V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemodelan Sistem Konfigurasi Sistem Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai pasok perusahaan yang dapat diakses melalui web. SPK Rantai Pasok Karet Alam ini dirancang menjadi suatu halaman situs yang diberi nama AGROGREENRUBBER. Agrogreenrubber terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu : Sistem Pengolahann Terpusat, Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemenn Dialog. Gambar 15 menggambarkan konfigurasi SPK dalam sistem Agrogreenrubber. Gambar 15. Konfigurasi SPK rantai pasok karet alam Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian dari sistem yang mengelola dan mengatur seluruh komponen, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara timbal balik dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat berfungsi sebagai koordinator dan pengendalian dari operasi Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam. Sistem Pengolahan Terpusat bertujuan mengorganisasikan dan mengendalikan seluruh komponen sistem, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara dua arah dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat Agrogreenrubber divisualisasikan dalam bentuk Menu Utama yang terdiri dari Basis Data Statis, Basis Data Dinamis, dan Basis Model. Sistem Manajemenn Dialog merupakan bagian sistem yang memungkinkan pengguna dengan mudah berinteraksi dengan sistem. Sistem Manajemen Dialog dalam Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam menyediakan fasilitas interaktif antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Dialog merupakan fasilitas yang diberikan untuk 36

2 berkomunikasi antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem ini akan mempermudah pengguna dalam pemakaian program. Hal ini dikarenakan sistem yang dibuat user friendly. Sistem Manajemen Dialog perlu dirancang dengan tampilan menarik agar pengguna mudah mengerti dengan alur kerja penggunaan program serta membuat pengguna tidak merasa bosan. Selain itu, sistem Agrogreenrubber ini menggunakan bahasa Indonesia sehingga akan lebih memudahkan dalam pengoperasiannya. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut diantaranya input data, ubah data, dan hapus data. Sistem Manajemen Basis Data terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis data statis dan sistem manajemen basis data dinamis. Manajemen basis data merupakan salah satu komponen penting dari suatu sistem karena adanya perbedaan kebutuhan data. Sistem manajemen basis data statis Agrogreenrubber merupakan bagian sistem yang didalamnya terdiri dari basis data yang bersifat statis (tetap). Basis data ini digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap dan tidak dapat mengalami perubahan. Sementara, sistem manajemen basis data dinamis berisikan basis data yang dibutuhkan sebagai nilai input bagi sistem manajemen basis model. Sistem manajemen basis data dinamis harus memiliki kemampuan terhadap perubahan struktur dan isi elemen data. Dalam sistem ini hanya basis data statis saja yang digunakan karena pengguna tidak dapat mengubah, baik menambah maupun mengurangi atau menghapus data secara langsung. Agrogreenrubber dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP. Manajemen Basis Data Statis dirancang dengan menggunakan HTML (Hyper Text Markup Language) dan dibuka oleh Internet Explorer atau Web Browser lainnya yang diintegrasikan pada program utama. Manajemen Basis Data Dinamis dirancang dengan menggunakan MySQL dan bahasa pemrograman PHP. Sistem Manajemen Dialog dirancang dengan menggunakan Dreamweaver CS5 (Adobe Systems 2010). Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk perhitungan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian dari sistem dalam Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Karet Alam yang memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan. Sistem ini meliputi berbagai formulasi matematika sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan (decision making). Sistem Manajemen Basis Model yang dikembangkan terdiri dari : 1) Model Produk Olahan Karet Alam Prospektif Model produk prospektif merupakan model yang digunakan untuk menentukan jenis olahan karet alam yang akan diprioritaskan produksinya sehingga mengurangi resiko memproduksi produk yang tidak memberikan keuntungan. Metode yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil daripada sub model ini adalah jenis produk olahan karet alam yang patut dipertimbangkan dan diprioritaskan produksinya. Kriteria yang digunakan untuk model ini adalah adalah potensi produk di pasaran, ketersediaan sarana produksi, ketersediaan SDM yang terampil, keuntungan, dan nilai tambah. Semua nilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus MPE dan dijumlahkan untuk setiap alternatif. Diagram alir deskripsi Model Pemilihan Produk Prospektif disajikan pada Gambar

3 Gambar 16. Diagram alir deskripsi model produk prospektif 2) Model Konsumen Potensial Model konsumen potensial merupakan model yang digunakan untuk menentukan konsumen yang akan diprioritaskan penjualannya sehingga mengurangi resiko penjualan produk ke konsumen yang memberikan penawaran terendah dan potensi pembelian sedikit. Sama seperti model sebelumnya, metode yang digunakan adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil daripada sub model ini adalah konsumen karet alam yang patut dipertimbangkan. Kriteria yang digunakan untuk model ini adalah adalah potensi permintaan konsumen, kemudahan menjangkau konsumen, ketersediaan sarana dan prasarana, penawaran harga, dan biaya distribusi. Semua nilai yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus MPE dan dijumlahkan untuk setiap alternatif. Diagram alir deskripsi Model Pemilihan Konsumen Potensial disajikan pada Gambar 17. Gambar 17. Diagram alir deskripsi model pemilihan konsumen potensial 38

4 3) Model Strategi Pemilihan Plasma Unggul Model ini digunakan untuk menentukan strategi-strategi untuk memilih plasma unggul. Model ini juga menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dimana metode tersebut digunakan untuk menganalisis alternatif-alternatif pemilihan plasma unggul berdasarkan : a) Level Faktor : lokasi pemeliharaan, sarana dan prasarana, jumlah anggota plasma, kualitas lateks, teknologi dan keuletan. b) Level Aktor : petani karet, perusahaan inti, RLPS. c) Level Alternatif: lokasi pemeliharaan yang sesuai dengan topografi, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, jumlah anggota mitra yang efisien, memberikan pelatihan, memelihara sesuai prosedur dimulai dengan merawat tanaman karet lalu memanen lateks dan menyaringnya. Adapun keluaran dari model ini adalah urutan alternatif strategi pemilihan plasma unggul yang disajikan pada Gambar 18. Gambar 18. Diagram alir deskripsi model strategi pemilihan plasma unggul 4) Model Pengukurann Kinerja Rantai Pasok Perusahaan Model ini digunakan untuk memilih metrik-metrik yang akan digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan. Model pengukuran kinerja menggunakan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dengan pendekatan GSCOR dimana metode ini menganalisis alternatif-alternatiff metrik pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan : a) Level Faktor : pengadaan, produksi, pengolahan, pengiriman, pengelolaan lingkungan. b) Level Parameter Kinerja : nilai tambah, kualitas, resiko. c) Level Atribut Kinerja : reliabilitas, responsivitas, biaya, aset, pemanfaatan limbah. Gambar 19 menyajikan diagram alir deskripsi model pengukurann kinerja rantai pasok perusahaan. 39

5 Gambar 19. Diagram alir deskripsi model pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan Model Agrogreenrubber mengintegrasikan sistem dengan memasukkan pendapat pakar yang keluarannya akan menjadi komponen sistem penunjang keputusan. Keluaran dari pengolahan data tersebut merupakan hasil dari pengkombinasian sistem dan nilai yang didapat dari pakar. Agrogreenrubber secara umum dapat digambarkan dengan sebuah diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program serta alur program secara keseluruhan. Secara garis besar program Agrogreenrubber mengolah dengan menggunakan beberapa metode, untuk pemilihan produk prospektif dan konsumenn potensial menggunakan metode MPE, untuk pemilihan plasma unggul menggunakan AHP, dan untuk menganalisis kinerja menggunakan AHP GSCOR Diagram Aliran Data Tahapan pemodelan sistem dalam perancangan sistem penunjang keputusan berguna untuk memberikan gambaran jelas dalam membangun dan menerapkan sistem secara fisik kepada pengguna. Pemodelan Agrogreenrubber dilakukan dengan pendekatan berarah fungsi yang terdiri atas pembuatan diagram aliran data atau data flow diagram (DFD). DFD memperlihatkan hubungan fungsional dari nilai yang dihitung oleh sistem termasuk nilai masukan, nilaii keluaran, serta tempat penyimpanan internal. Diagram aliran data adalah gambaran grafis yang memperlihatkan aliran data dari sumbernya dalam objek kemudian melewati suatu proses yang mentransformasinya ke tujuan lain (Nugroho 2002). Diagram ini akan membantu melihat sistem secara menyeluruh dan dijadikan suatu objek utuk penyusunan sistem. Menurut Sidarta (1995), alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dengan konsep dekomposisi yang dapat digunakan untuk penggambaran analisis maupun rancangan sistem yg mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program. Menurut Nugroho (2002) diagram aliran data terdiri atas empat unsur, yaitu proses, aliran data, entitas, dan data store. Proses adalah sesuatu yang melakukan transformasi terhadap data. Setiap proses harus memiliki sedikitnya satu masukan dan satu keluaran aliran data. Menurut Whitten et al. 40

6

7

8 5.2 Identifikasi Rantai Pasokan Karet Alam Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut meliputi aliran barang (produk) maupun aliran informasi dan aliran dana atau uang. Aliran barang merupakan bentuk fisik dari gambaran hubungan rantai pasokan. Dari aliran barang tersebut dapat diketahui pihak mana saja yang tidak terlibat langsung namun masih memiliki andil dalam kegiatan didalam rantai pasokan tersebut. Sebelum diterima konsumen, suatu produk jadi terlebih dahulu mengalami proses panjang dimulai dari berupa bahan mentah yang kemudian diolah dengan penambahan nilai pada setiap prosesnya. Pada umumnya aliran barang, bermula dari tahapan awal rantai pasokan menuju ke pengguna akhir. Sementara aliran informasi dan aliran uang bergerak berlawanan dari aliran barang. Menurut Hugos (2006), secara sederhana sebuah rantai pasokan terdiri atas sebuah perusahaan, pemasok, serta pelanggan perusahaan tersebut. Umumnya anggota rantai pasokan terdiri atas produsen, distributor, retailer, pelanggan, serta penyedia layanan. Rantai pasokan karet alam terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktifitas nilai yang satu dengan nilai yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan karet alam di Indonesia berakhir sampai dengan eksportir. Selanjutnya eksportir tersebut memasarkannya dengan mengekspor karet alam ke Amerika, Jepang, Cina, Singapur, dan Jerman. Anggota utama rantai pasokan karet alam di Indonesia terdiri dari pemasok, pendistribusi, pengolah, dan konsumen (pasar). Pada PT. Condong Garut, petani kebun karet bertugas sebagai pemasok bahan baku, pemanen lateks, pengumpul dan penyaring lateks dan juga pendistribusi lateks ke pabrik. Pabrik sebagai pengolah bertugas untuk melakukan pemrosesan RSS dan Brown Crepe. Karet alam yang sudah diproses akan dipasarkan kepada para pengumpul dan eksportir. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan karet alam yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan karet alam disajikan pada Gambar 24. Keterangan : 1. Penyedia sarana produksi untuk petani 2. Pemanen lateks dan budidaya 3. Pengumpul dan penyaring lateks 4. Pabrik pengolah lateks Gambar 24. Pola aliran rantai pasokan karet alam 7. Konsumenn luar negeri 8. Aliran barang 9. Aliran finansial 10. Aliran informasi 11._.. _ Caku alam PT. Condong Garut 12._. _ Cakup upan rantai pasok karet pan rantai pasok karet 5. Pengumpul karet alam alam Indonesia 6. Eksportir karet alam 43

9 Aliran rantai pasokan karet alam dimulai dari petani sebagai pemasok bahan baku karet alam. Hasil panen dari petani akan dikumpulkan dan disaring terlebih dahulu sebelum dikirim. Mekanisme pengiriman lateks dilakukan ketika lateks sudah terkumpul dan tersaring kemudian langsung dikirim ke pabrik pengolahan. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan lateks kepada pabrik adalah dengan menggunakan truk. Karet alam yang dihasilkan oleh pabrik dijual langsung ke pengumpul karet alam atau eksportir yang berada diluar wilayah kabupaten Garut. Eksportir karet alam yang membeli di PT. Condong Garut paling banyak berada di wilayah Jakarta. Karet alam akan diekspor ke Amerika, Jepang, Cina, Singapur, dan Jerman. Harga beli karet alam oleh pengumpul atau eksportir bergantung pada kualitas karet alam yang dipesan. Semakin baik kualitas karet alam, maka semakin mahal harga karet alam tersebut. Aliran finansial pada rantai pasokan karet alam terjadi dari pengekspor karet alam ke pengumpul karet alam atau langsung ke pabrik pengolah lateks. Selanjutnya, aliran finansial dari pabrik diteruskan ke pengumpul lateks atau langsung ke petani. Pembayaran dari eksportir kepada pabrik atau pengumpul karet alam dilakukan secara tunai ataupun transfer antar bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Pabrik juga memberikan modal untuk melakukan budidaya tanaman karet. Setelah dari proses pemanenan, pengumpulan dan penyaringan, petani tersebut harus mengirim lateks ke pabrik tersebut, dan pabrik memberikan bonus kepada petani atas lateks yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak. Sistem komunikasi yang terjalin antara anggota primer dalam rantai pasokan karet alam sudah terintegrasi dengan baik. Aliran informasi terjadi pada pengekpor karet alam dan pengumpul karet alam atau langsung ke pabrik pengolah lateks. Selanjutnya dari pabrik ke pengumpul lateks atau langsung ke petani. Komunikasi antara pengekspor dengan pabrik menggunakan telepon untuk mengetahui harga yang berlaku dan tanggal pengiriman karet alam. Komunikasi antara pabrik dengan petani kebun karet berupa informasi tentang pembibitan, perawatan, pemanenan, dan kapasitas pengiriman lateks kepada pabrik. Komunikasi yang dilakukan antara petani dan pabrik biasanya dilakukan menggunakan telepon dan rapat atau musyawarah. Petani dan pabrik tersebut merupakan sebuah kemitraan yang sudah terintegrasi yang berada di daerah kawasan PT. Condong Garut. Hal yang dibahas dalam rapat atau musyawarah tersebut membahas penggunaan pupuk, bantuan sarana penunjang produksi, dan pelatihan budidaya. Komunikasi antar pabrik dan petani dilakukan secara informal seperti pihak pabrik mengunjungi langsung ke lahan perkebunan karet atau afdeling Anggota Rantai Pasok Pemasok lateks dan bahan penunjang produksi merupakan pemasok utama bahan baku dalam rantai pasokan karet alam ini. Prosesor dalam rantai pasokan ini adalah pabrik pengolah lateks yang menjadi anggota utama dari rantai pasokan. Selain bertanggung jawab dalam pembelian biji, pupuk, dan bahan pendukung lainnya, pabrik juga bertanggung jawab dalam pengolahan lateks menjadi produk olahan yaitu Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan pengolahan limbah padatnya seperti lump menjadi produk olahan yang punya nilai tambah yaitu Brown Crepe. Anggota terakhir dalam rantai pasokan ini adalah konsumen luar negeri, namun konsumen akhir dalam rantai pasok PT. Condong Garut adalah pengumpul dan eksportir karet alam. Kedua konsumen ini biasanya membeli produk yang sudah dipesan ataupun yang tersedia dalam stok pengaman di pabrik. Perusahaan pun mempunyai bentuk kerjasama yang telah disepakati dengan para konsumennya, berupa kontrak perjanjian tertulis. 44

