UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI AMALIA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker HERDIYANTI AMALIA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

3

4

5 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama : Herdiyanti Amalia, S. Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur Periode 12 Agustus 2 Oktober 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Drs. Rias Prasetya, Apt. (...) Pembimbing II : Dr. Herman Suryadi, M.S., Apt. (...) Penguji I : (...) Penguji II : (...) Penguji III : (...) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

6

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXVII, yang diselenggarakan pada tanggal 12 Agustus 2 Oktober 2013 di PT. Actavis Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja khususnya di bidang perindustrian. Dalam pelaksanaan kegiatan PKPA ini penulis tak luput mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pjs. Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 4. Bapak Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT Actavis Indonesia. 5. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT Actavis Indonesia. 6. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality PT Actavis Indonesia. 7. Bapak Drs. Rias Prasetya, Apt. sebagai Manager Quality Control PT Actavis Indonesia dan juga selaku Pembimbing dari PT Actavis Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis melaksanakan PKPA. 8. Bapak Dr. Herman Suryadi, M.Si, Apt. selaku Pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat. v

8 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Ibu Erna Hidayati Eka sebagai Manager Product Development PT Actavis Indonesia. 11. Ibu Riska Lestari, S.Si., Apt. selaku Qualified Person dari PT Actavis Indonesia yang telah memberikan contoh, saran, nasehat, pengarahan dan bimbimbingan selama PKPA. 12. Para supervisor dan seluruh staff departemen PT Actavis Indonesia. 13. Seluruh keluarga tercinta, terutama Mama dan Ayah atas kasih sayang, dukungan, perhatian, semangat dan doa yang telah diberikan, yang senantiasa sabar dan tanpa lelah memberikan dukungan moril dan materil serta semangat, motivasi, dan bantuan kepada penulis dan juga sahabat-sahabat tersayang Mawar Merah terutama Anita, Marita, Rovenska, dan R.A yang sudah seperti keluarga sendiri. 14. Teman-teman Apoteker UI Angkatan 77, atas dukungan dan kerja samanya. 15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Januari 2014 Penulis vi

9

10 ABSTRAK Nama : Herdiyanti Amalia, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Periode 12 Agustus 2 Oktober 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Penyusunan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku dan Produk Jadi. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui persiapan dalam penyusunan dan revisi spesifikasi dan metode analisa bahan baku dan produk jadi di PT. Actavis Indonesia. Kata kunci : PT. Actavis Indonesia, Spesifikasi, Metode Analisa Tugas umum : xii halaman; 2 tabel; 1 lampiran Tugas khusus : iv + 33 halaman; 8 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 14 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 ( ) viii

11 ABSTRACT Name : Herdiyanti Amalia, S.Farm NPM : Program Study : Apothecary Profession Title : Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia Period February 12 th - September 30 th 2013 Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, East Jakarta. This activity aims for students to know directly activity from pharmacists profession in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation of GMP in PT. Actavis Indonesia and may have a deep understanding of the role and duties of pharmacist in the pharmaceutical industry. Given a Specific Assignment titled Preparation of Specifications and Analythical Methods of Raw Materials and Finished Goods. The purpose of this Specific Assignment is to know the procedures to prepare and revise specifications and Analythical Methods of Raw Materials and Finished Goods at PT. Actavis Indonesia. Keywords : PT. Actavis Indonesia, Specifications, Analythical Methods General Assignment : xiii pages; 2 tables; 1 appendices Specific Assignment : iv + 33 pages; 8 appendices Bibliography of General Assignment: 14 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 10 ( ) ix

12 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)... 5 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA Sejarah PT Actavis Indonesia Visi dan Misi Lokasi Pabrik dan Fasilitas Sarana Penunjang Produk dan Sertifikat GMP Struktur Organisasi BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN x

13 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Pengambilan Contoh Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia xii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Demi terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka pembangunan kesehatan merupakan salah satu hal yang penting untuk diusahakan. Sebagaimana yang tertera pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Peningkatan kesejahteran masyarakat dalam bidang kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan obat di lingkungan masyarakat. Ketersediaan obat ini erat kaitannya dengan produsen obat. Industri farmasi sebagai produsen obat memegang peranan yang penting dalam mewujudkan pembangunan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi sebagai badan hukum yang secara legal dapat melakukan seluruh tahapan kegiatan membuat obat atau bahan obat, dimana kegiatan yang termasuk dalam tahapan membuat obat meliputi pengadaan bahan baku, bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Obat atau bahan obat tersebut hanya boleh diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Obat yang dipasarkan secara luas juga harus memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh otoritas Badan POM RI, dimana proses pembuatannya sudah memenuhi 1

16 2 ketentuan CPOB. Sehingga persyaratan CPOB merupakan persyaratan mutlak yang wajib dipenuhi oleh suatu industri farmasi. CPOB itu sendiri merupakan pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2006). Peran seorang apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yaitu bertanggung jawab pada pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan orientasi kepada masyarakat atau pasien menjadi dasar dalam menjalani pekerjaan kefarmasian dengan memproduksi sediaan farmasi yang memenuhi standar, persyaratan keamanan, kualitas, dan efikasinya secara konsisten. Untuk dapat mengerjakan pekerjaan kefarmasian dengan baik, seorang apoteker memerlukan kompetensi yang cukup dalam bidang penjaminan mutu obat. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam mendidik calon apoteker. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam peningkatan kompetensi calon apoteker berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dalam berbagai institusi terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan, Apotek, Industri Farmasi, Pabrik Besar Farmasi, Rumah Sakit, maupun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), mahasiswa calon apoteker diharapkan mampu mengembangkan ilmu yang telah didapatkan ke dalam dunia kerja. Pelaksanaan

17 3 Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dimulai tanggal 12 Agustus 30 September Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Prakter Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia adalah untuk: a. Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan segala aspek CPOB di PT. Actavis Indonesia. b. Memahami peran dan tugas apoteker dalam industri farmasi.

18 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Persyaratan Industri Farmasi Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya oleh karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatakan izin usaha tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut : a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Permohonan Izin industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut 4

19 5 berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Surat Permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya : a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

20 6 karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar manajemen mutu yaitu: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.

21 7 Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan; c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak;

22 8 e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu; b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi; g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

23 9 Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta

24 10 perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki

25 11 area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain: Pengadaan bahan awal, pencegahan pencemaran silang, sistem penomoran bets/lot, dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, pengadaan bahan pengemas, pengemasan, pengawasan selama proses, karantina dan penyerahan produk jadi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012).

26 Pengadaan bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: a. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan; b. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan; c. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); d. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label Pencegahan pencemaran silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain.

27 Sistem Penomoran Bets/Lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah

28 14 diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label Pengadaan bahan pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu

29 15 (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan b. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

30 16 Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara

31 17 obyektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain

32 18 juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; dan c. Tindakan lain yang tepat. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali : a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen; c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

33 19 Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengo-lahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012).

34 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Kualifikasi dan Validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi proses. Validasi Pembersihan adalah Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi Proses adalah Tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya. Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi diklasifikasikan

35 21 menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat. Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012).

36 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA 3.1 Sejarah PT Actavis Indonesia Pada November 2012, Watson Pharmaceutical Inc. mengakuisisi Actavis Group dan menempatkan Gabungan Actavis dan Watson menjadi perusahaan generik internasional. PT Dumex Indonesia berada dibawah Actavis Group, diresmikan pada tanggal 8 November 1969 oleh Presiden Republik Indonesia kedua, yaitu Bapak H.M. Soeharto. Pada tahun 1983 PT Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT Alpharma pada tahun Dengan akuisisinya, bulan Maret 2006 PT Alpharma berubah menjadi PT Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis Group. Tepat pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis, Inc. resmi digunakan mulai tgl. 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York. Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, brand dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di Parsippany, New Jersey, USA. Sementara kantor pusat International terletak di Zug, Swiss. PT Actavis Indonesia memiliki lebih dari 100 jenis molekul produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Produk-produk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, turut dipasarkan ke luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT Actavis Indonesia memiliki sistem manajemen terintegrasi bersetifikat ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:

37 Visi dan Misi Visi dari PT Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana bagaimana PT Actavis Indonesia bertindak dan bekerja. a. Challenge: Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat, mengembangkan solusi kreatif, melaju lebih jauh. b. Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan memberikan praktik terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan. c. Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang dijanjikan. Misi PT Actavis Indonesia adalah: a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi. b. Telah memenuhi kebutuhan customer saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D. c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi. d. Merayakan beragam budaya di tim global. e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja. f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan. 3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT Actavis Indonesia di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav , Jakarta Selatan Sedangkan Kantor Pusat PT Actavis Indonesia dengan lokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur Kantor Pusat ini yang berdiri diatas tanah seluas 19,279 m 2, termasuk pabrik yang ada di dalamnya. 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya.

38 24 Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility). b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility). c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility). d. Gudang raw material dan packaging material. e. Gudang produk jadi. f. Gedung engineering dan workshop. g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product Development). h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan). i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga). 3.4 Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT Actavis Indonesia, saranasarana tersebut antara lain: a. Sumber energi PT Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik padam. b. Sumber air PT Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM. c. Udara tekan (Compressed air) PT Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin. d. Air Handling Unit (AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

39 Produk dan Sertifikat GMP PT Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority di tahun PT Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain: a. Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik.. b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik. c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008). d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut: ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System), ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System), OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System). Produk PT Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor yang saat ini ditunjuk ada 3 perusahaan dengan skala nasional, yaitu: PT Anugrah Argon Medika (AAM), PT Mensa Bina Sukses (MBS), dan PT Sawah Besar Farma (SBF).

40 Struktur Organisasi PT Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 6 orang direktur, yaitu: Managing Director, Direktur Pemasaran dan Penjualan (Sales and Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director), Direktur Keuangan (Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human Resource Director), serta dibantu oleh kepala bagian Scientific Affairs (SCA), dan Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll (Toll and Business Director) membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan. Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional (Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu (Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management Department), Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. HR Operation Manager, memastikan kebutuhan operasional karyawan terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan lainnya. b. People & Organization Development Manager/POD Manager, memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang bersifat non manufacturing / soft skill sesuai bidang pekerjaannya masingmasing. c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya, misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.

41 Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department) Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing (Central Procurement Department/CPD) dan Gudang (Warehouse) Purchasing (Central Procurement Department/CPD) Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian seluruh material yang diperlukan oleh PT Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. MRP digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, buffer stock dan sales order. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat purchase order (PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stock secara administratif. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan

42 28 helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: a. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material), b. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF), dan c. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods). Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Produk jadi yang masuk kedalam gudang finished goods merupakan produk yang sudah di-approved dari bagian QA setelah melalui berbagai pemeriksaan baik kimia maupun mikrobiologi dan memiliki status ON HAND pada sistem Mfg Pro. Selain produk yang sudah di-approved, produk yang masih dalam status karantina juga dapat disimpan di gudang finished goods. Produk toll in yang masuk kedalam gudang finished goods juga statusnya dikatagorikan karantina. Kegiatan pengecekan/stock opname barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan packaging dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar (external) dilakukan setiap bulan Desember. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari pemasok dan produk jadi (finished goods) dari departemen produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan purchase order (PO) dari

43 29 bagian pengadaan yang tertera dengan yang terdapat pada sistem Mfg Pro, jika terjadi perbedaan maka segera diminta konfirmasi dengan bagian pengadaan. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (expired date). Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta Certificate of Analysis (CoA) barang. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (due date). Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem Mfg Pro dengan status income RM. Barang yang baru diterima di gudang akan diberi label QUARANTINE berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di QC. Selama proses pemeriksaan di QC, bahan baku dan bahan kemas diberi label QC HOLD berwarna kuning dan diberi status QC HOLD pada sistem Mfg Pro. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label APPROVED berwarna hijau dan diberi status ON HAND pada sistem Mfg Pro. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label REJECT berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus REJECT akan dipisahkan. Barang yang berstatus REJECT akan dipisahkan. Untuk bahan baku yang berstatus REJECT dikembalikan ke supplier dan untuk printed material tidak dikembalikan ke supplier, namun langsung dimusnahkan. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan:

44 30 a. Kondisi AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 o C (15-25 o C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer, bahan baku dan produk sitotoksik yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. b. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah o C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. c. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 o C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. Terdapat satu produk sitotoksik yang disimpan dengan suhu penyimpanan di bawah 8 o C. d. Lemari penyimpanan narkotik Bahan baku dan produk narkotik disimpan dalam lemari besi khusus penyimpanan narkotik dan terkunci. Kunci dipegang oleh apoteker penanggung jawab. e. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar. Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan bahan baku dan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan rekomendasi dari bagian Quality atau TS (Technical Support). Untuk penyimpanan produk-produk likuid disimpan di bagian bawah. Selanjutnya di input kedalam sistem Mfg Pro. Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua kali sehari dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu diukur berdasarkan Mean Kinetic Temperature (MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu o C, jika MKT di atas 25 o C harus diadakan risk assessment; untuk ruangan o C, risk assessment dilakukan jika MKT > 30 o C, dan untuk lemari pendingin (8-15 o C), risk assessment dilakukan

45 31 jika MKT > 15 o C. Jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk sementara. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi. Distribusi obat jadi untuk market lokal melalui distributor dan distribusi obat jadi untuk market luar negri dan eksport melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem Mfg Pro. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan forecast marketing. Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang dispensing supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receive) ke lokasi income-fg dengan status karantina untuk diperiksa oleh QC. Untuk produk obat yang telah lulus dari pengujian maka akan dilakukan pemindahan barang dari bagian produksi ke gudang finished good, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka

46 32 barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada pencatatan pada log book mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data dalam sistem Mfg-Pro yang dilakukan oleh pihak produksi saat WO receive. Proses penerimaannya dilakukan pada loading area yang telah disiapkan. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke sistem Mfg Pro, setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan kepada distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck kesesuaian barang PPIC (Production Planning and Inventory Control) PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi, pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi.

47 33 PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : a. Production Planning Control/PPC b. Inventory Control and MRP System Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a. Merencanakan produksi. b. Membuat Manufacturing Order (MO). c. Memonitor stok produk jadi (Finished Goods). d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order) Inventory Control and MRP System Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi (lead time production). b. Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk

48 34 ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC. Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari pembuatan rencana produksi (Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Requirement Planning) pada sistem Mfg Pro berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran. Melalui sistem Mfg Pro tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan datadata yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku yang ada, work in process dan finished goods yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada bagian pengadaan. Bagian pengadaan mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pengadaan. Bila sudah dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan jadwal pengiriman material dan menerima material sesuai dengan kuantitas. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Bagian QC melakukan pemeriksaan sebelum barang digunakan untuk produksi. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang ditujukan untuk gudang sebagai permintaan barang untuk kegiatan produksi. PT Actavis telah memiliki sistem Enterprise Resource Planning/ERP yang terintegrasi yaitu Mfg Pro. Komputer online Mfg Pro di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer Departemen Produksi Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap

49 35 penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen QA/QC untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi. Kegiatan produksi di PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan dry syrup). Departemen produksi PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF), Fasilitas Beta laktam (Beta-Lactam Facility/BLF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR). Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area abu-abu (grey area) dan area hitam (black area). Area abu-abu yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area hitam (black area) yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi. PT Actavis tidak memiliki area putih (white area) karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area abu-abu harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus atau shoe cover, topi yang menutupi rambut atau head cover, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room / Airlock).

50 36 Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area hitam dengan area abu-abu. Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch Record, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data penimbangan bahan baku, daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam batch record dan tercatat di dalam batch record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label BERSIH lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:

51 37 a. Pembersihan antar Produk/Major Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang berbeda atau pembersihan total. b. Pembersihan antar Batch/Minor Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan strength berbeda untuk produk yang sama. c. Pembersihan akhir hari Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja. Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam batch record dan logbook. Pembersihan antar produk adalah berupa kegiatan sanitasi total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan di-sampling oleh petugas dari departemen QC. Akan dilakukan pengambilan sampel untuk produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi ke laboratorium mikrobiologi dan laboratorium kimia untuk dilakukan pengujian secara mikrobiologi dan kimia, begitu pula untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang akan diedarkan dimasyarakat Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF) Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan (Dispensing), area produksi sediaan padat (Solid), area produksi sediaan cair (Liquid), serta area pengemasan (Packing) primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production coordinator) dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang bertanggung jawab di masing-masing area.

52 38 Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi, pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area Solid memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan udara positif. Sebaliknya pada area Liquid, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara kpa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur o C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku oleh bagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin 200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebut dapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi small scale untuk melakukan proses trial maupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi small scale terdapat 3 mesin utama, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg. Setelah proses granulasi selesai, granulat atau produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan

53 39 kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadar air (Moisture Content) pada granulat yang dihasilkan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S (kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF- 100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula dua buah mesin penyalut tablet/coating, yaitu Nicomac Elite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/mppcr untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul. Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi Liquid. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan syrup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan cara labeling terlebih dahulu pada kemasan tube dan kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Untuk sediaan berupa syrup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki

54 40 pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas liter. Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran ph. Sediaan syrup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque). Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/MPF) Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, serta kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang penimbangan (dispensing room), area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam botol, ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan

55 41 selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan dry syrup. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer untuk sediaan tablet, kapsul dan dry syrup. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu (visitor), dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamu yang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus sebelum keluar dari fasilitas beta laktam (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (ph 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh

56 42 bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan head cover), toilet dan tempat cuci tangan, area pengemasan sekunder, dan airlock untuk produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan head cover), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah o C; RH 75%. Ruang pengemasan termasuk didalam area hitam. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur yang bernama Lexa Mix berkapasitas 300 liter. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran o C, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dilarutkan. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35 C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian. Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi

57 43 label produk ruahan (ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk maka krim dipindahkan ke dalam mesin pengisian untuk proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan TPF, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube.untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 5 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap, yaitu pengemasan primer dan sekunder. Pada pengemasan primer dilakukan pemeriksaan pada lipatan pada bagian belakang tube, sedangkan pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan antara kemas primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja Departemen Mutu (Quality Operation Department) Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemen mutu PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Release dan Document Control yang masingmasing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan

58 44 Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standard dan peraturan Authority lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QA yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Head of Quality Operation). Tujuan departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu (Quality Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain: SOP, training, PQR, validasi, customer complaint, non conformance, technical agreement, audit, change control, recall, CAPA. Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut: a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) 3. Catatan pengolahan bets/catatan pengemasan bets (Batch Record) 4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)

59 45 5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, rejected) 6. Protokol dan laporan validasi 7. Dokumen registrasi 8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, 9. Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain. Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu dimplementasikan pada kegiatan sehari-hari secara kontinu. Pelaksanaan yang kontinu perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan info dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan.

60 46 b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA bertanggung jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk ditinjau. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangi, dicetak pada lembar kertas salem, dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. SOP baru tersebut kemudian didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama. c. Penanganan Personil (Training) Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta

61 47 nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis Indonesia (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c- GMP dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-gmp antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Pada evaluasi efektifitas training, atasan umumnya menggunakan Training Effectiveness Evaluation Form (TEF). Form kemudian ditandatangani karyawan yang bersangkutan dan atasannya dan kemudian dikirimkan ke HRD bersama dengan fotokopi sertifikat training. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Pelatihan Karyawan, 2011). d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR) PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan

62 48 dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-gmp). Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu: 1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk. 2. Critical in process controls dan hasil produk jadi. 3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi. 4. Data deviasi. 5. Semua perubahan terkait dengan produk. 6. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak. 7. Hasil dari program stabilitas. 8. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi yang terkait. 9. Status kualifikasi dan validasi. Tinjauan Kualitas Produk merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara tahunan. Proses tersebut menilai kualitas setiap produk yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. Data yang diperlukan oleh bagian QA meliputi data bahan baku dan bahan kemas yang digunakan dalam produksi, hasil investigasi dan bets yang ditolak, data deviasi, OOS (Out of Specification), keluhan (Complaint), usulan perubahan (Change Control), penarikan kembali produk (Recall) dan ditolak (Reject), data hasil analisis dan stabilitas dari bagian QC, serta data dari bagian produksi yaitu data IPC dan validasi proses. Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan

63 49 produk tahunan ini akan disimpan oleh QA selama 6 tahun dan selanjutnya akan dimusnahkan. e. Kualifikasi dan Validasi Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Terdapat syarat sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satunya yaitu peralatan telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua mesin, instrument, bangunan, dan fasilitas yang ada di PT Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi Kualifikasi rancangan (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi operasioanal (Operational Qualification), kualifikasi kinerja (Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Beberapa jenis validasi yang dilakukan oleh PT Actavis Indonesia, yaitu: 1. Validasi Fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti water system,compressor, HVAC, dll. 2. Validasi alat, yang meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis. 3. Validasi metode analisis, yang dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan.

64 50 4. Validasi proses, yang memerlukan validasi proses yaitu produk baru, alat/mesin baru, penggantian bagian alat yang kritis yang dapat mempengaruhi proses, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif. 5. Validasi pembersihan (Cleaning Validation), yang memerlukan validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi silang (cross contamination), serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba. 6. Validasi komputer, dalam kegiatan validasi ini bagian QA berperan sebagai koordinator dimana semua kegiatan validasi dimasukkan dalam sistem komputer lalu dikoordinasikan oleh QA dan dilaksanakan oleh masing-masing departemen yang terkait. Sebelum melakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat suatu protokol validasi yang akan direview oleh QA. Setelah disetujui oleh manajer QA terkait dan direktur perencanaan, kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di QA dan bila diperlukan akan didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang akan membutuhkan yang dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen QA selama minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2005). f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan atau status registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi, metode analisa, premises, utilities, equipment, instrumen, sistem pemasok bahan baku dan bahan kemas, job description dari personel utama dan struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang

65 51 mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS, sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem change control atau kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software yang tervalidasi, yaitu process compliance (ProC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiator mendiskusikan usulan perubahan dengan departemen terkait, lalu change initiator menginformasikan usulan perubahan kepada QA representative yang selanjutnya meninjau kelayakan usulan perubahan tersebut. Setelah disetujui oleh QA representative, change initiator melakukan submit perubahan kedalam ProC dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative. Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk dilampirkan dalam proc. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Selanjutnya pembentukan tim (pemilihan HOD dan QA

66 52 Representative) serta dampak perubahan dilakukan oleh change owner. Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representativ dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh QA department. QA supervisor akan melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen ScA dan QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau dokumen atau sistem yang tekena efek dari perubahan tersebut. g. Mengadakan Audit Internal dan External Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri (self inspection) dan audit pemasok (vendor audit). 1. Inspeksi Diri (Self Inspection) Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam

67 53 CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk, terdiri dari manajer QA, direktur manufaktur, GMP compliance supervisor, dan beberapa manajer yang terkait. Manajer QA selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independent dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin (SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2009). Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: a. Inspeksi dibidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian QA. b. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS. Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Area-area yang

68 54 akan diinspeksi meliputi gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), semua area produksi, QC (laboratorium kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal), laboratorium pengembangan produk, engineering (utilities, gudang dan bengkel), registrasi, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi dan sarana penunjang lainnya seperti kantin dan limbah. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Inspeksi diri PT Actavis Indonesia dilakukan setiap tahun, dan jadwalnya disusun oleh QA. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahukan kepada auditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF, MPF dan TPF), engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC, Pengembangan Produk (Product Development) dan QA.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific Affair dan departemen personalia. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan pengoreksian (corrective action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. CAPA dikembalikan ke QA akan ditindaklanjuti sesuai dengan jadwal yang ada. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.

69 55 2. Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit) Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas,dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan LULUS. Untuk sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukan audit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate Auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013). h. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan bets oleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan bets yang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahaptahap kritis verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder,

70 56 kebenaran nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan bets dan laporan analisa, memberi cap APPROVED pada catatan bets jika bets diluluskan atau cap REJECTED bila bets ditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan bets disimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan. i. Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of Specification / OOS) Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi syarat, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi

71 57 yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal itu dikenal sebagai penyelidikan hasil diluar spesifikasi (OOS). Menurut jenisnya ada 2 macam penyimpangan yaitu penyimpangan kecil (minor defect) yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas produk, misalnya kesalahan mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa dan perekatan label kurang sempurna, dan penyimpangan besar (major defect) yaitu yang menyebabkan kegagalan bets karena secara langsung mempengaruhi kualitas produk misalnya kesalahan penggunaan bahan, kesalahan penimbangan, kesalahan pelaksanaan tahapan proses, tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan selama proses, misalnya keseragaman bobot, waktu hancur, warna, dan lain-lain. Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu, kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Pelaksanaan jika terjadi OOS yaitu : 1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahn di laboratorium misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan, peralatan, yang tidak terkalibrasi dan lai-lain 2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi. Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden yang terjadi.tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang di dapat, antara lain: 1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. 2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda.

72 58 3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test method dan farmakope. Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi tentang asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation). j. Penanganan Terhadap Keluhan (Complaint) Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut Efek Samping Obat (ESO), dan menyangkut Pharmacovigilance. Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian marketing akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farnakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke departemen QA, dimana Manajer QA sebagai deffect centre PT Actavis Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan pengemasan bets dibandingan dengan retain sample untuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu penyelidikan Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk dilakukan investigasi. k. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall) Penarikan produk (recall) dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya sampling dari

73 59 BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM), komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manajer QA, manajer QC, manajer produksi, dan lain-lain. Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari bets yang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recall, dilakukan simulasi, sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil di tarik kembali.

74 60 l. Technical Agreement Merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan control kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2012). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2009). Di samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup: 1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan kemas, proses produksi, pengawasan, selama dan setelah produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan kesalahan produksi. 2. Deskripsi produk. 3. Contact person. 4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas. 5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas. 6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory Compliance File) / SFP (Specification of Finished Product) untuk

75 61 produk-produk ekspor ke site Actavis yang lain Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP / Protap) yang diterapkan pada departemen pengawasan mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Pengawasan Mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB pula, bagian ini sebaiknya independen dan terpisah dari bagian lain, seperti produksi. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; membuat dan merevisi protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Analytical Method, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu Worksheet. Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Inspeksi Sampling

76 62 Bahan Baku dan Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material Inspection Supervisor). Untuk manajer laboratorium membawahi group leader Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor). Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General Chemical Laboratorium), Laboratorium Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory). a. Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium Group Leader) dan 12 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods). Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk-produk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian laboratorium QC berdasarkan kepada spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas sampling bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor RM Sampling dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian

77 63 supervisor bahan baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui monitoring suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel. Setiap hasil analisa, ditinjau kembali (review) oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem Mfg Pro. Hal-hal yang di review meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke manajer laboratorium (laboratory manager) untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label berwarna hijau (APPROVED) yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia maupun peralatan yang digunakan. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro.

78 64 Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin (beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum serah terima limbah dilakukan. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling checklist, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di review oleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari. Untuk Program Stabilitas dan Analisis Trend (Stability Program and Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sedang berlangsung (on going stability), yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia disamping memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi proses, bets dengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas produk yang

79 65 telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 C ± 2 C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 C ± 2 C dan tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25 C ± 2 C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan

80 66 nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di rak berdasarkan nama / kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample. Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau oleh manajer Quality Control Department dan disetujui oleh Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi.

81 67 Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk Change Control. Setelah Change Control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). b. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk), maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard acabinet untuk bahan-bahan yang toksik. c. Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling Dimulai sejak diterimanya checklist penerimaan barang dari gudang, yang kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan

82 68 benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari. Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas sampling (raw material inspector). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan label RELEASE. Tabel 3.1. Pengambilan Contoh Jumlah Contoh Jumlah yang diterima (N) Inspeksi level II (n1) Inspeksi level III (n2) atau lebih

83 69 Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin. Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2 No n1 n2 1 Pemasok baru 2 Desain baru 3 Produk baru 4 Pemasok lama yang tidak lolos inspeksi pada pengiriman sebelumnya Pemasok lama yang telah terbukti 5 kali pengiriman lolos inspeksi. 5 Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi diketemukan cacat lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat merubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang

84 70 dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin. Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label BERSIH pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas. Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut, dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan. Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker, kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label informasi mengenai nama zat, nama penyalur,

85 71 kadar, tanggal bahan datang, dan jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat Departemen Scientific Affairs/ SCA Scientific Affair merupakan suatu departemen yang membawahi tiga bagian, yatu bagian Regulatory Affair Indonesia, Regulatory Affair APRO (Asia Pasific Regional Officer) dan Medical. Regulatory Indonesia terbagi menjadi 3 team yakni OTC dan Food Suplemen, Etichal & Onko, Registrasi Variasi dan Artwork (develop kemasan produk). Aktifitas Regulatory Affairs Indonesia mulai dari saat bussiness development melakukan research di pasaran terhadap produkproduk yang sedang trend, bila sudah dilakukan searching market dan mendapat approval oleh pihak manajemen bahwa produk tersebut akan diluncurkan / release, maka data tersebut akan dimasukkan ke bagian RA Indonesia untuk diregistrasi agar mendapatkan nomor registrasi. Untuk pendaftaran registrasi dilakukan di badan POM. Setelah diregistrasi, dilakukan follow up sampai mendapat nomor registrasi. Setelah dapat nomor registrasi, dokumen diserahkan ke bagian bussiness development untuk persiapan launching produk. Desain kemasan juga dilakukan oleh bagian ini yang bekerjasama dengan supervisor bahan kemas dari QC serta bertanggung jawab mengenai desain kemasan dan mutu kemasan produk baik untuk dalam maupun luar negeri Regulatory Affair Indonesia juga betugas di bagian Eksport dan Produk transfer bertugas menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara yang minta eksport. Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasific termasuk ASEAN. Medical, bertugas untuk support untuk marketing saat akan launching produk baru dengan

86 72 memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain. Bagian medical juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain mengenai efek samping bahan aktif obat Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Department) Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama. Hal ini terdiri dari formulasi produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi. Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan copy, bukan untuk mencari zat kimia baru/new chemical entity. Hal ini dikarenakan kebijakan PT. Actavis yang memfokuskan diri pada produk obat generik dan copy. Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian pemasaran/business development. Dalam hal ini, bagian pemasaran/business development sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Pertemuan/meeting dapat dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya produk terkait. Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian product development yang produknya ditujukan pada pasar nasional. Bagian kedua adalah technology transfer yang produknya ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada

87 73 product development formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang tersedia, sedangkan pada technology transfer, formula produk didapatkan dari PT. Actavis Global Alur Kerja Pengembangan Produk a. Perencanaan Pengembangan formulasi di awali permintaan yang diinginkan oleh Business Development. Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut (untuk product development ) atau meminta Technical Data Package (untuk technology transfer ). Formula yang telah dirancang, akan dilakukan trial pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan trial, bahan-bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian Purchasing. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian analytical development. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses trial dapat dijalankan. b. Pengembangan Produk Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari trial atau produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi, dan dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi, baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan Operation Director dan Head of Technology Transfer. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang

88 74 disetujui oleh QA dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar. c. Monitoring Produk Jadi Produk yang telah diproduksi tersebut, akan tetap dimonitor perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah Product Lifecycle. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan sebagainya. d. Penjaminan Mutu Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan pengembangan produk tahap small scale, dan penanganan CAPA Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method (AM) melakukan evaluasi sebagai berikut : a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya: European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States Pharmacopoeia, dsb. b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya: kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb. c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap, misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke s, dsb. Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan Full Validation Method. Terdapat 3 Tahap Proses Pengembangan Metoda Analisa, yaitu adalah :

89 75 a. Mencari supplier reagen, kolom, reference standard dan alat-alat untuk pengembangan metoda analisa. b. Tahap trial metoda analisa. c. Tahap validasi: 1. Pembuatan protokol validasi. 2. Pengerjaan validasi. 3. Pembuatan laporan validasi. Bagian Analytical Method mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life produk Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Di PT Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu maintenance, utility dan EHS (Environment, Health, and Safety) Departemen Engineering Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. a. HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara.

90 76 Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan tekanan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas , dengan temperatur ruangan antara o C, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dengan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara o C. Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel (partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan

91 77 kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses. Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu. Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara lain kebersihan

92 78 partikel udara menggunakan particle counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturutturut mencakup pemeriksaan keberhasilan partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri, dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara area hitam dengan area abuabu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga, terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge (magnehelic). Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar. b. Kalibrasi Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah

93 79 kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi, serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun. Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan. c. Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT Actavis Indonesia adalah air bawah tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk

94 80 menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikroba-mikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk Departemen EHS (Environmental, Health and Safety) Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen EHS PT Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari PT Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu: a. Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten b. Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh organisasi. Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter, Jamsostek, dan P3K. sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja, penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit

95 81 akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan gabungan dari keduanya (unsafe action dan unsafe codition). Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut (transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin. a. Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik), hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT Wastec International dan PT Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang

96 82 sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan. b. Limbah Cair Limbah cair PT Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah domestik PT Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan limbah cair PT Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT Actavis, sebagai berikut: Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m2. Pada kolam I terjadi proses pengumpula dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan ph 6 9. Apabila ph dibawah 6 maka ditambahkan NaOH, bila ph diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau mengendap. Limbah cair kemudian disaring melalui filter I dan dipompa masuk ke kolam 2. Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai kapsitas 350 m2. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2 berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai kapasitas 150 m2. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3 dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan

97 83 dapt digunakan untuk menyiram kebun. Kontrol biologis dilakukan dengan memelihara ikan. Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4. Untuk pematauan biologis pada kola mini dipelihara ikan mas. Ila dalam keadaan normal maka ika mas berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan terdapat luka luka. Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, ph limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT Actavis Indonesia untuk pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah. c. Limbah Penisillin Limbah penisillin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH ph Dengan demikian cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin tidak aktif lagi.

98 BAB 4 PEMBAHASAN Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga konsistensi mutunya dalam setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang digunakan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang bermutu adalah Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). PT. Actavis Indonesia merupakan salah satu Perusahaan Modal Asing (PMA) yang terdapat di Indonesia yang diresmikan pertama kali pada tanggal 8 November 1969 dengan nama PT Dumex Indonesia. PT. Actavis Indonesia berada di bawah Actavis Group yang merupakan perusahaan generik bertaraf internasional nomor tiga terbesar di dunia, berpusat di Swiss. Saat ini, Actavis merupakan perusahaan dengan lebih dari karyawan yang tersebar di lebih dari 40 negara. PT Actavis Indonesia memproduksi lebih dari 100 jenis molekul produk yang terdiri atas antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, trankuilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi PT Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan enema. Selain dipasarkan untuk pasar lokal, produk-produk tersebut juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia Pasifik. PT. Actavis Indonesia sebagai salah satu PMA yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan diperolehnya 14 sertifikat GMP untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk, cairan, dan semipadat dari BPOM pada tahun 2011; dan sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukranian Authority pada tahun Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam menjalankan kegiatannya PT. Actavis Indonesia terbagi dalam beberapa departemen, antara lain Departemen Keuangan (Finance), IT (Information Technology), SDM (Human Resource /HRD), Mutu (Quality 84

99 85 Operation), Manajemen Bahan Baku (Material Management), Operasi (Produksi dan PPIC), Teknik (Engineering dan EHS), Pengembangan Produk (Product Development/PD), Scientific Affairs (SCA), serta departemen Pemasaran (Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales. Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management) membawahi departemen Purchasing, Gudang, serta Ekspor. Departemen Purchasing di PT. Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement. Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang. Departemen Purchasing ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian raw material, packaging material, dan pengadaan indirect material. Indirect material ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Sedangkan raw material dan packaging material disebut sebagai direct material, karena menghasilkan produk obat. Departemen purchasing melakukan pembelian berdasarkan permintaan produk (order) dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk produksi. Selanjutnya permintaan-permintaan tersebut akan diterjemahkan menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan atas jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan. Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian purchasing yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT. Actavis memiliki approval supplier list, dimana bagian purchasing hanya diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari supplier-supplier yang sudah disetujui dan diketahui memiliki kualitas yang baik.

100 86 Bagian gudang merupakan salah satu bagian dari departemen material management. Bagian gudang bertugas menerima, menyimpan dan mendistribusikan material bahan baku dan bahan kemas yang berkaitan dengan produksi berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC dan produk jadi ke distributor. Bagian ini memiliki tanggung jawab yang besar sebab jika bahan baku atau bahan kemas yang datang dari pemasok tidak disimpan dan dikondisikan dengan baik maka dapat menyebabkan material rusak ataupun hilang. Setiap barang yang datang dari supplier akan diberi label QUARANTINE berwarna kuning. Sebelum barang digunakan untuk proses produksi, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa diberi label QC HOLD berwarna kuning hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC diberi label RELEASE berwarna hijau. Sedangkan barang yang ditolak diberi label REJECTED berwarna merah dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dikembalikan ke supplier. Untuk produk jadi, proses pendistribusian ke distributor oleh gudang dilakukan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Produk yang didistribusi adalah produk yang sudah lulus uji dari bagian QC. Setelah picklist dikirim ke bagian keuangan, bagian gudang akan menyiapkan produk yang diminta. Setelah barang siap, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok di sistem, mencetak invoice, kemudian barang akan diserahkan ke distributor. Departemen perencanaan (PPIC) PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). Departemen ini bertanggung jawab untuk mengatur order yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group) serta toll manufacturing. Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan ekspor, terdapat pula forecast. Forecast ini merupakan perkiraan penjualan, yang diperoleh dari hasil analisa tim marketing berdasarkan trend tahun lalu. Order dari marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia disebut Mfg Pro. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang

101 87 dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Purchasing. Selain berkaitan erat dengan bagian purchasing, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi, guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order (Pick List) berisi perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk produksi. Setelah PPIC membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga pemenuhan barang berlangsung 3 bulan, sehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas yaitu Fasilitas Betalaktam (Beta-Lactam Facility/BLF), Fasilitas Multiproduk (Multy Product Facility/MPF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility /TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian QA. Terdapat dua jenis ruangan di fasilitas produksi PT. Actavis Indonesia, yaitu Area Abu-abu (Grey Area) dan Area Hitam (Black Area). Area Abu-abu (Grey Area) digunakan untuk proses dispensing, produksi dan pengemasan primer, sedangkan Area Hitam (Black Area) digunakan untuk proses pengemasan sekunder. Tiap fasilitas produksi memproduksi bentuk sediaan yang berbeda-beda, misalnya untuk sediaan semipadat diproduksi di TPF, sediaan padat dan cair non betalaktam dilakukan di MPF, sedangkan BLF hanya khusus memproduksi produk-produk beta laktam/penisilin dalam bentuk tablet kapsul dan dry syrup.

102 88 Dalam melakukan proses produksi, operator produksi dilengkapi dengan alat pelindung diri. Beberapa diantaranya seperti sarung tangan, kacamata, penutup telinga, dan baju pelindung khusus untuk produk-produk yang sangat berdebu. Dari segi standar ruangan, masing-masing fasilitas telah dilengkapi dengan sistem Airlock (ruang penyangga), dengan tujuan untuk membatasi pertukaran udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses penyiapan alat, pembersihan mesin, penimbangan, dan produksi yang dilakukan pada bagian BLF pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF). Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di area produksi adalah kpa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan untuk melakukan proses produksi. Sebelum memasuki area produksi, terdapat standar operasional (SOP) yang harus dilakukan oleh karyawan, maupun pengunjung. Saat memasuki ruang ganti, pertama diharuskan mengganti sepatu dengan sepatu area hitam, ataupun menggunakan penutup sepatu (shoes cover). Selanjutnya, mengganti baju dengan menggunakan baju area hitam dan bila ingin memasuki ruangan produksi area abu-abu maka diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus (overall), penutup kepala, sepatu khusus atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover), dan masker. Selanjutnya, karyawan dan pengunjung diwajibkan untuk mencuci tangan dan menggunakan desinfektan. Semua prosedur ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang dihasilkan. Dalam semua proses produksi, operator produksi diwajibkan untuk selalu membaca MPPCR (job sheet) dan tidak diperkenankan untuk menghafal agar tidak terjadi kesalahan dalam proses pembuatan obat. Semua hal dalam proses

103 89 produksi harus terdokumentasikan dengan baik, mulai dari bahan baku yang diterima, kebersihan mesin, log book penggunaan mesin, pengaturan aktual mesin, sampai hasil produk ruahan yang diperoleh, dan berapa banyak produk reject dalam proses produksi. Proses pengisian job sheet menggunakan tinta biru untuk menjaga keaslian dari dokumen. Dalam tiap tahap produksi, operator selalu melakukan optimasi terlebih dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam job sheet. Produk hasil optimasi ini dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot tablet, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC yang dilakukan meliputi: kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul, panjang kapsul, dan waktu hancur. Sampel produk hasil IPC dikategorikan sebagai reject IPC. Selain IPC, operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh Laboratorium Kimia dan Mikrobiologi. Sampel tersebut dikirim untuk dilakukan uji antara lain: Final mixing blend uniformity, Carr s Index, Particle size distribution, Disolusi dan Content Uniformity dan mikrobiologi. Pada BLF, semua orang yang akan memasuki BLF sebelumnya dilakukan tes alergi terhadap penisilin terlebih dahulu dan sebelum keluar dari BLF. Karyawan maupun pengunjung BLF diwajibkan untuk mandi jika akan keluar dari gedung BLF. Sistem airlock pada ruang betalaktam sedikit berbeda dengan MPF dan TPF. Pada BLF, koridor grey area memiliki tekanan udara (+++). Udara dari koridor grey area masuk ke ai lock cutdown yang tekanan udaranya (++), selanjutnya ke airlock sink yang tekanan udaranya (+). Di sebelah air lock sink terdapat air lock bubble yang dekat dengan black area dengan tekanan udara (++). Hal ini bertujuan untuk menahan udara agar tidak kembali ke ruang produksi beta laktam serta mencegah adanya udara yang keluar dari area produksi. Proses produksi sediaan padat di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan

104 90 baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH ph 10. Sebelum dilakukan pengemasan primer, produk-produk ruahan disimpan dalam ruangan WIP (Work in Process), dan diberikan label berwarna ungu. Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi dan WIP untuk psikotropika. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci. Secara umum uraian mengenai produksi diatas menunjukkan bahwa dalam bidang produksi, PT. Actavis Indonesia telah memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan oleh CPOB atau GMP. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen, yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses pengawasan mutu (QC) dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu (QA). Untuk itu, kedua departemen ini berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi), dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA. QA memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Agar proses yang dilakukan selalu sama untuk mendapatkan obat dengan mutu yang seragam, maka QA bertanggungjawab dalam pembuatan Standard Operating Procedure (SOP). SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka

105 91 harus disertakan dokumen Change control (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait. Change control diperlukan untuk mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula, pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mereview dan menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait. Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah perlu dilaporkan kepada pihak authority dan diinformasikan mengenai perubahan yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait. Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record (MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen registrasi, dan dokumen Change control. SOP dibuat oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen Change control

106 92 (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang, disesuaikan dengan template SOP, dicetak, diperbanyak, dan didistribusikan ke bagian yang terkait.spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk jadi sebelum atau selesai digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi secara lengkap dan terperinci semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produk. Dalam MPPCR terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing, filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirmkannya pada bagian QA untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Pelatihan Karyawan, 2009). Selain training tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility), validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (Process Validation), validasi pembersihan (cleaning).

107 93 Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setiap tahun pada tiap bets produk yang diluluskan. Peninjauan mutu produk tersebut dilakukan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. Implementasi GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus terkontrol maka perlu diadakannya inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh komite dari pengawasan mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap semua yang berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu analisis report, batch record, dan laporan validasi untuk setiap batch validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor audit dan toll out manufacturing audit. Hal ini bertujuan untuk bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang digunakan di Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produk nya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (PICS). Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi. PT. Actavis Indonesia menganut Europe GMP, maka untuk pelulusan obat jadi juga dibutuhkan tandatangan dari seorang qualified person. Dalam menangani Technical Agreement yaitu jika tidak adanya fasilitas yang memadai seperti PT. Actavis Indonesia yang tidak memiliki fasilitas steril sedangkan perusahaan memiliki produk steril maka dilakukan pembuatan produk steril di pabrik lain dan terdapat kontrak dengan perusahaan tersebut. Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC jika tidak terdapat

108 94 kesalahan laboratorium maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika terdapat OOS, maka harus dilaksanakan investigasi dan harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan yang mungkin memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan dan penyebab OOS atau hasil uji tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa cacat produk seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat sedangkan jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh medical yang terdapat di Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari costumer, dari pabrik atau produsen (misalnya stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pratinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen.

109 95 Jika setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keamsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembali yaitu departemen QA yang menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa batch. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali). Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia berpusat pada formulasi obat, analisa metode dan penanganan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk, reformulasi/ formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan departemen pengembangan bisnis (Bussines Development) berdasarkan pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk. Pada produk yang mengalami keluhan, yang dilakukan adalah penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian melakukan formulasi ulang jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau pengantian kemasan jika berkaitan dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk

110 96 transfer, semua SPF (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) didapat dari Actavis Group kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Group dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di Negara tempat obat tersebut beredar dan di Indonesia. Pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) terdapat alat yang digunakan untuk uji coba beserta validasi metode analisis namun perlu beberapa tambahan alat seperti spektrofotometri, AAS dan GC. Departemen Engineering dan EHS merupakan unit yang penting dalam kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan.

111 97 EHS merupakan suatu bagian dari Engineering yang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Pengolahan limbah di PT. Actavis Indonesia merupakan tanggung jawab dari bagian EHS. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-b3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair. Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin, buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri. Metode pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan secara 4 tahapan. Sedangkan limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastek Internasional dan PT. Indocement. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2%, barulah kemudian dilakukan pembuangan sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair. Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat resiko, seperti pemeriksaan pendengaran untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin. Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung

112 98 jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter parameter yang menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau. Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study). Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka ada dua laboratorium yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi multiproduk dan Topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mirkoba terhadap fasilitas dan bangunan.

113 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat disimpulkan bahwa : a. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa di segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik. Semua bagian di dalam struktur organisasi PT Actavis Indonesia juga telah dapat bekerja sama dan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan nyaman b. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan yang penting yaitu, menjadi personil kunci antara lain sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. 5.2 Saran a. Tetap mempertahankan kerjasama yang baik antar departemen pada PT Actavis Indonesia sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik. b. Terus menjaga dan mempertahankan kualitas produk sesuai dengan CPOB atau GMP yang telah ada. 99

114 100 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Approved Supplier. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis Indonesia PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2011). SOP Pelatihan Karyawan. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Pembersihan Mesin Secara Umum. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2009). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta: PT. Actavis Indonesia.

115 LAMPIRAN

116 102 Lampiran 1. Struktur Manajemen Operasional PT Actavis Indonesia

117 103 Lampiran 1. (lanjutan)

118 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 PENYUSUNAN SPESIFIKASI DAN METODE ANALISA BAHAN BAKU DAN PRODUK JADI TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI AMALIA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

119 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 PENYUSUNAN SPESIFIKASI DAN METODE ANALISA BAHAN BAKU DAN PRODUK JADI TUGAS KHUSUS KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker HERDIYANTI AMALIA, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

120 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengawasan Mutu Spesifikasi Spesifikasi Kualitas Metode Analisa Validasi Metode Analisa Lembar Peninjauan Revision History Sistem Kontrol Perubahan... 8 BAB 3 METODE PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengendalian mutu produk Penyusunan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku atau Produk Jadi Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN iii

121 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku Lampiran 2. Penyusunan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku atau Produk Jadi Baru Lampiran 3. Diagram Alir Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku dan Produk Jadi Berdasarkan Farmakope Edisi Terbaru Lampiran 4. Diagram Alir Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku Produk Jadi Lampiran 5. Contoh Lembar Peninjauan Spesifikasi dan Metode Analisa Lampiran 6. Contoh spesifikasi Hydrochlorothiazide Lampiran 7. Contoh metode analisa Hydrochlorothiazide Lampiran 8. Contoh Gap Analysis iv

122 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh merupakan hal yang sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Obat merupakan bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat yang harus memenuhi persyaratan kualitas, keamanan, dan efikasi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan menjaga mutu obat yang dihasilkan oleh industri farmasi. Setiap tahapan pada proses produksi obat dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (CPOB, 2012). Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen di semua jajaran departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Pengawasan dan pemastian mutu tercantum dalam elemen pertama CPOB yaitu manajemen mutu (Quality Management). Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dokumentasi merupakan hal yang penting untuk memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan karena komunikasi lisan. Jenis dokumentasi yang harus ada dalam departemen pengawasan mutu antara lain spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, laporan, dan catatan. 1

123 2 Kegiatan pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari awal pembuatan sampai distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis, seperti pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan. Prosedur pelulusan memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya pihak yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk

124 3 menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi, dokumen produksi induk/ formula pembuatan, prosedur, metode, instruksi, laporan, dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan selama pembuatan. Dokumen ini digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi mutu, baik bahan baku, bahan kemas, produk jadi, maupun produk ruahan. Maka, perlu dibuat daftar spesifikasi dan metode analisa yang jelas untuk setiap bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, dan produk jadi. Sebagai dasar evaluasi, parameter-parameter pada dokumen spesifikasi dan metode analisa harus sesuai dengan yang tertera pada kompendia (farmakope), kecuali untuk spesifikasi produk jadi dapat mengacu pada spesifikasi internal. Oleh karena itu, dokumen tersebut harus selalu diperbaharui dan diperlukan tindakan revisi dengan mengacu pada farmakope edisi terbaru Tujuan Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui persiapan dalam penyusunan dan revisi spesifikasi dan metode analisa bahan baku dan produk jadi di PT. Actavis Indonesia.

125 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawasan Mutu (Quality Control) Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB yang berhubungan dengan semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Material yang belum diluluskan tidak digunakan dan produk belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa: a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB. b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil terlatih dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu. c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi. d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi. e. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar. 4

126 5 f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar. Pengawasan Mutu di industri farmasi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa (Priyambodo, 2007): a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanan yang telah ditetapkan. b. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelum didistribusikan. c. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang telah ditetapkan. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan Spesifikasi Spesifikasi didefinisikan sebagai deskripsi suatu bahan (bahan awal, produk antara, produk ruahan atau obat jadi) mengenai sifat kimiawi, fisis, dan biologi (jika ada) (Priyambodo, 2007). Spesifikasi tersebut menyatakan standar dan toleransi yang diperbolehkan yang biasanya dinyatakan secara deskriptif dan numeris. Tiap spesifikasi harus disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan Mutu, juga disetujui oleh kepala bagian Pemastian Mutu (QA manager). Spesifikasi mencantumkan parameter parameter yang menjadi kriteria yang harus dipenuhi oleh bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi, saat diuji sesuai dengan prosedur analisa yang tertera, dan akan memenuhi kriteria peneriamaan yang terdaftar. Spesifikasi standar mutu yang penting adalah yang didaftarkan oleh produsen dan disetujui oleh badan pengawas.

127 6 Spesifikasi untuk bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi harus diotorisasi dan diberi tanggal, jika sesuai maka spesifikasi tersebut juga harus tersedia untuk produk antara atau produk ruahan (MHRA, 2007). Spesifikasi produk baik pada produk antara maupun produk ruahan harus disertakan bila produk tersebut dibeli atau dikirim dari tempat lain, atau bila data yang dibuat dari produk antara telah digunakan untuk evaluasi produk jadi. Spesifikasi produk antara atau produk ruahan tersebut harus sesuai dengan spesifikasi pada bahan baku atau pada produk jadi (MHRA, 2007) Spesifikasi Kualitas Spesifikasi kualitas merupakan spesifikasi yang disahkan dan diberi tanggal yang mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk sebelum atau setelah digunakan suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material (SOP Penganganan Spesifikasi dan Metode Analisa). Spesifikasi kualitas dapat berupa bagian dari master dokumen bahan baku atau produk. Spesifikasi kualitas untuk produk jadi dapat berupa bagian dari suatu kesepakatan teknis (technical agreement) yang telah dinyatakan berlaku. Spesifikasi meliputi informasi berisi: a. Deskripsi bahan mencakup: Nama bahan baku sesuai yang ditentukan; Nomor (kode) produk, nomor spesifikasi; Tanggal spesifikasi tersebut berlaku (valid date); Rujukan monografi; Standar mikrobiologis; Nama produsen dan pemasok yang disetujui. b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan d. Kondisi penyimpanan termasuk kondisi penyimpanan sampel di laboratorium sebelum dianalisa dan tindakan pengamanan e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. f. Nama lengkap dan tanda tangan dari pembuat spesifikasi serta tanggal pembuatan, QC manager serta tanggal peninjauan, QA manager serta tanggal persetujuan, dan personel yang menetapkan spesifikasi tersebut sudah tidak berlaku lagi serta tanggal penetapan.

128 Metode Analisa Metode analisa adalah uraian analisa dari parameter atau persyaratan yang tercantum dalam spesifikasi. Poin-poin yang tertera pada metode analisa sama seperti yang tertera pada spesifikasi (SOP Penanganan Spesifikasi dan Metode Analisa) Validasi Metode Analisa Validasi Metode Analisa adalah suatu tindakan pembuktian yang terdokumentasi yang memberikan kepastian bahwa metode analisa yang digunakan akan memberikan hasil analisa yang menggambarkan kualitas bahan yang diuji secara konsisten (SOP Pedoman Pelaksanaan Validasi Metode Analisa). Metode analisis hendaklah divalidasi kecuali metode yang digunakan tersebut terdapat dalam farmakope yang relevan atau rujukan standar lain yang diakui. Meskipun demikian kesesuaian semua metode pengujian yang digunakan harus diverifikasi pada kondisi aktual penggunaan dan didokumentasikan. Metode hendaklah divalidasi dengan mempertimbangkan karakteristik yang tercakup dalam ICH Guidelines tentang validasi metode analisis. Tingkat validasi analitis yang dilaksanakan hendaklah menggambarkan tujuan analisis dan tahapan proses produksi Bahan Aktif Obat. (CPOB, 2012) 2.6. Lembar Peninjauan Lembar peninjauan/perubahan spesifikasi dan metode analisa adalah laporan hasil peninjauan dan perubahan spesifikasi dan metode analisa yang masih berlaku terhadap farmakope. Pada kolom Parameter diisi oleh parameter analisa yang terdapat pada spesifikasi yang maih berlaku ataupun yang akan ditambahkan pada spesifikasi yang baru berdasarkan acuan farmakope terbaru. Pada kolom Referensi diisi dengan referensi yang menjadi acuan peninjauan/perubahan. Pada kolom Peninjauan/Perubahan diisi dengan hasil peninjauan terhadap farmakope dimana semua parameter harus dituliskan (SOP Penganganan Spesifikasi dan Metode Analisa).

129 8 Jika perubahan diimplementasikan, maka diberi tanda checklist pada kolom Ya dan jika tidak diimplementasikan makan diberi checklist pada kolom Tidak. Jika implementasi tidak dapat dilakukan maka reviewer dapat mencantumkan usulan/perbaikan pada kolom catatan. Contoh lembar peninjauan dapat dilihat pada lampiran Riwayat Perubahan (Revision History) Revision history merupakan lembar yang berisi catatan setiap perubahan pada spesifikasi dan metode analisa. Revision History ditandatangani oleh Quality Control Specification and Analitycal Method Validation Supervisor, Quality Control Manager, dan Quality Assurance Manager (SOP Penganganan Spesifikasi dan Metode Analisa) Sistem Kontrol Perubahan (Change Control System) Change Control System adalah suatu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses, maupun produk (SOP Kontrol Perubahan). Perubahan diklasifikasikan menjadi dua yaitu perubahan major dan perubahan minor. Perubahan major adalah perubahan yang berkaitan dengan dokumen registrasi, spesifikasi bahan/produk, metode analisa bahan/produk, data stability dan validasi, Mfg Pro mapun MPPCR (Master Production and Process Control Report) sehingga harus dilakukan variasi. Sedangkan perubahan minor adalah perubahan yang tidak berhubungan dengan dokumen registrasi, spesifikasi bahan/produk, metode analisa bahan/produk, data stability dan validasi, Mfg Pro mapun MPPCR tidak signifikan. Semua perubahan yang terdapat dalam change control adalah perubahan yang berpengaruh pada mutu, keamanan, dan efikasi produk dan aspek EHS. Jenis-jenis perubahan dibagi menjadi tujuh yaitu: a. Perubahan spesifikasi dan metode analisa. b. Perubahan proses dan formula. c. Perubahan pada bahan pengemas.

130 9 d. Perubahan pemasok bahan baku. e. Perubahan dokumen. f. Perubahan alat, bangunan dan fasilitas, serta sistem penunjang. g. Perubahan lainnya yang terkait dengan GMP.

131 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2 Oktober 2013 bertempat di Departemen Quality Control PT. Actavis Indonesia Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulusuran literatur (studi pustaka) berupa CPOB 2012 dan Standard Operating Prosedur PT. Actavis Indonesia. 10

132 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengendalian mutu produk Upaya pengendalian mutu produk perlu dilakukan untuk menciptakan produk obat yang berkualitas. Dalam upaya tersebut perlu dibuat suatu sistem pemastian mutu sehingga produk yang dihasilkan akan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan menjadi konsep luas yang mengendalikan setiap proses yang dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. CPOB mencakup beberapa aspek pengawasan yang digunakan sebagai pedoman pemastian mutu yang termasuk didalamnya adalah sistem dokumentasi yang merupakan bagian esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi dalam operasional penting untuk menghindari kesalahan penafsiran komunikasi lisan juga sebagai bukti tertulis yang dapat ditelusuri yang mencakup setiap langkah dan perubahan yang dilakukan dalam suatu proses produksi. Bentuk dokumentasi yang harus tersedia yaitu spesifikasi, metode analisa, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur, metode, dan instruksi, laporan, dan catatan. Spesifikasi merupakan bagian dari cara pengendalian secara keseluruhan untuk memastikan kualitas dan konsistensi produk. Spesifikasi merupakan dokumen yang berisi persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan awal yang digunakan atau bahan yang diperoleh selama pembuatan. Spesifikasi tidak hanya ditentukan pada produk akhir atau produk jadi, tetapi juga pada bahan baku, bahan kemas, dan produk antara/produk ruahan. Tujuan dibuatnya dokumen spesifikasi ini adalah untuk menjaga kualitas produk jadi tetap seragam dalam batasan yang telah ditentukan. Persyaratan tersebut kemudian diuraikan secara terperinci pada dokumen metode analisa. Pada PT. Actavis Indonesia, dokumen spesifikasi dan metode analisa dibuat dalam form internal tersendiri dan dibuat sistem penomoran untuk mempermudah dalam penyimpanan dan terutama dalam penelusuran dokumen. Penomoran pada spesifikasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan pada SOP. 11

133 Penyusunan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku atau Produk Jadi Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat oleh Spesification and Analytical Method Supervisor dengan mengacu pada : a. Farmakope (European Pharmacopoeia, United States Pharmacopeia, British Pharmacopoeia, dan Japanese Pharmacopoeia), b. Metode analisa yang telah dikembangkan oleh New Product Development Department (NPD) PT. Actavis Indonesia, c. Master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out) dan Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan baku untuk ketentuan pengemasan, penyimpanan, penanganan, proteksi personal dan periode reanalisis maksimum yang harus selalu diperbaharui berdasarkan suplemen terbaru pada farmakope acuan. Spesifikasi dan Metode Analisa dibuat karena adanya Change Control yang mengharuskan terjadinya revisi terhadap spesifikasi dan/atau metode analisa bahan baku atau produk jadi dari versi yang masih berlaku namun perubahan yang diusulkan masih harus menunggu persetujuan dari otoritas sebelum diimplementasikan. Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, disiapkan dan ditandatangani oleh Supervisor yang bersangkutan, di review dan ditandatangani oleh manager Quality Control Department dan disetujui oleh Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa Dokumen spesifikasi dan metode analisis direvisi saat tiga bulan sebelum tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, parameter-parameter pada spesifikasi dan metode analisa harus disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru, sebagai acuan utama dimana perubahan tersebut harus disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode

134 13 analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi. Sehingga, perlu dilakukan revisi terhadap dokumen tersebut setiap ada farmakope edisi terbaru. Sesuai dengan SOP Change control, bila ada perubahan yang dikehendaki, supervisor harus mengajukan usulan perubahan. Usulan perubahan tersebut kemudian akan diproses. Namun bila perubahan tersebut diakibatkan oleh usulan dari pihak lain, misalnya disebabkan oleh perubahan parameter dalam proses produksi, maka usulan perubahan spesifikasi dan metode analisa tidak perlu diajukan. Informasi mengenai adanya usulan perubahan dari pihak lain yang mengakibatkan adanya perubahan pada spesifikasi dan metode analisa akan diberikan oleh Departemen QA. QA Administrator akan memberi fotokopi dari usulan perubahan kepada supervisor terkait. Kemudian dilakukan proses revisi maksimal dalam waktu 3 bulan sejak tanggal approval lembar kontrol perubahan. Sebelum melakukan perubahan pada spesifikasi dan metode analisa, hal pertama yang dilakukan adalah membuat Gap analysis dengan membandingkan keseluruhan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope acuan edisi terbaru. Setelah gap analysis dibuat, adanya perubahan pada spesifikasi dan metode analisa dan poin-poin perubahan yang terjadi dimasukkan ke dalam lembar peninjauan. Lembar peninjauan tersebut akan di review oleh QC Manager dan disetujui oleh QA Manager. Jika berdasarkan Gap analysis tidak terdapat adanya perubahan, maka spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya hanya perlu dijustifikasi bahwa dokumen tersebut telah direvisi. Namun, jika terdapat perubahan, maka perlu dilakukan verifikasi metode analisa terhadap kemampuan atau ketersediaan peralatan dan bahan di pabrik. Berdasarkan Gap analysis, dalam spesifikasi dan metode analisa Hydrochlorothiazide ini, terdapat perubahan pada parameter related substances dan parameter assay, yang tidak terdapat pada EP edisi sebelumnya. Dengan demikian, perlu dilihat apakah metode analisa related substances yang terdapat pada EP dapat diaplikasikan, dengan melakukan pengecekan:

135 14 a. Ketersediaan peralatan yang sesuai seperti yang tertera pada kondisi kromatografi lapis tipis, contohnya pada development plat, kolom, detektor. b. Ketersediaan reagen yang diperlukan dalam preparasi larutan seperti test solution dan reference solution, dan reagen yang digunakan untuk melakukan analisa, contohnya fase diam, fase gerak. Setelah Change Control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat dan dilakukan re-analisis terhadap parameter-parameter penting terutama yang berkaitan dengan stabilitas yaitu penetapan kadar dan kemurnian. Jika peninjauan tidak disetujui, maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditindaklanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). Setelah itu, usulan perbaikan atau usulan metode akan diujicobakan dan divalidasi. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama 6 (enam) tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11(sebelas) tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku (SUPERSEDED). Control dokumen dilakukan dengan cara penarikan spesifikasi lama dari masing-masing departemen dan digantikan dengan spesifikasi baru yang telah mengalami perubahan didistribusikan ke masing-masing departemen, diantaranya Departemen Quality Control itu sendiri, baik kimia maupun mikrobiologi, Departemen Research and Development (New Product Development), Departemen Registrasi (Scientific Affair), dan departemen lain yang terkait. Spesifikasi dan metode analisa harus memiliki sistem dokumentasi yang jelas, misalnya melalui sistem penomoran sebagai sistem pengawasan distribusi dokumen. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam traceability suatu dokumen, dan untuk mencegah penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku lagi.

136 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a. Penyusunan dan revisi dokumen spesifikasi dan metode analisis sangat penting karena berisi informasi mengenai deskripsi bahan, parameter serta prosedur analisa dan limit dari setiap parameter. b. Dokumen spesifikasi dan metode analisis dibuat dengan mengacu pada farmakope (European Pharmacopoeia, United States Pharmacopeia, British Pharmacopoeia, dan Japanese Pharmacopoeia), dan dokumen tersebut harus selalu diperbaharui sesuai dengan monografi pada farmakope edisi terbaru. c. Revisi spesifikasi dan metode analisa diawali dengan membuat gap analysis, lembar peninjauan, uji verifikasi, dan usulan perubahan, setelah seluruhnya disetujui baru kemudian dibuat dokumen versi terbaru dan dilakukan kontrol dokumen dengan menarik seluruh spesifikasi dan metode analisis yang lama dan menggantinya dengan spesifikasi dan metode analisis yang baru pada departemen-departemen yang terkait Saran Dibutuhkan penambahan pada jumlah sumber daya manusia untuk menangani pembuatan, revisi, distribusi, dan penarikan spesifikasi dan metode analisa bahan baku dan produk jadi, mengingat banyaknya jumlah bahan baku yang digunakan dan produk jadi yang dibuat di PT. Actavis Indonesia agar spesifikasi dan metode analisa yang digunakan akan selalu mengikuti dan sesuai dengan perkembangan dan pembaruan dari farmakope. 15

137 DAFTAR ACUAN BPOM RI. (2012). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. European Pharmacopoeia Commission, Council of Europe European Directorate for the Quality of Medicines. (2010). European Pharmacopoeia 7th edition. Strasbourg : Council of Europe. European Pharmacopoeia Commission, Council of Europe European Directorate for the Quality of Medicines. (2012). European Pharmacopoeia 7th edition Supplement 7.6. Strasbourg : Council of Europe. MHRA, Rules and Guidance for Pharmaceutical Manufacturers and Distributors. (2007). London: Pharmaceutical Press. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Penanganan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku dan Produk Jadi. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Penanganan Spesifikasi dan Metode Analisa Produk Jadi Untuk Keperluan Registrasi. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2010). SOP Kontrol Perubahan. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2012). SOP Pembuatan dan Revisi Spesifikasi Pada Mfg Pro. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT Actavis Indonesia. (2009). SOP Pedoman Pelaksanaan Validasi Metode Analisa. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. 16

138 LAMPIRAN

139 18 Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku Bahan baku Berdasarkan farmakope terbaru (QC) Membuat spesifikasi dan metode analisa baru (QC) Approval spesifikasi dan metode analisa baru (QC) Input ke Mfg Pro (QC) Distribusi (QC)

140 19 Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Spesifikasi dan Metode Analisa Produk Jadi Baru Produk Jadi Berdasarkan validasi metode analisa/ transfer metode (NPD) Membuat spesifikasi dan metode analisa baru (QC) Approval spesifikasi dan metode analisa baru (QA - QC) Input ke Mfg Pro (QC) Distribusi (QC)

141 20 Lampiran 3. Diagram Alir Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku dan Produk Jadi Berdasarkan Farmakope Edisi Terbaru Farmakope edisi terbaru Membuat Gap analysis dan lembar peninjauan terhadap spesifikasi dan metode analisa yang masih berlaku (QC) Review (QC) Hasil peninjauan (QC) Approved (QA - QC) Not approved (QC) Tidak terdapat perubahan pada farmakope edisi terbaru Terdapat perubahan pada farmakope edisi terbaru Usulan/perbaikan (QC) Justifikasi Membuat usulan perubahan spesifikasi dan metode analisa (QC) Verifikasi atau validasi metode analisa (jika diperlukan (QC/NPD) Approval spesifikasi dan metode analisa yang baru (QA - QC) Input ke Mfg Pro (QC) Distribusi (QC)

142 21 Lampiran 4. Diagram Alir Revisi Spesifikasi dan Metode Analisa Bahan Baku dan Produk Jadi Berdasarkan Non Farmakope Non Farmakope Membuat Gap analysis dan lembar peninjauan terhadap spesifikasi dan metode analisa yang masih berlaku (QC) Review (QC) Hasil peninjauan (QC) Approved (QA - QC) Not approved (QC) Membuat usulan perubahan spesifikasi dan metode analisa (QC) Usulan/perbaikan (QC) Approval spesifikasi dan metode analisa yang baru (QA - QC) Verifikasi atau validasi metode analisa (jika diperlukan (QC/NPD) Input ke Mfg Pro (QC) Distribusi (QC)

143 22 Lampiran 5. Contoh Lembar Peninjauan Spesifikasi dan Metode Analisa Nama bahan baku : Item No. : Specification No. : Analytical Method No. : Referensi : LEMBAR PENINJAUAN SPESIFIKASI DAN METODE ANALISA Parameter Referensi Peninjauan/Perubahan Implementasi Ya Tidak Catatan : Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) : No. CAPA : Proposed by : Reviewed by : Approved by :

144 23 Lampiran 6. Contoh spesifikasi Hydrochlorothiazide SPECIFICATION HYDROCHLOROTHIAZIDE Manufacturer : Supplier : C 7 H 8 ClN 3 O 4 S 2 Mr DEFINITION 6-Chloro-3,4-dyhydro-2H-1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonamide-1,1-dioxide. CHARACTERS Appearance : White or almost white, crystalline powder. Solubility : Very slightly soluble in water, soluble in acetone, sparingly soluble in ethanol (96 %). It dissolves in dilute solutions of alkali hydroxides. It shows polymorphism (5.9). IDENTIFICATION First identification : A. Infrared absorption spectrophotometry : Conform (2.2.24) Comparison : hydrochlorothiazide CRS. Second identification : B. Ultraviolet and visible absorption spectrophotometry : Conform (2.2.25). C. Thin-layer chromatography : Conform (2.2.27)

145 24 Results : the principal spot in the chromatogram obtained with the test solution is similar in position and size to the principal spot in the chromatogram obtained with reference solution (a). D. Colour reaction : Conform. A violet colour develops. TESTS Acidity or alkalinity : Not more than 0.4 ml of 0.01 M hydrochloric acid is required to change the colour of the indicator to red. Related substances (Liquid chromatography) : Conform Limits : - impurities A, B, C : Not more than 0.5 % - unspecific impurities : Not more than 0.10 % - total : Not more than 1 % - disregard limit : Not more than 0.05 %. Chlorides : Maximum 100 ppm. Loss on drying : Maximum 0.5 %. Sulfated ash : Maximum 0.1 %. Assay (Liquid chromatography) : % (dry substance). Packaging and Storage : Precautions (Handling) : Personal Protection : Maximum re-examination period : Sampling Procedure : Reference : Ph. Eur. 7th Ed supplement 7.6., Hydrochlorothiazide.

146 25 Lampiran 7. Contoh metode analisa Hydrochlorothiazide ANALYTICAL METHOD HYDROCHLOROTHIAZIDE Manufacturer : Supplier : C 7 H 8 ClN 3 O 4 S 2 Mr DEFINITION 6-Chloro-3,4-dyhydro-2H-1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonamide-1,1-dioxide. CHARACTERS Appearance : White or almost white, crystalline powder. Solubility : Very slightly soluble in water, soluble in acetone, sparingly soluble in ethanol (96 %). It dissolves in dilute solutions of alkali hydroxides. It shows polymorphism (5.9). IDENTIFICATION First identification : A. Infrared absorption spectrophotometry : Conform (2.2.24). Comparison : hydrochlorothiazide CRS. If the spectra obtained in the solid state show differences, dissolve the substance to be examined and the reference substance separately in the minimum volume of ethanol R1, evaporate to dryness and record new spectra using the residues.

147 26 Second identification : B. Ultraviolet and visible absorption spectrophotometry : Conform (2.2.25). Test solution : Dissolve 50.0 mg in 10 ml of 0.1 M sodium hydroxide and dilute to ml with water R. Dilute 2.0 ml of this solution to ml with 0.01 M sodium hydroxide. Spectral range : nm. Absorption maxima : at 273 nm and 323 nm. Absorbance ratio : A 273 /A 323 = C. Thin-layer chromatography : Conform (2.2.27) Test solution. Dissolve 50 mg of the substance to be examined in acetone R and dilute to 10 ml with the same solvent. Reference solution (a). Dissolve 50 mg of hydrochlorothiazide R in acetone R and dilute to 10 ml with the same solvent. Reference solution (b). Dissolve 25 mg of chlorothiazide R in reference solution (a) and dilute to 5 ml with reference solution (a). Plate : TLC silica gel F 254 plate R. Mobile phase : ethyl acetate R. Application : 2 µl. Development : over 1/2 of the plate. Drying : in a current of air. Detection : examine in UV light at 254 nm. System suitability : Reference solution (b) : - the chromatogram shows 2 clearly separated spots. Results : the principal spot in the chromatogram obtained with the test solution is similar in position and size to the principal spot in the chromatogram obtained with reference solution (a). D. Colour reaction : Conform. Gently heat about 1 mg with 2 ml of a freshly prepared 0.5 g/l solution of chromatropic acid, sodium salt R in a cooled mixture of 35 volumes of water R and 65 volumes of sulfuric R. A violet colour develops.

148 27 TESTS Acidity or alkalinity : Shake 0.5 g of the powdered substance to be examined with 25 ml of water R for 2 min and filter. To 10 ml of the filtrate, add 0.2 ml of 0.01 M sodium hydroxide and 0.15 ml of methyl red solution R. The solution is yellow. Not more than 0.4 ml of 0.01 M hydrochloric acid is required to change the colour of the indicator to red. Related substances (Liquid chromatography) : Conform (2.2.29). Solvent mixture : Dilute 50.0 ml of a mixture of equal volumes of acetonitrile R1 and methanol R2 to ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Test solution (a) : Dissolve 30.0 mg of the substance to be examined in 5 ml of a mixture of equal volumes of acetonitrile R1 and methanol R2, using sonication if necessary, and dilute to 20.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Test solution (b) : Dilute 1.0 ml of the test solution (a) to 20.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Reference solution (a) : Dissolve 3 mg of chlorothiazide CRS (impurity A) and 3 mg of hydrochlorothiazide CRS in 5 ml of a mixture of equal volumes of acetonitrile R1 and methanol R2, using sonication if necessary, and dilute to 20.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Dilute 5.0 ml of this solution to ml with the solvent mixture. Reference solution (b) : Dilute 1.0 ml of test solution (a) to ml with the solvent mixture. Dilute 1.0 ml of this solution to 10.0 ml with the solvent mixture. Reference solution (c) : Dissolve 30.0 mg of hydrochlorothiazide CRS in 5 ml of a mixture of equal volumes of acetonitrile R1 and methanol R2, using sonication if necessary, and dilute to 20.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Dilute 1.0 ml of this solution to 20.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2 R1. Reference solution (d) : Dissolve 3 mg of hydrochlorothiazide for peak identification CRS (containing impurities B and C) in 0.5 ml

149 28 of a mixture of equal volumes of acetonitrile R1 and methanol R2, using sonication if necessary, and dilute to 2.0 ml with phosphate buffer solution ph 3.2. Column : - size : l = 0.1 m, diameter = 4.6 mm. - stationary phase : octadecylsilyl silica gel for chromatography R (3 µm). Mobile phase : - mobile phase A : to 940 ml of phosphate buffer solution ph 3.2 R1 add 60.0 ml of methanol R2 and 10.0 ml of tetrahydrofuran R and mix; - mobile phase B : to a mixture of 500 ml of methanol R2 and 500 ml of phosphate buffer solution ph 3.2 R1 add 50.0 ml of tetrahydrofuran R and mix; Time (min) Mobile phase A (% V/V) Mobile phase B (% V/V) Flow rate : 0.8 ml/min. Detection : spectrophotometer at 224 nm. Injection : 10 µl of test solution (a) and reference solution (a), (b), and (d). Identification of impurities : use the chromatogram obtained with reference solution (a) to identify the peak due to impurity A; use the chromatogram supplied with hydrochlorothiazide for peak identification CRS and the chromatogram obtained with reference solution (d) to identify the peaks due to impurities B and C. Relative retention with reference to HCT (retention time = about 8 min) : impurity A = about 0.9; impurity B = about 0.7; impurity C = about 2.8. System suitability : reference solution (a) :

150 29 - resolution : minimum 2.5 between the peaks due to impurity A and hydrochlorothiazide. Limits : - impurities A, B, C : for each impurity, not more than 5 times the area of the principal peak in the chromatogram obtained with reference solution (b) (0.5 %). - unspecific impurities : for each impurity, not more than the area of the principal peak in the chromatogram obtained with reference solution (b) (0.10 %); - total : not more than 10 times the area of the principal peak in the chromatogram obtained with reference solution (b) (1 %). - disregard limit : 0.5 times the area of the principal peak in the chromatogram obtained with reference solution (b) (0.05 %). Chlorides : Maximum 100 ppm. Dissolve 1.0 g in 25 ml of acetone R and dilute to 30 ml with water R. Prepare the standard using 5 ml of acetone R containing 15 % V/V of water R and 10 ml of chloride standard solution (5 ppm Cl) R. Loss on drying : Maximum 0.5 %, determined on g by drying in an oven at 105 C. Sulfated ash : Maximum 0.1 %, determined on 1.0 g. Assay (Liquid chromatography) : (dry substance). as described in the test for related substances with the following modifications. Mobile phase : Time (min) Mobile phase A (% Mobile phase B (% V/V) V/V) Flow rate : 1.6 ml/min. Injection : test solution (b) and reference solutions (a) and (c). Relative retention with reference to Hydrochlorothiazide (retention time = about 2.2 min) : impurity A = about 0.9. System suitability : reference solution (a) :

151 30 - resolution : minimum 2.0 between the peaks due to impurity A and hydrochlorothiazide. IMPURITIES Specific impurities : A, B, C A. 6-chloro-2H-1,2,4-benzothiadiazine-7-sulfonamide-1,1-dioxide (chlorothiazide), B. 4-amino-6-chlorobenzene-1,3-disulfonamide (salamide),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SARY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm.

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. UNIVERSAL PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN Disusun oleh: KATARIN SITOMPUL, S.Farm NIM 093202039 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 PERIODE XLVI OLEH: WILI MAWARTI NPM: 2448715248 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Disusun Oleh: Debora R. Hutagaol, S.Farm. NIM 133202215 Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm. NIM 133202126

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. COMBIPHAR. Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE AGUSTUS 2009 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. COMBIPHAR Jl. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 04-28 AGUSTUS 2009 Disusun Oleh: Nina Octaviana, S.Farm 083202134 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEMMY KURNIAWAN, S.Farm. 2448715124

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI 2014 7 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA) MEDAN Disusun Oleh: Nelli Purba, S.Farm. NIM 083202142 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL JL. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG - BANDUNG (1 AGUSTUS - 27 SEPTEMBER 2016) PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: FELICIA ESTERINA T, S. Farm. 2448715317

Lebih terperinci