BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1998. Industri farmasi wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara Indonesia, satu sebagai sebagai penangung jawab produksi dan lainnya

2 sebagai penangung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan CPOB diberikan sertifikat CPOB. B. CPOB Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat bergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006). Aspek dalam CPOB 2006 meliputi: 1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan manajemen mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah: Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

3 Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan (CPOB, 2006). Dari unsur diatas, sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain: Struktur organisasi mutu, termasuk kewenangan pemastian mutu dan pengawasan mutu Pengendalian perubahan Sistem pelulusan batch Penanganan penyimpangan Pengolahan ulang Inspeksi diri dan audit eksternal Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi Personalia Sistem dokumentasi (Manajemen Farmasi Industri, 2007) Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan

4 tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu. Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan: Pengambilan sampel Spesifikasi dan pengujian Organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan sehingga bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya dinilai memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya. Industri farmasi dan pemegang izin edar, bila berbeda, hendaknya melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan

5 pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu (Badan POM, CPOB, 2006). Manajemen Mutu Pemastian Mutu CPOB Pengawasan Mutu Pengkajian Mutu Produk Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun Manajemen Mutu 2. Personalia Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang bertugas di area produksi, gudang penyimpanan dan laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan). Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah diberikan dan efektifitas penerapannya, dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia

6 program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah disimpan (CPOB, 2006). 3. Bangunan dan Fasilitas Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan: Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. Pencegahan area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil yang tidak berkepentingan. Area yang menjadi perhatian utama dalam aspek bangunan dan fasilitas adalah: Area penimbangan Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi. Area produksi Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran silang, produk antibiotik tertentu (penisilin), produk hormon/ preparat hormon, produk sitostatik, produk biologi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Tata ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi dan

7 menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan, mencegah kesesakan dan ketidakteraturan, dan memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemasan primer, produk antara atau produk ruahan, hendaklah halus, bebas retak, tidak melepaskan partikulat serta mudah dibersihkan. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. Area produksi hendaklah mendapatkan penerangan yang memadai, terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan. Pengawasan selama proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan resiko terhadap produksi obat. Area penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

8 Area penyimpanan hendaklah didesain untuk menjamin penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Obat narkotik dan berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci. Area pengawasan mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah campur baur. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan yang luas dan memadai untuk sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan. Suatu ruangan terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan terhadap instrumen. Sarana pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi (CPOB, 2006). 4. Peralatan Desain dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut: Peralatan hendaklah didesain dan dikontruksikan sesuai dengan tujuannya.

9 Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik (CPOB, 2006). 5. Sanitasi dan Higiene Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Personil diinstruksikan

10 supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Hendaknya disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari batch sebelumnya telah dihilangkan (CPOB, 2006). 6. Produksi Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan, sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuiannya dengan pemesanan. Bahan awal yang diterima, produk antara, produk ruahan, produk jadi hendaklah dikarantina segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian dan distribusi.

11 Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan pada ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah, produk ruahan, peralatan atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan dan nomor batch. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi adalah: Pengadaan bahan awal Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, atau kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Pencegahan pencemaran silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain:

12 a. Produksi di dalam gedung yang terpisah diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produk biologi. b. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara. c. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses. d. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk tiap penimbangan hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran identitas, jumlah bahan yang ditimbang oleh dua personil yang independen dan pembuktian tersebut dicatat. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke bagian produksi.

13 Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar. Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. Mesin pencampur, pengayak, pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu. Tiap mesin hendaklah ditempatkan dalam ruang terpisah. Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pengeringan hendaklah tercantum dalam dokumen produksi induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam catatan batch. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai

14 dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch. Pengawasan selama proses Pengawasan selama proses hendaklah mencakup : a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan b. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk. Karantina produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Selama menunggu pelulusan dari bagian pemastian mutu, seluruh batch/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului penyelesaian yang memuaskan dari: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan.

15 b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa yang akan datang. c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu. d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang (CPOB, 2006). 7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di laboratorium, antara lain: Pengambilan sampel. Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi. Penanganan sampel pertinggal. Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

16 sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel (CPOB, 2006). 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan pabrik terhadap CPOB dalam semua aspek produksi dan pengawasan mutu. Program inspeksi diri harus dirancang untuk mendeteksi adanya kekurangan dalam penerapan CPOB dan untuk merekomendasikan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilaksanakan secara rutin dan mungkin sebagai tambahan dilaksanakan pada keadaan tertentu, misalnya dalam hal penarikan kembali suatu produk atau penolakan berulang, atau ketika ada inspeksi yang diumumkan oleh bahan kesehatan. Tim yang bertanggung jawab atas inspeksi diri harus terdiri atas personalia yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Semua rekomendasi untuk tindakan perbaikan harus diterapkan. Prosedur untuk inspeksi diri harus didokumentasikan dan harus ada suatu program tindak lanjut yang efektif. Manajemen harus menunjuk suatu tim inspeksi diri yang terdiri atas para akhli dibidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan. Frekwensi inspeksi diri dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang

17 dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala bagian pemastian mutu hendaklah bertanggung jawab dengan bagian terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas dan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok (CPOB, 2006). 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh: Keluhan mengenai mutu dan berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari produk atau kemasannya. Keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal atau reaksi hampir fatal dan reaksi medis lain. Keluhan atau laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.

18 Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup: Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan. Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu pengujian sampel dari batch yang sama. Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan distribusi dan laporan pengujian dari produk yang akan dikeluhkan atau dilaporkan. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah

19 produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnakan setelah dilakukan evaluasi. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut: Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan. Produk kembalian yang dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan (CPOB, 2006). 10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalakan komunikasi lisan. Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara lain: a. Spesifikasi Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan, serta produk jadi. b. Dokumen produksi

20 Dokumen yang esensial dalam produksi adalah: Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu. Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch, yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu batch produk (CPOB, 2006). 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis secara kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap batch produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang

21 memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO) (CPOB, 2006). 12. Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006). Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut: Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi di industri farmasi yang bersangkutan. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi. Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan validasi Pelaksanaan validasi Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan

22 validasi di industri farmasi (Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu: a. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ) Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ) Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi, mencakup: Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Verifikasi bahan konstruksi c. Kualifikasi Operasional/ Operational Qualification (OQ) Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaklah mencakup: - Kalibrasi - Prosedur pengoperasian dan pembersihan - Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif. d. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification (PQ) Performance Qualification (PQ) dilakukan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

23 Sasaran/ target PQ adalah : 1. Memastikan sistem dan peralatan bekerja sesuai yang diharapkan dan dengan spesifikasi yang diinginkan. 2. Pada umumnya dilakukan dengan placebo lalu dilanjutkan dengan produk obat pada kondisi normal, dan dilakukan 3 kali berurutan. (CPOB, 2006). Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut: a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang b. Validasi metode analisa Tujuan validasi metode analisa adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang dilaksanakan dalam pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. c. Validasi proses produksi Tujuan validasi produksi adalah : Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus. Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi. d. Validasi proses pengemasan Tujuan validasi proses pengemasan adalah:

24 Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin, senantiasa mencapai persyaratan yang ditentukan. Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan. Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar produk maupun batch. e. Validasi pembersihan Tujuan validasi pembersihan adalah: Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku yang dilakukan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang. Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pembersihan. Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan. Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang sudah ditetapkan (Manajemen Industri Farmasi, 2007).

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Disusun oleh : Teuku Mirza, S. Farm NIM 083202086 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008

Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008 Checklist Audit Mutu ISO 9001:2000 Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008 :2008 4. 4.1 4.1 4.1 Sistem Manajemen Mutu Persyaratan Umum Apakah organisasi menetapkan dan mendokumentasikan sistem manajemen mutu

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3)

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN (SMK3) LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB

TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB Nama : SITTI MUNAWARAH NIM : 3351161343 Kelas : D PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI-JAWA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR KEP 11/KEP-DJPB/2015 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PEMERIKSAAN LAPANG DALAM RANGKA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

FACTOR 2 YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PRODUK Standardisasi Personalia Protap Bahan Baku Bahan pengemas Kualitas Produk Peralatan Lingkungan Bangunan http://farmasibahanalam.com http://farmasibahanalam.com.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang : a. bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

BAB II. TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk. PT. Indofarma (Persero) Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DI UNIT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan

Lebih terperinci