IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi bahan merupakan proses pemilihan bahan-bahan dengan kriteria segar dan tidak busuk. Sortasi ini dilakukan untuk memisahkan bahan yang rusak agar tidak ikut dalam proses pembuatan bumbu pasta. Kemudian dilakukan pengupasan kulit untuk rempah basah dan pencucian terhadap rempah tersebut. Proses ini dilakukan agar kotoran yang menempel di bahan hilang. Untuk rempah kering, langsung ditimbang. Selanjutnya rempah basah dilakukan penimbangan sesuai komposisi bumbu pasta ayam goreng. Kemudian dilanjutkan dengan penggilingan terhadap bahan-bahan tersebut. Penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran terhadap bahan-bahan tersebut dan mencampur bahan baik yang basah maupun yang kering agar homogen. Untuk mempercepat proses penggilingan, dilakukan penambahan air sebanyak 180 ml. Penggilingan menyebabkan terjadinya perubahan aroma, tekstur, dan warna bumbu. Pada saat penggilingan struktur sel bahan rusak, sehingga flavor yang terkandung dalam bahan terlepas dan bercampur. Flavor memiliki komponen yang bersifat volatil dan non volatil. Komponen flavor yang bersifat volatil akan menguap selama penggilingan. Semakin halus hasil penggilingan, maka semakin banyak flavor yang menguap. Proses penggilingan sangat berpengaruh terhadap perubahan warna bahan pangan yang dapat memecah sel-sel dalam pigmen tanaman, kemudian pigmen akan keluar dan sebagian akan rusak atau teroksidasi karena kontak dengan udara. Warna bumbu hasil penggilingan dengan penambahan air adalah kuning cerah. Warna kuning mendominasi karena adanya pigmen yang terkandung pada kunyit. Setelah mengalami proses penggilingan, bumbu ini mendapat perlakuan pemanasan. Perlakuan pemanasan dilakukan dengan cara penumisan bumbu yang didasarkan pada kebiasaan memasak yang pada umumnya menumis 20

2 bumbu terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Selain itu, penumisan juga bertujuan untuk membunuh mikroba patogen dan mikroba pembusuk yang dapat mengakibatkan kerusakan pada saat penyimpanan. Waktu penumisan adalah waktu yang diperlukan untuk memasak bumbu hingga mengeluarkan bau menyengat. Bau yang menyengat ini timbul karena komponen-komponen penyusun bumbu, yaitu rempah-rempah yang mengeluarkan volatil yang terkandung di dalamnya. Proses penumisan dilakukan selama 20 menit. Pengadukan pada proses penumisan dilakukan secara manual. Bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC dijadikan sebagai kontrol. Sedangkan bumbu untuk perlakuan ditambahkan natrium benzoat, kemudian dilakukan pengentalan dengan penambahan karagenan : CMC (1.05 % : 0.15 %) dan karagenan : CMC (1.05 % : 0.2 %). Proses pengentalan dilakukan selama 15 menit sambil diaduk secara manual. Bumbu pasta ayam goreng yang telah diolah kemudian dikemas dalam kemasan nilon + LLDPE dan PET + LLDPE. Minyak goreng yang digunakan untuk menumis adalah minyak kelapa sawit. Hal ini dikarenakan minyak sawit baik dan umum digunakan untuk pangan karena mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Minyak kelapa sawit mengandung % asam oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986). Penggunaan minyak kelapa sawit pada bumbu karena harganya yang terjangkau, mudah diperoleh, mengandung asam lemak tidak jenuh, dan menghasilkan tekstur bumbu yang disukai konsumen. Selama proses penumisan dapat menyebabkan terjadinya perubahan aroma, warna, dan tekstur pada bumbu pasta ayam goreng. Penumisan juga dapat menguapkan senyawa volatil pada bahan. Hal ini dikarenakan senyawa volatil pada bahan bersifat tidak stabil bila dipanaskan. Hasil analisa kualitatif terhadap tekstur, aroma, dan warna bumbu pasta ayam goreng setelah proses pengolahan disajikan pada Tabel 5. Tekstur bumbu pasta ayam goreng setelah mengalami penumisan terjadi perubahan, awalnya minyak melapisi permukaan bumbu, kemudian terjadi penguapan air dan peresapan minyak ke dalam bumbu. Selain mengakibatkan perubahan aroma dan tekstur, penumisan juga mengakibatkan terjadinya 21

3 perubahan warna. Bumbu pasta yang awalnya berwarna kuning cerah, setelah pemanasan mengalami perubahan warna menjadi kuning. Penambahan karagenan dan CMC diduga dapat mengikat air dan menyerap warna sehingga zat warna terikat dengan minyak mengalami pencoklatan non enzimatis akibat adanya pemanasan. Selain itu, adanya kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi memungkinkan terjadinya reaksi Maillard yaitu reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Gugus amina primer biasanya tedapat pada bahan awal sebagai asam amino. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bumbu pasta ayam goreng berwarna kuning kecoklatan. Tabel 5. Hasil Penampakan Fisik Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Analisis Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Tekstur Cair Pasta Pasta (lebih padat dan lebih kering) Aroma Menyengat Menyengat Menyengat Warna Kuning Cerah Kuning Kecoklatan Kuning Lebih Kecoklatan B. Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng Karakteristik bumbu pasta ayam goreng yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisiko kimia (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar serat, kadar protein, kadar asam lemak bebas/ffa, dan ph) dan uji penerimaan panelis/organoleptik (rasa, aroma, warna, dan tekstur) baik terhadap bumbu pasta itu sendiri maupun aplikasi bumbu pasta pada ayam goreng. 1. Sifat Fisiko Kimia Bumbu pasta ayam goreng sebelum disimpan perlu dianalisa untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan. Berikut karakteristik bumbu pasta ayam goreng sebelum disimpan. 22

4 Tabel 6. Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng Karakteristik Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Kadar Air (% bb) Kadar Lemak (% bk) Kadar Abu (% bk) Kadar Serat (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar FFA (% bk) ph (% bk) a. Kadar Air Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode azeotropik. Metode tersebut dipilih karena menurut Day dan Underwood (1993), metode distilasi azeotropik sangat cocok digunakan untuk bahan-bahan yang mengandung lemak dan komponen-komponen yang mudah menguap disamping air sehingga mengurangi kesalahan negatif akibat hilangnya komponen-komponen volatil saat pemanasan sehingga menunjukkan nilai kadar air yang lebih besar dari seharusnya. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik bumbu pasta ayam goreng yang mengandung lemak yang cukup tinggi dan mengandung rempahrempah sebagai komposisi utama penyusun bumbu pasta ayam goreng. Rempah-rempah memiliki komponen-komponen yang mudah menguap apabila dipanaskan pada suhu tinggi. Hasil analisa kadar air bumbu pasta ayam goreng disajikan pada Gambar 3. 23

5 Kadar Air (%) A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 3. Kadar Air Bumbu Pasta Ayam Goreng Pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC memiliki kadar air yang tinggi yaitu %. Hal ini disebabkan oleh bahan rempah penyusun bumbu ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Sedangkan bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 % memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 % yaitu % dan %. Hal ini dikarenakan oleh proses penumisan yang dilakukan lebih lama dan pada wadah terbuka, sehingga terjadi penguapan air. Bahan rempah penyusun bumbu ini merupakan bahan yang mudah menguap sehingga kondisi bumbu menjadi tidak stabil. Selain itu, terjadi peningkatan kekentalan bumbu pasta ayam goreng disebabkan karena terjadinya kenaikan energi panas sehingga ikatan hidrogen antara air dan CMC pecah, sehingga air yang terikat pada rantai polimer CMC menjadi lebih sedikit daripada sebelum dipanaskan. Hal inilah yang menyebabkan bumbu pasta dengan penambahan CMC lebih banyak akan menunjukkan kadar air yang lebih rendah. 24

6 b. Kadar Lemak Bumbu pasta merupakan produk berlemak, sehingga lemak yang terdapat di dalam bumbu pasta dapat menyebabkan penurunan mutu selama penyimpanan di antaranya terjadinya penyimpangan bau dan rasa. Menurut Ketaren (1986), lemak dapat mengabsorbsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Banyaknya bahan makanan lain selama penyimpanan akan menyebabkan absorbsi bau oleh lemak yang menyebabkan terjadinya penyimpangan bau (off odour). Bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi daripada bumbu dengan penambahan karagenan dan CMC. Hal ini disebabkan oleh kemampuan karagenan dan CMC menangkap lemak yang terdapat dapat bumbu pasta ayam goreng sehingga kandungan lemak yang telah terperangkap tidak dapat keluar lagi, maka ketika dianalisis kandungan lemak ini tidak dapat terdeteksi. Selain itu, karagenan dan CMC yang digunakan hanya bersifat sebagai pengental sehingga terjadi penurunan kadar lemak secara signifikan. c. Kadar Abu Kadar abu merupakan unsur-unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral organik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemanasan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan cenderung tetap. Hasil analisa kadar abu bumbu pasta ayam goreng disajikan pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa kadar abu dari bumbu tanpa perlakuan memiliki nilai terendah yaitu 1.75 %. Sedangkan kadar abu dari bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 % menunjukkan nilai tertinggi yaitu 4.51 %. Semakin tinggi konsentrasi CMC, maka semakin tinggi pula kadar abu. Tingginya kadar abu ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dan ion-ion organik dari bahan-bahan yang ditambahkan dalam formulasi bumbu pasta ayam 25

7 goreng tergolong tinggi. Karagenan dan CMC mengandung kalsium, fosfor, dan zat besi yang tinggi Kadar Abu (%) A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 4. Kadar Abu Bumbu Pasta Ayam Goreng d. Kadar Serat Kandungan serat pada bumbu rempah cukup tinggi. Kandungan serat tertinggi yaitu pada bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 % yaitu 7.04 %. Sedangkan nilai terendah ditunjukkan oleh bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC yaitu 5.61 % Kadar Serat (%) A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 5. Kadar Serat Bumbu Pasta Ayam Goreng 26

8 Tingginya kandungan serat pada bumbu pasta ayam goreng dikarenakan oleh adanya karagenan yang memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga bumbu dengan penambahan karagenan akan menunjukkan nilai kadar serat yang lebih tinggi. Hasil analisa kadar serat bumbu pasta ayam goreng disajikan pada Gambar 5. e. Kadar Protein Protein merupakan substrat yang dapat digunakan langsung oleh mikroorganisme sebagai media pertumbuhannya. Selain itu, kadar protein juga menentukan mutu suatu bahan pangan. Hal ini dikemukakan oleh Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri. Bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC mengandung protein (5.55 %) relatif lebih rendah daripada bumbu dengan penambahan karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) dan (1.05 % : 0.2 %) yaitu % dan % Kadar Protein (%) A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 6. Kadar Protein Bumbu Pasta Ayam Goreng Peningkatan kadar protein signifikan dengan penambahan CMC karena fungsi CMC sebagai pengental diperoleh dengan adanya interaksi gugus polarnya dengan protein. Selain itu, karagenan juga 27

9 mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bumbu dengan penambahan karagenan dan CMC menunjukkan kadar protein yang tinggi pula. Hasil analisa kadar protein bumbu pasta ayam goreng disajikan pada Gambar 6. f. Kadar Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas terukur merupakan hasil dari reaksi hidrolisis antara air dan trigliserida. Reaksi hidrolisis minyak dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: (1) jumlah air yang dilepaskan dalam minyak, semakin banyak jumlahnya, semakin cepat proses hidrolisis terjadi, (2) suhu yang digunakan untuk menggoreng, semakin tinggi suhunya semakin cepat pembentukan asam lemak bebas, (3) kecepatan turnover minyak, (4) banyaknya remahan produk di minyak akan semakin mempercepat pembentukan asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Kadar asam lemak bebas tanpa penambahan karagenan dan CMC menunjukkan nilai tertinggi yaitu 4.56%. Penambahan air dalam formulasi akan mempengaruhi kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng. Kadar air bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC lebih tinggi dibandingkan dengan bumbu yang diberikan penambahan karagenan dan CMC sehingga diasumsikan air yang dilepaskan ke minyak menjadi lebih banyak sehingga terjadi reaksi hidrolisis. Adanya hubungan antara kadar air dan kadar asam lemak bebas menyebabkan semakin tinggi kadar air, maka semakin tinggi pula kadar asam lemak bebasnya.hal ini mempengaruhi kualitas minyak goreng dimana kualitas minyak goreng menjadi menurun diakibatkan asam lemak bebasnya meningkat. g. ph Nilai ph bumbu berkisar antara ph 5.0 sampai 6.0. Nilai ph tertinggi ditunjukkan oleh bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 % yaitu Hal ini dikarenakan karagenan merupakan basa kuat dan CMC asam lemah sehingga dengan 28

10 peningkatan CMC maka ph yang ditunjukkan semakin tinggi. Hasil analisa ph bumbu pasta ayam goreng disajikan pada Gambar 7. Bahan makanan dengan ph yang lebih besar dari 5.3 termasuk dalam golongan makanan berasam rendah. Dari hasil pengukuran ini dapat diduga bahwa jika terjadi penghambatan pertumbuhan mikroba olah bumbu, penyebabnya bukan karena ph, karena nilai ph bumbu tidak cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Bakteri pada umumnya mulai terhambat pertumbuhannya pada ph dibawah 5.0 dan diatas 8.5 (Fardiaz, 1992) ph A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 7. ph Bumbu Pasta Ayam Goreng 2. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji hedonik panelis terhadap rasa, aroma, warna dan tekstur bumbu pasta ayam goreng. a. Uji Organoleptik terhadap Bumbu Penilaian organoleptik terhadap rasa dan aroma bumbu pasta ayam goreng oleh 30 panelis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga komposisi bahan baku yang digunakan juga tidak berbeda antar perlakuan. Pelakuan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada penambahan karagenan dan CMC sebagai pengental. 29

11 Penilaian organoleptik terhadap warna bumbu pasta ayam goreng menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Bumbu dengan perlakuan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 % menunjukkan warna yang tidak berbeda nyata dengan bumbu yang ditambah karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 %. Sedangkan bumbu pasta ayam goreng tanpa penambahan karagenan dan CMC memiliki warna yang berbeda dengan bumbu yang ditambah karagenan dan CMC. Warna bumbu pasta ayam goreng tanpa penambahan karagenan dan CMC kuning cerah, sedangkan warna bumbu pasta ayam goreng dengan penambahan karagenan dan CMC kuning kecoklatan. Penambahan karagenan dan CMC diduga dapat mengikat air dan menyerap warna sehingga zat warna terikat dengan minyak mengalami pencoklatan non enzimatis akibat adanya pemanasan. Selain itu, adanya kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi memungkinkan terjadinya reaksi Maillard yaitu reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Gugus amina primer biasanya tedapat pada bahan awal sebagai asam amino. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bumbu pasta berwarna kuning kecoklatan. Hasil penilaian panelis terhadap warna bumbu pasta ayam goreng dilihat pada Gambar 8. Warna Bumbu A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 8. Warna Bumbu Pasta Ayam Goreng 30

12 Hasil organoleptik terhadap tekstur bumbu pasta ayam goreng menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai bumbu pasta dengan penambahan karagenan dan CMC. Hasil penilaian panelis dapat dilihat pada Gambar Tekstur Bumbu A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 9. Tekstur Bumbu Pasta Ayam Goreng Tekstur yang disukai panelis adalah tekstur yang tidak terlalu cair dan tidak terlalu kental. Adanya penambahan karagenan dan CMC dalam bumbu pasta ayam goreng menyebabkan penurunan kadar air selama pemanasan bumbu pasta karena adanya CMC sebagai hidrokoloid yang memiliki kemampuan mengikat air sehingga terbentuk tekstur yang kental. b. Uji Organoleptik terhadap Aplikasi Bumbu Pada Ayam Goreng Penilaian organoleptik terhadap rasa dan aroma aplikasi bumbu pasta pada ayam goreng menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Panelis lebih menyukai bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 %. Bumbu pasta merupakan produk berlemak sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan bau dan rasa. Selain itu, zat-zat pembentuk citarasa dan aroma pada bumbu pasta bersifat mudah menguap dan tidak stabil sehingga menyebabkan adanya perbedaan rasa dan aroma ketika pengaplikasian bumbu pasta pada ayam goreng. Hasil 31

13 penilaian panelis terhadap rasa dan aroma aplikasi bumbu pasta pada ayam goreng dapat dilihat pada Gambar 10 dan Rasa Bumbu A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 10. Rasa Bumbu Pasta Aplikasi pada Ayam Goreng Aroma Bumbu A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 11. Aroma Bumbu Pasta Aplikasi pada Ayam Goreng Hasil organoleptik terhadap warna bumbu menunjukkan panelis lebih menyukai warna bumbu pasta dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 %. Perbedaan warna dapat disebabkan oleh lamanya waktu penggorengan dan suhu penggorengan. Penambahan karagenan dan CMC diduga dapat mengikat air dan menyerap warna sehingga zat warna terikat dengan minyak mengalami pencoklatan non 32

14 enzimatis akibat adanya pemanasan. Hal inilah yang menyebabkan warna kecoklatan yang terbentuk pada pengaplikasian ayam goreng menjadi lebih menarik Warna Bumbu A1 A2 A3 Perlakuan Keterangan: A1 : Tanpa Penambahan Karagenan dan CMC A2 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.15 %) A3 : Penambahan Karagenan dan CMC (1.05 % : 0.2 %) Gambar 12. Warna Bumbu Pasta Aplikasi pada Ayam Goreng Penilaian organoleptik terhadap tekstur oleh 30 panelis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga komposisi bahan baku yang digunakan, waktu ungkep ayam, dan waktu penggorengan juga tidak berbeda antar perlakuan. Pelakuan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada penambahan karagenan dan CMC sebagai pengental. Untuk memilih produk terbaik dari ketiga perlakuan berdasarkan analisis fisiko kimia dan uji penerimaan panelis sehingga produk yang terbaik yang diperoleh dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu penyimpanan selama 51 hari. Ketiga perlakuan antara lain (1) bumbu tanpa penambahan karagenan dan CMC, (2) bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 %, (3) bumbu dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.2 %. Produk terbaik sebagai bumbu yang paling tepat untuk dilakukan penyimpanan yaitu faktor perlakuan dengan penambahan karagenan 1.05 % dan CMC 0.15 %. 33

15 C. Perubahan Mutu Bumbu Pasta Selama Penyimpanan Selama proses penyimpanan, produk pangan dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat memunculkan beberapa reaksi yang berbeda dan menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrient. kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza,1982). Perubahan mutu dapat dilihat dari seberapa besar kenaikan atau penurunan trend yang terjadi pada setiap parameter. Parameter mutu yang diamati selama penyimpanan meliputi kadar air, kadar VRS, kadar asam lemak bebas, dan total mikroba. Hasil analisis selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 10, dan Kadar Air Perubahan kadar air bumbu pasta ayam goreng pada kemasan nilon + LLDPE dan PET + LLDPE dengan suhu penyimpanan 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan grafik pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa nilai kadar air cenderung naik pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Jika dilihat dari nilai slope kenaikan kadar air, bumbu yang mengalami kenaikan terbesar adalah kemasan PET + LLDPE terutama pada suhu 45 C. Ini didukung dengan slope peningkatan total mikroba yang relatif besar pada suhu dan kemasan tersebut. Perubahan kadar air pada bumbu pasta ayam goreng disebabkan karena sifatnya yang higroskopis. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan. Selain itu, penambahan karagenan yang mengalami sineresis selama penyimpanan mempengaruhi peningkatan kadar air pada bumbu. 34

16 Kadar Air (%) y = x R² = y = x R² = y = x R² = Linear (Nilon+LLDPE 30 C) Linear (Nilon+LLDPE 35 C) Linear (Nilon+LLDPE 45 C) Lama Penyimpanan (hari) (a) y = x R² = Kadar Air (%) y = x R² = y = x R² = Linear (PET+LLDPE 30 C) Linear (PET+LLDPE 35 C) Linear (PET+LLDPE 45 C) Lama Penyimpanan (hari) (b) Gambar 13. Grafik Perubahan Kadar Air Kemasan (a) Nilon + LLDPE, (b) PET + LLDPE Selama Penyimpanan Peningkatan suhu penyimpanan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan laju sineresis pada karagenan. Peningkatan tersebut disebabkan oleh terjadinya peningkatan kontraksi pada gel dan bertambahnya molekul-molekul air yang terbentuk di dalam bumbu pasta. Selain itu, adanya suasana asam dan kenaikan suhu (pemanasan) menyebabkan laju sineresis semakin tinggi. Pada suasana asam dan suhu yang meningkat, mengakibatkan ikatan double helix polimer karagenan menjadi membesar, sehingga gel berkontraksi dan menjadi rapuh. Kontraksi dan pengkerutan ini cenderung memeras air yang termobilisasi di dalam gel, sehingga mengakibatkan molekul air yang diikat akan keluar dari gel karagenan. Pendugaan ini diperkuat dengan pernyataan Sunanto (1995) yang menyatakan bahwa terjadinya sineresis 35

17 disebabkan oleh kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara polimer dari struktur gel. Perubahan kadar air bumbu pasta ayam goreng juga dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan. Permeabilitas tiap-tiap kemasan berbeda dan akan berpengaruh pada laju transmisi uap air. Semakin kecil laju transmisi uap air suatu kemasan menunjukkan semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus bahan. Laju transmisi uap air pada kemasan nilon + LLDPE yang digunakan dalam penelitian ini cukup tinggi dibandingkan kemasan PET + LLDPE. Kemasan PET + LLDPE seharusnya dapat mempertahankan kadar air bumbu pasta ayam goreng yang dikemas di dalamnya. Akan tetapi, peningkatan kadar air bumbu pasta ayam goreng yang dikemas pada PET + LLDPE pada penelitian ini justru paling tinggi. Hal ini dikarenakan tingginya laju transmisi oksigen pada kemasan ini sehingga mikroba aerobik mudah tumbuh dan berkembang biak menyebabkan terjadinya pemecahan glukosa dan penguraian nutrisi yang mampu menyebabkan bumbu terlihat berair. Pengaruh tingginya permeabilitas terhadap uap air dan gas dapat menyebabkan laju kerusakan produk akan semakin cepat. 2. Kadar VRS (Volatile Reducing Subtances) Nilai VRS sangat ditentukan oleh jumlah senyawa volatil yang bersifat mereduksi yang ada di dalam bumbu pasta ayam goreng. Senyawa volatil pada bumbu pasta ayam goreng akan keluar setelah bumbu mengalami proses penghancuran. Oleh sebab itu, bumbu yang telah dihancurkan akan memilki bau yang lebih kuat daripada sebelum mengalami proses penghancuran. Perubahan kadar VRS bumbu pasta ayam goreng pada kemasan nilon + LLDPE dan PET + LLDPE dengan suhu penyimpanan 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai VRS bumbu pasta ayam goreng selama penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan kadar VRS ini disebabkan karena terjadi penguapan bahan-bahan volatil yang terkandung pada bumbu pasta ayam goreng. Semakin lama bumbu disimpan dan semakin tinggi suhu 36

18 penyimpanan, maka penguapan bahan-bahan volatil yang dikandungnya semakin besar. Berdasarkan hasil analisis, nilai kadar VRS dari bumbu pasta ayam goreng yang dihasilkan dan disimpan pada kondisi suhu yang lebih tinggi yaitu 45 C memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan nilai VRS bumbu pasta ayam goreng yang disimpan pada suhu 30 C. Perbedaan nilai VRS pada kondisi suhu yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi suhu yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pada kondisi suhu yang lebih rendah selama proses penyimpanan menyebabkan kehilangan senyawa-senyawa volatil (pereduksi) oleh pengaruh termal yang dapat dihindari. Kadar VRS (meq./g) Kadar VRS (meq./g) Lama Penyimpanan (hari) (a) Lama Penyimpanan (hari) y = x R² = y = x R² = y = x R² = Linear (Nilon+LLDPE 30 C) Linear (Nilon+LLDPE 35 C) Linear (Nilon+LLDPE 45 C) y = x R² = y = x R² = y = x R² = Linear (PET+LLDPE 30 C) Linear (PET+LLDPE 35 C) Linear (PET+LLDPE 45 C) (b) Gambar 14. Grafik Perubahan Kadar VRS Kemasan (a) Nilon + LLDPE, (b) PET + LLDPE Selama Penyimpanan Laju penurunan nilai kadar VRS bumbu pasta ayam goreng selama penyimpanan diduga dapat dipengaruhi oleh jenis kemasan yang 37

19 digunakan. Jenis kemasan yang memiliki nilai permeabilitas gas tinggi tidak mampu menahan hilangnya komponen-komponen volatil pada bumbu pasta. Jika dilihat dari slope kenaikan kadar VRS, penurunan kadar VRS paling besar terjadi pada bumbu pasta ayam goreng yang disimpan dalam kemasan nilon + LLDPE. Hal ini disebabkan oleh terjadi pertukaran uap air dengan udara luar relatif lebih mudah pada nilon + LLDPE. Kondisi ini menyebabkan senyawa volatil bumbu ikut terbawa keluar bersama uap air sehingga senyawa volatil yang tertinggal dalam bumbu semakin berkurang. 3. Kadar Asam Lemak Bebas Kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng sebelum disimpan adalah sebesar 4.55%. Perubahan kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng pada kemasan nilon + LLDPE dan PET + LLDPE dengan suhu penyimpanan 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan grafik pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa nilai kadar asam lemak bebas cenderung naik pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat kenaikan kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng juga semakin tinggi. Pada Gambar 15 menunjukkan pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas selama penyimpanan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bumbu pasta ayam goreng yang disimpan pada suhu 30 C memiliki nilai rata-rata asam lemak bebas yang paling rendah dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu 35 C dan 45 C. Asam lemak bebas yang disimpan pada suhu 45 C memiliki nilai rata-rata asam lemak bebas paling tinggi. Peningkatan asam lemak bebas disebabkan terbentuknya persenyawaan peroksida akibat proses hidrolisis asam-asam lemak jenuh dan proses oksidasi asam-asam lemak tak jenuh. Slope peningkatan kadar asam lemak bebas yang dikemas pada nilon + LLDPE relatif kecil. Hal ini disebabkan oleh laju transmisi terhadap oksigen yang rendah mengakibatkan sulitnya terjadi oksidasi. Hal ini 38

20 menyebabkan kandungan asam lemak bebas yang lebih rendah pada kemasan nilon + LLDPE. Kadar FFA (%) y = x R² = y = x R² = y = x R² = Linear (Nilon+LLDPE 30 C) Linear (Nilon+LLDPE 35 C) Linear (Nilon+LLDPE 45 C) Lama Penyimpanan (hari) Kadar FFA (%) (a) y = x R² = y = x R² = y = x R² = Linear (PET+LLDPE 30 C) Linear (PET+LLDPE 35 C) Linear (PET+LLDPE 45 C) Lama Penyimpanan (hari) (b) Gambar 15. Grafik Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas Kemasan (a) Nilon + LLDPE, (b) PET + LLDPE Selama Penyimpanan Menurut Winarno (1980), laju oksidasi lemak berbanding lurus dengan peningkatan suhu dan suplai oksigen, sehingga semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin besar suplai oksigen maka semakin cepat produk mengalami ketengikan. Peningkatan kadar asam lemak bebas yang disimpan pada suhu 45 C lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas yang disimpan pada suhu 30 C dan 35 C. Tingginya nilai asam lemak bebas disebabkan oleh adanya kerusakan minyak pada bumbu karena proses pemanasan selama penyimpanan. Nilai kadar air yang semakin meningkat selama penyimpanan juga mempengaruhi nilai kadar asam lemak bebas. Adanya sejumlah air dalam minyak dapat menyebabkan terjadinya proses 39

21 hidrolisis sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak (Ketaren, 1986). Selain itu, disebabkan pula oleh kontaminasi yang terjadi selama penyimpanan. Kontaminasi terjadi karena adanya penyimpanan mikroorganisme dengan bumbu pasta dalam inkubator. Mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan asam yang dapat meningkatkan nilai asam lemak bebas. 4. Total Mikroba Pada Gambar 16 dapat dilihat total mikroba meningkat sejalan dengan lamanya waktu penyimpanan. Walaupun telah mengalami proses penumisan, pada bumbu masih terdapat mikroba. Pertumbuhan mikroba diduga disebabkan oleh proses penumisan yang dilakukan di tempat terbuka dan juga adanya mikroba kontaminan yang masuk ke bumbu selama pengambilan sampel. Pada Gambar 16 disajikan grafik perubahan total mikroba bumbu pasta ayam goreng selama penyimpanan. Menurut Winarno et al. (1980), proses pemanasan pada pengolahan pangan bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas. Namun jika suhu dan waktu pemanasan kurang tepat, maka tidak akan mematikan mikroorganisme atau hanya menyebabkan sel mengalami kerusakan. Pemanasan ini disebut dengan pemanasan subletal. Dalam pengolahan pangan, sel-sel yang mengalami kerusakan karena pemanasan subletal mungkin dapat sembuh kembali menjadi selsel normal dan berkembang biak selama penyimpanan di dalam medium yang baik. Sebagian besar bakteri dalam bentuk vegetatifnya akan mati pada suhu C, tetapi banyak spora bakteri yang masih tahan pada suhu air mendidih 100 C selama 30 menit. Standar jumlah mikroba yang diijinkan dalam makanan adalah maksimal 10 5 koloni/g atau 5 log koloni/g (Nur dan Satiawiharja, 1999). Berdasarkan standar tersebut, bumbu pasta ayam goreng sudah tidak aman secara mikrobiologi pada hari ke-51. Selama penyimpanan, jumlah total mikroba bumbu pasta ayam goreng mengalami peningkatan. Jika dikaitkan dengan suhu dan jenis kemasan 40

22 yang digunakan, slope peningkatan total mikroba bumbu pasta ayam goreng yang dikemas pada PET + LLDPE relatif tinggi seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme aerobik dapat tumbuh dan berkembang baik pada suhu 45 C dan yang disimpan pada kemasan tersebut Total Mikroba (LogKoloni/gram) C 35 C 45 C Lama Penyimpanan (hari) (a) Total Mikroba (LogKoloni/gram) C 35 C 45 C Lama Penyimpanan (hari) (b) Gambar 16. Grafik Perubahan Total Mikroba Kemasan (a) Nilon + LLDPE, (b) PET + LLDPE Selama Penyimpanan Slope peningkatan total mikroba bumbu pasta ayam goreng yang dikemas pada nilon + LLDPE relatif kecil. Proses penumisan yang dilakukan pada wadah terbuka diduga menyebabkan spora mikroba aerobik masih bertahan hidup. Selama penyimpanan, spora tersebut tumbuh menjadi sel vegetatif. Penyimpanan bumbu pasta ayam goreng dalam kemasan nilon + LLDPE yang memiliki laju transmisi oksigen 41

23 yang relatif kecil mengakibatkan mikroba aerobik tersebut semakin sulit tumbuh. D. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Pasta Ayam Goreng Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3 4 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi (Herawati, 2008). Metode akselerasi yang dilakukan adalah dengan pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius dengan teori kinetika yang menggunakan orde nol dan orde satu untuk produk pangan. Pemilihan parameter kritis produk ditentukan oleh parameter mutu yang paling berpengaruh dalam menyebabkan kerusakan produk sehingga mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Parameter mutu yang dijadikan sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan bumbu pasta ayam goreng ini adalah parameter kadar asam lemak bebas karena bumbu ini mengandung minyak yang mudah tengik yang merupakan faktor penting dalam menentukan umur simpan bumbu pasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas yang signifikan pada bumbu pasta ayam goreng seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan. Penentuan titik kritis dapat dilakukan dengan penelitian atau berdasarkan sumber pustaka yang relevan. Pada penelitian ini, titik kritis kadar asam lemak bebas ditentukan berdasarkan penelitian uji titik kritis. Nilai maksimal kadar asam lemak bebas untuk bumbu pasta ayam goreng adalah 35%. Nilai tersebut yang akan digunakan sebagai titik kritis pada pendugaan umur simpan bumbu pasta ayam goreng. Selain itu, parameter lain misalnya kadar air dan kadar vrs tidak dapat digunakan sebagai parameter kritis. Kadar air merupakan parameter penting yang sangat berpengaruh pada mutu produk pangan basah. Kadar air pada produk pangan basah akan berpengaruh pada parameter mutu yang lain. Kadar VRS merupakan parameter penting yang berpengaruh pada mutu 42

24 produk pangan terutama bumbu pasta ayam goreng karena akan mempengaruhi aroma dari bumbu pasta tersebut. Namun, kadar air dan kadar VRS tidak dapat digunakan karena nilai keragaman yang sangat rendah sehingga tidak dapat digunakan untuk menghitung umur simpan secara semiempiris dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Dalam pendugaan umur simpan yang perlu dilakukan adalah membuat analisis regresi linier perubahan mutu dari masing-masing kemasan dan suhu penyimpanan. Korelasi hubungan kadar asam lemak bebas dan waktu penyimpanan untuk reaksi ordo nol dan ordo satu disajikan pada Tabel 7. Table 7. Korelasi Penurunan Mutu Kadar Asam Lemak Bebas Korelasi Jenis Kemasan Ordo Nol Ordo Satu 30 C 35 C 45 C 30 C 35 C 45 C Nilon + LLDPE PET + LLDPE Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa perhitungan umur simpan berdasarkan parameter kritis kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan reaksi ordo nol. Persamaan regresi linier perubahan mutu kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng dapat dilihat pada Lampiran 12. Dengan demikian diperoleh nilai k untuk masing-masing jenis kemasan dan suhu penyimpanan seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai k dan ln k Parameter Asam Lemak Bebas T (K) 1/T Nilon+LLDPE PET+LLDPE k ln k k ln k Keterangan : k=konstanta penurunan mutu ; T=suhu penyimpanan Nilai k diperoleh dari persamaan regresi linear. Nilai k sama dengan nilai a pada persamaan regresi linear. Nilai k digunakan untuk menduga umur simpan bumbu pasta ayam goreng pada kemasan dan suhu yang berbeda berdasarkan persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius digunakan untuk 43

25 menghitung k perhitungan berdasarkan grafik hubungan antara ln k percobaan sebagai sumbu y dengan 1/T (suhu dalam Kelvin) sebagai sumbu x (Gambar 17). Dari grafik tersebut dapat diketahui persamaan ln k untuk masing-masing kemasan. Ln k /T x 10 3 (K) y = -2,708.25x R² = y = -2,256.97x R² = Linear (nilon) Linear (PET) Gambar 17. Grafik Hubungan ln k dan 1/T Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 17, maka dapat ditentukan persamaan penurunan mutu sebagai berikut : Kemasan Nilon + LLDPE Y = x ln k = (1/T) Nilai derajat kemiringan dari persamaan garis tersebut merupakan nilai dari E/R dari persamaan Arrhenius sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dari bumbu pasta ayam goreng sebagai berikut: -E/R = K E = ( ) x (1.986 kal/mol K) E = kal/mol K Nilai intersep merupakan nilai ln k 0 dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai k 0 yang merupakan konstanta yang tidak bergantung terhadap suhu. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius maka diperoleh: ln k 0 = 7.70 k 0 =

26 Dengan demikian laju peningkatan kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng yang dikemas dengan kemasan nilon + LLDPE adalah: k = e T / hari Kemasan PET + LLDPE Y = x ln k = (1/T) Nilai derajat kemiringan dari persamaan garis tersebut merupakan nilai dari E/R dari persamaan Arrhenius sehingga diperoleh nilai energi aktivasi dari bumbu pasta ayam goreng sebagai berikut: -E/R = K E = ( ) x (1.986 kal/mol K) E = kal/mol K Nilai intersep merupakan nilai ln k 0 dari persamaan Arrhenius, sehingga diperoleh nilai k 0 yang merupakan konstanta yang tidak bergantung terhadap suhu. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius maka diperoleh: ln k 0 = 6.51 k 0 = Dengan demikian laju peningkatan kadar asam lemak bebas bumbu pasta ayam goreng yang dikemas dengan kemasan PET + LLDPE adalah: k = e T / hari Nilai Ln k diplotkan dengan kebalikan suhu mutlak (1/T), sehingga diperoleh grafik seperti terlihat pada Gambar 17. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada Gambar 17, dapat diketahui nilai E, ln k 0, k 0, dan k tiap kemasan dan suhu penyimpanan, sehingga persamaan penurunan mutu dapat ditentukan. Dari persamaan penurunan mutu tersebut, dilakukan perhitungan umur simpan dengan ordo nol. 45

27 Tabel 9. Nilai E, ln k 0, k 0, dan k tiap Suhu Penyimpanan Parameter Asam Lemak Bebas k Kemasan Nilon + LLDPE PET + LLDPE E (kal/mol) ln k k C C C Nilai titik kritis kadar asam lemak bebas adalah 35 %. Sedangkan nilai awal kadar asam lemak bebas adalah 4.55 %. Perhitungan umur simpan berdasarkan orde nol adalah nilai titik kritis dikurangi dengan nilai awal kadar asam lemak bebas, kemudian dibagi dengan nilai k (laju peningkatan kadar asam lemak bebas) yang diperoleh berdasarkan perhitungan Arrhenius, dapat dilihat sebagai berikut : Kemasan Nilon + LLDPE Suhu 30 C = = hari = 3 bulan, 15 hari 0.29 Suhu 35 C = Suhu 45 C = = hari = 2 bulan, 20 hari = hari = 2 bulan, 1 hari 0.50 Kemasan PET + LLDPE Suhu 30 C = = hari = 2 bulan, 27 hari 0.35 Suhu 35 C = Suhu 45 C = = hari = 2 bulan, 9 hari = hari = 1 bulan, 25 hari 0.55 Penyimpanan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu 1 bulan 21 hari. Berdasarkan perhitungan umur simpan orde nol baik kemasan nilon +LLDPE maupun kemasan PET + LLDPE mencapai umur simpan yang melebihi 46

28 waktu penyimpanan selama penelitian ini.. Hasil perhitungan umur simpan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Umur Simpan Bumbu Pasta Ayam Goreng Suhu Penyimpanan Umur Simpan (hari) Nilon + LLDPE PET + LLDPE 30 C C C Berdasarkan parameter asam lemak bebas, perbedaan umur simpan antar kemasan dan suhu penyimpanan terlihat jelas. Bumbu pasta ayam goreng pada kedua kemasan memiliki umur simpan semakin pendek dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan. Pendugaan umur simpan dengan parameter asam lemak bebas menunjukkan bahwa umur simpan bumbu pasta ayam goreng terbaik yang dikemas dengan kemasan nilon + LLDPE karena lebih baik dalam mempertahankan mutu sehingga umur simpannya lebih lama. Dengan demikian nilon + LLDPE lebih baik digunakan dibandingkan PET + LLDPE. 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknologi Proses Pembuatan Selai Nenas 1. Persiapan bahan Dalam penelitian ini, hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan bahan baku yaitu nanas Gati yang sudah masak optimum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN D. KARAKTERISTIK BIJI KOPI Karakteristik awal biji kopi diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, dan kadar abu terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia banyak sekali ditumbuhi oleh tanaman rimpang karena Indonesia merupakan negara tropis. Rimpang-rimpang tersebut dapat digunakan sebagai pemberi cita

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

Susut Mutu Produk Pasca Panen

Susut Mutu Produk Pasca Panen Susut Mutu Produk Pasca Panen Rini Yulianingsih Atribut Mutu Tekstur Aroma dan Rasa Warna Nilai Gizi 1 Reaksi Kimia dan Biokimia Lipid O 2, Panas Katalis Peroksida Karbohidrat Protein Panas, asam kuat,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci