Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Bab 1 : Skalar dan Vektor

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

Rira/ Resume paper Albert Einstein: On the Electrodynamics of Moving Bodies 1) Kinematika a. Pendefinisian Kesimultanan

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

Teori Relativitas Khusus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Teori Relativitas Khusus

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB II LANDASAN TEORI

Aplikasi Aljabar Geometris Pada Teori Elektrodinamika Klasik

Keep running VEKTOR. 3/8/2007 Fisika I 1

KINEMATIKA GERAK 1 PERSAMAAN GERAK

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3

Fisika Dasar I (FI-321)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

FISIKA XI SMA 3

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

BAB II VEKTOR DAN GERAK DALAM RUANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

Suryadi Siregar Metode Matematika Astronomi 2

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Teori Relativitas Khusus

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1. Integral Lipat Dua Atas Daerah Persegipanjang

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Fisika Dasar I (FI-321)

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

Kinematika Sebuah Partikel

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Kinematika. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com 1

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

Integral lipat dua BAB V INTEGRAL LIPAT 5.1. DEFINISI INTEGRAL LIPAT DUA. gambar 5.1 Luasan di bawah permukaan

Bagian 2 Matriks dan Determinan

BAB 8 Teori Relativitas Khusus

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

VEKTOR. Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3. Liduina Asih Primandari, S.Si., M.Si.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

Integral Tak Tentu. Modul 1 PENDAHULUAN

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah

Persamaan Diferensial

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

Bab 1. Teori Relativitas Khusus

BAB VI INTEGRAL LIPAT

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1

momen inersia Energi kinetik dalam gerak rotasi momentum sudut (L)

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI IPA SEMESTER GENAP MATERI : DINAMIKA ROTASI

Penurunan Transformasi Lorentz dengan Menggunakan Sifat Grup Transformasi dan Postulat Pertama Einstein

1 Mengapa Perlu Belajar Geometri Daftar Pustaka... 1

Catatan Kuliah FI2101 Fisika Matematik IA

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

BAB II LANDASAN TEORI

DIKTAT KULIAH KALKULUS PEUBAH BANYAK (IE-308)

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

ENERGI POTENSIAL. dapat dimunculkan dan diubah sepenuhnya menjadi tenaga kinetik. Tenaga

Transkripsi:

Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek, Serpong, Tangerang 15314, Indonesia E-mail: itpm.indonesia@gmail.com Buku-E LIPI http://www.buku-e.lipi.go.id 2008

Daftar Isi 1 Azas-azas Relativitas 1 1.1 Kecepatan Penjalaran Interaksi...................... 1 1.2 Interval................................... 3 1.3 Waktu Wajar................................ 8 1.4 Transformasi Lorentz............................ 9 1.5 Transformasi Kecepatan.......................... 13 1.6 Vektor Empat................................ 14 1

Ringkasan Draf awal ringkasan buku fundamental teori medan L. D. Landau, E. M. Lifshitz, The Classical Theory of Fields, Fourth Revised English Edition, Course of Theoretical Physics, Volume 2, Pergamon Press, 1989.

Bab 1 Azas-azas Relativitas 1.1 Kecepatan Penjalaran Interaksi Sistem acuan diperlukan untuk mendeskripsikan proses-proses yang terjadi di alam. Dengan menggunakan sistem acuan maka dapat dipahami sistem koordinat yang menunjukkan posisi suatu partikel di ruang, sebagaimana jam yang ditetapkan dalam sistem ini menunjukkan waktu. Terdapat sistem acuan dimana benda bergerak bebas, yakni benda yang bergerak tak dipengaruhi oleh gaya luar, bergerak dengan kecepatan tetap. Sistem acuan demikian disebut inersia. Jika dua sistem acuan bergerak serba sama relatif terhadap satu sama lain, dan jika salah satu darinya adalah sistem inersia, maka yang lain adalah juga inersia (dalam sistem ini juga setiap gerak bebas adalah linier dan serba sama). Eksperimen menunjukkan bahwa prinsip relativitas adalah valid. Prinsip relativitas, seluruh hukum alam adalah identik dalam seluruh sistem acuan inersia. Yakni, persamaan-persamaan yang menyatakan hukum-hukum alam adalah invarian berhubungan dengan transformasi koordinat dan waktu dari satu sistem inersia terhadap sistem inersia yang lain. Hal ini berarti, persamaan yang mendeskripsikan sembarang hukum alam, ketika ditulis dalam hubungannya dengan koordinat dan waktu dalam sistem acuan inersia yang berbeda memiliki bentuk yang sama. Interaksi 1

