BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

III. METODE PENELITIAN

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

*Corresponding Author:

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) bulanan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERHITUNGAN VALUE AT RISK (VaR) DENGAN SIMULASI MONTE CARLO (STUDI KASUS SAHAM PT. XL ACIATA.Tbk)

BAB III. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan perhitungan untuk menilai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

IV. METODE PENELITIAN

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II MATERI PENUNJANG. 2.1 Keuangan Opsi

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 DASAR TEORI. Studi mengenai aspek teknis dan produksi ini sifatnya sangat strategis, sebab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

III METODE PENELITIAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

Muhammad Firdaus, Ph.D

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 LANDASAN TEORI

IV METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

PERAMALAN FUNGSI TRANSFER SINGLE INPUT INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP SAHAM NEGARA TERDEKAT

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan kemajuan kearah yang dicapai. Seperti yang terdapat pada

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

PENELUSURAN EMPIRIS KETERKAITAN PASAR KEUANGAN DAN KOMPONEN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

Jurnal EKSPONENSIAL Volume 5, Nomor 2, Nopember 2014 ISSN

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ANALISIS PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM KOSPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERVENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Peran pasar obligasi dipandang oleh pemerinah sebagai sarana sraegis sumber pembiayaan alernaif selain pembiayaan perbankan dalam benuk pinjaman (loan). Kondisi anggaran pemerinah yang defisi, pada umumnya akan diuup melalui pinjaman yang bersumber dari luar negeri aau pinjaman yang bersumber dari dalam negeri. Seelah krisis ekonomi ahun 1998, pemerinah Indonesia memandang perlu unuk menuup defisi anggaran belanja pemerinah melalui pinjaman yang bersumber dari dalam negeri. Menginga ingka fleksibilias dan dependensi yang inggi erhadap negara donor, menjadi caaan ersendiri bagi pemerinah Indonesia unuk beralih dari pembiayaan luar negeri ke pembiayaan dalam negeri. Disamping iu, perubahan kebijakan enang nilai ukar rupiah uru menjadi risiko ersendiri erhadap posisi uang luar negeri pemerinah dan uang luar negeri swasa. Kebijakan nilai ukar mengambang membua risiko nilai ukar aas uang luar negeri menjadi inggi. Sumber : Publikasi DMO, Depkeu Gambar 1.1 Posisi Ousanding Uang Pemerinah 1998 April 2010 1

2 Gambar 1.1 di aas menunjukkan bahwa pemerinah Indonesia berupaya unuk erus menjaga proporsi uang pemerinah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Berdasarkan daa publikasi DMO Depkeu ahun 2010, menunjukkan bahwa posisi April 2010 porsi uang dalam negeri pemerinah Indonesia adalah sebesar 64% dari oal uang pemerinah. Sisanya, sebesar 36% dari oal uang pemerinah berasal dari uang luar negeri. Namun demikian pemerinah eap berupaya unuk meresrukurisasi uang pemerinah dari benuk pinjaman (loan) menjadi securiies. Resrukurisasi uang pemerinah diperlukan unuk mengurangi keerganungan erhadap negara donor. Apabila benuk uang pemerinah adalah pinjaman (loan), maka persyaraan aas pemberian uang dienukan oleh negara donor. Secara poliik enunya hal ini akan dipandang idak mengunungkan. Sebaliknya, dengan srukur uang pemerinah dalam benuk obligasi (securiies), maka dependensi pemerinah erhadap negara-negara donor aau pemberi uang dapa diminimalkan. Gambar 1.2 beriku meunjukkan porsi srukur uang pemerinah unuk posisi anggal 31 Mare 2009. Selain erika dengan persyaraan yang bersifa poliik, uang luar negeri pemerinah dalam benuk pinjaman juga erika dalam persyaraan jangka waku uang, ingka suku bunga dan besarnya cicilan yang harus dibayar oleh pemerinah Indonesia. Namun apabila uang pemerinah berbenuk obligasi (securiies), maka persyaraan ingka suku bunga, jangka waku jauh empo uang, dan jangka waku pembayaran bunga semuanya dienukan oleh pemerinah Indonesia.

3 Sumber : Publikasi DMO, Depkeu Gambar 1.2 Srukur Uang Pemerinah Peran pemerinah hingga saa ini dinilai sanga besar dalam memajukan pasar obligasi di Indonesia. Pemerinah memandang perlu unuk erus-menerus mengembangkan pasar obligasi di Indonesia melalui Direkora Jenderal Pengelolaan Sura Uang dan Bapepam. Deparemen Keuangan nampaknya ingin mencapai kondisi pasar obligasi yang likuid dan efisien. Hal ini ercermin dari upaya pemerinah mengembangkan pasar obligasi secara berahap dengan mempersiapkan auran hukum dan infrasrukur penunjang pasar. Pasar obligasi yang berkembang diunjukkan oleh ren nilai emisi obligasi di pasar. Nilai emisi obligasi pemerinah dan juga obligasi korporasi erus menunjukkan ren meningka dari ahun ke ahun seperi yang diunjukkan oleh gambar 1.3 beriku ini. Nilai emisi obligasi pemerinah yang meningka sanga signifikan dari ahun ke ahun merupakan salah sau wujud serius dari pemerinah unuk memajukan pasar obligasi di Indonesia. Yaiu dengan erus menerus mengeluarkan seri obligasi yang memiliki waku jauh empo beragam sehingga dapa digunakan sebagai benchmark bagi obligasi lainnya. Kondisi likuidias pasar sekunder juga memperoleh perhaian

4 serius dari pemerinah dengan menunjuk beberapa lembaga sebagai Primary Dealers (SUN) dan selling agen unuk SPN dan riel. Sumber : Daa SEKI Bank Indonesia diolah Gambar 1.3 Perkembangan Pasar Obligasi di Indonesia Tahun 2004-2008 Dari gambar 1.3 diaas dapa diliha bahwa secara nilai, obligasi pemerinah memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan obligasi korporasi. Namun demikian, dari gambar 1 juga dapa diliha bahwa obligasi korporasi cenderung memiliki perumbuhan yang posiif dari ahun ke ahun. Sebaliknya obligasi pemerinah bahkan sempa mengalami perumbuhan negaif sejak ahun 2001 hingga ahun 2004. Apabila diinjau dari segi likuidias, jelas bahwa obligasi pemerinah lebih likuid dibandingkan dengan obligasi korporasi. Hal ini nampak dari selalu erdapa quoasi harga aas berbagai jenis obligasi pemerinah seiap hari di pasar. Perumbuhan obligasi korporasi yang cenderung posiif bisa dipandang bahwa ini merupakan kesempaan yang elah digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan kinerja yang baik. Perusahaan ersebu menerbikan obligasi unuk

5 mendapakan pembiayaan dengan ingka bunga bersaing dibandingkan dengan pembiayaan yang menggunakan fasilias pinjaman perbankan. Daa DMO Depkeu menyebukan bahwa pada Okober 2009 proporsi kepemilikan obligasi pemerinah Indonesia oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 44,38% (Rp. 255.20 rilyun) sedangkan proporsi kepemilikan obligasi pemerinah oleh non bank adalah sebesar 51,42% (Rp. 295.62 rilyun). Hal ini menunjukkan bahwa baik pihak bank maupun non bank memandang asse obligasi sebagai invesasi yang mengunungkan. Obligasi pemerinah dipilih karena dipandang memiliki risiko invesasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan obligasi korporasi. Dengan demikian hampir sebagian besar invesor lebih memilih unuk menjadikan obligasi pemerinah sebagai salah sau komponen asse-nya. Berbagai pihak yang berperan sebagai invesor aas obligasi pemerinah berinvesasi guna memperoleh pendapaan bunga (ineres income) dan keunungan dari selisih harga beli- jual obligasi (capial gain). Dari seluruh ousanding obligasi pemerinah, kepemilikan oleh pihak non bank erus mengalami peningkaan dari waku kewaku. Bahkan kepemilikan oleh pihak non bank elah melebihi kepemilikan bank seelah bulan April 2009. Berdasarkan daa yang merupakan publikasi DMO, posisi bulan Desember 2004 pihak bank memiliki ousanding obligasi pemerinah sebesar Rp. 287.56 rilyun (72.02%). Sedangka pihak non bank, yang didalamnya ermasuk perbankan asing, reksadana dan sekurias asing, memiliki ousanding obligasi pemerinah sebesar Rp. 111.74 rilyun (27.98%). Seperi yang diunjukkan pada gambar 1.4, bahwa pada posisi bulan Agusus 2009 kepemilikan obligasi pemerinah sebesar Rp. 276.39 rilyun (48.94%) dimiliki oleh pihak non bank. Sedangkan pihak bank memiliki ousanding obligasi pemerinah sebesar Rp. 271 rilyun (47.98%). Menuru daa erakhir yaiu posisi bulan November 2009, pihak bank memiliki ousanding obligasi pemerinah sebesar Rp. 255.53 rilyun (43.92%). Sedangkan pihak non bank meningkakan ousanding obligasi pemerinah sebesar Rp. 302.49 rilyun (52%).

6 350 300 250 200 150 100 50 0 Bank Non Bank Dec-04 Jun-05 Dec-05 Jun-06 Dec-06 Jun-07 Dec-07 Jun-08 Dec-08 Jun-09 Sumber : Publikasi DMO, Depkeu Gambar 1.4 Grafik Daa Kepemilikan Obligasi Pemerinah Bank dan Non Bank Daa ersebu di aas menunjukkan bahwa pihak non bank yang didalamnya erdapa perbankan asing, sekurias asing, reksadana asing, sekurias domesik, dana pensiun domesik dan reksadana domesik menjadi invesor erbesar bagi pembiayaan pembangunan pada periode-periode erakhir. Hal ini idak erlepas dari kepuusan invesasi para invesor yang mengindikasikan bahwa memiliki ousanding asse berupa obligasi pemerinah dianggap sebagai invesasi aman dan memberikan imbal hasil (reurn) yang mengunungkan. Menginga kepemilikan obligasi sebagian besar dimiliki lembaga-lembaga keuangan, baik bank maupun non bank, sehingga pihak-pihak ersebu meleakkan obligasi pemerinah sebagai asse yang dapa memberikan capial gain dan ineres income. Disamping iu lembaga keuangan ersebu menjadikan obligasi sebagai secondary reserve. Dimana apabila dipandang perlu, yaiu apabila kondisi likuidias lembaga keuangan ersebu menghadapi masalah, maka obligasi dapa dijual aau dapa dilakukan repo unuk menuupi kebuuhan likuidias yang dihadapi.

7 Pedoman umum yang digunakan oleh para invesor dan pelaku pasar unuk dapa memanau perkembangan nilai porofolio obligasi pemerinah yang dimiliki adalah dengan memanau perkembangan pergeseran yield curve. Dengan demikian maka analisa erhadap pergeseran yield curve menjadi hal yang pening unuk dipahami oleh para invesor dan pelaku pasar. Yield curve yang erbenuk dari hubungan yield obligasi dengan jangka waku jauh empo yang berbeda-beda dapa bergerak paralel aau idak paralel, ke aas aau ke bawah. Pergerakan yield curve dipengaruhi oleh berubahnya yield obligasi yang menjadi konribuor sebagai akiba adanya shock ekonomi makro yang erjadi. Dianaranya adalah perubahan angka inflasi, perubahan nilai ukar, perubahan APBN pemerinah dan perubahan peneapan ingka suku bunga oleh Bank Senral. 1.2 Perumusan Masalah Yield curve merupakan kurva yang menghubungkan anara yield obligasi benchmark dengan jangka waku obligasi. Obligasi yang menjadi konribuor bagi erbenuknya yield curve erdiri dari berbagai obligasi dengan jangka waku 3 bulan, 6 bulan, 1 ahun hingga 30 ahun. Seiap ahun obligasi-obligasi yang menjadi konribuor yield curve berubah-ubah sesuai dengan sisa jangka wakunya. Yield obligasi dapa berubah-ubah dan mengakibakan yield curve bergeser ke aas aaupun ke bawah. Shock erhadap kondisi-kondisi ekonomi makro dapa merubah yield obligasi. Namun dengan kondisi shock ekonomi makro yang sama, belum enu akan mengakibakan dampak yang sama erhadap yield obligasi dengan jangka waku yang berbeda. Seperi yang ersebu di aas, bahwa shock ekonomi makro dapa menggeser yield obligasi ke aas aaupun ke bawah, sehingga pening unuk dapa mengidenifikasi seberapa cepa yield obligasi kembali pada kondisi keseimbangan awal seelah erjadi shock ekonomi makro.

8 1.3 Tujuan Peneliian Sudi ini berujuan unuk : 1. Menganalisis keerkaian anara fakor-fakor makroekonomi dengan yield obligasi pemerinah jangka waku 1 ahun (pendek), 5 ahun (menengah) dan 10 ahun (panjang). 2. Menganalisis speed of adjusmen dalam keseimbangan jangka pendek dari yield obligasi pemerinah jangka waku 1 ahun, 5 ahun dan 10 ahun. 1.4 Baasan Masalah Sudi ini meniik berakan pada peran fakor-fakor makro ekonomi berupa inflasi, ingka suku bunga bank senral, oupu gap dan nilai ukar erhadap yield obligasi pemerinah fixed rae. Obligasi pemerinah seri fixed rae (FR) dipilih dalam sudi ini karena seri fixed rae merupakan seri yang likuid di pasar. Sehingga mempermudah dalam upaya memperoleh daa. Hal ini diunjukkan dengan selalu erdapanya quoasi harga obligasi pemerinah seri FR di pasar. Dianara obligasi pemerinah seri fixed rae yang dikeluarkan, sudi ini memilih obligasi seri FR 16, FR 30 dan FR 36. Dimana pada ahun 2009 kedua obligasi seri FR 30 dan seri FR 36 merupakan seri banchmark yang juga merupakan konribuor yield curve unuk jangka waku 1 (sau) ahun unuk seri FR16, 5 (lima) ahun unuk seri FR 30 dan 10 ahun unuk seri FR 36. Obligasi yang dijadikan sebagai obyek peneliian adalah obligasi pemerinah dan bukan obligasi korporasi. Hal ini disebabkan karena obligasi pemerinah merupakan obligasi yang menjadi banchmark di pasar.

9 1.5 Meodologi Peneliian Sudi ini menggunakan pendekaan kuaniaif unuk mencapai ujuan peneliian. Meode kuaniaif yang digunakan adalah ekonomerika dengan aplikasi model Eror Correcion Model (ECM) agar dapa menjawab hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang dari masing-masing variabel bebas erhadap variabel erika. Dimana variabel erika dan variabel bebas dihubungkan dengan fungsi sebagai beriku: (1.1) BY = α + α ଵ INF + α ଶ BIR + α ଷ OG + α ସ ER (1.2) Dimana : Bond yield, adalah ingka imbal hasil dari obligasi pemerinah seri FR 16, FR 30 dan seri FR 36 yang berlaku di pasar. Daa marke yield yang digunakan adalah mid price yang berlaku di pasar (BY). Variabel (BY) merupakan variabel erika dalam model. Inflasi, adalah angka yang menunjukkan perubahan harga-harga secara umum yang erjadi di Indonesia (INF). Variabel (INF) merupakan variabel bebas dalam model. Tingka suku bunga Bank Indonesia, adalah angka ingka suku bunga acuan yang di eapkan secara berkala oleh Bank Indonesia (BIR). Variabel (BIR) merupakan variabel bebas dalam model. Oupu gap, adalah angka yang menunjukkan selisih anara oupu riil dan oupu poensial yang erjadi di Indonesia dalam kurun waku sudi (OG). Variabel (OG) merupakan variabel bebas dalam model. Nilai ukar USD/IDR, adalah nilai ukar USD/IDR yang berlaku pada akhir bulan dan dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Variabel (ER) merupakan variabel bebas dalam model.

10 Persamaan 1.2 di aas menunjukkan hubungan anara ingka inflasi, suku bungan bank senral, dan nilai ukar dengan marke yield obligasi pemerinah. Secara eori, ingginya angka inflasi, ingka suku bunga acuan bank senral, dan oupu gap akan menyebabkan unuan imbal hasil dari invesor aas invesasi obligasi (marke yield) yang dilakukan akan meningka pula. Sebaliknya apabila nilai ukar maa uang domesik erhadap maa uang asing mengua, maka ingka imbal hasil (marke yield ) obligasi yang dimina akan urun dibandingkan sebelumnya. Hubungan anara fakor-fakor makroekonomi di aas akan mengindikasikan keerkaian dan memiliki dampak erhadap marke yield obligasi pemerinah (seri FR 1, 2 3 4 16, 30 dan 36) apabila nilai,, 0 dan secara individu maupun bersamasama memiliki pengaruh yang berari secara saisik. Adapun daa yang digunakan adalah daa marke yield obligasi pemerinah seri benchmark posisi akhir bulan FR 16, FR 30 dan FR 36, daa inflasi bulanan Indonesia YoY, daa ingka suku bunga Bank Indonesia, dan daa oupu gap yang seluruhnya merupakan daa ime series bulanan dari ahun 2005 hingga ahun 2009. Khusus daa oupu gap diperoleh dengan cara menggunakan daa GDP akual dikurangi dengan GDP poensial. Daa GDP kuaralan akan dilakukan inerpolasi hingga semua daa merupakan daa ime series dengan renang waku bulanan. Daa dalam sudi ini merupakan daa sekunder yang merupakan publikasi dari Saisik Ekonomi dan Keuangan (SEKI) Bank Indonesia dan daa sekunder yang merupakan publikasi dari World Economy and Saisic (WECO) Bloomberg sera sumber-sumber lainnya yang relevan mendukung keersediaan daa.

11 1.5.1 Meode Esimasi Sudi ini menggunakan daa ime series dan juga menggunakan analisis ime series. Daa ime series dihasilkan melalui proses sokasik aau proses random. Sedangkan karakerisik dari daa ime series adalah observasinya mengacu pada inerval waku yang beruruan (Thomas, 1996). Apabila karakerisik sokasik berubah sepanjang waku (non sasioner), merupakan hal yang suli dalam membenuk proses sokasik ersebu melalui sebuah persamaan dengan koefisien koefisien-koefisien eap yang dapa diesimasi dari daa masa lalu. Sebuah daa ime series disebu sebagai daa yang sasioner jika; a. E (X) = Konsan unuk seiap b. Var (X) = Konsan unuk seiap c. Cov (X,X+k) = konsan unuk seiap dan semua k 0 Dengan kaa lain daa ime series disebu sebagai sasioner jika raa-raa, varian dan kovarian konsan seiap waku. Apabila daa ime series idak memenuhi hal ersebu di aas maka walaupun memiliki ingka korelasi yang inggi anar variabel, maka dapa dikaakan bahwa hubungan regresi yang ada seluruhnya merupakan spurious regression (Thomas, 1996) 1.5.2 Uji Akar-akar Uni Unuk melakukan idenifikasi sasionerias daa ime series digunkan uji akarakar uni. Uji akar-akar uni dimaksudkan unuk mengamai apakah koefisien erenu dari model auoregresif yang diamai sasioner aau idak. Uji akar-akar dilakukan dengan menaksir model auoregresif beriku :

12 k a. X a1 BX bi Bi X (1.3) i 1 k b. X c0 c1bx bi Bi X (1.4) i 1 k c. X g 0 g1t g 2Bx bi Bi X (1.5) dimana : i 1 = adalah perbedaan perama dari X, X X ) X ( 1 BX = adalah lag dari X, ) ( X 1 k = 1/ 3 N dimana N adalah jumlah observasi Hipoesis : Ho : a c g 0 1 1 2 Ha : a c g 0 1 1 2 1.5.3 Uji Koinegrasi Uji koinegrasi adalah rangkaian selanjunya uji deraja inegrasi. Sebelum melakukan uji koinegrasi erlebih dahulu harus dipasikan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam model harus memiliki deraja inegrasi yang sama. Karena variabel-vaiabel yang memiliki deraja inegrasi yang sama disebu sebagai variabel yang berkoinegrasi. Koinegrasi merupakan benuk ekuivalen secara saisik dari adanya hubungan ekonomi jangka panjang anara variabel yang ada (Thomas,1996).

13 Uji yang digunakan dalam uji koinegrasi adalah uji saisik CRDW, DF dan ADF. Uji ini digunakan unuk mengeahui ada idaknya keseimbangan jangka panjang dalam model yang di amai. Uji ini dilakukan dengan menaksir persamaan beiku; Y = m 0 + m 1 X 1 + E (1.6) De = p 1 BE (1.7) De = q 1 Be + w 1 BDe (1.8) Nilai saisik CRDW diunjukkan oleh nilai saisik DW pada persamaan 14. Sedangkan nilai saisik DF dan ADF diunjukkan oleh nisbah pada koefisien BE pada persamaan 1.7 dan 1.8. 1.5.4 Uji Sabilias Uji sabilias adalah uji yang berujuan unuk meliha keandalan dan aau kesalahan spesifikasi model. Kesabilan model merupakan sesuau hal yang pening jika model ersebu akan digunakan unuk dasar peramalan aau simulasi kebijakan. Uji ini mengacu pada uji yang dilakukan oleh brown e al.(1975) yaiu cusum es yang mendasarkan uji sabilias dengan menggunakan recursive residual. Uji ini meliha plo kwanias cusum yang diperoleh dengan membagi recursive residual dengan esimasi sandar deviasi dalam observasi yang digunakan. Apabila plo yang dihasilkan melebihi baas signifikasi uji,mengindikasikan bahwa parameer model yang diamai idak sabil.

14 1.6 Sisemaika Penulisan Sudi ini diulis dengan mengikui sisemaka sebagai beriku : a. BAB I : Pendahuluan Merupakan deskripsi mengenai laar belakang masalah, perumusan masalah, ujuan peneliian, baasan masalah, meodologi peneliian, dan sisemaika penulisan. b. BAB II : Landasan Teori BAB II erdiri dari gambaran umum eori dan hasil peneliian erdahulu yang berkenaan dengan yield obligasi sera eori-eori yang menjelaskan enang inflasi, ingka suku bunga bank senral, oupu gap, dan nilai ukar dalam hubungannya dengan yield obligasi. c. BAB III : Meodologi Peneliian Pada bab ini diuraikan berbagai langkah dan meodologi yang digunakan unuk dapa menjelaskan masalah. Bab ini juga berisi penjelasan enang analisa ime series dan model error correcion (ECM). d. BAB IV : Analisa Hasil Peneliian Berisi penjelasan mengenai hasil esimasi dari model kuaiaif yang digunakan. e. BAB V : Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan dan saran yang didasarkan aas hasil sudi yang dilakukan.