UNIVERSITAS INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

UNIVERSITAS INDONESIA

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

Produksi di Industri Farmasi

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

Oleh : Bambang Priyambodo

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

UNIVERSITAS INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

UNIVERSITAS INDONESIA

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JALAN SOEKARNO-HATTA NO. 789 BANDUNG 03 APRIL 26 MEI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH JL. TAMBAK AJI NO. 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 1 APRIL 23 MEI 2014

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

UNIVERSITAS INDONESIA

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO HATTA 789 BANDUNG 31 AGUSTUS OKTOBER 2015

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UNIVERSITAS INDONESIA

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SANBE FARMA UNIT 2 JALAN LEUWIGAJAH NO. 162 CIMAHI BANDUNG 3 APRIL MEI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. INTERBAT JL. HR. MOCHAMAD MANGUNDIPROJO NO. 1 BUDURAN-SIDOARJO (31 AGUSTUS 23 OKTOBER 2015)

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RIZA MARLYNE, S.Farm. 1206313620 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RIZA MARLYNE, S.Farm. 1206313620 ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

iii

iv

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama di Kawasan Industri Manis Jl. Manis Raya Km 8,5, Jatiuwung, Tangerang. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Guardian Pharmatama dilaksanakan pada bulan 7 Februari 28 Maret 2013 dan merupakan salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar Apoteker. Proses PKPA ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta dorongan baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi. 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Pj.S Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember 2013; 3. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., sebagai Ketua Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi ; 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi sampai dengan Desember 2013; 5. Ibu Dra. Anni M. Wulandari, Apt., selaku Plant Manager, yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Bapak Dr. Hasan Rachmat M, Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir. 7. Ibu Dra. Nani Suryani, Apt., selaku QA Manager PT. Guardian Pharmatama. 8. Ibu Rita Luthviana, S.Si., Apt., selaku QC Manager Bahan Awal dan IPC PT. Guardian Pharmatama. 9. Bapak Vicky Zulfikar, S.Si., Apt selaku QC Manager Bahan Kemas PT. Guardian Pharmatama. v

10. Ibu Endang Lisnawati, Apt., selaku R&D Manajer Analisa dan Registrasi PT. Guardian Pharmatama. 11. Ibu Helena Tjahyadi, Apt., selaku R&D Manajer Formulasi PT. Guardian Pharmatama. 12. Bapak Chandra Hidayat, selaku Manager PPIC PT. Guardian Pharmatama. 13. Bapak Freddy Yunianto, selaku Manager Produksi PT. Guardian Pharmatama. 14. Ibu Magda Oscar, selaku Warehouse Manager PT. Guardian Pharmatama. 15. Bapak Hendi Kuswendi, selaku Assistant Manager Engineering PT. Guardian Pharmatama. 16. Ibu Sylvistri Mayasari, selaku koordinator PKL di PT. Guardian Pharmatama. 17. Seluruh staf dan karyawan PT. Guardian Pharmatama, Tangerang yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA. 18. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 19. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak hentin-hentinya. 20. Teman-teman program profesi apoteker angkatan 76 atas dukungan dan kerjasamanya selama ini. 21. Seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran pengerjaan laporan ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan praktek kerja ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki diri di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya. Penulis 2014 vi

vii

ABSTRAK Nama : Riza Marlyne, S. Farm NPM : 1206313620 Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama Periode 6 Februari 28 Maret 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Guardian Pharmatama Jalan Manis Raya KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung, Tangerang. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri farmasi yang berhubungan dengan CPOB serta mengetahui penerapan CPOB di PT. Guardian Pharmatama serta mendapatkan informasi dan memahami tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang apoteker dalam industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Perbandingan Protokol Validasi Proses pada Sediaan Tablet Non Salut, Salut, Krim dan Sirup di PT. Guardian Pharmatama. Tugas khusus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan protokol validasi proses dari tiga sediaan yang berbeda dan memahami pelaksanaan dan proses pembuatan protokol validasi proses di PT. Guardian Pharmatama serta memahami pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan validasi proses. Kata kunci : PT. Guardian Pharmatama, CPOB, Protokol Validasi Proses Tugas umum : xiii + 120 halaman; 26 lampiran Tugas khusus : iv + 23 halaman; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 (1990-2012) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2009-2012) viii

ABSTRACT Name : Riza Marlyne, S.Farm NPM : 1206313620 Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at PT. Guardian Pharmatama Period February 6 th - March 28 th 2013 Pharmacists Intership Program implemented in PT. Guardian Pharmatama, Manis Raya Street KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung, Tangerang. Pharmacist Instership Program activity is intended that internship students can improve knowledge and insight on all aspects relating to GMP in pharmaceutical industry and know the implementation of GMP in PT. Guardian Pharmatama and also understand the duties, functions, responsibilities and authority of apothecary in pharmaceutical industry. Title of special task is ratio of process validation protocol tablet, coating tablets, cream and syrup in PT. Guardian Pharmatama. This special task aims to increase knowledge in relating to the preparation of the process validation protocol from three different types and understand the implementation of making process validation protocol in PT. Guardian Pharmatama and also understand who relating in the implementation of process validation. Keywords : PT. Guardian Pharmatama, GMP, Process Validation Protocol General Assignment : xiii + 120 pages; 26 appendices Specific Assignment : iv + 23 pages, 2 appendices Bibliography of General Assignment: 7 (1990-2012) Bibliography of Specific Assignment: 5 (2009-2012) ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI. vii ABSTRAK. viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI... x DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2 2. TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI... 3 2.1 Industri Farmasi... 3 2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)... 6 2.2.1 Manajemen Mutu... 6 2.2.1.1 Pemastian Mutu... 7 2.2.1.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik... 7 2.2.1.3 Pengawasan Mutu... 7 2.2.1.4 Pengkajian Mutu Produk... 8 2.2.1.5 Manajemen Risiko Mutu... 8 2.2.2 Personalia... 8 2.2.3 Bangunan dan Fasilitas... 10 2.2.4 Peralatan... 11 2.2.5 Sanitasi dan Higiene... 12 2.2.6 Produksi... 12 2.2.7 Pengawasan Mutu... 17 2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok... 17 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk... 18 2.2.10 Dokumentasi... 19 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 19 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi... 20 3. TINJAUAN PT. GUARDIAN PHARMATAMA... 21 3.1 Sejarah Perusahaan... 21 3.2 Visi dan Misi... 21 3.2.1 Visi... 21 3.2.2 Misi... 21 3.2.3 Kebijakan Mutu... 22 3.3 Struktur Organisasi Pabrik PT. Guardian Pharmatama... 22 x

3.3.1 Departemen QA (Quality Assurance)... 22 3.3.1.1 Assistant QA Manager... 23 3.3.1.2 Assistant Manager Validation and Stability... 26 3.3.1.3 Assitant Manager GMP Complience... 29 3.3.2 Departemen Quality Control Bahan Awal dan IPC... 32 3.3.2.1 Quality Control Bahan Awal... 32 3.3.2.2 Quality Control IPC... 37 3.3.3 Departemen Quality Control Bahan Kemas... 38 3.3.4. Departemen Research and Development Formulasi... 42 3.3.4.1 R&D Formulasi Produk Baru... 42 3.3.4.2 R&D Formulasi Produk Existing... 44 3.3.4.3 Bagian Packaging Development... 44 3.3.5. Research and Development Analisa dan Registrasi... 45 3.3.5.1 Sub Departemen Research and Development Analisa...... 45 3.3.5.2 Sub Departemen Research and Development Registrasi... 46. 3.3.6. Departemen PPIC... 48 3.3.6.1 Production Planning... 48 3.3.6.2 Inventory Control... 50 3.3.7. Departemen Produksi... 50 3.3.7.1 Proses Produksi... 51 3.3.7.2 Proses Pengemasan... 59 3.3.8. Departemen Warehouse... 60 3.3.9. Departemen Engineering... 66 3.3.9.1 Mekanik... 66 3.3.9.2 Electrician... 67. 3.3.9.3 Utility...... 67 3.3.10. Departemen Information System... 78 4. PEMBAHASAN... 80 4.1 Manajemen Mutu... 82 4.2 Personalia... 82 4.3 Bangunan dan Fasilitas... 83 4.4 Peralatan... 84 4.5 Sanitasi dan Higiene... 85 4.6 Produksi... 86 4.7 Pengawasan Mutu... 88 4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok... 89 4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali... Produk... 90 4.10 Dokumentasi... 91 4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak... 91 4.12 Kualifikasi dan Validasi... 92 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 93 5.1 Kesimpulan... 93 5.2 Saran... 93 xi

DAFTAR ACUAN... 94 xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Guardian Pharmatama... 95 Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen QA... 96 Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen QC Bahan Awal dan IPC... 97 Lampiran 4. Struktur Organisasi Departemen Bahan Kemas... 98 Lampiran 5. Struktur Organisasi Research & Development Formulasi... 99 Lampiran 6. Struktur Organisasi Research & Development Analisa dan Lampiran 7. Registrasi... 100 Struktur Organisasi PPIC (Production Planning and Inventory Control)... 101 Lampiran 8. Departemen Produksi... 102 Lampiran 9. Struktur Organisasi Warehouse (WH)... 103 Lampiran 10. Struktur Organisasi Departemen Engineering... 104 Lampiran 11. Struktur Organisasi Information System (IS)... 105 Lampiran 12. Alur Keluar Masuk Bahan Baku... 106 Lampiran 13. Alur Keluar Masuk Bahan Pengemas... 107 Lampiran 14. Alur Proses PPIC... 108 Lampiran 15. Alur Proses Produksi Sediaan Solid... 109 Lampiran 16. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup... 110 Lampiran 17. Alur Proses Produksi Sediaan Suspensi... 111 Lampiran 18. Alur Proses Produksi Sediaan Krim... 112 Lampiran 19. Alur Proses Produksi Sediaan Salep... 113 Lampiran 20. Alur Dokumentasi Manufacturing Direction... 114 Lampiran 21. Alur Penanganan Produk Jadi yang Sudah Dikemas... 115 Lampiran 22. Label Karantina... 116 Lampiran 23. Label Release dan Reject... 117 Lampiran 24. Label Telah Disampling dan Hold... 118 Lampiran 25. Pengolahan Purified Water... 119 Lampiran 26. Pengolahan Limbah... 120 xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, salah satu tempat pengabdian profesi apoteker adalah industri farmasi. Industri farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat berfungsi untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat dan menyelamatkan jiwa manusia, harus dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk bermutu tinggi. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi tersebut berada pada bidang pemastian mutu, produksi, serta pengawasan mutu. Dengan Pengetahuan dan keahlian yang dikuasai mengenai produksi obat, seorang apoteker harus benar-benar menjalankan tanggung jawab profesi tersebut dengan profesional. Dalam melakukan pembuatan obat, setiap industri farmasi wajib memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Menurut Peraturan BPOM Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat yang baik, CPOB merupakan cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB. Aspek-aspek tersebut dapat diterapkan melalui ilmu dan keahlian yang telah dimiliki apoteker. Oleh karena itu, adanya tenaga farmasi yang handal mutlak diperlukan untuk mendukung penerapan CPOB yang efektif. Dengan adanya kedua unsur tersebut, maka suatu industri farmasi diharapkan dapat menghasilkan obat yang sesuai persyaratan. 1

2 Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang industri farmasi diperoleh melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini sebagai sarana pendidikan Apoteker sejak awal untuk mempersiapkan para lulusannya tidak semata-mata hanya dalam aspek teoritis tetapi juga dalam aspek praktis. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri, Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT. Guardian Pharmatama yang berlokasi di Jalan Manis Raya, Gandasari, Jatiuwung, Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia. 1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi apoteker di PT. Guardian Pharmatama agar calon apoteker: a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri farmasi yang berhubungan dengan CPOB serta mengetahui penerapan CPOB di PT. Guardian Pharmatama. b. Mendapatkan informasi dan memahami tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang apoteker dalam industri farmasi.

BAB 2 TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Industri Farmasi Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 mengatur mengenai industri farmasi. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan yang dimaksud dengan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Pembuatan Obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Berdasarkan pasal 2 Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi. Industri Farmasi mempunyai fungsi untuk pembuatan obat dan/atau bahan obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Industri Farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk hasil penelitian dan pengembangan tersebut dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh Industri Farmasi di Indonesia. Berdasarkan pasal 4 Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, setiap pendirian Industri farmasi wajib 3

4 memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur Jenderal. Persyaratan untuk memperoleh izin industri terdiri atas: berbadan usaha berupa perseroan terbatas; memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat; memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia mesing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu; komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang kefarmasian. Tahap persetujuan prinsip harus dilalui oleh setiap industri farmasi untuk dapat memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi agar melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan, instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu tiga tahun, dan setiap enam bulan sekali perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Direktur Jenderal dari Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditanda tangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan memenuhi kelengkapan yang telah dipersyaratkan. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan akan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas provinsi dan pemohon. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi

5 persyaratan administratif, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi dari kepala badan dan kepala Dinkes Provinsi, Direktur Jenderal menerbitkan Izin Industri Farmasi. Izin Usaha Industri Farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan perundang-undangan. Industri farmasi yang melakukan perubahan bermakna tehadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama industri harus dilakukan perubahan izin. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat yang dihasilkan paling lambat tanggal 15 Januari dan 15 Juli yang disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990) : a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin. b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.

6 d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi. 2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM RI, 2006; BPOM RI, 2009; BPOM RI, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. 2.2.1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait.

7 2.2.1.1.Pemastian Mutu Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. 2.2.1.2.Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. 2.2.1.3.Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan. Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan

8 lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. 2.2.1.4.Pengkajian Mutu Produk Pengkajian Mutu Produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya. 2.2.1.5.Manajemen Risiko Mutu Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektf. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa: a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien. b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko. 2.2.2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.

9 Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannnya hendaklah dinilai secara berkala. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya

10 area bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi. 2.2.3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah dapat menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan bila perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan : a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.

11 Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. 2.2.4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.

12 2.2.5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Tanpa kecuali, prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan. 2.2.6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

13 pengemasan, dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang berwenang. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi adalah sebagai berikut : a. Bahan Awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak dipakai. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa secara berkala untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar, dan dalam kondisi yang baik. b. Validasi Proses Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi syarat mutu. Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat mempengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. c. Pencegahan Pencemaran Silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektifitasnya hendaklah diperiksa secara berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.

14 d. Sistem Penomoran Bets/Lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan dan menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. e. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah sangat penting. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi. f. Pengembalian Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. g. Operasi Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya kecampurbauran atau pencemaran silang. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. h. Bahan dan Produk Kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus

15 hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk terhadap pencemaran serpihan logam atau gelas. i. Produk Cair, Krim dan Salep Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j. Bahan Pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya satu jenis bahan pengemas cetak atau bahan tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat kodifikasi tersebut. k. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan cetak lain hendaklah diperiksa dan diverifikasi kebenarannya terhadap Prosedur Pengemasan Induk atau perintah pengemasan khusus. l. Pengawasan Selama Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyabab variasi karakteristik produk dalam

16 proses. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari Catatan Bets. m. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. n. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yanng ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. o. Catatan Pengendalian Pengiriman Obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p. Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk Jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang

17 sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. 2.2.7. Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. 2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri ini hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi

18 penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh personil-personil perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah mencakup semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan bila memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. 2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor dan Otoritas Pengawasan Obat (OPO).

19 Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dari peredaran dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. 2.2.10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Proses Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengeoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. 2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

20 Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yanng menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 2.2.12. Kualifikasi dan Validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasikan validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah kualifikasi selesai dilaksanakan, hendaklah diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

BAB 3 TINJAUAN PT. GUARDIAN PHARMATAMA 3.1. Sejarah Perusahaan PT.Guardian Pharmatama terdiri dari kantor pusat yang terletak di Kompleks Green Ville Maisonette Blok FA 18-19, Jakarta 11510 dan pabriknya yang terletak di Kawasan Industri Manis Jl. Gatot Subroto Km 8,5, Gandasari, Jatiuwung, Tangerang, Banten. PT. Guadian Pharmatama merupakan industri farmasi yang didirikan pada September 1992 menggantikan Industri Farmasi Hasto Husodo. Sejak itu, PT Guardian Pharmatama memiliki Motto Quality is our concern. PT Guardian Pharmatama berkomitmen dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi tanpa memberikan kerugian terhadap perusahaan maupun konsumen. 3.2. Visi dan Misi 3.2.1. Visi To be dominant in health care industry by providing significant satisfication to our customers and stakeholders through professional management Menjadi industri farmasi yang mendominasi di bidang kesehatan dengan cara memberikan kepuasan kepada konsumen dan seluruh pemilik modal melalui manajemen yang profesional. 3.2.2. Misi To provide a better health for life through: a. Products niche and continous improvement b. Delivering quality products c. Establishing strategic alliances Untuk menyediakan kesehatan yang lebih baik bagi kehidupan melalui: a. Menghasilkan produk yang khas dan terus melakukan peningkatan. b. Mengirim produk yang berkualitas. c. Mengembangkan hubungan kerjasama yang strategis. 21