UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MARET 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RAFIKA FATHNI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MARET 2014

3

4 ABSTRAK Nama : Rafika Fathni, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site Jl. Tekno Raya Blok B1A-B1B, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat Periode 6 Januari 21 Februari 2014 Industri farmasi erat kaitannya dengan kesehatan manusia dalam rangka perwujudan kesehatan nasional. Industri farmasi dikontrol dan diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan Badan POM, baik ditinjau dari segi perizinan, produksi, peredaran, maupun kualitas obat yang diedarkan. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, maka Pemerintah mengeluarkan ketentuan dan persyaratan yang harus diterapkan dan dilaksanakan oleh setiap industri farmasi, yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Apoteker mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan mutu dan penanggung jawab pemastian (manajemen) mutu. Kata kunci : industri farmasi, CPOB, obat, apoteker Tugas Umum : vii + 82 halaman; 2 lampiran Tugas Khusus : iv + 43 halaman; 5 gambar; 10 tabel Daftar Acuan Tugas Umum : 12 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 ( )

5

6

7

8 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, Penulis mampu melaksanakan dan menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. AstraZenenca Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktek kerja sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1) Bapak Rizman Abudaeri, S.Si., Apt. selaku Site Director PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site atas izin dan kesempatan yang diberikan sehingga PKPA di PT. AstraZeneca Indonesia dapat terlaksana. 2) Ibu Sannaria Uliarta Marpaung, S.Si, Apt., selaku QA and SHE Manager PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site dan Ibu Haryanti Diah Astuti, S.Farm., Apt., selaku Quality Assurance & SHE Manager PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site yang telah memberikan kesempatan, arahan, dan bimbingan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di PT. AstraZeneca Indonesia. 3) Kak Mega Dewi Suryani, S.Farm., Apt., selaku Quality Assurance Staff di PT. AstraZeneca Indonesia atas bimbingan, arahan, fasilitas, sarana, dan prasarana yang telah diberikan untuk membantu PKPA di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site. 4) Seluruh staf dan karyawan PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site, atas seluruh bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan dalam pengerjaan tugas khusus serta pembelajaran selama kegiatan PKPA. 5) Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Farmasi Fakultas Farmasi UI yang telah memberi izin dan kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6) Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker dan pembimbing dari pihak Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah

9 memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama pelaksanaan PKPA hingga tersusunnya laporan ini. 7) Keluarga yang selalu memberikan dukungan, motivasi, perhatian, kepercayaan, doa, dan kasih sayang yang tak ternilai. 8) Seluruh teman-teman Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 78 yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 9) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama PKPA. Penulis berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih belum sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi para pembaca. Penulis 2014

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik ISO TINJAUAN KHUSUS PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE Profil Struktur Organisasi PT. AstraZeneca Indonesia Lokasi dan Bangunan PENERAPAN CPOB DAN GMP DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi diri, audit mutu, serta audit dan persetujuan pemasok Penangan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk Dokumentasi Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Kualifikasi dan validasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN... 80

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi PT AstraZeneca Indonesia - Cikarang Site.. 81 Lampiran 2. Daftar Produk PT AstraZeneca Indonesia - Cikarang Site... 82

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud sebagai investasi bagi pembangunan, dengan adanya sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu fokus dari pembangunan di bidang kesehatan yaitu tercapainya pelayanan kesehatan yang baik (Undang-undang RI Nomor 36 tentang Kesehatan, 2009). Untuk mendukung pelayanan kesehatan yang baik dan optimal, diperlukan perbekalan kesehatan, salah satunya adalah sediaan farmasi, dalam hal ini yang paling utama berupa obat. Suatu produk obat harus mengalami proses penanganan secara ketat (highly regulated) dalam pembuatannya hingga distribusinya ke konsumen, sehingga industri farmasi dalam hal ini memiliki andil yang besar. Industri farmasi harus membuat produk obat sesuai dengan tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya. Oleh karena itu, industri farmasi memiliki peran besar dalam penyediaan produk obat berkualitas, sehingga harus berupaya untuk menghasilkan produk yang aman, bermutu, dan efektif, serta memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan, baik dari segi perizinan, produksi, peredaran, maupun kualitas produk yang diedarkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2012). Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi untuk menjamin obat dapat diproduksi secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaanya adalah dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice). Di Indonesia, istilah GMP lebih dikenal dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang bersifat dinamis. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Penerapan pedoman berupa CPOB diharapkan dapat meningkatkan mutu produk farmasi secara terus menerus sekaligus dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kesehatan

13 masyarakat. Dengan demikian, penerapan CPOB dapat mendukung perkembangan industri farmasi di Indonesia sehingga mutu obat mendapat pengakuan dan kepercayaan internasional (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012). Produksi obat yang baik adalah produksi yang telah memenuhi ketentuan CPOB. Menurut CPOB, produk obat jadi tidak boleh hanya memiliki spesifikasi yang dapat lulus dari serangkaian evaluasi, namun proses yang dilakukan untuk produksi obat tersebut harus dapat membentuk mutu ke dalam produk tersebut. Mutu yang diharapkan dari produk obat dipengaruhi oleh bahan baku sediaan obat atau bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012). Penerapan CPOB dalam industri farmasi baru dapat terlaksana dengan baik jika personalia di industri farmasi telah memiliki pemahaman yang baik mengenai CPOB. Salah satu sumber daya manusia yang diperlukan adalah apoteker, yang berarti peran seorang apoteker dalam pencapaian kualitas obat yang baik sangatlah besar. Penyediaan tenaga apoteker yang handal dalam industri farmasi mutlak diperlukan, dan untuk menghasilkan tenaga apoteker yang profesional dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi, industri farmasi, rumah sakit, dan pemerintah. Calon apoteker perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif untuk dapat menerapkan CPOB dengan sebaikbaiknya, dan pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab apoteker di suatu institusi, seperti industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 06 Januari sampai tanggal 21 Februari Praktek kerja ini diharapkan dapat

14 memberikan pengetahuan praktis dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site ini bertujuan untuk: a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri farmasi yang berhubungan dengan CPOB serta mengetahui penerapan CPOB di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site. b. Mengetahui dan memahami kegiatan yang dilakukan oleh PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site. c. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi sehingga dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.

15 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Persyaratan usaha industri farmasi Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh industri farmas. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK tahun 2012, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat untuk seuma tahapan dan/atau sebagian tahapan. Industri farmasi di Indonesia yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat untuk sebagian tahapan harus menggunakan produk yang merupakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan POM, 2012) Persyaratan usaha industri farmasi Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi antara lain: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.

16 c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap, paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia (WNI), masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip. Permohonan persetujuan prinsip diajukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri secara tertulis kepada Direktur Jenderal. Pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan. Setelah itu, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin. Selama melaksanakan pembangunan fisik, industri farmasi yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. Industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans. Apabila dalam melakukan farmakovigilans, industri farmasi menemukan obat dan/atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

17 keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan Penyelenggaraan Industri Farmasi Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama industri harus dilakukan perubahan izin. Perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Industri farmasi yang menghasilkan obat atau bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan obat kontrak ditetapkan oleh Kepala Badan.

18 Pelaporan Industri Farmasi Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri ke Direktur Jenderal (dengan tembusan ke Kepala Badan) secara berkala mengenai kegiatan usahanya: a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Direktur Jenderal. Pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh Kepala Badan. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan pemeriksaan, memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat, membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat, memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut serta mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan obat dan bahan obat. Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dengan alasan:

19 a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Cara Pembuatan Obat yang Baik, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan, atau memelihara kesehatan. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang

20 terlibat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012). Aspek CPOB berdasarkan Pedoman CPOB 2012 meliputi manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; hygiene dan sanitasi; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan terhadap pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi Manajemen Mutu Industri farmasi harus mampu membuat sediaan obat agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya suatu manajemen yang bertanggung jawab atas kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya, serta tindakan pemastian mutu, yaitu tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Semua bagian pemastian mutu juga hendaklah didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan

21 yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat harus memastikan bahwa desai dan pengembangan obat serta semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dengan memerhatikan persyaratan CPOB. Sistem pemastian mutu juga berhubungan dengan pengkajian mutu produk secara berkala terhadap seluruh obat terdaftar, yang dilakukan untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses, serta meliputi tanggung jawab manajerial, pengawasan produk dan validasi, pengkajian dokumen, hingga pengaturan distribusi, serta aspek inspeksi diri dan audit mutu. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan ilmiah,

22 pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait dengan perlindungan pasien, serta tingkat usaha dari proses risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar

23 organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen. b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat. c. Higiene pabrik. d. Validasi proses. e. Pelatihan. f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak. h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk. i. Penyimpanan catatan. j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB. k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampel untuk pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan POM, 2012). Pelatihan hendaklah diberikan kepada seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan, atau laboratorium, dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Selain pelatihan dasar praktik CPOB, personil baru juga harus mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi (Badan POM, 2012)

24 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat pasokan. Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh

25 pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan POM, 2012). Area yang penting diperhatikan bagi suatu industri farmasi yang akan beroperasi antara lain area penimbangan, area produksi, area penyimpanan, area pengawasan mutu, dan sarana pendukung lainnya. Area produksi dan area penimbangan, serta area penyimpanan harus mencegah terjadinya kontaminasi silang dan memperhatikan kelas kebersihan setiap ruangan. Adapun sarana pendukung meliputi ruang istirahat, kantin, loker, bengkel perbaikan dan perawatan peralatan, serta sarana pemeliharaan hewan (Badan POM, 2012) Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak

26 melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan POM, 2012). Seluruh peralatan yang digunakan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan dan kontaminasi, serta ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan dan memastikan tidak terjadi ketercampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Buku log dan status alat harus dibuat untuk mendokumentasikan kegiatan pembersihan yang telah dilakukan Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, serta segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua

27 personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan POM, 2012) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi: a. Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu.

28 b. Validasi proses Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang diinginkan. c. Pencegahan pencemaran silang Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, juga dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar, dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets/lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi. e. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan dan produk untuk produksi dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi adalah sangat penting. Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan harus tercakup dalam prosedur tertulis.

29 f. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan dan peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Untuk sistem komputerisasi yang kritis hendaklah disiapkan sistem pengganti manakala terjadi kegagalan. h. Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai.

30 i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril) Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j. Bahan pengemas Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. Untuk menghindarkan kecampurbauran, hanya 1 jenis bahan pengemas cetak atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat kodifikasi tersebut. k. Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. l. Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses. m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk

31 tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah terlebih dahulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat. n. Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. o. Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan POM, 2012) Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang

32 terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel bahan awal dan bahan pengemas, pemeriksaan, dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas on-going, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujian produk. Tiap industri farmasi harus mempunyai bagian pengawasan mutu yang independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang apoteker. Kegiatan pengawasan mutu juga melibatkan dokumentasi hasil pengamatan laboratorium, HULS (Hasil Uji di luar Spesifikasi), dan penanganannya secara spesifik (Badan POM, 2012) Inspeksi diri, audit mutu, serta audit dan persetujuan pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

33 Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan POM, 2012) Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan POM, 2012) Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena

34 hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda, judul sifat dan tujuannya jelas, serta rapi dan mudah diperiksa. Dokumen yang diperlukan antara lain spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan produk jadi yang disahkan dengan benar, spesifikasi produk awal dan produk ruahan, spesifikasi produk jadi, dokumen produksi seperti dokumen produksi induk, prosedur pengolahan dan pengemasan induk, catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta prosedur tertulis dan catatan penerimaan barang, pengambilan sampel, dan data mentah hasil pengujian (Badan POM, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima

35 kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak. Seluruh catatan dan dokumentasi analisis, distribusi, dan terutama pembuatan hendaklah disimpan oleh dan disediakan untuk pemberi kontrak, sehingga seluruh catatan yang relevan untuk penilaian mutu produk dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur penanganan produk cacat dan penarikan kembali obat (Badan POM, 2012) Kualifikasi dan validasi Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja yang harus dilakukan secara berurutan, sedangkan validasi terdiri dari validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang (Badan POM, 2012). Validasi harus dilakukan secara prospektif maupun konkuren. Validasi prospektif berarti validasi yang dilakukan pada awal produksi bets komersial sedangkan validasi konkuren adalah validasi yang rutin dilaksanakan bersamaan dengan produksi bets komersial, atau pada saat proses berlangsung. Jenis validasi retrospektif tidak boleh dilakukan (Badan POM, 2012).

36 2.3. ISO 9001 (QIMS, 2010) Definisi dan sejarah ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam desain atau pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan atau sering disebut dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO Namun ada pula yang mengatakan bahwa ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur tentang Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System). Berdasarkan pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa ISO 9001 merupakan salah satu dari seri ISO 9000 yang mengatur tentang SMM sehingga ISO 9001 sering disebut dengan SMM ISO ISO 9001 lahir pertama kali pada tahun 1987 yang dikenal dengan nama SMM ISO 9001:1987. Ada tiga versi pilihan implementasi pada seri 1987 ini, yaitu yang menekankan pada aspek quality assurance (QA), aspek QA dan produksi, serta quality assurance for testing. Konsentrasi utamanya adalah inspeksi produk di akhir sebuah proses (dikenal dengan final inspection) dan kepatuhan pada aturan prosedur sistem yang harus dipenuhi secara menyeluruh. Perkembangan berikutnya, tahun 1994, karena kebutuhan guaranty quality bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya proses preventive action untuk menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan ketidaksesuaian pada produk. Namun demikian, seri 9001:1994 ini masih menganut prosedur sistem yang kaku dan cenderung document centre dibanding kebutuhan organisasi yang disesuaikan dengan proses internal organisasi. Seri 9001:1994 lebih fokus pada proses manufacturing dan sangat sulit diaplikasikan pada organisasi bisnis kecil, karena banyaknya prosedur yang harus dipenuhi. Karena keterbatasan inilah, maka Technical Committee melakukan tinjauan atas standar yang ada, hingga akhirnya lahirlah revisi ISO 9001:2000 yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi Pada seri 9001:2000, tidak lagi dikenal 20 klausul wajib, tetapi lebih pada proses bisnis yang terjadi dalam organisasi sehingga organisasi sekecil apapun bisa mengimplementasi SMM ISO 9001:2000 dengan berbagai pengecualian pada

37 proses bisnisnya, maka dikenalah istilah BPM atau Business Process Mapping, di mana setiap organisasi harus memetakan proses bisnisnya dan menjadikannya bagian utama dalam quality manual perusahaan. Walau demikian ISO 9001:2000 masih mewajibkan 6 prosedur yang harus terdokumentasi, yaitu prosedur control of document, control of record, control of non-conforming product, internal audit, corrective action, dan preventive action, yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi bisnis manapun. Pada perkembangan berikutnya, seri ISO 9001:2008 lahir sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi tahun Adapun perbedaan antara seri ISO 9001: 2000 dengan ISO 9001: 2008 secara signifikan lebih menekankan pada efektivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada seri ISO 9001: 2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action, maka seri ISO 9001: 2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara efektif berdampak positif pada perubahan proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada kontrol proses outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam seri terbaru ISO 9001 ini. Berdasarkan pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa seri ISO 9001 dalam perkembangannya telah mengalami tiga kali revisi sejak pertama didirikan pada tahun Secara umum tidak ada perubahan signifikan dari revisi tahun 2000 ke tahun 2008, tidak ada penambahan maupun pengurangan klausul di dalamnya Klausul ISO 9001 Klausul dalam ISO 9001 antara lain: a. Peran manajemen, terdiri dari tanggung jawab manajemen, sistem mutu, tindakan koreksi dan pencegahan, audit mutu internal, serta pelatihan. b. Pengendalian proses, terdiri dari antara lain pengendalian rancangan (desain), pengendalian dokumen dan data, identifikasi dan mampu telusuri produk, pengendalian proses, penanganan, penyimpanan, pengemasan, pengawetan dan penyerahan, serta pelayanan.

38 c. verifikasi, terdiri dari antara lain inspeksi dan pengujian, pengendalian alat inspeksi, alat ukur dan alat pengujian, status inspeksi dan uji, pengendalian produk yang tidak sesuai, pengendalian mutu, serta teknik statistik. d. Hubungan dengan pihak luar, terdiri dari antara lain tinjauan kontrak, pembelian, dan pengendalian produk pasokan pelanggan (Gunadi, 2008) Definisi mutu menurut ISO 9001:2008 Mutu (quality) adalah derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan. Jadi dapat dikatakan bahwa mutu itu bukan hanya berhubungan dengan mutu produk saja, tetapi juga dengan persyaratan lain seperti ketepatan pengiriman, biaya yang rendah, pelayanan yang memuaskan pelanggan, dan bisa dipenuhinya peraturan Pemerintah yang berhubungan dengan produk yang dipasarkan (QIMS, 2010) Manfaat penerapan ISO 9001:2008 a. Menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2003, perusahaan sebaiknya sudah menerapkan SMM, agar membantu perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan jaminan mutu yang lebih baik. b. Nilai kompetisi dan image perusahaan semakin meningkat dengan sertifikasi ISO 9001:2008. c. Penerapan ISO 9001:2008 akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang cacat (reject) atau barang bermutu rendah dan limbah. d. Membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi dan mempunyai aturan kerja yang baik sehingga memudahkan dalam pengendalian. e. Dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang baru. f. Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem manajemen mutu yang ditetapkan.

39 g. Akan memudahkan top management dalam pencapaian target, karena sudah dipersiapkannya target yang terukur dan rencana pencapaiannya. h. Meningkatkan semangat dan moral karyawan karena adanya adanya kejelasan tugas dan wewenang (job description) dan hubungan antar bagian yang terkait sehingga karyawan dapat bekerja dengan efisien dan efektif. i. Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dalam memenuhi permintaan pelanggan, baik internal maupun eksternal (QIMS, 2010).

40 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. ASTRAZENECA INDONESIA 3.1 Profil Sejarah dan Perkembangan PT. AstraZeneca Indonesia AstraZeneca merupakan suatu perusahaan biofarmasetikal yang memiliki kegiatan dengan tujuan meningkatkan derajat hidup seseorang. Bagi pasien dan dokter, AstraZeneca menyediakan obat untuk beberapa penyakit serius di dunia (AstraZeneca Global, 2012). Terbentuknya AstraZeneca berawal dari berdirinya Astra AB dan Imperial Chemical Industries Ltd. (ICI). Astra AB merupakan sebuah perusahaan Swedia yang didirikan pada tahun 1913 di Soldertatje, Stockholm bagian selatan. Pada tahun 1987, dibentuk Divisi Astra Indonesia yang berada dibawah PT. Merck Indonesia. ICI merupakan salah satu pabrik di Inggris yang didirikan pada tahun Bertahun-tahun kemudian, yaitu dibentuk PT. ICI Farmasi Indonesia pada tahun 1970 dan dua tahun setelahnya dibangun pabrik Pandaan di daerah Pandaan-Pasuruan, Jawa Timur. Namun, pada tahun 1993 kegiatan bahan kimia ICI dari bisnis biosciences (termasuk obat-obatan) memisahkan diri sehingga terbentuk Zeneca Pharma di Inggris. Setahun setelahnya, Zeneca Pharma memperluas jaringannya ke Indonesia sehingga terbentuk Zeneca Pharma Indonesia. AstraZeneca sendiri dibentuk pada tanggal 6 April 1999 melalui penggabungan Astra AB dari Swedia dan Zeneca Group PLC dari Inggris, dua perusahaan yang memiliki budaya science-based yang serupa dan bersama-sama memiliki visi untuk industri farmasi. Penggabungan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pertumbuhan jangka panjang dan meningkatkan nilai pemegang saham.

41 Akibat penggabungan tersebut, Zeneca Pharma Indonesia berubah menjadi PT. AstraZeneca Indonesia. Pada tahun 2007, pabrik Pandaan ditutup dan diputuskan untuk mendirikan pabrik baru di Cikarang, Bekasi. Pabrik AstraZeneca Indonesia (AZI)-Cikarang Site berdiri pada tanggal 5 Oktober 2010 dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih. Pabrik ini mulai produktif sejak November Pabrik tersebut merupakan pabrik pengemasan tablet dengan target ekspor ke beberapa negara Asia dan Australia. Fasilitas yang dibangun di pabrik PT. AstraZeneca Indonesia bertujuan untuk mengakomodasi kegiatan pengemasan primer dan sekunder untuk mengemas sediaan solid oral (Fase I) dan fasilitas produksi (Fase II) yang masih dalam tahap pengembangan. Fase I merupakan tempat dilaksanakannya proses pengemasan primer dan sekunder dan tempat pendukung lainnya, seperti gudang, ruang sampling, laboratorium bahan kemas, laboratorim preparasi, laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia dan fisika, area teknik, HVAC dan kantor. Fase II merupakan tempat yang direncanakan untuk mendukung fasilitas formulasi dan dan sistem pengolahan purified water. Pabrik PT. AstraZeneca Indonesia tidak memproduksi atau mengemas berbagai substansi obat yang toksik atau berbahaya atau produk obat seperti antibiotik beta laktam dan sefalosporin, hormon dan sitostatik. Pabrik ini juga tidak mengemas atau mengemas ulang (repack) obat hewan. Hanya produk ruahan (bulk) dan produk jadi (finished goods) yang akan di kemas ulang (repacking) yang diproses di pabrik. Produk ruahan tersebut dikemas secara primer dan sekunder untuk diekspor ke beberapa negara di Asia Pasifik. Selain aktivitas pengemasan primer dan sekunder sediaan obat solid non steril (tablet), pada Fase I juga terdapat aktivitas pengemasan berupa mengemas kembali produk jadi impor dengan mengubah kemasan standar ekspor menjadi kemasan dengan desain dan penulisan lokal, tergantung negara ekspor yang dituju. Kegiatan ini disebut redressing. Pabrik AZI juga melakukan kontrak produksi sediaan solid terhadap penyediaan untuk market Indonesia melalui pihak ketiga (Astuti, 2012).

42 3.1.2 Visi dan Misi Perusahaan Visi PT. AstraZeneca Indonesia adalah menjadi mitra terpercaya dan layak untuk profesional kesehatan, berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan pasien dan menyediakan akses yang lebih luas untuk obat-obatan yang inovatif. Misi PT. AstraZeneca Indonesia yaitu sebagai perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk membuat perbedaan berarti bagi kesehatan pasien melalui obat-obatan yang membawa manfaat bagi pasien. 3.2 Struktur Organisasi PT AstraZeneca Indonesia PT. AstraZeneca Indonesia dipimpin oleh seorang Site Director yang membawahi 4 kepala departemen secara langsung, yaitu: a. Plant Manager b. QA and SHE Manager c. Supply Chain Manager d. Plant Accountant Plant Manager secara langsung akan membawahi Engineering Associated Manager, Production Supervisor, Associated Purchasing Manager dan GA&P Supervisor. QA and SHE Manager akan membawahi QC Supervisor dan QA and SHE Supervisor. Sedangkan Supply Chain Manager akan membawahi Logistic Supervisor dan Supply Chain Supervisor. Bagan struktur organisasi PT. AstraZeneca Indonesia dapat dilihat pada Lampiran Departemen QA and SHE (Quality Assurance and Safety, Health, and Environment) PT. AstraZeneca Indonesia-Cikarang Site memiliki departemen QA and SHE yang bertanggungjawab terhadap aktivitas QA dan QC untuk memastikan bahwa produk sesuai dengan kebijakan marketing atau spesifikasi yang diinginkan, GMP dan syarat dari AstraZeneca internal. Adapun Departemen QA and SHE ini berada di bawah naungan Global Quality Operations. Wakil direktur dari Global Quality Operations membawahi, secara tidak langsung, kepala Departemen QA dari berbagai negara pelaksana Operations dan juga kepala departemen QA dalam bidang Pharmaceutical Development, R&D.

43 Fungsi QA dalam Operations yaitu bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan kerja dan produksi produk dan penyediaan untuk komersial sesuai dengan persyaratan internal, regulatori dan standar QA and SHE Department QA and SHE Department dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan QA and SHE Manager yang memiliki tanggung jawab: a. membuat desain sistem kualitas dan perencanaan untuk memenuhi kaidah GMP yang digunakan b. melaksanakan dan memimpin dalam implementasi quality system sesuai yang direncanakan c. menjaga sistem manajemen mutu (Quality Management System) selalu update untuk diaplikasikan dan menjaga Licence to Operate d. menanamkan, mengimplementasikan, memonitor dan meninjau SHE Management System sesuai standar AZ dan regulasi lokal untuk mencapai tujuan dan Global SHE Objective e. mengelola kontraktor atau pihak ketiga dalam mendukung kepentingan AZ untuk mencapai kualitas f. bertanggung jawab terhadap GMP yang diperintahkan dan pelatihan SHE g. mengelola sistem dokumentasi h. menetapkan peraturan, hak dan tanggung jawab dari Quality Unit i. memastikan GMP diimpelementasikan dengan baik di area pabrik j. memastikan seluruh perizinan dan pelatihan dilaksanakan pada tempatnya k. berpartisipasi aktif dalam Regional External Supply Network QA and SHE Supervisor di PT. AstraZeneca Indonesia dijabat oleh seorang apoteker yang memiliki tanggung jawab: a. bersama-sama dengan QA and SHE Manager menyiapkan dan menyediakan produk berkualitas tinggi, serta mengimplementasikan, memonitor dan memperbarui sistem manajemen mutu sesuai dengan standar PT. AstraZeneca Indonesia dan regulasi lokal b. melaksanakan GMP dan pelatihan SHE sesuai yang direncanakan c. mengatur sistem dokumen di pabrik d. meninjau ulang AstraZeneca Quality Manual secara berkala

44 e. memberikan izin untuk bekerja dan mengimplementasikan sistem keselamatan dalam bekerja f. mendukung aktivitas kualifikasi g. menyediakan protokol validasi dan laporan validasi h. mengatur dan mengawasi prosedur change control, deviasi dan OOS i. mengelola keluhan, menginvestigasi, dan menanggapi keluhan j. menyediakan kualifikasi personil untuk pekerja k. meninjau ulang batch record sebelum disetujui l. mengawasi Corrective and Preventive Action (CAPA) m. menyediakan dan melaksanakan program audit internal n. menyediakan Validation Master Plan dan Validation Master Report o. menyediakan review product bersamaan dengan QC supervisor p. menyediakan laporan SHE tiap 3 bulan q. merelease material yang baru masuk dan finished product (tidak ditemukan deviasi/oos) r. menyediakan batch packaging record sesuai yang diminta s. Assign Batch Number dan Expired Date dari finished product berdasarkan PON t. menyediakan dan memperbarui Site Master File u. mengatur distribusi SOP ke departemen yang terkait v. menyediakan sertifikat analisis (Certificate of Analysis) dari finished product w. mengatur dan mengevaluasi pelatihan secara efektif Quality Control Quality Control (QC) adalah subfungsi dari QA Operations dan bertanggung jawab terhadap pengujian kimia dan fisika serta mikrobiologi yang berhubungan dengan komponen pengemasan dan formulasi produk untuk memastikan sesuai denga spesifikasi yang ditentukan. Di dalam Quality Control terdapat fungsi analyst dan inspector, dimana kedua fungsi ini dikepalai oleh seorang QC Supervisor.

45 Adapun beberapa tanggung jawab dari fungsi QC mencakup: a. mengambil contoh (sampling), menganalisis, dan mereleasekan pengemasan dan produk. b. membuat spesifikasi dari bahan awal, in-process material dan produk jadi c. menyimpan contoh pertinggal dari bahan awal dan produk jadi d. menganalisis validasi metode e. mengevaluasi data stabilitas dan data temperatur yang menyimpang dari produk selama pengiriman f. melakukan pengujian mikrobiologi dari purified water dan steam systems. g. melakukan monitoring mikrobiologi di Area Bersih h. menyimpan hasil uji laboratorium dan data i. melakukan pengembangan dari sampling dan rencana inspeksi yang sesuai dengan prosedur dan spesifikasi j. melakukan pengujian fisika/kimia/mikrobiologi terhadap produk dan material sesuai dengan prosedur dan spesifikasi k. melakukan pengujian fisika/kimia/mikrobiologi terhadap produk dan material sesuai dengan prosedur dan spesifikasi l. melakukan pengembangan, mengeluarkan dan menyetujui metode uji analisis dan spesifikasi m. melakukan pengujian mikrobiologi untuk monitoring lingkungan dari fasilitas, media, peralatan, dan personil n. mengimplementasikan, memonitor, dan memperbaharui Quality and SHE Management System dalam cakupan laboratorium QC.

46 3.2.2 Plant Department Departemen ini dikepalai oleh seorang Plant Manager yang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan dan menjaga kapasitas, pelaksanaan, produktivitas produksi mencapai produksi yang sesuai dengan permintaan secara efektif dan efisien; memastikan bahwa area produksi, peralatan dan fasilitas yang digunakan sesuai dengan GMP dengan peralatan dan mesin yang terkualifikasi dan secara rutin dikalibrasi; memelihara fasilitas produksi dan peralatan, bersih dan rapi dalam penyelenggaraan yang optimum untuk memastikan fasilitas layak digunakan untuk produksi; melakukan SHE di tempat untuk memastikan tanggung jawabnya terhadap pengurangan akan penggunaan energi, kecelakaan dan alarm; serta menjaga lisensi dan izin untuk beroperasi. Plant manager membawahi beberapa bagian, yaitu Production, Engineering (teknisi), Purchasing (pembelian) dan General Affair & Personnel (GA & P) Produksi Bagian produksi dikepalai oleh seorang supervisor (pengawas) yang merupakan seorang apoteker. Supervisor produksi mengepalai operator dan para packer. Proses produksi yang berlangsung di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site saat ini mencakup pengemasan primer dan sekunder terhadap sediaan solid oral non-steril (tablet), yaitu Inderal (Propranolol hidroklorida). Selain itu, di bagian ini juga berlangsung proses pengemasan ulang (repacking) dan penambahan label (redressing) produk yang diimpor dari beberapa negara ke dalam kemasan yang berbeda dari kemasan aslinya, dimana pada kemasan baru ini telah didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi spesifikasi dan standar lokal pada negara yang dituju sebagai tempat nantinya produk tersebut akan dijual. Pada kemasan yang baru ini juga dicantumkan batch number, expired date dan pharmacode dari masing-masing produk. Peran bagian produksi di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site yaitu bertanggungjawab terhadap pengemasan produk farmasetikal; menyelesaikan produksi tepat waktu sesuai jadwal; bertanggung jawab mematuhi peraturan

47 cgmp Global Quality Policy terkait pelaksanaan pengemasan; mengimplementasikan SHE dan DEPNAKER s UKK (Industrial Hygiene and Safety) dalam area produksi; melakukan line clearance atau pembersihan lini; membantu QC dalam proses pengambilan sampel dalam rangka Performance Qualification, Validation Process dan apabila terjadi cacat (defect) pada penampilan tablet Teknisi (Engineering) Bagian Teknisi (Engineering) dikepalai oleh seorang Engineering Associated Manager yang bertanggung jawab dalam mengatur semua kegiatan Teknik yang terkait dengan produk, serta memastikan penerapan GMP dalam setiap peralatan, bangunan, dan fasilitas yang digunakan, termasuk pelaksanaan kalibrasi dan kualifikasi. Engineering Associated Manager membawahi tiga personel, yaitu: a. Engineering Leader Engineering Leader melakukan pengembangan kontrol, meninjau hasil dari perawatan mesin, kalibrasi dan status; membuat perencanaan mingguan untuk perawatan mesin; menjalankan fasilitas yang terdapat dalam pabrik (sistem BAS, access control, sistem pengolahan air, sistem HVAC, dan sebagainya); menyelenggarakan CAPA yang berhubungan dengan analisis risiko, audit internal dan mendukung program kualifikasi. b. Engineering Administrator Bagian ini melakukan berbagai tugas administrasi dan dokumentasi di bagian Engineering, seperti memperbaharui status dari Work Orders, perawatan mesin dan kalibrasi; menyiapkan jadwal pelaksanaan perawatan mesin dan kalibrasi; menyiapkan acceptance sheet untuk kalibrasi dan label kalibrasi pada mesin. c. Engineering Technician Posisi ini bertujuan untuk melakukan monitoring sistem BAS, tekanan, temperatur dan filter pada AHU; melakukan perawatan mesin sesuai jadwal; menjaga level klorin dalam domestic water pump; melakukan Job Orders sesuai jadwal dan melaksanakan kalibrasi sesuai permintaan.

48 Pembelian (Purchasing) Bagian ini terdiri dari seorang Associated Purchasing Manager yang bertanggung jawab dalam pengadaan pembelian barang atau jasa dari user. Bagian ini di AstraZeneca Indonesia berperan penting mulai dari proses penawaran harga (quotation) hingga pembelian barang. Proses tersebut dilakukan secara PTP (Purchase to Pay). Vendor yang melakukan penawaran harga senantiasa dinilai terlebih dahulu mengenai risikonya terhadap produk yang dibuat (Risk Assessment Vendor) oleh QA. Purchasing juga menilai vendor tersebut dari segi bisnis, yaitu terkait kesesuaian harga dan kualitas dari produk yang ditawarkan vendor. Terkadang purchasing juga dapat melakukan perbandingan harga (bidding) dari beberapa vendor yang berbeda karena nilai yang dikeluarkan dianggap bermakna sehingga dapat terhindar dari conflict of interest General Affair & Personnel (GA&P) GA&P di AstraZeneca Indonesia membawahi manajemen kebersihan (cleaning), hama (IPM), keamanan (Security) dan transportasi (Driver). Bagian ini juga berhubungan langsung dengan Head Office di Jakarta. GA&P dikepalai oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab untuk mengontrol dan memonitor administrasi dan operasional umum, termasuk resepsionis, kebersihan, keamanan, dan pelayanan di kantor sehingga sesuai dengan standar Supply Chain Department Departemen ini dikepalai oleh seorang Supply Chain and Logistic Manager yang bertanggung jawab memastikan penyediaan (supply) kepada pelanggan dengan persediaan yang minimum dan efeisiensi yang optimum, memberikan dukungan kepada perusahaan agar tujuan komersialnya dapat tercapai, melakukan pengembangan dan menjaga kapasitas gudang, kinerja, produktivitas, dan kinerja supply mencapai efisien dengan biaya yang optimal, serta memastikan area gudang, peralatan, fasilitas, dan sistem memenuhi peraturan. Supply Chain and Logistic Manager mengepalai bagian Supply Chain dan Logistic.

49 Supply Chain Bagian ini dikepalai oleh seorang supervisor yang memiliki tanggung jawab mengoptimalkan persediaan, menjaga penyaluran dengan kinerja yang optimal kepada pelanggan, memastikan kapasitas produksi baik dan memenuhi permintaan seperti yang direncanakan, mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan secara optimal, mengkoordinasi dan follow-up Toll (kerjasama kontrak), mempersiapkan dan memeriksa pembayaran untuk vendor/kontraktor, bertanggung jawab mengimplementasikan AstraZeneca SHE dan Upaya Kesehatan Kerja (Industrial Hygiene and Safety) Depnaker. Selain itu, diharapkan untuk dapat memelihara dokumentasi pendunkung yang diperlukan secara akurat sesuai standar GMP dan perusahaan dalam sistem Supply Chain Logistic Bagian ini dikepalai oleh seorang supervisor yang mengepalai dua orang warehouse operator. Peran logistic supervisor antara lain bertanggung jawab atas keadaan bahan baku, kemasan, produk bulk dan penyimpanan produk jadi, bertanggung jawab untuk mengadakan distribusi material ke produksi dan produk jadi ke distributor tepat waktu, melakukan koordinasi dengan bagian produksi, QC dan purchasing, menganalisis dan mengusulkan perbaikan gudang, memelihara dokumen penyimpanan dan sistem pencarian supaya tetap mejamin pelaksanaan FEFO (first expired-first out), memelihara daerah yang sudah ditentukan sebaagai tempat penyimpanan bahan awal, kemasan, produk bulk dan produk jadi, memastikan pengendalian internal yang baik untuk meminimalkan dampak kerugian finansial, bertanggung jawab mengimplementasikan AstraZeneca SHE dan Upaya Kesehatan Kerja (UKK) Depnaker, serta memelihara dokumentasi lisensi dan izin yang berhubungan dengan gudang Plant Accountant Bagian ini saat ini berperan dalam pengadaan kerja sama dengan area bisnis yang relevan untuk memastikan ketepatan waktu dalam pengiriman, memastikan laporan manajemen dan anggaran sesuai dengan pedoman dan kebutuhan managemen, bekerjasama dengan plant management, bagian produksi,

50 QA, GA &A untuk menyokong anggaran dan analisis laporan bulanan, mengelola kerjasama kontrak antara Indonesia dan UK, serta terlibat dalam kontrol pembangunan, proses, pelaporan manajemen yang sedang berlangsung, transaksi keuangan dan masalah pajak. 3.3 Lokasi dan Bangunan Pabrik PT AstraZeneca Indonesia berlokasi di Jababeka Phase III TechnoPark Jalan Tekno Raya Blok B1A-B1B Cikarang, Bekasi, Jawa Barat yang merupakan kawasan industri dan berdekatan dengan daerah pemukiman penduduk, yakni sekitar 500 m dari daerah pemukiman. Kantor pusat AstraZeneca Indonesia berada di Perkantoran Hijau Arkadia Tower F, 3 rd F1, Jalan TB. Simatupang Kav 88 Jakarta, Pabrik AstraZeneca Indonesia-Cikarang Site menerapkan principle of minimum distance, yaitu prinsip penempatan ruangan untuk proses yang berurutan didesain secara berdekatan sehingga efisiensi dalam proses produksi dapat tercapai. Bangunan dan fasilitas serta sarana penunjang yang ada didesain sedemikian rupa untuk dapat menjamin kualitas produk dan memenuhi spesifikasi CPOB. Konstruksi pabrik dibangun menggunakan tiang pondasi. Secara arsitektur, desain bangunan bagian luar mencerminkan kegiatan pembuatan produk jadi yang mendukung citra kegiatan sebagai prioritas. Prioritas pertama pabrik PT AstraZeneca Indonesia adalah sesuai dengan aturan GMP dan kebersihan. Seluruh ruangan memiliki standar kenyamanan kerja, seperti suhu yang sesuai dan pengaturan cahaya, terutama pada siang hari Desain Pabrik Ruang penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu berada di area yang terpisah satu sama lain. Area produksi memiliki ruang pengemasan primer dan sekunder yang terpisah dan berbeda kelas kebersihannya, dimana terdapat ruang untuk granulating, milling,

51 tablet press, spare room, cleaned equipment storage, intermediate product storage, dan intermediate product storage yang masih belum aktif dan belum beroperasi. Pada area-area yang memerlukan perhatian khusus terhadap sistem aliran udaranya seperti area produksi, sampling room dan laboratorium mikrobiologi maka ditanamkan suatu magnehelic di pembatas ruangan tersebut dengan ruangan luar. Magnehelic ini berfungsi untuk menunjukkan perbedaan tekanan antara ruang yang dibatasinya, dimana spesifikasi tekanan yaitu sekitar 5 20 kpa. Pada area yang memerlukan perhatian khusus terhadap suhu dan kelembapan seperti area produksi, sampling room, area gudang (warehouse), laboratorium, ruangan retained sample and QA document, maka diletakkan termometer digital yang dapat mencatat suhu dan kelembapan di masing-masing ruangan tersebut. Setiap ruangan diperiksa suhu dan kelembapannya secar berkala dan dibersihkan secara rutin Area Produksi Area produksi di AstraZeneca Indonesia Cikarang Site dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu ruang kelas E dan kelas F. Ruang kelas E ditujukan untuk pengemasan primer, washing room, dispensing, bulk staging, dan beberapa ruang yang belum aktif yang disediakan untuk granulating, milling, tablet press, spare room, cleaned equipment storage dan in process control room. Ruangan-ruangan ini masih belum beroperasi karena pada fase 1 AstraZeneca Indonesia hanya melakukan proses repacking dan redressing. Ruang kelas F digunakan untuk ruang pengemasan sekunder dan pengemasan ulang (repacking) atau penambahan label (redressing) sediaan impor yang telah diproduksi dan dikemas oleh Supplying Site. Selanjutnya, sediaan yang telah dikemas ulang (repacking) ata ditambahkan labelnya (redressing) tersebut akan diekspor ke berbagai negara, seperti Taiwan, Australia, dan Malaysia, serta dijual ke market lokal. Area produksi selain memiliki ruang repack dan redress, juga terdapat loker, ruang ganti, toilet, ruang ganti, toilet dan mushalla. Ruang pengemasan primer dan sekunder dibatasi dengan ruang penyangga (airlock room) dan ruang ganti pakaian dan cuci tangan.

52 Luas area produksi dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan alat-alat yang digunakan selama proses produksi bekerja dengan baik dan operator mesin dapat menempati ruangan tersebut dengan nyaman dalam waktu yang lama. Permukaan dinding dan lantai untuk area produksi dilapisi dengan cat epoksi untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak berpori, sehingga tahan terhadap zat kimia, mudah dibersihkan, dan mudah dibilas dengan air. Sebagian besar dinding dibangun menggunakan fire rated insulated metal dan dilakukan finishing dengan powder coating yang dapat menahan zat kimia pembersih untuk pemeliharaan dan perawatan higienis. Dinding juga dilengkapi dengan aksesoris listrik untuk mengakomodasi standar GMP. Sudut penggabungan dinding dengan lantai dan dengan langit-langit dibuat sedemikian rupa sehingga menghindari adanya sudut (curving). Konstruksi beton dilengkapi dengan penghalang kelembaban dimana diharapkan di area produksi tidak terjadi kenaikan kelembaban hingga angka yang relatif tinggi. Celah antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu dan pipa harus dihindari untuk mengurangi kontaminasi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan panel sandwich yang mendukung berat tambahan, sehingga memungkinkan akses personil untuk berjalan di atasnya untuk tujuan pemeliharaan Gudang Gudang tampak bersih dan dindingnya dilapisi dengan cat enamel sesuai dengan standar GMP. Gudang dirancang sedemikian rupa untuk mencegah paparan panas dan sinar matahari langsung ke bagian dalam gudang. Atap gudang dilapisi oleh lapisan aluminium yang bertujuan untuk menahan panas dari matahari agar suhu di area penyimpanan tetap terjaga. Sama seperti pada ruang produksi, permukaan dinding dan lantai warehouse juga dilapisi dengan cat epoksi dan pertemuan antara dinding dan lantai dibuat sedemikian rupa sehingga menghindari adanya sudut (curving). Hal ini bertujuan untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak berpori sehingga tahan bahan kimia, mudah dibersihkan dan mudah dibilas dengan air.

53 Berdasarkan fungsi penyimpanannya gudang dibagi atas cool warehouse dan ambient warehouse. Cool warehouse digunakan sebagai tempat penyimpanan produk ruahan dan produk jadi sehingga suhu udara di dalam gudang berkisar di bawah 25 C dan diatur agar dapat memuat banyak produk secara terpisah. Lantai terbuat dari beton yang memungkinkan untuk menahan beban seberat 3 ton/m 2 (Astuti, 2012). Ambient warehouse digunakan sebagai tempat penyimpanan kemasan, label, dan karton pengemas produk. Suhu pada ambient warehouse tidak memerlukan pengaturang secara khusus. Di sebelah ambient warehouse terdapat ruang tempat penyimpanan limbah B3 (hazardous waste) dan barang yang direject sebelum dimusnahkan. Bersebelahan dengan area ini juga terdapat area pengambilan sampel (sampling room) yang memiliki kelas kebersihan E dan digunakan sebagai tempat pengambilan contoh bahan pengemas yang diterima. Kedua jenis gudang ini beserta bulk staging di area produksi memiliki indikator suhu, yakni berupa thermometer chart recorder yang berada dalam panel di area ambient warehouse. Termometer ini melakukan pencatatan suhu setiap waktu di ruangan melalui chart paper. Setiap minggu dilakukan penggantian chart paper dan chart yang tercantum dianalisis. Apabila termometer tidak beroperasi yang disebabkan oleh kerusakan atau padamnya listrik, maka alarm akan berbunyi dan dilakukan pencatatan suhu manual di area cool warehouse menggunakan thermometer max-min secara berkala oleh operator warehouse. Termometer chart recorder juga memiliki alarm yang akan aktif apabila suhu di area warehouse, terutama di cool warehouse tidak sesuai dengan spesifikasinya. Alarm ini juga akan terhubung ke pos keamanan sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi apabila tidak ada personil di area warehouse Office Lantai pada area office berbahan dasar vinyl dan menggunakan keramik. Dinding area tersebut dibuat secara partisi dengan menggunakan gypsum yang diisi dengan bahan terisolasi sehingga dapat menyerap bunyi dan kaca sehingga memberikan kesan seperti ruangan modern dan luas, dengan detail yang berbeda untuk ruangan khusus. Langit-langit didesain dengan menggunakan atap yang

54 dapat menyerap bunyi dan dikombinasikan dengan gypsum terisolasi (Astuti, 2012) Laboratorium Kimia dan Fisika Laboratorium kimia dan fisika merupakan area kelas G. Seperti halnya laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia dan fisika juga memiliki konstruksi bangunan yang memudahkan proses pembersihan. Laboratorium ini digunakan untuk melakukan pengujian air dan pencampuran bahan-bahan kimia dalam lemari asam (fume hood), namun untuk saat ini laboratorium kimia dan fisika ini masih belum terlalu sering digunakan sesuai dengan fungsinya. Di samping kiri dan kanan lemari asam terdapat eye washer dan water shower yang dapat mengeluarkan air sebagai antisipasi jika bagian tubuh personil terkena bahan kimia Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi memiliki tingkat kelas yang sama dengan kelas area produksi, yaitu kelas E. Lantai laboratorium ini juga terbuat dari beton dilapisi cat epoksi dan persambungan antara lantai dan dinding serta langit-langit dan dinding dibuat melengkung agar tidak membentuk sudut. Dinding terbuat dari blok beton ringan yang diplester dan dilapisi juga dengan cat epoksi agar mudah dibersihkan. Langit-langit ditutup dengan menggunakan kalsium silikat mulus dan dilapisi dengan cat epoksi. Bingkai pintu dan jendela menggunakan aluminium dan dikombinasikan dengan kaca. Laboratorium mikrobiologi digunakan untuk tujuan pengujian bahan, seperti water for injection (WFI) untuk keperluan produksi secara mikrobiologi dan pembuatan media pertumbuhan mikroorganisme, serta untuk pengujian produk repack. Untuk masuk ke dalam laboratorium mikrobiologi, personil harus melewati ruang ganti (changing room), mengenakan pakaian dan alas kaki khusus serta alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari masker dan sarung tangan selama berada di laboratorium ini. Laboratorium ini memiliki pass box yang tertanam di dinding dan berhubungan dengan laboratorium preparasi yang berada di sebelahmya. Pass box ini merupakan airlock system yang digunakan untuk

55 melakukan transfer material dan media dari laboratorium preparasi ke dalam laboratorium mikrobiologi Laboratorium Preparasi Laboratorium ini terletak di sebelah laboratorium mikrobiologi. Laboratorium ini digunakan untuk melakukan preparasi media dan sampel sebagai persiapan untuk melakukan pengujian di laboratorium mikrobiologi. Di dalam ruangan ini terdapat pass box yang merupakan tempat antara berupa airlock system untuk transfer material dan media yang diperlukan dalam pengujian di laboratorium mikrobiologi Laboratorium Bahan Pengemas Laboratorium bahan pengemas terletak di antara laboratorium preparasi dan pantry. Seperti halnya laboratorium preparasi, laboratorium bahan pengemas juga memiliki konstruksi bangunan sedemikian rupa untuk memudahkan dalam proses pembersihan. Laboratorium ini digunakan untuk menguji kemasan yang digunakan untuk mengemas produk AstraZeneca baik berupa dimensi dan kebenaran bahan pengemas yang digunakan, juga pemenuhan spesifikasi yang ditetapkan oleh AstraZeneca terhadap setiap kemasan produk. Selain itu, laboratorium ini juga merupakan office room untuk QC supervisor dan staffnya Technical Area Area teknik yang terdapat di lantai 2 office entrance ini berisi alat-alat teknik yang diperlukan untuk menunjang kinerja dari pabrik AZI-Cikarang Site. Di dalam ruangan tersebut terdapat alat-alat penunjang sistem HVAC di pabrik. Sistem HVAC adalah integrasi dari komponen pemanas, sirkulasi udara dan pendingin yang dikontrol oleh sistem komputerisasi dan berfungsi sebagai pengkondisi ruangan dengan suhu dan kelembaban tertentu. Sistem HVAC terdiri dari beberapa perangkat alat, di antaranya Air Handling Unit (AHU), Fan Cooling Unit (FCU), Dehumidifier, dan Air Distribution and Return Unit (ducting).

56 Retained Sample and QA Document Room Retained sample and QA document room adalah ruangan yang digunakan untuk menyimpan sampel pertinggal dan dokumen-dokumen QA, seperti dokume kualifikasi, validasi, komplain, batch record, hasil analisis, dokumen obsolete, dan lain-lain. Biasanya dokumen dalam ruangan ini adalah dokumen yang digunakan pada tahun-tahun sebelumnya dan hanya dikeluarkan jika ingin melakukan trending atau memerlukan referensi dari dokumen tersebut Server Room Di dalam server room terdapat panel listrik yang berhubungan dengan bagian-bagian di area pabrik. Server room tidak boleh dimasuki oleh orang selain petugas, karena merupakan bagian yang krusial dari keberlangsungan kerja pabrik Utility building Utility building terletak terpisah dari bangunan utama pabrik. Letak gedung ini terdapat di bagian paling belakang pabrik dan terdiri dari dua lantai. Utility room berfungsi sebagai area penunjang, dimana pada lantai dasar terdapat pump house, fuel tank room, spare room, LV/MVDP room, transformator room, hydrant tank, dan domestic water tank, sedangkan pada lantai atas terdapat chiller area dan compressor room Sistem HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning) Pabrik AZI Cikarang Site berpedoman pada International Guidelines yang digunakan seluruh pabrik AstraZeneca di seluruh dunia sebagai dasar persyaratan kondisi lingkungan pada proses produksi. Klasifikasi yang digunakan pada International Guidelines tersebut sejalan dengan Uni Eropa (EU) dan FDA GMP bagi produk steril. Produk non-steril dan API diproduksi dalam lingkungan terkendali yang dirancang untuk melindungi produk dari kontaminasi. Mekanisme kerja sistem HVAC dengan AHU (Air Handling Unit) adalah sebagai berikut:

57 a. Udara luar (fresh air) dan udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam mixing chamber yang kemudian disaring menggunakan pre filter G4 (efisiensi 35%) dan medium filter F7 (efisiensi 85%) untuk mengurangi jumlah partikel. b. Udara kemudian didinginkan dengan pendinginan oleh cooling coil sebagai hasil pendinginan oleh chiller. c. Udara hasil pendinginan melewati electric heater/dehumidifier untuk dipanaskan sesuai dengan kelembapan udara yang dibutuhkan ruangan kemudian didorong oleh motor menuju filter F9 (efisiensi 95%). d. Udara hasil penyaringan tersebut akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter F14 (efisiensi 99,95%) dan keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipa-pipa atau proses ducting. e. Udara selanjutnya dijadikan udara pasokan untuk ruangan produksi (supply air). Supply air dari AHU disalurkan melalui ducting menuju ke ruangan melalui lubang supply air yang terdapat di atap ruangan. Udara yang telah dikondisikan dan disaring kemudian masuk ke ruang-ruang produksi. HEPA merupakan singkatan dari High Efficiency Particulate Air. Efisiensi HEPA tergantung dari jenisnya. HEPA H14 dapat menyaring 99,95% dari seluruh partikel yang berukuran lebih besar dari 0,3 mikrometer. Hal ini berarti untuk setiap partikel yang melewati HEPA, hanya ada 5 partikel yang berpeluang lolos dari HEPA. Selain dengan HEPA, HVAC AZI Cikarang Site juga menggunakan sistem lain, yaitu FCU (Fan Cooling Unit). Sistem ini dijalankan denan menyaring udara luar (fresh air) dan udara hasil resirkulasi di dalam ruangan yang telah masuk ke dalam mixing chamber dengan filter G4 (efisiensi 35%) untuk mengurangi jumlah partikel. Udara tersebut kemudian didinginkan dengan cooling coil sebagai hasil pendinginan terhadap freon yang berasal dari compressor. Udara hasil pendinginan kemudian didorong oleh motor supaya keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan dengan ducting menuju ke ruangan melalui lubang supply air di atap ruangan dan aliran udara relatif terhadap daerah sekitarnya untuk kelas yang lebih rendah di bawah kondisi operasional.

58 3.3.3 Sistem Pengolahan Air Pabrik AZI Cikarang Site juga berpedoman pada International Guidelines sebagai standar air yang digunakan dalam berbagai bentuk sediaan, keperluan untuk desain, pemeliharaan, pemantauan pengambilan sampel, dan pengujuan dari berbagai standar air. Air yang digunakan untuk kegiatan produksi ada dua macam, yaitu air domestik dan air murni (purified water). Air domestik digunakan untuk keperluan pembersihan dan aktivitas rumah tangga lainnya, seperti keperluan toilet dan kantin. Air murni (purified water) atau Water for Injection (WFI) digunakan untuk kebutuhan proses produksi. Sistem pengolahan purified water pada proyek Fase I untuk pengoperasian di pabrik Cikarang sangat terbatas. Purified water yang digunakan untuk pembilasan akhir (final rinsing) peralatan yang digunakan dalam produksi dan media laboratorium mikrobiologi/preparasi sampel dibeli dari supplier, sedangkan air domestik untuk keperluan pencucian alat yang tidak kontak dengan produk dan keperluan rumah tangga disediakan oleh pemasok yang telah disetujui, yakni Jababeka Water Treatment Plant (Jababeka WTP). Kualitas purified water diperiksa sesuai dengan SOP lokal. Spesifikasi purified water yang dibeli mengacu pada Pharmacopeia (United States Pharmacopeia, European Pharmacopeia, dan Farmakope Indonesia) serta AstraZeneca QCM (Quality and Compliance Manual). Untuk air domestik, air yang deperoleh dari pemasok akan masuk ke dalam tangki penyimpanan yang terdapat di lantai dasar dan diberikan penambahan klorin sesuai dosis yang telah ditetapkan, kemudian dialirkan untuk disaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan carbon filter yang terdapat pada bagian belakan utility building. Air yang telah disaring dialirkan melalui chiller unit dan pompa air domestik. Air yang dialirkan menuju pompa air domestik akan langsung dialirkan ke berbagai tempat di area pabrik untuk keperluan domestik/rumah tangga. Air pada chiller akan didinginkan dan digunakan sebagai sumber udara dingin pada AHU dalam sistem HVAC, dan akan terus disirkulasikan kembali hingga jenuh. Untuk mencegah kejenuhan air tersebut ditambahkan garam melalui brine tank. Selain untuk kebutuhan rumah tangga dan HVAC, air digunakan juga untuk keperluan fire pump, dimana air

59 langsung diambil dari tangki penyimpanan air dan tidak membutuhkan pengolahan lebih lanjut setelah dari pemasok Sistem Pengolahan Limbah Penanganan limbah di PT. AZI-Cikarang Site termasuk dalam subdepartemen GA & P (General Affair & Personnel) dan subdepartemen Supply Chain dari bagian Warehouse. Jenis limbah yang ditangani ada dua jenis, yaitu limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan limbah domestik. Limbah B3 merupakan limbah baik berupa padat maupun cair, yang sifatnya bila tidak dikelola/dimusnahkan dengan tepat dapat mencemarkan lingkungan maupun menimbulkan efek yang tidak diharapkan, yang bahkan dapat membahayakan makhluk hidup dikarenakan sifatnya yang beracun, reaktif, mudah terbakar, dan lain-lain. Jenis limbah B3 yang terdapat di PT. AZI-Cikarang Site antara lain limbah sisa analisa padat/cair, produk ruahan atau produk jadi yang direject, obat kembalian, oli bekas, kemasan reagen, reagen kadaluarsa dan kemasan yang terkontaminasi. Pemusnahan dan pengolahan limbah B3 dan bahan pengemas primer yang berasal dari kegiatan produksi dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu PPLI (Pusat Pengolah Limbah Industri), sedangkan prngolahan limbah domestik dilakukan oleh Jababeka Infrastructure. Limbah domestik dikelola secara berkala, biasanya apabila limbah telah mencapai volume 3 m 3.

60 BAB 4 PENERAPAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DAN GOOD MANUFACTURING PRACTICE DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE AstraZeneca merupakan perusahaan farmasi global yang merupakan hasil penggabungan antara Astra AB dari Swedia dan Zeneca Group PLC dari Inggris pada tanggal 6 April Perusahaan ini hanya memproduksi obat resep (ethical), sehingga penyalurannya hanya dilakukan ke lingkungan apotek dan rumah sakit dan baru dapat diserahkan kepada pasien sesuai dengan resep dokter. AstraZeneca aktif beroperasi di berbagai negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Pabrik AstraZeneca Indonesia (AZI) Cikarang Site berdiri pada tanggal 5 Oktober 2010 (Anna, L.K., 2010) dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih. Pabrik tersebut merupakan pabrik pengemasan primer maupun sekunder produk obat dengan target pemasaran di Indonesia dan untuk ekspor. Fasilitas yang dibangun di pabrik AstraZeneca Indonesia bertujuan untuk mengakomodasi kegiatan pengemasan primer dan sekunder untuk mengemas sediaan solid oral, sediaan semisolid berupa krim dan sediaan cair berupa injeksi. Sediaan solid oral yang dikemas primer dan sekunder di PT. AZI-Cikarang Site adalah sediaan Inderal yang mengandung propranolol hidroklorida, sedangkan sediaan lainnya hanya mengalami proses pengemasan sekunder kembali (repack) atau penambahan label (redress). Sebagai industri farmasi, PT. AstraZeneca Indonesia berkewajiban memenuh ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No /A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Penerapan CPOB di lingkungan industri farmasi dapat berbeda antara satu industri dengan industri

61 lainnya. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan fasilitas pendukung di setiap industri farmasi. PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site merupakan bagian dari AstraZeneca Global Operations. Oleh karena itu, PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site (AZI-Cikarang Site) harus selalu berpedoman pada Global Quality Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaan dan dikombinasikan dengan standar mutu Good Manufacturing Practice (GMP) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga dapat menghasilkan produk yang kualitasnya terjamin sesuai standar. Sertifikat GMP telah diterbitkan oleh Badan POM untuk PT. AZI Cikarang Site setahun setelah pabrik ini berdiri, yaitu pada Januari Selain itu, PT. AZI-Cikarang Site juga harus memiliki sertifikat untuk melakukan pengemasan sediaan oral padat dari Australia Therapeutic Good Administration (TGA) yang diterbitkan pada Juni 2011, sehingga dapat melakukan ekspor ke negara lain seperti Australia dan Taiwan. Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh PT. AZI-Cikarang Site juga menyebabkan perusahaan dan produk harus memenuhi persyaratan registrasi dan regulasi obat di negara-negara tersebut. PT. AZI-Cikarang Site juga melakukan ekspor ke negara Malaysia, namun diperbolehkan untuk tidak memiliki sertifikat dari badan pemerintahan yang mengatur peredaran obat di Malaysia. Hal ini disebabkan oleh adanya sertifikat dari TGA dan FDA Taiwan yang telah diakui otoritas di Malaysia Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikan rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar/registrasi dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar diperlukan untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan. Pengujian mutu suatu produk tidak hanya ditentukan dari hasil pengujian produk akhir saja, melainkan oleh semua aspek yang berhubungan dengan pembuatan produk mulai dari bahan baku, peralatan, prosedur, personil yang melakukan proses produksi,

62 dan lingkungan produksi yang harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012). PT. AZI Cikarang Site telah menerapkan aspek manajemen mutu sesuai dengan konsep dasar CPOB maupun GMP. Perusahaan ini memiliki Quality Unit yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kualitas suatu produk, yang dibagi dalam ranah Quality Control dan Quality Assurance. Unit Pemastian Mutu atau Quality Assurance di PT. AZI Cikarang Site dipimpin oleh seorang manajer QA&SHE, yang membawahi unit QA&SHE dan QC. Kedua unit tersebut masing-masing independen terhadap bagian yang lain, walaupun lingkup kerjanya berhubungan. Aktivitas unit pemastian mutu di perusahaan ini sudah mencakup prinsip CPOB, ditambah lagi dengan faktor lain di luar CPOB yang merupakan dasar penetapan mutu produk bagi perusahaan, misalnya Quality and Regulatory Compliance Policy. Quality and Compliance Manual merupakan sumber tunggal bagi AstraZeneca secara global terhadap International Procedures dan International Guidelines, yang kemudian menjadi sumber pembuatan standar prosedur operasional di PT. AZI Cikarang Site sebagai prosedur lokal. Selain CPOB dan standar AstraZeneca, PT. AZI Cikarang Site juga menggunakan standar PIC/S, serta dokumen lainnya yang mendukung International Procedures dan International Guidelines. Unit pemastian mutu bertanggung jawab terhadap kualitas seluruh produk yang dihasilkan, mulai dari proses produksi hingga sampai di tangan konsumen, termasuk di dalamnya penilaian terhadap supplier dan distributor. Dilakukan juga penilaian risiko terhadap kualitas (Quality Risk Assessment) yang termasuk ke dalam sistem Quality Risk Management. Apabila terdapat keluhan terhadap produk dari konsumen, keluhan tersebut juga ditangani oleh unit pemastian mutu dengan prinsip manajemen keluhan sesuai CPOB. Unit Pemastian Mutu di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site bertanggung jawab terhadap implementasi, pengaturan, dan review sistem manajemen mutu, dan selain itu juga memiliki tanggung jawab terhadap SHE (Safety, Health, and Environment) di lingkungan perusahaan. Hal ini dijadikan sebagai tugas Unit Pemastian Mutu disebabkan oleh ruang lingkup pabrik PT. AZI Cikarang Site yang kecil, serta kedudukan pelaksanaan keselamatan kerja,

63 kesehatan dan pemeliharaan lingkungan yang sama pentingnya dengan kualitas produk yang dihasilkan. Quality Risk Assessment yang dilakukan oleh Unit Pemastian Mutu digunakan sebagai bagian dalam dokumen Annual Product Review, dokumen validasi, serta inspeksi diri. Jika sudah ada peraturan yang jelas dalam pengambilan keputusan, maka tidak perlu dilakukan penilaian risiko terhadap proses tersebut, namun jika tidak ada harus dilakukan penilaian risiko dengan menjawab 5 pertanyaan penilaian risiko. Jika pertanyaan bisa dijawab, maka penilaian risiko yang dilakukan adalah informal risk management, namun jika tidak dapat dijawab harus dilakukan manajemen risiko dengan sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), FTA (Fault Tree Analysis) atau FMEA (Failure Mode Effect Analysis) yang lebih formal Personalia Sumber daya manusia adalah faktor yang sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang tepat dan efektif. Personalia PT. AZI Cikarang Site telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh CPOB, dengan adanya penilaian pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas masing-masing personil, seluruh personil memiliki tingkat pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya serta sehat fisik dan mental. Dalam menjalankan kegiatannya, PT. AZI Cikarang Site telah memiliki struktur organisasi dan deskripsi tugas yang jelas dengan pembagian tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 dan Penerapan Pedoman CPOB 2012, personil kunci di PT. AZI Cikarang Site, yakni Kepala Bagian Produksi atau yang disebut Production Manager, Kepala Bagian Pengawasan Mutu atau yang disebut Quality Control Manager, dan Kepala Bagian Pemastian Mutu atau yang disebut Quality Assurance and SHE Manager, dijabat oleh seorang Apoteker yang terdaftar, terkualifikasi, dan independen satu sama lain. Personil kunci tersebut telah mempunyai wewenang penuh dan sarana memadai untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan tidak mempunyai kepentingan lain di luar departemen maupun di luar lingkup perusahaan yang

64 dapat menghambat dan membatasi kewajibannya dalam departemennya masingmasing. Setiap karyawan baru yang akan memulai pekerjaannya di lingkungan PT. AZI Cikarang Site, baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak, wajib mengikuti Induction Training, yang meliputi GMP Training dan SHE Induction Training. Mahasiswa yang mengikuti program magang maupun PKPA di lingkungan PT. AZI Cikarang Site juga mengikuti program tersebut karena akan melakukan kerja di wilayah GMP dan berhubungan dengan kualitas produk, sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prinsip GMP. Di samping itu, seluruh personil diharuskan mengikuti training yang sesuai dengan tugas yang akan dilakukannya serta pelatihan prinsip CPOB. Bagi karyawan tetap, pelatihan tersebut dilakukan dalam rentang waktu 3 bulan, dan setelah 3 bulan dilakukan penilaian secara menyeluruh mengenai pemahaman terhadap materi training dalam lembar Training Assessment Effectiveness. Karyawan baru biasanya diberikan training dengan terlebih dahulu melihat kualifikasi personalnya, kemudian menilai pelatihan apa yang perlu diberikan pada prioritas pertama (sebelum menjalankan kerja) dan prioritas kedua (dilakukan sembari melaksanakan kegiatan kerja). Pelatihan bagi karyawan dilaksanakan secara berkala, setidaknya dengan self study training agar personil terbiasa dengan kriteria CPOB dan GMP yang harus dipenuhi dan berhubungan dengan tugasnya. Setelah mengikuti pelatihan, dibuat catatan penilaian masing-masing personil dan catatan tersebut disimpan dalam satu folder yang dapat dengan mudah diakses dan diatur sendiri oleh personil tersebut setiap kali mengikuti training. Setiap tahunnya dilakukan juga analisis Training Needed Assessment (TNA) yang menunjukkan apa saja pelatihan yang dibutuhkan oleh anggota suatu departemen untuk setiap tahunnya untuk diprogramkan dan direalisasikan. Seluruh karyawan memiliki deskripsi kerja yang lengkap dalam Position Profile, yang menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kegiatan yang berhubungan dengan GMP. Seluruh deskripsi kerja diperiksa kembali dengan review setiap tahunnya. Dokumentasi terhadap personil dilakukan dengan lengkap hingga pada dokumentasi mahasiswa yang melakukan magang dan PKL di PT. AstraZeneca Indonesia dalam dokumen Database PKL.

65 Tamu yang ingin masuk ke dalam area produksi dan laboratorium harus diawasi dan diberi penjelasan mengenai pakaian, alat pelindung diri, dan kebersihan (hygiene) perorangan. Area-area GMP seperti produksi, warehouse (gudang), dan laboratorium memiliki akses yang terbatas dan tidak dimiliki oleh semua orang untuk menghindari masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk industri farmasi menurut CPOB harus didesain, dibangun dengan konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dengan kegiatan yang dilakukan, serta dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan operasional setiap harinya dengan benar. CPOB juga mengharuskan lokasi bangunan pabrik untuk memperhatikan faktor iklim, letak geografis, kegiatan industri lain yang berdekatan, pengawasan terhadap polusi udara, air, maupun tanah, limbah, dan kebisingan, serta ketersediaan layanan infrastruktur seperti air, listrik, telekomunikasi, jalan, dan pembuangan limbah. PT. AZI Cikarang Site melakukan pembangunan dengan memenuhi persyaratan CPOB tersebut, yang ditunjukkan oleh lokasi perusahaan yang dibangun di kawasan industri Jababeka Cikarang, sehingga meminimalkan pencemaran baik polusi udara, air, maupun tanah ke area hunian penduduk. Selain itu, lokasi tersebut terjangkau oleh layanan infrastruktur yang cukup baik, seperti listrik yang dipasok oleh Bekasi Power, air yang dipasok oleh Jababeka Water Treatment Plant, dan pengolahan limbah, antara lain pengolahan limbah B3 yang dilakukan oleh Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dan limbah domestik oleh Jababeka Infrastructure. Bangunan dan fasilitas yang terdapat di PT. AZI Cikarang Site memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya dengan kegiatan operasional yang akan dilakukan, serta dirawat dengan baik sesuai dengan kriteria CPOB. PT. AZI Cikarang Site juga memiliki sarana penunjang seperti kantin, loker pria dan wanita, dan kelengkapan lainnya. Pada bangunan dan fasilitas yang terdapat di lingkungan pabrik dilakukan pengaturan terhadap listrik, penerangan, suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara untuk menghindari

66 dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penyimpanan dan pengemasan produk, serta menjaga kenyamanan bekerja bagi karyawan di area produksi maupun di area office. Ruangan produksi dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban, dan sirkulasi udara agar sesuai dengan proses yang dilakukan di masing-masing ruangan. Perlindungan terhadap hewan pengganggu seperti serangga, burung, binatang pengerat, kutu, dan hewan lain atau yang disebut dengan pest control juga dilakukan di seluruh bangunan dan fasilitas yang berada di lingkungan PT. AZI Cikarang Site melalui pihak ketiga, yaitu PT. ISS, oleh satu orang personil IPM (Integrated Pest Management). Ruangan produksi di PT. AZI Cikarang Site masih ada yang belum aktif disebabkan belum dilakukannya kegiatan formulasi dan manufacturing di lingkungan pabrik ini. Area yang digunakan untuk kegiatan produksi yang sedang berjalan maupun yang belum aktif selalu dibersihkan setiap hari dengan prosedur pembersihan sesuai dengan SOP (Standard Operational Procedure). Ruangan yang telah aktif diantaranya adalah ruangan dispensing, bulk staging, washing room, dan primary dan secondary packaging room, sedangkan ruangan yang belum aktif antara lain ruangan granulating room, milling room, tablet press, spare room, cleaned equipment storage, intermediate product storage dan in process control room. Seluruh ruangan yang disebutkan di atas terdapat di kelas E, kecuali ruangan pengemasan sekunder (secondary packaging room) yang berada di kelas F. Untuk memudahkan pembersihan dan mencegah rembesan air pada dinding maupun lantai ruangan, seluruh permukaan dinding, lantai, dan langitlangit bagian dalam area produksi dilapisi bahan kedap air, licin, dan tahan goresan roda dan logam sehingga mudah dibersihkan, misalnya bahan epoksi. Konstruksi lantai di area produksi juga dibuat dari bahan kedap air dengan permukaan rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Tiap sudut ruangan di area produksi dibuat melengkung sehingga mudah untuk dibersihkan, serta dalam proses sanitasi dan perawatan lainnya. Celah antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu dan pipa didesain sedemikian rupa menggunakan sealant yang dapat menangkap

67 debu agar tidak terperangkap pada celah rangka, namun mudah dibersihkan, sehingga dapat mengurangi kontaminasi. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barrier terhadap pencemaran antar ruangan selalu ditutup jika sedang tidak digunakan. Langit-langit di area produksi dibangun dengan menggunakan panel sandwich yang mendukung berat tambahan untuk memungkinkan akses personil untuk tujuan pemeliharaan pada bagian atasnya, sesuai dengan kriteria GMP. Seluruh bagian langit-langit area produksi juga dapat diakses melalui Technical Room yang memuat seluruh sistem pengolahan udara dan air di PT. AZI Cikarang Site. Bangunan untuk lokasi area produksi dibuat bersebelahan dengan gudang, namun akses menuju area produksi dan akses ke area warehouse dibuat berbeda. Terdapat ruangan antara gudang dan area produksi sebagai ruang transit untuk transfer material dari gudang menuju area produksi atau sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyebaran debu dari gudang ke area produksi. Selain itu, terdapat gowning area dengan airlock untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi dari debu yang terbawa oleh karyawan masuk ke area produksi. Area penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status material yang bersangkutan, yakni material karantina (quarantine), material yang disetujui (released), dan material yang ditolak (rejected). Penyimpanan material di warehouse juga dibedakan berdasarkan suhu penyimpanan dan tipe material, apakah termasuk produk ruahan, produk jadi, bahan baku, atau bahan pengemas. Berdasarkan suhu penyimpanannya, warehouse dibagi menjadi 2 area, yaitu cool warehouse dan ambient warehouse. Cool warehouse digunakan untuk penyimpanan produk ruahan dan produk jadi, dimana area ini merupakan area penyimpanan yang suhunya terkontrol atau disesuaikan dengan kondisi penyimpanan produk, yaitu 25 C. Ambient warehouse digunakan untuk penyimpanan bahan pengemas (botol, tutup botol, boks, karton) dan label, yang tidak membutuhkan pengaturan suhu yang khusus. Namun demikian, pada praktiknya, seluruh bahan pengemas dan label saat ini masih disimpan di cool warehouse di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site, karena di bagian dalam cool warehouse masih terdapat area yang cukup luas, cukup sebagai tempat menyimpan dan kondisinya masih sesuai untuk penyimpanan bahan pengemas

68 dan label, sehingga dengan diletakkan pada area tersebut dapat memudahkan dalam pengangkutan ke area packaging. Selain itu, adanya bahan pengemas dan label di area cool warehouse dapat memberikan penjagaan yang lebih baik pada bahan tersebut, serta dapat dipastikan tidak mengganggu produk ruahan maupun produk jadi yang disimpan pada cool warehouse. Bersebelahan dengan ambient warehouse, terdapat sampling room, rejected area, dan hazardous waste room. Keseluruhan area warehouse merupakan kelas G, kecuali sampling room yang merupakan ruang kelas E. Sampling room digunakan untuk mengamati kondisi visual botol dan tutup yang digunakan dalam pengemasan primer, serta mengambil contoh botol dan tutup untuk dianalisa di laboratorium bahan pengemas (Packaging Material Laboratory). Rejected area digunakan untuk menyimpan barang-barang maupun material yang direject oleh QA Unit, sedangkan hazardous waste room digunakan untuk menyimpan limbah berbahaya (limbah B3). Barang-barang di rejected area yang termasuk limbah B3 dipisahkan dan dikelola oleh pihak ketiga bersama dengan limbah dari hazardous waste room. Pihak yang menjadi pengelola limbah B3 dari PT. AZI Cikarang Site adalah PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri), sedangkan untuk limbah domestik dikelola oleh Jababeka Infrastructure. Laboratorium pengawasan mutu di PT. AZI Cikarang Site juga telah memenuhi persyaratan CPOB. Laboratorium pengawasan mutu terdiri dari laboratorium bahan pengemas, laboratorium preparasi, laboratorium mikrobiologi, serta laboratorium kimia dan fisika. Laboratorium termasuk dalam kelas G, kecuali laboratorium mikrobiologi yang merupakan area kelas E. Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan untuk laboratorium mikrobiologi dipisahkan dari koridor luar dengan ruang ganti pakaian atau gowning area. Seluruh bangunan PT. AZI Cikarang Site terawat dengan baik, senantiasa terjaga dalam kondisi rapid an bersih, serta dilengkapi dengan peralatan dan utility yang menunjang pelaksanaan kegiatan operasional perusahaan, dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan, dan keselamatan kerja, serta kelestarian lingkungan sekitar. Selain itu, setiap bangunan PT. AZI Cikarang Site dilengkapi dengan pintu emergency sebagai jalan keluar dalam

69 keadaan darurat, namun dalam kondisi normal pintu-pintu tersebut ditutup rapat untuk mencegah terjadinya kontaminasi debu maupun masuknya pest Peralatan PT. AZI Cikarang Site menggunakan alat yang memadai dalam proses produksi dan utility yang diperlukan dalam kegiatan operasional lainnya, baik dari segi desain dan konstruksinya, ukuran, maupun kualifikasi dan spesifikasinya. Peralatan yang digunakan oleh PT. AZI Cikarang Site selalu dikualifikasi sesuai dengan standar GMP agar kualitas produk yang dihasilkan terjamin, serta untuk memudahkan perawatan dan pembersihan peralatan tersebut. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan produk ruahan atau produk jadi terbuat dari stainless steel yang bersifat inert, sehingga tidak menimbulkan reaksi yang mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk di luar batas yang ditentukan. Peralatan didesain sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, serta dilakukan validasi bagi prosedur pembersihan alat. Peralatan yang digunakan ditempatkan secara tepat dan sesuai dengan fungsinya, serta dibersihkan dengan teratur sesuai dengan jadwal dan prosedur yang ditetapkan untuk mencegah kontaminasi yang dapat mengubah identitas, kualitas, atau kemurnian suatu produk. Validasi prosedur pembersihan dilakukan pada setiap peralatan yang termasuk parameter kritis, sebagai verifikasi bahwa prosedur tersebut reprodusibel dan dapat membersihkan peralatan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Seluruh mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau label status. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan label bersih, sedangkan mesin yang telah digunakan diberikan label kotor. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari produk yang diproses sebelumnya pada alat tersebut. Alat-alat dan mesin dibersihkan setiap kali akan digunakan serta setiap pergantian bets. Peralatan utama diberikan tanda dengan nomor identitas yang jelas. Seluruh peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu, meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat secara rutin diperiksa ketepatatannya dan dikalibrasi

70 sesuai dengan program dan prosedur yang ditetapkan. Pada setiap peralatan yang akan digunakan untuk analisis harus dipastikan bahwa kalibrasi peralatan tersebut masih berlaku pada periode penggunaannya, sehingga hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dapat diperoleh. Pemeriksaan dan kalibrasi yang dilakukan harus selalu didokumentasikan dan hasilnya disimpan dengan baik. Pemeriksaan alat, kalibrasi, dan dokumentasinya dilakukan oleh Engineering Department yang bekerja sama dengan pihak ketiga yang telah memiliki sertifikat kalibrasi. Jika terdapat kerusakan pada mesin yang tidak dapat diatasi oleh departemen Engineering, maka tindakan perbaikannya akan diserahkan pada supplier. Di samping setiap alat harus terdapat SOP penggunaan mesin tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pengoperasian alat tersebut. Setiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi dengan log book yang menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan serta dilengkapi dengan keterangan tanggal dan waktu Sanitasi dan Higiene PT. AZI Cikarang Site menerapkan prinsip sanitasi dan higiene yang sesuai dengan ketentuan CPOB, meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan baku dan bahan pengemas, serta segala hal yang dalam praktiknya dapat menjadi sumber kontaminan bagi produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan, sehingga penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses produksi. Sanitasi dan higiene juga memberikan dampak yang positif bagi karyawan dalam rangka penerapan SHE (Safety, Health, and Environment), yang diterapkan oleh PT. AZI Cikarang Site. Sanitasi bangunan dan fasilitas dilakukan secara rutin. Sanitasi area produksi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen GA&P dan departemen produksi. Setelah proses produksi selesai, operator wajib membersihkan alat atau mesin sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan melakukan pembersihan ruangan. Pembersihan dan penyimpanan peralatan dilakukan di ruangan terpisah dari ruangan pengolahan produk, yaitu di washing room.

71 Pembersihan mesin produksi dibagi atas 2 jenis, yaitu total cleaning dan dry cleaning. Total/wet cleaning dilakukan pada proses penggantian produk dengan bahan aktif yang sama dari dosis tinggi ke dosis yang lebih rendah, atau dari produk yang sebelumnya tidak disalut ke produk yang juga tidak disalut sehingga berisiko mengalami perubahan warna, atau dari produk yang tidak disalut ke produk yang disalut, atau penggantian produk yang akan dibuat pada line tersebut dengan bahan aktif yang berbeda. Dry cleaning dilakukan pada penggantian produk dengan bahan aktif sama dari dosis yang rendah ke dosis yang lebih tinggi, atau penggantian bets produk dengan bahan aktif yang sama dimana produk sebelumnya dan produk yang akan berjalan disalut, atau dari produk yang disalut ke produk yang tidak disalut. Dry cleaning juga dilakukan jika alat pada line akan digunakan kembali setelah bets yang sebelumnya selesai (Efendy, 2012). GA&P bertanggung jawab dalam proses cleaning di area perusahaan, baik di area GMP maupun non-gmp, serta dalam pengendalian hama dan binatang pengerat. Kedua proses tersebut dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengolahan limbah dilakukan oleh pihak ketiga, baik pengolahan limbah B3 maupun limbah domestik. Pengendalian hama dan binatang pengerat dilakukan untuk mencegah gangguan dari serangga dan hewan lainnya yang dapat mengkontaminasi area PT. AZI Cikarang Site, terutama pada area produksi. Pengendalian hama tersebut dilakukan oleh departemen Integrated Pest Management (IPM) dari PT. ISS sebagai pihak ketiga yang membantu PT. AZI Cikarang Site dalam pengelolaan kebersihan. PT. AZI Cikarang Site juga memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, serta kelestarian dan kebersihan lingkungan agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya. Setiap karyawan dan lingkungannya agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya. Setiap karyawan PT. AZI Cikarang Site menjalani pemeriksaan kesehatan (medical check up) setiap tahun. Personil dan tamu yang mengidap penyakit atau luka terbuka dilarang untuk bekerja di area produksi. Tindakan nyata dalam bidang sanitasi dan higiene yang telah dilaksanakan oleh departemen QA & SHE adalah mengadakan pelatihan yang menyangkut kesehtaan, keselamatan kerja, dan lingkungan.

72 Prosuder higiene perorangan diantaranya berupa persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung dan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai dan diberlakukan bagi seluruh personil dan tamu tanpa kecuali. Perlengkapan yang harus dikenakan sebelum memasuki area produksi antara lain penutup rambut, sepatu khusus atau disposable shoe cover, masker, dan sarung tangan. Operator atau tamu yang akan masuk ke area dimana terdapat bulk atau produk ruahan harus menggunakan sarung tangan sebelum masuk dan sarung tangan tersebut harus dibuang di area tersebut untuk mencegah kontaminasi silang. Perlengkapan yang harus digunakan di area warehouse biasanya berupa helm pelindung untuk mencegah bahaya kecelakaan kerja. Cara penggunaan pakaian khusus dan perlengkapan perlindungan diri terdapat di setiap ruang ganti pakaian, baik ruang ganti menuju laboratorium, sampling room dan area produksi, serta sebelum masuk ke dalam area warehouse. Apabila karyawan hanya bekerja pada area pengemasan sekunder (secondary packaging room) menggunakan baju kerja atasan dan bawahan, penutup kepala, kaos kaki dan sepatu kerja, sedangkan personil yang bekerja pada area pengemasan primer (primary packaging room) harus menggunakan overall karyawan di luar baju kerja. Personil yang akan masuk ke laboratorium mikrobiologi dan sampling room menggunakan overall di luar baju rumah, sepatu kerja, dan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan. Pakaian kerja digunakan pada setiap ruang ganti (gowning room) dan di dalamnya juga terdapat wastafel untuk mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja di laboratorium atau sampling room tersebut. Personil yang hendak meninggalkan area kerjanya, seperti pada saat makan siang, harus mengganti pakaian kerja dengan pakaian rumah dan mengganti kaos kaki dan sepatu kerja dengan sepatu rumah. Pakaian kerja diganti segera jika kotor atau setidaknya dua hari sekali sesuai dengan SOP yang berlaku. Pakaian kerja juga tidak boleh digunakan di toilet dan harus disimpan secara teratur dalam loker yang bersih (Nugroho, 2009). Bangunan PT. AZI Cikarang Site dilengkapi dengan toilet dan wastafel dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari lokasi kerja karyawan. Seluruh peralatan yang terdapat di dalam toilet harus dibersihkan menurut

73 prosedur yang telah ditetapkan dan dijaga agar tetap dalam kondisi bersih. Alat yang akan digunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan harus disimpan dalam kondisi bersih dan diperiksa ulang kebersihannya sebelum digunakan. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur tersebut efektif dan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dan persyaratan kebersihan alat dan ruangan. Di area tertentu, seperti laboratorium kimia dan fisika terdapat eye washer dan water shower yang dapat digunakan sebagai pertolongan pertama saat terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti terkena reagen atau zat kimia berbahaya. Tabung pemadam kebakaran dan kotak P3K juga terdapat di berbagai lokasi serta mudah ditemukan. Kegiatan yang berpotensi mengkontaminasi lingkungan seperti makan dan minum hanya dapat dilakukan di ruangan tertentu seperti area office, kantin, atau pantry, sedangkan merokok sama sekali tidak diperbolehkan karena PT. AZI Cikarang Site merupakan area bebas rokok Produksi Proses produksi yang dilakukan di PT. AZI Cikarang Site dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin produksi dan izin edar (registrasi) dari BPOM. Perusahaan ini untuk sementara hanya melakukan proses pengemasan primer dan sekunder, mulai dari penerimaan produk ruahan dari manufacturing site, pengemasan produk ruahan ke dalam botol sebagai kemasan primer, dilanjutkan dengan pemberian label dan pengemasan sekunder ke dalam boks dan karton. Selain proses pengemasan primer dari produk ruahan, PT. AZI Cikarang Site juga melakukan proses pengemasan sekunder ulang (repacking) dan pemberian stiker askes/stiker hologram AstraZeneca (redressing). Produk yang diproses dengan repacking adalah produk yang kemasan aslinya belum memenuhi persyaratan registrasi di negara tempat produk tersebut akan dijual, misalnya apabila akan dijual di Indonesia, nama generiknya memiliki ukuran kurang dari 80% dari nama dagangnya, atau tidak ada label obat keras. Pada kemasan yang baru nantinya

74 akan ditambahkan label yang dibutuhkan seperti label obat keras, Harga Eceran Tertinggi, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa. Produk yang diproses dengan redress merupakan produk yang kemasannya telah didesain agar memenuhi syarat registrasi di negara tempat produk tersebut akan dijual dan bisa langsung dijual dengan kemasan aslinya, sehingga hanya perlu ditambah stiker hologram AstraZeneca atau stiker hologram Askes. Proses produksi di PT. AZI Cikarang Site dilaksanakan oleh operator dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan produk ruahan dan produk jadi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan didokumentasikan. Semua bahan yang diterima oleh Departemen Produksi harus diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan kesesuaiannya dengan pemesanan, yakni diperiksa PON (Product Order Number) dan transfer note barang tersebut. Wadah yang akan digunakan selalu dibersihkan dan diberi penandaan dengan data yang sesuai dengan bahannya. Ruangan produksi memiliki airlock sebagai ruang antara yang membatasi ruang produksi dan lingkungan luar. Setiap ruangan di kelas F dan E bagian produksi dilengkapi dengan Magnehelic yang mampu mengukur perbedaan tekanan udara antara ruangan produksi dengan koridor di luarnya, dimana perbedaan yang diinginkan tidak boleh kurang dari 20 kpa. Tekanan udara di dalam ruangan produksi lebih tinggi daripada koridor di luar untuk mencegah kontaminan masuk dari luar ke dalam ruangan produksi. Semua bahan pengemas dan produk ruahan yang digunakan dalam kegiatan produksi terlebih dahulu harus telah dinyatakan lulus (released) oleh bagian pengawasan mutu (QC), kemudian dipindahkan dari gudang ke area pengamasan melewati ruang transit material menggunakan sistem airlock. Pemindahan barang dilakukan di atas palet plastik untuk menghindari kontaminasi partikel dengan menggunakan forklift atau stacker di area gudang, atau troli stainless steel untuk area produksi. Proses pengemasan primer dilakukan di ruangan kelas E, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di ruangan kelas F. Setelah transfer material ke area produksi, proses packaging dimulai, namun sebelumnya harus dilakukan line clearance untuk memastikan bahwa peralatan dan jalur pengemasan serta ruangan berada dalam keadaan bersih dan

75 bebas dari produk lain yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Proses pengemsan dilaksanakan dengan pengawasan ketat dengan menggunakan sensor berat dalam proses pengisian dan sensor tekanan dalam proses penutupan botol, sehingga identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kualitas produk yang telah dikemas tetap terjamin. Botol ditutup dengan sistem child proof yang tidak dapat dibuka oleh anak-anak. Penandaan pada label, dus, dan komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya juga diawasi dengan menggunakan sensor secara digital yang akan mereject produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Selama proses pengemasan berlangsung, dilakukan In Process Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan setiap 30 menit oleh personil produksi. IPC yang dilaksanakan di ruang pengemasan primer antara lain meliputi kesesuaian jumlah tablet di dalam botol dan mengukur nilai energi/tenaga putar (torque) dari tutup yang terpasang pada botol produk. IPC yang dilakukan di ruang pengemasan sekunder mencakup pemastian kesesuaian label sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, khususnya batch number, expired date, dan Harga Eceran Tertinggi (HET), sedangkan personil QC hanya melakukan IPC di awal, tengah, dan akhir proses pengemasan yang berlangsung. Apabila pada proses ditemukan kelainan atau kegagalan, atau ditemukan deviasi berupa penyimpangan berjalannya proses, maka harus dilakukan penyelidikan, diatasi sementara untuk menyelamatkan bets dan mencegah perluasan penyimpangan, serta didokumentasikan. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan dihitung persen rekonsiliasinya, dicatat, kemudian dihancurkan. Produk jadi yang memenuhi syarat juga dikemas dalam karton sebagai kemasan tersier (Carton Box Outer/CBO), dan selanjutnya dibawa ke gudang produk jadi untuk dikarantina. Produk jadi diangkut dengan cara sedemikian rupa sehingga keutuhannya terjaga dan disimpan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai. Catatan pengiriman yang minimal mencantumkan tanggal pengiriman, nama dan alamat pengirim, uraian tentang produk, kondisi pengangkutan dan penyimpanan dibuat dan disimpan. Seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan proses produksi salah satu bets disimpan dalam satu folder yang mudah diakses dan tersedia jika diminta

76 oleh pihak internal maupun audit eksternal. Proses penyimpanan dan distribusi produk jadi berada di bawah pengawasan bagian warehouse Pengawasan Mutu Pengawasan mutu di PT. AZI Cikarang Site secara menyeluruh dilakukan oleh QC (Quality Control) yang termasuk dalam departemen QA & SHE. Pengawasan mutu berperan untuk memastikan bahwa produk dan material yang digunakan dalam pembuatan produk memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya serta memenuhi persyaratan internal, regulatori, dan standar di negara tujuan edar produk, secara konsisten dan berkesinambungan. Departemen QA & SHE dibagi atas dua sub-departemen, yaitu QA & SHE (Quality Assurance & Safety, Health and Environment) dan QC (Quality Control). Sub-departemen QA & SHE bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan dan diterima dari manufacturing site berkualitas tinggi, serta mengimplementasikan, memonitor, dan memperbarui sistem manajemen mutu sesuai dengan standar AstraZeneca dan regulasi lokal, melaksanakan GMP, mengadakan pelatihan SHE, dan bertanggung jawab terhadap dokumentasi, validasi, kualifikasi dan kalibrasi, penanganan penyimpangan dan hasil uji di luar spesifikasi, inspeksi diri dan audit internal, pengendalian terhadap perubahan, audit supplier, penanganan distribusi obat jadi, serta penanganan keluhan. Sub-departemen QC bertanggung jawab terhadap pengujian kimia dan fisika serta mikrobiologi yang berhubungan dengan komponen pengemasan dan produk ruahan untuk memastikan bahwa bahan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Aktivitas QC tidak terbatas hanya pada kegiatan laboratorium saja, melainkan juga terlibat aktif dalam pengambilan contoh, analisis, pengujian sampel, serta keputusan yang terkait dengan mutu produk (Astuti, 2012). PT. AZI Cikarang Site telah memiliki saran laboratorium pemeriksaan yang baik. Ada empat laboratorium di bagian QC, yaitu laboratorium bahan pengemas, laboratorium preparasi, laboratorium mikrobiologi, dan laboratorium kimia dan fisika. Di dalam laboratorium bahan pengemas dapat dilakukan identifikasi bahan pengemas dapat dilakukan identifikasi bahan pengemas untuk

77 melihat apakah bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah dipersyaratkan. Laboratorium preparasi ditujukan untuk melakukan penyiapan media dan sampel, serta melakukan sterilisasi panas dan basah terhadap alat-alat yang akan digunakan untuk melakukan pengujian di laboratorium mikrobiologi. Laboratorium mikrobiologi digunakan untuk melakukan pengujian larutan yang digunakan selama proses produksi secara mikrobiologi dan pengujian lain yang berhubungan dengan mikroorganisme, sedangkan laboratorium kimia dan fisika digunakan untuk melakukan pengujian yang bersifat fisika dan kimia, seperti ph, konduktivas, serta pembuatan reagen kimia, termasuk larutan disinfektan. Dalam melakukan tugasnya, seluruh personil diwajibkan untuk menggunakan pakaian pelindung dan alat pengaman diri, seperti masker dan sarung tangan, disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilakukan di dalam laboratorium. Di dalam laboratorium kimia dan fisika, larutan reagen yang akan dibuat diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, serta batas waktu penggunaan pereaksi. Pengawasan mutu di PT. AZI Cikarang Site tidak bertanggung jawab kepada bagian produksi, sehingga bagian pengawasan mutu dapat bekerja secara independen tanpa pengaruh pihak lain. Pengawasan mutu ini dilakukan terhadap bahan pengemas, produk ruahan sampai produk jadi yang siap digunakan, termasuk di dalamnya penilaian terhadap supplier dan distributor Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok Inspeksi diri dilakukan untuk menilai kesesuaian antara seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu dalam industri farmasi dengan ketentuan CPOB dan GMP, serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil sebagai langkah perbaikan jika terjadi suatu penyimpangan. Program inspeksi diri merupakan langkah peninjauan kebali sarana dan prasaran kerja, serta seluruh tata kerja perusahaan yang dapat memberikan pengaruh terhadap mutu produk. Kegiatan inspeksi diri harus dilakukan secara rutin untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara kontinu dan dapat dilakukan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadinya penarikan kembali produk jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Inspeksi juga harus dilakukan secara sistematis, artinya

78 terdapat langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk mendapatkan standar inspeksi yang seragam. Inspeksi yang dilakukan harus objektif, dimana inspeksi dilakukan oleh pihak yang tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa dan memiliki kompetensi sebagai internal auditor. Audit yang dilakukan di PT. AZI Cikarang Site bersifat internal, misalnya terhadap sistem, prosedur, dan data atau dokumen lainnya, serta eksternal, yaitu terhadap kontraktor dan vendor. Audit internal atau inspeksi diri yang dilakukan di PT. AZI Cikarang Site dilaksanakan satu tahun sekali dengan rencana audit yang dibagi per unit atau per departemen, yaitu tiap departemen diaudit oleh minimal 3 orang dari departemen lain. Secara global, PT. AZI Cikarang Site akan diaudit oleh Global QA atau Global Compliance Group setiap tahunnya. Pelaksanaan audit internal dilakukan oleh suatu tim yang beranggotakan minimal tiga personil yang berasal dari departemen lain dan dipimpin oleh seorang lead auditor. Lead auditor adalah personil yang kompeten dan telah melakukan pelatihan sebagai internal auditor, memiliki pengalaman dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan inspeksi, dibuktikan dengan adanya sertifikat pelatihan. Auditor juga harus independen dan memahami peraturan atau regulasi terkait dengan departemen yang diaudit, baik secara teoritis maupun secara praktis. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective action and Preventive Action) akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan bila pada saat audit ditemukan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku, dimana SOP tersebut berasal dari Global Reference, GMP, dan CPOB. Laporan audit internal mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta batas waktu kapan tindakan tersebut harus diimplementasikan secara lengkap. Seluruh prosedur, catatan, dan laporan audit internal di PT. AZI Cikarang Site selama tahun didokumentasikan dan disimpan oleh departemen QA & SHE. Laporan inspeksi ini selanjutnya dilaporkan kepada QA & SHE Manager yang akan mengevaluasi

79 laporan dan menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang kembali. Audit mutu adalah kegiatan pelengkap inspeksi diri, yang meliputi pemeriksaan dan penilaian seluruh maupun sebagian sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu di PT. AZI Cikarang Site dilaksanakan oleh tim WWAG (World Wide Audit Group). Audit mutu dilakukan secara berkala, minimal satu tahun sekali. Audit mutu juga harus dilakukan terhadap pemasok (supplier) dan penerima kontrak, yang meliputi pemenuhan standar GMP dan CPOB sesuai dengan kebutuhan AstraZeneca. Audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar seperti Badan POM, TGA, dan TFDA terhadap PT. AZI Cikarang Site, yang merupakan badan pengawasan obat dan makanan dari negara-negara tujuan pemasaran berbagai produk AstraZeneca dari PT. AZI Cikarang Site. Hasil audit dapat dibedakan atas Critical Observation, Major Observation, dan Minor Observation. Critical Observation adalah penyimpangan yang langsung akan menyebabkan terjadinya risiko yang signifikan dan langsung terhadap kualitas produk, keamanan pasien, atau integritas data. Critical observation diperlukan tindakan perbaikan yang segera serta dilaporkan kepada unit manajemen mutu. Seluruh critical observation harus dilaporkan kepada manajemen senior secara global melalui Compliance Issue. Major Observation berpotensi menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kualitas produk, keamanan pasien, dan integritas data, sedangkan minor observation adalah hasil audit yang tidak terlalu tinggi potensinya untuk menyebabkan dampak negative terhadap mutu produk, namun tetap memerlukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta saran untuk meningkatkan sistem atau prosedur maupun implementasinya. Selain internal audit, PT. AZI Cikarang Site juga melakukan audit kepada pihak luar (vendor audit), yaitu pemasok dan distributor yang bekerja sama dengan PT. AZI Cikarang Site agar tetap memenuhi standar yang diterapkan di PT. AZI Cikarang Site secara berkala (Astuti, 2013).

80 4.9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Menurut CPOB, semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dnegan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, harus disusun suatu sistem yang mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Keluhan yang ditangani di PT. AZI Cikarang Site dapat berasal dari pihak internal AZI kepada manufacturing site, atau dari pihak eksternal kepada AZI, yakni dari distributor, Health Care Professional, atau pemerintah, baik secara lisan maupun tertulis, dengan atau tanpa sampel, dan terjustifikasi maupun tidak terjustifikasi. Klasifikasi keluhan di PT. AZI Cikarang Site berdasarkan jenisnya antara lain adalah: a. Product Quality Complaints (PQC), merupakan keluhan akibat terjadinya kerusakan secara fisik dalam formulasi produk atau kemasannya, namun tidak termasuk keluhan pelanggan mengenai jumlah, harga, transportasi ataupun pengiriman. b. Supply & Logistic Complaints (S&L), merupakan keluhan yang berkaitan dengan proses bisnis, mencakup pengangkutan, pengumpulan, dan transportasi produk dari unit AstraZeneca yang merupakan tempat produksinya ke unit AstraZeneca yang akan melakukan proses lebih lanjut atau melakukan pemasaran produk melalui Marketing Company. c. Product Security Complaints, merupakan laporan terhadap adanya indikasi pemalsuan terhadap produk AstraZeneca. Selain itu, berdasarkan asal laporannya, keluhan dibagi juga menjadi dua, yaitu Internal Complaint dan External Complaint. Internal complaint merupakan keluhan yang muncul dari internal unit AstraZeneca, atau antara AstraZeneca dengan unit AstraZeneca lainnya. Keluhan berupa internal complaint dapat terkait dengan kemasan untuk produk yang akan langsung diedarkan atau dalam pengiriman bulk produk ruahan. Keluhan internal dapat berupa PQC atau S&L complaint. Keluhan yang berasal dari kontraktor mengenai material yang diperoleh dari AstraZeneca juga termasuk ke dalam internal complaints. External

81 complaints merupakan yang muncul dari individu maupun organisasi di luar AstraZeneca. Keluhan dapat berasal dari wholesalers, dokter, rumah sakit, apotek, atau pasien. External complaints dapat termasuk dalam PQC atau Product Security Complaints. Seluruh karyawan AstraZeneca yang mengetahui adanya keluhan yang berasal dari luar AstraZeneca (external complaints) bertanggung jawab untuk melaporkannya ke Medical Department AstraZeneca. Pelanggan yang memiliki keluhan juga dapat langsung melaporkan keluhan kepada kantor AstraZeneca, biasanya keluhan diterima oleh Marketing Company AstraZeneca jika keluhan berasal dari konsumen langsung. Pelanggan yang melayangkan keluhan (complainant) atau karyawan AstraZeneca yang menerima keluhan tersebut akan mengisi Complaint Form atau formulir keluhan secara langsung tanpa ditunda. Barang yang menjadi objek keluhan dijadikan sebagai sampel complaint dan dikirimkan kepada distributor lokal untuk penggantian produk jika memungkinkan, atau jika keluhan berasal dari distributor, maka PT. AZI Cikarang Site akan memberikan penggantian produk pada pembelian produk selanjutnya. Medical Department yang menerima laporan keluhan akan melakukan evaluasi apakan keluhan terkait dengan efek samping (adverse effect) yang merugikan atau tidak. Jika keluhan memiliki efek samping yang membahayakan pasien, Medical Department akan melaporkan keluhan ke JASPER dan QA, kemudian disubmit ke sistem GCM (Global Complaint Management) dan Global Patient Safety dengan nomor yang sesuai dengan timeline sistem. Jika keluhan tidak terkait dengan efek samping yang membahayakan pasien, yang berarti murni merupakan keluhan atas kualitas produk, Medical Department akan meneruskan keluhan kepada QA, kemudian QA akan memasukkan keluhan tersebut ke dalam Complaint Form GCM beserta sampel yang tersedia. Biasanya QA PT. AZI Cikarang Site menyertakan foto sampel dalam submit laporan keluhan ke sistem GCM. Laporan keluhan yang valid adalah yang diterima dalam waktu paling lambat 24 jam setelah complaint form diserahkan kepada AZI.

82 Bagi keluhan yang terkait dengan efek samping (combined complaint), Medical Department akan mengirimkan surat balasan kepada pelanggan berdasarkan hasil investigasi, sedangkan bagi keluhan yang murni merupakan keluhan terhadap mutu produk, surat balasan akan dibuat dan dikirimkan oleh QA. Investigasi biasanya dilakukan oleh pihak manufacturing site, yaitu pihak AstraZeneca yang melakukan formulasi, produksi, dan pengemasan produk. Internal Product Quality Complaint dapat muncul dari hasil temuan kerusakan fisik produk selama pengemasan. PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site tidak melakukan pengujian kembali terhadap produk yang sudah dikemas sekunder dari AstraZeneca UK atau Swedia yang akan diedarkan di Indonesia sehingga inspeksi produk hanya dilakukan secara visual. Apabila penyebab kerusakan tersebut adalah Supplying Site atau AstraZeneca yang mengirimkan produk tersebut kepada PT. AZI Cikarang Site, maka dilaporkan dalam Form Pengembalian Material Rusak yang diteruskan kepada unit QA. QA kemudian akan meneruskan laporan beserta bukti foto sebagai sampel komplain pada sistem GCM dan diajukan kepada supplying site. Biasanya komplain tersebut akan langsung ditangani oleh supplying site, sehingga disebut juga coordinating site. Apabila terdapat keluhan yang termasuk kategori Supply & Logistic Complaint (S&L), yang berasal dari PT. AZI Cikarang site kepada AstraZeneca site lain maupun dari AstraZeneca lain kepada PT. AZI, keluhan tersebut dilaporkan dalam Cargo/Damage Material Report dan diteruskan kepada QA & SHE Manager. QA akan mengajukan keluhan kepada supplying site melalui sistem GCM. Jika keluhan berasal dari AstraZeneca lain kepada PT. AZI, maka QA akan menugaskan departemen yang terkait untuk melaksanakan investigasi untuk menelusuri root cause keluhan, kemudian menyetujui dan menutup laporan keluhan tersebut. Product Security Complaint dapat dilaporkan oleh karyawan AstraZeneca maupun orang yang mengetahui adanya peredaran produk palsu. Pelapor bertanggung jawab untuk melengkapi Suspect Product Sighting Form dan melaporkannya kepada Regulatory Affair Department untuk diteruskan melalui sistem Global Security. Sampel yang dicurigai tersebut sebaiknya disimpan dalam

83 kondisi tersegel sebagai barang bukti (evidence bag). Jika keluhan berasal dari distributor atau sumber lain, Regulatory Manager atau yang mewakili dapat mengisi Suspect Product Sighting Form dan mengirim laporan tersebut ke Regulatory Affair Department. Regulatory Affair akan melakukan penilaian awal terhadap produk atau kemasan dengan membandingkan barang bukti terhadap kemasan asli yang merupakan pertinggal di PT. AZI - Cikarang site dan hasil penilaian tersebut disubmit ke dalam sistem GCM. Produk yang dicurigai tersebut akan diinvestigasi lebih lanjut di authentication site. Pengawasan terhadap produk dilakukan secara berkala untuk mencegah keluhan yang sama terulang kembali, serta untuk mencegah timbulnya keluhan lainnya yang berkaitan dengan mutu, sistem distribusi, maupun peredaran produk obat. Tindak lanjut dari keluhan yang ditujukan pada PT. AZI Cikarang Site dapat berupa penggantian produk maupun penarikan produk, serta dilakukan berbagai tindakan perbaikan atau tindakan lainnya yang tepat untuk menangani keluhan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan. Proses product recall adalah proses penarikan kembali produk dari satu atau beberapa bets, atau seluruh bets tertentu dari peredaran di pasaran. Penarikan kembali produk obat jadi dilakukan bila ditemukan ada produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi menurut CPOB dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena ada masalah dalam stabilitas, ada laporan keluhan yang menurut investigasi memberikan pengaruh pada beberapa bets lainnya, dan masalah lainnya) atau perintah dari Badan POM atau badan otoritas lainnya (misalnya karena ada keluhan dari segi medis atau adanya kandungan bahan yang melebihi batas aman). Seluruh masalah yang berkaitan dengan mutu produk harus diberitahukan kepada unit QA & SHE, untuk kemudian dikaji ulang sehingga dapat disimpulkan apakah masalah tersebut berpotensi menyebabkan masalah yang harus ditangani dengan penarikan produk. Penarikan kembali produk harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan hasil pemeriksaan sampel pertinggal diperoleh. Produk yang ditarik kembali akan diterima oleh warehouse, kemudian dibuat laporan penerimaan dan berita acara pemusnahannya ketika dimusnahkan.

84 Produk kembalian adalah obat jadi yang telah didistribusikan oleh pihak ketiga, baik berupa apotek, rumah sakit, maupun PBF, yang kemudian dikembalikan ke PT. AstraZeneca karena adanya keluhan terkait mutu produk, kadaluarsa, atau alasan lain, misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan. Dalam penanganan produk kembalian diterapkan prosedur tetap yang mencakup penyelidikan dan analisis produk kembalian, sehingga ditetapkan apakah produk harus dimusnahkan atau dapat diproses kembali (rework atau reprocess). Produk obat kembalian disimpan di warehouse pada tempat khusus dan dikarantina untuk menunggu keputusan dari QC. Produk kembalian juga melibatkan unit QA & SHE, yakni dalam tanggung jawab pemeriksaan dokumen yang menyertai pengembalian produk, menyaksikan dan membuat berita acara proses pemusnahan bersama unit Warehouse, dan membuat label Reject untuk produk yang cacat (defective), kadaluarsa (expired), dan rusak (damaged). PT. AstraZeneca Indonesia juga melakukan audit pada distributor yang dipilih untuk mengedarkan produk AstraZeneca ke seluruh Indonesia, dimana hal tersebut dilakukan untuk menjaga mutu produk PT. AstraZeneca Indonesia hingga sampai ke konsumen. Salah satu penilaian distributor yang dilakukan adalah sistem distribusi yang diterapkan, sehingga tujuan dan catatan penerimaan produk didokumentasikan dengan baik dan dan transparan, sehingga PT. AstraZeneca Indonesia dapat mengetahui ke mana saja produk didistribusikan Dokumentasi Dokumentasi merupakan salah satu hal yang fundamental dalam operasional perusahaan farmasi, yang juga diatur dalam CPOB. Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan produksi obat. Sistem dokumentasi yang digunakan dalam suatu perusahaan farmasi hendaknya mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau, dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dokumentasi dapat digunakan untuk memastikan bahwa setiap personil memperoleh instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas

85 yang harus dilaksanakan, sehingga risiko terjadinya kesalahan dan kekeliruan menjadi lebih kecil. Selain itu, apabila terjadi kesalahan atau keluhan terhadap produk, penelusuran dapat menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan dan penelusuran terhadap bets atau lot yang bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan juga dalam pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012). PT. AZI Cikarang Site telah menerapkan sistem dokumentasi yang sesuai, baik untuk dokumentasi data mentah ke dalam laporan maupun dalam penanganan dokumen GMP dan non-gmp. Seluruh dokumen yang akan digunakan di lingkungan perusahaan maupun akan diberikan kepada pihak eksternal, misalnya untuk auditor maupun registrasi, disusun, disiapkan, dan dikaji sedemikian rupa, serta didistribusikan dengan cermat ke seluruh bagian yang berkepentingan. Dokumen dalam bentuk hard copy yang akan didistribusikan, misalnya SOP atau instruksi kerja (Working Instruction/WI), harus disetujui dan ditandatangani oleh personil yang berwenang, diberikan valid date dan stempel Original, kemudian diperbanyak, baru kemudian diberikan stempel Controlled Copy atau Uncontrolled Copy pada dokumen replika tersebut. Stempel tersebut ditandatangani oleh personil yang melakukan perbanyakan dokumen dan distribusi dokumen dicatat di dalam Distribution List. Seluruh dokumen tersedia dalam bentuk soft copy dan hard copy dan disimpan oleh personil yang berkepentingan, namun dokumen asli tetap disimpan oleh QA. QA juga dapat meminjamkan dokumen asli kepada personil QA atau departemen lain secara internal dengan pencatatan log book peminjaman oleh personil yang meminjam dokumen. Segala bentuk modifikasi dan revisi terhadap dokumen dikendalikan melalui prosedur pengendalian perubahan (Change control). Seluruh dokumen secara jelas mencantumkan judul, tujuan, dan isi dokumen, dan harus dijaga dan didistribusikan secara rahasia. Dokumentasi data mentah dan hasil analisis pada form isian yang telah tersedia, misalnya pada master Batch Packaging Record, tidak boleh ada kolom yang kosong sehingga tidak menyebabkan kebingungan dan modifikasi data. Kolom yang kosong karena prosedur atau uji yang tidak dilakukan diberi coretan

86 menyilang dari ujung kolom yang satu ke ujung lainnya seperti huruf Z dan diberi tanda N/A (not applicable). Perubahan terhadap data yang telah dituliskan di kolom isian sebaiknya dihindari, namun penulisan data mentah harus segera dilakukan pada kolom isian dan tidak dituliskan di kertas lain terlebih dahulu. Perubahan yang diperlukan terhadap data dilakukan dengan memberi coretan berupa satu garis lurus pada data yang salah dan diberi paraf serta tanggal koreksi, kemudian di samping data yang salah dituliskan data yang benar, dimana perubahan ini harus memungkinkan pembacaan informasi semula. Dokumen GMP, seperti SOP, hasil validasi dan kualifikasi, BOR, hingga log book dicatat dengan menggunakan pulpen tinta biru yang tidak mudah luntur, sehingga dapat dibedakan dokumen yang asli dan salinan atau replikanya, serta ditulis dengan tulisan yang rapi, terbaca jelas dan mudah dimengerti, serta tidak menimbulkan arti ganda dan langsung pada tujuan (Astuti, 2013). Dokumen yang membutuhkan data mentah yang berasal dari alat tertentu, dimana data hasil dicetak pada media yang mudah rusak seperti thermal paper, maka boleh dilakukan fotokopi data tersebut dan diberi stempel As of Original pada replikanya, namun data pada thermal paper yang tersedia juga harus dicantumkan pada dokumen yang bersangkutan Pembuatan dan Analisis Produk Berdasarkan Kontrak Hingga tahun 2012, PT. AZI Cikarang Site memiliki kontrak dengan salah satu perusahaan farmasi lainnya di Indonesia, yaitu PT. Boehringer Ingelheim Indonesia, dengan PT. AZI Cikarang Site sebagai pemberi kontrak dan PT. Boehringer Ingelheim Indonesia sebagai penerima kontrak. Kontrak ini dibuat karena adanya keterbatasan fasilitas produksi dan pengemasan produk pada PT. AZI Cikarang Site sehingga kegiatan tersebut dilakukan oleh perusahaan penerima kontrak. Produk AZI yang dikemas di PT. Boehringer Ingelheim Indonesia adalah produk yang akan dipasarkan di Indonesia secara lokal. Sebelum dilakukan persetujuan kontrak, seluruh perusahaan yang ditunjuk sebagai pelaku pengemasan produk harus memiliki sertifikat CPOB dan standar mutu lainnya yang sesuai dengan standar mutu AstraZeneca. Kontrak dibuat secara tertulis antara PT. AZI Cikarang Site dengan perusahaan penerima

87 kontrak, yang secara jelas mencantumkan tanggung jawab dan kewajiban masingmasing pihak, meliputi produksi dan analisis produk obat yang dikontrakkan dan seluruh pengaturan teknis yang terkait sesuai dengan izin edar produk tersebut, serta memuat izin bagi PT. AZI Cikarang Site untuk melaksanakan inspeksi sarana PT. Boehringer Ingelheim Indonesia. PT. AZI Cikarang Site menyediakan seluruh informasi yang diperlukan bagi PT. Boehringer Ingelheim Indonesia agar dapat melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai dengan izin edar dan persyaratan otoritas lainnya yang berlaku di Indonesia. PT. AZI Cikarang Site memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh perusahaan penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, yaitu bahan yang telah diluluskan oleh kepala bagian Pemastian Mutu. PT. Boehringer Ingelheim Indonesia masih memenuhi standar AstraZeneca berupa Local Procedure maupun International Procedure dan Guidelines dalam inspeksi yang dilakukan oleh PT. AZI Cikarang Site tahun 2013, sehingga produksi obat berdasarkan kontrak dengan perusahaan tersebut masih dilanjutkan pada tahun Untuk analisis produk, PT. AZI Cikarang Site hanya melakukan analisis bahan pengemas untuk pengemasan primer produk Inderal serta analisis mikrobiologi, sehingga peralatan yang diperlukan sudah tercukupi di laboratorium mikrobiologi, laboratorium preparasi, laboratorium kimia-fisika, dan laboratorium bahan pengemas yang berada di lingkungan PT. AZI Cikarang Site. Untuk kegiatan validasi proses dan pembersihan, karena pengujian terbatas pada uji mikrobiologi dan kemasan produk, tidak diperlukan kontrak analisis dengan pihak ketiga. Namun demikian, untuk validasi dan kalibrasi alat, serta untuk melakukan validasi metode analisis yang baru, perusahaan harus bekerja sama dengan pihak ketiga yang telah memiliki sertifikat. Kerja sama dengan pihak ketiga ini diawali dengan audit dan inspeksi terlebih dahulu, untuk memeriksa kesiapan dan kesanggupan pihak ketiga untuk menerapkan cara analisis, validasi, dan kalibrasi yang sesuai dengan standar AstraZeneca dan CPOB Validasi dan Kualifikasi

88 Kualifikasi dan validasi merupakan salah satu aspek penting CPOB yang wajib diterapkan dalam setiap industri farmasi sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi secara berkala (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2012). Validasi proses adalah salah satu jenis validasi yang dilakukan untuk memastikan dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan, mampu dan dapat dipercaya, serta dapat menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keberulangan yang tinggi. Terdapat tiga jenis validasi yang dilakukan dalam validasi proses, antara lain validasi prospektif, validasi konkuren, dan validasi retrospektif. Selain validasi proses, dilakukan juga validasi prosedur pembersihan, baik pembersihan alat maupun ruangan, yang bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan rutin yang akan dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif maupun deterjen, serta menghilangkan mikroba sesuai dengan persyaratan setiap alat dan ruangan yang ditetapkan. Validasi di PT. AZI Cikarang Site dilakukan secara bersama-sama oleh Quality Unit, yaitu QA dan QC, serta departemen produksi untuk validasi proses dan prosedur pembersihan alat, kemudian juga dibantu oleh pihak ketiga untuk pembersihan ruangan, yaitu PT. ISS. Seluruh kegiatan validasi di PT. AZI Cikarang Site memiliki perencanaan yang tertuang dalam bentuk Validation Master Plan. Protokol validasi tersedia untuk setiap proses validasi dan kualifikasi, kemudian setelah selesai divalidasi akan dibuat laporan berupa Validation Master Report. Validasi yang dilakukan di PT. AZI Cikarang Site antara lain meliputi validasi proses (Packing Validation), validasi prosedur pembersihan alat dan ruangan, serta validasi sistem computer. Validasi tersebut dilakukan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Validasi pengemasan produk harus menjamin bahwa suatu proses dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan secara berulang dan reliable. Validasi harus dilakukan dalam kondisi yang sama dengan kondisi produksi rutin, dengan jumlah bets yang sama atau dapat mewakili ukuran

89 bets komersial. Validasi retrospektif tidak dilakukan di PT. AZI Cikarang Site, sesuai dengan ketentuan CPOB, sehingga validasi yang dilakukan di perusahaan ini meliputi validasi prospektif dan konkuren. Validasi proses pengemasan sebelum distribusi komersial dari produk baru, atau produk yang sudah ada namun dikemas dengan proses yang baru atau dimodifikasi, dilakukan dengan validasi prospektif. Validasi prospektif baru dilakukan apabila ada tambahan alat baru yang menyebabkan proses memerlukan validasi ulang, atau saat akan memasarkan produk baru. Validasi yang dilakukan pada proses rutin adalah validasi konkuren, dimana validasi konkuren ini diperbolehkan tidak diselesaikan sebelum proses produksi bets komersial rutin dilakukan, yakni dalam kondisi khusus yang memiliki alasan yang jelas dalam protokol dan laporan validasi Validasi konkuren juga dapat dilakukan bila frekuensi produksi tidak cukup untuk memenuhi persyaratan validasi prospektif untuk proses yang dimodofikasi atau bets komersial yang baru, dan dapat pula diterapkan untuk proses yang dimodifikasi jika memiliki waktu simpan (shelf life) yang pendek (Efendy, 2013). Validasi pembersihan (cleaning validation) dilakukan pada setiap perubahan prosedur pembersihan alat maupun ruangan produksi. Kualifikasi merupakan pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang menunjukkan bahwa suatu peralatan, fasilitas penunjang (utility), sistem komputerisasi dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kualifikasi terdiri dari empat tahap, yaitu Kualifikasi Desain (Design Qualification), Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification), Kualifikasi Operasional (Operational Qualification), dan Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification). Keempat tahapan kualifikasi tersebut dilakukan pada peralatan maupun sistem baru, sedangkan untuk peralatan dan sistem yang dimodifikasi tidak dilakukan Kualifikasi Desain. Kualifikasi dimulai dengan pembuatan process map yang menunjukkan desain proses yang akan dijalankan serta batas-batas prosesnya, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan PURS atau Product User Requirements Specification sebagai identifikasi dan daftar atribut produk yang dibutuhkan agar sesuai dengan proses

90 yang dilakukan. Setelah PURS dilengkapi, dibuat PIA (Process Impact Assessment) untuk mengidentifikasi defek produk yang potensial terjadi jika PURS tidak terpenuhi kemudian dibuat daftar mitigasi untuk mencegah defek tersebut. Jika seluruh defek potensial sudah dipenuhi, dokumentasi dan identifikasi persyaratan GMP dilengkapi dalam PIA. Selain PIA, dibuat juga CIA (Component Impact Assessment) berupa daftar komponen dan fungsinya serta dampak setiap komponen untuk menentukan komponen kritis. Setelah CIA diselesaikan, dibuat URS sebagai penjelasan persyaratan operasi teknis dan traceability matrix untuk mengidentifikasi keterisian URS oleh kelengkapan desain produk. Kualifikasi desain dilakukan berdasarkan kesesuaian desain dengan URS. PT. AZI Cikarang Site sebagai salah satu industri farmasi juga melakukan kualifikasi pada alat dan sistem untuk memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar atau tidak. Kualifikasi instalasi (Installation Qualification/IQ) dilakukan pada fasilitas, sistem, dan peralatan yang baru atau dimodifikasi. IQ dilakukan untuk memastikan bahwa sistem yang diinstalkan pada alat mengikuti kualifikasi desain. Operational Qualification hanya dapat dilakukan setelah IQ, dimana OQ memastikan bahwa peralatan dapat beroperasi sesuai dengan kegunaannya. OQ yang baik akan memastikan kalibrasi alat terjaga dengan baik, menetapkan prosedur operasi dan pembersihan alat, melakukan pelatihan operator, kemudian menetapkan preventive maintenance. Jika diperlukan, kualifikasi kinerja (Performance Qualification/PQ) dapat dilakukan setelah selesai melakukan IQ dan OQ. PQ memastikan bahwa sistem terkoneksi dengan alat dan alat dapat bekerja dengan efektif dan reprodusibel di lingkungan operasinya. Seluruh prosedur kualifikasi dibuat oleh system owner dan disetujui oleh QA, terdiri dari parameter uji, prosedur, dan kriteria penerimaan. Seluruh kegiatan kualifikasi juga harus dicantumkan dalam laporan kualifikasi alat yang telah selesai dan telah release status sistem maupun alat secara keseluruhan. Status kualifikasi dapat ditinjau kembali setiap 3 tahun. Apabila tidak terdapat perubahan yang signifikan yang mempengaruhi status kualifikasi, cukup dilakukan peninjauan ulang dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, dan peralatan

91 yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditentukan sehingga dapat digunakan lebih lanjut. Jika ada alat yang baru sehingga mempengaruhi kerja sistem, dilakukan re-kualifikasi dan re-validasi. Kualifikasi di PT. AstraZeneca dilakukan oleh departemen Engineering bersama dengan Quality Unit dan area owner. Setiap sistem dan peralatan yang terdapat di PT. AZI Cikarang Site telah terkualifikasi dan tervalidasi sesuai dengan Global Quality Standard. Kualifikasi dijalankan saat pertama kali mesin datang ke pabrik dan saat akan dijalankan, sedangkan rekualifikasi dilakukan secara berkala dalam tiga tahun atau jika diperlukan. Selain kualifikasi mesin, dilakukan juga kualifikasi dan validasi sistem komputerisasi yang digunakan di PT. AZI Cikarang Site, seperti sistem SAP yang digunakan untuk mencetak label Released atau Rejected bagi bets produk jadi maupun bahan awal, serta kesesuaian sistem komputerisasi yang menghubungkan PT. AZI Cikarang Site dengan AZI Marketing Company, serta AstraZeneca secara global.

92 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Penerapan CPOB di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site antara lain meliputi sistem manajemen mutu yang mencakup pemastian mutu, standar mutu, pengawasan mutu, serta manajemen risiko mutu dijalankan secara efektif oleh unit pemastian mutu (QA). Personalia di PT. AZI Cikarang Site memiliki struktur organisasi yang efektif, melibatkan beberapa orang apoteker sebagai personil kunci, dan pelatihan sistem mutu diadakan secara berkala. Bangunan dan fasilitas yang tersedia sudah memenuhi standar kegiatan di PT. AstraZeneca Indonesia, dan dikelola dengan baik oleh bagian GA dan Engineering. Peralatan yang ada dikualifikasi sebelum digunakan dan divalidasi secara berkala. Kegiatan produksi diadakan sesuai dengan standar mutu dan didokumentasikan dalam catatan bets, serta seluruh kegiatan yang menghasilkan data mentah didokumentasikan dengan baik sesuai dengan SOP. b. Kegiatan di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site meliputi proses pengemasan primer maupun sekunder, pengawasan mutu, pemastian mutu, penyimpanan dan distribusi material maupun produk jadi, serta bagian perkantoran (office). Masing-masing bagian QA, QC, dan produksi bersifat independen dan memiliki tanggung jawab sendiri, namun bertanggung jawab bersama pada penerapan CPOB dalam kegiatan pembuatan sediaan farmasi untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. c. Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri farmasi, khususnya di PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site, terutama sebagai pengarah dan pemantau dalam seluruh aspek CPOB, seperti manajer dan koordinator departemen produksi, manajer dan supervisor departemen Quality Assurance and Safety, Health, and Environment (QA & SHE), supervisor departemen Quality Control (QC), serta manajer departemen Plant yang menangani warehouse dan supply chain. Dalam struktur

93 organisasi PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site, apoteker ditempatkan sebagai Site Director, Associated Purchasing Manager, Quality Assurance & SHE Manager, Quality Assurance Supervisor, Quality Control Supervisor, Plant Manager, serta beberapa koordinator dan staf. Fungsi Apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian, sehingga dalam pendirian perusahaan farmasi diperlukan penempatan apoteker yang cukup dan terkualifikasi pada posisi-posisi kunci, sehingga mendukung proses produksi berjalan sesuai dengan CPOB dan menghasilkan produk yang bermutu, aman, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya Saran a. PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site melakukan usaha meningkatkan kesadaran karyawanya akan penerapan CPOB dalam segala aspek untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja. b. Proses regenerasi karyawan sebaiknya disiapkan sejak dini, terutama bagi personil yang memerlukan keterampilan khusus, sehingga saat personil yang lama resign, penggantinya dapat langsung tersedia dan memiliki kompetensi yang memadai.

94 DAFTAR ACUAN AstraZeneca Global. (2012, Mei). AstraZeneca. Retrieved Ferbruary 11, 2014, from Astuti, H. D. (2012). Site Master File AstraZeneca Indonesia-Cikarang Site. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Astuti, H. D. (2013a). SOP Internal Audit. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Astuti, H. D. (2013b). SOP Complaint Management. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Astuti, H. D. (2013c). SOP Documentation of Raw Data. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Hu, Efendy. (2012). SOP Pembersihan Mesin. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Hu, Efendy. (2013). SOP Packing Validation. Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. K. Anna, L. (2010). Pabrik AstraZeneca Siap Beroperasi. Retrieved February 12, 2014, from Menteri Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nugroho, A. (2009). SOP Alat Pengaman Diri (APD). Bekasi: PT. AstraZeneca Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. QIMS. (2010). Quality Improvement and Management System. Retrieved February, 15, 2014, from 83

95 LAMPIRAN

96 Lampiran 1. Struktur organisasi PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site

97 Lampiran 2. Daftar Produk AstraZeneca Indonesia Cikarang Site No Produk No Produk 1 Accolate 20 mg 28 s tab 32 Nexium MUPS 40 mg 28 s tab 2 Arimidex 1 mg 28 s tab 33 Niften 50 mg/20 mg 28 s capsules 3 Bricasma 0,50 mg turbuhaler 34 Onglyza 5 mg 28 s tab 4 Bricasma 0,25 mg turbuhaler 35 Pulmicort 0,25 mg 20 s respules 5 Bricasma 2,5 mg 10 s respules 36 Pulmicort 0,50 mg 20 s respules 6 Bricasma 2,5 mg 5 s injection 37 Pulmicort 200 mcg turbuhaler 7 Bricasma 2,5 mg 100 s tab 38 Seloken 50 mg 100 s 8 Brilinta 90 mg 28 s tab 39 Seroquel 100 mg 60 s tab 9 Casodex 150 mg 28 s tab 40 Seroquel 200 mg 10 s tab 10 Casodex 50 mg 28 s tab 41 Seroquel 200 mg 60 s tab 11 Crestor 5 mg 28 s tab 42 Seroquel 25 mg 60 s tab 12 Crestor 10 mg 28 s tab 43 Seroquel 300 mg 10 s tab 13 Crestor 20 mg 28 s tab 44 Seroquel 300 mg 60 s tab 14 Crestor 40 mg 28 s tab 45 Seroquel 400 mg 10 s tab 15 Diprivan 20 ml 5 s injection 46 Seroquel 50 mg 60 s tab 16 Emla 5% 47 Symbicort 160 mcg 120 s turbuhaler 17 Fulcin 500 mg 28 s 48 Symbicort 160 mcg 60 s turbuhaler 18 Imdur 60 mg 28 s tab 49 Symbicort 80 mcg 60 s turbuhaler 19 Imdur 60 mg 30 s tab 50 Inderal 10 mg (ex. Corden Pharma) 20 Iressa 250 mg 10 s tab 51 Inderal 10 mg (ex. Macclesfield) 21 Kombiglyze 52 Inderal 40 mg (ex. Corden Pharma) 22 Losec 20 mg 14 s 53 Inderal 40 mg (ex. Macclesfield) 23 Losec 40 mg 54 Tenormin 50 mg 28 s 24 Losec injection 40 mg/vial ASKES 55 Xylocaine 2% 10 s syringe 25 Marcain 0,50% 56 Xylocaine 10% 50 ml spray 26 Marcain spinal 0,50% 57 Xylocaine 2% 20 ml 5 s ampule 27 Meronem 1 gr 10 s injection 58 Xylocaine 2% 2 ml 50 s ampule 28 Meronem 500 mg 10 s vial 59 Zestril 10 mg 28 s 29 Naropin 7,5 mg 20 ml 60 Zestril 5 mg 28 s 30 Nexium 40 mg injection 61 Zoladex 10,8 mg tab 31 Nexium MUPS 20 mg 28 s tab 62 Zoladex 3,6 mg tab

98 UNIVERSITAS INDONESIA TRENDING LAPORAN KELUHAN TAHUN 2013 DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MARET 2014

99 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Keluhan (Complaint) dan Prosedur Penanganan Keluhan Penanganan Keluhan dan Penarikan Kembali Produk Menurut CPOB Standar Manajemen Keluhan di PT. AstraZeneca Indonesia Trending Keluhan TRENDING KELUHAN PT. ASTRAZENECA INDONESIA TAHUN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Trending PEMBAHASAN Penyesuaian Manajemen Keluhan AstraZeneca dengan CPOB Originating Site Keluhan Status Laporan Keluhan (Complain Report) Jenis Keluhan dan Waktu Pelaporan Keluhan Peranan AstraZeneca Indonesia dalam Penanganan Keluhan Keluhan per Produk AstraZeneca Indonesia Combined Complaint Keluhan Terkait Deviasi Internal Complaint terhadap Produk AstraZeneca Indonesia Trending Keluhan S&L karena Ekskursi Suhu KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN... 44

100 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kuadran Barlow-Moller... 6 Gambar 4.1. Klasifikasi Keluhan berdasarkan Originating Site Gambar 4.2. Status Laporan Keluhan Gambar 4.3. Trending Keluhan berdasarkan Kategori Gambar 4.4. Klasifikasi Keluhan berdasarkan Peranan AZI Cikarang Site 31

101 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Klasifikasi keluhan berdasarkan originating site Tabel 4.2. Klasifikasi keluhan berdasarkan status laporan keluhan di GCM Tabel 4.3. Trending keluhan berdasarkan kategori submit ke GCM Tabel 4.4. Klasifikasi keluhan berdasarkan peranan AZI Cikarang Site Tabel 4.5. Klasifikasi produk berdasarkan jumlah keluhan selama tahun Tabel 4.6. Jumlah S&L Excursion Complaint PT. AstraZeneca Indonesia Tabel 4.7. Klasifikasi keluhan ekskursi suhu berdasarkan kontrol AstraZeneca tahun Tabel 4.8. Penyebab terjadinya ekskursi suhu pada produk komplain tahun Tabel 4.9. Root Cause terjadinya ekskursi suhu pada produk tahun Tabel Data temperatur maksimal, minimal, dan MKT produk yang dapat diluluskan berdasarkan data keluhan tahun

102 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara saat ini sedang mengalami perubahan yang berarti. Dilihat dari kacamata kesehatan, pola hidup dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan secara umum semakin membaik. Kondisi ini dapat menjadi pendorong utama bagi pengembangan industri farmasi nasional. Pasar industri farmasi Indonesia pada akhir tahun 2013 diproyeksikan naik 12% dari realisasi tahun 2012 sebesar 15,1 triliun rupiah, yakni sebesar 16,9 triliun rupiah. Pertumbuhan permintaan produk farmasi tahun 2013 menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai konsumsi obat. Struktur industri dan persaingan usaha industri farmasi nasional sangat terfragmentasi dengan lebih dari 250 perusahaan, di mana 5 perusahaan terbesar menguasai pangsa pasar sebesar 32%. Menurut data Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Keshatan Kementerian kesehatan tahun 2013, berdasarkan penyebaran wilayah geografis, sebagian besar industri farmasi berlokasi di Jawa Barat sebanyak 94 perusahaan, diikuti oleh Jawa Timur sebanyak 45 perusahaan. Pada tahun 2013, persaingan bisnis semakin ketat dalam industri farmasi, di mana diversifikasi produk semakin banyak dihasilkan oleh perusahaan farmasi besar. Perusahaan farmasi nasional juga sedang meningkatkan kapasitas produksi obat generik dalam rangka pelaksanaan SJSN tahun 2014, serta mempersiapkan diri untuk mewujudkan target Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2014, yaitu pasar obat generik sebagai 90% dari pasar obat domestik di Indonesia. Untuk mengatasi persaingan bisnis yang semakin ketat ini, penting sekali bagi para produsen farmasi (industri farmasi), khususnya untuk industri farmasi yang sedang berkembang, seperti PT AstraZeneca Indonesia, untuk selalu memperhatikan efektifitas dan efisiensi kinerjanya, serta melaksanakan post marketing surveillance sehingga produk yang diedarkan di masyarakat dapat digunakan dengan tepat dan kualitas produk selalu terjaga hingga sampai ke

103 tangan pasien. Salah satu kegiatan yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan dan menjaga kualitas produk serta kepercayaan pasien pada produk perusahaan farmasi adalah manajemen keluhan dan penarikan produk kembali. Dalam peredaran sediaan farmasi, keluhan dari konsumen adalah indikator yang penting terkait kualitas produk dan masalah lainnya yang dapat menyebabkan penyimpangan pemenuhan syarat regulasi produk tersebut. Keluhan juga berhubungan dengan proses produksi obat tersebut hingga sampai ke tangan pasien, yaitu sebagai penanda apakah seluruh proses berjalan secara terkontrol atau tidak. Penanganan keluhan dari pasien maupun keluhan internal secara efektif sangat dibutuhkan, sehingga keluhan yang diterima dapat ditangani tanpa menimbulkan masalah lainnya, sebagai salah satu inti untuk melindungi kesehatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam manajemen keluhan di industri farmasi, terutama di PT. AstraZeneca Indonesia adalah rekapitulasi keluhan, baik eksternal maupun internal, yang dilakukan setiap tahunnya. Kegiatan rekapitulasi keluhan, atau yang biasanya disebut sebagai trending, perlu dilakukan secara rutin dan akurat untuk mengelola keluhan dengan sebaik-baiknya dan menghindari masalah yang sama terjadi pada masa yang akan datang. Oleh karena itulah, mahasiswa praktek kerja profesi apoteker (PKPA) di PT AstraZeneca Indonesia Cikarang Site diberi kesempatan untuk memberikan alternatif solusi terhadap masalah yang menjadi sumber keluhan, dengan melakukan trending dan analisis keluhan eksternal maupun internal Tujuan a. Melakukan rekapitulasi data keluhan internal maupun eksternal yang ditangani oleh PT. AstraZeneca Indonesia. b. Menentukan solusi untuk meningkatkan penanganan keluhan di PT. AstraZeneca Indonesia Cikarang Site.

104 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan (Complaint) dan Prosedur Penanganan Keluhan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluhan dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau ungkapan rasa kurang puas terhadap suatu produk atau layanan, baik secara lisan maupun tertulis, yang berasal dari pelanggan eksternal maupun internal. Pelanggan adalah semua pihak yang mengharapkan manfaat dari produk maupun layanan yang ditawarkan suatu perusahaan, baik berupa produk barang maupun jasa. Dalam konteks ini, perusahaan farmasi akan dapat memperoleh keluhan dari pelanggan eksternal seperti pasien, apotek, rumah sakit, puskesmas, maupun dari pemerintah, serta dari pelanggan internal seperti departemen lain maupun cabang perusahaan lain. Hal yang menjadi pokok masalah dalam keluhan pelanggan, atau biasanya disebut sebagai subjek keluhan, dapat bermacam-macam, misalnya keluhan terkait kualitas produk, kesalahan dalam distribusi produk, adanya pemalsuan produk, hingga pada efek yang tidak diinginkan yang ditimbulkan oleh produk, seperti reaksi alergi atau efek samping lainnya. Sejak tahun 2005 hingga 2010, FDA telah mengeluarkan 128 surat peringatan kepada perusahaan produsen alat kesehatan dan pharmacy devices, dan 87 diantaranya mengandung poin mengenai defisiensi dalam penanganan keluhan (FDA, 2010). Manajemen keluhan harus dikuasai betul oleh unit pemastian mutu, didukung dengan sistem dengan efektifitas tinggi, dan dijalankan secara keseluruhan (high compliance). Salah satu elemen yang penting yang penting dalam manajemen keluhan adalah merespon keluhan pasien. Food and Drug Administration Amerika Serikat (US FDA) bahkan menetapkan peraturan untuk mendokumentasikan seluruh keluhan oral yang disampaikan langsung oleh costumer perusahaan, terutama dari rumah sakit yang banyak melakukan hal tersebut. Beberapa alasan pentingnya penanganan keluhan menurut buku Getting a Handle on Complaints (Swain, 2010) antara lain:

105 1. Pemenuhan kepuasan pelanggan (costumer), karena dengan adanya input dari konsumen terhadap produk, baik berupa saran maupun kritik, dapat menjadi informasi yang berharga untuk meningkatkan produk pada generasi berikutnya atau dalam pengembangan produk yang baru, untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen terhadap produk. 2. Masalah keamanan produk, dimana penanganan keluhan dari satu orang pasien dapat menjadi peringatan awal yang efektif bagi perusahaan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya kerusakan yang berhubungan dengan penggunaan produk. Sifat waspada yang baik dapat diterapkan untuk mencegah kesulitan bagi pasien dalam penggunaan produk tertentu atau bahkan bahaya bagi kesehatan pasien, sekaligus meminimalkan berita mengenai kesalahan perusahaan yang disebabkan oleh kekurangan pada mutu produk. 3. Pemenuhan peraturan pemerintah mengenai regulasi produk, dimana menurut penelitian yang dilakukan oleh investigator FDA terlihat bahwa aspek perusahaan yang paling banyak ditemukan defisiensi sistem maupun manajemen adalah penanganan keluhan, dan hasil investigasi tersebut menyebabkan produk perusahaan tersebut mengalami masalah dalam regulasinya. 4. Bottom line performance atau batas bawah dari proses yang dijalankan di perusahaan. Ketika sebuah perusahaan memiliki sistem manajemen keluhan yang efektif dan efisien, adanya keluhan dapat menjadi peringatan untuk melakukan investigasi terhadap kegagalan dan menerapkan corrective action dan preventive action (CAPA), sehingga dapat dengan cepat meniadakan kekurangan produk dan ketidaksesuaian sistem, dan pada akhirnya meningkatkan mutu serta menurunkan biaya produksi. Keluhan adalah cara yang baik bagi perusahaan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, serta menjadi dasar untuk menentukan tindakan yang perlu diambil dalam memastikan bahwa perusahaan mengadakan pengawasan terhadap produknya. Jika ada banyak keluhan mengenai suatu produk, hal itu menunjukkan produk tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam masalah yang melibatkan keamanan dan efektifitas produk, satu keluhan saja dapat menandakan bahwa produk tersebut mengalami kesalahan dalam produksi dan harus diinvestigasi (Swine, 2010). Jika

106 ada masalah dalam keamanan produk, perusahaan harus menyadari dimana kesalahan tersebut mungkin terjadi dan mengadakan investigasi bahkan hingga tingkat dokumen. Keluhan dapat disampaikan kepada perusahaan dengan berbagai cara. Media penyampaian keluhan bagi pelanggan eksternal antara lain dapat berupa perlengkapan nyata maupun virtual, berbentuk kotak penyampaian keluhan (drop box), alamat khusus untuk menangani keluhan, atau adanya menu keluhan pada website perusahaan. Menurut penelitian investigator FDA, kebanyakan pasien lebih senang melaporkan keluhannya lewat telepon, baik kepada nomor yang khusus diperuntukkan bagi penerimaan keluhan (42%) maupun nomor telepon perusahaan yang nantinya akan diteruskan pada bagian pengelolaan keluhan (25%), sedangkan 35% lainnya lebih memilih menyampaikan keluhan secara langsung. Pelanggan internal biasanya membutuhkan media berupa sistem yang jelas dan mencakup seluruh bagian perusahaan, sehingga adanya keluhan dapat diketahui dan ditangani bersama untuk perbaikan proses dalam perusahaan, karena pelanggan internal juga merupakan bagian dari perusahaan (Swine, 2010). Suatu perusahaan dapat menerima berbagai jenis keluhan setiap harinya, sehingga perlu suatu prosedur penanganan keluhan yang jelas. Prosedur penanganan keluhan bermanfaat untuk menyederhanakan proses penyampaian keluhan dari pelanggan eksternal maupun internal dan menjamin bahwa setiap keluhan ditangani dan diproses, serta menerima keluhan sebagai umpan balik (feedback) yang berharga, bukan sebagai kritik. Adanya sistem penanganan keluhan yang baik dan jelas juga dapat digunakan untuk menghasilkan dokumentasi yang lengkap dan dapat dianalisis untuk kemungkinan peningkatan kualitas produk dan layanan ke depannya (Markplus Institute, 2009). Keluhan pelanggan juga tidak semuanya menunjukkan kesalahan pada perusahaan, sehingga diperlukan sebuah matriks yang menunjukkan tindakan yang perlu dilaksanakan dalam penanganan keluhan, misalnya seperti kuadran Barlow-Moller.

107 [Sumber: Markplus Institute, 2009] Gambar 2.1. Kuadran Barlow-Moller Secara bisnis, sistem keluhan yang baik dapat diterapkan dengan menyiapkan 6 prinsip mendasar (Markplus Institute, 2009), antara lain: 1. Visibility, artinya perusahaan harus memiliki dan menyiapkan jalur keluhan, misalnya departemen Costumer Service yang berinteraksi dengan pelanggan melalui telepon (call center), , website, dan lain-lain. Jika perusahaan sudah memiliki jalur keluhan, maka harus dikomunikasikan kepada pelanggan, sehingga pelanggan dapat melihat jalur tersebut dan tidak mencari jalur lain untuk mengadukan keluhan. 2. Accessibility, dimana pelanggan yang memberikan keluhan dapat mengakses jalur yang terlihat dengan mudah, misalnya telepon keluhan ditanggapi dalam waktu yang singkat, diberikan balasan, dan lain-lain. 3. Responsiveness, yaitu adanya niat baik perusahaan untuk melayani keluhan secara cepat dan tepat dengan membuat standar waktu respon keluhan lewat berbagai media. 4. Fairness & Objectivity, yaitu langkah-langkah tindak lanjut keluhan harus didasari oleh prinsip win-win, baik dari sisi hasil, prosedur, maupun interaksi pelanggan dan perusahaan. Untuk prinsip ini, perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA JAKARTA BOGOR KM 51,5 KEDUNGHALANG, BOGOR PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JL. TEKNO RAYA BLOK B1A - B1B, JABABEKA III CIKARANG, BEKASI PERIODE 7 JANUARI 1 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DI UNIT

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci