BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Vera Yanti Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam Biaya produksi usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang terdiri dari biaya produksi kokon, biaya produksi benang, dan biaya produksi kain. Secara umum tiap komponen biaya produksi tersebut meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya produksi usaha persuteraan alam dalam penelitian ini dihitung dalam satu tahun dan untuk setiap kilogram kokon, benang, atau unit sarung yang diproduksi. Perhitungan biaya produksi usaha persuteraan alam, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7, sedangkan jumlah produksi dan pendapatan dari masing-masing kegiatan persuteraan alam dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5. Kegiatan usaha persuteraan alam secara terintegrasi yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pallis di Kabupaten Polewali Mandar menghasilkan biaya produksi kain per unit sarung di Kabupaten Polewali Mandar sebesar Rp 144 ribu. Komponen biaya penyusun yang lebih besar terdapat pada biaya tetap terutama nilai penyusutan, hal ini terjadi karena biaya investasi yang dikeluarkan mulai dari pembuatan dan pemeliharaan kebun, pemeliharaan ulat, pemintalan benang, serta pertenunan tidak diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Komponen biaya variabel pada produksi kain di Kabupaten Polewali Mandar lebih kecil karena produksi kain dikerjakan sendiri oleh petani secara terintegrasi, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku berupa kokon dan benang sutera, karena baik kokon maupun benang sutera yang dipakai berasal dari hasil budidaya ulat petani, selain itu pada proses pertenunan petani juga menggunakan zat pewarna alam. Komponen penyusun biaya produksi kain di Kabupaten Polewali Mandar turut memperhitungkan subsidi dari pemerintah yang berupa bahan baku bibit ulat sutera sebesar Rp /boks dan juga 5 buah alat pintal yang bernilai Rp 15 juta. Subsidi pemerintah yang berupa bahan baku bibit ulat disertakan ke dalam komponen penyusun biaya variabel yaitu biaya material sedangkan subsidi
2 30 pemerintah yang berbentuk alat pintal disertakan ke dalam komponen penyusun biaya tetap untuk dihitung besarnya nilai penyusutan dan bunga modal. Kegiatan usaha persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dilakukan secara terpisah. Biaya produksi kokon per kilogram di Kabupaten Enrekang yaitu sebesar Rp 24 ribu. Biaya produksi kokon terdiri dari dua komponen pembiayaan yaitu biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun murbei serta biaya pemeliharaan ulat. biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun murbei di Kabupaten Enrekang untuk perkilogram kokon adalah sebesar Rp 15 ribu, sedangkan pada tahap pemeliharaan ulat biaya yang dikeluarkan untuk perkilogram kokon sebesar Rp 10 ribu. Komponen penyusun biaya pembuatan dan pemeliharaan kebun serta pemeliharaan ulat terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel pada produksi kokon di Kabupaten Enrekang lebih besar daripada biaya tetap, Hal itu terjadi karena pemeliharaan kebun dan pemeliharaan ulat yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Enrekang lebih intensif. Petani mengeluarkan biaya untuk bahan baku pemeliharaan kebun yang tinggi seperti untuk pupuk dan pestisida, dengan tujuan mencegah serangan hama peyakit pada tanaman murbei serta untuk meningkatkan produksi daun. Biaya produksi benang per kilogram di Kabupaten Enrekang adalah sebesar Rp 394 ribu. Biaya variabel pada tahap pemintalan benang di Kabupaten Enrekang lebih besar daripada biaya tetap. Besarnya biaya variabel disebabkan besarnya biaya material sebesar Rp 42,64 juta per tahun atau sebesar Rp 261 ribu per kilogram benang. Biaya material terdiri dari biaya pembelian bahan baku pemintalan yaitu berupa kokon dan bahan penolong minyak tanah. Subsidi dari pemerintah yang berupa bantuan bangunan dan alat pemintalan turut disertakan dalam perhitungan biaya tetap untuk kemudian dihitung nilai penyusutan dan bunga modalnya. Pertenunan Nenek Mallomo memproduksi dua jenis kain yaitu kain tenun ikat dan kain sarung bugis. Biaya produksi kain ikat di pertenunan nenek mallomo sebesar Rp 197 ribu dan biaya produksi kain sarung sebesar Rp 303 ribu untuk per unit sarung yang dihasilkan. Pada tahap pertenunan biaya variabel lebih besar daripada biaya tetap baik pada produksi kain ikat maupun produksi kain sarung.
3 Tabel 6 Biaya produksi persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Uraian Biaya Produksi (Rp Juta/Tahun) Biaya Produksi (Rp 000,-/Kg) Kab. Polman Kab. Enrekang Kab. Polman Kab. Enrekang KTP SBK UPT NM KTP SBK UPT NM 1) 2) 3) 4) 5) 1) 2) 3) 4) 5) Biaya Produksi 22,45 166,45 64,37 57,62 211,50 143,94 24,31 393,94 197,34 303,44 Biaya tetap 18,29 46,14 15,82 4,70 15,36 117,27 6,74 96,83 16,10 22,03 Penyusutan 11,90 26,21 8,92 1,77 5,61 76,26 3,83 54,56 6,05 8,05 Bunga Modal 6,40 19,93 5,41 2,76 9,32 41,02 2,91 33,10 9,44 13,38 Overhead 0,00 0,00 1,50 0,18 0,42 0,00 0,00 9,18 0,61 0,61 Biaya variabel 4,16 120,31 48,55 52,92 196,14 26,67 17,57 297,11 181,24 281,41 Material 3,70 118,30 42,64 34,67 91,59 23,72 17,28 260,94 118,74 131,41 Upah 0,00 2,01 3,51 18,25 104,55 0,00 0,29 21,48 62,50 150,00 Sewa 0,46 0,00 2,40 0,00 0,00 2,95 0,00 14,69 0,00 0,00 Keterangan : 1) Kelompok Tani Pallis 2) KUB Sinar Buntu Kurung 3) UPT Tekstil Enrekang 4) Pertenunan Nenek Mallomo 31
4 32 pada produksi kain ikat komponen penyusun biaya variabel yang terbesar dari biaya pembelian material bahan baku dan bahan penolong sedangkan pada produksi kain sarung komponen biaya penyusun terbesar terdapat biaya upah pekerja. Tabel 7 Biaya produksi persuteraan alam berdasarkan tahapan kegiatan di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Tahapan Kab. Polman Kab. Enrekang Rp % Rp Juta/tahun % Juta/tahun Pembuatan dan Pemeliharaan Kebun 6,57 29,2 99,38 19,9 Pemeliharaan Ulat 8,26 36,8 67,07 13,4 Pemintalan Benang 6,62 29,5 64,37 12,9 Pertenunan 1,01 4,5 269,12 53,8 Total 22,45 100,0 499,94 100,0 Biaya produksi per tahapan kegiatan dilakukan untuk mengetahui tahapan atau bagian produksi yang membutuhkan biaya paling besar sehingga petani dapat mengendalikan biaya pada tahapan tersebut dengan harapan efisiensi produksi dapat dicapai. Berdasarkan tahapan kegiatan, biaya pemeliharaan ulat merupakan biaya yang mendominasi kegiatan persuteraan alam secara terintegrasi di Kabupaten Polewali Mandar. Komponen utama yang membuat biaya ini mendominasi biaya persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar adalah biaya penyusutan dan bunga modal serta kebutuhan material seperti bibit ulat, kapur, dan kaporit. Biaya yang mendominasi kegiatan persuteraan alam secara terpisah di Kabupaten Enrekang adalah biaya pada proses pertenunan. Hal ini disebabkan karena usaha pertenunan harus mengeluarkan biaya untuk pembelian material berupa benang sutera, bahan pewarna, bahan pemasak benang, serta membayar upah pekerja. Penelitian mengenai biaya produksi usaha persuteraan alam pernah dilakukan sebelumnya oleh Saifullah pada tahun 2004 di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, seperti terlihat pada Tabel 8. Nilai ROI Kelompok Tani Ulat Sutera Margalaksana di Kabupaten Garut pada tahun 2004
5 Tabel 8 Perbandingan analisis biaya produksi persuteraan alam hasil penelitian tahun 2004 dan 2011 Penelitian Renato (2011) Penelitian Saifullah (2004) Komponen Satuan Kab. Polman Kab. Enrekang Kab. Garut Kab. Sukabumi KTP SBK UPT NM KTM PBK KWSC ikat sarung Produksi Kokon kg/tahun 306, ,50 19,73 56,67 Benang kg/tahun 39,00 163,40 19,33 7,10 Kain lembar/tahun 156,00 292,00 697,00 Harga Jual Kokon Rp 000,-/kg 35,00 10,00 Benang Rp 000,-/kg 330,00 210,00 240,00 Kain Rp 000,-/lembar 180,00 250,00 300,00 Biaya Produksi Kokon Rp 000,-/kg 24,31 43,84 32,55 Benang Rp 000,-/kg 393,94 193,88 368,92 Kain Rp 000,-/lembar 143,94 197,34 303,44 Pendapatan Rp Juta/tahun 28,08 239,66 53,92 73,00 209,10 0,29 4,06 1,70 Keuntungan Rp Juta/tahun 5,62 73,21-10,46 12,98-0,58 0,24-0,92 Break Event Point kg/tahun 119, ,15 481,50 68,35 826,07 233,84 6,14 27,02 Investasi Rp Juta/tahun 169,74 465,88 81,22 193,98 52,78 8,00 20,00 ROI % 3,31 15,71-12,88 6,69-1,09 2,98-4,58 33
6 34 sebesar -1,09%, sedangkan usaha pemintalan benang Koko memiliki nilai ROI yang positif yaitu sebesar 2,98%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Garut mengalami kerugian, sementara usaha pemintalan memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan pemintalan benang Koko merupakan satu-satunya pemintalan yang ada di Kabupaten Garut, sehingga petani ulat hanya dapat menjual kokonnya sesuai harga yang ditwarkan oleh pemintalan ini. Usaha persuteraan alam di Kabupaten Enrekang menunjukkan hal yang sebaliknya dimana nilai ROI yang dimiliki petani ulat KUB Sinar Buntu Kurung bernilai positif yaitu sebesar 15,71%, sedangkan usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang bernilai negatif yaitu sebesar -12,88%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani ulat di Kabupaten Enrekang mempunyai kemampuan memperoleh laba yang cukup besar bila dibandingkan dengan petani ulat di Kabupaten Garut. Selain itu nilai ROI yang negatif pada usaha pemintalan disebabkan karena usaha pemintalan berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya. Besarnya jumlah investasi yang dikeluarkan untuk peralatan pemintalan tidak diikuti dengan tingkat produksi optimum, UPT Tekstil Enrekang hanya berproduksi 12,97% dari kapasitas pemintalan. Usaha persuteraan alam secara terintegrasi di Kebun Cibidin Kabupaten Sukabumi hanya sampai pada tahap produksi benang, sedangkan di Kabupaten Polewali Mandar sampai pada tahap produksi kain. Pada tahun 2004 Kebun Wanatani Sutera Cibidin memiliki nilai ROI yang negatif yaitu sebesar -4,58%. Hal ini disebabkan karena produksi pemintalan yang rendah, yaitu hanya sebesar 10% dari kapasitas terpasang, selain itu usaha pemintalan benang di Kebun Cibidin juga mengalami kesulitan dalam memasarkan benangnya. Hal yang sebaliknya terjadi pada petani sutera di Kabupaten Polewali Mandar, walaupun tidak begitu besar tetapi petani mampu memperoleh keuntungan. 5.2 Analisis Break Even Point Break even point KUB Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kokon 2647,15 kg. Produksi kokon KUB Sinar Buntu Kurung pada tahun 2011 mencapai 6847,5 kg. Nilai tersebut
7 35 berada jauh di atas break even point sehingga terlihat bahwa KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh keuntungan yang cukup besar dari usaha ini. Break even point Pemintalan UPT Tekstil di Kabupaten Enrekang pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi benang 481,5 kg atau 38,21% dari kapasitas terpasang. Produksi benang sutera UPT Tekstil Enrekang pada tahun 2011 berada jauh di bawah break even point yaitu hanya sebesar 163,4 kg. Dengan demikian terlihat bahwa usaha pemintalan UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian yang cukup besar. UPT Tekstil Enrekang berproduksi jauh dibawah kapasitas optimumnya karena memiliki kendala yaitu sulit mencari tenaga kerja yang mau diupah untuk memintal benang. Break even point Pertenunan Nenek Mallomo pada tahun 2011 dicapai pada tingkat produksi kain ikat 68 unit dan kain sarung 826 unit. Produksi kain ikat di pertenunan nenek mallomo berada jauh di atas break even point yaitu sebesar 292 unit sedangkan produksi kain sarung berada dibawah break even point yaitu sebesar 697 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kerugian akibat produksi kain sarung dapat ditutupi oleh keuntungan yang didapat dari produksi kain ikat. Break even point untuk kegiatan persuteraan alam Kelompok Tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir adalah sebesar 119 unit kain sarung. Produksi kain sarung di kelompok tani pallis berada di atas break even point yaitu sebesar 156 unit. Dengan demikian terlihat bahwa kelompok tani pallis mendapatkan keuntungan dari usaha ini. 5.3 Analisis Profitabilitas Kegiatan persuteraan alam secara terintegrasi mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, pemintalan, hingga pertenunan yang dilakukan oleh kelompok tani pallis di Kabupaten Polewali Mandar memperoleh keuntungan sebesar Rp 5,62 juta per tahun. Keuntungan yang diterima oleh kelompok tani masih bisa ditingkatkan lagi mengingat kelompok tani hanya memanfaatkan 3 kali periode pemeliharaan setiap tahunnya. Apabila petani bisa melakukan periode pemeliharaan setiap sebulan sekali atau 12 kali dalam setahun, tentunya berturut-
8 36 turut produktivitas kokon, benang, dan sarung akan meningkat dan diiringi dengan meningkatnya pendapatan. Tabel 9 Rugi laba usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang Komponen Produksi Satuan Kab. Polman Kokon kg/tahun 306, ,50 Kab. Enrekang KTP SBK UPT NM Benang kg/tahun 39,00 163,40 ikat sarung Kain lembar/tahun 156,00 292,00 697,00 Harga Jual Kokon Rp 000,-/kg 35,00 Benang Rp 000,-/kg 330,00 Kain Rp 000,-/lembar 180,00 250,00 300,00 Biaya Produksi Kokon Rp Juta/tahun 14,83 166,45 Benang Rp Juta/tahun 6,62 64,38 Kain Rp Juta/tahun 1,01 57,62 211,50 Pendapatan Rp Juta/tahun 28,08 239,66 53,92 73,00 209,10 Keuntungan Rp Juta/tahun 5,62 73,21-10,46 12,98 Biaya Tetap Rp Juta/tahun 18,30 46,14 15,83 4,70 15,36 Biaya Variabel Rp Juta/kg 0,02 0,03 Rp Juta/lembar 0,03 0,18 Break Event Point kg/tahun 2647,15 481,50 lembar/tahun 119,35 68,35 826,07 Investasi Rp Juta 169,74 465,88 81,22 193,98 ROI % 3,31 15,71-12,88 6,69 Harga Pokok Rp 000,-/kg 172,77 29,17 472,80 236,79 364,13 Kelompok Tani Pallis di Kabupaten Polewali Mandar akan menderita kerugian apabila menjual produknya dalam bentuk kokon, karena biaya produksi kokon per kilogram adalah sebesar Rp 47 ribu lebih besar daripada harga kokon di Kabupaten Polewali Mandar yaitu Rp 38 ribu. kelompok tani juga akan menderita kerugian apabila menjual dalam bentuk benang sutera, karena biaya produksi benang dengan menyertakan biaya produksi kokon per kilogramnya menjadi
9 37 sebesar Rp 541 ribu lebih besar daripada harga benang sutera di Kabupaten Polewali Mandar yaitu sebesar Rp 400 ribu per kilogram. Hal ini terjadi karena investasi yang dikeluarkan oleh petani mulai dari budidaya murbei, budidaya ulat, hingga pemintalan cukup besar nilainya yaitu Rp 165,6 juta, namun tidak diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Keputusan Kelompok Tani Pallis untuk menjual produknya dalam bentuk kain sarung, bukan dalam bentuk kokon maupun benang sutera dinilai cukup baik karena petani bisa mengambil nilai tambah dari produk yang dihasilkan sehingga biaya produksi yang tinggi pada tahapan produksi kokon dan benang sutera bisa tertutupi. Kelompok usaha bersama (KUB) Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang yang melakukan kegiatan persuteraan alam hingga tahapan produksi kokon mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 73,21 juta per tahun. Kelompok usaha bersama Sinar Buntu Kurung dapat menggunakan sumber daya seefisien mungkin, besarnya investasi yang dikeluarkan diikuti dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga pendapatan yang diterima besar. Kegiatan pemintalan benang sutera di UPT Tekstil Enrekang mengalami kerugian karena pendapatan hasil pemintalan yang rendah (Rp 53,92 juta per tahun) tidak mampu menutupi biaya produksi yang dikeluarkan (Rp 64,38 juta per tahun). Kerugian yang diderita oleh UPT Tekstil mencapai Rp 10,46 juta per tahun. Kerugian yang dialami disebabkan biaya tetap yang berupa penyusutan dan bunga modal dari sarana dan prasarana tidak pernah diperhitungkan karena merupakan hibah bantuan dari pemerintah daerah. Pendapatan dari produksi kain ikat pada Pertenunan Nenek Mallomo lebih besar daripada biaya produksi kain, sehingga mendapat keuntungan sebesar Rp 15,38 juta per tahun. Sedangkan hasil pendapatan yang diterima dari produksi kain sarung lebih kecil daripada biaya produksi yang harus dikeluarkan sehingga mendapatkan kerugian sebesar Rp 2,4 juta per tahun. Secara keseluruhan Pertenunan Nenek Mallomo menerima keuntungan sebesar Rp 12,98 juta per tahun. ROI pada kegiatan pemintalan di UPT Tekstil bernilai negatif, sedangkan pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung, produksi kain di Pertenunan Nenek Mallomo dan kegiatan persuteraan alam terintegrasi di
10 38 Kelompok Tani Pallis memiliki nilai yang positif. Nilai ROI untuk kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung yaitu sebesar 15,71%, Pertenunan Nenek Mallomo sebesar 6,69%, dan usaha persuteraan alam terintegrasi Kelompok Tani Pallis sebesar 3,31%. Nilai ROI yang positif menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan, namun apabila suku bunga bank sekitar 12 % per tahun maka ROI pada kegiatan produksi kokon di KUB Sinar Buntu Kurung berada diatas tingkat bunga bank yang ditetapkan. Hal ini berarti dengan menjalankan usaha ini, KUB Sinar Buntu Kurung memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya menaruh uang mereka di bank. Harga pokok penjualan dihitung dengan asumsi bahwa petani sutera menginginkan keuntungan sebesar 20% dari biaya produksi yang dikeluarkan. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis sebesar Rp 173 ribu per unit sarung. Harga pokok penjualan kokon KUB Sinar Buntu Kurung sebesar Rp 29 ribu, benang sutera UPT Tekstil Enrekang sebesar Rp 473 ribu, kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 237 ribu, dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo sebesar Rp 364 ribu. Harga pokok penjualan benang sutera UPT Tekstil Enrekang dan kain sarung Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan sangat tinggi dan berada di atas harga jual sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan keuntungan menurun bahkan merugi karena biaya produksi tidak dapat tertutupi oleh pendapatannya. Harga pokok penjualan kain sutera Kelompok Tani Pallis, kokon KUB Sinar Buntu Kurung, dan kain ikat Pertenunan Nenek Mallomo yang ditetapkan masih berada dibawah harga jual rata-rata yang berlaku di daerah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan demikian terlihat bahwa Kelompok Tani Pallis, KUB Sinar Buntu Kurung,dan Pertenunan Nenek Mallomo mendapatkan excess profit dari usaha persuteraan alam ini. 5.4 Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Persuteraan Alam Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Produk utama yang dihasilkan oleh kelompok tani ulat sutera dan kelompok penenun di Kabupaten Polewali Mandar adalah kain sarung sutera mandar. Kelompok Tani Pallis melakukan sendiri semua tahapan persuteraan alam mulai
11 39 dari produksi kokon, produksi benang, hingga menjadi kain. Kelompok Tani Pallis menenun benang sutera mereka sendiri hingga menjadi kain sarung sutera mandar. Kain hasil produksi kemudian dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Pasar Pambusuang dan Pasar Tinambung dengan harga Rp 140 ribu-rp 180 ribu. Selain dari kelompok tani ulat sutera, pedagang pengumpul juga mendapatkan sarung sutera mandar dari kelompok penenun dengan cara memberikan benang sutera kepada para penenun dan membayar upah menenun mereka untuk satu kain yang dihasilkan sebesar Rp 75 ribu-rp 100 ribu. Produk kain sarung sutera mandar yang dibeli oleh pedagang pengumpul selanjutnya dijual lagi kepada toko pengecer maupun konsumen akhir dengan harga sebesar Rp 250 ribu-rp 300 ribu. Dapat dilihat bahwa pedagang pengumpul memiliki margin keuntungan yang lebih besar dibandingkan para petani. Hal ini terjadi karena Kelompok Tani Pallis kurang memiliki pengetahuan pemasaran yang baik serta keterbatasan akses pasar dibandingkan dengan pedagang pengumpul. Kelompok Tani Pallis berharap adanya semacam koperasi sebagai wadah untuk membantu dalam hal pemasaran dan kepastian harga bagi produk kain sarung sutera mandar mereka, sehingga keuntungan petani dapat meningkat. Alur distribusi produk kain sutera di Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat pada Gambar 13. Kelompok Tani Ulat Sutera Kelompok Penenun Pedagang Pengumpul Pasar Pambusuang Pedagang Pengumpul Pasar Tinambung Toko Konsumen Keterangan: = Produk kain sutera Gambar 13 Alur distribusi pemasaran kain sutera di Kabupaten Polewali Mandar.
12 40 Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sinar Buntu Kurung di Kabupaten Enrekang melakukan budidaya ulat sutera yang menghasilkan produk berupa kokon. Kokon tersebut kemudian dipasarkan ke UPT Tekstil atau ke KUB pemintalan milik petani untuk dipintal hingga menjadi benang sutera. Benang sutera yang dihasilkan selanjutnya dijual kepada usaha dan industri pertenunan yang berada di luar Kabupaten Enrekang seperti di Pertenunan Nenek Mallomo di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Sengkang, Kabupaten Wajo, dan Kabupaten Polman. Konsumen akhir bisa mendapatkan produk kain sutera dengan membeli di toko atau langsung membeli kepada pengrajin tenun sutera. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo memasarkan produknya langsung di tempat. Karena lokasi usaha pertenunannya terletak di pinggir jalan poros antara Kota Makassar dan Kabupaten Tana Toraja, sehingga pertenunan nenek mallomo menjadi tempat persinggahan bagi para wisatawan untuk melihat proses menenun dan juga sekaligus untuk membeli cindera mata berupa kain sutera. Alur distribusi persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Gambar 14. Usaha persuteraan alam berdampak sangat positif bagi masyarakat. Usaha persuteraan sudah menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang. Usaha ini sangat baik dalam menyerap tenaga kerja, walaupun tenaga kerja tersebut masih muda ataupun tidak memiliki pendidikan yang tinggi sekalipun. Proyeksi penyerapan tenaga kerja untuk pemeliharaan satu boks ulat sutera yaitu, pada tahap budidaya murbei dan pemeliharaan ulat 3 orang, pemintalan 2 orang, dan pertenunan 4 orang. Sifatnya yang padat karya sehingga membuat usaha persuteraan alam dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di pedesaan. Usaha persuteraan alam merupakan sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita pada proses pertenunan selain itu usaha ini juga memberikan nilai tambah yang tinggi apabila dikerjakan hingga menjadi produk kain. Nilai tambah suatu produk diperoleh jika produk tersebut mengalami proses produksi dan menjadi produk yang lebih kompleks dengan harga jual yang lebih mahal. Nilai tambah yang dihitung adalah nilai tambah dari bahan baku kokon yang diolah menjadi produk benang dan kemudian menjadi produk kain.
13 Pedagang Pasar Sudu Kelompok Usaha Bersama Ulat Sutera Keterangan: = Produk kokon = Produk benang = Produk kain sutera KUB Pemintalan Kab. Enrekang UPT Tekstil Enrekang Penenun Pedagang Pengumpul Kab. Sidrap Hj. Suhu Industri Pertenunan Kab. Wajo H. Kurnia Industri Pertenunan Kab. Sengkang H. Sultan KUB Pertenunan Nenek Mallomo Kab. Sidrap Usaha Pertenunan Kab. Polman H. Hadrawi Toko Konsumen Gambar 14 Alur distribusi persuteraan alam di Kabupaten Enrekang. 41
14 42 Nilai tambah yang diperoleh pada proses pengolahan bahan baku kokon hingga menjadi kain di Kabupaten Polewali Mandar adalah sebesar Rp 54 ribu per unit kain. sedangkan di Kabupaten Enrekang kokon yang diolah menjadi kain ikat memperoleh nilai tambah sebesar Rp 61 ribu per unit kain, apabila diolah menjadi kain sarung nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 27 ribu. Dari hasil perhitungan nilai tambah produk kokon baik di Kabupaten Polewali Mandar maupun di Kabupaten Enrekang akan semakin tinggi seiring dengan proses produksi yang dijalankan. Kendala yang dihadapi saat ini seperti keterbatasan akses pasar oleh para petani ulat sutera di Kabupaten Polewali Mandar serta serangan virus hingga menyebabkan kematian pada ulat dan menyebabkan gagal panen kokon di Kabupaten Enrekang, membuat banyak petani ulat sutera yang beralih untuk menanam komoditi perkebunan yang lain seperti kol, kakao, bawang merah ataupun memilih untuk beternak kambing. Namun salah satu faktor yang menyebabkan usaha persuteraan alam tetap bertahan di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang karena usaha ini sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat di kedua kabupaten dan provinsi tersebut.
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3.2
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan.
Lebih terperinciBAB IV ANALISA SISTEM
71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman
Lebih terperinciBALAI PERSUTERAAN ALAM
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM TAHUN 2010 BALAI PERSUTERAAN ALAM BILI-BILI, PEBRUARI 2010 KATA PENGANTAR Buku
Lebih terperinciANALISIS BIAYA PRODUKSI USAHA PERSUTERAAN ALAM: STUDI KASUS DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT DAN KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN RENATO
ANALISIS BIAYA PRODUKSI USAHA PERSUTERAAN ALAM: STUDI KASUS DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT DAN KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN RENATO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
Lebih terperinciOleh YATI NURYATI A
ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN DAN TITIK IMPAS PENJUALAN KAIN SUTERA ALAM (Studi Kasus pada Perusahaan Sutera Alam "AMAN SAHURI",Kabupaten Garut, Jawa Barat) Oleh YATI NURYATI A29 1205 JURUSAN EMU-ILMU
Lebih terperinciOleh YATI NURYATI A
ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN DAN TITIK IMPAS PENJUALAN KAIN SUTERA ALAM (Studi Kasus pada Perusahaan Sutera Alam "AMAN SAHURI",Kabupaten Garut, Jawa Barat) Oleh YATI NURYATI A29 1205 JURUSAN EMU-ILMU
Lebih terperinciMENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA
MENINGKATKAN HARGA JUAL KOKON dengan MEMELIHARA HIBRID BARU ULAT SUTERA opendekatan PERMASALAHAN PENGEMBANGAN SUTERA DI KHPH BOALEMO GORONTALO - USAHA TANI SUTERA ALAM MERUPAKAN SALAH SATU DARI BERBAGAI
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Klasifikasi Biaya dan Perhitungan Harga Jual Produk pada PT. JCO Donuts
53 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Klasifikasi Biaya dan Perhitungan Harga Jual Produk pada PT. JCO Donuts & Coffee Dalam proses menghasilkan produknya, PT. JCO Donuts & Coffee terlebih dahulu
Lebih terperinciTIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG
Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Nurhaedah Muin * dan Wahyudi Isnan Balai Litbang Lingkungan
Lebih terperinciBOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN
BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN PENDAHULUAN Dalam mendorong ekonomi kerakyatan, Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan mengembangkan Gerakan Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan beragam suku dan budaya di tiap-tiap daerah. Dari tiap-tiap daerah di Indonesia mewariskan berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber :
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,
Lebih terperinciANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA
ANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA (Studi Kasus Kec. Nagrak Kab. Sukabumi, Jawa Barar) WAHYUNI ADLIANTOS A 26.0410 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTANIAM FAKULTAS
Lebih terperinciANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA
ANALISA PENDAPATAN, NlLAl TAMBAN, DAN KESEMPATAN KERJk PADA USAHATAN1 SUTERA (Studi Kasus Kec. Nagrak Kab. Sukabumi, Jawa Barar) WAHYUNI ADLIANTOS A 26.0410 JURUSAN ILMU-ILMU SOSlAL EKONOMI PERTANIAM FAKULTAS
Lebih terperinciMenanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai
Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. 3.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, harga pokok,
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada Perlebahan Madu Odeng, di Desa Bantar Jaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2008.
Lebih terperinciBab XIII STUDI KELAYAKAN
Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan
Lebih terperinciBAB 5 PROYEKSI KEUANGAN
BAB 5 PROYEKSI KEUANGAN 5.1 Asumsi Dasar dan Informasi Proyeksi keuangan merupakan perencanaan keuangan perusahaan untuk masa mendatang. Dalam perhitungan proyeksi keuangannya SpeedZ Racing menggunakan
Lebih terperinciANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si
ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si rahmaniah_nia44@yahoo.co.id Abstrak Pengembangan kopi di Kabupaten Polewali Mandar dari tahun ke
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting pada negara berkembang seperti di indonesia. Kontribusi sektor pertanian ini sangat berpengaruh untuk pembangunan negara. Hal ini
Lebih terperinciEFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN LIMBAH PAKAN PADA BUDI DAYA SUTERA ALAM SKALA RUMAH TANGGA
EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS PEMANFAATAN LIMBAH PAKAN PADA BUDI DAYA SUTERA ALAM SKALA RUMAH TANGGA Oleh : Yanto Rochmayanto, Syofia Rahmayanti, dan Tateng Sasmita 1 2 3 ABSTRAK Pemanfaatan limbah pakan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERSUTERAAN ALAM DI DESA MATA ALLO KABUPATEN ENREKANG 1 ) Suradi, 2 ) Hamzah, 3 ) Jumiati 1 ) Dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar 2,3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan devisa Negara. Telah banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciPOLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR
POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan
Lebih terperinciKUISIONER PENELITIAN
LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PENGAJUAN KREDIT USAHA RAKYAT PETANI SUTERA ALAM PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG BOGOR (Studi Kasus : Petani Plasma Rumah Sutera
Lebih terperinciPERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)
PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting
Lebih terperinciPELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM
PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG
Lebih terperinciA. Malsari Kharisma Alam, A.Amidah A., Sitti Nurani S 83
A. Malsari Kharisma Alam, A.Amidah A., Sitti Nurani S 83 PERAN PEREMPUAN PADA USAHA PERSUTERAAN ALAM DI DESA PISING KECAMATAN DONRI-DONRI KABUPATEN SOPPENG A. Malsari Kharisma Alam 1), A. Amidah Amrawaty
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki
Lebih terperinciOleh : Lincah Andadari
POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2012 di PT. Pindo Deli Pulp and Paper, Karawang, Jawa Barat. 3.2 Jenis Data Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas, yaitu luas daratan Indonesia mencapai 1.922.570 km 2 dan luas perairannya 3.257.483
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau
Lebih terperinciVII. IMPLEMENTASI MODEL
VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1
1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG
V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur
Lebih terperinciKERJASAMA DALAM PENGEMBANGAN SUTERA DI SULAWESI SELATAN I. PENDAHULUAN
2004 Andi Sadapotto Posted: 29 December, 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab)
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap
Lebih terperinciVI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi usahatani sayuran per hektar yang dikelola oleh petani di Kelompok Tani
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU
J. Agroland 22 (2) : 70-75, Agustus 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA INDUSTRI JAGAD SUTERA DI KELURAHAN KAMONJI KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU Analysis of Financial
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan
Lebih terperinciBoks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber
Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM
BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Rumah Sutera Alam memulai kegiatannya pada tahun 2001. Dengan bantuan beberapa karyawan, Bapak H. Tatang Godzali yang merupakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI DESA PANERUSAN KULON KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA
36 ANALISIS KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI DESA PANERUSAN KULON KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA Sukiman 1), Dumasari 2), dan Sulistyani Budiningsih 2) 1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Lebih terperinciOleh : Tanti Novianti A
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAANKOKON SEBAGAI BAHAN BAKU BENANG SUTERA ALAM DENGAN ANALISIS BIAYA SUMBERDAYA DOMESTIK (BSD) (Studi Kasus Pada Enam Kecamatan, Kabupaten Sukabumi,
Lebih terperinciBAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM
83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang penduduk Indonesia bermata
Lebih terperinciVII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL
VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN
POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM
BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.
Lebih terperinciPeluang Investasi Sutra Alam
Halaman 1 Peluang Investasi Sutra Alam a. Mengenal Kupu Sutra 1. Biologis Kupu Sutra Sebelum membahas tentang teknik beternak ulat sutra, kiranya perlu pula kita ketahui lebih dulu tentang sifat sifat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Sterilisasi Salah satu jenis olahan susu yang dapat dijumpai di pasaran Indonesia adalah susu sterilisasi. Susu sterilisasi adalah salah satu contoh hasil pengolahan susu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor
Lebih terperinciKata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.
KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TALAS DENGAN SISTEM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Danty Rinjani Aristanti Permadi 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi dantybanana91@gmail.com Suyudi
Lebih terperinciPERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,
Lebih terperinciBAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis
Lebih terperinciNurhaedah M. ABSTRAK. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu
Optimalisasi Lahan Masyarakat dengan Penerapan. OPTIMALISASI LAHAN MASYARAKAT DENGAN PENERAPAN POLA USAHATANI TERPADU (Studi Kasus Bapak Sukri di Desa Mata Allo, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang Sulawesi
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH
ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI DAN TINGKAT EFISIENSI PENCURAHAN TENAGA KERJA PADA USAHATANI PADI SAWAH Jones T. Simatupang Dosen Kopertis Wilayah I dpk Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk yang bersuku Gayo dan daerahnya terletak di Dataran Tinggi tepatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang terkenal dengan sebutan Dataran Tinggi Tanah Gayo. Hal ini dikarenakan daerah ini didominasikan oleh penduduk yang
Lebih terperinciAnalisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu
Petunjuk Sitasi: Ardianwiliandri, R., Tantrika, C. F., & Arum, N. M. (2017). Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciII. HASIL DAN PEMBAHASAN
II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PD. Soleh Aman Sahuri berdiri sejak awal tahun 1995 dengan surat ijin usaha perdagangan (SIUP) No. 00387/10-14/PK/IX/1995/B dari Departemen Perdagangan
Lebih terperinciBelanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
PROVINSI : SULAWESI SELATAN SKPD : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : DESEMBER 2013 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2013 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA
Lebih terperinciJurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)
58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB
Lebih terperinci6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi
93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan
Lebih terperinciANALISIS PENDAPATAN, NILAI TAMBAH DAN KESEMPATAN KERJA USAHATANI SUTERA ALAM PADA DUA BENTUK KEMITRAAN DI KABUPATEN GARUT PROPINSI JAWA BARAT.
o~ij i ANALISIS PENDAPATAN, NILAI TAMBAH DAN KESEMPATAN KERJA USAHATANI SUTERA ALAM PADA DUA BENTUK KEMITRAAN DI KABUPATEN GARUT PROPINSI JAWA BARAT OIeh : MUHLIS WINDARTO JURUSAN EMU-EMU SOSIAL EKONOiMI
Lebih terperinciRealisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2017 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG
Lebih terperinciRealisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2017 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
15 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi kambing Jawarandu yang tinggi
Lebih terperinciDALAM PENGEMBANGAN SERAT RAMI
DUKUNGAN IPB DALAM PENGEMBANGAN SERAT RAMI Tim IPB Asep Saefuddin (ketua), Suryahadi, Dwi Guntoro, Ibnu Katsir Amrullah, Agit K. dan Despal (anggota). Latar Belakang Ketergantungan akan sumber serat kapas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin
Lebih terperinciANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2017 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG
Lebih terperinciRealisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A. 2017 LAPORAN REALISASI (FISIK DAN KEUANGAN ) ANGGARAN KINERJA BERDASARKAN KOMPONEN BIAYA BELANJA TIDAK LANGSUNG DAN BELANJA LANGSUNG
Lebih terperincidan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya
Lebih terperinciAGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :
AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : 106 112 ISSN : 1411-1063 ANALISIS EFISIENSI EKONOMI USAHATANI LEBAH MADU DI DESA KALISARI, KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS Purwanto Badan Pelaksana Penyuluhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagaimana bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia menghadapi gelombang besar berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.
Lebih terperinci