PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN"

Transkripsi

1 PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN NURUDDIN Pengaruh Konsentrasi Bahan Pembersih dan Pemutih Terhadap Mutu Serat Wol Hasil Pengolahan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU Daya terima konsumen terhadap suatu produk sangat dipengaruhi oleh kualitas produk tersebut. Produk-produk kerajinan yang menggunakan bahan dasar dari wol tak luput dari hal ini dan ternyata produk-produk kerajinan yang menggunakan bahan dasar wol masih mengalami masalah ini. Proses pembuatan produk yang harus melewati tahap perendaman air, pencucian baik deterjen maupun desinfektan dan pemutihan ternyata masih belum maksimal dalam menghasilkan produk yang berkualitas. Ini mungkin tak terlepas dari rendahnya riset mengenai hal ini, sehingga perlu adanya penelitian yang lebih berorientasi pada peningkatan mutu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan terhadap kebersihan, derajat putih, ketidakbauan feses domba, ketidakbauan sheep odor, ketidakbauan tanah maupun ketidakbauan deterjen dan ketidakbauan desinfektan pada wol selama proses pengolahan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mencari konsentrasi bahan yang tepat pada masing-masing tahapan proses pengolahan. Pengukuran atribut mutu dengan evaluasi sensori oleh panelis terlatih dengan menggunakan uji skalar dan data yang didapat diubah kebentuk persentase untuk selanjutnya ditransformasi kebentuk transformasi Arcsin. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan lima belas kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah proses pengolahan wol dan pengaruh perlakuan dianalisa menggunakan sidik ragam. Jika perlakuan menunjukkan pengaruh berbeda nyata (p <0,05), maka analisa dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Data yang didapat selanjutnya disajikan secara simple visual representation dalam bentuk histogam dan grafik majemuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perendaman, pencucian dan pemutihan wol berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap atribut mutu kebersihan dengan kisaran nilai 21,25 65,94%, terhadap atribut mutu derajat putih dengan kisaran nilai 20,60 63,87%, terhadap atribut mutu ketidakbauan feses domba dengan kisaran nilai 48,98 75,01%, terhadap atribut mutu ketidakbauan prengus dengan kisaran nilai 47,72 74,83%, terhadap atribut mutu ketidakbauan tanah dengan kisaran nilai 47,83 72,25%, terhadap atribut mutu ketidakbauan deterjen dengan kisaran nilai 54,27 73,76%, terhadap atribut mutu ketidakbauan desinfektan dengan kisaran nilai 55,04 71,65%. Kata kata kunci : wol, atribut mutu, evaluasi sensori 2

3 ABSTRACT The Effect of Bleaching and Cleaning Agent Concentrations on Wool Fibre Quality in Wool Processing Nuruddin, M. Yamin and B. N. Polii Consumer s preferences on a product are influenced by the quality of that product, including handcraft product that use wool as raw material. Wool processing such as water soaking, washing with detergent or desinfectan and bleaching do not still give optimal and consistent results yet in producing high quality product. The research focusing more on improving quality of a product need to be done to overcome that problem. The aims of this research were to know the effect of wool processing on quality such as cleanness, level of whiteness, faeces, detergent and desinfectant odor that stick on the wool during processing. The study also investigated fifteen proper concentrate in every step of processing. This research used completely randomized design with repetitions and wool processing stage on the treatment. Sensory evaluation with scalar test was conducted by trained panelist. The result of sensory evaluation was changed into percentage and transformated into Arcsin transformation. Significantly effects will be further analyzed by Duncan test. The data were presented as simple Visual Representation with histogram and spider web. The result showed that wool processing treatment had significant effects (p<0.01) on cleanness quality attribute with value of ; level of whiteness quality with value of ; the odourless of sheep s faeces with value of ; the sheep odor with value of ; the odourless of soil with value of ; the odourless of detergent with value of ; and the odourless of disinfectant with value of Keywords : wool, quality attribute, sensory evaluation 3

4 PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN NURUDDIN D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN Oleh: NURUDDIN D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 1 Februari 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc NIP Ir. B. N. Polii, SU NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur. Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1981 di Toboali Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan orang bersaudara dari pasangan Bapak Matdahan dan Ibunda Roaina (Alm). Jenjang pendidikan dasar sampai menengah, penulis habiskan di kota sendiri yaitu Toboali. Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1994 di SDN 288, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMPN I pada tahun 1997, dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan di SMUN I Toboali pada tahun Penulis memasuki jenjang perguruan tinggi dengan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Pada Tahun 2001 melewati jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama menjalani kehidupan sebagai mahasiswa, penulis aktif di Lembaga Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (HIMAPROTER) pada Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan organisasi mahasiswa daerah yaitu ISBA Cabang Bogor. 6

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Yang Maha Kuasa atas segala nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proses penelitian dan sekaligus penulisan skripsi hasil penelitian dengan judul Pengaruh Konsentrasi Bahan Pembersih dan Pemutih Terhadap Kualitas Serat Wol dalam Pengolahan Bulu Domba. Penelitian tentang wol merupakan sesuatu yang masih sangat terbatas dilakukan di Indonesia, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan percobaan dengan menggunakan bulu domba sebagai bahan utamanya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan dan peningkatan pengolahan bulu domba di Indonesia. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Bogor, Februari 2006 Penulis 7

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bulu Domba... 3 Tipe Wol... 4 struktur Wol... 4 Komposisi Kimia Wol... 5 Sifat Fisik Wol... 8 Tanah... 9 Air Deterjen Desinfektan Pengelantangan Bulu Domba Teknik Pengolahan Wol METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Perlakuan Model Peubah Analisis Data Prosedur Penelitian Pendahulun Eksperimen Satu : Uji Pengaruh Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol Eksperimen Dua : Pengaruh Perendaman Bahan pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksperimen Satu : Uji Pengaruh Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol Wol Kotor Wol Pasca Perendaman dengan Air Wol Pasca Pencucian dengan Deterjen Wol Pasca Pencucian dengan Desinfektan Benang Pasca Pemutihan Eksperimen Dua : Pengaruh Perendaman Bahan pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol Kebersihan Derajat Putih Ketidakbauan Feses Domba Ketidakbauan Sheep Odor Ketidakbauan Tanah Ketidakbauan Deterjen Ketidakbauan Desinfektan Hasil Analisa uji Deskripsi Atribut Mutu Wol Pengolahan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai Atribut Mutu Wol Kotor Nilai Atribut Mutu Wol Kering Pasca Perendaman dalam Air Nilai Atribut Mutu Wol Kering Pasca Pencucian dengan Deterjen Nilai Atribut Mutu Wol Kering Pasca Pencucian dengan Desifektan Nilai Atribut Mutu Benang Kering Pasca Pemutihan Rangkuman Nilai Atribut Mutu dan Standar Deviasi Wol dan Benang Kering Terpilih Pasca Perlakuan

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur Molekul Wol Serat Rusak Tahapan Proses Pemutihan Bulu Serat Wol Kotor Serat Wol Pasca Perendaman dengan Air Serat Wol Pasca Pencucian dengan Deterjen Serat Wol pasca Pencucian dengan Desinfektan Serat Benang Pasca Pemutihan Histogram Atribut Mutu Kebersihan Histogram Atribut Mutu Derajat Putih Histogram Atribut Mutu Ketidakbauan Feses Domba Histogram Atribut Mutu Ketidakbauan Prengus Histogram Atribut Mutu Ketidakbauan Tanah Histogram Atribut Mutu Ketidakbauan Deterjen Histogram Atribut Mutu Ketidakbauan Desinfektan Hasil Analisa Uji Deskripsi Atribut Mutu Wol Pengolahan

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tahapan Proses Pemilihan Panelis Terlatih Proses pemilihan Panelis Terlatih Format Kuisioner Calon Panelis Terlatih Lembaran Format Tes Akuisi Lembaran Format Evaluasi Sensori Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Kebersihan Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Kebersihan Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Derajat Putih Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Derajat Putih Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Feses Domba Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Feses Domba Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Sheep Odor Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Sheep Odor Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Tanah Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Tanah Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Deterjen Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Deterjen Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Desinfektan Hasil Uji Lanjut Duncan Multiple Range Test Pengaruh Perlakuan Terhadap Ketidakbauan Desinfektan Nilai Atribut Mutu dan Standar Deviasi Bulu Kering Terpilih Tahapan Proses

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Wol merupakan salah satu hasil dari ternak domba yang sangat potensial untuk diberdayakan karena fungsinya sebagai salah satu bahan tekstil. Sejak beberapa abad, wol telah memberi peran bagi dunia tekstil karena karakteristik unik yang dimilikinya (elastis, ringan, tahan lama, kuat, tahan api dan dapat menahan panas). Sifat-sifat yang dimilikinya tersebut memungkinkan wol dapat bersaing dengan serat lain, terutama yang berasal dari tumbuhan. Sebagian besar wol digunakan dalam industri untuk pembuatan pakaian, selimut, kain pelapis, dan karpet (Kammlade dan Kammlade, 1955). Pengembangan domba yang berlangsung selama ratusan tahun telah menghasilkan jenis-jenis domba dengan kualitas bulu yang beragam, ada yang sangat halus, sedang, bahkan ada yang berkualitas sangat jelek sehingga mempengaruhi proses pengolahan wol tersebut. Wol Indonesia umumnya berkualitas rendah karena sangat kasar sehingga kurang cocok untuk dijadikan bahan pakaian, tetapi beberapa wilayah di Indonesia memiliki jenis-jenis domba persilangan yang kualitas wolnya relatif masih baik sehingga dapat diproses menjadi produk kerajinan, misalnya karpet, hiasan dinding dan keset (Yamin dan Rahayu, 1995). Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan usaha dibidang kerajinan wol. Usaha untuk mendukung potensi yang ada sebenarnya sudah mulai dilakukan dalam bentuk proses pengembangan dengan bentuk nyata berupa pengembangan kelompok pengrajin wol (Yamin et al., 1996), modifikasi alat dan aplikasinya (Meidina, 2003 dan Yamin et al., 2002), riset pada produk baru (papan partikel) (Anwar, 2004 dan Hidayat, 2004) serta usaha-usaha untuk mendapatkan informasi mengenai teknik dan hasil pengolahan wol lokal maupun domba persilangan di Indonesia (Ornam, 1999., Handayani, 2003 dan Syamyono, 2002). Mutu produk kerajinan berbahan wol yang dihasilkan oleh industri rumah tangga selama ini masih sangat bervariasi terutama dalam hal kebersihan, warna dan bau yang muncul. Pada sisi lain, pengembangan teknik pembersihan dalam pengolahan itu sendiri belum banyak dilakukan, padahal hal ini akan sangat membantu dalam mempengaruhi mutu produk tenunan wol, terutama yang berkenaan dengan kebersihan, warna dan bau produk. Pengembangan ini sebenarnya 13

14 sudah sangat perlu dilakukan untuk mendapatkan teknik-teknik dan prinsip-prinsip pembersihan dan pengolahan yang lebih baik sehingga diperoleh informasi yang jelas mengenai alternatif metode pengolahan tersebut. Bertitik tolak dari itu, maka perlu kiranya dilakukan penelitian yang berhubungan dengan pengolahan wol Indonesia sehingga dapat diketahui pengaruh penggunaan bahan dan proses pengolahan terhadap mutu wol yang dihasilkan. Perumusan Masalah Indonesia memiliki potensi wol yang cukup baik karena memiliki jenis-jenis domba persilangan yang tersebar di beberapa wilayah, tetapi proses pengolahan yang telah dilakukan untuk menghasilkan produk-produk kerajinan oleh industri rumah tangga belum optimal. Hal ini berakibat pada bervariasinya kualitas produk yang dihasilkan dan berdampak pada rendahnya nilai jual dari produk tersebut. Proses pengolahan wol dengan memperhatikan konsentrasi bahan dan tahapan pengolahan yang dilakukan diharapkan dapat membantu dalam pencapaian mutu wol hasil olahan yang lebih baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bahan pembersih dan pemutih terhadap mutu serat dan dampaknya terhadap atribut mutu kebersihan, derajat putih, dan ketidakbauan yang menempel pada bulu. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengolahan terhadap atribut mutu yang muncul. 14

15 TINJAUAN PUSTAKA Bulu Domba Bulu merupakan penutup tubuh yang melindungi tubuh dari pengaruh luar. Bulu domba merupakan serat-serat penutup tubuh domba yang bersifat lembut, halus, penuh kerutan dan permukaannya bersisik (Devendra dan Mcleroy, 1982). Bulu domba umumnya dikenal sebagai bahan untuk pakaian, selimut, kain pelapis, dan karpet. Sebanyak 85-90% wol digunakan untuk membuat pakaian dan berasal dari wol yang halus sedangkan bulu domba yang digunakan untuk membuat karpet adalah bulu domba yang lebih kasar dengan ukuran garis tengah serabut lebih besar dari wol dan dikenal dengan istilah wol karper atau hair (Kammlade dan Kammlade, 1955). Menurut Ensminger (1962), bulu domba memiliki keunggulan karena kemampuannya menyerap air sebanyak 18% dari beratnya tanpa terasa basah, dapat menimbulkan rasa hangat, merupakan insulator, elastis sehingga dapat diregang, ringan, tahan lentur dan tahan lama, kuat, tidak mudah terbakar serta tahan kempa. Wol dan serat rambut tersusun dari protein yang sangat keras yang disebut keratin berserat (Gatenby dan Humbert, 1991). Menurut Lehninger (1982), α- keratin adalah protein serat utama yang memberikan perlindungan eksternal bagi vertebrata dan protein ini menyusun hampir seluruh berat kering dari rambut, wol, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kuku kuda, serta kulit penyu. Keratin terdiri dari kombinasi unsur- unsur karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan belerang (Harmswort dan Page-Sharp, 1970). Bulu domba kotor mengandung banyak komponen yaitu lilin yang dikeluarkan oleh kelenjar sebaceous, keringat yang larut air yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, kotoran-kotoran yang menempel dan cat atau cairan lain yang digunakan sebagai penanda. Jumlah zat-zat ini sangat berbeda pada tiap bulu bergantung jenis dan kondisi sekelilingnya seperti letak geografis, iklim dan makanan (Soeprijono et al., 1973). Anggorodi (1979) menyatakan bahwa bulu domba mengandung lemak wol, suint, kotoran, sekam yang melekat, dan zat-zat lain yang berasal dari tanaman. Kotoran-kotoran yang menempel ikut mempengaruhi kebersihan, warna dan bau yang muncul pada bulu domba. 15

16 Tipe Wol Jenis wol yang dihasilkan domba turut mempengaruhi penggolongan domba wol. Wol digolongkan menjadi wol halus (fine wol), wol sedang (medium sedang), wol kasar (wol permadani) dan wol tipe bulu (fur) (Diggins dan Bundy,1958 dan Soeprijono et al., 1973). Wol yang termasuk golongan wol halus (fine-wool) mempunyai sifat halus, lembut, kuat, elastik dan keriting, sehingga dapat dibuat menjadi benang yang halus (Soeprijono et al., 1973). Diggins dan Bundy (1958) menyatakan bahwa serat wol tipe sedang (medium-wool) lebih kasar, lebih panjang, dan lebih berkilau dibanding wol halus. Wol sedang terdiri atas wol luster, wol down, mountain breed dan wol persilangan (Cross breed wool). Tipe wol kasar (wol permadani) memiliki warna yang bervariasi dari putih sampai hitam dan terdiri dari wol kasar dan panjang dibagian luar dan wol halus dibagian dalam (Soeprijono et al., 1973). Yamin dan Rahayu (1995) menyatakan wol kasar dapat digunakan untuk membuat hiasan dinding dan keset selain digunakan untuk membuat karpet. Wol tipe bulu (fur) digunakan untuk membuat kulit bulu (Diggins dan Bundy, 1958). Dunia wol juga mengenal serat kemp yaitu suatu serat yang sangat kasar, biasanya pendek dan berwarna putih kapur (Soeprijono et al., 1973). Domba yang baik akan menghasilkan wol yang halus dan ini akan berdampak pada angka pintalan benang wol tersebut. Menurut Muttaqin (1999), bahwa angka pintalan benang wol domba peranakan merino di Indonesia lebih baik daripada angka pintalan benang wol domba priangan sebagai domba lokal. Struktur Wol Serat adalah sebuah bahan yang panjang, tipis, mudah dibengkokkan, serta tahan terhadap lenturan, pintiran, dan tekanan. Serat-serat hewan yang tumbuh pada kulit dihasilkan dalam kelenjar-kelenjar halus yang disebut folikel. Akar atau bagian yang tumbuh dari serat merupakan zat hidup tetapi seratnya mati ketika mengeras sehingga dibagian atas permukaan kulit bukan merupakan zat hidup. Kebanyakan folikel terbentuk dan berkembang dalam kulit sebelum hewan dilahirkan dan seratnya terbentuk selama beberapa bulan pertama setelah kelahiran (Soeprijono et al., 1973 dan Chapman et al., 1973). Folikel pada domba terdiri menjadi dua bagian, yaitu folikel primer dan sekunder. Folikel primer memiliki komponen berupa kelenjar minyak, kelenjar 16

17 keringat, dan otot penegak, sedangkan folikel sekunder hanya memiliki kelenjar minyak saja (Soepriyono, et al., 1973). Perbandingan antara jumlah folikel sekunder (S) dan folikel primer (P) ikut menentukan kualitas wol, dimana semakin tinggi nilai perbandingan S/P, maka wol yang dihasilkan akan semakin halus dan benang akan semakin kuat. Domba impor (Merino) yang ada di Indonesia memiliki nilai perbandingan S/P yang jauh lebih tinggi dibanding domba lokal (Priangan dan Sumatera) (Handayani, 2003). Serat bulu domba tumbuh dari folikel dalam kulit, dimana pertumbuhannya terjadi pada bagian dasar serat bulu domba dan bukan pada ujungnya. Serat bulu domba mengandung dua lapisan sel yaitu lapisan luar yang lebih dikenal dengan kutikula dan lapisan utama dibagian bawah kutikula yang disebut korteks. Beberapa serat bulu domba mempunyai lapisan ketiga yang dikenal dengan nama medula. Serat yang terdiri dari lapisan korteks dan kutikula saja merupakan ciri dari bulu domba yang halus, sedangkan serat yang bermedula merupakan sifat bulu domba yang kasar (Bergens dan Herbert, 1948). Soeprijono et al., (1973) menyatakan semua serat umumnya memiliki stuktur yang terdiri dari kutikula dilapisan luar dan korteks dibagian dalam. Pada serat kasar terdapat medula dibagian tengah yang berupa ruangan kosong. Tiap bagian yang memusat terbentuk dari lapisan sel yang berbeda yang berasal dari folikel. Kutikula sebagai lapisan terluar cukup tipis dan mengandung 10% dari total bahan serat wol, sedangkan korteks merupakan sel yang memanjang dan mengandung 90% dari total bahan serat wol. Menurut Reis (1982), medula merupakan sel inti yang mengandung serat kasar dengan ukuran bermacam-macam dari yang kecil sampai yang terbesar dengan berat mencapai 15% dari bobot serat. Medula turut mempengaruhi kualitas bulu domba. Semakin banyak medula maka kualitas bulu domba semakin rendah karena medula dapat menyebabkan bulu rapuh, mudah patah, dan kurang elastis (Kammlade dan Kammlade, 1955). Komposisi Kimia Wol Bulu domba tersusun dari keratin sebagai protein serat. Keratin merupakan protein serat yang bersifat tidak larut dalam air, merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida memanjang pada satu sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globular (Lehninger, 1982). Menurut Bergen (1963) bulu domba mempunyai 17

18 susunan kimia yang rumit terdiri dari sebagian kecil abu dan hampir seluruhnya terdiri dari asam amino yang berpolimerisasi membentuk polipeptida dari keratin. α- keratin kaya akan asam amino yang cenderung membentuk α-heliks dan mengandung sedikit asam amino yang tidak sesuai dengan struktur ini, seperti prolin. α-keratin kaya akan residu sistin yang dapat memberikan jembatan disulfida diantara rantai polipeptida yang berdekatan (Lehninger, 1982). Keratin pada bulu domba agak keras dan tahan lingkungan karena mengandung sulfur yang dapat mengubah jaringan protein yang halus menjadi struktur yang kasar (Leeder, 1984). Secara spesifik Ensminger (1962), menyatakan komposisi keratin yang dikandung domba terdiri dari asam-asan amino yang mengandung sulfur, sedangkan unsur-unsur kimianya adalah 50% karbon, 22-25% oksigen, 16-17% nitrogen, 7% hidrogen, dan 3-4% sulfur. Nilai tersebut hanyalah kira-kira karena wol tidaklah homogen. Kadar Nitrogen dan Sulfur berbeda diantara serat-serat dan bahkan didalam satu serat sekalipun. Perbedaan didalam satu serat mungkin disebabkan oleh pengaruh sinar matahari pada ujung serat atau perbedaan makanan selama pertumbuhan. Selain itu komposisi kimia pada kutikula berbeda dengan komposisi miofibril dengan bagian amorf. Keratin wol diketahui mengandung 19 asam amino (Soepriyono et al., 1973). Rantai polipeptida pada wol memiliki beberapa ikatan lintang. Ikatan lintang yang terpenting adalah ikatan disulfida pada sistina asam amino. Ikatan lintang disulfida sangat menentukan sifat-sifat wol, seperti kekuatan basah, kekakuan dan ketidaklarutan. Ikatan lintang penting lainnya adalah ikatan garam antara gugus asam aspartik dan glutanat dengan gugus-gugus basa lisin dan arginin. Didalam larutan alkali, ikatan lintang disulfida gampang sekali putus, sehingga wol mudah sekali rusak oleh alkali. Ikatan-ikatan lintang sistina ini sangat peka terhadap zat-zat oksidator sehingga menyebabkan serat wol menjadi rusak akibat putusnya ikatan sistina ini. Proses pemutihan yang biasanya menggunakan zat oksidator berupa hidrogen peroksida harus benar-benar memperhatikan konsentrasi penggunaan dan kondisi yang sesuai karena kesalahan penggunaan dapat menyebabkan kerusakan pada serat wol. Panas juga dapat menyebabkan kerusakan pada serat wol ini. Uap air dalam 18

19 waktu singkat tidak merusak serat, tetapi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan. Menurut Soepriyono et al., (1973), bulu domba mempunyai struktur kimia sebagai berikut : CO CO CH CH NH NH CO CH CH 2 S S CH 2 CO CH NH Ikatan Sistin NH CO CO CH CH NH NH CO CO CH- - CH NH NH CO CO + CH CH CH COO NH 3 CH 2 CH 2 CH 2 CH 2 CH NH Asam Glutamat Lisin NH CO CO - CH CH - NH NH CO CO CH CH 2 COO - NH 3 + C NH CH 2 CH 2 CH 2 CH NH Asam Aspartik NH Arginin NH Gambar 1. Struktur Molekul Wol (Soeprijono et al., 1973) Sifat kimia yang dikandung oleh wol memungkinkan wol memiliki daya serap bau yang cukup tinggi. Menurut Leeder (1984), bulu domba memiliki cakupan daya serap bau zat kimia cukup luas dan ini turut juga mempengaruhi nilai estetika dari bulu domba itu sendiri. Hal ini memang terbukti dari cukup tingginya bau yang 19

20 keluar dari bulu domba pasca pencukuran maupun bau bahan pengolah pada bulu pasca pengolahan. Sifat Fisik Wol Wol memiliki kilauan warna yang berbeda-beda dan bergantung pada struktur permukaan serat, ukuran serta lurus tidaknya serat. Kilau wol tidak tampak pada satu serat, tetapi hanya tampak didalam suatu kelompok benang atau kain. Penyerapan lembab pada wol disebabkan oleh sifat higroskopis dari wol. Uap air diserap dari atmosfer lembab dan dilepaskan ke dalam atmosfer kering. Kadar uap air yang diserap oleh wol dari keadaan kering (adsorpsi) sedikit lebih rendah dari kadar uap air pada wol dari keadaan basah (desorpsi) pada kondisi tertentu. Suhu turut mempengaruhi proses penyerapan air. Kadar uap air dalam wol juga dipengaruhi oleh pengerjaan kimia yang telah diberikan pada wol. Dalam keadaan asam, kadar uap air lebih rendah dan dalam kondisi basa, kadar uap airnya lebih tinggi dibanding dengan dalam kondisi netral. Kotoran seperti lemak dan minyak ikut berpengaruh pada penyerapan lembab. Wol dapat menyerap lembab sampai 33% tanpa terasa basah Sinar matahari dapat menyebabkan kemunduran kekuatan dan mulur serat wol serta dapat juga menimbulkan warna kuning pada wol. Kemunduran kekuatan dan mulur wol disebabkan putusnya ikatan-ikatan sistina tetapi mekanisme timbulnya warna kuning belum diketahui dengan jelas. Struktur rantai utama yang berlipat-lipat pada wol distabilkan oleh beberapa ikatan lintang, terutama oleh ikatan disulfida atau sistina. Kain yang dibuat dari wol mempunyai sifat mampu menahan panas yang baik. Hal ini terutama disebabkan oleh udara yang tertahan didalam benang karena sifat penghantar panas serat-serat tekstil lebih besar dari udara. Wol yang keriting menyebabkan benang wol mempunyai struktur yang tidak rapat, sehingga memungkinkan banyak udara berada didalam benang dan karena sifat wol yang melenting menyebabkan struktur benang atau kain wol yang tidak rapat tersebut tetap terjaga selama pemakaian, sehingga wol sesuai untuk kain penahan panas seperti selimut (Soeprijono et al., 1973). Wol dapat mengalami kerusakan akibat sentuhan dengan bahan kimia maupun karena perlakuan yang menyebabkan serat patah, pecah maupun putus. 20

21 Kerusakan oleh bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan dan dalam kondisi terkontrol akan menghasilkan bentuk serat yang keriting atau berlipat (Leeder, 1984). Wol tahan bereaksi dengan asam, tetapi dapat mengalami kerusakan jika bereaksi dengan alkali (Soeprijono et al., 1973). Kerusakan karena benda fisik menyebabkan serat mengalami kepecahan. Gambar 2 berikut menunjukkan serat yang mengalami kerusakan. Gambar 2. Serat Rusak (Leeder, 1984) Tanah Tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menerangkan zat yang banyak ditemukan diatas permukaan bumi yang dapat mendukung kehidupan manusia. Tanah umumnya mempunyai struktur yang lepas dan mengandung bahanbahan padat dan zat-zat organik, air, dan rongga-rongga udara. Bagian mineral dari tanah dibentuk oleh oleh batuan induk oleh pelapukan fisik, kimia dan biologis. Bahan-bahan organik dari tanah terdiri dari sisa-sisa biomassa tanaman dari berbagai standia penguraian (Saeni, 1989). 21

22 Air Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup sangat membutuhkannya. Air tak berbau, tak berwarna dan tak berasa sebagai zat, tetapi memainkan peranan yang luar biasa dalam dunia, karena sifatnya yang kelihatan hambar itu ternyata mengagumkan dan sebagai zat kimia, air mempunyai sifat yang khas. Air adalah senyawa yang mantap, pelarut yang baik, serta sumber energi kimia yang kuat (Winarno, 1986). Molekul air terdiri dari dua buah atom hidrogen yang berikatan dengan sebuah atom Oksigen melalui ikatan kovalen. Ikatan kovalen ini merupakan dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kemampuan sebagai pelarut (Winarno,1986) dan ikatan kovalen ini juga yang menimbulkan sifat khas pada air, salah satunya sebagai pelarut berbagai bahan (Saeni, 1989). Air bisa melarutkan senyawa organik netral yang mempunyai gugus fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida dan keton. Kelarutannya disebabkan oleh kecenderungan molekul air untuk membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil aldehida dan keton (Lehninger, 1982). Deterjen Istilah deterjen berasal dari bahasa latin, yaitu detergee yang berarti membersihkan. Dalam kehidupan sehari-hari yang dimaksud deterjen adalah deterjen sintetik. Deterjen sintetik merupakan garam natrium dari sulfonat atau sulfat berantai - panjang (RSO 3 Na + dan ROSO - 3 Na + ). Deterjen merupakan bahan aktif permukaan atau surfaktan yang terkonsentrasi pada antarmuka air minyak dan memiliki kemampuan untuk mengemulsi serta sebagai pembersih. Deterjen bersifat dapat menurunkan tegangan permukaan dan mengangkat benda-benda yang melekat pada suatu bahan atau alat, khususnya karena lemak. Deterjen yang paling banyak digunakan adalah deterjen anionik yang memiliki rantai lurus, karena rantai lurus seperti alkilbenzena sulfonat linear (LAS) relatif mudah diuraikan oleh mikroorganisme dibandingkan deterjen dengan rantai bercabang (Atiyah, 2002). Deterjen memiliki komponen-komponen penting yaitu surfaktan, builder, sumber alkali, bahan pengisi, bahan anti redeposisi, bahan pencemerlang, enzim, parfum, dan lain-lain (Atiyah, 2002). Sifat kimia deterjen terpenting adalah 22

23 kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga kotoran tersebut dapat dibuang dengan pembilasan. Rantai hidrokarbon sebuah molekul deterjen larut dalam zat non polar, seperti tetesan minyak. Ujung anionnya tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul deterjen yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak mengakibatkan minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi dalam larutan (Richards et al, 1967). Surfaktan berfungsi mengangkat kotoran pada pakaian, pengisi (fosfat) berfungsi untuk mendapatkan sifat serbuk yang diinginkan, builder berfungsi mencegah ion kalsium dan magnesium dari air sadah berikatan dengan surfaktan, sumber alkali berperan untuk meningkatkan kinerja dari deterjen, bahan anti redeposisi mencegah agar kotoran tidak menempel lagi pada pakaian, bahan pencemerlang berperan menjaga kecerahan bahan yang dicuci, enzim meningkatkan kemampuan efektifitas dari deterjen, parfum berperan meningkatkan keharuman hasil cucian, serta bahan-bahan lain yang menambah nilai positif dari deterjen. Moleku-molekul surfaktan pada deterjen mampu membentuk ikatan-ikatan diantara partikel-partikel kotoran dan air. Keadaan ini memungkinkan karena molekul surfaktan bersifat bipolar, dimana salah satu ujung bersifat non polar dan larut di dalam kotoran, sedangkan ujung yang lainnya bermuatan dan larut dalam di dalam air (Fardiaz, 1992). Fessenden dan Fessenden (1982) menyatakan bahwa rantai hidrokarbon dari deterjen mampu larut dalam lemak sedangkan ujung anionnya mampu larut dalam air. Ujung anion deterjen yang ditarik oleh air ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari lemak sehingga tetes lemak tidak dapat bergabung dan dapat dibuang dengan pembilasan. Desinfektan Desinfektan adalah suatu senyawa kimia yang berguna untuk membunuh nikroorganisme patogen yang menginfeksi makhluk hidup (Schunack et al., 1990). Senyawa kimia dari desinfektan mempunyai beberapa persyaratan agar dapat digunakan sebagai desinfektan yaitu harus dapat bekerja dengan baik pada waktu singkat, berspektrum luas, dapat ditoleransi oleh kulit, daya tahan lama dan jika terserap oleh tubuh maka toksinitasnya harus rendah (Mutchler, 1991). Beragamnya jenis desinfektan turut mempengaruhi cara kerja desinfektan tersebut. Siswandono dan Soekardjo (1995) menyatakan bahwa desinfektan mempunyai cara kerja yang 23

24 berbeda-beda, yaitu dengan merusak sel mikroorganisme melalui penginaktifan enzim tertentu, denaturasi protein, mengubah permeabilitas membran dan menghambat sintesa deoxyribosanucleid acid (DNA). Desinfektan seperti lysol tidak hanya ampuh membunuh mikrookrganisme dengan cara merusak proteinnya, tetapi juga mampu menjadi pembersih karena sifat kepolaran gugus hidroksil pada fenol (Nogrady, 1992). Pengelantangan Bulu Domba Warna bulu dari domba umumnya canary. Warna canary adalah kondisi dimana sebagian atau kadang- kadang seluruh bagian bulu berwarna kuning. Warna canary tidak dapat dihilangkan selama proses pencucian dan pencucian cepat (Belschner, 1968). Warna asli serat wol disebabkan oleh pigmen melanin yang berbentuk butir-butir yang terdiri dari dua jenis melanin, yaitu melanin hitam-coklat dan melanin merah-kuning. Perbedaan warna yang terdapat pada serat binatang yang berbeda disebabkan karena perbedaan kombinasi kedua pigmen tersebut dan terutama karena perbedaan kerapatan serta distribusi butir-butir pigmen. Butir-butir pigmen ini terdapat pada kutikula, korteks dan medula serat, tetapi umumnya terdapat pada korteks, yang dalam penampang lintangnya menunjukkan distribusi karakteristik pada serat-serat binatang yang berbeda (Soepriyono et al., 1973). Kebersihan warna wol, kecerahan dan penglihatan warna dapat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin dari domba (Benavides dan Maher, 2000). Proses pengolahan bulu domba melalui proses pengelantangan yaitu proses menghilangkan warna alami serat bulu domba seperti kekuning-kuningan, gelap, atau warna yang tidak rata menjadi warna putih bersih (Lubis et al., 1994). Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengelantang yang bersifat oksidator maupun reduktor. Pengelantangan bulu domba dapat menggunakan hidrogen peroksida yang bersifat oksidator. Proses pengelantangan dapat menggunakan bahan kimia hidrogen peroksida karena sifat-sifat yang dimilikinya, diantaranya sifat mengoksidasi pigmen dan merupakan salah satu zat pengelantang yang bersifat oksidator. Reaksi hidrogen peroksida itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya ph, suhu, dan stabilisator. Hidrogen peroksida akan stabil dalam suasana asam, tetapi akan sangat reaktif dalam suasana yang basa (alkali), dimana ph yang semakin besar akan 24

25 mempercepat reaksi penguraian (Djufri et al., 1973). Pemanasan juga akan menyebabkan hidrogen peroksida mudah terurai dan melepaskan oksigen dan kemampuan yang dimilikinya ini menyebabkan zat ini sangat efektif untuk pemutihan (Djufri et al., 1976). Penambahan stabilisator akan memperlambat penguraian hidrogen peroksida sehingga akan sangat berguna dalam pengaturan suhu yang cocok dalam rangka menghasilkan hasil olahan yang baik (Djufri et all., 1973). Hidrogen peroksida adalah cairan tidak berwarna (titik didih 152,1 o C dan titik beku -0,41 o C) serta mirip dengan air dalam sifat fisikanya, bahkan jauh lebih banyak bergabung melalui ikatan hidrogen dan 40% lebih padat daripada air (H 2 O). Hidrogen peroksida memiliki tetapan dielektrik yang lebih tinggi, namun pemanfaatannya sebagai pelarut pengion dibatasi oleh sifat pengoksidasinya yang kuat dan kemudahannya terdekomposisi. Hidrogen peroksida berperilaku sebagai suatu zat pereduksi hanya terhadap zat pengoksidasi yang sangat kuat seperti MnO - 4. Proses pemutihan yang melibatkan hidrogen peroksida dan deterjen bubuk akan menyebabkan reaksi yang menghasilkan O 2 yang berfungsi mereduksi senyawa organik berikatan rangkap dalam pigmen serat wol (=S=S=) sehingga menghasilkan senyawa yang berikatan tunggal (-SO-SO-). Senyawa organik berikatan rangkap (=S=S=) dalam serat wol menyebabkan warna wol tidak putih cerah. Pengelantangan menghasilkan senyawa berikatan tunggal yang menampakkan warna serat wol menjadi putih cerah. Larutan hidrogen peroksida encer (30%) digunakan secara luas sebagai oksidator. Oksidasi dengan hidrogen peroksida akan berjalan lambat dalam suasana asam tetapi akan bereaksi cepat dalam larutan basa. Dekomposisi menjadi H 2 O dan O 2 yang mungkin dianggap sebagai oksidasi, terjadi paling cepat dalam larutan basa. Meskipun demikian hidrogen peroksida paling baik dihancurkan dengan panas dalam larutan basa (Cotton dan Wilkinson, 1989). Hidrogen Peroksida sering difokuskan pada studi tentang kesehatan, lingkungan dan biologi serta digunakan pada beberapa industri dan aplikasi yang berhubungan dengan oksidasi, pemutihan dan netralisasi. 25

26 Teknik Pengolahan Wol Pengolahan wol bertujuan untuk menghasilkan benang yang akan dimanfaatkan lebih lanjut menjadi pakaian atau produk yang bernilai tinggi lainnya. Proses pengolahannya sendiri diawali dengan pencukuran bulu yang kemudian dilanjutkan dengan penyortiran, pencucian, pemisahan bulu, penyisiran bulu dan pemintalan (Yamin et al., 1994). Proses penyortiran bertujuan untuk memisahkan bulu dari kotoran yang menempel pada bulu seperti rumput-rumput, ranting, tanah, feses domba dan kotoran lainnya. Proses pencucian dilakukan melewati tiga tahapan proses. Tahap pertama proses pencucian menggunakan air yang bertujuan untuk menghilangkan kotorankotoran yang dapat larut dalam air. Tahap kedua yaitu pencucian dengan menggunakan deterjen yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan tidak hilang dengan pencucian biasa, misalnya lemak. Tahap ketiga perendaman dengan desinfektan yang bertujuan untuk membunuh bakteri dan kutu. Proses akan diikuti oleh penjemuran yang bertujuan untuk mencegah bulu menjadi liat (Yamin et al., 1994). Proses pengolahan wol harus memperhatikan sifat dari wol sendiri yang memiliki keterbatasan toleransi pada bahan kimia tertentu. Proses pencucian wol pada tahap persiapan pemintalan yang tidak baik dapat menyebabkan serat-serat menjadi rapuh dan crimp tidak jelas terutama dalam bentuknya. Larutan alkali keras yang berasal dari sabun selama pencucian disertai dengan pendidihan dapat menyebabkan wol menjadi larut. Nilai ph 10,1 merupakan batas maksimal daya emulsi dari sabun (Harmsworth dan Sharp, 1970). 26

27 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB dan untuk uji fisik serat dilakukan di Bagian Mutu dan Keamanan Pangan Pusat Antar universitas (PAU) IPB Bogor yang dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wol (Domba Texel), air, deterjen (Attack dan Rinso), desinfektan (Lysol), pemutih hidrogen peroksida 30%. Alat yang digunakan adalah gunting, gelas ukur, ember plastik, panci, alat penyisir bulu (hand carder dan hand carder), alat pintal, mistar, kompor gas, panci, pengaduk, mikroskop, dan panelis terlatih. Rancangan Perlakuan Rancangan percobaan yang digunakan dalam eksperimen dua adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima belas kali ulangan. Model Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini : Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij = respon dari proses pengolahan ke-i dan ulangan ke-j μ = nilai rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i ε = galat percobaan dari proses pengolahan ke-i dan ulangan ke-j i = proses pengolahan (bulu kotor, perendaman dengan air, pencucian dengan deterjen, pencucian dengan desinfektan, pasca pemutihan) j = ulangan 27

28 Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini berupa atribut mutu kebersihan, derajat putih, ketidakbauan feses domba, ketidakbauan sheep odor, ketidakbauan tanah, ketidakbauan deterjen dan ketidakbauan desinfektan yang melekat pada wol baik bulu kotor, bulu pasca perendaman dengan air, bulu pasca pencucian dengan deterjen, pasca pencucian dengan desinfektan maupun pada benang pasca pemutihan dengan hidrogen peroksida. Analisis Data Data pada eksperimen satu maupun eksperimen dua didapat dengan cara evaluasi sensori melalui uji skalar garis terhadap sampel oleh para panelis yang sudah mendapat pelatihan intensif. Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai parameter penentuan suatu kesan dan suatu rangsangan sehingga dapat diketahui besaran kesan yang diberikan suatu komoditi sehingga dapat diketahui mutunya. Pengujian dimulai dengan penilaian atribut mutu menggunakan skalar garis dengan nilai dari nol (0) sampai lima (5). Data hasil evaluasi sensori dijelaskan dan memberikan keterangan sebagai berikut : Nilai 0 (nol) untuk kebersihan menunjukkan bahwa bulu memiliki kebersihan yang rendah sedangkan nilai 5 (lima) untuk bulu yang sangat bersih. Semakin tinggi nilai kebersihan maka mutu bulu tersebut semakin baik. Penilaian untuk derajat putih juga menggunakan skala dengan kisaran nilai 0 (nol) sampai 5 (lima). Nilai 0 (nol) berarti bulu tersebut memiliki warna yang alami (canary) sedangkan nilai 5 (lima) menunjukkan warna bulu sangat putih. Semakin tinggi nilai keputihan maka kualitas bulu tersebut semakin baik. Bau feses domba, sheep odor, bau tanah, bau deterjen dan bau desinfektan adalah beberapa jenis bau yang tidak diinginkan tetapi mungkin ada pada wol bila proses pencucian dan pembilasan kurang bersih dan hal ini akan mempengaruhi mutu wol. Semakin kuat baunya maka semakin rendah mutu bulu tersebut. Penilaian terhadap bau juga menggunakan uji skalar garis dengan kisaran nilai 0 (nol) sampai 5 (lima). Nilai 0 (nol) menunjukkan bau yang rendah sedangkan nilai 5 (lima) menunjukkan bau yang sangat kuat. 28

29 Mutu wol akan semakin baik bila bau-bau tersebut semakin hilang sehingga bila diukur dari tingkat tidak berbau maka semakin tinggi nilai, semakin baik mutunya. Nilai uji skalar dari bau-bau yang muncul akan di lihat dan dianalisa dari tingkat tidak berbau ini. Data uji skalar garis pada eksperimen satu dan eksperimen dua yang didapat akan diubah ke bentuk persentase (%) untuk kemudian ditransformasi kebentuk Arcsin (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) dengan satuan persentase (%) dan selanjutnya ditampilkan dengan kisaran nilai 0 90%, dimana nilai 0% menunjukkan kebersihan yang paling rendah, warna bulu canary, dan memiliki kadar yang sangat kuat untuk bau-bau yang tidak diinginkan, sedangkan nilai 90% berarti bulu memiliki kebersihan yang tinggi, berwarna sangat putih dan memiliki bau yang rendah. Data hasil eksperimen satu akan dilihat setiap pasca tahap pengolahan untuk membantu mendapatkan konsentrasi terbaik tiap tahap pengolahan tersebut. Pengambilan keputusan untuk menentukan konsentrasi terbaik pada eksperimen satu ini dilakukan dengan melihat konsentrasi yang memiliki banyak atribut mutu dengan nilai terbaik. Setiap atribut mutu pada eksperimen satu memiliki bobot yang sama. Jika beberapa konsentrasi memiliki jumlah atribut mutu terbaik sama banyak, maka penarikan kesimpulan didasarkan pada nilai ekonomis dari konsentrasi tersebut. Uji deskripsi yang dilakukan pada eksperimen dua merupakan evaluasi sensori berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih komplek, yang dapat pula meliputi berbagai jenis sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat atau mutu dari komoditas tersebut. Cara penilaian kuantitatif dilakukan pula dengan menggunakan skalar garis. Data hasil eksperimen dua dalam bentuk Arcsin akan dianalisa dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Data dari eksperimen dua ini akan disajikan secara simple visual representation dan akan ditampilkan dalam bentuk histogram dan grafik majemuk (spider web) yang disusun secara radial dengan sudut antar garis radial adalah sama besar. 29

30 Prosedur Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu eksperimen satu berupa Uji Pengaruh Konsentrasi Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol dan eksperimen dua yaitu Pengaruh Perendaman Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol. Sebelum eksperimen satu dan dua, dilakukan penelitian pendahuluan untuk mencari bahan dan konsentrasi-konsentrasi yang akan digunakan serta pelatihan bagi para panelis. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari proses penentuan bahan-bahan yang tepat dan konsentrasi-konsentrasi bahan yang sesuai, seleksi dan pelatihan bagi para calon panelis yang akan melakukan evaluasi sensori. Penelitian pendahuluan diawali dengan proses penentuan bahan yang tepat dan konsentrasi bahan yang sesuai dengan cara trial and error pada bahan-bahan dan konsentrasi yang diduga dapat mempengaruhi peubah yang akan diamati. Kisaran besarnya konsentrasi-konsentrasi yang digunakan dan diamati tetap memperhatikan aturan pakai pada produk komersial yang tertera pada kemasan bahan. Proses berikutnya yaitu persiapan tim panel berupa pemilihan/seleksi dan pelatihan bagi calon panelis. Proses pemilihan/seleksi panelis dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu penyebaran kuisioner kepada bakal calon panelis (prescreening), tes akuisi, penyaringan panelis (screening), latihan (training) dan pengujian (Meilgaard, et al., 1999). Penyebaran kuisioner bertujuan untuk mengetahui kesediaan dan kemampuan para panelis terhadap uji yang akan dilakukan. Jika bersedia akan dilanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu dengan mengisi tes akuisi. Tes akuisi menggunakan skalar garis dimana calon panelis diminta memperkirakan luasan gambar yang diberikan. Tahap penyaringan panelis dilakukan dengan menggunakan sampel wol olahan dan bahan-bahan pengolah yang meliputi tiga tahapan proses yaitu pengenalan, kemampuan membedakan dan uji kemampuan. Proses pengenalan yaitu dengan memperkenalkan bau-bau yang mungkin muncul pada bulu sebelum maupun sesudah proses. Tahap kemampuan membedakan dilakukan dengan cara menguji para panelis secara sederhana dengan bau-bauan. Tahap berikutnya yaitu uji 30

31 kemampuan dimana para panelis diminta untuk menilai sampel dari wol dan bahanbahan pembersih. Panelis yang terpilih adalah panelis yang bersedia mengikuti proses evaluasi pada kuisioner, mampu mengisi tes akuisi dengan baik dan juga mampu menjawab pertanyaan pada uji kemampuan dengan baik. Panelis yang terpilih akan melanjutkan tahap latihan. Latihan dilakukan untuk membiasakan para panelis dengan tata cara pengujian, meningkatkan sensitifitas individu dan pemberian pengertian yang sama tentang sifat-sifat yang akan dinilai. Latihan panelis bertujuan untuk melatih panelis mengenal, mengingat dengan baik sifat-sifat sensori komoditi (Soekarto, 1985) dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian (Rahayu, 1998). Eksperimen Satu : Uji Pengaruh Konsentrasi Bahan Pembersih dan pemutih terhadap Mutu Wol Proses ini dilakukan untuk mencari konsentrasi terbaik pada tiap proses perlakuan. Konsentrasi-konsentrasi yang digunakan pada tahap ini adalah konsentrasi yang mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Konsentrasi bahan yang digunakan dalam eksperimen satu adalah sebagai berikut : pencucian dengan menggunakan deterjen dengan konsentrasi 0% (0 g deterjen /10 l air), 0,3% (30 g deterjen /10 l air), 0,5% (50 g deterjen/10 l air) dan 0,7% (70 g deterjen/10 l air), pencucian dengan desinfektan menggunakan konsentrasi sebesar 0% (0 ml lysol/10 l air), 1% (100 ml lysol/10 l air), 2% (200 ml lysol/10 l air) dan 3% (300 ml lysol/10 l air), sedangkan proses pemutihan menggunakan bahan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 0% (0 ml H 2 O 2 / 2 l air) 0,5% (10 ml H 2 O 2 /2 l air), 1% (20 ml H 2 O 2 / 2 l air) dan 1,5% (30 ml H 2 O 2 / 2 l air), dimana pada proses pemutihan dilakukan juga penambahan masing-masing 8 gram deterjen. Proses pengolahan dan evaluasi sensori pada tahap ini dilakukan dengan metode sebagai berikut: Wol Kotor. Pertama-tama dilakukan evaluasi sensori terhadap wol pasca pencukuran dimana bulu masih terlihat kotor, alami dan memiliki bau yang masih cukup kuat. Wol Pasca Perendaman Air. Tahap berikutnya berupa perendaman dengan air. Bulu kotor direndam dengan air bersih selama 12 jam, setelah itu diikuti dengan 31

32 pengeringan dengan penjemuran serta diakhiri dengan evaluasi sensori terhadap wol kering tersebut. Wol Pasca Pencucian dengan Deterjen. Wol pasca perendaman dengan air dicuci dengan deterjen. Bulu tersebut direndam dalam deterjen selama 30 menit lalu dibilas dengan air bersih sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan penjemuran untuk selanjutnya dievaluasi sensori sehingga didapat nilai terbaik dari tiga konsentrasi diatas. Konsentrasi bahan yang dipakai sebesar 0%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Wol Pasca Perendaman dengan Desinfektan. Wol terbaik pasca pencucian dengan deterjen akan dilanjutkan proses pencucian dengan desinfektan. Bulu direndam dalam larutan desinfektan selama 2 jam lalu dibilas sebanyak tiga kali dengan air bersih dan dikeringkan dengan penjemuran untuk dievaluasi sensori. Konsentrasi bahan yang digunakan sebesar 0%, 1 %, 2% dan 3%. Pembukaan Serat dan Pembenangan. Bulu pasca pencucian dengan desinfektan dengan konsentrasi terbaik akan diproses untuk menjadi benang. Prosesnya berupa pembukaan serat wol, penyisiran menjadi bantalan-bantalan halus dan akhirnya pemintalan. Benang Pasca Pemutihan. Wol terbaik pasca pencucian dengan desinfektan yang telah dibenangkan mengalami proses pemutihan menggunakan hidrogen peroksida. Langkah pertama proses ini adalah pendidihan air dan dilanjutkan penambahan hidrogen peroksida, deterjen dan benang secara berurutan ke dalam air tersebut lalu lakukan pengadukan selama lima menit dan diakhiri dengan pembilasan sebanyak tiga kali. Setelah itu bulu dikeringkan dengan penjemuran dan akhirnya dievaluasi sensori untuk mendapatkan konsentrasi terbaik. Konsentrasi bahan yang digunakan sebesar 0%, 0,5%, 1% dan 1,5%. Proses pengolahan dan evaluasi sensori dilakukan secara bertahap karena mempertimbangkan ketepatan data yang akan didapat pada uji skalar garis oleh para panelis. Proses evaluasi sensori sampel pada eksperimen satu harus dilakukan menggunakan jumlah sampel yang terbatas untuk menghindari munculnya hasil bias penilaian oleh para panelis (Rahayu, 1998). Tim panel yang digunakan dalam tahap ini terdiri dari 16 orang panelis yang sudah mendapat pelatihan intensif. Proses pengolahan wol dalam penelitian ini tetap 32

33 berpedoman pada metode pengolahan menurut Yamin et al., (1994) seperti tertuang pada Gambar 3. Eksperimen Dua : Pengaruh Perendaman Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol Setelah mendapatkan data bulu kotor dan perendaman dengan air bersih, serta mengetahui konsentrasi terbaik pasca pencucian dengan deterjen, pencucian dengan desinfektan dan pasca pemutihan dengan hidrogen peroksida, maka selanjutnya dilakukan uji deskripsi terhadap lima contoh bulu dari masing-masing tahap pengolahan tersebut. Evaluasi bertujuan untuk mendapatkan nilai atribut mutu dari masing-masing tahap pengolahan tersebut. Proses penilaian dilakukan dengan cara meletakkan sampel berupa bulu kotor, bulu kering pasca perendaman dengan air, bulu kering dengan konsentrasi terbaik pasca pencucian dengan deterjen dan desinfektan serta benang kering dengan konsentrasi terbaik pasca pemutihan hidrogen peroksida diatas kertas putih. Para panelis kemudian melakukan penilaian terhadap atribut mutu masing-masing sampel tersebut dengan cara memberikan tanda pada skalar garis yang disediakan. 33

34 Bulu kotor Evaluasi Sensori Perendaman air (±12 jam) dan pengeringan bulu Bulu kering pasca perendaman air Evaluasi Sensori Pencucian dengan deterjen (±30 menit) dan pengeringan bulu Bulu kering terbaik pasca pencucian dengan deterjen Evaluasi Sensori Pencucian dengan desinfektan (±2 Jam) dan pengeringan bulu Bulu kering terbaik pasca pencucian dengan desinfektan Evaluasi Sensori Pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam air mendidih (±5 Menit) Bulu Kering Pasca Pemutihan Evaluasi Sensori Gambar 3. Tahapan Proses Pemutihan bulu (Yamin, et al., 1994) 34

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksperimen Satu : Uji Pengaruh Konsentrasi Bahan Pembersih dan Pemutih terhadap Mutu Wol Wol Kotor Eksperimen satu diawali dengan evaluasi sensori terhadap wol yang masih kotor dengan hasil seperti tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Atribut Mutu Bulu Domba Kotor Atribut Mutu... (%)... Kebersihan 23,10 Derajat Putih 18,44 Ketidakbauan Feses Domba 48,27 Ketidakbauan Sheep Odor 38,70 Ketidakbauan Tanah 45,80 Ketidakbauan Deterjen 89,19 Ketidakbauan Desinfektan 89,19 Data diatas menunjukkan atribut mutu kebersihan mempunyai nilai 23,11% sedangkan derajat putih 18,44% dan nilai yang muncul menunjukkan wol tersebut masih kotor dan warnanya masih alami yaitu warna canary. Atribut mutu ketidakbauan feses domba mempunyai nilai 48,27%, ketidakbauan sheep odor 38,70% dan ketidakbauan tanah memiliki nilai 45,80%. Nilai-nilai yang muncul pada atribut mutu menunjukkan bahwa bau feses domba, sheep odor dan bau tanah pada wol kotor masih cukup kuat. Rendahnya kebersihan dan keputihan serta adanya kadar bau feses domba, sheep odor dan tanah pada bulu disebabkan oleh banyaknya kotoran yang menempel pada wol baik berupa tanah, feses maupun ranting, yang menutupi bulu sehingga bulu kelihatan kusam dan kotor serta menyebabkan munculnya bau. Menempelnya kotoran pada bulu tidak terlepas dari pengaruh adanya kelenjar sebacious yang memproduksi lemak. Keluarnya zat-zat dari tubuh domba, seperti keringat turut mempengaruhi munculnya bau pada wol. 35

36 Wol kotor tidak menunjukkan adanya bau deterjen dan desinfektan karena wol kotor tersebut belum mengalami proses pengolahan dengan deterjen dan desinfektan. Kedua sample tidak bersentuhan dengan kedua bahan. Hasil pengamatan fisik serat melalui mikroskop terhadap serat wol yang masih kotor menunjukkan bahwa masih terdapat kotoran-kotoran yang menempel pada serat seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Serat Wol Kotor (pembesaran 400x) Wol Pasca Perendaman dengan Air Tahap berikutnya adalah penilaian terhadap bulu kering pasca perendaman dengan air selama 12 jam. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotorankotoran yang dapat lepas dengan perendaman air. Data yang didapat tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Atribut Mutu Wol Kering Pasca Perendaman dengan Air Atribut Mutu (%)... Kebersihan 36,63 Derajat Putih 29,33 Ketidakbauan Feses Domba 66,97 Ketidakbauan Sheep Odor 58,18 Ketidakbauan Tanah 64,45 Ketidakbauan Deterjen 89,19 Ketidakbauan Desinfektan 89,19 Data diatas menunjukkan bahwa wol kering pasca perendaman dengan air memiliki nilai atribut mutu kebersihan 36,63% dan derajat putih 29,33%. 36

37 Perendaman wol dengan air selama 12 jam mampu melepas sebagian kotoran sehingga meningkatkan kebersihan dan warna putih wol. Nilai-nilai ini lebih baik daripada nilai pada bulu kotor untuk atribut mutu yang sama. Atribut mutu ketidakbauan feses domba, ketidakbauan sheep odor dan ketidakbauan tanah juga menunjukkan kenaikan dibandingkan nilai atribut yang sama pada wol kotor. Atribut mutu ketidakbauan feses domba memiliki nilai 66,97%, ketidakbauan prengus memiliki nilai 58,18% dan ketidakbauan tanah memiliki nilai 64,45%. Nilai-nilai ini jauh meningkat jika dibandingkan nilai pada bulu kotor. Ini merupakan indikasi bahwa terjadi penurunan bau feses domba, sheep odor dan tanah pada wol pasca perendaman dengan air. Data diatas menunjukkan bahwa perendaman dengan air mampu mengurangi bau-bau yang menempel pada wol akibat kotoran. Ikatan kovalen pada air merupakan dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kemampuan sebagai pelarut (Winarno, 1986) dan ikatan kovalen ini juga yang menimbulkan sifat khas pada air, salah satunya sebagai pelarut berbagai bahan (Saeni, 1989), sehingga air melarutkan kotoran-kotoran yang dapat lepas dengan perendaman air biasa. Pengamatan fisik serat melalui mikroskop terhadap serat domba kering pasca perendaman dengan air menunjukkan keadaan serat yang lebih bersih daripada serat pada bulu kotor seperti terlihat pada Gambar 5. Gambar 5. Serat Wol Kering Pasca Perendaman dengan Air (pembesaran 400x) Wol Pasca Pencucian dengan Deterjen Proses Pencucian dengan deterjen pada wol diutamakan untuk menghilangkan kotoran berupa minyak-minyak yang tidak larut atau lepas selama 37

PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN

PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PEMBERSIH DAN PEMUTIH TERHADAP MUTU SERAT WOL HASIL PENGOLAHAN SKRIPSI NURUDDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 1 RINGKASAN

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011 I. Pendahuluan Pemutihan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. dioksida, oksidol dan peroksida, dengan rumus kimia H 2 O 2, ph 4.5, cairan

BABII TINJAUAN PUSTAKA. dioksida, oksidol dan peroksida, dengan rumus kimia H 2 O 2, ph 4.5, cairan BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida dikenal sebagai dihidrogen dioksida, hidrogen dioksida, oksidol dan peroksida, dengan rumus kimia H 2 O 2, ph 4.5, cairan bening, tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA LAPORAN PRAKTIKUM ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Ade Sinaga Tujuan Praktikum : Teori 1. Mengetahui pembuatan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web :

2. STRUKTUR RAMBUT. Gambar 1.2 Struktur Rambut Sumber web : 1. PENGERTIAN RAMBUT Rambut merupakan salah satu adneksa kulit yang terdapat pada seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku dan bibir. Jenis rambut pada manusia pada garis besarnya dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.Permono. Ajar Membuat detergen bubuk, Penebar swadaya. Jakarta. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di khasanah dunia ilmiah dikenal adanya produk yang disebut dengan synthetic detergent yang disingkat dengan istilah syndent. Kata synthetic (sintetik) sepertinya memberi

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( ) KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 3 ) R I N I T H E R E S I A ( 1 2 2 1 5 0 1 1 2 ) Menetukan Sistem Periodik Sifat-Sifat Periodik Unsur Sifat periodik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol

I. DASAR TEORI Struktur benzil alkohol JUDUL TUJUAN PERCBAAN IV : BENZIL ALKL : 1. Mempelajari kelarutan benzyl alkohol dalam berbagai pelarut. 2. Mengamati sifat dan reaksi oksidasi pada benzyl alkohol. ari/tanggal : Selasa, 2 November 2010

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi MATA DIKLAT : KIMIA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap lingkungan, alam dan sekitarnya. 2. Siswa memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menunjang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci