Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 Modul 1 Sekilas Pandang Drs. Irlan Soelaeman, M.Ed. S PENDAHULUAN uau hari, saya dan keluarga berencana membawa mobil pergi ke Surabaya unuk mengunjungi salah seorang saudara. Sau hari sebelum keberangkaan, ramalan cuaca mengaakan bahwa akan urun hujan leba diserai angin kencang. Unuk menghindari keadaan-keadaan yang kurang menyenangkan, akhirnya kami memuuskan unuk naik kerea api. Saa perjalanan kami menuju Surabaya, ernyaa benar erjadi hujan yang sanga leba diserai angin yang sanga kencang. Namun, saya eap dapa idur dengan lelap dan membaca buku kesayangan saya (walaupun idak pada saa yang bersamaan) anpa harus pusing memikirkan kemacean, kabu aaupun genangan air jika saya membawa mobil sendiri. Informasi ramalan cuaca (kali ini cukup akura), erbuki merupakan fakor yang cukup pening dalam perencanaan dan pengambilan kepuusan dalam kehidupan kia. Peramalan juga memainkan peran yang cukup pening dalam dunia bisnis, indusri, dan pemerinahan. Sebab, banyak puusan pening berganung pada anisipasi nilai beberapa variabel. Mari kia liha beberapa conoh bagaimana peralaman dapa membanu dalam perencanaan aaupun pengambilan kepuusan. 1. Sebuah pabrik pembua sepau. Jika perusahaan ini idak memproduksi sejumlah erenu sepau beriku cadangannya maka ia akan kehilangan kesempaan penjualan dan mengakibakan menurunnya keunungan. Di sisi lain jika membua persediaan yang erlalu banyak akan menyebabkan membengkaknya biaya gudang, yang pada akhirnya akan menurunkan keunungan juga. Perusahaan sepau ini dapa memaksimalkan keunungannya dengan cara menyeimbangkan anara jumlah persediaan (agar idak kehilangan penjualan) dan biaya gudang (beban bunga). Jumlah cadangan yang harus ersedia sebagian erganung dari anisipasi penjualan di masa depan. Sayangnya,

2 1.2 Analisis Runun Waku penjualan di masa depan sanga jarang dikeahui dengan pasi, oleh sebab iu perlu didasarkan pada sebuah peramalan. 2. Sebuah disribuor sembako (sembilan bahan pokok), dari pengalamannya mengeahui bahwa jumlah penjualan yang cukup memadai di suau daerah hanya erjadi jika kepadaan penduduk di daerah ersebu melebihi baas minimum erenu. Unuk kasus ini, peramalan yang akura enang jumlah penjualan idaklah diperlukan. Sang disribuor cukup menggunakan daa sensus kepadaan penduduk unuk menenukan daerah mana yang akan dilayani. Peramalan dapa dilakukan melalui berbagai cara. Meode yang dipilih berganung pada maksud dan ingka kepeningan sera biaya yang ersedia. Disribuor sembako pada conoh di aas cukup menggunakan pengalamannya dan meluangkan waku beberapa meni meliha-liha daa sensus kepadaan penduduk. Akan eapi, manajer pabrik pembua sepau mungkin perlu memina banuan seorang ahli saisik aau ekonom unuk membua model maemaik aau saisik agar dapa menenukan cadangan sepau yang harus ersedia di gudang. Seelah mempelajari Modul 1 ini, Anda diharapkan mampu: 1. memahami apa yang dimaksud dengan daa runun waku; 2. memahami runun waku yang sasioner; 3. memahami prosedur pemodelan UBJ; 4. melakukan diferensi daa; 5. menyaakan daa runun waku dalam benuk deviasi dari mean; 6. memahami perangka analisis fak dan fakp.

3 SATS4423/MODUL D Kegiaan Belajar 1 Daa Runun Waku alam modul ini, kia ujukan perhaian kia pada peramalan dengan menggunakan daa runun-waku. Daa runun-waku dimaksud merupakan hasil pengamaan aas sebuah variabel yang erjadi pada sebuah kurun waku erenu. Kia gunakan simbol z unuk sebuah pengamaan pada saa. Jadi, sebuah runun waku dengan n pengamaan dapa dinyaakan sebagai: z1, z2, z3,, zn. Sebagai sebuah conoh daa runun-waku, kia perhaikan daa produksi bulanan sebuah pabrik sepau olahraga (dalam ribuan) di Amerika Serika pada ahun Uruan hasil pengamaan pada ahun ersebu diuangkan dalam abel beriku z Pada conoh ini, z 1 merupakan pengamaan pada bulan Januari 1971 yang besarnya sama dengan 659. Kemudian, z 2 merupakan pengamaan pada bulan Februari 1971 yang besarnya sama dengan 740. Demikian seerusnya. Secara grafik daa produksi sepau unuk 60 bulan pengamaan (Januari 1971 s.d. Desember 1975) digambarkan pada Gambar 1.1. Dalam analisis UBJ-ARIMA, kia menduga bahwa seiap pengamaan dalam sebuah daa runun-waku, z, z, z, secara saisik saling 1 1 berganungan (saisically dependen). Unuk menggambarkan besarkecilnya keerhubungan anar hasil pengamaan dalam daa runun-waku ersebu, kia gunakan konsep korelasi. Dalam analisis UBJ, kia akan memperhaikan besarnya korelasi anara z pada saa z dengan z pada pengamaan-pengamaan sebelumnya z 1, z 2, z 3,. Dalam modul berikunya kia akan meliha bagaimana kia menghiung besarnya korelasi anarpengamaan dari sebuah daa runun-waku ini.

4 Dalam ribuan Dalam ribuan 1.4 Analisis Runun Waku Gambar 1.1 Produksi sepau dari Jan 1971 s.d. Des 1975 Gambar 1.1. Produksi Sepau dari Januari 1971 s.d. Desember 1975 Secara sederhana, kia dapa mengilusrasikan ide peramalan UBJ- ARIMA ini menggunakan Gambar 1.2 beriku. Gambar 1.2. Ide Peramalan UBJ

5 SATS4423/MODUL Perlu dikeahui bahwa model UBJ-ARIMA digunakan unuk ramalan jangka pendek. Sebab, model ARIMA ini hanya memberikan penekanan yang lebih pada daa erdeka sebelumnya, keimbang daa yang sanga lampau. Pada modul-modul berikunya kia akan meliha sebuah model ARIMA yang menggambarkan hubungan z dengan hanya dua buah daa observasi sebelumnya ( z 1 dan z 2 ). Sanga jarang kia jumpai model ARIMA yang menggambarkan hubungan z dengan daa observasi yang sanga jauh di belakang, misalnya dengan z 70 aau z 115. Hal ini mengandung ari bahwa ramalan jangka pendek dari model ARIMA akan bersifa lebih reliabel dibandingkan ramalan jangka panjangnya. A. UKURAN SAMPEL Membangun model ARIMA memerlukan ukuran sampel yang memadai. Box dan Jenkins menyarankan ukuran sampel minimum yang dibuuhkan adalah 50 daa pengamaan. Jika daa pengamaan yang ersedia kurang dari 50 maka diperlukan kehai-haian dalam menginerpreasikan hasilnya. Terlebih lagi, unuk daa runun waku yang bersifa musiman diperlukan ukuran sampel yang lebih besar lagi. B. DATA RUNTUN WAKTU STASIONER Meode UBJ-ARIMA berlaku hanya unuk daa runun waku yang bersifa sasioner. Daa runun waku sasioner memiliki mean, variance, dan fungsi auokorelasi yang konsan erhadap waku. (Kia akan menjelaskan konsep fungsi auokorelasi pada Modul 2, di mana fungsi auokorelasi ini merupakan sebuah cara menggambarkan bagaimana sebuah pengamaan berhubungan sau sama lainnya). Pada bagian ini kia akan memberikan ilusrasi enang mean dan variance yang konsan. Asumsi sasionerias ini dimaksudkan unuk menyederhanakan model eoriis UBJ dan sekaligus unuk memudahkan kia mendapakan esimasi parameer yang cukup akura dengan menggunakan daa observasi yang idak erlalu banyak. Misalkan, dengan 50 daa pengamaan saja, diharapkan kia akan mendapakan esimasi dari mean yang sesungguhnya dari daa runun waku ersebu.

