UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus untuk segala berkat dan penyertaan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus Jl. Raya Serang Km 11,5 Cikupa Tangerang. Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Jaka Supriyanta, Apt. selaku Plant Manajer PT Molex Ayus Pharmaceutical sekaligus pembimbing yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Molex Ayus. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA atas segala ilmu, nasihat dan dukungan yang telah diberikan. 4. Ibu Dra. Maryati K., M.Si, Apt. selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan ini. 5. Ibu Lindy Ridyawati, S.Farm, Apt. dan Ibu Ermas Diana Sari, S.Farm, Apt. selaku pembimbing program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus, serta Ibu Nisa Asma Maulida, S.Farm., Apt. dan Ibu Novri, S.Farm., Apt. selaku Pembimbing Tugas Khusus yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 6. Bapak Dimas Ardiansyah, S.Farm., Apt., selaku Manajer PPIC yang telah memberikan kesempatan, membantu serta memberikan pengarahan kepada penulis. 7. Seluruh pimpinan dan staf PT. Molex Ayus yang memberikan ilmu, pengalaman serta bimbingan dan meluangkan waktunya untuk mengarahkan kami selama PKPA ini berlangsung. 8. Keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa selama masa Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung. iv

5 9. Teman-teman Apoteker angkatan 74 yang telah berjuang bersama, teristimewa Maya, Loedfia, dan Mutiara 10. Sahabat tercinta, Veto, untuk dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2012 Penulis v

6 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)... 9 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS Sejarah Perkembangan PT. Molex Ayus Visi dan Misi Lokasi dan Tata Letak Bangunan Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia Bidang Usaha Jenis Produk Departemen di PT. Molex Ayus Sistem Pengolahan Limbah Pengolahan Air untuk Proses Produksi Sistem Tata Udara BAB 4. PEMBAHASAN BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vi

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Molex Ayus.. 87 Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus. 88 Lampiran 3. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi Basah) Lampiran 4. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Granulasi Kering). 92 Lampiran 5. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Cetak Langsung) Lampiran 6. Skema Proses Pembuatan Sediaan Solid (Penyalutan) Lampiran 7. Skema Proses Pembuatan Sediaan Liquid Lampiran 8. Skema Proses Pembuatan Sediaan Semisolid Lampiran 9. Laporan Barang Datang Lampiran 10. Daftar Periksa Penerimaan Barang.. 98 Lampiran 11. Form Pengambilan Contoh.. 99 Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu. 99 Lampiran 13. Label Karantina Bahan Baku dan Bahan Kemas. 100 Lampiran 14. Label Karantina oleh bagian Pengawasan Mutu Lampiran 15. Label Release oleh bagian Pengawasan Mutu. 101 Lampiran 16. Label Ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu. 101 Lampiran 17. Serah Terima Produk 102 Lampiran 18. Catatan Pengolahan Bets 103 Lampiran 19. Catatan Pengemasan Bets 104 Lampiran 20. Label Bersih Alat 105 Lampiran 21. Label Ruangan Telah Dibersihkan 105 Lampiran 22. Label Produk Antara/Ruahan Lampiran 23. Label Bahan Baku Lampiran 24. Surat Penyerahan Barang Lampiran 25. Skema Pengolahan Air di PT. Molex Ayus Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus 109 vii

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu tolak ukur kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang memadai dapat menunjang pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang lebih berkualitas. Salah satu indikator dari tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu adalah ketersediaan obat. Obat merupakan bahan yang digunakan untuk menyembuhkan, mengurangi gejala, memperlambat keparahan, atau mencegah suatu penyakit. Dengan demikian, obat memiliki peranan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Obat dirancang untuk dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga harus dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu dan tidak membahayakan kesehatan. Industri farmasi, sebagai penghasil obat, memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam mewujudkan tersedianya obat dalam jumlah, jenis, dan kualitas yang memadai. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, persyaratan mutu obat semakin diperketat. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh obat yaitu berkhasiat (efficacy), aman (safety), dan bermutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Industri farmasi, sebagai produsen obat, berkewajiban menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan tersebut. Industri farmasi dan produk industri farmasi diatur secara ketat karena menyangkut nyawa manusia. Pemerintah mengatur dan mengawasi pembuatan maupun peredaran obat di Indonesia. Salah satu bentuk pengaturan tersebut tertuang dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang menjadi pedoman bagi industri farmasi dalam memproduksi suatu obat. Setiap industri farmasi wajib memenuhi persyaratan dalam CPOB untuk menjamin khasiat, mutu, dan keamanan dari obat yang dihasilkan. Produk industri farmasi nasional dapat pula diperdagangkan secara internasional, sesuai dengan panduan dan ketentuan internasional, misalnya ISO 9000 series, c-gmp, PIC/S, dan lain-lain. 1

9 2 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, tiga posisi kunci dalam industri farmasi, yaitu Penanggung jawab pengawasan mutu, pemastian mutu, dan produksi harus ditangani oleh seorang apoteker. Dengan demikian, apoteker dalam industri farmasi memegang peranan yang penting. Peranan tersebut dimulai dari segi perencanaan produksi, proses produksi, pengawasan mutu, dan pengelolaan manajemen industri farmasi. Oleh karena itu, seorang apoteker dituntut untuk memiliki wawasan dan keterampilan yang cukup dalam melaksanakan tugasnya. Wawasan dan keterampilan tersebut tidak hanya diperoleh melalui kegiatan perkuliahan, namun juga dapat diperoleh melalui kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi. Salah satu industri farmasi adalah PT. Molex Ayus. sebagai salah satu perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga apoteker, mengadakan kerja sama dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker dengan PT. Molex Ayus. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2012 sampai dengan 30 Maret Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PT. Molex Ayus bertujuan untuk : 1. Mengetahui gambaran umum kegiatan di industri farmasi khususnya di PT. Molex Ayus dalam rangka penerapan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). 2. Mengetahui peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, khususnya di PT. Molex Ayus.

10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1799/MENKES/PER/XII/ 2010 tentang Industri Farmasi, yang dimaksud dengan Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Definisi obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Sedangkan pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan Perizinan Industri Farmasi Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal pada Kementrian Kesehatan yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Direktur Jenderal). Namun, untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip dapat diberikan oleh Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. Berikut ini adalah uraian tata cara memperoleh izin industri farmasi Persetujuan Prinsip Industri Farmasi Persetujuan prinsip industri farmasi diperlukan sebagai perizinan untuk melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi 3

11 4 peralatan, termasuk produksi percobaan. Permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh semua industri farmasi termasuk industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Terlebih dahulu, pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pengajuan permohonan persetujuan prinsip, terdapat 2 tahap yang harus dilalui. Pertama, pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Setelah persetujuan RIP diberikan oleh Kepala BPOM, tahap selanjutnya adalah mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan persetujuan prinsip adalah sebagai berikut: a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan c. Susunan direksi dan komisaris d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan Perundang-undangan di bidang farmasi e. Fotokopi sertifikat tanah atau bukti kepemilikan tanah f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO) g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat m. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan

12 5 n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan. Persetujuan prinsip berlaku selama tiga tahun. Persetujuan prinsip dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin industri farmasi yang bersangkutan. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan prinsip dapat diperpanjang paling lama satu tahun. Selama melaksanakan pembangunan fisik, yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap enam bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Persetujuan prinsip batal demi hukum apabila setelah jangka waktu tiga tahun dan/atau setelah jangka waktu satu tahun perpanjangan, pemohon belum menyelesaikan pembangunan fisik Izin Industri Farmasi Permohonan izin industri farmasi dapat diajukan setelah tahap persetujuan prinsip dilaksanakan. Dalam mengajukan permohonan izin industri farmasi, terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi diantaranya surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala BPOM

13 6 h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan; k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama industri, perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas harus dilakukan perubahan izin. Permohonan perubahan izin diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat Fungsi dan Kewajiban Industri Farmasi Industri farmasi mempunyai beberapa fungsi yaitu pembuatan obat dan bahan obat, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Selain memiliki fungsi, industri farmasi mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi diantaranya: a. Pendirian Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. b. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat.

14 7 c. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans atau seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Apabila dalam melakukan farmakovigilans Industri Farmasi menemukan obat, bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala BPOM Penyelenggaraan Industri Farmasi Kegiatan proses pembuatan obat dan bahan obat yang dilakukan industri farmasi dapat berupa sebagian tahapan dan/atau semua tahapan. Pada kegiatan proses pembuatan obat dan bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan penelitian dan penggembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk hasil penelitian dan pengembangan tersebut dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh industri farmasi di Indonesia. Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat. Sedangkan industri farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit. Pendistribusian tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri Farmasi lain yang telah menerapkan Cara Pembuatan obat yang Baik (CPOB). Pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki satu fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Pemberi kontrak dan penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat. Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi dan/atau lembaga setelah mendapat pertimbangan dari lembaga yang berwenang di bidang atom. Pembuatan sediaan radiofarmaka tersebut harus

15 8 memenuhi persyaratan CPOB. Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian dengan perorangan atau badan usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di bidang obat dan bahan obat untuk membuat obat dan bahan obat Pelaporan Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, industri farmasi diwajibkan menyampaikan laporan industri secara berkala. Laporan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu laporan industri farmasi enam bulan sekali dan laporan industri farmasi satu tahun sekali. Pada laporan enam bulan sekali, hal-hal yang dilaporkan meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. Jangka waktu penyampaian laporan enam bulan sekali adalah tanggal 15 Januari dan tanggal 15 Juli. Sedangkan pada laporan industri farmasi satu tahun sekali, jangka waktu pelaporan industri farmasi tahunan ini paling lambat 15 Januari. Kedua laporan ini dapat dilaporkan secara elektronik Pengawasan terhadap Industri Farmasi Pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan pemeriksaan berupa: a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.

16 9 Namun, apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan, penanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran pidana di bidang obat dan bahan obat, segera dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang. Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, atau mutu c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat / kemanfaatan, atau mutu d. Penghentian sementara kegiatan untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan. e. Pembekuan izin industri farmasi f. Pencabutan izin industri farmasi. Sanksi administratif berupa pembekuan izin industri farmasi dan pencabutan izin farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal atas rekomendasi Kepala BPOM. Sedangkan untuk sanksi administrasi lainnya diberikan langsung oleh Kepala BPOM. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

17 10 CPOB adalah pedoman yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menjadi hal yang penting sebab pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembaarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Aspek dalam CPOB 2006 meliputi (BPOM, 2006): Manajemen Mutu Manajemen mutu merupakan suatu aspek fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan Kebijakan Mutu, yang merupakan pernyataan formal dari manajemen puncak suatu industri farmasi, yang menyatakan arahan dan komitmen dalam hal mutu produknya (BPOM, 2009). Prinsip dari manajemen mutu yaitu industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2006). Unsur melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu (BPOM, 2006): a. Suatu Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

18 11 Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu atau Quality Assurance (QA) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi, berpengalaman praktis, dan dalam jumlah yang memadai agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu Kesehatan Personil Kesehatan personil dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan harus ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009) Kualifikasi dan Pengalaman Personil Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi tidak hanya ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Tugas penanggung jawab boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai (BPOM, 2006) Jumlah Personil Jumlah personil yang memadai sangat penting dalam proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas

19 12 akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas atau yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM, 2009) Struktur Organisasi Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi industri farmasi dibuat sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial Personil Kunci Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam

20 13 kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau Kepala Bagian pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM, 2009) Pelatihan Industri farmasi memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personil baru mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala. Program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing harus tersedia (BPOM, 2006) Bangunan dan Fasilitas (BPOM, 2006) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan harus sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci.

21 14 Desain dan tata letak dibuat sedemikian rupa agar kegiatan yang dilakukan sesuai dengan area yang telah ditentukan. Area yang terdapat pada bangunan meliputi area penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi / pengujian obat, apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk (lingkungan), sedangkan ruang lingkup higiene meliputi personalia. Sumber pencemaran dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Harus dihindarkan kontak langsung

22 15 antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. Untuk sanitasi dan higiene bangunan dan fasilitas menggunakan rodentisida, insektisida, agen fumigasi dan bahan sanitasi. Namun tidak boleh mencemari peralatan, bahan wal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau produk jadi. Peralatan yang telah digunakan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih Produksi Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006). Selain itu, produksi sebaiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene sampai dengan pengemasan. Prinsip utama produksi adalah : a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets. b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain (BPOM, 2006): a. Bahan Awal Pengadaan bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa harus dicatat. Catatan personil berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets / lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan,

23 16 dan tanggal kadaluarsa. Bahan awal yang diterima personil diuji dan dikarantina sampai disetujui dan diluluskan. b. Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk dan bahan personil dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. c. Sistem Penomoran Bets / Lot Sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets / lot harus tersedia dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets / lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot personil menjamin bahwa nomor bets / lot yang sama tidak dipakai berulang. d. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh diserahkan. e. Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan personil didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. f. Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan personil diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan personil diperiksa sebelum digunakan. Peralatan personil dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan personil dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan personil dilaporkan. Semua produk antara personil diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

24 17 g. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan personil dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan personil dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan personil dicatat dalam catatan pengemasan bets. h. Pengawasan Selama Proses Pengawasan selama proses dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses yang dari tiap bets produk personil dilaksanakan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala pengawasan mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets personil diambil sampel pada awal, tengah, dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Pengawasan selama proses personil mencakup : a) Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan. b) Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk. i. Karantina Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat personil dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

25 18 persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sistem pengawasan mutu personil dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tesebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu, dan keamanannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk (BPOM, 2006). Pengawasan mutu personil mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya (BPOM, 2006). Area laboratorium pengawasan mutu personil terpisah dari area produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan (BPOM, 2006). Inspeksi diri dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan

26 19 inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi diri mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (BPOM, 2009). Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan berulang. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM, 2009). Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan. Laporan inspeksi mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan, dan saran tindakan perbaikan. Selanjutnya dapat dilakukan evaluasi terhadap laporan inspeksi dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari system manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk atau kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah (BPOM, 2009). Keluhan yang berupa keluhan mutu menjadi tanggung jawab Quality Assurance, sedangkan keluhan medis menjadi tanggung jawab Medical Advisor.

27 20 Efek samping dan cacat kualitas yang kritis dapat mengakibatkan penarikan obat atau penghentian peredaran obat. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut (BPOM, 2009). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan. Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya didokumentasikan dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan saksi (BPOM, 2009) Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting (BPOM, 2006). Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian

28 21 lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan (BPOM, 2006). Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen ditandatangani dan diberi tanggal serta perubahan tetap memungkinkan pembacaan informasi semula. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu sesuai dengan zaman. Bila suatu dokumen direvisi, sebaiknya dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (BPOM, 2006) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (BPOM, 2006). Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain harus sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu pemberi kontrak Kualifikasi dan Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2006).

29 22 Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses / sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi mencakup sekurangkurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan / atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi Desain Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas sistem atau peralatan baru. Desain harus memenuhi ketentuan CPOB dan didokumentasikan.

30 23 b. Kualifikasi Instalasi Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. Cakupan kualifikasi instalasi meliputi beberapa hal. Pertama instalasi peralatan, pipa, sarana penunjang, instrumentasi disesuaikan dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain. ke da namun tidak terbatas. Kedua pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan peralatan dari pemasok. Ketiga ketentuan dan persyaratan kalibrasi. Keempat, verifikasi bahan konstruksi. Namun, cakupan kualifikasi instalasi tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. c. Kualifikasi Operasional Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi operasional meliputi beberapa hal. Pertama pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sisitem dan peralatan. Kedua pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah sering dikenal sebagai kondisi terburuk (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. d. Kualifikasi Kinerja Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Cakupan kualifikasi kinerja meliputi beberapa hal. Pertama, pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti, yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem, dan peralatan. Kedua, uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah (worst case). Namun, cakupan kualifikasi operasional tidak hanya terbatas pada hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. e. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional Bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat harus tersedia. Selain itu, kalibrasi, prosedur

31 24 pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan didokumentasikan. Validasi terdiri dari: a. Validasi Proses Validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal diatas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan juga divalidasi (validasi retrospektif). Pada validasi prospektif, dengan menggunakan prosedur (termasuk komponen) yang telah ditetapkan, bets- bets dapat diproduksi dalam kondisi rutin. Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat diterima memenuhi persyaratan validasi proses. Sedangkan validasi konkuren dilaksanakan sambil melakukan produksi rutin untuk dijual dan sesuai dengan protokol yang telah disiapkan dan disetujui. Bets dapat diluluskan berdasarkan hasil serangkaian uji pengawasan mutu yang intensif, pengkajian, kondisi, pembuatan, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal tertentu validasi konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi secara rutin apabila terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama dan perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu, validasi retospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan data pembuatan, pengujian, dan pengawasan bets yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang telah disiapkan dan disetujui. Validasi ini mencakup analisis kecenderungan (trend analysis) dengan menggunakan control chart dari data riwayat pembuatan dan pengendalian mutu (uji kadar, disolusi, ph, dan bobot jenis). Pada umumnya validasi retrospektif memerlukan data bets. b. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektifitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional, didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut dapat dicapai dan diverifikasi.

32 25 c. Validasi Ulang Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses pembersihan) dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi masih absah. Jika tidak ada perubahan yang signifikan dalam status validasinya, kajian ulang data yang menunjukkan bahwa fasilitas, sistem, peralatan, dan proses memenuhi persyaratan untuk validasi ulang. d. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai dengan tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas, uji batas impuritas, uji kuantitas zat aktif daam sampel bahan atau obat atau komponen tertentu dalam obat. metode analisis lain seperti uji disolusi dan untuk obat atau penetuan partikel untuk bahan baku aktif juga divalidasi.

33 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT MOLEX AYUS 3.1 Sejarah Perkembangan PT Molex Ayus PT. Molex Ayus adalah perusahaan farmasi swasta yang berdiri pada tanggal 23 Agustus 1985 dan memperoleh izin pendirian pabrik pada tanggal 25 September 1987 dengan akta pendirian usaha No.2314/3285/01/PB/921. Pada tahun yang sama perusahaan memperoleh izin produksi obat dalam bantuk sediaan liquid dan semi solid melalui SK Menkes No /A/SK/PAB/IX/87. Proses produksi dimulai secara efektif pada tahun Pada tahun 1994, PT. Molex Ayus melanjutkan proses sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) melalui upaya perbaikan sarana dan prasarana produksi sesuai dengan rencana induk perbaikan yang disetujui oleh Badan POM. Sebelum berproduksi sendiri perusahaan ini bergabung dengan PT Pharmac Apex dalam mengawali usahanya. Pada tahun 1992 dibeli oleh manajemen pemegang saham dan dewan komisaris PT. Molex Ayus yaitu Bapak Ismet Tahir dan Bapak Drs. Tryana Syam un. PT. Molex Ayus merupakan perusahaan obat yang memiliki tujuan yaitu membangun perusahaan yang baik, bermanfaat bagi pengusaha, pekerja dan pelanggan PT. Molex Ayus; menciptakan lapangan pekerjaan yang diharapkan mampu berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan memproduksi obat-obatan yang berkualitas dengan harga terjangkau, yang merupakan upaya nyata untuk berpartisipasi meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. 3.2 Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh PT. Molex Ayus adalah menjadi perusahaan industri farmasi yang menyediakan produk kesehatan yang berkualitas dengan mutu terjamin dan harga yang kompetitif. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukan oleh PT. Molex Ayus adalah sebagai berikut: a. Memproduksi produk kesehatan yang dibutuhkan masyarakat serta menjamin efektivitas dan keamanan produk. 26

34 27 b. Menyediakan produk kesehatan dengan harga terjangkau serta kualitasterjamin. c. Menjadi yang terbaik dalam bidang Produksi, Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pemasaran, serta Manajemen. 3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan PT. Molex Ayus memiliki pabrik yang didirikan di Jalan Raya Serang kilometer 11,5 Desa Bunder, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dan berkantor pusat di Jalan Ir. H. Juanda No. 5 C, Jakarta Pusat. Sejak pertama kali berdiri, PT. Molex Ayus sudah melakukan beberapa kali perubahan, baik perluasan gedung pabrik maupun perubahan terhadap penggunaan peralatan yang lebih modern. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembangan produksi yang terus berlangsung di PT. Molex Ayus. 3.4 Struktur Organisasi PT. Molex Ayus dipimpin oleh seorang Direktur Utama dan dibantu oleh jajaran direksi lainnya seperti Direktur Keuangan dan Direktur Pemasaran. PT. Molex Ayus dalam melakukan kegiatannya terbagi atas tiga divisi yaitu divisi kantor pusat, pabrik dan divisi pemasaran. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan sepenuhnya di dalam divisi pabrik, maka penulisan bab ini difokuskan untuk menjelaskan divisi pabrik. Pada divisi pabrik, Direktur Utama membawahi Plant Manager. Plant Manager bertugas memastikan bahwa operasional di pabrik berjalan lancar, sejalan dengan target dan strategi perusahaan sesuai dengan peraturan perusahaan dan pemerintah dengan memperhatikan perencanaan, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), sistem pencatatan dan administrasi yang baik, sistem keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang baik. Plant Manager membawahi beberapa departemen yaitu Produksi, Teknik, Quality Management Representative (QMR), dan Research and Development (R&D). Departemen QMR membawahi Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC). Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab dan memastikan bahwa kegiatan di departemen produksi, Pengawasan Mutu, dan teknik berjalan sesuai dengan prosedur

35 28 yang telah ditetapkan dalam memproduksi obat serta menjamin bahwa obat-obat yang diproduksi oleh PT. Molex Ayus sesuai dengan CPOB dan mempunyai standar mutu yang dapat di pertanggung jawab kan. Pada struktur organisasi PT. Molex Ayus menurut divisi pabrik, masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor. a. Manajer Produksi membawahi: 1. Supervisor penimbangan 2. Supervisor produksi I 3. Supervisor produksi II 4. Supervisor produksi III 5. Supervisor beta laktam 6. Supervisor kemas 7. Supervisor PKRT 8. Supervisor toll manufacturing b. Manajer Teknik membawahi: 1. Supervisor teknik 2. Teknisi c. Manajer Quality Management Representative (QMR) membawahi: 1. Manager QA 2. Supervisor QA 3. Koordinator validasi 4. Koordinator kualifikasi 5. Inspektor CPOB d. Manager Pengawasan Mutu (QC) membawahi: 1. Ass. Manajer QC 2. Supervisor QC 3. Inspektor QC 4. Analis

36 29 Manager Quality Management Representative (QMR) berfungsi mengkoordinasi bagian Pemastian Mutu (QA) dan Pengawasan Mutu (QC). e. Ass. Manajer Research and Development (R&D) membawahi: 1. Staff R&D 3.5 Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) adalah komponen terpenting bagi perusahaan, baik dalam melakukan kegiatan produksi, distribusi, maupun pemasaran. Hingga saat ini jumlah karyawan Molex Ayus sebanyak 550 orang. Pentingnya SDM dalam memotori perusahaan mendorong Molex Ayus untuk selalu melakukan berbagai usaha pengembangan serta pelatihan dan pendidikan karyawan juga menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Semua itu bertujuan untuk menciptakan SDM yang profesional, kompeten, serta memiliki komitmen untuk mengembangan Molex Ayus menuju ke arah yang lebih baik. 3.6 Bidang Usaha Molex Ayus adalah sebuah perusahaan industri farmasi yang memilikikegiatan usaha berupa industri, riset dan pengembangan, promosi, serta pemasaran obatobatan. a. Industri Dalam memproduksi obat jadi, perusahaan memiliki fasilitas produksi yang terdapat di Tangerang. Fasilitas produksi ini memiliki luas area seluas m. Fasilitas ini menyerap tenaga kerja produksi sebanyak 158 karyawan tetap dan menggunakan lebih kurang 185 mesin produksi. Fasilitas ini memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, sirup, krim, salep, serta cairan obat luar. Fasilitas ini telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan POM.

37 30 b. Riset dan Pengembangan Pengembangan, pembuatan, dan penyempurnaan produk adalah beberapa kegiatan yang penting agar perusahaan tetap kompetitif dalam pasar. Untuk menjalankan kegiatan usaha ini, PT. Molex Ayus memiliki Departemen Pengembangan Produk yang terus berinovasi dalam pembuatan produk-produk baru yang berkualitas. c. Distribusi Distribusi produk PT. Molex Ayus ditangani oleh PT. Kebayoran Pharma, PT. Mensa Bina Sukses, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Multi Husada, dan PT. Charisma Metco. d. Pemasaran PT. Molex Ayus saat ini adalah perusahaan farmasi yang sedang berkembang. Pertumbuhan ekonomi perusahaan dinilai cukup memuaskan. Hal ini tercapai berkat dukungan tim pemasaran serta pihak-pihak yang terkait. Tim pemasaran adalah komponen sumber daya manusia yang vital bagi perusahaan. Oleh karena itu, PT. Molex Ayus selalu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM melalui berbagai kegiatan pelatihan. Pemasaran dan promosi produk dilakukan oleh Tim Pemasaran melalui pendekatan (detailing) langsung oleh Medical Sales Representative kepada customer. Tim Pemasaran PT. Molex Ayus berjumlah kurang lebih 288 Medical Representative dan 54 Supervisor tersebar di 28 Kota di Indonesia, yaitu di Aceh, Medan, Pekanbaru, Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Batam, Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, Jambi, Padang, Palembang, Bandung, Jember, Malang, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Manado, Makasar, dan Irian Jaya. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pemasaran dilakukan melalui proses analisa pasar dan penjualan oleh tim pemasaran bersama distributor. Pengembangan marketing information system dilakukan sebagai upaya untuk mencapai hasil penjualan yang optimal. Sistem ini

38 31 membantu integrasi informasi penjualan antara tim pemasaran pusat dengan cabang serta distributor Jenis Produk PT. Molex Ayus telah melaksanakan program Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah dan telah memperoleh sertifikat CPOB pada 23 Desember 1994 untuk 9 bentuk sediaan nonbetalaktam, sebagai berikut : a. Tablet salut non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1137/CPOB/A/XII/94. b. Tablet biasa non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1138/CPOB/A/XII/94. c. Suspensi kering oral antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No. 1139/CPOB/A/XII/94. d. Cairan oral non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No. 1140/CPOB/A/XII/94. e. Cairan obat luar non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1141/CPOB/A/XII/94. f. Salep/krim antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No.1142/CPOB/A/XII/94. g. Salep/krim non antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No. 1143/CPOB/A/XII/94. h. Kapsul keras antibiotika non betalaktam, dengan sertifikat CPOB No. 1144/CPOB/A/XII/94. i. Kapsul keras non antibiotika, dengan sertifikat CPOB No.1145/CPOB/A/XII/94. Adapun sertifikat CPOB untuk 3 bentuk sediaan betalaktam yang diperoleh PT. Molex Ayus pada 31 Desember 2010, yaitu : a. Tablet biasa antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No. 3304/CPOB/A/XII/10. b. Kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No. 3305/CPOB/A/XII/10. c. Suspensi kering oral antibiotika penisilin dan turunannya, dengan sertifikat CPOB No. 3306/CPOB/A/XII/10.

39 32 Selain kedua jenis sertifikat CPOB tersebut, pada tanggal 14 Oktober 2005 PT. Molex Ayus juga telah memperoleh sertifikat untuk produksi alat kesehatan, yaitu dengan No. YF V.B.SK.1091 yang mencakup : a. Peralatan rumah sakit dan perorangan (kasa steril, perban, dan plester) b. Peralatan obstetrik dan ginekologi (jeli lubrikan cairan USG dan EKG) Obat-obatan yang diproduksi oleh PT. Molex Ayus meliputi antibiotik, analgesik, antipiretik, antihistamin, antitusif, antidiare, obat batuk, anti rematik, obat luka, obat kumur, alkohol, serta vitamin baik untuk anak-anak maupun dewasa. Hingga tahun 2011, produk yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus berjumlah 127 produk obat jadi dan 5 produk alat kesehatan. Produk obat jadi tersebut meliputi obat ethical, obat bebas, suplemen, dan obat tradisional dengan berbagai bentuk sediaan, seperti sirup, suspensi, krim, tablet, kaplet, kapsul, dan cairan obat luar. PT Molex Ayus juga memiliki beberapa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), seperti alkohol dan etanol Departemen di PT. Molex Ayus Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC) Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC) dipimpin oleh seorang Ass. Manajer PPIC. Secara umum PPIC bertanggung jawab menyeimbangkan antara permintaan dari bidang pemasaran dengan kemampuan bidang produksi untuk memenuhi permintaan tersebut. PPIC membuat rencana kerja bulanan yang kemudian disetujui oleh Plant Manager. Tugas pokok departemen PPIC antara lain : a. Merencanakan dan mengendalikan produksi Rencana produksi dibuat setiap bulan oleh PPIC dan disetujui oleh Plant Manager.Rencana produksi bulanan disususn menjadi rencana produksi harian oleh manager produksi. b. Merencanakan dan mengendalikan inventory Membuat permintaan atau rencana pemakaian bahan baku dan bahan pengemas yang akan digunakan untuk produksi selama 1 bulan. Memeriksa ketersediaan

40 33 atau stok barang melalui sistem komputerisasi sebelum melakukan produksi. Gudang di PT. Molex Ayus menggunakan sistem FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out). Gudang terdiri dari gudang bahan baku, gudang bahan kemas, gudang obat jadi, serta gudang untuk produk reject, recall, dan retur Gudang Bahan Baku Pengaturan gudang bahan baku diklasifikasikan berdasarkan sifat bahan yang disimpan. Gudang bahan baku terdiri dari gudang mudah terbakar, tempat menyimpan bahan-bahan yang bersifat explosif atau mudah terbakar, seperti alkohol; dan gudang tidak mudah terbakar. Pengaturan gudang tidak mudah terbakar diklasifikasikan berdasarkan bentuk fisik dari bahan yang disimpan di dalamnya, yaitu terdiri dari gudang padat dan gudang cair. Gudang padat terdiri dari gudang karantina, gudang reject, gudang release, dan gudang untuk bahan prekursor. Adapun gudang prekursor digunakan untuk menyimpan Fenilpropanolamin HCl. Penyediaan dan penyimpanan bahan tersebut langsung berkoordinasi dengan Plant Manager dan dilaporkan kepada Badan POM atau Kementerian Kesehatan tiap bulan. Gudang bahan baku juga dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang suhunya, yaitu sebagai berikut : a. Gudang suhu kamar (25-30 C), digunakan untuk bahan baku yang tidak membutuhkan persyaratan khusus untuk penyimpannya, contoh: Parasetamol, Setil Alkohol, Talkum, Mg. Stearat, Amilum, dan lain-lain. b. Gudang sejuk, digunakan untuk menyimpan bahan baku (zat aktif ataupun zat tambahan) berupa padat maupun cair yang stabil pada suhu C. Contoh bahan baku yang dapat disimpan di gudang sejuk yaitu vitamin B12, cangkang kapsul, metil prednisolon, betametason, deksametason, berbagai essens, omeprazol, dan lain-lain. Di dalam gudang sejuk terdapat ruang dingin dengan menggunakan freezer untuk menyimpan bahan baku yang stabil pada suhu 2-8 C. Contoh bahan baku tersebut adalah sodium fusidat.

41 34 Gudang untuk produksi betalaktam terbagi menjadi dua bagian. Gudang bahan baku zat aktif betalaktam terletak pada gedung yang terpisah dari gudang bahan baku obat non-betalaktam, namun terdapat dalam gedung yang sama dengan ruang produksi betalaktam. Eksipien untuk produk betalaktam disimpan dalam gudang bahan baku obat non-betalaktam. Sistem penerimaan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut: a. Bahan baku yang diterima dari supplier dimasukkan ke daerah penerimaan lalu diperiksa kesesuaian bahan tersebut dengan surat pemesanan oleh bagian gudang. Bagian gudang akan membuat Laporan Barang Datang (LBD) yang diserahkan kepada bagian pembukuan atau keuangan, bagian gudang, dan bagian produksi. b. Bahan baku tersebut lalu disimpan di gudang karantina dan pada wadahnya ditempelkan label karantina. c. Bagian pengawasan mutu akan mengambil contoh dari bahan tersebutuntuk diperiksa spesifikasinya, lalu pada wadah diberi label wadah ini telah dibuka untuk pengambilan contoh. d. Bila bagian pengawasan mutu (QC) menyatakan bahwa bahan memenuhi syarat, wadah diberi label diluluskan, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan akan diberi label ditolak. e. Bahan baku yang telah diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dipindahkan ke gudang bahan baku untuk disimpan dan dicatat dalam stok komputer. Bahan baku yang tidak memenuhi syarat akan dikirim ke gudang reject. Sistem pengeluaran barang dari gudang bahan baku dilakukan sebagaiberikut: a. Dari gudang bahan baku ke bagian pengawasan mutu (QC) 1. Bagian penerimaan barang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu 2. Bagian pengawasan mutu memberikan Form Pengambilan Contoh dari bahan yang akan diperiksa kepada gudang

42 35 3. Bagian gudang mengantarkan bahan yang diminta oleh bagian pengawasan mutu untuk dilakukan pengambilan contoh di ruang sampling b. Dari gudang bahan baku ke bagian produksi 1. Bagian produksi mengeluarkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) yang berisi bahan-bahan yang digunakan dalam suatu produk 2. Bagian gudang menyiapkan bahan baku yang tertera dalam Form Permintaan Bahan Baku, kemudian dibawa ke ruang timbang 3. Bahan baku yang telah dikeluarkan dicatat pada komputer. Laporan pengeluaran bahan baku dibuat dalam 3 rangkap, yaitu untuk dicantumkan dalam master bets, diserahkan ke bagian produksi (PPIC), dan disimpan oleh bagian gudang Sistem pemesanan barang di gudang bahan baku dilakukan sebagai berikut: a. Bahan-bahan yang telah mendekati minimum stok dapat dipesan bagian gudang dengan mengisi Formulir Permintaan Bahan (FPB) b. FPB diserahkan kepada bagian PPIC yang selanjutnya akan diserahkan ke bagian pembelian Gudang Bahan Kemas Pengaturan gudang bahan kemas diklasifikasikan berdasarkan fungsi bahan kemas yang disimpan, yaitu meliputi gudang kemas primer, gudang kemas sekunder, dan gudang karton. Gudang kemas primer terdiri dari gudang tube,gudang kemasan gelas (digunakan sebagai tempat penyimpanan botol-botol gelas), gudang plastik (digunakan untuk menyimpan bahan kemas plastik seperti botol plastik dan tutup botol obat kumur), serta gudang alufoil (aluminium foil). Gudang kemas sekunder digunakan untuk menyimpan kardus, catch cover (semacam brosur), polycello, serta sendok untuk sirup dan suspensi oral. Di dalam gudang kemas sekunder terdapat lemari penyimpanan etiket dan brosur. Gudang kemasan karton digunakan sebagai tempat penyimpanan karton dan kertas.

43 36 Sistem alur bahan kemas di gudang bahan kemas dilakukan sebagai berikut: a. Penerimaan bahan kemas dari supplier Penerimaan bahan kemas yang dibawa supplier dengan dokumen pengiriman barang atau Delivery Order (DO), kemudian diperiksa kesesuaian antara barang yang dipesan dengan barang yang diterima. Apabila semuanya sesuai dengan permintaan, barang disimpan dalam gudang karantina. b. Membuat Laporan Barang Datang (LBD) LBD ditujukan ke Departemen Pengawasan Mutu, kemudian bagian pengawasan mutu mengambil contoh bahan kemas untuk diperiksa kelayakannya. Apabila hasilnya memenuhi persyaratan, wadah tempat bahan kemas diberi label diluluskan. Apabila ditolak (bahan kemas tidak memenuhi syarat), bahan kemas tersebut dikembalikan ke supplier (sesuai perjanjian) atau dimusnahkan. c. Bahan kemas yang telah diluluskanoleh bagian pengawasan mutu dipindahkan dari gudang karantina untuk disimpan ke gudang bahan kemas dan dicatat dalam kartu stok gudang. d. Pemakaian bahan kemas disesuaikan dengan waktu kedatangan bahan kemas. Bahan kemas yang masuk ke gudang lebih awal akan dipakai terlebih dahulu (sistem FIFO). e. Staf gudang bahan kemas mengeluarkan bahan kemas sesuai dengan yang tercantum dalam Form Permintaan Bahan Kemas (dibuat oleh bagian pengemasan berkoordinasi dengan bagian PPIC), kemudian dicatat dalam kartu stok. f. Mengadakan stock opname bahan kemas untuk menjamin kesesuaian antara kartu stok dengan stok aktual. g. Membuat laporan bulanan stok bahan kemas yang ditujukan ke bagian purchasing, keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC. h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang bahan kemas, serta merawat alat-alat kerja.

44 Gudang Obat Jadi Gudang obat jadi terbagi menjadi dua, yaitu: gudang obat jadi per karton, digunakansebagai tempat penyimpanan obat jadi dalam kemasan karton; dan gudang obat kembalian, digunakan sebagai tempat penyimpanan obat kembalian, obat jadi yang ditarik kembali, dan product complain. Sistem penerimaan obat jadi di gudang obat jadi dilakukan sebagai berikut: a. Bagian gudang obat jadi menerima obat jadi dari bagian pengemasan disertai Bon Penyerahan Hasil Produksi (rangkap dua) yang diparaf oleh Supervisor Pengemasan dan Supervisor Gudang. Jumlah obat jadi yang diterima disesuaikan dengan bon. b. Obatjadi tersebut dimasukkan ke gudang obat jadi untuk disimpan dalam area karantina obat jadi. c. Bagian gudang obat jadi membuat Bon Retensi Sampel ke bagian pengawasan mutu (rangkap dua) yang ditandatangani oleh Supervisor Gudang dan Supervisor Pengawasan Mutu, disertai sampel produk. d. Setelah obat jadi dinyatakan diluluskan oleh bagian pengawasan mutu, barang tersebut baru dapat dikirimkan kepada konsumen melalui distributor. Adapun distributor PT. Molex Ayus antara lain PT. Mensa Bina Sukses, PT. Merapi Utama Pharma, PT. Multi Husada Farma, PT. Arinda, PT. Kebayoran Pharma, dan PT. Charisma Metco. e. Pengiriman barang masuk tersebut dicatat ke kartu stok. f. Mengadakan stock opname obat jadi untuk menjamin kesesuaian di kartu stok dengan stok aktual. g. Membuat laporan bulanan stok obat jadi yang ditujukan ke bagian purchasing, keuangan (rangkap dua), manajer produksi, dan PPIC. h. Menjaga ketertiban, kerapihan, dan kebersihan area gudang obat jadi, serta merawat alat-alat kerja.

45 Departemen Research and Development (R&D) Bagian Research and Developmet atau penelitian dan pengembangan di PT Molex Ayus harus mendukung kegiatan operasional dan pengembangan perusahaan. Bagian ini melakukan efisiensi formulasi produk baru yang meliputi proses pembuatan, penampilan fisik, dan efisiensi komposisi bahan baku tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan. Untuk dapat meningkatkan daya saing terhadap produk kompetitor, diperlukan pertimbangan bentuk kemasan, desain obat, cara pemakaian, dan meningkatkan efisiensi kerja karyawan sehingga dapat menekan biaya produksi. Bagian penelitian dan pengembangan (Litbang) dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab langsung kepada Plant Manager. Tugas dan tanggung jawab bagian R&D adalah sebagai berikut : 1. Formulasi produk baru Bagian ini bertugas mengembangkan formula untuk produk baru, mencari dan mengembangkan cara produksi untuk mempersingkat dan memperkecil biaya produksi, menguji stabilitas produk baru serta membuat prosedur kerja tetap untuk bagian produksi. Kegiatan pengembangan formula baru di departemen ini meliputi studi pustaka dan formulasi. Studi pustaka yaitu mencari spesifikasi bahan aktif, bahan pembantu, dan obat tidak tercampurkan dari berbagai macampustaka, mencari metode dan teknik pembuatan yang baik sesuai dengan bentuk sediaan dan kapasitas produksi yang tersedia, serta menentukan peralatan yang akan digunakan. Formulasi yaitu membuat formula yang aman, berkhasiat, bermutu, efektif dan efisien dari segi proses dan biaya, serta mempunyai nilai kompetitif. Alur proses pengembangan produk baru (me too product atau obat copy) adalah sebagai berikut : a. Bagian marketing melakukan analisa pasar yaitu produk apa saja yang sedang digemari atau menjadi tren di pasaran b. Bagian marketing mengadakan meeting dengan bagian Business Development kemudian bagian Business Development menentukan harga, merencanakan target

46 39 pasar, memperkirakan apakah produk tersebut akan bertahan lama atau tidak, dan lain-lain c. Bagian R&D melakukan trial. Mula-mula, bagian R&D bekerja sama dengan bagian PPIC melakukan pencarian dan pemilihan bahan baku dari berbagai supplier. Contoh bahan baku yang dikirimkan oleh supplier dapat digunakan untuk melakukan trial pada skala kecil sehingga diperoleh pemerian dan sifatsifat produk. Selanjutnya, dilakukan trial skala menengah dengan membandingkan beberapa formula. Setelah diperoleh formula yang sesuai, dilakukan trial skala besar (skala pilot) menggunakan mesin produksi dengan komposisi ± 10% dari bets sebenarnya. d. Produk melalui proses registrasi hingga memperoleh nomor registrasi atau nomor izin edar. Waktu yang diperlukan mulai dari penemuan produk baru sampai dengan registrasi adalah ± 1-2 tahun (termasuk di dalamnya proses trial selama 6 bulan). e. Produksi Pada produksi skala komersial, 3 bets pertama dari produk baru yang diproduksi tersebut berada di bawah pengawasan R&D. Tiga bets awal masih dalam pengawasan R&D dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk dapat diproduksi sesuai dengan Master batchnya. Jika selama 3 bets tersebut tidak ditemukan masalah, tanggung jawab pengolahan produk diserahkan kepada bagian produksi. f. Produk dipasarkan oleh bagian marketing 2. Formulasi produk lama (reformulasi) Formulasi ulang produk yang sudah berjalan (reformulasi) bertujuan untuk cost reduction dan optimasi formula (perbaikan formula jika terjadi masalah di betsbets selanjutnya). Cost reduction hanya dilakukan terhadap pergantian principal yang memasok bahan baku dan ruahan, misalnya bahan baku yang mulanya berasal dari Eropa diganti menjadi bahan baku dari China/India, serta jika terdapat pergantian eksipien dalam formulasi, misalnya penggantian laktosa menjadi amilum. Usulan

47 40 reformulasi biasanya berasal dari pemasaran, pengawasan mutu, produksi, serta bagian penelitian dan pengembangan itu sendiri. 3. Uji stabilitas Terdapat 2 macam uji stabilitas, yaitu : a. Uji stabilitas dipercepat Uji ini dilakukan pada suhu 40 ± 2 C dengan kelembaban relatif 75% ± 5% selama 6 bulan b. Uji stabilitas jangka panjang Uji ini dilakukan pada suhu 30 ± 2 C dengan kelembaban relatif 75% ± 5% 4. Packaging development Bagian R&D bertanggung jawab dalam menentukan jenis pengemas dan desain kemasan produk. Desain kemasan produk harus mendapat persetujuan dari bagian pemasaran agar sesuai dengan selera pasar. 5. Dokumentasi Bagian R&D juga membuat dokumen produksi induk (sebagai acuan untuk membuat Master batch) dan catatan pengolahan bets atau Master batch yang berisi prosedur lengkap mulai dari penimbangan sampai dengan pengemasan (dibuat setelah membuat dokumen produksi induk), kemudian bagian QA mendistribusikan Master batch tersebut ke bagian PPIC yang mengatur seluruh proses produksinya. Besarnya jumlah bets harus ditetapkan di awal karena jika ada perubahan maka harus diregistrasi ulang Departemen Produksi Departemen Produksi dipimpin oleh Manager Produksi I yang menangani produksi mulai dari penimbangan sampai pengemasan primer dan membawahi : a. Supervisor Penimbangan

48 41 b. Supervisor Produksi I, yang menangani produksi sediaan solid mulai dari proses granulasi sampai pencampuran akhiryang menghasilkan produk siap cetak (produk antara) c. Supervisor Produksi II, yang menangani pencetakan, pengemasan primer (stripping), pengisian kapsul, dan coating (penyalutan) d. Supervisor Produksi III, yang menangani sediaan semisolid dan likuid Manager Produksi II menangani mulai dari pengemasan sekunder sampai produk keluar dari gudang obat jadi, dan membawahi : a. Supervisor pengemasan b. Supervisor PKRT, yang menangani pengemasan sekunder produkrivanol dan alkohol 70% Secara garis besar, PT. Molex Ayus memiliki unit-unit produksi, yaitu soliddan likuid. Proses produksi sediaan solid berupa tablet dan kaplet secara umum dibuat dengan menggunakan tiga metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan cetak langsung. Di PT. Molex Ayus, pembuatan tablet dan kaplet secara umum menggunakan metode granulasi basah dan cetak langsung. Produksi I 1). Granulasi basah Tahap-tahap pembuatan sediaan solid dengan metode granulasi basah adalah sebagai berikut : a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu b. Zat aktif + pengisi dicampur dengan alat super mixer rpm, dan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan prosedur pembuatan tiap-tiap produk c. Granulasi basah Pada proses granulasi basah, massa hasil pencampuran ditambah dengan larutan pengikat (misalnya mucilago), kemudian dimasukkan ke dalam granulator hingga terbentuk massa granul yang dapat dikepal. Selanjutnya, dilakukan pengayakan.

49 42 d. Pengeringan bahan granulat Pengeringan dilakukan menggunakan Fluid Bed Dryer (FBD) pada suhu C, tekanan Kpa. Pada saat proses ini berlangsung, dilakukan pemeriksaan LOD (Lost On Drying). e. Pengayakan granul kering Pengayakan menggunakan mesin pengayak Fitzmill. Ukuran mesh disesuaikan dengan besar tablet yang akan dicetak. f. Pencampuran akhir dengan alat Polydirection Moveable Machine. Kecepatan putaran dan waktu pencampuran disesuaikan dengan Catatan Pengolahan Bets masing-masing produk. g. Penambahan pelincir dan fase luar, kemudian granul dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan di ruang antara. 2). Granulasi kering Proses pembuatannya : a. Semua bahan ditimbang kemudian dicampur, kecuali pelincir hanya dimasukkan setengah bagian b. Massa hasil pencampuran dicetak menjadi tablet yang berukuran besar c. Tablet diayak kering (proses slugging), kemudian dicampur d. Ditambahkan sisa pelincir, terbentuk granul siap cetak 3). Cetak langsung Zat aktif + bahan pembantu ditimbang, kemudian diayak. Selanjutnya, massa yang terbentuk dicampur menggunakan mixer hingga homogen menghasilkan massa siap cetak. Adapun proses produksi kapsul dengan cara: a. Penimbangan bahan-bahan b. Pengayakan dengan mesin pengayak c. Pencampuran menggunakanmixer sampai homogen d. Filling atau pengisian ke dalam cangkang kapsul

50 43 Produksi II 1). Pencetakan tablet/kaplet, menggunakan alat Fette, Rimex, Manesty Express, Cadmach yang seluruhnya berjumlah 9 alat. a. Rimex, mesin pencetak tablet dengan 2 corong. Kapasitas masing-masing corong adalah 20 kg. Satu mesin digunakan untuk cetak kaplet, sedangkan mesin lainnya untuk cetak tablet berukuran kecil. Selama proses pencetakan berlangsung, operator melakukan penimbangan bobot sejumlah tablet atau kaplet setiap periode tertentu sesuai dengan prosedur IPC (in process control) tiap-tiap produk. IPC oleh inspektur pengawasan mutu dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir proses pencetakan yang meliputi bobot, ketebalan, kekerasan, kerenyahan, dan waktu hancur. Jika tidak memenuhi syarat, mesin Rimex bisa diatur tanpa harus mematikan alat terlebih dahulu. b. Manesty Express, mesin pencetak tablet dengan satu corong. Kapasitasnya 13 punch. Pengaturan thickness (ketebalan tablet) terdapat di alat tersebut. 2). Penyalutan Tersedia 2 mesin penyalutan dengan kapasitas besar dan kapasitas kecil. Alat Dong Fang dengan kapasitas besar 100 kg, memiliki 2 corong. Corong yang satu digunakan untuk menyedot debu, sedangkan yang lainnya untuk mengalirkan udara panas.alat diatur dengan udara panas yang masuk bersuhu 100 C dan udara panas yang keluar 80 0 C, suhu tablet C. Dibawah 45 C, hasil penyalutan tidak bagus. Proses penyalutan berlangsung sesuai dengan jenis produk yang disalut. Pada alat Dong Fang, terdapat 3 selang, yaitu selang angin panas, selang angin dingin, dan selang larutan penyalut. Selang tersebut dihubungkan dengan alat spray gun yang terdapat didalam alat dan spray pump untuk memompa larutan. Untuk alat kapasitas kecil (50 kg), setiap 15 menit operator melakukan pengecekan terhadap suhu tablet dan bobot tablet.

51 44 3). Filling kapsul Proses pengisian kapsul menggunakan alat Scorpio 105. Kapasitas alat 360 kapsul, untuk cangkang dengan ukuran 2 dan juga tersedia ukuran cangkang nol. Pada alat terdapat vakum yang berfungsi untuk memisahkan antara cangkang atas dan cangkang bawah. Kemudian, dilakukan pengisian serbuk ke dalam cangkang bawah. Cangkang bawah akan ditutup dengan cangkang atas. Setelah itu, kapsul dikeluarkan dan dipolishing untuk membersihkan kapsul dari debu-debu sisa serbuk. 4). Stripping (pengemasan primer) Mesin stripping terdiri dari 2 macam yaitu mesin otomatis yang berjumlah 6 buah (Hi Pack) dan mesin manual yang berjumlah 4 buah (Kung Long-2 Wu Fu). Kecepatan mesin Hi Pack minimal 25 rpm, dengan suhu 80 C dan 90 C. Mesin stripping mempunyai 2 sisi, untuk sisi bawah mencetak langsung nomor batch, tanggal daluarsa (ED), dan harga eceran tertinggi (HET).Bagian IPC melakukan uji kebocoran dengan menggunakan mesin Portable Absorb Phlegm Unit. Diambil 4 strip untuk dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dan methylen blue, kemudian mesin dihidupkan. Setelah 5-10 menit mesin dimatikan, kemudian dicek kondisi tablet. Batas maksimal yang masih diperbolehkan rusak yaitu 2 tablet. Produksi III Produksi III terdiri dari sediaan likuid dan semisolid.produksi likuid terdiri dari : a. Obat luar Obat luar terdiri dari dua produk, yaitu alkohol dan non alkohol. Contoh produk alkohol, yaitu alkohol 70% sedangkan contoh produk non alkohol adalah rivanol dan obat kumur. b. Obat dalam Contoh produk obat dalam adalah sirup, suspensi oral, dan elixir. Proses produksi likuid dilakukan dengan cara penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu; pembuatan larutan; pencampuran akhir; filling (pengemasan primer); dan pengemasan sekunder.

52 45 Proses produksi semisolid dilakukan dengan cara : a. Penimbangan bahan aktif dan bahan pembantu b. Pembuatan fase minyak c. Pembuatan fase air d. Pencampuran akhir e. Pengisian dalam tube dan pengemasan Area produksi di PT. Molex Ayus terdiri dari: a. Gedung produksi betalaktam Ruangan pada area produksi betalaktam dilengkapi dengan peralatan pengendali dan saringan udara, dikonstruksi serta dioperasikan sedemikian rupa untuk menghindari cemaran bahan biologi yang berasal dari dalam ruangan ke lingkungan luar. b. Gedung produksi non betalaktam, yang terdiri dari 3 kelas yaitu : 1. Kelas E : digunakan sebagai ruang produksi, baik untuk sediaan solid, semisolid, maupun likuid. Setiap personil yang melakukan kegiatan di ruang kelas E harus menggunakan seragam produksi, yang terdiri dari seragam kerja berwarna putih yang dilengkapi tutup kepala, masker, sepatu, dan sarung tangan. Untuk produk solid dan semisolid, diberlakukan prinsip clean coridor, yaitu tekanan udara di koridor lebih tinggi dibandingkan di dalam ruang produksi. Untuk produk likuid, tekanan di koridor lebih rendah daripada di dalam ruang produksi dengan tujuan mencegah kontaminasi produk oleh lingkungan luar karena produk likuid lebih rentan terhadap cemaran. 2. Kelas F : digunakan sebagai area pengemasan sekunder 3. Kelas G : digunakan sebagai gudang Alur proses produksi secara umum di PT. Molex Ayus adalah : a. PPIC menyerahkan Catatan Pengolahan Bets (CPB) kepada bagian produksii. b. Manajer Produksi I mengeluarkan Surat Perintah Produksi (SPP).

53 46 c. Berdasarkan SPP, supervisor PPIC akan mencetak Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan Pengemasan Bets (CKB) sertamemberi nomor identitas bets dan menyerahkan CPB ke bagian produksi. d. Supervisor Produksi membuat Form Permintaan Bahan Baku yang kemudian akan dikirim ke bagian gudang untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam produksi tersebut. e. Bagian gudang menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai permintaanproduksi lalu dibawa ke bagian produksi (penimbangan) untuk ditimbang. f. Bagian produksi (penimbangan) memeriksa kelengkapan dan kebenaranbahanbahan yang akan digunakan, kemudian melakukan penimbangan sesuai dengan CPB. g. Setelah ditimbang, bagian produksi melakukan pengolahan bahan-bahantersebut sesuai dengan CPB masing-masing produk. h. Bagian pengemasan menerima hasil produksi dari bagian produksi dengan melampirkan Catatan Serah Terima Produk. i. Setelah proses pengemasan produk selesai, produk tersebut dikirimkan ke gudang obat jadi disertai Bon Penyerahan Hasil Produksi Departemen Pengawasan Mutu (QC) Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi supervisor QC. Pengawasan mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua unsur yang terlibat dalam pembuatan obat, baik personalia maupun kelengkapan sarana pabrik hendaklah menunjang maksud pembuatan obat dan mendukung sepenuhnya persyaratan yang diinginkan sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi aman, berkhasiat, dan bermutu. Bagian Pengawasan Mutu PT. Molex Ayus terbagi menjadi laboratorium kimia dan mikrobiologi. Laboratorium pengawasan mutu bertugas melakukan pemeriksaan rutin untuk bahan baku, bahan kemas, produk antara, dan produk

54 47 ruahan. Di samping itu, dilakukan pula beberapa pemeriksaan tidak rutin seperti uji stabilitas, pemeriksaan sampel air dan limbah secara kimia, penanganan sampel pertinggal (retained sample), dan validasi metode analisis. Retained sample atau sampel pertinggal disimpan pada temperatur kamar dibawah tanggung jawab bagian pemastian mutu (QA) dan pengawasan mutu (QC). Retained sample (contoh pertinggal) adalah contoh produk lengkap dengan kemasan atau bahan baku yang disimpan oleh pabrik selama jangka waktu tertentu sebagai rujukan apabila terjadi keluhan setelah produk dipasarkan. Contoh pertinggal dari setiap betsproduk yang diluluskan harus disimpan selama n+1 tahun (n=batas kadaluarsa produk). Jumlah contoh pertinggal dari setiap bets harus mencukupi dua kali pengujian sediaan lengkap dan disimpan di ruang contoh pertinggal sesuai dengan suhu penyimpanan yang disebutkan dalam kemasan produk. Analisis bahan baku secara kimia dilakukan berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Molex Ayus berdasarkan kompendium resmi. Laboratorium mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan sampel air dan limbah secara mikrobiologi, analisis jumlah mikroba pada sediaan semisolid dan likuid, serta pemeriksaan jumlah mikroba dalam ruangan produksi untuk kualifikasi sistem tata udara (HVAC).Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab untuk memastikan : a. Bahan baku untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk pemerian, identitas, kekuatan (kadar), kemurnian, kualitas, dan keamanannya. b. Bahan kemas untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas fisik; kesesuaian keterangan pada kemasan seperti tanggal daluarsa, HET, dan nomor bets; serta ukuran, ketebalan, dan bobot bahan kemas. c. Semua pengawasan selama proses (IPC) dan pemeriksaan laboratoriumterhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan. d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang ditetapkan.

55 48 e. Menetapkan label diluluskan atau ditolak terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. f. Melakukan analisis rutin dan non rutin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. g. Membuat dokumentasi yang berhubungan dengan analisis bahan baku, bahan kemas, produk antara, dan produk ruahan. Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang untuk memberikan keputusan akhir untuk meluluskan atau menolak berdasarkan mutu bahan baku produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi obat.pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk antara dan produk ruahan meliputi : a. Produk ruahan sirup Pemeriksaan produk ruahan sirup yaitu pemerian; pemeriksaan fisika, penetapan ph dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); dan penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar. b. Produk ruahan krim Pemeriksaan produk ruahan krim yaitu pemerian; pemeriksaan fisika; penetapan ph dan bobot jenis; penetapan kualitatif (identifikasi); penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar; dan uji batas mikroba. c. Produk ruahan tablet Pemeriksaan produk ruahan tablet yaitu pemerian; pengujian bobot, ketebalan, kerenyahan, waktu hancur, dan kekerasan; penetapan kualitatif (identifikasi); penetapan kuantitatif berupa penetapan kadar; dan uji disolusi. Alur pemeriksaan bahan baku oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai berikut : a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang. b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu. c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan memberikan nomor analisa pada bahan tersebut.

56 49 d. Inspektur pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut. Jumlah wadah yang disampling menggunakan rumus n + 1 ( n= jumlah barang yang datang). e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Berdasarkan hasil pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label release untuk bahan yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak memenuhi syarat Departemen Pemastian Mutu (QA) Departemen Pemastian Mutu dipimpin oleh seorang manager QA yang membawahi supervisor validasi, supervisor kualifikasi, dan inspektur CPOB.Adapun Departemen Pemastian Mutu berkoordinasi dengan Departemen Pengawasan Mutu melalui seorang manajer QMR (Quality Management Representative). Secara umum, tugas dan tanggung jawab Departemen Pemastian Mutu, yaitu : a. Menyiapkan, memeriksa, dan menetapkan prosedur pengawasan mutu, program validasi, program kualifikasi,dan prosedur-prosedur dalam proses sesuai dengan CPOB. b. Menetapkan spesifikasi bahan awal, produk antara, dan obat jadi. c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan inspeksi diri dalam pelatihan CPOB. d. Bertanggung jawab terhadap mutu obat. e. Memastikan tahapan proses pengolahan dan pengemasan obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya, antara lain melalui evaluasi dokumentasi produksi terdahulu. f. Melakukan released produk. g. Membuat kajian produk tahunan (APR). h. Membuat Rencana Induk Validasi. i. Membuat atau menyelesaikan masalah tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses produksi. j. Membuat laporan kegagalan produk dan mengevaluasi secara menyeluruh.

57 50 k. Penanganan keluhan produk, penarikan kembali produk (recall), dan produk kembalian. l. Mengadakan program pelatihan untuk personil. m. Mendampingi auditor dari luar jika ada inspeksi. n. Melakukan kalibrasi alat. o. Melakukan penanganan limbah. p. Membuat CAPA (Corrective Action and Preventive Action). q. Melakukan change control. r. Bertanggung jawab dalam dokumentasi produk, termasuk menyimpan dan mendistribusikan master bets serta berbagai prosedur tetap (protap). s. Membuat sertifikat analisa obat jadi. Pemastian mutu dilakukan mulai dari penentuan bahan yang akan digunakan hingga produk jadi selesai diolah dan dikemas, serta selama proses produksi berlangsung (IPC) untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Di samping itu, dilakukan evaluasi mutu produk pasca produksi (post marketing evaluation). Tiap proses produksi mengikuti protap yang ditentukan oleh perusahaan dan data-datanya akan tertuang dalam master bets. Bidang pemastian mutu harus memastikan bahwa proses produksi dan pengujian yang dilakukan akan memberikan hasil yang meyakinkan, serta melakukan pula validasi dan kalibrasi alat yang digunakan. Adapun validasi yang dilakukan meliputi validasi proses dan validasi pembersihan. Validasi proses yang diterapkan di PT Molex Ayus mencakup metode retrospektif dan metode konkuren. Metode validasi proses retrospektif dilakukan terhadap 10 bets produk yang telah selesai diproduksi, sedangkan untuk metode konkuren dilakukan terhadap 3 bets produk yang sedang diproduksi. Validasi pembersihan mengikuti metode pada Maximum Allowable Carry Over(MACO) Obat Kembalian Penanganan obat kembalian berlaku untuk semua produk kembalian yang dikembalikan oleh distributor karena salah kirim, salah administrasi, kadaluarsa, serta

58 51 penarikan kembali (berasal dari distributor, rumah sakit, klinik, dan apotek) atau produk kembalian oleh sebab lain, antara lain tidak sampai ke distributor karena gangguan di perjalanan. Penarikan kembali obat disebabkan oleh : a. Masalah keabsahan maupun salah kirim b. Cacat kualitas Cacat kualitas dari segi estetika tidak membahayakan pemakai, tetapi perlu ditarik dari peredaran, seperti kerusakan label atau kemasan, dan pemasangan tutup botol yang tidak sempurna. Cacat kualitas dari segi teknik produksi dapat menimbulkan resiko yang merugikan konsumen, seperti salah isi, salah kadar, dan salah label. c. Reaksi merugikan dari obat Reaksi merugikan dari obat yang menimbulkan resiko terhadapkeselamatan konsumen atau terjadi peningkatan frekuensi efek samping obat yang dikeluhkan oleh perorangan atau suatu lembaga. Prosedur penerimaan obat kembalian, antara lain: a. Penerimaan obat kembalian dilakukan atas persetujuan dari bagian pemasaran yang bertanggung jawab terhadap distribusi. b. Semua obat kembalian harus dikirim ke gudang PT. Molex Ayus. c. Bagian gudang menerima obat kembalian,barang tersebut dimasukkan ke dalam gudang retur/recall, dilakukan pemeriksaan berupa kesesuaian antara jumlah dan jenis barang yang telah diterima dengan surat pengantar barang, kemudian barang dikelompokkan sesuai dengan produk dan nomor betsnya. d. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup nama produk, jumlah, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan asal kedatangan obat. e. Simpan obat kembalian di daerah khusus karantina obat kembalian, serta dilengkapi dengan label KARANTINA.

59 52 Prosedur pemeriksaan obat kembalian oleh QA, yaitu : a. Bagian QA melakukan penyelidikan dan analisa terhadap produk kembalian tersebut, meliputi keaslian produk tersebut (pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya pemalsuan); kondisi / keutuhan kemasan, segel, dan tutup, isi kurang atau kosong; pemeriksaan kualitas obat kembalian tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Isi form daftar penerimaan obat kembalian yang mencakup alasan retur. c. QA berwenang untuk memutuskan apakah obat kembalian tersebut akan dilanjutkan untuk dilakukan pengujian atau tidak. d. Selanjutnya dilakukan pengambilan sempel untuk dilakukan pemeriksaan oleh bagian QC. Bagian QC kemudian melakukan pemeriksaan terhadap sampel obat kembalian meliputi pemeriksaan fisika seperti organoleptis dan pemeriksaan kimiawi seperti penetapan kadar. Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh QC dibuat keputusan tentang tindak lanjut terhadap obat kembalian, yaitu dapat berupa: 1. Dikemas ulang (kondisi produk masih stabil) 2. Langsung dimasukkan kedalam persediaan (apabila masih memenuhi spesifikasi serta tidak ditemukan cacat sama sekali) 3. Dimusnahkan Keputusan tentang tindak lanjut obat kembalian ditentukan oleh manajer QA dan diketahui oleh Plant Manager. Obat kadaluarsa yang karena alasan tertentu dikembalikan oleh distributor dengan perjanjian khusus, maka prosedur penerimaannya adalah sebagai berikut: a. Lakukan langkah penanganan seperti penerimaan obat kembalian dan pemeriksaan obat kembalian oleh QA b. Keputusan terhadap hasil evaluasi obat kembalian kadaluarsa ditentukan oleh manajer QA dan diketahui oleh PlantManager c. Selanjutnya, barang tersebut dimasukkan kegudang reject dan ditempelkan label merah PRODUK DALUARSA UNTUK DIHANCURKAN d. Catat pada buku penerimaan barang reject

60 53 e. Masukkan pemusnahan barang tersebut kedalam program pemusnahan barang secara rutin Klasifikasi penarikan obat jadi (recall) : a. Kelas I Cacat produk yang berpotensi membahayakan kesehatan. Pemberitahuan harus segera dikirimkan kepada berbagai pihak. b. Kelas II Cacat produk yang dapat menyebabkan penyakit atau salah penggunaan, tetapi tidak termasuk kelas I. Pemberitahuan harus segera dikirimkan hanya kepada pihak yang mengetahui distribusi produk dengan nomor bets tersebut. Prosedur penarikan obat jadi (recall) antara lain: a. Adanya keluhan atau surat perintah penarikan obat dari BADAN POM RI. b. Penanganan/evaluasi oleh tim terhadap keluhan atau perihal surat perintah penarikan obat dari BPOM tersebut. c. Proses penarikan obat Surat perintah penarikan obat dikeluarkan atas perintah pimpinanperusahaan, kemudiandikirimkan kepada daftar distributor melalui fax atau dan kepada berbagai pihak yang berkaitan. Paling lambat 2 minggu setelah tanggal surat perintah penarikan obat dari BPOM, surat perintah penarikan obat kepada distributor harus sudah dikirimkan oleh pihak pabrik. Selanjutnya, distributor mengambil tindakan setelah menerima surat perintah penarikan tersebut. Obat yang ditarik tersebut dikumpulkan di gudang PT. Molex Ayus selama lebih kurang 1,5 bulan sambil disesuaikan antara jumlah obat yang didistribusikan dari pabrik dengan jumlah obat yang tersisa/diterima kembali oleh pabrik. Obat recall tersebut kemudian dimusnahkan dengan menghadirkan saksi dari Balai POM.

61 54 d. Evaluasi hasil recall Evaluasi hasil recall dilakukan dengan membuat laporan kepada BPOM dalam 2 jangka waktu yaitu dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu dan dalam waktu tidak lebih dari dua bulan. 1. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu meliputi : a) Laporan pelaksanaan penarikan obat dari peredaran. Penarikan obat tersebut dilakukan sampai ke seluruh outlet (Pedagang Besar Farmasi atau PBF, apotek, rumah sakit, poliklinik/klinik, dan toko obat) b) Jumlah obat yang masih terdapat dalam persediaan c) Penyalur-penyalur dengan daerah pemasaran utamanya d) Jumlah obat yang sudah diedarkan kepada penyalur e) Laporan pertanggungjawaban terhadap produksi obat jadi tersebut dengan menyertakan fotokopi catatan produksi bets obat tersebut lengkap dengan hasil pengujian dan Protap Penarikan Kembali / Protap Penanganan Produk Kembalian 2. Evaluasi dalam waktu tidak lebih dari 2 bulan meliputi : a) Laporan mengenai hasil evaluasi penyebab produk tidak memenuhi syarat b) Laporan hasil pelaksanaanpenarikan obat-obat tersebut yang berhasil ditarik kembali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku disaksikan oleh petugas Balai POM setempat c) Berita Acara Pemusnahan Obat recall tersebut Tingkat penyebaran penarikan kembali: a. Tingkat 1 : bila obat baru mencapai distributor pusat b. Tingkat 2 : bila obat sudah mencapai subdistributor c. Tingkat 3 : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan obat, seperti apotek, rumah sakit, poliklinik, dan toko obat d. Tingkat 4 : bila obat telah didistribusi secara luas dan telah mencapai konsumen, seperti dokter, dokter gigi, serta pemakai akhir yaitu pasien

62 55 Program inspeksi diri di PT. Molex Ayus terus dilaksanakan untuk menilai seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu agar selalu memenuhi pedoman CPOB. Inspeksi diri dilakukan melalui Internal Quality Audit (IQA) yang dilakukan setiap enam bulan dan bertujuan untuk menilai seluruh kegiatan produksi yang berlangsung agar senantiasa memenuhi CPOB. IQA merupakan tanggung jawab bagian Quality System dari QA dan biasanya dilaksanakan melalui pembentukan tim inspeksi diri yang telah diseleksi. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri dari beberapa jenis yaitu : a. Inspeksi diri yang dilakukan per tahun dengan membentuk tim inspeksi dan mencakup pelaksanaan CPOB di PT. Molex Ayus secara menyeluruh b. Inspeksi supplier, baik supplier bahan baku maupun bahan kemas yang biasanya dilakukan setiap bulan untuk 3 supplier c. Inspeksi distributor, yang meliputi cara distribusi dan penyimpanan obat dari pabrik kepada konsumen d. Audit diri, yaitu audit mutu internal yang dilakukan oleh inspektor CPOB secara rutin, dapat dilakukan setiap hari atau setiap minggu Departemen Teknik Departemen Teknik dipimpin oleh seorang manajer teknik yang membawahi teknisi. Ruang lingkup dari kegiatan departemen teknik, yaitu perbaikan, pemeliharaan, kalibrasi, validasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik Registrasi Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan nomor izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di suatu wilayah (negara) tertentu. Proses registrasi obat di Indonesia, diajukan oleh pendaftar (industri farmasi/pbf) kepada Kepala Badan POM dengan melampirkan data-data mengenai komposisi produk, proses pembuatan, metode analisa, desain kemasan, data stabilitas, referensi, dan data farmakologi obat. Tugas

63 56 utama bagian registrasi di PT. Molex Ayus adalah mempersiapkan form-form registrasi sediaan farmasi yang baru akan diproduksi untuk diedarkan ke Badan POM/Dinas Kesehatan. Registrasi yang dilakukan oleh PT Molex Ayus adalah berupa registrasi obat copy, PKRT, alat kesehatan, dan suplemen. Bagian registrasi obat di PT. Molex Ayus berada di bawah bagian Bussiness and Development. Tahap registrasi obat copy di PT. Molex Ayus yaitu: a. Pra registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat pengantar, ringkasan produk yang akan didaftarkan, dokumen penunjang kebutuhan program, sertifikat dan dokumen administratif obat produksi lokal, serta dokumen mutu zat aktif, baku pembanding, proses produksi, zat tambahan, kemasan, dan stabilitas yang berupa sertifikat analisis, spesifikasi dan prosedur pemeriksaan, protokol uji stabilitas, dan protokol validasi proses. a. Registrasi obat, dengan melampirkan dokumen administratif berupa surat pengantar, formulir registrasi, surat pernyataan pendaftar, sertifikat dan dokumen administratif obat produksi lokal, salinan hasil pra registrasi (HPR), bukti pembayaran, dokumen terkait paten, serta dokumen tentang kelengkapan informasi obat dan desain yang terdiri dari informasi obat, penandaan pada kemasan, serta dokumen mutu zat aktif dan obat jadi. Sebelum melakukan registrasi obat, dilakukan pra registrasi obat ke Badan POM. Dalam jangka waktu 1 bulan kemudian, Badan POM mengeluarkan Hasil Praregistrasi Obat (HPR). Setelah itu, dalam jangka waktu 5 bulan dilakukan pengajuan registrasi obat. Jika dalam jangka waktu tersebut perusahaan tidak melakukan registrasi, maka perusahaan tersebut harus melakukan perpanjangan HPR. Selain melakukan registrasi obat copy, PT. Molex Ayus juga melakukan registrasi variasi berupa kemasan, nama obat, dan penggantian formula. 3.9 Sistem Pengolahan Limbah Dampak yang ditimbulkan dari proses produksi adalah limbah. Limbah pabrik dapat berupa pencemaran udara, kebisingan, limbah padat, dan limbah cair. Untuk itu diperlukan suatu penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya.

64 57 Pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan pabrik dapat berupa debu dari proses produksi, uap asam yang berasal dari laboratorium, asap genset (pada saat genset dioperasikan) dan uap air panas dari boiler. Untuk menangani debu yang berasal dari proses produksi yaitu dengan cara dihisap oleh dust collector, sebuah alat yang terdiri dari selang-selang seperti belalai untuk menghisap debu. Selanjutnya debu yang terkumpul dari kedua proses tersebutakan diolah sebagai limbah padat. Pengelolaan limbah di PT. Molex Ayus terdiri dari: 1. Pengelolaan limbah padat Limbah padat di pabrik dapat berupa: a. Bahan berbahaya Contohnya adalah pembungkus primer bahan baku, debu obat dan hasil recall obat-obatan. Untuk limbah berbahaya ditampung maksimal 90 hari dalam ruang B3 dan diserahkan kepada pihak ketiga untuk diolah. b. Non Bahan berbahaya Pembungkus sekunder bahan baku dan sisa makanan dari dapur dan kantin.kertas dan alufoil dibakar di tempat pembakaran sampah. Kaleng, plastik, kardus dan botol yang masih relatif baik yang berasal dari sisa/bekas kemasan dijual kepada konsumen tertentu. Sedangkan sisa makanan dari dapur/kantin, sampah pekarangan, sampah kantor, ditampung sementara dalam bak penampungan sampah di lokasi pabrik untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah. 2. Pengolahan limbah cair Limbah cair di pabrik dapat berupa: a. Bahan berbahaya Limbah bahan berbahaya berasal dari laboratorium seperti reagen yang telah digunakan atau yang telah kadaluarsa ditampung dan selanjutnya diserahkan ke Pusat Pengelohan Limbah Industri (PPLI). Sedangkan limbah yang berasal dari

65 58 bagian produksi selanjutnya dialirkan ke bak limbah cair atau IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). b. Non Bahan berbahaya Limbah non bahan berbahaya berasal dari air hujan, kamar mandi dan air cucian rumah tangga yang selanjutnya langsung dialirkan ke pembuangan umum (di luar IPAL). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki cara kerja yang terdiri dari beberapa tahap dengan melibatkan beberapa bak sebagai berikut : a. Bak Penampung Limbah Beta Laktam Bak ini berfungsi sebagai penampungan hasil pencucian alat produksi beta latam. Limbah beta laktam selanjutnya didekstruksi dengan penambahan NaOH. Hasil dekstruksi dialirkan ke bak netralisasi beta laktam. b. Bak Netralisasi Limbah Beta Laktam Pada bak ini limbah beta laktam dinetralkan dengan HCl sampai ph netral yaitu 6-7. c. Bak Penampung Beta Laktam dan Non Beta Laktam Bak ini berfungsi untuk menampung hasil netralisasi limbah beta laktam kemudian dicampur dengan limbah non beta laktam sampai volume mencapai ±2/3 volume bak. Kemudian campuran ini dipindahkan ke bak oil trap d. Bak oil trap Pada tahap ini limbah didiamkan selama satu hari kemudian diambil lapisan minyaknya dan dibuang ke bak filter pasir. Hasil saringan yang didapatkan dialirkan ke bak netralisasi dan limbah yang sudah tidak mengandung minyak dialirkan ke bak netralisasi e. Bak netralisasi Selanjutnya limbah dinetralkan dengan penambahan HCl jika bersifat basa dan ditambahkan NaOH jika bersifat asam.dilakukan pengecekan ph dengan menggunakan ph universal atauph elektrik sampai tercapai ph 6-8.

66 59 f. Bak Equalisasi Untuk meratakan konsentrasi dan debit agar air limbah dapat diolah dengan debit dan konsentrasi yang sama. Bak equalisasi dilengkapi dengan pompa transfer berikut alat kontrol pompa. Bak ini sudah ditambahkan udara dari kompresor untuk membantu proses aerasi. g. Bak aerasi I,II, dan III Dalam bak ini air limbah diaerasi yaitu dengan jalan meniupkan udara dengan menggunakan mesin aerator dengan tujuan untuk menurunkan parameter dan mencegah timbulnya bau terutama yang disebabkan NH 3 N dan N-Total melalui penambahan udara (oksigen) dan penguraian oleh mikroorganisme. Adapun bakteri yang dipakai untuk menurunkan kelebihan NH 3 N dan N-Total dikembangbiakkan jenis spesies Nitrobakter sp sebesar 30% dari jumlah kapasitas air limbah yaitu 1,5 m 3. h. Bak Sedimentasi Air limbah dari bak aerasi dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan lumpur biologi dan juga berfungsi untuk mengembalikan sebagian lumpur dalam jumlah yang cukup pada bak aerasi, sampai derajat pengolahan yang diperlukan dalam waktu yang tidak ditentukan. Pada bak ini diharapkan partikel-partikel mengendap mengalir secara horizontal bergerak dengan kecepatan aliran yang sama dan konstan pada setiap titik sehingga memungkinkan partikel-partikel bergerak ke bawah atau mengendap secara gravitasi. i. Bak Stabilisasi atau Bak Kontrol Air limbah yang sudah bersih setelah mengalami proses pengendapan kemudian dialirkan menggunakan over flow ke bak stabilisasi yang berfungsi sebagai bak kontrol. Disini dilakukan pengolahan secara alami dengan pemanfaatan aquaculture yaitu pembudidayaan tanaman dan ikan, kemudian air limbah dialirkan ke saluran umum melalui saluran outlet yang dilengkapi dengan flow meter.

67 60 j. Bak Penampung Lumpur Bak penampung lumpur berfungsi untuk menampung lumpur yang di ambil dari proses sedimentasi. Setelah mencapai volume maksimal, lumpur akan mengalami pengentalan secara gravitasi k. Drying Bed Lumpur dari bak penampung kira-kira konsentrasi zat padat dalam campuran lumpur mencapai 30%, maka lumpur tersebut dipompakan ke drying bed untuk dikeringkan secara evaporasi kemudian dimanfaatkan untuk pupuk tanaman Pengolahan Air untuk Proses Produksi PT. Molex Ayus melakukan pengolahan air untuk produksi yang bersumber dari 4 sumur dalam. Air tanah dari keempat sumur tersebut ditampung dalam 6 buah tangki, kemudian diolah melalui proses sebagai berikut : 1. Air dialirkan menuju resin penukar anion dan resin penukar kation untuk menghilangkan kesadahan air serta dialirkan melalui karbon adsorben untuk menjernihkan dan menghilangkan bau pada air. 2. Air melalui tahap klorinasi (batching) untuk membunuh mikroba dan menjernihkan air. Pada tahap ini dihasilkan soft water yang dapat digunakan untuk mencuci peralatan produksi yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. 3. Soft water dialirkan menuju resin penukar anion, resin penukar kation, dan two bed demineralizer (mix bed). Setelah melalui proses ini, dihasilkan aquademineralisata yang dapat digunakan untuk pencucian tahap awal dari peralatan yang kontak dengan produk. 4. Aquademineralisata selanjutnya difiltrasi melalui membran Reverse Osmosis menghasilkan air Reverse Osmosis (RO). 5. Air RO disaring melalui filter 0,2 μm untuk menyaring bakteri dan partikel padat yang terdispersi dalam air. Kemudian air dilewatkan dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Setelah melalui filter 0,2 μm dan lampu UV diperoleh Purified Water. Purified Water yang dihasilkan ditampung dalam

68 61 tangki dan dilakukan proses looping dengan pemanasan pada suhu 50 o C. Purified Water digunakan untuk bahan baku produk liquid dan untuk pembilasan peralatan produksi yang bersentuhan langsung dengan produk. jika dibutuhkan untuk proses produksi, Purified Water dialirkan menuju ruang produksi. Purified Water yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut: 1. Konduktivitas < 1,3 μs 2. ph ± TOC (Total Organic Carbon) < 500 ppm 4. Mikroba < 100 cfu 5. Negatif E.coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus Sistem Tata Udara Sistem Tata Udara di PT. Molex Ayus tersusun dari 22 Air Handling Unit (AHU). Lima unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi beta laktam dan tujuh belas unit memberikan suplai udara untuk ruang produksi non beta laktam.ahu merupakan seperangkat alat yang dapat mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara dan sebagainya, di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. Unit / sistem yang mengatur tata udara disebut AHU (Air Handling Unit). AHU terdiri dari beberapa alat yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Pada dasarnya AHU terdiri dari : 1. Cooling coil. Cooling coil (sering pula disebut dengan istilah evaporator) berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban udara yang akan didistribusikan keruangan produksi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan udara, sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. 2. Static Pressure Fan (Blower). Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara disepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupablower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung dengan motor penggerak

69 62 blower. Motor ini berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi gerak. Energi gerak inilah yang kemudian disalurkan ke kisi-kisi penggerak udara hingga kemudian dapat menggerakkan udara. Blower ini dapat diatur agar selalu menghasilkan frekuensi perputaran udara yang tetap, hingga akan menghasilkan selalu output udara dengan debit yang tetap. Dengan adanya debit udara yang tetaptersebut maka takanan dan pola aliran udara yang masuk ke dalam ruang produksi dapat dikontrol. 3. Filter.Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme(partikelasing) yang mengkontaminasi udara yang masuk kedalam ruang produksi. Filter yang digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapajenis/tipe tergantung efisiensinya, yaitupre-filter (efisiensi penyaringan: 35%);medium filter (efisiensi penyaringan 95%);High EfficiencyParticulate Air (HEPA) filter (efisiensi penyaringan:99,997%). 4. Ducting. Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai salurantertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, ducting merupakan sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan blowerdenganruang produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluranudara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU. 5. Dumper. Dumper adalah bagian dari ducting AHU yang berfungsi untukmengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalamruanganproduksi.besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper. Hal ini sangat berguna terutama untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang akan menerima distribusi udara tersebut. Peralatan AHU yang terdapat di PT. Molex Ayus harus dikelola dan dipastikan berjalan sebagaimana mestinya. Pertukaran udara di ruang produksi adalah 5-20 kali per jam dengan efisiensi saringan udara 90-95% terhadap partikel per m 3 dengan filter awal 30-40%. Suhu di ruangan produksi adalah 20-28ºC dan

70 63 kelembaban nisbi (RH) 45-75% serta tekanan minimum 10 Pascal. Dengan demikian ruang produksi di PT. Molex Ayus sesuai dengan persyaratan CPOB. Berdasarkan peraturan CPOB, AHU dibagi menjadi dua jenis yaitu closed system (fresh air maksimum 20%) dan open system (fresh air maksimum 100%). PT. Molex Ayus menggunakanclosed system yang dilengkapi dengan HEPA filter (efisiensi minimum 99,995%) yang bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang. Closed system mempunyai keuntungan energi yang dipakai lebih sedikit, tetapi mempunyai kerugian yaitu debu yang dihasilkan banyak sehingga filternya cepat diganti. Untuk mencegah hal tersebut, PT. Molex Ayus tetap menggunakan medium filter dengan tujuan agar kerja HEPA filter tidak terlalu berat dan lebih tahan lama digunakan.

71 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) di Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. PT. Molex Ayus selalu berusaha untuk menerapkan segala aspek CPOB dalam proses pembuatan suatu produk. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan visi perusahaan dan memajukan kualitas serta mutu produk yang dihasilkan. Bagi industri farmasi, pedoman CPOB merupakan petunjuk dan contoh dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik. CPOB mencakup seluruh aspek produksidan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermututinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yangdipakai dan personil yang terlibat. Di sisi lain, bagi pemerintah CPOB merupakan upaya untuk meningkatkan mutu produk farmasi dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Adapun tujuan lain dari pemerintah dalam menerapkan CPOB yaitu meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun internasional sehingga siap menghadapi globalisasi pasar farmasi. Aspek-aspek CPOB yang harus diterapkan di Industri farmasi adalah aspek manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produkkembalian; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi. 64

72 65 1. Manajemen Mutu PT. Molex Ayus menerapkan manajemen mutu yang tercermin dalam visi dan misi yang diterapkan melalui fungsi pengawasan mutu, Inspektor CPOB, dan pemastian mutu yang independen.ketiga fungsi tersebut berada di bawah departemen Quality Management Representative (QMR) yang bertanggung jawab terhadap mutu. Semua bagian tersebut telah didukung dengan sarana prasarana yang cukup memadai, personil yang terlatih serta proses dan prosedur yang memenuhi persyaratan. Pemastian mutu dari PT. Molex Ayus telah berusaha melakukan tugasnya yaitu menjamin mutu atau kualitas obat sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk pengkajian mutu produk, bagian pemastian mutu PT. Molex Ayus membuat Pengkajian Produk Tahunan yang membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi. 2. Personalia PT. Molex Ayus telah menerapkan CPOB dalam hal personalia yang mencakup struktur organisasi, kualifikasi personil, serta pelatihan untuk seluruh karyawan, dimulai dari seleksi awal terhadap karyawan yang akan bekerja yang meliputi penilaian fisik, mental, serta keterampilan dan pengetahuan; jumlah karyawan yang memadai di setiap bagian sesuai dengan yang dibutuhkan serta pelatihan CPOB bagi karyawan secara berkala. Struktur organisasi yang diterapkan di PT. Molex Ayus telah sesuai dengan CPOB yang mensyaratkan bahwa bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu)/pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki kemampuan di bidangnya. Sesuai CPOB yang mensyaratkan bahwa industri farmasi harus mempekerjakan minimal tiga orang apoteker yaitu pada bagian pemastian mutu (QA), pengawasan mutu (QC) dan bagian produksi. PT. Molex Ayus telah menempatkan apoteker pada posisi Manajer Pemastian Mutu (QA), Manajer Pengawasan Mutu (QC), Manajer Produksi, Manajer Quality Mangement

73 66 Representative (QMR), Manajer PPIC dan Manajer Riset dan Pengembangan Produk (R&D). Masing-masing kepala bagian merupakan seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi serta memperoleh pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial karena telah bekerja bertahun-tahun di industri farmasi. PT. Molex Ayus telah memberikan pelatihan-pelatihan yang meliputi pelatihan CPOB, pelatihan sanitasi, pelatihan K3 yang diadakan oleh Bagian Quality Management Representative (QMR) untuk meningkatkan kualitas personil yang ada. Pelatihan diberikan kepada seluruh personil di area produksi, gudang penyimpanan, labolatorium, personil teknik, petugas kebersihan dan perawatan. Untuk mengetahui hasil dari pelatihan tersebut, personil diberikan pre test dan post test mengenai materi yang telah diberikan. Apabila ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, maka langkah yang diambil adalah dengan melakukan pelatihan ulang dimana waktu atau jadwalnya disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Bangunan dan Fasilitas PT. Molex Ayus berlokasi di daerah padat industry dan jauh dari pemukiman penduduk sehingga memiliki resiko yang kecil membahayakan penduduk. PT. Molex Ayus memiliki bangunan produksi beta laktam dan non betalaktam yang terletak di daerah kawasan industri yang transportasinya mudah dijangkau oleh para karyawannya, serta memiliki bangunan yang memadai untuk dapat melaksanakan operasional pabrik dengan didukung ketersediaan tenaga kerja yang cukup. Lokasi bangunan dan fasilitas PT. Molex Ayus cukup memenuhi persyaratan CPOB, yaitu memiliki fasilitas air, listrik dan sistem udara. Bangunan pabrik di PT. Molex Ayus dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu kantor, area produksi, area pengemasan sekunder, area gudang, area pengolahan limbah, serta area pengujian mutu ataulaboratorium. Bangunan pabrik dibagi menjadi tiga area, yaitu area E,F, dan G. Area E digunakan untuk produksi sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan cair (sirup dan suspensi), dan sediaan setengah padat (krim dan salep). Area F untuk pengemasan sekunder dan area G meliputi daerah gudang, ruang ganti pakaian, dan laboratorium. Untuk ruangan produksi di PT.

74 67 Molex Ayus berada dalam satu bangunan terdiri dari empat bagian yaitu penimbangan (dispensing), produksi I terdiri dari proses granulasi, pemberian larutan pengikat, pengeringan, pengayakan, dan pencampuran akhir. Produksi II terdiri atas proses pencetakan, pengisian kapsul, serta striping, dan produksi III terdiri atas pencampuran untuk sediaan liquid dan semi solid. Sebelum masuk ke dalam ruang produksi, semua personel diwajibkan untuk mencuci tangan dan mengganti pakaian produksi di loker yang telah disediakan.selain itu diwajibkan pula untuk memakai penutup kepala, masker, sepatu produksi, dan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi terhadap produk. Lantai ruang produksi telah disesuaikan dengan CPOB yaitu lantai epoxi dengan tidak adanya celah dan sekat pada ujung-ujungnya, permukaan tidak berpori dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Setiap area produksi memiliki tekanan udara berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang serta mendapat penerangan yang memadai. Tekanan udara dalam ruang produksi sediaan padat diatur agar lebih rendah dari koridor agar debu dari ruangan produksi tidak mengotori koridor, sedangkan tekanan udara dalam ruang produksi sediaan cair dan setengah padat diatur agar lebih besar dari koridor agar debu dari koridor tidak masuk ke ruang produksi dan mencemari produk. PT. Molex Ayus memiliki gudang penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, dan produk yang dikembalikan. Sedangkan tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan terdapat di dalam area produksi. Obat prekusor seperti fenilpropanolamin ditempatkan di ruangan khusus yang terpisah dan terkunci serta dibawah tanggung jawab langsung dari Plant Manager, sehingga untuk setiap pemakaian harus dilakukan pelaporan terlebih dahulu kepada Plant Manager. Penyimpanan barang didalam gudang telah diatur diatas palet dan rak sehingga memudahkan dalam pergerakan barang dan mampu untuk menahan beban. Penempatan bahan baku (zat aktif dan zat tambahan) berupa zat padat dan zat cair pada gudang juga diatur suhu serta kelembabannya dan juga mempertimbangkan kestabilan dari bahan-bahan awal yaitu dibagi menjadi gudang

75 68 suhu kamar, gudang sejuk, dan gudang dingin. Suhu dan kelembaban gudang diukur dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Gudang suhu kamar bersuhu 25-30ºC. Gudang sejuk bersuhu 15-30ºC dan khusus untuk penyimpanan kapsul, pemberi aroma (essence), vitamin B dan mentol. Gudang dingin bersuhu 2-8ºC dan khusus untuk menyimpan Astapure, Asam fusidat, dan Natrium fusidat. Semua gedung yang ada di PT. Molex Ayus dicek kebersihan dan kelembabannya dua kali sehari serta dilengkapi dengan peralatan anti serangga dan hewan pengerat.area penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar terletak pada bangunan yang terpisah. Kegiatan penerimaan barang diatur mengikuti system FIFO (First In First Out) untuk bahan baku dan sistem FEFO (First Expired First Out) untuk obat jadi. Gudang PT. Molex Ayus selalu menerapkan pembersihan setiap hari untuk bagian lantai, pembersihan 1 minggu sekali untuk bagian permukaan wadah dan rak penyimpanan, 2 minggu sekali untuk bagian dinding ruangan atau jendela kaca dan sebulan sekali untuk bagian langit-langit ruangan. 4. Peralatan Peralatan yang digunakan untuk produksi obat di PT. Molex Ayus memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasikan dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur baur produk. Setiap alat diberikan kode atau nomor identifikasi yang jelas. Nomor tersebut digunakan pada semua perintah di Catatan Pembuatan Bets untuk menunjukkan unit atau alat tertentu yang dipakai pada proses pembuatan tertentu untuk bets yang bersangkutan. Hal ini bertujuan mempermudah penelusuran pemakaian alat jika terjadi penyimpangan. Semua peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan secara berkala. Kalibrasi dilakukan oleh petugas yang bertanggung

76 69 jawab terhadap kalibrasi alat dan pihak luar dari instansi tertentu, seperti distributor atau badan sertifikasi. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Molex Ayus telah memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan. Peralatan ini telah melalui Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operational (KO) dan Kualifikasi Kinerja (KK). Selain dilakukan kualifikasi, dilakukan pula program perawatan secara berkala untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang mempengaruhi mutu produk. Program tersebut dapat berupa korektif (jika ada mesin ataupun alat yang rusak baru dilakukan perbaikan) atau preventif (melakukan pemeriksaan secara berkala pada mesin atau alat untuk mencegah kerusakan). Untuk menjamin agar peralatan dan mesin dapat menghasilkan kinerja yang baik dan konsisten, pemeriksaan terhadap peralatan yang akan digunakan dilakukan setiap hari atau sebelum peralatan tersebut akan digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa peralatan dalam keadaan baik. Peralatan yang berhubungan dengan proses produksi maupun pengawasan mutu memiliki prosedur tetap (protap) pengoperasian dan pembersihan. Peralatan yang telah digunakan harus dibersihkan agar tidak terjadi kontaminasi silang dan mencegah alat dari kerusakan. Untuk masing-masing peralatan, terdapat operator yang bertanggung jawab terhadap alat tersebut dan juga bertugas membersihkan alat tersebut sesuai dengan prosedur yang telah tervalidasi. Setelah dibersihkan, peralatan tersebut diberi label bersih alat disertai dengan tanggal saat dibersihkan dan paraf personil yang melakukan pembersihan. Label tersebut menunjukkan apakah alat siap untuk digunakan atau tidak. 5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi telah diterapkan di PT. Molex Ayus untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Sumber pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. PT. Molex Ayus menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi meliputi aspek personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan

77 70 produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. PT.Molex Ayus telah menerapkan kebiasaaan higiene pada setiap personilnya. Prosedur sanitasi dan higiene untuk setiap personil sudah diterapkan mulai akan memasuki daerah pabrik sampai meninggalkan daerah pabrik. Sebelum memasuki pabrik, tersedia loker untuk menyimpan barang-barang pribadi personil. Setiap personil yang akan memasuki daerah produksi diharuskan mencuci tangan dengan desinfektan dan mengganti pakaian yang dikenakannya dari rumah dengan pakaian produksi beserta penutup kepala, masker, sarung tangan, dan sepatu produksi. Para personil tidak diperbolehkan membawa makanan, minuman, serta merokok di ruang produksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi baik terhadap produk yang dihasilkan ataupun terhadap personil serta makanan yang dikonsumsi. Progam sanitasi dan higiene ini berlaku untuk semua orang yang akan memasuki ruang produksi baik bagi mereka yang bekerja tetap di ruang produksi maupun bagi mereka yang sementara berada di ruang produksi seperti teknisi, petugas pembersihan, dan tamu. Untuk pakaian produksi kotor atau telah selesai digunakan, diletakkan di tempat tertutup sampai waktu pencucian. Progam higiene personil lainnya adalah pemeriksaan kesehatan rutin setiap satu tahun sekali. Penerapan sanitasi dan higiene bangunan dan peralatan di PT. Molex Ayus dengan melakukan pembersihan sesuai dengan prosedur tetap yang meliputi metode pelaksanaan, alat pembersihan, jadwal pelaksanaan, pelaksana dan penanggung jawab, pengawasan, serta dokumentasinya. Program sanitasi dan higiene bangunan meliputi tersedianya toilet dalam jumlah yang cukup di setiap gedungnya, tersedia pula tempat cuci tangan yang memadai dan tidak terlalu jauh dari daerah kerja tiap personil. Ruang makan yang diatur sedemikian rupa sehingga lokasinya dekat tetapi tidak berhubungan langsung dengan kantor maupun area produksi dan dijaga kebersihannya, tempat sampah tersedia dan diganti setiap hari serta disediakan ruang penyimpanan rodentisida, insektisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih yang memadai untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.

78 71 Program sanitasi dan higiene peralatan dilakukan setelah alat tersebut digunakan. Pembersihan dilakukan pada bagian dalam maupun luar alat, termasuk ruangan yang digunakan. Untuk Pembersihan peralatan yang dapat dipindahkan dibersihkan di ruang pembersihan tersendiri yang terpisah dari ruangan lain sedangkan peralatan besar yang bersifat statis atau tidak dapat dipindahkan maka pembersihannya dilakukan di tempat. Pembersihan peralatan menggunakan air produksi atau alkohol. Metode pembersihan yang digunakan harus divalidasi untuk memastikan bahwa tingkat kebersihan yang dihasilkan setiap metode sudah memadai dan juga dilakukan dokumentasi dengan menempelkan status pembersihan peralatan. 6. Produksi Proses produksi di PT. Molex Ayus telah mengikuti prosedur yang ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Prinsip dasar utama dari produksi adalah konsep keseragaman dari bets ke bets sehingga proses produksi akan selalu menghasilkan produk dengan kualitas yang sama. Untuk menjamin kualitas obat yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus, dilakukan pengawasan terhadap bahan awal. Setiap penerimaan bahan awal baik bahan baku maupun bahan kemas di PT. Molex Ayus terlebih dahulu diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasinya yang tertulis dalam Certificate of Analysis (CoA). Oleh karena itu, setiap bahan-bahan yang datang harus selalu disertai dengan Certificate of Analysis (CoA). Semua bahan awal yang digunakan dalam proses produksi harus dinyatakan lulus oleh bagian Quality Control (QC). Kegiatan yang mencakup proses produksi berawal dari permintaan produk yang berasal dari bagian Pemasaran dan Penjualan yang diberikan dalam bentuk Forecast kepada bagian PPIC, kemudian bagian PPIC mengkaji permintaan tersebut dan kemudian menyusun forecast. Forecast yang disusun memuat produk-produk yang diminta oleh bagian Pemasaran dan Penjualan selama satu tahun berdasarkan kebutuhan pasar beserta jumlahnya dalam satu dus. Berdasarkan Forecast inilah

79 72 bagian produksi membuat Rencana Produksi (Production Plan) yang dibuat per bulan dan berisi produk apa saja yang harus dibuat oleh bagian produksi beserta jumlahnya dalam satuan bets untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah stok produk di gudang dan permintaan pasar yang mendesak. Jika stok barang di gudang menipis, maka produk tersebut menjadi prioritas untuk diproduksi dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku produk tersebut. Setelah itu bagian produksi akan membuat rencana mingguan yang berisi jadwal produksi. Setelah mendapatkan persetujuan maka dapat ditetapkan sebagai jadwal kerja bagian produksi untuk pembuatan selama 1 minggu. Pada proses produksi, line clearance merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan untuk setiap produk yang akan diproduksi. Line clearance dilakukan melalui line clearance check list yang dilakukan sebelum proses produksi dan bertujuan untuk memastikan bahwa jalur yang digunakan pada proses produksi tidak tercampur dengan produk sebelumnya atau produk lain. Produksi PT. Molex Ayus terdiri atas 3 jalur produksi yaitu, Produksi I, untuk tahapan penimbangan hingga pencampuran akhir, Produksi II dilakukan tahapan pencetakan bahan setelah dilakukan pencampuran akhir, serta pengisian kapsul, dan proses stipping tablet atau kapsul. Untuk proses produksi III digunakan untuk produk liquid dan semi solid meliputi proses pencampuran hingga pengemasan. Selama proses produksi maupun pengemasan, selalu dilakukan In Process Control (IPC) yang prosedurnya tercantum dalam prosedur tetap, sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara departemen produksi dengan QC. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameterparameter kritis, diantaranya adalah keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur, untuk sediaan tablet. Evaluasi parameter kritis seperti keseragaman bobot, dan uji kebocoran tube dilakukan untuk sediaan semi solid. Sedangkan evaluasi parameter kritis volume terpindahkan dan visual capping dilakukan untuk sediaan liquid. Pemeriksaan IPC pada proses stripping dilakukan terhadap dua parameter kritis, yaitu uji kebocoran strip dan pemeriksaan visual untuk melihat kesesuaian penandaan strip dengan Catatan Pengolahan Bets. Pemeriksaan-

80 73 pemeriksaan tersebut dilakukan tiap 15 menit oleh operator yang bertanggung jawab atas kegiatan produksi tersebut. Sedangkan bagian IPC melakukan pemeriksaan pada awal, tengah, akhir selama proses produksi berlangsung. Pemeriksaan yang lebih rumit seperti pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC. Sampling dilakukan oleh bagian IPC, sedangkan pemeriksaannya dilakukan oleh QC. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya kelainan atau kegagalan maka harus diselidiki, diatasi dan didokumentasikan. Agar prinsip dasar produksi yaitu keseragaman dari bets ke bets terpenuhi, PT. Molex Ayus melakukan validasi proses. Tujuan dari validasi proses adalah membuktikan dan memastikan bahwa proses produksi dari bets ke bets senantiasa dilaksanakan dengan konsisten sehingga menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan mutu yang ditetapkan. Semua hal yang berhubungan dengan proses produksi terdokumentasi dalam Catatan Pengolahan Bets (CPB) dan Catatan Pengemasan Bets (CKB). 7. Pengawasan Mutu Sediaan farmasi yang akan digunakan oleh masyarakat harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti berkhasiat, aman, dan bermutu. Mutu sediaan farmasi tidak hanya ditentukan oleh hasil akhirnya, tetapi di pengaruhi oleh proses produksi. Oleh karena itu, pengawasan mutu merupakan salah satu aspek penting dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang sesuai dengan tujuan penggunaannya secara konsisten. Bagian Pengawasan Mutu dikepalai oleh seorang manajer. Bagian Pengawasan Mutu berkoordinasi dengan Bagian Pemastian Mutu melalui manajer Quality Management Representative (QMR). Bagian Pengawasan Mutu, sesuai dengan ketentuan dalam CPOB 2006, berada terpisah dari Bagian Produksi. Pengawasan mutu dilaksanakan terhadap bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, dan penyimpanan produk jadi. Tugas utama bagian pengawasan mutu atau Quality Control (QC) di PT. Molex Ayus adalah meluluskan

81 74 (release) atau menolak (reject) semua sampel yang diuji setelah dilakukan pemeriksaan. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta validasi metode analisis. Bagian pengawasan mutu atau QC di PT. Molex Ayus terbagi menjadi laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, dan bagian IPC (in process control). Fasilitas laboratorium kimia terpisah dari laboratorium mikrobiologi dan keduanya terpisah secara fisik dari area produksi. Laboratorium untuk IPC berada dalam area produksi untuk memudahkan pengujian. Dalam laboratorium kimia, terdapat ruang tersendiri untuk instrumen dan terdapat ruang asam.laboratorium mikrobiologi dilengkapi laminar air flow (LAF) dengan aliran udara horizontal maupun vertikal. LAF beraliran udara horizontal digunakan untuk pengujian Angka Lempeng Total dan Angka Kapang Khamir, sedangkan LAF dengan aliran udara vertikal untuk uji bakteri patogen. Sampel pertinggal untuk bahan baku maupun obat jadi disimpan dalam ruang khusus yang dilengkapi dengan climatic chamber. Tugas harian laboratorium kimia yaitu melakukan pemeriksaan bahan awal (bahan baku dan bahan kemas); pemeriksaan produk antara, produk ruahan, produk jadi (uji disolusi); pemeriksaan aqua demineralisata (uji fisik yang dilakukan setiap hari meliputi pemerian, ph, konduktivitas, TDS, serta uji kimia yang dilakukan setiap satu minggu sekali). Laboratorium mikrobiologi bertugas melakukan pemeriksaan aqua demineralisata secara mikrobiologi setiap satu minggu sekali, Angka Lempeng Total (ALT) yaitu analisis jumlah angka bakteri, Angka Kapang Khamir (AKK) yaitu analisis jumlah angka jamur, Growth Promotion Test (GPT), serta uji mikroba patogen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, yaitu untuk bakteri Escherichia coli, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri Salmonella sp.

82 75 Kegiatan IPC (In Process Control) di PT. Molex Ayus, dilakukan pada ruang khusus yang tersedia pada masing-masing unit produksi.ipc dilaksanakan langsung oleh personel dari bagian QC ataupun oleh personel produksi yang sebelumnya telah dilatih oleh QC. Kegiatan IPC meliputi pengujian secara fisik pada saat proses pengolahan maupun pengemasan obat.penetapankadar dan disolusi tetap dilaksanakan oleh bagian pengawasan mutu di laboratorium QC. Selain itu, bagian pengawasan mutu di PT. Molex Ayus juga melakukan tugas berkala yaitu pengawasan limbah dan validasi metode analisa. Validasi metode analisa meliputi uji linearitas, akurasi (ketepatan atau ketelitian), presisi (repeatability atau keberulangan dan presisi antara atau intermediate presition), selektivitas, robustness (ketangguhan metode), serta dilakukan uji kesesuaian sistem (UKS), perhitungan LOD (Limit of Detection), dan LOQ (Limit of Quantitation) terhadap HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang digunakan. Pengujian limbah oleh bagian pengawasan mutu dilaksanakan setiap sebulan sekali, meliputi uji Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), uji alkalinitas, uji identifikasi (uji klorida dan uji sulfat), serta pengujian fisik seperti pengukuran ph, TDS, dan suhu. Dalam melaksanakan analisis, Bagian Pengawasan Mutu menggunakan baku pembanding berupa baku kerja yang telah dibakukan terhadap baku primer. Alur pemeriksaan bahan awal oleh bagian pengawasan mutu adalah sebagai berikut : a. Bahan baku yang datang diterima oleh bagian gudang. b. Bagian gudang menyerahkan Laporan Barang Datang (LBD), Daftar Periksa Penerimaan Barang, dan Sertifikat Analisa kepada bagian pengawasan mutu. c. Bagian pengawasan mutu mencatat bahan tersebut dalam buku besar dan memberikan nomor analisa pada bahan tersebut. d. Inspektor pengawasan mutu membuat label sampling untuk bahan tersebut. Jumlah wadah yang disampling untuk bahan baku menggunakan rumus n + 1 (n= jumlah barang yang datang).untuk bahan pengemas, metode pengambilan contoh yang digunakan mengacu pada metode ANSI dengan tingkat inspeksi normal (tingkat II).

83 76 e. Dilakukan pengambilan contoh bahan di ruang sampling, kemudian contoh tersebut dibawa ke laboratorium QC untuk diperiksa. Ruang sampling untuk bahan baku memenuhi persyaratan kelas E yang setara dengan kelas kebersihan untuk area produksi non steril. Pada saat dilakukan pengambilan contoh, dalam ruang sampling hanya boleh terdapat satu bahan baku dari satu nomor lot. Alat sampling yang berbeda digunakan untuk tiap lot bahan baku. Alat sampling yang digunakan dapat berupa : a) Pipet, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dengan kuantitas 5 liter b) Liquid sampler, digunakan untuk sampel berupa bahan cair dalam drum c) Thief sampler/three zones powder sampler, digunakan untuk sampel berupa serbuk dalam kantong atau drum besar d) Sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa bahan setengah padat e) Spatel atau sendok pengambil sampel, digunakan untuk sampel berupa bahan padat dengan kuantitas kecil. Berdasarkan hasil pemeriksaan, bagian pengawasan mutu menerbitkan label release untuk bahan yang memenuhi syarat, dan label reject untuk yang tidak memenuhi syarat. Pengujian untuk bahan baku meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi, penetapan kadar, serta beberapa uji fisikokimia yang sesuai dengan monografi masing-masing bahan, sedangkan untuk bahan kemas meliputi ukuran (panjang, lebar, tinggi, dan diameter), spesifikasi fisik (warna, bentuk tulisan, penandaan), nomor registrasi, berat bahan, dan jenis bahan pengemas. Jika ditemukan hasil uji di luar spesifikasi (HULS), bagian pengawasan mutu melakukan pengujian kembali terhadap sampel tersebut. Pengujian dilakukan oleh analis yang sama maupun oleh analis lain. Jika hasil pengujian masih tidak sesuai dengan spesifikasi, HULS dilaporkan kepada bagian pemastian mutu. Pengawasan mutu yang dilakukan oleh bagian QC PT. Molex Ayus telah sesuai dengan CPOB karena selalu disesuaikandengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pihak pabrik maupun ketentuan yang berlaku dalam kompendia.

84 77 8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu PT. Molex Ayus merupakan salah satu industri farmasi yang sedang berkembang pesat. Di samping telah memperoleh sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), PT. Molex Ayus sedang menyusun langkah untuk menyempurnakan sistemnya sesuai dengan PIC s. Oleh karena itu, PT. Molex Ayus perlu mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu yang dilakukannya telah memenuhi ketentuan CPOB. Evaluasi tersebut dilakukan melalui inspeksi diri. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan atau auditor luar yang independen.inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan di samping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus menjadi tanggung jawab Quality Management Representative (QMR). Untuk itu, manajer QMR membawahi inspektor CPOB. Saat ini, PT. Molex Ayus memiliki 2 orang inspektor CPOB untuk melaksanakan program inspeksi diri dan audit mutu. Inspeksi diri dan audit mutu di PT. Molex Ayus dilakukan tiga tahap, yaitu Audit Kecil (Acil) yang dilakukan minimal 1 bulan sekali, Audit Sedang (Adang) yang dilakukan minimal 6 bulan sekali, dan Audit Besar (Asar) yang dilkukan setiap satu tahun sekali dalam bentuk inspeksi diri. Inspeksi diri tersebut dilakukan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan meningkatkan efisiensi serta produktivitas kerja dari masing-masing bagian. Inspeksi diri di PT. Molex Ayus terdiri dari dua jenis, yaitu inspeksi internal dan inspeksi eksternal. Inspeksi diri internal dilakukan dengan membentuk tim inspeksi yang bertujuan untuk mengevaluasi semua bagian yang ada di PT. Molex Ayus. Inspeksi diri internal dilakukan terhadap personel, bangunan dan fasilitas, penyimpanan, peralatan, produksi, pengawasan mutu,dokumentasi, dan pemeliharaan gedung. Inspeksi eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pihak-pihak yang melakukan toll

85 78 inspeksi ke PT. Molex Ayus, maupun pihak PT. Molex Ayus yang melakukan audit ke pemasok/supplier bahan baku, bahan kemas, distributor, atau ke penerima toll. Selain melaksanakan program inspeksi diri dan audit mutu, manajer Quality Management Representative bekerja sama dengan bagian pemastian mutu mengadakan pelatihan untuk para personel di PT. Molex Ayus agar dapat menerapkan CPOB secara lebih tepat. Pelatihan tersebut misalnya meliputi pentingnya penerapan CPOB, sanitasi dan higienitas, serta keamanan dan keselamatan kerja (K3). 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan satu,beberapa, atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk (recall) dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutunya atau terdapat laporan mengenai reaksi merugikan yang serius sehingga berisiko terhadap kesehatan konsumen. Hal tersebut dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian produksi obat tersebut. Produk kembalian (retur) adalah obat jadi yang telah beredar, namun dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah,serta keamanan obat yang bersangkutan. PT.Molex Ayus selalu menanggapi keluhan terhadap obat yang telah diedarkan dengan cepat, yaitu melalui pembandingan dan pemeriksaan kembali terhadap contoh pertinggal (retained sample). Bagian pemastian mutu (QA) akan melakukan analisa, evaluasi, perbaikan-perbaikan, serta bila perlu akan dilakukan penarikan produk obat yang bersangkutan. Tanggapan terhadap keluhan tersebut dapat berupa saran-saran mengenai penanganan obat yang mengalami kerusakan. Ada 2 jenis penarikan kembali produk, yaitu mandatory recall (keluhan berasal dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan) dan voluntary recall (penarikan produk berdasarkan inisiatif dari pihak pabrik sendiri). Alur proses penarikan kembali produk adalah sebagai berikut : setelah mendapat surat keluhan resmi atau laporan keluhan, bagian pemastian mutu akan melakukan

86 79 evaluasi dan memeriksa Master batch produk tersebut. Jika tidak ditemukan masalah, bagian pengawasan mutu (QC) akan melakukan uji terhadap retained sample produk tersebut. Jika hasilnya memenuhi syarat atau released, kesalahan mungkin disebabkan oleh masalah penyimpanan yang tidak sesuai pada saat produk berada di tangan distributor atau di apotek sehingga bukan menjadi tanggung jawab perusahaan. Namun, jika hasilnya tidak memenuhi syarat atau reject, perusahaan akan melakukan penarikan kembali produk melalui distributor. Produk kembalian dibagi menjadi dua jenis yaitu obat daluarsa dan obat yang cacat atau rusak. Produk kembalian diterima dari distributor, kemudian pabrik akan mengumpulkan produk-produk tersebut dalam gudang recall. Produk yang diterima akan diperiksa kelengkapannya, kemudian bagian pengawasan mutu (QC) akan melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Produk tersebut diperiksa jumlah, nomor bets, dan dibandingkan dengan retained sample. Retained sample untuk obat jadi disimpan selama masa expired date ditambah satu tahun, setelah itu dimusnahkan. Penandaan untuk produk recall terdiri dari 3 jenis, yaitu label merah untuk produk yang ditolak dan akan dimusnahkan, label kuning untuk produk yang masih menunggu keputusan ditolak atau diluluskan dari bagian pemastian mutu, dan label hijau untuk produk yang diluluskan oleh bagian pemastian mutu. Produk kembalian yang telah daluarsa atau berdasarkan hasil pengujian oleh bagian pengawasan mutu terbukti tidak memenuhi syarat akan dimusnahkan. Pemusnahan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dengan disaksikan oleh bagian pemastian mutu dan disertai dengan Berita Acara Pemusnahan. Produk yang dikembalikan tiga bulan sebelum tanggal daluarsanya akan diganti dengan yang baru. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dimanfaatkan atau dikembalikan sebagai stok. Jika hanya kemasan produk yang rusak, akan dilakukan proses pengemasan ulang. Prosedur penarikan kembali produk (recall) di PT. Molex Ayus telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat gudang khusus untuk menampung produk-produk kembalian. Kasus penarikan kembali produk relatif jarang terjadi di PT. Molex Ayus. Kebanyakan produk yang dikembalikan adalah berupa produk retur

87 80 yang hanya mengalami cacat kemasan sehingga dapat ditangani dengan pengemasan ulang. 10. Dokumentasi Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen.dalam mengoperasikan suatu industri farmasi, dokumentasi merupakan bagian yang sangat essensial agar industri farmasi yang bersangkutan berjalan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh CPOB. Dokumentasi yang digunakan oleh suatu industri farmasi hendaklah mengutamakan tujuan dari pembuatannya, yaitu menentukan, memantau, dan mencatatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi yang jelas adalah sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan terperinci sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kekeliruan yang dapat ditimbulkan jika hanya mengandalkan komunikasi secara lisan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka keseluruhan dokumen yang diperlukan seperti: spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur tetap (protap), metode dan instruksi, serta laporan dan catatan kesemuanya harus tersedia secara tertulis, dapat dibaca dan dipahami dengan mudah dan bebas dari kekeliruan. Pembuatan dokumentasi di PT. Molex Ayus dilakukan oleh beberapa bagian yang masing-masing memiliki peranan dalam pembuatan dokumentasi yang berbedabeda sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, yaitu : a. Research and Development (R & D) Dokumen yang dibuat meliputi : Formula, protokol dan uji stabilitas (stabilitas dipercepat dan jangka panjang). b. Quality Control (QC) Dokumen yang dibuat meliputi: Spesifikasi, pengujian (bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, produk antara, dan produk jadi), sampel pertinggal, reagen, baku pembanding (primer dan sekunder), dan validasi metode analisa. c. Quality Assurance (QA)

88 81 Dokumen yang dibuat meliputi: Kualifikasi mesin, validasi proses, kalibrasiperalatan, master batch, Annual Product Review (Evaluasi Produk Tahunan), penanganan bila terdapat keluhan terhadap produk obat, penarikan obat yang tidak memenuhi syarat, pemusnahan obat, analisa air dan limbah, Certificate Analysis (CA), inspeksi diri, audit internal, validasi pembersihan, dan Corrective Action and Preventive Action (CAPA). d. Planning Production Inventory Control (PPIC) Dokumen yang dibuat meliputi: Laporan barang datang, stok opname, stok bahan baku dan bahan kemas, toll manufacturing, obat jadi, serta perencanaan produksi (baik perencanaan per hari, per bulan maupun per tahun). Dokumentasi yang dilakukan oleh PT. Molex Ayus telah memenuhi persyaratan CPOB serta tersimpan dengan baik untuk memudahkan pencarian bila sewaktu-waktu diperlukan. 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara teliti, tepat, dan disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan agar dapat dihasilkan produk yang memuaskan dan sesuai dengan persyaratan CPOB. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan dengan jelas prosedur pelulusan tiap bets produk yang akan diedarkan dimana tanggung jawab tersebut secara penuh berada pada bagian manajemen mutu. Pada bagian ini terdapat tiga komponen penting yaitu : a. Pemberi kontrak Tiap bahan atau produk yang diserahkan oleh pemberi kontrak kepada penerima kontrak hendaklah yang sudah diluluskan oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu dari pemberi kontrak. Tiap bahan atau produk yang ditransfer ke penerima kontrak hendaklah disertai dengan sertifikat analisis dan tiap wadahnya hendaklah diberi label pelulusan. b. Penerima kontrak

89 82 Pada tiap penerimaan produk atau bahan penerima kontrak hendaklah memastikan kesesuaian penerimaan tersebut dengan tujuan penggunaannya yaitu dengan mencocokkan apakah nama produk atau bahan, nomor kode, dan jumlahnya sesuai dengan perintah kerja dan spesifikasi yang sudah disetujui bersama antara pemberi dan penerima kontrak yang bersangkutan. c. Kontrak Kontrak harus dibuat dengan bahasa yang jelas dan tidak mengandung makna ganda agar pemberi dan penerima kontrak mengetahui tanggung jawabnya masing-masing. PT. Molex Ayus melakukan toll manufacturing yaitu apabila suatu perusahaan ingin memproduksi obat tetapi tidak memiliki fasilitas yang memenuhi persyaratan CPOB. Dalam hal ini seluruh bahan awal untuk memproduksi obat disediakan oleh perusahaan pemberi kontrak, sedangkan PT. Molex Ayus sebagai penerima kontrak yang melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan isi prosedur pengolahan bets yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi kontrak. Beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan PT. Molex Ayus adalah Landson, Sunti Sepuri, dan Indofarma. 12. Kualifikasi dan Validasi PT. Molex Ayus telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai dengan apa yang dipersyaratkan dalam CPOB. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan terhadap alat baru dan setelahnya dilakukan rekualifikasi secara rutin yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar atau tidak. Rekualifikasi atau kualifikasi ulang terhadap peralatan dilakukan jika terjadi pemindahan alat, alat mengalami perbaikan atau terjadi penambahan komponen pada alat untuk meningkatkan kinerja alat tersebut. Rekualifikasi tersebut dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan kondisi alat yang ada sehingga produk akhir yang dihasilkan memiliki mutu yang terjamin untuk setiap betsnya.

90 83 Validasi yang dilakukan di PT. Molex Ayus meliputi validasi proses, validasi proses pengemasan,validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang. Validasi tersebut dilakukan terhadap proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Revalidasi dilakukan jika terjadi perubahan pemasok bahan awal, mesin yang digunakan dan perubahan formula. Seluruh kegiatan validasi direncanakan dan dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Laporan Validasi. Setiap tahun tim validasi menyusun Rencana Induk Validasi (RIV). Rencana Induk Validasi ini mencakup informasi tentang fasilitas, peralatan atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa format protokol, laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan validasi.

91 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil bimbingan dan pengamatan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus dapat disimpulkan bahwa: a. PT. Molex Ayus selalu berusaha menerapkan prinsip CPOB dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan hiegene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. b. Profesi apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam suatu industri farmasi yang berperan dan bertanggung jawab dalam mengendalikan mutu dari suatu produk. Di PT. Molex Ayus, apoteker ditempatkan sebagai Plant Manager, Manager Quality Management Representative (QMR), Manager QA, Manager Produksi, Manager QC, Asisten Manager R & D, Asisten Manager PPIC, Inspektor CPOB, Koordinator Validasi, Koordinator Kualifikasi, Asisten Manager QC, Supervisor Pengemasan, dan Staf R&D. 5.2 Saran a. Perlu dilakukan perluasan area gudang dan ruang staging untuk mengantisipasi peningkatan volume produksi. Di samping itu, perlu disusun suatu sistem penyimpanan yang dapat memudahkan pengambilan barang, misalnya dengan penyusunan secara alfabetis. b. Perlu disediakan ruang khusus kesehatan karyawan untuk menangani karyawan yang sakit atau jika terjadi kecelakaan kerja. c. PT. Molex Ayus diharapkan dapat meningkatkan produksi dan penjualannya dengan melakukan kegiatan promosi melalui media 84

92 85 elektronik dan media cetak, sehingga produk yang dihasilkan dapat dikenal oleh masyarakat luas. d. Perlunya pemisahan ruangan antara laboratorium pengawasan mutu (QC) dengan laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) serta perluasan ruangan laboratorium kimia dan mikrobiologi di bagian pengawasan mutu sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi personil dalam bekerja. e. Penanganan terhadap limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkan oleh PT. Molex Ayus perlu ditingkatkan agar pemeriksaan air limbah dapat memenuhi persyaratan serta tidak mencemari lingkungan di sekitar pabrik. f. Pemeliharaan bangunan dan fasilitas, yang meliputi kebersihan dan kerapihan perlu ditingkatkan.

93 DAFTAR ACUAN Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. (2006). Jakarta: Badan Pegawas Obat dan Makanan RI. Anonim. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. (2001). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Anonim. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik.(2001). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Anonim. Guidance Notes on Heating, Ventilation and Air-Conditioning (HVAC) System for Manufacturers of Oral Solid Dosage Forms. (2008). Singapura: Health Sciences Authority Regulatory Guidance. Darwis, Azwar. Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian. (2008). Jakarta : PT ISFI Penerbitan. Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products, (2004), Inspection Co-Operation Scheme/PIC S, Geneva. 86

94 Lampiran 1. Struktur organisasi PT. Molex Ayus 87

95 88 Lampiran 2. Produk PT. Molex Ayus Nama obat jadi, bentuk sediaan, dan kekuatan Aciblok 150 tablet Lexicam 20 kapsul Aciblok 300 kaplet Lexigo Alkohol 70% Lexmodine tablet 20 mg Alkohol 70% Lexmodine tablet 40 mg Alkohol 70% Melocid Alpara sirup Methylprednisolon tablet Alpara kaplet Mofulex krim Alphamol drops 100 mg Molacort 0,75 mg Alphamol sirup 120 mg Molacort 0,5 mg Alphamol kaplet 500 mg ASKES Molacort 0,5 mg ASKES Alphamol kaplet 150 Moladerm krim 20 mg Antasida DOEN Moladerm krim 20 mg ASKES Balsem Hijau Moladerm krim 20 mg Balsem Hi-rub Moladec drops Bevalex krim Molaflam tablet Bevalex krim Molafate suspensi Clatatin tablet 10 mg Molagit tablet Cefalex DS Molakrim 30 g Cefalex Kapsul Molaneuron Ciprolex 500 kapsul Molapect sirup 15 mg Dexmolex sirup Molapect sirup 30 mg Dextral sirup Molapect tablet 30 mg Dextral sirup Molasic kaplet 500 mg Dextral kaplet Molasma Dextral forte kaplet Molason krim 0,1% DMP 60 ml Molason krim 0,1% ASKES Diclofam tablet 25 mg Molason krim 0,1% Diclofam tablet 25 mg ASKES Molavir krim Diclofam tablet 50 mg Molavir krim ASKES

96 89 Enerfos energy drink Molazol tablet Enerfos sachet Molazol tablet ASKES Enerfresh energy drink Molexdine MW 1% Fexazol tablet 200 mg Molexdine solution 10% Fexazol tablet 200 mg ASKES Molexdine solution 10% Fexazol krim 20 mg Molexdine solution 10% Fucilex krim 20 mg Molexdine solution 10% Fucilex krim 20 mg ASKES Molexdry sirup Gentalex krim Molexflu sirup Glyceril guaiacolat Molexflu kaplet Glucosamin kaplet Neo kaominal suspensi Infatrim tablet Neo kaominal suspensi ASKES Infatrim forte OBH Molex Infatrim suspensi Omeyus kapsul Infatrim suspensi ASKES Pedisweet sirup jeruk Klorfeson krim Pedisweet sirup strawberry Lexacorton 25 mg Pedisweet granul original Lexacorton 25 mg ASKES Pedisweet granul jeruk Lexacorton 25 mg Pedisweet granul strawberry Lexacrol tablet Phenylbutazone 200 mg Lexacrol susp 190 Phenylbutazone 200 mg Lexacrol susp 100 Phenylbutazone 200 mg ASKES Lexadium tablet Pritacort tablet Lexadon tablet Pritacort tablet ASKES Lexadon suspensi Pritagesic kaplet Lexagin kaplet Pritalinc 500 mg Lexagin kaplet 1000 Pritamox DS 125 mg Lexahist tablet 4 mg Pritamox kapsul 500 mg Lexahist tablet 4 mg Pritanol tablet Lexamet Pritanol tablet ASKES Lexapram sirup 60 ml Pritasma tablet

97 90 Lexapram tablet 10 mg ASKES Pritasma tablet ASKES Lexapram tablet 2mg Pritavit kaplet Lexaprofen suspensi 100 mg Radivit kaplet Lexaprofen suspensi 100 mg Rivanol 0,1 % Lexaprofen kaplet 400 mg Rivanol 0,1% Lexatrans kapsul Thiamfilex 500 mg Lexatrans kaplet Thiamfilex DS Lexavit kaplet Ultraway C Lexavon sirup Ultraway ACES Lexavon tablet 8 mg Vical suspensi Lexcomet tablet 4 mg Vical suspensi Lexcomet tablet 4 mg tablet Vitalex kapsul Lexicam 10 kapsul Vitner-Z kaplet

98 91 Lampiran 3. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi basah) Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Penimbangan Pencampuran Pembuatan granul basah Pengayakan granul basah Pengeringan granul IPC Kadar air Pengayakan granul kering Alufoil QC Pemeriksaan p.ruahan Pencampuran fase luar (bahan pelincir) Pencetakan tablet Stripping QC Kadar air IPC (Produksi) Keseragaman bobot Kekerasan tablet Waktu hancur Friabilitas Dus, etiket, leaflet, box Pengepakan IPC Kebocoran strip IPC Kemasan Karantina Gudang obat jadi

99 92 Lampiran 4. Skema proses pembuatan sediaan solid (granulasi kering) Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Penimbangan Pencampuran Slugging Penghancuran Pengayakan IPC Uji sifat alir QC Pemeriksaan produk antara Alufoil QC Pemeriksaan p.ruahan Pencetakan tablet Stripping IPC (Produksi) Keseragaman bobot Kekerasan tablet Waktu hancur Friabilitas IPC Kebocoran strip Dus, etiket, leaflet, box IPC Kemasan Pengepakan Karantina Gudang obat jadi

100 93 Lampiran 5. Skema proses pembuatan sediaan solid (cetak langsung) Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Penimbangan Pencampuran QC Pemeriksaan produk antara QC Pemeriksaan produk ruahan Pencetakan tablet IPC (Produksi) Keseragaman bobot Kekerasan tablet Waktu hancur Friabilitas Alufoil Stripping IPC Kebocoran strip Dus, etiket, leaflet, box IPC Kemasan Pengepakan Karantina Gudang obat jadi

101 94 Lampiran 6. Skema proses pembuatan sediaan solid (penyalutan) Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Penimbangan Pencampuran QC Pemeriksaan produk ruahan Pencetakan tablet IPC (Produksi) Keseragaman bobot Kekerasan tablet Waktu hancur Friabilitas Alufoil Penyalutan IPC (Produksi) Keseragaman bobot Kekerasan Waktu hancur Stripping IPC Kebocoran strip Dus, etiket, leaflet, box Pengepakan IPC Kemasan Karantina Gudang obat jadi

102 95 Lampiran 7. Skema proses pembuatan sediaan liquid Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Botol Penimbangan Pemasakan aquadest Pencucian Pengolahan larutan Pengeringan Penyaringan QC Pemeriksaan produk ruahan Filling Karantina IPC Uji keseragaman volume Capping Uji kebocoran Etiket Labelling Dus, etiket, box Pengepakan IPC Kemasan Karantina Gudang obat jadi

103 96 Lampiran 8. Skema proses pembuatan sediaan semisolid Penerimaan bahan kemas Penerimaan bahan baku QC Karantina Karantina QC Penyimpanan Penyimpanan Penimbangan Pembuatan fase air Pembuatan fase lemak Pembuatan fase air dan lemak QC Pemeriksaan produk ruahan Tube Filling QC Uji keseragaman bobot Uji kerapihan tube Uji kebocoran Dus, etiket, box Pengepakan IPC Kemasan Karantina Gudang obat jadi

104 97 Lampiran 9. Laporan barang datang

105 98 Lampiran 10. Daftar periksa penerimaan barang

106 99 Lampiran 11. Form pengambilan contoh Lampiran 12. Sampel telah diambil oleh bagian Pengawasan Mutu

107 100 Lampiran 13. Label karantina bahan baku dan bahan kemas Lampiran 14. Label karantina oleh bagian Pengawasan Mutu

108 101 Lampiran 15. Label release oleh bagian Pengawasan Mutu Lampiran 16. Label ditolak oleh bagian Pengawasan Mutu

109 102 Lampiran 17. Catatan serah terima produk

110 103 Lampiran 18. Catatan pengolahan bets

111 104 Lampiran 19. Catatan pengemasan bets

112 105 Lampiran 20. Label bersih alat Lampiran 21. Label ruangan telah dibersihkan

113 106 Lampiran 22. Label produk antara/ruahan Lampiran 23. Label bahan baku

114 107 Lampiran 24. Surat penyerahan barang

115 Lampiran 25. Skema pengolahan air di PT. Molex Ayus Deep well (raw water) (Anion-Kation- Karbon) Klorinasi (Soft water) Anion- Kationmixed-bed Purified water Filter 0,2 Lampu UV Reverse osmosis Aqua Demin 108

116 Lampiran 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Molex Ayus 109

117 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 VALIDASI PEMBERSIHAN TERHADAP SUPERMIXER DAN FLUID BED DRYER DENGAN DEKSAMETASON SEBAGAI MARKER AGATHA DWI SETIASTUTI, S.Farm. ( ) ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

118 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR RUMUS... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1. PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Validasi Validasi pembersihan Dokumentasi validasi pembersihan BAB 3. METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN Tempat dan waktu pelaksanaan Alat dan bahan Cara kerja BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan marker Pengambilan sampel Analisis sampel Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi pembersihan BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

119 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus.. 12 Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason. 28 iii

120 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan.. 7 Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan 9 Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu. 9 Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu.. 10 Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu 10 Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis.. 33 iv

121 DAFTAR RUMUS Rumus 2.1. Rumus perhitungan MACO berdasarkan dosis terapetik harian 16 Rumus 2.2. Rumus perhitungan NOEL.. 17 Rumus 2.3. Rumus perhitungan MACO berdasarkan data toksikologi.. 17 Rumus 3.1. Rumus perhitungan target value untuk metode apus.. 23 Rumus 3.2. Rumus perhitungan target value untuk metode bilasan terakhir 23 Rumus 3.3. Rumus perhitungan jumlah residu untuk metode apus 24 Rumus 3.4. Rumus perhitungan kadar residu/cm 2 untuk metode apus.. 24 Rumus 3.5. Rumus perhitungan kadar residu untuk metode bilasan terakhir 24 Rumus 4.1. Rumus perhitungan recovery rate v

122 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia 40 Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo 43 Lampiran 6. Gambar alat Supermixer. 44 Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer. 44 Lampiran 8. Label Bersih Alat di PT. Molex Ayus. 45 vi

123 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multipurpose equipment sehingga satu peralatan dapat digunakan untuk beberapa produk yang berbeda. Hal tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi silang. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi suatu produk terhadap produk berikutnya, yang diproses menggunakan peralatan yang sama, dibutuhkan prosedur pembersihan. Prosedur pembersihan seharusnya dapat menghilangkan residu-residu yang berpotensi menyebabkan pencemaran silang, seperti residu yang berasal dari produk sebelumnya, hasil degradasi produk, maupun sisa bahan pembersih dan pelarut yang digunakan dalam pembersihan. Namun, pada kenyataannya prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak dapat membersihkan kontaminan secara absolut. Oleh karena itu, metode pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi harus divalidasi untuk menjamin bahwa residu yang tersisa masih dalam batas penerimaan yang ditetapkan. Perhitungan batas residu dapat dilakukan dengan analisis kimia maupun mikrobiologi. Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang terdeteksi tidak lebih dari target value yang ditetapkan. Terdapat beberapa metode untuk menentukan target value. Salah satunya adalah produk selanjutnya mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumnya (BPOM, 2006; PICS, 2007; dan Startup, 2009). Di samping itu, penentuan batas residu dapat dilakukan menggunakan perhitungan Maximum Allowable Carryover (MACO). Penentuan batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas residu dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang bersangkutan (APIC, 2000). Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin kualitas, keamanan, serta efektivitas dari sediaan yang diproduksi, PT. Molex 1

124 2 Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Dalam Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Molex Ayus, penulis diberikan tugas khusus untuk mengkaji pelaksanaan validasi pembersihan yang dilakukan terhadap alat Supermixer dan Fluid Bed Dryer. Zat aktif yang digunakan sebagai marker dalam pengkajian adalah deksametason. Data-data yang dianalisis diperoleh dari Protokol dan Laporan Validasi pembersihan kedua alat tersebut Tujuan Pelaksanaan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi PT. Molex Ayus bertujuan untuk : 1. Mengetahui tujuan, metode pelaksanaan, dan kriteria penerimaan validasi pembersihan yang berlaku di PT. Molex Ayus, khususnya untuk alat Supermixer dan Fluid Bed Dryer. 2. Membuktikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex Ayus telah tervalidasi dengan baik.

125 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Validasi Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (BPOM, 2006). Menurut World Health Organization (WHO), validasi adalah kegiatan pembuktian dan pendokumentasian terhadap berbagai proses, prosedur, atau metode sehingga hasil yang diinginkan dapat tercapai secara konsisten. Unsur utama dalam program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya akan diberikan. Protokol validasi mencakup data sebagai berikut : 1. Kebijakan validasi 2. Struktur organisasi kegiatan validasi 3. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi 4. Format dokumen yang terdiri dari format protokol, format laporan validasi, serta perencanaan dan jadwal pelaksanaan 5. Pengendalian perubahan 6. Acuan dokumen yang digunakan Validasi terdiri dari : a. Validasi proses Validasi proses manufaktur didefinisikan sebagai bukti yang terdokumentasi bahwa proses manufaktur, termasuk pengemasan, memakai peralatan yang sesuai sehingga menghasilkan produk yang memenuhi syarat dan reprodusibel. Validasi proses terdiri dari 3 tipe, yaitu validasi proses prospektif, konkuren, dan retrospektif. Validasi proses prospektif dilakukan sebelum produk dipasarkan. Untuk produk berskala kecil atau berbiaya produksi mahal, dapat 3

126 4 dilakukan validasi proses konkuren atas izin regulator. Validasi proses konkuren dilakukan selama proses produksi rutin. Dalam hal tersebut, produksi rutin dimulai sebelum validasi selesai dilakukan. Validasi retrospektif dilakukan terhadap proses yang telah stabil atau berjalan. Validasi prospektif umumnya digunakan pada proses pengembangan produk baru. Secara umum, tiga bets berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dinyatakan memenuhi persyaratan validasi proses. Validasi konkuren dilaksanakan seiring dengan berjalannya produksi rutin berdasarkan protokol yang telah ditetapkan. Validasi konkuren dilakukan terhadap 3 bets berurutan dari suatu produk. Bets dapat diluluskan berdasarkan serangkaian hasil uji pengawasan mutu yang intensif, pengkajian, dan persetujuan dari pemastian mutu. Dalam hal tertentu, validasi konkuren dilakukan terhadap produk yang sudah diproduksi secara rutin apabila terjadi perubahan pabrik pembuat eksipien dengan spesifikasi yang sama dan perubahan mesin dengan spesifikasi yang sama. Sementara itu, validasi retrospektif merupakan validasi proses pembuatan produk yang telah dipasarkan yang dilaksanakan berdasarkan data pengolahan, pengemasan, pengujian, dan pengawasan bets yang dikumpulkan sesuai dengan protokol yang telah disiapkan dan disetujui. Validasi retrospektif mencakup analisis kecenderungan (trend analysis) dengan menggunakan data riwayat dari proses pengolahan, pengemasan, dan pengendalian mutu (uji kadar, disolusi, ph, dan bobot jenis). Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data bets. b. Validasi pembersihan Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Validasi pembersihan dilakukan dengan menentukan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih, dan pencemaran mikroba secara rasional yang didasarkan pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Definisi, tujuan, metode pengambilan sampel, protokol dan laporan validasi pembersihan, serta interpretasi hasil dan kriteria penerimaan dari validasi pembersihan akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.

127 5 c. Validasi ulang (revalidasi) Fasilitas, sistem, peralatan, dan proses (termasuk proses produksi dan pembersihan) dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi bahwa validasi masih absah. Validasi ulang merupakan suatu pengulangan dari validasi sebelumnya untuk memastikan bahwa perubahan dalam proses atau lingkungan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, tidak mengakibatkan dampak yang merugikan terhadap karakteristik proses dan mutu produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, revalidasi adalah peninjauan kembali terhadap dokumen validasi yang telah disusun (protokol dan laporan validasi) untuk selanjutnya dibandingkan dengan kondisi terkini (current situation). Untuk produk-produk yang jarang diproduksi, perlu dilakukan revalidasi proses setelah 1-2 tahun meskipun tidak terdapat perubahan (Priyambodo, 2007). d. Validasi metode analisis Validasi metode analisis bertujuan untuk mengetahui bahwa metode analisis yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan secara konsisten (Priyambodo, 2007). Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap uji identifikasi; uji kandungan impuritas; uji batas impuritas; uji kuantitas zat aktif dalam sampel bahan, obat, atau komponen tertentu dalam obat. Metode analisis lain seperti uji disolusi juga divalidasi. Parameter-parameter yang diuji dalam validasi metode analisis meliputi akurasi, presisi, selektivitas, Limit of Detection (LOD), Limit of Quantitation (LOQ), rentang, linearitas, robustness (ketangguhan), dan ruggedness (kekuatan) Validasi pembersihan Validasi pembersihan dapat didefinisikan sebagai tindakan pembuktian bahwa prosedur pembersihan yang ditetapkan mampu dipergunakan untuk membersihkan peralatan secara terus-menerus (konsisten) dan dapat menghasilkan tingkat residu yang diperbolehkan dengan hasil yang terpercaya. Prosedur pengujian yang digunakan harus cukup efektif untuk mendeteksi sisa produk dan bahan pembersih yang digunakan (BPOM, 2006). Prosedur

128 6 pembersihan yang telah tervalidasi perlu untuk dikaji ulang (BPOM, 2009). Validasi pembersihan terutama ditujukan untuk bahan-bahan dengan kriteria sebagai berikut (Priyambodo, 2007) : 1. Bahan-bahan yang sulit dibersihkan 2. Produk-produk yang memiliki tingkat kelarutan yang rendah 3. Produk-produk yang mengandung bahan yang sangat toksik, karsinogenik, mutagenik, atau teratogenik 4. Untuk bahan yang sama, dipilih produk dengan dosis yang lebih tinggi Kriteria alat atau mesin yang akan divalidasi adalah (Priyambodo, 2007) : 1. Peralatan atau mesin baru 2. Untuk mesin dengan merk dan tipe yang sama, cukup salah satu yang divalidasi 3. Jika proses produksi menggunakan rangkaian mesin yang berbeda secara berkelanjutan (in line machine), masing-masing mesin tetap divalidasi secara terpisah. Jika rangkaian mesin merupakan kombinasi yang permanen, validasi dapat dilaksanakan secara bersamaan Tujuan validasi pembersihan Validasi pembersihan bertujuan untuk (Priyambodo, 2007) : 1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang digunakan sudah tepat dan bersifat reprodusibel 2. Memastikan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan tidak menimbulkan efek negatif terhadap peralatan atau mesin yang dibersihkan 3. Memastikan bahwa operator melaksanakan prosedur pembersihan secara kompeten, sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditentukan 4. Memastikan bahwa cara pembersihan dapat menghasilkan tingkat residu sesuai dengan ketentuan 5. Menjamin bahwa peralatan yang digunakan bersih sehingga produk yang dihasilkan selalu terjamin mutu dan keamanannya. Prosedur pembersihan dapat menghindarkan terjadinya pencemaran silang suatu produk terhadap

129 7 produk berikutnya yang pada umumnya dibuat menggunakan peralatan yang sama (BPOM, 2009) Tingkat prosedur pembersihan Bahan-bahan yang terlibat dalam proses produksi memiliki karakteristik yang bervariasi. Oleh karena itu, Active Ingredients Committee (APIC) menyusun suatu pedoman mengenai tingkat prosedur pembersihan. Tingkat prosedur pembersihan menentukan perlu atau tidaknya dilakukan validasi pembersihan, seperti dijelaskan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Tingkat prosedur pembersihan (APIC, 2000) Tingkat Validasi Jenis kontaminan pembersihan pembersihan Kontaminan yang terbawa dari produk sebelumnya bersifat kritis. Prosedur 2 pembersihan yang cermat dibutuhkan Esensial atau untuk mengantisipasi kandungan residu penting dilakukan melebihi kriteria penerimaan yang ditentukan. 1 Kontaminan yang terbawa dari produk Dalam kasus sebelumnya tidak bersifat kritis. tertentu Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk dibutuhkan, meminimalkan kemungkinan terjadinya namun dalam kontaminasi dari produk sebelumnya. beberapa kondisi Namun, kriteria penerimaan untuk tidak dibutuhkan tingkat 1 tidak seketat pada tingkat 2. 0 Kontaminan dari produk sebelumnya tidak kritis. Prosedur pembersihan tidak detail. Tidak dibutuhkan

130 Bracketing dan worst case rating Peralatan yang digunakan dalam industri farmasi biasanya bersifat multipurpose equipments sehingga beberapa produk yang berlainan dapat diproduksi dengan alat yang sama. Urutan produk yang diproses dengan suatu alat terdiri dari berbagai kemungkinan. Jika semua kemungkinan prosedur pembersihan divalidasi, tentunya akan memakan waktu dan tenaga. Oleh karena itu, validasi pembersihan dapat dilakukan hanya terhadap beberapa kasus tertentu yang ditentukan dengan berbagai pendekatan sebagai berikut (APIC, 2000 dan Startup, 2009) : a. Penentuan batas residu yang spesifik untuk produk tertentu b. Penentuan batas residu dalam suatu kelompok, kemudian dipilih kasus kontaminasi terburuk yang mungkin terjadi c. Mengelompokkan produk menurut risiko yang ditimbulkannya, seperti berdasarkan kelarutan, potensi, toksisitas, atau kemampuan produk untuk dideteksi d. Menggunakan faktor keamanan (safety factor) yang berbeda untuk setiap bentuk sediaan (terutama ditujukan untuk bahan berpotensi tinggi) Berikut ini akan dijelaskan mengenai contoh pengelompokan produk yang akan dibersihkan dan prioritas kemungkinan terburuk (worst case rating) yang dapat ditetapkan (APIC, 2000). a. Berdasarkan tingkat kesulitan residu untuk dibersihkan, produk dapat dikategorikan menjadi : i. Kategori 1 : residu mudah dibersihkan ii. Kategori 2 : residu agak mudah dibersihkan iii. Kategori 3 : residu sulit dibersihkan b. Berdasarkan kelarutan residu Berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan dalam pelarut yang digunakan, dapat dibuat pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.2. Angka kelarutan yang diuraikan dalam Tabel 2.2. mengacu pada United States Pharmacopoeia (USP) 30.

131 9 Tabel 2.2. Kategori produk berdasarkan kelarutan substansi yang dibersihkan (The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book dan APIC, 2000) Kategori Deskripsi kelarutan residu Sangat mudah larut Mudah larut Larut Agak larut Agak sukar larut Sukar larut Praktis tidak larut Jumlah pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan 1 bagian residu < > c. Berdasarkan toksisitas residu Berdasarkan toksisitas residu, dapat dibuat pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.3. Deskripsi mengenai toksisitas yang diuraikan dalam Tabel 2.3. mengacu pada Toxicology - The Basic Science of Poisons. Tabel 2.3. Kategori produk berdasarkan toksisitas residu (Casarett dan Doull, 1980 dan APIC, 2000) Kategori 1 Deskripsi toksisitas residu Praktis tidak toksik Sedikit toksik Dosis letal per oral untuk manusia (mg/kg) > Agak toksik (medium) Toksik Sangat toksik Super toksik < 5 d. Berdasarkan dosis terapetik Studi mengenai dosis terapetik biasanya dilakukan menggunakan data oral atau parenteral. Jika dosis terapi tidak diketahui, dapat digunakan data toksisitas. Kategori produk berdasarkan dosis terapi disajikan pada Tabel 2.4.

132 10 Tabel 2.4. Kategori produk berdasarkan dosis terapi residu (APIC, 2000) Kategori Interval dosis (dosis terapi terkecil) 1 > 1000 mg mg mg mg 5 < 1 mg e. Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu Berdasarkan pengamatan visual terhadap residu, dapat dibuat limit pengelompokan produk seperti terlihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Kategori produk berdasarkan pengamatan visual terhadap residu (APIC, 2000) Kategori Deskripsi limit Keterangan 1 High limit Dapat terdeteksi pada alat secara visual 2 Moderately high limit Cukup terdeteksi pada alat secara visual 3 Moderately low limit Mungkin terdeteksi pada alat secara visual 4 Low limit Kemungkinan tidak dapat terdeteksi pada alat secara visual 5 Very low limit Tidak dapat terdeteksi pada alat secara visual Berdasarkan kategori-kategori yang telah diuraikan di atas, dapat disusun prioritas mengenai kasus terburuk yang mungkin terjadi, misalnya : a. Residu yang sulit dibersihkan lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang tertinggal pada alat dibandingkan jika residu tersebut mudah dibersihkan b. Residu dengan kelarutan rendah lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi pembersihan karena dapat menyebabkan lebih banyak residu yang tertinggal pada alat dibandingkan jika residu tersebut larut dalam pembilas yang digunakan

133 11 c. Residu dengan toksisitas yang tinggi lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi pembersihan karena residu dengan kadar kecil dapat menyebabkan efek samping berbahaya bagi konsumen d. Residu dari produk dengan dosis terapi kecil lebih diprioritaskan untuk memperoleh validasi pembersihan karena relatif lebih sulit dibersihkan, sulit dideteksi, dan cenderung menyebabkan limit penerimaan yang lebih kecil Re-rating, atau penyusunan ulang terhadap prioritas yang telah ditetapkan, dilakukan jika terjadi perubahan pada (APIC, 2000) : a. Metode analisis yang digunakan b. Proses (prosedur pembersihan) c. Produk, misalnya terdapat penambahan produk baru d. Peralatan Metode pengambilan sampel untuk validasi pembersihan Metode pengambilan sampel dilakukan dengan seksama agar dapat mewakili tempat yang sulit dibersihkan. Metode pengambilan sampel untuk validasi pembersihan terdiri dari 3 jenis, yaitu metode apus, metode pembilasan terakhir, dan metode plasebo. Ketiga metode tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Metode apus (swab sampling method atau direct surface sampling method) Pengambilan sampel dengan metode apus menggunakan batang apus yang dibasahi pelarut. Metode tersebut secara langsung dapat menyerap residu dari permukaan alat. Jenis pelarut yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat fisikokimia dan tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diperiksa (Priyambodo, 2007). Pelarut yang sering digunakan antara lain air, etanol, dan heksana. Sebelum mengambil sampel, dilakukan uji perolehan kembali (recovery test) dengan larutan yang telah diketahui kadarnya yang dikeringkan pada sebidang area seluas (5x5) cm 2. Setelah diambil secara apus, sampel diperiksa menggunakan metode analisis yang ditetapkan. Recovery untuk cara apus minimal 70%. Area pengambilan sampel dengan metode apus ditentukan secara seksama

134 12 sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat (BPOM, 2009). Contoh batang apus dapat dilihat pada Gambar 2.1. Hasil swab melalui proses ekstraksi sebelum dilakukan analisis terhadap kadar residu yang terkandung dalam sampel. Untuk pengujian kandungan mikroba dalam sampel yang diambil secara apus, terlebih dahulu dilakukan kultur mikroba dan inkubasi terhadap sampel. Batang apus untuk pengambilan sampel harus kompatibel dengan pelarut dan metode analisa yang digunakan, serta tidak melepaskan serat-serat yang dapat mengganggu proses analisa (Priyambodo, 2007). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengambilan sampel dengan metode apus yaitu (Startup, 2009) : a. Batang apus yang digunakan, termasuk supplier dari material tersebut b. Luas dan jumlah area yang akan diapus c. Lokasi pengambilan sampel d. Kondisi peralatan yang dibersihkan, misalnya terbuat dari bahan gelas atau stainless steel [Sumber : Gambar 2.1. Alat pengambil sampel dengan metode apus Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area permukaan alat. Adapun kekurangan metode apus yaitu (Priyambodo, 2007) : a. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain

135 13 b. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu c. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali d. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang 2. Metode bilasan terakhir (rinse sampling method atau indirect method) Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan, kemudian dianalisis untuk menentukan kandungan residu dan atau mikroba yang terkandung di dalamnya. Metode bilasan terakhir umumnya dipilih untuk alat/mesin yang sulit dijangkau dengan metode apus, misalnya karena tersusun oleh banyak pipa atau lekukan. Metode bilasan terakhir dapat menganalisa adanya residu dari detergen atau desinfektan yang digunakan dalam proses pembersihan (Startup, 2009). Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi atau menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut pembilas harus bersentuhan dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup agar residu yang akan dianalisis dapat terlarut sempurna (Priyambodo, 2007). Untuk memperoleh sampel bilasan (rinse sample), digunakan pelarut yang diketahui jumlahnya. Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut organik seperti etanol atau air murni (BPOM, 2009). Tingkat recovery untuk metode bilasan terakhir adalah sebagai berikut (Startup, 2009) : a. Recovery > 80% : baik b. Recovery > 50% : cukup sesuai c. Recovery < 50% : diragukan Kekurangan metode bilasan terakhir adalah ada kemungkinan tidak seluruh bahan terlarut dalam pelarut yang digunakan sehingga tidak seluruh residu dapat terdeteksi (BPOM, 2009). Di samping itu, metode tersebut tidak cocok digunakan untuk peralatan yang kompleks atau tersusun dari beragam instrumen, seperti mesin cetak tablet, Fluid Bed Dryer (FBD), dan granulator (Priyambodo, 2007). Adapun kelebihan metode bilasan terakhir antara lain : a. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007)

136 14 b. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian sudut yang sukar diambil dengan metode apus sehingga memungkinkan tercapainya tingkat recovery rate yang tinggi. Jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan (Startup, 2009). c. Variasi hasil analisis dengan metode bilasan terakhir lebih kecil dibandingkan dengan metode apus (Priyambodo, 2007) 3. Metode plasebo Peralatan yang telah dibersihkan digunakan untuk proses produksi dari satu bets produk plasebo. Pengambilan sampel dilakukan sepanjang proses produksi, kemudian dianalisis kandungan residu dan atau mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Bets produk plasebo tidak mengandung zat aktif. Jika hasil analisis menunjukkan adanya kandungan residu dalam sampel yang diambil, kemungkinan residu tersebut berasal dari kontaminasi produk sebelumnya. Metode plasebo biasanya dikombinasikan dengan metode apus atau metode bilasan terakhir (Startup, 2009). Kelebihan metode plasebo adalah contoh yang diambil merupakan simulasi dari proses produksi yang sebenarnya sehingga memungkinkan penilaian langsung terhadap efek akumulasi dari tahapan proses produksi karena prosedur validasi dilakukan terhadap satu rangkaian peralatan (Priyambodo, 2007). Adapun kekurangan metode tersebut antara lain (Startup, 2009) : a. Metode plasebo kurang disarankan karena tidak reprodusibel, membutuhkan biaya yang tinggi, dan sulit dilakukan b. Metode plasebo tidak dapat menjamin kontaminan akan terbawa dan terdeteksi pada saat analisis sehingga dapat memberikan hasil negatif palsu c. Tingkat sensitivitas pengujian relatif rendah akibat faktor pengenceran selama proses produksi Metode analisis untuk pengujian validasi pembersihan Metode pengujian yang digunakan harus spesifik terhadap bahan yang diperiksa dan telah dibuktikan kehandalannya melalui validasi metode analisa

137 15 (Priyambodo, 2007). Di samping itu, metode analisis yang digunakan harus sensitif sehingga dapat mendeteksi adanya residu dalam jumlah yang kecil (FDA, 1993). Metode analisis didokumentasikan sebagai bagian dari protokol validasi (BPOM, 2009). Hasil pengujian, dari 3 kali pembersihan berturut-turut, dirangkum dalam suatu tabulasi berdasarkan parameter uji yang telah ditentukan, seperti pengamatan secara visual (jernih atau keruh), ph, kadar residu, dan konduktivitas. Beberapa metode analisis yang umum digunakan yaitu (Startup, 2009) : a. Metode kromatografi, seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Gas Chromatography (GC), dan High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) b. Metode Total Organic Carbon (TOC) dan ELISA digunakan untuk menentukan residu biologis pada produk (Canada Health Products and Food Branch Inspectorate, 2000) c. Spektrofotometri UV-Vis Penentuan batas residu Validasi pembersihan merupakan pembuktian bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu yang berasal dari (Ghosh dan Dey, 2010) : a. Produk sebelumnya b. Produk antara, hasil reaksi, atau hasil degradasi produk c. Bahan pembersih (detergen) atau pelarut yang digunakan dalam prosedur pembersihan d. Mikroorganisme Kriteria penerimaan batas residu yang biasa digunakan dalam industri farmasi dijelaskan sebagai berikut. 1. Menurut Petunjuk Operasional Pedoman CPOB (BPOM, 2009) Di dalam protokol ditetapkan metode penentuan/ perhitungan batas residu yang rasional. Penentuan batas residu mempertimbangkan faktor antara lain:

138 16 ukuran bets, kapasitas alat, dosis, dan toksisitas. Salah satu kriteria yang dapat dipakai sebagai patokan adalah apabila residu produk memenuhi kriteria berikut : a. Kriteria dosis (0,1%) Residu bahan aktif dari produk sebelumnya tidak melebihi 0,1% x dosis terapetik maksimal per hari dalam produk selanjutnya. b. Kriteria 10 ppm Produk berikut mengandung tidak lebih dari 10 ppm residu produk sebelumnya. c. Bersih secara visual Pada alat yang telah dibersihkan tidak terlihat secara visual adanya sisa produk sebelumnya. Studi dengan cara spike telah menunjukkan bahwa bahan aktif yang terkandung dalam obat akan tampak secara visual pada tingkat konsentrasi lebih kurang 100 μg per daerah yang diapus dengan ukuran (5x5) cm 2. Dapat terjadi residu produk memenuhi dua kriteria pertama, tetapi masih terlihat adanya residu pada permukaan setalah pembersihan. Oleh karena itu, alat tersebut harus dibersihkan kembali sampai residu tidak terlihat secara visual. 2. Menurut Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Ingredient Plants (APIC, 2000) 1. Berdasarkan dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) Prinsip : kontaminasi suatu bahan (residu) terhadap produk selanjutnya tidak boleh melebihi proporsi tertentu yang dinyatakan sebagai safety factor, yang umumnya bernilai dari dosis residu. Metode tersebut digunakan jika dosis terapi harian diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut : (2.1.) Keterangan : MACO TDD previous : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan)

139 17 TDD next MBS : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk selanjutnya SF : Safety factor, umumnya bernilai Berdasarkan data toksikologi Jika dosis terapi harian tidak diketahui, misalnya untuk residu yang berasal dari deterjen atau zat intermediet hasil suatu reaksi, data toksikologi dapat digunakan untuk menghitung batas residu yang diperbolehkan. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut : (2.2.) Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut, MACO dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : (2.3.) Keterangan : MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya NOEL : No Observed Effect Level LD 50 : Letal dose 50 (dalam g/kg hewan uji), yaitu dosis yang menyebabkan 50% dari hewan uji mengalami kematian. 70 : Berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg) 2000 : Konstanta empiris TDD next MBS SF : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk selanjutnya : Safety factor, nilainya bervariasi tergantung dari bentuk sediaan dan rute pemberian obat, yaitu : i. Topikal, nilai SF

140 18 ii. Oral, nilai SF iii. Parenteral, nilai SF Target value i. Pengambilan sampel dengan metode apus (swab limit) ( Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Keterangan : M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg) WF : recovery rate F tot : luas total permukaan alat bagian dalam (dm 2 ) M i C i C Bi : jumlah residu dari sampel i (mg) : jumlah residu dalam sampel i yang terukur oleh metode analisa yang digunakan (mg) : Blanko dari sampel i (mg). Blanko sampel diberi perlakuan yang sama dengan sampel uji, tetapi batang apus untuk blanko sampel tidak diusap pada permukaan alat yang dibersihkan (blanko negatif). F i : luas area yang diapus pada pengambilan sampel i (dm 2 ) N : jumlah sampel yang diapus i : nomor sampel (dari 1 sampai dengan N)

141 19 ii. Pengambilan sampel dengan metode bilasan terakhir (rinse limit) Jumlah residu yang terdapat dalam peralatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : M = V x (C-C B ), persyaratan : M < target value dengan M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg) V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L) C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/l) C B : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan) yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/l) 2.3. Dokumentasi validasi pembersihan Protokol validasi pembersihan Protokol validasi pembersihan disiapkan dengan mempertimbangkan kondisi terburuk, seperti (BPOM, 2009) : 1. Alat dibersihkan setelah ditinggal dalam keadaan tidak dibersihkan selama 24 jam atau lebih 2. Cemaran berasal dari bahan yang sukar dibersihkan karena kelarutannya dalam air sangat rendah atau mempunyai sifat melekat kuat pada permukaan alat 3. Cemaran berasal dari bahan yang memiliki potensi atau toksisitas tinggi Protokol validasi pembersihan harus mencakup hal-hal sebagai berikut (Priyambodo, 2007) : 1. Halaman pengesahan 2. Tujuan pelaksanaan validasi 3. Cakupan atau ruang lingkup proses validasi

142 20 4. Latar belakang pelaksanaan validasi 5. Pembagian tugas dan tanggung jawab 6. Dokumen terkait yang digunakan 7. Garis besar pelaksanaan proses pembersihan 8. Rencana pengambilan sampel dan pengujian 9. Rencana analisa hasil uji 10. Penetapan kriteria penerimaan, yaitu batas kebersihan yang dapat diterima Laporan validasi pembersihan Laporan validasi pembersihan mencakup (Priyambodo, 2007) : 1. Halaman pengesahan 2. Tujuan pelaksanaan validasi 3. Ringkasan pelaksanaan validasi 4. Pembagian tugas dan tanggung jawab 5. Garis besar proses pembersihan yang dilakukan 6. Pengambilan sampel 7. Pengujian 8. Hasil pengujian 9. Analisis hasil pengujian 10. Penetapan kriteria penerimaan 11. Pembahasan 12. Kesimpulan 13. Rekomendasi 14. Daftar pustaka/rujukan Revalidasi pembersihan Revalidasi pembersihan terdiri dari (PIC/S, 2007) : 1. Revalidasi saat terjadi perubahan peralatan, produk, ataupun proses yang berkaitan dengan prosedur pembersihan yang telah divalidasi 2. Revalidasi periodik yang dilakukan dalam interval waktu tertentu

143 BAB 3 METODOLOGI VALIDASI PEMBERSIHAN 3.1. Tempat dan waktu pelaksanaan Pengkajian terhadap validasi pembersihan dilakukan di PT. Molex Ayus pada tanggal Maret Pengkajian validasi pembersihan tersebut dilakukan terhadap dua peralatan, yaitu : 1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk pengolahan produk Molacort 0,75 2. Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk pengolahan produk Molacort 0, Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam validasi pembersihan meliputi : 1. Supermixer DY Fluid Bed Dryer Toyo kapasitas 100 kg 3. Batang apus 4. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) 5. Peralatan gelas Bahan yang digunakan untuk validasi pembersihan meliputi : 1. Deksametason 2. Asetonitril 3. Aquabidestilata 4. Metanol 3.3. Cara kerja Bracketing Bracketing dilakukan untuk menentukan kasus terburuk yang mungkin terjadi pada prosedur pembersihan suatu alat. Langkah tersebut dibutuhkan untuk menetapkan marker. Validasi pembersihan dilakukan terhadap peralatan yang telah dibersihkan dari residu marker. Adapun cara 21

144 22 menentukan marker di PT. Molex Ayus adalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Toksisitas marker 2. Kelarutan marker dalam air 3. Dosis marker 4. Tingkat kesulitan pembersihan marker Pengambilan sampel Pengambilan sampel pada alat dilakukan dengan metode apus (swab) dan bilasan terakhir (rinse), dengan rincian sebagai berikut : 1. Untuk Fluid Bed Dryer, dilakukan pengambilan sampel dengan metode apus pada bagian dinding dan dasar pan, sedangkan pada bagian bed dilakukan pengambilan sampel dengan metode rinse sebanyak 3 kali. 2. Untuk Supermixer, dilakukan pengambilan sampel dengan metode rinse pada bagian granul discharge, sedangkan metode apus dilakukan pada bagian tutup dan pan. Untuk bagian pan, pengambilan sampel dilakukan pada bagian dasar pan, impeller, dan chopper Prosedur pengujian terhadap sampel Sampel dianalisis secara kimia dengan menggunakan HPLC untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal di peralatan setelah proses pembersihan. Sistem HPLC untuk kedua alat yang divalidasi yaitu : 1. Kolom : Purospher C 18 (L 1 ) 2. Laju alir : 1,5 ml / menit 3. Waktu analisa : 5,0 menit 4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5) 5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm 6. Baku pembanding : deksametason

145 Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi pembersihan Kriteria penerimaan ditetapkan berdasarkan metode Maximum Allowable Carryover (MACO), yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : MACO : Maximum Allowable Carryover, yaitu batas residu yang diperbolehkan dari suatu produk dalam produk selanjutnya TDD previous TDD next MBS : Dosis terapi produk residu (produk sebelum pembersihan) : Dosis terapi harian dari produk selanjutnya : Minimum batch size, yaitu besar bets minimum dari produk selanjutnya SF : Safety factor, umumnya bernilai 1000 Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus sebagai berikut : 1. Untuk metode apus 2. Untuk metode bilasan terakhir (3.1.) (3.2.)

146 24 Kadar residu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1. Untuk metode apus Mula-mula dihitung jumlah residu dalam sampel, dengan rumus : (3.3.) Harga χ yang diperoleh dari perhitungan di atas digunakan untuk menghitung kadar residu dengan cara : (3.4.) Keterangan : C 1 χ V A 1 A 2 : konsentrasi larutan baku pembanding (ppm) : jumlah residu dalam sampel (μg) : volume analit (ml) : luas puncak baku pembanding : luas puncak sampel yang dianalisis 25 cm 2 : luas daerah apus (5x5) cm 2 2. Untuk metode bilasan terakhir M = V x (C-C B ) (3.5.) dengan : M : jumlah residu pada alat yang dibersihkan (mg) V : volume pelarut yang digunakan untuk bilasan terakhir (L) C : konsentrasi residu dalam sampel yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/l) C B : konsentrasi residu dalam blanko negatif (pelarut yang digunakan) yang diukur dengan metode analisis yang sesuai (mg/l) Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu (M) < target value

147 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur pembersihan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang dari suatu produk terhadap produk selanjutnya yang diproduksi menggunakan peralatan yang sama. Selain berasal dari produk sebelumnya, residu yang berpotensi menyebabkan pencemaran dapat berasal dari hasil degradasi atau hasil reaksi bahan-bahan dalam suatu produk, mikroorganisme, maupun residu bahan pembersih atau pelarut yang digunakan dalam proses pembersihan. Prosedur pembersihan seharusnya dapat menghilangkan residu-residu tersebut. Namun, prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi tidak dapat membersihkan kontaminan secara mutlak sehingga dibutuhkan validasi pembersihan untuk menjamin bahwa residu kontaminan masih berada dalam batas penerimaan yang diizinkan. Hal tersebut penting untuk memastikan mutu dan keamanan sediaan farmasi yang diproduksi. Untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan, PT. Molex Ayus melaksanakan validasi pembersihan. Kegiatan tersebut ditangani oleh seorang Koordinator Validasi yang bertanggung jawab kepada Manajer QMR (Quality Management Representative) dan Manajer Pemastian Mutu (QA). Dalam melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja sama dengan Bagian Pengawasan Mutu (QC) dan Bagian Produksi. Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab terhadap analisis sampel, baik secara kimia maupun mikrobiologi. Bagian Produksi, dalam hal ini operator dengan pengawasan dari supervisor produksi, bertugas melakukan prosedur pembersihan mesin. Validasi pembersihan di PT. Molex Ayus dilakukan terhadap seluruh peralatan produksi yang bersentuhan dengan produk, seperti Supermixer, Fluid Bed Dryer, Polydirection Moveable Mixer, mesin cetak tablet, mesin penyalut tablet, dan mesin striping untuk sediaan solid. Di samping itu, peralatan produksi untuk sediaan semi solid dan liquid, seperti mixer dan mesin pengisi (filling) juga membutuhkan validasi pembersihan. Peralatan produksi yang terdapat di PT. Molex Ayus bersifat multi-purpose equipments sehingga satu peralatan dapat digunakan untuk memproduksi berbagai produk. Urutan produk yang diproses 25

148 26 dengan suatu alat terdiri dari berbagai kemungkinan. Jika validasi pembersihan dilakukan terhadap semua kemungkinan tersebut, tentunya akan memakan waktu dan tenaga. Oleh karena itu, dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus menetapkan beberapa marker. Marker ditentukan berdasarkan beberapa faktor seperti toksisitas, kelarutan, dosis, dan tingkat kesulitan bahan untuk dibersihkan. Di PT. Molex Ayus terdapat 3 marker, yaitu deksametason untuk produk solid, betametason untuk produk semi solid, dan fenilpropanolamin HCl untuk produk cair. Ketiga marker tersebut dipilih berdasarkan toksisitas yang dapat ditimbulkannya. Validasi pembersihan dilakukan terhadap peralatan yang telah dibersihkan dari residu produk yang mengandung marker. Penilaian terhadap validasi pembersihan ditentukan berdasarkan residu yang terdeteksi pada peralatan. Mulamula, sampel yang akan dianalisis harus diambil terlebih dahulu dari peralatan yang akan divalidasi. Pengambilan sampel di PT. Molex Ayus dapat menggunakan metode apus (swab) dan metode bilasan terakhir (rinse). Selanjutnya, sampel diuji secara kimia maupun mikrobiologi. Analisis secara kimia bertujuan untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal pada alat setelah dilakukan pembersihan. Analisis kimia dilakukan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisis mikrobiologi digunakan untuk menentukan jumlah mikroba pencemar yang terdapat pada sampel, yaitu dengan metode Angka Lempeng Total (ALT) dan Angka Kapang Khamir (AKK). Kriteria penerimaan residu dapat ditentukan dengan berbagai metode. PT. Molex Ayus menggunakan metode Maximum Allowable Carryover (MACO) yang didasarkan pada dosis terapi harian obat yang dijadikan marker. Penentuan batas residu berdasarkan metode MACO menguntungkan karena lebih memungkinkan tercapainya target value yang ditetapkan. Perhitungan batas residu dengan metode MACO juga bersifat lebih spesifik karena bergantung pada dosis terapetik harian (Therapeutic Daily Dose) dari bahan yang dianalisis (APIC, 2000). Nilai MACO digunakan untuk menetapkan target value dengan rumus sebagai berikut :

149 27 1. Untuk metode apus 2. Untuk metode bilasan terakhir Persyaratan : validasi pembersihan memenuhi syarat jika kadar residu < target value. Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Molex Ayus, penulis mendapat tugas khusus untuk mengkaji validasi pembersihan yang dilakukan terhadap : 1. Supermixer DY 250 yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk pengolahan produk Molacort 0, Fluid Bed Dryer (FBD) Toyo yang telah dibersihkan setelah digunakan untuk pengolahan produk Molacort 0, Penentuan marker Produk Molacort 0,75 digunakan sebagai marker dalam validasi pembersihan yang diamati. Kedua produk tersebut mengandung zat aktif deksametason. Pemilihan deksametason sebagai marker didasarkan pada toksisitas zat tersebut. Prosedur pembersihan yang tidak tervalidasi dapat menyebabkan sebagian residu deksametason tertinggal pada peralatan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran silang. Residu Deksametason yang mencemari produk selanjutnya dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan konsumen. Berikut ini akan diuraikan mengenai sifat farmakologi dan fisikokimia dari deksametason (Sweetman (ed.), 2009) Pemerian : serbuk kristal putih sampai hampir putih, tidak berbau

150 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut sebagian dalam alkohol, aseton, dioksan, dan metil alkohol; agak larut dalam kloroform; sedikit larut dalam eter Dosis : 0,5-10 mg per hari, diberikan secara per oral Toksisitas : berdasarkan post-marketing study yang dilakukan oleh ehealthme, sejumlah 1,53% dari pasien yang mendapatkan deksametason mengalami efek samping obat (drug toxicity) (ehealthme, 2012). Toksisitas deksametason dalam bentuk sediaan relatif lebih kecil dibandingkan dalam bentuk zat aktif. Efek samping yang ditimbulkan oleh deksametason antara lain mual, muntah, peningkatan nafsu makan, kerusakan ginjal, dan intoleransi glukosa. Beberapa efek samping bersifat kronik, seperti hipertensi dan osteoporosis. Toksisitas akut dari deksametason dinyatakan dengan nilai LD 50 yaitu >3000 mg/kg. Nilai LD 50 ditentukan dengan tikus uji yang diberi deksametason per oral (Boehringer Ingelheim Roxane Laboratories, 2008). [Sumber : The United States Pharmacopeial Convention, 2007 e-book] Gambar 4.1. Rumus struktur deksametason 4.2. Pengambilan sampel Pengambilan sampel pada validasi pembersihan yang dikaji menggunakan metode apus dan metode bilasan terakhir. Pengambilan sampel pada Fluid Bed Dryer dilakukan menggunakan metode apus untuk bagian pan dan dengan metode rinse untuk bagian bed. Pengambilan sampel pada Supermixer dilakukan

151 29 menggunakan metode rinse untuk bagian granul discharge dan metode apus untuk bagian tutup pan, dasar pan, impeller, dan chopper. Metode apus dilakukan dengan mengusapkan batang apus ke permukaan peralatan yang akan dianalisis. Residu yang terdapat pada permukaan peralatan akan menempel pada batang apus. Selanjutnya, residu diekstraksi menggunakan pelarut metanol. Hasil ekstraksi dianalisis secara kimia dan mikrobiologi untuk menentukan kadar residu dan jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya. Namun, pengkajian yang dilakukan oleh penulis hanya berfokus pada pengujian secara kimia, sedangkan analisis secara mikrobiologi tidak dibahas lebih lanjut. Sebelum menetapkan kadar residu dalam sampel, Bagian Pengawasan Mutu terlebih dahulu menguji tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari metode pengambilan sampel yang digunakan. Area pengambilan sampel dengan metode apus ditentukan secara seksama sehingga dapat mewakili seluruh permukaan alat (BPOM, 2009). Pengambilan sampel secara apus dilakukan pada daerah seluas (5x5) cm 2. Kelebihan metode apus adalah sampel yang sudah mengering atau sulit larut dapat diambil dari permukaan alat secara fisik. Di samping itu, lokasi yang sulit dibersihkan dapat dicapai dengan batang apus sehingga memungkinkan evaluasi secara langsung terhadap tingkat kontaminasi dari setiap area di permukaan alat. Namun, metode apus juga memiliki beberapa kekurangan, seperti (Priyambodo, 2007) : 1. Hasil pengujian bervariasi yang disebabkan oleh pemilihan lokasi, besar tekanan yang digunakan saat sampling, dan jumlah (luas) permukaan yang diapus dapat berbeda-beda antara pengujian yang satu dengan yang lain 2. Pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi residu 3. Proses ekstraksi dapat mempengaruhi (mengurangi) hasil perolehan kembali 4. Jika sampel yang diambil terbatas, sensitivitas hasil analisis dapat berkurang Untuk menanggulangi keterbatasan metode apus tersebut, PT. Molex Ayus melakukan pengambilan sampel dengan dua cara, yaitu dengan metode apus dan metode rinse. Pemilihan metode didasarkan pada bagian alat yang akan

152 30 disampling. Kombinasi keduanya diharapkan dapat saling melengkapi sehingga dapat diperoleh data analisis yang akurat. Sampel pada metode bilasan terakhir diperoleh dengan mengumpulkan pelarut pembilas yang telah bersentuhan dengan permukaan alat yang dibersihkan, kemudian dianalisis untuk menentukan kadar residu yang terkandung di dalamnya. Pelarut yang digunakan untuk pembilasan tidak boleh bereaksi atau menyebabkan degradasi pada sampel yang diuji. Pelarut yang digunakan adalah metanol. Seperti pada metode apus, Bagian Pengawasan Mutu terlebih dahulu menentukan tingkat perolehan kembali (recovery rate) dari metode rinse yang dilakukan. Kelebihan metode bilasan terakhir antara lain : 1. Metode tersebut memungkinkan pengambilan sampel dari peralatan yang memiliki permukaan luas (Priyambodo, 2007). 2. Metode tersebut dapat menjangkau seluruh permukaan alat termasuk bagian sudut yang sukar diambil dengan metode apus. Jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan dapat mencerminkan kondisi seluruh permukaan peralatan (Startup, 2009). Tingkat perolehan kembali (recovery rate) untuk metode apus ditentukan dengan cara melarutkan sejumlah marker dalam pelarut yang sesuai sehingga diketahui konsentrasinya, kemudian dilakukan pengambilan sampel dari larutan yang mengandung marker tersebut dengan metode apus pada bidang berukuran (5x5) cm 2. Selanjutnya, dilakukan penetapan kadar marker dalam sampel yang dianalisis. Kadar marker hasil analisis dibandingkan dengan konsentrasi larutan marker sebenarnya. Recovery rate dihitung dengan rumus sebagai berikut : Recovery rate = Luas puncak swab Bobot UKS Rata rata luas puncak UKS Bobot swab 100% (4.1.) 4.3. Analisis sampel Dalam melaksanakan validasi pembersihan, Koordinator Validasi bekerja sama dengan Bagian Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu bertugas melakukan analisis terhadap sampel yang diambil dari peralatan. Analisis sampel meliputi pengujian secara kimia dan mikrobiologi. Pengujian secara kimia bertujuan untuk menetapkan kadar residu dalam sampel, sedangkan analisis

153 31 mikrobiologi bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam sampel. Pada kesempatan ini, penulis hanya akan membahas mengenai analisis sampel secara kimia. Sampel dianalisis secara kimia menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk menetapkan kadar residu yang tertinggal di peralatan setelah proses pembersihan. Metode analisa yang digunakan telah divalidasi oleh Bagian Pengawasan Mutu. Sistem HPLC untuk kedua alat yang divalidasi yaitu : 1. Kolom : Purospher C 18 (L 1 ) 2. Laju alir : 1,5 ml / menit 3. Waktu analisa : 5,0 menit 4. Fase gerak : asetonitril : air (1,5 : 2,5) 5. Detektor : UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm 6. Baku pembanding : deksametason 4.4. Penetapan kriteria penerimaan dan interpretasi hasil validasi pembersihan Validasi pembersihan dinyatakan memenuhi syarat jika kadar residu yang dianalisis lebih kecil dibandingkan kriteria penerimaan yang ditetapkan. Penetapan kriteria penerimaan di PT. Molex Ayus menggunakan metode Maximum Allowable Carryover (MACO). Menurut metode MACO, kriteria penerimaan ditentukan dengan menghitung target value. Target value diperoleh dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat. Nilai MACO diperoleh dengan rumus sebagai berikut : TDD previous merupakan dosis terapi harian dari marker. Validasi pembersihan yang dikaji menggunakan marker deksametason dengan dosis terapi harian 0,75 mg. SF atau safety factor merupakan proporsi tertentu yang menyatakan batas kontaminasi yang diperbolehkan. SF umumnya bernilai MBS merupakan besar bets dari produk selanjutnya. TDD next menyatakan dosis

154 32 terapi harian dari produk selanjutnya. Menurut data dari PT. Molex Ayus, terdapat 71 kemungkinan produk selanjutnya. Perhitungan MACO dilakukan terhadap 71 kemungkinan tersebut, kemudian dipilih nilai MACO terkecil. Pemilihan tersebut mengasumsikan bahwa nilai MACO terkecil akan memberikan target value terkecil pula. Semakin kecil harga target value, semakin kecil pula kadar residu yang diizinkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa deksametason yang diizinkan tertinggal pada peralatan dan mungkin mengontaminasi produk selanjutnya berjumlah minimum. Berdasarkan data dari PT. Molex Ayus, nilai MACO terkecil yaitu μg. Setelah memperoleh nilai MACO, target value untuk metode apus dapat dihitung dengan membandingkan nilai MACO terhadap luas total permukaan alat. Luas permukaan Supermixer DY 250 adalah 15379,2 cm 2 sehingga target value yang diperoleh yaitu 3,160 μg/cm 2. Luas permukaan Fluid Bed Dryer Toyo adalah 75033,4 cm 2 sehingga target value yang diperoleh yaitu 0,648 μg/cm 2. Untuk metode bilasan terakhir, target value dihitung dengan membandingkan nilai MACO terhadap volume pembilas. Volume pembilas yang digunakan adalah 5 ml, sehingga target value yang diperoleh yaitu 9720 mg / L atau sama dengan 9,720 mg. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.1. Kadar residu yang ditampilkan pada Tabel 4.1. merupakan hasil rata-rata. Data hasil analisis secara lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Berdasarkan data pada Tabel 4.1., terlihat bahwa rata-rata kadar residu pada alat Supermixer berkisar antara 0,007-0,1005 μg/cm 2 untuk sampel yang diambil dengan metode apus, sedangkan sampel yang diambil dengan metode rinse menghasilkan kadar residu 0,00112 dan 0,00014 mg. Residu yang diperoleh dengan metode apus menunjukkan hasil yang bervariasi sesuai dengan lokasi pengambilan sampel. Residu terbesar terdapat pada bagian dasar pan, sedangkan residu terkecil pada bagian tutup pan. Dengan demikian, metode apus dapat memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap bagian alat yang hendak dianalisis secara spesifik. Rata-rata kadar residu yang diperoleh dengan metode apus untuk alat Fluid Bed Dryer berkisar antara 0,003-0,015 μg/cm 2. Residu terbesar diperoleh dari

155 33 bagian dasar pan, sedangkan residu terkecil dari bagian dinding pan. Seperti halnya pada Supermixer, kadar residu yang diperoleh dengan metode apus pada Fluid Bed Dryer memberikan gambaran mengenai jumlah residu pada setiap bagian alat yang dianalisis secara spesifik. Kadar residu yang diperoleh dengan metode rinse yaitu 0,00318, 0,00025, dan 0,00026 mg. Tabel 4.1. Kadar residu yang terdeteksi dan interpretasi hasil analisis Peralatan Supermixer DY 250 Fluid Bed Dryer Toyo Sampel yang diambil Sampel rinse dari bagian granul discharge Sampel swab dari bagian tutup pan Sampel swab dari bagian dasar pan Sampel swab dari bagian impeller Sampel swab dari bagian chopper Sampel rinse dari bagian bed Sampel swab dari bagian dinding pan Sampel swab dari bagian dasar pan Rata-rata kadar Kriteria residu penerimaan Kesimpulan 0,00112 mg 1.MACO = 0,00014 mg μg Memenuhi syarat 0,007 μg/cm 2 2.Target value Memenuhi syarat swab = 0,1005 μg/cm 2 3,160 μg/cm 2 Memenuhi syarat 0,0089 μg/cm 2 3.Target value Memenuhi syarat rinse = 0,0098 μg/cm 2 9,720 mg Memenuhi syarat 0,00318 mg 1.MACO = 0,00025 mg μg Memenuhi syarat 0,00026 mg 0,004 μg/cm 2 2.Target value Memenuhi syarat 0,004 μg/cm 2 swab = Memenuhi syarat 0,005 μg/cm 2 0,648 μg/cm 2 Memenuhi syarat 0,003 μg/cm 2 Memenuhi syarat 3.Target value 0,015 μg/cm 2 rinse = Memenuhi syarat 0,012 μg/cm 2 9,720 mg Memenuhi syarat

156 34 Prosedur pembersihan dibutuhkan untuk menghilangkan residu produk sebelumnya sehingga dapat meminimalkan potensi terjadinya pencemaran silang. Namun, prosedur pembersihan yang dilakukan oleh industri farmasi belum tentu dapat menghilangkan residu tersebut secara absolut. Oleh karena itu, dilakukan validasi pembersihan untuk menjamin bahwa residu yang tertinggal pada peralatan masih dalam batas yang diizinkan. Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, PT. Molex Ayus melakukan validasi pembersihan. Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus terlebih dahulu menentukan marker. Salah satu marker yang digunakan adalah deksametason karena tingkat toksisitas zat tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan zat-zat lain yang digunakan di PT. Molex Ayus. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel dengan metode apus dan metode bilasan terakhir. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis secara kimia menggunakan HPLC untuk menetapkan kadar residu. Hasil analisis dibandingkan terhadap kriteria penerimaan. Kriteria yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada metode Maximum Allowable Carryover (MACO). Berdasarkan hasil analisis, kadar residu yang diperoleh dari alat Supermixer maupun Fluid Bed Dryer lebih kecil dibandingkan target value untuk masing-masing alat. Dengan demikian, residu yang tertinggal setelah proses pembersihan alat berada dalam rentang yang diizinkan. Dapat disimpulkan bahwa prosedur pembersihan yang dilakukan di PT. Molex Ayus telah mampu menghilangkan residu deksametason dari peralatan Supermixer DY 250 dan Fluid Bed Dryer Toyo dengan baik.

157 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pengkajian terhadap validasi pembersihan yang dilakukan di PT. Molex Ayus, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Validasi pembersihan bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan dapat meminimalisir residu yang terdapat di mesin produksi sehingga mencegah terjadinya pencemaran silang dan menjamin mutu produk yang dihasilkan Dalam melaksanakan validasi pembersihan, PT. Molex Ayus terlebih dahulu menentukan marker. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel dengan metode apus dan metode bilasan terakhir. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisis secara kimia maupun mikrobiologi untuk menetapkan kadar residu atau jumlah mikroba yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis dibandingkan terhadap kriteria penerimaan Kriteria penerimaan yang digunakan di PT. Molex Ayus mengacu pada metode Maximum Allowable Carryover (MACO) karena metode tersebut bersifat lebih spesifik (bergantung pada dosis terapi harian dari bahan yang dianalisis) Prosedur pembersihan terhadap alat Supermixer DY 250 dan Fluid Bed Dryer Toyo, menggunakan deksametason sebagai marker, telah tervalidasi dengan baik Saran Residu pelarut dan bahan pembersih yang digunakan dalam prosedur pembersihan sebaiknya dianalisis dan dijadikan salah satu parameter validasi pembersihan selain kadar residu dari produk sebelumnya dan jumlah mikroba dalam sampel. 35

158 DAFTAR ACUAN APIC. (2000). Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Pharmaceutical Ingredient Plants. Diunduh dari pada tanggal 19 Maret 2012 pk WIB. Boehringer Ingelheim Roxane Laboratories. (2008). Dexamethasone Tablets USP- Material Safety Data Sheet. Diunduh dari pada tanggal 30 Maret 2012 pk WIB. BPOM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pegawas Obat dan Makanan RI. BPOM. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Canada Health Products and Food Branch Inspectorate. (2000). Cleaning Validation Guidelines. Casarett dan Doull. (1980). Toxicology - The Basic Science of Poisons. Dalam : APIC. Guidance on Aspects of Cleaning Validation in Active Pharmaceutical Ingredient Plants. Diunduh dari pada tanggal 19 Maret 2012 pk WIB. ehealthme. (2012). Does Dexamethasone Cause Drug Toxicity? Diunduh dari pada tanggal 28 Maret 2012 pk WIB. Ghosh, A. dan Dey, S. (2010). Overview of Cleaning Validation in Pharmaceutical Industry. International Journal of Pharmaceutical Quality Assurance 2010; 2(2), PIC/S. (2007). Validation Master Plan Installation and Operational Qualification Non-Sterile Process Validation - Cleaning Validation. Diunduh dari pada tanggal 21 Maret 2012 pk WIB. Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama. PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Fluid Bed Dryer Toyo Kapasitas Maksimal 100 kg. Nomor Dokumen Tangerang: PT. Molex Ayus. 36

159 37 PT. Molex Ayus. (2010). Prosedur Tetap Pembersihan Supermixer. Nomor Dokumen Tangerang: PT. Molex Ayus. Startup, J. (2009). Cleaning Validation. WHO Supplementary Training Modules in Training workshop on regulatory requirements for registration of Artemisin based combined medicines and assessment of data submitted to regulatory authorities, February 23-27, 2009, Kampala, Uganda. Sweetman, S. C. (ed.). (2009). Martindale the Extra Pharmacopoeia 36th Edition. London : Pharmaceutical Press. The United States Pharmacopeial Convention. (2007). US Pharmacopoeia 30-NF 25 (e-book). U.S. Food and Drug Administration. (1993). Validation of Cleaning Processes- Guide to inspections validation of cleaning processes. Diunduh dari pada tanggal 21 Maret 2012 pk WIB.

160 LAMPIRAN

161 38 Lampiran 1. Data analisis sampel untuk peralatan Supermixer DY Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut : Nama sampel Waktu retensi (menit) Luas puncak Kadar residu Sampel rinse 1 3, ,00113 mg 3, ,00111 mg Rata-rata 0,00112 mg Sampel rinse 2 3, ,00014 mg 3, ,00014 mg Rata-rata 0,00014 mg Sampel pan 3, ,1005 μg/cm 2 Sampel impeller 3, ,00896 μg/cm 2 Sampel chopper 3, ,0098 μg/cm 2 Sampel tutup pan 3, ,0056 μg/cm 2 3, ,0075 μg/cm 2 3, ,0052 μg/cm 2 Rata-rata 0,007 μg/cm 2

162 39 Lampiran 2. Data analisis sampel untuk peralatan Fluid Bed Dryer Toyo 1. Rata-rata luas puncak baku pembanding (deksametason) : Hasil analisis secara kimia dapat dilihat pada tabel berikut : Nama sampel Sampel rinse 1 Sampel rinse 2 Sampel rinse 3 Sampel swab dinding pan 1 Sampel swab dinding pan 2 Sampel swab dinding pan 3 Sampel swab dinding pan 4 Sampel swab dasar pan 1 Sampel swab dasar pan 2 Waktu retensi (menit) Luas puncak Kadar residu 5, ,00316 mg 5, ,00320 mg Rata-rata 0,00318 mg 5, ,00025 mg 5, ,00025 mg Rata-rata 0,00025 mg 5, ,00026 mg 5, ,00026 mg Rata-rata 0,00026 mg 5, ,004 μg/cm 2 5, ,004 μg/cm 2 5, ,005 μg/cm 2 5, ,003 μg/cm 2 5, ,015 μg/cm 2 5, ,012 μg/cm 2

163 40 Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar residu secara kimia A. Untuk metode apus Diketahui : Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm Volume analit : 10 ml Rata-rata luas puncak baku pembanding : Luas puncak sampel : Area yang diapus : 25 cm 2 Kadar residu : 10 x = χ = 2,5112 μg kadar residu = 2,5112 μg 25 cm 2 = 0,1005 μg/cm2 B. Untuk metode bilasan terakhir Diketahui : Kadar baku pembanding deksametason : 10 ppm Konsentrasi deksametason dalam blanko negatif (pembilas) : C B = 0 ppm Volume rinse (V) : 5 ml Rata-rata luas puncak baku pembanding : Luas puncak sampel : Kadar residu : 10 ppm C = M = V x (C-C B ) C = 0,23 ppm M = 0,005 L x (0,23-0) mg / L M = 0,00115 mg

164 41 Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 PROSEDUR 1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian 2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan OFF 3. Ketika memasang atau melepaskan bagian-bagian mesin, operator diwajibkan menggunakan sarung tangan bersih, penutup kepala, dan masker 4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets, prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut : 4.1. Bersihkan sisa-sisa granul yang menempel pada mesin menggunakan cave 4.2. Bersihkan debu yang melekat pada bagian luar mesin dengan kain lap 5. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut : 5.1. Pastikan saklar dalam keadaan menyala atau ON, yaitu dengan cara membuka handle ke arah atas 5.2. Masukkan air panas dan teepol ke dalam Supermixer, kemudian tutup alat rapat-rapat 5.3. Putar mixer dengan cara menekan tombol ON 5.4. Jika diperkirakan mesin telah bersih, matikan mesin dengan cara menekan tombol OFF, kemudian turunkan handle untuk memutuskan aliran listrik 5.5. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air ke dalam bak penampung 5.6. Buka penutup mesin sebelah atas, bilas tutup dan badan Supermixer dengan aquademineralisata hingga bersih 5.7. Buka penutup mesin sebelah bawah untuk membuang air bilasan ke dalam bak penampung 5.8. Bilas mesin dengan purified water 5.9. Keringkan bagian dalam mesin dengan lap bersih Lap dengan alkohol teknis Bersihkan debu yang menempel pada bagian luar mesin dengan kain lap

165 42 Lampiran 4. Prosedur pembersihan alat Supermixer DY 250 (lanjutan) Tutup mesin Supermixer dan tempelkan label alat telah dibersihkan 6. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan

166 43 Lampiran 5. Prosedur pembersihan alat Fluid Bed Dryer Toyo PROSEDUR 1. Bersihkan alat setiap selesai pemakaian 2. Matikan mesin atau pastikan mesin dalam keadaan OFF 3. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang sama, hanya berganti bets, prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut : 3.1. Bersihkan wadah penampung dari sisa-sisa granul menggunakan Cave. Hati-hati, bagian alas mudah robek Bersihkan debu pada bagian luar mesin dengan vaccum cleaner 4. Jika mesin dipakai untuk pengolahan produk yang berbeda, prosedur pembersihan dilakukan dengan metode sebagai berikut : 4.1. Cuci wadah penampung dengan cara menyemprotkan air sampai bersih. Bila perlu, wadah penampung dapat disikat dengan sikat plastik Keringkan wadah penampung dengan lap bersih 4.3. Buka pintu mesin di sebelah kiri, lepaskan tali pengikat atas dan bawah, kemudian ambil kain filter 4.4. Cuci kain filter dengan larutan deterjen sampai bersih. Sikat bagian sudut kain filter untuk membersihkan granul-granul yang menempel, kemudian jemur hingga kering 4.5. Bersihkan debu yang menempel pada bagian dalam dan luar mesin dengan vaccum cleaner 4.6. Pasang kembali kain filter dan wadah penampung bersih pada mesin sehingga mesin siap digunakan 4.7. Alirkan udara panas sesuai dengan prosedur tetap (Protap) pengoperasian Fluid Bed Dryer 4.8. Keringkan wadah penampung dan kain filter sampai kering 4.9. Setelah prosedur pembersihan alat selesai dilakukan, tempelkan label alat telah dibersihkan pada alat tersebut 5. Batas waktu pemakaian alat setelah dibersihkan yaitu sampai 3 hari. Bila lebih dari 3 hari, alat harus dibersihkan kembali sebelum digunakan.

167 44 Lampiran 6. Gambar alat Supermixer [Sumber : Lampiran 7. Gambar alat Fluid Bed Dryer [Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci