BAB VII ALGORITMA GENETIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII ALGORITMA GENETIKA"

Transkripsi

1 BAB VII ALGORITMA GENETIKA Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami onsep Algoritma Genetia Sub Kompetensi : 1. Dapat mengerti dasar metode Algoritma Genetia 2. Dapat memahami tahapan operator dalam Algoritma Genetia VII.1. Pengertian Dasar Metode Algoritma Genetia Algoritma genetia nerupaan algoritma pencarian yang berdasaran pada selesi alam dan genetia alam. Algoritma ini berguna untu masalah yang memerluan pencarian yang efetif dan efisien, dan dapat digunaan secara meluas untu apliasi bisnis, pengetahuan, dan dalam ruang lingup teni. Algoritma genetia ini dapat digunaan untu mendapatan solusi yang tepat untu masalah satu atau banya variabel. Algoritma genetia berbeda dengan teni pencarian yang lain, arena pada algoritma genetia ini langah pertama dimulai dengan membangitan secara random solusi-solusi yang sering dienal dengan initial population. Setiap individu di dalam populasi dinamaan chromosome, dimana setiap chromosome itu mewaili sebuah solusi untu masalah yang aan dihadapi. Sebuah chromosome biasanya simbolnya string hal ini diperuntuan bagi bilangan biner dan untu floating point yang dipaai adalah bilangan real. Untu masalah tiga variabel maa chromosome aan tersusun atas tiga gen demiian pula alau permasalahannya melibatan lima variabel, maa didalam satu chromosome juga aan terdapat lima gen. Chromosome terbentu setiap generasi dan emudian dievaluasi menggunaan beberapa uuran fitness. Untu generasi yang baru, chromosome baru terbentu oleh proses yang dinamaan proses selesi. Setelah proses selesi itu berlangsung chromosome yang baru terbentu itu aan mengalami proses reprodusi dimana didalam proses reprodusi ini chromosome tadi aan daproses dalam dua tahap yaitu crossover dan mutasi. Kadua tahap proses itu aan membuat offspring. Untu proses crossover, offspring yang terbentu merupaan penggabungan dari chromosome yang sebelumnya, sedangan untu mutasi offspring yang terbentu merupaan hasil perubahan mutasi dari gen atau mutasi pada bit.

2 Generasi baru terbentu oleh selesi menurut nilai fitness dari eseluruhan chromosome, beberapa parent dan offspring dipilih agar menjaga uuran populasi tetap. Chromosome yang memilii nilai fitness yang besar memilii peluang yang lebih besar untu terpilih. Setelah beberapa generasi, Algoritma Genetia ini aan mengumpulan chromosome terbai, yang membantu untu mewaili solusi yang optimal untu masalah itu. Ada 2 meanisme yang menghubungan Algoritma Genetia dengan masalah yang ingin diselesaian yaitu cara pengodean /encoding penyelesaian untu masalah pada chromosome dan fungsi evaluasi yang mengembalian uuran harga dari setiap chromosome dalam ontes dari masalah itu. Teni untu mengodean penyelesaian bermacam-macam dari masalah e masalah dan dari Algoritma Genetia e Algoritma Genetia. Populasi disusun dari bermacam-macam individu, setiap individu berisi phenotype (parameter), genotype (chromosome buatan atau bit string), dan fitness (fungsi obyetif). Fungsi evaluasi adalah penghubung antara Algoritma Genetia dan masalah yang aan diselesaian. Fungsi evaluasi mengambil sebuah chromosome sebagai input dan mengembalian nomor atau daftar dari nomor yang merupaan uuran dari chromosome pada masalah yang aan diselesaian. Fungsi evaluasi mempunyai aturan yang sama dalam Algoritma Genetia yang berecimpung dalam evolusi alam. Inisialisasi dilauan secara random atau aca. Reombinasi termasu di dalamnya crossover / awin silang dan mutasi untu munghasilan offspring / eturunan. Kenyataannya ada dua operasi pada Algoritma Genetia - Operasi genetia yaitu crossover dan mutasi - Operasi evolusi yaitu selesi Operasi genetia meniru proses turun menurun dari gen untu membentu offspring pada setiap generasi. Operasi evolusi meniru proses dari Darwinian evolution untu membentu populasi dari generasi e generasi. Untu memudahan pengertian chromosome, Algoritma Genetia aan diterapan pada contoh persamaan beriut ini. Max f (x,y) = 21,5 + xsin (4πx ) + ysin (20πy) (1) Dimana batasannya : - 3 x 12,1 (2) 4,1 y 5,8 Pada persamaan 2.35 ini maa chromosome terbentu dari dua buah gen yaitu x dan y sehingga bentu dari chromosome adalah (x,y). Sedangan untu inisialisasi populasi

3 pertama ali apabila diambil 10 chromosome dalam satu populasi, maa nilai dari x aan diambil secara aca dari antara -3 dan 12,1 sebanya 10 ali demiian juga untu nilai y aan diambil secara aca dari antara 4,1 dan 5,8 sebanya 10 ali. Nilai dari x pertama ali aan membentu chromosome pertama, demiian untu nilai-nilai yang lain sampai nilai x esepuluh dan nilai yang esepuluh aan membentu chromosome esepuluh dengan susunan chromosome seperti di atas yaitu (x,y). Blo diagram untu proses algoritma genetia diberian pada gambar 3.1 beriut ini. BEGIN Inisialisasi Populasi Evaluasi Selesi Crossover Mutasi Evaluasi STOP T Y END Gambar 1. Blo Diagram Algoritma Genetia

4 VII.2. Operator Algoritma Genetia Sama seperti suatu penyelesaian umum lainnya, Algoritma Genetia mempunyai operator-operator yang secara berurutan dipaai untu menyelesaian suatu permasalahan. Operator-operator tersebut dibahas beriut ini. A. Selesi Tiga dasar poo yang tergabung di dalam fase selesi dalam metode Algoritma Genetia yaitu: - Sampling space - Sampling mechanism - Selection probability Sampling Space Prosedur selesi yang menghasilan populasi baru untu generasi selanjutnya berdasaran pada bai semua parent atau offspring atau bagian dari merea. Inilah yang memimpin masalah dari sampling space. Sebuah sampling space diarateristian oleh dua fator yaitu size (uuran) dan ingredient (bahan) yang menunju pada parent dan offspring. Pop_size menunju pada uuran dari populasi dan off_size menunju pada uuran dari offspring yang dihasilan pada setiap generasi. Regular sampling space memilii uuran dari pop_size dan berisi semua offspring dengan sebagian dari parent. Enlarge sampling place memilii ooran dari pop_size + off_size dan berisi semua parent dan offspring. - Regular sampling space: pada watu terjadi crossover dan mutasi itulah maa aan dilahiran offspring. Parent digantian oleh offspring atau eturunannya segera setelah elahirannya. Pergantian secara langsung ini dinamaan generational repacement. Karena operasi genetia buta dalam alam, offspring mungin lebih buru dibandingan dengan parent. Strategi pergantian setiap parent dengan offspring secara langsung aan menyebaban beberapa chromosome yang memilii peluang yang besar aan hilang dari proses evolusi. Ada beberapa ide untu mengatasi masalah ini. Holland mengusulan etia setiap offspring lahir, offspring itu aan menggantian secara random chromosome yang dipilih dari populasi searang. Dalam model crowding, etia offspring lahir, satu parent yang dipilih aan mati. Parent yang mati itu dipilih dengan ciri seperti parent yang mirip offspring yang baru, emiripan ini diperoleh dengan menggunaan esamaan bit per bit untu menghitung uuran emiripannya. Pada reproductive plan, selesi menunju pada parent yang terpilih untu reombinasi, populasi yang baru terbentu oleh pergantian parent

5 dengan offspring yang terbentu. Michalewics memberian desripsi pada Algoritma Genetia sederhana dimana offspring dalam setiap generasi aan menggantian parent untu generasi tersebut segera setelah elahirannya, generasi yang baru dibentu oleh roulette wheel selection. Gambar 3.2 beriut ini adalah merupaan selesi yang dilauan pada regular sampling space. New Population Population Crossover Mutation Replacement Gambar 2. Selesi berdasaran pada Regular Sampling Space - Enlarge sampling space: etia selesi dilauan pada enlarge sampling space, bai parent dan offspring mempunyai esempatan untu berompetisi dengan tujuan untu bertahan. Untu sebuah asus husus adalah selesi (μ + λ). Stategi ini digunaan dalam stategi evolusi. Dengan stategi ini, μ parent dan λ offspring beromperisi untu elangsungan hidupnya dan μ terbai eluar dari offspring dan old parent dipilih sebagai parent pada generasi selanjutnya. Kasus lain dari strategi evolusi adalah selesi (μ,λ), dimana memilih μ offspring terbai sebagai parent pada generasi selanjutnya. Bila dilihat dari gambar 3.3 beriut ini maa parent setelah mengalami crossover dan mutasi aan menghasilan offspring yang aan ditambahan e parent. Untu menjaga agar populasi itu onstan, maa pada watu dilauan selesi dibatasi hanya untu menghasilan beberapa chromosome tergantung pada uuran populasi. Parent crossover new pupulation selection mutation offspring Gambar 3. Selesi Dilauan Pada Enlarge Sampling Space

6 Sampling Mechanism Sampling mechanism memperhatian masalah bagaimana memilih chromosome dari sampling space. Tiga dasar pendeatan yang telah digunaan pada sampling chromosome: - Stochastic sampling - Deterministic sampling - Mixed sampling a. Stochastic sampling Ciri-ciri umum pada metode ini yaitu fase selesi menentuan jumlah dari penggandaan yang aan diterima setiap chromosome berdasaran pada probabilitas survival. Fase selesi disusun dari dua bagian: - Menentuan nilai chromosome yang diharapan - Mengonversi nilai yang diharapan pada nomor dari offspring Nilai yang diharapan dari chromosome adalah nomor real yang mengindiasian nomor rata-rata dari offspring yang seharusnya diterima sebuah chromosome. Prosedur sampling digunaan untu mengubah nilai real yang diharapan pada nomor dari offspring. Ide dasar dari Roulette Wheel Selection untu menentuan probabilitas selesi (probabilitas survival) untu setiap chromosome sebanding pada nilai fitness. Untu chromosome dengan fitness f, probabilitas selesi P dihitung dari: p f = pop _ size j= 1 f j Kita dapat membuat sebuah wheel menurut probabilitas ini. Proses selesi berdasaran pada putaran roulette wheel pop_size, setiap watu ita memilih chromosome tunggal untu populasi yang baru. Baer memperenalan Stochastic Universal Sampling, yang menggunaan putaran roda tunggal (single - wheel spin). Roda disusun seperti roulette wheel, nilai yang diharapan e untu chromosome dihitung sebagai: e = pop_size x p (4) Prosedur dari Stochastic Universal Sampling: begin sum:=0; ptr:=rand(); for := 1 to pop_size do sum:= sum + e ; (3)

7 while (sum > ptr) do select chromosome ; ptr:= ptr + 1; end end end Dimana rand() adalah sebuah jumlah real random yang secara uniform didistribusian diantara range 0 sampai 1. Tujuan dasarnya adalah menjaga jumlah pengopian yang diharapan dari setiap chromosome dalam generasi beriutnya. Perhatian yang menari adalah prohibition of duplicate chromosome (larangan penggandaan chromosome) dalam populasi. Dua alasan menggunaan strategi ini adalah : 1. Mencegah chromosome super dari pendominisasian populasi oleh penggunaan banya pengopian dalam populasi. 2. Menjaga perbedaan-perbedaan dari populasi sehingga elompo generasi yang onstan dapat berisi banya informasi untu pencarian genetia. Masalah yang terait adalah etia chromosome dupliat dibuang, uuran dari populasi terbentu dari sisa parent dan offspring mungin lebih rendah daripada uuran pop_size sebelumnya. Pada asus ini, prosedur inisialisasi biasanya digunaan untu mengisi space osong dari elompo populasi. b. Deterministic sampling Pendeatan ini biasanya memilih pop_size chromosome terbai dari sampling space. Bai selesi (µ+λ) dan selesi (µ,λ) termasu dalam metode ini. Dari hasil yang ingin dicapai adalah melarang chromosome- chromosome dupliat masu populasi pada watu selesi. Selesi Elitist menjamin bahwa chromosome terbai masu generasi yang baru alau tida terpilih melalui proses selesi yang lain. Modifiasi pada metode ini adalah dengan mengganti sejumlah n chromosome tua yang jele dengan offspring (dengan jumlah n offspring). c. Mixed sampling Pendeatan ini berisi bai random dan ciri-ciri deterministic secara bersama. Contoh dari moxed sampling adalah Tournament Selection. Metode ini secara random memilih seumpulan chromosome dan mengambil satu terbai dari umpulan untu reprodusi. Jumlah chromosome dalam umpulan dinamaan Tournament Size. Uuran tournament umumnya adalah dua, ini yang dinamaan Binary Tournament dan Stochastic Tournament

8 Selection oleh Wetzel, pada metode ini probabilitas selesi dihitung secara normal dan berturut-turut pasangan dari chromosome-chromosome digambaran menggunaan Roulette Wheel Selection. Setelah menggambaran sepasang, chromosome dengan fitness yang tinggi dimasuan dalam populasi yang baru. Proses ini berlangsung secara ontinu sampai populasi penuh. Selection Probability Bagian ini membicaraan bagaimana probabilitas selesi untu setiap chromosome. Dalam prosedur selesi perbandingan, probabilitas selesi dari sebuah chromosome sebanding dengan fitness value yang dimiliinya. Contoh dalam generasi awal, dimana ada sebuah ecenderungan untu sebuah super chromosome ecil aan mendominasi proses selesi. Dalam generasi selanjutnya etia populasi secara besar berumpul, ompetisi diantara chromosome urang uat dan pencarian random tingah lau aan muncul. Scaling dan raning mechanism diharapan dapat mengurangi masalah ini. Metode scaling membuat peta mentah nilai fungsi obyetif menjadi beberapa nilai real positif, dan probabilitas survival untu setiap chromosome menurut nilai itu. Matode raning menganggap nilai atual fungsi obyetif dan menggunaan raning dari chromosome sebagai pengganti untu menentuan probabilitas survival. Proses selesi adalah proses pemilihan chromosome. Setelah chromosome itu terpilih maa chromosome itu langsung aan menjadi chromosome awal pada generasi yang baru. Dengan ata lain setelah melewati proses selesi itu maa aan berganti e generasi baru. Proses selesi yang umum digunaan adalah dengan menggunaan Roulette Wheel Selection. selesi Roulette Wheel diasumsian dengan model pie-shaped. Pada gambar 3.4, nomor 1, 2, 3, dan 4 menyataan nomor chromosome Gambar 4 Model Roulette Wheel Pada gambar 4 ini empat daerah luasan yang ada mewaili empat chromosome dimana setiap chromosome memilii luas daerah yang berbeda. Perbedaan itu muncul sebagai aibat dari perbedaan fitness. Roulette wheel parent dapat disusun seperti langah-langah beriut ini: - Menghitung nilai fitness eval (v ) untu setiap chromosome v.

9 eval (V ) = f (x) = 1,2,3,..,pop_size (5) - Menghitung total fitness untu populasi: pop _size F = eval (V ) (6) = 1 - Menghitung probabilitas selesi p untu setiap chromosome v : eval (V ) P = = 1,2,3,.,pop_size (7) F - Menghitung probabilitas aumulatif q untu setiap chromosome v : = Pf, f = 1 q = 1,2,3,..,pop_size (8) Pada bagian ini prosedur selesinya dimulai dari langah: - Membangitan nomor secara random r dari 0 sampai 1. - Bila q 1 r, maa pilih chromosome pertama v 1, alau tida pilih chromosome e atau v dimana (2 <= <= pop_size) seperti q -1 (r q ) Beberapa pemaai Algoritma Genetia juga banya yang menggunaan metode Elitist yaitu pemilihan chromosome yang memilii fitness yang paling bai di dalam satu populasi. Pada pemilihan chromosome dalam suatu populasi yang terdiri dari 10 chromosome, pemilhan chromosome itu tida mengurangi jumlah chromosome dalam satu populasi, melainan metode elitist ini berfungsi mirip dengan penggandaan dan emudian menyimpan hasil penggandaan itu. Chromosome yang terpilih dalam metode elitist ini tida melewati urutan proses seperti selesi, crossover, dan mutasi, tetapi chromosome yang terpilih aan menggantian secara langsung chromosome pada generasi selanjutnya, yang memilii nilai fitness paling ecil. B. Crossover Di alam, crossover terjadi etia parent bertuar bagian dari gen pembentunya. Dalam Algoritma Genetia, crossover menggabungan materi genetia dari edua chromosome parent menjadi dua ana. Crossover yang dipaai untu bilangan real adalah Arithmatic Crossover. Prosedur untu memilih parent mana yang aan mengalami proses crossover : Tentuan probabilitas crossover. Bangitan bilangan random 0 sampai 1 sebanya i (jumlah chromosome dalam satu populasi). Bandingan bilangan random itu dengan probabilitas crossover (Pc).

10 Parent terpilih bila bilangan r yang e-i urang atau sama dengan probabilitas crossover (Pc). Bila parent yang terpilih jumlahnya hanya satu maa proses ini diulang sampai jumlah parent lebih dari satu. Aritmatic Chrossover Proses selanjutnya setelah melauan pemilihan Chromosome adalah melauan Aritmatic Crossover yang dierjaan untu ondisi bilangan real pada edua parent tersebut. Bangitan bilangan random antara 0 dan 1 Offspring1 = (parent1 x random) + (parent2 x (1-random)). Offspring2 = (parent1 x (1-random)) + (parent2 x random)). One-Point Crossover Sedangan untu bilangan biner, pada proses crossover ada perbedaan. Untu bilangan biner prosedur pemilihan chromosome sama dengan proses pemilihan chromosome seperti pada bilangan real. Untu biner prosesnya adalah: Total bit merupaan banyanya bit dalam satu populasi. Bangitan bilangan random antara 1 sampai total bit-1. Ini merupaan titi crossover, misalnya ditemuan nilai randomnya m. Pertuaran bit yang e (m +1) sampai total bit dari parent dengan bit yang e (m+1) sampai e total bit dari parent 2. C.Mutasi Proses mutasi adalah proses yang bertujuan untu mengubah salah satu atau lebih bagian dari chromosome. Untu bilangan floating ini memaai Nonuniform Mutation atau yang dienal sebagai Dynamic Mutation. Mutasi ini didesain untu dapat mentuning dengan bai dengan tujuan mencapai tingat etelitian yang tinggi. Prosedur untu menentuan gen mana yang aan dimutasi adalah : 1. Tentuan probabilitas mutasi. 2. Tentuan banyanya random yang diperoleh dari banyanya jumlah chromosome dalam satu populasi x banyanya gen dalam satu chromosome (total_random). 3. Bangitan bilangan random antara 0 dan 1 sebanya total_random. 4. Bandingan hasil random yang didapat sebanya total_random dengan probabilitas mutasi.

11 5. Bila urang dari probabilitas mutasi (Pm) maa gen tersebut yang aan dipilih untu dimutasi. 6. Gen yang terpilih emudian dihitung sehingga dapat dietahui gen tersebut berada pada chromosome nomor berapa dan pada gen yang nomor berapa. Nonuniform Mutation Proses mutasinya diberian contoh parent x, bila elemen x dari parent x yang terpilih untu dimutasi, hasil offspring adalah x = ( terpilih dari dua pilihan yaitu : atau x' Fungsi ( t, y) U ( x x ) ' x 1, ' x,,,, ' x ), dimana x n secara random = x + Δ t, (3.9) L ( x ) x' = x Δ t,x (3.10) Δ diberian b t Δ( t, y) = y r 1 (3.11) T dimana: r adalah bilangan random antara 0 dan 1 T adalah jumlah masimal generasi B adalah parameter yang menentuan derajat dari nonuniformity t adalah nomor generasi Binary Mutation Mutasi ini memilii prosedur yang mirip dengan yang digunaan oleh nonuniform mutation. Prosedur untu pemilihan chromosomenya yaitu: a. Tentuan probabilitas mutasi. b. Tentuan banyanya random yang diperoleh dari banyanya jumlah chromosome dalam satu populasi x banyanya jumlah bit dalam satu chromosome (total_random). c. Bangitan bilangan random antara 0 dan 1 sebanya total_random. d. Bandingan hasil random yang sebanya total_random itu dengan probabilitas mutasi. e. Bila nilai random itu urang dari probabilitas mutasi (Pm) maa pilih bit itu untu dimutasi. f. Hitung bit yang terpilih itu berada pada chromosome e berapa dan pada posisi bit yang eberapa.

12 Untu proses mutasinya, setelah dietahui bit yang aan dimutasi itu berada pada chromosome e berapa dan pada bit yang eberapa maa bila bit itu bernilai 0 maa berubah e 1, sebalinya bila 0 maa berubah e 1. Free Direction Mutation Mutasi dapat juga menggunaan cara sederhana seperti yang dipaai dalam tugas ahir ini. Kromosom yang ada dimutasi dengan arah bebas. Masudnya dapat bernilai positif maupun negatif. sebagai contoh, parent v = (x 1, x 2,,x n ), arah mutasi dibangitan secara random d, sehingga offspring v yang terbentu ditentuan oleh rumus sebagai beriut : v = v + M. d Apabila nilai offspring yang terbentu tida berada pada range yang diehendai, set M Secara random sebagai bilangan real dalam ( 0, M) sedemiian sampai v + M. d berada pada range yang diehendai. Urutan dari proses Algoritma Genetia adalah : a. Inisialisasi populasi. Inisialisasi ini dilauan secara random dan hanya satu ali saja sewatu start pertama ali Algoritma Genetia. Inisialisasi ini menghasilan populasi awal dengan jumlah chromosome yang sesuai dengan yang ita harapan. b. Evaluasi. Ini adalah proses menghitung nilai fitness dari masing-masing chromosome yang ada. c. Selesi. Melalui proses ini maa lahirlah genersi baru dimana chromosome diperoleh dari chromosome sebelumnya. d. Crossover. Proses ini aan menghasilan offspring yang berbeda dengan psrent/orang tuanya. Untu proses ini dilauan dengan mengambil parent secara berpasangan yaitu dua-dua dan aan menghasilan offspring dengan jumlah yang sama dengan parent. e. Mutasi. Pada proses ini juga aan dihasilan offspring dimana jumlahnya tergantung pada banyanya bilangan random yang urang dari probabilitas mutasinya (pm). f. Evaluasi. Proses ini dilauan embali untu menghitung fitness dari masing-masing chromosome. g. Lauan pengulangan embali e langah b, bila riteria berhenti sudah dicapai maa Algoritma Genetia ini sudah selesai.

13 DAFTAR PUSTAKA Duane Hanselman dan Bruce Littlefield MATLAB Bahasa Komputasi Tenis. Yogya : ANDI MATLAB & SIMULINK student version Learning MATLAB 7. The MathWors,Inc. Suyanto Algoritma Genetia dalam Matlab. Yogyaarta : Andi.. Genetic Algorithm And Direct Search Toolbox. The MathWors,Inc.

BAB IV Solusi Numerik

BAB IV Solusi Numerik BAB IV Solusi Numeri 4. Algoritma Genetia Algoritma Genetia (AG) [2] merupaan teni pencarian stoasti yang berdasaran pada meanisme selesi alam dan prinsip penurunan genetia. Algoritma genetia ditemuan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA

PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA PEMANFAATAN METODE HEURISTIK DALAM PENCARIAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA GENETIKA Iing Mutahiroh, Fajar Saptono, Nur Hasanah, Romi Wiryadinata Laboratorium Pemrograman dan Informatia

Lebih terperinci

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK

BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK BAB 3 PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK EUCLID, PATTERN MATCHING BERBASIS JARAK MAHALANOBIS, DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS PROPAGASI BALIK Proses pengenalan dilauan dengan beberapa metode. Pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE SCHNABEL

BAB III METODE SCHNABEL BAB III METODE SCHNABEL Uuran populasi tertutup dapat diperiraan dengan teni Capture Mar Release Recapture (CMRR) yaitu menangap dan menandai individu yang diambil pada pengambilan sampel pertama, melepasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Model Loglinier adalah salah satu asus husus dari general linier model untu data yang berdistribusi poisson. Model loglinier juga disebut sebagai suatu model statisti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Statisti Inferensia Tujuan statisti pada dasarnya adalah melauan desripsi terhadap data sampel, emudian melauan inferensi terhadap data populasi berdasaran pada informasi yang

Lebih terperinci

ALGORITMA GENETKA PADA MULTI DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP)

ALGORITMA GENETKA PADA MULTI DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) ALGORITMA GENETKA PADA MULTI DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) Igusta Wibis Vidi Abar Purwanto 2 FMIPA Universitas Negeri Malang E-mail: wibis.roccity@gmail.com Abstra: Multi Depot Vehicle Routing

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING

BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bab III Desain Dan Apliasi Metode Filtering Dalam Sistem Multi Radar Tracing BAB III DESAIN DAN APLIKASI METODE FILTERING DALAM SISTEM MULTI RADAR TRACKING Bagian pertama dari bab ini aan memberian pemaparan

Lebih terperinci

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris

Optimasi Non-Linier. Metode Numeris Optimasi Non-inier Metode Numeris Pendahuluan Pembahasan optimasi non-linier sebelumnya analitis: Pertama-tama mencari titi-titi nilai optimal Kemudian, mencari nilai optimal dari fungsi tujuan berdasaran

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM

PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Seminar Nasional Sistem dan Informatia 2007; Bali, 16 November 2007 PERBANDINGAN PERFORMANSI ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN SHORTEST PATH PROBLEM Fajar Saptono 1) I ing Mutahiroh

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Siklus RCGA 2. Alternatif Operator Reproduksi pada Pengkodean Real 3. Alternatif Operator Seleksi 4.

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( )

PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursakti ( ) PENERAPAN DYNAMIC PROGRAMMING DALAM WORD WRAP Wafdan Musa Nursati (13507065) Program Studi Teni Informatia, Seolah Teni Eletro dan Informatia, Institut Tenologi Bandung Jalan Ganesha No. 10 Bandung, 40132

Lebih terperinci

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK

BAB IV APLIKASI PADA MATRIKS STOKASTIK BAB IV : ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK 56 BAB IV ALIKASI ADA MARIKS SOKASIK Salah satu apliasi dari eori erron-frobenius yang paling terenal adalah penurunan secara alabar untu beberapa sifat yang dimilii

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SISTEM SENSOR GAS METANA

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI TRANSFER DAYA PADA SISTEM SENSOR GAS METANA Jurnal Neutrino Vol., No. April 010 108 PENERAPAN AGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMAI TRANFER DAYA PADA ITEM ENOR GA METANA. Muthmainnah 1), Melania uweni Muntini ). Abstra: Pada penguuran perubahan gejala

Lebih terperinci

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu:

Neural Network menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu: 2.4 Artificial Neural Networ 2.4.1 Konsep dasar Neural Networ Neural Networ (Jaringan Saraf Tiruan) merupaan prosesor yang sangat besar dan memilii ecenderungan untu menyimpan pengetahuan yang bersifat

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf

Implementasi Algoritma Pencarian k Jalur Sederhana Terpendek dalam Graf JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) Implementasi Algoritma Pencarian Jalur Sederhana Terpende dalam Graf Anggaara Hendra N., Yudhi Purwananto, dan Rully Soelaiman Jurusan

Lebih terperinci

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM

MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM MODEL REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI TAGIHAN AIR PDAM 1,2 Faultas MIPA, Universitas Tanjungpura e-mail: csuhery@sisom.untan.ac.id, email: dedi.triyanto@sisom.untan.ac.id Abstract

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler

Penggunaan Induksi Matematika untuk Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Ekspresi Reguler Penggunaan Indusi Matematia untu Mengubah Deterministic Finite Automata Menjadi Espresi Reguler Husni Munaya - 353022 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing

mungkin muncul adalah GA, GG, AG atau AA dengan peluang masing-masing . DISTRIUSI INOMIL pabila sebuah oin mata uang yang memilii dua sisi bertulisan ambar () dan nga () dilempar satu ali, maa peluang untu mendapatan sisi ambar adalah,5 atau. pabila oin tersebut dilempar

Lebih terperinci

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D

Variasi Spline Kubik untuk Animasi Model Wajah 3D Variasi Spline Kubi untu Animasi Model Wajah 3D Rachmansyah Budi Setiawan (13507014 1 Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA

BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA BAB III PENENTUAN HARGA PREMI, FUNGSI PERMINTAAN, DAN TITIK KESETIMBANGANNYA Pada penelitian ini, suatu portfolio memilii seumlah elas risio. Tiap elas terdiri dari n, =,, peserta dengan umlah besar, dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya

Studi dan Analisis mengenai Hill Cipher, Teknik Kriptanalisis dan Upaya Penanggulangannya Studi dan Analisis mengenai Hill ipher, Teni Kriptanalisis dan Upaya enanggulangannya Arya Widyanaro rogram Studi Teni Informatia, Institut Tenologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: if14030@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Seminar Nasional Apliasi Tenologi Informasi 2007 (SNATI 2007) ISSN: 1907-5022 Yogyaarta, 16 Juni 2007 PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT I ing Mutahiroh, Indrato, Taufiq Hidayat Laboratorium

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB

PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB PENGENALAN POLA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION MENGGUNAKAN MATLAB Wirda Ayu Utari Universitas Gunadarma utari.hiaru@gmail.com ABSTRAK Program pengenalan pola ini merupaan program yang dibuat

Lebih terperinci

3. Sebaran Peluang Diskrit

3. Sebaran Peluang Diskrit 3. Sebaran Peluang Disrit EL2002-Probabilitas dan Statisti Dosen: Andriyan B. Susmono Isi 1. Sebaran seragam (uniform) 2. Sebaran binomial dan multinomial 3. Sebaran hipergeometri 4. Sebaran Poisson 5.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belaang PENDAHULUAN Sistem biometri adalah suatu sistem pengenalan pola yang melauan identifiasi personal dengan menentuan eotentian dari arateristi fisiologis dari perilau tertentu yang dimilii

Lebih terperinci

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER

ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER ALGORITMA PENYELESAIAN PERSAMAAN DINAMIKA LIQUID CRYSTAL ELASTOMER Oleh: Supardi SEKOLAH PASCA SARJANA JURUSAN ILMU FISIKA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 1 PENDAHULUAN Liquid Crystal elastomer (LCE

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa

Modifikasi ACO untuk Penentuan Rute Terpendek ke Kabupaten/Kota di Jawa 187 Modifiasi ACO untu Penentuan Rute Terpende e Kabupaten/Kota di Jawa Ahmad Jufri, Sunaryo, dan Purnomo Budi Santoso Abstract This research focused on modification ACO algorithm. The purpose of this

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL SUTRIANI HIDRI Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar Email: nanni.cliq@gmail.com Abstra. Pada artiel ini dibahas

Lebih terperinci

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT

STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT TUGAS AKHIR STUDI PENYELESAIAN PROBLEMA MIXED INTEGER LINIER PROGRAMMING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND CUT OLEH : RISTA RIDA SINURAT 040803023 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR

PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR PENINGKATAN EFISIENSI & EFEKTIFITAS PENGOLAHAN DATA PERCOBAAN PETAK BERJALUR Ngarap Im Mani 1) dan Lim Widya Sanjaya ), 1) & ) Jurs. Matematia Binus University PENGANTAR Perancangan percobaan adalah suatu

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Watu : 1x 3x 50 Menit Pertemuan : 7 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Gambar 3.1 Bagan Penetapan Kriteria Optimasi Sumber: Peneliti Determinasi Kinerja Operasional BLU Transjaarta Busway Di tahap ini, peneliti

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTU NILAI INTERVAL KADAR LEMAK TUBUH MENGGUNAKAN REGRESI INTERVAL DENGAN NEURAL FUZZY Tedy Rismawan dan Sri Kusumadewi Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas, Jurusan Teni

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan

Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untuk Mencari Akar-akar Suatu Persamaan Jurnal Penelitian Sains Volume 16 Nomor 1(A) Januari 013 Penggunaan Metode Bagi Dua Terboboti untu Menari Aar-aar Suatu Persamaan Evi Yuliza Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sriwijaya, Indonesia Intisari:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir ini, peranan algoritma genetika terutama untuk masalah optimisasi, berkembang dengan pesat. Masalah optimisasi ini beraneka ragam tergantung dari bidangnya. Dalam

Lebih terperinci

TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN BAB I

TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN BAB I TUGAS I RANCANGAN PERCOBAAN Nama : Dwi Shinta Marselina A. Pengertian Desain Esperimen BAB I Desain Esperimen Merupaan langah-langah lengap yang perlu di ambil jauh sebelum esperimen dilauan supaya data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham

Materi. Menggambar Garis. Menggambar Garis 9/26/2008. Menggambar garis Algoritma DDA Algoritma Bressenham Materi IF37325P - Grafia Komputer Geometri Primitive Menggambar garis Irfan Malii Jurusan Teni Informatia FTIK - UNIKOM IF27325P Grafia Komputer 2008 IF27325P Grafia Komputer 2008 Halaman 2 Garis adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB PENDAHULUAN. Latar belaang Metode analisis yang telah dibicaraan hingga searang adalah analisis terhadap data mengenai sebuah arateristi atau atribut (jia data itu ualitatif) dan mengenai sebuah variabel,

Lebih terperinci

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem

4. 1 Spesifikasi Keadaan dari Sebuah Sistem Dalam pembahasan terdahulu ita telah mempelajari penerapan onsep dasar probabilitas untu menggambaran sistem dengan jumlah partiel ang cuup besar (N). Pada bab ini, ita aan menggabungan antara statisti

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE Warih Maharani Faultas Teni Informatia, Institut Tenologi Telom Jl. Teleomuniasi No.1 Bandung 40286 Telp. (022) 7564108

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII

Deret Pangkat. Ayundyah Kesumawati. June 23, Prodi Statistika FMIPA-UII Keonvergenan Kesumawati Prodi Statistia FMIPA-UII June 23, 2015 Keonvergenan Pendahuluan Kalau sebelumnya, suu suu pada deret ta berujung berupa bilangan real maa ali ini ita embangan suu suunya dalam

Lebih terperinci

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO

DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO DESKRIPSI SISTEM ANTRIAN PADA BANK SULUT MANADO 1 Selvia Hana, Tohap Manurung 1 Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi Abstra Antrian merupaan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK

PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL. Sutriani Hidri. Ja faruddin. Syafruddin Side, ABSTRAK PENYELESAIAN PERSAMAAN LOTKA-VOLTERRA DENGAN METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL Syafruddin Side, Jurusan Matematia, FMIPA, Universitas Negeri Maassar email:syafruddinside@yahoo.com Info: Jurnal MSA Vol. 3

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN

BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN BAB IV PERHITUNGAN HARGA PREMI BERDASARKAN FUNGSI PERMINTAAN PADA TITIK KESETIMBANGAN Berdasaran asumsi batasan interval pada bab III, untu simulasi perhitungan harga premi pada titi esetimbangan, maa

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Maalah Seminar ugas Ahir Simulasi Penapisan Kalman Dengan Kendala Persamaan Keadaan Pada Kasus Penelusuran Posisi Kendaraan (Vehicle racing Problem Iput Kasiyanto [], Budi Setiyono, S., M. [], Darjat,

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Jonckheere Terpstra dan Modifikasinya Ridha Ferdhiana 1 Statistics Peer Group

Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Jonckheere Terpstra dan Modifikasinya Ridha Ferdhiana 1 Statistics Peer Group Uji Alternatif Data Terurut Perbandingan antara Uji Joncheere Terpstra dan Modifiasinya Ridha Ferdhiana Statistics Peer Group Jurusan Matematia FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Aceh, 23 email:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebuah teknik yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Ragam (Anara) Untu menguji esamaan dari beberapa nilai tengah secara sealigus diperluan sebuah teni yang baru yang disebut analisis ragam. Anara adalah suatu metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaa Untu menacapai tujuan penulisan sripsi, diperluan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Karena itu, dalam subbab ini aan diberian beberapa

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik

Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untuk Merancang Algoritma Kriptografi Klasik Penerapan Sistem Persamaan Lanjar untu Merancang Algoritma Kriptografi Klasi Hendra Hadhil Choiri (135 08 041) Program Studi Teni Informatia Seolah Teni Eletro dan Informatia Institut Tenologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI

BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI BAB 3 PRINSIP SANGKAR BURUNG MERPATI 3. Pengertian Prinsip Sangar Burung Merpati Sebagai ilustrasi ita misalan terdapat 3 eor burung merpati dan 2 sangar burung merpati. Terdapat beberapa emunginan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Dalam matematika dan komputasi, algoritma merupakan kumpulan perintah untuk menyelesaikan suatu masalah. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunaan data seunder bersifat runtun watu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data seunder tersebut

Lebih terperinci

ESTIMASI TRAJECTORY MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE ENSEMBLE KALMAN FILTER SQUARE ROOT (ENKF-SR)

ESTIMASI TRAJECTORY MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE ENSEMBLE KALMAN FILTER SQUARE ROOT (ENKF-SR) SEMINAR NASIONAL PASCASARJANA SAL ESIMASI RAJECORY MOBILE ROBO MENGGUNAKAN MEODE ENSEMBLE KALMAN FILER SQUARE ROO (ENKF-SR) eguh Herlambang Zainatul Mufarrioh Firman Yudianto Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika

khazanah Sistem Klasifikasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation informatika hazanah informatia Jurnal Ilmu Komputer dan Informatia Sistem Klasifiasi Tipe Kepribadian dan Penerimaan Teman Sebaya Menggunaan Jaringan Syaraf Tiruan Bacpropagation Yusuf Dwi Santoso *, Suhartono Program

Lebih terperinci

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman.

PELABELAN FUZZY PADA GRAF. Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman. JMP : Volume 6 Nomor, Juni 04, hal. - PELABELAN FUZZY PADA GRAF Siti Rahmah Nurshiami, Suroto, dan Fajar Hoeruddin Universitas Jenderal Soedirman email : oeytea0@gmail.com ABSTRACT. This paper discusses

Lebih terperinci

Rancangan Petak Terbagi

Rancangan Petak Terbagi Rancangan Peta Terbagi Ade Setiawan 009 Percobaan Split-plot merupaan superimpose dari dua jenis satuan percobaan dimana rancangan lingungan untu eduanya bisa sama ataupun berbeda. Satuan percobaan untu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Teori graf merupakan salah satu bagian ilmu dari matematika dan merupakan I. PENDAHULUAN. Latar Belaang Teori graf merupaan salah satu bagian ilmu dari matematia dan merupaan poo bahasan yang relatif muda jia dibandingan dengan cabang ilmu matematia yang lain seperti aljabar

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER. Abstrak SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Oleh : Pandapotan Siagia, ST, M.Eng (Dosen tetap STIKOM Dinamia Bangsa Jambi) Abstra Sistem pengenal pola suara atau yang lebih dienal dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB 2 TEORI PENUNJANG BAB EORI PENUNJANG.1 Konsep Dasar odel Predictive ontrol odel Predictive ontrol P atau sistem endali preditif termasu dalam onsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunaan

Lebih terperinci

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER

SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER SISTEM ADAPTIF PREDIKSI PENGENALAN ISYARAT VOKAL SUARA KARAKTER Pandapotan Siagian, ST, M.Eng Dosen Tetap STIKOM Dinamia Bangsa - Jambi Jalan Sudirman Theoo Jambi Abstra Sistem pengenal pola suara atau

Lebih terperinci

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang

( s) PENDAHULUAN tersebut, fungsi intensitas (lokal) LANDASAN TEORI Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang Latar Belaang Terdapat banya permasalahan atau ejadian dalam ehidupan sehari hari yang dapat dimodelan dengan suatu proses stoasti Proses stoasti merupaan permasalahan yang beraitan dengan suatu aturan-aturan

Lebih terperinci

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE)

ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) Seminar Nasional Matematia dan Apliasinya, 1 Otober 17 ANALISIS PETA KENDALI DEWMA (DOUBLE EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE) DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI FJLB (FINGER JOINT LAMINATING BOARD)

Lebih terperinci

KENDALI LOGIKA FUZZY DENGAN METODA DEFUZZIFIKASI CENTER OF AREA DAN MEAN OF MAXIMA. Thiang, Resmana, Wahyudi

KENDALI LOGIKA FUZZY DENGAN METODA DEFUZZIFIKASI CENTER OF AREA DAN MEAN OF MAXIMA. Thiang, Resmana, Wahyudi KENDALI LOGIKA FUZZY DENGAN METODA DEFUZZIFIKASI CENTER OF AREA DAN MEAN OF MAXIMA Thiang, Resmana, Wahyudi Jurusan Teni Eletro, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalanerto 121-131 Surabaya Email : thiang@petra.ac.id,

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas tentang travelling salesman problem (TSP), metodemetode yang digunakan dalam penyelesaian TSP. Khusus penggunaan metode algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Keadaan dunia usaha yang selalu berubah membutuhan langah-langah untu mengendalian egiatan usaha di suatu perusahaan. Perencanaan adalah salah satu langah yang diperluan

Lebih terperinci

PENENTUAN JARAK TERPENDEK PADA JALUR DISTRIBUSI BARANG DI PULAU JAWA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA. Abstraksi

PENENTUAN JARAK TERPENDEK PADA JALUR DISTRIBUSI BARANG DI PULAU JAWA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA. Abstraksi PENENTUAN JARAK TERPENDEK PADA JALUR DISTRIBUSI BARANG DI PULAU JAWA DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA I Dewa Made Adi Baskara Joni 1, Vivine Nurcahyawati 2 1 STMIK STIKOM Indonesia, 2 STMIK STIKOM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Fuzzy 2.1.1 Dasar-Dasar Teori Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai estension dari teori onvensional atau crisp set. Di dalam teori crisp

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER

PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER PENDETEKSIAN GERAK TANGAN MANUSIA SEBAGAI INPUT PADA KOMPUTER Wiaria Gazali 1 ; Haryono Soeparno 2 1 Jurusan Matematia, Faultas Sains dan Tenologi, Universitas Bina Nusantara Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway

Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perkotaan Menggunakan Metode Time Headway Rea Racana Jurnal Online Institut Tenologi Nasional Teni Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Penentuan Nilai Eivalensi Mobil Penumpang Pada Ruas Jalan Perotaan Menggunaan Metode Time Headway ENDI WIRYANA

Lebih terperinci

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT

ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Jurnal Sipil Stati Vol. No. Agustus (-) ISSN: - ANALISA STATIK DAN DINAMIK GEDUNG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT GEMPA BERDASARKAN SNI - DENGAN VARIASI JUMLAH TINGKAT Revie Orchidentus Francies Wantalangie Jorry

Lebih terperinci

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh

INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON. Makalah. Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numerik. yang dibimbing oleh INTEGRAL NUMERIK KUADRATUR ADAPTIF DENGAN KAIDAH SIMPSON Maalah Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Metode Numeri yang dibimbing oleh Dr. Nur Shofianah Disusun oleh: M. Adib Jauhari Dwi Putra 146090400111001

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Penjadwalan kegiatan belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan biasanya merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah dan menyita waktu. Pada lembaga pendidikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Keranga Pemiiran Pemerintah ahir-ahir ini sering dihadapan pada masalah persediaan pupu bersubsidi yang daya serapnya rendah dan asus elangaan di berbagai loasi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 5 RUANG VEKTOR UMUM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN. Ruang Vetor Nyata. Subruang. Kebebasan Linier 4. Basis dan Dimensi 5. Ruang Baris, Ruang Kolom dan Ruang Nul 6. Ran dan Nulitas

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak

KORELASI ANTARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISTEM ADAPTIF. Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1. Abstrak KORELASI ANARA DUA SINYAL SAMA BERBEDA JARAK PEREKAMAN DALAM SISEM ADAPIF Sri Arttini Dwi Prasetyawati 1 Abstra Masud pembahasan tentang orelasi dua sinyal adalah orelasi dua sinyal yang sama aan tetapi

Lebih terperinci