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 2 partikel-partikel materi dideskripsikan dalam mekanika dengan menggunakan energi potensial interaksi sebagai fungsi koordinat partikel-partikel yang berinteraksi. Interaksi dideskripsikan dengan asumsi penjalaran interaksi seketika. Gaya yang dikerahkan terhadap tiap-tiap partikel oleh partikel lain pada waktu sesaat gayut posisi partikel pada saat itu. Perubahan posisi sembarang partikel yang berinteraksi mempengaruhi partikel lain dengan segera dv dx = F. Namun, eksperimen menunjukkan bahwa di alam tak ada interaksi seketika. Jadi, mekanika yang berbasis pada asumsi penjalaran interaksi seketika memiliki ketidakakuratan tertentu. Kenyataannya, jika sembarang perubahan terjadi di salah satu partikel yang berinteraksi maka perubahan itu mempengaruhi partikel lain hanya setelah selang interval waktu tertentu. Yakni, setelah interval waktu ini, proses yang disebabkan oleh perubahan awal mulai terjadi di partikel kedua. Pembagian jarak antara dua partikel dengan interval waktu ini, diperoleh kecepatan penjalaran interaksi. Kecepatan penjalaran interaksi adalah juga kecepatan maksimum penjalaran interaksi. Keberadaan kecepatan maksimum penjalaran interaksi mengimplikasikan bahwa pada saat yang sama gerak partikel dengan kecepatan yang lebih besar dibanding kecepatan maksimum penjalaran interaksi secara umum tidak mungkin. Penjalaran interaksi dari satu partikel menuju partikel lain seringkali disebut sinyal yang dikirim oleh partikel pertama dan memberitahukan ke partikel kedua tentang perubahan yang terjadi di partikel pertama. Kecepatan penjalaran interaksi juga disebut kecepatan sinyal. Prinsip relativitas memberlakukan kecepatan penjalaran interaksi adalah sama dalam seluruh sistem acuan inersial. Kecepatan penjalaran interaksi adalah konstanta universal. Kecepatan konstan ini adalah juga kecepatan cahaya di ruang hampa (c = 2, 998 10 10 cm/detik). Nilai kecepatan cahaya yang besar menjelaskan fakta bahwa dalam praktek, mekanika klasik cukup akurat dalam banyak kasus. Kombinasi prinsip relativitas dengan nilai kecepatan penjalaran interaksi yang ter-

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 3 batas disebut prinsip relativitas Einstein berlawanan dengan prinsip relativitas Galileo yang didasarkan pada nilai tak terbatas kecepatan penjalaran interaksi. Mekanika klasik memberlakukan jarak relatif, yakni hubungan ruang antara peristiwaperistiwa berbeda gayut pada sistem acuan yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa tersebut. Sedangkan waktu adalah absolut, yakni sifat-sifat waktu diasumsikan tak gayut sistem acuan; terdapat satu waktu untuk seluruh kerangka acuan. Ide waktu absolut adalah kontradiktif dengan prinsip relativitas Einstein (percobaan Michelson). 1.2 Interval Suatu peristiwa dideskripsikan dengan tempat dimana peristiwa itu terjadi dan waktu ketika peristiwa terjadi. Peristiwa yang terjadi pada partikel materi tertentu didefinisikan oleh tiga koordinat partikel tersebut serta waktu ketika peristiwa terjadi. Ruang empat-dimensi fiktif, sumbu-sumbunya ditandai dengan tiga koordinat ruang dan waktu. Pada ruang ini peristiwa-peristiwa direpresentasikan dengan titik-titik, disebut titik-titik dunia. Dalam ruang empat dimensi fiktif ini terdapat hubungan bagi masing-masing partikel terkait dengan sebuah garis tertentu, disebut garis dunia. Ekspresi prinsip invariansi kecepatan cahaya dalam bentuk matematis: Dua sistem acuan K dan K bergerak relatif satu sama lain dengan kecepatan konstan. Sumbu-sumbu koordinat dibuat sedemikian rupa sehingga sumbu x dan x bersesuaian, sementara sumbu y dan sumbu z paralel dengan sumbu y dan sumbu z ; waktu dalam sistem K dan K adalah t dan t. Misalkan peristiwa pertama terdiri dari pengiriman sinyal, menjalar dengan kecepatan cahaya, dari titik yang memiliki koordinat x 1 y 1 z 1 dalam sistem K, pada waktu t 1 dalam sistem ini. Misalkan peristiwa kedua terdiri dari kedatangan sinyal pada titik x 2 y 2 z 2 pada saat t 2. Sinyal menjalar dengan kecepatan c; jarak yang ditempuh adalah c(t 2 t 1 ). Pada sisi lain, jarak yang sama adalah [(x 2 x 1 ) 2 +(y 2 y 1 ) 2 +(z 2 z 1 ) 2 ] 1/2.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 4 Hubungan antara koordinat-koordinat dua peristiwa dalam sistem K adalah (x 2 x 1 ) 2 + (y 2 y 1 ) 2 + (z 2 z 1 ) 2 (t 2 t 1 ) 2 = 0. (1.1) Dua peristiwa yang sama ini, yakni penjalaran sinyal, dapat diamati dari sistem K : Misalkan koordinat peristiwa pertama di dalam sistem K adalah x 1y 1z 1t dan peristiwa kedua adalah x 2y 2z 2t 2. Karena kecepatan cahaya adalah sama dalam di dalam sistem K dan K, diperoleh serupa dengan (1.1) (x 2 x 1) 2 + (y 2 y 1) 2 + (z 2 z 1) 2 (t 2 t 1) 2 = 0. (1.2) Jika x 1 y 1 z 1 t 1 dan x 2 y 2 z 2 t 2 adalah koordinat-koordinat sembarang dua peristiwa, maka kuantitas s 12 = [ (t 2 t 1 ) 2 (x 2 x 1 ) 2 (y 2 y 1 ) 2 (z 2 z 1 ) 2 ] 1/2 (1.3) disebut interval antara dua peristiwa ini. Jadi, dari prinsip invariansi kecepatan cahaya, jika interval antara dua peristiwa adalah nol di dalam satu sistem koordinat maka interval tersebut sama dengan nol di dalam seluruh sistem yang lain. Jika dua peristiwa adalah tak hingga dekat satu sama lain, maka interval ds antara mereka adalah ds 2 = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2. (1.4) Dari (1.3), (1.4), interval dapat dianggap sebagai jarak antara dua titik di dalam ruang empat-dimensi fiktif (sumbu-sumbunya dilabeli dengan x, y, z dan perkalian ct). Jika ds = 0 dalam satu sistem inersia, maka ds = 0 dalam sembarang sistem yang lain. Pada sisi lain, ds dan ds adalah nilainya sangat kecil berorde sama. Dari dua kondisi ini, ds 2 dan ds 2 harus proporsional satu sama lain ds = ds 2 dimana koefisien a gayut hanya pada nilai absolut kecepatan relatif dua sistem inersia.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 5 Tinjau tiga sistem acuan K,K 1,K 2 dan misalkan V 1 dan V 2 adalah kecepatan sistem K 1 dan K 2 relatif terhadap K, maka diperoleh ds 2 = a(v 1 )ds 2 1 Dengan cara yang sama diperoleh ds 2 = a(v 2 )ds 2 2. ds 2 1 = a(v 12 )ds 2 2 dimana V 12 adalah nilai absolut kecepatan K 2 relatif terhadap K 1. Sehingga a(v 2 ) a(v 1 ) = a(v 12). (1.5) Tetapi V 12 gayut tidak hanya pada nilai absolut vektor V 1 dan V 2, namun gayut juga pada sudut antara kedua vektor. Akan tetapi, sudut ini tidaklah muncul pada sisi kiri (1.5). Oleh karena itu, (1.5) benar hanya jika fungsi a(v ) mereduksi terhadap suatu konstanta, sama dengan satu. Jadi, ds 2 = ds 2 (1.6) dan dari persamaan interval infinitesimal terdapat persamaan interval finit s = s. Interval antara dua peristiwa adalah sama di dalam seluruh sistem acuan inersia, yakni interval tersebut invarian dalam transformasi satu sistem inersia terhadap sembarang sistem acuan inersia yang lain. Invariansi ini adalah pernyataan matematis kekonstanan kecepatan cahaya. Misalkan x 1 y 1 z 1 t 1 dan x 2 y 2 z 2 t 2 menjadi koordinat-koordinat dari dua peristiwa di dalam suatu sistem acuan tertentu K. Adakah sistem koordinat K, dimana dua peristiwa terjadi pada titik yang sama dalam ruang t 2 t 1 = t 12 ; (x 2 x 1 ) 2 + (y 2 y 1 ) 2 + (z 2 z 1 ) 2 = l 2 12.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 6 Maka interval antara peristiwa-peristiwa dalam sistem K adalah s 2 12 = t 2 12 l 2 12 dan di dalam sistem K s 2 12 = t 2 12 l 2 12, yang dikarenakan invariansi interval, maka t 2 12 l 2 12 = t 2 12 l 2 12 Jika dua peristiwa terjadi pada titik yang sama dalam sistem K, yakni l 12 = 0 s 2 12 = s 2 12 s 2 12 = t 2 12 l 2 12 = t 2 12 > 0 Konsekuensinya, suatu sistem acuan dengan sifat yang diperlukan ada jika s 2 12 > 0, yakni jika interval antara dua peristiwa adalah bilangan riil. Interval riil disebut timelike. Apakah terdapat sistem acuan dimana dua peristiwa terjadi pada waktu yang sama? Sebagaimana sebelumnya untuk sistem K dan K, t 2 12 l 2 12 = t 2 12 l 2 12. Jika t 12 = 0, maka s 2 12 = l 2 12 < 0. Konsekuensinya, sistem yang diperlukan dapat ditemukan hanya untuk kasus ketika interval s 12 antara dua peristiwa adalah bilangan imajiner. Interval imajiner disebut spacelike. Jarak antara titik-titik dimana peristiwa terjadi dalam sistem adalah l 12 = l 2 12 t 2 12 = is 12. Karakter interval timelike dan spacelike adalah tak gayut sistem acuan. Tinjau peristiwa O sebagai asal koordinat ruang dan waktu. Dalam sistem koordinat empat-dimensi, sumbu-sumbu yang ditandai x,y,z,t, titik dunia dari peristiwa O adalah titik asal koordinat. Dalam Gb.2 ditunjukkan dua garis yang mewakili penjalaran dua sinyal (dengan kecepatan cahaya) dalam arah berlawanan melewati peristiwa O (yakni melalui x = 0

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 7 pada t = 0). Seluruh garis yang mewakili gerak partikel dapat terletak hanya dalam daerah aoc dan dob. Pada garis ab dan cd, x = ±ct. Tinjau peristiwa dimana titiktitik dunia terletak dalam daerah aoc. Seluruh titik dalam daerah ini t 2 x 2 > 0. Interval antara sembarang peristiwa dalam daerah ini dan peristiwa O adalah timelike. Dalam daerah ini t > 0, yakni seluruh peristiwa dalam daerah ini terjadi setelah peristiwa O. Namun, dua peristiwa yang dipisahkan dengan interval timelike tidak dapat terjadi secara simultan dalam sembarang sistem acuan. Konsekuensinya adalah tak mungkin untuk menemukan sistem acuan dimana sembarang peristiwa dalam daerah aoc terjadi sebelum peristiwa O, yakni pada waktu t < 0. Jadi, seluruh peristiwa dalam daerah aoc adalah peristiwa mendatang relatif terhadap O dalam seluruh sistem acuan. Oleh karena itu, daerah ini dapat disebut masa depan absolut relatif terhadap O. Dengan cara yang sama, seluruh peristiwa dalam daerah bod adalah dalam masa lalu absolut relatif terhadap O; yaitu peristiwa-peristiwa dalam daerah ini terjadi sebelum peristiwa O dalam seluruh sistem acuan. Tinjau daerah doa dan cob. Interval antara sembarang peristiwa dalam daerah ini dan peristiwa O adalah spacelike. Peristiwa-peristiwa ini terjadi pada titik-titik berbeda dalam ruang dalam setiap sistem acuan. Oleh karena itu, daerah-daerah ini dapat disebut jauh absolut (absolutely remote) relatif terhadap O. Konsep-konsep simultan, lebih awal, dan kemudian adalah relatif terhadap daerah-daerah ini. Untuk sembarang peristiwa dalam daerah ini terdapat sistem acuan dimana peristiwa terjadi setelah peristiwa O, sistem-sistem dimana peristiwa terjadi lebih awal dibanding O dan akhirnya sistem acuan dimana peristiwa terjadi secara simultan dengan O. Tinjau seluruh tiga koordinat ruang sebagai ganti satu koordinat ruang, maka sebagai ganti dua garis yang berpotongan dalam Gb.2, terdapat sebuah kerucut x 2 + y 2 + z 2 t 2 = 0 di dalam sistem koordinat empat-dimensi x,y,z,t,sumbu kerucut bersesuaian dengan sumbu t (kerucut ini disebut kerucut cahaya). Daerah-daerah dari masa depan absolut dan masa lalu absolut direpresentasikan oleh dua bagian dalam kerucut.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 8 Dua peristiwa dapat dihubungkan sebagai hubungan sebab-akibat terhadap satu sama lain hanya jika interval antara mereka adalah timelike. Hal ini berdasar fakta bahwa tak ada interaksi dapat menjalar dengan kecepatan lebih besar dibanding kecepatan cahaya. Konsep lebih awal dan kemudian memiliki signifikansi absolut, merupakan syarat perlu bagi konsep sebab dan akibat untuk memiliki arti. 1.3 Waktu Wajar Asumsikan bahwa dalam sistem acuan inersia tertentu, diamati jam-jam yang bergerak relatif terhadap kita dalam cara sembarang. Pada tiap-tiap momen waktu berbeda gerak ini dapat dianggap serba sama. Jadi, pada tiap-tiap momen waktu dapat diperkenalkan sistem koordinat secara tegar terkait jam-jam yang bergerak, dimana jam-jam merupakan sistem acuan inersia. Selama interval waktu infinitesimal dt (seperti yang dibaca oleh jam dalam kerangka diam kita), jam bergerak menempuh jarak dx 2 + dy 2 + dz 2. Bagaimana interval waktu dt ditunjukkan untuk periode ini oleh jam yang bergerak? Dalam sistem koordinat yang terkait dengan jam bergerak kemudian diam, yakni dx = dy = dz = 0. Oleh karena invariansi interval dimana sehingga ds 2 = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2 = dt 2 dt = dt 1 dx2 + dy 2 + dz 2 dt 2 ( ) dt 2 = dt 2 1 dx2 + dy 2 + dz 2 dt 2 = dt 2 dt2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) dt 2 = dt 2 (dx2 + dy 2 + dz 2 ). Jika persamaan dia atas dikalikan dengan maka diperoleh dt 2 = dt 2 (dx 2 + dy 2 + dz 2 ) = dt 2 dx 2 dy 2 dz 2

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 9 Namun dx 2 + dy 2 + dz 2 dt 2 = v 2 dimana v adalah kecepatan jam yang bergerak. Oleh karena itu dt = ds c = dt 1 v2 Integrasikan persamaan di atas maka diperoleh interval waktu yang ditunjukkan oleh jam yang bergerak ketika waktu yang berlalu menurut jam yang diam adalah t 2 t 1 t2 t 2 t 1 = dt 1 v2 c. 2 t 1 Waktu yang dibaca oleh jam yang bergerak dengan suatu objek disebut waktu wajar (proper time) untuk objek tersebut. Dari dua persamaan di atas, nampak bahwa waktu wajar dari objek yang bergerak selalu lebih kecil dibanding interval yang berhubungan dalam sistem yang diam. Jam yang bergerak menunjukkan pengukuran yang lebih lambat dibanding jam yang diam. 1.4 Transformasi Lorentz Bagaimana formulasi transformasi dari satu sistem acuan inersia terhadap sistem acuan inersia yang lain, yakni formulasi yang jika diketahui koordinat x, y, z, t dari peristiwa tertentu dalam sistem K, maka dapat dicari koordinat x,y,z,t dari peristiwa yang sama dalam sistem inersia yang lain K? Dalam mekanika klasik, waktu adalah absolut, yakni t = t ; jika sumbu-sumbu koordinat dipilih sebagaimana biasa (sumbu-sumbu x,x bersesuaian, sumbu-sumbu y,z paralel terhadap y,z, gerak sepanjang x,x ) maka koordinat-koordinat y,z sama dengan y,z, sementara koordinat-koordinat x dan x berbeda dengan jarak yang dilewati oleh satu sistem relatif terhadap yang lain. Jika waktu mula-mula dipilih pada saat ketika dua sistem koordinat bersesuaian, dan jika kecepatan sistem K relatif terhadap K adalah V, maka jarak yang ditempuh adalah V t. Jadi, x = x + V t, y = y, z = z, t = t.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 10 Formula ini disebut transformasi Galileo. Transformasi ini tidaklah memenuhi persyaratan teori relativitas; transformasi tersebut tidaklah membiarkan interval antara peristiwa-peristiwa invarian. Oleh karena itu, diperlukan transformasi relativistik sebagai konsekuensi persyaratan yang membiarkan interval antara peristiwa-peristiwa invarian. Sebagaimana dalam 2, interval antara peristiwa-peristiwa dapat ditinjau sebagai jarak antara pasangan yang berhubungan dari titik-titik dunia dalam sistem koordinat empat-dimensi. Konsekuensinya, dapatlah dikatakan bahwa transformasi yang diperlukan harus membiarkan seluruh jarak tak berubah dalam ruang empat dimensi x, y, z, ct. Namun, transformasi demikian terdiri hanya dari pergeseran paralel dan rotasi sistem koordinat. Pergeseran sistem koordinat paralel terhadap dirinya sendiri tidaklah menarik, karena itu hanya pergeseran titik asal koordinat ruang dan perubahan dalam titik acuan waktu. Jadi, transformasi yang diperlukan harus dapat dinyatakan secara matematis sebagai rotasi sistem koordinat empat dimensi x,y,z,ct. Setiap rotasi dalam ruang empat dimensi dapat diubah ke dalam enam rotasi dalam bidang xy,zy,xz,tx,ty,tz (sebagaimana rotasi di dalam ruang biasa dapat diubah dalam tiga rotasi bidang xy,zy dan xz). Tiga yang pertama dari rotasi ini mentransformasi hanya koordinat ruang yang berhubungan dengan rotasi ruang biasa). Tinjau rotasi dalam bidang tx; dalam hal ini, koordinat y dan z tak berubah. Secara khusus, transformasi ini harus membiarkan perbedaan (ct) 2 x 2 tak berubah, kuadrat dari jarak titik (ct,x) dari titik asal. Hubungan antara koordinat lama dan baru diberikan dalam bentuk paling umum dengan formula x = x cosh ψ + ct sinh ψ, ct = x sinh ψ + ct cosh ψ dimana ψ adalah sudut rotasi ; cek sederhana menunjukkan fakta t 2 x 2 = t 2 x 2. Formula di atas berbeda dengan formula biasa untuk transformasi rotasi sumbu koordinat dalam hal memiliki fungsi hiperbolik dalam fungsi-fungsi trigonometrik. Hal ini adalah perbedaan antara geometri Euklidean dan pseudo-euklidean. Bagaimana formulasi transformasi suatu konstanta acuan inersia K terhadap sistem K yang bergerak relatif terhadap K dengan kecepatan V sepanjang sumbu x? Dalam

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 11 hal ini, jelas bahwa hanya koordinat x dan waktu t yang berubah. Oleh karena itu, transformasi ini harus memiliki bentuk di persamaan di atas. Penentuan sudut ψ gayut hanya pada kecepatan relatif V. Tinjau gerak dalam sistem K dari titik asal sistem K. Mkaa x = 0 dan formula di atas menjadi Pembagian satu sama lain menghasilkan x = ct sinh ψ, ct = ct cosh ψ. x ct = tanhψ dimana x/t adalah kecepatan V dari sistem K relatif terhadap K, sehingga tanhψ = V c. Dari sini sinh ψ = Substitusikan ( ) ke ( ), diperoleh disebut transformasi Lorentz. V/c, cosh ψ = t = x V + t c 2 1. Formula invers yang mengatakan x,y,z,t dalam bentuk x,y,z,t diperoleh dengan mengubah V menjadi V (karena sistem K bergerak dengan kecepatan V relatif terhadap sistem K ). Formula yang sama dapat diperoleh secara langsung dengan mensolusi (??) untuk x,y,z,t. Untuk V kecil dibanding kecepatan cahaya, (??) menjadi x = x + V t, y = y, z = z, t = t + V x Misalkan sebuah batang diam terhadap sistem K, paralel terhadap sumbu x. Misalkan panjangnya diukur dalam sistem ini adalah x = x 2 x 1 (x 2 dan x 1 adalah koordinatkoordinat dari dua ujung batang dalam sistem K). Bagaimana panjang batang bila

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 12 diukur dalam sistem K? Misalkan koordinat-koordinat dari dua ujung batang dalam sistem K adalah x 2 dan x 1 pada waktu yang sama t. Dari (??)diperoleh x 1 = x 1 + V t, x 2 = x 2 + V t. Panjang batang dalam sistem K adalah x = x 2 x 1; kurangkan x 1 dari x 2 diperoleh x 2 x 1 = x 2 + V t x 1 + V t = x 2 x 1 x = x Panjang wajar (proper length), batang adalah panjang batang dalam sistem acuan dimana sistem acuan tersebut dalam keadaan diam terhadap batang. Jika x dinotasikan dengan l 0, panjang batang dalam sembarang kerangka acuan lain K dengan l. Maka l 0 = l, l = l 0 c. 2 Jadi, batang memiliki panjang terbesarnya dalam sistem acuan dimana sistem acuan tersebut diam. Panjang batang dalam suatu sistem dimana sistem tersebut bergerak dengan kecepatan V menurun dengan faktor. Hasil ini di dalam teori rela- tivitas disebut konstraksi Lorentz. Sifat umum transformasi Lorentz dibanding transformasi Galileo: Transformasi Galileo bersifat komutatif, yakni hasil kombinasi dari dua transformasi Galileo berturut-turut (dengan kecepatan berbeda V 1 dan V 2 ) tidaklah gayut pada urutan dimana transformasi dilakukan. Hasil dua transformasi Lorentz berturut-turut gayut secara umum pada urutan dimana transformasi tersebut dilakukan. Dalam transformasi rotasi dalam sistem koordinat empat dimensi, hasil dua rotasi (terhadap sumbu-sumbu berbeda)

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 13 gayut pada urutan dimana transformasi tersebut dilakukan. Pengecualian tunggal adalah kasus transformasi dengan vektor-vektor paralel V 1 dan V 2 (yang ekivalen terhadap dua rotasi dari sistem koordinat empat dimensi terhadap sumbu yang sama). 1.5 Transformasi Kecepatan Misalkan sistem K bergerak relatif terhadap sistem K dengan kecepatan V sepanjang sumbu x, dimana v x = dx/dt adalah komponen kecepatan partikel di dalam sistem K dan v x = dx /dt adalah komponen kecepatan partikel yang sama di dalam sistem K. Dari (??) diperoleh dx = dx + V dt, dy = dy, dz = dz, dt = dt + V dx Pembagian tiga persamaan pertama dengan persamaan keempat dan memperkenalkan kecepatan diperoleh v = d r dt, v = d r dt, dx dt = dx + V dt c 2 dt + V dx c 2 = dx + V dt dt + V dx v x = dx + V dt 1/dt dt + V dx c 1/dt 2 = v x + V 1 + V v x dy dt = = v y dy dt + V dx 1 V 2 v y = dy 1/dt dt + V dx c 1/dt 2 1 + V v x

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 14 dz dt = dz dt + V dx 1 V 2 v z = dz 1/dt dt + V dx c 1/dt 2 = v z 1 + V v x Formula ini menentukan transformasi kecepatan. Dalam kasus c, formula ini menuju ke formula v x = v x + V, v y = v y, v z = v z dalam mekanika klasik. Dalam kasus khusus, gerak partikel paralel terhadap sumbu x, v x = v, v y = v z = 0. Maka v y = v z = 0, v x = v, sehingga v = v + V 1 + v V. 1.6 Vektor Empat Koordinat peristiwa (ct, x, y, z) dapat ditinjau sebagai komponen vektor radius empat dimensi (vektor radius empat) dalam ruang empat dimensi x 0 = ct, x 1 = x, x 2 = y, x 3 = z, (x i, i = 0, 1, 2, 3). Kuadrat panjang vektor radius empat (x 0 ) 2 (x 1 ) 2 (x 2 ) 2 (x 3 ) 2. Ini tidak berubah dalam sembarang rotasi sistem koordinat empat dimensi secara khusus dalam transformasi Lorentz. Secara umum, himpunan empat kuantitas A 0,A 1,A 2,A 3 yang bertransformasi seperti komponen vektor empat radius x i dalam transformasi sistem koordinat empat dimensi disebut vektor empat-dimensi (vektor-empat) A i. Dalam transformasi Lorentz, A 0 = A 0 + V c A 1, A 1 = A 1 + V c A 0, A 2 = A 2, A 3 = A 3. Besar kuadrat vektor-empat didefinisikan analog dengan kuadrat vektor-empat jarak: (A 0 ) 2 (A 1 ) 2 (A 2 ) 2 (A 3 ) 2.

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 15 Dua tipe komponen vektor-empat adalah A i (superscripts) dan A i (subscripts) A 0 = A 0, A 1 = A 1, A 2 = A 2, A 3 = A 3, dimana, A i adalah komponen kontravarian vektor-empat, dan A i adalah komponen kovarian vektor-empat. Σ 3 i=0a i A i = A 0 A 0 + A 1 A 1 + A 2 A 2 + A 3 A 3 dimana A i A i adalah penjumlahan meliputi sembarang indeks berulang. Analog, A i B i = A 0 B 0 + A 1 B 1 + A 2 B 2 + A 3 B 3 dimana A i B i adalah perkalian skalar dari dua vektor empat yang berbeda, A i B i = A i B i. A i B i skalar empat, invarian dalam rotasi sistem koordinat empat dimensi. Hukum transformasi vektor empat dinyatakan dalam komponen kovarian berbeda (tanda) dari hukum yang sama yang dinyatakan untuk komponen kontravarian. A 0 = A 0 V c A 1, A 1 = A 1 V c A 0, A 2 = A 2, A 3 = A 3. dimana A 0 adalah komponen waktu vektor empat dan A 1,A 2,A 3 adalah komponen ruang vektor empat. A i = (A 0, A), A i = (A 0, A), A i A i = (A 0 ) 2 A 2 x i = (ct, r), x i = (ct, r), x i x i = t 2 r 2. Tensor empat dimensi (tensor empat) rank dua adalah himpunan enam belas kuantitas A ik, dalam transformasi koordinat mentransformasi seperti perkalian komponen dua vektor empat. A ik adalah komponen kovarian tensor rank kedua, A ik adalah komponen kontravarian tensor rank kedua dan A i k adalah komponen campuran tensor rank kedua, dimana A i k A k i. A 00 = A 00, A 01 = A 01, A 11 = A 11,.... A 0 0 = A 00, A 1 0 = A 01, A 0 1 = A 01, A 1 1 = A 11,....

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 16 (penaikan dan penurunan indeks ruang [1,2,3] mengubah tanda komponen, sementara penaikan dan penurunan indeks waktu [0] tidak mengubah tanda komponen). A ik = A ki (simetris) A ik = A ki (antisimetris, seluruh komponen diagonal yakni komponen A 00,A 11,... adalah nol, sebagai contoh A 00 = A 00 ). Untuk tensor simetris A ik, A i k = A i k Ai k. A i i = A 0 0 + A 1 1 + A 2 2 + A 3 3; (A i i = A i i). Penjumlahan ini disebut trace tensor, dan operasi untuk memperolehnya disebut konstraksi. δ k i A i = A k ; (δ k i adalah tensor empat satuan, A i adalah tensor empat sembarang) δ k i = 1 jika i = k dan δ k i = 0 jika i k, trace-nya adalah δ i i = 4. 1 0 0 0 (g ik 0 1 0 0 ) = (g ik ) = 0 0 1 0 0 0 0 1 dimana g ik atau g ik adalah tensor metrik dengan menaikkan satu indeks atau menurunkan indeks yang lain dalam δ k i. Indeks i melabeli baris, dan indeks k melabeli kolom dalam urutan 0, 1, 2, 3. g ik A k = A i, g ik A k = A i A i A i = g ik A k g ik A k = g ik A i A k = g ik A i A k dimana δ i k,g ik,g ik, komponen mereka adalah sama dalam seluruh sistem koordinat. e iklm adalah tensor satuan rank empat antisimetrik lengkap. e 0123 = +1, e 0123 = 1, e iklm e iklm = 24. e iklm adalah pseudotensor (berkaitan dengan rotasi sistem koordinat, kuantitas e iklm berperilaku seperti komponen tensor; namun jika kita mengubah tanda dari satu atau tiga koordinat komponen e iklm, didefinisikan sama dalam seluruh sistem koordinat, tak berubah, dimana beberapa komponen tensor semestinya berubah tanda.) Jika A ik adalah tensor antisimetris, tensor A ik dan pseudotensor A ik = 1 2 eiklm A lm

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 17 disebut dual terhadap satu sama lain. A ik A ik adalah pseudoskalar. A ik A ik adalah pseudoskalar. Pseudoskalar berperilaku seperti tensor dalam seluruh transformasi koordinat kecuali yang tak dapat direduksi ke rotasi, yakni, refleksi, yang berubah dalam tanda koordinat yang tak dapat direduksi menuju rotasi. Dalam refleksi sistem koordinat, yakni dalam perubahan tanda seluruh koordinat, komponen vektor biasa juga berubah tanda: vektor polar. Komponen vektor yang dapat ditulis sebagai perkalian silang (cross product) dua vektor polar tidak berubah tanda dalam inversi: vektor aksial. Perkalian skalar vektor polar dan aksial tidaklah benar-benar skalar, melainkan pseudoskalar: ia berubah tanda dalam inversi koordinat. Vektor aksial adalah pseudovektor, dual terhadap beberapa tensor antisimetrik. Jika C = A B maka C α = 1e 2 αβγc βγ, dimana C βγ = A β B γ A γ B β. Komponen ruang (i,k = 1, 2, 3) tensor antisimetrik A ik membentuk tensor antisimetrik tiga dimensi berkaitan dengan transformasi ruang murni; menurut pernyataan kita komponennya dapat dinyatakan dalam bentuk komponen vektor aksial tiga dimensi. Berkaitan dengan transformasi yang sama ini, komponen A 01,A 02,A 03 membentuk vektor polar tiga dimensi. 0 p x p y p z A ik p x 0 a z a y = p y a z 0 a x p z a y a x 0 dimana, p dan a adalah vektor polar dan vektor aksial. A ik = ( p, a); A ik = ( p, a). φ x i = ( ) 1 φ c t, φ yakni gradien empat skalar φ adalah vektor empat. yakni diferensial skalar adalah juga skalar. dφ = φ x idxi

BAB 1. AZAS-AZAS RELATIVITAS 18 Di dalam ruang empat dimensi, terdapat empat tipe integrasi: Integral terhadap kurva dalam ruang empat. Integral terhadap permukaan dua dimensi dalam ruang empat. Integral terhadap permukaan hiper (hypersurface), yakni terhadap manifold tiga dimensi. Integral terhadap volume empat dimensi, elemen integrasi adalah skalar, dω = dx 0 dx 1 dx 2 dx 3 = cdt dv.