta statistik pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Model SNSE dapat disebut sebagai perluasan dari model I-O (Input-Output model), dimana dalam model I-O hanya dijelaskan arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor produksi, rumah tangga, pemerintah dan luar negeri. Daryanto (2010) menyatakan bahwa yang dijelaskan pada tabel I-O hanyalah arus transksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor faktor-faktor produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan dan luar negeri, dan tidak dijelaskan mengelai transaksi ekonomi dari sektor produksi ke golongan-golongan tenaga kerja pada sektor faktor produksi dan golongan-golongan rumah tangga. Sedangkan dalam model SNSE, hal tersebut di disagregasi secara lebih rinci. Misalnya, rumah tangga dapat di disagregasi berdasarkan tingkat pendapatan atau kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi pemukiman, dan seterusnya. Selain itu, pada SNSE dapat dimasukan beberapa variabel ekoomi, seperti pajak, subsidi, modal, dan sebagainya, sehingga model SNSE dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral, dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lain dari model SNSE dibanding model I-O adalah, bahwa model SNSE mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian. Menurut Daryanto (2010), salah satu tujuan menyususn SNSE adalah untuk memperoleh gambaran sistem pendapatan nasional (System of National Account) secara meluas, melalui penggabungan sistem pendapatan nasional dengan data distribusi pendapatan. Oleh karena itu, SNSE mampu memberikan sebuah metode yang bisa mengubah sistem pendapatan nasional dari statistik produksi menjadi statistik pendapatan, sehingga analisis dengan metode SNSE lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompokkelompok sosial ekonomi yang berbeda. Bentuk dan Arti Kerangka SNSE Model SNSE pada dasarnya merupakan sebuah matriks berbentuk bujursangkar yang menggambarkan arus moneter dari berbagai transaksi ekonomi. Arus moneter tersebut terbagi atas lajur baris dan lajur kolom, dimana lajur baris menjelaskan mengenai penerimaan, dan lajur kolomnya menggambarkan pengeluaran. Terdapat empat neraca utama dalam sebuah matriks SNSE, yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi, dan neraca eksogen, yang terdiri dari neraca modal dan rest of the world (Daryanto, 2010). Masing-masing dari neraca tersebut berisikan berbagai macam transaksi yang menempati lajur baris dan lajur kolom. Perpotongan antara suatu neraca dengan neraca yang

25 Penerimaan Neraca Endogen 11 lainnya memberikan indikasi adanya interaksi antarpelaku beserta perilaku ekonominya, meskipun ada sel-sel yang terisi dan ada yang tidak, untuk lebih lengkap perhatikan Tabel 4. Neraca faktor produksi terdiri dari faktor produksi tenaga kerja maupun faktor produksi modal. Ditinjau secara baris, neraca ini memperlihatkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa. Selain itu, juga menggambarkan pendapatan remitance dan pendapatan modal. Ditinjau secara kolom, neraca ini menunjukan adanya revenue yang didistribusikan ke rumah tangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke perusahaan, dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah. Neraca institusi mencakup rumah tangga, perusahaan dan pemerintahan. Dalam hal ini, rumah tangga dapat di disagregasi kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang saling berbeda tingkatannya. Penerimaan rumah tangga atara lain berasal dari pendapatan faktor-faktor produksi, berbagai macam transfer seperti transfer pendapatan antarrumah tangga, transfer pendapatan dari pemerintah, perusahaan (biasanya dalam bentuk asuransi) atau dari luar negeri. Tabel 4. Kerangka dasar SNSE Faktor Produksi Institusi Kegiatan Produksi Neraca Eksogen Jumlah Pengeluaran Neraca Endogen Neraca Faktor Produksi Kegiatan Total Institusi Eksogen Produksi Alokasi pendapatan institusi dari faktor produksi Alokasi pendapatan faktor produksi ke luar negeri Distribusi pengeluaran faktor produksi Transfer Antar Institusi Penerimaan domestik Tabungan pemerintah, swasta dan rumah tangga Distribusi pengeluaran Institusi Alokasi nilai tambah ke faktor produksi 0 Penerimaan antara Impor dan pajak tak langsung Jumlah pengeluaran Kegiatan Produksi Pendapatan faktor produksi dari luar negeri Transfer dari luar negeri Ekspor dan Investasi Transfer lainnya Jumlah pengeluaran lainnya Distribusi pendapatan faktorial Distribusi Pendapatan Institusional Total output sektor produksi Total penerimaan neraca lainnya Sumber : Publikasi SNSE 2008 Sementara pengeluaran rumah tangga ditujukan untuk konsumsi barangbarang dan pajak pendapatan, serta sebagian dialokasikan untuk tabungan dan dimasukan dalam neraca modal. Pada perusahaan, penerimaannya berasal dari

26 12 keuntungan yang diperoleh dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluaran ditujukan untuk pembayaran pajak dan transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan jasa, serta transfer ke rumah tangga dan perusahaan. Sebagian pengeluaran pemerintah juga dialokasian untuk tabungan. Di sisi lain, penerimaan pemerintah yang utama adalah pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri. Neraca aktivitas atau sektor produksi merupakan neraca yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas. Dibaca secara kolom, semua transaksi tersebut merupakan pengeluaran yang meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak, sedangkan apabila menurut baris, semua transaksi tersebut dianggap sebagai penerimaan, yang meliputi penjualan domestik, subsidi ekspor, dan penerimaan. Neraca eksogen, neraca yang memuat neraca modal dan transaksi luar negeri atau rest of world. Dalam neraca modal, dari sisi penerimaan (lajur baris) berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, sedangkan dari sisi pengeluaran (lajur kolom) pada neraca modal berupa investasi. Transaksi dalam negeri dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir (neraca rest of the world) yang berisi tentang segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor, transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor produksi, dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluarannya berupa impor, pembayaran faktor-faktor produksi, dan transfer ke luar negeri. Jumlah penerimaan dan pengeluaran pada masing-masing neraca haruslah sama, yang menunjukan bahwa pada tabel SNSE selalu terdapat keseimbangan (Daryanto, 2010). Untuk memudahkan analisis dan penggunaan kerangka dasar SNSE, matriks dasar SNSE ukuran 5x5 bisa dirinci menjadi matriks berukuran 13x13, 37x37 dan 105x105 sesuai kebutuhan. Matriks 13x13 merupakan agregasi dari matriks ukuran 37x37, sedangkan matriks 37x37 merupakan agregasi dari matriks 105x105. Empat neraca pertama dikelompokan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca kelima menjadi neraca eksogen yang dapat memengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca tersebut. Kegunaan SNSE Kerangka SNSE pada umumnya digunakan sebagai kerangka data yang dapat menjelaskan mengenai: (1) kinerja prmbangunan ekonomi; (2) distribusi pendapatan faktor produksi; (3) distribusi pendapatan rumah tangga; dan (4) pola pengeluaran oleh rumah tangga (BPS, 2010). A. Kinerja Pembangunan Ekonomi Kinerja perekonomian nasional ditunjukkan, misalnya, dari nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor ekonomi (neraca T1.3 pada Tabel 4) yang memberikan gambaran mengenai besarnya PDB nasional atas dasar harga faktor (GDP at factor costs) pada tahun tertentu. Bila ditambah dengan pajak tidak langsung neto akan menghasilkan PDB atas dasar harga berlaku (GDP at current price). Kinerja perekonomian nasional yang lain yang dapat ditunjukkan oleh kerangka SNSE, misalnya, adalah:

27 13 1. Distribusi PDB menurut sektor-sektor ekonomi (supply side); 2. Distribusi PDB menurut pengeluaran (demand side); 3. Struktur input antara (intermediate input) dirinci menurut sumbernya (domestik atau impor); 4. Struktur input antara (intermediate input) dirinci menurut sumbernya: domestik atau impor; 5. Investasi dan tabungan masyarakat; 6. Hutang dan piutang negara; serta 7. Kebocoran nasional (national leakages), yaitu besarnya penerimaan negara yang mengalir ke luar negeri. B. Distribusi Pendapatan Faktor Produksi Distribusi pendapatan faktor produksi ini menggambarkan tentang distribusi pendapatan faktorial yang dirinci menurut faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal. Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SNSE ditunjukan oleh baris neraca pertama pada kerangka dasar SNSE (lihat Tabel 4). Seperti telah ditunjukan oleh Tabel 4 bahwa neraca T1.3 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, yaitu sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja; sedangkan keuntungan, deviden, bunga, dan sewa rumah sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi kapital, yang diperoleh dari berbagai sektor produksi. Bila ditambah dengan neraca yang menunjukkan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri, maka total kedua penerimaan ini menunjukkan distribusi pendapatan faktorial. Masalah ketenagakerjaan dalam kerangka dasar SNSE dijelaskan oleh submatriks T1.3, yaitu submatriks alokasi nilai tambah menurut sektor-sektor ekonomi. Sebagaimana dipahami, bahwa nilai tambah yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi tersebut, salah satunya merupakan sumbangan dari faktor produksi tenaga kerja berupa upah dan gaji. Bila upah dan gaji dari tiap-tiap tenaga kerja pada masing-masing sektor ekonomi dijumlahkan, maka disebut sebagai alokasi nilai tambah faktor produksi tenaga kerja menurut sektor. Dengan demikian, dari submatriks ini dapat diperoleh informasi mengenai jumlah tenaga kerja yang bekerja di masing-masing sektor ekonomi, termasuk besarnya tingkat upah yang mereka peroleh. Informasiinformasi ini dapat dianalisa, sehingga memberikan masukan mengenai kondisi sosial masyarakat, yaitu distribusi pekerja dan tingkat upah dan gaji menurut sektor-sektor ekonomi. C. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Distribusi pendapatan rumah tangga dalam kerangka SNSE ditunjukkan oleh baris neraca kedua pada kerangka umum mengenai SNSE (lihat Tabel 4). Salah satu institusi dalam kerangka SNSE adalah rumah tangga. Neraca T2.1 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh berbagai institusi, salah satunya rumah tangga. Dengan kata lain, neraca ini merupakan mapping dari neraca T1.3 menjadi neraca T2.1, yaitu mapping dari pendapatan faktorial menurut sektor-sektor ekonomi menjadi pendapatan institusi menurut faktor-faktor produksi. Sementara itu, neraca T2.2 menunjukkan pembayaran

28 14 transfer (transfer payment) antarinstitusi, misalnya, pemberian subsidi dari pemerintah kepada rumah tangga, atau pemberian subsidi dari perusahaan kepada rumah tangga, atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Sedangkan neraca menunjukkan penerimaan ketiga institusi dari luar negeri. Jumlah ketiga neraca T2.1, T2.2, dan yang berhubungan dengan rumah tangga menggambarkan distribusi pendapatan rumah tangga. D. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Pola pengeluaran menurut golongan rumah tangga dalam kerangka SNSE dapat dilihat pada neraca kolom masing-masing golongan rumah tangga (kolom institusi pada Tabel 4). Dalam rincian ini, dapat diperoleh informasi mengenai pola pengeluaran rumah tangga menurut berbagai komoditas, baik komoditas domestik maupun komoditas impor. Dari informasi ini dapat juga diperlihatkan besarnya tabungan masing-masing golongan rumah tangga. Di samping kegunaan-kegunaan deskriptif tersebut, SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi, dan juga sebagai dasar analisis, baik untuk analisis partial (partial equilibrium) maupun analisis keseimbangan umum (general equilibrium) dalam melakukan analisis kebijakan. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Hubungan variabel sosial dan ekonomi masyarakat dapat dijelaskan melalui kerangka dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang merupakan suatu sistem analisis yang dapat dijelaskan dalam hubungan antara sub-sistem, yaitu: struktur produksi; distribusi dan pendapatan faktor produksi dalam kegiatan produksi; pendapatan, konsumsi, investasi, dan tabungan. Balas jasa terhadap faktor produksi akan menciptakan distribusi pendapatan rumah tangga. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Keinginan dan Kebutuhan Permintaan Akhir (1) Struktur Produksi (2) Distribusi Pendapatan Faktorial (3) Distribusi Pendapatan Instisusi/Rumah Tangga (4) Tabungan (5) Distribusi Kekayaan (7) Investasi (6) Sumber: Badan Pusat Statistik 1975 Gambar 2. Hubungan antar subsistem dalam SNSE Hubungan dari ketiga proses tersebut, dapat dimulai dari pengeluaran rumah tangga, berupa konsumsi, dan tabungan, yang akhirnya menciptakan investasi. Selanjutnya, konsumsi tersebut menciptakan permintaan akan output, dan secara tidak langsung menciptakan permintaan akan faktor produksi. (Badan Pusat

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu : (1) peningkatan standar hidup

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE LIVESTOK AND FISHERY SECTOR TO ECONOMY OF RIAU PROVINCE: ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA SKRIPSI FAHMI ISMAIL

PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA SKRIPSI FAHMI ISMAIL PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA SKRIPSI FAHMI ISMAIL PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN FAHMI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agribisnis Sering ditemukan bahwa agribisnis diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H 14094006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB II PENDAPATAN NASIONAL

BAB II PENDAPATAN NASIONAL BAB II PENDAPATAN NASIONAL A. PENGERTIAN Pendapatan nasional merupakan salah satu indikator keadaan ekonomi suatu negara. Terdapat beberapa istilah dalam produksi nasional antara lain : a. GNP ( Gross

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT Sebagai Sektor Utama Ekonomi Rakyat: Prospek dan 16Agribisnis Pemberdayaannya Pendahuluan Satu PELITA lagi, Indonesia akan memasuki era perdagangan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP

NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP NERACA PEMBAYARAN, PENDAPATAN NASIONAL, GDP DAN GNP BAB I PENDAHULUAN Berita di media masa tentang neraca pembayaran (BOP): fenomena Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia yang baru. Ada tiga alasan mempelajari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F.

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENGGUNAAN GNP G. MANFAAT PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH TRIYANTO WIBOWO H14053207 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA ANNISA MEIDIANTY

DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA ANNISA MEIDIANTY DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA ANNISA MEIDIANTY DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci