4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin pada suhu 90 o C disertai proses pengadukan selama 4 jam yang dilakukan oleh Afridiana (2011), pembuatan glukosamin dengan autoklaf dapat dilakukan tanpa pengadukan dengan waktu pemanasan lebih singkat yakni 1 jam. Pembuatan glukosamin hidroklorida dilakukan dalam dua tahap penelitian pendahuluan dengan menggunakan sampel kitin dan kitosan. 4.1 Pembuatan Glukosamin Hidroklorida dari Kitin Penelitian pendahuluan I dilakukan dengan menggunakan sampel kitin. Sampel dihidrolisis dengan dua ragam perlakuan yakni konsentrasi HCl (18,5%, 12,3%, dan 9,2%) serta waktu pemanasan (30, 60, 90, dan 120 menit) pada tekanan 1 atm. Indikator pertama yang digunakan untuk menentukan keberhasilan hidrolisis kitin menjadi glukosamin hidroklorida adalah tingkat kelarutannya dalam air. Kelarutan glukosamin kitin ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 4. Tabel 2 Karakteristik kelarutan, derajat putih, dan rendemen glukosamin hidroklorida dari kitin Perlakuan Derajat Rendemen Kelarutan Waktu (menit) (HCl:Air) putih* gram % 1:2 +++ Tidak Larut 1,72 68, : Tidak Larut 2,17 86,80 1: Tidak Larut 2,28 91,20 1:2 ++ Tidak Larut 1,44 57, :3 +++ Tidak Larut 1,91 76,40 1: Tidak Larut 1,98 79,20 1:2 +++ Tidak Larut 1,60 64, : Tidak Larut 1,83 73,20 1: Tidak Larut 2,11 84,40 1:2 + Tidak Larut 0,78 31, :3 +++ Tidak Larut 1,73 69,20 1: Tidak Larut 1,85 74,00 Ket: + hitam ++ tidak hitam +++ sedikit putih ++++ lebih putih *penilaian dilakukan secara visual

2 15 Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari semua perlakuan yang diberikan, tidak ada sampel glukosamin yang larut dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa kitin belum terhidrolisis menjadi glukosamin. Konsentrasi HCl yang digunakan diduga terlalu rendah sehingga belum cukup mampu menghidrolisis kitin menjadi glukosamin meskipun perlakuan tekanan telah diterapkan. Kralovec dan Barrow (2008) menyatakan bahwa kadar asam yang rendah menyebabkan terjadinya hidrolisis yang tidak sempurna. Semua sampel kitin dari setiap perlakuan asam dan waktu pemanasan menunjukkan tingkat kelarutan yang hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 7. Fase cair Fase padat Gambar 7 Kelarutan glukosamin hidroklorida dari kitin Sesaat setelah dilarutkan, sampel membentuk dua fase yang berbeda yakni fase cair dan padatan. Karakter kelarutan sampel ini jauh berbeda dengan karakteristik glukosamin seperti yang diungkapkan oleh Kralovec dan Barrow (2008) bahwa glukosamin hidroklorida bersifat larut sempurna dalam air bersuhu 20 o C dengan konsentrasi 100 mg/ ml. Berdasarkan data kelarutan yang ditunjukkan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa sampel belum terhidrolisis menjadi glukosamin. Hidrolisis glukosamin dengan metode autoklaf pada dasarnya merupakan sistem kerja yang menggabungkan fungsi tekanan dan asam. Tekanan berperan penting dalam pemotongan ikatan polimer menjadi unit-unit yang lebih kecil. Asam HCl berperan dalam pembentukan ikatan dengan gugus amin NH 2 setelah gugus asetil COCH 3 terpotong. Mekanisme kinerja asam dan tekanan terhadap sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: glukosamin hidroklorida dapat larut dalam air karena adanya ikatan gugus OH dan NH 2 Cl. Kitin merupakan polimer yang masih mengandung gugus asetil COCH 3 yang terikat kuat pada gugus amin NH 2. Gugus asetil ini harus dihilangkan sehingga gugus amin dapat berikatan

3 16 dengan Cl dari asam HCl dan membentuk ikatan NH 3 Cl. Fungsi tekanan pada autoklaf hanya membantu proses pemotongan rantai polimer kitin menjadi lebih pendek. Tekanan tidak dapat memotong gugus asetil karena gugus asetil hanya dapat dipisahkan oleh basa kuat seperti KOH atau NaOH. Adanya gugus asetil menghalangi ion Cl untuk berikatan dengan gugus amin NH 2 membentuk kompleks NH 3 Cl sehingga sampel glukosamin dari kitin tidak bersifat larut air. Kitin cenderung stabil pada asam dan basa lemah namun dapat larut pada asam kuat dengan konsentrasi tinggi. Glukosamin yang dibuat dari kitin diduga dapat terhidrolisis sempurna pada penggunaan HCl dengan konsentrasi lebih tinggi serta waktu pemanasan yang cukup panjang. Akan tetapi, hal ini dirasa kurang efisien dari segi biaya dan waktu hidrolisis. Merujuk pada penelitian hidrolisis glukosamin hidroklorida dari kitosan oleh Rismawan (2012), maka dilakukan uji pendahuluan tahap 2 untuk menentukan teknik hidrolisis glukosamin hidroklorida yang lebih efisien. 4.2 Pembuatan Glukosamin Hidroklorida dari Kitosan Merujuk pada penelitian Rismawan (2012) yang telah berhasil membuat glukosamin hidroklorida dari kitosan, maka dilakukan penelitian pendahuluan 2 dengan menggunakan sampel kitosan. Perlakuan terbaik Rismawan (2012) adalah penggunaan HCl 22% (v/v) dengan waktu pemanasan selama 2 jam pada autoklaf bertekanan 1 atm. Peubah yang diragamkan pada penelitian ini adalah konsentrasi asam yang diberikan berkisar antara 0 hingga 22% (v/v) dengan interval 2%. Perlakuan waktu pemanasan yang diberikan adalah 1 jam. Karakteristik hasil uji pendahuluan 2 ditunjukkan oleh Tabel 3. Tingkat kelarutan pada uji pendahuluan 2 juga menjadi indikator pertama yang digunakan untuk menentukan keberhasilan hidrolisis kitosan menjadi glukosamin. Tabel 3 menunjukkan bahwa semua sampel (kecuali kontrol) dari setiap perlakuan bersifat larut sempurna dalam air. Kelarutan ini merupakan indikasi awal yang menunjukkan bahwa sampel kitosan telah terhidrolisis menjadi glukosamin hidroklorida. Parameter yang dilihat selanjutnya setelah kelarutan ialah warna, penampakan derajat putih, konsentrasi HCl, dan nilai rendemen glukosamin. Karakteristik glukosamin hidroklorida disajikan pada Gambar 6.

4 17 Tabel 3 Karakteristik glukosamin dari kitosan pada perlakuan asam yang berbeda HCl Derajat Rendemen Penampakan Warna Kelarutan (%) putih gr % 0 Serpihan Kekuningan ++ Tidak 2, Larut 2 Butiran kasar Coklat jernih ++ Larut 2,34 93,80 4 Butiran kasar Hitam + Larut 2,05 82,00 6 Serbuk Kecoklatan +++ Larut 2,02 80,92 8 Serbuk Putih ++++ Larut 1,74 69,80 kekuningan 10 Serbuk Abu kecoklatan +++ Larut 1,83 73,20 12 Serbuk Abu kecoklatan +++ Larut 1,52 60,80 14 Serbuk Putih keabuan ++++ Larut 1,42 56,80 16 Serbuk Putih keabuan ++++ Larut 1,26 50,40 18 Serbuk Hitam + Larut 1,21 48,56 20 Serbuk Hitam + Larut 1,23 49,44 22 Serbuk Hitam + Larut 1,30 51,88 Ket: + hitam ++ tidak hitam +++ sedikit putih ++++ lebih putih Berdasarkan kriteria parameter yang ada pada Tabel 3, perlakuan hidrolisis dengan asam 8% ditetapkan sebagai perlakuan terbaik glukosamin yang akan dikarakterisasi lebih lanjut. Sampel terbaik diperbanyak empat kali lipat untuk kemudian dilakukan uji lanjutan meliputi uji pengurangan bobot loss on drying LoD, uji titik leleh, dan uji serapan FTIR HCl (%) rendemen (%) Derajat putih Gambar 6 Grafik karakteristik rendemen dan derajat putih GlcN

5 Kelarutan Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) Pada uji pendahuluan 2 kelarutan glukosamin hidroklorida dilakukan dengan menggunakan air bersuhu 27 o C. Pada uji lanjutan, uji kelarutan dilakukan kembali dengan menggunakan air bersuhu 20 o C. Semakin tinggi suhu pelarut yang digunakan maka kelarutan zat akan terjadi lebih cepat. Kelarutan cenderung berjalan lambat dalam pelarut bersuhu rendah. Suatu zat yang larut dengan mudah pada pelarut bersuhu rendah mengindikasikan bahwa zat terlarut memiliki tingkat kelarutan yang baik. Kelarutan glukosamin hidroklorida 8% yang dihidrolisis dari kitosan ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8 Glukosamin hidroklorida 8% setelah dilarutkan Glukosamin dari kitosan memiliki tingkat kelarutan yang baik. Berbeda dengan sampel glukosamin dari kitin pada pendahuluan 1, glukosamin yang dibuat dari kitosan bersifat larut sempurna bahkan pada air dingin bersuhu 20 o C. Berbeda dengan kitin, kitosan telah kehilangan gugus asetilnya. Ketika sampel diganti kitosan, tekanan pada autoklaf tidak lagi memutus gugus asetil melainkan hanya memotong polimer kitosan menjadi unit yang lebih kecil sehingga ion Cl - dari HCl lebih mudah berikatan dengan dengan gugus amin kitosan membentuk NH 3 Cl. Adanya ikatan hidroksil antara O-H dan NH 3 Cl ini menyebabkan glukosamin hidroklorida bersifat larut dalam air. Menurut standar USP (2006) penampakan glukosamin secara visual adalah putih. Ketika glukosamin dilarutkan dalam air, larutan akan cenderung jernih dan tidak berwarna. Hal ini berbeda dengan warna glukosamin hidrolisis sebagaimana tertera pada Gambar 7. Setelah dilarutkan. warna glukosamin hasil hidrolisis juga jernih namun cenderung kekuningan. Hal ini diduga terjadi karena warna asal sampel (kitosan) yang masih mengandung sedikit pigmen atau sedikit protein

6 19 pengotor. Penampakan sampel kitosan komersial yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9 Kitosan udang untuk pembuatan GlcN HCl Penampakan, Warna, dan Derajat Putih Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) Kriteria penampakan glukosamin terbaik dilihat dari tekstur glukosamin setelah dikeringkan dan digerus. Penampakan dinilai baik jika sampel berbentuk serbuk halus setelah penggerusan. Warna dan derajat putih glukosamin dianggap baik jika sesuai atau mendekati warna dan derajat putih glukosamin standar. Penampakan glukosamin hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Penampakan glukosamin hasil penelitian Secara umum parameter visual yang meliputi penampakan, warna, dan derajat putih glukosamin hidrolisis hampir mirip dengan glukosamin standar. Glukosamin hasil pembuatan memiliki tekstur serbuk berukuran sekitar 60 mesh. Berbeda dengan glukosamin yang dibuat dari kitin, glukosamin yang dibuat dari kitosan sangat mudah dihaluskan. Hal ini diduga dapat terjadi karena ikatan

7 20 monomer pada kitosan telah terurai sempurna selama proses hidrolisis menjadi glukosamin. Kitosan telah terurai menjadi molekul-molekul glukosamin yang lebih pendek dan bersifat polar (terdapat gugus O-H) sehingga larut dalam air. Zat molekular yang memiliki molekul polar mudah dilarutkan dalam air. Gugus hidroksil O-H yang terikat pada atom karbon suatu molekul merupakan tapak untuk interaksi dwikutub dengan molekul air. Tarikan ini menggantikan interaksi zat-zat terlarut (Irawadi et al. 2006) sehingga setiap molekul glukosamin yang berair akan bergerak menuju larutan Loss on Drying (LoD) Uji pengurangan bobot didesain untuk mengukur jumlah air dan komponen volatil yang mungkin masih terkandung dalam sampel ketika dikeringkan pada kondisi tertentu. Glukosamin dengan bobot tertentu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C selama 2 jam. Uji LoD pada penelitian ini dilakukan secara duplo. Sesuai dengan kriteria mutu USP, nilai LoD glukosamin hidroklorida tidak lebih dari 1%. Pengurangan bobot GlcN setelah pemanasan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Pengurangan bobot glukosamin setelah pemanasan Cawan Bobot GlcN awal (gr) Bobot GlcN akhir (gr) LoD (%) 1 0,3 0, ,3 0,275 0,83 Rata-rata 0,92 Rata-rata hasil uji menunjukkan bahwa nilai pengurangan bobot glukosamin setelah pemanasan 105 o C selama 2 jam tidak lebih dari 1% yakni hanya mencapai 0,92%. Nilai LoD ini telah sesuai dengan standar yang disyaratkan oleh USP (2006) Rendemen Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) Nilai rendemen dihitung dengan membandingkan jumlah bobot sampel akhir dengan sampel awal kitosan. Rendemen terbesar glukosamin dengan warna dan penampakan terbaik dihasilkan pada perlakuan asam 8% yakni 69,80%. Nilai rendemen glukosamin pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rendemen penelitian sebelumnya yang hanya mencapai 51,04%.

8 21 Adanya perbedaan nilai rendemen glukosamin ini diduga dipengaruhi oleh faktor suhu, konsentrasi asam, waktu pemanasan, dan tekanan yang diberikan. Mojarrad et al. (2007) menyatakan bahwa perbandingan antara waktu hidrolisis dan konsentrasi asam merupakan faktor yang menentukan nilai rendemen sampel (glukosamin). Nilai rendemen GlcN yang dihasilkan menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi asam dan waktu reaksi. Penurunan rendemen diduga terjadi karena adanya reaksi samping sehingga terbentuk zat pengotor dan menurunkan nilai rendemen GlcN yang dihasilkan. Hasil penelitian pada Gambar 5 sesuai dengan Mojarrad et al. (2007). Seiring dengan peningkatan konsentrasi asam yang digunakan. jumlah rendemen yang dihasilkan cenderung semakin menurun. Nilai rendemen sedikit meningkat pada konsentrasi asam 20% dan 22%. Hal ini diduga terjadi karena pemutusan polimer kitosan menjadi glukosamin cenderung lebih cepat pada konsentrasi asam tersebut yang dibantu dengan pengaruh tekanan tinggi dari autoklaf. Afridiana (2011) dan Rismawan (2012) berturut-turut memerlukan HCl dengan konsentrasi 37% dan 22% (v/v) untuk memperoleh glukosamin dengan karakteristik terbaik. Akan tetapi, pada penelitian ini konsentrasi asam 8% telah mampu menghidrolisis glukosamin dengan karakter terbaik. Hal ini terjadi karena adanya faktor tekanan yang diberikan saat hidrolisis. Kombinasi perlakuan antara tekanan dan suhu mempercepat proses depolimerisasi kitosan menjadi glukosamin sehingga waktu pemanasan menjadi lebih singkat dengan konsentrasi asam yang cukup rendah. Pemberian tekanan pada proses dapat menyebabkan terjadinya puffing (Pamungkas et al. 2008). Puffing dapat diartikan sebagai suatu proses pemasukan gas ke dalam bahan yang kemudian terjadi ekspansi untuk kemudian dilepaskan dan mengakibatkan pengembangan/ pemutusan terhadap struktur luar dari struktur seluler sebuah produk (Tabeidie 1992 dalam Pamungkas et al. 2008). Pengembangan struktur ini terjadi sebagai akibat dari pemasukan udara (gas) secara paksa serta pelepasan tekanan secara tiba-tiba yang menghasilkan struktur permukaan yang lebih porous (Pamungkas et al. 2008). Di bawah kondisi suhu dan tekanan yang sesuai serta adanya penambahan katalis. ikatan rangkap antara dua atom karbon dapat terbuka atau terputus dan

9 22 digantikan oleh ikatan jenuh tunggal dari unit monomer tunggal yang terbuka dari sisi lainnya sehingga membentuk satu rantai panjang berulang yang terdiri atas unit-unit/ monomer (Brinson dan Brinson 2008). Waktu yang diperlukan untuk hidrolisis glukosamin pada penelitian ini hanya 1 jam karena proses pemutusan ikatan kitosan menjadi glukosamin berlangsung lebih cepat dengan adanya pengaruh tekanan. Tanpa adanya perlakuan kombinasi tekanan dan suhu, proses hidrolisis glukosamin akan cenderung lambat Titik Leleh Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) Hasil analisis titik leleh menunjukkan titik leleh GlcN berkisar pada suhu o C. Hal ini menunjukkan bahwa GlcN hasil pembuatan lebih bersih. Semakin banyak pengotor atau zat asing yang terkandung dalam glukosamin maka titik leleh akan semakin menurun. Kisaran nilai titik leleh glukosamin hidrolisis sesuai dengan penelitian Kralovec dan Barrow (2008) yakni o C. Titik leleh hasil pembuatan juga lebih baik dari penelitian Afridiana (2011) yang berkisar antara o C pada penggunaan asam 37%. Mojarrad et al. (2007) menpembuatan glukosamin hidroklorida dengan titik leleh o C pada penggunaan konsentrasi asam 32%. Kisaran titik leleh glukosamin hidroklorida hasil hidrolisis ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5 Kisaran suhu titik leleh glukosamin hidroklorida Tabung kapiler Kisaran suhu ( o C) 1 190,0-192, ,0-192, ,0-193,0 Rata-rata 191, Spektrum Glukosamin Hidroklorida (GlcN HCl) Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menetukan tingkat keberhasilan hidrolisis glukosamin hidroklorida ialah dengan menggunakan analisis FTIR. Analisis FTIR memanfaatkan sinar infra merah pada kisaran bilangan gelombang cm -1. Hasil pengujian FTIR glukosamin hidroklorida hasil hidrolisis dapat dilihat pada Lampiran 1-3. Hasil pengukuran spektrum FTIR menunjukkan bahwa spektrum GlcN HCl standar (Lampiran 1) memperlihatkan gugus OH- yang dominan dengan garis

10 23 lebar dan kuat pada bilangan gelombang 3066 cm -1 sedangkan pada GlcN HCl hasil hidrolisis (Lampiran 2) menunjukkan gugus OH- yang dominan pada bilangan gelombang cm -1. Brugnerotto (2001) menambahkan bahwa monomer GlcN HCl akan menunjukkan gugus OH- pada 3350 cm -1 sedangkan apabila berbentuk polimer gugus OH- semakin mendekati 3450 cm -1. Gugus N-H yang dominan yaitu pada glukosamin hasil hidrolisis adalah 3333 cm-1. Spektrum tersebut hampir mirip dengan Mojarrad et al. (2007) yaitu cm -1. Pita serapan gugus N-H amida primer ditunjukkan pada 1635 cm -1 sedangkan pita serapan amida sekunder berada pada bilangan 1566 cm -1. Pada bentuk sampel padat. pita amida primer berada pada kisaran bilangan gelombang cm -1 dan pita amida sekunder berada pada daerah bilangan 1550 cm -1 (Pavia et al. 2009). Pita serapan juga menunjukkan nilai yang hampir sama dengan hasil penelitian Mojarrad et al. (2007) yakni cm -1. Pita serapan gugus C-N GlcN HCl hasil hidrolisis ditunjukkan pada bilangan gelombang 1381 cm -1 sedangkan pada standar 1288 cm -1. Nilai hidrolisis ini hampir mendekati literatur bahwa pita serapan C-N ditunjukkan pada 1394 cm -1 (Mojarrad et al. 2007). Secara keseluruhan pita serapan gugus khas pada GlcN hasil hidrolisis menunjukkan kemiripan dengan GlcN HCl standar dan hasil penelitian lainnya namun masih terdapat sedikit selisih pada bilangan gelombang yang ditampilkan. Hal ini dapat terjadi karena adanya range nilai serapan gelombang setiap gugus fungsi. Sedikit perbedaan serapan gelombang pada standar dan sampel dianggap normal atau wajar selama bilangan gelombang yang diserap sampel masih berada dalam range bilangan gelombang gugus fungsinya. 4.3 Keunggulan Pembuatan GlcN HCl dengan Autoklaf Selama ini, proses produksi glukosamin hidroklorida GlcN HCl secara kimiawi dilakukan melalui prosedur yang cukup rumit dengan penggunaan bahan kimia yang relatif mahal. Di samping itu, proses produksi yang dilakukan (seperti pengadukan langsung) dinilai kurang aman dan dapat mengancam keselamatan pekerja apalagi dengan adanya penggunaan asam HCl pada konsentrasi tinggi. Kondisi ini menuntut adanya metode baru produksi glukosamin yang lebih aman dan praktis. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah melalui modifikasi suhu dan tekanan misalnya dengan penggunaan autoklaf.

11 24 Produksi GlcN HCl dengan metode autoklaf memiliki beberapa keunggulan dari segi keamanan, proses produksi, waktu, dan biaya produksi. Melalui metode autoklaf, sampel tidak memerlukan proses pengadukan langsung. Sampel dalam Erlenmeyer cukup dimasukkan ke dalam autoklaf kemudian di set pada tekanan maksimum 1 atm selama selang waktu tertentu. Cara ini mudah dan lebih aman dilakukan jika dibandingkan dengan proses pengadukan secara langsung. Pembuatan GlcN HCl oleh Afridiana (2011) memerlukan proses pengadukan kontinyu dengan pemanasan selama 4 jam sedangkan pembuatan GlcN dengan autoklaf memerlukan waktu lebih singkat yakni 1 jam. Ditinjau dari segi biaya produksi, pembuatan GlcN dengan metode autoklaf lebih efisien karena perlakuan terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan bahan kimia teknis (HCl dan Isoprohyl Alcohol) pada konsentrasi rendah yakni 8%. Selain itu, pembuatan glukosamin hidroklorida dengan metode autoklaf dapat diproduksi dalam jumlah besar (scale up) dengan mudah.

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF ERNAWATI

PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF ERNAWATI PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF ERNAWATI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1 RINGKASAN ERNAWATI.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA DENGAN METODE AUTOKLAF

PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA DENGAN METODE AUTOKLAF Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 2 November 2014: 173-181 ISSN 2087-4871 PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA DENGAN METODE AUTOKLAF UTILIZATION OF CRUSTASEAN

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Dody H. Dwi Tiara Tanjung Laode F. Nidya Denaya Tembaga dalam bahasa latin yaitu Cuprum, dalam bahasa Inggris yaitu Copper adalah unsur kimia yang mempunyai simbol

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF

PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 5. No. 2 November 2014:171-179 ISSN 2087-4871 PEMANFAATAN LIMBAH KRUSTASEA DALAM PEMBUATAN GLUKOSAMIN HIDROKLORIDA (GlcN HCl) DENGAN METODE AUTOKLAF (UTILIZATION

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Ilmiah Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengujian karakteristik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH. I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II.

TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH. I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II. TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II. DASAR TEORI : A. TITIK LELEH Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH I. Tujuan Praktikan dapat memahami dan menstandarisasi larutan baku sekunder NaOH dengan larutan baku primer H 2 C 2 O 4 2H 2 O II. Dasar Teori Reaksi asam basa

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel 36 Lampiran 2. Gambar tumbuhan jerami padi ( a ) ( b ) Keterangan : a. Pohon padi b. Jerami padi 37 Lampiran 3. Gambar serbuk, α-selulosa, dan karboksimetil selulosa

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum LAMPIRAN 12 Lampiran 1 Prosedur pencirian kitosan Penelitian Pendahuluan 1) Penentuan kadar air (AOAC 1999) Kadar air kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Sebanyak kira-kira 1.0000 g kitosan dimasukkan

Lebih terperinci

Titik Leleh dan Titik Didih

Titik Leleh dan Titik Didih Titik Leleh dan Titik Didih I. Tujuan Percobaan Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penetapan kadar larutan baku formaldehid Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada tabel 2. Hasil yang diperoleh dari penetapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Variabel Terhadap Warna Minyak Biji Nyamplung Tabel 9. Tabel hasil analisa warna minyak biji nyamplung Variabel Suhu (C o ) Warna 1 60 Hijau gelap 2 60 Hijau gelap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci