V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL DAN MEKANISME RANTAI PASOKAN SUTERA ALAM Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi aliran barang (produk) maupun aliran informasi dan aliran dana atau uang. Aliran barang merupakan bentuk fisik dari gambaran hubungan rantai pasokan. Dari aliran barang tersebut dapat diketahui pihak mana saja yang tidak terlibat langsung namun masih memiliki andil dalam kegiatan didalam rantai pasokan tersebut. Sebelum diterima oleh konsumen, suatu produk jadi terlebih dahulu mengalami proses panjang dimulai dari berupa bahan mentah yang kemudian diolah dengan penambahan nilai pada setiap prosesnya. Pada umumnya, aliran barang bermula dari tahapan awal rantai pasokan menuju ke pengguna akhir. Sementara aliran informasi dan aliran uang bergerak berlawanan dari aliran barang. Menurut Hugos (2006), secara sederhana sebuah rantai pasokan terdiri atas sebuah perusahaan, pemasok, serta pelanggan perusahaan tersebut. Umumnya anggota rantai pasokan terdiri atas produsen, distributor, retailer, pelanggan, serta penyedia layanan. Pada rantai pasokan sutera alam, anggota rantai pasokan dibagi menjadi dua yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer dari rantai pasokan ini terdiri atas pemasok, perusahaan inti, petani ulat, dan penenun sebagai konsumen. Sementara anggota sekunder, terdiri atas petani murbei, supplier plastik, dan pembatik. 1. Anggota Rantai Pasok Perum Perhutani sebagai penyedia telur ulat dan penyedia bahan-bahan pendukung menjadi pemasok utama bahan baku dalam rantai pasokan sutera alam ini. Prosesor dalam rantai pasokan ini adalah Rumah Sutera Alam yang menjadi anggota utama dari rantai pasokan. Selain bertanggung jawab dalam pembelian telur, penetasan, dan pemeliharaan, perusahaan juga bertanggung jawab dalam pengolahan kokon menjadi produk olahannya, yaitu raw silk, thrown silk, dan kain. Anggota terakhir dalam rantai pasokan ini adalah konsumen, baik konsumen akhir maupun penenun. Konsumen akhir biasanya membeli produk yang telah menjadi kain. Dalam hal pemasaran produk, perusahaan telah mempunyai galeri sendiri yang letaknya masih di lingkungan perusahaan. Galeri ini digunakan untuk memasarkan produk jadi dari industri sutera alam, yaitu kain, selendang, kerudung dan baju siap pakai. Sementara, penenun hanya membeli produk berupa raw silk atau thrown silk. Bentuk kerjasama penenun dengan perusahaan merupakan bentuk kerjasama yang telah disepakati sebelumnya, namun tidak berupa kotrak perjanjian tertulis, melainkan hanya berupa kesepakatan yang diperbincangkan melalui telepon. 2. Aktivitas Anggota Rantai Pasokan Rantai pasok dimulai ketika perusahaan inti memesan telur kepada pemasok. Pemesanan dilakukan oleh bagian pembelian berdasarkan jumlah daun murbei yang tersedia di kebun. Perusahaan membeli telur dari Perum Perhutani Kab. Soppeng, 39

2 Sulawesi Selatan dan Perum Perhutani Candiroto Kab. Temanggung, Jawa Tengah secara bergantian. Dalam melakukan pembelian, perusahaan mengajukan order setiap minggu ke-2 kepada pemasok tanpa adanya ikatan kontrak yang tetap dengan perusahaan. Begitu pun halnya dengan bahan pendukung produksi, perusahaan melakukan pembelian dengan pemasok tanpa ikatan kontrak. Biasanya perusahaan memasok bahan pendukung seperti kaporit, kapur, arang sekam, dan gas selama dua bulan sekali. Perusahaan biasanya membeli 6-8 boks telur ulat setiap periode dan hanya 1 boks ulat saja yang ditangani secara penuh oleh perusahaan, mulai dari penetasan hingga pengokonan, sedangkan yang lainnya akan dijual kepada petani. Tidak ada prakiraan permintaan yang dilakukan oleh perusahaan RSA untuk merencanakan produksi di setiap periodenya. Penetapan jumlah boks ulat yang dipesan, berdasar pada jumlah ketersediaan daun murbei di kebun RSA. Setiap akhir periode produksi, biasanya para plasma menghubungi perusahaan inti jika ingin ikut membesarkan ulat pada periode berikutnya. Sama halnya dengan perusahaan, ketersediaan para plasma tersebut juga berdasarkan pada ketersediaan daun murbei yang mereka miliki. Ketersediaan daun murbei menjadi hal yang paling utama dalam industri sutera alam karena kelangsungan hidup ulat, baik buruknya kualitas ulat, dan kesehatan ulat juga dipengaruhi daun murbei yang dimakannya. Ulat-ulat didistribusikan kepada para petani (plasma) ketika telah mencapai instar III. Perusahaan sendiri yang mendistribusikan ulat-ulat tersebut kepada masing-masing plasma yang tersebar di daerah Kab. Bogor, Kab. Cianjur, dan Kab. Sukabumi. Ulat-ulat tersebut dikemas ke dalam boks-boks yang terbuat dari kayu yang telah dilubangi pada bagian sampingnya dan dialasi dengan karung. Satu boks distribusi ulat berisi setengah dari jumlah boks telur ulat ( ulat) dan dihargai Rp ,00 oleh perusahaan. Plasma menunggu pendistribusian ulat di rumah masing-masing ketua kelompok. Sebuah kelompok plasma beranggotakan antara tiga sampai lima orang, namun ada juga yang hanya seorang diri menjadi plasma dengan dibantu oleh para anggota keluarganya. Sekitar dua minggu kemudian, perusahaan kembali kepada para plasma untuk mengambil hasil panen kokon dari masing-masing kelompok plasma. Harga kokon yang memenuhi standar kualitas, dihargai sekitar Rp , ,00/kg, sedangkan kokon yang cacat dihargai sekitar Rp , ,00/kg. Namun harga yang ditetapkan setiap periode produksinya merupakan keputusan yang diambil oleh pihak perusahaan berdasarkan harga rata-rata di pasaran. Informasi pasar tidak dapat diakses secara bebas oleh petani. Mereka hanya mengetahui harga beli kokon yang ditetapkan perusahaan dan diberlakukan sama kepada para plasma. Proses selanjutnya yaitu sortasi kokon. Sortasi yang dilakukan oleh perusahaan masih manual, yaitu dengan menggunakan tangan atau dibantu dengan bilah bambu atau kayu. Kokon cacat berupa kokon ganda, kokon kotor, dan kokon tipis harus dipisahkan karena tidak dapat diporses lebih lanjut. Kokon-kokon yang memenuhi standar kemudian dipindahkan ke ruang penyimpanan. Jumlah kokon yang diolah menjadi benang, baik raw silk maupun thrown silk, didasarkan pada persediaan produk, bukan karena permintaan. Namun jika dirata-ratakan, kapasitas produksi per harinya adalah 6 kg benang/hari. Seluruh kegiatan pengolahan kokon menjadi benang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan proses lanjutan berupa penenunan kain dilakukan hanya 30% 40

3 dari total thrown silk yang dihasilkan, sisanya dibeli oleh para penenun di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penenun hanya mengajukan order ketika mereka membutuhkan produk dan biasanya dilakukan setiap awal semester. Pengiriman produk kepada konsumen (penenun) dilakukan melalui perusahaan jasa pengiriman. Sementara uang dari konsumen dikirim melalui transfer antar bank. 3. Pola Aliran Rantai Pasokan Struktur rantai pasokan sutera alam dibagi menjadi dua, yaitu rantai pasokan dengan perusahaan sebagai produsen murni produk dan rantai pasokan dengan perusahaan dibantu petani sebagai produsen produk. Keseluruhan pola aliran rantai pasokan yang terjadi di Rumah Sutera Alam tersebut disajikan dalam Gambar 17. Struktur rantai pasok 1 Struktur rantai pasok 3 Keterangan : 1. Pemasok bibit telur 5. Penenun (konsumen) 2. Pemasok bahan pendukung 6. Aliran Produk 3. Perusahaan RSA 7. Aliran Informasi 4. Plasma Gambar 17. Pola aliran barang dan informasi pada rantai pasokan yang melibatkan Rumah Sutera Alam Pada struktur rantai 1, perusahaan dibantu oleh plasma berperan sebagai produsen kokon. Kemudian produk olahannya, dijual kepada para penenun atau konsumen akhir. Pada struktur rantai 2, perusahaan berperan menjadi produsen murni dalam menghasilkan produk mulai dari penetasan, pemeliharaan, sampai pengokonan. Namun, perbandingan jumlah ulat yang dipelihara sampai dilakukannya pengokonan oleh perusahaan, tentu saja jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ulat yang dipelihara oleh plasma. 41

4 Rantai pasokan pada komoditas ini melibatkan Perum Perhutani sebagai pemasok telur ulat, petani ulat sebagai pemasok kokon, perusahaan sebagai pemelihara sekaligus prosesor, dan kelompok penenun serta konsumen akhir sebagai konsumen. 4. Sistem Transaksi Sistem transaksi yang diterapkan di dalam rantai pasokan sutera alam cukup sederhana. Pada lingkungan galeri perusahaan, transaksi jual-beli antara produsen dan konsumen berlangsung secara cash and carry, yaitu konsumen membayar langsung kepada karyawan perusahaan yang menjaga dan mendapatkan langsung produk yang diinginkan. Sementara, pada lingkungan penenun, transaksi penjualan umumnya menggunakan invoice atau faktur penjualan. Pelunasan pembayaran dari faktur penjualan tersebut umumnya dibayar setelah rentang waktu maksimal tiga bulan. Pembayaran seperti ini digunakan untuk sistem pembelian tetap yaitu penenun yang memesan benang, dan pasti akan membelinya setelah kokon dipanen dan diolah di waktu kemudian. Sistem transaksi seperti ini dilakukan dengan kesepakatan antara pihak penenun dan perusahaan terlebih dahulu pada setiap awal semester. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Kesepakatan kedua belah pihak hanya disampaikan melalui media suara tanpa ada perjanjian tertulis, dan dalam pelaksanaannya tidak pernah mengalami permasalahan. Setelah diproduksi, benang-benang tersebut kemudian dikirim kepada penenun kontrak melalui jasa pengiriman lain. Hanya sesekali saja pihak perusahaan mengantar benang-benang tersebut, langsung ke daerah asal penenun, yaitu Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya. Di samping itu, ada juga penenun yang membeli benang secara tidak menentu (tidak tetap). Jika produksi benang melebihi pemesanan dari penenun kontrak, maka perusahaan akan menjualnya kepada penenun lain dengan melakukan penawaran terlebih dahulu. Sama seperti penenun kontrak, perusahaan melakukan penawaran kepada penenun tidak tetap hanya melalui telepon. 5. Kemitraan dalam Rantai Pasok Pola kemitraan yang dianut oleh perusahaan ini adalah inti plasma. Inti plasma merupakan salah satu hubungan kemitraan antara kelompok mitra sebagai plasma, dalam hal ini yaitu petani ulat dengan industri pengolahan selaku perusahaan inti. Menurut Hafsah (2000), salah satu keunggulan dari pola inti plasma adalah dapat memberikan manfaat timbal balik antara perusahaan besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. Manfaat tersebut diperoleh melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran, dengan begitu perusahaan besar telah membagi resiko hasil serta peluang bisnis dengan pengusaha kecil sebagai plasma. Pada kemitraan ini, perusahaan memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, yaitu berkewajiban membeli telur ulat dari produsen telur, menetaskan telur, dan memelihara ulat sampai dengan instar III (dikenal dengan istilah ulat kecil), mendistribusikan ulat kepada petani atau kelompok tani, dan membeli hasil panen kokon dari para plasma, sedangkan petani bertanggung jawab dalam pemeliharaan ulat sutera selama instar IV 42

5 dan V (dikenal dengan istilah ulat besar) sampai terjadi pengokonan, kemudian petani ulat menjual hasil panen kokon ke perusahaan inti. Sementara itu, kemitraan yang terjalin diantara petani ulat (plasma) terjadi di dalam kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok kecil biasanya terdiri atas 3-5 orang petani ulat yang mempunyai hubungan kekerabatan atau kedekatan tempat tinggal. Tidak semua petani ulat dalam satu kelompok memelihara ulat, biasanya hanya satu atau dua boks saja yang dipesan oleh satu kelompok plasma. Luas area pemeliharaan ulat yang dimiliki masing-masing kelompok berkisar antara m 2. Sementara luas kebun yang dimiliki yaitu sebesar m 2. Namun tidak sedikit pula kelompok plasma yang tidak mempunyai kebun murbei sendiri. Mereka biasanya menyewa lahan seseorang untuk dijadikan kebun murbei, dan lahan kebun teh yang biasanya menjadi sasaran mereka. Jika ingin memelihara ulat pada periode berikutnya, maka petani-petani ulat tersebut sudah harus menanam murbei sekitar 2-3 bulan sebelumnya. Jika ternyata jumlah daun murbei yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pakan ulat, maka plasma akan membeli daun murbei yang ditanam oleh petani murbei. Jumlah petani murbei sangat sedikit, biasanya di satu desa hanya ada satu orang yang menanam murbei namun bukan termasuk anggota kelompok plasma. Petani murbei biasanya menanam murbei enam bulan sekali. Harga jual yang ditawarkan oleh petani murbei pun sangat murah, hanya Rp 500,00 per karung, terdiri atas daun murbei dan pucuk daun (tidak termasuk batang), serta sudah termasuk ongkos angkut dan kirim. 6. Resiko Rantai Pasok Resiko rantai pasokan pada komoditas sutera alam ini dibagi menjadi dua, yaitu resiko operasional serta resiko lingkungan dan kebijakan. Resiko operasional merupakn resiko yang terjadi berupa masalah teknis, dan pada umumnya disebabkan oleh cuaca, penyakit tanaman dan ulat, serta kesalahan dari sumber daya manusia. Resiko operasional ini sangat mempengaruhi hasil produksi, seperti adanya penyakit pada daun murbei sehingga mempengaruhi kualitas ulat, kerusakan (cacat) pada kokon karena ulat sakit ketika mengokon, atau kualitas benang yang rendah akibat kesalahan pemintalan yang dilakukan pekerja. Di setiap tahapan kegiatan pemeliharaan dan pengolahan memang rentan dengan kesalahan dan kerugian, namun jika SDM yang menanganinya terampil dan teliti, hal itu dapat diminimalisir. Resiko kebijakan dan lingkungan merupakan faktor eksternal yang sifatnya tiak pasti. Resiko ini umumnya berasal dari Pemerintah sebagai penentu kebijakan Negara. Contoh dari resiko ini adalah kenaikan harga BBM atau TDL dan kebijakan pemerintah mengenai peraturan lalu lintas barang dan jasa. B. IMPLEMENTASI SISTEM PERANGKAT LUNAK Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasokan sutera alam berbasis Web dirancang dalam sebuah paket program komputer yang diberi nama LETULET. Model LETULET dirancang untuk dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan rantai pasok agroindustri sutera alam. Pengguna program ini adalah pihak perusahaan inti yang menjadi prosesor dalam rantai 43

6 pasok. Selain itu, pihak-pihak yang terkait langsung ataupun tidak dapat memanfaatkan program ini, diantaranya para petani ulat dan pemerintah. Keluaran yang dihasilkan dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam memilih produk, pasar dan plasma terbaik. Selain itu, pengguna program ini akan mendapatkan gambaran mengenai teknologi proses dan aliran rantai pasok agroindustri sutera alam. Ruang lingkup analisis permasalahan disajikan dalam bentuk sub model. LETULET menyediakan model analisis diantaranya analisis produk prospektif, analisis pasar potensial, analisis penentuan strategi pemilihan plasma terbaik, dan analisis pemilihan atribut untuk pengukuran kinerja. Analisis-analisis tersebut bertujuan untuk mempermudah pengguna melakukan pengambilan keputusan dalam memperbaiki rantai pasok untuk mengefisienkan waktu dan biaya sehingga diperoleh keuntungan maksimal. LETULET terbagi ke dalam 5 bagian utama, yaitu Sistem Pengolahan Terpusat, Sistem Manajemen Dialog, Sistem Manajemen Basis Data Statis, Sistem Manajemen Basis Data Dinamis, dan Sistem Manajemen Basis Model. Sistem pengolah terpusat merupakan sentral dari proses yang ada di dalam sistem. Ketika program LETULET dijalankan, maka program akan memasuki menu home (beranda), dimana terdapat informasi awal mengenai sutera secara keseluruhan dan menu-menu utama yang digunakan untuk mengakses halaman lain di dalam sistem. Tampilan menu beranda dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Tampilan halaman beranda pada sistem Untuk menuju halaman pemilihan model, para pengguna akan memasuki menu login yang meminta nama dan status pengguna sebagai user atau administrator. Administrator dapat melakukan perubahan pada sistem dan dapat mengakses model-model tertentu, sedangkan user tidak. Sehingga perlu adanya pengaman untuk menjaga keamanan dan validitas data. Pengguna yang masuk dengan status administrator, maka sistem akan meminta kata sandi (password) pada menu login ini. Pengguna yang masuk dengan status user perlu melakukan registrasi (sign up) untuk dapat masuk ke dalam program. Tampilan menu login LETULET dapat dilihat pada Gambar

7 Gambar 19. Tampilan login menuju halaman pemilihan model pada sistem Setelah melalui menu login, selanjutnya pengguna akan masuk ke dalam tampilan utama program. Menu pemilihan model dari program LETULET didesain untuk memudahkan pengguna dalam pengoperasiannya, menjadikan program ini lebih user friendly, dan tidak merasa bosan selama berinteraksi dengan paket program ini. Tampilan menu pemilihan model dapat dilihat pada Gambar 20. Sistem Manajemen Basis Data LETULET terdiri dari Sistem Manajemen Basis Data Statis dan Sistem Manajemen Basis Data Dinamis. Sistem Manajemen Basis Data Statis LETULET merupakan bagian sistem yang terdiri dari data-data yang bersifat statis (tetap). Data-data ini digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap, tidak dapat diubah ataupun dimanipulasi dan berperan sebagai input bagi pengembangan sistem. Informasi yang terdapat pada basis data ini adalah : (1) profil sutera alam (definisi dan sejarah), (2) budidaya tanaman murbei, (3) budidaya ulat sutera (4) teknologi proses pengolahan produk, (5) standar mutu, dan (6) produk-produk olahan sutera alam, dan (7) rantai pasok agroindustri sutera. Sistem Manajemen Basis Data Statis bertujuan untuk memberikan informasi guna mendukung paket program LETULET. Contoh tampilan basis data statis yang disediakan oleh program LETULET. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis merupakan bagian dari sistem berisi data-data yang dibutuhkan sebagai input bagi Sistem Manajemen Basis Model. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis menyediakan fasilitas-fasilitas untuk memanipulasi data dalam pengolahan data, seperti menambah data, menghapus data, mengedit data, dan menyimpan data. Penanganan data ini dibantu dengan menggunakan MySQL sebagai akses penempatan basis data. 45

8 Gambar 20. Tampilan menu pemilihan model pada sistem A. Model Pemilihan Produk Prospektif Model produk prospektif ini digunakan untuk menentukan komoditi produk olahan sutera alam prospektif di pasar domestik dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) yang digunakan untuk menyaring alternatif. Alternatif merupakan pilihan-pilihan dari hasil akhir sedangkan kriteria merupakan hal yang menentukan seberapa utama alternatif yang ada. Pada model ini pengguna harus mengisi nilai untuk masing-masing alternatif berdasarkan kriteria yang ada dengan skala 1-5. Setiap kriteria yang ada, telah memiliki bobot berdasarkan tingkat kepentingannya. Pembobotan kriteria ini hasil wawancara dengan para pakar yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pemasaran produk sutera alam. Skala kepentingan itu mulai dari 1 hingga 5. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin penting kriteria tersebut dalam penentuan produk prospektif. Skala dan keterangannya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Skala penilaian pada MPE Skala Keterangan 1 Sangat tidak penting 2 Tidak penting 3 Sama penting 4 Penting 5 Sangat penting Pembobotan kriteria ditentukan oleh narasumber melalui wawancara dan tidak dapat diubah oleh user. Wawancara dilakukan kepada tiga orang pakar yang ahli di bidang produk olahan sutera alam yaitu dari konsultan Rumah Sutera Alam, praktisi Agroindustri Sutera untuk Pendidikan, dan pihak pemerintah Bagian Persuteraan di Litbang Kehutanan. Kriteria yang digunakan untuk produk olahan prospektif adalah 46

9 potensi produk di pasaran, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan SDM, dan nilai tambah. Potensi produk di pasaran menunjukkan prospek permintaan komoditi olahan sutera alam di pasar domestik untuk prakiraan masa sekarang maupun jangka panjang. Ketersediaan sarana produksi menunjukkan banyaknya jumlah mesin-mesin dan peralatan lain yang masih dapat digunakan untuk memproduksi produk olahan sutera alam selama ini. Begitu halnya dengan kriteria ketersediaan SDM yang menunjukkan banyaknya jumlah tenaga kerja yang ahli atau dapat mengolah sutera menjadi produk turunannya. Semakin besar suatu industri maka semakin besar pula pelibatan tenaga kerja bisa di bagian produksi, manajemen maupun distribusinya. Kriteria nilai tambah mengacu kepada pertambahan nilai dan fungsi dari sutera alam setelah mengalami serangkaian proses. Sebagai contoh, nilai tambah pada benang sutera lebih tinggi daripada produk primer kokon sehingga harga jualnya juga lebih tinggi. Tampilan model 1 dapat dilihat pada Gambar 21. Inputan untuk model ini yaitu berupa skala pengguna untuk menilai alternatif dan keluarannya berupa hasil peringkat dari ketiga produk yang disajikan. Berdasarkan hasil perhitungan MPE, bobot kain sutera diperoleh sebesar 9464, bobot throw silk 2574, dan raw silk sebesar Hasil keluaran tersebut menunjukkan bahwa kain sutera merupakan produk prospektif yang dapat diproduksi secara optimal agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan ouput ini diharapkan perusahaan dapat melakukan perencanaan di setiap awal periode mengenai jumlah dan jenis produk apa yang sedang prospektif untuk diproduksi serta mempertimbangkan dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Gambar 21. Tampilan model 1 pada sistem B. Model Pemilihan Pasar Potensial Model pasar potensial ini digunakan untuk menentukan area potensial untuk memasarkan produk olahan sutera. Sama halnya dengan model 1, perhitungan pada model 2 ini juga menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE). Begitu 47

10 juga dengan pembobotan masing-masing kriteria ditentukan oleh narasumber melalui wawancara. Pada model kedua ini, wawancara dilakukan kepada tiga orang pakar ahli dan telah banyak mempunyai pengalaman di bidang pemasaran produk olahan sutera alam walaupun tidak terjun secara langsung. Ketiga pakar itu adalah bagian pemasaran dari Rumah Sutera Alam, praktisi Agroindustri Sutera untuk Pendidikan, dan pihak pemerintah Bagian Persuteraan di Litbang Kehutanan. Kriteria yang digunakan yaitu kemudahan menjangkau pasar, ketersediaan sarana dan prasarana, penawaran harga, dan biaya distribusi. Kriteria kemudahan menjangkau pasar menunjukkan seberapa jauh pasar tersebut dapat dijangkau oleh konsumen dari segi jarak, waktu, dan biaya. Ketersediaan sarana dan prasarana menunjukkan banyaknya jumlah peralatan yang masih dapat digunakan untuk memgolah produk setengah jadi menjadi produk jadi yang siap dipakai konsumen. Sementara penawaran harga menunjukkan berapa jumlah biaya yang pasar keluarkan untuk membeli produk dari Rumah Sutera Alam, semakin mahal penawaran yang mereka berikan, maka semakin banyak pula kuantitas produk yang akan disediakan untuk pasar tersebut. Berbeda dengan biaya distribusi, semakin mahal biaya distribusi produk, maka perusahaan akan semakin menurunkan jumlah produk yang dijual ke pasar tersebut. Tampilan model 2 dapat dilihat pada Gambar 22. Output dari model ini menunjukkan bahwa pasar Garut merupakan pasar potensial yang dapat dijadikan sebagai tujuan utama perusahaan dalam menjual produknya. Berdasarkan pendekatan MPE, Garut memiliki bobot akhir sebesar 1444, diikuti dengan pasar Tasikmalaya dengan perolehan bobot sebesar 1269, dan Sukabumi dengan bobot 937. Bobot akhir dari ketiga pasar tersebut merupakan hasil perhitungan dari masing-masing bobot alternatif yang dimasukkan oleh pengguna. Dengan output ini diharapkan perusahaan mampu melakukan perencanaan pemasaran produk di setiap periode produksinya dengan mengutamakan pemasaran ke pasar potensial dari hasil penilaian model 2. Gambar 22. Tampilan model 2 pada sistem 48

11 C. Model Penentuan Strategi Pemilihan Plasma Unggul Model penentuan strategi pemilihan plasma unggul digunakan untuk menentukan strategi kunci yang dapat membuat sebuah plasma menjadi unggul, yakni sebagai mitra perusahaan dalam memelihara ulat dan memproduksi kokon. Model ini menggunakan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Perbedaan AHP dan MPE ini terletak pada cara penilainnya dimana pada MPE penilaian dilakukan hanya dengan melihat nilai dari faktor itu sendiri sedangkan pada AHP penilaian dilakukan dengan membandingkan satu faktor dengan faktor yang lain dan dilihat dari tingkat kepentingan dari level sebelumnya. Oleh karena itu penilaian AHP ini lebih terstruktur dan lebih menyeluruh. Penyusunan hierarki penentuan strategi pemilihan plasma unggul dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu studi literatur dan wawancara atau konsultasi dengan pakar terkait, dalam hal ini pakar yang diwawancarai adalah pihak perusahaan yang berkaitan langsung dengan plasma. Tujuan dari penyusunan hirarki ini adalah memberikan informasi kepada pengguna mengenai alur proses yang akan ditempuh dalam menentukan tujuan dari suatu masalah. Hirarki yang disusun terdiri dari lima level yaitu level pertama yaitu menentukan goal yaitu menentukan plasma unggul yang dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan, level kedua adalah faktor atau kriteria yang berperan dalam mencapai tujuan yaitu lokasi pemeliharaan, sarana dan prasarana, jumlah anggota plasma, kualitas kokon, serta teknologi dan keuletan. Level ketiga adalah aktor-aktor yang berperan yaitu Badan Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, plasma, dan perusahaan inti. Level keempat adalah strategi dalam mencapai tujuan seperti memilih lokasi pemeliharaan dengan topografi terbaik, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, memiliki jumlah anggota plasma yang efisien, mengikuti pelatihanpelatihan, dan memproduksi kokon sesuai prosedur. Hierarki model pemilihan plasma unggul dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Hierarki model pemilihan plasma unggul 49

12 Hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisa hirarki proses ini berupa urutan prioritas dari tiap elemen di tiap level. Dalam program LETULET, pembobotan model 3 juga dilakukan dengan program aplikasi Expert Choice 2000 (Expert Choice Inc. 2000) yang akan dipanggil. Namun untuk menggunakannya, user perlu menginstall program terlebih dahulu sehingga pengambilan keputusan yang diambil tidak secara langsung, seperti tampak pada Gambar 24. Agar memudahkan pengguna dalam pengoperasian model, pada model ini juga akan ditampilkan gambar penyusunan hierarki dan pengisian bobot kriteria dalam expert choice. Dalam Expert Choice, langkah pertama yang harus dibuat adalah penyusunan hierarki berdasarkan struktur hierarki AHP yang telah dibuat sebelumnya sehingga diperoleh masing-masing tingkatan di setiap levelnya. Data tiap level diinput kemudian sehingga didapat nilai total masing-masing elemen yang terdapat dalam masing-masing hirarki. Perhitungan bobot dari masing-masing level dibantu dengan menggunakan program aplikasi Expert Choice 2000, seperti dapat dilihat pada Gambar 25. Setelah memasukkan skala kepentingan yang merupakan hasil studi literatur dan wawancara, maka diperoleh bobot yang berbeda di setiap levelnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 26. Gambar 24. Tampilan model 3 pada menu pemilihan model Gambar 25. Pengisian bobot pada expert choice 50

13 Gambar 26. Penyusunan hierarki dan pembobotan Hasil keluaran bobot akhir pada level alternatif menunjukkan bahwa memproduksi kokon sesuai prosedur merupakan alternatif yang sangat mempengaruhi sebuah mitra plasma unggul atau tidak, karena mempunyai bobot terbesar yaitu 0,350. Diikuti dengan alternatif memiliki sarana dan prasarana (0,256), mengikuti pelatihan-pelatihan (0,168), memiliki lokasi pemeliharaan terbaik (0.152), dan memiliki jumlah anggota mitra yang efisien (0,074). Hirarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot di setiap levelnya dapat dilihat pada Gambar 27. Alternatif memproduksi kokon sesuai prosedur tersebut dianggap penting karena kualitas kokon menjadi salah satu faktor penentu untuk menghasilkan benang sutera dan produk turunan lainnya. Kokon yang memenuhi standar akan mudah dipintal dan mempunyai filamen yang kuat sehingga produk yang dihasilkan pun berkualitas dan mempunyai harga jual yang tinggi. Gambar 27. Hierarki model pemilihan plasma unggul dengan bobot di setiap levelnya 51

14 D. Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 1. Desain Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR Model dan AHP Metode pengukuran kinerja rantai pasok sutera alam dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kompetitif yang perlu dimiliki agar dapat meningkatkan kinerjanya perusahaan sehingga mendapatkan keuntungan maksimal. Metode tersebut diawali dengan merancang metrik kinerja rantai pasok, menganalisis kinerja, menentukan kinerja perusahaan yang dikehendaki, dan merancang strategi peningkatan kinerja rantai pasokan pada masa mendatang. Menurut Aramyam et al. (2006), aspek kualitas produk dan lingkungan mempunyai dampak paling besar dalam kinerja rantai pasok produk pertanian secara keseluruhan. Karena itu, dalam mengembangkan sistem pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian, indicator yang menggambarkan aspek kualitas produk dan proses adalah sangat relevan dan bersama-sama dengan indikator indikator financial dan non-finansial lainnya tergabung dalam sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini, aspek kualitas atau kesesuaian dengan standar kualitas merupakan salah satu indikator yang dimasukkan dalam penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan model SCOR. 2. Proses Bisnis Rantai Pasok Sutera Alam Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelka dan mendeskripsikan proses bisnis rantai pasokan yang terjadi. Menurut Supply Chain Council (2006), dalam SCOR model proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), and pengembalian (Return). Pada rantai pasokan sutera alam, proses bisnis tersebut disesuaikan terdiri atas perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), dan pengolahan (Process). 1) Perencanaan (Plan) Proses ini merupakan proses merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory), serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan supplier, dan merencanaka saluran penjualan. Perencanaan diarahkan untuk pengembangan strategi dalam mengatur seluruh sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. 2) Pengadaan (Source) Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi, komunikasi, penerimaan barang, inspeksi, verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. Umumnya proses ini dilakukan oleh bandar, usaha dagang dan koperasi 52

15 dengan menjalin kerjasama dengan petani baik secara individu maupun kelompok yang dipercaya dapat memasok produk yang dibutuhkan sesuai dengan standar mutu. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, dan pengiriman, pembayaran kepada pemasok dan menjaga hubungan baik. 3) Produksi (Make) Produksi merupakan faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok. Budidaya merupakan proses produksi sutera alam yang membutuhkan ketersediaan sarana produksi baik rumah ulat, pakan, desinfektan, dan lain-lain. 4) Distribusi (Deliver) Pengiriman merupakn sebuah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik dari produk sutera alam yang berada dalam satu jalur rantai pasok. Manajemen pengiriman barang didahului komunikasi pendahuluan terutama informasi mengenai harga, jumlah, kualitas, dan frekuensi yang harus dikirimkan. Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan melalui telepon. 5) Pengolahan (Process) Kegiatan pengolahan mencakup kegiatan pemanenan, sortasi, produksi, pengemasan, dan persiapan pengiriman. 3. Faktor Peningkatan Kinerja a). Nilai Tambah Nilai tambah masing-masing produk pada masing-masing pelaku rantai pasok sutera alam berbeda-beda, bergantung pada aktivitas pengolhan yang dilakukan. Sebagai gambaran, nilai tambah produk kain sutera di galeri perusahaan berbeda dengan nilai tambah produk kain sutera para penenun di Tasikmalaya yang bahan bakunya di ambil dari perusahaan Rumah Sutera Alam karena diberikan proses tambahan seperti tenun berpola. Besarnya nilai tambah produk menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok. b). Resiko Resiko merupakan hal penting untuk diperhitungkan agar dalam rantai pasok tidak menanggung kerugian hanya di satu pihak. Pada plasma, resiko yang dihadapi adalah kokon yang gagal panen yang disebabkan oleh pakan murbei yang diberikan. Resiko tersebut sepenuhnya masih ditanggung oleh plasma. c). Kualitas Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok sutera alam untuk mendukung strategi akan diferensiasi, biaya rendah, dan respon cepat. Peningkatan kualitas membantu pelaku rantai pasok sutera alam meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan meningkatan keuntungan. 53

16 4. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Metrik adalah sebuah standart untuk mengukur performa dan memberikan basis evaluasi yang dapat dipercaya dan valid di setiap proses pada rantai pasok. Suatu metrik dapat dignakan sebagai kriteria atau indikator yang menggambarkan suatu kondisi atau performa suatu manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik merupakan ukuran derajat kuantitatif dari atribut tertentu pada suatu sistem, komponen, atau proses. Melalui proses pengukuran, dapat memberikan indikasi dari pengembangan secara kuantitaif mengenai jumlah, dimensi, kapasitas, atau ukuran dari beberapa atribut produk atau proses (Sudaryanto, 2007). Dalam menentukan daftar metrik, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa metrik harus komplit, berhubungan dengan variable bebas, praktis, dan metrik merupakan criteria yang popular untuk perbandingan di pasar. Selain itu, merupakan proses yang dapat diulang (repeatable) dan harus sesuai dengan aktivitas proses yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, tidak semua metrik yang diberikan, digunakan untuk pengembangan SCOR perusahaan. Dalam metode SCOR versi 8.0, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang dihadapi oleh pasar atau konsumen (eksternal), sedangkan tujuan kedua menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan serta pemilik saham (internal). Uraian metrik dalam metode SCOR, disajikan pada Tabel 6. Metrik Level 1 Pemenuhan Pesanan Kinerja Pengiriman Kesesuaian Standar Mutu Siklus Pemenuhan Pesanan Lead Time Pemenuhan Pesanan Fleksibilitas Rantai Pasok Biaya SCM Siklus Cash-to-Cash Inventory Days of Supply. Tabel 6. Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR Atribut Performa Eksternal (Customer) Internal Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset X X X X X x x x x Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman, dan kesesuain dengan standar mutu adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan pesanan secara sempurna tersebut meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jumlah pengiriman, ketepatan tempat pengiriman, dan ketepatan 54

17 dokumentasi data pengiriman. Namun, atribut pemenuhan pesanan yang menjadi penilaian di RSA hanya meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, dan ketepatan tempat pengiriman saja karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa produksi di RSA bukan berdasarkan permintaan, melainkan berdasarkan ketersediaan jumlah daun murbei, sehingga metrik ketepatan jumlah permintaan tidak dapat dinilai. Untuk metrik ketepatan dokumentasi data, pihak perusahaan tidak pernah mendokumentasikan data pesanan. Metrik kesesuaian dengan standar mutu merupakan metrik baru yang ditambahkan dalam SCORcard level 1 ini karena karakteristik produk pertanian yang berbeda dengan produk manufaktur lainnya. Metrik kesesuaian dengan standar mutu mencakup aspek-aspek seperti keamanan dan kesehatan produk, sensorik dan penampakan, serta keterandalan produk dan kenyamanan. Bagi agroindustri sutera alam, performa metrik tersebut sangat penting untuk membangun kepercayaan (reliabilitas) pada pelanggan. Semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Manajemen rantai pasok akan berlangsung baik dan lancar ketika trust building diantara rantai pasok terbangun dengan baik. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan metrik tersebut sebagai salah satu acuan peningkatan manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik siklus pemenuhan pesanan atau order fulfillment cycle time menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen, mulai dari memasok bahan baku dari supplier hingga produk sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian metrik tersebut meliputi siklus waktu dari supplier (source) dan siklus waktu produksi (make). Semakin cepat siklus pemenuhan pesanan, semakin responsif pula perusahaan dalam melayani permintaan konsumen dengan baik. Metrik fleksibilitas rantai pasok atas atau upside supply chain flexibility, adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam melayani peningkatan pesanan yang tak terduga sebanyak 20%. Fleksibilitas disini meliputi kemampuan pemasok untuk menyediakan tambahan bahan baku, kemampuan produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi, dan kemampuan untuk meningkatkan distribusi sebesar 20%. Nilai 20% tersebut merupakan nilai ratarata tingkat fluktuasi perubahan permintaan pasar. Metrik fleksibilitas rantai pasok tidak dapat dinilai pada RSA karena produksi tidak berdasarkan permintaan. Metrik biaya manajemen rantai pasok atau supply chain management cost menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Setiap perusahaan tentu memiliki nilai yang berbeda pada metrik ini. Namun metrik tersebut dapat dibandingkan dengan perusahaan lain jika biaya SCM yang dikeluarkan dibagi dengan jumlah RSS yang diproduksi. Tingginya biaya SCM yang dikeluarkan mempengaruhi harga benang dan kain sutera yang dijual. Untuk itu, efisiensi material handling sangat penting agar RSA dapat meminimalkan biaya produksi sehingga meningkatkan pendapatan. Metrik siklus cash to cash menerangkan perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau pelunasan 55

18 produk oleh kosumen. Pada umumnya, semakin singkat siklus cash to cash perusahaan maka semakin cepat pula mendapatkan return uang hasil penjualan. Sementara itu, metrik inventory days of supply mengukur mencukupi persediaan dengan satuan waktu (hari) yang berarti lamanya rata-rata (dalam hari) suatu pelaku rantai pasok bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimilikinya. Kinerja rantai pasok dikatakan baik jika mampu memutar asset dengan cepat. 5. Pemilihan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan AHP Pemilihan metrik kinerja rantai pasok sutera alam dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hierarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sutera alam terdiri atas level 1 yaitu Proses Bisnis, level 2 terdiri atas Parameter Kinerja, level 3 terdiri atas Atribut Kinerja, dan level 4 terdiri atas Metrik Kinerja. Sama halnya seperti model 3, pembobotan AHP di model 4 ini juga dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi expert choice Langkah-langkah pengerjaannya juga sama seperti pada model 3. Setelah pembobotan dilakukan pada setiap level, maka diperoleh struktur hierarki pemilihan metrik kinerja yang telah disatukan dengan masing-masing bobot yang dimilikinya, seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Gambar 28. Bobot akhir hasil analisa dengan pendekatan AHP metrik kinerja rantai pasok Pada level proses bisnis, aspek budidaya memiliki bobot terbesar, yaitu Berdasarkan hasil tersebut budidaya menjadi prioritas utama dalam proses bisnis sutera alam, karena budidaya ulat sutera menjadi kunci utama yang menentukan kualitas akhir produk yang dihasilkan. Pada level parameter kinerja, yang memliki bobot terbesar yaitu aspek kualitas, yaitu sebesar 0,5. Dengan demikian kualitas menjadi prioritas pertama dalam level parameter kinerja. Pakar menilai kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok sutera alam. Kualitas produk menjadi pertimbangan penting dalam sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama antar masing-masing pelaku rantai pasok sutera alam. 56

19 Pada level atribut kinerja, reliabilitas menjadi prioritas utama karena mempunyai bobot terbesar, yaitu 0,294. Pakar menilai bahwa semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Sementara pada level metrik kinerja, pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,168, aspek kesesuaian dengan standar mutu mempunyai bobot 0,279, aspek kinerja pengiriman 0,067, aspek siklus pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,178, aspek biaya SCM 0,135, aspek siklus cash-to-cash dan inventory days of supply berturut-turut mempunyai bobot 0,135 dan 0,111. Pada sistem, tampilan pada model 4 tidak berbeda dengan tampilan model 3, seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Pengisian bobot tidak dilakukan langsung oleh user, tetapi user harus mendownload terlebih dahulu software expert choice yang tersedia pada interface model 4. Langkah-langkah pengisian bobot pada expert choice juga ditampilkan pada model 4. Gambar 29. Tampilan model 4 pada sistem Pada model pengukuran kinerja perusahaan juga dilengkapi dengan tabel penilaian kinerja, dimana aspek penilaian berdasarkan tiga metrik kinerja hasil pembobotan AHP yang mempunyai tiga bobot terbesar, yaitu aspek kesesuaian standar mutu, siklus pemenuhan pesanan, dan aspek pemenuhan pesanan. Ketiga metrik kinerja ini diharapkan mampu mewakili pengukuran kinerja suatu perusahaan agroindustri sutera alam. Tabel penilaian dapat dilihat pada Gambar 30. User dapat menginput nilai ketiga aspek tersebut sesuai dengan range nilai yang diberikan. Gambar 30. Tampilan tabel pengukuran kinerja rantai pasok pada sistem 57

20 Kisaran nilai untuk masing-masing metrik kinerja diperoleh dari pustaka dan hasil wawancara. Pada metrik kesesuaian dengan standar mutu, ukuran nilai yang diberikan yaitu berasal dari bobot kokon kering sesuai dengan SNI dan dalam satuan gram. Standar mutu kokon kering juga dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada metrik siklus pemenuhan pesanan, ukuran nilai yang diberikan berasal dari lamanya proses budidaya ulat hingga panen kokon dilaksanakan, dengan satuan berupa hari. Nilai ini juga diambil berdasarkan pustaka dan hasil wawancara dengan pakar. Sementara untuk metrik pemenuhan pesanan, ukuran nilai berasal dari pihak perusahaan sesuai dengan tanggung jawabnya dalam memenuhi pesanan dari pihak penenun sebagai konsumen, dengan satuan berupa persentase. Kisaran nilai yang diberikan dalam sistem dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 7. Tabel 7. Kisaran nilai yang diberikan sistem pada tabel pengukuran kinerja Bobot kokon Lama pemenuhan Pemenuhan pesanan kering (satuan g) pesanan (satuan hari) konsumen (satuan %) Baik Cukup Kurang C. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL 1. Verifikasi Menurut Maarif (2006) dalam Sabar (2007) verifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) melakukan tes data, yaitu mengevaluasi setiap kejadian yang mungkin, mempersiapkan data masukan dengan khusus dan kemampuan program pada kondisi ekstrim; (2) Tulis dan debug program dalam modul-modul atau subprogram-subprogram; (3) Diuji oleh banyak orang; (4) Run pada asumsi penyederhanaan dimana model simulasi dapat dihitung dengan mudah; (5) Lihat hasil simulasi. Program Letulet bersifat multiuser karena model dapat digunakan oleh beberapa user dalam waktu yang bersamaan tanpa mengalami masalah atau konflik. Hal tersebut telah diuji dengan pengisian bobot yang berbeda dalam model 1, kemudian dilakukan submit dalam waktu bersamaan dan hasil keluaran sistem tetap ada dengan nilai yang berbeda. A. Model Pemilihan Produk Prospektif Verifikasi ini dilakukan dengan masukan berupa data aktual yang diinputkan kedalam sistem dan diamati keluarannya. Model pemilihan produk prospektif dilakukan melalui pendekatan MPE. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar

21 Gambar 31. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan produk prospektif Data yang digunakan untuk model pemilihan produk prospektif ini berasal dari tiga orang pakar yang mempunyai peranan penting dalam bidang agroindustri sutera alam. Penggabungan data dari ketiga pakar dilakukan dengan metode pendapat gabungan. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil penilaian para pakar mengenai produk prospektif berdasarkan kriteria yang telah dipilih sebelumnya, maka alternatif komoditi produk olahan yang prospektif di pasar domestik yaitu kain, benang sutera (thrown silk), dan benang sutera mentah (raw silk). B. Model Pemilihan Pasar Potensial Sama halnya dengan model sebelumnya, data yang digunakan untuk model pemilihan pasar potensial ini berasal dari tiga orang pakar yang mempunyai peranan penting dalam bidang agroindustri sutera alam. Model pemilihan pasar potensial juga dilakukan melalui pendekatan MPE. Penggabungan data dari ketiga pakar juga dilakukan dengan metode pendapat gabungan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar 32. Hasil penilaian para pakar mengenai produk prospektif berdasarkan kriteria yang telah dipilih sebelumnya, alternatif pasar potensial produk olahan sutera alam yaitu Garut, Tasikmalaya, dan Sukabumi. 59

22 Gambar 32. Nilai input dan hasil keluaran model pemilihan pasar potensial C. Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Perusahaan Data yang digunakan untuk model pengukuran kinerja perusahaan ini berasal dari data-data aktual perusahaan. Nilai yang diinput pengguna akan disesuaikan dengan rentang nilai yang disediakan. Masing-masing poin penilaian akan menghasilkan parameter kualitas. Kesimpulan akhir diperoleh dengan menggabungkan parameterparameter dari ketiga poin tersebut. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Nilai yang dimasukkan oleh user dan hasil keluarannya dapat ditunjukkan pada Gambar 33. Gambar 33. Nilai input dan hasil keluaran model pengukuran kinerja perusahaan 60

23 Hasil keluaran berupa pengukuran kinerja perusahaan menunjukkan bahwa aspek kesesuaian standar mutu mempunyai nilai cukup, aspek siklus pemenuhan pesanan memiliki nilai baik, dan aspek pemenuhan pesanan bernilai baik. Rekomendasi muncul jika hanya salah satu aspek mempunyai nilai kurang atau cukup. Jika telah bernilai baik, sistem tidak akan mengeluarkan rekomendasi tersebut. Jika nilai input tidak berada dalam range, maka sistem akan mengeluarkan notifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34. Notifikasi yang muncul jika nilai input berada diluar range 2. Validasi Validasi berfungsi sebagai pembuktian bahwa aplikasi dari model terkomputerisasi, dalam penelitian ini adalah program Letulet, telah dapat merepresentasikan kondisi nyata dan menjawab masalah sebenarnya dari pihak perusahaan RSA. Pada tahapan validasi ini diharapkan tahapan operasional dari program Letulet dapat menghasilkan keluaran yang konsisten dan memuaskan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari perancangan model tersebut. Teknik validasi yang digunakan terhadap program Letulet adalah teknik face validity. Menurut Sargent (2007), face validity merupakan teknik validasi yang dilakukan dengan menanyakan kepada pakar (orang yang berkompeten) mengenai ketepatan model dan perilaku model yang dirancang. Pakar yang melakukan validasi akan mengecek ketepatan konsep logika dari model yang dirancang serta hubungan yang tepat dan rasional antara input dan output yang digunakan pada model. Proses face validity dilakukan bersama dengan dua orang pakar, yaitu : 1. Drs. Wariso (Pihak Litbang/Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial). Pakar ini melakukan validasi terhadap rancangan model pemilihan produk prospektif dan model rekomendasi terhadap pengukuran kinerja oleh sistem. 2. Rido Rachman (Pihak perusahaan yang menangani pemasaran produk dan distribusi ulat). Pakar ini melakukan validasi terhadap rancangan model pemilihan pasar potensial dan menilai model strategi pemilihan plasma unggul. Kedua pakar tersebut menilai bahwa model yang dikembangkan cukup dapat merepresentasikan faktor-faktor serta tahapan-tahapan yang dipertimbangkan dalam proses pemilihan produk prospektif, pasar potensial, dan strategi pemilihan plasma unggul. Selain itu, model yang dikembangkan juga sesuai dengan informasi-informasi serta arahan yang mereka berikan kepada peneliti. D. IMPLIKASI MANAJERIAL 61

24 Sistem penunjang keputusan ini mempunyai implikasi yang sangat besar bagi pihak perusahaan, karena model yang dibangun merupakan representasi dari permasalahan yang ada di perusahaan. Dengan adanya sistem ini, perusahaan mempunyai alat bantu pengambilan kebijakan mengenai produk yang harus dikembangkan dan memaksimalkan pasar potensial yang merupakan tujuan penjualan produk berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh para pakar. Keluaran hasil produk dari sistem diharapkan dapat disesuaikan dengan kapasitas sarana produksi dan SDM sehingga dapat tercapai produktivitas optimal dan keuntungan yang maksimal. Sementara pasar yang kurang potensial terhadap penjualan sutera alam sebaiknya ditindaklanjuti oleh Depatemen Perindustrian selaku pihak Pemerintah yang menangani produk-produk olahan industri, dengan mengalokasikan SDM yang potensial ke tempat lain atau memberikan pelatihan keterampilan tambahan kepada SDM pasar tersebut. Hal ini penting dilakukan agar industri pasar tersebut tidak kehilangan konsumen, tetap menjaga lapangan pekerjaan terbuka, dan perekonomian daerah tetap stabil. Ketidakpuasan perusahaan terhadap plasma karena pasokan bahan baku berupa kokon, seringkali mempunyai kualitas yang tidak seperti apa yang diharapkan dan siklus pemeliharaannya yang sedikit lebih cepat. Oleh karena itu, dengan adanya sistem penunjang keputusan LETULET diharapkan perusahaan dapat menentukan strategi untuk pemilihan plasma yang akan dipercaya sebagai mitra perusahaan untuk pemelihara ulat. Plasma yang bermitra dengan perusahaan selama ini, hanya mengandalkan kesediaan atau kesanggupannya saja untuk membesarkan ulat. Sebaiknya untuk perbaikan ke depan, perusahaan juga harus menilai kelompok plasma tersebut berdasarkan alternatif-alternatif yang dihasilkan dari sistem penunjang keputusan ini. Perusahaan juga dapat memberikan kriteria-kriteria yang sebaiknya dimiliki oleh plasma berdasarkan alternatif yang dihasilkan sistem agar mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan produk berkualitas, diperlukan lebih dari sekedar kesediaan memelihara, tetapi juga harus ditunjang dengan lokasi pemeliharaan, sarana dan prasarana yang memadai, jumlah anggota plasma, teknologi dan keuletan pemelihara dan kualitas kokon. Dalam sebulan, biasanya para plasma dikunjungi oleh orang lapang dari kabupaten setempat, hanya untuk mengawasi pemeliharaan. Namun dengan aksi itu saja, dirasa belum cukup oleh para plasma, karena tidak ada ilmu yang diperoleh. Plasma yang belum mempunyai kriteria cukup untuk dijadikan mitra perusahaan, sebaiknya diberikan penyuluhan. Penyuluhan atau pelatihan telah dilakukan sebenarnya, namun hanya diberikan sekali dalam setahun. Pihak pemerintah yang bertanggung jawab mengenai agroindustri sutera alam, dalam hal ini diwakilkan oleh Badan Persuteraan Alam dari Departemen Kehutanan juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan-penyuluhan yang sifatnya lebih intensif. Implikasi lainnya yaitu perusahaan mampu mengukur kinerjanya selaku pemelihara dan prosesor utama dalam agroindustri sutera alam ini. Dengan adanya model pengukuran kinerja, perusahaan dapat menilai sendiri dimana faktor-faktor yang menjadi kekurangan dan harus diperbaiki serta mengetahui faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan harus dipertahankan. Kinerja perusahaan yang baik dapat menjadi faktor kesuksesan dan kunci berkembangnya perusahaan. Informasi rantai pasok sutera alam yang disajikan juga dapat menjadi informasi bagi Departemen Perindustrian dan Departemen Kehutanan. 62

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost LAMPIRAN 67 Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost Instalasi program letulet membutuhkan seperangkat PC dengan speksifikasi minimal sebagai berikut : 1. Satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP

BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP Metode pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kornpetitif

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dipresentasikan metodelogi penelitian yang diuraikan menjadi tujuh sub bab yaitu fokus kajian dan tempat, diagram alir penelitian, k-chart penelitian, konseptual

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembelian Menurut Hatta (2008), pembelian merupakan kegiatan untuk memperoleh barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk pengadaan barang yang diperlukan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU ABSTRAK

KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU ABSTRAK KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU Francka Sakti francka_sakti@yahoo.com Sistem Informatika Universitas Bunda Mulia ABSTRAK Persaingan dunia

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA

BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA 8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head Pengukuran manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem informasi merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL

BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL BAB III ANALISIS DAN PENGEMBANGAN MODEL Pada bab ini dijelaskan mengenai analisis penerapan sistem pengukuran kinerja menggunakan Metode Prism dan pengembangan model pengukuran kinerja tersebut pada unit

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. 1.1 Latar Belakang Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kepuasan pelanggan ditentukan oleh bagaimana perusahaan dapat memenuhi tuntutan dalam hal pemenuhan kualitas yang diinginkan, kecepatan merespon permintaan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan-perusahaan sangat ketat dalam era globalisasi ini yang menghendaki perdagangan bebas. Persaingan yang sengit dalam pasar global sekarang ini,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR

PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR PENGUKURAN KINERJA PENJADWALAN PRODUKSI PADA IKM TEKSTIL BAJU MUSLIM XYZ DENGAN METODE SCOR Mariyatul Qibtiyah 1), Nunung Nurhasanah 2), Widya Nurcahayanty Tanjung 3) 1),2),3 ) Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 53 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas tentang identifikasi masalah, analisis sistem, perancangan sistem, rancangan pengujian dan evaluasi sistem dalam Rancang Bangun Sistem

Lebih terperinci

Elemen Tujuan Bobot Prioritas Mempertahankan Kualitas Beras 0,591 1 Mendapatkan Jalur Distribusi yang Lebih Efesien 0,409 2 Rasio Inkonsistensi 0,00

Elemen Tujuan Bobot Prioritas Mempertahankan Kualitas Beras 0,591 1 Mendapatkan Jalur Distribusi yang Lebih Efesien 0,409 2 Rasio Inkonsistensi 0,00 VII. ANALISIS PRIORITAS KEGIATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT 7.1 Analisis Hasil Pengolahan Horisontal Analisis pengolahan horisontal terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada tingkat 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar di dunia, Persaingan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus di Frida Agro yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik Gres Tenan milik Bp. Sardjono Atmomardoyo yang ada di Kampung Batik Laweyan turut andil dalam persaingan dalam hal industri fashion. Mulai dari bakal kain, tas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam Biaya produksi usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang terdiri dari biaya produksi kokon, biaya produksi benang,

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli

III. METODE PENELITIAN. Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian pendirian agroindustri berbasis ikan dilaksanakan di Kabupaten Tulang Bawang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai dengan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) (Studi Kasus: UKM Batik Sekar Arum, Pajang, Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan semakin berkembangnya persaingan dalam dunia industri membuat perusahaan dituntut agar mampu bersaing untuk berada di posisi terbaik diantara perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3.2

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference)

BAB V ANALISIS Analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang analisis yang dilakukan pada pengolahan data yang telah diolah. Pada bab ini berisi mengenai analisis SCOR (Supply Chain Operation Reference) dan analisis desain traceability.

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sitematis, logis

BAB III. Penelitian merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sitematis, logis BAB III METODE PENELITIAN III.1 Pemilihan Objek Penelitian Penelitian merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sitematis, logis dan objektif untuk menemukan solusi atas suatu masalah yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan

KATA PENGANTAR. rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir (skripsi) yang berjudul Analisa

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA

MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA opendekatan PERMASALAHAN PENGEMBANGAN SUTERA DI KHPH BOALEMO GORONTALO - USAHA TANI SUTERA ALAM MERUPAKAN SALAH SATU DARI BERBAGAI

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM INFORMASI BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan 3.1.1 Sejarah PT. Putra Mas Prima PT. Putra Mas Prima merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jual beli bijih plastik yang berdiri

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK UKM BATIK DENGAN SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) Mila Faila Sufa 1*,Latifa Dinar Wigaringtyas 2, Hafidh Munawir 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk)

27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) 27 Penentuan dan pembobotan KPI...(Ariani dkk) PENENTUAN DAN PEMBOBOTAN KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PRODUKSI KEJU MOZARELLA DI CV. BRAWIJAYA DAIRY INDUSTRY

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah tata cara yang terperinci mengenai tahap-tahap melakukan sebuah penelitian. Metodologi penelitian pada penelitian ini

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enak dan harga yang bersahabat, pelayanan kepada customer menjadi point

BAB I PENDAHULUAN. enak dan harga yang bersahabat, pelayanan kepada customer menjadi point BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bidang usaha kuliner berkembang pesat saat ini. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin menjamurnya rumah makan. Setiap rumah makan bersaing dengan memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Dan Liris merupakan industri yang bergerak di bidang textile yang memproduksi benang, kain dan juga pakaian jadi. Pada bagian textile khususnya divisi Weaving

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemodelan Sistem 5.1.1 Konfigurasi Sistem Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Supply Chain Management Pada saat ini perusahaan-perusahaan tak terkecuali perusahaan agribisnis, dituntut untuk menghasilkan suatu produk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJICOBA

BAB IV HASIL DAN UJICOBA BAB IV HASIL DAN UJICOBA IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan mengenai tampilan hasil dari perancangan Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Pada Klinik Rakyat Dengan Metode Economic Order

Lebih terperinci

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT 6.1 Identifikasi Tujuan Lembaga Pertanian Sehat Dalam Melakukan Kegiatan Supply Chain Management Perusahaan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin maju dan berkembangnya kondisi perekonomian menyebabkan persaingan di dunia bisnis menjadi semakin ketat. Persaingan tersebut menuntut para pelaku bisnis melakukan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : YOHANES NURSIS AGUNG JATMIKO NPM : 0532010207

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Supply Chain Management Pembahasan yang berkaitan tentang Supply Chain Management sudah banyak diangkat dalam penulisan penulisan sebelumnya. Menurut Fortune Megazine (artikel

Lebih terperinci

X. KESIMPULAN DAN SARAN

X. KESIMPULAN DAN SARAN X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Penelitian ini telah berhasil merancang model sistem penunjang pengambilan keputusan cerdas manajemen risiko rantai pasok produk/komoditi jagung yang diberi nama

Lebih terperinci

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Darsini Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl.

Lebih terperinci

Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X

Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X Adi Putera Nugraha Program Studi Teknik Informatika Adiputera2123@gmail.com Abstrak - CV. X adalah usaha yang begerak

Lebih terperinci

KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) PENDAHULUAN

KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 319 KINERJA PROSES INTI RANTAI PASOK AGROINDUSTRI DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) Abdul Wahib Muhaimin, Djoko Koestiono, Destyana Ellingga Pratiwi, Silvana

Lebih terperinci