UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor, Periode 5 September-31 Oktober Pelaksanaan PKPA di Industri menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran apoteker di Industri. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Deddy Rifandi, S.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Manajer Produksi Farma atas bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini. 2. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku pembimbing II PKPA yang telah membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis dalam penyusunan laporan PKPA dan selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 4. Bapak Juzardi Joesoef selaku Presiden Direktur PT. Galenium Pharmasia Laboratories, Bogor atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. 5. Seluruh staf Produksi, Mas Nanang, Ibu Yusnizar, Mbak Purwati, Mbak Anita, dan Mbak Ingram yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. vi

7 6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI atas ilmu yang telah diberikan selama ini dan seluruh staf tata usaha Fakultas Farmasi UI. 7. Kakek, nenek dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan PKPA ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 vii

8 viii

9 ABSTRAK Nama : Fadilatul Jannah, S.Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor Periode 5 September 31 oktober 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan mengenai tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. Selain itu, melalui praktik kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tentang penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Industri. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pengamatan Lean Manufacturing dan Overall Equipment Effectiveness terhadap Proses Produksi Sirup di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. Tujuan penyusunan tugas khusus ini adalah untuk mengidentifikasi pemborosan dalam proses produksi, menghitung nilai OEE serta memberikan alternative atau solusi terhadap masalah produksi sesuai dengan penerapan Lean Manufacturing. Kata Kunci : Industri, Farmasi, Lean Manufacturing, OEE. Tugas Umum : xv + 93 halaman; 6 lampiran Tugas Khusus : vii + 35 halaman; 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 16 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 ( ) ix

10 ABSTRACT Name : Fadilatul Jannah, S.Farm. NPM : Department : Profesi Apoteker Title : Pharmacist Internship Report at PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor Periods of September 5 th October 31 st 2014 Pharmacist internship at PT. Galenium Pharmasia Laboratories aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in Pharmacy Industry. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the application of Good Manufacturing Practice (GMP). The internship given a special assignment titled Observation of Lean Manufacturing and Overall Equipment Effectiveness in The Production Process of Syrup X in PT. Galenium Pharmasia Laboratories. The purposes of this particular assignment are identification waste of production process, count the OEE value and give the solution for the production process accomplices with the Lean Manufacturing Practice in PT. Galenium Pharmasia Laboratories. Keywords :Pharmacy Industry;Lean Manufacturing;OEE General Assignmen :xvi + 93 pages; 6 appendices Special Assignment :vii + 35 pages; 4 appendices Bibliography of General Assignment : 16 ( ) Bibliography of Special Assignment : 6 ( ) x

11 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iv HALAMAN PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Persyaratan Usaha Industri Farmasi Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higienie Produksi Pemastian Mutu Pengawasan Mutu Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi ISO Definisi dan Sejarah Manfaat penerapan ISO 9001: Klausul ISO 9001: OHSAS Pendahuluan xi

12 2.4.2 Klausul OHSAS Manfaat Penerapan OHSAS BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES Profil Sejarah Singkat Perusahaan Visi dan Misi Perusahaan Kebijakan Mutu Perusahaan Logo Fungsi Dasar Lokasi dan Bangunan Produk Struktur Organisasi Departemen Quality Operation Departemen Produksi Farma Departemen research and development (R&D) Departemen supply chain (SC) Sistem Tata Udara Water system and distribution Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pengolahan Limbah secara Fisika Pengolahan Limbah secara Kimia Pengolahan Limbah secara Biologi BAB 4. PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higienie Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Higiene Perorangan Produksi Penyusunan Jadwal Produksi Pembagian Ruang Produksi Alur Masuk Personil dan Barang Kegiatan Produksi Produksi Larutan Produksi Tablet Produksi Semisolid Kegiatan Pengemasan Dokumentasi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi xii

13 4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Logo PT Galenium Pharmasia Laboratories Gambar 4.1 Alur Produksi Sediaan Larutan Gambar 4.2 Alur Produksi Sediaan Tablet Gambar 4.3 Alur Produksi Sediaan Semi Solid xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Parameter Pemeriksaan Air Limbah xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Galenium Pharmasia Laboratories Lampiran 2 Struktur Organisasi Produksi Farma Lampiran 3 Alur Proses Produksi Tablet, Sirup, Krim, dan Sabun Lampiran 4 Alur Proses Produksi Salep, Bedak, Emulsi, dan Lotion Lampiran 5 Daftar Produk Farma PT Galenium Pharmasia Laboratories Lampiran 6 Daftar Produk PSC PT Galenium Pharmasia Laboratories xvi

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Seiring dengan perkembangan dan peningkatan pendidikan pada masyarakat yang semakin pesat berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat juga berdampak pada peningkatan kebutuhan produk-produk penunjang kesehatan, salah satunya adalah obat. Industri Farmasi sebagai produsen obat dituntut untuk dapat menyediakan obat dalam jenis, jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itu, Industri Farmasi harus mampu menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan (Menteri Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi merupakan salah satu komponen yang berperan dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat dengan melakukan fungsinya sebagai produsen obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap obat. Industri Farmasi dalam pembuatan obat harus menerapkan acuan standar sebagai pedoman dalam pembuatan obat yang baik sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mengharuskan pembuatan obat yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan oleh Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi, sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. 1

18 2 PT. Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk medis dan non medis. Salah satu upaya yang dilakukan Industri Farmasi termasuk PT. Galenium Pharmasia Laboratories untuk meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) ke dalam seluruh sistem penunjang mutu. Di Indonesia, GMP lebih dikenal dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), melalui pedoman yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, seluruh aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diterapkan di perusahaan farmasi pertama yang menerima tiga sertifikat sistem kualitas yaitu CGMP untuk obat, CGMP untuk kosmetik dan ISO 9001:2008 ini dengan tujuan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Produksi obat yang baik adalah produksi yang telah memenuhi ketentuanketentuan CPOB, dimana tidaklah cukup bila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi sangat penting bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (CPOB, 2012). Pembentukan mutu terhadap produk dipengaruhi oleh beberapa aspek yang terangkum dalam CPOB 2012 yang salah satunya adalah personalia atau Sumber Daya Manusia. Personalia merupakan bagian penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, Industri Farmasi menjadi salah satu tempat bagi apoteker untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan, pembuatan obat, pengawasan, pengendalian mutu, dan distribusi obat. Apoteker merupakan salah satu personil kunci yang diperlukan dalam Industri Farmasi sehingga pembekalan menyeluruh secara teori dan praktik mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran tentang peran dan tanggung jawab apoteker dalam intuisi pekerjaan, salah satunya adalah Industri Farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan PT. Galenium Pharmasia Laboratories menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 5 September 2014 sampai tanggal 31 Oktober 2014 untuk memberi pengetahuan

19 3 kepada calon apoteker dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan untuk : a. Memahami peranan, tugas dan tanggung jawab Apoteker di Industri Farmasi. b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi. c. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. d. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK tahun 2012, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat jadi untuk didistribusikan. Sementara itu, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat dikatakan bermutu bila memenuhi persyaratan aman (safety), berkhasiat (efficacy), dan berkualitas (quality) (Badan POM, 2012). Setiap Industri Farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha Industri Farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin Industri Farmasi dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini diberikan paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada Industri Farmasi untuk melakukan persiapan 4

21 5 dan usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi Industri Farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Izin usaha Industri Farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan Industri Farmasi yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/ Persyaratan Usaha Industri Farmasi Izin usaha Industri Farmasi diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan Industri Farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Persyaratan Industri Farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No / Menkes / XII / 2010, sebagai berikut : a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT). b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). d. Memiliki secara tetap, paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara Indonesia (WNI), masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. f. Memenuhi persyaratan CPOB dan melakukan farmakovigilans. Pengecualian dari persyaratan pada poin 1 dan 2, bagi pemohon izin Industri Farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Industri Farmasi yang membuat obat dan atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus sesuai

22 6 dengan ketentuan perundang-undangan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut apabila industri yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran sebagai berikut: a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi Industri Farmasi secara berturutturut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau e. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik Cara pembuatan obat yang baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak

23 7 dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan, atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh Industri Farmasi sebagai dasar pengembangan peraturan internal sesuai kebutuhan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2012) Manajemen Mutu Di setiap Industri Farmasi perlu adanya manajemen yang bertanggung jawab agar obat yang dihasilkan sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat

24 8 dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman CPOB, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan POM, 2012) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri Farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri Farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan

25 9 kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci dalam Industri Farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam Industri Farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat c. Higiene pabrik d. Validasi proses e. Pelatihan f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk i. Penyimpanan catatan j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor

26 10 yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan POM, 2012) Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Sehingga hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat. Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh

27 11 pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan POM, 2012) Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan POM, 2012).

28 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, serta segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan POM, 2012) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

29 13 menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi : a. Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu. b. Validasi proses Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat mempengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. c. Pencegahan pencemaran silang Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, juga dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain yang berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar, dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets dan lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets dan lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets dan lot produk

30 14 antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. f. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. h. Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril) Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j. Bahan pengemas Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penadaan yang menunjukkan identitasnya.

31 15 k. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. l. Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah terlebih dahulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat. n. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. o. Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan

32 16 hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan POM, 2012) Pemastian Mutu Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa : a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan diterapkan CPOB c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta dilakukan validasi f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selamaproses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian

33 17 penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap terjaga selama masa simpan obat i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap Industri Farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

34 18 Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan pengawasan mutu hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu Industri Farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dapat dilaksanakan perbagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Audit mutu merupakan suatu inspeksi dan penilaian independen terhadap seluruh atau sebagian dari sistem mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu tersebut, dengan kata lain audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

35 19 Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan untuk memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi terhadap pemasok perlu dipertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi pemasok juga perlu dilakukan secara teratur. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan POM, 2012) Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan, serta dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Prosedur penarikan kembali produk hendaknya disediakan secara tertulis serta diperiksa secara berkala bila perlu dimutakhirkan untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Selain itu diperlukan penunjukan personil yang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran serta memahami segala operasi penarikan kembali. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan

36 20 keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu (Badan POM, 2012) Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah hal yang sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Dokumen hendaklah tidak ditulis-tangan, akan tetapi bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah dicek. Dokumen yang diperlukan di Industri Farmasi antara lain spesifikasi yang terdiri dari spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk

37 21 antara dan produk ruahan dan spesifikasi produk jadi, dokumen produksi, dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk, catatan pengolahan bets serta catatan pengemasan bets (Badan POM, 2012) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan POM, 2012) Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data

38 22 sebagai berikut, kebijakan validasi: struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi desain b. Kualifikasi instalasi c. Kualifikasi operasional d. Kualifikasi kinerja Sedangkan validasi terdiri dari : a. Validasi proses yang terdiri dari validasi prospektif, konkuren dan retrospektif b. Validasi pembersihan c. Validasi metode analisis d. Validasi ulang (Badan POM, 2012). 2.3 ISO Definisi dan sejarah ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam desain atau pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan atau sering disebut dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO Namun ada pula yang mengatakan bahwa ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur tentang Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System). Berdasarkan pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa ISO 9001 merupakan salah satu dari seri ISO 9000 yang mengatur tentang SMM sehingga ISO 9001 sering disebut dengan SMM ISO 9001.

39 23 ISO 9001 lahir pertama kali pada tahun 1987 yang dikenal dengan nama SMM ISO 9001:1987. Ada tiga versi pilihan implementasi pada seri 1987 ini, yaitu yang menekankan pada aspek quality assurance (QA), aspek QA dan produksi, serta quality assurance for testing. Konsentrasi utamanya adalah inspeksi produk di akhir sebuah proses (dikenal dengan final inspection) dan kepatuhan pada aturan prosedur sistem yang harus dipenuhi secara menyeluruh. Perkembangan berikutnya, tahun 1994, karena kebutuhan guaranty quality bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya proses preventive action untuk menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan ketidaksesuaian pada produk. Namun demikian, seri 9001:1994 ini masih menganut prosedur sistem yang kaku dan cenderung document centre dibanding kebutuhan organisasi yang disesuaikan dengan proses internal organisasi. Seri 9001:1994 lebih fokus pada proses manufacturing dan sangat sulit diaplikasikan pada organisasi bisnis kecil, karena banyaknya prosedur yang harus dipenuhi. Karena keterbatasan inilah, maka Technical Committee melakukan tinjauan atas standar yang ada, hingga akhirnya lahirlah revisi ISO 9001:2000 yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi Pada seri 9001:2000, tidak lagi dikenal 20 klausul wajib, tetapi lebih pada proses bisnis yang terjadi dalam organisasi sehingga organisasi sekecil apapun bisa mengimplementasi SMM ISO 9001:2000 dengan berbagai pengecualian pada proses bisnisnya, maka dikenalah istilah BPM atau Business Process Mapping, di mana setiap organisasi harus memetakan proses bisnisnya dan menjadikannya bagian utama dalam quality manual perusahaan. Walau demikian ISO 9001:2000 masih mewajibkan 6 prosedur yang harus terdokumentasi, yaitu prosedur control of document, control of record, control of non-conforming product, internal audit, corrective action, dan preventive action, yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi bisnis manapun. Pada perkembangan berikutnya, seri ISO 9001:2008 lahir sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi tahun Adapun perbedaan antara seri ISO 9001:2000 dengan ISO 9001:2008 secara signifikan lebih menekankan pada efektivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada seri ISO 9001:2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action,

40 24 maka seri ISO 9001:2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara efektif berdampak positif pada perubahan proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada kontrol proses outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam seri terbaru ISO 9001 ini. Berdasarkan pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa seri ISO 9001 dalam perkembangannya telah mengalami tiga kali revisi sejak pertama didirikan pada tahun Secara umum tidak ada perubahan signifikan dari revisi tahun 2000 ke tahun 2008, tidak ada penambahan maupun pengurangan klausul di dalamnya (Wahyono, 2013) Manfaat penerapan ISO 9001:2008 Adapun manfaat dari penerapan ISO 9001:2008 yaitu : a. Menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2003, perusahaan sebaiknya sudah menerapkan SMM, agar membantu perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan jaminan mutu yang lebih baik b. Nilai kompetisi perusahaan semakin meningkat dengan sertifikasi ISO 9001:2008 c. Penerapan ISO 9001:2008 akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang cacat (reject) atau barang bermutu rendah dan limbah d. Membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi dan mempunyai aturan kerja yang baik sehingga memudahkan dalam pengendalian e. Dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang baru f. Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem manajemen mutu yang ditetapkan g. Akan memudahkan top management dalam pencapaian target, karena sudah dipersiapkannya target yang terukur dan rencana pencapaiannya h. Meningkatkan semangat dan moral karyawan karena adanya kejelasan tugas dan wewenang (job description) dan hubungan antar bagian yang terkait sehingga karyawan dapat bekerja dengan efisien dan efektif.

41 25 i. Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dalam memenuhi permintaan pelanggan, baik internal maupun eksternal (QIMS, 2010) Klausul ISO 9001:2008 ISO 9001:2008 memiliki 8 klausul yang menjadi panduan penerapan Sistem Manajemen Mutu. Standar ISO 9001:2008 memuat 8 klausul sebagai berikut: a. Klausul 1 ( Ruang Lingkup), Klausul 2 (Acuan Standar), Klausul 3 (Istilah dan Definisi) Klausul 1-3 bersifat sebagai pengantar standar ISO 9001:2008. b. Klausul 4 (Sistem Manajemen Mutu) Klausul 4 secara umum berisi tentang konsekuensi penerapan ISO 9001:2008 yang diwajibkan memiliki dokumen-dokumen tertulis seperti Manual Mutu, Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, 6 Prosedur Wajib, Prosedur Kerja bagian / divisi / departemen, Instruksi Kerja, Rekaman Mutu yang dipersyaratkan oleh ISO 9001 dan rekaman mutu yang berkaitan dengan kegiatan operasional di organisasi. c. Klausul 5 (Tanggung Jawab Manajemen) Klausul 5 berisi tentang tugas yang harus dilakukan oleh Top Manajemen seperti penetapan struktur organisasi, job description, penetapan sasaran mutu, penunjukan perwakilan manajemen, dan pelaksanaan salah satu dari dua kegiatan yang harus dijalankan secara rutin dalam periode waktu tertentu seperti Rapat Tinjauan Manajemen. d. Klausul 6 (Manajemen Sumber Daya) Klausul 6 secara umum berisi persyaratan yang berkaitan dengan pekerjaan HRD dan GA yaitu tentang kepegawaian dan Sarana dan Prasarana. Pada Klausul 6 terdapat penetapan mengenai kompetensi, mengadakan seleksi dan evaluasi karyawan, mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan, serta mengelola sarana dan prasarana pada organisasi. e. Klausul 7 (Realisasi Produk) Klausul 7 berisi beberapa persyaratan ISO mengenai realisasi produk jasa

42 26 yang dimulai dari kesepakatan dengan pelanggan sampai produk atau jasa sampai ke tangan pelanggan. Klausul 7 berisi tentang pengaturan beberapa divisi pada suatu organisasi seperti Marketing, Purchasing, PPIC, Produksi/gudang, QA, QC, dan lain-lain. f. Klausul 8 (Pengukuran, Analisis, dan Peningkatan) Klausul 8 berisi tentang analisis proses secara keseluruhan. Pada Klausul 8 diharapkan untuk terus melakukan perbaikan denan menganalisis data seperti survey kepuasan pelanggan, keluhan pelanggan, produk reject, kesalahan kerja. Perbaikan tersebut juga termasuk dengan pelaksanan kegiatan audit internal dalam periode waktu tertentu dengan tujuan memastikan kesesuaian antara penerapan Standar ISO 9001:2008 dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Rahadian, 2014). 2.4 OHSAS Pendahuluan Organisasi, perkantoran, serta industri mulai meningkatkan kepedulian terhadap pencapaian dan pengenalan menyangkut dengan kesehatan dan keamanan kerja (Occupational Health and Safety). Dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keamanan kerja dibuat suatu petunjuk dengan standar internasional yaitu OHSAS (Occupational Health And Safety Assesment Series) 18001: OHSAS memiliki standar yang diperlukan dalam melaksanakan manajemen dari kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, teringrasi, berkesinambungan, dan diakui secara hukum yang berlaku secara internasional. Sistem OHSAS memungkinkan organisasi untuk mengembangkan kebijakan K3, menetapkan tujuan dan proses untuk mencapai komitmen kebijakan, mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya dan menunjukkan kesesuaian sistem untuk persyaratan Standar OHSAS ini. Edisi kedua dari Standar OHSAS ini difokuskan pada klarifikasi dari edisi pertama, dan telah mengambil pertimbangan dari ketentuan standar sistem manajemen lain atau publikasi untuk meningkatkan kompatibilitas standar tersebut untuk ISO 9001, ISO 14001, ILO-OSH, dan manfaat dari komunitas pengguna. Organisasi-organisasi yang membutuhkan bimbingan yang lebih umum

43 27 pada berbagai masalah sistem manajemen K3 dapat dilihat pada OHSAS OHSAS 18001, terus menerus dengan menerapkan suatu sistem PDCA yang merupakan sistem penerapan OHSAS pada industri. Sistem PDCA antara lain: a. Plan menetapkan proses perencanaan yang bersumber dengan ISO 9001, ISO dan OHSAS b. Do menerapkan dan mengoperasikan sistem manajemen K3 dari sumbersumber daya yang cukup, komunikasi yang baik, struktur manajemen serta menyediakan sumber daya manusia yang berkompeten akan K3 kualitas produk dan lingkungan c. Check menilai proses sistem manajemen terintegrasi melalui pemantauan kepuasan pelanggan audit internal, evaluasi status kesesuaian produk, analisis data dan dokumentasi yang baik tentang kualitas produk, K3, dan lingkungan. d. Act mengambil tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan terus menerus dengan cara melakukan peninjauan ulang, mengidentifikasi area tertentu, tindakan korektif, dan pencegahan penyebab potensial yg berhubungan dengan sistem manajemen tentang kualitas produk, K3, dan lingkungan (OHSAS, 2007) Klausul OHSAS Klausal dalam OHSAS antara lain : a. Perancanaan mencakaup identifikasi bahan berbahaya, faktor resiko, dan kontrol resiko b. Penerapan operasional sistem K3 yang terdiri dari pelatihan, konsultasi, dokumentasi, kontrol dokumen, kontrol operasional, dan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat c. Aktivitas koreksi dan pengecekan, pengawasan dan pengukuran kinerja, CAPA (Corrective and Preventive Action), manjemen data, dan audit d. Tinjauan ulang manajemen.

44 Manfaat penerapan OHSAS OHSAS secara umun dapat diterapkan karena mempunyai suatu standar yang secara spesifik berhubungan dengan K3. Penerapan OHSAS dalam suatu perushaan antara lain : a. Menegakkan suatu sistem manajemen K3 yang berfungsi untuk meniadakan atau mengurangi resiko personil kerja dan pihak yang terkait yang dapat terpapar kegiatan kerja yang berbahaya dan berisiko tinggi b. Menerapkan, menjaga, dan secara terus menerus meningkatkan suatu sistem manajemen K3 c. Merupakan suatu standar yang tersertifikasi dan diakui secara hukum d. Menjelaskan keutamaan pentingnya sistem OHSAS tersebut sehingga memiliki standar yaitu : Menciptakan determinasi dan suatu deklarasi bahwa suatu perusahaan telah menerapkan sistem tersebut Adanya suatu konfirmasi pada perusahaan sendiri maupun lain akan suatu sistem K3 yang terstandar Adanya sertifikasi yang diakui secara internasional Standar OHSAS pada dasarnya hanya bertujuan pada penerapan sistem K3 sehingga tidak mencakup pada kualitas produksi, perawatan alat, dan kerusakan alat (OHSAS, 2007).