6 1.6 Analisis Runun Waku Nilai mean dari daa runun waku yang sasioner akan menunjukkan nilai raa-raa secara keseluruhan dari runun waku ersebu. Kia akan mengesimasi nilai mean yang sesungguhnya dari sebuah daa runun waku berdasarkan mean dari sampel( z. Mean dari sampel sebuah daa runun waku dihiung seperi menghiung nilai raa-raa arimaik biasa, yaiu, jumlah dari seluruh hasil pengamaan z dibagi dengan jumlah pengamaan (n): 1 n z z (1.1) n 1 Pandanglah daa pada Gambar 1.3. Dengan menjumlahkan seluruh daa pengamaan dan membaginya dengan jumlah pengamaan 60, kia akan mendapakan mean dari daa runun waku ini sama dengan 100. n 1 1 z z n Jika sebuah daa runun waku bersifa sasioner maka besarnya mean dari sebagian daa runun waku ersebu idak akan jauh berbeda secara signifikan dengan mean dari sebagian daa lainnya. Daa pada Gambar 1.3 nampak memiliki mean yang konsan erhadap waku. Misalnya, separuh perama daa ersebu (daa pengamaan No.1 s.d. 30) ampak memiliki mean yang sama dengan mean dari separuh sisanya (daa pengamaan No.31 s.d. 60). Tenunya kia akan mendapakan sediki perbedaan yang disebabkan oleh variasi sampling. Di samping melalui pengamaan visual, pada modulmodul berikunya kia akan menjelaskan meode unuk menenukan apakah mean sebuah runun waku bersifa sasioner.

7 SATS4423/MODUL Tabel 1.1. Conoh Daa Runun Waku Sasioner z z z z Case Numbers Gambar 1.4 Conoh Daa runun waku sasioner Gambar 1.3. Conoh Daa Runun Waku Sasioner

8 1.8 Analisis Runun Waku Kia gunakan variansi sampel 2 s z sebuah runun waku unuk 2 mengesimasi variansi yang sesungguhnya z. Seperi biasanya, variansi adalah ukuran penyimpangan hasil pengamaan dari nilai meannya. Jadi, hiunglah besarnya penyimpangan seiap pengamaan dari nilai mean, kuadrakan seiap penyimpangan ersebu, jumlahkan, kemudian bagi dengan jumlah pengamaan (n); 1 n 2 (1.2) 2 sz z z n 1 Jika nilai mean hasil perhiungan kia sebelumnya dimasukkan pada persamaan (1.2), kia akan mendapakan nilai variansinya sebesar n sz z z n , Jika sebuah daa runun waku bersifa sasioner maka besarnya variansi dari sebagian daa runun waku ersebu idak akan jauh berbeda secara signifikan dengan variansi dari sebagian daa lainnya. Tenunya kia akan mendapakan sediki perbedaan yang disebabkan oleh sampling error. Di samping melalui pengamaan visual, pada modul-modul berikunya kia akan menjelaskan meode yang lebih akura unuk menenukan apakah variansi sebuah runun waku bersifa sasioner. Persyaraan sasionerias ini merupakan sesuau yang mulak. Walau demikian, kebanyakan dari runun waku non-sasioner yang kia jumpai dalam prakek dapa diransformasikan menjadi runun waku yang sasioner dengan cara yang relaif mudah. Penjelasan cara melakukan ransformasi ini akan dijelaskan dalam modul-modul berikunya.

9 SATS4423/MODUL C. PROSEDUR PEMODELAN BOX-JENKINS Sebagaimana yang elah dijelaskan sebelumnya bahwa seiap pengamaan dalam sebuah daa runun waku secara saisik diasumsikan berhubungan sau-sama-lain. Tujuan kia dalam analisis UBJ adalah mencari cara erbaik unuk menyaakan hubungan saisik ersebu. Dengan kaa lain, kia ingin membangun sebuah model yang dapa menggambarkan dengan baik hubungan anar sau pengamaan dengan pengamaan lainnya dalam sebuah daa runun waku. Sebuah model ARIMA merupakan sebuah pernyaaan aljabar yang menunjukkan bagaimana sebuah pengamaan z dalam sebuah runun waku berhubungan dengan daa-daa pengamaan sebelumnya z 1, z 2, z 3,. Kia akan membahas benuk aljabar berbagai model ARIMA pada Modul 3. Unuk sekarang ada baiknya kia meliha sebuah conoh beriku. z C z a (1.3) 1 1 Persamaan 1.3 merupakan sebuah conoh model ARIMA. Persamaan iu menyaakan bahwa z berhubungan dengan persis daa sebelumnya z, sedangkan C merupakan sebuah konsana, 1 merupakan sebuah koefisien yang nilainya menggambarkan hubungan anara z dan z 1. Sedangkan a merupakan sebuah komponen shock probabilisik. Komponen C, 1 z dan 1 a masing-masing merupakan komponen dari z. C merupakan sebuah komponen deerminisik (eap), sedangkan 1 z 1 merupakan komponen probabilisik karena nilainya sebagian berganung pada besarnya nilai z 1. Sedangkan a merupakan sebuah komponen yang murni probabilisik. Secara gabungan C dan 1 z mewakili bagian dari 1 z yang dapa diduga (predicable), sedangkan a merupakan sebuah residu yang idak dapa diduga. Namun demikian, 1 a memiliki beberapa sifa saisik erenu. Sebuah model yang baik memiliki beberapa karakerisik. Salah saunya adalah memiliki jumlah esimasi parameer ersediki yang diperlukan unuk menggambarkan pola daa yang ersedia secara epa.

10 1.10 Analisis Runun Waku Box dan Jenkins mengusulkan 3 ahapan prakis unuk membangun sebuah model. Pada kesempaan kali ini kia akan memaparkan secara garis besar saja keiga ahapan pemodelan Box-Jenkins ini, dan lebih rincinya akan disampaikan pada modul-modul berikunya. Keiga ahapan prosedur pemodelan UBJ ini digambarkan dalam skema beriku: Tahap 1: Idenifikasi Pada ahap idenifikasi, unuk mengukur korelasi anar iik pengamaan dalam sebuah runun waku, kia akan menggunakan dua buah grafik. Kedua grafik ersebu adalah fungsi auokorelasi esimasi (disingka fak), dan fungsi auokorelasi parsial esimasi (disingka fakp). Kia akan meliha conohnya pada Modul 2. Kedua fak dan fakp hasil esimasi ini merupakan gambaran kasar dari hubungan saisik anar iik pengamaan dalam sebuah daa runun waku ersebu. Namun demikian, ia memberikan cukup banuan bagi kia unuk meliha pola dari daa yang ersedia. Langkah berikunya pada ahapan idenifikasi ini adalah merumuskan hubungan saisik ersebu secara lebih kompak dalam benuk sebuah rumusan aljabar. Box dan Jenkins menawarkan sekumpulan pernyaaan aljabar (model) yang dapa kia pilih unuk semenara. Hasil esimasi fak dan fakp ini kia gunakan sebagai peunjuk unuk memilih sau aau lebih model

11 SATS4423/MODUL ARIMA yang kiranya sesuai. Ide dasarnya sebagai beriku: seiap model ARIMA memiliki fak dan fakp eoriis. Pada ahap idenifikasi, kia akan membandingkan fak dan fakp hasil esimasi dari daa runun waku yang ersedia dengan beberapa fak dan fakp eoriis. Kemudian memilih semenara sebuah model yang fak dan fakp eoreisnya menyerupai fak dan fakp hasil esimasi. Model enaif apapun yang kia pilih pada ahap idenifikasi ini hanyalah bersifa semenara. Sebelum kia meneapkan model ersebu sebagai model akhir yang akan kia pilih, kia perlu melanjukannya pada 2 ahapan berikunya dan mungkin juga kembali lagi pada ahapan idenifikasi jika naninya ernyaa model enaif ersebu idak memuaskan. Tahap 2: Esimasi Pada ahapan ini kia mendapakan esimasi koefisien-koefisien dari model yang kia pilih pada ahap idenifikasi. Misalkan, secara enaif persamaan (1.3) kia pilih sebagai model, kemudian kia cocokkan dengan daa runun waku yang ersedia unuk mendapakan esimasi dari 1 dan C. Pada ahapan ini kia akan mendapakan beberapa sinyal enang keakuraan dari model enaif yang kia pilih. Khususnya, apabila koefisien-koefisien esimasi ersebu idak memenuhi kondisi peridaksamaan maemais erenu maka model ersebu diolak. Kondisi peridaksamaan maemais yang harus dipenuhi oleh koefisien-koefisien hasil esimasi ini akan dibahas pada modulmodul berikunya. Tahap 3: Diagnosic checking Box dan Jenkins mengusulkan beberapa langkah diagnosa unuk menenukan apakah model yang dipilih elah dipandang cukup secara saisik. Sebuah model yang gagal melampaui uji diagnosa ini, akan diolak. Lebih jauh, hasil yang didapakan pada ahap ini dapa memberikan indikasi apakah model enaif ini perlu diperbaiki lebih lanju, dan hal ini akan membawa kia kembali pada ahap idenifikasi. Kia ulang ahapan-ahapan idenifikasi, esimasi, dan diagnosic checking beberapa kali hingga mendapakan sebuah model yang baik. Jika kia elah berhasil mendapakan sebuah model yang cukup memuaskan, model ini dapa kia gunakan unuk melakukan peramalan.

12 1.12 Analisis Runun Waku LATIHAN Unuk memperdalam pemahaman Anda mengenai maeri di aas, kerjakanlah laihan beriku! 1) Apa yang dimaksud dengan runun waku yang sasioner? 2) Sebukan keiga ahapan pemodelan UBJ! 3) Informasi apa yang erkandung dalam fak esimasi? 4) Pandanglah sebuah runun waku beriku ini: z z a) Apakah runun waku ini ampak sasioner? (Akan sanga membanu jika Anda erlebih dahulu membua grafiknya). b) Apakah daa runun waku ini cukup unuk membangun sebuah model ARIMA? c) Hiung mean dan variance dari daa runun waku ini! RANGKUMAN 1. Box dan Jenkins menawarkan sekumpulan model aljabar (dikenal dengan nama ARIMA) di mana kia dapa memilih sau di anaranya yang sesuai unuk peramalan dengan daa runun waku yang ersedia. 2. Model UBJ-ARIMA merupakan model peramalan single-series aau univariae; di mana peramalan didasarkan pada pola daa runun waku di masa lalu.

13 SATS4423/MODUL Model UBJ-ARIMA sanga sesuai digunakan unuk peramalan jangka pendek. 4. Model UBJ-ARIMA berlaku hanya unuk daa runun waku yang diskri dan memiliki inerval yang sama. 5. Membangun model UBJ-ARIMA memerlukan minimal 50 daa pengamaan. Unuk runun waku yang bersifa musiman, diperlukan jumlah daa yang lebih banyak lagi. 6. Meode UBJ berlaku hanya bagi runun waku yang sasioner. 7. Runun waku yang sasioner memiliki mean, variance, dan fungsi auokorelasi yang secara relaif konsan erhadap waku. 8. Sebagian besar, daa runun waku non-sasioner dapa diransformasikan menjadi runun waku sasioner. 9. Dalam analisis UBJ-ARIMA diasumsikan bahwa seiap pengamaan dari sebuah daa runun waku memiliki hubungan saisik; yakni saling berkorelasi. 10. Tujuan dari analisis UBJ adalah membangun sebuah model ARIMA yang memiliki sesediki mungkin parameer esimasi. 11. Dalam membangun sebuah model ARIMA, meode UBJ melalui 3 ahapan Idenifikasi, Esimasi, dan Diagnosic checking. 12. Pada ahap idenifikasi secara enaif kia memilih sebuah model ARIMA yang memiliki fak dan fakp eoriis yang mirip dengan grafik fak dan fakp hasil esimasi. 13. Pada ahap esimasi kia mendapakan esimasi parameer dari model ARIMA yang kia pilih pada ahap idenifikasi. 14. Pada ahap Diagnosic checking kia melakukan pengujian unuk meliha apakah model yang dipilih sudah cukup baik secara saisik. Jika masih kurang baik, kia kembali pada ahap idenifikasi unuk memilih model enaif yang lain lagi. 15. Model UBJ-ARIMA yang baik memberikan hasil ramalan dengan variansi gala-ramalan yang erkecil.

14 1.14 Analisis Runun Waku TES FORMATIF 1 Pilihlah sau jawaban yang paling epa! Pandanglah daa penjualan oba per kuaral dari sebuah apoik sebagai beriku: Tahun Kuaral Toal penjualan (dalam juaan rupiah) Misalkan z 1, z 2, z 3,..., z n mewakili dere pengamaan di aas. 1) Besarnya n adalah... A. 3 B. 4 C. 12 D ) Besarnya z6 adalah... A. 94 B. 117 C. 121 D ) Besarnya z9 adalah... A. 151 B. 140 C. 117 D. 109

15 SATS4423/MODUL ) Mean dari runun waku ersebu di aas adalah... A. 2,50 B. 17,73 C. 127,67 D. 314,24 5) Variance dari runun waku ersebu di aas adalah... A. 2,50 B. 17,73 C. 127,67 D. 314,24 6) Noasi yang digunakan unuk menyaakan mean dari sampel adalah... A. B. z C. s D. 2 z 2 z 7) Noasi yang digunakan unuk menyaakan mean yang sesungguhnya (dari populasi) adalah... A. B. z C. s D. 2 z 2 z 8) Noasi yang digunakan unuk menyaakan variance dari sampel adalah... A. B. z C. s D. 2 z 2 z 9) Noasi yang digunakan unuk menyaakan variance yang sesungguhnya (dari populasi) adalah... A. B. z C. s D. 2 z 2 z

16 1.16 Analisis Runun Waku 10) Daa runun waku sasioner memiliki... A. mean yang konsan erhadap waku. B. Variance yang konsan erhadap waku. C. Fungsi auokorelasi yang konsan erhadap waku. D. Mean, variance, dan fungsi auokorelasi yang konsan erhadap waku. Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formaif 1 yang erdapa di bagian akhir modul ini. Hiunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus beriku unuk mengeahui ingka penguasaan Anda erhadap maeri Kegiaan Belajar 1. Tingka penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Ari ingka penguasaan: % = baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai ingka penguasaan 80% aau lebih, Anda dapa meneruskan dengan Kegiaan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi maeri Kegiaan Belajar 1, eruama bagian yang belum dikuasai.

17 SATS4423/MODUL S Kegiaan Belajar 2 Pendahuluan Analisis Runun Waku Box-Jenkins ebagaimana yang elah dijelaskan sebelumnya bahwa seiap pengamaan dalam sebuah daa runun waku diasumsikan berhubungan sau-samalain secara saisik. Tujuan kia dalam analisis UBJ adalah mencari represenasi erbaik unuk menyaakan hubungan saisik ersebu. Dengan kaa lain, kia ingin membangun sebuah model yang dapa menggambarkan dengan baik hubungan anar sau pengamaan dengan pengamaan lainnya dalam sebuah daa runun waku. Pada Kegiaan Belajar 1, kia elah menyebukan isilah fungsi auokorelasi esimasi (fak) dan fungsi auokoralsi parsial esimasi (fakp). Kedua fungsi ini kia gunakan pada ahap idenifikasi unuk menggambarkan pola saisik sebuah daa runun waku. Tujuan uama kia pada kegiaan belajar ini adalah unuk mempelajari bagaimana membangun esimaed fak dan fakp. Pada modul selanjunya kia akan meliha bagaimana esimaed fak dan fakp ini digunakan unuk membangun sebuah model ARIMA. Sebelum kia masuk pada bahasan enang esimaed fak dan fakp ini, secara singka akan diperkenalkan erlebih dahulu 2 opik lain. Perama, perihal ransformasi aau yang dikenal dengan nama diferensi, yang biasa dierapkan erhadap sebuah daa runun waku unuk mendapakan mean yang sasioner. Kedua, sebuah operasi penghiungan yang dikenal dengan nama deviasi dari mean, yang biasa digunakan unuk mempermudah penghiunganpenghiungan dalam analisis UBJ-ARIMA. A. DIFERENSI Sebagaimana elah disampaikan sebelumnya bahwa analisis UBJ- ARIMA berlaku hanya bagi runun waku yang sasioner. Namun demikian, kebanyakan dari runun waku yang non-sasioner dapa diransformasikan menjadi runun waku yang sasioner. Dengan demikian, meode analisis UBJ dapa juga digunakan unuk menganalisis daa runun waku non-sasioner. Pada kegiaan belajar ini, kia akan memperkenalkan sebuah ransformasi yang dikenal dengan isilah diferensi. Diferensi merupakan sebuah operasi

18 1.18 Analisis Runun Waku sederhana yang menghiung besarnya uruan perubahan nilai pada sebuah daa runun waku. Diferensi digunakan jika mean dari sebuah runun waku berubah erhadap waku. Gambar 1.4 menunjukkan conoh sebuah runun waku yang demikian. Kia dapa menghiung sebuah mean bagi runun waku ini, dan hasilnya adalah 57,7957 sebagaimana yang diunjukkan oleh garis horizonal pada bagian engah dari Gambar 1.4. Akan eapi, nilai mean ini menyesakan karena sebagian dari daa runun waku ini memiliki mean yang berbeda dari sebagian daa lainnya. Seengah perama dari daa runun waku ini erleak di aas seengah sisanya. Runun waku yang demikian ini bersifa non-sasioner karena meannya idak konsan erhadap waku. Gambar 1.4. Conoh Runun Waku Non-Sasioner Unuk melakukan diferensi erhadap sebuah runun waku, kia definisikan sebuah variabel baru w yang merupakan derean besarnya perubahan pada runun waku z, yakni. w z z 1 2, 3,, n. (1.4) Dengan menggunakan daa pada Gambar 1.4 dan kia lakukan diferensi maka akan didapa hasil sebagai beriku:

19 SATS4423/MODUL w z z 61, , w z z 61 61, 625 0, w z z w z z 52, 25 51,875 0, Hasil dari proses diferensi ini kia gambarkan pada Gambar 1.5. Proses diferensi ini nampaknya berhasil dengan baik; runun waku hasil diferensi pada Gambar 1.5 ampak memiliki mean yang konsan. Perhaikan, kia elah kehilangan sebuah daa pengamaan: idak ada z0 sebagai fakor pengurang bagi z 1, dengan demikian kia hanya memiliki 51 daa pengamaan. Runun waku w disebu diferensi perama dari z. Jika diferensi perama idak menghasilkan sebuah runun waku yang memiliki mean yang konsan maka kia definisikan kembali w sebagai diferensi perama dari diferensi perama. w z z 1 z 1 z 2 3,4,, n (1.5) Sekarang, runun waku w disebu diferensi kedua dari z karena ia merupakan hasil dari diferensi kedua dari z. Pada umumnya, diferensi perama saja sudah cukup unuk mendapakan mean yang sasioner. Unuk runun waku seperi pada Gambar 1.5, ampaknya idak lagi memerlukan diferensi kedua karena hasil diferensi perama seperi pada Gambar 1.5. menunjukkan mean yang konsan. Akan eapi, unuk sekadar memberikan ilusrasi ada baiknya kia lakukan perhiungan unuk diferensi kedua.

20 1.20 Analisis Runun Waku Gambar 1.5. Diferensiasi Perama Oleh karena diferensi kedua merupakan diferensi perama dari hasil diferensi perama sebelumnya maka kia cukup mendiferensi daa runun waku yang erdapa pada Gambar 1.5. w z z z z 0,625 0,625 1, w z z z z 3 0, 625 3, w z z z z 0,25 3 3, w z z z z 0,375 1,25 1, Jika kia membuuhkan diferensi unuk mendapakan mean yang sasioner, kia membangun sebuah runun waku yang baru w yang berbeda dengan runun waku original z. Kemudian, dari runun waku sasioner w ini, kia membangun sebuah model ARIMA. Akan eapi, ujuan semula kia adalah unuk melakukan peramalan aas runun waku original, arinya kia menginginkan model ARIMA bagi runun waku yang awal. Unungnya, hal ini idaklah menimbulkan masalah besar karena w dan z unuk diferensi perama dihubungkan oleh persamaan (1.4) dan unuk diferensi kedua

21 SATS4423/MODUL dihubungkan oleh persamaan (1.5). Pada modul-modul berikunya akan diunjukkan bagaimana model ARIMA unuk w berlaku juga unuk z. Sebuah runun waku yang elah dibua sasioner dengan proses diferensi yang sesuai, memiliki sebuah mean yang mendekai nol. Misalnya, runun waku non-sasioner pada Gambar 1.4. memiliki mean sama dengan 57,8. Sedangkan runun waku sasioner pada Gambar 1.5. sebagai hasil dari proses diferensi runun waku pada Gambar 1.4. memiliki mean sebesar 0,2; yakni lebih deka ke nol keimbang 57,8. Hal yang demikian ini, unuk daa runun waku pada ilmu-ilmu sosial sangalah umum erjadi. B. DEVIASI DARI MEAN Jika mean dari sebuah runun waku bernilai konsan maka kia dapa memperlakukan mean ini sebagai komponen deerminisik dari runun waku ersebu. Unuk mengamai perilaku sokasik dari runun waku ini, kia nyaakan runun waku ini dalam benuk deviasi dari mean. Caranya, definisikan sebuah runun waku baru z yang didapa dengan mengurangkan seiap z dengan z, di mana z mean sampel yang merupakan esimasi dari parameer. z z z (1.6) Runun waku yang baru z akan berprilaku persis sama seperi runun waku yang lama z, kecuali mean dari runun waku z akan sama dengan nol; bukan lagi z. Dikarenakan kia elah mengeahui besarnya z, seelah kia selesai melakukan analisis, kia akan selalu dapa kembali pada runun waku yang original. Pandanglah kembali runun waku sasioner pada Gambar 1.4. Kia elah menghiung meannya, yaiu sama dengan 100. Oleh karena iu, nilai-nilai unuk runun waku z adalah: z z z z z z z z z z z z

22 1.22 Analisis Runun Waku Gambar 1.5 menggambarkan runun waku yang baru z. Gambar ini benuknya serupa dengan runun waku z pada Gambar 1.4., kecuali ia memiliki mean sama dengan nol. Sesungguhnya, kedua runun waku ersebu z dan z memiliki sifa-sifa saisik yang sama kecuali dengan mean yang berbeda. Misalnya, variansi kedua runun waku ersebu adalah sama dengan 7,97. z z z z Gambar 1.6. Daa dari Gambar 1.4 yang Dinyaakan dalam Deviasi dari Mean

23 SATS4423/MODUL C. DUA PERANGKAT ANALISIS: FAK DAN FAKP Kedua perangka analisis ini merupakan perangka yang sanga pening digunakan dalam ahapan idenifikasi meode UBJ. Keduanya menyaakan hubungan saisik anarpengamaan dalam sebuah daa runun waku. Pada kegiaan belajar ini kia akan meliha bagaimana kedua perangka ini dibangun dari sebuah sampel runun waku. Pada kegiaan belajar ini juga kia akan mendiskusikan esimaed fak dan fakp sebagai perangka unuk menyimpulkan dan menggambarkan pola yang erdapa pada sebuah daa runun waku. Akan eapi, membangun sebuah esimaed fak dan fakp bukanlah sekadar laihan seperi dalam saisik deskripif. Namun, esimaed fak dan fakp akan kia gunakan unuk melakukan inferensi saisik. Yakni, ia kia gunakan unuk menduga srukur aau mekanisme yang mendasari ercipanya runun waku yang erjadi. Kia gunakan daa yang erdapa pada Gambar 1.4 unuk memberikan sekadar ilusrasi cara membangun esimaed fak dan fakp. Ingalah bahwa daa pada Gambar 1.6 adalah daa yang ada pada Gambar 1.4 yang dinyaakan dalam benuk deviasi dari meannya. Kedua runun waku ini memiliki sifa-sifa saisik yang serupa (kecuali nilai meannya), ermasuk memiliki fak dan fakp yang sama. D. ANALISIS GRAFIS Esimaed fak dan fakp sebuah runun waku akan erasa sanga bermanfaa jika dinyaakan dalam benuk grafis, beriku nilai numeriknya. Unuk sekadar memoivasi pemahaman kia enang pemikiran dibalik analisis fak dan fakp, mari kia liha beberapa benuk sederhana dari analisis grafis ini. Salah sau benuk analisis grafis adalah dengan cara memperhaikan Gambar 1.7 (aau Gambar 1.4) dengan pengharapan dalam meliha sebuah pola erenu. Namun, hal yang demikian ini bukanlah sebuah pendekaan yang cukup menjanjikan. Beberapa runun waku menunjukkan pola-pola erenu dengan sanga jelas, namun lebih banyak yang idak menunjukkan pola erenu. Sekalipun, sebuah runun waku menampakkan pola erenu secara visual, unuk mengesimasi perilaku sesungguhnya masih suli dan sering kali bersifa sanga subjekif.

24 1.24 Analisis Runun Waku Benuk lain yang lebih menjanjikan dari sebuah analisis grafis adalah dengan cara menggambarkan beberapa nilai z k (unuk k=1, 2, ) dan dibandingkan dengan pengamaan sebelumnya z. Pada dasarnya, dalam analisis UBJ, kia mulai dengan pemikiran bahwa pengamaan dengan periode waku yang berbeda memiliki hubungan sau dengan lainnya. Mungkin kia dapa meliha adanya keerhubungan ini dengan cara menggambarkan seiap pengamaan z dengan pengamaan yang erjadi pada k periode sebelumnya z. Akan sanga membanu jika kia susun daa-daa ersebu dalam sebuah kolom berisi pasangan beruruan. Seiap pengamaan dipasangkan dengan pengamaan k periode sebelumnya. Kemudian, pasangan beruruan ini kia plo dalam grafik dua dimensi. Misalkan, dengan mengambil k = 1 kia dapa memasangkan z k dengan z dengan cara perama-ama menuliskan semua nilai z dalam sebuah kolom. Kemudian, cipakan kolom lainnya z k dengan cara menggeser seiap elemen dalam kolom z sau langkah ke aas. Dengan melakukan cara semacam ini pada sebagian daa pada Gambar 1.7, akan didapa hasil sebagaimana yang erdapa dalam Tabel 1.1. Tanda panah menunjukkan pergeseran dari daa. k Tabel 1.2. Pasangan Beruruan z, z dari Daa pada Gambar z z kosong Unuk = 1 kia memiliki pasangan daa z2 1 (kolom 3 Tabel 1.1) dengan daa pengamaan sau periode sebelumnya z1 2 (kolom 2). Unuk = 2, kia memiliki pasangan daa z3 1 (kolom 3) dengan pengamaan sau

25 SATS4423/MODUL periode sebelumnya z2 1 (kolom 2), dan demikianlah seerusnya. Dengan demikian, kia akan memiliki 59 pasangan daa; idak ada daa z 61 unuk dipasangkan dengan z 60. Selanjunya, kia plo seiap nilai z 1 pada kolom 3 bersama pasangannya z yang erdapa pada kolom 2. Dari sini seharusnya kia sudah dapa meliha secara umum bagaimana z 1 erhubung dengan pengamaanpengamaan epa sebelumnya z. Pasangan daa z, z digambarkan pada Gambar Gambar 1.7. Plo pasangan beruruan (, ) dalam Tabel 1.1 Dari Gambar 1.7 ini ampak adanya hubungan erbalik anara pasangan daa ini, yaiu pada saa z naik (bergerak ke kanan sepanjang sumbu horizonal) erdapa kecenderungan bahwa pengamaan yang berikunya z akan menurun (bergerak menurun sepanjang sumbu verikal). 1 Sekarang, misalkan kia ingin meliha hubungan anara pengamaan yang dipisahkan oleh dua periode waku. Dengan memberikan nilai k = 2, kia ingin menghubungkan pengamaan z 2 dengan pengamaan dua periode sebelumnya z. Kia lakukan hal ini dengan cara menuliskan ke bawah lagi pengamaan original pada kolom yang diberi label z. Akan eapi sekarang kia mencipakan sebuah kolom baru z 2 dengan cara menggeser ke aas dua ingka semua daa pengamaan z. Dengan menggunakan sebagian daa pada

26 1.26 Analisis Runun Waku Gambar 1.7, kia akan mendapakan hasil sebagaimana yang diunjukkan dalam Tabel 1.2. Seperi biasa, anda panah menunjukkan prosedur penggeseran. Tabel 1.3. Pasangan Beruruan z, z dari Daa pada Gambar z z kosong 60-2 kosong Kali ini kia memiliki 58 pasangan daa; idak ada z 62 unuk dipasangkan dengan z 60 dan z 61 unuk dipasangkan dengan z 59. Secara umum, dengan ukuran sampel n jika kia hendak menghubungkan pengamaan yang dipisahkan oleh k periode waku, kia akan memiliki n-k pasangan beruruan. Unuk kasus ini, n = 60 dan k = 2, kia akan memiliki 60-2 = 58 pasangan daa beruruan. Dengan menggambarkan seiap pengamaan z 2 dari kolom 3 pada Tabel 1.2 erhadap nilai pasangannya z yang erdapa pada kolom 2, kia akan meliha bagaimana daa-daa pengamaan ini erhubung dengan daa pengamaan 2 periode sebelumnya. Gambar 1.8 merupakan plo dari pasangan beruruan z, z. Secara umum, ampak adanya hubungan posiif anara kedua pengamaan sb. Yaiu, dengan naiknya nilai z (bergerak ke kanan sepanjang sumbu horizonal) ampaknya diikui dengan naiknya nilai daa dua periode kemudian z 2 (bergerak ke aas sepanjang sumbu verikal). Dengan cara yang sama, sekarang kia dapa membua unuk k = 3 dan membua plo dari pasangan beruruan z, z 3. Kemudian, membua unuk k = 4 dan membua plo dari pasangan beruruan z, z. Demikian seerusnya. Baas erbesar dari nilai k ini dienukan oleh jumlah pengamaan 4 2

27 SATS4423/MODUL dari runun waku. Perlu diinga bahwa akala k naik 1 maka jumlah pasangan beruruan akan berkurang 1. Misalkan, n = 60 dan k = 40 maka kia hanya akan memiliki n-k = = 20 pasangan beruruan yang dapa diplo. Jumlah ini erlalu kecil unuk dapa memberikan peunjuk enang hubungan anara z dan z 40. Gambar 1.9. LATIHAN Unuk memperdalam pemahaman Anda mengenai maeri di aas, kerjakanlah laihan beriku! Pandanglah sebuah daa runun waku beriku ini: z z

28 1.28 Analisis Runun Waku 1) Nyaakan daa runun waku ersebu di aas dalam benuk deviasi dari meannya. 2) Apakah runun waku yang dinyaakan dalam benuk deviasi dari meannya selalu akan memiliki mean yang sama dengan nol? 3) Apakah runun waku hasil diferensi akan selalu memiliki mean yang sama dengan nol. RANGKUMAN 1. Sebuah daa runun waku non-sasioner pada umumnya dapa diransformasikan menjadi runun waku sasioner melalui proses diferensi. 2. Unuk mendiferensi suau runun waku sau kali, hiung besarnya perubahan dari waku-ke-waku; w z z 1. Kemudian, unuk mendiferensi sebuah runun waku dua kali, hiung besarnya perubahan dari runun waku hasil diferensi yang perama; w z z z z Dalam dunia prakis, diferensi yang perama sering diperlukan. Diferensi kedua sesekali (jarang) diperlukan. Diferensi keiga (aau lebih) idak pernah diperlukan. 4. Unuk mencermai komponen sokasik (non-deerminisik) sebuah daa runun waku, mean dari sampel (merupakan esimasi dari parameer) kia keluarkan erlebih dahulu. Kemudian, daa runun waku yang diekspresikan dalam benuk deviasi dari mean z z z inilah yang kia analisis. 5. Sebuah runun waku yang dinyaakan dalam benuk deviasi dari meannya memiliki sifa-sifa saisik serupa dengan runun waku original, yakni memiliki variance dan esimaed fak yang serupa, kecuali besar meannya sama dengan nol.

29 SATS4423/MODUL Misalkan kia memiliki runun waku beriku z TES FORMATIF 2 Pilihlah sau jawaban yang paling epa! 1) Mean dari runun waku ersebu di aas adalah... A. 0 B. 1,36 C. 6,5 D ) Runun waku ersebu di aas, dalam benuk deviasi dari mean adalah... A. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31, 34 B. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31 C. 1, 6, -15, 20, 3, -33, -7, 24, -10, 13, -18, 16 D. 26, 56, -52, -19, 62, 5, -65, 57, -54, 65 3) Mean runun waku dalam benuk deviasi dari mean adalah... A. 0 B. 1,36 C. 6,5 D ) Runun waku ersebu dalam benuk diferensi perama adalah... A. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31, 34 B. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31 C. 1, 6, -15, 20, 3, -33, -7, 24, -10, 13, -18, 16 D. 26, 56, -52, -19, 62, 5, -65, 57, -54, 65 5) Mean runun waku ersebu dalam benuk diferensi perama adalah... A. 0 B. 1,36 C. 2,9 D. 127

30 1.30 Analisis Runun Waku 6) Runun waku ersebu dalam benuk diferensi kedua adalah... A. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31, 34 B. 5, -21, 35, -17, -36, 26, 31, -34, 23, -31 C. 1, 6, -15, 20, 3, -33, -7, 24, -10, 13, -18, 16 D. 26, 56, -52, -19, 62, 5, -65, 57, -54, 65 7) Mean runun waku ersebu dalam benuk diferensi kedua adalah... A. 0 B. 1,36 C. 2,9 D ) Apabila kia memiliki sebanyak 60 daa pengamaan, berapa banyak pasangan daa beruruan yang dipisahkan oleh 1 periode yang akan kia miliki? A. 59 B. 61 C. 98 D ) Apabila kia memiliki sebanyak 100 daa pengamaan, berapa banyak pasangan daa beruruan yang dipisahkan oleh 2 periode yang akan kia miliki? A. 50 B. 98 C. 101 D ) Apabila kia memiliki sebanyak 150 daa pengamaan, berapa banyak pasangan daa beruruan yang dipisahkan oleh 3 periode yang akan kia miliki? A. 50 B. 147 C. 151 D. 153 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formaif 2 yang erdapa di bagian akhir modul ini. Hiunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus beriku unuk mengeahui ingka penguasaan Anda erhadap maeri Kegiaan Belajar 2.

31 SATS4423/MODUL Tingka penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Ari ingka penguasaan: % = baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai ingka penguasaan 80% aau lebih, Anda dapa meneruskan dengan modul selanjunya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi maeri Kegiaan Belajar 2, eruama bagian yang belum dikuasai.

32 1.32 Analisis Runun Waku Kunci Jawaban Tes Formaif Tes Formaif 1 1) C 2) A 3) C 4) C 5) D 6) B 7) A 8) C 9) D 10) D Tes Formaif 2 1) D 2) C 3) A 4) A 5) B 6) D 7) C 8) A 9) B 10) B

33 SATS4423/MODUL Dafar Pusaka Alan Pankraz. (1983). Forecasing Wih Univariae Box-Jenkins Model: Conceps and Cases. John Wiley & Sons. Zanzawi Soejoei. (1987). Analisis Runun Waku. Universias Terbuka. John E. Hanke, Arhur G. Reisch. (1995). Business Forecasing. Prenice Hall. STATISTICA for Windows Release 5.0.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF Pada bab ini akan dibahas mengenai sifa-sifa dari model runun waku musiman muliplikaif dan pemakaian model ersebu menggunakan meode Box- Jenkins beberapa ahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Ramalan adalah sesuau kegiaan siuasi aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel BAB III ANALISIS INTERVENSI 3.1. Pendahuluan Analisis inervensi dimaksudkan unuk penenuan jenis respons variabel ak bebas yang akan muncul akiba perubahan pada variabel bebas. Box dan Tiao (1975) elah

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

RANK DARI MATRIKS ATAS RING Dela-Pi: Jurnal Maemaika dan Pendidikan Maemaika ISSN 089-855X ANK DAI MATIKS ATAS ING Ida Kurnia Waliyani Program Sudi Pendidikan Maemaika Jurusan Pendidikan Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam FKIP Universias

Lebih terperinci

B a b 1 I s y a r a t

B a b 1 I s y a r a t TKE 305 ISYARAT DAN SISTEM B a b I s y a r a Indah Susilawai, S.T., M.Eng. Program Sudi Teknik Elekro Fakulas Teknik dan Ilmu Kompuer Universias Mercu Buana Yogyakara 009 BAB I I S Y A R A T Tujuan Insruksional.

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengangguran atau tuna karya merupakan istilah untuk orang yang tidak mau bekerja BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Pengangguran Pengangguran aau una karya merupakan isilah unuk orang yang idak mau bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI 7 BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES

IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES IDENTIFIKASI POLA DATA TIME SERIES Daa merupakan bagian pening dalam peramalan. Beriku adalah empa krieria yang dapa digunakan sebagai acuan agar daa dapa digunakan dalam peramalan.. Daa harus dapa dipercaya

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK PERBANDINGAN METODE DES (DOUBLE EXPONENTIAL SMOOTHING) DENGAN TES (TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING) PADA PERAMALAN PENJUALAN ROKOK (STUDI KASUS TOKO UTAMA LUMAJANG) 1 Fajar Riska Perdana (1110651142) 2 Daryano,

Lebih terperinci

Metode Regresi Linier

Metode Regresi Linier Modul 1 Meode Regresi Linier Prof. DR. Maman Djauhari A PENDAHULUAN nalisis regresi linier, baik yang sederhana maupun yang ganda, elah Anda pelajari dalam maa kuliah Meode Saisika II. Dengan demikian

Lebih terperinci

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND Noeryani 1, Ely Okafiani 2, Fera Andriyani 3 1,2,3) Jurusan maemaika, Fakulas Sains Terapan, Insiu Sains & Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF

BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF BAB II PERTIDAKSAMAAN CHERNOFF.1 Pendahuluan Di lapangan, yang menjadi perhaian umumnya adalah besar peluang dari peubah acak pada beberapa nilai aau suau selang, misalkan P(a

Lebih terperinci

*Corresponding Author:

*Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 5 Periode Mare 6, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-7658--3 Penerapan Model Neuro-Garch Pada Peramalan (Sudi Kasus: Reurn Indeks Harga Saham Gabungan) Applicaion

Lebih terperinci

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. PENGUJIAN HIPOTESIS 1. PENDAHULUAN Hipoesis Saisik : pernyaaan aau dugaan mengenai sau aau lebih populasi. Pengujian hipoesis berhubungan dengan penerimaan aau penolakan suau hipoesis. Kebenaran (benar

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X JURAL SAIS DA SEI ITS Vol. 6, o.1, (2017) 2337-3520 (2301-928X Prin) A 1 Perbandingan Meode Winer Eksponensial Smoohing dan Meode Even Based unuk Menenukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X Elisa

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK.

PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUSAHAAN MEBEL SINAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. PENERAPAN METODE TRIPLE EXPONENTIAL MOOTHING UNTUK MENGETAHUI JUMLAH PEMBELI BARANG PADA PERUAHAAN MEBEL INAR JEPARA TANJUNGANOM NGANJUK. ii Rukayah*), Achmad yaichu**) ABTRAK Peneliian ini berujuan unuk

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

KAJIAN PEMODELAN DERET WAKTU: METODE VARIASI KALENDER YANG DIPENGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURAN

KAJIAN PEMODELAN DERET WAKTU: METODE VARIASI KALENDER YANG DIPENGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURAN JMP : Volume 4 omor, Juni 22, hal. 35-46 KAJIA PEMODELA DERET WAKTU: METODE VARIASI KALEDER YAG DIPEGARUHI OLEH EFEK VARIASI LIBURA Winda Triyani Universias Jenderal Soedirman winda.riyani@gmail.com Rina

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Deskripsi Teori 3.1.1. Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien unuk penjualan produknya, perusahaan memerlukan suau cara yang epa, sisemais dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Propinsi Sumaera Uara merupakan salah sau propinsi yang mempunyai perkembangan yang pesa di bidang ransporasi, khususnya perkembangan kendaraan bermoor. Hal ini dapa

Lebih terperinci

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF

(T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Seminar Nasional Saisika 12 November 2011 Vol 2, November 2011 (T.6) PENDEKATAN INDEKS SIKLUS PADA METODE DEKOMPOSISI MULTIPLIKATIF Gumgum Darmawan, Sri Mulyani S Saf Pengajar Jurusan Saisika FMIPA UNPAD

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan apa yang erjadi pada waku yang akan daang sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan pada waku yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoriis 3.1.1 Daya Dukung Lingkungan Carrying capaciy aau daya dukung lingkungan mengandung pengerian kemampuan suau empa dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Keseimbangan Lini 2.1.1 Definisi Keseimbangan Lini Penjadwalan dari pekerjaan lini produksi yang menyeimbangkan kerja yang dilakukan pada seiap sasiun kerja. Keseimbangan lini

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN Brodjol Suijo Jurusan Saisika ITS Surabaya ABSTRAK Pada umumnya daa ekonomi bersifa ime

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. peramalan, jenis-jenis peramalan, langkah-langkah peramalan, pemilihan teknik dan

BAB 3 LANDASAN TEORI. peramalan, jenis-jenis peramalan, langkah-langkah peramalan, pemilihan teknik dan BAB 3 LANDASAN TEORI 3. Peramalan Pada sub bab ini akan dibahas mengenai pengerian peramalan, kegunaan meode peramalan, jenis-jenis peramalan, langkah-langkah peramalan, pemilihan eknik dan meode peramalan,

Lebih terperinci

PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG AIRLINES PT. ANGKASA PURA II BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU DENGAN ARIMA(0,1,1)(0,1,1) 12 TUGAS AKHIR.

PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG AIRLINES PT. ANGKASA PURA II BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU DENGAN ARIMA(0,1,1)(0,1,1) 12 TUGAS AKHIR. PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG AIRLINES PT. ANGKASA PURA II BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU DENGAN ARIMA(0,,)(0,,) 2 TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Sau Syara unuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI PENGGUNAAN ONSEP FUNGSI CONVEX UNU MENENUAN SENSIIVIAS HARGA OBLIGASI 1 Zelmi Widyanuara, 2 Ei urniai, Dra., M.Si., 3 Icih Sukarsih, S.Si., M.Si. Maemaika, Universias Islam Bandung, Jl. amansari No.1 Bandung

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu .4 Persamaan Schrodinger Berganung Waku Mekanika klasik aau mekanika Newon sanga sukses dalam mendeskripsi gerak makroskopis, eapi gagal dalam mendeskripsi gerak mikroskopis. Gerak mikroskopis membuuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa BAB 2 TINJAUAN TEORITI 2.1. Pengerian-pengerian Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. edangkan ramalan adalah suau siuasi aau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya

LANDASAN TEORI. Untuk membantu tercapainya suatu keputusan yang efisien, diperlukan adanya BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengerian Peramalan Unuk membanu ercapainya suau kepuusan yang efisien, diperlukan adanya suau cara yang epa, sisemais dan dapa diperanggungjawabkan. Salah sau ala yang diperlukan

Lebih terperinci

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen Bab 5 Penaksiran Fungsi Perminaan 1 Ekonomi Manajerial Manajemen Peranyaan Umum Tenang Perminaan Seberapa besar penerimaan perusahaan akan berubah seelah adanya peningkaan harga? Berapa banyak produk yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP

PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC TMP C CILACAP Prosiding Seminar Nasional Maemaika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENENTUAN KONSTANTA PEMULUSAN YANG MEMINIMALKAN MAPE DAN MAD MENGGUNAKAN DATA SEKUNDER BEA DAN CUKAI KPPBC

Lebih terperinci

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak

KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES. Abstrak KOINTEGRASI DAN ESTIMASI ECM PADA DATA TIME SERIES Universias Muhammadiyah Purwokero malim.muhammad@gmail.com Absrak Pada persamaan regresi linier sederhana dimana variabel dependen dan variabel independen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus, Ph.D

Muhammad Firdaus, Ph.D Muhammad Firdaus, Ph.D DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FEM-IPB 010 PENGERTIAN GARIS REGRESI Garis regresi adalah garis yang memplokan hubungan variabel dependen (respon, idak bebas, yang dipengaruhi) dengan variabel

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

BAB III ARFIMA-FIGARCH. pendek (short memory) karena fungsi autokorelasi antara dan turun

BAB III ARFIMA-FIGARCH. pendek (short memory) karena fungsi autokorelasi antara dan turun BAB III ARFIMA-FIGARCH 3. Time Series Memori Jangka Panjang Proses ARMA sering dinyaakan sebagai proses memori jangka pendek (shor memory) karena fungsi auokorelasi anara dan urun cepa secara eksponensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Perekonomian dunia elah menjadi semakin saling erganung pada dua dasawarsa erakhir. Perdagangan inernasional merupakan bagian uama dari perekonomian dunia dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

ANALISIS PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM KOSPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERVENSI

ANALISIS PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM KOSPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERVENSI Seminar Nasional Saisika IX Insiu Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 009 XV-1 ANALISIS PERAMALAN INDEKS HARGA SAHAM KOSPI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INTERVENSI Muhammad Sjahid Akbar, Jerry Dwi Trijoyo

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing

Perancangan Sistem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Metode Triple Exponential Smoothing Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informaika ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agusus 2016 ISSN: 0852-730X Perancangan Sisem Peramalan Penjualan Barang Pada UD Achmad Jaya Dengan Meode Triple Exponenial Smoohing Tria

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Kepuusan Model rumusan masalah dan pengambilan kepuusan yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini dimulai dari observasi lapangan

Lebih terperinci

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI

ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI ADOPSI REGRESI BEDA UNTUK MENGATASI BIAS VARIABEL TEROMISI DALAM REGRESI DERET WAKTU: MODEL KEHILANGAN AIR DISTRIBUSI DI PDAM SUKABUMI Yusep Suparman Universias Padjadjaran yusep.suparman@unpad.ac.id ABSTRAK.

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) ARIMA (Auoregressive Inegraed Moving Average) I. Prinsip Dasar dan Tujuan Analisis. Prinsip Dasar ARIMA sering juga disebu meode runun waku Box-Jenkins. ARIMA sanga baik keepaannya unuk peramalan jangka

Lebih terperinci

(Indeks Rata-rata Harga Relatif, Variasi Indeks Harga, Angka Indeks Berantai, Pergeseran waktu dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014

(Indeks Rata-rata Harga Relatif, Variasi Indeks Harga, Angka Indeks Berantai, Pergeseran waktu dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014 ANGKA NDEKS (ndeks Raa-raa Harga Relaif, Variasi ndeks Harga, Angka ndeks Beranai, Pergeseran waku dan Pendeflasian) Rabu, 31 Desember 2014 NDEKS RATA-RATA HARGA RELATF Rumus, 1 P 100% n P,0 = indeks raa-raa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anibioik 2.1.1 Defenisi Anibioik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sineik, yang mempunyai efek menekan aau menghenikan suau proses biokimia di dalam organisme, khususnya

Lebih terperinci

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral Maeri XII Tujuan :. Mahasiswa dapa memahami menyelesiakan persamaan inegral yang lebih kompleks. Mahasiswa mampunyelesiakan persamaan yang lebih rumi 3. Mahasiswa mengimplemenasikan konsep inegral pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia

Pengaruh variabel makroekonomi..., 24 Serbio Harerio, Universitas FE UI, 2009Indonesia BAB 3 DATA DAN METODOLOGI 3.1 Variabel-Variabel Peneliian 3.1.1 Variabel dependen Variabel dependen yang digunakan adalah reurn Indeks Harga Saham Gabungan yang dihiung dari perubahan logarima naural IHSG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Metode Intervensi dan Regresi Spline ABSTRAK

Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Metode Intervensi dan Regresi Spline ABSTRAK Pemodelan Indeks Harga Konsumen Kelompok Bahan Makanan menggunakan Meode Inervensi dan Regresi Spline Rina Andriani, Dr. Suharono, M.Sc 2 Mahasiswa Jurusan Saisika FMIPA-ITS, 2 Dosen Jurusan Saisika FMIPA-ITS

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting) BAB 3 LANDAAN TEORI 3.1 Pengerian dan Kegunaan Peramalan (Forecasing) Dalam melakukan analisis dibidang ekonomi, sosial dan sebagainya, kia memerlukan suau perkiraan apa yang akan erjadi aau gambaran enang

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON* BERLIAN SETIAWATY DAN HIRASAWA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan Alam Insiu Peranian Bogor

Lebih terperinci

Pemodelan Produksi Minyak dan Gas Bumi pada Platform MK di PT X Menggunakan Metode ARIMA, Neural Network, dan Hibrida ARIMA-Neural Network

Pemodelan Produksi Minyak dan Gas Bumi pada Platform MK di PT X Menggunakan Metode ARIMA, Neural Network, dan Hibrida ARIMA-Neural Network D-378 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (26) 2337-3520 (23-928X Prin) Pemodelan Produksi Minyak dan Gas Bumi pada Plaform MK di PT X Menggunakan Meode ARIMA, Neural Nework, dan Hibrida ARIMA-Neural

Lebih terperinci

PERAMALAN FUNGSI TRANSFER SINGLE INPUT INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP SAHAM NEGARA TERDEKAT

PERAMALAN FUNGSI TRANSFER SINGLE INPUT INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP SAHAM NEGARA TERDEKAT Saisika, Vol. 2, No. 2, November 24 PERAMALAN FUNGSI TRANSFER SINGLE INPUT INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP SAHAM NEGARA TERDEKAT Sri Wahyuni, 2 Farikhin, Iswahyudi Joko Suprayino Program Sudi Saisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Salah sau masalah analisis persediaan adalah kesulian dalam menenukan reorder poin (iik pemesanan kembali). Reorder poin diperlukan unuk mencegah erjadinya kehabisan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengerian Persediaan (Invenory) Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan aau digunakan unuk dijual pada periode mendaang, yang dapa berbenuk bahan baku yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN perpusakaan.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di Indonesia dengan periode ahun 984 sampai dengan ahun 0. Peneliian ini memfokuskan pada fakor-fakor

Lebih terperinci