BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah
|
|
- Herman Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi ini dapat berapa sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk mempengarahi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi semua bahan baku baik berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat dan digunakan dalam proses pembuatan obat. 2.2 Persyaratan Industri Farmasi Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut : 1. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2. Memiliki rencana investasi. 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/1988.
2 5. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masingmasing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB. 6. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. 2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik ( CPOB) CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan menyeluruh pada pembuatan obat sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Aspekaspek CPOB 2006 diuraikan dibawah ini.
3 2.3.1 Sistem Manajemen Mutu Industri farmasi harus memberikan jaminan khasiat, keamanan dan mutu produk yang dihasilkan agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu dimana diperlukan sistem manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar dari sistem manajemen mutu adalah : 1. Sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. 2. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk Personalia Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah : 1. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab a. Unit Produksi, unit Pengawasan Mutu dan unit Penjaminan Mutu dikepalai oleh Apoteker yang berbeda dan bertanggung jawab terhadap unitnya masing-masing serta memiliki pengalaman dan mampu membawahi para karyawan pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan.
4 b. Jumlah personil yang cukup agar kegiatan produksi dan pengawasannya dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan spesifikasi yang telah ditetapkan. c. Sarana dan lingkungan tempat kerja, pakaian kerja serta peralatan/perlengkapan pengaman yang memadai perlu disediakan agar produk maupun orangnya bebas dari resiko kontaminasi. 2. Pelatihan Untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan CPOB maka setiap karyawan yang bekerja pada industri farmasi wajib untuk diberikan pelatihan. Pelatihan tersusun untuk beberapa tingkatan, mulai dari orientasi umum mengenai CPOB, latihan di tempat kerja, maupun pelatihan yang bersifat khusus, misalnya untuk karyawan yang bekerja di daerah steril, β-laktam, sefalosporin, dan lain-lain Bangunan dan Sarana Penunjang Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya. Seperti pencemaran udara, tanah dan air maupun kegiatan di sekitarnya.
5 2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol. 4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. 1. Rancang Bangun dan Konstruksi a. Peralatan yang digunakan tidak bereaksi atau menimbulkan akibat terhadap bahan yang diolah. b. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luarnya. c. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditara menurut program dan prosedur yang tepat, hasil pemeriksaannya dicatat dan disimpan dengan baik. d. Penyaring untuk cairan tidak boleh melepaskan serat ke dalam produk dan tidak boleh mengandung asbes.
6 2. Pemasangan dan Penempatan a. Peralatan hendaklah ditempatkan pada posisi yang tepat untuk memperkecil pencemaran silang antar bahan. b. Peralatan ditempatkan dengan jarak yang cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja. c. Peralatan utama diberi nomor pengenal yang dipakai pada semua perintah dan catatan pembuatan bets untuk menunjukkan unit atau alat tertentu. d. Semua pipa, tangki, selubung hendaknya diberikan pelekat untuk memperkecil kehilangan energi. e. Saluran pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaknya dilengkapi dengan peralatan uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik. f. Sistem-sistem penunjang hendaknya divalidasi untuk memastikan fungsinya sesuai tujuannya. 3. Pemeliharaan a. Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal yang tepat agar berfungsi dengan baik dan mencegah pencemaran. b. Prosedur-prosedur tertulis untuk peralatan dibuat dan dipatuhi. c. Catatan pelaksanaan pemeliharaan pemakaian peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku harian dan catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke catatan produksi bets produk tertentu.
7 2.3.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dapat menjamin produk obat jadi memenuhi spesifikasi yang ditentukan. 1. Bahan Awal a. Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan. b. Untuk setiap kiriman atau bets hendaklah diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas yang jelas. c. Saat penerimaan barang selalu dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum dan contoh untuk pengujian yang diambil oleh petugas menggunakan metode yang disetujui oleh manajer pengawasan mutu. d. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu. e. Persediaan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu.
8 f. Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, hendaklah disimpan pada ruangan dengan suhu udara yang dapat diatur. g. Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang. h. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok. 2. Validasi Proses a. Semua proses produksi divalidasi dengan tepat serta dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan. b. Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi. c. Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang. d. Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tersebut tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 3. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik maupun mempengaruhi kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. 4. Sistem Penomoran bets dan Lot a. Sistem penomoran selanjutnya hendaklah saling berkaitan. b. Sistem penomoran hendaklah menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara berulang.
9 5. Penimbangan dan Penyerahan a. Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis. b. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan. c. Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu. d. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang hendaklah sesuai dengan jumlah bahan. e. Pada setiap penimbangan maupun pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenarannya, ketepatan identitas, dan jumlah bahan. f. Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan bahan ataupun obat hendaklah dijaga. g. Penimbangan dan penyerahan hendaklah menggunakan peralatan yang cocok dan bersih. h. Bahan baku produk yang diserahkan hendaknya diperiksa ulang. 6. Pengembalian Semua bahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan baik. 7. Pengolahan a. Semua bahan dan peralatan yang dipakai hendaklah diperiksa terlebih dahulu. b. Semua kegiatan pengolahan hendaklah mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.
10 c. Wadah dan penutup untuk bahan dan produk hendaklah selalu bersih. d. Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu. e. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dengan teliti. f. Hasil sesungguhnya hendaklah dicatat dan dicocokkan dengan hasil teoritis. g. Bahan dan produk kering. Penanganannya menimbulkan masalah debu, oleh karena itu perlu dipasang sistem penghisap debu untuk mencegah penyebarannya. Produk hendaklah dilindungi dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal di dalam peralatan. h. Pencampuran dan granulasi. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian debu. Parameter operasional tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Bahan yang beresiko tinggi digunakan kantong pelindung. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba. i. Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedur dan penandaan untuk menghindari campur aduk antar produk. Tersedianya alat timbang yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang ditolak atau disingkirkan hendaklah ditempatkan dalam
11 wadah yang ditandai dengan jelas dan dicatat pada Catatan Pengolahan bets. m. Penyalutan Udara yang dialirkan disaring dan memiliki mutu yang tepat dan larutan penyalut digunakan dengan cara yang dapat menekan pertumbuhan jasad renik. n. Pengisian kapsul keras. Kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi yang baik. o. Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul. Hendaklah dihindari terjadinya campur-baur selama proses pemberian tanda, pemeriksaan, pemilahan dan proses pengkilapan kapsul dan tablet bersalut. Tinta yang digunakan untuk penandaan hendaklah tinta yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan. p. Produk cair, krim dan salep. Proses produksi produk cair, krim, dan salep terlindung dari pencemaran. Peralatan yang digunakan dirancang dan dipasang secara tepat sehingga mudah untuk melakukan pembersihan. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air hendaklah diperiksa pada awal, sesudah penghentian dan pada akhir proses pengisian untuk memastikan homogenitas produk. 8. Produk Steril a. Cara produksi ada dua kategori yaitu aseptik dan sterilisasi akhir. b. Semua produk steril dibuat dengan kondisi yang terkendali dan dipantau dengan teliti, diperlukan tindakan khusus untuk meyakinkan sterilisasi akhir.
12 c. Untuk membuat produk steril diperlukan ruangan terpisah yang dirancang khusus. d. Pembuatan produk steril memerlukan tiga kualitas ruangan yang berbeda yaitu ruang ganti pakaian, ruang bersih, dan ruang steril. e. Kontaminasi jasad renik tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. f. Personalia. Personil yang bekerja hendaklah dipilih dengan seksama. Standar higiene dan kebersihan perorangan sangat penting. Oleh karena itu semua personil dilatih dalam bidang yang berkaitan dengan pembuatan produk steril. g. Pakaian. Personil memakai pakaian khusus untuk daerah bersih dan steril. Pakaian biasa dari luar tidak boleh dibawa ke dalam. Arloji, perhiasan dan kosmetika tidak boleh dipakai dalam ruangan bersih dan steril. Pakaian ditangani dengan cepat dan pencucian terpisah sehingga tidak terkena cemaran. h. Bangunan. Bangunan untuk ruang steril dirancang khusus, ruangan diberi aliran udara bertekanan positif secara efektif melalui saringan. Permukaan kedap air dan tidak retak. Tidak boleh ada bagian yang dapat terjadi penumpukan debu. Pipa-pipa dipasang dengan tepat. Saluran pembuangan terpisah dan bak cuci ditiadakan. Dan semua aspek yang memungkinkan pencemaran dihindari. i. Peralatan dirancang dan dipasang dengan tepat dan mudah dibersihkan.
13 2.3.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik, agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang perlu dibicarakan dalam pengawasan mutu antara lain : 1. Pengawasan mutu Pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium. Sistem dokumentasi dan prosedur hendaklah menjamin bahwa pemeriksaan dilakukan dengan tepat. Tugas pokok pengawasan mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi, menyusun rencana pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahanbahan dan produk, meneliti catatan sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal kadaluwarsa, mengevaluasi pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan, menyediakan baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar kontrak. 2. Laboratorium Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok untuk prosedur dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai dengan monografi yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian
14 yang mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya. 3. Validasi Bagian pengawasan mutu melakukan validasi terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang ada, serta memberi bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi. 4. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, diperhatikan dalam hal spesifikasi, cara pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi. 5. Produksi-produksi dan perubahannya Bagian pengawasan mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk. 6. Peninjauan catatan produksi dan bets produk Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets dilakukan oleh bagian pengawasan mutu dan bets yang menyimpang diselidiki secara tuntas. 7. Penelitian stabilitas Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini dipatuhi mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan bets yang telah diluluskan.
15 8. Laboratorium luar Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tanggung jawab tetap berada di tangan pabrik. Sifat dan luas analisis hendaknya disepakati dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik yang bersangkutan. 9. Penilaian terhadap pemasok Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh bagian pengawasan mutu, bagian produksi dan bagian pembelian secara berkala Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah selurah aspek produksi dan pengendalian mutu memenuhi standar CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Obat Serta Obat Kembalian Penarikan kembali obat adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets obat tertentu dari peredaran. Penarikan
16 kembali obat dilakukan apabila ditemukan obat yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serins serta beresiko terhadap kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat atau mutu obat. Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif Dokumentasi Dokumentasi adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan Obat. Fungsi dokumentasi adalah : 1. Merupakan bagian dari sistem manajemen mutu. 2. Memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan. 3. Menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets/lot produk sehingga memudahkan penulusuran. Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan mutu, dokumen dalam penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam
17 pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan, dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan pemusnahan bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak haras dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu Kualifikasi dan Validasi 1. Kualifikasi Kualifikasi merupakan tindakan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses selalu bekerja dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi dapat dikelompokkan menjadi : a. Kualifikasi Desain b. Kualifikasi Instalasi c. Kualifikasi Operasional d. Kualifikasi Kinerja
18 2. Validasi Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem perlengkapan/mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun Pengawasan Mutu senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi mencakup : a. Konstruksi dan rancang bangun sarana b. Peralatan, sarana penunjang dan layanan yang kritis c. Kualifikasi dan kalibrasi instrumen d. Bahan baku dan bahan pengemas e. Serah terima proses produksi dan kenaikan skala bets f. Prosedur pengolahan induk dan pengemasan induk g. Prosedur pembersihan h. Personalia Jenis-jenis Validasi: a. Validasi (kualifikasi) mesin/peralatan b. Validasi metode analisa (cara prosedur pengujian) c. Validasi proses, meliputi : Validasi prospektif Validasi konkuren Validasi retrospektif Revalidasi d. Validasi proses pengemasan e. Validasi pembersihan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Lebih terperinciIndustri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : YURAIDAH, S.Farm 083202097 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 LEMBAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciCPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun oleh : Sri Munawarni, S.Farm NIM : 073202164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
Lebih terperinciProduksi di Industri Farmasi
Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan
Lebih terperinciOleh : Bambang Priyambodo
Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah
BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri
Lebih terperinci2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia
1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
Lebih terperinciB. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan
Lebih terperinciPEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat tradisional merupakan produk
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciDOKUMENTASI
DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum
Lebih terperinciTugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu
Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI
Lebih terperinci(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,
BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN,
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 466/Kpts/TN.260/V/99 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT HEWAN YANG BAIK MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin mutu obat hewan, perlu adanya upaya penerapan
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan
Lebih terperinciAspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi
Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11
Lebih terperinci2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto
BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan
Lebih terperinciBAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN
BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 3.1 Keterlibatan Dalam Produksi Praktek Kerja Profesi Apoteker di P.T. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, dilaksanakan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR QUALITY CONTROL
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan
Lebih terperinciMODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI
MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN
Lebih terperinciPEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP
Lebih terperinciBAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK
BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada
Lebih terperinci(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA 2.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16
Lebih terperinciBAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus
BAB II PT. KIMIA FARMA 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma(Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada
Lebih terperinciNo Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.
No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi
Lebih terperinciPenggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik
Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN 2.1 Sejarah Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215
Lebih terperinciDOKUMENTASI PRODUKSI
DOKUMENTASI PRODUKSI MEDAN PABRIK FARMASI & FAKTOR PENUNJANG Sumber Daya Manusia ( SDM ) > Semua tenaga kerja, dari tenaga ahli (apote- teker) s/d operator harus terlatih. Perangkat Keras ( Hardware) >
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1. Sejarah Perusahaan. PT.Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciTugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu
Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB 1 MANAJEMEN MUTU
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Lebih terperinciLampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice
113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam menjadi pilihan alternatif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT. Pembuatan obat-obatan di ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)
BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT 2.1 Sejarah Pembuatan obat-obatan di ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dimulai pada tahun 1950. Unit farmasi yang sudah terbentuk ini diberi
Lebih terperinci2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629
Lebih terperinciTUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB
TUGAS FARMASI INDUSTRI ELIMINASI DAN VALIDASI 12 ASPEK CPOB Nama : SITTI MUNAWARAH NIM : 3351161343 Kelas : D PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI-JAWA
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT
Lebih terperinci1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperinciIOT adalah industri yang memproduksi obat traditional dengan total asset diatas Rp ,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah
CPOTB CPOB vs CPOTB Ruang Lingkup CPOB : Industri farmasi yang memproduksi Obat dan Bahan Baku Obat; lembaga lain yg memproduksi sediaan radiofarmaka; Instalasi farmasi RS yang melakukan proses pembuatan
Lebih terperinciPERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun Saat ini
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1. Sejarah PT. Universal Pharmaceutical Industries didirikan pada tahun 1975 dan mendapatkan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun 1995. Saat ini dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG CARA PEMBUATAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,
Lebih terperinci