BAB 2 LANDASAN TEORI. matematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Model dan Contoh Numerik

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

BAB IV METODE PENELITIAN. dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan

BAB 3 LANDASAN TEORI. 3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. METODE PENELITIAN

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

IV METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV HAMILTON*

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

Bab II LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN

Sekilas Pandang. Modul 1 PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB III METODE PENELITIAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 2, 47-56, Agustus 2002, ISSN :

III. PEMODELAN HARGA PENGGUNAAN INTERNET

Estimasi Fungsi Tahan Hidup Virus Hepatitis di Kabupaten Jember (Estimating of Survival Function of Hepatitis Virus in Jember)

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

PENGGUNAAN KONSEP FUNGSI CONVEX UNTUK MENENTUKAN SENSITIVITAS HARGA OBLIGASI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang mempunyai

B a b 1 I s y a r a t

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

APLIKASI PEMULUSAN EKSPONENSIAL DARI BROWN DAN DARI HOLT UNTUK DATA YANG MEMUAT TREND

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

Bab IV Pengembangan Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Sebelumnya

Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah menjadi semakin saling tergantung pada

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN DISTRIBUSI PELUANG JOHNSON SB UNTUK OPTIMASI PEMELIHARAAN MESIN

Perbandingan Metode Winter Eksponensial Smoothing dan Metode Event Based untuk Menentukan Penjualan Produk Terbaik di Perusahaan X

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIMULASI PERGERAKAN TINGKAT BUNGA BERDASARKAN MODEL VASICEK

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyaki demam berdarah, pemodelan maemaika, age-srucured epidemic model, basic reproducion rae, eori ineraksi manusia dan kompuer, rekayasa perangka lunak, dan daur hidup pengembangan perangka lunak. 2.. Demam Berdarah Dengue Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengerian demam berdarah dengue, penyebab, sejarah singka, sera penyebarannya. 2... Pengerian Demam Berdarah Dengue Demam berdarah dengue adalah penyaki demam aku yang menyerang manusia. Penyaki ini disebabkan oleh virus dengue (gambar 2.) yang berasal dari genus Flavivirus dan famili Flaviviridae, ermasuk dalam group B Arhropod-borne viruses (arboviruses). irus ini memilki empa jenis seroipe virus yaiu DEN, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4. irus yang banyak berkembang di masyaraka adalah virus dengue dengan ipe sau dan iga. (Krisina e al, 24). Seseorang yang elah erkena demam berdarah dengue dari salah sau seroipe akan kebal erhadap seroipe iu api idak kebal erhadap seroipe lainnya. Gambar 2. irus dengue Sumber: hp://commons.wikimedia.org/wiki/file:dengue.jpg

6 2..2. Sejarah Singka Demam Berdarah Dengue di Indonesia Penyaki demam berdarah dengue perama kali diemukan di Indonesia pada ahun 968 epanya di Surabaya. Pada ahun 98 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor Timur elah erjangki penyaki ini. Sejak perama kali diemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningka baik dalam jumlah kasus maupun luas wilayah yang erjangki dan secara sporadis selalu erjadi kejadian luar biasa (KLB) seiap ahun (Krisina e al, 24). 2..3. Penularan Demam Berdarah Dengue Penyaki demam berdarah dengue adalah penyaki yang diularkan melalui pembawa (carrier aau vecor). Penyaki ini diularkan oleh gigian nyamuk Aedes aegypi dan Aedes albopicus beina yang erinfeksi virus dengue. Nyamuk ini berasal dari Brazil dan Ehiopia dan sering menggigi manusia pada waku pagi hari. Kedua jenis nyamuk ini memiliki garis-garis puih pada ungkai dan ubuhnya seperi erliha pada gambar 2.2 dan 2.3 dan di bagian punggungnya ampak dua garis melengkung verikal pada bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari species ini (Rahmawai, 27). Kedua nyamuk ini erdapa hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di empa-empa berkeinggian lebih dari meer di aas permukaan lau. Nyamuk ini biasanya berkembang biak pada genangan air di benda-benda yang ada di rumah-rumah seperi po bunga, bool air, ban bekas, kaleng bekas, dll (Krisina e al, 24). Gambar 2.2 Nyamuk Aedes albopicus Sumber: hp://commons.wikimedia.org/wiki/file:aedes_albopicus.jpg

7 Gambar 2.3 Nyamuk Aedes aegypi Sumber: hp://commons.wikimedia.org/wiki/file:aedes_aegypi_during_blood_meal.jpg irus dengue masuk ke dalam ubuh nyamuk Aedes yang seha keika nyamuk ersebu menggigi penderia demam berdarah yang berada dalam masa viremia yaiu masa di mana jumlah virus dengue dalam darah sudah sanga banyak. iremia pada manusia erjadi selama 7 hari. irus dengue yang berada di dalam ubuh nyamuk akan memperbanyak diri. Sau minggu seelah nyamuk menghisap darah penderia demam berdarah dengue ia dapa menyebarkan virus iu ke orang lain. Sekali virus masuk ke dalam ubuh nyamuk maka nyamuk iu akan menyebarkan virus iu seumur hidupnya. Saa nyamuk yang membawa virus dengue menggigi orang yang seha virus dengue masuk ke dalam ubuh orang iu bersama dengan air liur nyamuk dan orang iu menjadi saki. Sifa gigian nyamuk yang dirasakan manusia idak berbeda dengan gigian nyamuk lainnya (Rahmawai, 27). irus dengue juga dapa diularkan melalui ransfusi darah yang elah erinfeksi namun cara penularan semacam ini sanga jarang. 2..4. Pencegahan Demam Berdarah Dengue Sampai saa ini belum ada vaksin yang elah eruji dan diseujui unuk mencegah penyaki demam berdarah dengue. Saa ini ada banyak peneliian yang dilakukan unuk membua vaksin demam berdarah dengue. Oleh karena iu langkah penanggulangan yang dilakukan difokuskan pada pengendalian populasi nyamuk Aedes sebagai pembawa virus. Pengendalian populasi nyamuk dilakukan dengan cara pengasapan,

8 pemberanasan sarang nyamuk, penggunaan ani nyamuk pada manusia, dan pemeliharaan ikan pemakan jenik nyamuk di empa penampungan air. 2..5. Periode Inkubasi Periode inkubasi adalah waku di mana seseorang elah erkena suau penyaki menular api belum menunjukkan gejala dan belum dapa menularkan penyakinya. Unuk penyaki demam berdarah dengue periode inkubasinya erbagi menjadi 2 yaiu periode inkubasi inernal dan periode inkubasi eksernal. Periode inkubasi inernal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam ubuh manusia, yaiu waku di mana seseorang elah erinfeksi virus dengue namun belum bisa menularkannya ke nyamuk. Periode inkubasi ini erjadi selama 4-6 hari sejak perama kali seseorang erular virus dengue. Pada periode ini virus dengue memperbanyak diri sampai penderia memasuki masa viremia. Periode inkubasi eksernal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam ubuh nyamuk, yaiu waku di mana nyamuk Aedes beina elah erjangki virus dengue namun belum bisa menyebarkan virus iu ke manusia. Kira-kira 7 hari seelah menghisap darah penderia, nyamuk siap unuk menularkannya kepada orang lain. 2.2. Pemodelan Maemaika Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengerian model maemaika, fungsi pemodelan maemaika dalam kaiannya dengan penyaki menular, age-srucured epidemic model, pengerian dan kegunaan basic reproducion rae sera rumusan perhiungannya. 2.2.. Pengerian Model Maemaika Model maemaika adalah bahasa aau noasi maemaika yang digunakan unuk menjelaskan dan menggambarkan perilaku aau keadaan suau sisem. Model

9 maemaika biasanya digunakan unuk menyederhakan keadaan sisem yang rumi. Dalam skripsi ini model maemaika digunakan unuk menjelaskan penyebaran demam berdarah dengue. 2.2.2. Fungsi Pemodelan Maemaika dalam Epidemiologi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyaki menular pada manusia. Menuru Hehcoe (28, p6) beberapa fungsi epidemiologi anara lain adalah unuk menjelaskan penyebaran suau penyaki menular, mengidenifikasi apa saja penyebab dan fakor resiko suau penyaki, membua dan menguji eori-eori enang penyaki menular, dan merencanakan & mengevaluasi program unuk mencegah, mengendalikan, dan mengaasi wabah penyaki menular. Pemodelan maemaika berperan pening dalam membanu dua fungsi erakhir dari epidemiologi. Pemodelan maemaika sanga berguna unuk menguji eori-eori enang penyaki menular karena pada kenyaaannya percobaan mengenai penyebaran penyaki menular pada manusia idak mungkin dan idak eis unuk dilakukan. Model maemaika pun secara eoriis dapa membanu penelii merancang sraegi opimal unuk vaksinasi. 2.2.3. Keerbaasan Pemodelan Maemaika Meskipun model maemaika sanga berguna dalam epidemiologi, bukan berari model maemaika idak memiliki keerbaasan. Model maemaika adalah penyederhanaan dari keadaan sisem yang sebenarnya sehingga idak dapa benar-benar mewakili perilaku sisem yang dimodelkan. Karena merupakan penyederhanaan dari keadaan sisem yang nyaa, solusi-solusi yang didapa hanya merupakan perkiraan dan pendekaan. Unuk iu asumsi-asumsi dan parameer-parameer yang digunakan harus memiliki inerpreasi yang jelas dan didefinikan dengan epa (Hehcoe, 28, p8 p9). Selain iu Hehcoe (28, p3) menjelaskan bahwa validias model dan solusi dari

model maemaika suli dibukikan karena jarang sekali erdapa daa yang baik unuk menguji dan membandingkan daa dengan model-model yang berbeda. 2.2.4. Jenis-jenis Model Epidemi Model maemaika unuk penyaki menular secara umum erbagi menjadi 2 macam:. Deerminisik Model deerminisik adalah model maemaika yang memodelkan penyebaran penyaki menular menggunakan diferensial, inergral, dan sisem persamaan diferensial. Model ini biasa digunakan pada populasi yang besar. Model ini mengasumsikan bahwa perubahan yang erjadi pada populasi diferensiabel erhadap waku. 2. Sokasik Model sokasik adalah model yang memasukkan unsur peluang pada penyebaran penyaki menular. Model ini membolehkan adanya variasi acak dari masukan-masukan yang ada erhadap waku. Model ini digunakan pada populasi kecil di mana perubahan aau variasi kecil idak boleh diabaikan. 2.3. Basic Reproducion Rae Sub bab ini akan membahas pengerian basic reproducion rae, manfaa basic reproducion rae, dan keerbaasan basic reproducion rae. 2.3.. Pengerian Basic Reproducion Rae Dalam epidemiologi, basic reproducion rae unuk suau penyaki menular didefinisikan sebagai angka raa-raa kemunculan kasus penularan baru yang disebabkan oleh seorang individu penular dalam suau populasi yang semuanya renan unuk erular (Nishiura, 26, p57). Unuk penyaki yang diularkan melalui pembawa (vecor borne

disease) seperi demam berdarah dengue, basic reproducion rae didefinisikan sebagai angka raa-raa kemunculan kasus sekunder yang disebabkan oleh kasus penularan primer melalui pembawa (nyamuk) dalam suau populasi yang semuanya renan unuk erular (Chowell e al, 27). Basic reproducion rae juga dikenal dengan isilah basic reproducion number dan basic reproducive raio. Basic reproducion rae dilambangkan dengan R. R adalah nilai baas (hreshold) yang menenukan apakah suau penyaki menjadi wabah aau idak. Jika R < berari idak semua orang yang saki menularkan penyakinya ke orang lain dan penyaki ersebu lama kelamaan akan hilang. Jika R > berari sau orang yang saki menularkan penyakinya ke lebih dari sau orang lainnya. Keadaan ini dapa menyebabkan suau penyaki menjadi wabah dan jumlah penderianya akan berambah erus. Jika R = berari semua orang yang saki raa-raa menularkan penyakinya ke sau orang lainnya, penyaki ersebu akan eap ada dalam suau populasi eapi jumlah penderianya cenderung sabil dan idak berambah. Penyaki yang memiliki sifa seperi inilah yang disebu penyaki endemik. 2.3.2. Manfaa Basic Reproducion Rae Karena R merupakan suau nilai baas, nilai R dapa digunakan unuk menenukan proporsi minimum populasi yang harus diberi vaksinasi agar suau penyaki menular bisa berheni menyebar (Nishiura, 26, p57). Proporsi populasi ini dirumuskan dengan: p c...() R di mana pc menyaakan proporsi populasi yang harus diberi vaksinasi. pc selalu lebih kecil aau sama dengan dan lebih besar aau sama dengan.

2 R juga dapa dimanfaakan unuk mengeahui keberhasilan penanganan penyaki menular (Chowell e al, 26). Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai R sebelum dan sesudah langkah inervensi dilakukan. Jika R menurun berari langkah penanganan yang dilakukan mampu menghamba menyebaran penyaki ersebu. 2.3.3. Keerbaasan Basic Reproducion Rae R yang didapa dari model maemaika bukanlah angka ingka penularan yang sebenarnya melainkan hanya pendekaan aau perkiraan karena model maemaika yang dibua hanya merupakan perkiraan dan idak semua parameer yang dibuuhkan unuk menghiung R dapa diperoleh dengan mudah dan akura. 2.4. Age-Srucured Epidemic Model Age-srucured epidemic model adalah model epidemi yang memodelkan perubahan populasi berdasarkan usia populasi. Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Supriana (29). Unuk merumuskan model ini, Supriana (29) membagi populasi manusia ke dalam 3 kelompok yaiu rawan (suscepible), erular (infecive), dan sembuh (recovered) dan membagi populasi nyamuk ke dalam 2 kelompok yaiu rawan (suscepible) dan menular (infecive). Supriana (29) mengasumsikan ada fungsi usia QH(a) dan Q(a) yang masingmasing menyaakan fraksi populasi manusia dan nyamuk yang masih hidup sampai usia a aau lebih sehingga QH() = dan Q() =. Karena harapan hidup manusia berhingga, maka Q H a da= L H dan a Q H a da jumlah awal populasi manusia adalah NH(), maka didapa: dan dengan mengasumsikan

3 N H =N H B H Q H a da...(2) dengan N H =N H Q H, N H ( ) adalah jumlah populasi awal yang masih hidup sampai waku dan BH adalah recruimen rae unuk manusia. Jumlah manusia yang rawan (suscepible) pada waku dirumuskan dengan H I s ds S H =S H B H Q H a e a da...(3) H I s ds dengan S H =S H Q H e, S H () adalah jumlah awal populasi manusia yang rawan, S H ( ) jumlah populasi awal manusia yang rawan yang masih hidup sampai waku, βh adalah peluang ransmisi penyaki, dan H I adalah laju penularan (rae of infecion) dalam populasi manusia pada waku. Jumlah manusia yang erular pada waku adalah H I s ds I H =I H B H Q H a e a e ds a da...(4) H ds dengan I = I H Q H e, I H ( ) adalah jumlah awal populasi manusia yang erinfeksi demam berdarah dengue, I H () adalah jumlah populasi awal manusia yang erinfeksi yang masih hidup sampai waku, dan γ adalah laju kesembuhan. R H ( ) adalah jumlah populasi manusia yang elah sembuh pada waku dan dihiung dengan mengurangi oal populasi dengan populasi yang rawan dan erinfeksi yaiu R H =N H S H I H. Maka didapa

4 H R H =R B H Q H a e e da...(5) H I s ds a ds a dengan R H =N H S H I H adalah jumlah awal populasi yang elah sembuh yang masih hidup sampai waku. Dengan analogi yang sama, model unuk vekor / nyamuk dirumuskan sebagai beriku: N =N B Q a da...(6) dengan N = N Q, I H s ds S =S B Q a e a da...(7) dengan S =S Q e I H s ds, I H s ds I = I B Q a e a da...(8) dengan I =I Q. N H, lim S H, lim I H, dan lim R H Supriana (29) menyaakan lim N, lim S, lim I karena harapan adalah nol, demikian pula unuk lim hidup manusia dan nyamuk berhingga sehingga lama-kelamaan semua populasi manusia dan nyamuk akan mai (menjadi nol). Age-srucured epidemic model secara lengkap erdiri dari rumus (3), (4), (5), (7), (8) dan dapa dirangkum sebagai beriku:

5 H I s ds S H =S H B H Q H a e a da...(9) H I s ds I H =I H B H Q H a e a e ds a da...() H R H =R B H Q H a e e da...() H I s ds a ds a I H s ds S =S B Q a e a da...(2) I H s ds I = I B Q a e a da...(3) di mana S H adalah jumlah manusia yang rawan (suscepible) pada waku I H adalah jumlah manusia yang erinfeksi (infeced) pada waku R H adalah jumlah manusia yang elah sembuh (recovered) pada waku S adalah jumlah nyamuk yang rawan (suscepible) pada waku I adalah jumlah nyamuk yang erinfeksi (infeced) pada waku Q H a adalah proporsi populasi manusia yang masih hidup sampai waku Q a adalah proporsi populasi nyamuk yang masih hidup sampai waku B H adalah recruimen rae manusia B adalah recruimen rae nyamuk H adalah peluang ransmisi penyaki dari nyamuk ke manusia adalah peluang ransmisi penyaki dari manusia ke nyamuk adalah laju kesembuhan manusia Menuru Supriana (29), age-srucured epidemic model mempunyai solusi

6 keseimbangan non-rivial I *H, I * yaiu: I *H = B H Q H a e * H I a I * = B Q a e * IHa e a da...(4) da...(5) jika dan hanya jika a B H H a Q H a e da B a Q a da...(6) Persamaan (6) inilah yang merupakan basic reproducion rae dari age-srucured epidemic model, jadi R= B H H a Q H a e a da B a Q a da...(7) Diasumsikan survival rae unuk manusia dan nyamuk menurun aau berkurang H a seiring berambahnya usia, yaiu Q H a =e a Q H a =Q H a e dan a = =e H a M H a =e a dan Q a =e. Didefinisikan. Usia raa-raa saa erinfeksi adalah a H = H I *. I *H Berdasarkan persamaan (4) dan (5) rumus basic reproducion rae pada persamaan (7) dapa diulis menjadi

7 R = R = R = R = R = e B H Q a I *H B H H a Q H a da H H * I a da * Q H a e I a da H e B Q a I * B I * a Q a da Q a e * MH * IHa da IHa da a H M 2H a 2 a H a 2 a H M H a 2 M H B H I *H a Q H a da B a Q a da M H a H M H a H a a M H MH M H MH a H a R = M H a H a R = LH a H di mana L H = L...(8) a unuk M H =μ H +γ dan L = MH L H adalah angka harapan hidup manusia. μ H adalah survival rae manusia. γ adalah laju kesembuhan manusia. L adalah angka harapan hidup nyamuk. μ adalah survival rae nyamuk.

8 2.5. Rekayasa Perangka Lunak Perangka lunak adalah seluruh perinah yang digunakan unuk memproses informasi. Perangka lunak dapa berupa program aau prosedur. Program adalah kumpulan perinah yang dimengeri oleh kompuer sedangkan prosedur adalah perinah yang dibuuhkan oleh pengguna dalam memproses informasi. Pengerian dari rekayasa perangka lunak menuru Pressman (25) adalah suau disiplin ilmu yang membahas semua aspek pembuaan perangka lunak, mulai dari ahap awal yaiu analisa kebuuhan pengguna, menenukan spesifikasi dari kebuuhan pengguna, rancangan, pengkodean, pengujian sampai pemeliharaan sisem seelah digunakan. Ruang lingkup dalam rekayasa perangka lunak adalah sebagai beriku:. Sofware requiremens: berhubungan dengan spesifikasi kebuuhan dan persyaraan perangka lunak. 2. Sofware design: mencakup proses penenuan arsiekur, komponen, anarmuka, dan karakerisik lain dari perangka lunak. 3. Sofware consrucion: berhubungan dengan deil pengembangan perangka lunak, ermasuk algorima, pengkodean, pengujian, dan pencarian kesalahan. 4. Sofware esing: melipui pengujian pada keseluruhan perilaku perangka lunak. 5. Sofware mainenance: mencakup upaya-upaya perawaan keika perangka lunak elah dioperasikan. 6. Sofware configuraion managemen: berhubungan dengan usaha perubahan konfigurasi perangka lunak unuk memenuhi kebuuhan

9 erenu. 7. Sofware engineering managemen: berkaian dengan pengelolaan dan pengukuran RPL, ermasuk perencanaan proyek perangka lunak. 8. Sofware engineering ools and mehods: mencakup kajian eoriis enang ala banu dan meode RPL. 9. Sofware engineering process: berhubungan dengan definisi, implemenasi, pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL.. Sofware qualiy: meniikberakan pada kualias dan daur hidup perangka lunak. 2.6. Ineraksi Manusia dan Kompuer Ineraksi manusia kompuer adalah ilmu yang mempelajari hubungan anara manusia sebagai pengguna kompuer dengan kompuer. Tujuan uama dari ineraksi manusia dan kompuer adalah agar manusia dapa menggunakan kompuer dengan semudah mungkin. Menuru Shneiderman (24) ada 5 krieria yang harus dimiliki oleh suau perangka lunak agar bisa digunakan dengan mudah oleh calon penggunanya, yaiu:. Dapa dipelajari dalam waku yang relaif singka. 2. Mampu memberikan informasi yang dibuuhkan dengan cepa. 3. Memiliki ingka kesalahan penggunaan yang rendah. 4. Cara penggunaan mudah diinga walaupun elah lama idak digunakan. 5. Memberikan kepuasan pribadi kepada penggunanya. Shneiderman (25) juga mengemukakan 8 auran emas dalam merancang sisem ineraksi manusia dan kompuer yang baik (Eigh Golden Rules of Inerface Design). Delapan auran ersebu adalah:

2. Berahan unuk konsisensi. 2. Memperbolehkan pengguna memakai ombol pinas (shorcu). 3. Memberikan umpan balik yang informaif. 4. Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengeahui kapan awal dan kapan akhir dari suau aksi. 5. Pengguna mampu mengeahui dan memperbaiki kesalahan dengan mudah. 6. Dapa dilakukan perbaikan aksi. 7. Pengguna mampu akif dalam mengambil langkah selanjunya, bukan hanya merespon pesan yang muncul. 8. Mengurangi beban ingaan jangka pendek bagi pengguna sehingga perancangan harus lebih sederhana. 2.7. Daur Hidup Pengembangan Perangka Lunak Daur hidup pengembangan perangka lunak merupakan suau ahapan-ahapan meode unuk membua sebuah perangka lunak. Dalam pembuaan skripsi ini daur hidup pengembangan perangka lunak yang digunakan adalah waerfall model. Waerfall model erdiri dari ahapan-ahapan sebagai beriku:. Sysem / Informaion Engineering and Modeling. Permodelan ini diawali dengan mencari kebuuhan dari keseluruhan sisem yang akan diaplikasikan ke dalam benuk sofware. Hal ini sanga pening, menginga sofware harus dapa berineraksi dengan elemen-elemen yang lain seperi hardware, daabase, dsb. Tahap ini sering disebu dengan projec definiion. 2. Sofware Requiremens Analysis. Proses pencarian kebuuhan diinensifkan dan difokuskan pada sofware. Unuk mengeahui sifa dari program yang akan dibua, maka para sofware engineer harus mengeri enang domain

2 informasi dari sofware, misalnya fungsi yang dibuuhkan, user inerface, dsb. Dua akivias ersebu yaiu pencarian kebuuhan sisem dan sofware harus didokumenasikan dan diunjukkan kepada pelanggan. 3. Design. Proses ini digunakan unuk mengubah kebuuhan-kebuuhan diaas menjadi represenasi ke dalam benuk blueprin sofware sebelum coding dimulai. Desain harus dapa mengimplemenasikan kebuuhan yang elah disebukan pada ahap sebelumnya. Seperi 2 akivias sebelumnya, maka proses ini juga harus didokumenasikan sebagai konfigurasi dari sofware. 4. Coding. Unuk dapa dimengeri oleh mesin, dalam hal ini adalah kompuer, maka desain adi harus diubah benuknya menjadi benuk yang dapa dimengeri oleh mesin, yaiu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implemenasi dari ahap design yang secara eknis naninya dikerjakan oleh programmer. 5. Tesing / erificaion. Sesuau yang dibua haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan sofware. Semua fungsi-fungsi sofware harus diujicobakan, agar sofware bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebuuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya. 6. Mainenance. Pemeliharaan suau perangka lunak diperlukan, ermasuk di dalamnya adalah pengembangan, karena perangka lunak yang dibua idak selamanya hanya seperi iu. Keika dijalankan mungkin saja masih ada error kecil yang idak diemukan sebelumnya, aau ada penambahan fiurfiur yang belum ada pada perangka lunak ersebu. Pengembangan diperlukan keika adanya perubahan dari eksernal perusahaan seperi keika ada perganian sisem operasi, aau perangka lainnya.

22 Keenam ahapan ersebu digambarkan pada gambar 2.4. Terliha bahwa ahapan dimulai dari sysem engineering lalu beruru sampai ke mainenance dan di seiap ahap ada anak panah ke ahap sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa jika sisem masih belum memenuhi ujuan maka pengembangan erus dilakukan dengan kembali ke ahap yang masih memerlukan perbaikan lalu berlanju ke ahap berikunya. Gambar 2.4 Waerfall model