BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok dipilih karena merupakan biomasa limbah pertanian yang dapat dijadikan model biomassa lainnya sebab onggok yang merupakan hasil samping proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioka masih memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi, berbentuk padatan, dan jumlahnya yang melimpah. Onggok ini berbentuk serbuk dengan warna cokelat keputihan dan memiliki tekstur yang kasar serta berserabut karena terdiri atas serat-serat yang tidak hancur secara sempurna. Gambar 14. Onggok Kering Onggok yang dijadikan bahan dalam penelitian ini dianalisis karakteristiknya sesuai prosedur analisa proksimat seperti kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat, serta analisis van soest, yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa ligniselulosa yang terdiri atas kadar lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Tujuan analisa proksimat adalah untuk menentukan komponen dan kadar bahan yang terkandung didalamnya. Hal tersebut terkait dengan perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian ini sehingga perlu menentukan ada atau tidaknya bahan tambahan serta dapat mengikuti perubahan karakteristik onggok baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Tabel 5. Hasil Analisa Karakteristik Onggok Komponen Hasil Penelitian (%BK) Air 7 Abu 1,44 Protein,42 Lemak 1,17 Karbohidrat Selulosa 64,3 Hemiselulosa 16,11 Lignin 17,53 Pengujian kadar air dilakukan untuk menentukan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan karena kadar air berpengaruh terhadap daya tahan, kesegaran, penampakan, tekstur, dan cita rasa. Hasil dari pengujian diketahui bahwa onggok mengandung sebanyak 7 % air dari bobot keringnya. Hal itu menandakan bahwa onggok memiliki daya tahan yang baik karena berada dalam 21

2 kondisi yang kering sehingga tidak terjadi pembusukan oleh mikroba. Penampakannya pun kasar dan teksturnya keras karena masih mengandung serat dan serabut dari pengolahan tapioka yang tidak hancur sempurna. Hasil pengukuran kadar air ini digunakan untuk menghitung seberapa banyak air yang ditambahkan dalam proses pretreatment hingga kadar airnya meningkat menjadi 85% seperti pada metode penelitian. Jika kadar air onggok sebesar 7%, maka didapatkan persentasi total padatan sebesar 93% karena total padatan dalam suatu bahan terdiri atas air dan padatan, sedangkan kadar abu onggok yang diuji sebesar 1.44%. Pengujian ini erat kaitannya dengan banyaknya bahan organik pada onggok. Abu yang ada merupakan senyawa unsur mineral bukan organik sementara bobot yang hilang adalah senyawa organiknya sehingga jika kadar abu rendah maka hal itu menunjukkan bahwa tingginya bahan organik pada onggok. Kadar protein diujikan untuk mengetahui kadar nitrogen pada onggok sehingga dapat menentukan banyaknya nutrien yang ditambahkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengujian kadar protein sebesar.42%. Rendahnya kadar tersebut merupakan indikator bahwa ketika onggok akan diolah menjadi biogas perlu penambahan nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme. Sementara itu, komposisi dan kadar senyawa ligniselulosa onggok yang diuji, digunakan untuk mengetahui jenis pemilihan mikroorganisme yang sesuai dan memiliki kemampuan dalam merombak senyawa tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan pretreatment untuk menguraikan sejumlah padatan tersebut agar menghasilkan senyawa yang mudah larut dan dapat dijadikan sebagai sumber karbon untuk substrat pengolahan onggok selanjutnya seperti pembuatan biogas. Selain itu, diketahui pula persentasi volatile solid yang menjadi parameter ukur untuk menyatakan seberapa besar beban pencernaan yang harus dilakukan oleh bakteri (Parlina, 29). Volatile solid yang terdapat dalam onggok tapioka ini sebesar 92%. Menurut Parlina (29), konsentrasi padatan volatil yang cukup tinggi akan menambah beban pretreatment atau penguraian bakteri sehingga harus dilakukan peningkatan kadar air dari padatan yang ada sehingga menurunkan konsentrasi padatan volatil. Dengan menurunnya konsentrasi padatan volatil, maka semakin berkurang pula beban pencernaan yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam melakukan penguraian senyawa ligniselulosanya. Serat terdiri atas bagian yang dapat larut dalam air dan tidak dapat larut dalam air. Serat yang larut dalam air antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan gum sedangkan serat yang tidak larut dalam air antara lain terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya tetapi lebih didominasi oleh serat yang tidak larut. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada onggok diduga berasal dari lapisan mesocarp yang merupakan lapisan paling tebal pada ubi kayu, sebagian besar kandungan gizi ubi kayu terdapat pada bagian ini. Sedangkan kandungan lignin berasal dari lapisan endocarp yang merupakan lapisan keras dan strukturnya seperti kayu. Serat tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia maupun hewan. Kandungan serat kasar pada onggok, yaitu sebesar 1,87% (Siagian, 211). Besarnya kandungan serat kasar pada limbah onggok ini menunjukkan bahwa onggok merupakan limbah ligniselulosa. Kandungan ligniselulosa yang terdapat dalam onggok harus dilakukan pretreatment sebelum dilakukan proses selanjutnya. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan lignin yang melindungi selulosa dan hemiselulosa sehingga menyebabkan sulit diurai. Dengan adanya penambahan campuran inokulum mikroorganisme, maka lignin akan tedegradasi sehingga selulosa dan hemiselulosa akan terpecah menjadi gula-gula sederhana (monosakarida) sehingga dapat masuk ke dalam sel bakteri tertentu untuk diproses menjadi produk yang diinginkan. 22

3 4.2 Karakteristik Onggok Setelah Pretreatment Chemical Oxygen Demand Onggok COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan atau senyawa organik dapat teroksidasi secara kimia. Artinya, semakin banyak senyawa organik yang dioksidasi maka jumlah kebutuhan oksigennya meningkat dan meningkatkan pula nilai COD-nya. Bahan organik tersebut dioksidasi oleh kalium bikromat sebagai sumber oksigen. Besarnya nilai COD total dihitung dari COD terlarut dan yang tersuspensi. COD total pada suatu biomassa bernilai tetap sedangkan pada proses pretreatment ini diukur COD terlarutnya sehingga nilainya akan terus naik seiring dengan waktu proses dan inokulum yang ditambahkan. Dengan menggunakan kalium bikromat diperkirakan 95% bahan organik dapat dioksidasi (Nurhasanah 29). C a H b O c + Cr 2 O H + CO 2 + H 2 O + Cr 3+ Reaksi tersebut perlu ditambahkan perak sulfat dan pemanasan sebagai katalisator. Semakin besar nilai COD-nya maka semakin banyak senyawa organik yang dioksidasi. Jika setelah pretreatment mengalami kenaikan nilai COD maka telah terjadi degradasi partikel pada onggok menjadi senyawa yang lebih sederhana. Perhitungan nilai COD ini dilakukan pada sampel onggok yang terlarutnya sehingga disebut sebagai COD terlarut karena COD total suatu bahan terdiri atas COD terlarut dan COD bahan yang tidak larut. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa pada konsentrasi campuran inokulum 5 g/1 g TS sesuai pada gambar 15. COD terlarut (mg/l) inokulum 5% kontrol Waktu (jam) Gambar 15. Grafik Kenaikan COD Pretreatment Onggok Dengan Inokulum 5% Pada saat jam ke- baik kontrol maupun perlakuan belum menunjukkan adanya senyawa organik yang diurai karena mikroba masih dalam fase adaptasi sehingga nilai COD terlarutnya masih rendah. Untuk kontrol 43 mg/l sedangkan perlakuan inokulum 5% pada jam tersebut sebesar 63 mg/l. Ketika jam ke-4 nilai COD terlarutnya meningkat menjadi 251 mg/l, jam ke-8 terjadi kenaikan lagi menjadi 68 mg/l. Kenaikan ini disebabkan telah terjadi pertumbuhan mikroba yang menghidrolisis komponen ligniselulosa menjadi monomer terlarut. Pada jam ke-8 hingga ke-12 COD terlarut meningkat tajam menjadi 1699 mg/l. Kenaikan pada jam ini adalah yang paling tinggi dibandingkan pada jam sebelumnya dan jam ke-16 yang hanya mengalami kenaikan sebesar 337 mg/l. Hal itu disebabkan karena pada rentang waktu jam ke-8 dan ke-12 terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada tahap eksponensial sehingga jumlah populasi mikroba bertambah banyak dan mampu mengurai substrat komponen ligniselulosa. Dengan demikian, penambahan inokulum 5% dapat berpengaruh terhadap degradasi senyawa ligniselulosa pada onggok. 23

4 Pada konsentrasi inokulum 7.5% hasil yang diperoleh menunjukan kenaikan COD terlarut yang lebih tinggi daripada konsentrasi inokulum 5%. Hal itu disebabkan karena populasi mikroba pada konsentrasi ini jauh lebih banyak dari konsentrasi sebelumnya sedangkan substrat masih mencukupi sehingga dapat meningkatkan efektifitas dari perombakan limbah onggok tersebut oleh mikroba. Tingginya kenaikan nilai COD terlarut juga karena dipengaruhi oleh bentuk partikel onggok yang halus dan kecil sehingga memperluas bidang permukaan sehingga dapat dirombak secara spesifik sempurna di semua bagian permukaan onggok COD terlarut (mg/l) kontrol inokulum 7.5% waktu (jam) Gambar 16. Grafik Kenaikan COD Pretreatment Onggok Dengan Inokulum 7.5% Pada jam ke- hingga ke-12 kenaikan COD terlarut pada konsentrasi ini tidak berbeda jauh dengan konsentrasi inokulum sebelumnya. Akan tetapi, pada jam ke-16 terjadi kenaikan COD terlarut yang lebih tinggi, yaitu mencapai 2239 mg/l dibandingkan konsentrasi inokulum 5% pada jam yang sama sebesar 236 mg/l. Hal itu menandakan bahwa semakin banyak konsentrasi inokulum yang ditambahkan, semakin banyak pula bahan organik dari senyawa ligniselulosa yang dapat diurai menjadi monomer terlarut sehingga menyebabkan nilai COD terlarutnya mengalami kenaikan yang lebih tinggi pula seperti yang ditunjukkan pada gambar 16. Pada konsentrasi 1% atau 1 gram inokulum dalam 1 gram padatan terjadi kenaikan COD terlarut yang lebih signifikan dibandingkan konsentrasi sebelumnya karena onggok yang digunakan diduga masih mengandung unsur pati sehingga ikut teroksidasi saat pengujian COD terlarut dan menambah beban pretreatment onggok. Walaupun besarnya kandungan pati tidak dianalisis secara kuantitatif hanya kualitatif dengan meneteskan larutan iodine dan terlihat warna biru pada onggok tetapi jelas perubahan warna itu menandakan masih banyak mengandung unsur pati. Oleh karena itu, peningkatan degradasi senyawa organik terlarut terjadi pada perlakuan inokulum 1% saat jam ke-16 sedangkan pada jam sebelumnya kenaikan nilai COD tidak berbeda jauh dengan konsentrasi sebelumnya. 24

5 COD terlarut (mg/l) kontrol inokulum 1% Waktu (Jam) Gambar 17. Grafik Kenaikan COD Pretreatment Onggok Dengan Inokulum 1% Kenaikan nilai COD terlarut pada konsentrasi ini meningkat dari jam ke- hingga ke-12 dari 43 hingga 1766 mg/l. Akan tetapi, besarnya kenaikan ini tidak berbeda jauh dengan konsentrasi sebelumnya. Perbedaan yang paling signifikan terjadi pada jam ke-16, yaitu sebesar 3167 mg/l atau terjadi kenaikan COD terlarut 141 mg/l setelah jam ke-12. Hal ini juga membuktikan bahwa dengan penambahan katalisator berupa inokulum campuran yang lebih banyak dapat meningkatkan COD terlarut pada proses pendegradasian biomassa onggok seperti pada gambar 17. Berdasarkan hasil pengujian sidik ragam (lampiran 3) diperoleh hasil bahwa pada setiap perlakuan antara faktor konsentrasi dan taraf waktu pretreatment menunjukkan setiap perlakuan tersebut berbeda nyata. Pada uji lanjut Duncan atau pembeda diperoleh bahwa konsentrasi inokulum campuran 1% pada jam ke-16 adalah kondisi terbaik untuk penguraian biomassa onggok karena nilai COD terlarutnya paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya konsentrasi inokulum yang ditambahkan, semakin banyak pula senyawa ligniselulosa yang terdegradasi menjadi bahan organik terlarut. Kenaikan nilai COD terlarut mengikuti grafik eksponensial yang sesuai dengan grafik pertumbuhan mikroba. Kenaikan ini menunjukan bahwa telah terjadi penguraian senyawa organik menjadi lebih sederhana. Pengujian menggunakan analisis COD ini menjadi parameter yang akurat karena menghitung jumlah oksidan yang digunakan untuk mengkonversi senyawa organik polimer. Pengonversian tersebut jelas akan menambah jumlah senyawa organik karena dalam bentuk yang lebih sederhana atau monomer sakarida. Pembentukan monosakarida ini penting bagi proses pengolahan onggok selanjutnya karena faktor utama yang mempengaruhinya adalah keseimbangan nutrien, rasio antara unsur karbon dan nitrogen sebesar 6:7, serta ph yang stabil (Nurhasanah, 29). 25

6 4.2.2 Total Solid Onggok Sebagai data pendukung telah terjadi hidrolisis biomassa onggok oleh mikroorganisme, selain dilihat dari kenaikan jumlah senyawa organik yang larut melalui pengukuran COD juga dapat dianalisis bahan yang tidak larutnya dengan TSS (Total Suspended Solid). Besarnya padatan yang tidak larut berkebalikan dengan yang larut, artinya semkin banyak total padatan tersuspensi maka bahan yang terlarut sedikit dan nilai COD-nya pun rendah sedangkan jika total padatan tersuspensi semakin berkurang maka bahan yang terlarut banyak dan nilai COD-nya tinggi sehingga perbandingan antara kenaikan dan penurunan keduanya sama. Dengan demikian, seiring dengan analisis COD yang telah dilakukan dan mengalami kenaikan maka total padatannya pun akan menurun. Pengukurannya dilakukan dengan cara menyaring hasil pretreatment dengan kertas saring Whatman 41. Hasil penyaringan yang tertinggal pada kertas saring dianggap sebagai total padatan. Substrat yang lolos dari kertas saring adalah serat atau padatan yang telah terhidrolisis menjadi gula sederhana. Adanya bagian serat atau total padatan yang terdegradasi dapat diamati dari penurunan persentasi TS pada biomassa tersebut. Total Solid (TS) adalah semua zat yang masih ada atau tesisa setelah penguapan pada suhu o C. Total padatan ini dapat terbagi atas zat padat yang terlarut dan yang tersuspensi. Zat padat yang tersuspensi (Suspended Solid) dapat mengendap secara gravitasi, sedangkan yang terlarut (Dissolved Solid) tidak dapat mengendap. Padatan ini dapat berupa zat organik maupun anorganik (Rohmah, 28). Dalam penelitian ini, digunakan kertas saring Whatman 41 untuk menyaring limbah onggok yang telah mengalami pretreatment dengan masing-masing perlakuan. Banyaknya bahan organik tak terlarut berupa serat yang belum terdegradasi oleh mikroorganisme ini ditunjukkan oleh tidak lolosnya bahan organik tersebut pada kertas saring. Sementara bahan organik terlarut yang telah terdegradasi oleh mikroorganisme dapat lolos dari kertas saring Berdasarkan hasil pengujian dengan parameter variabel yang sama, diperoleh bahwa terjadi penurunan padatan dari 15% menjadi 6% atau turun setengahnya. Artinya, bahwa terdapat sejumlah padatan yang larut akibat penguraian oleh mikroorganisme. Padatan berupa partikel yang masih tersisa adalah yang tidak larut atau tidak terdegradasi. Kemampuan dalam mengurai padatan onggok saat pretreatment cenderung stabil disetiap jamnya seperti pada grafik 18 penurunan total padatan yang tidak terlarut inokulum 7.5% inokulum 1% inokulum 5% % TSS Waktu (Jam) Grafik 18. Penurunan Nilai TSS Pretreatment Onggok 26

7 Jika dibandingkan dengan setiap konsentrasi inokulum yang ditambahkan, penambahan 1% inokulum adalah penurunan total padatan yang paling besar dari 15% mendekati 5% hingga jam ke-16, sedangkan untuk konsentrasi lainnya pada jam terakhir berkurang masing-masing 7% dan 8% untuk konsentrasi 5% dan 7.5%. Akan tetapi, penurunan padatan ini tidak menunjukan perbandingan yang sama dengan kenaikan nilai COD. Artinya, jika terjadi kenaikan COD sebesar 8% maka penurunan padatannya pun semestinya bernilai sama. Penyebab utama hal ini dikarenakan selama proses degradasi menghasilkan senyawa lain selain gula sederhana yang terjadi akibat perubahan gula atau monosakarida menjadi produk turunannya yang ikut teroksodasi oleh kalium bikromat. Produk turunan tersebut juga masih mengandung unsur karbon atau organik sehingga berpengaruh saat pengukuran analisis COD terlarut. Salah satu turunan monosakarida itu dimungkinkan penyebab perbandingan kenaikan COD lebih besar dibandingkan dengan penurunan TSS sehingga perbandingan keduanya tidak sama. Derivat monosakarida diantaranya adalah sebagai berikut (Mussato, 24). 1. Asam-asam Gugus fungsi pada monosakarida apabila mengalami oksidasi menjadi gugus karboksilat. Asam yang dibentuk disebut sebagai derivat monosakarida. Contoh oksidasi glukosa menghasilkan asam glukonat, asam glukarat dan asam glukuronat. Asam glukuarat mudah larut dalam air. Asam glukonat dan asam glukuronat sebagai hasil perombakan glukosa. Dari ketiga asam tersebut hanya asam glukuronat yang masih mempunyai sifat mereduksi. 2. Gula Amino Ada tiga senyawa yang penting dalam kelompok ini, yaitu D-Glukosamina, D- galaktosamina dan D-manosamina. Pada umumnya senyawa-senyawa ini berikatan dengan asam uronat dan merupakan bagian dari mukopolisakarida. Asam hialuronat adalah suatu polimer yang terdiri atas unit-unit disakarida. Tiap unit terbentuk dari satu molekul N- asetilglukosamina dan 1 molekul asam glukuronat. 3. Alkohol Baik gugus aldehida maupun gugus keton pada monosakarida dapat direduksi menjadi gugus alkohol dan senyawa yang terbentuk adalah polihidroksi alkohol. Berikut ini adalah contoh reaksi reduksi beberapa monosakarida. Glukosa akan terbentuk sorbitol, dari manosa terbentuk manitol, sedangkan fruktosa akan membentuk manitol dan sorbitol. Reaksi reduksi ini dapat dilakukan dengan natrium amalgam atau dengan gas hidrogen pada tekanan tinggi atau dengan katalis logam. 27

8 4.3 Komposisi Ligniselulosa Onggok Berdasarkan hasil pengujian analisis komposisi senyawa ligniselulosa sebagai indikasi telah terjadi degradasi melalui pretreatment, dapat dilihat dari seberapa besar penurunan kandungan ligniselulosanya. Perbandingan rasio antara lignin dan hemiselulosa terhadap selulosa diperoleh seperti pada gambar 19. Persen (%) Lignin : Selulosa Hemiselulosa : Selulosa Awal 5% 7.5% 1% Perlakuan Gambar 19. Perbandingan Senyawa Ligniselulosa Setelah Pretreatment Pada Jam Ke-16 Grafik tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan komposisi senyawa ligniselulosa sebelum dan sesudah pretreatment. Perbandingan antara senyawa lignin dan hemiselulosa terhadap selulosa pada awal atau sebelum pretreatment adalah 27% dan 25%. Perbandingan tersebut terus menurun pada perlakuan dengan penambahan inokulum 5%, 7.5%, dan 1 % hingga 11% dan 13%. Penurunan senyawa lignin lebih besar dibandingkan hemiselulosa terhadap selulosa. Hal itu dikarenakan bagian pertama yang mengalami degradasi adalah lignin sebab lignin adalah bagian yang menyelubungi senyawa lain didalamnya. Secara keseluruhan perbandingan senyawa ligniselulosa di awal dan di akhir pretreatment menurun sebesar 53%. Hal tersebut sesuai dengan persentasi penurunan padatan yang tidak terlarut. Dengan demikian, penambahan inokulum sebagai katalisator pada onggok dapat meningkatkan biodegradabilitas dalam menguraikan senyawa ligniselulosa menjadi gula sederhana dan penambahan inokulum sebesar 1% dalam waktu 16 jam merupakan kombinasi antara waktu dan konsentrasi inokulum yang dapat meningkatkan kinerja proses pendegradasian biomassa khususnya onggok yang paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Banyak sekali produk olahan yang berasal dari singkong, salah satunya adalah tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah mengalami keterbatasan. Lahan yang tidak subur yang semestinya sebagai lahan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produksi tanaman singkong di Indonesia sangat tinggi, menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia mencapai 24.044.025 ton

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Tambak udang vannamei masyarakat Desa Poncosari, Srandakan, Bantul merupakan tambak udang milik masyarakat yang berasaskan koperasi dari kelompok tambak yang ada

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES C S CEREVISIAE Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci