SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENGKODEAN. IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 SISTEM PENGKODEAN IR. SIHAR PARLINGGOMAN PANJAITAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara KODE HAMMING.. Konsep Dasar Sistem Pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah pada sistem komunikasi, sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengkoreksi error. Oleh karena itu pada sistem komunikasi diperlukan sistem pengkodean. Gambar. memperlihatkan sistem pengkodean satu tingkat. sumber data encoder kanal dekoder user Gambar.. Sistem pengkodean satu tingkat Bit stream dari sumber data, masuk ke encoder untuk dikodekan. Kemudian bit stream yang telah dikodekan dikirimkan melalui kanal untuk didekodekan. Setelah didekodekan oleh decoder, data tersebut dikirimkan ke user... Algoritma Pengkodean Kode Hamming Bit stream dari sumber data yang masuk ke encoder dikodekan dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean Kode Hamming diperlukan suatu generator matriks..3. Generator Kode yang dipergunakan adalah kode Hamming (7,4). Kode Hamming dapat diperoleh dari hasil perkalian antara bit stream dengan generator matriks kode Hamming. Oleh karena itu diperlukan suatu generator matriks, dan dipilih kode Hamming yang sistematik. Bentuk umum generator matriks dari kode Hamming yang sistematik dengan bit-bit parity didepan ]. G = [ Pkx (n-k) Ik ] [ P P = Pk,,, P P P,,... k, P P, nk P, nk k, nk g g. =.. gk (.) digitized by USU digital library

2 Dimana panjang baris menentukan banyak bit dalam satu blok data dan panjang kolom menentukan panjang kode dalam satu blok kode. Generator matriks kode Hamming ini disimpan pada array dimensi. Generator matriks dari kode Hamming (7,4) adalah : G = (.).4. Agoritma Pembentukan Kode Hamming Algoritma pembentukan kode Hamming dimulai dengan mengambil sebanyak k bit data dimana k adalah banyaknya bit dalam satu blok data pada kode Hamming. Kemudian k bit tersebut dikalikan dengan generator matriks. Hasilnya merupakan kode Hamming, diagram alir dari pembentukan kode Hamming diperlihatkan oleh gambar (.). Dengan mengacu pada diagram alir pengkodean kode Hamming gambar (.), proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada markdata dan markcode dengan nilai nol. Proses selanjutnya mengambil bit-bit data sebanyak k bit. Kemudian bit-bit tersebut dikalikan dengan generator matriks. Hasilnya adalah kode Hamming. Kode ini disimpan pada array kode. Diagram alir pengkodean satu blok kode diperlihatkan gambar (.) yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengkodean blok kode berikutnya, diambil k bit berikutnya. Pada saat pengambilan k bit berikutnya maka angka markdata bertambah sebanyak k bit. Bila markdata lebih besar dari nbit-k maka proses pengkodean selesai. digitized by USU digital library

3 mulai Inisialisasi Tidak markdata nbit - k? Ya Ambil K bit Kalikan K bit dengan generator matriks simpan kode pada array Ambil K bit berikutnya Selesai Gambar. Diagram Alir Pembentukan Kode Hamming.5. Algoritma Pengdekodean Proses pengdekodean mempunyai tujuan untuk memperbaiki kesalahan dan menghilangkan bit-bit pariti..5.. Algoritma Pengdekodean Kode Hamming Algoritma pengdekodean dari bit stream yang diterima oleh sistem penerima dengan menggunakan kode Hamming dimulai dengan menghitung sindrom dari kode yang diterima. Penghitungan sindrom ini untuk mengetahui apakah kode yang diterima benar atau tidak. Jika sindrom yang dihasilkan bernilai nol maka tidak ada error yang terdeteksi. Bila sindrom tidak bernilai nol, maka ada error terdeteksi. Langkah selanjutnya adalah mencari posisi error. Setelah posisi error diketahui, dilakukan pengkoreksian terhadap bit-bit yang terkena error. Tahap terakhir dari proses pengdekodean adalah mengeluarkan bit-bit pariti. Algoritma pengdekodean dari kode Hamming diperlihatkan oleh diagram alir gambar (.3) Dengan mengacu pada diagram alir pengdekodean kode Hamming yang sistematik, proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada markdata dan markcode digitized by USU digital library 3

4 dengan nilai nol. Proses selanjutnya adalah mengambil 7 bit data. Kemudian sindrom dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. T S = r. H (.4) Dimana : r = kode yang diterima. H T = transportasi dari pariti check matriks. Jika sindrom sama dengan nol, dekoder tidak melakukan pengkoreksian, kemudian bit-bit pariti dibuang dan bit-bit data disimpan pada array. Jika sindrom tidak sama dengan nol, dicari posisi error dengan membandingkan sindrom yang diperoleh dengan matriks pariti, yang mana posisinya diasumsikan sebagai posisi error. Setelah diperoleh posisi error maka dilakukan pengkoreksian. Untuk mengkoreksinya, bit pada posisi ke I tersebut di invert yakni bit menjadi bit dan bit menjadi bit. Setelah dikoreksi, bit-bit pariti dibuang, bit-bit data disimpan pada array. Diagram alir pengkodean satu blok kode diperlihatkan gambar (.3) yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengkodean blok kode berikutnya diambil n bit berikutnya. Pada saat pengambilan n bit berikutnya maka angka markcode bertambah sebanyak n bit. Bila markcode lebih besar dari n bit n maka proses pengkodean selesai. digitized by USU digital library 4

5 mulai Inisialisasi Tidak markcode nbit-n? Ya Ambil n bit Hitung sindrom Ya Ya S =? S3 =? Tidak Tidak Hitung error locator polinomial Cari akar-akar error locator polinomial Cari posisi error Perbaiki bit yang error Keluarkan bit pariti Simpan data pada array Ambil n bit berikutnya Selesai Gambar.3 Diagram Alir Pengdekodean Kode BCH digitized by USU digital library 5

6 Soal dan Penyelesaian. Suatu kode Hamming (7.4) memiliki generator matrix. G = Bila data yang diberikan oleh sumber data adalah d = Tentukanlah kode setelah melalui encoder. Penyelesaian Kode Hamming merupakan hasil perkalian Matrix antara data dan generator. Sehingga diperoleh : C = [d] [G] C = [ ] C = [ ]. Suatu kode Hamming (7,4) memiliki parity check H = Bila kode yang dikirim adalah r = tentukanlah data yang dikirimkan. Tentukanlah apakah kode yang dikirim tersebut terkena error? digitized by USU digital library 6

7 Penyelesaian Sindrom dari kode yang diterima : S = [r] [H T ] Dimana r = kode yang diterima, H T Transposisi Pariti Check Matrix. H T = S = [ ] = Karena Sindrom bernilai nol, maka kode yang dikirim tersebut tidak terkena error. Sehingga diperoleh r = [ ] Untuk memperoleh data yang dikirim, maka dikeluarkan pariti di depan, sehingga diperoleh data d = 3. Kode Hamming (7,4) yang memiliki generator seperti soal no. dan parity check seperti no.. Bila kode yang diterima adalah Buatlah data yang dikirimkan. digitized by USU digital library 7

8 Penyelesaian : Sindrom dari kode yang diterima : S = [r] [H T ] S = [ ] S = [ ] Karena sindrom tidak bernilai nol, maka ada error terdeteksi. Kemudian dilakukan pencarian posisi error. Untuk ini dilakukan transposisi pada sindrom yakni baris menjadi kolom. S = [ ] menjadi S = Setelah itu ditentukan posisi ke berapa sindrom tersebut pada kolom parity check, diperoleh sindrom tersebut berada pada kolom ke empat. Langkah berikutnya adalah mengkoreksi bit-bit yang terkena error. Yakni dengan cara menginvert nilai dari kode yang diterima, bila menjadi pada kolom yang terkena error. Kode yang diterima r = Maka kode yang dikirimkan adalah r =. Setelah bit pariti dikeluarkan, maka diperoleh data d =. KODE BCH.. Algoritma pengkodean kode BCH Bit stream dari sumber data yang masuk ke encoder dikodekan dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean kode BCH diperlukan suatu generator... Generator Kode yang dipergunakan adalah kode BCH ( 5.7 ). Kode BCH dapat diperoleh dari hasil perkalian antara bit stream dengan generator matriks kode Hamming. Oleh karena itu diperlukan suatu generator matriks. Dipilih kode BCH yang sistematik. Bentuk umum generator matriks dari kode BCH yang sistematik dengan bit-bit parity didepan []. G = [ Pkx (n-k) Ik ] digitized by USU digital library 8

9 = =,,,,,,,,, k k n k k k k n k n g g g P P P P P P P P P (.) Dimana panjang baris menentukan banyak bit dalam satu blok data dan panjang kolom menentukan panjang kode dalam satu blok kode. Generator matriks kode BCH ini disimpan pada array dimensi. Generator matriks dari kode BCH (5,7) adalah : = G (.).3. Algoritma Pembentukan Kode BCH Algoritma pembentukan kode BCH dimulai dengan mengambil sebanyak k bit data dimana k adalah banyaknya bit dalam satu blok data pada kode BCH. Kemudian k bit tersebut dikalikan dengan generator matriks. Hasilnya merupakan kode BCH, diagram alir dari pembentukan kode BCH diperlihatkan oleh gambar (.). Dengan mengacu pada diagram alir pengkodean kode BCH gambar (.), proses dimulai denganmembuat inisialisasi pada mark data dan mark code dengan nilai nol. Proses selanjutnya mengambil bit-bit data sebanyak k bit. Kemudian bit-bit tersebut dikalikan dengan generator matriks. Hasilnya adalah kode BCH. Kode ini disimpan pada array kode. Diagram alir pengkodean satu blok kode diperlihatkan gambar (.) yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengkodean blok kode berikutnya, diambil k bit berikutnya. Pada saat pengambilan k bit berikutnya maka angka markdata bertambah sebanyak k bit. Bila markdata lebih besar dari nbit-k maka proses pengkodean selesai. digitized by USU digital library 9

10 mulai Inisialisasi Tidak markdata nbit - k? Ya Ambil K bit Kalikan K bit dengan generator matriks simpan kode pada array Ambil K bit berikutnya Selesai.4. Algoritma Pengdekodean Gambar. Diagram Alir Pembentukan kode BCH Proses pengdekodean mempunyai tujuan untuk memperbaiki tujuan untuk memperbaiki kesalahan dan menghilangkan bit-bit pariti..4.. Algoritma Pengdekodean Kode BCH Algoritma pengdekodean dari bit stream yang diterima oleh sistem penerima dengan menggunakan kode BCH, dipilih algoritma Peterson Berlekamp ]. Langkahlangkah algoritma pengdekodean kode BCH (5,7) dengan kemampuan koreksi kesalahan adalah sebagai berikut.. Hitung sindrom S dan S 3.. Hitung error locator σ dan susun error locator polinominal σ (x). 3. Cari posisi error. 4. Perbaiki bit yang terkena error. 5. Selesai. Diagram alir pengkodean kode BCH (5,7) diperlihatkan oleh gambar (.) Dengan mengacu pada diagram alir kode BCH (5,7) yang sistematik, proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada markdata dan markcode dengan nilai nol. [ digitized by USU digital library

11 Proses selanjutnya adalah mengambil 5 bit data. Kemudian sindrom dihitung dengan persamaan berikut. 4 S = r + r α + r α + + r 4 α 3 S = r + r (α ) + r (α 3 3 ) + + r 4 (α ) 4 3 (.3) Jika sindrom pertama ( S ) dan sindrom ketiga ( S 3 ) sama dengan nol, decoder tidak melakukan pengkoreksian. Kemudian bit-bit pariti dibuang dan bit-bit data disimpan pada array. Bila S dan S 3 tidak sama dengan nol, susun error locator polinomial. [ dimana ] : σ (x ) = + σ x + σ x (.4) σ = S (.5) S 3 σ = S + (.6) S Kemudian dicari posisi error, dengan cara menginvers harga akar-akar persamaan. 4 5 Misalnya diperoleh akar-akar persamaan adalah α dan α maka posisi kesalahan adalah / α = α, ini berarti mundur 4 baris dari bit ke 5, dan pada / α = 5 α berarti mundur 5 baris dari bit ke 5, sehingga diperoleh posisi error pada bit ke dan bit ke. Proses selanjutnya adalah memperbaiki bit yang salah pada posisi error tersebut, dengan cara bit yang ada pada posisi tersebut diganti. Bila sebelumnya Bit maka menjadi bit dan bit menjadi bit. Setelah error diperbaiki maka bit-bit dikeluarkan. Kemudian bit-bit data disimpan pada array. Diagram alir pengkodean satu blok kode diperlihatkan gambar (.) yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengkodean blok kode berikutnya diambil n bit berikutnya. Pada saat pengambilan n bit berikutnya maka angka mark code bertambah sebanyak n bit. Bila markcode lebih besar dari n bit n maka proses pengkodean selesai. digitized by USU digital library

12 mulai Inisialisasi Tidak markcode nbit-n? Ya Ambil n bit Hitung sindrom Ya Ya S =? S3 =? Tidak Tidak Hitung error locator polinomial Cari akar-akar error locator polinomial Cari posisi error Perbaiki bit yang error Keluarkan bit pariti Simpan data pada array Ambil n bit berikutnya Selesai Gambar (.) Diagram Alir Pengdekodean Kode BCH digitized by USU digital library

13 Soal dan Penyelesaian. Suatu kode BCH (5,7) memiliki generator matrix : G = Bila data yang diberikan oleh sumber data adalah d = tentukanlah kode, setelah melalui enkoder. Penyelesaian : Kode BCH merupakan hasil perkalian matrix antara data dan generator, sehingga diperoleh : C = [d] [G] C = [ ] C = [ ]. Suatu dekoder BCH (5,7) menerima kode : r =. Tentukanlah data yang dikirim oleh sumber. Penyelesaian : Hitung sindrom S = ) ( 5 α r n n = = Σ S 3 = 3 α r Σ ) ( 5 n n = = R = r (α) = α α 5 α 7 α 8 α 9 S = r (α ) = α + α 5 + α 7 + α 8 + α 9 Untuk penjumlahan, gunakan tabel GF( 4 ) sebagai berikut : digitized by USU digital library 3

14 Tabel GF ( 4 ) Notasi Exponensial α α α 3 α 4 α 5 α 6 α 7 α 8 α 9 α α α α 3 α 4 α 5 Notasi Binary Untuk memperoleh S ubah notasi eksponensial ke notasi binari dan jumlahkan dengan modulo. α = α 5 = α 7 = α 8 = α 9 = + Sehingga diperoleh S =, kemudian diubah kembali ke notasi exponensial, maka S =, ini berarti tidak ada error. Kemudian dicari S 3 S 3 = (α ) 3 + (α 5 ) 3 + (α 7 ) 3 + (α 8 ) 3 + (α 9 ) 3 = α 3 + α 5 + α + α 4 + α 7 α yang lebih besar daripada pangkat 5 harus dikurangi dengan 5. Sehingga diperoleh : S 3 = α 3 + α 5 + α 6 + α 9 + α α 3 = α 5 = α 6 = α 9 = α = + digitized by USU digital library 4

15 S 3 =, kemudian diubah ke notasi exponensial sehingga S 3 = S dan S 3 =, maka tidak ada terdeteksi error. Bila sindrom =, maka bit pariti dikeluarkan, dalam hal ini 8 bit dari depan, sehingga data yang diperoleh adalah : d = 3. Bila kode yang diterima r =. Tentukanlah kode dan data yang dikirimkan. Penyelesaian : r = r = α α 4 α 5 α 7 α 8 α 9 n= 5 S = Σ r ( α ) n= = α l + α 4 + α 5 + α 7 + α 8 + α 9 S = = α 4 n= 5 3 S 3 = Σ r ( α ) n= = (α ) 3 + (α 4 ) 3 + (α 5 ) 3 + (α 7 ) 3 + (α 8 ) 3 + (α 9 ) 3 = α 3 + α + α 5 + α + α 4 + α 7 = α 3 + α + α 5 + α 6 + α 9 + α = = α S 3 = ; S = 4 S 3 = (S ) 3, berarti dari sini diketahui error =. Bila terjadi S 3 = (S ) 3, maka untuk mencari posisi error langsung pada sindrom (S ) yaitu α 4. Perbaiki bit yang terkena error dengan menginvert bit tersebut sehingga diperoleh kode yang dikirimkan adalah : C = dan data yang dikirim adalah : d = 4. Bila kode yang diterima r =. Tentukanlah kode dan data yang dikirimkan. Penyelesaian : r = r(α) = α α 5 α 7 α 8 α 9 α α 4 n= 5 S = Σ r ( α ) n= = α + α 5 + α 7 + α 8 + α 9 + α + α 4 = = α 5 n= 5 S 3 = Σ r ( n= 3 α 3 ) = (α) + (α 5 ) 3 + (α 7 ) 3 + (α 8 ) 3 + (α 9 ) 3 + (α ) 3 + (α 4 ) 3 = α 3 + α 5 + α + α 4 + α 7 + α 36 + α 4 S 3 = α 3 + α 5 + α 6 + α 9 + α + α 6 + α S 3 = = α 4 S = α 5 dan S 3 = α 4 S 3 = (S ) 3 Dihitung error locator polinomial σ : σ = S = α 5 digitized by USU digital library 5

16 σ = S + S 3 /S = (α 5 ) + α 4 /α 5 α 4 = α 4 + α 5 = α 9 4 α maka : = α 9 - α 5 = α 4 5 α σ = α + α 4 α = α 4 = + σ = = α Untuk menyusun error locator polinominal σ(i) digunakan rumus : σ (i) = α 5 + σ (α i ) + σ (α i ) = dimana i = sampai dengan n atau i = sampai dengan 5. Untuk i = σ () = α 5 + α 5 (α ) + α (α ) = α 5 + α 6 + α. α = α 5 + α 6 + α 3 = = berarti α adalah salah satu akar. Cari akar yang lain lagi. Untuk i = 3 σ (3) = α 5 + α 5 (α 3 ) + α (α 3 ) = α 5 + α 8 + α. α 6 = α 5 + α 8 + α 7 = α 5 + α 8 + α = = Berarti α 3 adalah salah satu akar yang lain. Cari dari i = sampai dengan 5, bila tidak ada akar yang lain, berhenti. Dilakukan pencarian posisi error. Posisi error diperoleh dengan mengurangi pangkat akar-akar dengan 5, sehingga : Posisi error I = 5 = 4 Posisi error II = 5 3 = Jadi error terjadi pada bit ke dan ke 4. Untuk memperbaiki bit yang terkena error, pada posisi bit yang terkena error dilakukan invert, bila bit menjadi dan sebaliknya. Sehingga diperoleh kode yang dikirimkan : r = menjadi C = Untuk memperoleh data, bit pariti dikeluarkan sebanyak 8 bit dari depan sehingga diperoleh data : d = KODE REED SALOMON 3.. Algoritma pembentukan Kode Reed Salomon Algoritma pembentukan kode Reed Salomon ( 5, ) dimulai dengan mengambil k bit data sebanyak 44 bit. Kemudian 44 bit ini, diubah kedalam bentuk simbol dimana tiap 4 bit menjadi satu simbol.sehingga dari 44 bit diperoleh simbol. Kemudian simbol tersebut dikalikan dengan generator polinomial. Hasilnya adalah kode Reed Salomon. Diagram alir pembentukan kode Reed Salomon diperlihatkan oleh gambar (3.). digitized by USU digital library 6

17 Dengan mengacu pada diagram alir pengkodean kode Reed Salomon ( 5, ) gambar (3.) proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada markdata dan markcode dengan nilai nol. Proses selanjutnya mengambil 44 bit data dan diubah kedalam bentuk simbol kemudian dikalikan dengan generator polinomial. Hasil perkaliannya adalah kode Reed Salomon. Hasil pengkodean yang masih dalam bentuk simbol, diubah menjadi bentuk binary (bit), kemudian disimpan pada array kode. Diagram alir pengkodean satu blok kode diperlihatkan gambar (3.) yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengkodean blok kode berikutnya, diambil 44 bit berikutnya. Pada saat pengambilan 44 bit berikutnya maka angka markdata bertambah sebanyak 44 bit. Bila markdata lebih besar dari nbit-k maka proses pengkodean selesai. mulai Inisialisasi Tidak markdata nbit - k? Ambil K bit Ya Ubah K bit menjadi simbol Kalikan simbol dengan generator polinomial Ubah n simbol ke bit simpan kode pada array Ambil K bit berikutnya Selesai Gambar 3. Diagram Alir Pembentukan Kode Reed Salomon 3.. Algoritma Pengdekodean kode Reed Salomon Algoritma pengdekodean dari bit stream yang diterima oleh sistem penerima dengan menggunakan kode reed Salomon, dipilih algoritma Peterson Gorenstein Zieler [ 5]. Langkah langkah dari algoritma adalah sebagai berikut: digitized by USU digital library 7

18 . Hitung sindrom dari bit stream yang telah melalui saluran transmisi.. Susun matriks sindrom P. 3. Hitung determinan matriks sindrom. Jika determinan tidak nol, lakukan langkah Jika determinan nol, susun matriks sindrom yang baru, dengan cara menghapus kolom paling kanan dan baris paling bawah dari sindrom yang lama. 5. Hitung error locator σ dan susun error locator polinomial σ ( x ). 6. Hitung akar akar persamaan error locator polinomial. 7. Hitung error magnitude 8. Susun error polinomial 9. Jumlahkan error polinomial dengan kode yang diterima.. Selesai. Diagram alir pengdekodean kode Reed Salomon ( n,k ) diperlihatkan oleh gambar (3.) Dengan mengacu pada diagram alir pengdekodean kode Reed Salomon (5,) gambar 3., proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada markdata dan markcode dengan nilai nol. Proses selanjutnya adalah mengambil sebanyak 6 bit data lihat 3.. Kode yang diterima diubah kedalam bentuk simbol dimana tiap 4 bit menjadi satu simbol. Sehingga dari 6 bit menjadi 5 simbol. Kemampuan koreksi kesalahan dari kode Reed Salomon ( 5, ) adalah. Banyaknya sindrom adalah dua kali kemampuan koreksi kesalahan. Sehingga sindromnya ada sebanyak 4, yang dihitung dengan persamaan berikut. 4 S = r + r α + r α + + r 4 α S = r + r (α ) + r (α ) + + r 4 (α ) 4 3 S = r + r (α ) + r (α 3 3 ) + + r 4 (α ) 4 3 (3. ) 4 S = r + r (α ) r (α ) + + r 4 (α ) 4 4 Dimana : R= Simbol kode yang diterima 4 α = anggota dari Gf( ) Kemudian sindrom S, S, S, S diuji. Jika semuanya nol, berarti tidak ada error 3 4 terdeteksi. Decoder tidak melakukan pengkoreksian. Kemudian bit- bit pariti dibuang dan bit-bit data disimpan pada array. Jika sindrom tidak sama dengan nol, hitung determinan matriks P dimana: S S P = (3.) S S3 Ada dua kasus yaitu, untuk determinan sama dengan nol, yang dibahas pada (3..) dan determinan tidak sama dengan nol, yang dibahas pada (3..) 3... Determinan sama dengan nol Jika determinan sama dengan nol, hitung error locator σ dengan menggunakan persamaan : S σ = (3.3) S Selanjutnya hitung error magnitude e i dengan menggunakan persamaan : digitized by USU digital library 8

19 S e i = σ (3.4) kemudian disusun error polinomial e(x). e ( x α σ ) = e x log i (3.5) log σ log α 5 5 α α 5 Misalkan σ = α maka x = x = x Untuk memperoleh kode yang sebenarnya c (x), jumlahkan kode yang diterima r(x) dengan error polinomial e(x). c(x) = r (x) + e (x) (3.6) Setelah kode diperoleh, maka bit-bit pariti dibuang,kemudian bit-bit data disimpan pada array Determinan tidak sama dengan nol Bila determinan tidak sama dengan nol maka susun error locator polinomial dengan menggunakan persamaan ( x) = + σ x σ x σ + (3.7) dimana σ dan σ diperoleh dari S S σ S3 = (3.8) S S 3 σ S4 Kemudian dicari akar-akar persamaan (4.7) Yaitu β dan β. Selanjutnya akar-akar persamaan di invers sehingga diperoleh dan.kemudian dihitung error magnitude e dan β β β e i i β ei ei dengan menggunakan persamaan S = S Setelah diperoleh harga kesalahan e ( x) = e x i log β α + e x i log β α ei i β β dan e maka disusun error polinomial e (x). (3.9) (3.) Untuk memperoleh kode yang sebenarnya, jumlahkan kode yang diterima r(x) dengan error polinomial e(x). C (x) = r (x) + e (x ) (3.) Setelah kode diperoleh, bit-bit pariti dibuang. Kemudian bit-bit data disimpan pada array. digitized by USU digital library 9

20 mulai Inisialisasi Tidak markcode nbit-n? Ya Ambil n bit Hitung sindrom Ya Semua sindrom =? Tidak Hitung error locator polinomial Cari akar-akar error locator polinomial Cari error magnitude Perbaiki bit yang error Keluarkan bit pariti Simpan data pada array Ambil n bit berikutnya Selesai Gambar 3. Diagram Alir Pengdekodean Kode Reed Salomon Diagram alir pengdekodean satu blok kode diperlihatkan gambar (3.). Yang berada dalam garis putus-putus. Untuk pengdekodean blok kode berikutnya, diambil n bit berikutnya. Pada saat pengambilan n bit berikutnya maka angka markcode bertambah sebanyak n bit. Bila markcode lebih besar dari nbit n maka proses pengdekodean selesai. digitized by USU digital library

21 Soal dan Penyelesaian. Suatu kode Reed Salomon (5, ), memiliki generator polinominal : g (x) = α + α 3 x + α 6 x + α 3 x 3 + x 4 Bila data yang diberikan oleh sumber adalah : d = Tentukanlah kode, setelah melalui enkoder. Penyelesaian : Data yang masuk, yang masih merupakan notasi binari diubah ke notasi eksponensial sehingga : d = α Dari generator polinominal tersebut dapat dibuat persamaan enkoder untuk RS (5,). Gate x x x x x g =α g = α 3 g = α 6 g 3 =α 3 g 4 = R o + R + R + R 3 + Simbol Informasi B kode R, R, R dan R 3 adalah register. Persamaan enkodernya : R o (t) = [dt R 3 (t-)] g 4. g R (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)] g 4.g R (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)] g 4.g R 3 (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)] g 4.g 3 Karena g 4 =, maka persamaannya menjadi : R (t) = [dt R 3 (t-)] g R (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)].g R (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)].g. R 3 (t) = R (t-) [dt R 3 (t-)].g 3. Pada saat t =. R () = ; R () =, R () = dan R 3 () = Pada saat t =, yang masuk pertama sekali adalah data (d ), sehingga diperoleh : R () = [ ] α = α = R () = [+] α 3 = α 3 = R () = [+] α 6 = α 6 = R 3 () = [+] α 3 = α 3 = R () = [ ] α = α = R () = [ + ] α 3 = α 3 = digitized by USU digital library

22 R () = [ + ] α 6 = α 6 = R 3 () = [ + ] α 3 = α 3 = Pada saat t =, karena data bukan nol lagi, maka diperoleh : R () = [d + R 3 (-) α = [ α ] α = [α] [α ] = α R () = R (-) [d R 3 (-)] α 3 = R () [α ] α 3 = [α + ] α 3 = [α] [α 3 ] = α 4 R () = R (-) [d R 3 (-)] α 6 = R () [α ] α 6 = [α ] [α 6 ] = α 7 = α 7 R 3 () = R (-) [d R 3 (-)] α 3 = R () [d R 3 ()] α 3 = [α + ] α 3 = [α] [α 3 ] = α 4 Sehingga diperoleh isi register pada saat t = atau pada saat data, telah di encode. R () = α ; R () = α 4 ; R () = α 7 ; R 3 () = α 4 Ini merupakan parity yang diletakkan di depan sehingga kode yang dikirimkan : R () R () R () R 3 () d d d 3 d 4 d 5 d 6 d 7 d 8 d 9 d d Dalam simbol : α α 4 α 7 α 4 α Dalam bentuk binari :. Suatu dekoder Reed Salomon (5,) menerima kode r = Dengan generator polinominal seperti soal no.. Tentukanlah data yang dikirim oleh sumber. Penyelesaian : Hitung Sindrom S, S, S 3, dan S 4 Sebelum sindrom dihitung, kode yang diterima (r) dibuat lebih dahulu ke notasi exponensial dengan melihat tabel GF ( 4 ), sehingga diperoleh : r = α α 4 α 7 α 4 α S = {r (α )} S = α x + α 4 x + α 7 x 3 + α 4 x 4 + α x 5 + x 6 + x 7 + x 8 + x 9 + x + x + x + x 3 + x 4 + x 5 x ganti dengan α S = α α + α 4 α + α 7 α 3 + α 4 α 4 + α α 5 + α 6 + α 7 + α 8 + α 9 + α + + α + α + α 3 + α 4 + α 5 = α + α 6 + α + α 8 + α = α + α 6 + α + α 3 + α S = = S = r {( α )} Menjadi : S = α (x ) + α 4 (x ) + α 7 (x 3 ) + α 4 (x 4 ) + α 5 (x 5 ) + (x 6 ) + (x 7 ) + (x 8 ) + (x 9 ) + (x ) + (x ) + (x ) + (x 3 ) + (x 4 ) + (x 5 ) X ganti dengan α S = α 3 + α 8 + α 3 + α + α digitized by USU digital library

23 S = α 3 + α 8 + α 3 + α 7 + α = = S 3 = r{(α 3 )} = α (x) 3 + α 4 (x ) 3 + α 7 (x 3 ) 3 + α 4 (x 4 ) 3 + α(x 5 ) 3 + (x 6 ) 3 + (x 7 ) (x 5 ) 3 = α x 3 + α 4 x 6 + α 7 x 9 + α 4 x + α x = α 4 + α + α 6 + α 6 + α = α 4 + α + α + α + α = = S 4 = r(α 4 ) = α (x) 4 + α 4 (x ) 4 + α 7 (x 3 ) 4 + α 4 (x 4 ) 4 + α (x 5 ) 4 + (x 6 ) 4 + (x 7 ) (x 5 ) 4 = α α 4 + α 4 α 8 + α 7 α + α 4 α 6 + α α = α 5 + α + α 9 + α 3 + α = α 5 + α + α 4 + α 5 + α 6 = = Sindrom-sindrom yang diperoleh : S = S = S 3 = S 4 = Bila S, S, S 3, S 4 = maka tidak ada error terdeteksi. Kirimkan data. Sebelum data dikirimkan ubah ke bentuk binary. Data yang dikirim, telah dibuang paritinya, yaitu 6 bit di depan (4 simbol). Sehingga diperoleh data yang dikirim oleh sumber : 3. Suatu dekoder Reed Salomon (5,) menerima kode r = Tentukan data yang dikirim oleh sumber I. Hitung Sindrom r = α 6 α 4 α 7 α 4 α S = α 6 x + α 4 x + α 7 x 3 α 4 x 4 + α x 5 + x 6 + x x 5. = α 6 α + α 4 α + α 7 α 3 + α 4 α 4 + α α = α 7 + α 6 + α + α 8 + α = α 7 + α 6 + α + α 3 + α 6 = = α S = α 6 (x) + α 4 (x ) + α 7 (x 3 ) + α 4 (x 4 ) + α (x 5 ) = α 6 α + α 4 α 4 + α 7 α 6 + α 4 α 8 + α. α = α 8 + α 8 + α 3 + α + α = α 8 + α 8 + α 3 + α 7 + α = = α 3 S 3 = α 6 (x) 3 + α 4 (x ) 3 + α 7 (x 3 ) 3 + α 4 (x 4 ) 3 + α (x 5 ) = α 6 α 3 + α 4 α 6 + α 7 α 9 + α 4 α + α. α = α 9 + α + α 6 + α 6 + α = α 9 + α + α + α + α = = α 4 S 4 = α 6 (x) 4 + α 4 (x ) 4 + α 7 (x 3 ) 4 + α 4 (x 4 ) 4 + α (x 5 ) 4 + x 6 + x x 5 = α 6 x 4 + α 4 x 8 + α 7 x + α 4 x 6 + α x = α + α + α 9 + α 3 + α = α + α + α 4 + α 5 + α 6 = = α 5 Diperoleh : S = α ; S = α 3 ; S 3 = α 4 ; S 4 = α 5 digitized by USU digital library 3

24 II. Susun Matrix Sindrom A = S S S S 3 = α 3 α 3 α 4 α III. Hitung Determinan dari matrix Sindrom Det. = S. S 3 S. S = α α 4 - α 3 α 3 = α 6 - α 6 = Determinan =, maka disusun matrix sindrom yang baru. A = [S ] A Λ = [S ) [S ] [Λ ] = [S ] [α ] [Λ ] = [α 3 ] 3 α α Λ = = α 3 - α = α Maka diperoleh error locator polinominal = α Karena hanya ada error locator polinominal Λ = α Maka error locator (lokasi error) hanya, yaitu pada α tersebut. Jadi α merupakan error locator x. Kemudian langkah berikutnya mencari besaran error (error magnitude) B e [x ] [e 3 ] = [S ] [α] [e 3 ] = [α ] α e 3 = = α - α = α α langkah berikutnya mencari error polinominal. e(x) = α. x Kemudian e (x) dibuat ke binary : e = r = C = e+r = Maka diperoleh data yang dikirimkam sumber adalah : 4. Suatu dekoder Reed Salomon (5,) menerima kode r =. Tentukan data yang dikirim oleh sumber. I. Hitung Sindrom r = α 6 α 4 α 7 α 4 S = α 6 x + α 4 x +α 7 x 3 +α 4 x 4 +x 5 +x 6 + +x 5 = α 6 α + α 4 α + α 7 α 3 + α 4 α = α 7 + α 6 + α + α 8. = α 7 + α 6 + α + α 3 = = α 3 S = α 6 (x) + α 4 (x ) + α 7 (x 3 ) + α 4 (x 4 ) + (x 5 ) + + (x 5 ) digitized by USU digital library 4

25 = α 6 α + α 4 α 4 + α 7 α 6 + α 4 α = α 8 + α 8 + α 3 + α = α 8 + α 8 + α 3 + α 7 = = α 5 S 3 = α 6 (x) 3 + α 4 (x ) 3 + α 7 (x 3 ) 3 + α 4 (x 4 ) 3 + (x 5 ) (x 5 ) 3 = α 6 α 3 + α 4 α 6 + α 7 α 9 + α 4 α = α 9 + α + α 6 + α 6 = α 9 + α + α + α = = α 5 S 4 = α 6 (x) 4 + α 4 (x ) 4 + α 7 (x 3 ) 4 + α 4 (x 4 ) 4 + (x 5 ) (x 5 ) 4 = α 6 α 4 + α 4 α 8 + α 7 α + α 4 α 6 = α + α + α 9 + α 3 = α + α + α 4 + α 5 = = α 9 Diperoleh : S = α 3 ; S = α 5 ; S 3 = α 5 ; S 4 = α 9 II. Buat Matrix Sindrom S S 3 5 A = = S S3 5 5 III. Hitung Determinan Det. A = S. S 3 S. S = (3. 5) ( 5. 5) = 8 = 3 = = α Determinan A, berarti lakukan langkah ke IV yaitu mencari error locator polinomial. IV. Mencari error locator Polinominal. 4.. Buat kofaktor dari matrix. A C = + S S 3 S + S = Buat adjoint matrix, dengan cara transposisi, matrix A c (Baris jadi kolom, kolom jadi baris). Aj A = = 3 α α 5 5 α 3 α 4.3. Cari invers matrix, dengan cara mengalikan dengan adjoint matrix dengan reciprocal determinan A (harga mutlaknya). A - =. Aj. A A 5 5 = 5 3 digitized by USU digital library 5

26 5 5 = = 7 6 Cari σ dan σ σ S 3 = A σ S = (3 + 5) + ( 7 + 9) = ( 7 + 5) + (6 + 9) = = α = α jadi diperoleh σ = α 6 dan σ = α V. Mencari akar-akar error locator polinomial σ(x) = α 5 + σ (x) + σ (x) = = α 5 + α (x) + α 6 (x) Coba-coba untuk x = 4 σ(4) = α 5 + α x 4 + α 6 (x 4 ) = α 5 + α 6 + α 34 = α 5 + α + α 4 = = jadi akarnya pada α = 4. Kemudian coba lagi untuk yang lain. σ () = α 5 + α x + α 6 (x ) = α 5 + α + α 6 = α 5 + α + α = = jadi akar lainnya pada α = VI. Mencari posisi error. Posisi I = α 5 - α 4 = α Berarti pada posisi = x Posisi II = α 5 - α = α 5 Berarti pada posisi 5 = x Pangkat menentukan posisi. digitized by USU digital library 6

27 VII. Mencari besaran error (error magnitudes) 7.. Be = = S S e e x x x x = = ) ( ) ( α α α α α α e e = = e e 7.. Hitung determinant = x. (x ) x. (x ) = (. ) (5. ) = 7 = α Hitung cofaktor dari matrix Be = + + x x x x menjadi x x x x A c = cofaktor Hitung Adjoint A yakni dengan cara membuat baris jadi kolom dari kofaktor matrix yang diperoleh. A c = 5 Adj. A = 7.5. Hitung invers matrix dengan cara mengalikan harga absolut determinan dengan Adjoint A. A - = 8 5 = = digitized by USU digital library 7

28 7.6. Hitung e dan e e - e = A S S = = α. α + α. α α. α + α. α ( + 3) + ( 3 + 5) = ( 6 + 3) + (8 + 5) = = = = α α Jadi error magnitude (besarnya error) yang diperoleh untuk : e = α dan e = α VIII. Cari error pattern (pola error) e (x) e(x) = e x log α x + e x log α x e diperoleh dari harga e e diperoleh dari harga e x diperoleh dari harga x (posisi error I) x diperoleh dari harga x (posisi error II) Sehingga : e(x) = α. x + α x 5 untuk : α x α x 5 α menyatakan besarnya error yang nantinya harus diubah ke binary agar dapat memperoleh kode yang dikirim. x menyatakan posisi error pada posisi I. α menyatakan besarnya error yang nantinya harus diubah ke binary agar dapat memperoleh kode yang dikirim. X 5 menyatakan posisi error pada posisi ke V. Harga-harga error pattern dalam bentuk binary adalah : e = Sehingga diperoleh data yang dikirim oleh sumber : KODE KONVOLUSI 4.. Algoritma pengkodean kode Konvolusi Bit stream dari sumber data yang masuk ke encoder dikodekan dengan menggunakan suatu generator. Oleh karena itu dalam proses pengkodean kode Konvolusi diperlukan suatu generator. 4.. Generator Kode yang dipergunakan adalah kode Konvolusi (,, ). Kode Konvolusi merupakan hasil perkalian antara bit stream dengan generator sekuens oleh karena digitized by USU digital library 8

29 itu diperlukan suatu generator sekuens. Dipilih kode Konvolusi yang non sistematik. Bentuk umum generator sekuens dari kode Konvolusi adalah [] ; ( j ) ( j ) ( j ) ( j ) ( j ) g i = ( g i, g i, g i, g i ) (4.),,, m dimana : I =,, k j =,, n Kode Konvolusi dinotasikan dengan ( n,k,m ) dimana n menyatakan output, k menyatakan input dan m menyatakan memori. Generator sekuens dari kode konvolusi (,, ) adalah ] : () g = ( ) ( ) g = ( ) (4.) 4.3. Agoritma Pembentukan Kode Konvolusi Algoritma pembentukan kode Konvolusi dapat menggunakan operasi diagram state. Pada Kode Konvolusi ( n,k,m ) tiap k bit data yang masuk pada satu satuan waktu, keluarannya menjadi n bit pada satu satuan waktu. Diagram alir pembentukan kode konvolusi diperlihatkan oleh gambar (4.). Dengan mengacu pada diagram alir pengkodean kode konvolusi (,,) gambar 4., proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada state mula dan markcode dengan nilai nol dan I =, dimana I merupakan penghitung bit. Proses selanjutnya mengambil k bit data pada satu satuan waktu. Kemudian k bit data tersebut dikodekan dengan operasi diagram state, yang menggunakan tabel dari state. Tabel 4. memperlihatkan tabel dari state kode Konvolusi (,,) yang non sistematik.,m [ State kini S = S = S = S3 = Input Output / State Output / State Transisi Transisi Tabel 4. Tabel dari state kode Konvolusi (,,), non sistematik digitized by USU digital library 9

30 mulai Inisialisasi Tidak i nbit? Ya Ambil K bit Kodekan bit dengan menggunakan state diagram simpan kode pada array Ambil K bit berikutnya Selesai Gambar 4. Diagram Alir Pembentukan Kode Konvolusi 4.4. Algoritma Pengdekodean Proses pengdekodean mempunyai tujuan untuk memperbaiki kesalahan dan menghilangkan bit-bit pariti Algoritma Pengdekodean Kode Konvolusi Algoritma pengdekodean dari bit stream yang diterima oleh sistem penerima dengan menggunakan kode Konvolusi dipilih algoritma viterbi [ ]. Prinsip dasar algoritma viterbi adalah memilih lintasan yang mempunyai node minimum. Dekoder kode Konvolusi dipilih menggunakan Hard decision decoding. Diagram alir pengdekodean kode Konvolusi (,,) diperlihatkan oleh diagram alir gambar (4.). Dengan mengacu pada diagram alir pengkodean kode Konvolusi (,,) gambar (4.), proses dimulai dengan membuat inisialisasi pada titik awal S dengan nilai nol. Proses selanjutnya mengambil set dari kode yang dikirimkan ( r ) yang pertama, sebanyak bit. Kemudian membandingkan set tersebut dengan set disemua lintasan keluar dari titik awal tadi, beri nilai nilai yang sama dengan beda set lintasan dengan set yang diterima. Kemudian ditentukan nilai dari node yang kini dicapai. Besarnya nilai node yang dicapai diperoleh dengan menjumlahkan nilai node asal dengan nilai lintasan. Apabila set dari r belum habis, diambil set r yang berikutnya sebanyak bit lagi, digitized by USU digital library 3

31 kemudian diulangi proses diatas. Jika satu node dicapai lebih dari satu arah, sisakan lintasan yang menghasilkan nilai node minimum. Kemudian buat lintasan yang dianggap benar. Lintasan yang dianggap benar, adalah lintasan yang menghasilkan node minimum. Setelah dibuat lintasan yang dianggap benar maka proses pengdekodean selesai. Mulai Inisialisasi Ambil set ke r Bandingkan dengan set disemua lintasan keluar Buat nilai node kini Set r sudah habis? Ya Tidak Satu node dicapai lebih dari satu arah Tidak Ya Sisakan lintasan yang menghasilkan nilai node minimum Buat lintasan yang benar Selesai Gambar 4. Diagram Alir Pengdekodean Kode Konvolusi digitized by USU digital library 3

32 Soal dan Penyelesaian. Kode konvolusi dinotasikan dengan (N, K, M) dimana N adalah jumlah Adder, K banyaknya input dan M adalah banyaknya memori atau register. Gambarlah enkoder dari kode konvolusi (,,) bilamana generator-generatornya adalah G = dan G =. Penyelesaian : Dari kode (,,) dapat diketahui bahwa ada adder, input, memori/register. + A d (input) M M + A G = x x x merupakan lengan atas. G = x x x merupakan lengan bawah. Karena adanya generator tersebut maka diperoleh gambar berikut : x M x M x + + Kemudian dilihat bahwa pada G yang merupakan lengan atas G = yang mana x = ; x = ; x = berarti yang ada hanyalah x dan x. Pada G = x =, x =, x = berarti yang ada hanyalah : x dan x. Sehingga diperoleh gambar enkoder kode konvolusi seperti dibawah ini : A = output + M M C M d(input) M + A = output. Buatlah tabel State kode konvolusi seperti soal no. diatas. Penyelesaian : Sebelum tabel state dibuat, lebih dahulu kita buat persamaannya, yaitu untuk persamaan M dan M ; A dan A. Dari gambar enkoder kita dapat membuat persamaan sebagai berikut : A baru = d (input) + M A baru = M (lama) + M (lama) M baru = input (d) M baru = M (lama) digitized by USU digital library 3

33 Untuk membuat tabel state, kita harus mengetahui jumlah state yaitu dengan memakai rumus : m = = 4 sehingga ada 4 state yang terdiri dari bit, yakni :,,, dari persamaan diatas kita dapat membuat tabel state sebagai berikut : S S S S 3 State kini S = disebut M lama S = disebut M lama Bila diberi input kepada state S = berarti M lama =, dan M lama =, maka output A = input + M lama = + =. A = M lama + M lama = + = Sehingga diperoleh outputnya sebagai A A =. Untuk state transisinya yakni M dan M. Dari rumus : M baru = input (d) Untuk input =, maka M baru = M baru = M lama Dari state kini diketahui M lama =, maka M baru =. Sehingga untuk input, state transisinya adalah M M =. Untuk input pada state S = A = + = ; A = + = ; Outputnya A A = M = ; M = ; Sehingga diperoleh state transisi Untuk state kini dan input A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi = Untuk state kini dan input A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi = Untuk state kini, dan input. A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi Untuk state kini dan input A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi = Untuk state kini dan input. A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi = Untuk state kini dan input A = + = ; A = + = ; Output = M baru = ; M baru = ; State transisi = Sehingga diperoleh suatu tabel state : State Kini Input Output/state Output/state transisi transisi digitized by USU digital library 33

34 S = S = S = S 3 = / / / / / / / / 3. Dari tabel state seperti no. diatas gambarlah diagram state : Penyelesaian : Buat gambar state seperti berikut ini : S ; S ; S ; S 3 ; Tarik garis untuk state, yang dimulai dari state S, perhatikan input, output dan state transisinya. State transisi ini berguna untuk menghubungkan antara state awal dan state berikutnya. Untuk S = dengan input maka output dan state transisi, sehingga diperoleh gambar sebagai berikut : / Untuk input output, dan state transisinya sehingga dari S ditarik garis ke S. / / digitized by USU digital library 34

35 Perhatikan S 3 = Untuk input output dan state transisi. Untuk input output dan state transisi / / S ; / S ; / S 3 ; / / Perhatikan S = Untuk input output dan state transisi. Untuk input output dan state transisi Sehingga diperoleh state diagramnya : / / / S ; / S ; / / S 3 ; / / 4. Suatu kode konvolusi (,) yang mempunyai state diagram seperti soal no. 3. Bila data dari sumber data adalah. Tentukanlah kode yang diterima. Penyelesaian : Sesuai dengan state diagram pada soal no. 3 state dimulai dari S =. Untuk S = ; Input ; maka output ; state transisi (S ). digitized by USU digital library 35

36 Untuk S = Input ; maka output ; state transisi (S ). Untuk S = Input ; maka output, state transisi (S ) Untuk S = Input ; maka output ; state transisi (S 3 ). Untuk S 3 = Input ; maka output ; state transisi (S ) Untuk S = Input o; maka output ; state transisi (S ) Untuk S = Input ; maka output ; state transisi (S ) Untuk S = Input ; maka output ; Sehingga diperoleh kode adalah : C = ( ) 5. Suatu kode konvolusi (,,) yang sistematik mempunyai generator sekuens, g () = ( ) dan g () = ( ). Tentukanlah kode yang dibentuk bila data dari sumber data adalah d = dengan pendekatan matrix skalar. Penyelesaian : Diketahui g () = dan g () =. Baris pertama dari generator adalah : G = (G G G ) = ( ). Maka, bila data yang keluar dari sumber d =, maka kode yang terbentuk adalah : C = d. G = C =,,,,,, 6. Enkoder kode konvolusi (,,), memiliki tabel state dan state diagram sebagai berikut : State Kini Input Output/state Output/state transisi transisi digitized by USU digital library 36

37 State diagram : Gambarkan Trellis Diagramnya. Bila kode yang diterima r = (,,,,,,, ) Tentukan data yang diberikan oleh sumber dengan menggunakan Algoritma viterbi. Penyelesaian : Trellis diagramnya : S S S S S S S S S S S S S S S S S S S 3 S 3 S 3 S 3 Langkah ke digitized by USU digital library 37

38 Dengan menggunakan algoritma viterbi Nilai node S = r = dibandingkan dengan (dari S ke S ) =, maka nilai node S = S + =, r = dibandingkan dengan pada S ke S =, maka nilai node S = + =, karena lebih besar, maka lintasannya tidak diambil. r = dibandingkan dengan (dari S ke S ) =, maka nilai node S = S + = + =. r 3 = dibandingkan dengan (dari S ke S ) =, maka nilai node S = S + = + =. r 4 = dibandingkan dengan (dari S ke S 3 ) = maka nilai node S 3 = S + = + =, r 4 = dibandingkan dengan (dari S ke S ) =, maka nilai node S = S + = + = ; karena lebih besar maka lintasannya tidak diambil. r 5 = dibandingkan dengan (dari S 3 ke S ) =, maka nilai node S = S 3 + = + =. r 5 = dibandingkan dengan (dari S 3 ke S 3 ) = maka nilai node S 3 = S 3 + = + = ; karena lebih besar maka lintasannya tidak diambil. r 6 = dibandingkan dengan (dari S ke S ) = maka nilai node S = S + =. r 7 = dibandingkan dengan dari S ke S =, maka nilai node S = S + =. r 8 = dibandingkan dengan dari S ke S =, maka nilai node S = S + =. Maka lintasan yang dianggap benar yang ditandai garis putusputus adalah : S S S S S 3 S S S Untuk memperoleh data yang dikirimkan dengan cara melihat ke state diagram. Dari S ke S dengan output =, maka input = Dari S ke S dengan output =, maka input = Dari S ke S dengan output =, maka input = Dari S 3 ke S dengan output, maka input = Dari S ke S dengan output =, maka input = Dari S ke S dengan output, maka input = dan seterusnya hingga. Sehingga data yang diperoleh : D = ( ) DAFTAR PUSTAKA. Man Young Rhee, Error Corecting Coding Theory, McGraw-Hill Inc, Peebles, Peyton. Z, Probability, Random Variables, and Random Signal Principles, McGraw-Hill, Inc, Shu Lin and Costello, Daniel. J. Error Control Coding : Fundamental and Aplication, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, Simon, Marvin. K, Hinedi, Sami. M and Lindsey. William. C, Digital Communication Techniques Signal Design and Detection, Prentice - Hall International, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, Wicker. Stephen. B., Error Control Systems for Digital Communication and Storage, Prentice-Hall International, Inc, 995. digitized by USU digital library 38

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Analisis Algoritma Kode... Sihar arlinggoman anjaitan ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Sihar arlinggoman anjaitan Staf engajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU Abstrak: Tulisan

Lebih terperinci

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma Nanang Kurniawan 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 2 Politeknik Elektronika

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. 1, (215) ISSN: 2337539 (231-9271 Print) A Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP Desrina Elvia,

Lebih terperinci

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data

Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Encoding dan Decoding Kode BCH (Bose Chaudhuri Hocquenghem) Untuk Transmisi Data A-3 Luthfiana Arista 1, Atmini Dhoruri 2, Dwi Lestari 3 1,

Lebih terperinci

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO Untuk proteksi terhadap kesalahan dalam transmisi, pada sinyal digital ditambahkan bit bit redundant untuk mendeteksi kesalahan.

Lebih terperinci

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal

BAB II PENGKODEAN. yang digunakan untuk melakukan hubungan komunikasi. Pada sistem komunikasi analog, sinyal BAB II PENGKODEAN 2.1 Sistem Komunikasi Digital Dalam sistem telekomunikasi digital tedapat dua jenis sistem telekomunikasi, yaitu sistem komunikasi analog dan sistem komunikasi digital. Perbedaan keduanya

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T oleh : ANGGY KUSUMA DEWI WISMAL (2211105016) Pembimbing 1 Dr. Ir. Suwadi, MT Pembimbing 2 Titiek Suryani, MT Latar Belakang Pada pengiriman data,

Lebih terperinci

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Convolutional Coding

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Convolutional Coding TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Convolutional Coding S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami proses encoding dan

Lebih terperinci

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya

Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KODING Disusun Oleh : Abdul Wahid 2475 Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya Surabaya 9 PERCOBAAN III ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C# Simulator penyandian dan pengawasandian ini dirancang untuk meyimulasikan 10 jenis penyandian

Lebih terperinci

VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI

VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI VISUALISASI KINERJA PENGKODEAN MENGGUNAKAN ALGORITMA VITERBI Aslam mahyadi 1, Arifin,MT 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi Kampus ITS, Surabaya 60111 e-mail : meaninglife@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE KONVOLUSI Disusun Oleh : Inggi Rizki Fatryana (2472) Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya 24-25 PERCOBAAN III ENCODER

Lebih terperinci

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom Oleh: Linda Meylani Agus D. Prasetyo Tujuan Pembelajaran Memahami fungsi dan parameter

Lebih terperinci

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION Makalah Program Studi Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika Disusun oleh: Eko Fuji Setiawan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE

TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE TUGAS AKHIR SIMULASI PENGKODEAN HAMMING UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Oleh :

Lebih terperinci

PERANCANGAN UNTAI PENCARI POLINOMIAL LOKASI KESALAHAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BERLEKAMP-MASSEY UNTUK SANDI BCH (15,5) YANG EFISIEN BERBASIS FPGA MAKALAH

PERANCANGAN UNTAI PENCARI POLINOMIAL LOKASI KESALAHAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BERLEKAMP-MASSEY UNTUK SANDI BCH (15,5) YANG EFISIEN BERBASIS FPGA MAKALAH PERANCANGAN UNTAI PENCARI POLINOMIAL LOKASI KESALAHAN MENGGUNAKAN ALGORITMA BERLEKAMP-MASSEY UNTUK SANDI BCH (5,5) YANG EFISIEN BERBASIS FPGA MAKALAH FRANSISKA 98/046/TK/764 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-192 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-192 Implementasi Dan Evaluasi Kinerja Encoder-Decoder Reed Solomon Pada M-Ary Quadrature Amplitude Modulation (M-Qam) Mengunakan

Lebih terperinci

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK Sandi Proteksi Galat yang Tidak Sama secara Serial Berdasarkan Modulasi Trellis Tersandi dengan Konstelasi Sinyal ASK (Eva Yovita Dwi Utami) SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN

Lebih terperinci

Kode Sumber dan Kode Kanal

Kode Sumber dan Kode Kanal Kode Sumber dan Kode Kanal Sulistyaningsih, 05912-SIE Jurusan Teknik Elektro Teknologi Informasi FT UGM, Yogyakarta 8.2 Kode Awalan Untuk sebuah kode sumber menjadi praktis digunakan, kode harus dapat

Lebih terperinci

Bab II. Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code

Bab II. Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code Bab II Teori Encoding-Decoding Reed-Solomon Code Reed-Solomon Code adalah salah satu teknik error and erasure correction yang paling baik dan dijadikan standar dalam banyak bidang diantaranya komunikasi

Lebih terperinci

BROADCAST PADA KANAL WIRELESS DENGAN NETWORK CODING Trisian Hendra Putra

BROADCAST PADA KANAL WIRELESS DENGAN NETWORK CODING Trisian Hendra Putra BROADCAST PADA KANAL WIRELESS DENGAN NETWORK CODING Trisian Hendra Putra 2205100046 Email : trisian_87@yahoo.co.id Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sekarang ini teknologi untuk berkomunikasi sangatlah mudah. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone, internet, dan berbagai macam peralatan

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading 1 / 6 B. Ari Kuncoro Ir. Sigit Haryadi, M.T. (ari.kuncoro1987@gmail.com) (sigit@telecom.ee.itb.ac.id) KK. Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Insitut Teknologi Bandung Abstrak Salah satu

Lebih terperinci

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( )

Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN ( ) Block Coding KOMUNIKASI DATA OLEH : (0804405050) JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 Block Coding Block coding adalah salah satu kode yang mempunyai sifat forward error

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING F. L. H. Utomo, 1 N.M.A.E.D. Wirastuti, 2 IG.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi Marjan Maulataufik 1, Hertog Nugroho 2 1,2 Politeknik Negeri Bandung Jalan Gegerkalong

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGAWASANDIAN VITERBI DENGAN FIELD PROGRAMMABLE LOGIC ARRAY (FPGA)

IMPLEMENTASI PENGAWASANDIAN VITERBI DENGAN FIELD PROGRAMMABLE LOGIC ARRAY (FPGA) IMPLEMENTASI PENGAWASANDIAN VITERBI DENGAN FIELD PROGRAMMABLE LOGIC ARRAY (FPGA) Oleh Esha Ganesha SBW 1, Bambang Sutopo 2, Sri Suning Kusumawardani 3 1. Mahasiswa TE-UGM 2. Dosen Pembimbing 1 3Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

DETEKSI DAN KOREKSI MULTI BIT ERROR DENGAN PARTITION HAMMING CODE

DETEKSI DAN KOREKSI MULTI BIT ERROR DENGAN PARTITION HAMMING CODE DETEKSI DAN KOREKSI MULTI BIT ERROR DENGAN PARTITION HAMMING CODE Fajar Muhajir 1, Syahril Efendi 2 & Sutarman 3 1,2,3 Program Studi Pasca Sarjana, Teknik Informatika, Universitas Sumatera Utara Jl. Universitas

Lebih terperinci

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM

Sandi Blok. Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok Risanuri Hidayat Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM Sandi Blok disebut juga sebagai sandi (n, k) sandi. Sebuah blok k bit informasi disandikan menjadi blok n bit. Tetapi sebelum

Lebih terperinci

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya

Lebih terperinci

RANDOM LINEAR NETWORK CODING UNTUK PENGIRIMAN PAKET YANG HANDAL DI NETWORK Reza Zulfikar Ruslam

RANDOM LINEAR NETWORK CODING UNTUK PENGIRIMAN PAKET YANG HANDAL DI NETWORK Reza Zulfikar Ruslam RANDOM LINEAR NETWORK CODING UNTUK PENGIRIMAN PAKET YANG HANDAL DI NETWORK Reza Zulfikar Ruslam 0500060 Email : mathley@elect-eng.its.ac.id Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN

PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN PERBANDINGAN KINERJA KODE HAMMING PADA CHANNEL AWGN Staf Pengajar Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali, 836 Email : sukadarmika@unud.ac.id Intisari Noise merupakan

Lebih terperinci

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI

REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI REALISASI ERROR-CORRECTING BCH CODE MENGGUNAKAN PERANGKAT ENKODER BERBASIS ATMEGA8535 DAN DEKODER MENGGUNAKAN PROGRAM DELPHI Disusun Oleh : Reshandaru Puri Pambudi 0522038 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI PENGKODEAN REED SOLOMON DAN KONVOLUSIONAL PADA SINYAL VIDEO DI KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI PENGKODEAN REED SOLOMON DAN KONVOLUSIONAL PADA SINYAL VIDEO DI KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI PENGKODEAN REED SOLOMON DAN KONVOLUSIONAL PADA SINYAL VIDEO DI KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN) Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2. Kampus ITS, Surabaya

Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2. Kampus ITS, Surabaya Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem PIC (Parallel Interference Cancellation) MUD (Multiuser Detection) CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2 1

Lebih terperinci

Sifat Dan Karakteristik Kode Reed Solomon Beserta Aplikasinya Pada Steganography

Sifat Dan Karakteristik Kode Reed Solomon Beserta Aplikasinya Pada Steganography SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Sifat Dan Karakteristik Kode Reed Solomon Beserta Aplikasinya Pada Steganography A-4 Nurma Widiastuti, Dwi Lestari, Atmini Dhoruri Fakultas

Lebih terperinci

SIMULASI PENYANDIAN KANAL PADA JARINGAN GPRS (GENERAL PACKET RADIO SERVICE)

SIMULASI PENYANDIAN KANAL PADA JARINGAN GPRS (GENERAL PACKET RADIO SERVICE) SIMULASI PENYANDIAN KANAL PADA JARINGAN GPRS (GENERAL PACKET RADIO SERVICE) Arif Hanafi SB (L2F 096 568) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ABSTRAK Pengiriman sinyal pada kanal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem

BAB I PENDAHULUAN. digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya penggunaan komunikasi digital dan munculnya komputer digital sebagai alat yang penting dalam teknologi saat ini menuntut adanya sistem komunikasi yang dapat

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-40 Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T Anggy Kusuma Dewi Wismal, Suwadi, Titiek Suryani Jurusan

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Implementasi Encoder dan Decoder Hamming pada DSK TMS320C6416T Anggy Kusuma Dewi Wismal, Suwadi, Titiek Suryani Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding Turbo Coding merupakan salah satu channel coding yang memiliki kinerja yang baik dalam mengoreksi galat pada sistem komunikasi. Turbo coding terbagi menjadi dua bagian

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T Mohammad Sutarto, Dr. Ir. Suwadi, MT 1), Ir. Titiek Suryani, MT. 2) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

Evaluasi Kompleksitas Pendekodean MAP pada Kode BCH Berdasarkan Trellis Terbagi

Evaluasi Kompleksitas Pendekodean MAP pada Kode BCH Berdasarkan Trellis Terbagi 58 JNTETI, Vol 6, No 1, Februari 2017 Evaluasi Kompleksitas Pendekodean pada Kode BCH Berdasarkan Trellis Terbagi Emir Husni 1, Dimas Pamungkas 2 Abstract Soft decoding of block codes can be done by representing

Lebih terperinci

Satuan Acara Perkuliahan Arjuni Budi P.

Satuan Acara Perkuliahan Arjuni Budi P. : Overview Sistem Komunikasi Digital Tujuan pembelajaran umum : Para mahasiswa mengetahui ruang lingkup Sistem Komunikasi Digital Jumlah pertemuan : 1(satu) kali 1 menyebutkan elemen-elemen dari Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 55 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1. Hasil Pengujian dan Analisisnya 4.1.2. Huffman Code 56 (c) Gambar 4.1.. Probabilitas tiap Karakter;. Diagram Pohon Huffman Code; (c).penghitungan Huffman Code

Lebih terperinci

Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T

Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-29 Implementasi Encoder dan Decoder BCH Menggunakan DSK TMS320C6416T Mohammad Sutarto, Dr. Ir. Suwadi, MT 1), Ir. Titiek Suryani,

Lebih terperinci

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

ABSTRAK. sebesar 0,7 db. ABSTRAK Tujuan dasar komunikasi adalah pengiriman data atau informasi dari satu tempat ke tempat lain. Pada kenyataannya, transmisi data atau informasi yang diterima tidak sama dengan informasi yang dikirim.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode

BAB III PEMBAHASAN. Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode BAB III PEMBAHASAN A. Kode Reed Solomon 1. Pengantar Kode Reed Solomon Teori Pengkodean (Coding Theory) adalah ilmu tentang sifat-sifat kode dan aplikasinya. Kode digunakan untuk kompresi data, kriptografi,

Lebih terperinci

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Abstrak Ayu Node Nawwarah 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan di bidang telekomunikasi menunjukkan grafik yang sangat pesat, sehingga penggunaan komputer sebagai media komunikasi bagi perusahaan untuk

Lebih terperinci

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 163 Desain dan Simulasi Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital Bobby Yuhanda

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS PENDEKODE VITERBI MENGGUNAKAN SATU BUTTERFLY BERBASIS BAHASA VHDL

DESAIN DAN ANALISIS PENDEKODE VITERBI MENGGUNAKAN SATU BUTTERFLY BERBASIS BAHASA VHDL DESAIN DAN ANALISIS PENDEKODE VITERBI MENGGUNAKAN SATU BUTTERFLY BERBASIS BAHASA VHDL Iswahyudi Hidayat Departemen Teknik Elektro - Institut Teknologi Telkom Bandung e-mail: isw@stttelkom.ac.id Abstraks

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media informasi, seperti sistem komunikasi dan media penyimpanan untuk data, tidak sepenuhnya reliabel. Hal ini dikarenakan bahwa pada praktiknya ada (noise) atau inferensi

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON TUGAS AKHIR Oleh : LUCKY WIBOWO NIM : 06.50.0020 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal

8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal MEI 2010 8.0 Penyandian Sumber dan Penyandian Kanal Karakteristik umum sinyal yang dibangkitkan oleh sumber fisik adalah sinyal tsb mengandung sejumlah informasi yang secara signifikan berlebihan. Transmisi

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK Disusun Oleh : Inggi Rizki Fatryana (2472) Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya 24-25 PERCOBAAN II ENCODER

Lebih terperinci

ERROR DETECTION. Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum. Budhi Irawan, S.Si, M.

ERROR DETECTION. Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum. Budhi Irawan, S.Si, M. ERROR DETECTION Parity Check (Vertical Redudancy Check) Longitudinal Redudancy Check Cyclic Redudancy Check Checksum Budhi Irawan, S.Si, M.T Transmisi Data Pengiriman sebuah informasi akan berjalan lancar

Lebih terperinci

PERCOBAAN II ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK

PERCOBAAN II ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK PERCOBAAN II ENCODER DAN DECODER KODE SIKLIK. Tujuan : Setelah melakukan praktikum, diharapkan mahasiswa dapat : Membangkitkan generator siklik dan bit informasi yang telah ditentukan menggunakan matlab.

Lebih terperinci

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard

Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Vol 3, No 2, 22-27 7-22, Januari 207 22 Proses Decoding Kode Reed Muller Orde Pertama Menggunakan Transformasi Hadamard Andi Kresna Jaya Abstract The first order Reed Muller, that is written R(,r), is

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi ini bertujuan untuk meneliti Turbo Coding dalam hal Bit Error Rate (). Pada bagian ini akan ditunjukkan pengaruh jumlah shift register, interleaver, jumlah iterasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.481 SISTEM TELEMETRI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN EK.481 SISTEM TELEMETRI EK.481 SISTEM TELEMETRI Dosen: Ir. Arjuni BP, MT Drs. Yuda Muladi, ST, M.Pd : Overview Sistem Telemetri Tujuan pembelajaran umum : Para mahasiswa mengetahui ruang lingkup Sistem Telemetri Jumlah pertemuan

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Karina Meyrita Dewi 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error Bab 10 Deteksi dan Koreksi Error Bab ini membahas mengenai cara-cara untuk melakukan deteksi dan koreksi error. Data dapat rusak selama transmisi. Jadi untuk komunikasi yang reliabel, error harus dideteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan, telah memaksa mereka untuk senantiasa terus melakukan transformasi menciptakan suatu tatanan kehidupan

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PENYANDIAN KONVOLUSIONAL

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PENYANDIAN KONVOLUSIONAL MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI PENYANDIAN KONVOLUSIONAL Dwi Sulistyanto 1, Imam Santoso 2, Sukiswo 2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A SILABI FRM/FMIPA/063-00 12 Februari 2013 Fakultas : MIPA Program Studi : Matematika Mata Kuliah & Kode : Teori Persandian / SMA 349 Jumlah sks : Teori

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN RANGKAIAN CONVOLUTIONAL ENCODER DAN VITERBI DECODER MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 BERBASIS SIMULINK SKRIPSI

RANCANG BANGUN RANGKAIAN CONVOLUTIONAL ENCODER DAN VITERBI DECODER MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 BERBASIS SIMULINK SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA RANCANG BANGUN RANGKAIAN CONVOLUTIONAL ENCODER DAN VITERBI DECODER MENGGUNAKAN DSK TMS320C6713 BERBASIS SIMULINK SKRIPSI MOHAMMAD ABDUL JABBAR 0403030675 FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO PROGRAM

Lebih terperinci

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2 Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2 1,2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Intitut Teknologi Bandung 2 id.fizz@s.itb.ac.id Abstrak Artikel

Lebih terperinci

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS

BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS BAB II DETERMINAN DAN INVERS MATRIKS A. OPERASI ELEMENTER TERHADAP BARIS DAN KOLOM SUATU MATRIKS Matriks A = berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan menggandakan perubahan bentuk baris dan/atau

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Ais Musfiro Pujiastutik, Yoedy Moegiharto Teknik Telekomunikasi,Politeknik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang

BAB II KAJIAN TEORI. definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang BAB II KAJIAN TEORI Pada Bab II ini berisi kajian teori. Di bab ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai grup, ring, dan lapangan serta teori-teori pengkodean yang mendasari teori kode BCH. A. Grup

Lebih terperinci

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding Oleh Ruth Johana Angelina NIM: 612010046 Skripsi Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Makalah Teori Persandian

Makalah Teori Persandian Makalah Teori Persandian Dosen Pengampu : Dr. Agus Maman Abadi Oleh : Septiana Nurohmah (08305141002) Ayu Luhur Yusdiana Y (08305141028) Muhammad Alex Sandra (08305141036) David Arianto (08305141037) Beni

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING

KOREKSI KESALAHAN. Jumlah bit informasi = 2 k -k-1, dimana k adalah jumlah bit ceknya. a. KODE HAMMING KOREKSI KESALAHAN a. KODE HAMMING Kode Hamming merupakan kode non-trivial untuk koreksi kesalahan yang pertama kali diperkenalkan. Kode ini dan variasinya telah lama digunakan untuk control kesalahan pada

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Ais Musfiro Pujiastutik, Yoedy Moegiharto Teknik Telekomunikasi,Politeknik

Lebih terperinci

Pengkodean Kanal Reed Solomon Berbasis FPGA Untuk Transmisi Citra Pada Satelit Nano

Pengkodean Kanal Reed Solomon Berbasis FPGA Untuk Transmisi Citra Pada Satelit Nano Pengkodean Kanal Reed Solomon Berbasis FPGA Untuk Transmisi Citra Pada Satelit Nano A-51 Ainun Jariyah, Suwadi, dan Gamantyo Hendrantoro Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA Prameswari R. Kusumo 1, Sugito 2, Indrarini D. I. 3 1,2,3 Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom Jln. Telekomunikasi

Lebih terperinci

Deteksi dan Koreksi Error

Deteksi dan Koreksi Error BAB 10 Deteksi dan Koreksi Error Setelah membaca bab ini, diharapkan pembaca memperoleh wawasan tentang: beberapa jenis kesalahan (error); teknik deteksi error; teknik memperbaiki error. 2 Deteksi dan

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN METODE DETEKSI DAN KOREKSI PADA KODE SIKLIK

LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN METODE DETEKSI DAN KOREKSI PADA KODE SIKLIK LAPORAN TEKNIK PENGKODEAN METODE DETEKSI DAN KOREKSI PADA KODE SIKLIK Disusun Oleh : Inggi Rizki Fatryana (1210147002) Teknik Telekomunikasi - PJJ PENS Akatel Politeknik Negeri Elektro Surabaya 2014-2015

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL ABSTRAK

PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL ABSTRAK PERANCANGAN SIMULASI PENGKODEAN HAMMING (7,4) UNTUK MENGHITUNG BIT ERROR RATE (BER) PADA BINARY SYMETRIC CHANNEL Janwar Maulana 1, Arini 2, Feri Fahrianto 3 1,2,3 Prodi Teknik Informatika, Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}.

BAB II KAJIAN TEORI. Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan. himpunan bilangan prima kurang dari 12 yaitu A = {2,3,5,7,11}. BAB II KAJIAN TEORI A. Lapangan Berhingga Himpunan merupakan suatu kumpulan obyek-obyek yang didefinisikan dengan jelas pada suatu batasan-batasan tertentu. Contoh himpunan hewan berkaki empat H4 ={sapi,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG MAKALAH Disusun oleh : M. Dwi setiyo 14670015 INFORMATIKA 3A Program Studi Informatika Fakultas Teknik UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Oktober, 2015 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER DAN MATRIKS

ALJABAR LINIER DAN MATRIKS ALJABAR LINIER DAN MATRIKS MATRIKS (DETERMINAN, INVERS, TRANSPOSE) Macam Matriks Matriks Nol (0) Matriks yang semua entrinya nol. Ex: Matriks Identitas (I) Matriks persegi dengan entri pada diagonal utamanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu : Nopember 2009 - Maret 2010 Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung. B. Metode Penelitian Metode

Lebih terperinci

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Informatika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 32-FSK

PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 32-FSK PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 3-FSK Eva Yovita Dwi Utami*, Liang Arta Saelau dan Andreas A. Febrianto Program Studi Teknik Elektro,

Lebih terperinci

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat

PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL. Risanuri Hidayat PENYANDIAN SUMBER DAN PENYANDIAN KANAL Risanuri Hidayat Penyandian sumber Penyandian yang dilakukan oleh sumber informasi. Isyarat dikirim/diterima kadang-kadang/sering dikirimkan dengan sumber daya yang

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING Daud P. Sianturi *, Febrizal, ** *Teknik Elektro Universitas Riau **Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru

Lebih terperinci

BAB 2 STANDARD H.264/MPEG-4 DAN ALGORITMA CABAC

BAB 2 STANDARD H.264/MPEG-4 DAN ALGORITMA CABAC BAB 2 STANDARD H.264/MPEG-4 DAN ALGORITMA CABAC Pada bab ini akan dibahas tentang standard H.264/MPEG-4 secara singkat. Selain itu, bab ini akan membahas pula tentang pemakaian algoritma CABAC pada standard

Lebih terperinci

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak Mamiek Rizka Rohmah 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

Implementasi Convolutional Code dan Viterbi Decode pada DSK TMS320C6416T

Implementasi Convolutional Code dan Viterbi Decode pada DSK TMS320C6416T JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-143 Implementasi Convolutional Code dan Viterbi Decode pada DSK TMS320C6416T Erika Kusumasari Rosita, Suwadi, Achmad Ansori

Lebih terperinci

DECODER. Pokok Bahasan : 1. Pendahuluan 2. Dasar-dasar rangkaian Decoder. 3. Mendesain rangkaian Decoder

DECODER. Pokok Bahasan : 1. Pendahuluan 2. Dasar-dasar rangkaian Decoder. 3. Mendesain rangkaian Decoder DECODER Pokok Bahasan : 1. Pendahuluan 2. Dasar-dasar rangkaian Decoder. 3. Mendesain rangkaian Decoder Tujuan Instruksional Khusus : 1. Mahasiswa dapat menerangkan dan memahami rangkaian Decoder. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

METODE UNTUK MENGKOREKSI KESALAHAN (ERROR) DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS JARANG ABSTRAK

METODE UNTUK MENGKOREKSI KESALAHAN (ERROR) DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS JARANG ABSTRAK METODE UNTUK MENGKOREKSI KESALAHAN (ERROR) DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS JARANG Daud Andreaw / 0222198 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jln. Prof. Drg. Suria Sumantri 65, Bandung 40164, Indonesia

Lebih terperinci

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC

PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC PERANCANGAN SIMULASI KOREKSI KESALAHAN DATA DENGAN METODA FEC PADA KOMPUTER BERBASIS VISUAL BASIC Sindak Hutauruk Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen (UHN) Jl. Sutomo No.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis sistem Direct Sequence CDMA dengan menggunakan kode penebar yang berbeda-beda dengan simulasi menggunakan program Matlab. Oleh

Lebih terperinci

FAULT TOLERAN UNTUK NANOSCALE MEMORY MENGGUNAKAN REED SOLOMON CODE

FAULT TOLERAN UNTUK NANOSCALE MEMORY MENGGUNAKAN REED SOLOMON CODE FAULT TOLERAN UNTUK NANOSCALE MEMORY MENGGUNAKAN REED SOLOMON CODE Zaiyan Ahyadi (1) (1) Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Industri chip silikon berlomba mengikuti hukum

Lebih terperinci

Perancangan Rangkaian Digital, Adder, Substractor, Multiplier, Divider

Perancangan Rangkaian Digital, Adder, Substractor, Multiplier, Divider Perancangan Rangkaian Digital, Adder, Substractor, Multiplier, Divider Disusun oleh: Tim dosen SLD Diedit ulang oleh: Endro Ariyanto Prodi S1 Teknik Informatika Fakultas Informatika Universitas Telkom

Lebih terperinci