10 5.2.2 Aktifitas Anggota Rantai Pasok Rantai pasokan dimulai ketika PT. Condong Garut menerima lateks dari semua afdeling dan memesan bahan pendukung produksi. Perusahaan melakukan pembelian dengan pemasok tanpa ikatan kontrak. Biasanya perusahaan memesan bahan pendukung seperti pupuk, amonia, asam semut, asam sulfat selama dua bulan sekali. Sedangkan pembelian biji karet dilakukan setahun sekali. Adanya prakiraan permintaan produksi yang dilakukan oleh perusahaan untuk merencanakan proses produksi, perusahaan menginformasikan kebutuhan lateks kepada setiap afdeling. Setiap afdeling mempunyai plasma unggul berdasarkan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) yang ada. TPH merupakan tempat pengumpulan dan penyaringan lateks oleh para plasma. Para plasma ini pun akan memberikan informasi kepada pabrik pengolahan atas jumlah lateks yang akan dikirim. Sebuah kelompok plasma beranggotakan antara 20 sampai 30 orang dimana orang-orang tersebut sudah dibagikan tugasnya seperti merawat tanaman karet, menyadap dan menyaring lateks. Jika lateks telah dikumpulkan, masing-masing plasma langsung mengirim lateks tersebut ke pabrik pengolahan. Proses selanjutnya adalah penerimaan bahan baku dan pengukuran kadar karet kering. Penerimaan lateks di pabrik dilakukan selama 1 jam dan dilihat nilai kadar karet kering yang diterima sehingga jumlah produksi karet alam pun dapat diestimasi. Selanjutnya dilakukan pengenceran dan koagulasi, penggilingan, pengasapan, sortasi, dan pengepakan. Sortasi yang dilakukan perusahaan masih manual, yaitu dengan menggunakan tangan dan gunting. Jumlah lateks yang diolah menjadi RSS didasarkan pada persediaan produk, bukan permintaan. Namun jika dirata-ratakan, kapasitas produksi per harinya adalah 4 ton per hari. Seluruh kegiatan pengolahan lateks menjadi RSS dilakukan oleh perusahaan, begitu juga pengolahan limbah yang mempunyai nilai tambah yaitu pengolahan lump menjadi Brown Crepe. Kedua produk olahan ini pun disortasi berdasarkan standar mutu yang ada, sehingga mempunyai beberapa produk prospektif yang dibutuhkan oleh konsumen. Semakin tinggi kualitas karet alam, maka semakin tinggi harga jual dan nilai tambahnya. Karena ada berbagai jenis produk yang dihasilkan, konsumen dapat memesan karet alam sesuai kebutuhan dan pabrik pun dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Konsumen, eksportir, dan pengumpul dapat membeli produknya melalui kontrak tertulis, ataupun ketika mereka membutuhkan produk dan biasanya dilakukan setiap awal semester. Pengiriman produk kepada konsumen dilakukan menggunakan truk. Sementara uang dari konsumen dilakukan pembayaran secara tunai atau transfer antar bank Sistem Transaksi Sistem transaksi yang diterapkan di dalam rantai pasokan karet alam cukup sederhana. Pada gudang penyimpanan, transaksi jual-beli antara produsen dan konsumen dapat berlangsung secara cash and carry, yaitu konsumen membayar langsung kepada perusahaan dan mendapatkan langsung produk yang diinginkan. Sementara pada lingkungan eksportir dan pengumpul, transaksi penjualan umumnya menggunakan invoice atau faktur penjualan. Pelunasan pembayaran dari faktur tersebut umumnya dibayar setelah rentang waktu maksimal tiga bulan. Pembayaran seperti ini digunakan untuk setiap pembelian tetap yaitu eksportir atau pengumpul yang memesan karet alam, dan pasti akan membelinya setelah produk sudah siap dikirim. Sistem transaksi seperti ini dilakukan dengan kesepakatan antara pihak eksportir atau pengumpul dan perusahaan terlebih dahulu pada setiap awal semester. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Kesepakatan kedua belah pihak disampaikan melalui media suara dan adanya perjanjian tertulis, dan dalam pelaksanaannya tidak 45

11 pernah mengalami perma pemesan kontrak. Di samping itu, a tetap). Jika produksi kare menjualnya kepada kons seperti pemesan kontrak, telepon Kemitraan Dalam Rantai Pasok asalahan. Setelah diproduksi, karet alam tersebut kemudian dikirim kepada ada juga konsumen yang membeli karet alam secaraa tidak menentu (tidak et alam melebihi pemesanan dari pemesan kontrak, maka perusahaan akan sumen lain dengan melakukan penawaran terlebih dahulu. Hampir sama, perusahaan melakukan penawaran kepada konsumen tidak tetap melalui Pola kemitraan yang dianut oleh perusahaan ini adalah inti plasma. Inti plasma merupakan salah satu hubungan kemitraan antara kelompok mitra sebagai plasma, dalam hal ini yaitu petani kebun karet dengan industri pengolahan selaku perusahaan inti. Menurut Hafsah (2000), salah satu keunggulan dari pola inti plasma adalah dapat memberikan manfaat timbal balik dari perusahaan besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma. Manfaat tersebut diperoleh melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan hasil dan pemasaran, dengan begitu perusahaan besar telah membagi resiko hasil serta peluang bisnis dengan pengusaha kecil sebagai plasma. Pada kemitraan ini, perusahaan memiliki beberapa tugas dan tanggung jawab, yaitu berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana penunjang produksi, memberikan upah yang layak, dan memberikan bonus atas produktivitas yang telah dilakukan, sedangkan petani bertanggung jawab dalam pembudidayaan, perawatan dan pemeliharaan, sampai pemanenan, kemudian petani mengirim hasil panennya ke perusahaan inti. Sementara itu, kemitraan yang terjalin antara petani kebun karet (plasma) terjadi di dalam kelompok. Satu kelompok biasanya terdiri atas orang petani kebun karet yang mempunyai hubungan kekerabatan atau kedekatan tempat tinggal. Tidak semua petani bertugas untuk budidaya tanaman karet, tetapi ada juga yang memanen lateks dan mengumpulkan sekaligus menyaringnya. Luas total area perkebunan PT. Condong Garut adalah 2, Ha (Gambar 25). Untuk jenis tanaman yang sudah menghasilkan memiliki luas area 1, Ha dan jumlah pohon sebanyak 465,224. Sedangkan tanaman yang belum menghasilkan memiliki luas Ha dan jumlah pohon sebanyak 311,796. Sedangkan sisanya adalah lahan opening seluas Ha, lahan entres 3.65Ha, dan lahan pembibitan Ha. Tanaman Menghasilkan Tanaman Belum Menghasilkan OPENING ENTRES Pembibitan Gambar 25. Area perkebunan karet PT. Condong Garut 46

12 5.2.5 Resiko Rantai Pasok Resiko rantai pasokan pada komoditas karet alam ini dibagi menjadi dua, yaitu resiko operasional serta resiko lingkungan dan kebijakan. Resiko operasional merupakan resiko yang terjadi berupa masalah teknis, dan pada umumnya disebabkan oleh cuaca, penyakit tanaman karet dan serangan binatang, serta kesalahan dari sumber daya manusia. Resiko operasional ini sangat mempengaruhi hasil produksi, seperti adanya jamur pada pohon karet sehingga mempengaruhi kualitas lateks, kadar karet kering menurun akibat cuaca sedang hujan, atau kuantitas lateks yang rendah akibat kesalahan pemanenan yang dilakukan pekerja. Di setiap tahapan kegiatan pemeliharaan dan pengolahan memang rentan dengan kesalahan dan kerugian, namun jika SDM yang menanganinya terampil dan teliti, hal itu dapat diminimalisir. Resiko kebijakan dan lingkungan merupakan faktor eksternal yang sifatnya tidak pasti. Resiko ini umumnya berasal dari Pemerintah sebagai penentu kebijakan Negara. Contoh dari resiko ini adalah kenaikan harga BBM atau Tarif Dasar Listrik dan kebijakan pemerintah mengenai peraturan lalu lintas barang dan jasa. 5.3 Green Map Rantai Pasok Ribbed Smoked Sheet Analisis Seven Green Wastes Pada setiap proses rantai pasokan pada agroindustri karet yang berada di Garut ini dilakukan analisis mengenai tujuh sumber pembangkit limbah. Wills (2009) dalam bukunya Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win membagi limbah pada suatu perusahaan ke dalam tujuh jenis yang kemudian dikenal dengan seven green wastes, ketujuh seven green wastes tersebut di antaranya adalah energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas. Masingmasing tahapan proses dilakukan identifikasi terhadap seven green wastes yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya dan produksi yang termasuk dalam proses inti pada mekanisme rantai pasok. Energi seringkali didefinisikan dalam ruang lingkup aktivitas yang luas, namun di dalam permasalahan ini, limbah energi yang dimaksudkan adalah penggunaan listrik, bahan bakar, peralatan elektronik, mesin, dan perlengkapan bangunan atau gedung, yang mencakup berbagai macam alat penerangan dan pengamanan. Penggunaan air sama layaknya dengan penggunaan energi, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam suatu aktivitas bisnis. Dalam konsep seven green wastes penggunaan air yang berasal dari sumber mata air maupun perusahaan air diharapkan dapat diminimalisir, namun disisi lain penggunaan air hujan dan air daur ulang yang didapatkan secara gratis diharapkan dapat dijadikan solusi pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya air. Penggunaan material dalam konsep seven green wastes adalah keseluruhan bahan material input yang digunakan untuk menghasilkan produk output akhir. Sedangkan sampah atau garbage yang dimaksud dalam konsep ini adalah seluruh hasil samping dari proses kegiatan produksi. Ide dari konsep green wastes adalah untuk meniadakan jenis limbah ini, sehingga tidak ada limbah atau wastes yang dihasilkan. Konsep meminimalisasi perpindahan dan transportasi yang terjadi dalam proses kegiatan ekonomi merupakan hal penting yang juga menjadi fokus dalam analisis seven green wastes. Perpindahan dan transportasi dianggap tidak diperlukan, karena dapat meningkatkan biaya produksi pada keseluruhan aktivitas. Emisi berkontribusi terhadap peningkatan jumlah polutan di alam dan berdampak pada lingkungan secara keseluruhan. Sumber emisi dalam aktivitas industri dapat berasal dari semua kegiatan yang menggunakan energi, baik itu bahan bakar maupun listrik. Konsep jenis limbah biodiversitas adalah sejumlah ganti rugi yang harus dibayarkan pelaku kegiatan ekonomi atas perusakan atau perubahan biodiversitas yang terjadi akibat aktivitas kegiatan yang dilakukan. Jenis perusakan biodiversitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu perusakan secara langsung (one-time destruction) atau penghancuran, dan perusakan secara bertahap (continual destruction). 47

13 Sumber emisi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu scope 1, 2 dan 3. Scope 1 adalah emisi karbon dari kegiatan di mana perusahaan punya kendali penuh, seperti pengoperasian boiler, genset atau alat atau fasilitas lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil termasuk kendaraan milik perusahaan untuk transportasi orang atau barang. Sumber lainnya bisa dari proses produksi yang mengemisikan gas-gas rumah kaca (GRK) lainnya, seperti CH 4, PF dan lain-lain seperti disajikan pada Tabel 8. Untuk mengukur emisi karbon yang dikeluarkan oleh perusahaan pada scope 1 dibutuhkan data jumlah bahan bakar fosil yang digunakan. Jenis Bahan Tabel 8. Daftar Gas Rumah Kaca (GRK) dan GWP Rumus Kimia GWP Jenis Bahan Rumus Kimia GWP CO 2 CO 2 1 HFC-23 CHF3 11,700 Methane CH 4 21 HFC-236fa C3H2F6 6,300 Nitrous oxide N 2 O 310 HFC-143a C2H3F3 3,800 Perfluoroethane C2F6 9,200 HFC-134a CH2FCF3 1,300 Perfluoropenthane C5F12 7,500 HFC-134 C2H2F4 1,000 Perfuorohexane C6F14 7,400 HFC-32 CH2F2 650 Sulphur hexaluoride SF 6 23,900 HFC-41 CH3F 150 Sumber : Climate change (1995) Scope 2 adalah emisi yang berasal dari energi yang dibeli atau didatangkan dari luar, seperti energi listrik yang dipakai oleh perusahaan dalam kegiatan produksinya dari PLN atau steam dari pemasok luar. Pada pengukuran emisi yang yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk scope 2 diperlukan data jumlah listrik (dalam kwh) yang digunakan oleh perusahaan pada kegiatan produksinya. Sedangkan scope 3 adalah emisi yang berasal dari kegiatan pemasok yang memasok barang ke perusahaan kita. Biasanya emisi dari scope 3 ini jarang dihitung, selain karena faktor kesulitan dalam akses data juga karena jumlahnya yang relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis ini diketahui bahwa penggunaan energi dan air hanya terdapat pada proses kegiatan pembibitan. Energi yang digunakan berasal dari penggunaan pompa air untuk pengairan bibit tanaman dan penggunaan listrik pada kantor pengawasan pembibitan, yang juga merupakan kantor afdeling di lokasi pembibitan terkait. PT. Condong Garut menggunakan air yang bersumber dari gunung disekitar lokasi perkebunan untuk memenuhi kebutuhan air pada kegiatan pembibitan dan proses pengolahan karet di pabrik pengolahan. Sampah atau garbage yang dihasilkan dari kegiatan pembibitan terdiri atas sampah hasil penggunaan polybag pada proses penyemaian. Sedangkan emisi yang dihasilkan berasal dari hasil konversi penggunaan energi listrik pada proses kegiatan pembibitan. Perhitungan emisi yang dilakukan mengacu pada surat edaran Menteri ESDM No. 3783/21/600.5/2008, dimana faktor konversi untuk mengubah energi listrik menjadi jumlah emisi CO yang dihasilkan sebesar kg/kwh. Sedangkan faktor konversi konsumsi solar menjadi emisi CO 2 berdasarkan DEFRA dan DECC (2010) adalah sebesar kg/liter. Melalui perhitungan ini didapatkan jumlah emisi per bulan pada proses pembibitan sebesar 1,631 kg CO 2 per bulan. Sedangkan luas areal biodiversitas yang digunakan pada proses pembibitan mencapai 194 Ha, yang mencakup luas areal lokasi pembibitan di afdeling Bokor, Cisonggom, Cirejeng, dan Cikadongdong. Pada proses kegiatan perawatan TBM dan TM material yang digunakan adalah berupa kebutuhan pupuk dan obat-obatan tanaman. Proses pemanenan menghasilkan garbage wastes berupa lumb mangkuk yang berasal dari kebun. Sedangkan proses penyaringan menghasilkan garbage wastes berupa ranting dan daun hasil penyaringan lateks. Pada proses kegiatan shipping, emisi yang 48

14 dihasilkan berasal dari penggunaan bahan bakar solar pada proses pengiriman hasil lateks dari TPH kebun ke pabrik pengolahan. Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah pada proses kegiatan budidaya karet alam selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Jenis Limbah Tabel 9. Hasil analisis seven green wastes pada proses budidaya* Pembibitan Perawatan TBM Perawatan TM Proses Kegiatan Pemanenan Penyarin gan Shipping Energi (kwh)** 1, ,830 Air (liter) Bahan (kg) 2,359 53,671 75, ,836 Sampah (kg) , ,334 Transportasi (km) ,700 2,769 Emisi (Kg CO 2 )** 1, ,426 3,094 Biodiversity (Ha) ,759 0,02 0,01 0 2,715 Sumber : Panji (2012) *Disajikan dalam jumlah limbah per bulan **Didapat Secara Teoritis Total Selanjutnya, hasil analisis seven green wastes yang terdiri dari energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas di masing tahapan proses produksi ribbed smoked sheet dan brown crepe pada PT. Condong Garut. Konsep dari green stream map sendiri adalah mengupayakan limbah hasil samping dari proses produksi dapat ditekan dan diminimalisasi jumlahnya karena kuantitas limbah yang dihasilkan mencerminkan seberapa besar produktivitas pada suatu industri atau perusahaan, semakin kecil limbah yang dihasilkan hal tersebut diartikan bahwa produktivitas hijau pada suatu industri atau perusahaan semakin baik, begitu juga dengan sebaliknya semakin besar jumlah limbah yang dihasilkan hal tersebut mengartikan bahwa produktivitas hijau di suatu industri atau perusahaan semakin buruk. Tabel 10 menyajikan hasil analisis seven green wastes untuk produk ribbed smoked sheet. Jenis Limbah Tabel 10. Hasil analisis seven green wastes produksi ribbed smoked sheet Penerimaan Bahan Baku Pengenceran dan Koagulasi Proses Kegiatan (dalam 1x produksi) Penggilingan Pengasapan Sortasi Pengepakan Total Energi (kwh)* Air (liter) 0 8, , , Bahan (kg) Sampah (kg) Transportasi (km) Emisi (Kg CO 2 )* Biodiversity (Ha) Sumber : Wiguna (2012) *Didapat secara teoritis 49

15 5.3.2 Green Stream Map Menurut Wills (2009), terdapat tiga langkah untuk membuat curren-state green stream map. Langkah pertama adalah pemetaan value stream, langkah kedua mengenai pengamatan dan identifikasi setiap proses, langkah ketiga mengenai identifikasi dan pengukuran seven green wastes dalam aktivitas value stream serta proses penggambaran ke dalam green stream map. Pada penelitian ini telah dilakukan analisis setiap proses pada peta value stream, dan telah didapatkan aliran data dan material dalam value stream. Berdasarkan data yang didapatkan, aliran kebutuhan material dimulai dengan kebutuhan biji karet sebesar satu juta bibit per tahun dan kebutuhan lateks kebun sebesar 428,557 liter lateks per bulan sehingga prakiraan kebutuhan karet sebesar 120 Ton per bulan dapat terpenuhi. Kebutuhan bibit ini dipenuhi dari pemasok bibit yang berasal dari daerah Subang dan Sukabumi. Gambar 26 merupakan hasil pemetaan seluruh aktivitas aliran material pada rantai pasok RSS di PT. Condong Garut. Berdasarkan Gambar 26, pada proses kegiatan budidaya karet alam terdapat jenis-jenis limbah yang dapat dieliminasi karena dinilai dapat ditolerir oleh lingkungan, diantaranya limbah dedaunan dan ranting pada proses penyaringan serta limbah lumb mangkuk sisa proses pemanenan. Ranting dan dedaunan yang tersaring pada proses kegiatan penyaringan lateks sebenarnya dapat diabaikan, mengingat jenis sampah ini merupakan sampah yang dapat didegradasi oleh lingkungan secara keseluruhan. Sedangkan lumb mangkuk dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe. Berdasarkan hasil analisis tujuh indikator penilaian pada green stream map rantai pasok RSS di PT. Condong Garut menunjukan bahwa untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebesar 120 ton/bulan, dibutuhkan energi berupa listrik sebesar 14,530 Kwh, air sebanyak 1,289 m 3, material yang terbuang sebanyak 132,961 Kg, sampah sisa hasil produksi sebesar 147,353.6 Kg, transportasi yang ditempuh 2, Km dan emisi yang ditimbulkan sebesar 3,096.2 Kg CO 2. Ketujuh indikator penilaian tersebut kemudian diukur di tiap tahapan prosesnya, mulai dari kegiatan budidaya tanaman karet sampai menghasilkannya RSS. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tahapan proses setelah penyaringan dan pengiriman lateks maka untuk memproduksi ribbed smoked sheet di PT. Condong Garut terdiri dari stasiun penerimaan bahan baku berupa lateks, stasiun pengenceran dan koagulasi, stasiun penggilingan, stasiun pengasapan, stasiun sortasi dan stasiun pengepakan. Pada Gambar 26 dijelaskan bahwa waktu proses produksi atau cycle time di stasiun penerimaan bahan baku dalam satu kali produksinya adalah sebesar 1 jam. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan atau change over yang ada pada stasiun penerimaan bahan baku menuju stasiun berikutnya sebesar 0 jam, hal ini karena proses yang berlangsung bersifat kontinyu atau tidak bersifat batch, sehingga bahan yang masuk langsung dialirkan menuju stasiun berikutnya. Energi listrik yang dibutuhkan setiap harinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari (konversi dari total 120 ton/bulan) membutuhkan rata-rata energi sebesar 3.33 Kwh. Energi listrik tersebut digunakan untuk menganalisis KKK (Kadar Karet Kering) lateks yang dihasilkan dari afdeling atau kebun. Pada stasiun penerimaan bahan baku tidak diperlukan air karena aktivitas yang terjadi pada stasiun penerimaan bahan baku hanya menganalisis KKK saja. Bahan-bahan yang diterima berupa lateks pada stasiun penerimaan bahan baku pun diasumsikan tidak ada yang terbuang karena semua bahan seluruhnya diterima dan dialirkan menuju stasiun berikutnya. Indikator transportasi bernilai 0 karena tidak dibutuhkan kendaraan angkut pada stasiun penerimaan bahan baku. Adapun untuk emisi gas yang dikeluarkan dari stasiun penerimaan bahan baku sebesar 2,967 Kg CO 2. Besaran emisi tersebut merupakan hasil konversi dari pemakaian energi listrik pada stasiun penerimaan bahan baku. Adapun untuk biodiversitas untuk semua tahapan proses tidak dilakukan pengukuran karena sulit menemukan rekam jejak kondisi alam sekitar di tahun-tahun sebelumnya. 50

16

17 Hasil analisis pada stasiun pengenceran dan koagulasi pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengenceran dan koagulasi sebesar 4 jam. Waktu 4 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses penggumpalan lateks yang sebelumnya diencerkan dengan menggunakan air menjadi koagulum. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengenceran dan koagulasi menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 1 jam. Energi yang dibutuhkan pada proses pengenceran dan koagulasi perharinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari rata-rata sebesar 200 Kwh. Energi ini diperlukan untuk memompa air yang kemudian air tersebut digunakan untuk mengencerkan lateks agar mencapai kadar 15%. Air yang dibutuhkan dalam proses pengenceran lateks sebesar 8, liter/hari. Material atau bahan berupa yang terbuang pada proses pengenceran dan koagulasi lateks berkisar 45 liter/hari. Material tersebut terbuang disebabkan karena pada proses penyaringan lateks terdapat sisa-sisa lateks pada wadah saring yang bercecer ke lantai. Sampah yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi diasumsikan 0 kg karena hampir tidak ada sampah yang ditimbukan pada tahapan proses tersebut. Untuk transportasi pun nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi adalah sebesar 712,8 Kg CO 2 /hari. Sama seperti stasiun sebelumnya emisi didapatkan dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan pada stasiun pengenceran dan koagulasi. Hasil analisis pada stasiun penggilingan pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan penggilingan adalah sebesar 5 jam. Waktu 5 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses menggiling koagulum yang telah dihasilkan dari proses pengenceran dan koagulasi. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun penggilingan menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 2 jam. Energi yang dibutuhkan pada proses penggilingan perharinya untuk memproduksi ribbed smoked sheet sebanyak 4 ton/hari rata-rata sebesar 170 Kwh. Energi ini diperlukan untuk menggerakan mesin giling ribbed smoked sheet. Air yang dibutuhkan dalam proses penggilingan berkisar 7,000 liter/hari. Material atau bahan berupa yang terbuang pada proses penggilingan bernilai 0 liter karena semua bahan berupa koagulum dapat dikonversi menjadi sheet basah. Sampah yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi diasumsikan 0 kg karena hampir tidak ada sampah yang ditimbukan pada tahapan proses tersebut. Untuk transportasi pun nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengenceran dan koagulasi adalah sebesar Kg CO 2. Sama seperti stasiun-stasiun sebelumnya emisi didapatkan dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan pada stasiun pengenceran dan koagulasi. Hasil analisis pada stasiun pengasapan pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengasapan adalah sebesar 120 jam. Waktu 120 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses mengasapkan sheet basah hasil proses penggilingan agar kadar air nya menjadi lebih berkurang. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengasapan menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 2 jam. Pada proses pengasapan ini tidak diperlukan energi listrik, sehingga kebutuhan energi listriknya bernilai 0 Kwh. Begitu pula dengan air, pada proses pengasapan ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahan yang terbuang pada proses pengasapan bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet basah dapat dikonversi menjadi sheet kering. Sampah berupa abu yang ditimbulkan dari proses pengasapan diasumsikan 10% dari kayu bakar yang digunakan untuk menghasilkan asap, yakni sebesar 30 kg/hari. Untuk transportasi nilainya 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses pengasapan adalah sebesar Kg NO x dan SO x. 52

18 Hasil analisis pada stasiun sortasi pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan sortasi adalah sebesar 6 jam. Waktu 6 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses grading sheet kering yang dihasilkan dari proses pengasapan menjadi mutu yang beragam, diantaranya RSS I, RSS III dan cutting. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun sortasi menuju stasiun berikutnya adalah rata-rata 1 jam. Pada proses sortasi ini tidak diperlukan energi listrik, sehingga kebutuhan energi listriknya bernilai 0 Kwh. Begitu pula dengan air, pada proses sortasi ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahanyang terbuang pada proses sortasi bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet kering dapat dikonversi menjadi RSS I, RSS III atau cutting. Sampah yang ditimbulkan dari proses sortasi juga bernilai 0 kg/hari karena tidak ditimbulkan sampah pada proses tersebut. Untuk transportasi bernilai 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses sortasi bernilai 0 ton CO 2 /hari karena di dalam aktivitasnya tidak membutuhkan energi. Hasil analisis pada stasiun pengepakan dan inventory pada Gambar 26 menunjukan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melalui tahapan pengepakan adalah sebesar 6 jam. Waktu 6 jam ini adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses mengepakan ribbed smoked sheet yang telah disortir menjadi bentuk bal-bal dengan berat 113 kg/bal. Waktu pemindahan bahan atau change over dari stasiun pengepakan menuju gudang adalah rata-rata 1 jam. Pada proses pengepakan energi listrik yang dibutuhkan untuk meggerakan mesin pengepepak ribbed smoked sheet adalah sebesar 50 Kwh. Adapun air, pada proses pengepakan ini tidak memerlukan air, sehingga kebutuhan air bernilai 0 liter/hari. Material atau bahan yang terbuang pada proses pengepakan bernilai 0 kg karena semua bahan berupa sheet kering dapat dikonversi menjadi bal-bal RSS I, RSS III atau cutting. Sampah yang ditimbulkan dari proses sortasi juga bernilai 0 kg/hari karena tidak ditimbulkan sampah pada proses tersebut. Untuk transportasi bernilai 0 km dikarenakan tidak dibutuhkan kendaraan angkut yang memerlukan bahan bakar pada tahapan proses tersebut. Adapun emisi yang ditimbulkan dari proses sortasi bernilai Kg CO 2, sama seperti stasiun-stasiun sebelumnya nilai tersebut di dapat dari hasil konversi energi listrik yang dibutuhkan dalam tahapan proses pengepakan. 5.4 Implementasi Sistem Perangkat Lunak Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dirancang dalam sebuah paket program komputer berbasis web yang diberi nama AGROGREENRUBBER. Model Agrogreenrubber dirancang untuk dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan rantai pasok agroindustri karet alam. Pengguna program ini adalah pihak perusahaan inti yang menjadi prosesor dalam rantai pasokan. Selain itu, pihak-pihak yang terkait ataupun tidak dapat memanfaatkan program ini, diantaranya para petani kebun karet dan pemerintah. Keluaran yang dihasilkan dari program ini adalah rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam memilih produk, konsumen, dan plasma terbaik. Selain itu, pengguna program ini akan mendapatkan gambaran mengenai teknologi proses, budidaya tanaman karet, dan aliran rantai pasokan agroindustri karet alam. Ruang lingkup analisis permasalahan disajikan dalam bentuk sub model. AGROGREENRUBBER menyediakan model analisis diantaranya analisis produk prospektif, analisis konsumen potensial, analisis penentuan strategi pemilihan plasma terbaik, dan analisis pembobotan atribut untuk pengukuran kinerja. Analisis-analisis tersebut bertujuan untuk mempermudah pengguna melakukan pengambilan keputusan dalam memperbaiki rantai pasok untuk mengefisienkan waktu dan biaya sehingga diperoleh keuntungan maksimal. AGROGREENRUBBER terbagi ke dalam 5 bagian 53

19

20

21 Skala Keterangan 1 Sangat tidak penting 2 Tidak Penting 3 Sama Penting 4 Penting 5 Sangat Penting

22

23

24

25

26

27

28 indikator yang dimasukkan dalam penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan model SCOR. Selain itu, dimensi pengukuran kinerja dalam penelitian ini juga ditambahkan dengan aspek lingkungan dikarenakan menggunakan pendekatan SCOR yang berbasis green. Pendekatan GSCOR digunakan untuk merancang pengukuran kinerja rantai pasokan karet alam dikarenakan selama ini pengukuran kinerja belum memperhatikan aspek lingkungan Proses Bisnis Rantai Pasok Karet Alam Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses bisnis rantai pasokan yang terjadi. Menurut Supply Chain Council (2006), dalam SCOR Model proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), dan pengembalian (Return). Pada rantai pasokan karet alam di PT. Condong Garut, proses bisnis ini disesuaikan dan mengacu model GSCOR sehingga terdiri atas perencanaan (Plan), pengadaan (Source), produksi (Make), distribusi (Deliver), dan pengelolaan lingkungan. 1) Perencanaan (Plan) Proses ini merupakan proses merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. Perencanaan diarahkan untuk pengembangan strategi dalam mengatur seluruh sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. 2) Pengadaan (Source) Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi, komunikasi, penerimaan barang, inspeksi, verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. Umumnya proses ini dilakukan oleh bandar, usaha dagang dan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan petani baik secara individu maupun kelompok yang dipercaya dapat memasok produk yang dibutuhkan sesuai dengan standar mutu. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga dan pengiriman, pembayaran kepada pemasok dan menjaga hubungan baik. 3) Produksi (Make) Produksi merupakan faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok. Budidaya merupakan proses produksi karet alam yang membutuhkan ketersediaan sarana produksi baik alat sadap, pupuk, bibit, desinfektan, dan lain-lain. 4) Distribusi (Deliver) Pengiriman merupakan sebuah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik dari produk karet alam yang berada dalam satu jalur rantai pasok. Manajemen pengiriman barang didahului komunikasi pendahuluan terutama informasi mengenai harga, jumlah, kualitas, dan frekuensi yang harus dikirimkan. Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan melalui telepon. 5) Pengolahan (Process) Kegiatan pengolahan mencakup kegiatan pemanenan, penyaringan, produksi, sortasi, pengepakan, dan persiapan pengiriman. 6) Pengelolaan lingkungan 63

29 Pengelolaan lingkungan merupakan suatu kerangka kerja untuk mengenal, mengukur, mengelola, dan mengontrol dampak-dampak lingkungan secara efektif yang diakibatkan oleh agroindustri karet alam. Pengelolaan lingkungan perlu diterapkan karena untuk mencegah adanya polusi dan pencemaran lingkungan yang diakibatkan industri tersebut Faktor Peningkatan Kinerja 1) Nilai Tambah Nilai tambah masing-masing produk pada masing-masing pelaku rantai pasok karet alam berbeda-beda, bergantung pada aktivitas pengolahan yang dilakukan. Sebagai gambaran, nilai tambah produk RSS di perusahaan berbeda dengan nilai tambah produk RSS yang dijual kembali oleh konsumen perantara kepada konsumen akhir dan eksportir. Besarnya nilai tambah produk menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok. 2) Resiko Resiko merupakan hal penting untuk diperhitungkan agar dalam rantai pasok tidak menanggung kerugian hanya di satu pihak. Pada pabrik, resiko yang dihadapi adalah karet yang dihasilkan banyak yang cacat yang disebabkan oleh cuaca basah sehingga kualitas lateks menurun. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan inti. 3) Kualitas Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok karet alam untuk mendukung strategi akan diferensiasi, biaya rendah, dan respon cepat. Peningkatan kualitas membantu pelaku rantai pasok karet alam meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan meningkatkan keuntungan Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Metrik adalah sebuah standar untuk mengukur performa dan memberikan basis evaluasi yang dapat dipercaya dan valid di setiap proses pada rantai pasok. Suatu metrik dapat digunakan sebagai kriteria atau indikator yang menggambarkan suatu kondisi atau performa suatu manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik merupakan ukuran derajat kuantitatif dari atribut tertentu pada suatu sistem, komponen, atau proses. Melalui proses pengukuran, dapat memberikan indikasi dari pengembangan secara kuantitatif mengenai jumlah, dimensi, kapasitas, atau ukuran dari beberapa atribut produk atau proses (Sudaryanto 2007). Dalam mentukan daftar metrik, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa metrik harus komplit, berhubungan dengan variabel bebas, praktis, dan metrik merupakan kriteria yang populer untuk perbandingan di pasar. Selain itu, merupakan proses yang diulang (repeatable) dan harus sesuai dengan aktivitas proses yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh sebab itu, tidak semua metrik yang diberikan, digunakan untuk pengembangan SCOR. Dalam metode SCOR versi 8.0, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang dihadapi oleh pasar atau konsumen (eksternal), sedangkan tujuan kedua menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan serta pemilik saham (internal). Uraian metrik dalam metode SCOR, disajikan pada Tabel 12. Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman, dan kesesuaian dengan standar mutu adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan pesanan secara sempurna tersebut meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jumlah pengiriman, ketepatan tempat pengiriman, dan 64

30 ketepatan dokumentasi data pengiriman. Namun, atribut pemenuhan pesanan yang menjadi penilaian di PT. Condong Garut hanya meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan dokumentasi data dan ketepatan tempat pengiriman saja karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahawa produksi di pabrik bukan berdasarkan permintaan, melainkan berdasarkan ketersediaan lateks yang didapat dari setiap afdeling, sehingga metrik ketepatan jumlah permintaan tidak dapat dinilai. Tabel 12. Metrik level 1 dan atribut performa SCOR Atribut Performa Metrik Level 1 Eksternal (Customer) Internal Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset Pemenuhan Pesanan Kinerja Pengiriman Kesesuaian Standar Mutu Siklus Pemenuhan Pesanan Lead Time Pemenuhan Pesanan Fleksibilitas Rantai Pasokan Biaya SCM Siklus Cash to Cash Inventory Days of Supply Sumber : Supply Chain Council (2008). Metrik kesesuaian dengan standar mutu merupakan metrik baru yang ditambahkan dalam SCOR card level 1 ini karena karakteristik produk pertanian yang berbeda dengan produk manufaktur lainnya. Metrik kesesuaian dengan standar mutu mencakup aspek-aspek seperti keamanan produk, sensorik dan penampakan, serta keterandalan produk dan kenyamanan. Bagi agroindustri karet alam, performa metrik tersebut sangat penting untuk membangun kepercayaan (reliabilitas) pada pelanggan. Semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercayaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Manajemen rantai pasok akan berlangsung baik dan lancar ketika trust building diantara rantai pasok terbangun dengan baik. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan metrik tersebut sebagai salah satu acuan peningkatan manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik siklus pemenuhan pesanan atau order fulfillment cycle time menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen, mulai dari memasok bahan baku dari supplier hingga produk sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian metrik tersebut meliputi waktu dari supplier (source) dan siklus waktu produksi (make). Semakin cepat siklus pemenuhan pesanan, semakin responsif pula perusahaan dalam melayani permintaan konsumen dengan baik. Metrik fleksibilitas rantai pasok atas atau upside supply chain flexibility, adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam melayani peningkatan pesanan yang tak terduga sebanyak 20%. Fleksibilitas disini meliputi kemampuan pemasok untuk menyediakan tambahan bahan baku, kemampuan produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi, dan kemampuan untuk meningkatkan distribusi sebesar 20%. Nilai 20% tersebut merupakan nilai rata-rata tingkat fluktuasi perubahan permintaan pasar. Metrik fleksibilitas rantai pasok tidak dapat dinilai pada PT. Condong Garut karena produksi tidak berdasarkan permintaan. 65

31 Metrik biaya manajemen rantai pasok atau supply chain management cost menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Setiap perusahaan tentu memiliki nilai yang berbeda pada metrik ini. Namun metrik tersebut dapat dibandingkan dengan perusahaan lain jika biaya SCM yang dikeluarkan dibagi dengan jumlah karet alam yang diproduksi. Tingginya biaya SCM yang dikeluarkan mempengaruhi harga karet alam yang dijual. Untuk itu, efisiensi material handling sangat penting agar PT. Condong Garut dapat meminimalkan biaya produksi sehingga meningkatkan pendapatan. Metrik siklus cash to cash menerangkan perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen. Pada umumnya, semakin singkat siklus cash to cash perusahaan maka semakin cepat pula mendapatkan return uang hasil penjualan. Sementara itu, metrik inventory days of supply mengukur mencukupi persediaan dengan satuan waktu (hari) yang berarti lamanya rata-rata (dalam hari) suatu pelaku rantai pasok bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimilikinya. Kinerja rantai pasok dikatakan baik jika mampu memutar aset dengan cepat. Tabel 13. Metrik level 1 dan atribut performa GSCOR Atribut Performa Metrik Level 1 Pemenuhan Pesanan Kinerja Pengiriman Kesesuaian Standar Mutu Siklus Pemenuhan Pesanan Lead Time Pemenuhan Pesanan Fleksibilitas Rantai Pasokan Biaya SCM Siklus Cash to Cash Inventory Days of Supply Pengolahan Limbah Cair Pengolahan Limbah Padat Eksternal (Customer) Internal Pemanfaatan Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset Limbah Produk Selain metrik-metrik yang terdapat dalam level 1 SCOR, kinerja rantai pasok ini mempunyai metrik baru dengan menambahkan aspek lingkungan, yaitu pemanfaatan limbah produk, dimana uraian metrik GSCOR ini seperti yang disajikan pada Tabel 13. Pemanfaatan limbah produk ini terbagi menjadi pemanfaatan limbah cair dan pemanfaatan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan dari agroindustri ini adalah air hasil pencucian lumb, air hasil sisa koagulasi, dan air hasil penggilingan. Limbah cair ini sebelum dibuang ke sungai, akan mengalami beberapa treatment terlebih dahulu pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga limbah cair yang dibuang itu menjadi tidak berbahaya untuk lingkungan. Sedangkan limbah padat hasil dari sisa penyadapan lateks, busa dari koagulasi, dan sisa sortasi produk dimanfaatkan kembali untuk proses pencampuran pada produksi Brown Crepe. Untuk limbah padat hasil dari sisa pembibitan yang gagal sebagian ada yang dijadikan pupuk kompos, tetapi ada juga yang membuangnya. Limbah padat yang berasal dari pohon karet yang sudah tidak produktif itu ditebang dan dimanfaatkan untuk dijual kembali ke pengrajin kayu. Selain limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan dari industri ini, terdapat pula limbah udara. Limbah udara berupa karbon, asap hasil sisa pengasapan RSS. Metode pengukuran limbah 66

32 bermacam-macam tergantung jenis limbah yang dihasilkan pada industri tersebut. Pada industri karet alam ini, nilai pengukuran limbah dapat dilihat dari segi kuantitas dan segi kualitasnya. Pengukuran limbah dari segi kuantitas akan terukur jumlah limbah yang dihasilkan, seperti dari proses pembibitan. Sedangkan dari segi kualitas, pengukuran limbah diukur menurut kandungan bahan berbahaya yang dapat dihasilkan oleh limbah tersebut. Pengukuran limbah dari segi kualitas dilakukan dengan uji laboratorium dengan prosedur, metode pengukuran dan alat ukur yang telah ditentukan sesuai jenis limbahnya Pemilihan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan AHP Pemilihan metrik kinerja rantai pasok karet alam dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hierarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok karet alam terdiri atas level 1 yaitu Proses Bisnis, Level 2 terdiri atas Parameter Kinerja, level 3 terdiri atas Atribut Kinerja, dan level 4 terdiri atas Metrik Kinerja. Sama halnya seperti model III, pembobotan AHP di model IV ini juga dilakukan dengan menggunakan aplikasi Expert Choice Langkah-langkah pengerjaannya juga sama seperti pada model III. Setelah pembobotan dilakukan pada setiap level, maka diperoleh struktur hierarki pemilihan metrik kinerja yang telah disatukan dengan masing-masing bobot yang dimilikinya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 41. Gambar 41. Bobot akhir hasil analisis dengan pendekatan AHP metrik kinerja rantai pasok Pada level proses bisnis, aspek produksi memiliki bobot terbesar, yaitu Berdasarkan hasil tersebut produksi menjadi prioritas utama dalam proses bisnis karet alam, karena produksi menjadi kunci utama yang menentukan kualitas akhir produk yang dihasilkan. Pada level parameter kinerja, yang memiliki bobot terbesar yaitu aspek kualitas sebesar Dengan demikian kualitas menjadi prioritas pertamaa dalam level parameter kinerja. Pakar menilai kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok karet alam. Kualitas produk menjadi pertimbangan penting dalam sekaliguss menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama antar masing-masing pelaku rantai pasok karet alam. Pada level atribut kinerja, realibilitas menjadi prioritas utama karena mempunyai bobot terbesar, yaitu Pakar menilai bahwa semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok 67

33

34 Kriteria 50 (Kurang) 75 (Cukup) 100 (Baik) Satuan Kesesuaian dengan standar mutu kadar karet kering % Siklus Pemenuhan Pesanan hari Pemenuhan Pesanan Konsumen % Biaya Manajemen Rantai Pasok Tinggi Sedang Rendah - Siklus Cash To Cash hari Persediaan Harian hari Kinerja Pengiriman % Tingkat Pengolahan Limbah Padat % Tingkat Pengolahan Limbah Cair %

35

36

37

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL DAN MEKANISME RANTAI PASOKAN SUTERA ALAM Rantai pasokan merupakan interaksi dari beberapa pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pembelian Menurut Hatta (2008), pembelian merupakan kegiatan untuk memperoleh barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk pengadaan barang yang diperlukan

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai

BAB I PENDAHULUAN. majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan semakin majunya gizi pangan, masyarakat semakin sadar akan pentingnya sayuran sebagai asupan gizi. Oleh karena

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN SUSTAINABLE BALANCED SCORECARD DI PT.

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN SUSTAINABLE BALANCED SCORECARD DI PT. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN MANAJEMEN RANTAI PASOK KARET ALAM DENGAN PENDEKATAN SUSTAINABLE BALANCED SCORECARD DI PT. X WIBISONO ADHI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL

BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL BAB 2 PEMASOK SUSTAINABEL Pemilihan pemasok merupakan proses penting dan diperhatikan karena hasilnya mempengaruhi kualitas produk, performa perusahaan dan rantai pasok. Karena pasar yang kompetitif pada

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS SISTEM

BAB IV. ANALISIS SISTEM BAB IV. ANALISIS SISTEM IV.1 DESKRIPSI SISTEM Perencanaan distribusi dan transportasi merupakan sebuah sistem kompleks yang diperlukan perusahaan untuk melengkapi manajemen rantai pasoknya. Distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1.

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1. V. PEMODELAN SISTEM 5.1. KONFIGURASI SISTEM Model perencanaan bahan baku industri teh di PTPN VIII Kebun Cianten dirancang dan dibuat dalam satu paket komputer sistem manajemen yang diberi nama SCHATZIE

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan, dimana memiliki sumber daya perikanan yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Sektor kelautan dan perikanan

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem informasi merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua

Lebih terperinci

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Magrobis Journal 18 ANALISIS USAHA PENGOLAHAN LATEKS KARET PADA PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Arista Damayanti 1) dan Sundari 2) ABSTRAK Karet merupakan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi suatu industri sangat penting demi memberikan nilai tambah baik bagi industri itu sendiri maupun bagi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X

Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X Pembuatan Sistem Informasi Akuntansi Leveransir Material Galian C Berbasis Web Pada CV X Adi Putera Nugraha Program Studi Teknik Informatika Adiputera2123@gmail.com Abstrak - CV. X adalah usaha yang begerak

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao yang dihasilkan sebanyak 70% diekspor dalam bentuk biji kakao (raw product). Hal ini

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini BAB III LANDASAN TEORI Dalam membangun aplikasi ini, terdapat teori-teori ilmu terkait yang digunakan untuk membantu penelitian serta menyelesaikan permasalahan yang ada berkaitan dengan sistem yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan sebuah usaha yang mengubah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan sebuah usaha yang mengubah bahan mentah menjadi BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Industri merupakan sebuah usaha yang mengubah bahan mentah menjadi barang yang siap dimanfaatkan oleh konsumen, yang dalam setiap kegiatannya membutuhkan sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Segmen yang menjanjikan yaitu pasar minuman ringan. Pasar minuman ringan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun yang lalu, pemerintah Indonesia begitu gencarnya mensosialisasikan konversi / penggantian bahan bakar dari minyak tanah ke gas, yakni LPG (elpiji)

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi meskipun istilah sistem yang digunakan bervariasi,semua sistem pada bidangbidang tersebut

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas.

PEMODELAN. Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. PEMODELAN DEFINISI Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. Fenomena dapat berupa entity, jika fenomena itu berupa instansi maka instansi sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost

Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost LAMPIRAN 67 Lampiran 1. Petunjuk instalasi dan penggunaan paket program Letulet melalui localhost Instalasi program letulet membutuhkan seperangkat PC dengan speksifikasi minimal sebagai berikut : 1. Satu

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

Pertemuan 3 PEMODELAN

Pertemuan 3 PEMODELAN Pertemuan 3 PEMODELAN DEFINISI Model adalah abstraksi dari sesuatu, yang mewakili beberapa fenomena berbentuk objek atau aktivitas. Fenomena dapat berupa entity, jika fenomena itu berupa instansi maka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

Langkah-Langkah Analisis Sistem

Langkah-Langkah Analisis Sistem Analisis Sistem Penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-kesempatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas teh memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, dan sumber devisa negara. Teh merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang

BAB I PENDAHULUAN. maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah nasional menghadapi tantangan dari negara-negara maju dalam produk susu, hal ini terlihat akan pemenuhan susu dalam negeri yang saat ini masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGADAAN BARANG PADA PT PUPUK SRIWIDJAJA (Persero) KANTOR PEMASARAN PUSRI DAERAH LAMPUNG

PERANCANGAN APLIKASI PENGADAAN BARANG PADA PT PUPUK SRIWIDJAJA (Persero) KANTOR PEMASARAN PUSRI DAERAH LAMPUNG PERANCANGAN APLIKASI PENGADAAN BARANG PADA PT PUPUK SRIWIDJAJA (Persero) KANTOR PEMASARAN PUSRI DAERAH LAMPUNG RIFKI PUSPA WARDANI* 1 Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung 35142

Lebih terperinci

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES

7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES 46 7 MEKANISME PENYEDIAAN DAN DISTRIBUSI ES Pembahasan mengenai Mekanisme penyediaan dan pendistribusi es adalah untuk mengetahui bagaimana suatu pabrik es sebagai fasilitas penyediaan es berjalan sesuai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut data Bank Dunia tahun 2015, Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami terbesar di dunia. Jenis karet alam yang dihasilkan Indonesia

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Manajemen rantai pasok merupakan salah satu alat bersaing di industri, mulai dari pasokan bahan baku, bahan tambahan, kemasan, pasokan produk akhir ke tangan konsumen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir. 2. TELAAH TEORITIS 2.1. Definisi Rantai Nilai Menurut Campbell (2008), rantai nilai mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dimiliki tidak cukup bila informasi tersebut tidak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dimiliki tidak cukup bila informasi tersebut tidak digunakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang. Kemampuan untuk mengambil keputusan yang cepat, tepat dan akurat akan menjadi kunci keberhasilan dalam persaingan global saat kini. Banyak informasi yang dimiliki

Lebih terperinci

MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL

MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL MENINGKATKAN MUTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJEMEN UNTUK PERUSAHAAN DIGITAL PENDAHULUAN Salah satu kegiatan manajemen yang penting adalah memahami sistem sepenuhnya untuk mengambil keputusan-keputusan yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT VI. IDENTIFIKASI FAKTOR FAKTOR PENYUSUN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LEMBAGA PERTANIAN SEHAT 6.1 Identifikasi Tujuan Lembaga Pertanian Sehat Dalam Melakukan Kegiatan Supply Chain Management Perusahaan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki total konsumsi bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Konsumsi bahan bakar tersebut digunakan untuk menjalankan kendaraan seperti kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering disebut dengan e-commerce (Electronic Commerce). E-Commerce

BAB 1 PENDAHULUAN. sering disebut dengan e-commerce (Electronic Commerce). E-Commerce 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi internet mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam dunia ekonomi khususnya dalam hal berbelanja. Belanja yang dilakukan melalui internet ini sering

Lebih terperinci

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK

IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 43 IV. ANALISIS RISIKO RANTAI PASOK 4.1. Struktur Rantai Pasok Kopi Organik Aceh Tengah Struktur Rantai pasok kopi organik di Aceh tengah terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari petani, prosesor,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i iii iii iv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci