IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan pada penelitian utama. Parameter yang digunakan untuk analisis mutu gambir adalah kadar air, kadar abu, kadar katekin, kadar tanin, kadar bahan tidak larut alkohol, dan kadar bahan larut alkohol. Hasil analisis kemudian dibandingkan terhadap SNI seperti dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir Asalan Sebagai Bahan Baku Penelitian No. Jenis Uji Satuan Contoh Uji Persyaratan 1 Keadaan -Bentuk -Warna Pecah dan Utuh Hitam Kecoklatan Mutu 1 Mutu Utuh Kuning sampai kuning kecoklatan Utuh Kuning kecoklatan sampai kuning kehitaman -Bau Khas Khas Khas Kadar Air (b/b) % 13,89 Maks. 1 Maks Kadar Abu (b/b) % 3,69 Maks. 5 Maks. 5 Kadar Katekin (b/b) %,5 Min. 6 Min. 5 5 Kadar Bahan Tidak % 11,6 Maks. 7 Maks. 1 Larut Air 6 Kadar Bahan Tidak Larut Alkohol % 11,63 Maks. 1 Maks. 16 Kadar air gambir asalan yang digunakan adalah 13,89%, sedangkan kadar abu adalah 3,69%. Kadar air dan kadar abu pada gambir asalan yang digunakan masih memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia yaitu maksimum 16% untuk kadar air dan 5% untuk kadar abu. Pengujian kadar air pada gambir bertujuan untuk mengetahui umur simpan dan daya tahan gambir terhadap serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah terserang jamur (Zulnely et al., 199). Kadar abu menunjukkan kandungan unsur-unsur mineral dalam bahan yang diperoleh sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar hingga bebas karbon. Menurut Soebito (1988), abu adalah komponen yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Menurut Gumbira-Sa id et al. (9), penggunaan air perebusan berulang dan cairan sisa penirisan untuk perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukan mutu gambir yang semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Kandungan katekin dalam gambir merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu gambir. Semakin tinggi kadar katekin, mutu gambir semakin baik. Dari hasil pengujian (Tabel 7) diperoleh kadar katekin pada gambir asalan yang digunakan sebesar,5%. Kadar katekin gambir asalan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 5% (mutu) dan minimal 6% (mutu1). Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna tekstil dan menghasilkan warna kecoklatan (Gove dan Webster, 1966). 6

2 Menurut Burkill (1935), gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,6%. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan mutu I dan II SNI yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir maksimal 7% dan 1%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan dapat disebakan oleh adanya kotoran kotoran seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang tidak terendapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang tidak larut di dalam air (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,63%. %. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI dimana persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol gambir minimal 1% dan 16%. Menurut Sudibyo et al. (1988), kadar bahan tidak larut alkohol yang tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan gambir. Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin tinggi kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti kotoran, dinding sel daun, dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari ekstrak gambir (Agriawati, 3). B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama ialah pewarnaan kain mori dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari gambir dengan campuran pigmen warna dari secang dan kunyit. Pewarnaan kain mori diawali dengan pembuatan larutan pewarna alami, proses pewarnaan kain mori, dan terakhir dilakukan uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, gosokan, dan keringat. 1. Penentuan Konsentrasi Larutan Pewarna Untuk Pewarnaan Kain Penentuan konsentrasi larutan pewarna bertujuan untuk mengetahui perbandingan konsentrasi larutan pewarna yang terbaik yang dapat mewarnai kain. Perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pewarna yang digunakan dalam larutan pewarna adalah 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1%. Perbandingan konsentrasi yang sama juga dilakukan dalam pembuatan larutan pewarna gambir dengan kunyit. Larutan warna yang dihasilkan kemudian akan dilakukan pengukuran terhadap nilai ph dan viskositas larutan. Pengujian nilai ph dan viskositas dimaksudkan untuk mengetahui sifat larutan warna yang digunakan untuk mewarnai kain dan melihat kesesuaian penggunaan jenis serat kain dengan sifat yang dimiliki zat warna yang digunakan (Karyana, 5). Nilai ph dan viskositas larutan larutan warna yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16. 7

3 6 5,51 5,7 5,37,,37,73,1,5,8,86 nilai ph 3 1 Gambir:Kunyit Gambir:Secang 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Gambar 15. Nilai ph Larutan Warna pada Konsentrasi Perbandingan Gambir:Secang dan Gambir:Kunyit yang Bervariasi Viskositas (cp) Gambir:Kunyit Gambir:Secang 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Gambar 16. Nilai Viskositas Larutan Warna pada Konsentrasi Perbandingan Gambir:Secang dan Gambir:Kunyit yang Bervariasi a. Nilai ph pada Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Nilai ph larutan warna pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai ph larutan warna pada konsentrasi gambir dengan secang 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah,37,,6,,5,,98, dan 5,7. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa larutan warna gambir 1% memiliki ph yang cenderung lebih asam dibandingkan semua larutan dan nilai ph meningkat seiring penurunan konsentrasi gambir yang digunakan dalam larutan warna. 8

4 Dengan demikian larutan gambir 1% memiliki ph terendah yaitu,37 dan larutan secang 1% memiliki ph tertinggi yaitu 5,7. Secang memiliki ph berkisar 6-7 dan memiliki warna merah menyala, sedangkan warna merah muda hingga merah keunguan pada ph 3-5(Oliveira et al., ). Nilai ph larutan warna pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar15. Nilai ph larutan warna pada konsentrasi gambir dengan kunyit 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah,39,,5,,5,,89, dan 5,37. Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa larutan warna gambir 1% memiliki ph yang cenderung lebih asam dibandingkan semua larutan dan nilai ph meningkat seiring penurunan konsentrasi gambir yang digunakan dalam larutan warna. Dengan demikian larutan gambir 1% memiliki ph terendah yaitu,39 dan larutan kunyit 1% memiliki ph tertinggi yaitu 5,37. Kunyit merupakan indikator asam basa alami yang biasa digunakan untuk menunjukkan sifat asam atau basa suatu larutan, kunyit sendiri memiliki ph asam (Rukmana, 199). b. Nilai Viskositas pada Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Menurut Yani (9), viskositas adalah sifat cairan yang berhubungan dengan kemudahannya untuk mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi berupa cairan yang kental, apabila cairan dituangkan akan sukar mengalir dengan sendirinya. Viskositas larutan warna yang baik digunakan untuk mewarnai kain tidak terlalu tinggi (kental), karena larutan warna yang kental akan menghambat penyerapan warna oleh serat yang digunakan (Riawan et al., 6). Nilai viskositas larutan warna yang digunakan dengan perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai viskositas (cp) larutan warna pada konsentrasi gambir dengan secang 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah 17, 11, 8, 7, dan. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa larutan gambir 1% memiliki viskositas paling tinggi dan larutan secang 1% memiliki viskositas paling rendah. Viskositas larutan warna menurun seiring dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan. Viskositas larutan warna dengan perbandingan gambir dan kunyit dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai viskositas (cp) larutan warna pada konsentrasi gambir dengan kunyit 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah 17, 11, 7,, dan. Gambir memiliki kandungan lilin dan fixed oil (Thorpe & Whiteley, 191) yang menyebabkan larutan gambir yang dihasilkan memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dan penurunan nilai viskositas larutan warna perbandingan gambir dan secang seiring penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan. c. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna yang Bervariasi Dari tabel Anova (Lampiran dan Lampiran 3) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai ph dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut yaitu hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pada semua level memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai ph dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Hasil pengujian ragam sidik diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit pada alfa 5% memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai ph dan viskositas larutan warna yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dan kunyit pada semua level perlakuan memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Djufri et al. (1978) dalam Riawan et al (6), ph larutan warna yang baik untuk mewarnai 9

5 serat selulosa tidak terlalu asam, yaitu dengan nilai ph di atas. Dengan demikian semua larutan yang dihasilkan baik digunakan sebagai pewarna pada serat selulosa. d. Nilai L dan C pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Kemampuan larutan dalam mewarnai kain diukur melalui nilai kecerahan warna (L*) dan ketajaman warna (C) yang dihasilkan. Diagram perbandingan nilai L* dan nilai C yang dihasilkan dari larutan pewarna dengan konsentrasi yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar Nilai Hasil Pencelupan ,15 9,7 7,3 5,56,18 35, 9,86,5,5 7,1 Nilai L Nilai C 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Gambir : Secang Gambar 17. Diagram Nilai L* dan Nilai C Kain Hasil Pewarnaan pada Konsentrasi Perbandingan Gambir dengan Secang yang Bervariasi Nilai L* yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai L* hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan secang 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah 5.15, 9.7, 7.3, 5.56, dan.18. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa semakin kecil jumlah konsentrasi gambir yang digunakan maka semakin kecil nilai L* atau kecerahan yang dihasilkan. Dengan demikian konsentrasi gambir 1% (konsentrasi secang %) memberikan warna yang paling cerah pada kain, sedangkan konsentrasi gambir % (konsentrasi secang 1%) memberikan nilai L* paling rendah yang artinya warna pada kain yang dihasilkan paling tua atau gelap. Nilai C yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan secang yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai C hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan secang 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah,5,,5, 7,1, 9,86, dan 35,. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai C atau ketajaman warna yang dihasilkan dari pewarnaan kain meningkat dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan, dimana pada konsentrasi gambir 1% (konsentrasi secang %) memiliki nilai C yang paling rendah dan pada konsentrasi secang 1% (konsentrasi gambir %) memiliki ketajaman warna yang paling tinggi. Pada Gambar 17 juga dapat dilihat bahwa nilai C meningkat seiring penurunan nilai L* yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Semakin tinggi nilai L* atau warna kain semakin cerah maka nilai ketajaman warna pada kain semakin rendah. 3

6 e. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Dari tabel Anova (Lampiran ) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai L* dan nilai C pada kain hasil pewarnaan. Dari hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan secang pada level gambir 75% dan secang 5% memiliki nilai kecerahan (L*) yang paling baik dalam mewarnai kain dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi. Pada level konsentrasi gambir % dan secang 1% memiliki nilai ketajaman warna terbaik pengaruhnya dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi gambir dan secang. Namun, pada level konsentrasi gambir 1% :secang % dan gambir 75% : secang 5% tidak dapat dibedakan pengaruh level perbandingan konsentrasi gambir dan secang terhadap nilai kecerahan (L*) dan ketajaman warna (C) yang dihasilkan pada kain hasil pencelupan. Menurut Luftinor (1997), semakin besar jumlah molekul zat warna dalam larutan maka akan semakin tua warna yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Secang memiliki warna yang lebih tua dibandingkan gambir sehingga kecerahan warna (nilai L*) pada kain semakin rendah dengan pertambahan konsentrasi secang yang digunakan dalam larutan pewarna. f. Derajat Hue pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang Derajat Hue didapat dari arctan perbandingan nilai b dan a yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Suatu warna tidak selalu diperoleh dari satu warna saja seperti merah, kuning, hijau, atau biru saja tetapi dapat diperoleh dari kombinasi warna. Kombinasi warna dapat merupakan kombinasi dari warna-warna utama seperti merah, hijau, kuning, dan biru yang dipadukan sehingga diperoleh variasi warna-warna baru (Adrosko, 6). Namun terdapat perbedaan warna antara hasil interpretasi bola Munsell dengan warna yang dilihat mata secara visual. Hal ini dikarenakan interpretasi warna pada Munsell hanya warna-warna utama atau warna dasar saja. Selain itu, pencampuran warna pada pewarna alami tidak menghailkan warna yang sama dengan pencampuran warna pada pewarna sintetik karena warna yang dihasilkan pada pewarna alami tidak identik ato sama cerahnya dengan pewarna sintetik. Derajat Hue yang diperoleh dari kain hasil pewarnaan dengan larutan warna gambir:secang menunjukan interpretasi warna dari merah hingga merah-ungu. Semakin tinggi konsentrasi larutan secang yang digunakan, maka interpretasi warna semakin mengarah ke warna merah-ungu. Nilai derajat Hue dan interpretasi warna dalam bola imajiner Munsell yang didapat pada kain hasil pewarnaan dapat dilihat pada Tabel 8. Penampakan kain mori hasil pewarnaan dapat dilihat pada Gambar 18 dan penampakan bola imajiner Munsell dapat dilihat pada Gambar 19. Tabel 8. Derajat Hue dan Interpretasi Warna dalam bola imajiner Munsell pada Kain Hasil Pewarnaan Konsentrasi Gambir : Secang Nilai a* Nilai b* Hue Interpretasi Warna 1% : % 1,63 11,398 7,79 (Kuadran I) Merah 75% : 5% 1,78 11,5 7,33 (Kuadran I) Merah 5% : 5%,93 1,93 3,6 (Kuadran I) Merah 5% : 75% 7,91 1,611,8 (Kuadran I) Merah-Ungu % : 1% 33,99 1,31 16, (Kuadran I) Merah-Ungu 31

7 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 18. Penampakan Kain Mori Hasil Pewarnaan (a). A1(Gambir 1%), (b). A (Gambir 75%:Secang5%), (c). A3( Gambir 5%:Secang 5%), (d). A ( Gambir 5%: Secang 75%), (e). A5 (Secang 1%) g. Nilai L dan C pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Nilai L* yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai L* hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan kunyit 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah 5,11, 53,66, 55,59, 57,88, dan 58,5. Gambar 19 dapat dilihat bahwa semakin kecil jumlah konsentrasi gambir yang digunakan maka semakin besar nilai L* atau kecerahan yang dihasilkan. Maka konsentrasi gambir 1% (konsentrasi kunyit %) memberikan warna yang paling gelap pada kain, sedangkan konsentrasi gambir % (konsentrasi kunyit 1%) memberikan nilai L* paling tinggi yang artinya warna pada kain yang dihasilkan paling cerah atau terang. Nilai Hasil Pencelupan ,66 55,59 57,88 58,5 5,11,5 5,8 5,66 5,97 6,85 Nilai L Nilai C 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Gambir : Kunyit Gambar 19. Diagram Nilai L* dan Nilai C Kain Hasil Pewarnaan pada Konsentrasi Perbandingan Gambir dengan Kunyit yang Bervariasi Nilai C yang didapat dari hasil pencelupan kain pada perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit yang bervariasi dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai C hasil pewarnaan kain pada konsentrasi perbandingan gambir dan kunyit 1% : %, 75%: 5%, 5%:5%, 5% 3

8 : 75%, dan % : 1% masing-masing adalah,5, 5,58, 5,66, 5,97, dan 6,85. Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa nilai C atau ketajaman warna yang dihasilkan dari pewarnaan kain meningkat dengan penurunan jumlah konsentrasi gambir yang digunakan, dimana pada konsentrasi gambir 1% (konsentrasi kunyit %) memiliki nilai C yang paling rendah dan pada konsentrasi kunyit 1% (konsentrasi gambir %) memiliki ketajaman warna yang paling tinggi. Pada Gambar 19 juga dapat dilihat bahwa nilai C meningkat seiring peningkatan nilai L* yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Semakin tinggi nilai L* atau warna kain semakin cerah maka nilai ketajaman warna pada kain semakin tinggi. h. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Dari tabel Anova (Lampiran 5) diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan secang dengan nilai alfa 5% memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai L* pada kain hasil pewarnaan. Dari hasil perhitungan nilai tengah pada uji Duncan, perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit pada level gambir % dan kunyit 1% memiliki nilai kecerahan (L*) yang paling baik dalam mewarnai kain dibandingkan semua level perbandingan konsentrasi. Pada level konsentrasi gambir 5% dan kunyit 75% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 5% dan kunyit 5%. Pada level konsentrasi gambir 5% dan kunyit 5% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 75% dan kunyit 5%. Pada level konsentrasi gambir 75% dan kunyit 5% memiliki nilai kecerahan warna yang lebih baik pengaruhnya dibandingkan level perbandingan konsentrasi gambir 1% dan kunyit %. Namun, diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit dengan nilai alfa 5% tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketajaman warna (nilai C) pada kain hasil pewarnaan. i. Derajat Hue pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit Derajat Hue didapat dari arctan perbandingan nilai b dan a yang dihasilkan pada kain hasil pewarnaan. Hue merupakan satuan yang digunakan Munsell untuk menterjemahkan warna yang diperoleh dari pencampuran warna yang dilakukan. Namun terdapat perbedaan antara interpretasi warna pada bola imajiner Munsell dengan warna yang ditangkap mata secara visual (secara langsung). Hal ini dikarenakan pada bola imajiner Munsell warna diinterpretasikan ke arah warna-warna dasar seperti merah, kuning, biru, dan hijau (Adrosko, 6). Derajat Hue yang diperoleh dari kain hasil pewarnaan dengan larutan warna gambir:kunyit menunjukan interpretasi warna merah. Nilai derajat Hue meningkat seiring peningkatan konsentrasi larutan kunyit yang digunakan. Nilai derajat Hue dan interpretasi warna dalam bola imajiner Munsell yang didapat pada kain hasil pewarnaan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pewarnaan kain mori dapat dilihat pada Gambar. Tabel 9. Derajat Hue dan Interpretasi Warna dalam Bola Imajiner Munsell pada Kain Hasil Pewarnaan Konsentrasi Gambir : Kunyit Nilai a* Nilai b* Hue Interpretasi Warna 1% : % 1,63 11,398 7,79 (Kuadran I) Merah 75% : 5%,5 1,11 8,37 (Kuadran I) Merah 5% : 5%,8 1,369 8,8 (Kuadran I) Merah 5% : 75%,67 1,661 9,18 (Kuadran I) Merah % : 1% 3,59 1,89 8,5 (Kuadran I) Merah 33

9 (a) (b) (c) (d) (e) Gambar. Penampakan Kain Mori Hasil Pewarnaan (a). A1(Gambir 1%), (b). A (Gambir 75%:Kunyit 5%), (c). A3( Gambir 5%:Kunyit 5%), (d). A ( Gambir 5%: Kunyit 75%), (e). A5 (Kunyit 1%) B A Gambar 1. Letak Warna dalam Bola Imajiner Munsell (A). Letak Nilai Hue Pada Gambir : Secang, (B). Letak Nilai Hue Pada Gambir :Kunyit Pada Gambar 1 dapat dilihat letak derajat Hue pada bola imajiner Munsell. Panah A menunjukkan letak nilai Hue dari atas ke bawah ( ditunjukkan dengan garis orange ), yaitu dari konsenrtrasi gambir 1% sampai secang 1%. Letak Hue semakin ke bawah atau ke arah merahungu seiring peningkatan konsentrasi secang yang digunakan pada larutan warna. Panah B menunjukkan letak nilai Hue dari bawah ke atas (ditunjukkan dengan garis kuning), yaitu dari konsentrasi gambir 1% sampai kunyit 1%. Letak Hue semakin ke atas atau ke arah kuning seiring peningkatan konsentrasi kunyit yang digunakan dalam larutan warna.. Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian a. Evaluasi Perubahan Warna (Skala Abu-abu) Penilaian skala abu-abu dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbedaan yang sesuai dengan urutan standar perubahan warna yang digambarkan oleh grey scale (Djufri et al., 1973). Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dari kain hasil pencelupan dengan zat warna 3

10 gambir-secang dan gambir-kunyit menunjukkan nilai - 3 pada skala abu-abu. Data hasil penelitian disajikan pada lampiran. Hasil ini menunjukkan bahwa contoh uji memiliki nilai ketahanan luntur yang baik hingga cukup. Hasil konversi nilai skala abu-abu terhadap nilai kromatisitas menunjukkan bahwa pada contoh uji terjadi perubahan warna setelah mengalami pencucian. Perbedaan warna kain sebelum dan sesudah pencucian berkisar pada nilai 1,5 hingga 3. Nilai ketahanan luntur tertinggi adalah 1,5 dengan perbedaan warna sebesar 1,5 diperoleh dari kain yang dicelup pada larutan dengan konsentrasi gambir 1%, secang 1%, dan kunyit 1%. Nilai ketahanan luntur terendah adalah 3 dengan perbedaan warna sebesar 3 diperoleh dari kain yang dicelup pada larutan dengan perbandingan konsentrasi gambir 5% dan secang 5%. Hasil data anova (Lampiran 6) pada nilai alfa 5% menunjukkan bahwa pada level perbandingan konsentrasi gambir:secang dan gambir:kunyit tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan luntur pencucian. Dengan demikian, level perbandingan konsentrasi yang diberikan memberikan nilai ketahanan luntur pencucian yang sama pada setiap kain yang dihasilkan. Penyerapan molekul zat warna ke dalam serat selulosa yang sebagian besar merupakan proses imbibisi (Luftinor, 1997). Grafik hubungan perbandingan konsentrasi larutan pewarna dengan skala abu-abu dapat dilihat pada Gambar dan Gambar 3. Skala Perubahan Warna (Gray Scale),5 3,5 3,5 1,5 1, : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Konsentrasi Gambir:Secang Gambar. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Gambir:Secang dengan Skala Abu-abu Skala Perubahan Warna (Gray Scale),5 3,5 3,5 1,5 1, : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Konsentrasi Gambir:Kunyit Gambar 3. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Gambir:Kunyit dengan Skala Abu-abu 35

11 Proses imbibisi adalah berpindahnya molekul zat warna dari larutan yang konsentrasi tinggi menuju larutan dengan konsentrasi rendah, yaitu dari larutan pewarna menuju serat (Djufri et al.,1996). Semakin besar konsentrasi zat warna, maka konsentrasi zat warna dalam serat semakin tinggi, sampai terjadi kesetimbangan. Kenaikan konsentrasi hanya menyebabkan zat warna menempel pada permukaan, karena konsentrasi zat warna pada sumbu serat sudah jenuh. Dengan demikian, semakin banyak zat warna yang menempel mengakibatkan nilai tahan luntur warna semakin menurun (Sunarto, 8). Selain proses imbibisi, pada pencelupan selulosa umumnya terbentuk ikatan hidrogen ataupun ikatan van der Waals. Gaya tarik menarik yang terjadi karena adanya gugus hidroksil pada zat warna yang dapat mengadakan ikatan hydrogen dengan serat. Serat selulosa dalam air bermuatan negatif, demikian juga zat warna alam bermuatan negatif, sehingga tidak mungkin terjadi ikatan ion (Djufri et al., 1996). Molekul-molekul zat warna dan serat mempunyai gugusan hidrokarbon yang sesuai, sehingga waktu pencelupan zat warna mampu lepas dari air dan masuk ke dalam serat selulosa. Gaya tersebut adalah gaya van der Waals yang merupakan gaya dispersi atau ikatan hidrofobik. Zat warna alam yang digunakan masuk ke dalam serat dan kemungkinan menempel pada serat tanpa adanya reaksi, sehingga daya ikatnya lemah. Kelemahan ini dapat diatasi dengan proses fiksasi menggunakan jeruk nipis. Pada penelitian konsentrasi jeruk nipis yang digunakan yaitu 1% meskipun konsentrasi zat warna yang digunakan berbeda-beda. Menurut SNI 15-1, ketahanan luntur, semakin tinggi nilai ketahanan luntur maka kualitas kain hasil pencelupan semakin baik. Oleh sebab itu, berdasarkan nilai hasil ketahanan luntur, secang 1% memiliki nilai ketahanan luntur terbaik. b. Evaluasi Penodaan (Skala Penodaan) Evaluasi ketahanan luntur terhadap pencucian memerlukan evaluasi terhadap kain pelapis putih yang dicuci bersama dengan kain berwarna. Skala penodaan pada poliester menunjukkan nilai,5 sampai 5, sedangkan pada kain kapas berkisar 3,5 hingga,5. Hasil konversi skala penodaan terhadap nilai kromatisitas menunjukkan bahwa contoh uji terdapat perbedaan warna kain poliester sebelum dan sesudah pencucian berkisar pada nilai, sedangkan pada kain kapas sebesar 5,6. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa contoh uji memberikan penodaan cukup baik hingga baik pada kain kapas dan baik hingga baik sekali pada kain poliester. Grafik hubungan level perbandingan konsentrasi larutan pewarna dengan evaluasi penodaan dapat dilihat pada Gambar dan Gambar 5. 36

12 Skala Penodaan 5,5 3,5 3,5 1,5 1,5 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambir : Secang Gambir : Kunyit Gambar. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna dengan Nilai Skala Penodaan Kain 6 5 Skala Penodaan 3 1 Gambir : Secang Gambir : Kunyit 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambar 5. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna dengan Nilai Skala Penodaan Poliester Dari data Anova (Lampiran 6 dan Lampiran 7) menunjukkan bahwa level perlakuan perbandingan konsentrasi gambir:secang dan gambir:kunyit memberikan pengaruh nyata pada penodaaan kain kapas dan berpengaruh nyata juga pada penodaan poliester. Pada proses pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian mengakibatkan zat warna terlepas dari kain kemudian terlarut dalam larutan sabun dan lebih mudah menodai kain kapas. Berdasarkan uji lanjut Duncan pada penodaan kain kapas untuk larutan gambir:secang dan gambir:kunyit memiliki kesamaan hasil yaitu pada level perbandingan konsentrasi 1%:%, 75%:5%, dan %:1% berbeda nyata terhadap semua level perlakuan. Namun pada level perbandingan konsentrasi larutan warna tidak memberikan perbedaan nyata terhadap penodaan kain dan terhadap poliester. Menurut Sunarto (8), zat warna alami mudah menodai kain yang berasal dari serat alam seperti wol, sutera, dan kapas. Dengan demikian, kain hasil pewarnaan memiliki 37

13 nilai penodaan lebih rendah dibandingkan poliester sebagai pembanding yang berasal dari serat sintetik. Serat poliester adalah serat sintetik yang terbentuk dari molekul polimer poliester linier dengan susunan paling sedikit 85% berat senyawa dari dihidroksil alkohol dan asam tereftalat yang menyebabkan serat poliester sulit untuk dicelup (Riawan et al., 6), sehingga lebih sulit ternodai oleh kain hasil pencelupan dengan zat warna alam. 3. Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Gosokan Pengujian ketahanan luntur warna terhadap gosokan bertujuan untuk menentukan penodaan tekstil berwarna pada kain lain yang disebabkan oleh gosokan. Ketahanan luntur warna terhadap gosokan dilakukan terhadap gosokan basah dan gosokan kering. Skala penodaan yang dihasilkan dari gosokan kering sangat baik pada kain, yakni tidak ada noda yang ditimbulkan akibat gosokan kering. Gosokan basah menghasilkan nilai penodaan yang lebih rendah dibandingkan gosokan kering dengan nilai 3,5,5 yang berarti ketahanan luntur gosokan kain bernilai baik hingga cukup baik. Jika dikonversi ke dalam standar kromatisitas Adam, maka nilai perbedaan warna sebesar 5,6. Hal tersebut disebabkan oleh air yang terserap pada kain penggosok. Menurut Suprijono (197) dalam Sunarto (8), air menyebabkan penggembungan pada serat dan membuka pori-pori kain, sehingga molekul zat warna lebih mudah keluar pada saat penggosokan dan mudah menempel ketika digosok secara berulang-ulang. Grafik pengaruh konsentrasi larutan pewarna terhadap ketahanan luntur gosokan basah dapat dilihat pada Gambar 6. Skala Penodaan 5,5 3,5 3,5 1,5 1,5 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambir : Secang Gambir : Kunyit Gambar 6. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna terhadap Ketahanan Luntur Gosokan Dari gambir di atas dapat diketahui bahwa perbandingan konsentrasi gambir 1%, gambir 75%: secang 5%, kunyit 1% dan secang 1% memiliki nilai ketahanan luntur gosokan terbaik. Dari data anova (Lampiran 8), menunjukkan bahwa level perbandingan konsentrasi gambir:secang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap gosokan basah, sedangkan pada level perbandingan konsentrasi gambir:kunyit memberikat perbedaan yang nyata terhadap ketahanan luntur gosokan. Hasil uji lanjut Duncan konsentrasi kunyit 1% berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Konsentrasi gambir 1% berbeda nyata dengan konsentrasi kunyit 1%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Konsentrasi gambir 75% : kunyit 5% berbeda nyata dengan konsentrasi gambir 5%: kunyit 5% tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi gambir 5% : secang 75%. 38

14 . Uji Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat Pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat bertujuan untuk menentukan penodaan tekstil berwarna pada kain lain yang disebabkan oleh keringat. Ketahanan luntur warna terhadap keringat menggunakan larutan keringat dengan ph 8,8 (basa) karena larutan warna yang digunakan dalam pewarnaan kain bersifat asam. Ketahanan luntur keringat pada kain uji memberikan nilai,5-3,5 pada skala penodaan, sedangkan skala penodaan pada poliester semua perlakukan memberikan nilai 5. Hal tersebut disebabkan sifat kain poliester sulit diwarnai oleh pewarna alami. Zat warna yang memiliki ph relatif asam kurang tahan terhadap larutan tandingan basa dan cenderung akan memberikan perubahan warna pada kain, namun penggunaan zat fiksatif yang memiliki ph yang lebih asam dibandingkan ph zat warna akan memperbaiki sifat ketahanan luntur warna pada kain hasil pewarnaan (Riawan et al., 6). Dengan demikian meskipun zat warna pigmen yang digunakan relatif asam namun warna kain hasil uji ketahanan luntur terhadap keringat basa tidak mengubah warna secara visual karena adanya penggunaan zat fiksatif yaitu larutan jeruk nipis 1%. Grafik pengaruh perbandingan konsentrasi larutan pewarna dapat dilihat pada Gambar 7. 3,5 Skala Penodaan 3,5 1,5 1,5 Gambir : Secang Gambir : Kunyit 1 : 75 : 5 5 :5 5 : 75 : 1 Perbandingan Konsentrasi Larutan Warna Gambar 7. Grafik Hubungan Perbandingan Konsentrasi Larutan Pewarna terhadap Ketahanan Luntur Keringat Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi gambir 1%, gambir 75%: kunyit 5%, dan gambir 5% : kunyit 75% memiliki nilai ketahanan luntur warna terhadap keringat yang paling baik dalam skala penodaan. Data anova (Lampiran 9) menunjukkan bahwa level perbandingan konsentrasi larutan warna gambir:secang memberikan perbedaan nyata terhadap ketahanan luntur keringat kain. Berdasarkan perhitungan nilai tengah pada uji lanjut Duncan seluruh level perbandingan konsentrasi gambir:secang memberikan perbedaan nyata pada setiap level perlakuan konsentrasi. Namun pada level perbandingan konsentrasi gambir:kunyit tidak memberikan perbedaan nyata pada ketahanan luntur terhadap keringat. Dengan demikian perbandingan konsentrasi gambir dengan kunyit tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan luntur warna terhadap keringat. Gambar 8 menunjukkan penampakan kain hasil analisis ketahanan luntur warna terhadap keringat, gosokan, dan pencucian. 39

15 Kode dan konsentra si Larutan Penampakan Hasil Pewarnaan Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian Penampakan Setelah Analisis Ketahanan Ketahanan Luntur Warna Luntur Warna Terhadap Terhadap Gosokan Keringat A1 (Gambir 1%) A ( Gambir 75%: Secang 5%) A3 ( Gambir 5% : Secang 5%) A ( Gambir 5% : Secang 75%) A5 (Secang 1%) Gambar 8. Penampakan Kain Hasil Pencelupan dan Setelah Analisis Ketahanan Luntur Warna Pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Secang yang Bervariasi

16 Kode dan konsentra si Larutan Penampakan Hasil Pewarnaan Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian Penampakan Setelah Analisis Ketahanan Ketahanan Luntur Warna Luntur Warna Terhadap Terhadap Gosokan Keringat A1 (Gambir 1%) B ( Gambir 75%: Kunyit 5%) B3 ( Gambir 5% : Kunyit 5%) B ( Gambir 5% : Kunyit 75%) B5 (Kunyit 1%) Gambar 9. Penampakan Kain Hasil Pencelupan dan Setelah Analisis Ketahan Luntur Warna Pada Perbandingan Konsentrasi Gambir dengan Kunyit yang Bervariasi 5. Perhitungan Biaya Pencelupan Kain Mori Pada Tabel 1 disajikan perhitungan biaya untuk menghasilkan kain mori hasil pencelupan menggunakan gambir, secang, dan kunyit sebagai pewarna alami. Kebutuhan biaya adalah berdasarkan pertimbangan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pewarnaan kain kapas, yaitu jenis kain yang digunakan adalah kain mori yang terbuat dari serat selulosa, air suling dengan ph netral sebagai pelarut pada proses pembuatan larutan pewarna, gambir, secang, kunyit, jeruk nipis sebagai 1

17 mordan, tawas dan soda abu sebagai mordan awal pemasakan kain, dan perlakuan panas saat proses pencelupan berlangsung. Tabel 1. Perhitungan Biaya Pencelupan Kain Mori Per m Bahan Kebutuhan Satuan Harga/Satuan (Rp) Harga/m (Rp) Gambir 1 gram Kg 3 15 Secang 1 gram Kg 8 Kunyit 1 gram Kg 8 Kain Mori 3 gram (37 x 5 cm) meter Tawas 8 gram Kg 8 3 Jeruk Nipis 1 gram Kg 6 3 Soda Abu gram Kg 1 1 Aquades Liter Liter 15 3 Total 737 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan kain mori yang dicelup dengan menggunakan pewarna alami dari campuran gambir, secang, dan kunyit, biaya per m kain mori sebesar Rp 73.7,.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas piala, neraca analitik, gelas ukur, penangas air, wadah (baskom), dan sudip. Alat-alat yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Bahan Baku Analisis mutu bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Kasein dan gambir merupakan bahan baku

Lebih terperinci

THE USE OF GAMBIR AS COLORING AGENT IN DYEING OF COTTON TEXTILE. Amos Lukas. Abstrak

THE USE OF GAMBIR AS COLORING AGENT IN DYEING OF COTTON TEXTILE. Amos Lukas. Abstrak Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 22 No. 1 Tahun 211 Hal. 19 27 THE USE OF GAMBIR AS COLORING AGENT IN DYEING OF COTTON TEXTILE Amos Lukas PTA BPP Teknologi e-mail: amoslukas21@gmail.com Diajukan:

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL digilib.uns.ac.id BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL Hasil uji coba/eksperimen dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa kategori sesuai dengan jenisnya yaitu tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KETAHANAN TARIK DAN KETAHANAN SOBEK KERTAS SENI Hasil penelitian tentang kertas yang terbuat dari bulu ayam dan kulit jagung diperoleh data hasil pengujian ketahanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta. PENGARUH PERBEDAAN CARA EKSTRAKSI dan BAHAN FIKSASI BAHAN PEWARNA LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI (Swietenia macrophylla King.) TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN BATIK Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S Bagian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN DAN APLIKASI ZAT WARNA ALAMI DARI BUAH MANGROVE JENIS Rhizophora stylosa Disusun Oleh : 1. Asrina Nurul Aini (I8311005) 2. Vaykotul Chusnayni (I8311062) PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan 1. Bahan Bahan yang Digunakan a. Buah mangrove jenis Rhizophora stylosa diperoleh dari daerah Pasar Banggi, Rembang b. Air diperoleh dari Laboratorium Aplikasi Teknik

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L)

PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L) PENGARUH BAHAN FIKSASI TERHADAP INTENSITAS WARNA DAN KETAHANAN LUNTUR PEWARNAAN KULIT CRUST IKAN PARI DENGAN PEWARNA SECANG (Caesalpinia sappan L) Entin Darmawati 1) 1) Staf pengajar Politeknik ATK Yogyakarta

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan. 1. Warna Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK PEMANFAATAN DAUN INDIGOFERA SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK Kasmudjo dan Panji Probo Saktianggi Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak

PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG. Luftinor. Abstrak PADA BENANG POLIESTER UNTUK KAIN SONGKET PALEMBANG THE USE OF DISPERSE DYES OF HIGH TEMPERATUR SYSTEM FOR POLYESTER YARN PALEMBANG SONGKET Luftinor Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR

PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR PKMP-3-10-1 PENCELUPAN PADA KAIN SUTERA MENGGUNAKAN ZAT WARNA URANG ARING (ECLIPTA ALBA) DENGAN FIKSATOR TAWAS, TUNJUNG DAN KAPUR TOHOR Kharomi Trismawati, Very Setyabakti, Cahyaning Wuri Rosetyo Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA

PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA PENGARUH VARIASI ph DAN FIKSASI PADA PEWARNAAN KAIN KAPAS DENGAN ZAT WARNA ALAM DARI KAYU NANGKA TERHADAP KUALITAS HASIL PEWARNAANNYA Ainur Rosyida Prodi Kimia Tekstil, Akademi Teknologi Warga Surakarta

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri Volume 5 Nomor 3: 132-139 132 Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 5(3): 132-139 (2016) ISSN 2252-7877 (Print) ISSN 2549-3892 (Online)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011 I. Pendahuluan Pemutihan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK METIL ESTER SULFONAT (MES) Pada penelitian ini surfaktan MES yang dihasilkan berfungsi sebagai bahan aktif untuk pembuatan deterjen cair. MES yang dihasilkan merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah produk transformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit jagung dan bulu ayam merupakan contoh limbah hasil pertanian dan peternakan yang jumlahnya sangat melimpah. Tanaman jagung dapat tumbuh hampir diseluruh daratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN)

KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN) KUALITAS PEWARNAN BATIK YANG DIHASILKAN DARI PERBEDAAN KONSENTRASI dan BAHAN FIKASI BAHAN PEWARNA DAUN MANGGA ARUM MANIS (Mangifera Indica LINN) Oleh: Rini Pujiarti, Dessy Puspita Sari, Kasmudjo, dan Titis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02)

KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02) MAKALAH PENDAMPING KEWIRAUSAHAAN (Kode : G-02) ISBN : 978-979-1533-85-0 LIMBAH GERGAJI KAYU SUREN (Toona sureni Merr.) SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK TULIS (PENGARUH JENIS FIKSATIF TERHADAP KETUAAN DAN KETAHANAN

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A ORGANOLEPTIK DAN KADAR VITAMIN C CINCAU DENGAN PENAMBAHAN SARI JERUK DAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : RISA DHALIA A 420 100 192 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Glikosida Glikosida merupakan salah satu senyawa jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan dan hewan yang memiliki atom nitrogen (Hartati,

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya.

PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya. 2 PENDAHULUAN Batik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, teknologi maupun desainnya. Semula batik hanya dikenal di lingkungan keraton di Jawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat 1) Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan Fiksasi dalam Pemanfaatan Daun Jati (Tectona grandis Linn.f ) sebagai Bahan Pewarna Alami Batik Beauty Suestining Diyah D. *), Susinggih Wijana,Danang Priambodho Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan 4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan Antioksidan berperan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara menambah atau menyumbang atom pada radikal bebas (Pokorny et al., 2001). Didukung dengan pernyataan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI PEWARNA ALAMI BATIK Kasmudjo, Panji Probo S, Titis Budi Widowati Bagian Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No. 1 Bulaksumur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci