Jurnal Tugas Akhir STUDI EKSPERIMEN REFLEKSI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE MOORING. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jurnal Tugas Akhir STUDI EKSPERIMEN REFLEKSI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE MOORING. Abstract"

Transkripsi

1 Jurnal Tugas Akhir STUDI EKSPERIMEN REFLEKSI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE MOORING Septhian Dwi Saputra (1),Sujantoko (2) dan Haryo Dwito Arono (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan Abstract Pada zaan sekarang ini Floating Breakwater telah banyak dikebangkan di Negara Negara aju. Hal inilah yang endasari terbuatnya Floating Breakwater terbaru. Floating Breakwater terbaru kali ini epunyai papan penghalang di depannya untuk enghalau gelobang dan bentuknya yang seperti tangga sebagai pereda gelobang. Julah Floating apu dipasang sesuai kondisi ala sekitar dan udah dala hal peasangannya. Karena floating breakwater ini erupakan floating baru aka perlu dilakukan suatu pengujian di laboratoriu dengan suatu peodelan. Model enggunakan skala 1 :10 dan pengujian dilakukan di Laboratory of Environental and Energy, Departent of Ocean Engineering ITS untuk diketahui berapa koefisien refleksi yang terjadi serta berapa julah yang efisien untuk ereduksi gelobang. Pengujian dilakukan dengan enggunakan gelobang irregular dan variasi lebar odel 12 c sapai 34 c. Dari hasil pengujian enunjukkan seakin banyak row yang dipasang seakin banyak gelobang yang tereduksi. Keywords: floating breakwater, koefisien refleksi, uj fisik, odel fisik, ooring. 1.Pendahuluan Keuntungan yang luar biasa sebagai salah satu jalur pelayaran dunia ebuat setiap kota yang eiliki jalur perlintasan pelayaran untuk ebuat suatu pelabuhan. Banyak bangunan pelabuhan yang dibuat oleh anusia untuk berbagai keperluan. Bangunan tersebut berhubungan langsung dengan lautan bebas, diana setiap saat endapat kirian gelobang datang yang bervariasi tinggi aupun periodenya. Untuk itu aka diperlukan suatu struktur yang dapat elindungi kawasan pelabuhan dari gelobang datang tersebut sehingga tidak engganggu aktivitas di pebuhan. Jenis struktur yang telah banyak dibangun untuk ereda energi gelobang salah satunya adalah struktur breakwater (peecah gelobang). Breakwater berfungsi untuk engurangi intensitas aksi gelobang di 1

2 perairan pantai sehingga dapat digunakan untuk engurangi erosi pantai. Breakwater dibangun agak jauh dari pantai atau dibangun dengan salah satu ujung terhubung ke pantai. Struktur ini dapat eastikan ereda gelobang lebih baik dan dengan biaya yang relatif lebih rendah. Breakwater ukuran kecil, ditepatkan eter lepas pantai di air yang relatif dangkal, yang dirancang untuk elindungi pantai landai. Breakwater dapat berupa fixed atau floating tergantung pada kedalaan air noral dan kisaran pasang surut. Konstruksi Breakwater biasanya sejajar atau tegak lurus pantai untuk epertahankan kondisi ketenangan di pelabuhan. Sebagian besar konstruksi breakwater tergantung pada pendekatan gelobang dan epertibangkan beberapa paraeter lingkungan lainnya. Breakwater yang pada uunya eiliki aterial penyusun concrete/rock atau stone enjadi tidak efektif jika diaplikasikan untuk kedalaan yang besar, karena epengaruhi tingkat kesulitan kerja dan seakin banyaknya aterial yang dibutuhkan sehingga biaya yang dikeluarkan juga enjadi besar. Struktur floating sering digunakan dala rekayasa laut dala dua dekade ini. Keuntungan dari adanya bangunan terapung antara lain tidak enabah assa benda yang endesak assa air sehingga tidak enibulkan efek kenaikan uka air laut. Keuntungan berikutnya adalah tidak enibulkan scouring pada pondasi pilar jebatan. Pilar jebatan konvensional uunya engalai asalah scouring atau gerusan yang dapat ebahayakan pondasi struktur. Floating breakwater juga eiliki fleksibilitas untuk dikebangkan (flexibility of future extensions), obilitas, dan udah untuk dipindah-pindahkan. Sehingga struktur ini udah digunakan dan dipindahkan di berbagai lokasi. Selain itu floating breakwater eiliki efisiensi yang tinggi untuk ereda gelobang, struktur yang iple, urah, dan ukuran panjangnya yang efisien. Keuntungan dari penggunaan floating structure enurut Watanabe (2004) adalah sebagai berikut. 1. Efisiensi konstruksi karena tidak perlu pebuatan dan pengerjaan desain pondasi. 2. Raah lingkungan karena tidak erusak dan tidak enabah volue benda yang bersifat assive structure. 3. Mudah dan cepat dala pengerjaan karena proses pengerjaan dengan etode perakitan (assebling ethod). 2

3 4. Tahan terhadap gepa karena secara struktur tidak tertana di tanah atau tidak berbasis pondasi naun engapung dan hanya di ikat dengan anchor. 5. Konstruksi apung tidak engalai proses konsolidasi aupun setleen. 2. Dasar Teori Gelobang Paraeter penting untuk enjelaskan gelobang air adalah panjang gelobang, tinggi gelobang, dan kedalaan air. Paraeter-paraeter yang lain seperti kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dari ketiga paraeter pokok di atas (Pratikto, Arono, dan Suntoyo, 1996). Panjang gelobang (L) adalah jarak horizontal antara kedua puncak atau titik tertinggi gelobang yang berurutan, atau bisa dikatakan sebagai jarak antara dua lebah gelobang. Periode Gelobang (T) adalah waktu yang dibutuhkan oleh dua puncak/lebah gelobang yang berurutan elewati titik tertentu. Kecepatan rabat gelobang (Celerity) (C) erupakan perbandingan antara panjang gelobang dan periode gelobang (L/T). Ketika gelobang air enjalar dengan kecepatan C, partikel air tidak turut bergerak ke arah perabtan gelobang. 6. Cocok untuk pebuatan konstruksi yang engedepankan estetika odel atau bentuk dibandingkan etode konvensional yang uunya kaku. Aplitudo (a) adalah jarak antara puncak/titik tertinggi gelobang atau lebah/tiitk terendah gelobang dengan uka air tenang (H/2) (Pratikto, Arono, dan Suntoyo, 1996). untuk enghitung panjang gelobang dangkal (L) dari panjang gelobang laut dala (Lo) dan periode gelobang (T), dapat digunakan pendekatan dengan ruus berikut (Nielsen, 1984) : 2 gt Lo (2.1) 2π 2 h h 1 h 11 h 2π 2π 1+ 2π + 2π L Lo 6 Lo 360 Lo dengan : (2.2) g percepatan gravitasi (/s 2 ) h kedalaan air () Gelobang Acak (Irreguler Wave) Meskipun analisa gelobang sederhana sudah ada, akan tetapi tidak secara akurat enggabarkan variabilitas gelobang laut. Jika elihat perukaan 3

4 laut, kita tidak pernah elihat perkebangan konstan dari gelobang identik. Sebaliknya, perukaan laut terdiri dari berbagai gelobang tinggi dan periode yang bergerak dala arah yang berbeda. Ketika angin bertiup dan gelobang tibul sebagai respon, laut cenderung tak beraturan, berbagai tinggi dan periode yang diaati. Swell eang terlihat lebih teratur, tetapi juga secara fundaental tidak teratur di ala, dengan beberapa variabilitas pada tinggi dan periodenya. Pada kenyataannya, gelobang yang sangat teratur hanya bisa dihasilkan di laboratoriu, tetapi jarang terjadi di ala. Begitu kita eakai dasar variabilitas dari perukaan laut, aka perlu eperoleh karakteristik perukaan laut secara statistik. Perukaan laut sering erupakan kobinasi dari banyak koponen gelobang. Koponenkoponen individual yang dihasilkan oleh angin di berbagai daerah di laut dan telah disebarkan ke berbagai titik, ebentuk gelobang kopleks. Jika alat untuk engukur elevasi gelobang (η), sebagai fungsi waktu di letakkan di laut, aka rekaan yang dihasilkan seperti pada gabar 2.5. Gabaran kondisi laut tersebut dapat dilihat sebagai suatu superposisi dari banyak gelobang sinusoidal yang erabat ke arah yang berlainan. Sebagai contoh berdasarkan pada gabar 2.6 ( dua gelobang sinus dan penjulahannya) erupakan superposisi dari gelobang sinusoidal yang engijinkan penggunaan analisa Fourier dan teknik spektru dala enggabarkan kondisi laut. Akan tetapi, karena tingkat ketidakteraturan (rando) di laut sangat tinggi, aka etode statistik harus digunakan dal perhitungan (Dean dan Dalryple, 1984). Perukaan gelobang yang tereka akan lebih tidak teratur dan acak eskipun gelobang individu dapat diidentifikasi, ada variasi yang signifikan dala tinggi dan periode dari gelobang ke gelobang. Akibatnya, definisi karakteristik gelobang, tinggi, periode, dan lainnya harus secara statistik atau probabilistik, yang enunjukkan kondisi gelobang. Dengan enganalisis waktu pengukuran seri waktu (tie-series) pada keadaan laut alai, beberapa perkiraan statistik dari paraeter sederhana dapat dihasilkan. Yang paling penting dari paraeter ini adalah tinggi gelobang signifikan, Hs. Hs (H 1/3 ) adalah rata-rata dari yang terbesar 1/3 (33%) dari gelobang direka selaa periode sapling. Mengukur secara statistik ini dirancang agar sesuai dengan perkiraan gelobang tinggi yang dibuat oleh pengaat berpengalaan. (Pengaat tidak eperhatikan seua gelobang kecil yang lewat, elainkan ereka hanya fokus 4

5 pada puncak yang lebih besar dan lebih Gabar 2.5. Bentuk gelobang yang tereka (Dean dan Dalryple, 1984). enonjol). digunakan persaaan sebagai berikut (Goda, 1985) : S 4 ( ) 5 ( f ) H T ( T f ) exp 1. ( T f ) 1/ 3 s s 03 s dengan : f frekuensi gelobang (Hz) H 1/3 (2.3) tinggi gelobang signifikan () T s periode gelobang sinifikan (T p 1.05T s detik ) Dengan deikian gelobang di laut dapat dinyatakan enurut distribusi energi terhadap frekuensi gelobang, panjang gelobang, dan periode gelobang. Distribusi energi gelobang enurut frekuesinya disebut spektru gelobang. Gabar 2.6. Gelobang acak erupakan superposisi gelobang reguler dala julah (Pierson, et al, 1953) Jika dala perancangan diketahui tinggi gelobang signifikan (Hs) dan periode puncak (Tp), aka untuk ebuat plot spektru gelobangnya dapat Teori Spektru Gelobang JONSWAP Spektru gelobang erupakan distribusi dari suatu energi gelobang sebagai fungsi dari frekuensi yang enerangkan julah total energi yang terpindahkan (transitted) dari suatu daerah gelobang yang diberikan. Uunya dapat diruuskan sebagai berikut : S 0 ( ω) R( τ ) dengan : ω 4 cos2πωτd τ frekuensi geobang (rad/dtk) R(ι) fungsi autocorrelation perukaan air dengan seri waktu Ι diantara sapel R data waktu yang paling akhir ( τ ) E[ x( t) x( t + τ )] (2.4) (2.5) 5

6 spektru gelobang sangat dipengaruhi oleh gelobang bangkitan angin dan karakteristik statistic/spasial spektru. Spektru paraeter tunggal yang paling Refleksi Gelobang sering digunakan adalah odel Pierson- Moskowitz yang berdasarkan pada tinggi gelobang signifikan atau kecepatan angin. Gabar 2.9. Skea terjadinya refleksi gelobang. Jika suatu gelobang engenai benda yang enghalangi laju gelobang tersebut, aka gelobang tersebut engalai refleksi dan transisi. Deikian halnya yang terjadi pada gelobang yang engenai suatu struktur pelindung pantai. Refleksi gelobang secara sederhana bisa diartikan sebagai seberapa besar gelobang terpantulkan oleh struktur pelindung bila dibandingkan dengan besar nilai gelobang datang. Sehingga, bila dibahasakan dalaa ruus ateatis, koefisien refleksi enjadi : Cr (Hi) / (Hr) (2.6) Dengan Hr adalah tinggi gelobang setelah engenai struktur yang lalu terpantulkan kebali (terrefleksikan) dan Hi adalah tinggi gelobang sebelu engenai struktur. Refleksi gelobang pada floating breakwater erupakan sebuah fungsi yang terdiri berbagai paraeter dan suku sebagai sebuah fungsi paraeter gelobang dan struktur (PIANC, 1994) : Pada uji coba di wave flue, hal yang patut jadi perhatian untuk selanjutnya enjadi acuan adalah karakteristik gelobang yang terjadi dan koefisien refleksi yang terjadi akibat adanya struktur. Goda dan Suzuki eneukan etode yang enggunakan teknik perubahan Fourier. Persaaan yang bisa enggabarkan kejadian refleksi gelobang yang terjadi di 6

7 wave flue saat struktur sudah terpasang adalah η i ɑ i cos(kx - ωt + ε i ) (2.7) ɑ i (2.17) η r ɑ r cos(kx - ωt + ε r ) (2.8) ɑ r (2.18) dengan akhiran I dan R engatakan Incident dan Reflected. Subu positif X diabil dari arah datang gelobang yang enuju struktur. Bila diasusikan profil gelobang tereka di 2 tepat, yaitu di χ 1 χ dan χ 2 χ 1 + L aka : dengan : K 1 A 2 - A 1 cos k L - B1 sin k L (2.19) K 2 B 2 + A 1 sin k L - B1 cos k L (2.20) K 3 A 2 - A 1 cos k L + B1 sin k L (2.21) K 4 B 2 - A 1 sin k L - B1 cos k L (2.22) η 1 (η i + η r ) xx1 A 1 cos(ωt) + B 1 sin(ωt) (2.9) η 2 (η i + η r ) xx2 A 2 cos(ωt) + B 2 sin(ωt) (2.10) dengan : A 1 ɑ i cos φ i + ɑ r cos φ r (2.11) B 1 ɑ i sin φ i + ɑ r sin φ r (2.12) A 2 ɑ i cos(k L + φ i ) + ɑ r cos(k L + φ r ) (2. 13) B 2 ɑ i sin(k L + φ i ) + ɑ r sin(k L + φ r ) (2.14) φ i k x 1 + ε I (2.15) φ r k x 1 + ε r (2.16) Karena ɑ i, ɑ r, φ i dan φ r tidak diketahui, aka dengan engeliinasi keepat variable tersebut bisa didapat Peodelan Fisik Dasar dari seua peodelan fisik adalah odel dibuat agar bisa berperilaku hapir saa dengan prototype-nya sehingga odel fisik dapat digunakan untuk eprediksi prototype pada keadaan sebenarnya dibawah kondisi yang ditentukan. Meskipun terdapat keungkinan hasil dari peodelan fisik tidak ewakili perilaku prototype karena efek dari skala dan faktor laboratoriu. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa aturan untuk elakukan peodelan fisik adalah einialisir efek penyekalaan dengan engerti dan enggunakan prinsip kesaaan sebaik ungkin dan einialisir efek laboratoriu dengan engoperasikan odel dengan cerat dan 7

8 berhati-hati. Keserupaan antara protoptype dengan odel fisik dapat diperoleh jika seua faktor yang epengaruhi reaksi, berada pada porsi yang sesuai antara kondisi sebenarnya dengan odel. Untuk odel pant, tiga kondisi uu dibawah ini harus dipenuhi untuk eperoleh kesaaan odel (odel siilitude) (Hughes, Cohen, dan Acuff, 2008) : 1) Keserupaan Geoetrik Serupa geoetrik dipenuhi apabila rasio seua diensi linier dari odel dan prototipe saa. Hubungan ini hanya enunjukkan keserupaan dala bentuk tidak dala hal gerak (otion) (Warnock 1950). Skala panjang odel dapat diruuskan sebagai berikut : l l p b b p d d p h h dengan: l panjang odel () l p panjang prototipe () b lebar odel () b p lebar prototipe () d tinggi odel () d p tinggi prototipe () h kedalaan air pada odel () p (2.23) h p kedalaan air pada prototipe () 2) Keserupaan Kineatik Serupa kineatik engindikasikan kesaaan gerak partikel antara odel dengan protoptipe. Serupa kineatik dipenuhi apabila rasio antara koponen seua gerak vektor dari odel dan prototype saa untuk seua partikel dan waktu (Hudson et al, 1979). Berdasarkan keserupaan kineatik, nilai-nilai skala antara odel dan prototype dapat diruuskan sebagai berikut: Skala Waktu : t t p 1 t t 2 t t 1 p2 p3 Skala Kecepatan : v v p 1 v v p 2 v v 1 2 p3 Skala Percepatan : f f p 1 f f p2 p3 f f 3 3 (2.24) (2.25) (2.26) 8

9 3. Peodelan Dan Pengujian 3.1 Persiapan Pengujian a) Skala Panjang Untuk endapatkan odel yang eiliki keserupaan geoetrik, aka penyekalaan prototipe harus sebaik ungkin dilakukan agar odel benar-benar eiliki rasio seua diensi linier yang saa. Diensi linier yang diaksud adalah panjang, lebar, tinggi, dan kedalaan air. 2.31) : Dari rasio perbandingan (pers Sehingga, diperoleh skala panjang 1: (3.1) Tabel 3.2. Skala prototipe dari odel Diensi Tinggi Gelobang (H) Water Depth (D) 3.2 Desain Pengujian Model Desain pengujian sangat perlu dilakukan agar saat pengujian odel di laboratoriu peneliti telah terlebih dahulu engetahui gabaran yang harus dilakukan sehingga percobaan dapat dilakukan dengan sebaik ungkin untuk endapatkan hasil yang diinginkan. Prototype Model Skala (c) (c) 35 1: : : :10 80 berikut erupakan hasil penyekalaan dari data percobaan untuk endapatkan ukuran sebenarnya. Tabel 3.1. Skala odel dari prototipe Diensi Prototype Model Skala (c) (c) Panjang 100 1:10 10 Lebar 100 1:10 10 Tinggi 150 1:10 15 Gabar 3.1. Floating dengan kobinasi sudut 9

10 Tabel 3.3 Data pengujian odel di wave flue dengan gelobang irregular Gabar 3.2. Floating dengan kobinasi susunan row Gabar 3.3. Floating didala wave flue tank 3.3 Kalibrasi Wave Probe Untuk endapatkan suatu peodelan fisik yang baik atau sesuai dengan kondisi prototipenya, aka perlu dilakukan kalibrasi untuk einialisir efek error pada saat pengujian odel di laboratoriu. Karena fungsi dari wave probe sangat epengarui hasil dari pengujian ini, yakni encatat fluktuasi gelobang di depan dan di belakang odel, aka proses kalibrasi terhadap wave probe harus dilakukan. Proses kalibrasi wave probe dilakukan dengan cara encatat posisi zero point dari wave probe dan keudian ereka kalibrasinya dengan enaikkan dan enurunkan wave prove dari posisi zero point. Setelah proses pencatatan kalibrasi selesai, aka wave probe harus dikebalikan pada posisi awal atau zero point position. Kalibrasi ini dilakukan untuk encari hubungan antara perubahan elektrode yang tercelup dala air dengan perubahan voltase yang tercatat dala dala recorder. 10

11 4. Hasil dan Pebahasan 4.1 Analisa Data Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan hasil dari koefisisen refleksinya. Karena jenis gelobang yang digunakan adalah gelobang irregular aka tinggi gelobang dan periode gelobang yang diinputkan (tabel 3.3) pada pebangkit gelobang (wave flue tank) hasilnya tidak akan saa. Setelah didapatkan hasil dari wave flue tank, aka paraeter tinggi gelobang datang dan terrefleksi serta periode gelobang rata-rata dapat diperoleh nilai koefisien refleksinya dengan enggunakan persaaan yang datang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil Dari Model A Untuk Sudut 45 o Tabel 4.2 Hasil Dari Model A Untuk Sudut 90 o 4.2 Analisa Hasil Pengujian Setelah didapatkan data dari wave flue tank aka dilakukan pengolahan data yang terlebih dulu dilakukan dengan kalibrasi. Data output kalibrasi keudian diolah dengan progra atlab yang keudian didapatkan nilai dari koefisien refleksinya. Tabel 4.3 Hasil Dari Model A Untuk Sudut 60 o Konfigurasi Kr Untuk Model A Untuk odel A dilakukan 3 variasi sudut ooring yang dianalisa yaitu 45 o, 90 o serta Dari ketiga sudut itu bisa kita bandingkan odel ana yang epunyai efektifitas dala eantulkan gelobang 11

12 Dari tabel 4.1 bisa kita lihat bahwa untuk sudut 45 0 nilai Kr terkecil adalah dan nilai Kr terbesar adalah Selain itu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil (berbanding terbalik) tapi untuk H/gt 2 nilainya seakin tinggi (berbanding lurus). Seentara untuk sudut 90 0 dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa untuk sudut 90 0 epunyai nilai Kr terkecil dan nilai Kr terbesar ialah Saa halnya sudut 45 0, hubungan nilai Kr dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Seentara untuk hubungan H/gt 2 dengan Kr eiliki hubungan berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt 2 juga seakin tinggi. Hal yang saa juga berlaku untuk sudut 60 0 yang bisa kita lihat pada tabel 4.3. Dari tabel 4.3 bisa kita lihat bahwa hubungan nilai Kr dengan H/gt 2 berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt 2 juga seakin tinggi dan untuk hubungan dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Nilai Kr terkecil untuk sudut 60 0 adalah dan untuk nilai terbesarnya adalah Gabar 4.1. Hubungan antara Hs dan Kr Pada Model A Dari gabar 4.1 diatas dapat terlihat bahwa pada odel A hubungan nilai Kr dengan Hs berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Hs aka nilai Kr akin rendah. Sedangkan hubungan nilai Kr dengan Tav saa halnya dengan hubungan nilai Kr dengan Hs yaitu berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Tav aka nilai Kr akin rendah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gabar

13 Gabar 4.2. Hubungan antara Tav dan Kr Pada Model A Konfigurasi Kr Untuk Model B Untuk odel B juga dilakukan 3 variasi sudut ooring yang dianalisa yaitu 45 o, 90 o serta Dari ketiga sudut itu bisa kita bandingkan odel ana yang epunyai efektifitas dala eantulkan gelobang yang datang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 4.4. Hasil Dari Model B Untuk Sudut 45 0 Sedangkan untuk hubungan nilai Kr dengan H/gt 2 berbeda dengan hubungan nilai Kr dengan Hs aupun hubungan nilai Kr dan Tav. Hubungan nilai Kr dengan H/gt 2 berbanding lurus yaitu akin tinggi nilai H/gt 2 aka nilai Kr juga ikut tinggi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gabar 4.3. Tabel 4.5. Hasil Dari Model B Untuk Sudut 90 0 Gabar 4.3. Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Model A 13

14 Tabel 4.6. Hasil Dari Model B Untuk Sudut 60 0 bahwa hubungan nilai Kr dengan H/gt 2 berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt 2 juga seakin tinggi dan untuk hubungan dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Nilai Kr terkecil untuk sudut 60 0 adalah dan untuk nilai terbesarnya adalah Untuk tabel 4.4 bisa kita lihat bahwa untuk sudut 45 0 nilai Kr terkecil adalah dan nilai Kr terbesar adalah Selain itu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil (berbanding terbalik) tapi untuk H/gt 2 nilainya seakin tinggi (berbanding lurus). Seentara untuk sudut 90 0 dari tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa untuk sudut 90 0 epunyai nilai Kr terkecil dan nilai Kr terbesar ialah Saa halnya sudut 45 0, hubungan nilai Kr dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Seentara untuk hubungan H/gt 2 dengan Kr eiliki hubungan berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt 2 juga seakin tinggi. Hal yang saa juga berlaku untuk sudut 60 0 yang bisa kita lihat pada tabel 4.6. Dari tabel 4.6 bisa kita lihat Gabar 4.4. Hubungan antara Hs dan Kr Pada Model B Dari gabar 4.4 diatas dapat terlihat bahwa pada odel B hubungan nilai Kr dengan Hs berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Hs aka nilai Kr akin rendah. Sedangkan hubungan nilai Kr dengan Tav saa halnya dengan hubungan nilai Kr dengan Hs yaitu berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Tav aka nilai Kr akin rendah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gabar

15 Konfigurasi Kr Untuk Model C Untuk odel C juga dilakukan 3 variasi sudut ooring yang dianalisa yaitu 45 o, 90 o serta Dari ketiga sudut itu bisa kita bandingkan odel ana yang epunyai efektifitas dala eantulkan gelobang yang datang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari tabel dibawah ini. Gabar 4.5. Hubungan antara Tav dan Kr Pada Model B Untuk hubungan nilai Kr dengan H/gt2 berbeda dengan hubungan nilai Kr dengan Hs aupun hubungan nilai Kr dan Tav. Hubungan nilai Kr dengan H/gt2 berbanding lurus yaitu akin tinggi nilai H/gt2 aka nilai Kr juga ikut tinggi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari grafik hubungan antara Kr dan H/gt2 pada gabar 4.6 dibawah ini. Tabel 4.7. Hasil Dari Model C Untuk Sudut 45 0 Tabel 4.8. Hasil Dari Model C Untuk Sudut 90 0 Gabar 4.6. Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Model B 15

16 Tabel 4.9. Hasil Dari Model C Untuk Sudut 60 0 dan untuk hubungan dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Nilai Kr terkecil untuk sudut 600 adalah dan untuk nilai terbesarnya adalah Untuk tabel 4.7 bisa kita lihat bahwa untuk sudut 450 nilai Kr terkecil adalah dan nilai Kr terbesar adalah Selain itu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil (berbanding terbalik) tapi untuk H/gt2 nilainya seakin tinggi (berbanding lurus). Seentara untuk sudut 900 dari tabel 4.8 dapat kita lihat bahwa untuk sudut 900 epunyai nilai Kr terkecil dan nilai Kr terbesar ialah Saa halnya sudut 450, hubungan nilai Kr dengan Hs dan Tav berbanding terbalik yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai Hs dan Tav seakin kecil. Seentara untuk hubungan H/gt2 dengan Kr eiliki hubungan berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt2 juga seakin tinggi. Hal yang saa juga berlaku untuk sudut 600 yang bisa kita lihat pada tabel 4.9. Dari tabel 4.9 bisa kita lihat bahwa hubungan nilai Kr dengan H/gt2 berbanding lurus yaitu seakin tinggi nilai Kr aka nilai H/gt2 juga seakin tinggi Gabar 4.7. Hubungan antara Hs dan Kr Pada Model C Dari gabar 4.7 dapat terlihat bahwa pada odel C hubungan nilai Kr dengan Hs berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Hs aka nilai Kr akin rendah. Sedangkan hubungan nilai Kr dengan Tav saa halnya dengan hubungan nilai Kr dengan Hs yaitu berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Tav aka nilai Kr akin rendah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gabar

17 Gabar 4.8. Hubungan antara Tav dan Kr Pada Model C Untuk hubungan nilai Kr dengan H/gt 2 berbeda dengan hubungan nilai Kr dengan Hs aupun hubungan nilai Kr dan Tav. Hubungan nilai Kr dengan H/gt2 berbanding lurus yaitu akin tinggi nilai H/gt2 aka nilai Kr juga ikut tinggi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gabar 4.9 dibawah ini Konfigurasi Kr Untuk Sudut 45 0, Sudut 90 0 dan Sudut Untuk konfigurasi sudut yang dianalisa adalah Hubungan Kr dengan H/gt 2 dengan variasi sudut ooring. Untuk variasi odel yang dianalisa adalah sudut 45 0 dengan odel A, odel B dan odel C lalu sudut 90 0 dengan odel A, odel B dan odel C dan yang terakhir sudut 60 0 dengan odel A, Model B dan odel C. untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik dibawah ini. Gabar Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Sudut Mooring 45 0 Gabar 4.9. Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Model C 17

18 ooring sendiri, peasangan sudut ooring 45 0 eiliki efisien lebih baik daripada sudut ooring 90 o dan sudut ooring Dan sudut ooring 90 o eiliki efisien lebih baik dari sudut ooring Gabar Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Sudut Mooring 90 0 Gabar Hubungan antara H/gt 2 dan Kr Pada Sudut Mooring 90 0 Dari gabar 4.10 lalu gabar 4.11 dan gabar 4.12 diatas dapat terlihat bahwa seakin banyak row yang dipasang aka nilai Kr juga akan seakin tinggi. Itu dapat terlihat pada grafik pada setiap sudut ooring bahwa odel C eiliki nilai Kr lebih tinggi dari odel A dan odel B. Dan odel B eiliki nilai Kr yang lebih tinggi dari odel A. Sedangkan untuk sudut 5.1 Kesipulan Kesipulan yang dapat diabil daritugas akhir ini adalah : 1. Berdasarkan analisa dapat terlihat bahwa odel C epunyai efektifitas dala erefleksikan gelobang lebih baik daripada odel B ataupun odel A. Berdasarkan analisa dapat terlihat bahwa konfigurasi sudut ooring 450 epunyai efektifitas dala ebantu floating erefleksikan gelobang lebih baik yang keudian diikuti oleh sudut ooring 900 lalu sudut ooring Nilai Kr untuk berbagai H dan T epunyai nilai dibawah 1 yaitu antara Hubungan nilai Kr dengan Hs,Tav berbanding terbalik yaitu akin tinggi nilai Hs atau Tav aka nilai Kr akin rendah. 18

19 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk para peniliti yang ingin elanjutkan penelitian ini adalah tinggi gelobang bisa divariasikan lagi sehingga didapat nilai Kr yang lebih endekati kenyataan dilapangan. Selain itu lebar floating, draught, dan bentuk konfigurasi floating bisa lebih divariasikan lagi sehingga terlihat bentuk konfigurasi yang paling baik. 6. Daftar Pustaka Goda, Y., Rando Seas And Design Of Maritie Structure, University Of Tokyo Press, Fugazza, M., & Natale, L., Energy Losses And Floating Breakwater Response, ASCE. Murali, K., & Mani, J.S., Perforance Of Cage Floating Breakwater, ASCE. Elchahal G., Younes R., Lafon P., The Effects of Reflection Coefficient of The Harbour Sidewall On The Perforance of Floating Breakwaters, Tazaki, et al. 1976, Floating Breakwater, United States Patent, Tokyo, Japan. PIANC.1994, Floating BreakwaterA Practical Guide for Design and Construction, Report of Working Group No.13 of The Peranent Tchnical Coittr II, Brussel, Belgiu. Dean, R. G dan Dalryple, R, A. 1984, Water Wave Mechanics or Enginer and Scientists, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Hughes, S.A Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering, Coastal Engineering Research Center,USA. Pierson, dkk.1953, On The Motion of Ships in Confused Seas, Transaction of SNAME, Vol.61. Arono and Hall., 2003, Wave Transission on Suberged Breakwater Made of Hollow Heispherical Shape Artificial Reefs, Canadian Coastal Conference; Ocean Engineering Institute Teknologi Sepuluh Nopeber, Civil Engineering; Queens University, Canada.J.E. Warnock, 1950, Hydraulic Siilitude. In: H. Rowe, editor, Engineering Hydraulics, Wiley, New York, N.Y (1950), pp L.Z. Hales, 1981., Floating Breakwater: state of the art litrature review, U.S.Ary, CERC, U.S.A. (1981)TR

20 20

REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG

REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG REFLEKSI OLEH FLOATON FLOATING BREAKWATER TIPE ZIG-ZAG Dimas Sulaksana Kurniawidhi (1), Haryo Dwito Armono (), Sujantoko (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan,,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan FLOATON adalah

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG

PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG PENGARUH JUMLAH DAN BENTUK SUSUNAN UNIT FLOATING BREAKWATER TERHADAP KOEFISIEN REFLEKSI DAN KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG Anuar (1), Haryo Dwito Armono, ST.,M.Eng,Ph.D (2), Sujantoko, ST.,MT (2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR BAB V PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Dala perencanaan suatu bangunan pantai harus ditetapkan terlebih dahulu paraeter-paraeter yang berperan dalan perhitungan struktur. Paraeterparaeter tersebut

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG

ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG ANALISA PERUBAHAN BENTUK SPEKTRAL GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG Asrin Ginong PRATIKINO 1 *, Haryo Dwito ARMONO 1 dan Mahmud MUSTAIN 1 1 Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS Surabaya *Email : asringinong@gmail.com

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gepa dapat terjadi sewaktu waktu akibat gelobang yang terjadi pada sekitar kita dan erabat ke segala arah.gepa bui dala hubungannya dengan suatu wilayah berkaitan

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

Pengaruh Spektrum Gelombang Terhadap Stabilitas Batu Pecah pada Permukaan Cellular Cofferdam Akibat Gelombang Overtopping

Pengaruh Spektrum Gelombang Terhadap Stabilitas Batu Pecah pada Permukaan Cellular Cofferdam Akibat Gelombang Overtopping JURNAL TEKNOLOGI KELAUTAN Vol. 9, No. 1, Januari 5: 9-17 Pengaruh Spektru Gelobang Terhadap Stabilitas Batu Pecah pada Perukaan Cellular Cofferda Akibat Gelobang Overtopping Wahyudi 1, Sholihin 1 dan Fery

Lebih terperinci

ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG

ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG Jurnal Iliah MEDIA ENGINEERING Vol. 3, No. 2, Juli 2013 ISSN 2087-9334 (94-98) ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG Octaviani Litwina Ada Aluni

Lebih terperinci

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL 1 GETARAN PEGAS SERI-PARALEL I. Tujuan Percobaan 1. Menentukan konstanta pegas seri, paralel dan seri-paralel (gabungan). 2. Mebuktikan Huku Hooke. 3. Mengetahui hubungan antara periode pegas dan assa

Lebih terperinci

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan 2.1.2. Pengertian Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik dala suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak tersebut. Seua benda

Lebih terperinci

PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES

PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES I. TUJUAN PERCOBAAN a. Mengukur distribusi tegangan pada kondisi diterinasi 60 oh, ujung saluran terbuka dan Short circuit b. Mengukur distribusi λ/4, λ/2 pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN 35 BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN Skripsi ini bertujuan untuk elihat perbedaan hasil pengukuran yang didapat dengan enjulahkan hasil pengukuran enggunakan kwh-eter satu fasa pada jalur fasa-fasa dengan

Lebih terperinci

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER 6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER Dala intererensi, diraksi, terjadi superposisi dua buah gelobang bahkan lebih. Seringkali superposisi terjadi antara gelobang yang eiliki aplitudo, panjang gelobang

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

Solusi Treefy Tryout OSK 2018 Solusi Treefy Tryout OSK 218 Bagian 1a Misalkan ketika kelereng encapai detektor bawah untuk pertaa kalinya, kecepatan subu vertikalnya adalah v 1y. Maka syarat agar kelereng encapai titik tertinggi (ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis JURNAL TEKNIK ITS Vol., (Sept, ) ISSN: 3-97 G-59 Prediksi Uur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunai dengan Metode Spectral Fatigue Analysis Angga Yustiawan dan Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Copetititon Tingkat SMA 1. Ujian Eksperien berupa Naskah soal beserta lebar jawaban dan kertas grafik. 2. Waktu keseluruhan dala eksperien dan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE

STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE Rizqi Haryono A 1) Haryo Dwito Armono 2) Sujantoko 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI

MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI KONSTAN: Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika (ISSN.460-919) Volue 1, No., Maret 016 MENGUKUR MOMEN INERSIA BEBERAPA MODEL VELG SEPEDA MINI 1 Suraidin, Islahudin, 3 M. Firan Raadhan 1 Mahasiswa Sarjana

Lebih terperinci

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1 DAFTA ISI. Penyearah Fasa Gelobang Penuh Terkontrol Beban..... Cara Kerja angkaian..... Siulasi Matlab...7.3. Hasil Siulasi.... Penyearah Gelobang Penuh Terkontrol Beban -L..... Cara Kerja angkaian.....

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur

Lebih terperinci

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 4 KAJI PARAMETRIK Bab 4 Kaji Paraetrik BAB 4 Kaji paraetrik ini dilakukan untuk endapatkan suatu grafik yang dapat digunakan dala enentukan ukuran geoetri tabung bujursangkar yang dibutuhkan, sehingga didapatkan harga P

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GLOMBANG LKTROMAGNTIK Contoh. Hubungan dan B dari gelobang bidang elektroagnetik Suatu gelobang bidang elektroagnetik sinusoidal dengan frekuensi 5 MHz berjalan di angkasa dala arah X, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik

Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik Analisa Concrete Block Anchor pada Floating Breakwater dengan Uji Fisik Oleh : Risandi Dwirama Putra 4307 100 037 Dosen Pembimbing: Ir. Sujantoko, M.Sc Haryo Dwito Armono, ST, M.Eng, PhD LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

BAB II PENYEARAH DAYA

BAB II PENYEARAH DAYA BAB II PENYEARAH DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah engikuti ateri ini diharapkan ahasiswa eiliki kopetensi: Menguasai karakteristik penyearah setengah-gelobang dan gelobang-penuh satu fasa dan tiga fasa Menguasai

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA

ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA FASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU FASA ANALISA PENGGUNAAN GENEATOR INDUKSI TIGA ASA PENGUATAN SENDIRI UNTUK SUPLAI SISTEM SATU ASA Maulana Ardiansyah, Teguh Yuwono, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro TI - ITS Abstrak Generator induksi

Lebih terperinci

Perubahan Spektrum Gelombang pada Moored Floating Breakwater

Perubahan Spektrum Gelombang pada Moored Floating Breakwater Perubahan Spektrum Gelombang Moored Floating Breakwater Syawindah Anggryana Puspasari * (1) Haryo Dwito Armono (2) Sujantoko (2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS. *E-mail: syawi.anggryana@gmail.com

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 013 TINGKAT PROPINSI FISIKA Waktu : 3,5 ja KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran Januar Saleh Kaimuddin, Dr. Yoyok Setyo Hadiwidodo, S.T, M.T. dan Suntoyo, S.T, M.Eng, Ph.D. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Bab III. Dasar Teori

Bab III. Dasar Teori Bab III Dasar Teori Pada dasarnya, engujian yang dilakukan untuk engetahui koefisien refleksi dan transisi odel eecah gelobang struktur akresi ineral, adalah suatu uaya untuk ereroduksi suatu keadaan laangan

Lebih terperinci

UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI. Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko.

UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI. Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko. UJI MODEL FISIK FLOATING BREAKWATER : PENGARUH SUBMERGENCE PADA KOEFISIEN TRANSMISI DAN REFLEKSI Bagus Teguh., Haryo Dwito A. & Sujantoko Abstract Perkembangan floating breakwater telah meningkat secara

Lebih terperinci

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dala bidang konstruksi sifat aterial yang dapat terdefleksi erupakan suatu hal yantg sangat enakutkan karena bila saja hal tersebut terjadi aka struktur yang dibangun

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN.1 Waktu dan Tepat Penelitian Gabar Peta kawasan hutan KPH Madiun Peru perhutani Unit II Jati. Pengabilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sapai dengan bulan

Lebih terperinci

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude 9/0/0 Perhitungan Tahanan Kapal dengan etode Froude Froude enganggap bahwa tahanan suatu kapal atau odel dapat dipisahkan ke dala dua bagian: () tahanan gesek dan () tahanan sisa. Tahanan sisa ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM 25 PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM Budi Hartono Fakultas Teknik, Universitas Ibnu Chaldun, Jl. Raya Serang Cilegon K.5, Serang Banten. Telp. 254-82357 / Fax. 254-82358

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Stabilitas Pondasi pada Vertical Breakwater dengan Variasi Lebar dan Konfigurasi Kantong Pasir Moch. Sigit Firmansyah, Haryo D. Armono, dan Sujantoko Jurusan

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Beberapa Defenisi Pada analisa keputusan, si pebuat keputusan selalu doinan terhadap penjabaran seluruh alternatif yang terbuka, eperkirakan konsequensi yang perlu dihadapi pada setiap

Lebih terperinci

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran Januar Saleh Kaimuddin 4306 100 057 Yoyok Setyo, ST. MT Dr. Ir. Suntoyo, M. Eng Department of Ocean Engineering

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET STASIUN PENGAMAT GEOMAGNET BIAK

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET STASIUN PENGAMAT GEOMAGNET BIAK Prosiding Seinar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 211 KARAKERISIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNE SASIUN PENGAMA GEOMAGNE BIAK

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb Perbandingan Bilangan Doinasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Cob Reni Uilasari 1) 1) Jurusan Teknik Inforatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhaadiyah Jeber Eail : 1) reniuilasari@gailco ABSTRAK

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL Diajukan untuk eenuhi persyaratan eperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017 Peran Pendidikan, Sains, dan Teknologi untuk Mengebangkan Budaya Iliah dan Inovasi terbarukan dala endukung Sustainable Developent Goals (SDGs) 2030 ANALISIS INTENSITAS MEDAN MAGNET EXTREMELY LOW FREQUENCY

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Iliah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Optiasi Bentuk Haluan Kapal Ferry Untuk

Lebih terperinci

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE)

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE) JUISI, Vol. 03, No. 02, Agustus 2017 1 Estiasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algorita Space Alternate Generalized Expectation (SAGE) Musayyanah 1, Yosefine Triwidyastuti 2, Heri Pratikno 3

Lebih terperinci

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/16/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus

Dinamika 3 TIM FISIKA FTP UB. Fisika-TEP FTP UB 10/16/2013. Contoh PUSAT MASSA. Titik pusat massa / centroid suatu benda ditentukan dengan rumus Fisika-TEP FTP UB /6/3 Dinaika 3 TIM FISIKA FTP UB PUSAT MASSA Titik pusat assa / centroid suatu benda ditentukan dengan ruus ~ x x ~ y y ~ z z Diana: x, y, z adalah koordinat titik pusat assa benda koposit.

Lebih terperinci

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran

Gambar 1. Skema proses komunikasi dalam pembelajaran 2 kurang tertarik epelajari pelajaran ilu pengetahuan ala karena etode pebelajaran yang diterapkan guru. Jadi etode pengajaran guru sangat epengaruhi inat belajar siswa dala epelajari ilu pengetahuan ala.

Lebih terperinci

Diketik ulang oleh : Copyright Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK

Diketik ulang oleh : Copyright  Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, KIMIA, ASTRONOMI, INFORMATIKA, dll UNTUK Copyright http://serbiserbi.co/ Bank Soal OLIMPIADE IPA, MATEMATIKA, FISIKA, BIOLOGI, 1 2 SOAL PILIHAN GANDA 1. Tahukah kalian, salah satu keunikan dari laba-laba pelopat adalah keistiewaan penglihatannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

Panel Akustik Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Limbah Batu Apung Dengan Pengikat Poliester

Panel Akustik Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Limbah Batu Apung Dengan Pengikat Poliester Proceeding Seinar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarasin, 7-8 Oktober 2015 Panel Akustik Raah Lingkungan Berbahan Dasar Libah Batu Apung Dengan Pengikat Poliester Ngakan Putu Gede Suardana

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup GRUP FUNDAMENTAL PADA Bab III S, TORUS, P dan FIGURE EIGHT Sebelu epelajari perbedaan pada grup fundaental S, Torus, P, dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup fundaental asing-asing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. Uu Transforator erupakan suatu alat listrik yang engubah tegangan arus bolak balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain elalui suatu gandengan agnet dan berdasarkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TEORETIK

BAB III ANALISA TEORETIK BAB III ANALISA TEORETIK Pada bab ini, akan dibahas apakah ide awal layak untuk direalisasikan dengan enggunakan perhitungan dan analisa teoretik. Analisa ini diperlukan agar percobaan yang dilakukan keudian

Lebih terperinci

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan Gerak Haronik Sederhana Pada Ayunan Setiap gerak yang terjadi secara berulang dala selang waktu yang saa disebut gerak periodik. Karena gerak ini terjadi secara teratur aka disebut juga sebagai gerak haronik/haronis.

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam Dapatkan soal-soal lainnya di http://foru.pelatihan-osn.co SOAL OLIPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SA Waktu : 4 ja 1. (nilai 0) A. Sebuah obil bergerak enuruni suatu jalan

Lebih terperinci

PENYEARAH SATU FASA TIDAK TERKENDALI

PENYEARAH SATU FASA TIDAK TERKENDALI FAKUTAS TEKNIK UNP PENYEAAH SATU FASA TIDAK TEKENDAI JOBSHEET/ABSHEET JUUSAN : TEKNIK EEKTO NOMO : II POGAM STUDI : DI WAKTU : x 5 MENIT MATA KUIAH /KODE : EEKTONIKA DAYA / TEI5 TOPIK : PENYEAAH SATU FASA

Lebih terperinci

PENGARUH DISPERSI TERHADAP KECEPATAN DATA KOMUNIKASI OPTIK MENGGUNAKAN PENGKODEAN RETURN TO ZERO (RZ) DAN NON RETURN TO ZERO (NRZ)

PENGARUH DISPERSI TERHADAP KECEPATAN DATA KOMUNIKASI OPTIK MENGGUNAKAN PENGKODEAN RETURN TO ZERO (RZ) DAN NON RETURN TO ZERO (NRZ) 1 PENGARUH DISPERSI TERHADAP KECEPATAN DATA KOMUNIKASI OPTIK MENGGUNAKAN PENGKODEAN RETURN TO ZERO (RZ) DAN NON RETURN TO ZERO (NRZ) Anggun Fitrian Isnawati 1, Riyanto, Ajeng Enggar Wijayanti 3 1,,3 Progra

Lebih terperinci

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat

Lebih terperinci

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo Kecepatan ato gas dengan distribusi Mawell-Boltzann () Oleh: Purwadi Raharjo Dala proses odifikasi perukaan bahan, kita ungkin sering endengar teknologi pelapisan tipis (thin fil). Selain pelapisan tipis,

Lebih terperinci

BAHAN KUIS PRA-UTS MEKANIKA, Oktober 2011

BAHAN KUIS PRA-UTS MEKANIKA, Oktober 2011 tosi-ipb.blogspot.co ekanika I BAHAN KUIS PRA-UTS EKANIKA, 3-4 Oktober 0 Untuk kalangan sendiri Tidak diperjualbelikan Silakan kerjakan soal-soal berikut, pahai dengan baik. Soal Kuis akan diabil dari

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN JURUSAN TEKNIK KELAUTAN Integrasi Perangkat Lunak untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan Oleh Arief Nur

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi GELOMBANG CAHAYA A. INTERFERENSI

FISIKA. Sesi GELOMBANG CAHAYA A. INTERFERENSI FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 03 Sesi NGAN GELOMBANG CAHAYA Cahaya erupakan energi radiasi berbentuk gelobang elektroagnetik yang dapat dideteksi oleh ata anusia serta bersifat sebagai gelobang

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Jenis Bahan Terhadap Pola Hamburan pada Difuser MLS (Maximum Length Sequences)

Pengaruh Variasi Jenis Bahan Terhadap Pola Hamburan pada Difuser MLS (Maximum Length Sequences) JURNAL SAINS POMITS Vol.1, No.1, (213) 1-5 1 Pengaruh Variasi Jenis Bahan Terhadap Pola Haburan pada Difuser MLS (Maxiu Length Sequences) Fajar Kurniawan, Lila Yuwana, Gontjang Prajitno Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK -LEVEL Model hirarki -level erupakan odel statistik ang digunakan untuk enganalisis data ang bersarang, atau data ang epunai struktur hirarki -level.

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

Relativitas khusus (Einstein) 1 TEORI RELATIVITAS KHUSUS.

Relativitas khusus (Einstein) 1 TEORI RELATIVITAS KHUSUS. elatiitas khusus (Einstein) TEOI ELATIITAS KHUSUS. Teori gelobang Huygens telah ebuat asalah yang harus eperoleh penyelesaian, yakni tentang ediu yang erabatkan ahaya. Lazi disebut eter. Pada tahun 887

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM Benny Yohannes 1,Daniel Rubi Teruna 2 1 Departeen Teknik Sipil, Universitas Suatera

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini enjelaskan engenai berbagai teori yang digunakan untuk elakukan penelitian ini. Bab ini terdiri dari penjelasan engenai penghitung pengunjung, lalu penjelasan engenai

Lebih terperinci

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp SIMULASI PERILAKU PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN DENGAN VARIASI DIMENSI TELAPAK DAN DIAMETER SUMURAN PADA TANAH LEMPUNG BERLAPIS DITINJAU DARI NILAI PENURUNAN Habib Abduljabar Waskito 1), Niken Sili

Lebih terperinci

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI Muhaad Aldo Aditiya Nugroho (13213108) Asisten: Dede Irawan (23214031) Tanggal Percobaan: 29/03/16 EL3215 Praktiku Siste Kendali Laboratoriu Siste Kendali dan Koputer - Sekolah

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R.

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R. 1 MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningru*, Ia Santoso**, R.Rizal Isnanto** Abstrak - Tekstur adalah karakteristik yang penting

Lebih terperinci

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011)

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011) Soal Latihan (3-11 Noveber 2011) Kerjakan soal-soal berikut selaa 1 inggu untuk elatih keapuan Anda. Kerjakan 2-3 soal per hari. Sebelu engerjakan soal-soal tersebut, sebaiknya Anda engerjakan soalsoal

Lebih terperinci

PENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING

PENGARUH DISTRIBUSI PEMBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SUM BEAMFORMING INDEPT, Vol., No., Juni 0 ISSN 087 945 PENGARUH DISTRIBUSI PEBOBOTAN TERHADAP POLA ARRAY PADA DELAY AND SU BEAFORING Ananto E. Prasetiadi Dosen Tetap Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

12 A 13 D 14 D. Dit. h maks =? h maks = h + y maks = 9,2 + 1,8 = 11 m 15 B. A = B P.C Q dimensinya L.T -2 = (L 2.T 1 ) P.(L.

12 A 13 D 14 D. Dit. h maks =? h maks = h + y maks = 9,2 + 1,8 = 11 m 15 B. A = B P.C Q dimensinya L.T -2 = (L 2.T 1 ) P.(L. PEMBAHASAN PROBEM SET FISIKA SUPERINTENSIF 07 D 4 E keepatan perpindaha n s AB = 5 k v salan = 54 k/ja v uar = 36 k/ja Jika keepatan - sebuah benda saa dengan nol, aka perpindahan benda saa dengan nol.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS

Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan Teknik Kelautan, FTK ITS JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Integrasi Perangkat Lunak Untuk Analisa Gelombang Acak dan Gaya Gelombang di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut, Jurusan

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING

PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING PENDEKATAN ANALISIS FUZZY CLUSTERING PADA PENGELOMPOKKAN STASIUN POS HUJAN UNTUK MEMBUAT ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI) (Studi Kasus Pengelopokkan Zona Prakiraan Ikli (ZPI) dengan Data Curah Hujan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Energi atahari sebagai suber energi pengganti tidak bersifat polutif, tak dapat habis, serta gratis dan epunyai prospek yang cukup baik untuk dikebangkan. Apalagi letak geografis

Lebih terperinci