45 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES 3.1 Profil Sejarah Singkat Perusahaan PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. GPL) merupakan Industri Farmasi swasta dalam negeri (PMDN) yang didirikan oleh B.S. Joesoef beserta keluarga pada tahun 1960 yang dahulu bernama PT Nitra. PT. Nitra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan obat-obatan. B.S Joesoef dan putranya, Dr. Eddy Joesoef memiliki keinginan tidak hanya menjual, tetapi juga memproduksi obat-obatan. Pada tahun 1980, Dr. Eddy Joesoef bersama keluarganya mendirikan perusahaan farmasi yang diberi nama PT. Yupharin Pharmaceutical. Selama 10 tahun, PT. Yupharin Pharmaceutical mengalami perkembangan pesat menjadi perusahaan farmasi yang modern dan kompetitif. Pada tahun 1990, PT. Yupharin Pharmaceutical melakukan restrukturisasi dalam hal operasional dan manajemen. Setahun kemudian, Dr. Eddy Joesoef pensiun dan kedudukannya digantikan oleh puteranya Juzardi Joesoef. Strategi pengembangan terus dilakukan untuk kemajuan perusahaan. Pada tahun 1994, PT. Yupharin Pharmaceutical menempati bangunan pabrik seluas ±2 hektar di Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala, Bogor, Jawa Barat. Bangunan tersebut semula ditempati oleh perusahaan farmasi PT. Bristol Myers dan kemudian direnovasi sesuai ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). PT. Galenium Pharmasia Laboratories memiliki sertifikasi, yaitu a. Pada Tahun 1995, mendapatkan Sertifikat CPOB b. Pada Tahun 2000, mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2000 c. Pada Tahun 2001, mendapatkan Sertifikat CPKB d. Pada Tahun 2013, mendapatkan Sertifikat OHSAS PT. Yupharin Pharmaceutical memiliki lebih dari 44 jenis produk yang terbagi atas produk farma dan personel skin care (PSC), di mana produk-produk tersebut kebanyakan berfokus pada pengobatan kulit. Selain karena Dr. Eddy 29

46 30 Joesoef adalah dokter spesialis dalam masalah dermatologi di Indonesia yang beriklim tropis dan kelembapan udara yang tinggi, di mana banyak terdapat masalah-masalah penyakit kulit pada penduduknya sehingga diharapkan produkproduk PT. Yupharin Pharmaceutical dapat membantu masalah penyakit kulit tersebut. Pada tanggal 1 Januari 2005 PT. Yupharin Pharmaceutical berganti nama menjadi PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011) Visi dan Misi Perusahaan Visi PT. Galenium Pharmasia Laboratories adalah Menjadi perusahaan perawatan kesehatan berkelas dunia yang memiliki daya saing tinggi dalam melayani dan menghasilkan produk bermutu bagi pasar regional Asia. Untuk mencapai visi tersebut, PT. Galenium Pharmasia Laboratories menetapkan misi perusahaan, yaitu Menunjang pertumbuhan yang berkesinambungan untuk memberikan hasil usaha yang terbaik kepada para stakeholder dengan menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011) Kebijakan Mutu Perusahaan Adapun kebijakan mutu PT. GPL adalah sebagai berikut: a. Menerapkan sistem manajemen terintergrasi meliputi cgmp / CPOB terkini, ISO 9001 : 2008, program 5S, OHSAS 18001, HACCP, agar : Menghasilkan produk yang bermutu dan aman Mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja Senantiasa memenuhi peraturan perundang-undangan b. Menerapkan praktik-praktik Human Resource kelas dunia yang dapat mendorong mutu dan inovasi untuk memperoleh SDM yang memiliki keahlian dan kinerja yang baik dan untuk menjaga retensi karyawan. c. Meningkatkan manajemen produksi untuk mencapai biaya produk dan biaya persediaan yang lebih rendah dan membanguun kerjasama dengan perusahaan multi nasional agar memperoleh pengalihan teknologi dan

47 31 pengetahuan guna pengembangan usaha. d. Memberdayakan ICT (IT) yang dapat mendukung usaha di setiap divisi maupun distributor untuk meningkatkan kecepatan dalam proses administrasi serta kemampuan aksesnya. e. Meningkatkan kemampuan dalam proses manajemen pelanggan untuk meningkatkan kesadaran dan kepuasan pelanggan dan membangun infrastruktur bidang distribusi pendamping untuk meningkatkan persediaan dan penyebaran setiap produk di setiap wilayah. f. Memperkuat basis pelanggan untuk dapat menjaga kontribusi penjualan produk-produk personal skin care dan produk-produk farma, melalui manajemen penjualan yang lebih efektif dan peningkatan ekspor ke regional Asia g. Memberdayakan sistem kontrol internal guna mendapatkan pelaksanaan proses-proses di tempat kerja yang terbaik dan rendah biaya. h. Melakukan perbaikan berkesinambungan untuk memastikan peningkatan efektifitas sistem manajemen terintegrasi Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories Gambar 3.1. Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories (Gambar 3.1) terdiri dari dua bagian, yaitu 4 helai daun dan tubuh manusia. Daun dan tubuh manusia ini mencerminkan bahwa PT. GPL mengambil bahan-bahan baku dari alam untuk membuat berbagai macam produk yang bermanfaat untuk kesehatan manusia (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011).

48 Fungsi Dasar Fungsi dasar dari PT. GPL adalah penjualan atau pemasaran, dan pembuatan produk. Produk yang dihasilkan harus bermutu, tepat waktu, dengan biaya yang rasional sehingga mampu bersaing. Selain itu, produksi harus dapat mengamankan tersedianya produk di pasaran (secure supply) sehingga mampu mendukung bagian pemasaran. Suatu produk dapat bersaing ketika produk tersebut memiliki: a. Perbedaan, di mana PT. GPL selalu membuat inovasi produk untuk dapat menjawab kebutuhan pasar, diantaranya dengan membuat produk yang inovatif. b. Manfaat nyata, di mana masyarakat telah lama mengenal dan menggunakan produk-produk PT. GPL yang terbukti berkhasiat dan dirasakan manfaatnya. c. Alasan produk tersebut dapat dipercaya oleh konsumen, di mana PT. GPL telah mendapatkan sertifkat CPOB, CPKB, ISO 9001:2008, yang menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik sehingga tidak diragukan lagi khasiat dan keamanannya (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011). 3.3 Lokasi dan Bangunan Pabrik PT. GPL berlokasi di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km 51,5, Cimandala, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menempati lahan seluas 2 hektar. Sedangkan kantor pusatnya (head office) berada di Jalan Adityawarman No. 67, Kebayoran Baru, Jakarta. Bangunan pabrik PT. GPL terdiri dari: a. Gedung GPL 1, merupakan fasilitas produksi farma dan bedak, ruang quality assurance (QA), technical support (TS), supply chain (SC), laboratorium quality control (QC), serta gudang bahan baku dan bahan kemas. b. Gedung GPL 2, merupakan gudang produk jadi, ruang kerja general affair (GA) dan business development (BD), serta ruang serbaguna. c. Fasilitas produksi dan kemas sabun. d. Fasilitas produksi dan kemas sabun liquid. e. Fasilitas research and development (R&D).

49 33 f. Fasilitas engineering. g. Fasilitas instalasi pengolahan air limbah/ IPAL (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2011). h. Bangunan Departemen HSE i. Fasilitas sarana penunjang. 3.4 Produk Sampai awal tahun 2014 ini, PT. GPL telah memproduksi sediaan obat dan kosmetik dengan total 134 jenis produk, yang terdiri dari 73 jenis produk farma dan 61 jenis produk kosmetik (PSC). Adapun jenis produk pharma (Lampiran 5) beberapa diantaranya yaitu Acne Feldin Lotion, Bioderm, Pyravit, dan Trichol Kapsul, Cartiflex, Glimunos, Laxadine, dan Mycorine. Adapun jenis produk PSC (Lampiran 6), beberapa diantaranya telah menjadi topbrand, antara lain Caladine Powder, Caladine Lotion, Caladine Baby, JF Sulfur, JF Wetwipes, Belsoap, dan Oilum. 3.5 Struktur Organisasi Dalam menjalankan tugas hariannya, PT. Galenium Pharmasia Laboratories dipimpin oleh seorang Direktur yang membawahi langsung Corporate Legal Manager, Corporate Compliance Manager, International Trading Manager, Group Accounting Manager, Management Representative, Sales and Marketing Manager, General Manager Finance and Administration, Business Development Manager, dan General Manager Operation and Human Resource (PT Galenium Pharmasia Laboratories, 2012a). Struktur organisasi untuk PT. GPL terdapat di dalam Lampiran Departemen Quality Operation (QO) Departemen ini membawahi tiga bagian, yaitu quality control (QC), quality assurance (QA), dan health, safety, and environment (HSE). Quality operation dipimpin oleh seorang deputy of quality operations yang membawahi tiga orang manajer, manajer QC, manajer QA, dan asisten manajer HSE. Secara

50 34 umum bagian ini bertanggung jawab terhadap pemastian dan pengawasan mutu produk PT. GPL. Tugas dari divisi quality operation (QO) adalah: a. Promosi dan Perubahan gaji b. Menyiapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan pelatihan CPOB atau CPKB untuk seluruh karyawan c. Memastikan keluhan pelanggan ditangani dengan baik d. Menyiapkan dan mengirimkan laporan kepada pemerintah berkaitan dengan mutu produk e. Mewakili kepentingan perusahaan sehubungan dengan mutu dengan lembaga pemerintah dan bertanggung jawab dalam pemenuhan persiapan yang berkaitan dengan mutu f. Membuat perencanaan budget g. Berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang berhubungan dengan QA h. Sebagai ketua K3L di departemen QA (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2013a). Bagian quality control (QC) di PT. GPL dipimpin oleh seorang manajer QC. Adapun tugas dan tanggung jawab dari bagian QC adalah sebagai berikut. a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan mutu dan spesifikasi. b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan, pengujian, dan analisis. c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis. d. Menyusun dan melaksanakan program validasi metode analisis. e. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat. f. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian atau departemen lain dari perusahaan (PT Galenium Pharmasia Laboratories, 2012b) Departemen Produksi Farma Produksi farma di PT. GPL dipimpin oleh seorang production

51 35 pharma manager yang membawahi seorang production pharmacist, process review and improvement supervisor, semisolid production supervisor, solid and liquid production supervisor, dan pharma packaging supervisor (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2013a). Struktur organisasi bagian produksi farma terdapat pada Lampiran 2. Manajer produksi farma di PT. GPL bertanggung jawab atas kegiatan proses produksi dari penggunaan mesin produksi serta menjamin pelaksanaan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan memenuhi ketentuan CPOB dan CPKB. Adapun rincian tugasnya adalah sebagai berikut: a. Mengawasi / mengontrol ketersediaan produk dan pelaksanaan produksi agar dapat memenuhi permintaan / kebutuhan dan dilakukan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. 1. Secara informal melakukan koordinasi dengan bagian marketing untuk menjamin ketersediaan produk. 2. Menyusun dan melakukan revisi target mingguan bersama dengan supply chain. 3. Mengawasi/mengontrol pelaksanaan produksi agar dapat memenuhi permintaan dari supply chain 4. Mengusahakan tercapainya target supply chain 100% yang sudah dalam proses BBM (bukti barang masuk) 5. Memberikan informasi kepada supply chain mengenai produk-produk yang bermasalah atau yang tidak sesuai dengan spesifikasi 6. Mengajukan permintaan dan tambahan bahan baku atau bahan kemas terhadap produk-produk yang akan dibuat sesuai dengan target dari supply chain kepada bagian gudang 7. Menjaga rendemen terhadap tiap-tiap produk (98% - 102%) 8. Memeriksa catatan pembuatan dan pengemasan produk agar dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan 9. Mengawasi atau mengontrol pemusnahan bahan kemas yang sudah tidak layak pakai 10. Menjaga sanitasi ruangan (grey area) yang diperiksa oleh bagian QC agar selalu memenuhi persyaratan CPOB, pest control untuk mengusir

52 36 hama (nyamuk, tikus, kecoa, dsb) 11. Berkoordinasi dengan bagian umum untuk mengajukan perbaikan atau renovasi ruangan produksi b. Mengawasi atau mengontrol validasi dan penggunaan mesin produksi agar dipergunakan dengan benar serta memenuhi ketentuan CPOB dan CPKB 1. Mengajukan permintaan mesin-mesin baru apabila diperlukan 2. Melakukan pertemuan rutin mingguan dengan departemen terkait 3. Secara informasi memberikan persetujuan dan membuat laporan kepada bagian purchasing apabila mesin yang diminta sudah sesuai dengan spesifikasi 4. Memberikan persetujuan terhadap WO yang dibuat oleh staff produksi untuk diserahkan kepada bagian tehnik/bagian umum. c. Memberikan masukan berkaitan dengan proses produksi untuk meningkatkan kualitas produk dalam rangka memberikan suatu kepuasan terhadap pelanggan 1. Melakukan koordinasi dengan departemen terkait dalam pelaksanaan trial dan validasi produk 2. Melakukan koordinasi dengan departemen terkait sehubungan dengan persiapan launching produk baru 3. Memberikan masukan mengenai produk atau formula yang tidak baik atau gagal 4. Mengajukan permintaan perubahan mould (misalnya mengubah design botol) 5. Melakukan kunjungan dan survey bersama bagian tehnik ke pabrik lain untuk melihat mesin-mesin produksi yang akan dipergunakan. d. Mengajukan objective dan rencana atau sasaran mutu serta menyusun anggaran tahunan untuk mendukung tercapainya objektif perusahaan. e. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan produksi di perusahaan agar memenuhi target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. f. Meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan bawahan untuk mendukung kegiatan operasional dan pencapaian target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

53 37 1. Mengajukan usulan pelatihan untuk bawahan kepada HRD 2. Melakukan evaluasi terhadap kinerja bawahan 3. Mengajukan pernambahan karyawan dan ikut serta dalam proses seleksi calon karyawan baru. Bertanggung jawab untuk melakukan suatu efisiensi dan inovasi terhadap proses produksi. g. Memberikan persetujuan untuk permintaan ATK dan alat-alat produksi lainnya. h. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di area produksi farma. i. Bertanggung jawab dalam pemantauan CCP (Critical Control Point) dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan jika terjadi ketidaksesuaian. j. Bertanggung jawab dalam penerapan PRP (Prequsite Program) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Aliran proses produksi di PT. GPL adalah sebagai berikut : a. Departemen produksi menerima rencana produksi bulanan (RPB), target suplai produk jadi (TSPJ) dan lampiran kesiapan bahan baku (BB) dan bahan pengemas (BP) dari bagian supply chain (SC). b. Departemen produksi, QA, QC, R&D, SC, TS, dan engineering membuat rencana produksi mingguan (RPM) berdasarkan RPB, inter office memo (IOM), dan TSPJ. c. Bagian administrasi produksi mendistribusikan RPM yang telah disahkan ke bagian/ departemen terkait. d. Supply chain meminta batch record (BR) yang nantinya akan disampaikan kepada Document Control (DC). e. Bagian DC menyerahkan Copy BR ke SC untuk disahkan yang kemudian langsung diserahkan dan disahkan kembali pada bagian produksi. f. Jika serah terima sesuai, supervisor produksi atau kemas membuat bon permintaan bahan baku (BPBB) dan bahan pengemas (BPBP). Jika tidak sesuai, administrasi produksi akan menyerahkan kembali ke bagian DC. g. Manajer produksi melakukan pengesahan BPBB/ PBP. h. Administrasi produksi menyerahkan BPBB/ BPBP ke bagian staf SC. i. Produksi dan gudang melakukan serah terima BPBB/ BPBP.

54 38 j. Jika telah sesuai, supervisor produksi/ kemas melaksanakan proses produksi dan penimbangan sesuai dengan BR masing-masing. k. Supervisor produksi, operator, dan inspektur QA melaksanakan in process control (IPC). l. Supervisor atau leader produksi menerima hasil pengujian. m. Jika tidak lulus pengujian (reject/ rework/ repack) masuk ke penanganan penyimpangan. n. Supervisor kemas melaksanakan proses pengemasan sekunder. o. Inspektur QA mengambil sampel pertinggal (retained sample). p. Supervisor atau leader kemas menempelkan produk karantina. q. Supervisor atau leader produksi memeriksa kelengkapan BR sesuai hal yang menjadi tanggung jawab pekerjaannya. r. Jika telah sesuai, supervisor menyerahkan BR untuk diperiksa dan disahkan oleh manajer produksi. s. Setelah disahkan oleh manajer produksi, supervisor/leader kemas mengisi form bukti barang masuk (BBM) sesuai jumlah barang yang akan dikirim. t. Bagian produksi dan gudang produk jadi (GPJ) melakukan serah terima produk karantina menggunakan form BBM. u. Manajer QA mengevaluasi BR, inspeksi akhir, hasil analisis QC untuk meluluskan atau menolak produk release jual. v. Jika manajer QA menolak, maka BR akan diserahkan kembali ke bagian produksi untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur CPOB terkini. Jika hasil analisis yang tidak disetujui, QA menyerahkan ke pihak QC. w. Jika manajer QA setuju, akan diberikan stempel (cap DILULUSKAN) pada lembar form BBM 3 rangkap, lalu diberi tanggal dan paraf untuk release jual x. Staf QA melakukan penempelan label DILULUSKAN pada produk karantina sehingga menjadi produk jadi dan memberikan lembar form BBM 3 rangkap yang telah distempel (cap DILULUSKAN) ke supervisor kemas/ leader produksi y. Supervisor kemas/ leader produksi mendistribusikan form BBM 3

55 39 rangkap yang telah distempel (cap DILULUSKAN) lembar putih untuk bagian gudang, lembar merah untuk bagian keuangan, dan lembar kuning untuk bagian produksi (PT Galenium Pharmasia Laboratories, 2013b). Alur proses produksi untuk berbagai bentuk sediaan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Departemen Research and Development (R&D) Departemen R&D di PT. GPL berada di bawah Departemen Business and Development (BD) dan bertanggung jawab kepada manajer BD. Departemen R&D dipimpin oleh seorang manajer R&D. Adapun tugas dan tanggung jawab dari departemen ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan trial produksi, baik produk baru, maupun produk eksisting b. Melakukan validasi proses produksi yang baru c. Melakukan pembuatan master formula d. Bertanggung jawab dalam pelaksanaan rework produk (PT. Galenium Pharmasia Laboratories, 2012b) Departemen Supply Chain (SC) Departemen SC di PT. GPL dipimpin oleh seorang manajer SC yang bertanggung jawab kepada seorang kepala pabrik atau head of factory. Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab dari departemen SC adalah membuat perencanaan kebutuhan material (bahan baku dan bahan kemas), membuat perencanaan produksi, melakukan pembuatan rencana produksi (toll manufacturing) serta melakukan penomoran bets produk (PT Galenium Pharmasia Laboratories, 2012b). Departemen SC juga membawahi bagian gudang (warehouse). Gudang di PT. GPL dibedakan menjadi gudang bahan baku dan bahan pengemas serta gudang produk jadi. Gudang penyimpanan di PT. GPL dalam kondisi penerangan yang cukup baik, serta sudah dilakukan penataan dan dilengkapi sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih, dan teratur. Daerah penyimpanan sudah melaksanakan

56 40 pemisahan bahan dan produk yang efektif dan teratur terhadap berbagai kelompok bahan yang disimpan termasuk produk yang dikarantina sehingga memudahkan perputaran persediaan. Bahan disimpan sesuai dengan kriteria : a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya c. Disusun berdasarkan FIFO (First in First Out) d. Disusun berdasarkan FEFO (First Expired First Out) e. Berdasarkan sifat mudah tidaknya barang meledak atau terbakar f. Berdasarkan sifat tahan atau tidaknya bahan terhadap cahaya. Aktivitas yang terjadi di gudang secara umum adalah sebagai berikut : a. Penerimaan bahan baku dan bahan pengemas b. Salinan purchase order (PO) dari bagian pembelian diterima oleh bagian gudang yang berisi informasi daftar bahan baku atau bahan pengemas yang dipesan kepada supplier c. Dilakukan pengecekan kesesuaian jenis dan jumlah barang yang dibawa supplier saat barang datang, apakah sesuai dengan PO dan ada tidaknya kerusakan barang tersebut d. Bagian gudang mencatat barang yang diterima ke dalam log book e. Jika pesanan tidak sesuai, maka bagian gudang menginformasikan ke pengirim barang dan bagian purchasing perusahaan. Apabila barang dan dokumen sesuai, maka bagian gudang menempatkan barang di area karantina, diberi label bertuliskan KARANTINA f. Area karantina yang tersedia adalah area yang diberi batas berupa cat di lantai berwarna kuning g. Dibuat laporan bukti barang masuk (BBM) h. Diinformasikan ke bagian QC tentang kedatangan barang sehingga dilakukan pengambilan sampel dan selanjutnya dilakukan pengujian i. Gudang menerima hasil pengujian DILULUSKAN atau DITOLAK. Barang bisa dipindahkan sesuai status hasil pengujian j. Barang yang telah dinyatakan DILULUSKAN maka bagian gudang mengisi kartu stok dan mencatatnya dalam log book k. Laporan harian keluar masuk barang dibuat dan diberikan ke bagian SC

57 41 untuk didata sebagai keperluan perencanaan selanjutnya l. Pengeluaran bahan baku dan bahan pengemas Pengeluaran bahan baku dan bahan pengemas harus sesuai permintaan dari produksi dan harus selalu didokumentasikan. Bagian gudang menerima permintaan barang berupa jenis dan jumlahnya dari bagian produksi, lalu memeriksa ketersediaan barang sesuai dengan permintaan Jika barang tersedia, maka supervisor gudang memberikan persetujuan permintaan barang tersebut Jika barang tidak tersedia segera diberitahukan ke bagian produksi Dilakukan pengecekan terhadap barang yang disiapkan dan dilakukan serah terima antara bagian gudang dan produksi di ruang penimbangan Bahan baku ditimbang bersama-sama oleh bagian produksi dan bagian gudang, kemudian bagian gudang mencatat pengeluaran barang dalam kartu stok. Stock opname bertujuan untuk memastikan ketersediaan bahan dan kesesuaiannya dengan laporan, meyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, diberi tanda yang benar, dan dalam kondisi yang baik. Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang disimpan mempunyai kartu persediaan obat (kartu stok). Kartu tersebut senantiasa direkonsialiasi dan jika terdapat penyimpangan dicatat, disertai penjelasannya. Stock opname dilakukan setiap tiga bulan untuk gudang produk jadi, bahan baku atau bahan pengemas. Terhadap bahan tersebut dilakukan pengambilan contoh dan uji ulang setiap selang waktu tertentu oleh QC untuk mengetahui apakah bahan masih bisa digunakan sebagaimana disebut dalam spesifikasi bahan awal. Pelaksanaan pengambilan contoh ulang diawali dengan pemasangan label PENGUJIAN ULANG. Pemeriksaan kualitas bahan baku atau bahan pengemas dilakukan setiap enam bulan atau setiap satu tahun melalui pengujian ulang. Pengadaan bahan baku atau bahan kemas ada kemungkinan barang ditolak. Bahan yang tidak sesuai spesifikasi yang diminta sesuai perjanjian bisa saja ditolak. Spesifikasi bahan, yaitu pemerian suatu bahan awal, produk antara, produk ruahan, atau obat jadi mengenai sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi.

58 42 Spesifikasi tersebut menyatakan standar dan toleransi yang diperbolehkan dan biasanya dinyatakan secara deskriptif dan numerik. Kegiatan yang terjadi dalam penanganan bahan baku atau bahan pengemas yang ditolak adalah: a. Bahan yang dinyatakan ditolak oleh QC ditempatkan di area khusus retur dengan pembatas berwarna merah ditandai adanya label DITOLAK. b. Bahan tersebut dicatat ke dalam log book bahan baku atau bahan pengemas. c. BBM di sampaikan ke bagian purchasing dan SC serta membuat nota retur sesuai dengan jenis dan jumlah barang yang diolah. d. Nota retur diserahkan kepada supplier, purchasing, dan SC. e. Nota retur dan BBM disimpan sebagai dokumentasi perusahaan. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang akan dimusnahkan sesuai prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak dengan memperhatikan pencegahan, pencemaran lingkungan, dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat atau produk ke tangan orang yang tidak berwenang. Pemusnahan dilakukan oleh petugas yang berwenang dan bagian gudang membuat berita acara pemusnahan. Catatan pemusnahan bahan/ produk yang ditolak memuat antara lain: a. Nama, nomor bets, dan jumlah bahan / produk yang ditolak. b. Asal bahan atau produk. c. Metode pemusnahan. d. Nama petugas yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan. e. Tanggal pemusnahan. Gudang bahan baku sendiri terdiri atas 5 ruangan: a. Ruangan suhu kamar: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang tidak memerlukan kondisi khusus. Ruangan suhu kamar juga digunakan sebagai tempat karantina. b. Ruang sampling: digunakan untuk pengambilan sampel bahan. Ruangan ini dilengkapi dengan sistem air lock dan tekanan udara yang diatur sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi saat bahan dikeluarkan dari wadah untuk sampling. c. Ruangan sejuk: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang tidak tahan terhadap panas, seperti parfum dan minyak atsiri yang diatur suhunya agar tidak melebihi 22 C dan RH kurang dari 75%.

59 43 d. Gudang api: merupakan ruangan khusus dan terpisah untuk penyimpanan bahan mudah terbakar, bahan mudah meledak, bahan yang sangat beracun, obat berbahaya lain, serta untuk produk bahan yang ditolak. e. Ruang karantina: digunakan untuk menyimpan bahan baku yang belum disetujui penggunaannya dan sedang dilakukan pengujian oleh QC. 3.6 Sistem Tata Udara Salah satu faktor yang menentukan kualitas obat adalah kondisi lingkungan tempat di mana produk tersebut dibuat atau diproduksi. Kondisi lingkungan yang kritis terhadap kualitas produk, antara lain seperti cahaya, suhu, kelembapan relatif, kontaminasi mikroba, dan kontaminasi partikel. Sebagai upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan tersebut, maka PT. GPL mengendalikan kondisi tersebut dengan AHU (Air Handling Unit) atau sering juga disebut dengan HVAC (Heat, Ventilating, and Air Conditioning). Sistem tata udara yang digunakan tergantung dari jenis produk yang dibuat dan tingkat kelas ruang yang digunakan. Untuk ruangan produksi obat (Kelas E) HVAC dilengkapi dengan HEPA filter dengan efektifitas penyaringan hingga 99% lebih, sedangkan pada kelas F tidak dilengkapi dengan HEPA. HVAC harus terdapat pre filter dengan ketebalan minimum 2 inch dan filter dengan efisiensi medium. Fan pada HVAC harus dapat memodulasi air flow dengan menggunakan baling-baling inlet yang diatur oleh variable speed control. Terdapat coil yang dihubungkan untuk mendapatkan udara dan air yang alirannya berlawanan arah. Pengaturan cooling coil dan heating coil dilakukan secara otomatis. Heating coil sebagai pengatur panas juga berguna untuk mengurangi kelembaban udara di ruang produksi yang sering terjadi pada musim hujan. Untuk pengujian kecepatan aliran udara, arah aliran udara, pertukaran udara, perbedaan tekanan udara, leak test, jumlah partikel, suhu, kelembapan, dan cemaran mikroba dilakukan pada kondisi At Rest selama 1 hari, dan Recovery time-nya kurang dari 15 menit. 3.7 Water System and Distribution Air merupakan salah satu aspek kritis dalam pelaksanaan CPOB. Hal

60 44 tersebut disebabkan karena air merupakan bahan baku dalam jumlah besar, terutama untuk produk sirup dan berbagai produk semisolid. Bila tercemar atau terdapat kandungan mineral dalam air, maka dikhawatirkan dapat mengganggu proses produksi obat ataupun dapat mengganggu kestabilan sediaan, bahkan beresiko fatal bagi konsumen. Kualitas air yang digunakan untuk produksi, tergantung dari persyaratan air yang digunakan produk yang dibuat. Purified water system merupakan sistem pengolahan air yang dapat menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan organik, partikel, mikroba dan gas) yang terdapat di dalam air yang akan digunakan untuk produksi. Air yang digunakan untuk pengolahan air dapat diperoleh dari sumur. Variasi mutu dari pasokan air mentah (raw water) yang memenuhi syarat ditentukan dari target mutu air yang akan dihasilkan. Berikut adalah tahapan proses pengolahan air: a. Air yang berasal dari sumur disedot, ditampung dalam bak penampung berkapasitas L. Untuk pengolahan air, air dalam sumur penampungan tersebut ditampung lagi dalam tangki. b. Air di tangki penampungan dialirkan kedalam tangki multimedia (berisi Zn silika 25 L: antraksit 100L). c. Air dialirkan ke dalam tangki karbon (Zn silika 25 L : karbon aktif 100 L). d. Berikutnya air yang telah melewati dua penyaringan sebelumnya, dialirkan lagi kedalam tangki softener (berisi Zn silika 25 L dan resin kation 100 L). Ada tetesan larutan garam (100 L+16 kg garam) yang ikut dimasukkan ke dalam saluran. e. Jika air yang dihasilkan masih kotor, maka dibantu dengan tetesan air Scalant yang berasal dari tangki bak air Scalant. Akan tetapi, jika air tidak kotor, tidak diperlukan penambahan tetesan air Scalant ini. f. Air akan mengalir melewati catridge filter dengan membran 5 µm. Disini 40% air dibuang ke penampungan yang selanjutnya digunakan untuk penggunaan air biasa dan 60% air saja yang dilanjutkan ke tahap berikutnya, karena keterbatasan kapasitas tahap berikutnya. g. Air akan mengalami proses pengolahan secara sistem reverse osmosis (RO). Setelah mengalami proses reverse osmosis, air akan mengalami

61 45 degenerasi dengan mixedbed dengan tahapan sebagai berikut: a. Service: merupakan tahap pertama pencucian untuk menghilangkan kotoran dan untuk memisahkan kation dan anion agar dapat beregenerasi dengan baik. Tahap ini memerlukan waktu menit. b. Settling: resin turun ke dasar filter sesuai berat jenisnya ketika air didiamkan. Kation memiliki BJ lebih besar dibandingkan dengan anion, maka kation akan lebih cepat berada pada bagian bawah tangki. Tahap ini memerlukan waktu sekitar 5-10 menit. c. Regenerasi anion: dilakukan pencucian dengan NaOH agar anion resin dapat berfungsi kembali. Tahap ini berlangsung sekitar menit. d. Rinsing anion: pencucian dengan air untuk membuang sisa-sisa NaOH. Akhir proses ini ditandai dengan ph air buangan sekitar Tahapan ini memerlukan waktu menit. e. Regenerasi kation: pencucian kation resin dengan HCl agar kation resin dapat berfungsi kembali. Proses ini terjadi selama menit. f. Rinsing kation: pembilasan dengan air untuk membuang sisa-sisa HCl, akhir proses ini ditandai dengan ph air buangan sekitar 3-4. Tahapan ini berlangsung sekitar menit. g. Rap rinsing: Pencucian secara bersamaan untuk membuang sisa-sisa HCl dan NaOH. Berlangsung sekitar menit. h. Drain down: air sebagian dibuang agar pencampuran resin berjalan dengan baik. i. Mixing: proses pencampuran resin dengan bantuan blower atau kompresor. j. Final rinse: merupakan tahap yang sama dengan tahap service, tetapi air yang dihasilkan dibuang sampai dengan konduktivitas yang didapat sesuai dengan yang dihasilkan. k. Jika konduktivitas sudah menunjukkan angka 1,3, maka air mengalir ke dalam tangki berikutnya untuk mengalami proses ultrafiltrasi. Jika alat tersebut belum menunjukkan angka1,3, maka air akan bersirkulasi kembali. Untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan timbulnya zat pirogen, air suling yang akan digunakan untuk pengolahan tidak bo leh dibiarkan lebih dari 24 jam, kecuali jika dalam sistem looping. Hasil pemantauan

62 46 dan tindakan penanggulangan yang dilakukan didokumentasikan. Kapasitas air yang dihasilkan dari PWS di PT. GPL sekitar 10 Liter per menit. PT. GPL juga memiliki tempat khusus yang dinamakan boiler untuk menghasilkan uap panas. Diantaranya digunakan untuk ruang dan proses produksi dan juga untuk pengolahan air. Berikut adalah tahapan boiler dalam menghasilkan uap panas: a) Mesin menggunakan bahan bakar berupa solar dengan bantuan suhu 1900 C. b) Air sumur disedot dan kemudian dialirkan ke dalam tangki water filtration yang berisi Zn silika 25 L: antraksit 100 L. c) Kemudian air masuk ke dalam tangki softener yang berisi Zn silika 25L: kation 100L. d) Air akan masuk ke dalam watertank, sebagai penampung air. e) Air akan masuk ke dalam mesin boiler. Mesin ini telah memiliki dua pompa sesuai standar. f) Di dalam mesin terjadi pemanasan air dengan api sehingga menghasilkan uap yang sangat panas. g) Uap panas inilah yang digunakan untuk pemanasan air pada produksi. 3.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. GPL merupakan salah satu Industri Farmasi yang menghasilkan banyak limbah sehingga memerlukan penanganan khusus. Limbah cair yang dihasilkan berasal dari seluruh proses produksi meliputi produk farma, kosmetik (PSC), dan bedak sehingga perlu diolah agar aman bagi lingkungan sekitar. Proses pengolahan limbah cair dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu pengolahan limbah cair secara fisika, kimiawi, dan biologi. Tahapan proses pengolahan limbah cair yang dilakukan di PT. GPL adalah sebagai berikut Pengolahan Limbah Secara Fisika a. Limbah dari bagian produksi disalurkan ke saluran air limbah yang cukup besar agar menghindari penyumbatan dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. b. Limbah dari bagian produksi ditampung dalam bak penampungan

63 47 awal berfungsi untuk memisahkan limbah yang kasar. Di bagian ini terdapat pompa otomatis yang mengatur debit air yang kemudian akan dialirkan ke bak penampungan berikutnya (oil trap tank). c. Cairan limbah kemudian dialirkan ke oil trap tank. Di tahap ini terjadi pemisahan secara fisika dengan memanfaatkan perbedaan berat jenis fase air dan fase minyak. Fase minyak yang lebih ringan akan berada di bagian permukaan air sehingga memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Proses pemisahan air dan minyak ini dilakukan dengan menggunakan bak oil trap tank yang tersusun tiga buah. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. d. Minyak yang mengapung di bagian oil trap tank kemudian diambil untuk dicampur dengan serbuk gergaji lalu dibakar. e. Fase air dialirkan dalam bak penampung air (bak ekualisasi). Bak ekualisasi ini dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah yang beragam jenis dan sifatnya agar memudahkan pengolahan berikutnya. f. Kemudian limbah hasil bak tersebut dialirkan ke tangki mixing dengan kapasitas 3000 L untuk diolah secara kimia Pengolahan Limbah Secara Kimia a. Di dalam tangki mixing limbah diatur keasamannya dengan penambahan Ca(OH) 2 sampai diperoleh ph Proses koagulasi akan lebih mudah terjadi pada kisaran ph tersebut. b. Pengukuran ph dilakukan menggunakan indikator universal. c. Dilakukan proses koagulasi dengan adanya penambahan koagulan Poly Alumunium Chloride (PAC) ke dalam limbah hingga ph limbah 7. d. Hasil dari proses koagulasi ditambahkan flokulan yaitu flokulan bermerk Curiflok untuk memperbesar ukuran endapan yang terbentuk sehingga pengendapan dapat berlangsung dengan cepat. e. Limbah didiamkan hingga mengendap sempurna dan terjadi pemisahan antara endapan dan cairan. f. Cairan (air jernih) limbah dialikan ke dalam bak yang berisi karbon aktif

64 48 untuk menyaring sisa endapan yang masih terbawa dan mengurangi bau. g. Endapan dipindahkan ke dalam bak penampungan sedimen drying bed untuk menghilangkan kadar air. Endapan yang telah kering dicampur dengan limbah padat lainnya dan dimusnahkan lewat jasa PPLI (Pusat Pengolahan Limbah Industri). Air yang masih tersisa dari proses pada drying bed kembali dialirkan ke bak ekualisasi untuk diproses selanjutnya Pengolahan Limbah Secara Biologi a. Hasil sedimentasi dialirkan ke dalam bak aerasi yang berisi bakteri aerob untuk menguraikan partikel secara biologi. b. Cairan limbah dialirkan ke dalam bak clarifier untuk pengendapan, kemudian dialirkan lagi ke bak filter yang memiliki batu-batu zeolite untuk menyerap limbah berbahaya. c. Cairan limbah dialirkan ke dalam bak stabilisasi (penampungan akhir). d. Dilakukan pemeriksaan ph air, yaitu 6-7. e. Sebagai indikator kualitas air yang baik digunakan ikan mas. f. Secara rutin setiap bulan juga dilakukan pemeriksaan dengan mendatangkan pemeriksa eksternal dari Institut Pertanian Bogor (IPB) agar ada jaminan hasil yang objektif. Adapun parameter yang digunakan dalam pemeriksaan air limbah meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS, ph, total N, fenol, Kesadahan air limbah (Tabel 3.l). Tabel 3.1. Parameter pemeriksaan air limbah No. Total Parameter Limbah Rata-rata (mg/l) Manufacture (mg/l) 1. BOD COD TSS Total N Fenol 1-6. ph

65 BAB 4 PEMBAHASAN Pemerintah telah membuat peraturan-peraturan yang menjadi suatu standar mutu dalam produksi suatu obat. Dalam rangka menjamin obat yang dikonsumsi oleh masyarakat terjamin keamanan, kualitas, dan khasiatnya maka salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah CPOB. Sebagai Industri Farmasi, PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. GPL) berkewajiban memenuhi ketentuan CPOB tersebut sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI HK tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. PT. GPL telah mendapatkan sertifikat CPOB, CPKB, OHSAS 18001, dan ISO Hal ini menunjukkan bahwa seluruh aspek CPOB yang tertuang di dalam pedoman CPOB telah dipenuhi oleh PT. GPL. Aspek CPOB ini telah dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan distributor yang akan menyalurkan produk. Penerapan CPOB dilakukan oleh PT. GPL meliputi aspek-aspek antara lain manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan analisis berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi. 4.1 Manajemen Mutu Sistem mutu (quality system) merupakan kerangka kebijakan mutu yang didasarkan pada rangkaian regulasi yang memastikan bahwa produk yang dihasilkan 49

66 50 bermutu tinggi untuk pelanggan dan menjaga kepatuhan terhadap regulasi. Manajemen mutu bertujuan untuk menetapkan persyaratan dasar untuk memastikan bahwa sistem mutu diterapkan dengan tepat dan efektif untuk meyakinkan bahwa produk yang dihasilkan aman, sesuai dengan regulasi, dan tidak berbahaya (berisiko) terhadap konsumen. Manajemen mutu dipersyaratkan dalam CPOB untuk menjamin pembuatan obat agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi syarat izin edar, dan tidak menimbulkan risiko dalam penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Sistem manajemen mutu di PT. GPL bertujuan agar dapat menunjukan kemampuan secara konsisten untuk selalu memenuhi kebutuhan pelanggan, mengendalikan aspek lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, keamanan produk serta menjamin kesesuaian terhadap seluruh persyaratan internal dan eksternal, efektifitas proses perbaikan berkesinambungan terhadap kualitas produk, aspek lingkungan, kesehatan, keselamatan kerja dan keamanan produk. Pedoman sistem manajemen mutu mengacu kepada persyaratan-persyaratan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja OHSAS 18001:2007, CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point). PT. GPL telah menerapkan sistem manajemen mutu di mana terdapat QO (Quality Operational) yang membawahi 3 bagian yang saling bekerja sama dalam pemastian mutu yaitu departemen QA (Quality Assurance), QC (Quality Control) dan HSE (Health, Safety, and Environment). Adapun tugas-tugas yang dilakukan oleh QA pada PT. GPL antara lain pemastian produk pada saat awal, tengah, dan akhir proses; pengendalian perubahan dan penyimpangan; pengkajian resiko; bertanggung jawab dalam release produk; membuat pelatihan CPOB dan CPKB; menangani jika terjadi retur dan keluhan pelanggan; dan melakukan review produk. Departemen QC bertanggung jawab dalam pengujian bahan baku, bahan

67 51 pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dilakukan didalam laboratorium QC. Untuk menunjang fungsinya sebagai QC, PT. GPL memiliki laboratorium pemeriksaan (untuk bahan baku, bahan pengemas, dan obat jadi) serta laboratorium mikrobiologi. Departemen HSE bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem manajemen K3L diterapkan semestinya dan memenuhi persyaratan di semua lokasi dan lingkup operasi dalam organisasi, termasuk pengendalian dan perbaikan sistem manajemen K3L. Selain itu, HSE juga bertanggung jawab dalam mengidentifikasi, menetapkan dan memelihara prosedur untuk kondisi darurat yang berhubungan dengan mutu dan keamanan produk, identifikasi dan pengendalian potensi kecelakaan, kondisi darurat serta cara menanggapinya. Pelaksanaan manajemen mutu di PT. GPL telah memenuhi unsur dasar manajemen mutu yaitu suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, yaitu mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan semua sumber daya serta tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, agar produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Salah satu bagian yang bekerja sama dengan manajemen mutu adalah departemen pemastian mutu. Departemen pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Departemen pemastian mutu di PT. GPL berada dibawah departemen Quality Operational (QO). Departemen Pemastian mutu bertanggung jawab penuh dalam mengawasi dan mengendalikan produksi meliputi seluruh faktor yang relevan seperti: kondisi pembuatan, validasi yang perlu dilakukan, pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk hasil pengujian dalam pemenuhan persyaratan spesifikasi produk jadi, penanganan terhadap penyimpangan, inspeksi diri dan audit mutu, pengendalian terhadap perubahan, evaluasi mutu secara berkala hingga pengesahan pelulusan produk jadi sebelum didistribusikan.

68 52 Dalam melaksanakan tugasnya, departemen pemastian mutu di PT. GPL membagi personil berdasarkan jenis pekerjaannya (jobdesk) yaitu GMP Compliance dan In Process Control and Handling Complaint. Divisi GMP Compliance bertanggung jawab dalam pengendalian kelengkapan dokumentasi produksi termasuk catatan pengolahan bets dan pembuatan product quality review dan pemenuhan dokumen terkait regulatori. Divisi In Process Control and Handling Complaint bertanggung jawab dalam pemastian mutu produk berdasarkan kontrol pada saat pembuatan serta hasil pengujian terhadap produk sebelum memutuskan produk tersebut layak untuk didistribusikan atau perlu dilakukan perbaikan terhadap mutu produk. Divisi ini juga bertanggung jawab dalam penanganan keluhan serta bertugas menginvestigasi apabila terjadi penyimpangan dalam proses produksi maupun setelah produk tersebut dipasarkan. 4.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Pada bagian personalia di CPOB diatur hal-hal mengenai personil kunci, organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab, serta pelatihan. Personil kunci di PT. GPL telah sesuai dengan CPOB, di mana apoteker sebagai penanggung jawab untuk bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan. Untuk meningkatkan kualitas karyawan, PT. GPL selalu mengadakan pelatihan-pelatihan, baik itu pelatihan CPOB dan CPKB yang setiap tahunnya, baik yang diadakan oleh QA maupun pelatihan-pelatihan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas karyawan, seperti pelatihan 5S, lean manufacturing, validasi, dan team building. Dalam melakukan pelatihan selalu dipilih materi pelatihan yang tepat sesuai kebutuhan. Pemberian materi dilakukan oleh orang yang sudah kompeten baik dari eksternal maupun internal perusahaan. Selain itu di PT. GPL diadakan rotasi karyawan antar bagian. Hal ini

69 53 dilakukan dengan tujuan agar karyawan tidak merasa jenuh pada suasana kerja. Selain itu hal ini juga dapat meningkatkan kemampuan karyawan itu sendiri, karena dapat menguasai pekerjaan di tiap bagian ketika dirotasi. Struktur organisasi yang diterapkan di PT. GPL telah sesuai dengan CPOB yaitu adanya pemisahan antara bagian produksi, bagian QC, dan bagian QA. Adanya pemisahan ini membuat tiap-tiap bagian dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa adanya conflict of interest dan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Personil di PT. GPL mendapat spesifikasi tugas yang jelas dan rinci yang didokumentasikan sehingga tidak ada tumpang tindih tanggung jawab. PT GPL sangat memperhatikan kesehatan para karyawan di mana setiap tahunnya diadakan medical check up terhadap setiap personilnya. 4.3 Bangunan dan Fasilitas Menurut CPOB, bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Lokasi pabrik PT. GPL yang berada di Jalan Raya Jakarta-Bogor km 51,5 Cimandala, Kabupaten Bogor telah memenuhi kriteria CPOB, karena lokasi bangunan pabrik cukup aman dari kemungkinan terjadinya pencemaran dari lingkungan sekitar, pengaruh cuaca, banjir, serta rembesan air tanah. Dari segi tata letak ruangan, PT. GPL telah membuat lay out sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Ruangan-ruangan sudah dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhannya. Ruang produksi pada PT. GPL memiliki dua kelas kebersihan yaitu black area (kelas F dan G) dan grey area ( E) di mana pada area tersebut sudah memenuhi ketentuan CPOB dimana permukaan bagian ruangan,

70 54 baik dinding maupun lantai telah dilapisi oleh epoksi sehingga menjadi licin dan mudah dibersihkan. Lantai epoksi yang digunakan dalam bangunan merupakan lantai kedap air dan digunakan sebagai pencegahan dari rembesan air tanah. Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet dan perawatan fasilitas ditunjang dengan adanya suatu sistem audit internal yaitu sistem CAPA (Corrective Action Preventive Action) yang dilakukan oleh unit produksi bekerja sama dengan unit teknis. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan (skirting) untuk mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Agar tidak terjadi kontaminasi untuk memasuki suatu area yang berbeda tingkat kebersihanya, terdapat ruang antara untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap ruangan produksi dan produk yang diproduksi. Setiap ruangan di dalam bangunan telah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu, kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun dengan lingkungan sekitarnya. Pemasangan pipa, fitting lampu, titik ventilasi, dan instalasi lain di daerah produksi didesain agar tidak terbentuk ceruk yang tidak dapat dibersihkan yang dapat menjadi sumber mikroba. Pipa-pipa di dalam ruang produksi dipasang tidak menempel di dinding, tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan pembersihan. Untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan, setiap bagian bangunan sudah dilengkapi dengan pintu darurat yang membuka langsung ke lingkungan luar. Agar tidak terjadi kontaminasi ke ruang produksi pintu darurat selalu ditutup rapat untuk mencegah masuknya cemaran. Pintu-pintu di dalam gedung yang difungsikan sebagai perintang terhadap kontaminasi silang selalu dalam keadaan tertutup apabila sedang tidak digunakan.

71 55 Ruangan produksi di PT. GPL dibangun dengan memperhatikan persyaratan yang telah ditetapkan, di mana sudah terkendali dengan baik faktor- faktor kritis yang dapat memengaruhi proses produksi seperti jumlah partikel (dalam keadaan beroperasi dan tak beroperasi), jumlah mikroba dalam ruangan, perbedaan tekanan antar ruangan, pergantian udara, temperatur, dan kelembapan relatif (RH). Perbedaan tekanan, temperatur, dan RH ruangan diatur oleh fasilitas Air Handling Unit (AHU) dan menerapkan sistem HVAC. Untuk mencegah terakumulasinya debu, terdapat alat dust collector yang berfungsi untuk menghisap dan mengendalikan jumlah partikel pada ruangan. Pengaturan udara bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta menjaga karyawan agar tidak terpapar zat-zat yang dapat membahayakan. Fasilitas lain yang menunjang proses produksi adalah sistem pengolahan limbah yang sudah dilakukan dengan baik, selain sistem pengolahan limbah PT. GPL juga memiliki sistem pengolahan air untuk menghasilkan purified water yang baik. Gudang di PT. GPL sudah cukup baik dimana untuk bahan awal, bahan kemas, produk farma, dan produk kosmetik memiliki gedung terpisah satu sama lain dan masing-masing gudang telah memiliki supervisor tersendiri. Gudang dilengkapi dengan penerangan yang cukup, tertata rapi, teratur, dan bersih. Seluruh bangunan PT. GPL dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja, serta kelestarian lingkungan sekitar. Setiap tempat di PT. GPL telah ditata dan dirawat dengan baik sesuai dengan konsep 5S dan pedoman CPOB terkini. 4.4 Peralatan Peralatan yang digunakan pada PT. GPL telah dirancang dengan baik. Semua peralatan di PT. GPL memiliki dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan-peralatan tersebut ditempatkan dengan benar sehingga

72 56 memudahkan pembersihan, perawatan, dan perbaikan, sesuai dengan konsep 5S salah satu perwujudan nyatanya adalah adanya denah alat yang lengkap. Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara teratur, sesuai prosedur pembersihan alat yang tercantum dalam prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang dapat mengubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk. Validasi pembersihan dilakukan pada setiap peralatan yang kritis untuk menyediakan verifikasi bahwa prosedur pembersihan tersebut reprodusibel. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedur tetap kalibrasi. Setiap peralatan yang akan digunakan untuk pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Setiap peralatan diletakan di ruangan yang sesuai agar tidak terlalu sempit dan tidak terlalu besar sehingga mempermudah personil ketika bekerja. Untuk tiap proses, peralatan diletakkan dalam ruangan terpisah dengan alat untuk proses lainnya dengan tujuan untuk mempermudah proses produksi. Bila terdapat lebih dari satu alat dalam satu ruang, peralatan dibuat tidak berdekatan untuk memberi keleluasaan bekerja dan mencegah kontaminasi. Pada tiap kegiatan yang dapat menimbulkan debu (fines) terdapat dust collector seperti kegiatan penimbangan, produksi tablet, dan kegiatan produksi lainnya. 4.5 Sanitasi dan Higiene Ruang lingkup sanitasi dan higiene berdasarkan CPOB meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh serta terpadu. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi serta dievaluasi

73 57 secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu memenuhi persyaratan. Penerapan higiene dan sanitasi yang baik dalam setiap aspek pembuatan obat sangat memengaruhi mutu produk yang dihasilkan. PT. GPL juga menerapkan sanitasi dan higiene pada setiap aspek meliputi bangunan, peralatan, personil dan perlengkapan bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat mencemari produk. Dengan program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu, sumber pencemaran yang bersifat potensial dapat dihilangkan. Prosedur pembersihan, sanitasi, dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa efektifitas prosedur memenuhi persyaratan. Dilengkapi dengan label identitas pada setiap ruangan dan peralatan sehingga dapat meminimalisasi kontaminasi yang dapat mempengaruhi mutu produk baik secara langsung atau tidak langsung. Tidak hanya CPOB yang menjadi dasar kerja lingkup sanitasi dan higiene, PT. GPL juga menerapkan konsep 5S atau 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. Program ini sangat mendukung suasana kerja yang bersih dan nyaman Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Semua yang berkaitan dengan sanitasi bangunan dan fasilitas termasuk jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang digunakan untuk pembersihan bangunan dan fasilitas terdapat dalam prosedur tertulis (SOP). Prosedur tertulis tersebut harus dilaksanakan dengan baik sehingga sanitasi bangunan dan fasilitas memenuhi standar yang ditetapkan. Sanitasi (pembersihan ruangan) selalu dilakukan setelah kegiatan produksi agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya. Desain dan konstruksi tiap ruangan produksi tepat sehingga memudahkan dalam sanitasi. Masa kadaluarsa pembersihan selama 7 hari. Jika dalam 7 hari tidak terdapat aktivitas produksi pada ruangan tersebut, maka harus dilakukan pembersihan kembali. Sarana toilet tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi standar sanitasi serta memiliki ventilasi yang baik. Pengelolaan sampah harus diperhatikan

74 58 agar sampah tidak menumpuk. Sampah dikumpulkan dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkala Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Peralatan yang sudah digunakan selalu dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih setiap kali sebelum dipakai. Setiap mesin- mesin yang sudah dibersihkan diberi label BERSIH dengan masa berlaku 7 hari Higiene Perorangan Semua personil, khususnya personil bagian produksi diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala sesuai Program Kesehatan Integrasi yang sudah ditetapkan yang menjamin bahwa keadaan kesehatan personil tidak mempengaruhi mutu produk. Catatan hasil pelaksanaan pemeriksaan kesehatan karyawan tersebut disimpan selama karyawan tersebut bekerja. Setiap personil yang masuk ke area produksi, baik solid maupun likuid, harus mengikuti tata cara masuk area produksi dan mengenakan pakaian/alat pelindung sesuai dengan instruksi kerja, yaitu melewati loker untuk berganti pakaian dan loker untuk mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan, menggunakan pelindung yang telah disediakan seperti masker, penutup telinga, tidak mengenakan perhiasan dan komestik secara berlebihan untuk mencegah pencemaran terhadap produk. Kebersihan dan kerapihan ruangan loker perlu mendapat perhatian khusus, karena masih kurangnya kesadaran personil terhadap ruang loker, sehingga kurang menjaga kebersihan dan kerapihan di ruangan loker. Di PT. GPL, setiap karyawan sebelum memasuki area kerja wajib mencuci tangan sesuai dengan IK prosedur pencucian dan mengeringkannya. Kegiatan mencuci tangan merupakan hal yang sederhana, namun memberikan peran penting

75 59 dalam mencegah kontaminasi. Hal ini sudah ditekankan kepada personil, namun seringkali masih ada beberapa personil yang tidak melakukan kegiatan mencuci tangan. Perlu ditingkatkan lagi kesadaran setiap personil untuk mencuci tangan, karena tangan adalah sumber penyebaran kontaminan dan setiap personil semestinya membiasakan untuk mencuci tangan. Setelah melakukan pencucian tangan, karyawan menuju ruang loker area ungowning sesuai bagiannya masing-masing. Di ruang tersebut setiap karyawan melepaskan baju rumah dan mengenakan kaos dalam dan celana pendek yang nantinya baju rumah tersebut disimpan rapi di dalam loker yang telah disediakan. Kemudian setiap karyawan menuju ruang loker area gowning sesuai bagiannya masing-masing dan mengambil baju kerja yang berada di lokernya masing-masing dan memakainya. Pada grey area, memakai baju khusus yang telah disediakan hingga menutupi kepala dan memakai masker yang telah disediakan. Setelah benarbenar rapi petugas produksi langsung masuk ke ruangan grey area yang dituju. Prosedur penggantian pakaian ini dimaksudkan untuk meminimalisir kontaminasi mikroba terhadap mutu produk dari lingkungan luar industri. Kesadaran tiap karyawan perlu ditingkatkan karena masih kurangnya kedisiplinan dalam hal penggantian pakaian ini, seperti masih mengenakan pakaian rumah walaupun sudah memakai pakaian grey area, hal ini bisa menjadi faktor masuknya mikroba ke grey area. Setiap personil yang masuk dalam area produksi, gudang, dan laboratorium tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat berpengaruh pada mutu produk yang dihasilkan seperti merokok, makan, dan minum. Pengunjung yang tidak mendapat pelatihan dan akan masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang disyaratkan oleh perusahaan. Pengunjung diberikan pengarahan oleh personil yang kompeten mengenai ketentuan yang harus diikuti sebelum memasuki area produksi dan laboratorium. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang berakibat pada kerusakan mutu produk yang

76 60 dihasilkan. PT. GPL telah menetapkan program higiene perorangan yang meliputi prosedur yang terkait dengan kesehatan, hygiene practices, tata cara berpakaian, medical check up satu tahun sekali, dan tiap personil yang sakit/ mengalami luka terbuka tidak bersentuhan langsung dengan produk sampai sembuh. Sanitasi lebih menitikberatkan pada pembersihan bangunan dan peralatan. 4.6 Produksi Produksi merupakan seluruh kegiatan yang dimulai dari penerimaan bahan awal, pengolahan sampai pengemasan untuk menghasilkan obat jadi. PT. GPL memproduksi produk farma dan kosmetik. Produk farma terdiri dari tablet, kaplet, kapsul, semi-solid, dan sirup. Produk kosmetik terdiri dari semi-solid, powder, sabun (padat), sabun cair, dan tisu. Suatu proses produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB, agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisis obat, tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga keseluruhan proses produksi selesai sehingga terdapat prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten, seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk sehingga dapat menjamin mutu obat yang diproduksi sesuai spesifikasi yang telah ditentukan Penyusunan Jadwal Produksi Perencanaan produksi di PT. GPL berdasarkan pull system. Rencana produksi bulanan (RPB) ditetapkan oleh departemen Supply Chain (SC) per bulannya. Penetapan produksi perbulan oleh Supply Chain (SC) ini didasari oleh permintaan dari bagian pemasaran yang mampu melihat potensi pasar tiap produk di lapangan. Berdasarkan pada jadwal produksi yang telah ditetapkan oleh bagian SC per bulannya, maka dibuatlah perencanaan mingguan sehingga proses produksi

77 61 berjalan sesuai rencana. Setiap minggunya, PT. GPL mengadakan rapat mingguan untuk mengatur jadwal produksi. Rapat tersebut melibatkan semua departemen yang terkait dalam produksi obat, yaitu departemen SC, produksi, QA, QC, dan R&D, yang akan membahas jadwal sehingga terjadi sinkronisasi jadwal pada setiap bagian yang akan menunjang kelancaran proses produksi. Jadwal yang telah disepakati tersebut, kemudian disosialisasikan kepada personil di tiap departemen. Selanjutnya proses produksi akan dilaksanakan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan tersebut. Jadwal ini dibuat untuk sebagai acuan dalam melakukan proses produksi. Jadwal ini bersifat fleksibel dengan ketentuan ketentuan tertentu. Bagian pembelian membeli semua keperluan bahan awal produksi termasuk di dalamnya bahan kemas. Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan dilakukan pencatatan. Sebelum digunakan, produk harus dikarantina terlebih dahulu. Bagian QC akan mengambil sampel dan melakukan serangkaian uji yang bertujuan untuk memastikan mutu bahan tersebut dan bahan hanya boleh digunakan jika sudah ada tanda diluluskan Pembagian Ruang Produksi Untuk menunjang berlangsungnya proses produksi di PT. GPL terdapat ruangan ruangan yang berbeda kelas dan fungsinya. Pemisahan kelas yang berbeda terdapat ruang antara yang dipisahkan oleh tekanan udara, kelembapan, temperature, dan tingkat kebersihan pasokan udara yang berbeda. Ruang-ruang kelas tersebut dibuat untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kontaminasi silang. Adapun pembagian ruangan di area produksi adalah sebagai berikut: a. Black area (Kelas F dan G) Kegiatan yang dilakukan dikelas black area adalah pengemasan sekunder (kelas F) dan gudang (Kelas G). Di area ini, petugas gudang menggunakan pakaian berwarna coklat dan abu- abu serta memakai helm pelindung, sedangkan untuk area pengemasan menggunakan baju berwarna biru tua dan memakai topi pelindung berwarna sama.

78 62 b. Grey area (kelas E umum) Ruangan yang terdapat di area ini adalah ruangan produksi obat dan kosmetik. Untuk ruang produksi obat sudah mendapatkan sertifikat CPOB dan ruang produksi kosmetik sudah mendapatkan sertifikat CPKB. Di ruang produksi obat, personil menggunakan pakaian berwarna merah muda, sedangkan di ruang produksi kosmetik, personil menggunakan pakaian berwarna hijau muda. Di dalam area produksi obat, terdapat ruangan dengan fungsi antara lain ruang timbang, weighing airlock, ruang staging, mixing tablet, cetak tablet, coating tablet, cetak tablet 15 punch, cetak tablet 21 punch, cetak tablet 16 punch, penyimpanan work in process (WIP), IPC, filling kapsul, mixing powder, filling powder, blistering, stripping, mixing emulsi, filling dan capping, mixing larutan, tangki filling larutan, mixing semisolid, ruang cuci alat, penyimpanan alat-alat bersih, cuci botol, penyimpanan alat-alat cetak tablet, FBD, dan ruang supervisor. Sedangkan di dalam area produksi kosmetik, terdapat ruangan dengan fungsi antara lain ruang timbang, penyimpanan walk in process (WIP), kemas primer, IPC, mixing, filling, cuci alat, penyimpanan alat-alat bersih, dan ruang supervisor. c. Area produksi bedak dan area produksi sabun Alur Masuk Personil dan Barang Agar proses produksi berlangsung dengan baik, maka harus dilakukan pemetaan alur barang dan personil di ruang produksi. Hal ini bertujuan agar waktu yang terpakai akan efektif dan efisien serta mengurangi kontaminasi yang dapat timbul. a. Alur personil Alur personil yang bekerja di dalam grey area telah diatur dengan peraturan yang mengikat untuk semua. Untuk memasuki area produksi, ada peraturan yang harus diikuti, antara lain, membuka pakaian dan sepatu yang digunakan saat berada di black area, menyimpan pakaian dan sepatu

79 63 dalam loker yang telah disediakan, memakai baju untuk grey area, menggunakan sepatu khusus untuk grey area, dan mencuci tangan dengan sabun dan kemudian di bilas dengan alkohol 70% sebelum masuk ke ruang produksi. Memasuki area produksi dengan melewati air lock, pintu harus dibuka satu per satu karena merupakan sistem otomatis. Baju yang digunakan merupakan baju terusan dengan penutup kepala. Selama proses produksi berlangsung, operator diwajibkan menggunakan masker bersih. Visitor menggunakan baju berupa jas laboratorium dengan bahan dan warna yang sama, menggunakan tutup kepala, dan menggunakan masker selama berada dalam ruang produksi. b. Alur barang Bahan baku dan bahan kemas primer masuk melalui alur barang yang tersedia. Alur bahan baku dan bahan kemas berbeda, di mana bahan baku akan masuk melalui dedusting area, kemudian dibawa ke ruang antara (weighing airlock), untuk kemudian ditimbang, sedangkan bahan kemas melalui pass box. Setelah dilakukan penimbangan, bahan baku masuk ruang stagging dengan keadaan tertutup dalam satu wadah untuk satu bets tertentu dan sisa bahan baku yang tersedia dibungkus kembali dengan rapi, kemudian dikembalikan ke ruang weighing air lock, untuk kemudian dikembalikan ke gudang melalui dedusting area. Bahan kemas primer yang tersisa, setelah digunakan, juga akan dikembalikan melalui jalurnya. Prosedur penerimaan bahan awal, bahan pengemas, produk jadi dan produk retur diawali dengan penerimaan informasi kedatangan bahan dari Purchasing baik berupa Copy PO maupun IOM / dan dari produksi berupa BBM dan dari pihak lain berupa Formulir retur produk jadi dan surat jalan. Untuk bahan awal, kedatangan bahan diterima dan dilakukan pembersihan dan pengeringan kemasan luar khusus sesuai dengan Instruksi Kerja yang berlaku. Kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai Ceklist Pemeriksaan Kedatangan Pengiriman Barang. Jika sesuai dengan dokumen, bahan / produk disimpan di area karantina, dan menempelkan label karantina pada

80 64 bahan Awal, Bahan Pengemas dan Produk Jadi Retur serta mencatatnya di logbook. Untuk bahan awal dan bahan pengemas, Warehouse Officer membuat BBM dan menyerahkan ke petugas QC bersamaan dengan logbook dan CPKPB. Bahan pengemas yang dikembalikan oleh produksi diterima dengan bon pengembalian bahan pengemas seuai Instruksi Kerja yang berlaku. Untuk bahan awal dan pengemas milik pelanggan, proses penerimaan dilakukan sesuai kontrak kerja. Sedangkan untuk produk jadi, penerimaan dilakukan menggunakan formulir BBM dari Production Departement dan bila Quality Assurance Departement telah memberikan status Diluluskan, maka dilakukan update ke kartu stok. Untuk produk retur dilakukan sesuai dengan Instruksi Kerja yang berlaku. Pada prosedur penyimpanan bahan awal, pengemas, produk jadi dan produk retur, diawali dengan penerimaan laporan status bahan awal dan bahan pengemas dari Quality Control Departement. Jika lulus, Warehouse Operator / Warehouse Administration staff meng-update kartu stok dan bahan tersebut ditempatkan di area released. Jika tidak lulus (rejected) maka disimpan di area rejected sebelum diserahkan ke supplier. Untuk produk retur disimpan sampai diterima rekomendasi dari Quality Assurance Departement. Pada prosedur pengeluaran bahan awal, dan bahan pengemas, Warehouse Officer harus menerima Bon Permintaan Bahan Awal / Pengemas serta memeriksa kesesuaian permintaan dengan stok bahan. Pihak Warehouse Operator akan menyiapkan bahan yang diminta sesuai dokumen dan melakukan serah terima dengan Requester serta mengisi logbook serah terima bahan. Kemudian Requester akan memeriksa kembali kesesuaian barang dan dokumen. Setelah itu Warehouse Operator akan melakukan update pada kartu stok. Pada pengeluaran produk jadi, Warehouse Officer pertama-tama akan menerima permintaan pengeluaran produk berupa Surat Pengantar dan Issue Slip dan kemudian membuat dokumen pengeluaran barang. Setelah itu Warehouse Officer akan menyiapkan produk sesuai dokumen, meng-update kartu stok dan melakukan pengiriman produk sesuai Instruksi Kerja yang berlaku.

81 Kegiatan Produksi Proses produksi dimulai dengan penyusunan rencana produksi bulanan (RPB) yang ditetapkan oleh departemen Supply Chain (SC) perbulannya. Hal ini didasakan atas permintaan dari bagian pemasaran (marketing) yang melihat potensi pasar tiap produk di lapangan. Berdasarkan pada RPB yang telah ditetapkan oleh SC, maka dibuatlah Rencana Produksi Mingguan (RPM). PT. GPL mengadakan rapat RPM setiap minggunya yang melibatkan seluruh departemen yang terkait dalam produksi obat, yaitu departemen SC, produksi, QA, QC, dan R&D yang mana akan dibahas mengenai jadwal sehingga terjadi sinkronisasi pada setiap bagian yang akan menunjang performance dan kelancaran proses produksi. Hasil rapat kemudian disosialisasikan kepada tiap personil di tiap departemen. Kemudian proses produksi akan dilaksanakan sesuai dengan RPM yang telah disepakati dan jadwal ini bersifat fleksibel dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Setelah ditetapkan jadwal mingguan, bagian produksi akan membuat BPBB kepada gudang. Gudang akan menyiapkan bahan-bahan yang telah dipesan sesuai jadwalnya setiap hari. Sebelum memulai proses produksi, perlu diperiksa kesiapan dari ruangan dan peralatan yang akan digunakan. Ruangan dan peralatan yang digunakan di PT. GPL selalu diberi label status. Sebelum memulai proses produksi, diperiksa dahulu label tersebut, apakah ruangan dan peralatan telah dibersihkan dan diperiksa juga tanggal validitas pembersihannya. Jika validitas sudah tidak berlaku maka ruangan dan peralatan tersebut harus dibersihkan dahulu. Selain kebersihan, kesiapan ruangan juga diperiksa melalui suhu, kelembapan udara relatif, dan tekanan udara. Proses produksi diawali dengan penimbangan bahan. PT. GPL sudah menerapkan prinsip empat mata pada saat penimbangan. Setiap proses penimbangan, dilakukan dengan pembuktian oleh dua orang petugas secara terpisah dan memiliki kecakapan dan pelatihan yang memadai. Tempat penimbangan dan penyerahan dijaga kebersihannya dengan menggunakan wadah yang cocok dan bersih. Semua proses penimbangan dan penyerahan didokumentasikan secara

82 66 tertulis. Bahan-bahan yang telah ditimbang kemudian diletakkan di ruangan hasil timbang untuk menunggu proses selanjutnya. Semua proses penimbangan, penyerahan, dan hasil penimbangan didokumentasikan secara tertulis. Bahan asal yang telah ditimbang kemudian diproses sesuai cara kerja yang tercantum dalam batch record. Seluruh pengerjaan yang dilakukan dari awal hinga produksi selesai didokumentasikan di dalam batch record dan diparaf oleh operator kemudian oleh leader. Batch record kemudian diserahkan kepada supervisor produksi untuk ditanda tangani dan disetujui oleh manajer produksi Produksi larutan Setelah dilakukan penimbangan dengan baik, semua bahan baku yang telah ditimbang tersebut dibawa oleh operator produksi ke ruangan mixing dengan sebuah troli yang memuat semua bahan yang diperlukan untuk produksi satu bets. Bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang berbentuk tong, yang bertujuan agar bahan baku yang ada tidak tercecer. Setelah dilakukan mixing, inspektur IPC mengambil sampel dan produk diberi label KARANTINA dan ditempatkan dalam ruang WIP, menunggu hasil release dari QC. Jika hasil dari QC menyatakan release, ruahan tersebut dapat segera dilakukan filling ke dalam wadah yang sesuai. Alur produksi sediaan larutan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 Alur produksi sediaan larutan

83 Produksi tablet Setelah dilakukan penimbangan proses selanjutnya adalah mixing. Mixing tablet dilakukan di ruang mixing tablet. Setelah proses mixing selesai, dilanjutkan dengan proses granulasi, kemudian petugas IPC akan mengambil sampel untuk diperiksa homogenitasnya oleh bagian QC. Proses selanjutnya baru dapat dilakukan jika sudah ada tanda DILULUSKAN oleh QC. Produk yang menunggu proses selanjutnya, diletakkan di ruang WIP dalam plastik bersisi silica gel dan diberi label yang jelas mengenai status produk. Jika telah diluluskan, dilakukan sampel cetak tablet. Tablet dicetak dalam jumlah sedikit untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh petugas IPC. Bila hasilnya memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, proses cetak baru dapat dilanjutkan. Selama berlangsung proses cetak tablet, dilakukan juga IPC terhadap tablet setiap 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perbedaan pada hasil cetak tablet. Terakhir petugas IPC akan kembali mengambil sampel untuk diperiksa. Jika telah diluluskan, produksi tablet dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah penyortiran, untuk kemudian diblister / stripping dan siap untuk dikemas. Alur produksi sediaan tablet dapat dilihat pada Gambar 4.2.

84 68 Penimbangan Pencampuran IPC IPC Pengeringan Granulasi Sampel Cetak IPC Cetak Tablet IPC Stripping IPC Pengemasan Akhir Gambar 4.2 Alur produksi sediaan tablet Produksi semi solid Diawali penimbangan bahan baku, kemudian akan dibawa oleh operator produksi untuk dilakukan mixing. Setelah dilakukan mixing, bagian IPC akan melakukan sampling terhadap produk ruahan. Produk ruahan yang menunggu hasil pemeriksaan IPC akan disimpan dalam stainless steel. Setelah plastik awal diikat dengan tali plastik, akan dimasukan silika gel yang kemudian diikat kembali dengan tali plastik. Plastik ini diletakkan di dalam tong bersih yang kemudian ditutup rapat dan diikat kembali dengan tali plastik dan diberi label KARANTINA dan disimpan dalam ruang WIP untuk menunggu hasil QC. Jika hasil mixing dinyatakan release oleh QC, dapat dilakukan proses filling/ pengemasan primer. Alur

85 69 produksi sediaan semi solid dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Alur produksi sediaan semi solid Kegiatan Pengemasan Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan atau jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk dan dokumen lain yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Proses pengemasan dilakukan di dua tempat, yaitu pengemasan primer yang dilakukan di grey area dan pengemasan sekunder yang dilakukan di black area. Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat agar terjamin identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kulitas produk yang telah dikemas. Kegiatan pengemasan sesuai dengan prosedur tertulis. Penandaan di label, dus, atau komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat, untuk kemudian dihancurkan. Setelah proses pengemasan selesai, sebelum dimasukan ke area gudang setiap produk kemasan sekunder ditimbang dan di dokumentasikan Dokumentasi Semua proses produksi didokumentasikan dalam batch record yang meliputi data-data, label-label, prosedur produksi, dan lain-lain. Dokumen ini digunakan jika

86 70 terjadi masalah terhadap lot yang bersangkutan, misalnya produk ditolak, adanya keluhan konsumen, atau produk kembalian. 4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengendalian mutu secara menyeluruh dilakukan oleh departemen QO, yang terdiri dari bagian QA, QC, dan HSE. Pengendalian mutu ini dilakukan terhadap bahan awal, produk setengah jadi (termasuk IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan. Bagian QA bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat yang dihasilkan, mulai dari bahan awal, proses produksi, kondisi lingkungan produksi, pengemasan dan peralatan, dokumentasi, validasi dan inspeksi diri. Bagian QC bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara, dan produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam keputusan terkait dengan mutu produk. Untuk menjamin kebenaran dan ketepatan hasil analisis yang diperoleh, dalam menjalankan tugasnya, bagian pengawasan mutu dilengkapi dengan laboratorium dan peralatan yang sesuai serta didukung oleh personil yang terlatih dan mampu serta terampil dibidangnya. Bagian pengawasan mutu selalu melakukan pemeriksaan selama proses produksi berlangsung. Setiap kali melakukan analisis, lembar periksa yang berisi hasil dan kesimpulan analisis didokumentasikan oleh bagian QA. Sarana laboratorium pemeriksaan dilengkapi dengan peralatan atau

87 71 instrumen yang lengkap. Terdapat tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Dalam melakukan tugasnya, seluruh personil diwajibkan untuk memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata, dan sarung tangan yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Laboratorium instrument memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian. Peralatan dikalibrasi menurut jadwal yang telah ditetapkan. Tanggal kalibrasi dan perawatan yang telah dilakukan serta tanggal kalibrasi dan perawatan berikutnya tertera pada masing-masing instrumen. Alat-alat yang rusak atau sedang dalam perbaikan diberi identitas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengujian. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur tetap untuk pengoperasiannya, yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan bersangkutan. Di laboratorium kimia, pereaksi yang telah dibuat diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan, dan tanda tangan petugas yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan demikian, identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas, guna menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku pembanding yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Pengujian mikrobiologi dilakukan di laboratorium mikrobiologi. Laboratorium ini dilengkapi dengan instrument yang dibutuhkan dalam pengujian mikrobiologi seperti autoklaf, inkubator, oven dan lain-lain. 4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi seluruh sistem operasional perusahaan dalam semua aspek yang dapat mempengaruhi mutu produk. Dengan kata lain, inspeksi diri dilakukan untuk menilai kesesuaian antara seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam Industri Farmasi dengan ketentuan CPOB serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil

88 72 sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Program inspeksi diri merupakan langkah peninjauan kembali sarana, prasarana, dan seluruh tata kerja pabrik yang mungkin dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Dengan adanya inspeksi diri, dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan yang mungkin timbul. Inspeksi diri juga bertujuan untuk mengetahui cacat kritis, berdampak kecil, atau berdampak besar. Langkah- langkah pencegahan dan perbaikan cacat tersebut dapat segera ditentukan. Inspeksi diri adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara reguler, sistematis, dan objektif. Reguler berarti rutin, terdapat jadwal pelaksanaan inspeksi diri dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara kontinu. Inspeksi juga harus dilakukan secara sistematis, artinya terdapat langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk mendapatkan standar inspeksi yang seragam serta penentuan tingkat kekritisan temuan yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu: tingkat kritis (C) merupakan kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan sampai kematian, tingkat berdampak besar (M) yaitu kekurangan yang berdampak besar tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. Sedangkan tingkat berdampak kecil (m) merupakan kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen. Inspeksi diri juga harus bersifat objektif artinya dilakukan oleh seseorang yang tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa. Inspeksi diri di PT. GPL dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten, sudah memiliki pelatihan inspeksi diri dan dinyatakan lulus oleh trainer serta memahami peraturan atau regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Inspeksi diri mencakup aspek-aspek antara lain: personalia, sanitasi dan higiene, bangunan, peralatan, produksi, pengawasan mutu, keluhan pelanggan, penarikan produk jadi dan dokumentasi. Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan, dan usulan tindakan perbaikan. Hasil dari inspeksi diri ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi

89 73 tidak terulang kembali. PT. GPL melakukan audit internal dan dilakukan secara berkala empat kali setiap tahun dengan membentuk tim khusus yang independen. Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan yang dibentuk oleh manager pemastian mutu dan management representative atau dari luar perusahaan. Tiap anggota tim bebas dalam melakukan inspeksi dan dalam memberikan penilaian atas hasil inspeksi. Anggota tim adalah orang-orang yang telah mendapat training awareness terkait sistem yang diaudit serta sertifikasi dari konsultan CPOB untuk melaksanakan proses audit. Hasil temuan audit internal dikategorikan dalam 4 kategori yaitu: Kategori Critical (C) merupakan temuan yang mempengaruhi mutu dan keamanan produk serta dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan sampai kematian, contohnya pencemaran silang bahan atau produk, purified water yang tercemar, salah penandaan dan lain-lain. Kategori Major (M) merupakan temuan yang memiliki dampak terhadap mutu dan keamanan produk namun tidak berdampak langsung terhadap kesehatan konsumen, atau dapat pula merupakan temuan yang berdampak serius terhadap efektivitas sistem manajemen dan temuan yang muncul karena tidak terpenuhinya regulasi terkait / klausul tertentu pada sistem manajemen, contohnya peralatan ukur yang tidak terkalibrasi atau diluar batas kalibrasi, penyimpangan dalam proses tidak terdokumentasi dengan baik, ketidaklengkapan pengisian batch record, tidak adanya pengendalian terhadap proses, tidak ada peralatan yang menunjang K3L (APAR) dan lainlain. Kategori Minor (m) merupakan temuan yang tidak berpengaruh terhadap mutu dan keamanan produk, lingkungan dan K3 atau sistemnya dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen, contohnya pembersihan gudang tidak sesuai, permukaan dinding retak, catatan ditulis dengan pensil, seragam kerja tidak dipakai secara benar dan tidak dipantau, serta inkonsistensi dalam pengisian catatan.

90 74 Kategori observasi merupakan temuan yang hanya bersifat saran untuk perbaikan. Berdasarkan hasil audit dan temuan, auditor merangkum hasil audit dan mengakhiri proses audit dengan menyelenggarakan rapat penutupan yang disertai dengan pembacaan hasil audit dan penulisan tindakan perbaikan atau pencegahan (CAPA) sehingga terjadi perbaikan yang berkesinambungan. Dalam menentukan saran dan tindakan perbaikan harus disertai juga dengan perkiraan target akan tercapai dan penyelesaiannya yang disetujui oleh bagian yang diaudit dan tim inspeksi diri. Bila target penyelesaian lebih dari 6 bulan maka digunakan prosedur PTPP (Permintaan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan) atau CPAR (Corrective, Preventive, Action, Request). Laporan audit tersebut diserahkan kepada bagian pemastian mutu atau quality assurance (QA) untuk dilakukan monitoring CAPA, sedangkan bagian Management Representative bertugas merangkum hasil audit dan CAPA yang telah dilakukan serta menyampaikannya pada rapat tinjauan manajemen. Audit eksternal dilakukan oleh Badan POM atau dari tim sertifikasi ISO Untuk mendapat standar inspeksi diri yang minimal dan seragam disusun daftar periksa selengkap mungkin. Daftar periksa mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi: karyawan, bangunan termasuk fasilitas untuk karyawan, penyimpanan bahan jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, perawatan gedung, dan peralatan. Inspeksi diri merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai kesesuaian seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu dalam Industri Farmasi dengan ketentuan CPOB, serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Audit juga dilakukan pada pemasok yang mensuplai bahan awal maupun kemasan ke PT. GPL untuk memastikan bahwa produk dan jasa yang digunakan untuk kepentingan produksi di PT. GPL sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

91 75 sehinggan didapatkan produk yang bermutu dan aman. Adapun pertimbangan kriteria seleksi supplier yang dapat memasok produknya ke PT. GPL antara lain: menjual bahan material dengan mutu terbaik dan sesuai standar yang telah ditetapkan, menawarkan harga yang kompetitif, memberikan jangka waktu pembayaran yang fleksibel, serta dapat memberikan referensi dari perusahaan farmasi dan kosmetik yang bonafit. Setelah proses seleksi terhadap pemasok dilakukan, PT. GPL juga melakukan evaluasi terhadap supplier secara berkala meliputi ketepatan waktu penerimaan barang, kesesuaian kuantitas barang dengan ketentuan yang tercantum pada surat pesanan, serta kesesuaian kualitas barang dengan standar yang telah ditetapkan. 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Penanganan terhadap keluhan pelanggan, dimanajemen dengan baik oleh PT. GPL untuk menangani keluhan yang diterima secara cepat dan tepat, mencegah keberulangan keluhan yang sama, dan sebagai behan pertimbangan untuk penarikan kembali produk secara efektif. Ruang lingkup keluhan pelanggan di PT. GPL dikategorikan menjadi 3 kategori untuk seluruh keluhan, baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Kategori keluhan tersebut antara lain : keluhan teknis kualitas obat (KTKO) yaitu keluhan yang berkaitan dengan kualitas produk seperti kondisi fisis, kimiawi, mikrobiologi namun tidak mencakup kerusakan karena kesalahan distribusi, keluhan farmakologis /efek samping obat (ESO) merupakan keluhan yang berkaitan dengan reaksi produk yang merugikan seperti reaksi alergi, keluhan efek terapi dan reaksi lain yang membahayakan kesehatan, dan keluhan yang yang terakhir berkaitan dengan service marketing. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan produksi, sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit atau klinik, Pemerintah (Badan POM), dan media massa. Keluhan dapat disampaikan baik secara lisan maupun melalui surat. Dalam penanganan keluhan, terdapat beberapa personil

92 76 yang berperan didalamnya antara lain: bagian pemasaran yang bertugas untuk menindaklanjuti pelanggan, dan menangani keluhan yang berkaitan dengan pelayanan pemasaran serta memberi jawaban kepada pelanggan/konsumen. Personil Quality Assurance bertanggung jawab dalam mengkategorisasi keluhan yang beraspek teknis dan efek produk, mengevaluasi penyelidikan, melakukan tindak lanjut serta memberikan jawaban terhadap keluhan beraspek teknis yang diterima. Apakah keluhan tersebut bersifat kritis (berdampak pada keamanan pasien) atau bersifat non kritis (tidak berdampak pada keamanan pasien). Serta bertanggung jawab dalam menyusun, memeriksa, mensosialisasikan dan meninjau ulang secara berkala prosedur kerja penanganan keluhan yang dibuat. Dalam menindaklanjuti keluhan yang beraspek farmakologis/efek samping, medical advisor turut memberi peran dalam mengevaluasi penyelidikan serta memberi tidak lanjut terkait efek produk. Quality Control Management bertugas dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap sampel produk yang dikeluhkan dan beraspek teknis, contoh pertinggal, serta contoh dari gudang produk / produk kembalian jika diperlukan. Pemeriksaan terhadap catatan bets dilakukan oleh bagian produksi, dan bagian R&D bertugas memberi dukungan dalam melakukan penelitian, penyelidikan serta evaluasi tiap keluhan produk yang berkaitan dengan kualitas produk untuk menentukan tindak lanjut yang tepat termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat atau telah dipastikan mempunyai efek samping yang merugikan konsumen. Penarikan kembali produk berlaku untuk semua produk jadi yang telah dipasarkan dan ditetapkan untuk ditarik kembali berdasarkan keputusan BPOM maupun keputusan internal perusahaan, namun sejauh ini hal tersebut belum pernah terjadi di PT. GPL. Penarikan kembali produk dilaksanakan oleh personil yang telah ditunjuk, personil yang berperan antara lain bagian pemasaran, pemastian mutu dan bagian gudang produk jadi.

93 77 Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Produk yang ditarik kembali diidentifikasi dan disimpan di tempat terpisah untuk menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Produk kembalian dikarantina sebelum diambil keputusan apakah akan dilakukan tindakan pengolahan atau pengemasan ulang terhadap produk tersebut. Produk kembalian yang tidak dapat diolah atau dikemas ulang harus dimusnahkan. Pada tahap akhir penanganan keluhan dilakukan dokumentasi berupa laporan tahunan keluhan terhadap produk jadi yang dibuat oleh bagian pemastian mutu, serta dilakukan evaluasi tahunan terhadap keluhan produk Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan intruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Pengelolaan dokumen di PT. GPL dilakukan oleh departemen document control (DC). Dokumentasi terhadap sistem manajemen dibuat dalam bentuk softcopy dan hardcopy yang mencakup : a. Pernyataan Kebijakan dan Sasaran serta Target Organisasi. b. Pedoman Organisasi dari Sistem Manajemen. c. Prosedur Kerja, Instruksi Kerja dan Catatan dari Sistem Manajemen, serta diintegrasikan dengan kebutuhan PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

94 78 d. Prosedur dan instruksi kerja departemen yang dibutuhkan untuk memastikan efektifitas dari rencana, aktivitas operasional dan pengendalian dari seluruh proses, termasuk dokumen yang ditentukan oleh perusahaan sebagai dokumen yang penting yang terkait dengan aspek penting lingkungan. e. Catatan yang dipersyaratkan oleh Sistem Manajemen. Pada prosesnya, dokumen sistem di PT. GPL di bagi menjadi 4 tingkatan, yaitu: a. Tingkat 1 : Pedoman Sistem Manajemen, HACCP PLAN, Site Master File (SMF), Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu suatu dokumen tingkat pertama yang berisi pernyataan-pernyataan kebijakan perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 9001:2008, CPOB, CPKB, OHSAS 18001:2007, HACCP. b. Tingkat 2 : Prosedur kerja yaitu suatu dokumen tingkat kedua yang berisi urutan langkah-langkah yang telah ditetapkan untuk melakukan suatu aktivitas internal dan atau eksternal. c. Tingkat 3 : Dokumen pendukung yaitu suatu dokumen tingkat ketiga yang berisi langkah-langkah lebih detail bagaimana menjalankan suagtu tugas Contoh: Master formula, instruksi kerja, formulir, spesifikasi dan lain-lain. d. Tingkat 4 : Catatan yaitu dokumen yang berisi bukti suatu aktifitas telah dilaksanakan. Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam sistem manajemen harus dikendalikan. Prosedur terdokumentasi untuk pengendalian dokumen ditetapkan, diimplementasikan dan dipelihara untuk mendefinisikan pengendalian yang diperlukan, antara lain: a. Untuk menyetujui dokumen akan kecukupannya sebelum diedarkan b. Untuk meninjau dan memutakhirkan seperlunya dan menyetujui ulang dokumen c. Untuk memastikan bahwa perubahan dan status revisi terakhir dapat teridentifikasi

95 79 d. Untuk memastikan bahwa versi relevan dari dokumen yang berlaku tersedia ditempat pemakaiannya e. Untuk memastikan bahwa dokumen tetap dapat dibaca dan mudah diidentifikasi f. Untuk memastikan bahwa dokumen dari luar teridentifikasi dan pendistribusiannya terkendali g. Untuk mencegah penggunaan yang tidak diinginkan terhadap dokumen kadaluarsa dan memberikan identifikasi yang memadai padanya jika disimpan untuk tujuan tertentu. Catatan harus ditetapkan dan dipelihara untuk memberikan bukti kesesuaian pada persyaratan dan keefektifan pelaksanaan dari sistem manajemen. Catatan harus dapat dibaca, mudah diidentifikasi dan diambil. PT. GPL menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk menentukan pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, masa simpan dan pemusnahan catatan Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu toll in dan toll out. Toll in adalah kerjasama antara PT. GPL dengan industri farmasi lain, tetapi proses manufacturing dilakukan di PT. GPL, sedangkan toll out merupakan kerjasama antara PT. GPL dengan Industri Farmasi lain dimana proses manufacturing dilakukan di Industri Farmasi lain. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yang dilakukan oleh PT. GPL mencakup keduanya, yaitu toll in dan toll out Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi dan validasi merupakan salah satu aspek penting CPOB yang

96 80 wajib diterapkan dalam setiap industri farmasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Terdapat tiga jenis proses validasi, yaitu validasi prospektif, validasi konkuren, dan validasi retrospektif. Selain validasi dilakukan juga kualifikasi, yaitu suatu pembuktian bahwa perlengkapan/mesin yang digunakan dalam suatu proses akan selalu memberikan hasil yang memenuhi kriteria yang diinginkan secara konsisten. Kualifikasi terdiri atas empat tahap, yaitu design qualification (DQ), instalation qualification (IQ), operational qualification (OQ) dan performance qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan untuk peralatan dan sistem baru, sedangkan untuk peralatan dan sistem yang dimodifikasi tidak dilakukan tahap design qualification. Kegiatan kualifikasi dan validasi di PT. GPL dilaksanakan sesuai standar CPOB. Proses Kualifikasi mencakup kualifikasi ruangan/bangunan, kualifikasi peralatan, dan kualifikasi sistem penunjang seperti HVAC, Sistem Pengolahan Air, IPAL, Boiler, Compressed Air, Reverse Osmosis, dan sistem penunjang lainnya. Sedangkan proses validasi mencakup validasi metode analisis, validasi proses dan validasi pembersihan. Validasi metode analisis dan validasi pembersihan dilakukan sebelum pelaksanaan validasi proses. Validasi pembersihan dilaksanakan terhadap mesin atau peralatan setelah digunakan untuk proses produk tertentu atau sampling bahan baku tertentu. Sementara itu, validasi prospektif dilakukan terhadap seluruh produk-produk baru yang dilaksanakan setelah diperoleh formula yang optimal oleh departemen R&D. Kualifikasi dan validasi secara umum merupakan tanggung jawab bagian Quality Assurance (Pemastian Mutu). Kualifikasi dan validasi dilaksanakan sesuai RIV yang telah dibuat dan disetujui. RIV merupakan dokumen yang menyajikan informasi mengenai program kerja validasi secara menyeluruh. Sebelum melakukan proses kualifikasi/validasi, terlebih dahulu semua peralatan uji yang digunakan harus sudah terkalibrasi. Protokol kualifikasi dan validasi proses/pembersihan dibuat oleh

97 81 bagian QA dan R&D. Sedangkan protokol validasi metode analisis dibuat oleh bagian QC. Setelah protokol kualifikasi/validasi diperiksa dan disetujui oleh Manager QA, dilakukan proses sosialisasi atau pelatihan terhadap semua personil yang terlibat dalam kegiatan kualifikasi/validasi tersebut. Apabila dalam pelaksanaan kualifikasi/validasi ditemukan hal-hal yang memerlukan perubahan, maka temuan serta perubahan dicatat sebagai rekomendasi untuk dibuatkan Change control dan menjadi pertimbangan untuk pembuatan protokol kualifikasi yang baru menggantikan protokol sebelumnya. Hasil pelaksanaan kualifikasi/validasi dibuat dalam bentuk laporan kualifikasi/validasi yang selanjutnya akan dievaluasi dan disetujui oleh manajer QA.

98 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan a. Apoteker memegang peranan penting di PT. Galenium Pharmasia Laboratories, terutama sebagai general manager operation and human resources, head of factory, manajer produksi, deputi quality operational (QO), manajer quality assurance (QA), manajer quality control (QC), manajer research and development (R&D). Fungsi Apoteker adalah sebagai tenaga professional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian. b. Kegiatan di PT. Galenium Pharmasia Laboratories meliputi proses manufaktur (proses produksi hingga pada proses pengolahan dan pengemasan), pemastian mutu, pengawasan mutu dan bagian perkantoran (head office). Masing-masing bagian QA, QC, dan produksi bersifat independen dan memiliki tanggung jawab sendiri, namun bertanggung jawab bersama pada penerapan CPOB dalam kegiatan pembuatan sediaan farmasi untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. c. PT. Galenium Pharmasia Laboratories telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya, yang meliputi aspek personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. d. Permasalahan pekerjaan kefarmasian yang terjadi di PT. Galenium Pharmasia Laboratories adalah adanya produk kembalian karena kerusakan kemasan, lead time pada proses produksi, hasil uji diluar spesifikasai dan sebagainya. 82

99 Saran a. PT. Galenium Pharmasia Laboratories telah menerapkan sistem yang baik terutama dalam manajemen proses produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu produk, namun sebaiknya terus meningkatkan pengkajian dan evaluasi terhadap efektivitas sistem yang dikelola oleh PT. Galenium Pharmasia Laboratories, sehingga kinerja setiap bagian dalam perusahaan dapat ditingkatkan untuk menjadi lebih baik. b. Perlu dilakukan pengkajian dan evaluasi terhadap efektivitas sistem produksi yang telah berjalan sehingga kinerja seluruh elemen produksi dapat berjalan dengan baik. c. Perlu dilakukan inspeksi atau pemeriksaan terhadap output sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) secara berkala dan tidak hanya dilakukan ketika output IPAL tidak memenuhi syarat. d. Melakukan sosialisasi kembali kepada para operator produksi mengenai penggunaan APD yang baik dan benar serta sosialisasi pengaruh pergerakan yang tidak diperlukan terhadap kontaminasi produk selama proses produksi.

100 DAFTAR ACUAN Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta :Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Gaspersz, Vincent. (2012). All-in-one Practical Management Excellence. Jakarta : PT Niaga Swadaya. Hamin, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud. (2012). Manajemen Produksi Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa. Jakarta : PT Bumi Aksara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. OHSAS 18001: (2007). Occupational Health and Safety Management System Requirements. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2011). Profil Perusahaan. [Diakses pada tanggal 1 5 September 2014 pukul 16:26]. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012a). Organization Structure PT Galenium Pharmasia Laboratories Februari Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. ( 2012b). Instruksi Kerja Departemen No. B/PRP/01. Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories. 84

101 85 PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012c). Uraian Jabatan Pharma Production Manager. Bogor: PT Galenium Pharmasia Laboratories. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2012d). Instruksi Kerja Produksi No. B/PRP/02. Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2013a). Organization Structure of Department Pharma Production January Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories. PT. Galenium Pharmasia Laboratories. (2013b). Standard Operating Procedure Proses Produksi SOP-GPL C3.1. Bogor : PT Galenium Pharmasia Laboratories. QIMS ISO 9001: (2008) Sistem Manajemen Mutu (COQ-01). [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 08:25] Rahadian, Dimas. (2014). Klausul-Klausul Dalam Dokumen ISO [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 09:00]. Wahyono, Budi. (2013). Pengertian dan Sejarah Singkat ISO [Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014 pukul 09:15].

102 86 Lampiran 1. Struktur organisasi PT. GPL

103 87 Lampiran 2. Struktur oirganisasi produksi farma

104 88 Lampiran 3. Alur proses produksi tablet, sirup, krim, dan sabun di PT. GPL Tablet (granulasi Basah) Sirup Cream Sabun Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Pencampuran Pencampuran Pembuatan basis minyak dan air Rolling Mixing Granulasi IPC Pencampuran Rolling Pengeringan Pengisian Rolling IPC Plodding IPC IPC Pengisian Cutting Pencetakan Pengemasan Akhir IPC Stamping IPC Pengemasan IPC Pengemasan Akhir IPC Pengemasan Primer Pengiriman IPC Primer IPC Pengemasan Akhir Pengiriman Pengemasan Akhir IPC Pengiriman Pengiriman

105 89 Lampiran 4. Alur proses produksi salep, bedak, emulsi, dan lotion di PT. GPL Salep Bedak Emulsi Lotion Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Pelelehan Basis Pencampuran Pencampuran fase Pencampuran minyak dan air Pencampuran Pengayakan IPC IPC Rolling Pencampuran Pengisian Pengisian IPC IPC IPC IPC Pencampuran Pengisian Pengemasan Akhir Pengemasan Sekunder Pengemasan Akhir IPC Sekunder Pengemasan Akhir IPC Pengisian Pengemasan IPC Akhir Pengiriman IPC Pengiriman IPC Pengemasan Akhir Pengiriman IPC Pengiriman

106 90 Lampiran 5. Daftar produk farma PT. GPL No. Grey Kosmetik 1 acne feldin lotion 110 ml ressal acne lotion 100 ml solare moist SPF gr solare moist SPF gr chiby baby balm 20 gr chiby oil inhalant 12 ml Cream Obat bioderm cream 5 gr calacort cream 10 gr calacort cream 5 gr new haemocaine ointment 15 gr laxarec 5 gr melavita cream 0,05% 10 gr melavita cream 0,1% 10 gr mycorine cream 15 gr mycorine cream 5 gr SCabimite cream 10 gr SCabimite cream 30 gr sinobiotik cream 5 gr skintex ointment 5 gr soft u intensive hydro 40 gr 15 topisel lotion topsy cream 5 gr topsy cream 3 gr galtaren gel 20 gr Nama Produk Cairan Obat Syrup laxadine Dalam imunex syrup emulsi ml ml laxadine emulsi 60 ml laxadine emulsi 30 ml neladryl expectorant 60 ml neladryl dmp 60 ml pyravit syrup 225 ml pyravit syrup 110 ml laxadilac syrup 60 ml prosic suspensi 60 ml cetymin syrup 60 ml glimunos syrup 60 ml glimunos syrup 30 ml galpect syrup 60 ml galdom suspensi 60 ml Tablet imunex tablet laxacod tablet laxatab tablet mycostop tablet 250 mycostop kaplet 500 prolung 450 kaplet trichol kapsul cetymin tablet mycotrazol kapsul glimunos kaplet simvaschol tablet cartiflex kaplet selefit plus kaplet selefit plus kaplet cc gamesolone 4 mg gamesolone 8 mg galtaren tablet 50 mg galten kaplet Grey Powder mycorine powder 25 gr mycorine powder 10 gr sachet

107 91 Lampiran 5. (Lanjutan) dermafoot 30 gr mesonta cream 5 gr (new) galpain cream 20 gr jovial probiotik haemogal kaplet gasorbid tablet galpect tablet galdom tablet galtopril kaplet 800 galtopril kaplet 1200 amlogal tablet 10 mg amlogal tablet 5 mg gasogal tablet laxassia kapsul

108 92 Lampiran 6. Daftar produk PSC PT. GPL No Nama Produk Powder Soap Liquid Soap Grey JF sulfur oilum coll body Kosmetik caladine acne care 90 wash moist 210 cream 15 gr gr ml caladine powder original 220 gr caladine powder original 100 gr caladine powder original 60 gr caladine powder oiginal 35 gr caladine powder active fresh 220 gr caladine powder active fresh 100 gr caladine powder active fresh 60 gr caladine powder active fresh 35 gr caladine powder soft comfort 220 gr caladine powder soft comfort 100 gr caladine powder soft comfort 60 gr caladine powder soft comfort 35 gr JF sulfur acne care 65 gr JF sulfur mild care 90 gr JF sulfur mild care 65 gr JF sulfur oily care 90 gr JF sulfur oily care 65 gr oilum coll moisturizing soap 85 gr oilum coll brightening SCrub 85 gr belsoap original 65 gr belsoap soft floral 65 gr belsoap white musk 65 gr JF sulfur blemish care 65 gr caladine baby soap 85 gr JF family soap orange spirit 90 gr JF family soap blue ocean 990 gr oilum coll body wash moist 175 ml pouch JF family body wash blue ocean 200 ml JF family body wash ocean spirit 200 ml JF family body wash blue ocean 200 (pouch) JF family body wash ocean spirit 200 (pouch) oilum coll body wash SCrub 210 ml cal baby liquid soap 100 ml cal baby liquid soap 200 ml cal baby liquid soap 200 ml pouch JF wet wipes JF facial foam acne care 70 gr JF facial foam mild care 70 gr JF men deep clean 70 gr JF men oil clear 70 gr Cream Obat cal mosquito repellent 100 ml

109 93 Lampiran 6. (Lanjutan) 1 2 Caladine Lotion caladine lotion 95 ml caladine lotion 60 ml Grey Powder caladine baby powder 100 gr caladine baby powder 50 gr NPD TH.2013 oilum coll body wash SCrub 175 ml pouch JF gel-acne care 10 gr 3 JF gel-blemish care 10 gr oilum collagen 4 body lotion brightening oilum collagen 5 body lotion firming oilum collagen 6 body lotion moisturizing 7 caladine gel 50 ml (anti itch) V-mina FH 8 cleansing mousse 9 V-mina FH cleansing wipes V-mina FH 10 lightening intimate V-mina FH 11 deodorant intimate mist NPD TH.2014 JF family green cool 90 gr JF family BW green cool (botol)

110 UNIVERSITAS INDONESIA PENGAMATAN LEAN MANUFACTURING DAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS TERHADAP PROSES PRODUKSI SIRUP X DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015

111 UNIVERSITAS INDONESIA PENGAMATAN LEAN MANUFACTURING DAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS TERHADAP PROSES PRODUKSI SIRUP X DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FADILATUL JANNAH, S.Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii

112 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Lean Manufacturing Pendahuluan Sejarah Lean Prinsip Lean Waste Elemen Utama Lean Manufacturing Tools dalam Lean Manufacturing Total Productive Maintenance (TPM) Budaya Kerja 5S Lean Manufacturing di Departemen Produksi PT GPL Overall Equipment Effectiveness (OEE) Definisi Pengukuran OEE Value Stream Mapping BAB 3. PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DAN OEE TERHADAP PRODUK PT. GPL Proses Produksi Penimbangan Mixing Filling dan Capping Pengemasan Sekunder Hasil Pengamatan Penerapan Lean Manufacturing Menunggu (Waiting Time) Proses yang Tidak Sesuai (Inappropriate Process) Gerakan yang Tidak Perlu (Unnecessary Moving) Perbaikan Penerapan Lean iii

113 3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness Mesin Filling dan Capping Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iv

114 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur TPM v

115 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Standar Nilai OEE Perusahaan Kelas Dunia Tabel 3.1 Hasil OEE untuk mesin filling dan mesin capping sirup X vi

116 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Identifikasi tahapan proses produksi sirup X Lampiran 2. Perhitungan OEE Mesin Filling Sirup X Lampiran 3. Perhitungan OEE Mesin Capping Sirup X Lampiran 4. Value stream mapping proses produksi sirup X vii

117 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan seluruh masyarakat untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Salah satu mekanisme yang menjadi ciri globalisasi dewasa ini adalah tekanan perdagangan yang kompetitif sehingga menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif mereka agar dapat memenangkan persaingan yang terjadi. Persaingan yang ketat dalam dunia industri farmasi di tengah ketidakstabilan perekonomian, perkembangan teknologi, dan peningkatan regulasi (Good Manufacture Process / Cara Pembuatan Obat yang Baik) untuk persyaratan produk farmasi semakin memacu perusahaan manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, agar dapat terus bertahan di pasar industri farmasi. Data Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi menyebutkan pertumbuhan pasar industri farmasi Indonesia pada tahun 2014 tumbuh sebesar 13%-14%. Berdasarkan data tersebut, maka industri farmasi berusaha untuk melakukan peningkatan keunggulan dengan mengurangi waste atau pemborosan. Waste (pemborosan) merupakan segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah sepanjang aliran proses pada proses perubahan input menjadi output termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, waktu tunggu, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) agar tetap menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga bersaing dengan produk lain yang sejenis. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil penjualan produk suatu perusahaan. Salah satunya adalah terdapatnya waste atau pemborosan pada saat proses produksi. 1

118 2 Lean manufacturing atau produksi ramping, yang sering dikenal sebagai "Lean", adalah metode yang sesuai digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi tingkat pemborosan atau waste sehingga mampu menekan atau bahkan bisa mengurangi kegiatan atau aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity). Vincent Gasperz (2007) menyatakan rasio antara value added (nilai tambah) terhadap waste (pemborosan) pada perusahaan-perusahan Jepang rata-rata mencapai 50%, Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Kanada dan Amerika sekitar 30%, sedangkan perusahaan terbaik Indonesia masih 10%. Suatu perusahaan dianggap lean apabila rasio nilai tambah terhadap waste minimum telah mencapai 30%. Jika suatu perusahaan memiliki rasio antara nilai tambah dan waste kurang dari 30%, maka perusahaan tersebut disebut sebagai un-lean enterprise dan merupakan kategori perusahaan tradisional. Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan Indonesia masih belum mencapai kategori lean sehingga diperlukan adanya perbaikan proses salah satunya pada proses produksi. Implementasi lean manufacturing dapat digunakan untuk identifikasi pemborosan atau waste dan memecahkan masalah dengan melakukan perbaikan secara berkelanjutan pada proses produksi. PT. Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu industri farmasi di Indonesia yang sedang berkembang dan telah memulai menerapkan sistem lean manufacturing agar selalu tercapai keefektifan dan keefektivitasan kinerja produksinya untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Metode lain yang mendukung perbaikan proses selain penerapan lean manufacturing adalah menghitung nilai overall equipment effectiveness (OEE) yang bertujuan untuk mengetahui waste losses dalam proses produksi. OEE merupakan pengukuran efektifitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa besar pencapaian performansi dan reliabilitas peralatan. OEE merupakan indikator performansi produktivitas yang didasarkan pada level tertentu dari performansi yang diharapkan, dengan OEE dapat diketahui dan diukur penyebab melemahnya kinerja peralatan.

119 3 Kedua konsep di atas yakni lean manufacturing dan OEE digabungkan untuk mengetahui indikator kritis munculnya non value added activity. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diperlukan manajemen produksi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses produksi yang merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu, mahasiswa praktek kerja profesi apoteker (PKPA) di PT. Galenium Pharmasia Laboratories diberi kesempatan melakukan simulasi manajerial, untuk memberikan alternatif solusi dari penerapan lean manufacturing dan penilaian OEE dengan cara terlibat langsung dalam proses produksi suatu produk. 1.2 Tujuan a. Identifikasi waste atau pemborosan dalam proses produksi produk sirup X di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. b. Menghitung nilai OEE pada proses produksi produk sirup X di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. c. Memberikan alternatif solusi terhadap masalah produksi produk sirup X sesuai dengan penerapan Lean Manufacturing di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

120 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lean Manufacturing Pendahuluan Lean merupakan suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan pemborosan atau waste dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk barang maupun jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan atau customer value (Gaspersz, 2007). Tujuan lean adalah untuk meningkatkan customer value malalui peningkatan secara berkelanjutan rasio antara nilai tambah terhadap waste (the valueto-waste ratio). APICS Dictionary dalam Lean Six Sigma for Manufacture and Service Industries, Vincent Gaspersz (2007), mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimalisasi penggunaan sumber-sumber daya yang dimaksud tersebut termasuk juga waktu. Fokus lean adalah pada identifikasi dan eliminasi seluruh aktivitas yang tidak memberi nilai tambah dalam proses desain, produksi untuk bidang manufaktur atau operasi untuk bidang jasa, dan supply chain management yang berkaitan secara langsung dengan pelanggan. Aktivitas yang tidak memberi nilai tambah tersebut disebut sebagai non value added activities. Manajemen produksi berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses produksi industri untuk menjamin kelancaran, efisiensi, dan efektivitas produksi. Pada dasarnya teori produksi berfokus pada memproduksi output semaksimum mungkin dengan tingkat penggunaan input yang tetap atau memproduksi output pada tingkat tertentu dengan biaya produksi seminim mungkin Sejarah Lean Konsep lean awalnya dikembangkan oleh Taiichi Ohno pada tahun 1950an dari Toyota yang selanjutnya disebut sebagai Toyota Production System yang 4

121 5 menjadi awal dari pemikiran lean yang dikembangkan berdasarkan prinsip Just in Time. Just in Time merupakan serangkaian prinsip, alat, dan teknik yang memungkinkan suatu perusahaan dapat memproduksi dan mengirim produk dalam jumlah kecil, dengan lead time yang singkat untuk memenuhi keinginan pelanggan secara spesifik (Linker dalam Ars Agustiningsih, 2011). Salah satu dari pedoman ini ialah tidak adanya pemborosan-pemborosan dalam lini produksi, misalnya tidak adanya cacat atau zero defect, tidak ada barang yang menumpuk di gudang atau zero inventory, dan bentuk waste lainnya. Toyota menggunakan pendekatan atau sistem yang disebut sebagai Toyota Production System (TPS) atau Toyota Ways yang merupakan bentuk perbaikan atau peningkatan yang berkelanjutan (continous improvement) yang bertujuan untuk mengeliminasi pemborosan yang mendatangkan kerugian, sehingga dapat tercipta organisasi yang lean. Keberhasilan Toyota juga didasarkan pada kemampuan strateginya dalam mengembangkan kepemimpinan, tim dan budaya yang dipergunakan untuk mencetuskan strategi dan mempertahankan bentuk organisasi yang selalu belajar atau learning organization. Terdapat 14 prinsip yang dikelompokkan dalam empat bagian (4P) yang membangun Toyota Ways, yaitu: a. Philosophy (Long-Term Thinking) Keputusan manajemen didasarkan pada filosofi jangka panjang walaupun mengorbankan sesuatu untuk jangka pendek. b. Process (Eliminate waste) 1. Ciptakan proses yang mengalir untuk identifikasi masalah 2. Gunakan sistem tarik (pull system) untuk menghindari overproduction. 3. Heijunka, meratakan beban kerja 4. Jidoka, hentikan jika terjadi masalah yang berkaitan dengan kualitas. 5. Lakukan standarisasi pekerjaan untuk peningkatan yang berkelanjutan.

122 6 6. Gunakan alat kendali visual sehingga tidak ada masalah yang tersembunyi. 7. Gunakan hanya teknologi yang handal dan benar-benar teruji. c. People and Partners (Respects, Challenge, and Grow Them) 1. Kembangkan pemimpin yang menjiwai dan menjalankan filosofi. 2. Hormati, kembangkan dan tantang orang-orang dan tim. 3. Hormati jaringan mitra dan pemasok dengan memberi tantangan dan membantu melakukan peningkatan. d. Problem Solving (Continous Improvement and Learning) 1. Pembelajaran organisasi secara terus menerus melalui Kaizen. 2. Lihat sendiri agar lebih memahami situasi dengan benaar (Genchi Genbutsu). 3. Buatlah keputusan secara perlahan melalui konsensus, dengan hatihati mempertimbangkan semua kemungkinan dan implementasikan dengan cepat Prinsip Lean Vincent Gasperz (2007) dalam lean Six Sigma, menyatakan terdapat lima prinsip dasar lean yaitu : a. Value, spesifikasi yang dapat menambah nilai produk dari sudut pandang customer. Melakukan identifikasi nilai produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan selalu menginginkan produk yang berkualitas superior, dengan harga yang kompetitif, dan dengan penyerahan yang tepat waktu. b. Value stream, identifikasi seluruh tahapan dalam proses produksi dengan melakukan pemetaan proses pada value stream untuk setiap produk ataupun jasa. c. Flow, mempertahankan proses yang bernilai tersebut tetap berjalan. d. Pull, hanya memproduksi produk yang dibutuhkan oleh customer.

123 7 Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan menggunakan pull system. e. Perfection, selalu berusaha untuk memproduksi dengan sempurna secara berkelanjutan sehingga dapat memenuhi permintaan customer. Berdasarkan lima prinsip Lean tersebut maka dapat disimpulkan bahwa "Lean", merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi waste (aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk) melalui perbaikan yang terus berkelanjutan (Kaizen) dengan memproduksi berdasarkan permintaan customer untuk memperoleh kesempurnaan Waste Lean manufacturing merupakan konsep yang berasal dari Toyota Production System (TPS) yang berfungsi untuk mengurangi dan meniadakan tiga pemborosan yang disebut Muda, Mura dan Muri. Womack (1996) dalam Ars Agustiningsih, pemborosan atau waste, dalam bahasa Jepang disebut Muda merupakan segala aktivitas yang tidak menambah nilai sehingga muda hanya menambah atau meningkatkan cost dalam produksi. Seven plus one type pemborosan itu antara lain: a. Produksi berlebihan (Over production) Produksi berlebihan atau memproduksi lebih dari pada kebutuhan pada proses berikutnya, atau memproduksi lebih cepat atau lebih awal dari pada waktu yang dibutuhkan. Penyebab over production diantaranya adalah kurangnya komunikasi, logika just in case, proses setup lama, penjadwalan yang salah, dan lain-lain. b. Menunggu (waiting time) Waktu tunggu atau lead time dalam proses harus dihilangkan. Prinsipnya adalah memaksimalkan penggunaan / efisiensi pekerja. Penyebab peningkatan waktu tunggu adalah ketidakseimbangan lini produksi,

124 8 pemeliharan yang tidak terencana, kurangnya pelatihan, penjadwalan salah, dan lain-lain. c. Transportasi Transportasi berkaitan dengan proses memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material bertambah. Beberapa penyebabnya adalah tata letak yang jelek, pemahanan yang kurang terhadap arus produksi, lokasi penyimpanan yang berjauhan dengan lokasi produksi, dan lain-lain. d. Proses yang salah Proses produksi memiliki beberapa tahapan yang penting namun terkadang ada beberapa proses yang salah sehingga harus dihilangkan karena proses yang salah menyebabkan pemborosan dalam proses produksi. Beberapa contoh dari proses yang salah adalah ketidaktepatan penggunaan alat, pemeliharan alat yang buruk, dokumentasi proses yang jelek, kurangnya komunikasi, dan lain-lain. e. Inventori berlebih (excess inventory) Inventori yang berlebih merupakan bentuk pemborosan berupa produk jadi dan bahan material yang tidak diperlukan sehingga dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan. Penyebab inventori berlebih antara lain peramalan proses penjualan yang tidak akurat, kompleksitas produk, penjadwalan yang salah, pemasok yang tidak bisa diandalkan, dan lain-lain. f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) Pergerakan dari orang atau mesin yang tidak diperlukan atau tidak menambah nilai produksi maupun barang juga merupakan pemborosan atau waste. Penyebab pemborosan ini antara lain adalah efektifitas manusia atau mesin yang buruk, metode kerja yang tidak konsisten, tata letak yang buruk, pemeliharan dan organisasi tempat kerja yang buruk dan lain-lain.

125 9 g. Produk cacat Produk cacat membutuhkan pengerjaan ulang bahkan pembuangan atau pemusnahan karena tidak dapt diperbaiki juga merupakan pemborosan sehingga harus dilakukan pencegahan agar tidak menghasilkan produk cacat. Penyebab pemborosan ini antara lain kontrol proses yang lemah, prosedur operasi standar yang buruk, dokumentasi yang jelek, kurangnya pengalaman dan pengetahuan operator, dan lain-lain. h. Non Utilized Talent Non utilized talent merupakan satu tambahan jenis waste yang pada mulanya hanya ada 7 waste. Non utilized talent atau bakat yang tidak dibutuhkan merupakan pemanfaatan yang tidak sepantasnya terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan seseorang. Sumber daya yang tersedia harus sesuai dengan standar dan tuntutan hasil bagi pelanggan. Pengelolaan sumber daya manusia mengacu pada istilah "right man on the right job and place for working" sehingga dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi (Gaspersz V., 2012). Muda atau waste dapat dipicu oleh Mura atau inconsistency (ketidakteraturan). Mura dapat didefinisikan sebagai ketidakteraturan dalam proses produksi. Sebagai contoh jika manajer memberikan rencana produksi bulanan dan telah menentukan jumlah produksi, departemen produksi melaksanakan produksi dengan cepat hanya di akhir minggu untuk memenuhi target produksi. Adanya Muda atau waste dapat menyebabkan adanya Muri atau overbudden yaitu memberi beban yang melebihi kemampuan yang dapat ditanggung oleh mesin atau peralatan tersebut. Melalui penerapan konsep lean dalam suatu industri manufaktur maka didapat beberapa keuntungan, yaitu: menghilangkan pemborosan atau waste, meningkatkan nilai tambah (value added) pada produk, serta dapat memberikan nilai kepada pelanggan / costumer value (Gaspersz V., 2012).

126 Elemen Utama Lean Manufacturing Elemen utama dari lean manufacturing adalah: a. Produksi just in time (JIT), adalah suatu metode produksi yang membawa semua bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan dalam setiap produksi tepat pada saat dibutuhkan. Tujuan dari JIT adalah mencapai penumpukan persediaan atau inventory yang nol dengan kualitas 100%. b. Pengawasan kualitas yang ketat, penghematan biaya maksimum dari JIT akan tercapai jika pembeli menerima barang yang sempurna dari pemasok. Dengan demikian, pemasok harus menerapkan prosedur pengawasan yang sangat ketat sebelum barang tersebut diserahkan kepada pabrik. c. Penyerahan berulang kali dan dapat diandalkan, pengiriman ini sebaiknya dilakukan setiap hari untuk menghindari penumpukan persediaan. Bilamana terjadi keterlambatan pengiriman atau tidak memenuhi pemasokan, maka pemasok dikenakan denda atau pemutusan kontrak kerja. d. Lokasi yang lebih dekat, dengan adanya lokasi yang berdekatan dengan pelanggan utama, maka penyerahan dapat diandalkan sehingga akan timbul komitmen yang besar dengan pelanggan utama. e. Telekomunikasi, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka pemasok dapat membangun sistem penyerahan yang lebih baik. f. Jadwal produksi yang stabil, di mana pelanggan menyerahkan jadwal produksinya pada pemasok sehingga pemasok dapat menyerahkan barang sesuai dengan jadwal produksi pelanggan. g. Sumber tunggal dan keterlibatan awal pemasok, dimana dengan adanya JIT ini, baik pemasok maupun pelanggan sudah terlibat dalam penyusunan kontrak kerja dan syarat-syarat lainnya (Hamin dan Nurnajamuddin, 2012).

127 Tools dalam Lean Manufacturing Lean manufacturing merupakan kumpulan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi waste atau pemborosan yang dapat meningkatkan efisiensi proses dan produktivitas. Tools yang digunakan dalam lean manufacturing adalah sebagai berikut: Total Productive Maintenance (TPM) TPM merupakan metode yang digunakan untuk Pemeliharaan Produktif Total (Total Productive Maintenance) terhadap mesin-mesin industri. Peningkatan pemanfaatan terhadap mesin-mesin industri itu dilakukan melalui pemeliharaan yang lebih baik guna menjamin keberlangsungan sumber daya produksi (Gaspersz V., 2012). Pada dasarnya Total Productive Maintenance (TPM) didefinisikan sebagai upaya berbasis tim lingkup perusahaan untuk membangun kualitas dan produktivitas ke dalam sistem produksi dan meningkatkan Overall Equipment Effectiveness (OEE) atau Overall Plant Effectiveness (OPE) atau Overall Management Effectiveness (OME). Total Productive Maintenance (TPM) mengacu kepada kata-kata kunci sebagai berikut: a. Total Semua karyawan dan manajemen terlibat (total manpower coverage) Mencakup siklus hidup total dari system produksi (total lifecycle of production system) b. Productive Menciptakan maksimum produktivitas melalui kecacatan nol, kecelakaan nol, dan kerusakan nol. Meminimumkan masalah-masalah dalam sistem produksi c. Maintenance Memelihara system produksi berjalan baik, yang mencakup proses individual, pabrik dan seluruh system manajemen produksi. Prinsip-prinsip lean TPM adalah meningkatkan Overall Equipment Effectiveness (OEE) atau Overall Plant Effectiveness (OPE) atau Overall

128 12 Management Effectiveness (OME), meningkatkan planned maintenance systems (sistem peralatan, sistem produksi, sistem manajemen) yang ada, operator yang memonitor kondisi mesin-mesin dalam ruang lingkup peralatan, memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan maintenance dan operasional, serta melibatkan setiap karyawan dengan menggunakan cross-functional teamwork. Tujuan dilakukan lean TPM adalah untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas sistem (peralatan, pabrik, manajemen), menigkatkan kapasitas (peralatan, pabrik, manajemen), menurunkan biaya produksi dan maintenance cost, menurunkan kegagalan yang disebabkan oleh sistem (peralatan, pabrik, manajemen), meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan manajemen, serta meningkatkan ROI (Return On Investment) (Gaspersz V., 2012). Desain Lean TPM dapat menggunakan kerangka kerja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dapat dilihat bahwa sebelum membangun delapan pilar Lean TPM, kita perlu melakukan praktek 5S (Short, Stabilize, Shine, Standardize, Sustain) atau dalam bahasa Indonesia telah diterjemahkan menjadi 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) (Gaspersz V., 2012).

129 13 Gambar 2.1 Struktur TPM [Sumber: Gaspersz V., 2012] Budaya kerja 5S 5S merupakan pilar pertama dari sistem lean manufacturing dan juga merupakan pondasi dasar penerapan TPM sehingga langkah awal dalam penerapan sistem lean manufacturing adalah penerapan budaya kerja 5S. Budaya Kerja 5S adalah segala upaya untuk mengendalikan resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang efektif dan efisien. 5S merupakan akronim dari bahasa Jepang 5S, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke, yang dalam bahasa indonesia memiliki arti Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Perusahaan-perusahaan kelas dunia memulai program peningkatan kinerja terusmenerus secara mendasar melalui memperbaiki housekeeping menggunakan prinsip 5S untuk menciptakan dan memelihara agar tempat kerja menjadi teratur, bersih, aman, dan memiliki kinerja tinggi. 5S memungkinkan setiap orang memisahkan kondisi-kondisi normal dan abnormal, merupakan landasan untuk peningkatan terus-

130 14 menerus, zero defects, reduksi biaya dan menciptakan area kerja yang aman dan nyaman. 5S merupakan program peningkatan terus-menerus sebagai landasan untuk membangun Lean TPM (Gaspersz V., 2012). Berikut ini penjelasan masing-masing bagian dari 5S: a. S1 : Sort, Seiri, Ringkas Ringkas memiliki tujuan menyingkirkan atau membuang semua item dari tempat kerja yang tidak dipergunakan lagi dalam melaksanakan tugas-tugas atau aktivitas-aktivitas. Jika suatu item masih diragukan apakah masih dipergunakan atau tidak, maka item tersebut perlu disingkirkan dari tempat kerja, dapat disimpan digudang yang selanjutnya apabila tidak dipergunakan lagi maka dibuang. Implementasi S1 dapat menggunakan Red Tag System, yaitu suatu metode untuk mengidentifikasi informasi dan barangbarang dalam area kerja yang tidak diperlukan lagi dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Setiap red-tagged item dicatat tanggalnya dan dipindahkan ke area penyimpanan atau gudang. Jika item tersebut tidak digunakan setelah periode waktu tertentu, maka item tersebut dapat dibuang. b. S2 : Stabilize (Set in order, Simplify, Seiton, Rapi) Prinsip dari Seiton adalah penyimpanan fungsional dan menghilangkan waktu untuk mencari barang. Rapi bertujuan dalam pengaturan atau penyusunan item-item yang diperlukan dalam area kerja, kemudian mengidentifikasi dan memberikan label dan tanda, sehingga setiap orang dapat menemukan item-item itu secara mudah dan cepat dan dapat menghemat waktu dan tempat. c. S3 : Shine (Seiso, Resik) Resik bertujuan untuk menjaga atau memelihara agar area kerja tetap bersih dan rapi (bersinar). Pembersihan dilakukan dengan cara inspeksi. Prinsip dari Seiso adalah bahwa pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat kebersihan. Resik melakukan aktifitas bersih-bersih yang dilakukan oleh individu di area tersebut terhadap semua barang fisik yang ada di

131 15 areanya secara teratur. Hasil-hasil yang akan dicapai adalah kemungkina terjadi breakdowns lebih sedikit, meningkatkan tingkat keselamatan dan kualitas produk, memelihara dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja. d. S4 : Standardize (Seiketsu, Rawat) Seiketsu berarti memelihara barang dengan teratur, rapi, bersih, dan dalam aspek personal serta kaitannya dengan polusi. Prinsip dari Rawat adalah manajemen visual dan pemantapan 5S. Rawat bertujuan dalam menstandarisasikan atau menciptakan konsistensi dari implementasi S1 (Ringkas), S2 (Rapi), S3 (Resik). Hal ini berarti mengerjakan sesuatu yang benar dengan cara yang benar setiap waktu (doing the right things, the right way, every time). e. S5 : Sustain (Shitsuke, Rajin) Rajin dalam 5S bertujuan untuk menjamin keberhasilan dan kontinuitas program 5S sebagai suatu disiplin dengan mengembangkan komitmen dan kedisiplinan untuk menerapkan 4S/4R diatas. Rajin berarti melakukan sesuatu yang benar sebagai kebiasaan. Prinsip dari Rajin adalah pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang mantap. Memastikan setiap orang berkesadaran menjalankan seluruh aktifitas 5S secara disiplin ( Hamin, dan Nurnajamuddin, 2012) Lean Manufacturing Di Departemen Produksi PT. GPL Lean manufacturing bisa didefinisikan sebagai pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi pemborosan atau waste melalui perbaikan berkesinambungan dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen (pull system) dalam mengejar kesempurnaan. Pull System dikenal juga dengan Just In Time (JIT) atau produksi tepat waktu. Visi PT GPL adalah menjadi perusahaan perawatan kesehatan berkelas dunia yang memiliki daya saing tinggi dalam melayani dan menghasilkan produk bermutu

132 16 bagi pasar regional Asia. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan misi perusahaan yaitu menunjang pertumbuhan yang berkesinambungan untuk memberikan hasil usaha yang terbaik kepada para stakeholder dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat. PT GPL selalu terbuka terhadap hal-hal, ide-ide, dan konsep-konsep baru, selama itu semua sejalan dengan visi misi perusahaan. Konsep lean manufacturing inipun dipercaya menjadi salah satu konsep yang dapat diterapkan dalam memberikan hasil usaha yang terbaik melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Secara manajemen, lean manufacturing menjadi salah satu bagian dari konstruksi perusahaan, dimana lean manufacturing menjadi bagian atap perusahaan, setelah tiang-tiang perusahaan seperti K3, 5S, dan OHSAS ditegakkan, sedangkan ISO dan CPOB berada sebagai pondasinya. Salah satu contoh implementasi nyata dari konsep lean manufacturing di bagian produksi PT GPL adalah dilakukannya Lean Process Product dan OEE, yaitu dilakukan pengamatan dan dokumentasi terhadap setiap aktivitas proses produksi, waktu yang dibutuhkan serta operator yang terlibat, dalam skala produksi tertentu. Dari kegiatan ini diperoleh data-data yang jika mampu diterjemahkan dengan baik, akan memberikan fakta-fakta yang bermanfaat, yang berkaitan dalam hal antara lain: a. Pengembangan sistem dan metode yang lebih baik. b. Standardisasi sistem dan standar tersebut. c. Penentuan standar waktu. d. Pelatihan operator. PT GPL telah menunjukan komitmen dalam memenuhi misinya menghasilkan produk terbaik melalui perbaikan-perbaikan yang berkesinambungan. Manajer produksi dan semua jajaran dibawahnya yang terlibat dalam proses produksi telah berperan sebagai lean thinker, dimana konsepkonsep lean tercermin dalam setiap keputusannya yang selalu mengacu ke arah kualitas yang lebih baik (better quality), efektifitas waktu (faster delivery), efisiensi

133 17 biaya (cost efficiency). Karena memang lean manufacturing memerlukan kerjasama tim, dimana setiap anggota harus memiliki paradigma dan motivasi yang benar dalam melakukan pekerjaannya, sesuai dengan cita-cita PT Galenium Pharmasia Laboratories. 2.2 Overall Equipment Effectiveness (OEE) Definisi OEE merupakan alat ukur (metric) dalam penerapan program TPM (Total Productive Maintenance). Hasil perhitungan OEE biasanya digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam implementasi TPM. OEE digunakan juga sebagai dasar dalam usaha perbaikan dan peningkatan efektivitas dan produktivitas dari sistem manufaktur suatu perusahaan. Pengukuran OEE menunjukan seberapa baik perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki termasuk peralatan, pekerja dan kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen dalam hal distribusi yang sesuai dengan spesifikasi kualitas menurut konsumen. Tujuan penerapan OEE adalah untuk menjaga peralatan atau mesin pada kondisi yang ideal dengan menghapuskan six big losses, yaitu kerusakan peralatan (equipment failure), persiapan peralatan (setup and adjustment), gangguan kecil dan tidak ada kegiatan atau menganggur (idle and minor stoppage), kecepatan rendah (reduced speed), cacat produk dalam proses (process defect), dan hasil rendah (reduced yield). Secara garis besar, kategori kerugian dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: a. Downtime losses, contohnya antara lain adalah kerusakan alat, kegagalan alat, perawatan yang tidak terjadwal, proses warm up, pergantian mesin, dan kekurangan bahan b. Speed losses, contohnya yaitu kesalahan jenis bahan, adanya komponen yang macet, berhentinya aliran produksi, kemahiran operator dan umur alat. c. Quality losses, contohnya adalah pengaturan toleransi, proses warm up, kerusakan, produk hasil tolakan dan produk rework.

134 18 Pemahaman terhadap jenis kerugian peralatan diperlukan agar hasil yang diperoleh seoptimal mungkin menggambarkan situasi yang sesungguhnya, serta tidak terdapat hal penting yang terlupakan. Dengan mengetahui dan memahami kerugian peralatan tersebut, maka data yang diperlukan untuk pengukuran nilai OEE dapat diperoleh. Contoh data yang diperlukan tersebut diantaranya adalah: a. Lama mesin beroperasi setiap periode (machine working time) b. Lama waktu berhenti produksi yang ditetapkan oleh perusahaan meliputi meeting, istirahat dan makan (scheduled downtime) c. Waktu jadwal pemeliharaan (scheduled maintenance) d. Lama waktu persiapan operasi mesin (setup and adjustment). e. Lama waktu gangguan (trouble) terhadap mesin atau perlatan f. Lama waktu peralatan menganggur dan gangguan kecil (idle and minor stoppage) g. Cycle time peralatan, baik ideal maupun actual h. Jumlah produksi per periode i. Jumlah cacat produksi per periode Pengukuran OEE Pengukuran OEE dilakukan dengan mengukur tiga rasio utama yaitu availability ratio, performance ratio, dan quality ratio sehingga untuk mendapatkan nilai OEE, maka ketiga nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu. Standar nilai OEE dalam perusahaan kelas dunia tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Standar nilai OEE perusahaan kelas dunia Parameter OEE Standar Nilai (%) Availability 90,00 Performance 95,00 Quality 99,90 OEE 85,00

135 19 Dalam perhitungan OEE terdapat beberapa istilah yang digunakan sebagai berikut: a. Loading Time, disebut sebagai waktu dalam produksi. Loading time merupakan Machine Working Time (waktu produksi secara normal) dikurangi dengan waktu Planned Downtime (waktu untuk preventive maintenance atau aktivitas lainya yang sudah dijadwalkan). Loading Time = Machine Working Time Planned Downtime b. Planned Downtime, merupakan waktu yang dialokasikan untuk melaksanakan preventive maintenance atau aktivitas lainnya yang sudah dijadwalkan sebelumnya agar kondisi mesin dan peralatan produksi lainnya dalam kondisi baik untuk mendukung departemen produksi dalam merealisasikan jadwal produksi mereka. c. Downtime loses, disebut juga waktu Failure and Repair merupakan waktu yang terserap tanpa menghasilkan output karena kerusakan mesin atau komponen mesin lainnya dan peralatan serta waktu yang dibutuhkan untuk memperbaikinya. Setup and Adjustment Time atau disingkat Setup Time merupakan waktu yang dibutuhkan pada saat memulai produksi komponen baru. Downtime = Failure repair + Setup and Adjustment (2.1) d. Total Count, disebut sebagai total hasil produksi pada mesin e. Ideal Cycle Time and Actual Cycle Time, data sekunder yang sudah terdokumentasi di Bagian Produksi untuk setiap mesin yang digunakan. f. Target Counter, disebut sebagai jumlah target yang merupakan target maksimum yang dapat dicapai dalam kisaran waktu yang tersedia selama Operation Time. Target Counter = Operation Time Ideal Cycle Time (2.2) g. Operation Time,merupakan Loading Time dikurangi dengan Failureand Repair Time serta Setup and Adjustment Time.

136 20 Operation Time = Loading Time Failure and Repair Setup and Adustment Time (2.3) h. Availability ratio,merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability merupakan rasio dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio adalah: Availability = Operation Time Loading Time 100% (2.4) i. Performance ratio, merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Formula pengukuran rasio ini adalah: Performace = Total Count Ideal Cycle Time Operation System 100% (2.5) j. Quality ratio, merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatn dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Formula yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah: Quality = Good Count Total Count 100% (2.6) Nilai OEE diperoleh dengan mengalikan ketiga rasio tersebut. Secara matematis, formula pengukuran nilai OEE adalah sebagai berikut: OEE (%) = Availability (%) Performance (%) Quality (%) (2.7) 2.3 Value Stream Mapping Value stream mapping merupakan metode visual untuk alur produksi sebuah produk. Value stream mappng berbeda dengan alur kerja karena didalam value stream mapping juga terdapat material dan informasi dari masing-masing stasiun kerja atau work station termasuk jumlah operator, waktu kerja serta lead time sehingga dapat diketahui value added dan non value addeda ctivity pada proses produksi. Value stream mapping ini dapat dijadikan titik awal bagi perusahaan untuk

137 21 mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya. Menggunakan value stream mapping berarti memulai dengan gambaran besar dalam menyelesaikan permasalahan dan melakukan peningkatan secara menyeluruh (Batubara dan Kudsiah, 2014). Fokus sitem lean dimulai dengan value stream mapping, yaitu dengan menggambarkan seluruh langkah-langkah proses yang berkaitan dengan perubahan permintaan pelanggan menjadi produk atau jasa yang dapat memenuhi permintaan dan mengidentifikasi berapa banyak nilai yang terdapat dalam setiap langkah yang ditambahkan ke produk. Segala aktivitas yang menciptakan fungsi-fungsi yang memberikan nilai tambah kepada pelanggan dinamakan dengan valueadded, sedangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dinamakan dengan nonvalueadded (Batubara dan Kudsiah, 2014).

138 BAB 3 PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DAN OEE TERHADAP PRODUK SIRUP X PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES 3.1 Proses Produksi Penimbangan Ruang penimbangan disanitasi terlebih dahulu sebelum melakukan penimbangan bahan awal. Penimbangan bahan awal menggunakan sistem urutan penimbangan yang dimulai dari bahan-bahan yang memiliki bobot paling berat, dilanjutkan dengan zat aktif kemudian dilanjutkan dengan bahan baku cairan, dan terakhir adalah bahan yang memiliki bau yang sangat kuat seperti ammonium. Penimbangan dilakukan oleh 2 orang (four eyes principle) untuk menghindari kesalahan penimbangan. Penimbangan dilakukan oleh personil dari gudang dan produksi. Sebelum dilakukan penimbangan dilakukan pengecekan kesesuaian nomor analisa bahan awal yang datang dari gudang dengan nomor analisa bahan awal yang tertera pada bon permintaan. Setiap bahan ditimbang didokumentasikan dalam batch record Mixing Sebelum dilakukan proses pencampuran bahan awal atau mixing dilakukan sanitasi ruangan dan wadah terlebih dahulu. Proses pencampuran dilakukan dalam ruang pencampuran sirup area produksi grey pharma. Proses pencampuran dilakukan pada kondisi suhu berada pada rentang C dengan RH maksimal 70% dan tekanan minimal 5 Pa. Setelah dilakukan persiapan dan sanitasi dilakukan proses pembuatan sirup dengan melarutkan gula dalam air dengan suhu C dengan kecepatan 12 rpm selama 10 menit. Tahap berikutnya adalah pelarutan bahan pengawet. Pengawet dilarutkan dalam alcohol 96% dengan kecepatan 450±5 rpm selama 5 menit. Setelah proses pelarutan bahan pengawet selesai, mixer dibersihkan 22

139 23 dan disemprot dengan alkohol 70%, kemudian digunakan lagi untuk tahapan selanjutnya yaitu pencampuran bahan-bahan yang larut air dengan kecepatan 950±5 rpm selama 30 menit. Setelah proses pelarutan selesai, mixer dibersihkan lagi dan digunakan untuk proses pelarutan bahan aktif diphenhidramine HCl dengan purified water. Pelarutan bahan aktif diphenhidramine HCl dilakukan dengan kecepatan 450±5 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan proses pencampuran akhir. Semua massa campuran sebelumnya dicampur dengan kecepatan 950±5 rpm selama 10 menit. Setelah tercampur, massa dipindahkan pada tangki mixer 100 L dan ditambahkan larutan sirup, kemudian dimixing dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Setelah semua bahan tercampur, ditambahkan air hingga 60 L. Sebelum bulk diambil untuk uji IPC (In Process Control) pada Quality Control, dilakukan mixing kembali dengan kecepatan rpm selama 10 menit. Pada uji IPC (In Process Control) dilakukan pemeriksaan fisika dan kimia terhadap produk antara. Bulk diambil sebanyak 750 ml (sampel atas, tengah dan bawah) untuk pemeriksaan ph, berat jenis dan kadar zat aktif dan 15 ml untuk pemeriksaan mikrobiologi. Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan IPC (In Process Control) oleh Quality Control menyatakan bahwa sirup X sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Produk antara hasil mixing ini disimpan di ruang work in process sampai tanda release dikeluarkan oleh Quality Control Filling dan Capping Filling dapat dikerjakan jika bagian Quality Control telah mengeluarkan tanda release. Sebelum dilakukan proses filling, ruangan dibersihkan terlebih dahulu. Produk ruahan sirup diukur volumenya terlebih dahulu sebelum dilakukan proses filling. Produk ruahan sirup dikemas dalam botol coklat 60 ml secara manual dengan menggunakan pompa. Operator yang melaksanakan filling mampu melakukan filling dengan kecepatan rata-rata 16 botol/menit. Proses pemeriksaan volume terpindahkan dilakukan tiap kelipatan 300 botol. Persyaratan volume terpidahkan sirup X adalah ml. Setelah proses filling dilakukan proses capping dengan menggunakan

140 24 mesin capping yang memiliki kecepatan 28 botol/menit. Sebelum proses berlanjut, dilakukan IPC pada ±10 botol. Jika tutup botol dapat berputar dengan baik maka proses capping dapat dilanjutkan. Setelah proses filling dan capping selesai, diambil 3 botol sirup x untuk dilakukan uji mikrobiologi oleh bagian Quality Control Pengemasan Sekunder Tahap pengemasan sekunder dapat dilakukan jika bagian Quality Control telah menyatakan release untuk uji mikroba pada sirup X. Pengemasan sekunder produk dimulai dengan coding pada botol dan pada kemasan sekunder sirup. Setelah proses coding selesai maka pengemasan sekunder dapat dilakukan secara manual oleh personil kemas sekunder. Pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas F. Produk siap kemas kemudian dikemas dalam outer box dan dilakukan proses penimbangan bobot tiap Outer Box dan dibandingkan dengan berat total ideal outer box. Sebanyak 4 produk siap kemas diperiksa oleh bagian Quality Assurance tentang pemeriksaan bahan pengemas, pencetakkan nomor batch, pelipatan brosur, pelabelan pengemasan, kelengkapan produk (aplikator). Selama produk siap kemas diperiksa oleh Quality Assurance, outer box diproses pada tahap Bukti Barang Masuk (BBM) dimana, outer box disimpan di gudang, dan ditandai dengan label KARANTINA. Setelah Quality Assurance meluluskan beberapa produk siap kemas tersebut, maka produk siap untuk tahap Release Jual (RJ) dan mengganti label KARANTINA menjadi label DILULUSKAN. 3.2 Hasil Pengamatan Berdasarkan tabel identifikasi tahapan proses produksi sirup X pada lampiran 5 didapatkan prosentase penyusutan sebesar 2,011%. Penyusutan ini disebabkan karena pengambilan sampel untuk uji IPC maupun PPC oleh QC serta adanya production waste. Presentasi keberterimaan hasil produksi akhir adalah sebesar 98%- 102% sehingga hasil produk akhir telah sesuai dengan ketentuan tersebut.

141 Penerapan Lean Manufacturing Aktifitas produksi dan maintenance merupakan aktifitas utama di dalam membentuk produk akhir. Bila salah satu aktifitas mengalami kegagalan maka akan berpengaruh langsung pada kualitas dan kapasitas produksi. Kegagalan yang muncul biasanya terindikasi dari waste atau pemborosan di sepanjang aliran sistem produksi. Terdapat beberapa aktvitas yang mengindikasikan waste dalam proses produksi sehingga menyebabkan inefisiensi dan menurunnya kapasitas produksi. Waste atau pemborosan merupakan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah atau non added value terhadap produk. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan waste diperlukan konsep quality improvement. Salah satunya dengan implementasi konsep Lean Manufacturing untuk meningkatkan efisiensi yang akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi. Lean manufacturing merupakan sistem yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya waste atau pemborosan sehingga dilakukan pengamatan terhadap penerapan Lean Manufacturing selama proses produksi Sirup X. Hasil identifikasi waste selam proses produksi Sirup X adalah sebagai berikut : Menunggu (Waiting Time) Pemborosan waktu tunggu ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu proses produksi yang sangat tinggi, terutama pada proses analisis oleh departemen Quality Control (QC). Setiap proses produksi sebelum berlanjut ke proses berikutnya harus menunggu release terlebih dahulu dari pihak QC, sehingga proses selanjutnya tidak dapat dilakukan apabila QC belum menyatakan release. Pemborosan waktu tunggu analisis di QC karena menumpuknya produk yang harus dianalisis dalam satu hari oleh satu analis. Faktor penyebab lainnya adalah adanya analis baru yang masih belum memahami benar proses analisis, sehingga proses analisis berjalan lambat. Hal tersebut dapat menambah waktu analisis yang seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 2-3 jam bertambah menjadi hingga 8 jam. Pemborosan waktu tunggu atau waiting time juga terjadi pada proses packaging. Pemborosan ini disebabkan penempelan stiker Galenium pada kemasan

142 26 sekunder sirup X. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menempel stiker galenium pada kemasan menyebabkan penundaan proses packaging selanjutnya Proses yang tidak sesuai (Inappropriate Process) Pemborosan proses yang tidak sesuai ini ada pada proses pencampuran atau mixing. Proses pembuatan sirup atau pelarutan gula dalam air yang seharusnya dilakukan dengan menggunakan mixer dengan kecepatan 12 rpm selama 10 menit dalam prosesnya hanya menggunakan pengadukan secara manual selama 7 menit 21 detik. Lama proses pelarutan didasarkan pada subyektivitas operator. Alasan yang diperoleh dari hasil interview dengan operator adalah karena pada saat produksi biasanya terdapat dua operator proses mixing, namun ketika proses hanya terdapat satu operator sehingga operator beralasan tidak sanggup menseting mixer sendiri. Pemborosan lainnya pada proses mixing terdapat pada tahapan pelarutan tiap bahan. Pada prosesnya terdapat 5 tahapan pencampuran yang berbeda. Tahapannya secara berurutan adalah sebagai berikut, pembuatan sirup, pelarutan bahan pengawet, pelarutan bahan tambahan larut air, pelarutan bahan aktif, dan pencampuran akhir. Banyaknya tahapan menimbulkan pemborosan dalam proses pencampuran sehingga waktu proses juga semakin lama. Waktu yang digunakan untuk mengatur ulang mixer yang digunakan untuk tahap pencampuran selanjutnya menambah waktu proses pencampuran sehingga diperlukan adanya pengurangan waktu proses pencampuran Gerakan yang Tidak Perlu (Unnecessary Moving) Gerakan yang tidak perlu pada proses produksi sirup X ada pada setiap proses. Pemborosan ini dilakukan oleh operator untuk menghilangkan kejenuhan mereka dalam mengoperasikan mesin. Aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan biasanya adalah berjalan ke stasiun kerja lain dan mengobrol dengan operator lain. Aktivitas ini tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kemungkinan adanya kontaminasi produk.

143 Perbaikan Penerapan Lean Berdasarkan hasil identifikasi pemborosan atau waste selama proses produksi sirup X maka saran untuk perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pada proses analisis di bagian quality control (QC) agar lead time dapat berkurang diperlukan adanya standar waktu tiap proses analisis serta penjadwalan ulang analisis produk sehingga tidak terjadi penumpukan produk yang belum dianalisis. Analis yang baru sebaiknya diberi pelatihan atau training terlebih dahulu sehingga proses analisis produk yang menjadi tanggungjawabnya dapat berjalan dengan baik dengan pemborosan atau waste sekecil-kecilnya. b. Waiting time pada proses packaging dapat dikurangi salah satunya dengan memperbaiki kemasan sehingga tidak terjadi idle untuk proses selanjutnya. Proses packaging sebaiknya dilakukan dengan menggunkan model kerja selluler sehingga proses dapat berjalan lebih efisien. c. Proses yang tidak sesuai pada proses pencampuran dapat diperbaiki dengan menetapkan standar kerja dan standar jumlah operator sehingga diharapkan proses pencampuran selalu dikerjakan dengan proses yang konsisten. Selain itu, operator perlu diberikan sosialisasi dan training mengenai cara pembuatan obat yang baik sehingga operator dapat ikut bertanggung jawab dalam menghasilkan produk yang berkualitas. d. Tahapan proses pencampuran sirup X perlu dilakukan peninjauan kembali sehingga dapat mengurangi waktu proses dan waste namun tidak mengurangi kualitas produk. 3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Mesin Filling dan Capping. Perhitungan OEE dilakukan dengan menghitung tiga rasio utama yaitu availability, performance, dan quality ratio. Ketiga rasio tersebut dapat diperoleh

144 28 dengan melakukan pengamatan terhadap kinerja mesin atau peralatan. Hasil dari perhitungan ketiga rasio tersebut dan OEE dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Hasil OEE untuk mesin filling dan mesin capping sirup X Kategori Prosentasi Mesin (%) Filling Capping Standar Internasional Availability 91,67 81,82 90,00 Performance 70,01 78,33 95,00 Quality ,90 OEE 64,26 64,09 85,00 Nilai prosentase OEE mesin filling dan capping masih sangat rendah, jauh dari standar yang ditentukan sehingga perlu dilakukan adanya perbaikan terhadap mesin dan pelatihan terhadap operator. Selain itu, proses filling dan capping dapat dipercepat dengan menerapkan cell manufacturing system atau CMS, sehingga kedua operator dapat bekerja secara efisien. Perhitungan OEE dapat dilihat pada lampiran 2 dan Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X Value stream mapping (VSM) merupakan sebuah diagram sederhana yang mengggambarkan setiap langkah atau tahapan yang terlibat dalam sebuah aliran material atau informasi yang diperlukan dari awal sebuah produk dipesan sampai produk tersebut siap didistribusikan. VSM merupakan alat visual yang sederhana yang menyatakan secara jelas waste yang tersembunyi dalam sebuah proses dan kesempatan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan waste tersebut. VSM untuk proses produksi sirup X dapat dilihat di lampiran 4.

145 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Lean manufacturing merupakan sistem yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi waste atau pemborosan pada proses produksi. Berdasarkan hasil pengamatan waste atau pemborosan yang terjadi pada proses produksi sirup X adalah sebagai berikut: 1. Secara garis besar penerapan lean manufacturing pada proses produksi sirup X sudah cukup baik namun perlu dilakukan perbaikan dan eliminasi waste yang terjadi diantaranya adalah menunggu (waiting time) karena adanya perbedaan proses produksi yang sangat tinggi terutama pada proses analisis oleh departemen Quality Control (QC), Proses yang tidak sesuai (inappropriate process) yang terjadi pada proses pencampuran bahan atau mixing,dan gerakan yang tidak perlu (unnecessary moving) yang ada pada setiap proses. 2. Nilai OEE mesin filling dan capping pada produksi sirup X adalah 64,26% dan 64,09%. Nilai tersebut masih belum memenuhi Standar Internasional namun nilai tersebut merupakan nilai OEE perusahaan pada umumnya. 4.2 Saran 1. Berdasarkan hasil identifikasi waste atau pemborosan pada produksi sirup X maka untuk mengeliminasi waste yang disebabkan oleh waiting time atau menunggu proses analisis di bagian quality control (QC) agar lead time dapat berkurang diperlukan standar waktu tiap proses analisis serta penjadwalan ulang analisis produk sehingga tidak terjadi bottle neck dan analis baru sebaiknya diberikan pelatihan atau training terlebih dahulu sehingga proses analisis produk yang menjadi tanggungjawabnya dapat berjalan dengan baik 29

146 30 dengan pemborosan atau waste sekecil-kecilnya. Sedangkan waiting time pada proses packaging dapat diminimalisir dengan menerapkan model kerja seluler atau Cell Manufacturing System (CMS). 2. Proses yang tidak sesuai pada proses pencampuran sirup X dapat diperbaiki dengan menetapkan standar kerja dan standar jumlah operator sehingga diharapkan proses pencampuran selalu dikerjakan dengan proses yang konsisten. Selain itu, operator perlu diberikan sosialisasi dan training mengenai cara pembuatan obat yang baik sehingga operator dapat ikut bertanggung jawab dalam menghasilkan produk yang berkualitas. 3. Tahapan proses pencampuran sirup X perlu dilakukan peninjauan kembali karena waktu proses pencampuran terlalu lama dan membutuhkan banyak tahapan sehingga kurang efisien, maka perlu dilakukan peninjauan kembali sehingga dapat mengurangi waktu proses dan waste namun tidak mengurangi kualitas produk. Tahapan proses pencampuran sirup X dapat dimodifikasi sehingga proses pencampurannya lebih efisien seperti merubah pelarutan bahan pengawet yang awalnya merupakan tahapan kedua, proses pelarutannya dapat dilakukan pada proses pencampuran akhir, karena pengawet dilarutkan dalam alkohol, jika dilakukan pada tahap awal larutan pengawet akan menguap oleh karena itu untuk mengurangi penguapan larutan pengawet dan meminimalisir tahapan pelarutan, proses pelarutan yang lebih efisien dapat dilakukan pada tahap pencampuran akhir.

147 DAFTAR ACUAN Agustiningsih, Ars. (2011). Tesis : Desain Perbaikan Proses Pelayanan Unit Rawat Jalan dengan Konsep Lean Hospital di Rumah Sakit Karya Bhakti. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Batubara, S., dan Kudsiah, F. (2014). Penerapan Konsep Lean Manufacturing Untuk Meningkatkan Kapasitas Produksi (Studi Kasus : Lantai Produksi Pt.Tata Bros Sejahtera). Jurnal Teknik Industri, ISSN: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Industri Farmasi Lokal Penuhi 90% Kebutuhan Farmasi Indonesia. (diakses pada tanggal 10 Oktober 2014). Gasperz, Vincent. (2007). Lean Six Sigmma for Manufacturing and Services Industries. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz V., Vincent. (2012). All-in-one Practical Management Excellence. Jakarta: PT Niaga Swadaya Hamin, M. dan Nurjanamuddin, M. (2012). Manajemen Produksi Modern, Operasi Manufaktur dan Jasa.. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 31

148 32 Lampiran 1. Identifikasi tahapan proses produksi sirup X NAMA PRODUK : Sirup X BATCH SIZE : 60 L NOMOR BATCH : L062 J 1401 No Tahapan Hasil Teoritis Hasil Nyata Prosentase Selisih Proses KG/ml Pcs Kg/ml Pcs Penyusutan Ket. 1 Timbang ,00 0,00-2 Mixing , Samplig Sampling ,765 1,275 QC QC 765ml 4 Filling ,015 0,025 Production Waste 5 Packaging ,180 0,304 Sampling QC 3 Pcs untuk Uji Mikro 6 BBM ,240 0,407 Dimbil QC 4 Pcs Untuk Sampel tertinggal Penyusutan 20 1,2 2,011

149 33 Lampiran 2. Perhitungan OEE Mesin Filling Sirup X Loading time = Jumlah waktu - persiapan - istirahat = (148 menit - 37 menit - 15 menit) = 96 menit Down time = Pengaturan awal + Pengaturan dalam proses = (5 + 3 menit) = 8 menit Operation time = Loading time - Down time = 96-8 menit = 88 menit Total Count = 987 botol Ideal cycle time = 16 botol/menit Target Counter = = Operation time Ideal cycle time 88 menit 1 menit /16botol = 1408 botol Availability = 88 menit 96 menit = 91,67% 100% Performance = Total Count Target Counter 100% = 987 botol 1408 botol = 70,1% 100% Quality = = Good Count Total Count 987 botol 987 botol 100% 100% = 100,0% OEE = Availability Performance Quality = 91,67 70,1 100,0 = 64,26%

150 34 Lampiran 3. Perhitungan OEE Mesin Capping Sirup X Loading time = Jumlah waktu - persiapan - istirahat = (80 menit - 10 menit - 15 menit) = 55 menit Down time = Pengaturan awal + Pengaturan dalam proses = (5 + 5 menit) = 10 menit Operation time = Loading time - Down time = menit = 45 menit Total Count = 987 botol Ideal cycle time = 28 botol/menit Target Counter = = Operation time Ideal cycle time 45 menit 1 menit /28botol = 1260 botol Availability = 45 menit 55 menit = 81,82% 100% Performance = Total Count Target Counter 100% = 987 botol 1260 botol = 78,33% 100% Quality = = Good Count Total Count 987 botol 987 botol 100% 100% = 100,0% OEE = Availability Performance Quality = 81,82 78,33 100,0 = 64,09%

151 35 Lampiran 4. Value Stream Mapping Proses Produksi Sirup X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA JAKARTA BOGOR KM 51,5 KEDUNGHALANG, BOGOR PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI 2014 7 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Dewasa ini kesehatan telah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEMMY KURNIAWAN, S.Farm. 2448715124

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 17 JUNI 12 JULI 2013 DAN 5 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : YURAIDAH, S.Farm 083202097 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR

Lebih terperinci