Halaman ini sengaja dikosongkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman ini sengaja dikosongkan"

Transkripsi

1 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV Tahun 2009 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, untuk menganalisis perkembangan ekonomi Jawa Tengah secara komprehensif. Isi kajian dalam buku ini mencakup perkembangan ekonomi makro, inflasi, moneter, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, dan prospek ekonomi Jawa Tengah. Penerbitan buku ini bertujuan untuk: (1) melaporkan kondisi perkembangan ekonomi dan keuangan di Jawa Tengah kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai masukan pengambilan kebijakan, dan (2) menyampaikan informasi kepada external stakeholders di daerah mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan terkini. Kantor Bank Indonesia Semarang M. Zaeni Aboe Amin Pemimpin Mahdi Mahmudy Deputi Pemimpin Bidang Ekonomi Moneter H. Yunnokusumo Deputi Pemimpin Bidang Perbankan Mohamad M. Toha Deputi Pemimpin Bidang Manajemen Intern dan Sistem Pembayaran Herdiana A.W. Analis Madya Senior Imam Fauzy Pengawas Bank Madya Senior I Ketut Suena Pengawas Bank Madya Senior Imam Mustiantoko Kepala Bidang Manajemen Intern Tatung M. Toufik Kepala Bidang Sistem Pembayaran Softcopy buku ini dapat di-download dari DIBI (Data dan Informasi Bisnis Indonesia) di website Bank Indonesia dengan alamat i

2 Halaman ini sengaja dikosongkan ii

3 Kata Pengantar Kondisi perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 menujukkan adanya indikasi pertumbuhan yang positif walaupun sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Namun secara umum, pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini masih relatif cukup baik, dan masih berada dalam trend peningkatan pertumbuhan ekonomi Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama pada sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif karena sedang memasuki masa tanam. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) masih mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan III sementara itu, sektor industri menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi sejalan dengan pulihnya permintaan eksternal dan domestik. Diperkirakan perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 4,71% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2009 yang sebesar 5,49%. Laju inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar 3,32% (yoy), sedikit meningkat jika dibandingkan triwulan III-2009 sebesar 3,20%. Laju inflasi Jawa Tengah tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi nasional triwulan IV-2009 sebesar 2,78% (yoy). Walaupun relatif tidak terlalu tinggi, namun perkembangan ini memberi sinyal kepada pengambil kebijakan ekonomi di Jawa Tengah agar lebih memperhatikan stabilitas harga barang dan jasa. Sebagai perbandingan, laju inflasi Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir ( ) selalu berada di bawah inflasi nasional, sementara pada tahun 2009 lebih tinggi dari inflasi nasional. Oleh karena itu, pengendalian inflasi di Jawa Tengah perlu menjadi salah satu program prioritas pemerintah daerah, Bank Indonesia dan instansi terkait. Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 mengalami perlambatan namun masih tumbuh secara positif. Hal tersebut tercermin dari perkembangan indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR). Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan sedikit peningkatan kualitas dan masih berada dalam batas ketentuan dari Bank Indonesia. Kajian yang dihasilkan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang ini merupakan salah satu komitmen Kantor Bank Indonesia Semarang untuk senantiasa menjalin kerjasama dengan berbagai pihak guna meningkatkan perekonomian Jawa Tengah. Diharapkan sumbangsih kecil ini dapat menjadi masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam pengambilan kebijakan moneter dan perbankan secara nasional, dan diharapkan juga menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan external stakeholders lainnya di Jawa Tengah. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, kalangan perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya di Jawa Tengah serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebut satu persatu, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semarang, 5 Februari 2010 KANTOR BANK INDONESIA SEMARANG Ttd M. Zaeni Aboe Amin Pemimpin iii

4 Halaman ini sengaja dikosongkan iv

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.v DAFTAR TABEL...viii DAFTAR GRAFIK...x RINGKASAN EKSEKUTIF...1 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Analisis PDRB Jawa Tengah dari Sisi Permintaan Konsumsi Investasi Perdagangan Luar Negeri Analisis PDRB Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Sektor Jasa Sektor Lainnya...19 BOKS Tantangan dan Peluang Penerapan ACFTA...21 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi Kuartalan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy) Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah Inflasi Kuartalan (qtq) Inflasi Tahunan (yoy)...36 BOKS Ringkasan Eksekutif Penelitian Perilaku Pembentukan Harga Produk Manufaktur di Jawa Tengah...39 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN Intermediasi Bank Umum Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Risiko Kredit Risiko Likuiditas...55 v

6 3.4. Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat di Jawa Tengah Perkembangan Kondisi Bank Umum di 6 Eks. Karesidenan di Jawa Tengah Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Semarang Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Pekalongan Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Pati Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Banyumas Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Kedu Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Surakarta Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan BPR 6 eks-karesidenan di Jawa Tengah Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Semarang Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pekalongan Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pati Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Kedu Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Surakarta Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Banyumas Perkembangan Perbankan Syariah Kredit UMKM...77 BOKS Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Daerah Dalam Rangka Pengembangan Komoditi Unggulan UMKM di Provinsi Jawa Tengah...79 BAB 4 KEUANGAN DAERAH Realisasi Pendapatan Daerah Realisasi Belanja Daerah...86 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar / Penyediaan Tanda Tidak Berharga (PTTB) Uang Kartal Uang Palsu Transaksi Keuangan secara Non Tunai Transaksi Kliring Transaksi RTGS...94 vi

7 BAB 6 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Ketenagakerjaan Nilai Tukar Petani...97 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan Ekonomi Kajian Sektoral Kajian Sisi Penggunaan Inflasi DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN INDIKATOR PEREKONOMIAN DAN PERBANKAN JAWA TENGAH..111 vii

8 Daftar Tabel Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Jenis Penggunaan (yoy, Persen)...8 Tabel 1.2. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (yoy, Persen)..14 Tabel 1.3. Perkembangan Kegiatan Bank (Rp Miliar)...19 Tabel 2.1. Inflasi Jawa Tengah Dibandingkan Nasional Tahun Tabel 2.2. Inflasi Jawa Tengah Kuartalan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Serta Subkelompok yang Mengalami Inflasi Tertinggi (Persen; qtq)...25 Tabel 2.3. Kondisi Harga Beberapa Komoditi Penting...30 Tabel 2.4. Inflasi Jawa Tengah Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Serta Subkelompok yang Mengalami Kenaikan IHK Tertinggi (Persen; yoy)...31 Tabel 2.5. Beberapa Komoditi Penyebab Inflasi Tiap Bulan Pada Triwulan IV Tabel 2.6. Beberapa Komoditi yang Mengalami Penurunan IHK (Deflasi) Pada Triwulan IV Tabel 2.7. Inflasi Kuartalan Empat Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Persen; qtq)...35 Tabel 2.8. Laju Inflasi Tahunan Empat Kota di Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (Persen, yoy)...37 Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum & BPR) di Provinsi Jawa Tengah (Rp Triliun)...45 Tabel 3.2. Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum per Sektor Ekonomi (Rp Triliun) Tabel 3.3. Rasio NPLs per Sektor Ekonomi (Persen)...54 Tabel 3.4. Rasio NPLs Jenis Kredit Modal Kerja per Sektor Ekonomi (Persen)...55 Tabel 3.5. Perkembangan Bank Umum yang Berkantor Pusat di Jawa Tengah (Rp Triliun)...57 Tabel 3.6. Perkembangan Kredit Bank Berkantor Pusat Di Jawa Tengah (Rp Triliun)...58 Tabel 3.7. Perkembangan Bank Umum di Enam eks. Karesidenan Jawa Tengah Miliar)...63 Tabel 3.8. Perkembangan Indikator BPR di Jawa Tengah (Rp. Miliar)...64 Tabel 3.9. Perkembangan Indikator BPR di Enam Eks Karesidenan Jawa Tengah (Rp. Miliar)...74 Tabel Perkembangan Indikator Bank Umum & BPR Syariah di Jawa Tengah (Rp. Miliar)...76 (Rp viii

9 Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan Daerah APBD Tahun 2009 (Rp Juta)...86 Tabel 4.2. Realisasi Belanja Daerah APBD Tahun 2009 (Rp Juta)...87 Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Di Jawa Tengah...93 Tabel 6.2. Indikator Tenaga Kerja Jawa Tengah 2009 (Ribu Orang)...97 Tabel 6.3. Nilai Tukar Petani di Jawa Tengah Triwulan IV Tabel 7.1. Estimasi Laju Inflasi Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy, Persen) ix

10 Daftar Grafik Grafik 1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi...7 Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen...9 Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Perbankan di Wilayah Jawa Tengah...10 Grafik 1.4. Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah...10 Grafik 1.5. Penjualan Semen di Jawa Tengah...11 Grafik 1.6. Perkembangan Kredit investasi di Jawa Tengah...11 Grafik 1.7. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan...12 Grafik 1.8. Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah...15 Grafik 1.9. Perkiraan Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah...16 Grafik 1.10.Prakiraan Penjualan Listrik PLN di Jawa Tengah...16 Grafik Perkembangan Indeks Riil Penjualan Eceran...18 Grafik Perkiraan Penjualan Kamar Hotel di Jawa Tengah...18 Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum Di Jawa Tengah...18 Grafik Estimasi Kunjungan Kapal ke Pelabuhan di Wilayah Jawa Tengah dan Jumlah Penumpang Pesawat melalui Bandara di Jawa Tengah...20 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) dan Kuartalan (qtq) Jawa Tengah dan Nasional...24 Grafik 2.2. Perkembangan Indeks Harga Komoditi Dunia...26 Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Bahan Makanan Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) KBI Semarang...26 Grafik 2.4. Perkembangan Harga Gula Pasir di Dunia dan Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) KBI Semarang...27 Grafik 2.5. Perkembangan Indeks Harga LNG Indonesia dan Komoditi Logam di Dunia GRAFIK 2.6. Perkembangan Harga Emas Dunia dan Lokal...28 GRAFIK 2.7. Perkembangan Indeks Harga Energi Dunia...29 GRAFIK 2.8. Perkembangan Harga Beberapa Komoditi Strategis Hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Mingguan di Kota Semarang...33 x

11 Grafik 2.9. Perkembangan Ekspektasi Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Inflasi Tahunan Aktual di Jawa Tengah...34 Grafik 2.10.Perkembangan Inflasi Tahunan Empat Kota di Jawa Tengah...38 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum...47 Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank...47 Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum...49 Grafik 3.4. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Bank Grafik 3.5. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum...49 Grafik 3.6. Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga Bank Umum...49 Grafik 3.7. Perkembangan Suku Bunga Deposito di Jawa Tengah...50 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis...51 Grafik 3.9. Perkembangan Kredit bank Umum Menurut Kelompok Bank Pemerintah, Swasta dan Asing...51 Grafik Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan dibandingkan dengan BI rate...52 Grafik Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs...54 Grafik Perkembangan Rasio NPLs Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan...54 Grafik Perkembangan Cash Ratio Bank Umum di Jawa Tengah...56 Grafik Perkembangan Produk BPR di Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Kredit BPR Berdasarkan Sektor Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Kinerja BPR di Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Status Kredit BPR di Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Kredit BPR Berdasarkan Plafon di Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Semarang Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Semarang Triwulan IV Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Semarang Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Pekalongan Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pekalongan Triwulan IV Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pekalongan Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Pati Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pati Triwulan IV xi

12 Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pati Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Kedu Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Kedu Triwulan IV Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Kedu Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Surakarta Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Surakarta Triwulan IV Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Surakarta Triwulan IV Grafik Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Banyumas Triwulan IV Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Banyumas Triwulan IV Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Banyumas Triwulan IV Grafik Pertumbuhan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Tengah Triwulan IV Grafik Kinerja Bank Syariah di Jawa Tengah Triwulan IV-2009 Berdasarkan FDR dan NPF...76 Grafik Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit...77 Grafik Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan...77 Grafik Komposisi Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV Grafik 3.43 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha...77 Grafik 4.1. ProPangsa Pendapatan APBD Grafik 4.2. ProPangsa Belanja APBD Grafik 4.3. Komposisi PAD APBD-P Grafik 4.4. Komposisi Dana Perimbangan APBD-P Grafik 4.5. Komposisi Belanja Tidak Langsung APBD-P Grafik 4.6. Komposisi Belanja Langsung APBD-P Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah...90 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Jawa Tengah...91 Grafik 5.3. Rasio Cash Inflow Terhadap PTTB Jawa Tengah...92 Grafik 5.4. Jumlah Temuan Uang Palsu di Jawa Tengah (Lembar)...94 Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Jawa Tengah...94 Grafik 6.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah...95 Grafik 6.2. Penggunaan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Utama Jawa Tengah Triwulan IV Grafik 6.3. Penggunaan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Utama Jawa Tengah Triwulan IV xii

13 Grafik 7.1. Prakiraan Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Laju Inflasi IHK Aktual (yoy)..106 Grafik 7.2. Ekspektasi Masyarakat Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei Konsumen Grafik 7.3. Ekspektasi Pedadang Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei Penjualan Eceran xiii

14 Halaman ini sengaja dikosongkan xiv

15 Ringkasan Eksekutif A. GAMBARAN UMUM Perekonomian Jawa Tengah pada Triwulan ini tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami perlambatan berkisar 4,5-5,0% (yoy) Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan sedikit melambat jika dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Namun secara umum, pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini masih relatif cukup baik, dan masih berada dalam trend peningkatan pertumbuhan setelah mengalami penurunan tajam pada akhir tahun lalu. Di sisi lain, tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah secara tahunan pada triwulan IV-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan III Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok bahan makanan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan (-3,40%). Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 (Data BPR posisi November 2009) mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Namun secara tahunan, pertumbuhan pada tahun 2009 tercatat melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun Secara tahunan, perkembangan indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) tumbuh positif. Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan peningkatan kualitas dan berada dalam batas yang dihimbau oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I- 2009, yaitu dalam kisaran 4,5%-5,0% (yoy). Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan I-2010 diperkirakan akan didorong oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR, sektor jasa. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tetap didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT). 1

16 B. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III Perlambatan ini disebabkan oleh adanya pergeseran puncak konsumsi masyarakat Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,71% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,49% (yoy). Kondisi ini terutama disebabkan oleh pengaruh musiman, khususnya sektor pertanian yang sedang memasuki masa tanam, serta pegeseran puncak kegiatan pada sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) yang telah mencapai puncaknya pada triwulan III Dari sisi permintaan, semua komponen permintaan agregat menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan ini. Konsumsi pemerintah, investasi serta ekspor menunjukkan pertumbuhan dibandingkan triwulan yang lalu. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang menjadi komponen terbesar PDRB mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode sebelumnya. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,65%, sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 5,84% (yoy). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh adanya pergeseran puncak konsumsi masyarakat yaitu hari raya lebaran dan tahun ajaran baru, yang semula berada pada triwulan IV di tahun 2008 menjadi di triwulan III di tahun Sedangkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan ini terutama didorong oleh banyaknya libur panjang dan hari raya natal serta periode akhir tahun/tahun baru. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 12,87% (yoy), meningkat dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 11,26% (yoy). Hal tersebut disebabkan pada triwulan IV-2009 merupakan akhir masa tahun anggaran, sehingga realisasi pengeluaran pemerintah cukup besar. Pertumbuhan investasi, tercermin dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB), pada triwulan IV-2009 diperkirakan mencapai 6,88% (yoy), menunjukkan peningkatan dibandingkan angka pertumbuhan investasi pada triwulan III-2009 sebesar 5,2% (yoy). Peningkatan yang cukup tinggi ini terutama karena oleh belanja modal pemerintah daerah di akhir tahun anggaran serta belanja modal oleh sektor swasta seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan dunia usaha. 2

17 Perkembangan ekspor Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 8,43% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan III yang mengalami kontraksi sebesar -12,03% (yoy). Sementara itu impor menunjukkan pula peningkatan sebesar 14,54% (yoy), atau mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 7,31% (yoy). Pertumbuhan ekspor ini didorong oleh peningkatan perdagangan luar negeri akibat membaiknya permintaan luar negeri, serta ditopang pula oleh peningkatan perdagangan antar pulau karena faktor musiman akhir tahun. Sementara itu dari sisi penawaran, pertumbuhan pada triwulan ini terutama didorong oleh pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) serta sektor jasa. Masih berlanjutnya trend perbaikan permintaan luar negeri, serta banyaknya musim liburan menjadi faktor penyebab peningkatan sektor tersebut. Sedangkan sektor pertanian memberikan kontribusi signifikan pada perlambatan pertumbuhan triwulan ini dibandingkan triwulan yang lalu. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh musim kemarau yang cukup panjang pada triwulan ini sehingga menyebabkan gangguan produksi pada beberapa wilayah di Jawa Tengah serta keterlambatan musim tanam. Inflasi (qtq) dan Inflasi (yoy) menurun cukup signifikan C. PERKEMBANGAN INFLASI Secara tahunan (yoy), tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan III Inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,32% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,20%. Secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 adalah sebesar 0,39% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,87%. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan ini berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan IHK cukup signifikan (-3,40%). Adapun penurunan inflasi kuartalan pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan IHK kelompok bahan makanan dan kelompok transpor. 3

18 Kinerja perbankan Jawa Tengah menunjukkan perkembangan positif D. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 (Data BPR posisi November 2009) mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Namun secara tahunan, pertumbuhan pada tahun 2009 tercatat melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun Indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, mengalami pertumbuhan positif yaitu 3,02%, 3,89% dan 4,92% (qtq) atau 12,33%, 13,19%, dan 13,69% (yoy). Loan to Deposits Ratio (LDR) pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan positif, baik secara triwulanan maupun secara tahunan yaitu sebesar 0,92% (qtq) dan 0,41% (yoy). Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan semakin membaik, yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans-Gross (NPLs) dari 3,40% pada triwulan III-2009 menjadi 2,98% pada triwulan IV BPR di Jawa Tengah secara umum mengalami pertumbuhan yang positif. Aset, DPK dan kredit masing-masing tumbuh sebesar 4,70%, 5,09% dan 1,44% (qtq) atau 14,94%, 16,53% dan 14,87% (yoy). Namun LDR BPR pada triwulan ini mengalami sedikit penurunan sebesar -4,23% (qtq) menjadi 117,38%. Di sisi lain, kualitas kredit BPR (NPLs) di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 relatif sama dibanding triwulan sebelumnya mencapai 9,13%. Perkembangan bank umum syariah dan BPR syariah di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 menunjukkan peningkatan. Beberapa Indikator utama perbankan syariah seperti Aset dan Pembiayaan mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 19,23% dan 9,08% (qtq) atau 43,84% dan 29,84% (yoy). DPK juga mengalami peningkatan sebesar 10,80% dibandingkan triwulan III-2009 menjadi sebesar Rp. 2,23 triliun. Kinerja perbankan syariah pada triwulan IV cukup baik, terlihat dari tingkat Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 117,98%. Namun Non Performing Financing (NPF) relatif masih rendah mencapai 3,61%, meskipun sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2009, perkembangan umum sistem pembayaran tunai di Jawa Tengah secara tahunan (yoy) mengalami net inflow. Jumlah aliran keluar (outflow) ke Kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Tengah secara total mengalami penurunan yang cukup signifikan, sementara jumlah aliran uang masuk (inflow) mengalami peningkatan. Sementara itu, nilai dan volume transaksi pembayaran 4

19 non tunai melalui Bank Indonesia, yaitu Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), untuk wilayah Jawa Tengah pada triwulan IV 2009 ini mengalami peningkatan. E. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I- 2009, yaitu dalam kisaran 4,5-5,0%. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan I-2010 diperkirakan akan didorong oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR, sektor jasa. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tetap didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT) dan investasi. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan mengalami peningkatan Tekanan inflasi triwulan IV-2009 diperkirakan sedikit menurun Tekanan inflasi Jawa Tengah triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya, dan laju inflasi diproyeksikan akan berada dalam kisaran 3,75% 4,25% (yoy). Tekanan inflasi triwulan I-2010 diperkirakan akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan harga komoditas volatile foods, naiknya tekanan dari sisi permintaan sejalan dengan naiknya aktifitas ekonomi, dan adanya sedikit tekanan harga dari imported inflation. Faktor potensial yang diperkirakan dapat menjadi pemicu tekanan inflasi pada triwulan I-2010 adalah harga gula pasir yang diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga akhir triwulan I dan harga minyak dunia yang diperkirakan masih fluktuatif selama triwulan I Selain itu, relatif tingginya curah hujan pada Januari-Februari 2010 dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan beberapa komoditas penting, khususnya komoditas bahan makanan. Terdapat beberapa faktor positif yang diharapkan dapat menyebabkan relatif stabilnya inflasi triwulan mendatang, di tengah upaya pemulihan ekonomi yang menyebabkan naiknya tekanan harga di sisi permintaan. Beberapa faktor positif tersebut antara lain berupa: (a) tetap stabilnya harga BBM dalam negeri meskipun harga minyak internasional cukup fluktuatif, (b) ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang masih mencukupi, meskipun mulai menipis karena masa panen baru masuk pada Februari-Maret, (c) kurs rupiah yang relatif stabil, dan (d) ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan harga yang cenderung positif hingga enam bulan ke depan. 5

20 Halaman ini sengaja dikosongkan 6

21 Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,71% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,49% (yoy). Kondisi ini terutama disebabkan oleh pengaruh musiman, khususnya sektor pertanian yang saat ini sedang memasuki masa tanam, serta adanya pergeseran puncak kegiatan di sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) yang telah mencapai puncaknya pada triwulan III Namun secara umum, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah masih relatif cukup baik, dan masih berada dalam trend peningkatan pertumbuhan setelah mengalami penurunan tajam pada akhir tahun lalu. Dan apabila dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional, perekonomian Jawa Tengah relatif menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih baik. Pada triwulan IV-2009, perekonomian nasional diperkirakan mencatat angka pertumbuhan sebesar 4,5%-4,7% (yoy) Jateng Nasional 3 IV-09* III-09 II-09 I-09 IV-08 III-08 II-08 I-08 IV-07 III-07 II-07 I-07 IV-06 III-06 II-06 I-06 IV-05 III-05 II-05 I-05 IV-04 III-04 II-04 I-04 Sumber : BPS dan BI, diolah Keterangan : angka pertumbuhan Tw IV-09 merupakan angka proyeksi Grafik 1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan ini. Kondisi ini terutama disebabkan oleh banyaknya musim liburan serta masih tingginya optimisme masyarakat terhadap 7

22 kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, investasi pada triwulan ini diperkirakan juga memberikan andil yang cukup signifikan pada perekonomian Jawa Tengah. Dari sisi penawaran, pertumbuhan pada triwulan ini terutama didorong oleh pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) serta sektor jasa. Masih berlanjutnya trend perbaikan permintaan luar negeri, serta banyaknya musim liburan menjadi faktor penyebab peningkatan sektorsektor tersebut. Di sisi lain, sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan ini dibandingkan triwulan yang lalu. Hal ini disebabkan oleh adanya musim kemarau yang cukup panjang sehingga menyebabkan gangguan produksi pada beberapa wilayah di Jawa Tengah serta keterlambatan musim tanam. Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut JENIS PENGGUNAAN (YoY, persen) No Lapangan Usaha III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09*) IV-09**) Pertumbuhan Year on Year 1 Kons. Rumah Tangga 6.51% 4.95% 4.92% 5.25% 5.84% 5.65% a. Makanan 2.97% 2.77% 2.31% 2.09% 1.98% 2.07% b. Non Makanan 11.54% 7.96% 8.44% 9.48% 10.92% 10.34% 2 Kons. LNP 6.77% 10.27% 11.89% 10.53% 6.28% 1.61% 3 Kons. Pemerintah 8.88% 8.23% 7.86% 8.95% 11.26% 12.87% 4 P M T B 7.16% 7.24% 5.34% 5.00% 5.20% 6.88% 5 Ekspor 1.52% 2.31% % -0.70% % 8.43% 6 Impor % 13.03% % 6.47% 7.31% 14.54% PDRB 6.39% 3.94% 4.21% 4.53% 5.49% 4.71% Sumber : KBI Semarang dan BPS Provinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara * *) angka sangat sementara (poyeksi KBI Semarang) 1.1. Analisis PDRB Jawa Tengah dari Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, semua komponen permintaan agregat menunjukkan pertumbuhan positif pada triwulan ini. Konsumsi pemerintah, investasi serta ekspor menunjukkan pertumbuhan dibandingkan triwulan yang lalu. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang menjadi komponen terbesar PDRB mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode sebelumnya (Tabel 1.1.) Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,65%, sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III sebesar 5,84% (yoy). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh adanya pergeseran puncak konsumsi masyarakat hari raya lebaran dan tahun ajaran baru, yaitu dari triwulan pada tahun sebelumnya menjadi triwulan III pada tahun Namun 8

23 secara umum, tingkat pertumbuhan pada triwulan ini masih cukup baik, dan tumbuh positif pada tingkat yang relatif cukup tinggi pula. Indikator yang menunjukkan adanya perlambatan konsumsi rumah tangga diantaranya adalah jumlah kamar hotel yang terjual di Jawa Tengah (lihat grafik. 1.12, pembahasan sektor perdagangan, hotel dan restauran). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, terutama berasal dari banyaknya libur panjang pada periode triwulan ini, yang menyebabkan peningkatan konsumsi masyarakat untuk kebutuhan rekreasi atau konsumsi lainnya. Selain itu, konsumsi masyarakat pada hari raya natal dan periode akhir tahun/ tahun baru turut pula mendorong peningkatan konsumsi masyarakat. Kondisi politik dan keamanan yang cukup stabil, baik di level regional maupun nasional menciptakan optimisme dan ekspektasi positif masyarakat terhadap kondisi rumah tangga, sehingga secara tidak langsung dapat pula meningkatkan konsumsi Optimis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK) Pesimis Sumber : Survey Konsumen, Bank Indonesia Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut tergambar pula dari hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang sampai dengan triwulan IV Dari grafik 1.2, terlihat bahwa indeks keyakinan konsumen (IKK) berada pada level yang cukup optimis (optimis bila berada di atas 100 dan pesimis bila angka indeks di bawah 100). Walaupun terlihat mengalami fluktuasi pada pertengahan triwulan III-2009 dan triwulan IV-2009, namun terlihat bahwa indeks hasil survei konsumen tetap menunjukkan adanya trend pertumbuhan. Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh cukup stabilnya perekonomian di level nasional, yang ditunjukkan antara lain oleh tingkat inflasi yang cukup terkendali, indeks harga saham yang meningkat, serta kurs yang cukup stabil. 9

24 Dari sisi pembiayaan, peningkatan konsumsi rumah tangga antara lain tercermin dari pertumbuhan kredit secara triwulanan untuk jenis kredit konsumsi bank umum di Jawa Tengah (Grafik 1.3). Dari grafik tersebut terlihat bahwa kredit konsumsi yang disalurkan oleh perbankan di Jawa Tengah mengalami peningkatan. Demikian pula dari sisi kualitas kredit, juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh menurunnya NPLs (kredit non lancar) kredit konsumsi di Jawa Tengah Kredit - sb kanan NPL-sbkiri R p T r i ly u n - J m l K r e d i t R p t r i l y u n II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Perbankan di Wilayah Jawa Tengah Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.4. Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 12,87% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 11,26% (yoy). Hal tersebut disebabkan pada triwulan IV merupakan akhir masa tahun anggaran, sehingga realisasi pengeluaran pemerintah relatif cukup besar. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan program stimulus fiskal guna meminimalisir dampak krisis keuangan global. Program yang sebagian besar berwujud program infrastruktur ini telah terealisir pada triwulan ini, sehingga mendorong pula peningkatan pertumbuhan pengeluaran pemerintah. Pada triwulan IV-2009, diperkirakan realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah mencapai 91,37% dari total anggaran belanja Dari pencapaian realisasi tersebut, sebesar 40% berasal dari realisasi belanja pemerintah pada triwulan IV Walaupun kondisi ini terjadi pula di wilayah lain, namun tentunya pemerintah daerah harus memiliki perencanaan yang cermat dan matang agar target belanja yang telah ditetapkan dapat terealisir secara tepat waktu dan mempunyai multiplier effect optimal bagi perekonomian. (lihat bab keuangan daerah). Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk melihat perkembangan konsumsi pemerintah adalah posisi giro milik pemerintah yang disimpan pada perbankan di Jawa Tengah. Pada Grafik 1.5 terlihat bahwa posisi 10

25 giro milik pemerintah pada triwulan IV-2009 menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut merupakan indikasi adanya realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan Investasi Investasi, tercermin dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 6,88% (yoy), meningkat dibandingkan dengan angka pertumbuhan investasi pada triwulan III-2009 sebesar 5,2% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh belanja modal pemerintah daerah di akhir tahun anggaran serta belanja modal oleh sektor swasta, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan dunia usaha. Belanja modal pemerintah diantaranya berupa pembangunan sarana dan prasana jalan raya dan infrastruktur atau program fisik lainnya, sementara itu belanja modal swasta terutama untuk penambahan atau perbaikan sarana pendukung produksi/ industri. Ri buan Ton Perkembangan Konsumsi Semen Jawa Tengah Ja n-08 Feb-08 Mar-08 Apṟ 08 Ma y-08 Jun-08 Jul- 08 Aug- 08 Sep- 08 Oc t- 08 Nov-08 Dec-08 Ja n-09 Feb-09 Mar-09 Apṟ 09 Ma y-09 Jun-09 Jul- 09 Aug- 09 Sep-09 Oc t-09 Nov -09 Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.5. Penjualan Semen di Jawa Tengah Investasi NPL-sb kiri II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09 Grafik 1.6. Perkembangan Kredit investasi di Jawa Tengah Salah satu informasi yang dapat menjadi indikator pertumbuhan investasi diantaranya adalah pertumbuhan konsumsi semen di Jawa Tengah, yang menunjukkan adanya tren peningkatan. Pada grafik 1.5 terlihat bahwa penjualan semen di Jawa Tengah mengalami trend peningkatan sejak awal tahun 2009, yang dapat menjadi indikator adanya pembangunan atau investasi baru. n Selain itu, dari sisi pembiayaan terlihat pula bahwa posisi kredit investasi yang disalurkan oleh perbankan di Jawa tengah mengalami peningkatan dari sisi nominal, dan mengalami perbaikan pula dari sisi kualitas kreditnya (NPLs menurun), seperti terlihat pada grafik R p T r i l y u n - J m l K r e d i t Perdagangan Luar Negeri Perdagangan luar negeri ( ekspor-impor dan perdagangan antar pulau) di wilayah Jawa Tengah pada triwulan laporan diperkirakan tetap menunjukkan tren 11

26 perbaikan. Perkembangan ekspor 1 pada PDRB Jawa Tengah triwulan IV-2009 menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 8,43% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan III-2009 yang mengalami kontraksi sebesar -12,03% (yoy). Sementara itu impor menunjukkan pula peningkatan sebesar 14,54% (yoy), atau mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 7,31% (yoy). Pertumbuhan ekspor dalam perhitungan PDRB Jawa Tengah ini didorong oleh peningkatan perdagangan luar negeri akibat membaiknya permintaan luar negeri, serta ditopang pula oleh peningkatan perdagangan antar pulau karena faktor musiman akhir tahun. Wilayah Jawa Tengah merupakan salah satu penyuplai berbagai komoditas terutama hasil pertanian ke berbagai wilayah lain di Indonesia seperti Kalimantan dan Indonesia Timur. Relatif stabilnya perdagangan antar pulau serta peningkatan perdagangan luar negeri tersebut menyebabkan ekspor Jawa Tengah pada triwulan ini tumbuh cukup signifikan Vol Ekspor Nilai Ekspor Vol Impor Nilai Impor Jan'08 Feb'08 Mrt' 08 Apr'08 Mei'0 8 Jun' 08 Jul' 08 Agst'08 Sep'08 Okt'0 8 Nov'08 Des'08 Jan'09 Feb'09 Mrt' 09 Apr'09 Mei'0 9 Jun' 09 Jul' 09 Agst'09 Sep'09 Okt'0 9 Nov'09 Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.7. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan Sementara itu berdasarkan data ekspor dan impor yang diolah dari Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (DSM) Bank Indonesia, kinerja ekspor non migas Jawa Tengah sampai dengan triwulan IV-2009 (data sampai dengan posisi November 2009) tetap menunjukkan adanya trend peningkatan terutama dari sisi volume. Sementara dari sisi nilai menunjukkan trend peningkatan pula walaupun relatif melambat pertumbuhannya. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh KBI Semarang, diketahui bahwa permintaan luar negeri tetap menunjukkan peningkatan namun beberapa partner dagang luar negeri meminta negosiasi penurunan harga 1 Pengertian ekspor dan impor dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar provinsi 12

27 terkait dengan kondisi krisis keuangan global. Kondisi tersebut diperkirakan merupakan penyebab trend peningkatan volume ekspor yang cukup signifikan dan tren pertumbuhan nilai ekspor yang agak melambat. Berdasarkan komoditasnya, ekspor unggulan Jawa Tengah adalah pakaian jadi, perabot dan penerangan rumah, kayu dan barang dari kayu serta serat stafel. Komoditas-komoditas tersebut selama beberapa periode terakhir selalu menempati urutan teratas dari nilai ekspor Jawa Tengah. Sementara itu berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS), komoditi impor non migas terbesar di Jawa Tengah adalah kapas, mesin/ pesawat mekanik, serta gandum. Mulai tahun 2010, dengan diimplementasikan secara penuh China Asean Free Trade Area (ACFTA), atau perdagangan bebas antara ASEAN dengan China, tentunya akan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Saat ini, ACFTA telah memasuki fase implementasi normal track, yang berarti hampir sebagian besar komoditas perdagangan akan dibebaskan dari hambatan tariff yang sebelumnya diterapkan. Kondisi tersebut tentunya berpotensi akan memberikan dampak positif maupun negatif bagi perekonomian nasional umumnya, dan perekonomian Jawa Tengah pada khususnya. Implikasi positif yaang mungkin timbul adalah adanya peluang untuk peningkatan komoditas ekspor yang menjadi unggulan wilayah kita, serta dapat pula menyebabkan penurunan harga input produksi bagi sektor industri karena impor bahan baku dapat menjadi lebih murah. Namun terdapat pula potensi negatif berupa serangan produk-produk impor dengan harga yang relatif murah, tentunya ini merupakan ancaman bagi industri lokal/ UMKM. Tentunya kondisi tersebut merupakan tantangan dan peluang yang harus diantisipasi oleh semua pelaku ekonomi di Jawa Tengah. Selengkapnya tentang ACFTA dapat dilihat pada boks. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari China Asean Free Trade Area dapat dilakukan beberapa langkah antisipasi seperti pengembangan UMKM yang memiliki keunggulan kompetitif, pelatihan untuk meningkatkan efisiensi produksi bagi pengusaha kecil, efisiensi birokrasi dan regulasi yang dapat meningkatkan daya saing produk lokal Analisis PDRB Sisi Penawaran Dilihat dari sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada triwulan IV-2009 terutama disebabkan oleh kontraksi (pertumbuhan negatif) yang terjadi pada sektor pertanian. Sementara itu sektor ekonomi yang lain mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi dialami sektor jasa dan sektor industri pengolahan. Sedangkan berdasarkan kontribusi terhadap pertumbuhan, sektor yang memiliki sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan tetap didominasi oleh tiga sektor utama dalam perekonomian Jawa Tengah, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) serta sektor pertanian, walaupun pada triwulan 13

28 ini sektor pertanian memberikan kontribusi negatif. Ketiga sektor tersebut memiliki pangsa sekitar 70% dari total PDRB Jawa Tengah, sehingga perubahan pada ketiga sektor tersebut menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan pada arah PDRB Jawa Tengah secara keseluruhan. Tabel 1.2. Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (YoY, PERSEN) No Lapangan Usaha Pertumbuhan Year on Year III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09*) IV-09**) 1 Pertanian 7.09% 13.36% 9.74% 4.74% 7.38% -6.00% 2 Pertambangan & Penggalian 5.54% 5.70% 4.96% 5.40% 3.93% 7.65% 3 Industri Pengolahan 6.39% -2.37% -2.38% 1.09% 1.73% 7.02% 4 Listrik, Gas & Air Bersih 4.86% 4.04% 2.60% 6.39% 6.53% 6.57% 5 Bangunan 6.08% 8.44% 7.61% 6.58% 6.66% 7.19% 6 Perdagangan, Hotel & Restaura 4.95% 4.26% 4.57% 5.82% 7.39% 6.61% 7 Pengangkutan & Komunikasi 9.65% 6.67% 7.11% 7.35% 6.41% 6.99% 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Pe 6.77% 4.96% 10.01% 8.80% 7.62% 4.80% 9 Jasa-Jasa 6.69% 4.46% 7.47% 7.72% 7.74% 8.42% Total PDRB 6.39% 3.94% 4.21% 4.53% 5.49% 4.71% Sumber : BI Semarang dan BPS Provinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara **) angka sangat sementara (proyeksi BI Semarang) Sektor Pertanian Sektor pertanian pada triwulan IV-2009 mengalami kontraksi sebesar -6% (yoy), turun cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III-2009 sebesar 7,38% (yoy). Kontraksi pada sektor pertanian ini disebabkan oleh kontraksi pada sub sektor tanaman bahan makanan, karena pengaruh musim. Hal tersebut karena pada pertiode triwulan IV-2009 terjadi pola cuaca yang cukup ekstrim, yaitu musim kemarau yang terjadi relatif lebih panjang dibandingkan periode sebelumnya atau periode yang sama tahun lalu serta adanya curah hujan ekstrim di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Kondisi itu menimbulkan terjadinya gangguan produksi serta menyebabkan adanya kemunduran masa tanam di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Gangguan cuaca tersebut menimbulkan pula gangguan pada sub sektor perkebunan, dan sub sektor perikanan karena adanya ancaman gelombang tinggi yang menyebabkan nelayan kesulitan mencari ikan. Sebagai akibatnya, secara keseluruhan produksi sektor pertanian pada triwulan ini mengalami penurunan. Salah satu prompt indicator produksi sektor pertanian, khususnya tanaman bahan makanan (tabama), dapat terlihat dari perkiraan produksi pertanian dari Badan Pusat Statistik. Dari grafik 1.13 tersebut terlihat bahwa produksi komoditas sektor pertanian, terutama padi mengalami trend penurunan. Padi merupakan komoditas tabama yang memiliki bobot paling besar, sehingga penurunan produksi padi akan berpengaruh cukup signifikan terhadap produksi sub sektor tabama dan sektor pertanian secara keseluruhan. 14

29 5 Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah 70 Jutaan Ton Ribuan Ton IV-09**) III-09*) II-09 I-09 IV-08 III-08 II-08 I-08 IV-07 Sb Kiri- Kacang Tanah Sb Kanan- Padi Sb Kanan- Ubi kayu Sb Kiri- Kacang Hijau Sb Kanan- Jagung Sumber : BPS, diolah Grafik 1.8. Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis bagi perekonomian Jawa Tengah. Selain memiliki pangsa yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah, sektor pertanian merupakan sektor ekonomi dengan jumlah tenaga kerja terbesar di Jawa Tengah. Namun demikian, sektor ini cenderung tumbuh relatif stagnan, bahkan dalam beberapa periode mengalami trend perlambatan pertumbuhan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia Semarang beberapa waktu yang lalu, terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan sektor ini seperti sarana dan prasarana pendukung pertanian yang kurang terpelihara, menurunnya minat untuk bekerja di sektor pertanian, serta persepsi bahwa sektor ini merupakan sektor yang memiliki resiko yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan langkah-langkah yang komprehensif antar berbagai pihak dan instansi untuk mengembangkan sektor ini. Kebijakan yang dapat diambil untuk pengembangan dan akselerasi sektor pertanian misalnya adalah koordinasi antar kabupaten/ kota dalam pengembangan sarana dan prasarana pertanian, seperti saluran irigasi, waduk dan lain-lain. Selain itu dapat pula diberikan insentif keringanan pajak daerah atas lahan yang dipertahankan sebagai lahan lestari, sehingga mengurangi ancaman alih fungsi lahan pertanian. 15

30 Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri pengolahan pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 7,02% (yoy). Angka ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 1,73% (yoy). Hal ini dikarenakan adanya trend pulihnya permintaan luar negeri serta peningkatan yang cukup signifikan pada permintaan domestik. Selain itu, tingginya angka pertumbuhan di sektor ini juga disebabkan oleh base effect, yaitu pertumbuhan pada triwulan IV-2008 yang mengalami kontraksi cukup tajam sebesar -12,37% (yoy), sehingga mengakibatkan angka pertumbuhan pada triwulan ini menjadi tinggi. Hasil liaison yang dilakukan pada beberapa industri di Jawa Tengah terutama industri TPT, menunjukkan bahwa kapasitas produksi secara umum mengalami peningkatan, terutama dari sisi volume. Selain itu permintaan domestik menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pula, diperkirakan terkait dengan faktor hari raya di akhir triwulan III serta berakhirnya tahun anggaran. Salah satu prompt indicator dari perkembangan sektor industri adalah perkembangan produksi industri pengolahan minyak di Jawa Tengah (Grafik 1.14). Produksi pengolahan minyak terlihat mengalami trend peningkatan/ rebound, terutama pada produksi solar dan premium, yang dapat menjadi salah satu indikasi peningkatan aktivitas pada sektor industri. R i b u a n K L 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - LPG Premium Solar Kerosin I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09*) IV-09**) 1, R i bu a n K L I I I- 0 7 III Perkiraan Penjualan Listrik PLN (Jutaan KwH) I V I I I- 0 8 III I V I I I- 0 9 III * I V * * Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.9 Perkiraan Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.10 Prakiraan Penjualan Listrik PLN di Jawa Tengah Prompt indicator lain dari perkembangan sektor industri pengolahan adalah perkiraan penjualan listrik di Jawa Tengah. Data perkiraan penjualan listrik dari PLN Jawa Tengah menunjukkan trend peningkatan pada triwulan ini. Listrik merupakan salah satu input utama yang dipergunakan oleh sebagian besar industri di Jawa Tengah. Sehingga dengan adanya trend peningkatan penjualan listrik tersebut merupakan indikasi pula adanya perkembangan positif pada sektor industri. 16

31 Sektor industri adalah sektor yang cukup penting pula dalam perekonomian Jawa Tengah, karena selain memiliki pangsa terbesar dalam PDRB Jawa Tengah, sektor industri juga memiliki peran yang cukup signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, untuk melakukan akselerasi laju pertumbuhan perekonomian, perlu diberikan perhatian khusus terhadap pengembangan sektor ini. Beberapa kebijakan yang pro pengembangan industri diantaranya terkait dengan kebijakan investasi dan retribusi atau pungutan terhadap dunia usaha. Kebijakan lain yang diterapkan adalah terkait dengan kemudahan investasi dan retribusi. Contoh riil kebijakan yang dapat diambil diantaranya adalah insentif untuk realisasi komitmen investasi, insentif untuk rekrutmen tenaga kerja baru dan insentif lain untuk kegiatan perusahaan yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar khususnya dan perekonomian daerah pada umumnya. Insentif yang diberikan misalnya berupa pengurangan retribusi atau pajak daerah, atau kemudahan l.ain bagi dunia usaha dan industri Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Pada triwulan IV-2009 sektor PHR diperkirakan tumbuh sebesar 6,61% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III yang tercatat sebesar 7,39% (yoy). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh karena faktor seasonal, dimana puncak kegiatan sektor ini terjadi pada triwulan yang lalu karena pergeseran hari raya lebaran pada triwulan III-2009 serta didorong pula oleh periode ajaran baru pada triwulan yang sama. Namun apabila dilihat dari angka pertumbuhan yang terjadi, sektor PHR pada triwulan ini relatif tumbuh cukup baik, yang ditopang terutama oleh banyaknya musim liburan yang mendorong berjalannya kegiatan di sektor ini. Prompt indicator dari perkembangan sektor ini dapat dilihat dari hasil Survei Perdagangan Eceran dan perkiraan jumlah kamar hotel yang terjual di wilayah Jawa Tengah pada triwulan IV Indeks Perdagangan Eceran hasil Survei Perdagangan Eceran yang dilakukan di beberapa pusat perbelanjaan di Semarang menunjukkan bahwa perkembangan indeks perdagangan eceran relatif masih baik, namun terlihat adanya trend penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kondisi tersebut menjelaskan adanya perlambatan pada sektor PHR di triwulan ini. 17

32 J a n F e b M a r A p r M e i J u n J u l A g t S e p O k t N o p D e s J a n F e b M a r A p r M e i J u n J u l A g u st S e p O k t N o p D e s Bhn makanan Makanan Jadi Sandang Pendidikandll Transpor & Kom Total- sb kanan Sumber : SPE Bank Indonesia Semarang Grafik Perkembangan Indeks Riil Penjualan Eceran R i b u a n m a l a m k a m a r t e r ju a l Sumber : BPS, diolah II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09 Grafik Perkiraan Penjualan Kamar Hotel di Jawa Tengah Sektor Jasa Sektor jasa-jasa pada triwulan ini diperkirakan tumbuh sebesar 8,42% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III-2009 yang tercatat sebesar 7,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh perkembangan sub sektor jasa pemerintahan terutama belanja pemerintah daerah terkait dengan periode akhir tahun anggaran. Sementara itu untuk sub sektor jasa swasta diperkirakan tumbuh relatif stabil Nominal Kredit NPL 5 4 Nominal Kredit-RpTrilyun I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09 0 Grafik 1.13 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum Di Jawa Tengah Salah satu prompt indicator pertumbuhan sektor ini dapat dilihat dari perkembangan kredit sektor jasa oleh perbankan di Jawa Tengah. Dari grafik 1.13 terlihat bahwa penyaluran kredit jasa mengalami peningkatan dari sisi nominal mengalami perbaikan pula dari sisi kualitas yang terlihat dari rasio NPLs yang membaik, yaitu berada pada level 2%. dan 18

33 Sektor Lainnya Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh melambat sebesar 4,80% (yoy). Angka ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan III-2009 yang tercatat sebesar 7,62% (yoy). Selama tiga triwulan terakhir, sektor ini cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan. Kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pada sub sektor perbankan, seperti misalnya perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar 13,69% (yoy), menurun cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan kredit pada awal tahun Perlambatan pertumbuhan kredit ini ditengarai karena pihak perbankan cukup berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya sebagai akibat dari dampak krisis keuangan global, serta menurunnya permintaan kredit dari korporasi besar. TABEL 1.3 PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK (RP MILIAR) GROWTH I N D I K A T O R I-09 II-09 III-09 IV-09* yoy qtq Total Asset - Total 113, , , , % 3.02% DPK - Total 90,139 92,260 93,852 97, % 3.89% Kredit - Total 79,835 82,670 85,961 90, % 4.92% Kredit MKM 61,734 64,898 67,102 70, % 4.55% LDR - Perbankan (%) NPL -Perbankan (%) Sumber : LBU dan LBPR, Bank Indonesia Keterangan: data BPR posisi November 2009 masih bersifat sementara Namun demikian, secara umum kinerja sub sektor perbankan masih tumbuh cukup baik dan stabil. Walaupun mengalami sedikit perlambatan, beberapa indikator kinerja perbankan, seperti dana pihak ketiga, outstanding kredit, LDR (loan to deposit ratio) serta kualitas kredit yang tercermin dari rasio NPL (non performing loans) masih relatif cukup baik (Tabel 1.3). Pada periode triwulan IV-2009, sektor bangunan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 7,19% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan triwulan III-2009 sebesar 6,66% (yoy). Selama beberapa periode, sektor bangunan cenderung tumbuh tinggi pada triwulan IV karena didorong oleh mulai terealisirnya proyek-proyek pembangunan fisik pemerintah, misalnya pembangunan jalan tol, pemeliharaan jalan dan beberapa bangunan sarana publik lainnya. Selain itu, pada tahun 2009 ini di wilayah Jawa Tengah terdapat beberapa proyek-proyek besar yang termasuk di dalam sektor bangunan, seperti pembangunan 19

34 jalan tol, perbaikan dan pemeliharaan jalan provinsi dan jalan kabupaten serta berbagai proyek infrastruktur lainnya. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,99% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III Peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya program promosi dari berbagai operator telekomunikasi yang menyebabkan pendapatan operator meningkat. Selain itu banyaknya musim liburan di triwulan IV-2009 turut mendorong pertumbuhan pada sektor ini. Data yang dapat menjadi indikator perkembangan sektor ini adalah kunjungan kapal ke pelabuhan dan jumlah penumpang pesawat melalui bandara di Jawa tengah. Dari data tersebut terlihat bahwa terdapat peningkatan jumlah kapal dan kunjungan penumpang pada triwulan IV , KunjunganKapal 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Kunjungan Kapal-sb kiri Penumpang Pswt Udara-sb Kanan Penumpang Pswt Udara-Ribuan Orang II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09 Sumber : BPS, diolah Grafik 1.14 Estimasi Kunjungan Kapal ke Pelabuhan di Wilayah Jawa Tengah dan Jumlah Penumpang Pesawat melalui Bandara di Jawa Tengah Sektor listrik, gas dan air (LGA) diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 6,57% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2009 sebesar 6,57%. Peningkatan kegiatan industri diperkirakan menjadi salah satu pendorong peningkatan sektor ini, terutama sub sektor listrik. Sementara itu sub sektor air bersih diperkirakan tumbuh stabil dibandingkan periode yang lalu, diantaranya karena masih terpengaruh oleh efek kenaikan tarif PDAM yang berlangsung secara bertahap. Prompt indicator dari perkembangan sektor ini diantaranya adalah perkiraan penjualan listrik oleh PLN, sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan perkembangan sektor industri (Grafik 1.10). 20

35 BOKS TANTANGAN DAN PELUANG PENERAPAN ACFTA Hubungan ASEAN-China telah dimulai sejak ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke- 24 pada bulan Juli 1991 di Kuala Lumpur Malaysia. Kerjasama terjalin semakin erat sejak ditandatanganinya Deklarasi Bersama antara Kepala Negara/Pemerintah ASEAN dan China dalam Kerjasama Strategis untuk Perdamaian dan Kesejahteraan dalam acara ASEAN-China Summit ke-7 pada Oktober 2003 di Bali, Indonesia. Selanjutnya, dalam periode disusun Rencana Aksi untuk menerapkan Deklarasi Bersama tersebut. Rencana Aksi tersebut berisi master plan untuk memperluas dan memperdalam hubungan kerjasama ASEAN-China dalam kerangka memperkuat kerjasama strategis untiuk perdamaian, pembangunan dan kesejahteraan regional. ASEAN dan China telah sepakat dalam 11 hal area kerjasama yang menjadi prioritas, yaitu energi, transportasi, budaya, kesehatan masyarakat, pariwisata, pertanian, teknologi informasi, investasi, SDM, pembangunan sungai Mekong dan lingkungan hidup. Zona Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) telah implementasikan sejak tanggal 1 Januari ASEAN dan China menyetujui dibentuknya ACFTA melalui dua tahapan waktu, yaitu: (1) tahun 2010 dengan melibatkan 6 negara ASEAN atau biasa disebut ASEAN-6, yang meliputi Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina dan Brunei Darussalam; serta (2) tahun 2012 melibatkan 4 negara lain di ASEAN meliputi Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar. Sidang AEM (ASEAN Economic Ministers Meeting) ke-36 di Jakarta pada September 2004 menghasilkan kesepakatan perdagangan dalam barang dan jasa, serta pokok-pokok pemecahan sejumlah masalah yang kemudian diformalkan ke pertemuan di Laos. Dalam rangka ACFTA, kebanyakan barang yang diperdagangkan antara Indonesia dan China implementasi penurunan/penghapusan tarifnya sebanyak kategori produk, dilakukan mengikuti skema dan waktu sebagai berikut: 1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2004 secara bertahap dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun, tarif bea masuknya produk yang mencakup EHP sejumlah 449 produk menjadi nol persen (0%). 2. Normal Track I, sejumlah kategori produk dengan penurunan tarif bea masuk menjadi nol persen (0%) mulai tahun Normal Track II, sejumlah 490 kategori produk dengan penurunan bea masuk mulai tahun Sensitive/Higly sensitive sebanyak 398 kategori produk yang jumlah penurunannya masih dirundingkan lebih rinci. Meskipun ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi krisis, namun tidak dapat dipungkiri bahwa daya saing ekonomi Indonesia masih relatif mengkhawatirkan dibandingkan negara-negara lain. Pengertian daya saing disini tidak hanya terbatas pada 21

36 kemampuan produk Indonesia dalam melakukan penetrasi pasar global dan hanya dikaitkan dengan permasalahan seperti pergerakan nilai tukar, rendahnya tingkat upah, disparitas inflasi dengan negara pesaing. Berbagai permasalahan masih membayangi kemampuan kapasitas ekonomi Indonesia untuk dapat bergerak lebih cepat untuk dapat memetik peluang yang ada. Permasalahan yang masih kita hadapi diantaranya struktur ekspor yang masih berbasis produk primer, sektor industri yang lemah daya saingnya di pasar global dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan domestik, serta adanya permasalahan infrastruktur. Berdasarkan analisis Danareksa Research Institute, dengan menggunakan program Global Trade Analysis Project (GTAP), akan terjadi penurunan untuk sektor sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Sepuluh Sektor yang Paling Dirugikan 22

37 Secara tahunan (yoy), tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan III Inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,32% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,20%. Sementara itu, apabila dihitung secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 adalah sebesar 0,39% (qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,87%. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok bahan makanan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan (-3,40%). Adapun penurunan inflasi kuartalan pada triwulan laporan disebabkan oleh penurunan IHK kelompok bahan makanan dan kelompok transpor. Dalam triwulan ini, inflasi kuartalan (qtq) di Jawa Tengah tercatat lebih rendah dari inflasi kuartalan nasional yang tercatat sebesar 0,49% (qtq). Apabila dilihat secara tahunan (yoy), inflasi Jawa Tengah tercatat lebih tinggi dari angka inflasi nasional yang sebesar 2,78% (yoy). Perkembangan ini memberi sinyal kepada pengambil kebijakan ekonomi di Jawa Tengah agar lebih memperhatikan stabilitas harga barang dan jasa. Sebagai perbandingan, laju inflasi Jateng dalam lima tahun terakhir ( ) selalu berada di bawah inflasi nasional, sementara pada tahun 2009 lebih tinggi dari inflasi nasional (Tabel 2.1.). TABEL 2.1 INFLASI JAWA TENGAH DIBANDINGKAN NASIONAL TAHUN WILAYAH Jateng 4,45 5,75 15,97 6,50 6,24 9,55 3,32 Nasional 5,16 6,40 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 Sumber: BPS 23

38 Jateng (yoy) Nasional(yoy) Jateng (qtq) Nasional(qtq) Sumber: BPS, diolah GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) DAN KUARTALAN (QTQ) JAWA TENGAH DAN NASIONAL Melihat perkembangan inflasi tahunan Jawa Tengah yang lebih tinggi dari inflasi nasional tersebut, maka pengendalian inflasi di Jawa Tengah perlu menjadi salah satu program prioritas pemerintah daerah, Bank Indonesia dan instansi terkait yang tergabung dalam Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH) Provinsi Jawa Tengah pada tahun Dengan menjaga laju inflasi dalam level yang rendah dan stabil, diharapkan dapat memberikan kenyamanan berusaha dan dalam jangka panjang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi berdasarkan kelompok barang secara kuartalan menunjukkan penurunan pada triwulan IV Penurunan inflasi kuartalan pada triwulan laporan ini disebabkan oleh penurunan permintaan masyarakat yang kembali normal pasca bulan puasa dan hari raya Lebaran, serta pasokan bahan makanan yang memadai. Hal ini terlihat dari penyebab utama penurunan inflasi kuartalan Jawa Tengah triwulan ini yang berasal dari penurunan harga komoditi kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi Inflasi Kuartalan (qtq) Secara kuartalan, kenaikan harga tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok sandang (1,53%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (1,18%) dan kelompok perumahan (0,99%). Adapun kelompok barang dan jasa yang memberikan andil deflasi adalah kelompok bahan makanan dan kelompok transpor masingmasing sebesar -0,77% dan -0,31% (Tabel 2.2.). 24

39 TABEL 2.2. INFLASI JAWA TENGAH KUARTALAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA SERTA SUBKELOMPOK YANG MENGALAMI INFLASI TERTINGGI (PERSEN; QTQ) NO KELOMPOK Sep-08 Des-08 Sep-09 Des-09 UMUM / TOTAL 2,89 0,28 1,87 0,39 1 BAHAN MAKANAN 3,24 0,07 3,94-0,77 PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA 0,40 1,31 0,93 3,82 KACANG-KACANGAN -0,93 0,45 0,37 0,07 2 MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 4,63 0,92 2,49 1,18 TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL 8,78 2,41 1,84 2,61 MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL 0,77 0,24 8,72 1,14 3 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR 3,32 1,77 0,35 0,99 BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR 6,31 2,11 0,96 1,44 BIAYA TEMPAT TINGGAL 2,52 1,94 0,19 0,91 4 SANDANG 1,71 1,76 1,28 1,53 BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA -0,45 7,34-0,32 6,55 SANDANG LAKI-LAKI 3,20 0,36 1,58 0,44 5 KESEHATAN 0,81 2,56 0,16 0,65 OBAT-OBATAN 0,29 1,06 0,16 4,48 JASA KESEHATAN 0,11 5,86 0,12 0,00 6 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 2,66 0,84 2,27 0,01 OLAHRAGA 2,30 0,33 0,04 0,44 REKREASI 0,47 1,35 0,80 0,11 7 TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 0,65-3,92 1,15-0,31 SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR 0,40 0,14 0,16 0,48 JASA KEUANGAN 6,57 0,11 0,77 0,00 Sumber : BPS, diolah Berikut ini adalah uraian perkembangan 5 (lima) kelompok barang dan jasa tersebut, baik yang memberikan sumbangan inflasi maupun yang mengalami penurunan IHK. a. Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan mengalami perubahan IHK yang menurun pada triwulan ini dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan IHK kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh penurunan IHK subkelompok ikan segar (- 5,33%), subkelompok daging dan hasil-hasilnya (-4,21%), dan subkelompok sayursayuran (-3,28%). Sementara itu, subkelompok yang mengalami peningkatan IHK adalah subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya (3,82%) dan subkelompok kacang-kacangan (0,07%). Beberapa komoditi yang memberikan sumbangan inflasi dalam kelompok bahan makanan antara lain adalah cabe merah, cabe rawit, cabe hijau, bawang merah, dan bawang putih. Sedangkan komoditi yang memberikan sumbangan deflasi dalam triwulan ini antara lain adalah minyak goreng, daging ayam ras, telur ayam ras, pisang, udang basah dan ikan mujair. Relatif stabilnya harga bahan makanan antara lain didukung pula oleh cukupnya pasokan bahan makanan khususnya beras pada triwulan IV-2009 di Bulog 25

40 yang tercatat mengalami kenaikan. Berdasarkan data Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Tengah, pengadaan stok pangan khususnya beras oleh Bulog mengalami peningkatan. Stok bahan pangan (khususnya beras) yang dimiliki Bulog Jateng sampai dengan Desember 2009 mencapai lebih dari prognosa sebesar ton, atau cukup aman untuk memenuhi konsumsi masyarakat kelas bawah selama 10 bulan ke depan. Perkembangan harga komoditi dunia juga mempengaruhi harga bahan makanan, yang diketahui bahwa indeks harga komoditi dunia pada tahun 2009 cenderung lebih rendah dari tahun Meskipun pada triwulan IV-2009 mengalami kenaikan, namun peningkatan tersebut masih belum terlalu signifikan (Grafik 2.2.). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) KBI Semarang, harga beberapa komoditi cenderung mengalami penurunan, seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabe merah. Sedangkan harga beras cenderung mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada minggu terakhir triwulan IV-2009 (Grafik 2.3.). 250 Indek Harga Komoditi Dunia 190 Indeks Komoditas Makanan (Dunia) Sumber: IMF Sumber: IMF GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KOMODITI DUNIA Beras Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Cabe Merah Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des-09 Sumber: SPH KBI Semarang Mei-09 Jun -09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des-09 Sumber: SPH KBI Semarang GRAFIK 2.3. PERKEMBANGAN HARGA BEBERAPA KOMODITI BAHAN MAKANAN HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) KBI SEMARANG b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 26

41 Pada kelompok makanan jadi, kenaikan IHK tertinggi terjadi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (2,61%) dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol (1,14%). Kenaikan ini lebih dipicu oleh tingginya kenaikan harga komoditi gula pasir, rokok kretek, rokok kretek filter, nasi, mie, martabak dan sate. Kenaikan harga gula pasir domestik dipengaruhi antara lain oleh perkembangan harga gula pasir dunia (imported inflation) yang mengalami kenaikan harga sejak awal tahun 2009 (lihat Grafik 2.4.) Peningkatan harga gula pasir internasional ini disebabkan oleh kurangnya pasokan gula pasir internasional dari negara pemasok utama, seperti Brasil dan India Perkembangan Harga Gula Dunia dan Domestik Semarang - Rp per Kg (axis kiri) Dunia- US Cent per pound (axis kanan) Sumber: IMF dan SPH KBI Semarang GRAFIK 2.4. PERKEMBANGAN HARGA GULA PASIR DI DUNIA DAN HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) KBI SEMARANG c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Pada kelompok ini, kenaikan IHK tertinggi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air (1,44%) dan subkelompok biaya tempat tinggal (0,91%). Kenaikan ini lebih dipicu oleh tingginya kenaikan harga komoditi elpiji, bahan bangunan (pasir, batu bata, cat tembok, besi baja), sewa/ kontrak rumah, dan upah pembantu RT. Imported inflation ikut berpengaruh juga terhadap kelompok ini, khususnya harga bahan bangunan terutama logam (Grafik 2.5.).. 27

42 USD per m3 Harga LNG Indonesia di Dunia Indeks Harga Komoditi Logam Sumber: IMF GRAFIK 2.5. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA LNG INDONESIA DAN KOMODITI LOGAM DI DUNIA d. Kelompok Sandang Kenaikan IHK kelompok sandang pada triwulan ini disebabkan oleh peningkatan IHK subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (6,55%) dan subkelompok sandang laki-laki (0,44%). Komoditi penyumbang inflasi terbesar dalam kelompok ini adalah emas perhiasan. Berdasarkan SPH KBI Semarang, harga emas perhiasan 22 karat pada akhir triwulan IV-2009 mencapai di atas Rp300 ribu per gram, naik 10,8% dari akhir triwulan III-2009 dalam kisaran Rp270 ribu. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan harga emas dunia yang menyentuh USD1.134,75 per troy once pada akhir triwulan IV-2009 (Grafik 2.6.). Perkembangan Harga Emas Lokal(Rp / gr) - axis kiri Internasional(USD/ troy once) - axis kanan Sumber: USAGold dan SPH KBI Semarang GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN HARGA EMAS DUNIA DAN LOKAL 28

43 e. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan ini mengalami penurunan IHK dari triwulan sebelumnya sebesar -0,31% (qtq). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan IHK subkelompok transpor sebesar -0,52%. Adapun subkelompok yang mengalami peningkatan IHK adalah subkelompok sarana dan penunjang transpor yang naik 0,48%. Komoditi penyumbang deflasi terbesar dalam kelompok ini adalah bensin pertamax dan pertamax plus yang mengikuti harga minyak dunia. Harga minyak dunia pada akhir triwulan IV-2009 tercatat relatif stabil dalam kisaran USD 74 s.d. USD 77 per barel (Grafik 2.7.) Indeks Harga Energi Dunia USD perbarel Harga Minyak Dunia Sumber: IMF GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA ENERGI DUNIA Melihat perkembangan harga berbagai komoditi dunia sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh harga komoditi dunia memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap inflasi Jateng (imported inflation). Beberapa komoditi tersebut antara lain gula pasir, minyak goreng, besi baja (logam), emas, dan bakar bakar rumah tangga. Untuk itu, perhatian terhadap pasokan dan distribusi beberapa komoditi tersebut perlu ditingkatkan untuk meminimalkan pengaruhnya terhadap inflasi domestik, karena harga beberapa komoditi dunia tersebut diperkirakan akan meningkat pada tahun Sementara itu, berdasarkan informasi dari Survei Pemantauan Harga (SPH) KBI Semarang yang dilakukan setiap minggu, dapat diperoleh informasi terkait dengan kondisi harga beberapa komoditi penting pada triwulan IV Secara umum, harga beberapa komoditi penting relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, meskipun pasokan cukup memadai. Kondisi harga beberapa komoditi tersebut dapat dilihat dalam Tabel

44 TABEL 2.3. KONDISI HARGA BEBERAPA KOMODITI PENTING Komoditi Kondisi Harga Faktor Penyebab Keterangan Beras Stabil - Stok beras masih mencukupi - Stok beras di gudang Bulog Jateng mampu memenuhi kebutuhan 10 bulan ke depan Daging sapi Relatif stabil - Permintaan naik - Stok daging sapi mencukupi Daging ayam Relatif stabil - Permintaan naik - Stok daging ayam mencukupi Telur ayam ras Cenderung naik - Permintaan naik - Stok telur ayam ras mencukupi Minyak goreng Relatif stabil, cenderung naik - Stok memadai, permintaan turun - Pengaruh harga CPO internasional Bawang merah Cenderung naik - Pasokan memadai - Permintaan stabil Gula pasir Cenderung naik - Pengaruh harga internasional Emas perhiasan Relatif stabil, - Pengaruh harga cenderung naik internasional Sumber: SPH KBI Semarang Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar 3,32% (yoy), sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 3,20% (yoy). Tekanan harga tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi (7,53%), diikuti oleh kelompok sandang (5,70%), dan kelompok bahan makanan (3,75%). Sementara itu, kelompok transpor mengalami deflasi sebesar -3,40% (Tabel 2.4.). Pembahasan selanjutnya akan diuraikan 3 (tiga) kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada triwulan ini. a. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi bersumber dari kenaikan harga pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol (20,65%), serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (7,26%). Kenaikan pada kelompok ini disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditi makanan jadi seperti gandum, kedelai, rokok kretek, rokok kretek filter, makanan ringan, dan gula pasir. b. Kelompok Sandang Kenaikan IHK pada kelompok sandang terutama bersumber dari kenaikan harga di subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (15,72%), serta sandang laki-laki sebesar 3,67% (Tabel 2.4). Kenaikan harga barang pribadi dan sandang lainnya terutama disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan, sejalan dengan perkembangan harga emas internasional. Sementara kenaikan harga sandang laki-laki

45 disebabkan oleh kenaikan harga baju kaos, celana panjang jeans, kemeja panjang batik dan sepatu. c. Kelompok Bahan Makanan Kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan harga di subkelompok bumbu-bumbuan (22,30%) dan subkelompok daging dan hasil-hasilnya (6,98%). Kenaikan IHK subkelompok bumbu-bumbuan terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditi seperti bawang merah, bawang putih dan cabe merah. Sementara itu, kenaikan IHK subkelompok daging dan hasil-hasilnya disebabkan oleh kenaikan harga daging ayam ras dan daging sapi. TABEL 2.4. INFLASI JAWA TENGAH TAHUNAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA SERTA SUBKELOMPOK YANG MENGALAMI KENAIKAN IHK TERTINGGI (PERSEN; YOY) NO KELOMPOK Sep-08 Des-08 Sep-09 Des-09 UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN BUMBU-BUMBUAN DAGING-DAN HASIL-HASILNYA MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA SANDANG BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA SANDANG LAKI-LAKI KESEHATAN OBAT-OBATAN JASA KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA JASA PENDIDIKAN REKREASI TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR JASA KEUANGAN Sumber : BPS, diolah Apabila dilihat komoditi penyebab inflasi setiap bulannya, BPS mencatat beberapa komoditi yang menjadi pemicu utama inflasi triwulan ini, terutama berasal dari kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Beberapa komoditi yang tercatat sebagai pemicu inflasi dalam kelompok bahan makanan antara lain adalah cabe merah, beras, bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dalam kelompok makanan jadi, komoditi yang menjadi pemicu utama inflasi triwulan ini di antaranya gula pasir, rokok kretek, rokok kretek filter, makanan 31

46 ringan, mie dan sate. Sementara itu, komoditi yang menyumbang inflasi dalam kelompok sandang adalah emas perhiasan. Beberapa komoditi penyebab inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 2.5. TABEL 2.5. BEBERAPA KOMODITI PENYEBAB INFLASI TIAP BULAN PADA TRIWULAN IV-2009 No Oktober November Desember 1. Kelompok Bahan Makanan Cabe merah Cabe rawit Cabe hijau Bawang putih Beras Kacang panjang Bayam Bawang merah Pepaya Bawang putih Daging kambing Kacang hijau Beras Telur ayam ras Minyak goreng 2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan tembakau Mie Sate Makanan ringan / snack Martabak Gulai Gula pasir Rokok kretek filter Rokok kretek Rokok putih 3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Bahan bakar RT (elpiji) Batu bata Tarif air minum PDAM Papan Pasir Pasir Papan Cat tembok Batu bata Gula pasir Rokok kretek Rokok kretek filter Bahan bakar RT (minyak tanah) Sewa / kontrak rumah Upah pembantu RT 4. Kelompok Sandang Emas perhiasan Emas perhiasan Emas perhiasan 5. Kelompok Kesehatan Obat dengan resep Obat dengan resep 6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 7. Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Tarif angkutan udara Sumber : BPS, diolah Namun demikian, BPS juga mencatat beberapa komoditi yang mengalami penurunan harga atau memberikan andil deflasi pada triwulan ini, antara lain minyak goreng, daging ayam ras, udang basah, bayam, angkutan antar kota, tarif kereta api, dan bensin pertamax / pertamax plus. Beberapa komoditi yang memberikan andil penurunan harga (deflasi) Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel

47 TABEL 2.6. BEBERAPA KOMODITI YANG MENGALAMI PENURUNAN IHK (DEFLASI) PADA TRIWULAN IV-2009 Oktober November Desember Minyak goreng Daging ayam ras Daging ayam ras Cabe merah Bawang merah Cabe merah Udang basah Mujair Pisang Anggur Angkutan antar kota Tarif kereta api Bensin (pertamax/ pertamax plus) Sumber : BPS dan SPH KBI Semarang Perkembangan harga beberapa komoditi tersebut sesuai dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang, yang secara umum menunjukkan peningkatan harga selama triwulan IV Perkembangan harga beberapa komoditi strategis hasil SPH yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang dapat dilihat pada Grafik Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras Cabe Merah Beras Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des Emas Perhiasan Emas Perhiasan 18 karat Emas Perhiasan 22 karat Harga Bahan Bakar Rumah Tangga Minyak Tanah LPG 3 kg LPG12 kg Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt -09 Nov-09 Des Gula Pasir Gula Pasir SHS Putih Gula Pasir SHS Kuning Gula Pasir Gula Bermerk Minyak Goreng Curah Merk 1 Merk Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov -09 Des-09 Mei-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Okt-09 Nov-09 Des-09 GRAFIK 2.8. PERKEMBANGAN HARGA BEBERAPA KOMODITI STRATEGIS HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) MINGGUAN DI KOTA SEMARANG 33

48 Berdasarkan Survei Konsumen, sebagian besar responden memperkirakan dalam triwulan ini akan terjadi inflasi tahunan yang sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurut responden, kenaikan harga diperkirakan akan terjadi pada semua kelompok barang, dengan kenaikan harga tertinggi diperkirakan terjadi pada kelompok makanan jadi, disusul oleh kelompok perumahan dan kelompok sandang. Perkembangan ekspektasi inflasi hasil Survei Konsumen dibandingkan dengan inflasi tahunan Jawa Tengah aktual setiap bulan dapat dilihat pada grafik 2.9. InflasiAktual(%) EkspektasiInflasi Inflasi Aktual (yoy, %) Ekspektasi Inflasi (indeks) Sumber: KBI Semarang dan BPS Keterangan: indeks = (%turun - % naik) GRAFIK 2.9. PERKEMBANGAN EKSPEKTASI INFLASI HASIL SURVEI KONSUMEN DAN INFLASI TAHUNAN AKTUAL DI JAWA TENGAH 2.2. Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah Inflasi kuartalan (qtq) di empat kota di Jawa Tengah (Semarang, Surakarta, Purwokerto, Tegal) pada triwulan ini mengalami penurunan di semua kota. Sementara itu, laju inflasi tahunan (yoy) di empat kota tersebut pada triwulan ini mengalami peningkatan di tiga kota (Semarang, Surakarta dan Tegal). Adapun inflasi tahunan satu kota lainnya, yaitu kota Purwokerto, mengalami penurunan. Analisis mengenai inflasi 4 kota tersebut akan diuraikan di bawah ini Inflasi Kuartalan (qtq) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi kuartalan (qtq) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan IV masing-masing sebesar 0,41%, 0,14%, 0,73% dan 0,47%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi kuartalan di empat 34

49 kota tersebut mengalami penurunan. Hal itu menggambarkan bahwa tekanan harga yang cukup tinggi selama triwulan IV-2009 terjadi di semua kota. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa penurunan laju inflasi kuartalan pada triwulan IV-2009 terutama dipicu oleh penurunan IHK kelompok bahan makanan, kelompok kesehatan dan kelompok transpor. Sementara itu, laju inflasi kuartalan dipicu oleh kenaikan IHK kelompok makanan jadi dan kelompok sandang. Komoditi kelompok makanan jadi yang memberikan sumbangan inflasi cukup nyata adalah yang termasuk pada subkelompok minuman tidak beralkohol serta subkelompok tembakau dan minimal beralkohol. Komoditi dalam kelompok sandang yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan terutama yang termasuk dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, terutama komoditi emas perhiasan. Perkembangan inflasi kuartalan empat kota di Jawa Tengah berdasarkan kelompok barang dan jasa dapat dilihat pada Tabel 2.7. TABEL 2.7. INFLASI KUARTALAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; QTQ) No KELOMPOK Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Des-09 SEMARANG UMUM / TOTAL 2,83 0,18 0,72 0,06 0,69 0,93 1, BAHAN MAKANAN 4,25 0,36 1,34-1,78 0,62 1,77 4, MAKANAN JADI 3,94 0,98 1,76 1,38 0,98 1,20 2, PERUMAHAN 2,19 1,33 2,32 0,40 0,58 0,43 0, SANDANG 2,71 1,64 4,02 0,02 0,74 1,06 1, KESEHATAN 0,71 2,64 0,79 0,42 0,37 0,36 0, PENDIDIKAN 3,58 0,6 0,15-0,08 1,08 1,05 1, TRANSPOR 1,02-4,07-4,82 0,57 0,46 0,26 1, SURAKARTA UMUM / TOTAL 1,74 0,13 0,78 0,47 0,65 0,75 1, BAHAN MAKANAN 2,06-0,85 3,35 0,92 1,67 1,34 2, MAKANAN JADI 0,94 0,29 1,65 0,96 0,82 1,10 2, PERUMAHAN 3,98 3,34 0,76 0,03 0,03 0,24 0, SANDANG 0,81 0,93 0,67-0,42-0,42-0,08-0, KESEHATAN 0,58 3,95 0,01 1,07 0,53 0,03 0, PENDIDIKAN 1,56 0,03-4,70 0,19 0,68 1,52 1, TRANSPOR -0,22-4,44 0,78 0,10 0,27 0,33 0, PURWOKERTO UMUM / TOTAL 3,53 1,16 0,78 0,11 0,34 0,63 1, BAHAN MAKANAN 0,81 2,42 0,97-1,67-0,36 0,14 2, MAKANAN JADI 4,79 2,20 1,35 2,52 1,95 1,08 0, PERUMAHAN 8,68 1,69-0,30-0,01 0,00 0,54 0, SANDANG 0,77 1,26 5,88-1,30-0,28 0,08-0, KESEHATAN 1,21 0,24 14,6 1,08 0,73 0,59 0, PENDIDIKAN 1,19 2,86 0,14 0,14 0,13 3,08 3, TRANSPOR 0,77-4,07-4,33 0,14-0,06-0,07 1,

50 LANJUTAN TABEL 2.7. No KELOMPOK Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Des-09 TEGAL UMUM / TOTAL 5,16 0,45 1,05 1,05 0,71 0,97 1, BAHAN MAKANAN 1,94-1,52 1,31-1,06 1,25 3,55 3, MAKANAN JADI 16,53 0,86 2,62 5,63 0,81 0,14 1, PERUMAHAN 4,55 1,16 1,06 0,35 0,63 0,07 0, SANDANG -1,58 4,56 2,61-3,41 1,29 1,07-0, KESEHATAN 1,48 1,08 1,09 0,85 0,27 0,25 0, PENDIDIKAN 0,82 2,28 0,15 0,42-0,10 1,40 4, TRANSPOR 0,30-1,84-2,99 0,05 0,01 0,11 0, Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi tahunan (yoy) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan IV masing-masing sebesar 3,19%, 2,63%, 2,83% dan 5,83%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi di keempat kota tersebut mengalami peningkatan, kecuali kota Purwokerto yang mengalami penurunan. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa laju inflasi tahunan di Kota Semarang pada triwulan IV-2009 terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok sandang, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan dengan kenaikan IHK masing-masing sebesar 7,67%, 6,83% dan 4,37% (Tabel 2.8.). Di kota Surakarta, inflasi tahunan pada triwulan ini terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok bahan makanan (6,25%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (5,65%) dan kelompok perumahan (2,28%). Inflasi tahunan kota Purwokerto dalam triwulan laporan terutama disebabkan oleh kenaikan IHK pada kelompok kesehatan sebesar 15,74%, diikuti oleh kelompok sandang (6,82%) dan kelompok makanan jadi (5,34%). Sementara itu, kota Tegal dicatat oleh BPS sebagai kota yang memiliki inflasi tahunan tertinggi dibandingkan dengan tiga kota lainnya dalam triwulan ini, yaitu sebesar 5,83%. Dari ketujuh kelompok komoditi, kelompok makanan jadi mengalami kenaikan IHK paling tinggi yaitu mencapai 16,44% (yoy), diikuti oleh kelompok pendidikan dan kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 5,89% dan 5,75%. Perkembangan laju inflasi tahunan di empat kota di Jawa Tengah terlihat pada tabel

51 Tabel 2.8. Laju Inflasi Tahunan Empat Kota Di Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (persen, YOY) No KELOMPOK Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Jul-09 Agt-09 Sep-09 Des-09 SEMARANG UMUM / TOTAL 13,43 10,34 7,20 3,81 3,04 2,76 2, BAHAN MAKANAN 17,33 13,83 8,04 4,15 3,08 3,50 4, MAKANAN JADI 14,35 14,10 8,86 8,27 7,21 6,90 6, PERUMAHAN 13,62 13,58 12,01 6,38 5,14 5,07 4, SANDANG 12,38 8,89 9,00 8,61 8,05 7,54 7, KESEHATAN 6,85 8,60 5,52 4,63 4,43 4,18 3, PENDIDIKAN 5,56 6,09 6,24 4,26 4,66 1,69 2, TRANSPOR 11,46 6,69 1,38-7,24-7,44-7,68-6, SURAKARTA UMUM / TOTAL 9,94 6,96 5,53 3,15 1,76 2,15 2, BAHAN MAKANAN 14,11 9,34 7,04 5,54 3,16 4,50 5, MAKANAN JADI 3,98 4,30 3,29 3,88 3,12 4,00 5, PERUMAHAN 11,12 13,65 13,16 9,27 6,12 5,79 5, SANDANG 4,55 3,47 2,45 2,09 1,71 0,89 1, KESEHATAN 4,35 7,42 6,88 6,39 6,25 6,11 5, PENDIDIKAN 1,86 1,89 1,70 1,79 1,79 1,82 1, TRANSPOR 13,96 8,22 2,56-9,04-8,93-8,74-8, PURWOKERTO UMUM / TOTAL 11,96 12,06 9,48 5,67 3,02 3,33 3, BAHAN MAKANAN 17,01 20,01 9,48 2,51 1,74 1,81 3, MAKANAN JADI 10,34 12,40 10,83 11,28 7,30 7,66 6, PERUMAHAN 13,84 15,12 13,93 10,17 4,33 4,19 2, SANDANG -0,78 3,39 7,80 6,63 6,02 6,72 5, KESEHATAN 5,32 3,15 18,22 17,53 17,16 17,09 16, PENDIDIKAN 1,96 4,55 4,64 4,37 3,61 6,83 6, TRANSPOR 13,40 7,87 2,35-7,38-8,66-8,52-7, TEGAL UMUM / TOTAL 14,63 8,52 6,38 4,99 3,65 3,90 5, BAHAN MAKANAN 17,66 8,72 5,92 0,62-1,09 0,21 5, MAKANAN JADI 26,71 23,67 22,58 27,41 11,37 12,83 15, PERUMAHAN 10,66 11,15 9,75 7,25 4,31 2,51 2, SANDANG 3,92 6,13 4,98 1,99 0,85 2,48 5, KESEHATAN 6,52 6,87 6,58 4,57 3,44 3,40 3, PENDIDIKAN 4,70 4,00 4,08 3,71 8,60 8,02 8, TRANSPOR 9,19 6,92 3,29-4,43-4,48-4,63-3, Sumber: BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS Melihat perkembangan inflasi di empat kota tersebut, kota Tegal memiliki tingkat inflasi yang paling tinggi dibandingkan tiga kota lainnya sejak Juli 2009 (lihat Grafik 2.10). Tingginya inflasi kota Tegal sejak awal triwulan III-2009 tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan IHK kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemerintah daerah dan Bank 37

52 Indonesia perlu meningkatkan perhatiannya dalam mengendalikan laju inflasi kota Tegal ke depan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian inflasi di kota Tegal, maka perlu segera dibentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Kota Tegal. Tim ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi terkait (seperti Bagian Perekonomian, Disperindag, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Perum Bulog, Bank Indonesia, dan instansi lainnya), dalam memantau dan mengendalikan inflasi di kota Tegal. Sampai dengan akhir tahun 2009, dari empat kota di Jawa Tengah yang menjadi dasar penghitungan inflasi (Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal), tinggal kota Tegal yang belum memiliki TPID Semarang Solo Purwokerto Tegal GRAFIK PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH 38

53 BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH 1. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya pengendalian harga dapat dimulai dari mencari sumber-sumber penyebab inflasi yang kemudian akan membawa dampak ke sektor riil maupun sektor moneter. Terdapat berbagai macam model untuk menguji perilaku inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu sumber penyebab inflasi adalah perkembangan penawaran dan permintaan di sektor riil. Penyelarasan permintaan dan penawaran oleh karenanya menjadi penting. Oleh karena itu, model inflasi dapat diturunkan melalui persamaan permintaan uang (money demand) maupun melalui sisi penawaran. Pada sisi lain, potensi inflasi juga dapat dicermati dari sisi penawaran. Mencermati potensi inflasi dari sisi penawaran, tidak saja masalah jumlah persediaan barang/jasa, namun juga perilaku distribusi barang/jasa tersebut. Nilai tambah yang tinggi sangat terkait dengan perilaku dan jalur distribusi dari suatu komoditas dan atau kebijakan. Oleh karena itu mencermati inflasi, tidak cukup dari satu model pengamatan pasar uang/permintaan, namun juga aspek penawaran barang dan jalur distribusinya. Hal tersebut disebabkan karena terbentuknya harga di pasar merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Kantor Bank Indonesia Semarang (2008) pernah melakukan kajian yang terkait dengan pembentukan harga atas komoditas-komoditas tersebut. Dalam mekanisme pasar, pihak-pihak yang terlibat dalam tata niaga adalah produsen, pedagang besar, dan pedagang ritel yang menjadi perantara terhadap konsumen akhir. Oleh karena itu, masalah pembentukan harga tidak hanya terbatas pada permintaan dan ketersediaan barang/jasa (penawaran) saja, tetapi juga menyangkut masalah proses pembentukan harga komoditas itu sendiri, distribusi (mekanisme jalur distribusi) maupun struktur pasar dari komoditas tersebut. Mengingat banyaknya komoditas atau kelompok komoditas dalam keranjang inflasi, maka identifikasi perilaku pembentukan harga dalam penelitian ini akan difokuskan pada kelompok komoditas manufaktur yang memiliki bobot yang signifikan dalam pembentukan inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut akan digunakan metode survei terhadap sejumlah pelaku usaha, yaitu produsen, pedagang besar dan pedagang ritel. 2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian terhadap komoditas manufaktur ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai mekanisme dan perilaku pembentukan harga dari tingkat produsen sampai dengan pedagang eceran. Untuk itu, survei dilakukan kepada responden yang 39

54 mewakili produsen (perusahaan/industri manufaktur), pedagang besar (distributor), dan pedagang kecil (pengecer). Dari masing-masing level responden tersebut diharapkan dapat diidentifikasi mengenai perilaku pembentukan harga dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi perubahan harga. Secara spefisik, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam penetapan harga produk manufaktur. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan perubahan harga, baik di level produsen, distributor maupun pengecer. 3. Menganalisis kecepatan dan besaran perubahan harga dalam merespon perubahan faktor-faktor tersebut. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang dapat dibagi menjadi wilayah Jateng Utara sebanyak 17 kabupaten/kota, yaitu Kota Semarang, Kab. Semarang, Kab. Grobogan, Kab. Kendal, Kab. Demak, Kab. Kudus, Kab. Pati, Kab Jepara, Kab Rembang, Kab. Blora, Kab. Batang, Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang, Kota Tegal, Kab. Tegal, dan Kab. Brebes. Adapun lokadi di wilayah Jateng bagian Selatan sebanyak 17 kabupaten/kota, yaitu Kota Salatiga, Kab. Boyolali, Kota Surakarta, Kab. Sukoharjo, Kab. Klaten, Kab. Sragen, Kab. Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kota Magelang, Kab. Magelang, Kab. Temanggung, Kab. Wonosobo, Kab. Purworejo, dan Kab. Kebumen. Sementara itu, pelaksanaan survei di wilayah eks Karesidenan Banyumas yangterdiri dari 4 kabupaten/kota dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Purwokerto Populasi dan Sampel Populasi dalam survei ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tata niaga komoditas terpilih yang mencakup produsen, pedagang besar dan pedagang ritel. Responden penelitian ini harus mewakili: (a) kelompok produsen, yakni perusahaan penghasil barang manufaktur atau produsen yang menghasilkan barang secara pabrikan atau menggunakan mesin; (b) kelompok pedagang besar/distributor/grosir yang melakukan penjualan atau pendistribusian barang dalam jumlah besar; dan (c) kelompok pedagang kecil/pengecer yang melakukan penjualan barang kepada pengguna akhir (konsumen). Total responden yang dibutuhkan dalam survei di wilayah 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah sebanyak 750 responden untuk 50 komoditas terpilih, atau secara rata-rata sebanyak 15 responden per komoditas Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer, yaitu melalui wawancara dan mengedarkan kuesioner kepada 40

55 responden (produsen, pedagang besar dan pedagang ritel) yang terkait dengan 50 komoditas terpilih, yang berdomisili di 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah. 2. Data sekunder, yaitu dokumen dan atau data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu misalnya data mengenai lokasi responden dan titik-titik pertukaran untuk 50 komoditas terpilih yang diperoleh dari BPS dan instansi terkait Metode Pengolahan dan Analisis Data Editing Data Proses editing data dilakukan dalam 2 (dua) tahap, tahap pertama dilakukan sebelum proses tabulasi (entry data) dan tahap kedua dilakukan sesudah proses tabulasi. Editing data ditujukan sebagai bentuk quality control untuk mengurangi kesalahan pada data secara individual dan untuk mempermudah pengolahannya. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua cara analisis deskriptif, yang bertujuan untuk menganalisis perilaku produsen, distributor dan pedagang ritel dalam melakukan penetapan harga, dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan harga. 4. HASIL PENELITIAN Dalam menetapkan harga produk, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran, yaitu: a. Perilaku Pembentukan Harga Salah satu metode penetapan harga yang dipilih oleh mayoritas responden adalah berdasarkan biaya langsung ditambah marjin keuntungan yang bervariasi. Selain itu, ada atau tidaknya kontrak menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan harga jual suatu produk (Gambar 1). b. Faktor pembentuk harga Pada level produsen, biaya bahan baku menjadi faktor yang paling dominan dalam pembentukan harga produknya, diikuti dengan biaya tenaga kerja dan biaya overhead (Gambar 2). Pada level pedagang besar (distributor), pembentukan harga produknya dipengaruhi oleh harga pokok produksi, biaya tenaga kerja, dan marjin keuntungan. Sementara itu, penetapan harga pada level pedagang eceran dipengaruhi oleh harga pokok produksi, marjin keuntungan, dan biaya tenaga kerja (Gambar 3). Marjin keuntungan adalah keuntungan yang diharapkan oleh penjual dalam menjual suatu produk. Responden produsen menyatakan bahwa marjin keuntungan menjadi faktor pembentuk harga yang dominan pada kelompok sandang (33,3%) dan kelompok kesehatan (26,9%). Responden pedagang besar menyatakan bahwa marjin keuntungan mempengaruhi pembentukan harga pada kelompok perumahan (18,7%) dan kelompok makanan jadi, 41

56 minuman, dan rokok (15,9%). Sementara itu, responden pedagang eceran menyatakan bahwa marjin keuntungan mempengaruhi pembentukan harga pada sub kelompok perumahan (19,4%) dan sandang (18,5%). c. Pangsa Sumber Pembiayaan Karakteristik responden di Jawa Tengah yang sebagian besar masih tradisional dan konvensional dalam menjalankan usahanya menyebabkan sumber pembiayaan didominasi oleh dana pribadi/self financing Pembiayaan dari perbankan dan laba ditahan menjadi alternatif lain untuk sumber pembiayaan para responden survei. Sementara itu, Pangsa pembiayaan yang dikuasai oleh pasar obligasi, pasar saham, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) relatif rendah di Jawa Tengah (Gambar 4). d. Respon terhadap perubahan nilai tukar Sebanyak 91,8% responden produsen di Jawa Tengah menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk, sisanya sebesar 8,2% produsen menyatakan perubahan nilai tukar berpengaruh terhadap harga jual produk. Responden produsen yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah berpengaruh pada harga jual produk adalah produsen pada kelompok sandang, kelompok makanan jadi dan kelompok transportasi (Gambar 5). Responden pedagang besar yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar berpengaruh terhadap harga jual produk adalah sebesar 14,3%, dan sisanya 85,7% responden pedagang besar menyatakan perubahan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk. Responden pedagang besar yang dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar adalah distributor dalam kelompok perumahan, kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok, kelompok bahan makanan, kelompok pendidikan, dan kelompok transportasi dan komunikasi (Gambar 6). Sementara itu, responden pedagang eceran yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar berpengaruh terhadap harga jual produk adalah sebesar 13,3% dan sebanyak 86,7% pedagang eceran menyatakan bahwa perubahan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk. Menurut responden pedagang eceran, kelompok transportasi dan komunikasi menjadi kelompok yang paling terimbas dengan perubahan nilai tukar, selain itu kelompok sandang dan kelompok pendidikan (Gambar 7). e. Pengaruh Inflasi Responden produsen yang menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan perubahan harga terutama produsen pada kelompok sandang (61,1% responden). Adapun responden produsen pada kelompok bahan makanan, kelompok kesehatan, dan kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok relatif lebih banyak yang menyatakan bahwa angka inflasi tidak menjadi pertimbangan dalam 42

57 melakukan perubahan harga dibandingkan yang menjadikannya pertimbangan (Gambar 8). Responden pedagang besar yang menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan perusahaan untuk melakukan perubahan harga terutama pedagang besar pada kelompok transportasi dan komunikasi, kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok sandang (Gambar 9). Responden pedagang eceran yang menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan harga adalah pedagang eceran pada sub kelompok transportasi dan telekomunikasi, kelompok sandang, dan kelompok pendidikan. (Gambar 10). (Penelitian ini dilakukan oleh KBI Semarang, Agustus-Desember Pelaksanaan survei lapangan dibantu oleh P3M FE UNIKA Soegijapranata Semarang dan CEMSED FE UKSW Salatiga) Perjanjian tdk tertulis Perjanjian tertulis Tidak ada perjanjian Transportasi & Komunikasi Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga Kesehatan Sandang Perumahan MknnJadi, Minuman & Rokok Bahan Makanan Marjin keuntungan Biaya pemasaran/iklan Biaya distribusi Biaya overhead Biaya tenaga kerja Biaya bahan baku PRODUSEN 9.3% 6.2% 7.2% 11.6% 18.0% 47.8% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% Gambar 1. Gambar 2. Pedagang Pengecer Pedagang Besar Lainnya Margin keuntungan Biaya pemasaran/iklan Biaya distribusi Biaya tenaga kerja Harga pokok pembelian 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% PRODUSEN PEDAGANG BESAR PEDAGANG PENGECER Bank LKBB Pasar Obligasi Pasar Saham Laba ditahan Dana Sendiri Lainnya Gambar 3. Gambar 4. 43

58 TIDAK YA TIDAK YA Transportasi dan Kom Sandang Perumahan Pendidikan, Rekreasi Makanan Jadi, Minuma Kesehatan Bahan Makanan 0.0% 4.4% 0.0% 6.7% 0.0% 15.6% 11.1% 0.0% 0.0% 25.0% 25.0% 24.4% 37.8% 50.0% Transportasi dan Komunikasi Sandang Perumahan Pendidikan,Rekreasi, dan Olah raga Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Kesehatan Bahan Makanan 7.8% 12.2% 12.2% 9.8% 16.7% 26.8% 13.5% 12.2% 17.1% 17.1% 10.6% 9.8% 22.0% 12.2% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% Gambar 5. Gambar 6. TIDAK YA Ya Tidak selalu Tidak Transportasi dan Kom Sandang Perumahan Pendidikan, Rekreasi Makanan Jadi, Minuma Kesehatan Bahan Makanan 1.8% 5.5% 13.4% 15.0% 17.0% 10.9% 12.0% 13.9% 9.1% 12.8% 15.9% 21.8% 23.6% 27.3% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% Gambar 7. Gambar % 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Ya Tidak selalu Tidak 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Ya Tidak selalu Tidak Gambar 9. Gambar

59 Bab 3 Perkembangan Perbangkan Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 (Data BPR posisi November 2009) mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan positif. Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan semakin membaik, yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans-Gross (NPLs). TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR PERBANKAN (BANK UMUM & BPR) DI PROVINSI JAWA TENGAH (TRILIUN RP) I N D I K A T O R I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09* GROWTH yoy qtq Total Asset - Total 94,342 99, , , , , , , % 3.02% a. Total Asset - Bank Umum 87,417 91,822 99, , , , , , % 3.14% b. Total Asset - BPR 6,925 7,278 7,395 7,889 8,097 8,207 8,830 8, % 1.40% DPK - Total 74,783 78,761 81,183 86,140 90,139 92,260 93,852 97, % 3.89% a. DPK - Bank Umum 69,886 73,706 76,113 80,681 84,453 86,474 87,657 91, % 4.06% b. DPK - BPR 4,897 5,054 5,070 5,459 5,686 5,786 6,195 6, % 1.48% Kredit - Total 64,040 71,397 77,042 79,331 79,835 82,670 85,961 90, % 4.92% a. Kredit - Bank Umum 58,475 65,406 70,668 72,907 73,099 75,610 78,452 82, % 5.56% b. Kredit - BPR 5,565 5,991 6,374 6,424 6,736 7,060 7,508 7, % -1.72% Kredit MKM 51,838 57,145 60,211 61,199 61,734 64,898 67,102 70, % 4.55% a. Mikro 23,627 25,331 26,098 26,156 26,523 27,460 28,288 28, % 1.15% b. Kecil 15,012 17,116 18,785 19,503 20,064 21,542 22,610 24, % 7.25% c. Menengah 13,199 14,698 15,328 15,540 15,147 15,896 16,204 17, % 6.73% LDR - Perbankan (%) a. LDR - Bank Umum (%) b. LDR - BPR (%) NPL -Perbankan (%) a. NPL - Bank Umum (%) b. NPL - BPR (%) Sumber: LBU dan LBPR, Bank Indonesia *) BPR, Data sementara 45

60 Pada triwulan IV-2009 ini, kinerja perbankan Jawa tengah relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan (qtq), aset dan kredit pada triwulan IV-2009 tumbuh masing-masing sebesar 3,02% dan 4,92%. Pertumbuhan aset pada triwulan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,06%. Sementara itu, kredit mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,98%. DPK mengalami pertumbuhan sebesar 3,89%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,73%. Selain itu, kualitas kredit yang disalurkan juga mengalami peningkatan, yang ditunjukkan dengan penurunan rasio NPLs dari 3,40% pada triwulan III-2009 menjadi sebesar 2,98%. Membaiknya kinerja perbankan pada triwulan IV-2009 dibanding triwulan sebelumnya merupakan siklus tahunan, dimana perbankan selalu berupaya untuk mengejar pencapaian target akhir tahun, dalam upaya untuk memperbaiki kinerja akhir tahun. Secara tahunan, aset perbankan di Jawa Tengah (bank umum dan BPR) pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 12,33% (yoy). Di sisi lain DPK yang dihimpun meningkat sebesar 13,19% (yoy) sehingga menjadi Rp97,49 triliun. Sementara itu, kredit yang disalurkan mengalami pertumbuhan sebesar 13,69% walaupun mengalami perlambatan dari Rp79,33 triliun pada triwulan IV-2008 menjadi Rp90,19 triliun pada triwulan IV LDR perbankan Jawa Tengah mengalami peningkatan tipis dari 92,10% pada triwulan IV-2008 menjadi 92,51% pada triwulan IV LDR perbankan sudah mulai merangkak naik sejak awal tahun 2009 lalu, yaitu posisi 88,57% pada triwulan I-2009, meningkat menjadi 89,61% pada triwulan II-2009, pada triwulan III-2009 meningkat menjadi 91,59%, dan pada triwulan ini kembali mengalami peningkatan menjadi 92,51%. Peningkatan LDR perbankan secara perlahan tetapi pasti tersebut mengindikasikan pulihnya kepercayaan diri industri perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya setelah melihat kondisi perekonomian yang sudah mulai membaik. 3.1 Intermediasi Bank Umum Secara tahunan, aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan IV tumbuh sebesar 12,24% menjadi Rp116,64 triliun (Grafik 3.1), lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan III-2009 yang sebesar tercatat 13,10% (yoy). Demikian pula, secara triwulanan aset perbankan tumbuh sebesar 3,14%, lebih 46

61 rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III-2009 yang sebesar 4,86%. Komposisi aset terbesar bank umum masih disumbang oleh bank pemerintah, yaitu sebesar 55,30%. Sedangkan bank swasta nasional dan swasta asing masingmasing memiliki pangsa aset sebesar 42,03% dan 2,67% (Grafik 3.2) Triliun Rp Total Aset IV I II III IV I II III IV Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.1. Perkembangan Asset Bank Umum Triliun Rp Sumber : LBU, Bank Indonesia Pemerintah Swasta Asing IV I II III IV I II III IV Grafik 3.2. Perkembangan Asset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Penghimpunan Dana Masyarakat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Tengah tumbuh positif meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, posisi DPK yang berhasil dihimpun bank umum di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 13,05% sehingga menjadi Rp91,21 triliun. Secara triwulanan, DPK mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 4,06%, setelah pada dua triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 1,37% (qtq) dan 2,39% (qtq). Peningkatan pertumbuhan DPK yang cukup signifikan pada triwulan IV-2009 diduga diindikasikan oleh adanya target penghimpunan dana akhir tahun yang harus dicapai oleh para pelaku perbankan. Oleh karena itu, industri perbankan di Jawa Tengah gencar melakukan promosi melalui media cetak, media elektronik, atau secara aktif mengunjungi nasabah. Selain itu, adanya daya tarik undian berhadiah atau hadiah langsung sebagai kompensasi pembukaan tabungan/deposito juga menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Komposisi DPK terbesar bank umum di Jawa Tengah masih ditempati simpanan tabungan, selanjutnya simpanan deposito, dan simpanan giro (Grafik 3.3.). Simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp44,49 triliun (48,79%), diikuti simpanan deposito dan simpanan giro masing-masing sebesar Rp32,69 triliun (35,85%) dan Rp14,01 triliun (15,37%). Low cost deposits atau dana murah (Tabungan dan Giro) 47

62 masih mendominasi komposisi penghimpunan DPK Perbankan Jawa Tengah yaitu sebesar 64,15% dari keseluruhan komposisi DPK Jawa Tengah. Pada triwulan IV-2009, perbankan di Jawa Tengah berhasil meningkatkan pertumbuhan DPK baik giro, tabungan, dan deposito masing-masing sebesar 14,00% (yoy), 17,83% (yoy), dan 6,78% (yoy). Imbal hasil yang diberikan untuk jenis simpanan Giro dan Tabungan yang dilihat dari tingkat suku bunga yang diberikan relatif rendah, yaitu dalam kisaran 1,00%-2,50%. Sementara itu, suku bunga deposito dipatok pada kisaran 5,60%. Pada Grafik 3.5 dapat dilihat suku bunga simpanan (deposito tenor 1 bulan) perbankan di Jawa Tengah cenderung mengikuti pergerakan suku bunga acuan (BI rate), bahkan pada triwulan III-2009 dan triwulan IV-2009 lebih rendah dari BI rate. Peningkatan DPK yang terjadi di tengah trend penurunan suku bunga menunjukkan masih tingginya minat dan kebutuhan masyarakat untuk menanamkan dana di perbankan. Penghimpunan DPK menurut kepemilikannya didominasi oleh nasabah perorangan. Pada triwulan IV-2009, DPK yang dimiliki nasabah perorangan tercatat sebesar Rp72,35 triliun atau memiliki porsi 79,33%, diikuti nasabah sektor lainnya sebesar Rp8,41 triliun atau dengan porsi sebesar 9,22%, perusahaan swasta sebesar Rp6,80 triliun atau 7,46%, dan nasabah Pemerintah Daerah sebesar Rp3,64 triliun atau 4,00% (Grafik 3.6). Pertumbuhan tertinggi dari DPK berdasarkan kepemilikannya dicapai oleh sektor lainnya yaitu 9,95% (qtq) dan 30,25% (yoy). Hal ini diperkirakan karena laba/profit pada tahun 2009 yang diperoleh dari sektor lainnya (BUMD, BUMN, Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Yayasan Sosial, Lembaga Pendidikan, Koperasi, dan perusahaan swasta lainnya) ditempatkan di perbankan. Sementara itu, pertumbuhan terendah dicapai oleh DPK milik Pemerintah daerah yaitu 2,99% (yoy) dan -36,70% (qtq). Penurunan pertumbuhan DPK Pemerintah Daerah secara triwulanan pada akhir tahun merupakan fenomena seasonal, akibat banyaknya realisasi proyek pemerintah daerah ataupun mengalami jatuh tempo pembayaran proyek pada akhir tahun, sehingga dana simpanan pemerintah daerah di perbankan harus ditarik atau dicairkan. 48

63 Triliun Rp Giro Tabungan Triliun Rp Deposito Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing IV II IV I II 2007 III IV I II 2008 III IV IV I II Sumber : LBU, Bank Indonesia III I 2008 III IV 2009 Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Grafik 3.4. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Bank 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% % IV I 2007 Giro II III IV I 2008 Tabungan II III IV 2009 Deposito 1 Bln BI Rate Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.5. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum IV I 2007 II III IV I 2008 Pemda Perush. Swasta II III 2009 Perorangan Lainnya Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.6. Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Di Jawa Tengah, trend penurunan suku bunga simpanan khususnya high cost deposit (deposito) telah terlihat sejak bulan September 2009 (Grafik 3.7). Saat ini BI rate dipatok pada level 6,50%, sedangkan rata-rata tingkat bunga simpanan (Giro, Tabungan, dan Deposito) yang diberikan perbankan di Jawa Tengah sebesar 3,17%. Sementara rata-rata tingkat suku bunga yang diberikan untuk deposito dengan tenor antara 1 bulan sampai 6 bulan adalah sebesar 6,22%. Pada bulan September 2009, jumlah deposito dengan suku bunga deposito diatas 8,00% adalah sebesar 22,98% dari total deposito Jawa Tengah, namun pada bulan Oktober, bulan November, dan bulan Desember berangsur-angsur turun menjadi 18,34%, 16,50%, dan 16,26%. 49

64 Deposito (Triliun Rp) 30,000 Sept-2009 Okt Nov-09 Des-09 25,000 20,000 15,000 10,000 5, % 5-9,25 % 9,25-12,25 % > 12 % Suku Bunga (%) Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.7. Perkembangan Suku Bunga Deposito di Jawa Tengah Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Tengah pada triwulan IV2009 tumbuh cukup baik. Secara tahunan, pertumbuhan kredit pada triwulan IV2009 mencapai 13,59%, meningkat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triwulan III-2009 (11,02%), namun lebih kecil dari target pertumbuhan kredit 15% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Rendahnya pertumbuhan kredit ini disebabkan oleh penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat dari biasanya sebagai efek dari krisis keuangan global. Selain itu, masih relatif tingginya suku bunga kredit perbankan, dan kekhawatiran akan peningkatan NPLs membuat perbankan menahan ekspansi kreditnya. Namun, secara triwulanan, kredit pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 5,56%, dan merupakan pencapaian pertumbuhan tertinggi selama tahun Peningkatan pertumbuhan pada triwulan ini disebabkan antara lain oleh adanya upaya pencapaian realisasi target kredit akhir tahun oleh perbankan, mulai pulihnya optimisme perbankan terhadap kondisi perekonomian dan adanya peningkatan kebutuhan kredit pengusaha di sektor riil terkait dengan daya beli masyarakat dan ekspor yang mulai meningkat. 50

65 Triliun Rp Triliun Rp IV 2007 I II III IV 2008 I II III IV 2009 Triliun Rp Investasi - axis kiri Konsumsi - axis kiri Total kredit- axis kanan Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.8 Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Swasta Nasional Asing IV Modal Kerja - axis kiri Pemerintah I II III 2008 IV I II III IV 2009 Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.9. Perkembangan Kredit bank Umum Menurut Kelompok Bank Pemerintah, Swasta dan Asing Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh kredit modal kerja (Grafik 3.8). Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit tertinggi pada triwulan IV-2009 dialami kredit investasi sebesar 20,78% (yoy), disusul kredit konsumsi sebesar 14,65% (yoy) dan kredit modal kerja sebesar 11,99% (yoy). Komposisi kredit modal kerja (KMK) terhadap penyaluran kredit bank umum di Jawa Tengah masih dominan yaitu sebesar Rp46,84 triliun (56,56%), diikuti kredit konsumsi (KK) sebesar Rp29,28 triliun (35,36%). Sementara itu kredit investasi (KI) hanya sebesar Rp6,69 triliun (8,08%). Tingginya pertumbuhan yang dicapai oleh kredit investasi dibandingkan dengan jenis kredit lainnya cukup menggembirakan, mengingat efek dalam pemberian kredit investasi tidak habis dalam satu cycle usaha. Namun demikian, kredit jenis ini mempunyai jangka waktu yang lebih panjang, sehingga menuntut perbankan mencurahkan perhatian ekstra dalam pengelolaannya. Berdasarkan Survei Kredit Perbankan (SKP) Triwulan IV-2009, mayoritas pembiayaan kredit investasi disalurkan untuk gudang pabrik/toko, pembelian mesin, dan bangunan. Untuk kredit konsumsi, jenis kredit terbesar yang dibiayai perbankan di Jawa Tengah adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, dan kredit serbaguna (mencakup kartu kredit, kredit tanpa agunan, dan kredit lainnya). Suku Bunga kredit di Jawa Tengah masih cukup tinggi dan belum menunjukkan penurunan yang signifikan. Kredit modal kerja adalah kredit dengan suku bunga tertinggi yaitu 24,18%, diikuti kredit investasi dengan suku bunga 23,67% dan kredit konsumsi dengan suku bunga 16,06%. Suku bunga kredit tersebut jauh diatas BI rate yang pada posisi Desember 2009 telah mencapai 6,50%. Suku bunga kredit perbankan yang cenderung bertengger pada level yang tinggi menjadi masalah bagi para pelaku ekonomi khususnya sektor riil dan UMKM yang 51

66 skala usaha dan profitnya tidak terlalu besar. Perbankan dinilai tidak berpihak kepada sektor riil dan hanya mengejar marjin keuntungan % IV I II 2007 III IV I II 2008 KMK III IV 2009 KI KK BI Rate Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan dibandingkan dengan BI rate Kelompok Bank Pemerintah masih mendominasi penyaluran kredit bank umum di Jawa Tengah yaitu sebesar 59,52%, sementara itu, bank swasta nasional dan bank swasta asing mempunyai pangsa masing-masing sebesar 38,98% dan 1,50%. (Grafik 3.9). Pertumbuhan tertinggi kredit juga dicatat oleh bank milik pemerintah yaitu sebesar 16,96% (yoy), diikuti oleh bank swasta nasional yang tumbuh sebesar 9,40% (yoy). Namun demikian, bank swasta asing mengalami penurunan dalam pertumbuhan penyaluran kredit nya sebesar 1,10%. Secara sektoral, kredit yang disalurkan terkonsentrasi pada sektor lainnya (konsumtif), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), dan sektor industri pengolahan masing-masing dengan pangsa sebesar 36,05%, 33,53%, dan 20,17%. Outstanding kredit pada masing-masing sektor di atas pada triwulan IV-2009 adalah Rp29,85 triliun untuk sektor lainnya (konsumsi), Rp27,76 triliun untuk sektor PHR, dan Rp16,70 triliun untuk sektor industri pengolahan. Secara tahunan, kredit seluruh sektor mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan tertinggi dari masing-masing sektor dicapai oleh Sektor Listrik, Gas, dan Air, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR), Sektor Konstruksi, Sektor Lainnya (konsumtif), dan Sektor Pengangkutan. Pada triwulan IV-2009, porsi terbesar kredit modal kerja masih tersalur pada sektor PHR khususnya perdagangan. Secara triwulan, kredit modal kerja tumbuh sebesar 5,61%. Secara sektoral, lebih dari 85,05% KMK tersalur ke dua sektor ekonomi yaitu sektor PHR sebesar Rp25,08 triliun (53,55%) dan sektor industri Rp14,75 triliun (31,50%) dengan Non Performing Loans (NPLs) masing-masing sebesar 3,99% dan 3,09%. NPL KMK keseluruhan adalah sebesar 3,25%, NPLs 52

67 tersebut lebih tinggi apabila dbandingkan dengan NPL tahun sebelumnya yang sebesar 2,97%, namun lebih rendah dari triwulan III-2009 yang sebesar 3,82%. Penerapan Asean-China Free Trade Area (ACFTA) yang dimulai dengan tahap Early Harvest Programme pada tahun 2004, dan penerapan Normal Track pada tahun 2010 mendatang ditengarai akan berdampak terhadap kinerja perbankan diantaranya terhadap penyaluran kredit terhadap sektor unggulan di Jawa Tengah (PHR dan Industri Pengolahan) dan kinerja/kualitas kredit. Diharapkan para pelaku perbankan mengantisipasi dampak positif maupun dampak yang kurang menguntungkan dari penerapan ACFTA. TABEL 3.2. PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA BANK UMUM PER SEKTOR EKONOMI (RP TRILIUN) TW II-09 TW III-09 TW IV-09 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, &Air Konstruksi PHR Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial masy. Lainnya Sektor Ekonomi TW I-08 1, , , , TW II-08 1, , ,121 19, , TW III-08 TW IV-08 1, , ,236 20, , , , , , TW I-09 2, , ,012 21, , , , ,179 22, , , , ,264 23, , Total KMK 32,745 36,732 40,337 41,826 41,825 42,883 44,352 2, , ,163 25, , ,839 Sumber : LBU, Bank Indonesia Rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio LDR) mengalami peningkatan. Pada triwulan IV-2009, LDR bank umum meningkat dari 89,50% pada triwulan III-2009 menjadi 90,79%. Secara tahunan, LDR bank umum mengalami peningkatan tipis dibandingkan dengan posisi triwulan IV-2008 yaitu dari 90,37% menjadi 90,79%. Pada triwulan ini, LDR Bank Pemerintah, Bank Swasta Nasional, dan Bank Swasta Asing masing-masing adalah sebesar 100,41%, 82,10%, dan 44,32% Risiko Kredit Risiko kredit bank umum di Jawa Tengah membaik, NPLs Jawa Tengah mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2009 ini risiko kredit bank umum yang salah satunya diukur dari rasio Non Performing Loans (NPLs) mulai mengalami penurunan dan masih berada pada level aman di bawah 5% sesuai himbauan Bank Indonesia. Pada Triwulan IV-2008 NPLs bank umum berada di angka 2,39%, dan pada triwulan I-2009 mengalami peningkatan menjadi 3,70%, namun pada triwulan II-2009, triwulan III-2009, dan triwulan IV-2009 cenderung mengalami penurunan yaitu 3,41%, 2,83%, dan 2, 41%. Upaya perbankan dalam menjaga kualitas kreditnya terbukti berhasil. Upaya untuk memperbaiki kualitas pinjaman 53

68 NPL (%) 7.00 Ra s i o N P L - % T ot a l K re d it - T ri li u n R p dengan melakukan penagihan dan penjualan jaminan sangat mempengaruhi besaran NPLs yang terbentuk. Perbankan ingin memperbaiki kinerja pada akhir tahun salah satunya dengan penambahan Penyisihan Pembentukan Aktiva Produktif (PPAP) dan tagihan debitur (Grafik 3.11). Pada triwulan III-2009, kredit modal kerja menyumbang kredit non lancar terbesar. Apabila dilihat dari jenis penggunaan, kredit modal kerja memiliki NPLs tertinggi, diikuti kredit investasi dan kredit konsumsi. NPLs kredit modal kerja bank umum di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 sebesar 3,25%, diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing dengan NPLs sebesar 2,45% dan 1,07% (Grafik 3.12) IV I II 2007 III IV I 2008 II III Investasi Konsumsi IV 0.00 IV 2009 Total kredit (Triliun Rp) Modal kerja I II 2007 Rasio NPL (%) Sumber : LBU, Bank Indonesia III IV 2008 I II III IV 2009 Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs Grafik Perkembangan Rasio NPLs Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan TABEL 3.3. RASIO NPLs PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09 TW II-09 TW III-09 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, &Air Konstruksi PHR Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial masy. Lainnya Total NPLs Kredit TW IV Sumber : LBU, Bank Indonesia 54

69 NPLs di bank umum di Jawa Tengah relatif rendah, dan secara umum kinerja kredit mengalami peningkatan kualitas (Tabel 3.3.). Secara sektoral, NPLs terbesar didominasi oleh sektor industri yang nilainya sebesar 3,82%, diikuti oleh sektor PHR sebesar 3,08% dan sektor konstruksi sebesar 2,39%. Sepanjang tahun 2009, Bank Umum di Jawa Tengah lebih selektif dalam ekspansi kreditnya dan memfokuskan diri untuk memperbaiki kualitas kredit yang disalurkan. Penerapan sistem manajemen risiko industri perbankan yang lebih responsif terbukti dapat menurunkan potensi munculnya risiko kredit. TABEL 3.4. RASIO NPLs JENIS KREDIT MODAL KERJA PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi TW I-08 TW II-08 TW III-08 TW IV-08 TW I-09 TW II-09 Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, &Air Konstruksi PHR Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial masy. Lainnya NPLs KMK TW III TW IV Sumber : LBU, Bank Indonesia 3.3. Risiko Likuiditas Likuiditas bank umum di Jawa Tengah cukup aman, namun mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya. Cash ratio yang mengindikasikan kemampuan industri perbankan Jawa Tengah untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya masih cukup baik. Pada triwulan ini cash ratio perbankan sebesar 8,38%, menurun dibandingkan triwulan III-2009 yang sebesar 12,53%. Industri perbankan harus dapat menjaga keseimbangan antara sisi aset dan sisi kewajiban melalui manajemen likuiditas yang baik. Alat Likuid yang dimiliki Bank umum Jawa Tengah pada Triwulan IV-2009 adalah sebesar Rp7,64 triliun. Komposisi aset likuid perbankan pada Triwulan IV-2009 ini terbesar dalam bentuk kas sebesar Rp4,06 triliun, penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp 1,78 triliun, dan penempatan pada bank lain sebesar Rp 1,79 triliun. (Grafik 3.13). 55

70 cash ratio % I II III IV I 2008 II III IV 2009 Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Cash Ratio Bank Umum di Jawa Tengah 3.4. Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat di Jawa Tengah Kinerja bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tumbuh cukup baik. Total aset bank umum tersebut tercatat sebesar Rp15,74 triliun atau tumbuh sebesar 11,30% (yoy), namun secara triwulanan pertumbuhan aset mengalami penurunan sebesar 4,34% (qtq). Bank yang berkantor pusat di Jawa Tengah menguasai 12,91% dari total aset seluruh bank umum di Jawa Tengah. DPK yang berhasil dihimpun pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar Rp12,04 triliun, atau meningkat sebesar 25,51% (yoy), dibanding dengan triwulan IV Pertumbuhan ini disebabkan oleh adanya promosi cukup aktif kepada nasabah, yang ditawarkan serta peningkatan dana pembangunan yang ditempatkan pemerintah di perbankan dibandingkan periode tahun yang lalu karena adanya program baru seperti misalnya stimulus fiskal. Namun demikian, secara triwulanan DPK mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 11,34%. Penurunan DPK terbesar disumbang dari Deposito, mempunyai porsi 35,76% dari keseluruhan DPK, yang pertumbuhannya melambat sebesar 30,19% (qtq). Penurunan pertumbuhan DPK diduga karena tingginya realisasi proyek pemerintah daerah pada akhir tahun anggaran. 56

71 TABEL 3.5. PERKEMBANGAN BANK UMUM YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA TENGAH (RP TRILIUN) 2008 INDIKATOR USAHA Aset Share thd BU Jateng (%) DPK Giro Tabungan Deposito Share thd BU Jateng (%) Kredit Share thd BU Jateng (%) LDR Tw I 12, % 11,089 4,478 2,339 4, % 8, % 73.72% Tw II 12, % 10,683 3,706 2,607 4, % 9, % 86.26% Pert. Tw IV (%) 2009 Tw III Tw IV 14,183 13, % 13.02% 11,089 9,599 3,643 3,334 2,773 3,340 4,674 2, % 11.90% 9,791 9, % 13.54% 88.29% % Tw I 14, % 12,805 4,976 2,652 5, % 9, % 77.98% Tw II 14, % 12,958 4,640 2,878 5, % 10, % 80.34% Tw III Tw IV 15,746 15, % 12.91% 13,588 12,048 4,276 3,641 3,140 4,098 6,172 4, % 13.2% 10,842 10, % 13.12% 79.79% 90.16% yoy qtq 11.30% 25.51% 9.23% 22.69% 47.29% 10.04% % % % 30.50% % 0.19% - Sumber : LBU, Bank Indonesia Kredit tumbuh cukup baik walaupun masih dibawah pertumbuhan keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Bank berkantor pusat di Jawa Tengah mempunyai porsi sebesar 13,12% dari keseluruhan kredit bank umum yang disalurkan di Jawa Tengah. Secara tahunan kredit yang disalurkan oleh bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 10,04% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi mengalami pertumbuhan terbesar yaitu 17,16% (yoy), diikuti kredit konsumsi dengan pertumbuhan 13,01% (yoy), sedangkan kredit modal kerja mengalami kontraksi sebesar -16,06% (yoy). Berdasarkan alokasi penyaluran kredit berdasarkan jenis penggunaan, 89,86% kreditnya kepada kredit konsumsi, 8,02% kepada kredit modal kerja dan 2,12% kepada kredit investasi. Sementara itu, pangsa penyaluran kredit konsumsi bank yang berkantor pusat di Jawa Tengah adalah 33,34% dari keseluruhan penyaluran kredit konsumsi bank umum di Jawa Tengah, sementara porsi untuk kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 1,86% dan 3,44%. Berdasarkan sektor ekonomi, sektor pertambangan, sektor listrik,air, dan gas, dan sektor jasa dunia usaha menjadi sektor yang mencapai pertumbuhan tertinggi selama triwulan IV Sedangkan penyaluran kredit terhadap tiga sektor yang menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah yaitu sektor PHR, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian mengalami kontraksi masing-masing sebesar -14,53% (yoy), -10,03% (yoy), dan -18,82% (yoy). 57

72 Dari beberapa uraian data diatas, maka peranan bank yang berkantor pusat di Jawa Tengah terhadap peningkatan laju pertumbuhan masih dapat ditingkatkan, diantaranya melalui upaya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor produktif. Sehingga bank-bank tersebut dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi perkembangan ekonomi di Jawa Tengah pada masa mendatang. Non Performing Loans (NPLs) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) cukup baik. NPL berada jauh di bawah batas rasio NPLs, sementara LDR bank berada pada level yang cukup baik yaitu sebesar 90,16%. Walaupun nilai LDR tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan IV-2008 yang sebesar 102,84%, namun meningkat jika dibandingkan triwulan III-2009 yang sebesar 79,79%. TABEL 3.6. PERKEMBANGAN KREDIT BANK BERKANTOR PUSAT DI JAWA TENGAH (RP TRILIUN) KREDIT Kredit Jenis Pengunaan - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Sektor Ekonomi - Sektor Pertanian - Sektor Pertambangan - Sektor Industri - Sektor Air, Listrik & Gas - Sektor Konstruksi - Sektor Perdagangan - Sektor Transportasi - Sektor Jasa Dunia Usaha - Sektor Jasa Sosial Masy. - Lain-lain Bank KP di Jateng Bank di Jawa Tengah IV-2008 III-2009 IV-2009 IV ,871 10,842 10,862 82,814 1,037 1, , ,694 8,637 9,535 9,761 29,281 10,352 10,842 10,862 82, , , , , , ,639 9,536 9,763 29,853 Sumber: LBU, Bank Indonesia Growth Bank KP Jateng Share Bank KP di Jateng thd yoy qtq keseluruhan Bank di Jateng 10.04% 0.19% 13.12% % % 1.86% 17.16% 22.54% 3.44% 13.01% 2.37% 33.34% 4.93% 0.19% 13.12% % -6.59% 2.89% % 64.00% 0.78% % % 0.45% % -9.60% 4.23% % % 5.47% % -7.52% 2.28% % -2.68% 5.58% 59.40% 8.47% 2.55% % 52.64% 14.91% 13.02% 2.38% 32.70% 3.5. Perkembangan Kondisi Bank Umum di 6 Eks. Karesidenan di Jawa Tengah Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Semarang Hampir 40% aktivitas perbankan di Jawa Tengah berpusat di Eks Karesidenan Semarang. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karesidenan Semarang mempunyai pangsa masing-masing sebesar 43,60%, 43,88% dan 39,31% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Dominasi ini dikarenakan eks Karesidenan Semarang mencakup Kodya dan Kabupaten Semarang yang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah sebagai pusat kegiatan ekonomi dari berbagai kegiatan dunia usaha di Jawa Tengah. Kinerja bank umum di Eks. 58

73 Karisidenan Semarang di dominasi oleh Kota Semarang, yang mempunyai porsi sebesar 88%-92% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Semarang. Dominasi ini mengindikasikan bahwa kinerja perbankan yang akan mendorong geliat pembangunan perekonomian masih terpusat pada ibukota provinsi Jawa Tengah dan belum merata ke seluruh wilayah Jawa Tengah. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Semarang tercatat masing-masing sebesar 11,5% (yoy), 14,16% (yoy), dan 9,91% menjadi Rp50,85 triliun, Rp40,02 triliun, dan Rp32,55 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Semarang yaitu 22,43% (yoy) menjadi Rp773 miliar, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kab. Kendal yaitu 5,53% (yoy) menjadi Rp814 miliar. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Kendal yaitu mencapai 23,09% (yoy) menjadi Rp708 miliar, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kodya Salatiga yang sebesar 5,18% (yoy) menjadi Rp889 miliar. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di Kab. Semarang sebesar 23,35% (yoy) menjadi Rp743 miliar, dan pertumbuhan terendah di Kodya Semarang sebesar 8,67% (yoy) menjadi Rp28,66 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Semarang cukup baik yang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 81,41%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Semarang juga cukup baik yang tercermin dari rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,28% Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Pekalongan Bank umum di Eks. Karesidenan Pekalongan mengalami perkembangan yang cukup baik, dan mempunyai pangsa 9%-10% dari keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karisidenan Pekalongan mempunyai pangsa masing-masing sebesar 9,46%, 9,44% dan 10,11% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Kabupaten/Kota sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan indikator perbankan di Eks. Karisidenan Pekalongan adalah Kodya Tegal, yang mempunyai porsi 37%-41% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Pekalongan. Hal ini dikarenakan aktivitas ekonomi industri logam, industri dok kapal, industri batik tegalan, industri konveksi, industri shuttlecock, dan usaha berbasis perikanan yang terpusat di Kodya Tegal. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Pekalongan tercatat masing-masing sebesar 12,64% (yoy), 10,01% (yoy), dan 14,75% menjadi Rp11,03 triliun, Rp8,60 triliun, dan Rp8,37 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Batang yaitu 27,01% (yoy) menjadi 59

74 Rp677 miliar, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kodya Tegal yaitu 9,14% (yoy) menjadi Rp4,35 triliun. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Tegal yaitu mencapai 59,87% (yoy) menjadi Rp238 miliar, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kota Tegal yang sebesar 2,97% (yoy) menjadi Rp3,50 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di Kab. Batang sebesar 22,54% (yoy) menjadi Rp609 miliar, dan pertumbuhan terendah di Kodya Pekalongan sebesar 9,12% (yoy) menjadi Rp2,36 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Pekalongan cukup baikyang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 97,33%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Pekalongan juga cukup baik yang tercermin dari rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 1,42% Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Pati Bank umum di Eks. Karesidenan Pati mengalami perkembangan yang cukup baik, dan mempunyai pangsa 9%-11% dari keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karisidenan Pati mempunyai pangsa masing-masing sebesar 10,28%, 8,42% dan 12,00% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Kabupaten/Kota sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan indikator perbankan di Eks. Karisidenan Pati adalah Kabupaten Kudus, yang mempunyai porsi 56%-65% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Pati. Hal ini karena terdapat banyak aktivitas ekonomi industri rokok, industri bordir, industri kertas, industri konveksi/pakaian jadi, industri furniture, dan industri makanan khas (jenang Kudus) di Kab. Kudus. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Pati tercatat masing-masing sebesar 8,65% (yoy), 6,75% (yoy), dan 13,59% menjadi Rp11,98 triliun, Rp7,68 triliun, dan Rp9,93 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Pati yaitu 19,53% (yoy) menjadi Rp1,57 triliun, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kab. Kudus yaitu 5,94% (yoy) menjadi Rp7,68 triliun. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Pati yaitu mencapai 17,51% (yoy) menjadi Rp1,34 triliun, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kab. Blora yang mengalami penurunan sebesar 2,53% (yoy) menjadi Rp849 miliar. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di Kab. Pati sebesar 16,24% (yoy) menjadi Rp1,40 triliun, dan pertumbuhan terendah di Kab. Kudus sebesar 12,67% (yoy) menjadi Rp6,12 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Pati cukup tinggi yang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 129,33%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Pati juga cukup bagus yang tercermin dari rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 1,59%. 60

75 Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Banyumas Bank umum di Eks. Karesidenan Banyumas mengalami perkembangan yang cukup baik, dan mempunyai pangsa 8%-10% dari keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karisidenan Banyumas mempunyai pangsa masing-masing sebesar 9,03%, 9,24% dan 8,96% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Kabupaten/Kota sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan indikator perbankan di Eks. Karisidenan Banyumas adalah Kabupaten Banyumas, yang mempunyai porsi 54%-58% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Banyumas. Hal ini disebabkan aktivitas ekonomi industri rokok, industri bordir, industri kertas, industri konveksi/pakaian jadi, industri furniture, dan industri makanan khas (jenang Kudus) yang terpusat di Kab. Kudus. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Banyumas tercatat masing-masing sebesar 14,96% (yoy), 11,84% (yoy), dan 17,59% (yoy) menjadi Rp10,53 triliun, Rp8,42 triliun, dan Rp7,42 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Banjarnegara yaitu 19,12% (yoy) menjadi Rp796 miliar, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kab. Cilacap yaitu 10,10% (yoy) menjadi Rp3,00 triliun. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Banjarnegara yaitu mencapai 23,22% (yoy) menjadi Rp600 miliar, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kab. Cilacap yang yaitu sebesar 9,69% (yoy) menjadi Rp2,74 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di Kab. Cilacap sebesar 21,80% (yoy) menjadi Rp1,77 triliun, dan pertumbuhan terendah di Kab. Purbalingga sebesar 15,24% (yoy) menjadi Rp624 miliar. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Banyumas cukup baik yang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 88,10%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Banyumas juga cukup bagus yang tercermin dari rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,05% Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Kedu Bank umum di Eks. Karesidenan Kedu mengalami perkembangan yang cukup baik, dan mempunyai pangsa 6%-8% dari keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karisidenan Pati mempunyai pangsa masing-masing sebesar 6,89%, 7,63% dan 6,90% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Kabupaten/Kota sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan indikator perbankan di Eks. Karisidenan Kedu adalah Kodya Magelang, yang mempunyai porsi 48%-58% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Kedu. Hal ini dikarenakan aktivitas 61

76 ekonomi seperti industri makanan (gethuk, roti, kue, kerupuk, dan tahu), industri konveksi/tenun (sarung gloyor), industri rokok, industri kayu, dan industri kerajinan tangan terpusat di Kodya Magelang. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Kedu tercatat masing-masing sebesar 11,90% (yoy), 10,83% (yoy), dan 12,66% menjadi Rp8,04 triliun, Rp6,96 triliun, dan Rp5,71 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Magelang yaitu 21,65% (yoy) menjadi Rp232 miliar, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kab. Kebumen yaitu 9,38% (yoy) menjadi Rp1,22 triliun. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Temanggung yaitu mencapai 26,81% (yoy) menjadi Rp498 miliar, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kab. Kebumen yaitu sebesar 6,92% (yoy) menjadi Rp1,06 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit tertinggi di Kab. Kebumen sebesar 23,05% (yoy) menjadi Rp958 miliar, dan pertumbuhan terendah di Kodya Magelang sebesar 5,53% (yoy) menjadi Rp2,75 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Kedu cukup baik yang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 82,01%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Kedu juga cukup bagus yang tercermin dari rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,41% Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karesidenan Surakarta Bank umum di Eks. Karesidenan Surakarta mengalami perkembangan yang cukup baik, dan mempunyai pangsa 20%-23% dari keseluruhan bank umum di Jawa Tengah. Komposisi aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit bank umum di Eks. Karisidenan Pati mempunyai pangsa masing-masing sebesar 20,74%, 21,39% dan 22,72% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Kabupaten/Kota sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan indikator perbankan di Eks. Karisidenan Surakarta adalah Kodya Surakarta, yang mempunyai porsi 70%-79% dari keseluruhan indikator kinerja perbankan di Eks. Karisidenan Surakarta. Hal ini dikarenakan aktivitas perdagangan (pasar, pusat grosir, dan mall), hotel dan restoran terpusat di Kodya Surakarta. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit pada triwulan IV-2009 bank umum di Eks. Karesidenan Surakarta tercatat masing-masing sebesar 14,35% (yoy), 16,25% (yoy), dan 18,62% menjadi Rp24,19 triliun, Rp19,51 triliun, dan Rp18,81 triliun. Pertumbuhan aset tertinggi dicapai oleh Kab. Sukoharjo yaitu 34,34% (yoy) menjadi Rp959 miliar, sementara itu pertumbuhan aset terendah dicapai oleh Kab. Klaten yaitu 8,88% (yoy) menjadi Rp1,18 triliun. Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kab. Sukoharjo yaitu mencapai 29,84% (yoy) menjadi Rp745 miliar, sementara pertumbuhan DPK terendah dicapai oleh Kab. Wonogiri yang tumbuh sebesar 4,73% (yoy) menjadi Rp628 miliar. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran 62

77 kredit tertinggi di Kab. Sukoharjo sebesar 33,87% (yoy) menjadi Rp901 miliar, dan pertumbuhan terendah di Kab. Karanganyar sebesar 13,11% (yoy) menjadi Rp829 miliar. TABEL 3.7. PERKEMBANGAN BANK UMUM DI 6 EKS. KARESIDENAN JAWA TENGAH (RP MILIAR) Kab/Kota Kab. Semarang Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Grobogan Kodya Semarang Kodya Salatiga Jumlah Kab. Tegal Kab. Brebes Kab. Pemalang Kab. Batang Kodya Pekalongan Kodya Tegal Jumlah Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Rembang Kab. Blora Jumlah Kab. Banyumas Kab. Cilacap Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Jumlah Kab. Magelang Kab. Temanggung Kab. Wonosobo Kab. Purworejo Kab. Kebumen Kodya Magelang Jumlah Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Wonogiri Kodya Surakarta Jumlah Jumlah Jawa Tengah Indikator Umum Kinerja Perbankan (Miliar Rp) Aset DPK Kredit LDR NPL Eks. Karisidenan Semarang % 0.90% % 0.73% % 3.06% 1, , % 1.76% 46,281 36,473 28, % 2.37% % 1.76% 50,852 40,021 32, % 2.28% Eks. Karisidenan Pekalongan % 0.92% 1, , % 1.05% % 1.05% % 1.06% 3,565 3,014 2, % 1.40% 4,358 3,500 3, % 1.78% 11,037 8,607 8, % 1.42% Eks. Karisidenan Pati 1,572 1,345 1, % 1.64% 7,682 4,343 6, % 0.94% % 7.34% % 1.45% 1, % 0.97% 11,988 7,683 9, % 1.59% Eks. Karisidenan Banyumas 6,072 4,629 4, % 2.14% 3,006 2,742 1, % 2.26% % 1.98% % 1.06% 10,533 8,426 7, % 2.05% Eks. Karisidenan Kedu % 2.21% % 1.10% % 1.27% % 3.21% 1,228 1, % 1.19% 4,565 4,011 2, % 2.31% 8,041 6,964 5, % 2.41% Eks. Karisidenan Surakarta 1,181 1,055 1, % 1.70% % 2.95% 1, , % 1.97% % 1.92% % 1.42% % 1.81% 18,376 15,239 13, % 4.54% 24,190 19,512 18, % 3.78% 116,642 91,213 82, % 2.41% Pertumbuhan yoy (%) Aset DPK Kredit Pangsa di Jawa Tengah Aset DPK Kredit 22.43% 5.53% 19.40% 15.70% 11.30% 10.42% 11.55% 7.84% 23.09% 14.99% 12.59% 14.36% 5.18% 14.16% 23.35% 23.20% 21.09% 15.97% 8.67% 19.35% 9.91% 0.66% 0.70% 0.56% 1.16% 39.68% 0.84% 43.60% 0.59% 0.78% 0.54% 1.01% 39.99% 0.97% 43.88% 0.90% 0.87% 0.78% 1.37% 34.61% 0.79% 39.31% 10.42% 19.54% 16.81% 27.01% 11.59% 9.14% 12.64% 59.87% 15.79% 21.51% 16.09% 11.68% 2.97% 10.01% 16.11% 19.90% 21.48% 22.54% 9.12% 14.20% 14.75% 0.28% 1.08% 0.73% 0.58% 3.06% 3.74% 9.46% 0.26% 0.93% 0.65% 0.45% 3.30% 3.84% 9.44% 0.37% 1.43% 0.96% 0.74% 2.85% 3.77% 10.11% 19.53% 17.51% 16.24% 5.94% 4.19% 12.67% 9.89% 11.95% 13.52% 12.48% 15.25% 12.78% 10.63% -2.53% 16.21% 8.65% 6.75% 13.59% 1.35% 6.59% 0.77% 0.56% 1.02% 10.28% 1.47% 4.76% 0.83% 0.43% 0.93% 8.42% 1.69% 7.40% 0.97% 0.74% 1.21% 12.00% 16.93% 10.10% 15.35% 19.12% 14.96% 11.39% 9.69% 16.18% 23.22% 11.84% 16.04% 21.80% 15.24% 18.92% 17.59% 5.21% 2.58% 0.57% 0.68% 9.03% 5.07% 3.01% 0.50% 0.66% 9.24% 5.16% 2.15% 0.75% 0.90% 8.96% 21.65% 17.45% 17.95% 12.18% 9.38% 10.72% 11.90% 23.19% 26.81% 14.56% 17.82% 6.92% 8.00% 10.83% 16.92% 18.57% 17.47% 20.59% 23.04% 5.53% 12.66% 0.20% 0.51% 0.47% 0.75% 1.05% 3.91% 6.89% 0.24% 0.55% 0.43% 0.86% 1.16% 4.40% 7.63% 0.22% 0.64% 0.62% 0.94% 1.16% 3.32% 6.90% 8.88% 16.42% 21.12% 34.34% 10.89% 13.94% 13.55% 14.35% 12.24% 18.01% 19.96% 15.41% 29.84% 13.00% 4.73% 16.08% 16.25% 13.05% 16.58% 1.01% 1.16% 1.23% 20.68% 0.69% 0.68% 0.95% 24.75% 0.95% 0.71% 1.31% 33.87% 0.82% 0.82% 1.09% 13.11% 0.73% 0.63% 1.00% 16.41% 0.77% 0.69% 1.06% 17.78% 15.75% 16.71% 16.07% 18.62% 20.74% 21.39% 22.72% 13.59% % % % Sumber : LBU, Bank Indonesia Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karesidenan Surakarta cukup baik yang tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio sebesar 96,41%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karesidenan Surakarta juga cukup bagus yang tercermin dari rendahnya rasio 63

78 kredit bermasalah yang hanya sebesar 3,78%, walaupun menjadi rasio NPLs yang tertinggi dibandingkan Eks. Karisidenan yang lain Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pada triwulan IV-2009, perkembangan BPR di Jawa Tengah secara umum menunjukkan adanya pertumbuhan positif, baik secara triwulanan maupun tahunan. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya indikator- indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun, dan penyaluran kredit. Demikian juga dengan kualitas kredit yang mengalami perbaikan, tercermin dari menurunnya Non Performing Loans (NPLs) (Tabel 3.8.). TABEL 3.8. PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR DI JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) Indikator Usaha Aset DPK - Tabungan - Deposito Kredit LDR (%) NPLs (%) Tw-I ,64 11, Tw-II Tw-III ,60 125,64 10,40 9,78 Tw-IV ,66 9,26 Tw-I ,86 9, Tw-II Tw-III ,02 121,61 8,75 9,27 Tw-IV* ,38 9,13 Sumber : LBPR Bank Indonesia, *) November 2009 Total aset BPR pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar Rp miliar, meningkat sebesar 14,94% dibanding dengan triwulan IV-2008, atau meningkat 4,70% dibanding triwulan III Peningkatan aset tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 16,53% (yoy) dan 5,09% (qtq) menjadi Rp miliar. Berdasarkan jenis produk, sebagian besar DPK ditanamkan dalam bentuk deposito yang hingga triwulan IV-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 20,57% (yoy) atau 3,45% (qtq) mencapai Rp miliar. Untuk tabungan pada triwulan IV-2009, secara nominal masih berada dibawah nilai deposito, yaitu sebesar Rp miliar namun mengalami pertumbuhan yang positif. Hal tersebut tercermin dari tingkat pertumbuhan tabungan sebesar 11,12% (yoy) atau 7,58% (qtq) (Grafik 3.14.). Relatif tingginya DPK yang berhasil dihimpun oleh BPR pada triwulan ini merupakan salah satu indikator semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada BPR serta indikator peningkatan ekonomi masyarakat skala mikro, kecil dan menengah. 64

79 % Growth % 12% 10% Rp. Miliar % 6% 4% % 500-0% Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I 2008 Tabungan Tw-II Tw-III Tw-IV* 2009 Deposito g Tabungan g Deposito Sumber : LBPR, diolah Grafik Perkembangan Produk BPR di Jawa Tengah Triwulan IV-2009 Penyaluran kredit BPR pada triwulan IV-2009 mengalami peningkatan sebesar 14,87% (yoy) dan 1,44% (qtq). Walaupun penyaluran kredit mengalami peningkatan namun tingkat LDR pada triwulan ini mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan triwulan III Dimana tingkat LDR pada triwulan III-2009 sebesar 121,61% turun sebesar -4,23% menjadi 117,38% pada triwulan IV Diperkirakan penurunan LDR tersebut merupakan imbas dari turunnya penyaluran kredit di sektor perdagangan sebesar -0,23% (qtq), padahal Pangsa penyaluran kredit untuk sektor perdagangan sebesar 35,91% dari total kredit yang disalurkan. Selain itu, sektor perdagangan merupakan salah satu sektor terbesar yang menyerap tenaga kerja di Jawa Tengah (21,86%). Pertanian 7,17% Perindustria n 1,35% Perda ganga n 35,91% Jas a jas a 9,08% La inlain 46,49% Sumber : LBPR, diolah Grafik Kredit BPR Berdasarkan Sektor Jawa Tengah Triwulan IV

80 Dari sisi kinerja, perkembangan BPR di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 mengalami sedikit peningkatan. Terlihat dari tingkat NPLs yang sedikit turun jika dibandingkan triwulan III Tercatat NPLs pada triwulan IV-2009 sebesar 9,13%, turun -0,14% dari triwulan sebelumnya yang tercatat 9,27%. Walaupun secara umum NPL mengalami penurunan, namun selama dua tahun terakhir tingkat NPL BPR masih berada diatas ketentuan 5% dengan rata-rata NPL berkisar 9%. Dengan jumlah BPR yang mencapai 290 BPR yang tersebar di wilayah Jawa Tengah maka tingginya tingkat NPLs BPR perlu disikapi secara lebih serius. Tingkat NPLs yang tinggi tersebut tidak hanya akan mempengaruhi likuiditas BPR namun juga merupakan gambaran potensi ekonomi masyarakat. Sehingga untuk menekan NPLs diperlukan peningkatan pengawasan kepada nasabah. Terlebih menjelang diterapkannya kebijakan ACFTA yang diperkirakan akan mempengaruhi beberapa sektor ekonomi di Indonesia tidak terkecuali di Jawa Tengah, BPR diharapkan mampu lebih dapat berkontribusi dalam menjaga pertumbuhan perekonomian melalui penyaluran kredit produktif dan memperketat pengawasan kinerja kredit. 130 % LDR % NPLs Diragukan 1,55% Macet 5,45% Kurang Lancar 2,13% Lancar 90,87% 6 Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I 2008 Tw-II Tw-III Tw-IV* 2009 LDR (%) Sumber : LBPR, diolah NPLs (%) Sumber : LBPR, diolah Grafik Kinerja BPR di Jawa Tengah Grafik Status Kredit BPR di Jawa Triwulan IV-2009 Tengah Triwulan IV-2009 Dari sisi penggunaan, kredit yang disalurkan masih didominasi oleh kredit modal kerja sebesar 50,24% dan konsumsi sebesar 44,29%. Sedangkan dari sisi skala usaha, 78,04% kredit BPR disalurkan pada skala usaha mikro. perdagangan dan Lainlain masih mendominasi kredit yang disalurkan, masing-masing sebesar 37,73% dan 44,68%. Namun demikian kredit yang disalurkan tersebut masih terkonsentrasi pada skala usaha mikro (79,07%) 66

81 Modal Kerja 50,24% Mikro 78,04% Konsumsi 44,29% Investasi 5,47% Sumber : LBPR, diolah Grafik Kecil 19,81% Menengah 2,15% Sumber : LBPR, diolah Kredit BPR Berdasarkan Grafik Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan Jawa Tengah Plafon di Jawa Tengah Triwulan IV-2009 Triwulan IV Perkembangan BPR 6 eks-karesidenan di Jawa Tengah Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Semarang Pangsa aset, DPK dan kredit BPR di wilayah eks karesidenan Semarang pada triwulan IV-2009 masing-masing sebesar 23,88%, 24,43%, dan 24,29% dari total indikator kinerja BPR Jawa Tengah. Total aset yang dimiliki oleh BPR di wilayah eks Karesidenan Semarang pada triwulan laporan sebesar Rp. 2,138 triliun. DPK, pada triwulan ini mencapai Rp. 1,535 triliun. Sedangkan kredit yang disalurkan hingga triwulan IV-2009 sebesar Rp. 1,792 triliun. Kota Semarang masih menjadi pusat perkembangan BPR di eks Karesidenan Semarang. Hal tersebut tercermin dari Pangsa aset, DPK dan kredit terhadap indikator kinerja di eks Karesidenan Semarang yang masing-masing sebesar 38,87%, 41,53% dan 39,04% (Grafik 3.20, 3.21 dan 3.22). Relatif tingginya indikator-indikator kinerja BPR di wilayah Kota Semarang diperkirakan selain penyebaran jumlah BPR yang lebih banyak (19 BPR) serta beragamnya tingkat ekonomi dan level usaha di Kota Semarang ditambah juga dengan adanya kawasan industri yang dekat dengan Kota Semarang. Secara umum tingkat LDR BPR di wilayah eks karesidenan Semarang sangat tinggi mencapai 116,72%, namun tingkat NPLs di wilayah ini juga cukup tinggi mencapai 10,04%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja BPR dari sisi intermediasi di wilayah eks karesidenan Semarang sudah cukup baik namun dari sisi kualitas masih perlu ditingkatkan lagi terutama untuk wilayah kabupaten Grobogan dan kabupaten Semarang dimana masing-masing NPLs mencapai 12,41% dan 11,27%. Salah satu faktor tingginya NPLs di kedua daerah tersebut diperkirakan karena sektor pertanian 67

82 yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah tersebut terkendala oleh perubahan cuaca sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Kota Semarang 38,87% Kota Salatiga 4,44% Kab. Demak 9,50% Kab. Grobogan 13,35% Kota Semarang 41,53% Kota Salatiga 4,54% Kab. Demak 8,62% Kab. Grobogan 13,57% Kab. Kendal 15,52% Kab. Kendal 17,78% Kab. Semarang 16,21% Kab. Semarang 16,06% Sumber : LBPR, diolah Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Semarang Karesidenan Semarang Triwulan IV-2009 Triwulan IV-2009 Kota Semarang 39,04% Kota Salatiga 4,38% Kab. Semarang 16,75% Kab. Demak 9,67% Kab. Grobogan 13,82% Kab. Kendal 16,34% Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Semarang Triwulan IV Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pekalongan Pangsa indikator kinerja BPR seperti aset, DPK dan kredit di wilayah eks karesidenan Pekalongan pada triwulan IV-2009 mencapai 6,40% dari keseluruhan indikator kinerja BPR di Jawa Tengah. Aset BPR di wilayah eks karesidenan Pekalongan pada triwulan IV-2009 sebesar Rp. 573,2 miliar, sedangkan DPK mencapai Rp. 407,03 miliar dan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 454,28 miliar. Ketiga indikator tersebut terpusat di wilayah kabupaten Tegal, dimana Pangsa aset dan DPK BPR di kabupaten Tegal sebesar 28,29% dari total aset dan DPK BPR wilayah eks karesidenan Pekalongan. Sedangkan Pangsa kredit BPR kabupaten Tegal sebesar 28,45% dari total kredit BPR wilayah eks karesidenan Pekalongan. Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Pekalongan sangat baik mencapai 111,61%, namun tingkat NPLs di wilayah ini termasuk salah satu yang tertinggi jika dibandingkan daerah lain di Jawa Tengah yang mencapai 10,31%. Hal ini menuntut kerja keras berbagai pihak dalam upaya meningkatkan kinerja BPR di wilayah ini. 68

83 Kota Tegal 2,75% Kab. Tegal 28,29% Kota Pekalongan 7,97% Kab. Batang 16,10% Kota Tegal 2,50% Kota Pekalongan 6,95% Kab. Tegal 29,36% Kab. Batang 12,30% Kab. Brebes 12,25% Kab. Brebes 12,18% Kab. Pekalongan 16,08% Kab. Pemalang 16,64% Kab. Pemalang 18,98% Sumber : LBPR, diolah Sumber : LBPR, diolah Kab. Pekalongan 17,66% Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pekalongan Karesidenan Pekalongan Triwulan IV-2009 Triwulan IV-2009 Kota Tegal 2,31% Kab. Tegal 28,45% Kab. Pemalang 16,61% Sumber : LBPR, diolah Kota Pekalongan 8,36% Kab. Batang 16,22% Kab. Brebes 11,73% Kab. Pekalongan 16,32% Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pekalongan Triwulan IV Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pati Pangsa aset, DPK dan kredit BPR di wilayah eks karesidenan Pati terhadap indikator kinerja BPR di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 masing-masing mencapai 11,13%, 11,81% dan 11,74%. Dimana aset BPR di wilayah eks karesidenan Pati sebesar Rp. 996,53 miliar sedangkan DPK yang berhasil dihimpun dan kredit yang disalurkan pada triwulan ini masing-masing sebesar Rp. 742,46 miliar dan Rp. 866,33 miliar. Ketiga indikator kinerja tersebut terpusat di wilayah kabupaten Pati dengan masing-masing Pangsa sebesar 33,65%, 32,06% dan 35,29%. Tingkat LDR di wilayah kabupaten Pati secara umum sangat baik mencapai 116,68%, namun NPLs yang tertinggi di Jawa Tengah sebesar 10,66%. Hanya di wilayah kabupaten Jepara yang memiliki NPLs di bawah 5%, yaitu 4,41%. 69

84 Kab. Rembang 18,75% Kab. Blora 13,67% Kab. Rembang 21,13% Kab. Jepara 19,43% Kab. Jepara 20,30% Kab. Pati 33,65% Kab. Kudus 13,64% Kab. Blora 13,17% Kab. Pati 32,06% Kab. Kudus 14,21% Sumber : LBPR, diolah Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pati Triwulan IVKaresidenan Pati Triwulan IV Kab. Rembang 18,78% Kredit Kab. Blora 12,24% Kab. Jepara 20,77% Kab. Pati 35,29% Sumber : LBPR, diolah Kab. Kudus 12,93% Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pati Triwulan IV Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Kedu Pangsa indikator kinerja BPR seperti aset, DPK dan kredit di wilayah eks karesidenan Kedu pada triwulan IV-2009 masing-masing mencapai 19,02%, 19,56% dan 17,58% dari keseluruhan indikator kinerja BPR di Jawa Tengah. Secara nominal aset BPR di wilayah eks karesidenan Kedu pada triwulan IV-2009 sebesar Rp. 1,703 triliun, sedangkan DPK mencapai Rp. 1,230 triliun dan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 1,297 triliun. Ketiga indikator tersebut terpusat di wilayah kabupaten Magelang, dimana Pangsa aset dan DPK BPR di kabupaten Magelang sebesar 44,26% dan 45,05% dari total aset dan DPK BPR wilayah eks karesidenan Kedu. Sedangkan Pangsa kredit BPR kabupaten Magelang sebesar 40,31% dari total kredit BPR wilayah eks karesidenan Kedu. Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Kedu sangat baik mencapai 105,46%, namun tingkat NPLs di wilayah ini masih relatif tinggi yang mencapai 7,76%. Hanya wilayah kabupaten Magelang yang memiliki NPLs di bawah 5% yaitu 4,91%. 70

85 Kab. Purworejo 6,56% Kab. Purworejo 6,97% Kab. Kebumen 12,69% Kab. Wonosobo 12,35% Kab. Temanggung 18,05% Kab. Magelang 44,26% Kota Magelang 6,09% Kab. Kebumen 13,76% Kab. Wonosobo 9,17% Kab. Temanggung 19,45% Kab. Magelang 45,05% Kota Magelang 5,61% Sumber : LBPR, diolah Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Kedu Triwulan Karesidenan Kedu Triwulan IV-2009 IV-2009 Kab. Purworejo 7,21% Kab. Kebumen 14,07% Kab. Wonosobo 14,12% Kab. Temanggung 17,95% Kab. Magelang 40,31% Kota Magelang 6,34% Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Kedu Triwulan IV Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Surakarta Pada triwulan IV-2009, Pangsa aset, DPK dan Kredit BPR di wilayah eks karesidenan Surakarta masing-masing sebesar 22,47%, 21,81%, dan 22,54% dari total indikator kinerja BPR Jawa Tengah. Total aset yang dimiliki oleh BPR di wilayah eks Karesidenan Surakarta pada triwulan laporan sebesar Rp. 2,012 triliun. Dimana aset terbesar di wilayah ini berada di kabupaten Karanganyar (22,26%). Untuk DPK, pada triwulan ini mencapai Rp. 1,371 triliun dengan wilayah penghimpunan DPK terbesar berada di kabupaten Karanganyar (20,83%). Sedangkan kredit yang disalurkan hingga triwulan IV-2009 sebesar Rp. 1,663 triliun. Kabupaten Karanganyar menjadi daerah penyaluran kredit BPR terbesar di wilayah eks karesidenan Surakarta dengan Pangsa sebesar 22,60% (Grafik 3.32, 3.33 dan 3.34). Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Surakarta sangat baik mencapai 121,35%, namun tingkat NPLs di wilayah ini cukup tinggi mencapai 10,07%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja BPR dari sisi intermediasi di wilayah eks karesidenan Surakarta sudah cukup baik namun dari sisi kualitas masih perlu ditingkatkan. 71

86 Kab. Wonogiri 7,51% Kota Surakarta 10,36% Kab. Klaten 13,76% Kab. Wonogiri 8,57% Kab. Boyolali 14,36% Kota Surakarta 11,17% Kab. Klaten 12,92% Kab. Boyolali 12,96% Kab. Karanganyar 20,83% Kab. Karanganyar 22,26% Kab. Sukoharjo 16,10% Kab. Sukoharjo 15,82% Kab. Sragen 15,66% Sumber : LBPR, diolah Kab. Sragen 17,71% Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Surakarta Karesidenan Surakarta Triwulan IV-2009 Triwulan IV-2009 Kab. Wonogiri 7,99% Kota Surakarta 9,43% Kab. Klaten 13,78% Kab. Boyolali 15,56% Kab. Karanganyar 22,60% Kab. Sukoharjo 15,29% Kab. Sragen 15,35% Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Surakarta Triwulan IV Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Banyumas Pangsa aset, DPK dan kredit BPR di wilayah karesidenan Banyumas terhadap indikator kinerja BPR di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 masing-masing mencapai 17,09%, 15,92% dan 17,70%. Dimana aset BPR di wilayah eks karesidenan Banyumas sebesar Rp. 1,530 triliun, sedangkan DPK yang berhasil dihimpun dan kredit yang disalurkan pada triwulan ini masing-masing sebesar Rp. 1,001 triliun dan Rp. 1,306 triliun. Ketiga indikator kinerja tersebut terpusat di wilayah kabupaten Banjarnegara dengan masing-masing Pangsa sebesar 40,09%, 35,19% dan 42,01%. Tingkat LDR di wilayah kabupaten Banyumas secara umum sangat baik mencapai 130,49%, namun NPLs masih relatif tinggi sebesar 5,50%. Hanya di wilayah kabupaten Cilacap yang memiliki NPLs di bawah 5%, yaitu 3,55%. 72

87 Kab. Purbalingga 11,48% Kab. Purbalingga 14,72% Kab. Banyumas 24,93% Kab. Cilacap 23,49% Kab. Banyumas 27,71% Kab. Cilacap 22,38% Kab. Banjarnegara 40,09% Kab. Banjarnegara 35,19% Sumber : LBPR, diolah Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Aset BPR di eks Grafik Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Banyumas Karesidenan Banyumas Triwulan IV-2009 Triwulan IV-2009 Kab. Purbalingga 10,29% Kab. Banyumas 23,20% Kab. Cilacap 24,50% Kab. Banjarnegara 42,01% Sumber : LBPR, diolah Grafik Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Banyumas Triwulan IV

88 TABEL 3.9. PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR DI ENAM eks KARESIDENAN JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) Wilayah ,97% 118,81% 122,86% 120,61% 109,72% 112,60% 116,72% 147,11% 106,86% 103,14% 97,68% 108,14% 103,39% 134,23% 111,61% 108,41% 124,70% 106,20% 128,43% 103,70% 116,68% 94,37% 119,30% 97,31% 162,48% 109,08% 107,81% 105,46% ,64% 9,52% ,40% 145,68% 105,14% 117,30% 131,65% 113,09% 102,40% 13,11% 11,46% 6,82% 15,44% 8,25% 7,31% 6,61% ,35% 10,07% ,25% 155,78% 142,85% 91,24% 5,27% 5,48% 3,55% 10,74% Total KBI Purwokerto ,49% 5,50% Total Jawa Tengah ,38% 8,93% Kars. Pekalongan Tabungan Kars. Semarang Kredit Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal Kab. Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Sub Total Kars. Semarang Kab. Batang Kab. Brebes Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kota Tegal Kota Pekalongan Sub Total Kars. Pekalongan Kars. Pati Kab. Blora Kab. Jepara Kab. Kudus Kab. Pati Kab. Rembang Sub Total Kars. Pati Kab. Magelang Kota Magelang Kab. Temanggung Kab. Wonosobo Kab. Purworejo Kab. Kebumen Sub Total Kars. Kedu Kars. Kedu Total KBI Semarang Kars. Surakarta Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Wonogiri Kota Surakarta Total KBI Solo Kars. Banyumas Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kab. Cilacap Kab. Purbalingga Jumlah BPR Aset Deposito DPK LDR NPL 9,44% 12,41% 10,22% 11,27% 9,32% 4,95% 10,04% 11,97% 18,70% 7,28% 12,15% 11,47% 14,17% 15,78% 10,31% 9,62% 4,41% 16,18% 15,29% 5,77% 10,66% 4,91% 9,23% 9,10% 7,78% 20,59% 6,95% 7,76% 3.7. Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan bank umum syariah dan BPR syariah di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 menunjukkan peningkatan yang tercermin pada indikator utama kinerja perbankan syariah. Aset perbankan syariah pada triwulan ini tercatat sebesar Rp. 3,48 triliun, meningkat sebesar 19,23% jika dibandingkan triwulan III

89 30% Aset DPK Pembiayaan 25% 20% 15% 10% 5% 0% I -5% II III 2008 IV I II III IV 2009 Sumber : LBU, diolah Grafik Pertumbuhan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Tengah Triwulan IV-2009 Di sisi lain, DPK perbankan syariah pada triwulan IV-2009 mencapai Rp. 2,23 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 10,80% dibandingkan triwulan lalu. Kenaikan DPK tersebut antar lain karena adanya perluasan wilayah usaha perbankan syariah melalui pembukaan beberapa kantor cabang di beberapa daerah. Pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah dalam triwulan laporan mencapai Rp. 2,63 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 4,72% dibanding triwulan III Secara nominal, peningkatan pembiayaan tersebut lebih besar dibandingkan dengan peningkatan DPK, sehingga nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi 117,98%. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi intermediasi yang dilakukan perbankan syariah di Jawa Tengah masih berjalan dengan baik. Sementara itu, kinerja perbankan syariah pada triwulan IV-2009 cukup baik, terlihat dari tingkat Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah meskipun mengalami peningkatan sebesar 0,56% dari triwulan III-2009 namun masih berada di bawah 5%, yaitu 3,61%. 75

90 FDR (%) 140 NPF (%) FDR (%) 40 I II III IV I II 2008 NPF (%) III 2 IV 2009 Sumber : LBU, diolah Grafik Kinerja Bank Syariah di Jawa Tengah Triwulan IV-2009 Berdasarkan FDR dan NPF Kecenderungan pertumbuhan perbankan syariah di Jawa Tengah yang cukup baik tersebut sejalan dengan skema Grand Design Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah. Dimana target pada tahun 2009 adalah menjadikan Perbankan Syariah Indonesia sebagai Perbankan Syariah yang paling atraktif di ASEAN dengan pencapaian target aset sebesar Rp 87 triliun serta pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75%. Semakin meningkatnya kualitas sumber daya manusia (SDM) perbankan yang menguasai syariah memberikan andil terhadap peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah yang berimbas pada peningkatan indikator kinerja perbankan syariah. TABEL PERKEMBANGAN INDIKATOR BANK UMUM & BPR SYARIAH DI JAWA TENGAH (Rp. Miliar) INDIKATOR I-2008 II-2008 Total Perbankan Syariah (BU Syariah & BPR Syariah) a. Aset b. DPK c. Pembiayaan d. FDR (%) 101,24 110,80 e. NPF (%) 4,83 4,12 Bank Umum Syariah & Unit Usaha Syariah a. Aset b. DPK Giro Wadiah Tab. Wadiah & Mudharabah Deposito Mudharabah c. Pembiayaan d. FDR (%) 101,04 110,67 e. NPF (%) 4,73 4,17 BPR Syariah a. Aset b. DPK Tab. Wadiah & Mudharabah Deposito Mudharabah c. Pembiayaan d. FDR (%) 102,06 113,22 e. NPF (%) 8,02 5,88 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV ,24 4, ,12 2, ,66 4, ,98 4, ,67 3, ,98 7, ,96 2, ,63 2, ,22 4, ,41 3, ,30 3, ,48 3, ,46 4, ,19 6, ,30 6, ,54 5, ,37 106,99% 6,46 7,79% Sumber : LBU, Bank Indonesia 76

91 3.8. Kredit UMKM Jumlah penyaluran kredit kepada UMKM di Jawa Tengah terus meningkat walaupun mengalami perlambatan. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan IV-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 14,56% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2009 sebesar 11,44% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap menurun atau meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 84,72% dari total kredit perbankan (bank umum dan BPR) di Jawa Tengah (Grafik 3.40). Dari jumlah tersebut, sebesar Rp33,50 triliun atau 47,76% merupakan kredit modal kerja, sisanya sebesar Rp32,37 triliun (46,14%) dan Rp4,28 triliun (6,10%) merupakan kredit konsumsi dan investasi (Grafik 3.41). Triliun Rp 40 Triliun Rp IV I II III IV I II 2008 Total Kredit III IV 2009 Pertambangan, 0.05% II III Konstruksi, 1.13% I II III K.Investasi K.Konsumsi Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.41 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan Triliun Rp 35.0 Triliun Rp IV PHR, 35.75% JSM, 0.82% JDU, 4.36% Pengangkutan, 0.86% Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik 3.42 Komposisi Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV-2009 IV 2009 K.Modal Kerja Industri, 6.65% LGA, 0.03% IV 2008 KreditUMKM Grafik 3.40 Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit Lainnya, 47.19% I 2007 Sumber : LBU, Bank Indonesia Pertanian, 3.16% IV I 2007 Mikro II III IV 2008 Kecil Menengah I II III IV 2009 Total Kredit UMKM - axis kanan Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik 3.43 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha 77

92 Penyaluran kredit UMKM di Jawa Tengah didominasi oleh sektor PHR, sektor industri, sektor Jasa dunia usaha, dan sektor lainnya (kredit konsumtif). Pada triwulan IV-2009, porsi terbesar kredit UMKM disalurkan pada sektor lainnya (kredit konsumtif) tercatat sebesar Rp33,10 triliun atau 47,19% dari total kredit UMKM. Sementara itu kredit UMKM untuk sektor PHR, sektor industri, dan sektor jasa dunia usaha masing-masing sebesar Rp25,07 triliun (35,75%), Rp4,66 triliun (6,56%) dan Rp3,05 triliun (4,36%). Kredit Skala Mikro mendominasi penyaluran kredit UMKM Jawa Tengah. Pangsa kredit untuk skala mikro masih mendominasi pemberian kredit kepada UMKM di Jawa Tengah. Pada triwulan IV-2009 ini jumlah kredit mikro sebesar Rp28,61 triliun, dengan pangsa kredit sebesar 40,78% terhadap total kredit UMKM. Sedangkan skala usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar Rp. 24,24 triliun (34,56%) dan Rp17,29 triliun (24,65%). Sementara itu rasio kredit bermasalah atau NPLs UMKM perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 relatif kecil, yaitu sebesar 3,02%, rasio ini membaik jika dibandingkan dengan triwulan III-2009 yang sebesar 3,57%. 78

93 BOKS Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Daerah Dalam Rangka Pengembangan Komoditi Unggulan UMKM di Provinsi Jawa Tengah Penelitian ini dilaksanakan Bank Indonesia sebagai salah satu bentuk penyediaan informasi dalam mengimplementasikan program bantuan teknis yang dapat dimanfaatkan oleh stakeholders, baik pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai Komoditas/Produk/Jenis usaha (KPJu) unggulan yang dapat menjadi tumpuan prioritas pembangunan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan daya saing produk. Di Jawa Tengah, penelitian ini dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2007 hingga 2009 di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi dalam enam wilayah eks karesiden. Pelaksanaan penelitian di masing-masing Karesidenan tersebut dikoordinasikan oleh Kantor Bank Indonesia Solo, Purwokerto dan Semarang sesuai wilayah kerjanya. Berdasarkan proses tersebut, telah teridentifikasi KPJu unggulan masing-masing Kabupaten di enam Karesidenan yang selanjutnya dikompilasi menjadi data KPJu Provinsi Jawa Tengah yang dapat memetakan ketersebaran daerah penghasil untuk setiap KPJu Unggulan di Jawa Tengah. Hasil Penelitian Secara lebih terinci, dari hasil penelitian ini diperoleh informasi mengenai : (i) KPJu unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di Provinsi Jawa Tengah, (ii) KPJu potensial yang saat ini belum menjadi unggulan namun memiliki potensi untuk menjadi unggul di masa yang akan datang, serta (iii) KPJU lintas sektoral. KPJu unggulan adalah KPJu yang mendukung perekonomian daerah serta mampu menciptakan dan menyerap tenaga kerja berdasarkan kondisinya saat ini dan prospeknya, serta memiliki daya saing yang tinggi. KPJu Potensial adalah KPJu yang saat ini belum menjadi unggulan, namun memiliki potensi untuk menjadi unggul di masa yang akan datang apabila mendapatkan perlakuan atau kebijakan tertentu. Sedangkan KPJu Lintas Sektoral adalah hasil pemilihan dari berbagai KPJu unggulan per sektor di tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang menjadi unggulan atau potensi daerah tersebut. Sektor yang menjadi fokus utama penelitian ini dikelompokkan ke dalam sembilan sektor ekonomi, yang terdiri dari sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian, perdagangan, angkutan, pariwisata dan jasajasa. Tabel di bawah ini menunjukkan 10 KPJu unggulan lintas sektoral di Provinsi Jawa Tengah, yang didominasi oleh Sektor Tanaman pangan dengan 5 (lima) KPJu, Sektor Industri dengan 3 (tiga) KPJu dan Sektor Perdagangan dengan 2 (dua) KPJu. 79

94 Tabel 1. KPJu Unggulan Lintas Sektoral di Provinsi Jawa Tengah Sektor Komoditas Tanaman Pangan Padi Sawah Tanaman Pangan Jagung Perdagangan Produk Tekstil/ Pakaian Jadi/Konveksi Industri Pakaian Jadi/Konveksi/Garmen Tanaman Pangan Bawang Merah Industri Mebel Industri Batik Perdagangan Mebel Tanaman Pangan Ketela Pohon/Ubi Kayu/Singkong Tanaman Pangan Cabe Merah/Besar Adapun KPJu unggulan dan potensial per sektor di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut. Tabel 2. KPJu Unggulan Per Sektor di Provinsi Jawa Tengah Rangking Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Perikanan 1 Padi Sawah Tebu Sapi Potong/Daging Lele (Budidaya) 2 Jagung Kelapa Buah Nila (Budidaya) 3 Bawang Merah (Hortikultura) Kelapa Deres 4 Ketela Pohon/Ubi Kayu/ Singkong Tembakau Ayam Buras/Kampung/ Sayur Ayam Pedaging (Ras/Negeri)/Broil er Kambing Daging 5 Cabe Merah/Besar (Hortikultura) Cengkeh Domba Layang Rangking 1 Industri Pakaian Jadi/ Konveksi/ Garmen Mebel Bandeng Batik Pembenihan Ikan Gula Kelapa/Jawa/ Merah Batu Bata Perdagangan Produk Tekstil / pakaian jadi / Konveksi Pariwisata Obyek Wisata Alam Angkutan Angkutan Kota/ Umum/ Penumpang Jasa Penjahit / Garment/ Jasa Obras 2 Mebel Wisata Belanja/ Mall Angkutan Barang Bengkel/ Perbaikan Motor/ Montir 3 Sembako Kolam Renang Becak 4 Aneka Hasil Bumi dan Pertanian Makanan Matang/Siap Saji Restoran/Rumah Makan Ojek Wisata Budaya/Sanggar/History Angkutan Pariwisata Hotel/ Penginapan Selepan / penggilingan padi / jagung Kursus komputer & Mengetik 5 80

95 Tabel 3. KPJu Potensial Per Sektor di Provinsi Jawa Tengah Rangking Perkebunan 1 Tanaman Pangan Pisang 2 3 Kentang Mangga Kapok randu Teh 4 Cabe Rawit (Hortikultura) Jambu mete Puyuh Petelur Rumput laut 5 Kacang tanah Karet Kelinci Kembung Rangking Perdagangan Kopi Peternaka n Ayam PetelurRas/ Negeri (Layer) Sapi Perah Itik Perikanan Industri Gurame (Budidaya) Genteng Udang Windu Karper (Budidaya) Textile/Kain Tenun ikat/atbm Kusen/Jendela /Pintu, Moulding Anyaman / Kerajinan Bambu Pariwisata Angkutan Jasa 1 Kelontong Agrowisata Dokar Pemondokan/Pon dok Wisata 2 Makanan/ Minuman Khas Gula Tekstil/bahan tekstil/kain Bahan Bangunan Wisata Religi Taxi Obyek Wisata Buatan Pemancingan Perahu Mobil Omprengan Pantai Gerobak Dorong Kursus Menjahit & Bordir Kursus Bahasa Agen/Biro Perjalanan Ukir

96 Halaman ini sengaja dikosongkan 82

97 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan pemerintah daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, meningkatkan output daerah, mencapai pertumbuhan dan stabitas perekonomian daerah, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan daerah secara umum. Selain itu, APBD juga merupakan kebijakan operasional yang menjadi turunan dari strategi pembangunan pemerintah yang telah ditetapkan (Renstrada), sehingga dapat terlihat arah keberpihakan pemerintah daerah. Karena pada hakikatnya anggaran daerah merupakan alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan angka-angka ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraannya. Keuangan daerah dari sektor pemerintah yang disampaikan dalam laporan kajian ini hanya mencakup realisasi anggaran pemerintah daerah tingkat provinsi Jawa Tengah, sedangkan keuangan daerah dari realisasi anggaran 35 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah belum dapat tersajikan dalam laporan karena masalah keterbatasan data realisasi yang diperoleh. Berdasarkan data APBD 2009 baik Provinsi Jateng maupun 35 Kab./Kota yang ada di Jawa Tengah, anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng masih mempunyai porsi terbesar dan signifikan jika dibandingkan dengan masing-masing Kab/Kota. Dari sisi pendapatan, jumlah pendapatan Pemprov Jateng adalah sebesar 16,8% dari total seluruh pendapatan pemerintah daerah di Jawa Tengah, disusul kemudian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sebesar 4,4% dari total keseluruhan pendapatan Pemda di Jateng. Sedangkan Kab./Kota yang lainnya di Jateng, mempunyai pangsa masing-masing berkisar antara 1,8% - 3,5%. Sedangkan dari sisi total belanja daerah, komposisinya hampir sama dengan pendapatan hanya besaran persentasenya yang sedikit berbeda. Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih dominan dengan pangsa sebesar 15,9%, disusul oleh Pemerintah kota Semarang sebesar 4,8% dan Kab./Kota lainnya berkisar 1,8% - 3,4%. 83

98 2.5%1.3% 1.2% 1.1% 4.4% 16.8% 2.0%1.2% 2.7% 1.9% 2.2% 2.7% 3.2% 2.2% 1.8% 2.4% 2.3% 2.4% 2.6% 1.9% 3.1% 2.3% 2.2% 3.5% 2.3% 2.2% 2.1% 2.8% 2.7% 2.6% 2.5% 2.5% 3.1% 2.4% 2.8% 2.3% 2.5%1.4% 1.3% 4.8% 15.9% 1.2% 1.4% 1.9% 2.9% 2.2% 1.8% 3.3% 2.7% 1.8% 2.2% 2.5% 2.4% 2.6% 2.3% 1.8% 3.1% 2.2% 3.4% 2.1%2.3% 2.2% 2.1% 2.9% 2.4% 2.7% 2.7% 3.0% 2.4% 2.9% 2.4% 2.4% Prov. Jawa Tengah Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora*) Kab. Boyolali Prov. Jawa Tengah Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora*) Kab. Boyolali Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Brebes Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Jepara Kab. Karanganyar Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Magelang Kab. Pati Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Purbalingga Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Tegal Kab. Temanggung Kab. Wonogiri Kab. Wonosobo Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal Sumber: DJPK, Depkeu RI Grafik 4.1. ProPangsa Pendapatan APBD 2009 Sumber: DJPK, Depkeu RI Grafik 4.2. ProPangsa Belanja APBD 2009 Dalam APBD Perubahan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2009, pendapatan daerah ditargetkan sebesar Rp5,34 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding target pendapatan pada APBD 2009 sebelum perubahan yang sebesar Rp5,21 triliun. Angka tersebut terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp3,65 triliun naik dari Rp3,63 triliun pada APBD 2009 dan dana perimbangan sebesar Rp 1,68 triliun. Dalam APBD Perubahan tahun 2009, telah dianggarakan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp3,43 miliar. (Grafik 4.3 dan 4.4, lihat Boks). Pemerintah provinsi Jawa Tengah telah mengubah target belanja dalam APBD perubahan 2009 menjadi sebesar Rp5,69, meningkat dibanding sebelum perubahan yang sebesar Rp5,37 triliun. Belanja ini terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp3,52 triliun dan belanja langsung Rp2,16 triliun. (Grafik 4.5 dan 4.6). 84

99 4% 4% 0% 12% 33% 80% Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan 67% Lain-Lain PAD Yang Sah Grafik 4.3 Komposisi PAD APBD-P 2009 Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk DAU DAK Grafik 4.4 Komposisi Perimbangan APBD-P 2009 Dana Belanja Pegawai Belanja Bunga 1% Belanja Subsidi 16% 34% 33% 11% 26% Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial 13% 0% 0% 3% 63% Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota dan Desa Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota dan Desa Belanja Tidak Terduga Grafik 4.5 Komposisi Belanja Tidak Langsung APBD-P 2009 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Grafik 4.6 Komposisi Belanja Langsung APBD-P Realisasi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah total penerimaan dana yang diperoleh oleh daerah pada suatu periode waktu tertentu. Besarnya nilai pendapatan daerah merupakan ukuran besarnya kemampuan fiskal suatu daerah. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula kekuatan fiskal daerah. Untuk itu suatu daerah hendaknya dapat memaksimalkan setiap potensi penerimaan pendapatan daerahnya, sehingga dapat memberikan ruang gerak kebijakan fiskal yang lebih luas. Realisasi pendapatan pemerintah provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sejumlah Rp 5,7 triliun atau sebesar 106,74% dari anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Realisasi tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P 2009 sebesar Rp 5,2 triliun. Berdasarkan komponennya (Tabel 4.1), realisasi PAD tercatat sebesar Rp 4 triliun atau 109,48% dari target yang terdiri dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp 3,23 triliun (Realisasi 110,10%), retribusi daerah Rp 130 miliar (101,32%). Realisasi dana perimbangan tahun 2009 sebesar Rp 1,69 triliun atau 100,58%. Realisasi pendapatan tahun 2009 jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya baik dari segi jumlah maupun persentasenya. Realisasi pendapatan tahun 2008 tercatat sebesar Rp 5,26 triliun atau 102,65% dari target APBD-P

100 Peningkatan angka realisasi pendapatan terbesar pada komponen pajak daerah yang meningkat sebesar Rp 200 miliar dibandingkan tahun Hal ini menyiratkan bahwa usaha pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak relatif baik, karena sampai saat ini pajak daerah masih menjadi faktor dominan dalam menunjang penerimaan daerah. Pangsa penerimaan pendapatan dari pajak daerah mencapai 56% dari keseluruhan total pendapatan. Sementara itu, retribusi tahun 2009 jumlahnya tercatat lebih kecil dibanding tahun Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti persiapan penerapan kebijakan kelebihan muatan nol persen bagi kendaraan angkutan barang serta penyerahan pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) kepada pemerintah Kab./Kota yang sangat mempengaruhi penerimaan retribusi daerah. Komponen pendapatan daerah lainnya seperti hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan PAD lain-lain sampai saat ini masih tergolong relatif kecil kontribusinya. Sumber pendapatan lain yang signifikan nilainya adalah dana perimbangan. Realisasi penyaluran dana bagi hasil pajak, DAU dan DAK dari pemerintah pusat pada tahun 2009 sebesar 100%. TABEL 4.1 REALISASI PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN 2009 (RP JUTA) NO A 1 URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan - Lain-Lain PAD Yang Sah 2 DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Dana Khusus 3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH -Hibah -Dana Peny. dan Otonomi Khusus JUMLAH PENDAPATAN APBD 2008 APBD-P ,598, ,952, , ,658, ,939, , ,762, ,068, , ,005, ,236, , , , , , , , , , ,532, , ,053, ,682, , ,130, , ,504, , ,053, ,691, , ,130, , , , ,267, ,700, ,131, ,340, REALISASI 2009* % APBD Sumber : Biro Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah * Data sampai 31 Desember 2009, namun masih bersifat sementara Realisasi Belanja Daerah Belanja daerah merupakan salah satu instrumen fiskal daerah yang paling signifikan di samping pajak dan retribusi daerah. Besarnya belanja daerah ini mencerminkan peranan pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah. Sebagai instrumen fiskal, besarnya belanja daerah ini juga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Realisasi belanja daerah yang besar merupakan 86

101 indikasi peran fiskal daerah yang ekspansif, yang diharapkan dapat berpengaruh positif dalam peningkatan output daerah, selain investasi daerah dan ekspor daerah. TABEL 4.2 REALISASI BELANJA DAERAH APBD TAHUN 2009 (RP JUTA) NO APBD 2008 APBD-P ,672, , ,525, ,138, ,360, , ,212, , , , ,108, , , , , ,123, , , , , ,058, , , , , ,109, , , ,988, , ,123, , ,166, , ,335, , ,790, , ,018, , ,989, , ,228, , JUMLAH BELANJA 5,660, ,692, ,151, SURPLUS/DEFISIT (529,165.30) (352,219.32) 116, Sumber : Biro Keuangan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah * Data sampai 31 Desember 2009, namun masih bersifat sementara. 5,201, , B 1 2 URAIAN BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Bunga - Belanja Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota - Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota - Belanja Tidak Terduga BELANJA LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Barang dan Jasa - Belanja Modal 2008 REALISASI 2009* % APBD Realisasi total belanja daerah pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 tercatat sebesar 91,37% atau Rp 5,2 triliun. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, realisasi penyerapan belanja pemerintah provinsi kali ini juga belum dapat maksimal hingga mendekati 100%. Tingkat persentase realisasi belanja tahun 2009 relatif hampir sama dengan tahun 2008 yaitu sebesar 91%. Bila dibandingkan dengan realisasi belanja pada triwulan-triwulan sebelumnya, maka realisasi pada triwulan IV ini merupakan realisasi yang terbesar selama tahun Besarnya realisasi belanja khusus pada triwulan ini sebesar 41,9%. Fenomena penumpukan realisasi belanja anggaran pemerintah pada triwulan terakhir telah menjadi fenomena yang selalu berulang tiap tahunnya dan terjadi pada hampir seluruh pemerintah daerah. Oleh karena itu diperlukan suatu komitmen dari pemerintah untuk senantiasa membuat perencanaan kegiatan yang matang serta terjadwal dengan baik sehingga tidak terjadi keterlambatan realisasi anggaran. Selain itu, beberapa peraturan atau kebijakan yang dapat menghambat penyerapan anggaran ini juga harus sejak awal dikelola dengan baik seperti pembahasan APBD Perubahan yang hendaknya dapat dipersiapkan dan dibahas sejak awal sehingga tidak berlarut-larut pembahasannya dikemudian hari. 87

102 1. Belanja Tidak Langsung : Realisasi Belanja tidak langsung (BTL) tahun 2009 tercatat senilai Rp 3,2 triliun atau sebesar 91,10%. Angka rasio realisasi belanja tidak langsung terbesar adalah realisasi belanja bagi hasil Kab./kota yang mencapai 98,69%. Berikutnya adalah pos belanja hibah mencapai 97,33%. Realisasi bantuan kepada Kab/kota sebesar 93,24%, sejalan dengan komitmen pemerintah provinsi untuk lebih memberdayakan masyarakat desa. Realisasi pos belanja pegawai pada APBD 2009 ini justru relatif rendah yaitu 82,69%, lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2008 yang mencapai 92,16%. 2. Belanja Langsung : Realisasi Belanja Langsung tahun 2009 tercatat sebesar 91,80% atau senilai Rp1,98 triliun (tabel 4.2). Sebagaimana dalam komponen Belanja Tidak Langsung, realisasi belanja pegawai dalam belanja langsung ini juga tercatat realtif rendah yaitu sebesar 87,82%. Belanja barang dan jasa serta belanja modal mempunyai realisasi yang realtif lebih baik yaitu masing-masing sebesar 92% dan 93%. 88

103 Sistem Pembayaran adalah sistem yang berkaitan dengan kegiatan pemindahan dana dari satu pihak kepada pihak lain yang melibatkan berbagai komponen sistem pembayaran, antara lain alat pembayaran, kliring, dan settlement. Dalam prakteknya, kegiatan sistem pembayaran melibatkan berbagai lembaga yang berperan sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran maupun penyelenggara pendukung jasa sistem pembayaran seperti bank, lembaga keuangan selain bank, dan bahkan perorangan. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sehingga sebagai representasi Bank Indonesia di daerah, Kantor Bank Indonesia (KBI) Semarang mempunyai tugas menjaga dan mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di daerah Jawa Tengah. Dalam rangka mendukung kelancaran aktivitas perekonomian Jawa Tengah, KBI Semarang senantiasa mengupayakan kelancaran sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal di wilayah kerjanya. Dalam transaksi tunai, KBI Semarang berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sedangkan dalam transaksi non tunai, KBI Semarang selalu berusaha menjaga kelancaran sistem pembayaran yang efektif melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Pada triwulan IV-2009, perkembangan umum sistem pembayaran tunai di Jawa Tengah secara tahunan (yoy) mengalami net inflow. Jumlah aliran keluar (outflow) ke KBI-KBI di wilayah Jawa Tengah secara total mengalami penurunan yang cukup signifikan, sementara jumlah aliran uang masuk (inflow) mengalami peningkatan. Sementara itu, nilai dan volume transaksi pembayaran non tunai melalui Bank Indonesia, yaitu Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), untuk wilayah Jawa Tengah pada triwulan IV 2009 ini mengalami peningkatan. 89

104 5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan IV-2009 di wilayah Jawa Tengah (KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto) mengalami net inflow, yaitu jumlah aliran uang masuk ke Bank Indonesia (inflow) lebih besar dibandingkan jumlah aliran uang yang keluar ke masyarakat (outflow). Pada triwulan IV-2009, inflow yang terjadi di KBI wilayah Jawa Tengah meningkat sebesar 83,04% dibandingkan periode triwulan yang lalu (qtq) menjadi Rp6,87 triliun, sedangkan apabila dibandingkan posisi yang sama tahun lalu (yoy) mengalami penurunan sebesar 9,22%. Peningkatan inflow secara triwulanan yang cukup besar adalah fenomena yang biasa terjadi pasca hari raya keagamaan (Idul Fitri), dimana pada tahun 2009 hari raya keagamaan jatuh pada triwulan III Sementara itu, outflow yang terjadi pada KBI di wilayah Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar Rp776 miliar, mengalami penurunan cukup signifikan, sebesar 78,70% dibandingkan jumlah outflow pada triwulan III2009. Selain itu, posisi outflow pada triwulan ini mengalami penurunan sebesar 65,93% (yoy) bila dibandingkan dengan outflow pada triwulan IV Nilai inflow yang lebih besar dibandingkan outflow menyebabkan terjadi net inflow sebesar Rp6,09 triliun atau secara tahunan meningkat sebesar 15,17% (yoy) dibandingkan triwulan IV Pada triwulan IV-2009, seluruh KBI di wilayah Jawa Tengah (KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto) mengalami net inflow masing-masing sebesar Rp3,79 triliun, Rp1,39 triliun, dan Rp906 miliar. Hal ini diindikasikan adanya siklus kembalinya uang yang beredar di masyarakat, setelah pada triwulan sebelumnya permintaan terhadap uang cetak baru dan uang pecahan kecil di masyarakat meningkat tajam bertepatan dengan datangnya bulan puasa dan hari raya keagamaan, dan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pegawai. Triliun Rp INFLOW OUTFLOW NET INFLOW (2.00) (4.00) IV 2007 I II III 2008 IV I II III IV 2009 Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah 90

105 Penyediaan Uang Kartal Layak Edar / Penyediaan Tanda Tidak Berharga (PTTB) Uang Kartal Dalam melaksanakan strategi clean money policy, BI melaksanakan kegiatan pemusnahan uang terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dan menggantinya dengan uang baru. Proses pemusnahan tersebut dilakukan melalui suatu prosedur dan pengawasan pelaksanaan pemusnahan uang yang ketat dan menetapkan tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Jumlah uang tidak layak edar di Jawa Tengah yang dimusnahkan pada triwulan IV 2009 ini tercatat sebesar Rp3,46 triliun, mengalami peningkatan sebesar 39,96% (yoy) dibandingkan jumlah PTTB pada triwulan IV-2008 yang sebesar Rp2,47 triliun. Sementara itu apabila dibandingkan dengan PTTB pada triwulan sebelumnya terjadi peningkatan sebesar 100,81% (qtq). Budaya dan perilaku masyarakat yang kurang baik dalam memperlakukan uang kertas seperti melipat, men-staples, meremas dan mencoret-coret akan mempercepat kelusuhan uang kertas. Selain itu, karena faktor iklim tropis yang lembab juga akan mempercepat tingkat kelusuhan uang kertas. PTTB Triliun R p IV 2007 I II III IV 2008 I II III IV 2009 Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Jawa Tengah Sementara itu, rasio PTTB terhadap cash inflow di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 tercatat sebesar 50,40%, mengalami penurunan dibandingkan rasio pada triwulan III-2009 yang sebesar 80,37%. Penurunan rasio pemusnahan uang rupiah terhadap inflow tersebut diduga karena uang yang masuk ke Bank Indonesia masih bisa dikategorikan uang layak edar. 91

106 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 7.00 T r i li u n R p IV I II 2007 III IV I II 2008 III P e r s e n (% ) 8.00 IV 2009 INFLOW PTTB rasio Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto Grafik 5.3. Rasio Cash Inflow Terhadap PTTB Jawa Tengah Uang Palsu Pada keseluruhan tahun 2009, jumlah uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke KBI di Jawa Tengah (KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto) adalah sebanyak lembar. Nominal pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan adalah pecahan Rp ,00 dengan porsi sebesar 41,10% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan, diikuti oleh pecahan Rp50.000,00 dengan porsi 36,71% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan. Dari rata-rata per bulan temuan uang palsu di Jawa Tengah, terdapat trend penurunan jumlah uang palsu yang ditemukan pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun Pada tahun 2009, jumlah uang palsu yang ditemukan turun sebesar 11,61%. Upaya Bank Indonesia untuk terus menggalakkan publikasi dan sosialisasi terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada masyarakat, serta terus melakukan koordinasi dan langkah pencegahan antara lain dengan membentuk satgas dengan pihak kepolisian, diharapkan dapat berangsur-angsur mengurangi maraknya peredaran uang palsu di masyarakat Ribu Ribu Ribu Ribu 5 Ribu Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto Grafik 5.4. Jumlah Temuan Uang Palsu di Jawa Tengah (Lembar) 92

107 5.2. Transaksi Keuangan secara Non Tunai Transaksi Kliring Kebutuhan masyarakat akan kecepatan, kehandalan, dan keamanan dalam bertransaksi semakin meningkat seiring dengan globalisasi perekonomian. Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran menyadari sepenuhnya keperluan masyarakat dan merupakan tujuan Bank Indonesia untuk memperlancar kegiatan sistem pembayaran di Indonesia. Salah satu mekanisme dalam sistem pembayaran adalah kliring, yaitu pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring, dan perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Pada triwulan IV 2009, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah Jawa Tengah melalui KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto secara triwulanan mengalami peningkatan baik secara volume maupun secara nominal, kecuali KBI Tegal yang mengalami penurunan nominal dan volume transaksi kliring. Transaksi kliring di Jawa Tengah secara nominal mengalami peningkatan sebesar 7,09% dibandingkan triwulan III-2009 yaitu dari Rp20,42 triliun menjadi Rp21,87 triliun. Secara volume, transaksi kliring meningkat sebesar 3,92% (qtq). Peningkatan transaksi kliring secara triwulanan ini diduga karena banyaknya aktivitas ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 2009, misalnya tingginya realisasi anggaran dan pembayaran proyek yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Bila dilihat secara tahunan, transaksi kliring Jawa Tengah juga mengalami peningkatan baik secara nominal maupun volume masing-masing sebesar 16,48 % dan 5,22%. Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Tengah Wilayah Jawa Tengah Nominal (Triliun Rp) Volume Semarang Nominal (Triliun Rp) Volume Solo Nominal (Triliun Rp) Volume Purwokerto Nominal (Triliun Rp) Volume Tegal Nominal (Triliun Rp) Volume 2008 TW IV 2009 TW I TW II TW III TW IV Pertumbuhan qtq yoy , , , , , % 3.92% 16.48% 5.22% , , , , , % 4.82% 23.29% 4.39% , , , , , % 1.09% 3.50% 0.58% , , , , , % 32.11% 3.89% 4.05% , , , , % % 32, % 86.43% Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto dan website BI 93

108 Transaksi RTGS Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. Penerapan Sistem BI-RTGS di Indonesia dimulai sejak tanggal 17 November Kehadiran sistem BI-RTGS di Indonesia sebagai sarana settlement (penyelesaian akhir transaksi pembayaran) sangat penting mengingat transaksi pembayaran perbankan bernilai besar merupakan mayoritas dari total transaksi pembayaran di Indonesia. Pada triwulan IV-2009, transaksi non tunai melalui BI-RTGS secara tahunan mengalami peningkatan, namun secara triwulanan nilai transaksinya menurun. Ratarata volume transaksi RTGS per bulan meningkat tajam sebesar 250,27% (qtq) dari rata-rata per bulan pada triwulan III-2009, yaitu dari sebanyak transaksi menjadi transaksi pada triwulan IV Sementara itu, nominal transaksi secara triwulanan menurun sebesar 32,54% (qtq) dari Rp45,32 triliun menjadi Rp30,57 triliun. Secara tahunan, total nominal dan volume transaksi RTGS pada triwulan IV 2009 meningkat masing-masing sebesar 37,77% (yoy) dan 0,64% (yoy). Nilai Des'09 Okt'09 Nov '09 S ept'09 Jul'09 A ug'09 Juni'09 Mei'09 A pril'09 Mar'09 Jan'09 Feb'09 Des'08 Okt'08 Miliar Rp 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Nov '08 Warkat 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Volume Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi RTGS Jawa Tengah 94

109 6.1 Ketenagakerjaan Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 menunjukkan adanya penurunan yang tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia Semarang pada triwulan IV Saldo Bersih Tertimbang (SBT) realisasi penggunaan tenaga kerja pada triwulan IV-2009 sebesar -4,23 mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan triwulan III-2009 sebesar 6,43 (Grafik 6.1). 10 REALISASI TENAGA KERJA SELURUH SEKTOR 8 6 SBT Tw. I -2 Tw. II Tw. III 2008 Tw. IV Tw. I Tw. II Tw.III Tw. IV Sumber : SKDU KBI Semarang Grafik 6.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah Berdasarkan tiga sektor ekonomi utama di Jawa Tengah, penurunan realisasi penggunaan tenaga kerja tersebut dikarenakan sektor pertanian belum memasuki masa panen sehingga mempengaruhi tingkat realisasi penggunaan tenaga kerja. Dimana nilai SBT realisasi penggunaan tenaga kerja sektor pertanian turun dari 1,72 pada triwulan III-2009 menjadi -3,89 pada triwulan IV Membaiknya kondisi pasca krisis, berpengaruh positif bagi sektor industri pengolahan yang terlihat dari peningkatan nilai SBT realisasi penggunaan tenaga kerja sektor industri pengolahan dari 2,33 pada triwulan III-2009 menjadi 3,22 pada triwulan IV sedangkan untuk sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) pada triwulan IV-2009 relatif stabil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.(grafik 6.2). 95

110 4 3 2 SBT 1 0 Tw. I -1 Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw.III Tw. IV PERTANIAN -5 INDUSTRI PENGOLAHAN PHR Sumber : SKDU KBI Semarang Grafik 6.2. Penggunaan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Utama Jawa Tengah Peningkatan realisasi tenaga kerja di sektor industri pengolahan juga diperkuat olah hasil liaison yang dilakukan oleh KBI Semarang. Subsektor Barang Lainnya mengalami penambahan tenaga kerja yang cukup signifikan sebanyak orang atau meningkat 95% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terkait dengan peningkatan target produksi dan investasi untuk pengembangan infrastruktur. Terkait dengan investasi, sebagian besar contact liaison KBI Semarang melakukan investasi yang ditujukan untuk penjualan di masa mendatang dan menunjang produktivitas operasional. Penggunaan tenaga kerja dari hasil SKDU yang dilakukan oleh KBI Semarang tersebut sejalan dengan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS. Hasil survei tersebut menunjukkan tingkat penyerapan tenaga kerja sektoral tertinggi masih berada pada sektor Pertanian (37,04%) kemudian disusul oleh sektor PHR (21,86%) dan sektor Industri Pengolahan (16,78%). Keuangan & Jasa Perusahaan 0,98% Angkutan dan Jasa Kemasyarakatan 11,60% Pertanian 37,04% Pergudangan 4,30% Perdagangan 21,86% Bangunan 6,49% Sumber : Sakernas BPS Listrik, Gas & Air 0,18% Pertambangan 0,77% Industri 16,78% Grafik 6.3. Penggunaan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Utama Jawa Tengah Triwulan IV

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III Tahun 2009 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, untuk menganalisis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Ka jia n Ek o n o m i Re gio n a l Pro v in s i Ja w a Te n ga h Triw u la n II Ta h u n 2 0 0 9 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re gio n a l Pro v in si Ja w a Te n ga h d ip u b lik a sik a n se c a ra

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KER Jawa Tengah TW II Kantor Bank Indonesia Semarang

KER Jawa Tengah TW II Kantor Bank Indonesia Semarang KER Jawa Tengah TW II-21 Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (24) 831246, Fax. (24) 8417791 http://www.bi.go.id Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (24) 831246, Fax. (24) 8417791 http://www.bi.go.id Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Halaman Ini sengaja dikosongkan

Halaman Ini sengaja dikosongkan Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n I Ta h u n 2 0 0 9 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c a

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2009 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

(This page is intentionally blank)

(This page is intentionally blank) Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n IV Ta h u n 2 0 0 8 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan III-21 Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (24) 831246, Fax. (24) 8417791 http://www.bi.go.id Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2011 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Triwulan II-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV 21 Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

KANTOR BANK INDONESIA SOLO

KANTOR BANK INDONESIA SOLO KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH EKS KARESIDENAN SURAKARTA Semester II Tahun 29 Buku Kajian Ekonomi Regional Eks Karesidenan Surakarta di publikasikan secara semesteran oleh Kantor Bank Indonesia Solo untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR (M2) dan Faktor yang Mempengar aruhi wa ember Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 ( dalam arti luas) pada ember mengalami peningkatan. Posisi M2 pada ember tercatat sebesar Rp4.076,3 T, atau tumbuh

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2009 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2009 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Lampung Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74

6.1. Kinerja Sistem Pembayaran Transaksi Keuangan Secara Tunai Transaksi Keuangan Secara Non Tunai... 74 i ii ii 1.1. Analisis PDRB Dari Sisi Penawaran... 3 1.1.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 4 1.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 6 1.1.3. Sektor Industri Pengolahan... 8 1.1.4. Sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci