UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEWI YUNIARSIH, S.Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DEWI YUNIARSIH, S.Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Dewi Yuniarsih, S.Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Merck Tbk. Jl. TB Simatupang No. 8 Pasar Rebo Jakarta Timur Periode 3 Februari 28 Maret 2014 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dra. Leni Liedarsino, Apt. (.) Pembimbing II : Dr. Hayun, M.Si., Apt. (.) Penguji I : (.) Penguji II : (.) Penguji III : (.) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Merck Tbk. Jl. TB Simatupang No 8. Pasar Rebo Jakarta Timur. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan praktek kerja ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, S.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 2. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Fakultas Farmasi 3. Dra. Leni Liedarsino, Apt selaku Product Development Senior Manager dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk belajar dan memperoleh banyak pengalaman di Departemen Product Development PT Merck Tbk. 4. Henry Sujatmiko, S.Kom sebagai Packaging Development Supervisor, atas bantuan, bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama menjalankan praktek kerja di PT Merck Tbk. 5. Segenap PD staf di PT. Merck Tbk. yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerja sama, bantuan dan pengetahuan yang telah dibagikan kepada penulis 6. Seluruh manajer dan karyawan di PT. Merck Tbk. yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kesediaannya membantu dan memberikan pengarahan selama praktek kerja berlangsung 7. Segenap staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis v

6 8. Keluarga tercinta atas dukungan moril maupun materil, kasih sayang, perhatian, semangat dan kesabaran yang tiada habisnya 9. Teman-teman Apoteker Angkatan LXXVIII atas dukungan dan kerja sama selama setahun terakhir 10. Seluruh pihak yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis vi

7 vii

8 ABSTRAK Nama : Dewi Yuniarsih NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Merck Tbk., Periode 3 Februari 28 Maret 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Merck Tbk. bertujuan agar mahasiswa mengetahui aspek-aspek yang berhubungan dengan penerapan CPOB di industri farmasi juga mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Trial Capping Measuring Cup pada Botol Sirup Multivitamin Ex. Erwina dan Folding Box Ex. MJSG (New Vendor) yang dilaksanakan di area mesin LFL (Liquid Filling Line) di PT. Merck Tbk. bertujuan untuk memastikan bahwa Measuring Cup Ex. Erwina dan Folding box Ex. MJSG dapat digunakan untuk skala produksi, baik secara manual capping atau cartoning folding box di area produksi. Kata kunci : PT. Merck Tbk., Trial capping Measuring Cup, Folding box Tugas umum : xi + 69 halaman Tugas khusus : v + 24 halaman; 12 gambar; 1 tabel Daftar Acuan Tugas Umum : 12 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Dewi Yuniarsih NPM : Program Study : Apothecary profession Title : Apothecary Intership Program Report at PT. Merck Tbk. Jl. TB. Simatupang No.8 Pasar Rebo Jakarta Timur Period February 3 th - March 28 th 2014 Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Merck Tbk. aims to make student aware about aspects related to the implementation of GMP in the pharmaceutical industry and also to know and understand the roles and responsibilities of pharmacists in the pharmaceutical industry. Specific assignment given was Trial Capping Measuring Cup on Multivitamin Syrup Bottle Ex. Erwina and Folding Box Ex. MJSG (New Vendor) in the area of machine LFL (Liquid Filling Line) at PT. Merck Tbk. aims to ensure that the Measuring Cup Ex. Erwina and Folding box Ex. MJSG can be used for production scale, either manually capping or cartoning folding box in the production area. Keyword : PT. Merck Tbk., Trial capping Measuring Cup, Folding box General Assignment : xi + 69 pages Specific Assignment : v + 24 pages; 12 pictures; 1 table Bibliography of General Assignment : 12 ( ) Bibliography of Specific Assignment : 5 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Persyaratan Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Persetujuan Pemasok Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT MERCK Latar Belakang Perusahaan Lokasi dan Tata Letak Bangunan Visi dan Misi PT. Merck Tbk Visi PT. Merck Tbk Misi PT. Merck Tbk Filosofi dan Nilai Utama Perusahaan Organisasi Divisi Manufaktur Perusahaan Quality Assurance/Quality Control (QA/QC) Product Development Department Departemen Supply Chain Management (SCM) Warehouse x

11 3.5.5 Departemen Produksi Departemen Engineering Produk PT. Merck Tbk BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Higiene Perorangan Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Produksi Pengawasan dan Pemastian Mutu Produk Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Kualifikasi dan Validasi.. 67 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN xi

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa, oleh karena itu diselenggarakan pembangunan kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan ekonomi (Presiden Republik Indonesia, 2009). Salah satu langkah pemerintah untuk terselenggaranya pembangunan kesehatan adalah menjamin tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Presiden Republik Indonesia, 2012). Oleh karena itu, untuk menjamin ketersediaan obat, dibutuhkan peran industri farmasi. Industri farmasi sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat harus membuat obat sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Oleh karena itu, industri farmasi wajib menerapkan pedoman CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan penggunaanya dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat (BPOM, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, industri farmasi adalah salah satu tempat pengabdian profesi apoteker. Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi, salah satunya dalam penerapan CPOB. Peran apoteker di industri farmasi adalah sebagai penanggungjawab masing-masing pada bidang pemastian 1

13 2 mutu, produksi dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi (Peraturan Pemerintah RI No. 51, 2009). Peran yang penting ini menuntut seorang apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman praktis di lapangan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman tentang peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT. Merck Tbk. Mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung sejak tanggal 1 Februari 31 Maret. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Merck Tbk. adalah agar mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia : 1. Memahami penerapan segala aspek CPOB di PT Merck Tbk. 2. Memahami peran serta tugas apoteker di industri farmasi.

14 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Persyaratan Industri Farmasi Industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya, oleh karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatkan izin usaha tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Permohonan Izin industri Farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan 3

15 4 Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Surat Permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu (Presiden Republik Indonesia, 1967). Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya : a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun. Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2012 terdiri dari 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

16 Manajemen Mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar manajemen mutu yaitu: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu Personalia (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin

17 6 oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu, dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012): a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;

18 7 c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak; e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/ pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu; b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi; g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan

19 8 atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing.pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling

20 9 bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat Peralatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

21 10 Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur Produksi (Badan PengawasObat dan Makanan, 2012) Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

22 11 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain: a. Pengadaan Bahan Awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: 1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan; 2. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan; 3. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); 4. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label. b. Pencegahan Pencemaran Silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain c. Sistem Penomoran Bets/Lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi.

23 12 Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan. d. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi. e. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. f. Pengolahan Semua bahan dan semua peralatan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label. g. Pengadaan Bahan Pengemas

24 13 Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui. h. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. i. Pengawasan Selama Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:

25 14 1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan 2. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk. j. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina Pengawasan Mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.

26 15 Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit&Persetujuan Pemasok (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi

27 16 penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan agar dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan manajemen mutu tersebut. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup:

28 17 a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; c. Tindakan lain yang tepat. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen; c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu.

29 Dokumentasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

30 19 Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi proses. Validasi pembersihan adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Validasi proses adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya. Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja.

31 20 Kualifikasi desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat. Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan.

32 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT MERCK TBK 3.1 Latar Belakang Perusahaan PT. Merck Tbk. merupakan industri farmasi dengan berbagai produk yang dikenal dan diproduksi di seluruh dunia. Produk yang dihasilkan oleh PT. Merck Tbk dimulai dari obat-obatan inovatif baik kimia maupun biologis dan produk OTC (Over The Counter) hingga produk kristal cair serta pigmen produksi PT. Merck Tbk. yang digunakan untuk bahan pelapis, plastik dan juga industri percetakan, serta produk dan jasa untuk penelitian farmasi dan bioteknologi. Operasional bisnis PT. Merck Tbk. dikelola di bawah naungan perusahaan induk, Merck KGaA yang memiliki kantor pusat di Darmstadt, Jerman (PT. Merck Tbk., 2013). Sejak tahun 1917, bekas kantor cabang perseroan di Amerika Serikat yaitu Merck & Co telah berubah menjadi perusahaan yang terpisah dari Grup Merck. Di Indonesia sendiri, PT. Merck Tbk. yang dapat disebut juga perseroan, merupakan pemain utama dalam industri farmasi dan bahan kimia yang telah cukup dikenal di masyarakat. Dalam bidang bisnis farmasi, Perseroan memasarkan produk obat bebas/otc melalui Divisi Kesehatan Konsumen dan juga obat-obat untuk peresepan melalui Divisi Obat Resep Merck Serono. Merek yang dipasarkan oleh perseroan Merck ini di Indonesia merupakan produk yang telah diterima dan dipercaya oleh konsumen serta praktisi medis, contohnya Sangobion dan Neurobion. Perseroan Merck juga merupakan salah satu pemimpin pasar pada bidang produk terapi yang berhubungan dengan fertilitas, diabetes, neurologis dan juga kardiologis (PT. Merck Tbk., 2013) 3.2 Lokasi dan Tata Letak Bangunan PT. Merck Tbk. yang merupakan afiliasi dari Merck KGaA, Jerman, di Indonesia, Perseroan berkedudukan dan berlokasi di Jl. TB Simatupang No 8, Pasar Rebo Jakarta Timur sebagai kantor pusat, pabrik dan juga divisi pemasaran bahan kimia. Sedangkan untuk divisi pemasaran farmasi dilaksanakan di 21

33 22 Perkantoran Hijau Arkadia F Tower 15 th floor, di Jl TB Simatupang Kav 88, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (PT. Merck Tbk., 2013). PT. Merck Tbk. Yang berlokasi di daerah Pasar Rebo sendiri terbagi menjadi 3 gedung utama, yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Gedung pertama terdiri dari daerah produksi divisi Plant (produksi dan packaging) gudang bahan baku (raw material), bahan pengemas (Packaging material) dan obat jadi (Finished good), ruang laboratorium pengawasan mutu, Ruang Plant director, ruang SCM, Ruang Quality Assurance Manager, ruang Quality Control Manager, Ruang Product Development Manager, Ruang Enginering Manager, Ruang Workshop, dan Kantin. 2. Gedung kedua terdiri dari ruang produksi bahan baku baku Tiamin disulfide yang sejak 2006 sudah tidak beroperasi lagi, dan digunakan untuk laboratorium Product Development. 3. Gedung ketiga terdiri dari ruang kantor untuk Divisi Finance, Divisi HR & GA, Divisi EQ (Enviromental Quality), Divisi Chemical, Divisi Merck Serono, Divisi CHC, dan Ruang IT manager. 3.3 Visi dan Misi PT. Merck Tbk. (Merck KGaA, 2013) Visi PT. Merck Tbk. PT. Merck Tbk. akan dihargai oleh seluruh pemegang kepentingan karena kesuksesan PT. Merck Tbk. yang berkelanjutan, berkesinambungan, dan di atas pangsa pasar pada bidang usaha yang PT. Merck Tbk. Jalankan (PT. Merck Tbk., 2013) Misi PT. Merck Tbk. PT. Merck Tbk. memberikan nilai tambah bagi : 1. Pelanggan PT. Merck Tbk., melalui perluasan kesempatan pada usaha mereka dalam jangka panjang, membentuk kemitraan yang saling menguntungkan. 2. Konsumen PT. Merck Tbk., melalui penyediaan produk-produk yang aman dan bermanfaat

34 23 3. Pemegang saham PT. Merck Tbk., melalui pencapaian hasil usaha yang berkesinambungan dan berarti 4. Karyawan PT. Merck Tbk., melalui penciptaan lingkungan kerja yang aman, dan pemberian kesempatan yang sama bagi semua 5. Lingkungan PT. Merck Tbk., melalui teladan yang PT. Merck Tbk. berikan dalam bentuk tindakan perlindungan dan dukungan bagi masyarakat sekitar. 3.4 Filosofi dan Nilai Utama Perusahaan Sebagai perusahaan farmasi dan bahan kimia terkemuka, terpercaya dan juga bereputasi internasional, Merck berhasil meraih posisi terdepan dalam upaya peningkatan kesehatan, kesejahteraan dan juga kesempatan untuk hidup dari setiap mahluk hidup, mengingat bahwa industri farmasi dan juga bahan kimia memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan reputasi dan tradisi Merck yang telah terbina dari generasi ke generasi, Merck mengartikan konsep kesinambungan sebagai suatu komitmen untuk mempertahankan kemampuan dalam persaingan bisnis dengan berfokus pada inovasi (PT. Merck Tbk., 2013). Dalam waktu yang sama, PT. Merck Tbk. juga bersandar pada filosofi perubahan, yaitu dengan menjalankan strategi visioner dan memulai proses transformasi yang tanpa henti. Proses transformasi yang dimaksud disini mencakup perubahan ide, persepsi dan juga pendekatan serta terus mengembangkan dan melaksanakan filosofi pertumbuhan secara organik dan berbasis nilai-nilai perseroan untuk mencapai pertumbuhan yang terus berkelanjutan (PT. Merck Tbk., 2013). PT. Merck Tbk. sendiri memiliki 6 nilai perusahaan yang menjadi dasar dalam mengambil keputusan yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Keberanian - membuka pintu menuju masa depan a. Keberanian membutuhkan kepercayaan akan kemampuan diri. b. Keberanian memberikan persepsi diri yang sehat. c. Keberanian mendukung kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan keputusan dalam proses perubahan.

35 24 d. Keberanian berarti menantang diri sendiri. e. Keberanian dalam membuka diri terhadap ide-ide baru 2. Pencapaian memungkinkan kesuksesan a. Pencapaian membentuk kemampuan individu dan kewirausahaan. b. Pencapaian menantang dan mempromosikan karyawan PT. Merck Tbk. c. Pencapaian mendukung pengembangan personal karyawan PT. Merck Tbk. d. Pencapaian dapat diukur dari hasil yang diperoleh e. Pencapaian memastikan kemandirian usaha 3. Menghargai landasan bagi segala hubungan a. Menghargai didasari oleh konsep kemanusiaan dan martabat manusia. b. Menciptakan atmosfer saling menghargai, adil dan pemberian pengakuan. c. Menghargai membutuhkan komunikasi yang terbuka jujur. d. Menghargai memungkinkan bekerja dengan beragam budaya dan dengan orang-orang yang berbeda. e. Menghargai berarti menghargai sebuah pencapaian kemarin, hari ini, dan esok. 4. Tanggung jawab menentukan tindakan bisnis PT. Merck Tbk. a. Tanggung jawab mendasari sikap PT. Merck Tbk. kepada pelanggan, karyawan, investor, dan penyedia layanan. b. Tanggung jawab berarti memperlakukan sumber daya alam kita dengan perhatian dan melindungi lingkungan kita dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi. c. Tanggung jawab menentukan keputusan usaha yang PT. Merck Tbk. junjung bersama-sama. d. Tanggung jawab berarti memberikan contoh yang baik. e. Tanggung jawab mengarah pada sebuah pengakuan dan penerimaan terhadap aktivitas bisnis PT. Merck Tbk. 5. Integritas menjamin kredibilitas PT. Merck Tbk. a. Integritas merupakan landasan yang menjadikan PT. Merck Tbk. dapat dipercaya oleh semua orang.

36 25 b. Integritas membuat PT. Merck Tbk. melakukan apa yang PT. Merck Tbk. katakan. c. Integritas mewajibkan PT. Merck Tbk. untuk menepati janji. d. Integritas juga berarti mampu mengatakan tidak. e. Integritas berarti hanya mengizinkan interaksi dan perjanjian yang sesuai dengan nilai-nilai perusahaan PT. Merck Tbk. 6. Transparansi menumbuhkan saling percaya a. Transparansi adalah keterlibatan seluruh pemegang saham melalui penyampaian informasi. b. Transparansi membuat tindakan PT. Merck Tbk. dapat dimengerti. c. Transparansi mendukung sikap yang berorientasi tujuan, di seluruh perusahaan. d. Transparansi menciptakan keandalan. e. Transparansi mendukung terciptanya tanggung jawab oleh seluruh karyawan. 3.5 Organisasi Divisi Manufaktur Perusahaan Quality Assurance/Quality Control (QA/QC) Quality Assurance Mutu dan kualitas built in product merupakan tanggung jawab seluruh karyawan, dimana produk yang dihasilkan harus mempunyai mutu dan kualitas yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan meliputi khasiat, efikasi dan keamanan obat yang dihasilkan. Peran dari departemen QA di PT. Merck Tbk. dalam produksi obat yaitu menjamin obat yang dibuat dan diedarkan memenuhi persyaratan CPOB dan juga sesuai dengan spesifikasi standar yang ditetapkan. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat, yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, produk jadi, bangunan, peralatan, dan personalia yang terlibat dalam proses produksi (PT. Merck Tbk., 2013). Departemen QA di PT. Merck Tbk. melakukan tugas tugasnya yang meliputi (PT. Merck Tbk., 2013): a. Inspeksi Diri

37 26 Inspeksi diri dilakukan untuk menilai apakah semua kegiatan telah melaksanakan CPOB dengan sebaik baiknya. Inspeksi diri yang dilakukan antara lain inspeksi terhadap karyawan, kalibrasi alat, bangunan, penyimpanan peralatan, proses produksi, pengawasan mutu, serta pemeliharaan gedung. b. Melaksanakan kegiatan validasi Validasi merupakan program terdokumentasi yang memberikan jaminan tingkat tinggi bahwa suatu fasilitas atau operasi akan terus-menerus menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Validasi harus selalu dikaji ulang agar selalu up to date sehingga meyakinkan bahwa fasilitas atau operasi yang ada dapat menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Validasi meliputi fasilitas/sistem, peralatan, prosedur analisis, proses produksi dan lain lain sesuai dengan Rencana Induk Validasi (RIV). Ruang lingkup validasi proses produksi meliputi Prospective, Retrospective, dan Concurrent Validation. c. In Process Control (IPC) QA bertugas melaksanakan pengawasan mutu selama proses produksi berlangsung. Pemeriksaan dilakukan pada tiap tahap produksi, sesuai dengan yang tercantum pada dokumen MWS (Manufacturing Work Sheet) dan PWS (Packaging Work Sheet). Pada In Process Control beberapa hal yang diperiksa meliputi : 1. Granul yaitu penampilan fisik, kadar air, susut pengeringan, dan ukuran partikel. 2. Tablet yaitu penampilan fisik, keseragaman bobot, friability, kekerasan, disolusi, waktu hancur, pemeriksaan kebocoran strip dan blister. 3. Kapsul yaitu penampilan fisik, keseragaman bobot, panjang kapsul, dan waktu hancur. 4. Sirup yaitu penampilan fisik, ph, kekerasan tutup/torque, viskositas, dan volume. 5. Krim yaitu penampilan fisik dan ukuran partikel. 6. Injeksi yaitu penampilan fisik, ph, berat bersih, dan volume.

38 27 Pemeriksaan IPC pada saat pengemasan yaitu meliputi kelengkapan PWS, pemeriksaan kesesuaian nomor bets, QC number serta tanggal daluarsa pada box/label dengan PWS serta kejelasan label atau informasi sehingga dapat dan mudah dibaca. d. Menyiapkan dan memeriksa dokumen atau formulir teknis untuk registrasi obat, baik obat lokal maupun ekspor. e. Pusat pengendalian dokumentasi f. Departemen QA merupakan pelaksana pengendalian dokumen. Pengendalian dokumen tersebut dilakukan dengan cara memeriksa semua dokumen yang diterbitkan oleh departemen lain yang masih berhubungan dengan proses produksi dan pemasaran produk. g. Pengendalian perubahan dimana setiap perubahan yang menyangkut proses, material, fasilitas, alat, dokumen dan lain lain yang berhubungan dengan produk akan ditangani dengan sistem pengendalian perubahan yang dikoordinasikan oleh QA. h. Pemeriksaan Packaging Material dimana departeman QA akan memastikan kesesuaian dengan melakukan pemeriksaan dan pelulusan packaging material. i. Melakukan kualifikasi untuk setiap perubahan bahan baku atau bahan pengemas. j. Pelatihan atau training CPOB k. Pengkajian produk tahunan l. Audit eksternal untuk vendor atau Third Party Manufacturing. m. Pemeriksaan catatan produksi (MWS dan PWS) serta hasil pengujian akhir (Laporan analisa) untuk meluluskan produk jadi ke pasaran n. Penanganan keluhan produk dan produk kembalian. Dalam menjalankan tugas utama tersebut, kegiatan departemen QA meliputi (PT. Merck Tbk., 2013): a. Mengelola dan mengontrol SOP (Standard Operational Procedure) b. GMP auditing, inspeksi diri dan inspeksi eksternal c. Mengkoordinasaikan kegiatan validasi

39 28 d. Memonitor program kalibrasi di pabrik e. Menangani keluhan produk Quality Control (QC) Department Pengawasan mutu merupakan bagian yang sangat penting dari rangkaian penerapan CPOB, karena pengawasan mutu berkaitan dengan jaminan mutu suatu produk obat jadi yang dihasilkan oleh industri farmasi. Adapun tujuan dari pengawasan ini adalah agar obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. Departemen QC dibagi menjadi 2 bagian, yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): a. Bagian Finished Goods dan Stabilitas b. Bagian Raw Material dan Lab Mikrobiologi Tugas utama bagian pengawasan mutu adalah melaksanakan kegiatan pengambilan contoh dan pemeriksaan bahan baku dan bahan pengemas, pelulusan bahan baku dan bahan pengemas berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan. Adapun tanggung jawab bagian pengawasan mutu dapat diuraikan menjadi (PT. Merck Tbk., 2013): a. Bertanggung jawab untuk memantau dan memeriksa bahan baku dan bahan pengemas secara kimia, mikrobiologi atau fisika b. Bertanggung jawab untuk pemantauan air dan lingkungan. c. Bertanggung jawab atas kegiatan yang berlangsung laboratorium analisis, dan penyimpanan contoh pertinggal dan dokumen pengawasan mutu. d. Bertanggung jawab untuk melaksanakan kalibrasi internal secara berkala terhadap alat ukur / instrument laboratorium QC e. Bertanggung jawab membuat jadwal pelaksanaan validasi metode analisis, membuat protocol, laporan validasi dan melaporkannya kepada QA manager. Dalam melaksanakan tugas utama tersebut, kegiatan departemen QC meliputi (PT. Merck Tbk., 2013): a. Mengambil sampel dari bahan baku dan bahan pengemas b. Memeriksa semua sampel sesuai dengan spesifikasinya c. Pemeriksaan air

40 29 d. Pemeriksaan limbah e. Uji kebersihan ruangan secara mikrobiologi f. Uji stabilitas g. Validasi metode analisis h. Mengkalibrasi semua peralatan QC i. Memeriksa dan menyimpan laporan analisis baik itu bahan baku maupun produk jadi. j. Memeriksa dan menyimpan Certificate of Analysis dari supplier. Departemen QC secara garis besar dibagi menjadi 3 laboratorium yang terpisah yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): a. Laboratorium kimia farmasi Laboratorium kimia farmasi merupakan tempat pengujian produk berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif dari produk yang meliputi pemeriksaan bahan baku, bahan kemas dan produk jadi. Pengambilan sampel bahan baku dilakukan di ruangan sampling yang dilengkapi dengan LAF, untuk bahan pengemas dilakukan di ruang sampling packing yang keduanya terdapat di gudang. Pengambilan sampel bahan baku menggunakan rumus ( n + 1) dan military standard, sedangkan untuk identifikasi diambil dari seluruh wadah, di mana n adalah jumlah wadah yang datang. Setelah pengambilan sampel, setiap bahan awal diuji apakah sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Apabila bahan baku dan pengemas tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, bahan baku dan bahan pengemas tersebut direlease di sistem SAP, tetapi jika tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, bahan baku dan bahan pengemas tersebut diberi label ditolak/rejected berwarna merah kemudian akan diproses di SAP untuk dikembalikan kepada supplier atau dimusnahkan. Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan bahan pengemas primer dan bahan pengemas sekunder. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan spesifikasi dan metode analisis masing masing bahan. Pengujian stabilitas untuk produk rutin juga merupakan salah satu program yang dilakukan oleh departemen QC untuk mengetahui sifat stabilitas periodik obat jadi dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang cocok serta tanggal

41 30 daluarsa obat tersebut. Uji stabilitas dilakukan dengan cara mengambil beberapa sampel dari batch produksi, sampel tersebut disimpan pada suhu yang sesuai dengan prosedur dan stabilitasnya dipantau melalui pemeriksaan fisik, kimia dan mikrobiologi (jika perlu) dalam waktu yang telah ditetapkan. Uji stabilitas ada 2 yaitu uji stabilitas dipercepat (pada temperature 40 ± 2 o C dan kelembaban relative 75 ± 5%) selama 6 bulan; dan uji stabilitas jangka panjang (pada ruang bertemperatur 25 o C / 60% RH dan 30 o C / 75% RH) hingga akhir shelf life. Obat jadi yang sudah dikemas dalam box disimpan dalam Stability chamber atau ruangan khusus untuk uji stabilitas. Setiap periode uji dilakukan pemeriksaan sesuai protokol uji stabilitas baik pemeriksaan fisik, kimia maupun mikrobiologi (jika perlu). Hasil dicatat dalam laporan stabilitas. b. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium Mikrobiologi merupakan suatu tempat untuk melakukan pengujian yang berkaitan dengan mikrobiologi, antara lain dilaksanakan pada uji sterilisasi sediaan steril, uji batas mikroba dan monitoring kebersihan produksi. Laboratorium ini dilengkapi dengan dua LAF yaitu satu untuk uji sterilitas di mana di dalamnya terdapat personal airlock dan material airlock, dan yang lainnya berada di ruang untuk pemeriksaan uji batas bakteri/jamur. c. Laboratorium Instrumentasi Laboratorium Instrumentasi QC dilengkapi dengan fasilitas instrumen analisis antara lain KCKT, Spektrofotometri IR, Spektrofotometri UV-Vis, hardness tester, karl fischer, friability tester, melting point, rotavapor dan timbangan analitik. Instrumen tersebut digunakan untuk menguji kadar obat serta uji identitas obat Product Development Departement Product Development Departement merupakan bagian dari Divisi Plant dan memiliki tugas melakukan penelitian, mengevaluasi dan mengembangkan formula baru dan memperbaiki formula yang sudah beredar serta memperbaiki dan melakukan pengembangan packaging untuk produk baru dan produk yang sudah beredar.

42 31 Product Development terdiri dari 3 bagian, yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): a. Galenic Development Galenic Development memiliki fungsi melakukan penelitian dan pengembangan, mengevaluasi dan mendesain serta memperbaiki formula baru atau formula yang sudah beredar. Tahap tahap yang dilaksanakan dalam penyusunan dan pengembangan formula baru meliputi : 1. Tahap Praformulasi Pada tahap ini Galenic Development meneliti sifat sifat fisika dan kimia dari bahan baku, bahan tambahan, serta melakukan penelitian terhadap produk sejenis. 2. Tahap Formulasi dalam Skala Laboratorium Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala laboratorium yaitu 1% dari bets komersial. 3. Tahap Formulasi dalam Skala Pilot Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala pilot yaitu 10% bets komersial. 4. Tahap Pengujian Stabilitas Formula yang telah disusun akan dicoba dan diteliti lebih lanjut melalui tes stabilitas fisik dan kimia misal : perubahan warna, waktu hancur, dan kadar obat selama penyimpanan. 5. Tahap Transfer ke Produksi Komersial/ Skala Produksi Pada tahap ini Galenic Development melakukan tahap transfer formulasi ke produksi komersial bekerja sama dengan departemen produksi dan QA yang dilakukan minimal 3 bets bersamaan dilakukannya validasi proses pembuatan produk b. Analytical Development Analytical Development memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Mengembangkan dan memvalidasi metode pengujian yang digunakan untuk memeriksa sampel hasil pengembangan produk

43 32 2. Memecahkan masalah kimia analitik yang kompleks 3. Mentransfer metode analisis baru ke Laboratorium Quality Control (QC) 4. Mengkoordinasikan pengujian stabilitas untuk produk yang sedang dikembangkan 5. Pengujian mutu produk trial 6. Pengembangan metode untuk produk baru dan bahan baku baru. 7. Validasi/verifikasi metode analisis baru (produk dan bahan baku). c. Packaging Development Packaging Development memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Mengkoordinasikan pengembangan packaging produk baru dan produk eksis untuk produk lokal, ekspor dan impor termasuk komunikasi dengan designer marker 2. Mengkoordinasikan dengan depatemen terkait dalam melakukan trial machine yang diperlukan untuk bahan pengemas yang sedang dikembangkan, mempersiapkan dan melaporkan hasil trial dengan persetujuan departemen yang bersangkutan 3. Menangani persiapan peluncuran produk lokal atau ekspor yang berkaitan dengan tugas pengembangan bahan pengemas produk 4. Melakukan koordinasi untuk pembelian mesin packaging baru 5. Memberikan rekomendasi proses printing pada marketing ketika akan ada perencanaan peluncuran produk baru atau produk existing dengan kemasan baru 6. Bekerjasama dengan departemen terkait ketika ada problem shooting pada bahan pengemas. Product Development dalam melakukan kegiatan didasarkan pada ide/masukan dari departemen marketing yang telah melakukan berbagai survei pasar untuk mengetahui produk produk mana yang perlu dibuat atau dievaluasi dan diperbaiki.

44 Departemen Supply Chain Management (SCM) Departemen SCM berhubungan erat dengan perencanaan produksi dan material, proses pengiriman barang (ekspor impor), dan penyimpanan barang (Warehouse). Departemen SCM berada di bawah pengawasan Plant director. SCM berfungsi menjembatani atau menghubungkan bagian marketing dan bagian produksi. Secara umum tugas pokok dari SCM adalah (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Pengendalian perencanaan Produksi (Production Planning Control) Pembuatan rencana produksi dilaksanakan oleh Departemen SCM bekerjasama dengan Departemen Produksi. SCM menyusun rencana kerja produksi berdasarkan rencana penjualan (Rolling forecast) yang diberikan oleh departemen pemasaran. Setelah menerima Rolling forecast, SCM akan menyusun Rolling Production Plan (RPP) yang berisi sejumlah produk yang harus dihasilkan oleh bagian produksi setiap bulannya. Biasanya penyusunan RPP ini mempertimbangkan persedian produk jadi di gudang (finished goods), produk antara setengah jadi (work in process), pesanan distributor yang belum dipenuhi (pending order) dan stok cadangan (buffer stock). RPP yang telah disusun oleh bagian SCM diberikan kepada Departemen Produksi dan akan diubah menjadi rencana produksi mingguan dan rencana produksi harian. Selain itu, RPP juga diberikan kepada Departemen Quality, Maintenance dan Development untuk turut menunjang terlaksananya supply. Berdasarkan rencana produksi harian ini, bagian SCM mengeluarkan MWS (Manufacturing Work Sheet) dan PWS (Packaging Work Sheet). RPP juga diinformasikan kepada Departemen Pemasaran sehingga dapat menyusun strategi penjualan dengan baik. Pada setiap bulan, bagian SCM melakukan evaluasi produk pada bulan tersebut, apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Keterangan antara rencana dengan realisasi produksi sangat penting untuk menghindarkan ketidaksesuaian jumlah persedian produk yang diminta oleh Departemen Pemasaran. RPP akan dibuat pada setiap akhir bulan yang berlaku untuk bulan berikutnya. 2. Merencanakan penyediaan bahan baku dan mengatur pengadaannya untuk menunjang kegiatan produksi. Perencanaan pengadaan bahan baku dilakukan oleh Departemen SCM dan pengadaannya dilakukan oleh Departemen Pembelian (Procurement). SCM akan

45 34 mengatur jumlah dan jenis barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi berdasarkan data bahan baku di gudang serta rencana produksi bulanan yang telah dibuat. Berdasarkan data tersebut maka SCM akan dapat menentukan jumlah dan jenis barang yang perlu dipesan kepada Departemen Pembelian. SCM akan membuat surat pemesanan kepada Departemen Pembelian (Procurement) untuk memperoleh bahan yang diperlukan dalam proses produksi. Departemen Pembelian (Procurement) akan menghubungi pemasok tersebut dan mengeluarkan Purchase Order untuk menentukan kapan bahan tersebut dikirim. 3. Menjamin Penyediaan barang untuk memenuhi permintaan marketing. Bagian SCM berkewajiban untuk mengontrol jumlah obat jadi (finished goods) yang ada di stok gudang, sehingga dapat menjamin ketersediaan barang dalam memenuhi permintaan dari bagian marketing baik untuk ekspor maupun untuk dalam negeri Warehouse Warehouse merupakan bagian dari SCM department. Warehouse bertugas memberikan pelayanan penerimaan dan pengeluaran barang di gudang baik bahan baku, bahan pengemas, maupun produk jadi. Warehouse merupakan bagian penting dalam suatu pabrik karena memiliki fungsi penting, meliputi (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Penerimaan barang, penerimaan barang dibagi menjadi dua, yaitu intern dari produksi maupun ektern dari Supplier lokal maupun impor (group/non group). 2. Penyimpanan barang yang dilakukan pada tempat yang disesuaikan dengan kondisi barang. Misalnya : barang yang butuh temperatur dingin disimpan dalam ruangan dingin. 3. Pengeluaran barang dengan menggunakan MO (Material Order) untuk pengeluaran Raw material, PO (Packaging Order) untuk pengeluaran packaging material dan DO (Delivery Order) untuk pengeluaran produk jadi.

46 35 Secara umum Warehouse Department PT. Merck Tbk. Terdiri dari 5 ruangan, yakni : 1. Ruangan staf dan manager Warehouse 2. Ruangan penyimpanan (gudang) Gudang bahan baku dan bahan pengemas maupun gudang produk jadi (finished goods). Berdasarkan kondisi penyimpanan yang dibuat, gudang memiliki empat ruangan dengan kondisi yang berbeda untuk menyimpan barang sesuai dengan kondisi penyimpanan yang disyaratkan untuk masing- masing barang, yaitu : a. Ruangan bersuhu kamar/ambien, untuk menyimpan bahan baku dan bahan pengemas yang tahan panas b. Ruangan AC dengan suhu 25 ± 2 o C, untuk menyimpan produk jadi dan bahan baku yang tidak boleh disimpan di suhu kamar c. Ruangan bersuhu dingin/cool storage yang memiliki suhu o C, untuk menyimpan bahan baku yang sensitive terhadap panas, misal : flavor d. Cold chamber dengan suhu 2 8 o C, untuk menyimpan produk hormon dan bioteknologi. 3. Ruangan penerimaan barang merupakan tempat penerimaan material dari suplier ke warehouse melalui shipping area 4. Ruangan pengeluaran barang merupakam tempat yang digunakan untuk pengiriman finished goods kepada distributor melalui delivery area. 5. Ruangan pengambilan contoh (sampling room) Ruangan pengambilan contoh dibagi menjadi dua, yaitu : a. Ruangan sampling bahan baku dan Primary packing material Ruangan ini dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF). Jika petugas akan melakukan sampling, petugas harus masuk melalui pintu khusus dengan menggunakan pakaian khusus pula, sedangkan untuk bahan baku yang akan disampling masuk melalui pintu yang berbeda dengan petugas. Sebelum melakukan kegiatan sampling, wadah dari bahan baku harus dibersihkan terlebih dahulu dengan vacum cleaner dan dipindahkan ke wadah palet stainless steel.

47 36 b. Ruangan sampling secondary packing material. Ruang sampling ini tidak diperlukan dalam kondisi khusus. Penerimaan barang dari bagian gudang dilakukan dengan cara sebagai berikut (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Barang yang datang diterima oleh petugas dan diperiksa kelengkapan dokumennya, seperti surat pengantar dari pemasok, sertifikat analisis untuk bahan baku dan dicocokkan dengan surat pesanan (Purchase Order) dari Departemen Pembelian. 2. Manager Warehouse menandatangani dan memberi stempel Merck pada surat pesanan, kemudian diberikan kepada pemasok. 3. Barang tersebut dibersihkan terlebih dahulu dengan vacuum cleaner dan lap basah. 4. Bila telah sesuai dengan pesanan dan sudah dibersihkan maka barang tersebutakan dibawa masuk melalui pintu masuk ke ruangan penerimaan barang (Receiving area). 5. Staff Warehouse akan memberikan label karantina yang berisi identitas lengkap barang. 6. Sampler QC atau inspector QA kemudian melakukan sampling di ruang sampling. Barang yang sudah diberi label dan disampling akan dipindahkan receiving area ke quarantine area sesuai dengan suhu penyimpanannya. 7. Setelah dianalisis oleh QA/QC barang yang dinyatakan diterima akan diberi status released di sistem SAP namun jika barang tidak memenuhi syarat maka akan diberi label rejected berwarna merah dan status di sistem SAP akan diubah menjadi rejected 8. Kemudian bagian warehouse menyiapkan nomor BIN dengan menggunakan SAP dan ditempelkan pada barang tersebut, lalu dipindahkan ke tempat yang sesuai dengan nomor bin yang telah ditentukan. 9. Barang yang diterima akan dikeluarkan secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).

48 Pengeluaran barang dari gudang didasarkan pada PO (Production Work Order) dan MR (Material Requisition). Pengeluaran barang untuk raw material dan Packaging material dilakukan dengan cara berikut (PT. Merck Tbk., 2013): 1. Bagian Manufacturing akan mengirimkan MO (Material Order) dan bagian Packing akan mengirimkan PO (Packaging Order) kepada bagian warehouse. 2. Bagian warehouse akan melakukan Tranfer Order secara sistem (SAP) sesuai kebutuhan yang ada dalam MO/PO. MO/PO yang telah diproses akan diserahkan kepada operator warehouse untuk dilakukan pengambilan barang sesuai yang tercantum dalam MO/PO yang kemudian diletakkan di area persiapan barang masing - masing. Warehouse menyiapkan barang yang dipesan dengan melakukan pemeriksaan terhadap barang-barang yang dipesan. Hal-hal yang diperiksa antara lain : batch number, no artikel, label released serta tanggal retest. 3. Barang beserta MO/PO akan diserahkan kepada bagian Manufacturing/Packing melalui material air lock. Material Air lock untuk raw material dan Packaging material berbeda. Untuk raw material, Material airlock berhubungan dengan ruang timbang sedangkan Packaging material berhubungan dengan ruang packing. Untuk barang yang bersifat cito, maka bagian gudang harus mendahulukan dalam penyiapannya. Barang yang sudah selesai ditimbang akan dikembalikan ke warehouse untuk disimpan kembali sesuai kondisi penyimpanannya. Bagi bahan pengemas proses pengembalian ke Warehouse dilakukan setelah rekonsiliasi oleh bagian Packing. Penerimaan dan penyimpanan produk jadi / finished goods dari Packing didasarkan pada dokumen DN (Delivery Note) yang dibuat oleh bagian Packing. Barang-barang tersebut oleh bagian warehouse akan dilakukan Tranfer Order secara sistem (SAP) sesuai kebutuhan kemudian barang-barang tersebut disimpan di area penyimpanannya oleh bagian Warehouse. Apabila telah diluluskan oleh QA di sistem SAP, maka barang tersebut telah siap untuk didistribusikan. Pengeluaran barang produk jadi didasarkan pada surat pesanan distributor dengan memuat Delivery Order (DO) atau Sales Order dari bagian

49 38 marketing yang berisi daftar obat jadi yang dipesan oleh distributor. Bagian gudang produk jadi bertanggung jawab untuk membuat catatan distribusi produk jadi, di mana catatan tersebut dapat memberikan informasi berupa nama dan alamat distributor, nama dan tanggal Surat Pesanan (SP) dari distributor, nomor dan tanggal dokumen DO (Delivery Order), tanggal penyerahan, nama obat jadi/sediaan, jumlah penyerahan/quantity, untuk yang eceran di dus dicatat jumlah ecerannya serta nomor batch dan expired date Departemen Produksi Departemen produksi dikepalai oleh seorang Senior Production Manager yang bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat dan obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi kualitas yang ditetapkan dan dibuat sesuai dengan peraturan CPOB dalam batas waktu dan biaya yang telah ditetapkan. Tugas utama Departemen Produksi adalah memproduksi obat sesuai dengan RPP dari SCM sehingga dapat menghasilkan obat jadi yang sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang telah ditetapkan. Departemen produksi dibagi menjadi dua, yaitu bagian Manufacturing yang bertugas mengubah raw material menjadi produk ruahan dan bagian Packing yang bertugas mengemas produk ruahan menjadi finished goods. Masing masing bagian tersebut dikepalai oleh seorang manager. Semua kegiatan di area produksi menjadi tanggung jawab Manufacturing Manager dan Packing Manager, termasuk proses maupun kontrol selama proses berjalan (IPC). CPOB edisi 2012 menyatakan bahwa segala sesuatu yang akan dilakukan harus memiliki prosedur tetap dan segala sesuatu yang telah dilakukan harus dicatat dan didokumentasikan. Oleh karena itu dalam rangka menerapkan CPOB maka dibuatlah SOP (prosedur tetap) dan MWS / PWS yaitu dokumen yang berisi segala hal yang berkaitan dengan proses, langkah kerja, dan waktu pengerjaan yang diawasi serta ditandatangani oleh supervisior maupun operator yang mengerjakan. Hal ini bertujuan untuk mendokumentasikan segala hal yang berkaitan terutama jika terdapat ketidaksesuaian, complaint, dan hal lainnya yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk baik pada saat proses, akhir proses maupun pada saat produk telah berada di pasaran sehingga segala ketidaksesuaian

50 39 dan complain dapat dengan mudah ditelusuri. MWS/PWS adalah dokumen sehingga perlu perhatian yang benar dalam menanganinya serta diperlukan suatu pelatihan bagi operator yang akan menangani MWS/PWS. MWS adalah dokumen untuk bagian manufacture dan PWS adalah dokumen untuk bagian Packing. Ruangan Produksi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : ruang timbang, ruang antara untuk masuknya bahan baku yang datang dari gudang ke ruang timbang (Material Airlock untuk Raw Material), ruang granulasi dan ruang pencampuran / mixing, ruang produk antara untuk menyimpan masa yang siap dicetak menjadi tablet, ruang produk ruahan (bulk store) yang siap untuk dikemas (packing), ruang pengisian kapsul, ruang pencetakan tablet, ruang Film Coating (salut film), ruang Sugar Coating (salut gula), ruang pembuatan dan pengisian krim, ruang pengolahan dan pengisian sirup. Berdasarkan CPOB 2012, ruangan produksi dibagi menjadi lima kelas yaitu : a. Kelas A, B, C dan D adalag kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril. b. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk non steril. Bagi karyawan dan tamu yang ingin memasuki area industri maka mereka harus memakai pakaian dan perlengkapan khusus. Sebelum memasuki area produksi yang terkontrol maka karyawan harus mengganti pakaian dan sepatu yang dipakainya dari rumah dengan pakaian yang telah disediakan oleh pabrik dan menggunakan penutup kepala. Bagi tamu maka mereka harus memakai baju khusus yang dirangkap di atas pakain yang dipakainya dan mengunakan Shoe Cover untuk menutupi sepatu yang dipakainya. Ketika memasuki ruangan produksi, setiap personil baik karyawan maupun tamu harus menggunakan pakaian khusus yang menutupi badan dari kepala sampai kaki, masker dan menggunakan Shoe Cover Sesuai dengan persyaratan CPOB, bangunan dan peralatan produksi ditata secara khusus dengan tujuan agar resiko pencemaran antar produk dan bahan dapat dihindari. Di area produksi, semua lantai dan dinding dibuat sedemikian rupa agar tidak terdapat celah dan sambungan lantai dengan dinding, sambungan langit-langit dengan dinding dibuat tidak bersudut serta semuanya diberi cat

51 40 epoksi. Hal ini bertujuan agar tiap ruangan mudah dibersihkan. Sistem penyedot ruangan dibuat terpisah antara satu ruangan dengan ruangan yang lainnya (tidak terpusat) dengan tujuan agar tidak terjadi kontaminasi. Pada ruang produksi dilakukan pengontrolan suhu, kelembaban (RH), tekanan udara dan monitoring jasad renik. Monitoring jasad renik di ruang produksi dilakukan oleh laboratorium mikrobiologi Departemen Quality Control pada jadwal yang telah ditetapkan. Alat-alat juga harus dikalibrasi secara berkala untuk meyakinkan proses pembuatan obat akan menghasilkan obat yang bermutu. Dalam melaksanakan tugasnya, bagian produksi mengacu pada dokumen antara lain: MWS (Manufacture Work Sheet) untuk bagian Manufacture dan PWS (Packing Work Sheet) untuk bagian Packing. Proses produksi dapat dilakukan apabila semua bahan-bahan yang diperlukan telah lulus dari pemeriksaan QC (approved). MWS akan diserahkan kepada bagian Manufacture untuk dilakukan produksi baik sediaan solid, non solid Sebelum melakukan produksi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. MWS yang telah diterima dari bagian SCM akan disertai dengan print out material yang diperlukan untuk produksi suatu produk. b. Bahan yang tercantum di MWS ditulis nomor QC nya. c. Bahan tersebut diambil dari warehouse sesuai dengan yang tercantum pada MWS. d. Etiket disiapkan untuk masing masing bahan yang akan ditimbang e. Bahan disiapkan untuk ditimbang. f. Penimbangan dilakukan oleh operator penimbangan, sebelum ditimbang diperiksa status released, nama bahan, dan nomor QC dan tanggal retest. g. Pada saat menimbang dilihat jumlahnya dan pada etiket perlu dilihat nomor MWS yang ditimbang, kode bahan, nomor QC, bobot bruto, tara wadah dan bobot netto. Kemudian operator penimbangan dan pengawas penimbangan akan memberikan paraf pada berkas MWS. Bahan yang sudah ditimbang dimasukkan dalam satu wadah untuk satu MWS. Bahan siap untuk diserahkan untuk diproses ke tahap selanjutnya.setiap tahap proses produksi harus melalui pengontrolan (In

52 41 process Control/IPC). IPC ini dilakukan oleh inspector QA dan operator produksi yang bersangkutan. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dilakukan cross check untuk memastikan syarat yang ditetapkan telah terpenuhi. Hasil pemeriksaan dicantumkan ke dalam MWS. Adapun beberapa proses produksi yang dilakukan oleh bagian Manufacturing, yaitu (PT. Merck Tbk., 2013): a. Produksi Tablet Dilakukan pemeriksaan kebersihan ruangan dan peralatan dengan memeriksa label pembersihan sebelum dilakukan proses produksi tablet. Selain itu dilakukan juga monitoring harian RH dan suhu. Terdapat tiga teknik pembuatan tablet, yaitu Granulasi basah (di mana partikel partikel serbuk diubah menjadi butiran granulat dengan penambahan media cair) ; Granulasi kering (di mana granul dibuat dengan proses slugging dan tanpa menggunakan tambahan media cair) dan Cetak langsung (pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat dan bahan pembantu berbentuk serbuk tanpa melalui proses granulasi). Tahap pemeriksaan dalam proses Granulasi adalah : 1) Pemeriksaan kesiapan ruangan dan alat yang meliputi suhu, kelembapan relatif (RH) ruangan, kebersihan ruangan, kebersihan alat alat yang akan digunakan. 2) Pemeriksaan penerimaan bahan baku yang sesuai dengan MWS yang ada, meliputi nama bahan, kode bahan, bobot bahan, dan nomor batch. 3) Pemeriksaan proses penggranulan meliputi kadar air dan susut pengeringan. Secara garis besar proses pembuatan sediaan tablet adalah sebagai berikut : bahan-bahan yang sudah ditimbang, dicampur kemudian diproses lebih lanjut seperti cetak langsung, granulasi kering, atau granulasi basah. Pemeriksaan kadar air dan distribusi ukuran granul dilakukan selama proses pengeringan oleh bagian manufacture (operator granulasi) dan bagian QA sampai diperoleh granul dengan kadar air yang diinginkan. Granul yang diperoleh, diayak dengan mesh dengan ukuran tertentu, kemudian dilakukan pencampuran dengan bahan-bahan fase luar. Hasil pencampuran diletakkan dalam wadah-wadah yang telah dibersihkan

53 42 kemudian diletakkan pada ruang penyimpanan hingga pada waktunya pencetakan tablet. Tahap pemeriksaan dalam proses pencetakan tablet adalah : 1) Pemeriksaan kesiapan ruangan dan alat yang meliputi suhu, kelembapan relatif (RH) ruangan, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat yang akan digunakan. 2) Pemeriksaan bahan granul yang akan dicetak dengan MWS yang ada., meliputi nama bahan, bobot bahan, dan nomor batch. 3) Pemeriksaan proses pencetakan meliputi pemeriksaan pemerian tablet, bobot tablet, bobot rata-rata tablet, kekerasan, friabilitas, dan diameter tablet. Setelah proses pencetakan selesai, tablet dikemas dalam wadah untuk ditimbang dan diberi label In process bulk oleh bagian manufacture. Apabila tablet tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh QA dan hasilnya memenuhi syarat maka dapat langsung dikemas atau diproses selanjutnya seperti di salut. Untuk jenis tablet salut film atau salut gula dibuat tablet inti (Core tablet) yang kemudian disemprotkan larutan penyalut dalam mesin penyalut. Proses penyalutan terdiri dari penutupan, pelapisan, pewarnaan, pelicinan, dan pengkilapan. Proses penyalutan/ coating ada dua macam yaitu proses salut film dan salut gula. Setelah proses penyalutan selesai dilakukan rekonsiliasi (perhitungan akhir dari proses produksi). Produk ruahan kemudian disimpan di ruang bulk store untuk proses packing dan diberi label in process bulk dengan status karantina dari QA. Tahap pemeriksaan dalam proses penyalutan tablet adalah: 1) Pemeriksaan kesiapan ruangan dan alat yang meliputi suhu, kelembapan relatif (RH) ruangan, kebersihan ruangan, kebersihan alat alat yang akan digunakan. 2) Pemeriksaan tablet core yang akan disalut dengan MWS yang ada., meliputi nama bahan, bobot bahan, dan nomor batch.

54 43 3) Pemeriksaan proses penyalutan meliputi penampilan fisik, pemeriksaan bobot tablet, bobot rata-rata tablet, kekerasan, friabilitas, dan diameter tablet Tablet yang telah disetujui oleh QA untuk dikemas dilakukan proses blistering atau stripping. Pada proses ini juga dilakukan IPC antara lain berupa tes kebocoran blister atau strip. Setelah selesai dilakukan pengemasan, kepala seksi pengemasan akan mengecek lagi dan menempelkan label karantina, produk akhir tersebut akan diserahkan ke gudang dan menunggu released dari QA. b. Produksi kapsul Proses pembuatan sedian kapsul adalah sebagai berikut : bahan baku yang sudah ditimbang dilakukan pencampuran atau granulasi untuk mendapatkan masa yang lebih baik. Hasil pencampuran kemudian ditempatkan pada ruang produk antara. Massa / campuran bahan-bahan tersebut kemudian diisikan ke dalam kapsul. Tahap pemeriksaan dalam proses pengisian kapsul adalah : 1) Pemeriksaan kesiapan ruangan dan alat yang meliputi suhu, kelembapan relatif (RH) ruangan, kebersihan ruangan, kebersihan alat alat yang akan digunakan. 2) Pemeriksaan bahan baku atau granul yang akan diproses dengan MWS yang ada, meliputi nama bahan, bobot bahan, dan nomor bets. 3) Pemeriksaan proses pencampuran, meliputi penampilan kapsul, bobot individu dan bobot rata-rata kapsul / keseragaman bobot kapsul, dan waktu hancur. Kapsul yang dihasilkan dimasukkan ke dalam ruang produk antara (bulk store) dan di sampling oleh QA sebelum dilakukan proses pengemasan. c. Produksi Larutan Pada proses pembuatan sediaan sirup, bahan baku ditimbang di ruang penimbangan, kemudian dikirim ke ruang produksi larutan. Pembuatan sirup dimulai dengan tahap persiapan yang terdiri dari proses pemanasan air, pembuatan larutan pengental, dan pelararutan bahan-bahan, pencampuran, penyaringan yang diolah sampai diperoleh masa sirup yang homogen sesuai dengan urutan yang tertera dalam MWS. Jenis air yang digunakan untuk proses pelarutan bahan dan pembuatan larutan pengental adalah purified water. Kemudian massa sirup

55 44 diperiksa oleh QA. Massa sirup yang telah dinyatakan lulus uji oleh QA dipindahkan ke ruang pengisian dan penutupan botol. Tahap tahap pemeriksaan dalam pembuatan sirup meliputi : 1) Pemeriksaan kesiapan ruangan dan alat yang meliputi suhu, kelembapan relatif (RH) ruangan, kebersihan ruangan, kebersihan alat alat yang akan digunakan. 2) Pemeriksaaan bahan baku yang akan diproses dengan MWS yang ada, meliputi nama bahan, jumlah, kode bahan, dan nomor batch 3) Pemeriksaan proses persiapan, meliputi jenis bahan, bobot dan volume bahan, urutan proses, suhu, waktu proses, kejernihan, warna, viskositas dan ph. 4) Pemeriksaan proses pengisian, meliputi kebersihan wadah (botol dan tutup), volume dan kejernihan cairan, uji kekerasan tutup botol (Torque). d. Produksi Krim Tahapan pembuatan krim secara umum adalah sebagai berikut : 1) Penyiapan fase minyak 2) Fase minyak dilarutkan dengan menggunakan steam kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam tangki pencampuran. 3) Penyiapan fase air 4) Fase air dicampur hingga homogen, kemudian dilakukan pengukuran ph. 5) Dispersi bahan aktif dalam bahan pembawa yang sesuai (fase minyak atau fase air). IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan ukuran partikel. Pada pemeriksaan ini tidak boleh terlihat adanya Kristal-Kristal yang berkumpul. 6) Proses emulsifikasi dalam tangki pencampuran. 7) Sebelum dilakukan emulsifikasi, dilakukan pemeriksaan suhu fase air dan minyak. Suhu fase air dan minyak harus berada pada o C agar proses emulsifikasi dapat berlangsung optimal. 8) Krim yang sudah jadi didinginkan. 9) Pengambilan sampel oleh QA inspector Pemeriksaan yang dilakukan oleh QA inspector meliputi: Penampilan fisik krim, Ukuran partikel (Pemeriksaan dilakukan secara mikroskopik untuk memeriksa ukuran

56 45 partikel dan melihat adanya pemisahan fase), ph (Pemeriksaan ph dilakukan untuk memastikan ph sedian sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk sediaan topikal). 10) Pengisian ke dalam tube (Filling tube). 11) Pengisisan dilakukan dengan mesin Filling. IPC yang dilakukan selama proses filling adalah pemeriksaan keseragaman bobot krim. Pada proses pengisian krim ke dalam tube, terdapat serangkaian alat untuk mengisi volume tube, alat untuk melipat tube, dan alat yang digunakan untuk mencetak nomor bets dan tanggal daluarsa. Alat ini harus di-setting terlebih dahulu sebelum digunakan sampai dihasilkan kerja yang sesuai dengan yang ditentukan. IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan penampilan tube, pemeriksaan nomor bets, tanggal daluarsa dan pemeriksaan bobot bersih. e. Pengemasan Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat. Tujuan dari pemberian kemasan adalah untuk menjaga stabilitas produk dan melindungi produk dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembapan, suhu atau cahaya, dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai identitas produk. Alur kegiatan pengemasan adalah sebagai berikut, bagian SCM akan mengeluarkan PO (Packing order) ke bagian packing untuk melakukan proses pengemasan setelah dokumen MWS telah diisi dengan lengkap dan benar. Bagian Packing akan membuat permintaan Material packing yang dibutuhkan dalam proses pengemasan dengan PO (Packing order) yang dikirim kepada bagian warehouse. Bagian warehouse akan memeriksa kelengkapan Material packing yang diperlukan dan apabila Material packing tersebut telah siap dan lengkap maka PO akan diserahkan kepada SCM untuk dibuat PWS. Pembuatan PWS tidak akan dilakukan apabila Material packing yang diperlukan untuk pengemasan tidak lengkap dan statusnya belum diluluskan oleh QA. Kemudian PWS beserta PO akan diserahkan kembali kepada bagian Packing untuk dilakukan proses pengambilan Material packing dan dilakukan proses pengemasan.

57 46 Proses pengemasan dibagi dalam dua tahap yaitu : 1. Pengemasan Primer (Primary Packing) Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada produk ruahan, dan kemasan langsung berhubungan dengan produk. Proses pengemasan primer yang dilakukan PT. Merck Tbk. meliputi kegiatan Blistering atau stripping atau botling. Sebelum dilakukan proses botling, botol-botol yang akan digunakan dibersihkan melalui proses Blowing untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel di dalam botol. Sedangkan kemasan primer untuk produk injeksi adalah ampul, yang dilakukan oleh bagian manufacture. Selama proses pengemasan primer dilakukan control terhadap mutu produk meliputi: 1) Sorting Out hasil pengemasan yang berupa blister atau strip dan pemeriksaan yang dilakukan antara lain : nomor bets dan tanggal daluarsa sesuai dengan PWS dan jelas terbaca; potongan blister/strip rapi; kantong blister/strip tidak ada yang kosong atau penampilan ada tidaknya produk cacat atau seperti ada tablet pecah di blistering. 2) Tes kebocoran (secara berkala selama proses) menggunakan wadah berisi cairan yang divacum. Caranya adalah dengan mengambil hasil pengemasan secara acak lalu dimasukkan dalam wadah yang kemudian divacum hingga tekanan tertentu lalu biarkan selama beberapa menit. Jika terdapat gelembung gelembung udara dan produk di dalam kemasan basah, berarti kemasan tersebut bocor, kemudian tekanan diturunkan dan wadah dibuka. 2. Pengemasan sekunder (Secondary packing) Pengemasan sekunder merupakan kegiatan member kemasan pada produk yang telah dilakukan pengemasan primer. Pngemasan sekunder meliputi folding box, labeling, cartoning. Sedangkan pemeriksaan selama proses yang dilakukan pada pengemasan untuk proses cartoning meliputi pemeriksaan terhadap : nomor bets dan tanggal daluarsa pada kotak label sesuai dengan PWS dan jelas terbaca; bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (botol, ampul, blister, strip) sesuai standar; jumlah botol/ampul/ blister, strip tiap kotak lengkap; label/kotak rapi; dan jumlah kotak lengkap. IPC untuk proses sorting out blister dan strip meliputi pemeriksaan :

58 47 bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (blister/strip); tidak ada Mix up; nomor bets dan tanggal daluarsa sesuai MO dan jelas terbaca; kantong (Blister atau strip) tidak ada yang kosong; dan potongan Blister atau strip rapi. Proses pengemasan secara umum meliputi : pencetakan (Printing) nomor bets dan tanggal daluarsa pada box/kotak; pelipatan Leaflet (folding); sorting out untuk produk-produk yang dikemas dengan botol; cartooning; pada proses ini produk dikemas ke dalam kotak dengan dilengkapi leaflet; Kotak-kotak tersebut dimasukkan ke dalam carton box; serta penimbangan box dan carton box. Sebelum melakukan pengemasan harus dilakuakn pengecekan atau pemeriksaan terlebih dahulu. Hal hal yang perlu diperhatikan pada sat line clearance yaitu : 1) Tidak terdapat material (produk / bahan kemasa/ dokumen) yang tidak berhubungan dengan produk yang akan dikemas. 2) Wadah untuk menampung hasil pengemasan dalam keadaan bersih dan kosong. 3) Tidak terdapat sisa pengemasan dari produk sebelumnya 4) Tidak terdapat label identitas dari produk sebelumnya 5) Tidak terdapat dokumen produksi dari produk sebelumnya Untuk produk yang rejected atau tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan disimpan ke ruang reject lalu dikirim ke bagian EQ sebagai departemen yang mengkoordinir pengolahan limbah. Sedangkan untuk produk yang telah dikemas dan memenuhi spesifikasi kemudian diberi white label oleh bagian packing yang kemudian dikirim ke gudang disertai dengan dokumen TO (Transfer Order) dan PWS. Setelah semua dokumen ditandatangani maka PWS akan dikirim ke QA untuk menunggu pelulusan. Setelah itu, warehouse akan mencetak BIN label dan menempelkannya pada palet produk karantina. Kemudian barang tersebut akan disimpan dalam ruangan penyimpanan ber AC, sesuai dengan BIN yang tercatat pada sistem SAP. Apabila produk tersebut telah dinyatakan lulus oleh QA maka produk tersebut akan diberi label aproved pada fisik barang dan di sistem SAP.

59 Departemen Engineering Departemen engineering dipimpin oleh seorang Senior Manager. Departemen ini bertugas dalam melaksanakan perawatan berkala untuk equipment dan fasilitas pabrik, termasuk di dalamnya perawatan dan operasional mesin produksi, penunjang produksi, kalibrasi alat ukur, pengolahan air dan gas serta perencanaan pembangunan pabrik. Departemen ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Maintenance dan Utility & Workshop Maintenance Bagian ini bertugas memelihara dan merawat perlengkapan, termasuk mesin-mesin dan peralatan untuk proses produksi dan pengemasan. Pemeliharaan dimaksudkan untuk memperpanjang umur guna mesin dan menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan. Bagian Maintenance terbagi lagi menjadi: a. Production Maintenance, yang bertanggung jawab terhadap pemasangan/setting alat-alat (mesin) produksi, pemeliharaan mesin-mesin produksi, dan service mesin-mesin produksi yang rusak. b. Technical Store, bertanggung jawab terhadap penyediaan, pengamanan, pencatatan jumlah pemasukan dan pengeluaran suku cadang Utility & Workshop Bagian ini bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya yang diperlukan agar pabrik dapat berproduksi sesuai kebutuhan. Bagian ini meliputi: a. Workshop, bertugas dalam pemeliharaan dan perbaikan sarana dan prasarana pabrik. b. Utility, bertugas mengatur sumber tenaga listrik, uap panas, udara bertekanan, air bersih, dan HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioner). HVAC adalah sistem yang mengatur suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan produksi. Sistem ini terdiri dari AHU (Air Handling Unit) yang berfungsi untuk mengatur tekanan, filter, dan dehumidifier.

60 Produk PT Merck Tbk Produk PT. Merck Tbk secara umum terbagi menjadi 2 kategori, yaitu produk non-ethical (tanpa resep) dan ethical (menggunakan resep). Untuk produk tanpa resep dokter adalah produk untuk perawatan kesehatan (health care), seperti: Cavit D3, Becombion, Seven Seas Emulsion, Bion 3, dan lainnya Obat-obatan yang menggunakan resep ditangani oleh Merck Serono yang mencakup bagian kardiovaskular (misalnya Concor ), bagian metabolisme (misalnya Glucophage ), bagian syaraf (misalnya Neurobion 5000 ), kesehatan wanita (misalnya Hemobion ), dan onkologi (Erbitux ). dengan fasilitas bersertifikat cgmp (PT. Merck Tbk., 2013).

61 BAB 4 PEMBAHASAN Industri farmasi merupakan industri yang mempunyai peran sebagai unit pelayan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit oriented). Peran industri farmasis sebagai unit pelayanan kesehatan adalah memproduksi obat atau menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh masyarakat agar sediaan obat yang dihasilkan oleh industri farmasi dapat terjamin kualitas (quality), keamanan (safety), serta khasiatnya (efficacy). Untuk menghasilkan sediaan obat dengan kriteria tersebut secara konsisten dan terusmenerus, PT. Merck Tbk. selalu mengacu dan mengikuti ketentuan yang terdapat pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam menjalankan setiap proses kegiatannya. Penerapan CPOB serta seluruh aspek kegiatan produksi ini dilakukan oleh PT. Merck Tbk. senantiasa untuk menjamin mutu obat sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan di Indonesia serta layak untuk dipasarkan ke masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pada kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Merck Tbk., peserta diberikan kesempatan ke beberapa bagian seperti Departemen Produksi, Warehouse, Environmental Quality, Engineering, Quality Control serta Product Development. Pengamatan dilakukan untuk memahami mengenai proses kegiatan yang dilakukan serta mengetahui pemenuhan persyaratan mutu di setiap bagian di PT. Merck Tbk. Selain itu, peserta juga diberikan kesempatan untuk melakukan beberapa kegiatan di departemen Product Development yaitu di Packaging Development, seperti mendapatkan Induction training mengenai CPOB, membuat MPC (Master Packaging Componen), mengikuti dan mengamati proses trial manual capping Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG di area LFL (Liquid Filling Line). PT. Merck Tbk. telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya yang dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat CPOB untuk pembuatan produk tablet, kapsul, serbuk, cairan, dan semipadat dari BPOM. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu 50

62 51 obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Berikut ini adalah hasil pengamatan Praktek Kerja Profesi Apoteker mengenai penerapan CPOB 2012 di PT. Merck Tbk. 4.1 Manajemen Mutu Penerapan manajemen mutu di PT. Merck Tbk. berdasarkan pada sistem mutu yang terbentuk atas pola kerja yang baik dari struktur organisasi, prosedur kerja di setiap instalasi, proses produksi, serta personil yang terlibat dalam proses pembuatan suatu produk yang dihasilkan oleh PT. Merck Tbk. memenuhi persyaratan CPOB sehingga semua obat yang diproduksi merupakan obat yang bermutu. Pemastian mutu pada CPOB terbagi atas pengawasan mutu dan pengkajian mutu produk. PT. Merck Tbk. melakukan pengawasan mutu sesuai dengan CPOB meliputi pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, sistem organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan. Prosedur pelulusan dilakukan dengan pengujian yang relevan yaitu bahan yang belum lulus uji tidak digunakan dan produk yang belum lulus uji tidak dijual hingga dinyatakan memenuhi persyaratan yang berlaku. PT. Merck Tbk. juga melakukan pengkajian mutu produk dalam rangka CPOB secara berkala terhadap semua obat yang terdaftar untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk jadi, melihat tren yang sedang berlaku, serta mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. 4.2 Personalia Personalia merupakan faktor yang penting untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan (Priyambodo, B., 2007). PT. Merck Tbk. memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Peningkatan kualitas karyawan juga dilakukan oleh PT. Merck Tbk., yaitu dengan melakukan kegiatankegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan mengenai ilmu kefarmasian

63 52 khususnya di bidang CPOB. Pelatihan CPOB dilaksanakan di bawah atasan yang bersangkutan, para praktisi dan profesional di bidang industri farmasi. Pelatihan CPOB dilakukan sebagai wujud komitmen PT. Merck Tbk. dalam melaksanakan tugasnya memproduksi obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Pelatihan CPOB biasanya dilakukan pada saat seseorang baru bekerja di PT. Merck Tbk. Pelatihan CPOB tersebut dilakukan dengan menjelaskan kedua belas aspek CPOB secara singkat. Dalam pelatihan tersebut dilakukan Induction Training dan terdapat pre-test dan post-test untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman personil yang mengikuti pelatihan sebelum dan setelah menerima penjelasan tentang CPOB. Selain itu, di PT. Merck Tbk. juga menjelaskan tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil pada struktur organisasi dan pendelegasian tugas dalam bentuk job description, sehingga setiap personil yang bekerja dapat mengetahui tugas, wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dan dapat menjalankan pekerjaannya sesuai dengan job description yang diberikan. Posisi Plant Director, dan 3 personil kunci yaitu, kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu (Quality Control), dan kepala bagian pemastian mutu (Quality Assurance) dijabat oleh apoteker dengan orang yang berbeda, masing-masing memiliki tanggung jawab dan wewenang sendiri serta ketiga personal kunci tersebut saling berdiri sendiri antara satu dengan yang lain. 4.3 Bangunan dan Fasilitas Secara umum, banguan dan fasilitas PT. Merck Tbk. secara keseluruhan telah memenuhi ketentuan CPOB. Pemilihan lokasi bangunan PT. Merck Tbk. telah memenuhi persyaratan CPOB dimana memiliki sumber air dan listrik yang cukup. PT. Merck Tbk. telah menerapkan CPOB dalam hal bangunan dan fasilitas dengan melakukan kualifikasi. Kualifikasi yang dilakukan yaitu dengan menunjang kebiasaan bersih dengan cara menyediakan sabun, menjaga kebersihan kamar mandi dan toilet, menyediakan loker untuk ganti pakaian (terutama pada bagian produksi), menerapkan peraturan pencucian baju kerja lab (jas lab) setiap seminggu dua kali, dan membuat peraturan agar pintu harus selalu tertutup (pada ruang produksi, loker, laboratorium, kantor, dan toilet).

64 53 Selain itu untuk memudahkan pelaksanaan kerja, maka karyawan diwajibkan agar tetap rapi dan teratur, memisahkan ruangan untuk setiap kegiatan produksi (misalnya ruang granulasi, pencetakan, pengemasan, dan lainlain), mencegah masuknya debu, serangga dan hewan lainnya dengan cara menyaring udara yang masuk ke bangunan pabrik dan melakukan pengecekan berkala terhadap hama (pest control) oleh pihak ketiga, serta memudahkan pembersihan dan pemeliharaan yang baik dengan membuat sudut dinding yang licin atau melengkung dan memiliki lantai, dinding, dan langit- langit yang dilapisi dengan epoksi, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka. PT. Merck Tbk. juga telah menyiapkan tempat-tempat tertentu untuk penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, penyimpanan produk ruahan, dan penyimpanan obat jadi. Peletakan barang juga diatur oleh suatu sistem, sehingga sistem yang mengatur tempat diletakannya raw material, bahan pengemas, dan produk jadi serta sistem yang mengatur status barang tersebut apakah released, rejected atau dikarantina. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pencarian dan ketelusuran suatu barang. Untuk barang yang ditolak memiliki ruangan khusus yang terpisah dari gudang, dan akses ke ruang tersebut terbatas hanya untuk personil yang berwenang. Gudang yang terdapat pada gedung ini telah memiliki penerangan yang cukup. Gudang tersebut dibagi ke dalam empat jenis suhu, yaitu suhu kamar (30 o C), suhu 25 o C, suhu o C, dan suhu 2-8 o C. Penyimpanan bahan baku atau obat jadi di gudang sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan baku atau obat jadi. Sistem pengeluaran barang yang terdapat di gudang telah mengikuti sistem FIFO (first In First Out) dan FEFO (first expired first out) Area penimbangan bahan awal didesain dan dilakukan di area khusus yang terdapat diantara area penyimpanan dan area produksi. Ruang timbang memiliki ruang antara untuk membersihkan wadah barang. Kegiatan produksi dilakukan di area yang berdekatan antara satu ruangan dan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi, dan produk antara diantarkan ke ruangan lain dengan menggunakan palet dan hand forklift. Semua persediaan udara yang masuk ke dalam ruang produksi dan pengemasan disaring melalui AHU (Air Handling Unit). Prefilter dibersihkan

65 54 tiap empat bulan sekali, sedangkan postfilter diganti setiap satu tahun sekali. Pengaturan kelembaban udara diruangan dibagi menjadi dua sistem, diantaranya ruangan dengan humidity control dan non-humidity control. Ruangan dengan sistem humidity control merupakan seluruh ruangan produksi, dengan pengaturan kelembaban sebesar 55 % untuk ruang pencetakan tablet/pengisian kapsul dan ruang pengemasan primer. Sedangkan ruangan dengan sistem nonhumidity control merupakan ruangan yang tidak dijaga kelembaban udaranya seperti ruang makan, toilet, dan ruang kerja lainnya. Selain itu, seluruh ruangan dijaga suhu udaranya yaitu pada suhu 25 o C ± 2 o C. Ruangan di laboratorium pengawasan mutu (Quality Control) telah memenuhi persyaratan CPOB dimana laboratoriumnya terpisah dari area produksi. P embagian ruang di laboratorium terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, ruang instrumen, ruang kantor, ruang inspeksi packaging material, dan lemari khusus untuk penyimpanan reagen dan bahan kimia. Lemari khusus reagen dan bahan kimia juga dipisahkan menjadi empat bagian berdasarkan pada jenis dan sifatnya masing-masing. 4.4 Peralatan Perawatan peralatan di PT. Merck Tbk. selalu dilakukan dan sesuai dengan CPOB. Peralatan yang ada harus digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya serta permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan bahan obat tidak menyebabkan perubahan atau menurunnya kualitas obat tersebut (inert/tidak bereaksi). Peralatan di ruang produksi yang kontak produk terbuat dari bahan yang inert misal stainless steel type 136L, sedangkan peralatan yang terbuat dari besi atau baja dilapisi dengan bahan inert dan tidak berkarat. Selain itu, peralatan yang digunakan juga harus dapat dengan mudah dibersihkan secara sempurna, selalu diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai prosedur secara berkala oleh pihak yang berwenang. Peralatan yang digunakan memiliki penempatan yang tepat (disimpan di tempat yang telah ditentukan), dan proses pencucian serta penempatan peralatan tersebut sesuai dengan SOP. Setiap peralatan yang ada di PT. Merck Tbk. juga telah dilengkapi dengan prosedur

66 55 tetap (protap) pengoperasian alat untuk mencegah kesalahan pengoperasian alat. Perawatan peralatan dilakukan dengan tujuan untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian suatu produk yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang tertinggal pada alat. Setiap peralatan yang telah dibersihkan akan dicantumkan keterangan tertulis yang menyatakan status alat (Bersih, Sedang dalam Perbaikan, Kotor, dan lainnya), siapa yang membersihkan, kapan dan siapa yang mengetahui. Kemudian diberi tanda telah dibersihkan bila telah dilakukan pembersihan. Hal ini bertujuan untuk membedakan peralatan yang sudah dibersihkan dengan belum dibersihan, dan tanda tersebut menunjukkan bahwa alat yang telah memiliki tanda telah dibersihkan dapat siap untuk digunakan kembali. Pada ruang produksi secara umum semua peralatan telah memenuhi persyaratan CPOB. Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup sehingga kontaminasi pada tiap proses pengerjaan dapat dihindarkan. Setelah digunakan peralatan dibersihkan dan diberi label sudah dibersihkan. Setiap peralatan dan mesin yang digunakan selalu disertai dengan SOP (Standard Operational Procedure) sehingga karyawan dengan mudah dapat mengoperasikan alat dengan mengikuti SOP tersebut yang telah divalidasi. Peralatan dan sistem penunjang yang digunakan oleh PT. Merck Tbk. selalu divalidasi dan dikalibrasi secara berkala sehingga alat tersebut dapat bekerja dengan optimal dan menghasilkan obat yang memiliki mutu seragam sesuai dengan spesifikasinya. Validasi alat dilakukan oleh bagian produksi dan engineering (Maintenance) dengan koordinasi dari departemen Quality Assurance. Hal ini penting agar mutu obat yang dihasilkan dan efisien kerja alat dapat terjamin. Hasil kalibrasi alat didokumentasikan meliputi tanggal, pelaksana dan tanggal kalibrasi ulang. 4.5 Sanitasi dan Higiene Higiene Perorangan Semua karyawan pada PT. Merck Tbk. telah dilatih untuk menerapkan higiene perorangan sebelum, selama, dan sesudah proses produksi. Contoh

67 56 penerapan CPOB ini adalah menggunakan pakaian kerja yang telah ditentukan. Karyawan yang sedang bekerja di bagian produksi tidak mengenakan pakaian yang dikenakan dari rumah, melainkan menggunakan pakaian kerja khusus yang sesuai dengan areanya masing-masing. Karyawan menggunakan jumpsuit biru yang menutupi dari kaki hingga menutupi kepala sehingga rambut tertutup rapi, masker dan sepatu coklat (shoe cover biru) dilarang untuk berada di black area (packing dan gudang). Sedangkan karyawan yang sedang bekerja di bagian packing, menggunakan baju putih, tutup kepala putih dan sepatu putih (shoe cover hitam) dilarang untuk berada di ruang grey area (produksi). Karyawan yang berada di grey area (jumpsuit biru) dilarang berada di white area (ruang steril) tanpa sanitasi diri terlebih dahulu dan memakai baju atau sepatu khusus untuk ruang steril. Ketika karyawan ingin berganti baju dari baju kantor dan menggunakan baju putih, diharuskan untuk menggunakan hand sanitizer sebelum memasuki black area. Dan karyawan yang ingin mengganti baju putihnya dengan jumpsuit biru diinstruksikan untuk mencuci tangannya dengan sabun hingga bersih, dan disertakan poster untuk cara mencuci tangan dengan benar. Higiene ini penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang berasal dari bahan kimia, mikroba, atau partikel asing sehingga peraturan yang dibuat oleh PT. Merck Tbk. sangat ketat terkait masalah tersebut. Misalnya, merawat dan memelihara fasilitas kebersihan yang ada seperti loker, wastafel, toilet, dan lain-lain demi kepentingan bersama; bila ada karyawan yang sakit diwajibkan untuk melapor kepada supervisornya untuk tidak masuk kerja; tidak boleh bersentuhan langsung antara tangan dengan produk, dan diwajibkan untuk menggunakan sarung tangan yang bersih/sekali pakai; hanya petugas berwenang saja yang boleh memasuki daerah terbatas; tidak boleh merokok, makan, minum, mengunyah, menyimpan makanan/minuman di area produksi, laboratorium, dan gudang, pelihara kesehatan diri dan keluarga, segera laporkan ke atasan jika ada fasilitas kebersihan yang habis atau rusak dan lainlain.

68 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Gedung produksi telah memiliki sanitasi yang baik dan dibersihkan secara berkala. Penanganan limbah produksi dan limbah kimia telah memenuhi persyaratan CPOB. Pengolahan limbah dilakukan melalui proses fisika, kimia, dan mikrobiologi. Limbah dari berbagai sumber baik dari ruang produksi, laboratorium QC, hingga toilet dan ruang makan dikumpulkan untuk diolah terlebih dahulu. Hasil akhir buangan limbah yang hendak dilepaskan ke masyarakat secara rutin diperiksa tiap harinya untuk meyakinkan bahwa buangan limbah dari pabrik telah bersih dari cemaran kimia dan tidak mencemari lingkungan sekitar. Sisa buangan limbah terutama limbah B3 yang padat dikumpulkan pada suatu area khusus tertentu dan kemudian secara berkala dikirimkan ke pihak ketiga untuk diolah sebelum dilepaskan ke lingkungan. Selain itu, terdapat prosedur dan jadwal untuk fumigasi fasilitas yang berkala untuk laboratorium mikrobiologi dan ruang produksi yang biasa dilakukan pada hari tertentu terutama pada hari libur kerja. Selain itu juga dilakukan proses fumigasi yang terjadwal untuk ruangan-ruangan tertentu, misalnya saja di ruangan sampling, laboratorium-laboratorium Quality Control, area produksi, dan lain-lain. Fumigasi dilakukan dengan menggunakan tablet formaldehyde sebagai fumigant di tempat-tempat yang telah ditentukan dan dengan jumlah yang juga tercantum dalam SOP mengenai Fumigasi. 4.6 Produksi Bagian produksi bertanggung jawab dalam menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya, yaitu dalam pengolahan (produk steril dan produk non steril) dan pengemasan. Dalam rangka menerapkan CPOB, PT. Merck Tbk. memiliki ruangan produksi yang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : ruang timbang, ruang antara untuk masuknya bahan baku yang datang dari gudang ke ruang timbang, ruang granulasi dan ruang pencampuran (mixing), ruang pengeringan, ruang produk antara untuk menyimpan massa yang siap dicetak menjadi tablet, ruang produk ruahan (bulk store) yang siap untuk dikemas, ruang pengisian kapsul, ruang pencetakan tablet, ruang coating film dan coating sugar (salut film dan salut

69 58 gula), ruang pembuatan dan pengisian krim, ruang pengolahan dan pengisian sirup, ruang printing, ruang blistering, ruang stripping, ruang coding, ruang inspek, ruang pencucian alat, ruang untuk IPC dan supervisor. Ruang produksi tersebut dibagi menjadi lima kelas, yaitu : a. Kelas A Kelas yang digunakan untuk penimbangan sampel. Udara di area ini diatur agar jumlah partikel maksimum 100 partikel/ft 3 berukuran < 0,5 μm. Area ini dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) dan tiga macam saringan, yaitu: prefilter, medium effective filter dan high eficiency particulate air (HEPA) filter. Prefilter dibersihkan tiap empat bulan sedangkan postfilter diganti setiap satu tahun sekali. b. Kelas B Kelas yang berada di luar dari kelas A yang digunakan untuk penimbangan sampel. Udara di area ini diatur agar jumlah partikel maksimum 100 partikel/ft 3 berukuran < 0,5 μm. c. Kelas C Kelas yang digunakan untuk produksi obat-obatan nonsteril. Kelas C meliputi ruangan bulk store, ruang cuci botol, ruang penyalutan, ruang granulasi, ruang visual inspection, ruang pencetakan tablet, ruang pengisian sirup, ruang pembuatan krim, ruang printing, dan ruang stripping. Area ini diatur aliran udara, suhu dan kelembabannya. d. Kelas D dan E Ruangan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ruang terkontrol dan ruang yang tidak terkontrol. Ruang yang terkontrol dilengkapi AC dan digunakan untuk ruang pengemasan coding, pengemasan sekunder dan tersier, serta gudang. Sedangkan, ruang tidak terkontrol digunakan untuk ruang istirahat, kamar mandi dan lain-lain. Selain itu, ruangan ini tidak memiliki batasan jumlah partikel dan sirkulasi udara. Di area produksi, sambungan lantai dan langit-langit dibuat tidak bersudut, dan dindingnya diberi cat epoksi. Hal ini bertujuan agar setiap ruangan mudah dibersihkan. Sistem penyedot ruangan dibuat terpisah antara satu ruangan dengan ruangan lainnya (tidak terpusat) dengan tujuan agar tidak terjadi kontaminasi. Pada ruang produksi dilakukan pengontrolan suhu, kelembaban

70 59 udara (RH), tekanan udara dan perhitungan jumlah jasad renik. Alat-alat juga harus ditara atau dikalibrasi secara berkala untuk menjamin produk obat yang dihasilkan. Departemen produksi juga mencakup bagian pengemasan produk. Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembaban, suhu atau cahaya dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai identitas produk. Proses pengemasan dibagi menjadi dua tahapan, yaitu : 1. Pengemasan Primer (Primary Packaging) Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada produk ruahan dan kemasan yang berhubungan langsung dengan produk. Proses pengemasan yang dilakukan meliputi kegiatan blistering, stripping dan bottling. Sebelum digunakan, botol-botol dibersihkan untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel di dalam botol. Selama proses pengemasan primer dilakukan kontrol terhadap mutu produk, meliputi sorting out hasil pengemasan yang berupa blister atau strip dan tes kebocoran. 2. Pengemasan Sekunder (Secondary Packaging) Pengemasan sekunder merupakan kegiatan memberi kemasan pada produk yang telah dilakukan pengemasan primer. Pengemasan sekunder secara umum meliputi pencetakan (printing) batch number dan expire date pada box/kotak, pelipatan leaflet (folding), sorting out untuk produk-produk yang telah dikemas dengan blister atau strip, penempelan label untuk produk yang dikemas dengan botol, pengemasan ke dalam kotak dilengkapi dengan leaflet kemudian dimasukkan ke dalam carton box, serta penimbangan box dan carton box. 4.7 Pengawasan dan Pemastian Mutu Produk Pengendalian mutu merupakan salah satu bagian yang esensial dalam menerapkan CPOB. Departemen ini bersifat independen dari bagian lain dan berada di bawah tanggung jawab seorang apoteker dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi dua bagian, yaitu :

71 60 a. Bagian Finished Goods dan Stabilitas b. Bagian Raw Material dan Lab Mikrobiologi Tugas utama bagian pengawasan mutu adalah melaksanakan pengambilan contoh dan pemeriksaan bahan baku, atau menolak berdasarkan spesifikasi yang telah ditentukan, melakukan analisa produk jadi, update spesifikasi dan metode analisis sesuai farmakope dan sumber literatur terbaru. Adapun tanggung jawab bagian pengawasan mutu dapat diuraikan menjadi : a. Bertanggung jawab untuk memantau dan memeriksa secara kimia, mikrobiologi atau fisika, termasuk pemantauan air dan lingkungan. b. Bertanggung jawab atas operasi laboratorium analisis, dan penyimpanan contoh pertinggal dan dokumen pengawasan mutu. c. Bertanggung jawab untuk melaksanakan kalibrasi internal secara berkala terhadap alat ukur/instrumen laboratorium. d. Bertanggung jawab membuat jadwal pelaksanaan validasi metode analisis serta membuat protokol validasi, laporan validasi dan melaporkannya kepada QA manager. e. Bertanggung jawab untuk membuat dokumen-dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku, produk jadi, SOP, dan Work Instruction (WI). f. Bersama departemen Development melakukan trial analisis produkproduk baru. Pemeriksaan yang dilakukan oleh IPC mencakup tahap produksi sesuai dengan MWS (Manufacturing Work Sheet), yang meliputi : a. Appearance (untuk semua jenis produk) b. Keseragaman bobot dan waktu hancur (untuk tablet dan kapsul) c. Friability, kekerasan, disolusi, pemeriksaan strip dan blister (untuk tablet) d. Panjang kapsul (untuk kapsul) e. ph dan volume (untuk sirup dan injeksi) f. Kekerasan tutup botol/torque dan viskositas (untuk sirup) g. Ukuran partikel (untuk krim) h. Berat bersih (untuk injeksi)

72 61 Bagian IPC juga memeriksa prosedur pengemasan (packaging) yaitu kelengkapan PWS (Packaging Work Sheet), pemeriksaan batch number, QC number, expired date dan kesesuaiannya dengan PWS. Selain itu, bagian IPC juga melaksanakan validasi proses produksi yang meliputi prospective, retrospective dan concurent validation. Pengawasan yang dilakukan oleh GMP compliance meliputi aspek berikut : a. GMP auditing, inspeksi diri dan inspeksi eksternal Auditing atau inspeksi dilakukan untuk menilai semua kegiatan dan mencari kesalahan yang terjadi agar dapat diperbaiki. Target inspeksi adalah karyawan, bangunan, peralatan, proses produksi, pengawasan mutu dan pemeliharaan gedung, pemasok serta pembuat produk kontrak. b. Mengkoordinasikan kegiatan validasi Validasi dilakukan untuk menjamin fasilitas atau kegiatan produksi akan secara terus menerus menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Validasi meliputi fasilitas/sistem, peralatan, prosedur analisis, proses produksi dan lain-lain sesuai dengan rencana induk validasi. c. Mengelola dan mengontrol dokumen Pengendalian dokumen dilakukan dengan cara memeriksa semua dokumen yang telah diterbitkan oleh departemen lain yang berada dalam ruang lingkupnya seperti SOP (Standard Operating Procedure), Test Method, Laporan Analisa, MWS dan PWS. Selain itu, bagian GMP Compliance juga menyiapkan dan memeriksa dokumen atau formulir teknis untuk registrasi obat baik untuk konsumen lokal maupun obat untuk ekspor. d. Mengendalikan perubahan Setiap perubahan yang menyangkut proses, material, fasilitas, alat, dokumen dan lain-lain yang menyangkut produk akan ditangani dengan sistem pengendalian perubahan yang terkoordinasi. e. Pelaksanaan pelatihan atau training CPOB Pelatihan CPOB dilaksanakan secara rutin agar personil tetap mengingat dan menaati aturan-aturan CPOB yang berlaku. Personil baru

73 62 juga mendapatkan induction training CPOB saat pertama kali masuk. f. Penanganan keluhan produk dan produk kembalian Keluhan produk dan produk kembalian ditelusuri sumber kesalahannya kemudian didokumentasikan agar tidak terulang kembali. Produk yang dikembalikan ditangani secara khusus agar tidak membahayakan. Bagian QC bertugas mengawasi mutu bahan baku, produk jadi dan bahan pengemas agar obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Tanggung jawab Bagian QC adalah : a. Memantau dan memeriksa sampel bahan baku, produk jadi serta bahan pengemas secara kimia, mikrobiologi atau fisika, termasuk pemantauan air dan lingkungan. b. Operasi laboratorium analisis, penyimpanan contoh pertinggal (retained sample) dan dokumen pengawasan mutu. c. Melaksanakan kalibrasi internal secara berkala terhadap alat ukur/instrumen laboratorium. d. Membuat jadwal pelaksanaan validasi metode analisis serta membuat protokol validasi, laporan validasi dan melaporkannya kepada QA Manajer. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, bagian QC melakukan kegiatan yang meliputi : a. Mengambil dan memeriksa sampel dan memastikan semuanya sesuai dengan spesifikasi. Apabila sampel tidak memenuhi spesifikasi maka QC harus mengeluarkan dokumen OOS (Out Of Specification). b. Pemeriksaan air dan limbah. c. Uji kebersihan ruangan secara mikrobiologi. d. Uji stabilitas (stability testing) atau uji kestabilan produk lain. e. Validasi metode analisis. f. Mengkalibrasi semua peralatan QC. g. Memeriksa dan menyimpan Certificate of Analysis dari supplier dan Laporan Analisis (Report of Analysis) baik itu untuk bahan baku (raw material) maupun produk jadi (finished good).

74 63 Analisis dilakukan di empat ruangan, yaitu Laboratorium Kimia Farmasi (Chemical Laboratory), Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory), Laboratorium Instrumen (Instrument Laboratory) dan Ruang Packaging Material Inspection. Di Laboratorium Kimia Farmasi dilakukan pengujian disolusi dan preparasi sampel untuk pengujian kualitatif serta kuantitatif. Laboratorium mikrobiologi merupakan tempat untuk melakukan uji sterilitas, uji potensi, uji endotoksin bakteri, uji batas mikroba dan monitoring ruang injeksi, laboratorium ini dilengkapi dengan dua LAF. Laboratorium instrumen dilengkapi dengan HPLC, Spektrofotometri IR, Spektrofotometri UV-VIS, friability tester, melting point tester dan timbangan analitik. Sedangkan di ruang Packaging Material Inspection dilakukan pemeriksaan fisik bahan pengemas. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling yang terletak di Warehouse. Terdapat dua ruang sampling, yaitu : a. Ruang Sampling Bahan Baku (Raw Material) dan Primary Packing Material Ruangan ini dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF). Petugas yang akan melakukan pengambilan sampel harus melalui pintu khusus dan mengenakan pakaian khusus. Bahan yang akan diperiksa masuk melalui pintu yang berbeda dan pembukaan kemasan primer bahan harus dilakukan di bawah LAF. b. Ruang Sampling Bahan Pengemas (Packaging Material) Ruang sampling ini seperti ruangan biasa dan tidak dibuat dalam kondisi khusus. Ruangan ini digunakan untuk mengambil sampel bahan pengemas sekunder dan tersier serta bahan pelengkap seperti insert dan label. Setelah pengambilan sampel, setiap bahan diuji apakah telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Apabila sampel memenuhi syarat yang telah ditetapkan, maka bahan uji dapat digunakan untuk produksi atau dipasarkan. Apabila sampel yang diperiksa tidak memenuhi syarat maka bahan uji akan dikarantina untuk ditangani lebih lanjut. 4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri dan audit mutu merupakan tanggung jawab departemen QA. Pelaksanaan inspeksi diri di PT. Merck Tbk. dilakukan dua kali dalam setahun

75 64 oleh tim audit terpilih. Sistem inspeksi diri mencakup semua kegiatan perusahaan dimana kegiatan tersebut dapat mempengaruhi kualitas produk dan CPOB. Kegiatan inspeksi diri dilakukan oleh tim audit yang terdiri dari Quality Assurance, Quality Control. Inspeksi diri yang meliputi karyawan, bangunan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, pengawasan mutu, dan dokumentasi telah dilaksanakan oleh PT. Merck Tbk. Data-data yang diperoleh akan dianalisis dan hasilnya dilaporkan kepada Plant Director dan manajer serta pihak-pihak lain yang berkepentingan. Inspeksi diri sangat baik untuk dilakukan agar perusahaan dapat mengevaluasi segala kekurangan dan dapat dengan segera melakukan tindakan perbaikan. 4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk. Penarikan kembali obat jadi merupakan proses penarikan kembali obat dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan berbahaya, atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan. Berdasarkan evaluasi obat kembalian dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan dapat digunakan. 2. Obat kembalian yang masih dapat diolah ulang untuk memenuhi spesifikasi. 3. Obat kembalian yang tidak memenuhi spesifiksai dan tidak dapat diolah ulang (harus dimusnahkan). Keluhan atau laporan yang diterima hendaknya ditangani oleh bagian yang terkait sesuai dengan jenis keluhan atau laporan yang diterima dan dilakukan penelitian serta evaluasi secara seksama meliputi informasi yang masuk tentang keluhan atau laporan, melakukan pemeriksaan atau pengujian

76 65 terhadap contoh yang diterima dan contoh pertinggal batch yang bersangkutan, serta meneliti kembali semua data dan dokumentasi yang berkaitan termasuk catatan batch, catatan distribusi, dan catatan hasil pengujian. Keluhan terhadap suatu produk harus ditangani sesuai prosedur yang telah ditetapkan PT. Merck Tbk. Produk kembalian akan dikembalikan ke PT. Merck Tbk. jika terjadi keluhan, kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lainnya. Oleh karena itu, penyimpanan produk sangat penting untuk menjamin pemastian mutu suatu produk yang diatur dalam CPOB. Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui retained sample (sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh bagian Quality Control. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis dan dievaluasi. Produk yang dikembalikan karena terjadi keluhan, kerusakan, kadaluarsa akan segera dilakukan penahanan, penyelidikan dan pengujian produk. Hasil evaluasi akan menentukan apakah produk akan diproses ulang atau dimusnahkan untuk mencegah penggunaan dan peredaran kembali produk yang tidak bermutu Dokumentasi Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang penting dalam CPOB dan harus disiapkan dalam kegiatan pembuatan obat. PT. Merck Tbk. memiliki sistem dokumentasi yang disusun secara sistematis untuk memudahkan penelusuran dokumen. Sistem ini menjadi tanggung jawab bagian Quality Assurance. Dokumentasi terdiri dari penandaan/labeling (identifikasi secara visual dari suatu proses, bahan, alat, ruangan, dan fasiltas), tata cara masuk area produksi, dan prosedur kerja. PT. Merck Tbk sudah menerapkan sistem dokumentasi tersebut dengan baik sesuai dengan persyaratan CPOB. Dokumen berisi informasi lengkap mengenai batch yang sedang dibuat, mulai dari awal sampai obat jadi, sehingga bila terjadi sesuatu pada batch tersebut dapat dilihat dari dokumennya. Dokumentasi meliputi : 1. Spesifikasi Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produkatai bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.spesifikasi meliputi spesifikasi bahan

77 66 awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk ruahan, dan spesifikasi produk jadi. 2. Dokumen produksi Dokumen produksi meliputi dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk (formula pembuatan, instruksi pengolahan dan industri pengemasan) yang menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. 3. Prosedur Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan. 4. Laporan dan catatan Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusi dan semua catatan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. PT. Merck Tbk. mendefinisikan kertas kerja sebagai produk karena kertas kerja yang ditulis sama pentingnya dengan produk yang dibuat. Dokumentasi yang tersimpan di PT. Merck Tbk. adalah catatan selama produk masih berada di pasaran dan beberapa sampel pertinggal. Dokumentasi ini penting untuk membuat disposisi atau keputusan, menghindari kesalahan, sebagai tahapan kerja atau prosedur kerja yang jelas dan seragam, sebagai perbaikan proses, dan bahan audit (BPOM audit, corporate audit, dan internal audit). Bentuk dokumen yang baik adalah lengkap, akurat, jelas terbaca, terisi dengan benar, tidak menggunakan kertas bekas, bila salah dikoreksi dengan benar sehinga dokumen tersebut dapat ditelusuri. Pentingnya peranan dokumentasi dalam memperkecil terjadinya resiko salah tafsir dan kekeliruan yang dpat timbul jika hanya melalui komunikasi lisan. Setiap proses produksi dilaksanakan berdasarkan Batch Record (MWS dan PWS) yang memudahkan penelusuran kembali jika terdapat keluhan terhadap suatu produk. Batch Record yang telah selesai mencakup identitas personil pelaksana dan personil yang menyaksikan tiap langkah, identitas peralatan utama yang digunakan, jumlah bahan yang digunakan, catatan kesiapan ruangan,

78 67 catatan pembersihan, catatan penimbangan, label sampel, dan label ruangan. PT. Merck Tbk. melakukan pencatatan terhadap prosedur kerja, pengoperasian alat, proses kalibrasi, dan proses validasi. Semua dokumen dikelola oleh departemen QA dengan cara memperbaharui dokumen dan pemusnahan dokumen yang telah direvisi Kualifikasi dan Validasi PT. Merck Tbk telah melakukan kualifikasi sesuai dengan dasar-dasar yang terdapat pada CPOB. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja, pemantauan proses, dan rekualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap desain, konstruksi serta mekanisme kerja suatu alat/sistem sehingga dapat difungsikan sesuai tujuannya dan menghasilkan hasil (kinerja) yang diinginkan, serta untuk mengetahui pengaruh terhadap produk secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan, validasi dilakukan terhadap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. PT. Merck Tbk. juga telah melakukan validasi sesuai dengan persyaratan CPOB. Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang. Validasi tersebut dilakukan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Pelaksanaan validasi dilakukan secara berkala untuk menjamin bahwa fasilitas, peralatan, dan proses dapat memberikan hasil yang tepat dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dokumen validasi dan kualifikasi di PT. Merck Tbk. meliputi Rencana Induk Validasi (RIV), protokol kualifikasi, dan laporan kualifikasi.

79 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA yang dilaksanakan pada tanggal 3 Februari - 28 Maret 2014 di PT. Merck Tbk., dapat disimpulkan bahwa : 1. Penerapan aspek CPOB di PT. Merck, meliputi manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higienis; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian; dokumentasi; serta kualifikasi dan validasi. 2. Apoteker memegang peranan di industri farmasi yaitu menjadi personil kunci antara lain kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, dan kepala bagian pemastian mutu. Fungsi apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian. 5.2 Saran 1. Penerapan aspek CPOB di PT. Merck Tbk. perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar kualitas mutu produk yang dihasilkan dapat secara konsisten terjamin. 2. Efisiensi dan efektivitas kerja harus selalu dipertahankan agar dapat mempertahankan mutu produk sesuai dengan standar yang ditetapkan dan menghasilkan produk-produk yang bermutu dan dapat dipercaya oleh masyarakat. 68

80 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia. Hal. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Ikatan Apoteker Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Presiden Republik Indonesia. (1967). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden RI Presiden Republik Indonesia. (2012). Peraturan Presiden No. 72 Tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Presiden RI. Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Hal. 2. PT. Merck Tbk. (2013). Laporan Tahunan PT. Merck Tbk. Jakarta. Hal : Tim Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Cara Pembuatan Obatyang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal Tim Revisi Padoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2006). Cara pembuatan Obatyang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal

81 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK INDONESIA JL. TB SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 TRIAL CAPPING MEASURING CUP PADA BOTOL SIRUP MULTIVITAMIN EX ERWINA DAN FOLDING BOX EX MJSG (NEW VENDOR) DEWI YUNIARSIH, S. Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014

82 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK INDONESIA JL. SIMATUPANG NO. 8, PASAR REBO, JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 TRIAL CAPPING MEASURING CUP PADA BOTOL SIRUP MULTIVITAMIN EX ERWINA DAN FOLDING BOX EX MJSG (NEW VENDOR) DEWI YUNIARSIH, S. Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014 ii

83 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman ii iii iv v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) PT. Merck Tbk Product Development Departement Bahan Pengemas Pengemasan (Packing) Trial Manual Capping Measuring Cup dan Cartoning Folding box 11 BAB 3. PROSEDUR PELAKSANAAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Alat dan bahan Metode Pelaksanaan 14 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 22 DAFTAR ACUAN 24 iii

84 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Area pemasangan measuring cup sebelum proses labeling / setelah proses filling (Area 1) 16 Gambar 4.2 Area pengecekan/pemasangan measuring cup yang belum terpasang atau tidak terpasang dengan baik. Area setelah proses labeling (Area 2) 16 Gambar 4.3 Process awal filling dan capping dengan kecepatan 55 rpm. 17 Gambar 4.4 Manual capping awal sebelum masuk proses labeling 18 Gambar 4.5 Area pemeriksaan measuring cup yang belum terpasang ataupun yang kurang sempurna 18 Gambar 4.6 Cartooning area sebelum pemasangan folding box 19 Gambar 4.7 Folding box tidak dapat di bentuk di area flap folding box. 19 Gambar 4.8 Folding box dapat di bentuk di area cartoning mesin 19 Gambar 4.9 Nilai Rejaction Rate pada Trial Pertama. 20 Gambar 4.10 Nilai Rejaction Rate pada Trial kedua 20 Gambar 4.11 Antrian di area transisi conveyor labeling dan conveyor cartonin 21 Gambar 4.12 Contoh measuring cup yang terpasang sempurna, tetapi meninggalkan defect pada PP cap 21 iv

85 DAFTAR TABEL Tabel 1 Diskripsi Material Measuring cup ex Arwina & Folding Box Ex MJSG 13 v

86 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peran industri farmasi sangat penting dalam hal memproduksi obat yang aman (safety), berkhasiat (efficacy) dan berkualitas (quality). Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Oleh karena itu, industri farmasi harus membuat obat sedemikain rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif (BPOM, 2012). Wadah merupakan salah satu komponen yang penting dalam sediaan farmasi, karena ketidaksesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan. Penampilan obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu disadari juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan menimbulkan hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi harus pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada standar wadah sediaan farmasi secara khusus. Pengemasan dan penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan untuk menjaga keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin akan membentuk zat kimia yang berbahaya bagi tubuh. Peningkatan persaingan industri khususnya bidang manufaktur, membuat perusahaan dituntut untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap performa perusahaan. Saat ini PT Merck Tbk. mendapat permintaan untuk memproduksi Multivitamin Sirup dari beberapa Negara Timur Tengah, penggunaan measuring cup adalah salah satu persyaratan untuk produk jadi yang akan di ekspor ke beberapa Negara Timur Tengah tersebut. Measuring cup adalah wadah takar untuk mengukur dosis yang di anjurkan pada produk sirup, saat ini mesin LFL (Marchesini) belum mendukung proses 1

87 2 online (otomatis) capping measuring cup pada liquid filling line dan packing. Sehingga team manufacturing sepakat untuk melakukan trial manual capping di area mesin LFL dan Folding box Ex. MJSG yang merupakan pengemas sekunder dapat terbentuk dan terpasang otomatis ketika measuring cup sudah terpasang pada botol. 1.2 Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk : 1. Mengamati proses trial Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG 2. Untuk memastikan bahwa Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG dapat digunakan untuk skala produksi, baik secara manual capping ataupun proses cartoning folding box di area produksi.

88 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (BPOM, 2012). Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat wajib menerapkan pedoman CPOB, pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. CPOB merupakan suatu pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian yang menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut, maksudnya adalah bahwa mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2012) Bahan Pengemas Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Pengadaan Bahan Pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan 3

89 4 kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui. 2. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. 3. Pengawasan Selama Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan b. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk. 4. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan

90 5 sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. 2.2 PT. Merck Tbk Sejarah PT. Merck Tbk PT. Merck merupakan perusahaan farmasi multinasional yang berpusat di Darmstadt, Jerman. Pada awalnya PT. Merck merupakan sebuah apotek di Darmstadt yang bernama Engel Apotheke didirikan oleh Jacob Merck pada tahun 1668 yang menjual obat-obatan dan bahan kimia. Pada tahun 1827, Immanuel Merck memulai mendirikan pabrik yang memproduksi obat diantaranya alkaloid dan beberapa senyawa kimia. Hingga kini pabrik tersebut berkembang pesat menjadi Merck KGaA. Pada tanggal 14 Oktober 1970, Merck KGaA mendirikan cabang di Indonesia dengan nama PT Merck Indonesia (PTMI). Kemudian memulai pembangunan fasilitas produksi farmasi dan Kantor Umum 2 tahun kemudian. PTMI memulai produksi farmasi pada April 1974 dan membuat perjanjian lisensi dengan Astra lima tahun sesudahnya yaitu pada tahun PTMI menjadi perusahaan publik pada tahun 1981 dengan menawarkan saham kepada publik dan merupakan salah satu perusahaan pertama yang terdaftar di Bursa Saham Indonesia. Sebagian besar saham dimiliki oleh Grup Merck yang berkantor pusat di Jerman. Pada masa itu pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan farmasi asing untuk memproduksi sedikitnya satu bahan baku kuat, sehingga tahun 1983 PT Merck Indonesia membangun fasilitas produk kimia. Tiamin Disulfida merupakan salah satu produksi kimia yang pertama pada tahun 1985, lalu PTMI memulai bisnis Obat Bebas pada tahun 1993 dan mendapat 12 sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk semua fasilitas produksi. Dalam rangka penerapan identitas korporat Merck secara global, pada tahun 2002 nama perseroan berubah menjadi PT Merck Tbk.

91 6 2.3 Product Development Departement Product Development Departement merupakan bagian dari Divisi Plant dan memiliki tugas melakukan penelitian, mengevaluasi dan mengembangkan formula baru dan memperbaiki formula yang sudah beredar serta memperbaiki dan melakukan pengembangan packaging untuk produk baru dan produk yang sudah beredar. Product Development terdiri dari 3 bagian, yaitu : a. Galenic Development Galenic Development memiliki fungsi melakukan penelitian dan pengembangan, mengevaluasi dan mendesain serta memperbaiki formula baru atau formula yang sudah beredar. Tahap tahap yang dilaksanakan dalam penyusunan dan pengembangan formula baru meliputi : 1. Tahap Praformulasi Pada tahap ini Galenic Development meneliti sifat sifat fisika dan kimia dari bahan baku, bahan tambahan, serta melakukan penelitian terhadap produk sejenis. 2. Tahap Formulasi dalam Skala Laboratorium Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala laboratorium yaitu 1% dari bets komersial. 3. Tahap Formulasi dalam Skala Pilot Pada tahap ini Galenic Development menyusun formula dengan berbagai komposisi maupun jenis bahan baku yang digunakan dalam skala pilot yaitu 10% bets komersial. 4. Tahap Pengujian Stabilitas Formula yang telah disusun akan dicoba dan diteliti lebih lanjut melalui tes stabilitas fisik dan kimia missal : perubahan warna, waktu hancur, dan kadar obat selama penyimpanan. 5. Tahap Transfer ke Produksi Komersial/ Skala Produksi Pada tahap ini Galenic Development melakukan tahap transfer formulasi ke produksi komersial bekerja sama dengan departemen

92 7 produksi dan QA yang dilakukan minimal 3 bets bersamaan dilakukannya validasi proses pembuatan produk b. Analytical Development Analytical Development memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Mengembangkan dan memvalidasi metode pengujian yang digunakan untuk memeriksa sampel hasil pengembangan produk 2. Memecahkan masalah kimia analitik yang kompleks 3. Mentransfer metode analisis baru ke Laboratorium Quality Control (QC) 4. Mengkoordinasikan pengujian stabilitas untuk produk yang sedang dikembangkan 5. Pengujian mutu produk trial 6. Pengembangan metode untuk produk baru dan bahan baku baru. 7. Validasi/verifikasi metode analisis baru (produk dan bahan baku). c. Packaging Development Packaging Development memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Mengkoordinasikan pengembangan packaging produk baru dan produk eksis untuk produk lokal, ekspor dan impor termasuk komunikasi dengan designer marker 2. Mengkoordinasikan dengan depatemen terkait dalam melakukan trial machine yang diperlukan untuk bahan pengemas yang sedang dikembangkan, mempersiapkan dan melaporkan hasil trial dengan persetujuan departemen yang bersangkutan 3. Menangani persiapan peluncuran produk lokal atau ekspor yang berkaitan dengan tugas pengembangan bahan pengemas produk 4. Melakukan koordinasi untuk pembelian mesin packaging baru 5. Memberikan rekomendasi proses printing pada marketing ketika akan ada perencanaan peluncuran produk baru atau produk existing dengan kemasan baru 6. Bekerjasama dengan departemen terkait ketika ada problem shooting pada bahan pengemas.

93 8 Product Development dalam melakukan kegiatan didasarkan pada ide/masukan dari departemen marketing yang telah melakukan berbagai survei pasar untuk mengetahui produk produk mana yang perlu dibuat atau dievaluasi dan diperbaiki. 2.4 Bahan Pengemas Bahan pengemas adalah bahan yang digunakan menutup/membungkus obat sampai ke konsumen. Bahan pengemas terdiri dari 2 jenis yaitu (PTMI. 2012): a. Bahan pengemas primer : bahan yang kontak langsung dengan produk. Contoh : Rigid, Alufoil, Tube, Botol b. Bahan pengemas sekunder : bahan yang tidak kontak langsung dengan produk. Contoh : Insert, Folding Box, Carton, label. 2.5 Pengemasan (Packing) Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat. Tujuan dari pemberian kemasan adalah untuk menjaga stabilitas produk dan melindungi produk dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembapan, suhu atau cahaya, dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai identitas produk. Alur kegiatan pengemasan adalah sebagai berikut, bagian SCM akan mengeluarkan PO (Packing order) ke bagian packing untuk melakukan proses pengemasan setelah dokumen MWS telah diisi dengan lengkap dan benar. Bagian Packing akan membuat permintaan Material packing yang dibutuhkan dalam proses pengemasan dengan PO (Packing order) yang dikirim kepada bagian warehouse. Bagian warehouse akan memeriksa kelengkapan Material packing yang diperlukan dan apabila Material packing tersebut telah siap dan lengkap maka PO akan diserahkan kepada SCM untuk dibuat PWS. Pembuatan PWS tidak akan dilakukan apabila Material packing yang diperlukan untuk pengemasan tidak lengkap dan statusnya belum diluluskan oleh QA. Kemudian PWS beserta PO

94 9 akan diserahkan kembali kepada bagian Packing untuk dilakukan proses pengambilan Material packing dan dilakukan proses pengemasan. Proses pengemasan dibagi dalam 2 tahap yaitu : a. Pengemasan Primer (Primary Packing) Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada produk ruahan, dan kemasan langsung berhubungan dengan produk. Proses pengemasan primer yang dilakukan PT. Merck Tbk. meliputi kegiatan Blistering atau stripping atau botling. Sebelum dilakukan proses botling, botol-botol yang akan digunakan dibersihkan melalui proses Blowing untuk menghilangkan debu yang mungkin menempel di dalam botol. Sedangkan kemasan primer untuk produk injeksi adalah ampul, yang dilakukan oleh bagian manufacture. Selama proses pengemasan primer dilakukan kontrol terhadap mutu produk meliputi: 1) Sorting Out hasil pengemasan yang berupa blister atau strip dan pemeriksaan yang dilakukan antara lain : a) Batch number dan Expired date sesuai dengan PWS dan jelas terbaca. b) Potongan blister/strip rapi. c) Kantong blister/strip tidak ada yang kosong atau penampilan ada tidaknya produk cacat atau seperti ada tablet pecah di blistering. 2) Tes kebocoran (secara berkala selama proses) menggunakan wadah berisi cairan yang divacum. Caranya adalah dengan mengambil hasil pengemasan secara acak lalu dimasukkan dalam wadah yang kemudian divacum hingga tekanan tertentu lalu biarkan selama beberapa menit. Jika terdapat gelembung-gelembung udara dan produk di dalam kemasan basah, berarti kemasan tersebut bocor. Kemudian tekanan diturunkan dan wadah dibuka. b. Pengemasan sekunder (Secondary packing) Pengemasan sekunder merupakan kegiatan member kemasan pada produk yang telah dilakukan pengemasan primer. Pngemasan sekunder meliputi folding box, labeling, cartoning. Sedangkan pemeriksaan selama proses yang dilakukan pada pengemasan untuk proses cartoning meliputi pemeriksaan terhadap :

95 10 1) Batch number dan Expired date pada box label sesuai dengan PWS dan jelas terbaca. 2) Bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (botol, ampul, blister, strip) sesuai standar. 3) Jumlah botol/ampul/ blister, strip tiap box lengkap. 4) Label / box rapi 5) Jumlah box lengkap IPC untuk proses sorting out blister dan strip meliputi pemeriksaan : 1) Bentuk, warna, dan cetakan kemasan primer (blister/ strip) 2) Tidak ada Mix up 3) Batch number dan expired date sesuai MO dan jelas terbaca 4) Kantong (Blister atau strip) tidak ada yang kosong. 5) Potongan Blister atau strip rapi. Proses pengemasan secara umum : 1) Pencetakan (Printing) batch number dan expired date pada box 2) Pelipatan Leaflet (folding) 3) Sorting out untuk produk produk yang dikemas dengan botol. 4) Cartoning 5) Pada proses ini produk dikemas ke dalam box dengan dilengkapi leaflet. Box box tersebut dimasukkan ke dalam karton box. 6) Penimbangan box dan karton box, Sebelum melakukan pengemasan harus dilakuakn pengecekan atau pemeriksaan terlebih dahulu. Hal hal yang perlu diperhatikan pada sat line clearance yaitu : 1) Tidak terdapat material (produk / bahan kemasa/ dokumen) yang tidak berhubungan dengan produk yang akan dikemas. 2) Wadah untuk menampung hasil pengemasan dalam keadaan bersih dan kosong. 3) Tidak terdapat sisa pengemasan dari produk sebelumnya 4) Tidak terdapat label identitas dari produk sebelumnya 5) Tidak terdapat dokumen produksi dari produk sebelumnya

96 11 Untuk produk yang rejected atau tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan disimpan ke ruang reject lalu dikirim ke bagian EQ sebagai departemen yang mengkoordinir pengolahan limbah. Sedangkan untuk produk yang telah dikemas dan memenuhi spesifikasi kemudian diberi label karantina oleh bagian packing yang kemudian dikirim ke gudang disertai dengan dokumen TO (Transfer Order) dan PWS. Setelah semua dokumen ditandatangani maka PWS akan dikirim ke QA untuk menunggu label approved. Setelah itu, warehouse akan mencetak BIN label dan menempelkannya pada palet produk karantina. Kemudian barang tersebut akan disimpan dalam ruangan penyimpanan ber AC, sesuai dengan BIN yang tercatat pada sistem SAP. Apabila produk tersebut telah dinyatakan lulus oleh QA maka produk tersebut akan diberi label aproved pada fisik barang dan di sistem SAP. 2.6 Trial Manual Capping Measuring Cup dan Cartoning Folding box Trial yang dilakukan yaitu manual capping Measuring cup ex. Arwina dan cartoning Folding box Ex. MJSG di area LFL packaging produksi di PT. Merck Tbk. Trial bertujuan untuk memastikan bahwa Measuring cup ex. Arwina dan Folding box Ex. MJSG dapat digunakan untuk skala produksi, baik secara manual capping ataupun proses cartoning di area produksi karena untuk saat ini PT. Merck Tbk belum memiliki mesin otomatis untuk capping Measuring Cup LFL (Liquid Filling Line) Mesin Liquid Filling Line adalah Mesin semi otomatis yang digunakan untuk mengemas produk sirup dengan jalur mulai dari blowing botol sampai pengemasan ke dalam folding box (PTMI. 2013) Measuring Cup Measuring cup adalah wadah takar untuk mengukur dosis yang di anjurkan pada produk sirup.

97 Folding Box Sebuah kotak lipat terbuat dari karton dan dipotong dilipat, dilaminasi dan dicetak. Spesifikasi folding box secara umum yang digunakan (PTMI. 2013): a. Material Bahan yang digunakan untuk folding box adalah Dupleks gsm, dan Ivory gsm dengan arah serat horizontal. b. Bentuk Bentuk kuncian Reverse Tuck c. Varnish Varnish yang dapat di pakai antara lain Spot UV (unvarnish di area coding), Water based dan OPV d. Posisi Pharmacode Pharmacode tercetak di flap atas dan flap bawah di bagian tutup Rejection Rate (RR) Nilai RR < 5% : dapat digunakan untuk skala produksi.

98 BAB 3 PROSEDUR PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan di area mesin LFL PT. Merck Tbk pada tanggal 6 Maret Alat dan Bahan LFL Mesin (Marchesini), Botol gelas 100 ml sebanyak 200 botol, PP Cap sebanyak 200 cap, 200 buah Measuring Cup ex Arwina dan 200 buah folding box. Tabel 1. Deskripsi Material Measuring cup ex Arwina & Folding Box Ex MJSG Measuring cup Folding Box Material PP Material Ivory 350 gsm Lebar Diamater 33 mm Dimensi 46 x 46 x atas 125 mm Lebar Diamater 31.2 mm 46 x 46 x bawah 128 mm Tinggi 26 mm type Reverse tuck Dosis takar 2.5ml, 5ml, 7.5ml, 10ml & 15ml - - Berat 2.2 g - - Kaki pengunci 7.5 mm - - Bentuk kaki pengunci Meas. Cup - - PP Cap 13

99 Metode Pelaksanaan Melakukan pengamatan trial manual capping measuring cup dan trial folding box ex MJSG (new vendor) di area liquid filling line karena proses diarea tersebut sudah online mulai dari filling proses sampai dengan cartoning. Pelaksanaan trial dilakukan dua kali dengan 2 kecepatan berbeda yaitu : 1. Trial pertama dengan kecepatan 50 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 60 rpm pada area labeling dengan menggunakan folding box ukuran 46 x 46 x 125 mm 2. Trial kedua dengan kecepatan 55 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 65 rpm pada area labeling menggunakan folding box ukuran 46x 46 x128 mm Pada pelaksanaan trial PD (Packaging Development) menempatkan 1 orang operator pada area sebelum labeling (manual capping awal) dan satu orang lagi pada area setelah labeling untuk melakukan inspeksi measuring cup yang tidak terpasang dan tidak terpasang dengan baik. Setelah proses, kemudian dari hasil trial dihitung nilai RR, jika < 5% maka dapat diterapkan dalam skala produksi.

100 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi stabilitas produk, seperti pengaruh mekanik, kelembaban, suhu atau cahaya dan juga untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk serta sebagai identitas produk. Proses pengemasan dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu Pengemasan Primer (primary packaging) dan Pengemasan Sekunder (secondary packaging). Pengemasan primer merupakan kegiatan memberikan kemasan pada produk ruahan dan kemasan yang berhubungan langsung dengan produk. Pengemasan sekunder merupakan kegiatan memberi kemasan pada produk yang telah dilakukan pengemasan primer. Measuring Cup merupakan wadah takar untuk mengukur dosis yang dianjurkan pada produk sirup. Keuntungan menggunakan measuring cup yaitu memudahkan dalam mengkonsumsi sehingga sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Proses trial measuring cup dan cartoning dilakukan pada area pengemasan sekunder menggunakan mesin LFL yang langsung terhubung dengan pengemasan primer mulai dari filling proses sampai dengan cartoning. Pada proses trial measuring cup PD menempatkan 1 orang operator pada area sebelum labeling (manual capping awal/area 1) (Gambar 4.1.) dan satu orang pada area setelah labeling untuk melakukan inspeksi measuring cup yang tidak terpasang dan tidak terpasang dengan baik (area 2) (Gambar 4.2.). Pada trial juga dilakukan trial folding box ex MJSG (new vendor) di area liquid filling line. Alur proses trial, botol gelas 100 ml dan PP cap disiapkan di area pengemasan primer. Botol gelas 100 ml ditiup dengan mesin NERI S16 (proses blowing), kemudian produk diisikan ke dalam botol gelas 100 ml dan cap menggunakan mesin MARCHESINI ML 642 (pada proses trial tidak menggunakan produk), kemudian botol yang sudah tertutup menuju area pengemasan sekunder (Gambar 4.3.), 1operator melakukan manual capping awal 15

101 16 sebelum masuk proses labeling (Gambar 4.4.) dan 1 orang operator melakukan pemeriksaan measuring cup yang belum terpasang ataupun yang kurang sempurna (Gambar 4.5.), dilanjutkan cartoning secara otomatis. Gambar 4.1. Area pemasangan measuring cup sebelum proses labeling / setelah proses filling (Area 1) Gambar 4.2. Area pengecekan/pemasangan measuring cup yang belum terpasang atau tidak terpasang dengan baik. Area setelah proses labeling (Area 2). Pelaksanaan trial dilakukan dengan 2 variasi kecepatan yaitu trial pertama dengan kecepatan 50 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 60 rpm pada area labeling dengan menggunakan folding box ukuran 46 x 46 x 125 mm dan trial kedua dengan kecepatan 55 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan

102 17 65 rpm pada area labeling menggunakan folding box ukuran 46 x 46 x128 mm, dengan 1 operator di area 1 dan 1 operator di area 2. Dari hasil trial yang dilakukan kemudian dilihat nilai Rejection Rate jika <5% maka dapat digunakan untuk skala produksi. Hasil trial dengan menggunakan 100 botol dengan kecepatan 50 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 60 rpm pada proses labeling yaitu pada area 1 terdapat 8 buah measuring cup yang tidak terpasang, 15 buah measuring cup tidak terpasang dengan baik dan 77 buah measuring cup terpasang dengan baik dan pada area 2 operator memasang 8 buah measuring cup dengan baik, memperbaiki 15 buah measuring cup yang tidak terpasang dengan baik di area 1, operator di area 2 melakukan pemeriksaan pada 100 buah measuring cup dari area1. Setelah melewati area 2 kemudian botol memasuki area cartoning trial dilakukan menggunakan folding box ukura 46 x 46 x 125 mm sebanyak 100 buah, diperoleh hasil 25 buah folding box dapat dibentuk di cartoning mesin dan 75 buah folding box tidak dapat di bentuk di area flap folding box, yang disebabkan ukuran botol yang sudah terpasang measuring cup lebih tinggi (126 mm) dari ukuran folding box (125 mm) dan hal inilah yang membuat part folded mesin tidak dapat bekerja dengan baik karena tidak mampu membentuk/menutup flap pada folding box. Gambar 4.3. Process awal filling dan capping dengan kecepatan 55 rpm. Pelaksanaan dengan kecepatan 55 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 65 rpm pada area labeling, kecepatan ini adalah kecepatan standar saat

103 18 produksi berjalan, dengan hasil pada area1 11 buah measuring cup tidak terpasang, 18 buah measuring cup tidak terpasang dengan baik dan 71 buah measuring cup terpasang dengan baik. Sedangkan pada area 2, operator memasang 11 buah measuring cup dan memperbaiki 18 buah measuring cup yang tidak terpasang dengan dengan baik serta melakukan pemeriksaan pada 100 buah measuring cup dari area 1. Setelah melewati area 2 kemudian botol memasuki area cartoning, trial dilakukan menggunakan folding box ukuran 46 x 46 x 128 mm dengan kecepatan 65 rpm, dari 100 buah sempel, didapat hasil 98 buah folding box dapat dibentuk di cartoning mesin dan 2 buah folding box tidak dapat di bentuk di area flap folding box. Gambar 4.4. Manual capping awal sebelum masuk proses labeling. Gambar 4.5. Area pemeriksaan measuring cup yang belum terpasang ataupun yang kurang sempurna.

104 19 Gambar 4.6. Cartoning area sebelum pemasangan folding box Gambar 4.7. Folding box tidak dapat di bentuk di area flap folding box Gambar 4.8. Folding box dapat di bentuk di area cartoning mesin

105 20 80% 75% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0% Measuring cup Folding Box Gambar 4.9. Nilai Rejaction Rate pada Trial Pertama Dari Gambar 4.9. Menunjukan bahwa nilai RR pada trial measuring cup dengan kecepatan dengan kecepatan 50 rpm pada proses filling dan capping, kecepatan 60 rpm pada proses labeling yaitu 0%. Hal ini menunjukan manual capping dapat diterapkan dalam skala produksi, tetapi untuk trial folding box ukuran 46 x 46 x 125 mm nilai RR sebear 75%, hal ini menunjukan folding box ukuran 46 x 46 x 125 mm tidak dapat digunakan untuk skala produksi. 3% 2% 2% 2% 1% 1% 0% 0% Measuring cup Folding Box Gambar Nilai Rejaction Rate pada Trial kedua Dari Gambar Menunjukan bahwa nilai RR pada trial measuring cup dengan kecepatan dengan kecepatan 55 rpm pada proses filling dan capping,

106 21 kecepatan 65 rpm pada area labeling yaitu 0%. Hal ini menunjukan manual capping dapat diterapkan dalam skala produksi, untuk trial folding box ukuran 46 x 46 x 128 mm nilai RR sebear 2%, hal ini menunjukan folding box ukuran 46 x 46 x 128 mm dapat digunakan untuk skala produksi. Pada saat trial berlangsung terjadi antrian di area transisi conveyor labeling dan conveyor cartooning hal ini di sebabkan ada botol yang jatuh ketika proses transfer sedang berjalan. Gambar Antrian di area transisi conveyor labeling dan conveyor cartoning Pada trial manual capping terdapat defect yaitu berupa dented pada PP cap, yang disebabkan kaki pengunci pada measuring cup harus memiliki bentuk tonjolan (bulge) agar dapat terpasang dan tidak mudah terlepas dari PP cap. Defect dari pemasangan measuring cup juga tidak bisa dihindari, karena measuring cup type ini sudah cukup compatible dengan PP cap yang digunakan produksi saat ini. Gambar 12. Contoh measuring cup yang terpasang sempurna, tetapi meninggalkan defect pada PP cap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SARY

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi 14 BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum PT. Freshklindo Graha Solusi PT. Freshklido Graha Solusi adalah perusahaan jasa kebersihan terkemuka di Indonesia, yang menawarkan solusi cerdas

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 PERIODE XLVI OLEH: WILI MAWARTI NPM: 2448715248 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: CINDY HERIYANTI. H, S. Farm. (NPM: 2448715105) PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI 2014 7 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI JL. PULOGADUNG NO 6 JAKARTA (3 OKTOBER - 25 NOVEMBER 2011) PERIODE XXXVII OLEH: NEHRU WIBOWO, S. Farm. NPM: 2448711103 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015) PERIODE XLV OLEH: RUS DWI CAHYANI, S. Farm. NPM: 2448715138 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang : a. bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian

Lebih terperinci