BAB 1 Konsep Dasar 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1. KONSEP DASAR. d y ; 3x = d3 y ; y = 3 d y ; x = @u @z 5 6. d y = 7 y x Dalam bahan ajar ini pemba

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB Solusi Persamaan Fungsi Polinomial

BAB PDB Linier Order Satu

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2.1 PDB Linier Order Satu Homogen PDB order satu dapat dinyatakan dalam atau dalam bentuk derivatif = f(x y) dx M(x y)dx +

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Untuk Keluarga Tercinta ii

BANK SOAL METODE KOMPUTASI

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

p2(x)

MODIFIKASI METODE RUNGE-KUTTA ORDE-4 KUTTA BERDASARKAN RATA-RATA HARMONIK TUGAS AKHIR. Oleh : EKA PUTRI ARDIANTI

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BARISAN BILANGAN REAL

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Analisis Riil II: Diferensiasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 BARISAN BILANGAN REAL

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dy dx B. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah

SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

2 BARISAN BILANGAN REAL

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial Denition (Metoda numeris) Metoda numeris adalah suatu model pendekatan dengan menggunakan teknik-teknik

1.1 Definisi dan Teorema Dalam Kalkulus Representasi bilangan dalam komputer Algoritma Software Komputer...

KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

Galat & Analisisnya. FTI-Universitas Yarsi

Ilustrasi Persoalan Matematika

Akar-Akar Persamaan. Definisi akar :

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

4. Deret Fourier pada Interval Sebarang dan Aplikasi

CNH2B4 / KOMPUTASI NUMERIK

Pertemuan 1 dan 2 KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

PAM 252 Metode Numerik Bab 2 Persamaan Nonlinier

II. TINJAUAN PUSTAKA. variabel x, sehingga nilai y bergantung pada nilai x. Adanya relasi kebergantungan

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!

Bab 2 Fungsi Analitik

PAM 252 Metode Numerik Bab 4 Pencocokan Kurva

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

KALKULUS MULTIVARIABEL II

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

PERBANDINGAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT DAN METODE ADAMS-BASHFORTH ORDE EMPAT DALAM PENYELESAIAN MASALAH NILAI AWAL ORDE SATU

Persamaan Diferensial Biasa

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

METODE PSEUDOSPEKTRAL CHEBYSHEV PADA APROKSIMASI TURUNAN FUNGSI

Persamaan Diferensial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

MA1201 KALKULUS 2A Do maths and you see the world

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

: D C adalah fungsi kompleks dengan domain riil

PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN

Triyana Muliawati, S.Si., M.Si.

BAB III PEMBAHASAN. Bab III terbagi menjadi tiga sub-bab, yaitu sub-bab A, sub-bab B, dan subbab

KALKULUS BAB II FUNGSI, LIMIT, DAN KEKONTINUAN. DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA Universitas Indonesia

PENURUNAN FUNGSI SECARA NUMERIK

Hendra Gunawan. 26 Februari 2014

METODA NUMERIK (3 SKS)

Penggunaan Metode Numerik Untuk Mencari Nilai Percepatan Gravitasi

Deret Fourier. (Pertemuan XI) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

Catatan Kuliah MA1123 KALKULUS ELEMENTER I BAB III. TURUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Department of Mathematics FMIPAUNS

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

II. TINJAUAN PUSTAKA. iterasi Picard di dalam persamaan diferensial orde pertama, perlu diketahui

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

DIKTAT PRAKTIKUM METODE NUMERIK

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

TURUNAN. Ide awal turunan: Garis singgung. Kemiringan garis singgung di titik P: lim. Definisi

Definisi 4.1 Fungsi f dikatakan kontinu di titik a (continuous at a) jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi: (1) f(a) ada,

CONTOH SOLUSI UTS ANUM

PAM 252 Metode Numerik Bab 5 Turunan Numerik

Untuk Keluarga Tercinta

Sistem Bilangan Kompleks

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

Transkripsi:

BAB 1 Konsep Dasar 1

BAB 2 Solusi Persamaan Fungsi Polinomial 2

BAB 3 Interpolasi dan Aproksimasi Polinomial 3

BAB 4 Metoda Numeris untuk Sistem Nonlinier 4

BAB 5 Metoda Numeris Untuk Masalah Nilai Awal Gerak harmonis pendulum (bandul), sebagaimana digambarkan dibawah ini, menunjukkan masalah nilai awal dengan PD order 2. d 2 dt + g sin =0 2 L (t 0 )= 0 0 (t 0 )= 0 0 Dapat juga ditulis sebagai d2 + g =0, bila sangat kecil sekali. Dalam dt 2 L L θ hal ini L adalah panjang tali pendulum, g gravitasi bumi dan sudut antara pendulum dengan posisi setimbang. Selanjutnya solusi analitik terhadap persamaan difrensial ini tidak efektif dilakukan, mengingat persamaan itu tidak linier. Dengan demikian metoda numeris sangat dibutuhkan. 67

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 68 Persamaan difrensial biasa order pertama dapat disajikan dalam bentuk berikut dy dx = f(x y) atau y0 = f(x y): (5.1) Solusi dari persamaan ini adalah y(x)yang memenuhi persamaan y 0 (x) =f( y(x)) di semua titik pada interval domain [a b]. Selanjutnya persamaan (5.1) dikatakan merupakan masalah nilai awal bila solusi itu memenuhi nilai awal y(a) =y 0,sehingga persamaan itu dapat digambarkan sebagai y 0 = f(x y) a x b y(a) = y 0 : Kemudian bila persamaan ini terdiri dari lebih dari satu persamaan yang saling terkait maka dikatagorikan sebagai sistem persamaan difrensial. Sistem persamaan difrensial order pertama disajikan sebagai berikut. y 0 1 = f 1 (t y 1 y 2 ::: y n ) y 0 2 = f 2 (t y 1 y 2 ::: y n ). y 0 n = f n (t y 1 y 2 ::: y n ): Atau dalam bentuk umum dapat disajikan sebagai y 0 i = f i (t y 1 y 2 ::: y n ) i =1 2 ::: n dan a t b: (5.2) dengan nilai awal y 1 (a) = 1 y 1 (a) = 2 ::: y 1 (a) = n. Metoda numeris pada umumnya diterapkan dalam menyelesaikan sistem persamaan difrensial order satu ini. Sehingga bila fenomena yang dihadapi adalah sistem persamaan difrensial order n maka haruslah ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem persamaan difrensial order satu.

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 69 Contoh 5.0.1 Transformasikan sistem persamaan difrensial dibawah ini dalam sistem persamaan difrensial order satu. v 0 + v + u 000 + u 00 v 0 = xv u 1+x = cos x dimana u(0) = ;1 u 0 (0)=1 u 00 (0) = 1 v(0) = 1 Penyelesaian 5.0.1 Misal y 1 = u y 2 = u 0 y 3 = u 00 dan y 4 = v, maka y 0 1 = u 0 = y 2 y 0 2 = u 00 = y 3 y 0 3 = u 000 = xy 4 ; y 3 (cos x ; y 4 ; y 1 1+x ) y 0 4 = v 0 = cos x ; y 4 ; y 1 1+x : Nilai awal seakarang adalah y 1 (0) = ;1 y 2 (0) = 1 y 3 (0) = 1 y 4 (0) = 1. 5.1 Teori Dasar Sebelum menyelesaikan suatu model persamaan difrensial terlebih dahulu harus diselidiki apakah persamaan itu mempunyai solusi (existence) atau tidak dan bila solusi itu ada apakah solusi itu tunggal (uniqueness) atau trivial. Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting untuk didahulukan mengingat betapa kompleknya suatu model fenomena riel yang banyak dimungkinkan tidak dapat diselesaikan dengan metoda analitik ataupun kualitatif. Denisi 5.1.1 (Sarat Lipschitz) Suatu fungsi f(t y) dikatakan memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y di suatu domain D 2 R 2 jika ada konstanta L>0

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 70 sedemikian hingga jjf(t y 1 ) ; f(t y 2 )jj Ljjy 1 ; y 2 jj untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D. Selanjutnya konstanta L disebut sebagai konstanta Lipschitz. Denisi 5.1.2 (Konvek) Suatu himpunan D 2 R 2 dikatakn konvek bila untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D maka titik ((1 ; )t 1 + t 2 (1 ; )y 1 + y 2 ) juga merupakan elemen dari D untuk 2 [0 1]. Secara geometris dapat digambarkan sebagai berikut (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 (t, y ) 1 1 (t, y ) 2 2 Konvek Tidak Konvek Gambar 5.1: Diagram kekonvekan untuk D 2 R 2 Teorema 5.1.1 Andaikata f(t y) terdenisi dalam himpunan konvek D 2 R 2 dan ada konstanta L>0 dimana df dy (t y) L untuk semua (t y) 2 D (5.3) maka f memenuhi suatu sarat Lipschitz. Teorema 5.1.2 Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1gdan f(t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y maka masalah nilai awal y 0 (t) =f(t y) a t b y(a) =

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 71 mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Contoh 5.1.1 y 0 = 1 +t sin(ty) 0 t 2 y(0) = 0. Tentukan apakah persamaan ini mempunyai solusi tunggal. Penyelesaian 5.1.1 f(t y) = 1 + t sin(ty), kemudian terapkan teorema nilai rata-rata pada buku "Analisa Numerik I" yaitu untuk sebarang y 1 <y 2, maka ada bilangan 2 (y 1 y 2 ) sedmikian hingga f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) y 2 ; y 1 = @ @y f(t ) =t2 cos(t): Kemudian f(t y 2 ) ; f(t y 1 ) = (y 2 ; y 1 )t 2 cos(t) jjf(t y 2 ) ; f(t y 1 )jj = jj(y 2 ; y 1 )t 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjjt 2 cos(t)jj jjy 2 ; y 1 jjjj max t 2 cos(t)jj 0t2 = 4jjy 2 ; y 1 jj: Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu jjf(t y 1 );f(t y 2 )jj Ljjy 1 ;y 2 jj, dimana konstanta Lipschitznya adalah L =4,berarti persamaan itu mempunyai solusi tunggal. 5.2 Beberapa Metoda Numeris Ada beberapa metoda numeris yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai awal. Metoda-metoda ini dikembangkan dan dikaji berdasarkan

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 72 ekspansi deret Taylor. f(x) p n (x)+r n+1 (x) (5.4) p n (x) = f(x 0 )+ (x ; x 0) f 0 (x 0 )++ (x ; x 0) n f (n) (x 0 ) (5.5) 1! n! R n+1 (x) = 1 n! untuk antara x 0 dan x. Z x x 0 (x ; t) n f (n+1) (t)dt (5.6) = (x ; x 0) n+1 f (n+1) () (5.7) (n +1)! Selanjutnya kita mulai dengan masalah y 0 = f(x y) a x b y(a) =y 0 (5.8) Solusi numeris terhadap masalah ini diperoleh dengan membagi doain itu [a b] kedalam grid yakni x i = a + ih i =0 1 ::: n h =(b ; a)=n: Dengan demikian x 0 = a, dan x n = b, sedangkan h disebut besarnya grid (stepsize). Solusi numerisnya adalah himpunan dari nilai grid y 0 = y(x 0 = a) y 1 y 2 ::: y n (5.9) Nilai-nilai ini dihitung secara berurutan kemudian hasilnya dipakai sebagai aproksimasi terhadap solusi eksak y(x) sedemikian hingga y n y(x n ) n =0 1 2 ::: n: 5.2.1 Metoda Euler Deret Taylor secara umum adalah f(x) f(x 0 )+ (x ; x 0) 1! f 0 (x 0 )+ (x ; x 0) 2 f (2) (x 0 )+:::: 2!

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 73 Bila x = x 1 maka y(x 1 )=y(x 0 )+ (x 1 ; x 0 ) 1! y 0 (x 0 )+ (x 1 ; x 0 ) 2 y 00(x 0 )+::: 2! sedangkan x 1 ; x 0 = h sehingga secara berurutan disetiap grid dirumuskan y(x n+1 ) = y(x n )+ (x n+1 ; x n ) 1! y 0 (x n )+ (x n+1 ; x n ) 2 y 00(x n )+::: 2! y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y 00 (x n )+ h3 3! y 000 (x n )+::: Formulasi Euler memandang bahwa suku-suku setelah suku kedua dapat dipenggal (truncation) mengingat h2 kita hitung h3 2! 3! ::: hn n! akan mendekati nol, sebagai gantinya y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n ) y n+1 = y n + hf(x n y n ) (5.10) secara berulang. Rumus ini kemudian disebut dengan Metoda Euler. Denisi 5.2.1 (Kesalahan global) Kesalahan global didenisikan sebagai e n := y(x n ) ; y n Denisi 5.2.2 (Konvergen) Suatu metoda dikatakan konvergen bila max jjy(x i) ; y i jj! 0 untuk h! 0 0in Denisi 5.2.3 (Kesalahan Pemenggalan Lokal) Kesalahan pemenggalan lokal adalah kesalahan yang ditimbulkan oleh perumusan suatu metoda dalam bentuk l n := y(x n+k ) ; y n+k. Denisi 5.2.4 (Order) Suatu metoda dikatakan berorder p bila l n := O(h p+1 ).

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 74 Denisi 5.2.5 (Konsisten) Suatu metoda dikatakan konsisten bila ordernya minimal satu. Dapat dibuktikan bahwa metoda Euler adalah berorder satu, hal ini dapat ditelusuri dengan menentukan kesalahan pemenggalan lokal dari metoda tersebut, dengan memperluas rumusan Taylor x n = x 0 + nh x n+1 = x 0 +(n +1)h y n+1 y(x n+1 ) (5.11) y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n )+ h3 y(x n;1) = y(x n ) ; h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n ) ; h3 3! y000 (x n )+::: (5.12) 3! y000 (x n )+::: (5.13) (5.14) Sehingga kesalahan pemenggalan lokal adalah l n := y(x n+1 ) ; y n+1 =(y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 l n := h2 2! y0 (x n )+::: l n := O(h 1+1 ): 2! y00 (x n )+:::) ; y(x n ) ; hy 0 (x n ) Kemudian suatu metoda harus teruji keakurasiannya dengan meneliti apakah kesalahan yang ditimbulkan dalam perhitungan semakin mengecil pada setiap iterasi (konvergen) artinyauntuk h! 0 makakesalahan global e n dari Euler harus mendekati 0. Selanjutnya bila suatu metoda memiliki sifat ini dikatakan bahwa metoda itu memenuhi prinsip dasar (principal property) yang harus dipenuhi.

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 75 Teorema 5.2.1 Disebarang titik grid x n dalam [a b] kesalahan global dari metoda Euler memenuhi sifat dimana L adalah konstanta Lipschitz dan jje n jj hm 2 2L (e(b;a)l ; 1) (5.15) jjy 00 (x)jj M 2 a x b: Bukti 5.2.1 Solusi numeris metoda Euler y n+1 = y n + hf(x n y n ) dan ekpansi Taylor y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 ( n ) x n n x n+1 : Suku terakhir dari deret ini merupakan ekspresi dari kesalahan pemenggalan lokal. Kurangkan kedua rumus itu dan gunakan terorema sarat Lipschitz diperoleh jje n+1 jj jje n jj(1 + hl)+ h2 2 M 2 Selanjutnya gunakan fakta bahwa jje 0 jj = 0 jje 1 jj h2 2 M 2 dan jje 2 jj (1 + hl) h2 2 M 2, sehingga jje n jj h2 2 M 2(1 + (1 + hl)++(1+hl) n;1 ): Dengan menggunakan rumus jumlah deret geometri, didapat jje n jj h2 2 M (1 + hl) n ; 1 2 (1 + hl) ; 1 = h2 2 M 2 (1 + hl) n ; 1 hl = h 2L M 2((1 + hl) n ; 1)

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 76 Kita memahami bahwa untuk h L > 0 berlaku (1 + hl) n e nhl sedang x n = x 0 +(n)h atau h = xn;x 0 n sehingga e nhl = e (xn;x 0)L e (b;a)l sehingga jje n jj h 2L M 2(e (b;a)l ; 1) Jelas disini lim jje n jj =0: h!0 Dengan demikian dikatakan bahwa metoda Euler adalah konvergen. 2 Contoh 5.2.1 Gunakan metoda Euler untuk menyelesaikan persamaan difrensial berikut 8 >< >: dy dt = f(t y) =y ; t 0 t 1 y(0) = 0:5 Penyelesaian 5.2.1 Solusi analitik dari persamaan ini adalah y(t) =t +1; 0:5e t. Selanjutnya dengan menetapkan h = 0:1 dapat dihitung solusi numeris sebagai berikut. n = 0! t 0 =0dany 0 =0:5 y 1 = y 0 + hf(x 0 y 0 )=0:5 +0:1f(0 0:5) = 0:5500 n = 1! t 1 =0+10:1 dany 1 =0:5500 y 2 = y 1 + hf(x 1 y 1 )=0:5500 + 0:1f(0:1 0:5500) = 0:5950 dan seterusnya. Lakukan dengan cara yang sama sehingga diperoleh tabel berikut ini

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 77 t n y n y(t n ) e n 0.0 0.5000 0.5000 0.0000 0.1 0.5500 0.5474 0.0026 0.2 0.5950 0.5893 0.0057 0.3 0.6345 0.6251 0.0094 0.4 0.6679 0.6541 0.0138 0.5 0.6947 0.6756 0.0191 0.6 0.7142 0.6889 0.0253 0.7 0.7256 0.6931 0.0325 0.8 0.7282 0.6872 0.0410 0.9 0.7210 0.6702 0.0508 1.0 0.7031 0.6409 0.0622 Dalam visualisasi gras kedua solusi itu dapat dibandingkan sebagai berikut 0.75 0.7 0.65 0.6 : Solusi numeris y_n 0.55 oo : Solusi analitik y(x) 0.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Gambar 5.2: Metoda Euler dalam grak 5.2.2 Metoda Runge-Kutta Metoda Euler adalah metoda yang cukup lama dikenal, namun demikian keakura-sian metoda ini masih perlu dipertimbangkan untuk kategori persoalan yang sedekit lebih komplek. Metoda ini hanya bekerja dengan baik pada awalawal interval domain selanjutnya diujung akhir interval domain biasanya mengalami osilasi yang cukup besar (perhatikan gambar 5.2). Untuk meningkatkan keakurasian metoda ini diperlukan proses bertahap dengan mengasumsikan suatu

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 78 estimasi awal ^y n+1,kemudian tentukan nilai dari turunan di ujung grid x n de-ngan menghitung f(x n+1 ^y n+1 ). Selanjutnya selesaikan langkah berikutnya dengan menggunakan rumus rata-rata dua gradien, yang diberikan berikut ini ^y n+1 = y n + hf(x n y n ) y n+1 = y n + h 2 (f(x n y n )+f(x n+1 ^y n+1 )) Teknik seperti ini lebih akurat daripada metoda Euler. Metoda Runge Kutta mengadobsi teknik diatas dengan representasi sebagai berikut k 1 = f(x n y n ) k 2 = f(x n + c 2 h y n + ha 21 k 1 ) y n+1 = y n + h(k 1 + k 2 ): Selanjutnya secara umum dapat disajikan dalam bentuk k 1 = f(x n y n ) k i = f(x n + c i h y n + h y n+1 = y n + h mx i=1 i;1 X j a ij k j ) i =1 2 ::: m b i k i : (5.16) Dengan istilah lain metoda ini terkenal dengan nama metoda Ekpslisit Runge Kutta, dan dapat direpresentasikan dalam bentuk tabel berikut dimana c i = P m j=1 a ij dan P m i=1 b i = 1. Dengan kata lain dapatlah disajikan dalam bentuk Sebagai contoh metoda Runge-Kutta dua tahap adalah

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 79 0 c 2 a 21 c 3 a 31 a 32...... c m a m1 a m2 ::: a mm;1 b 1 b 2 ::: b m;1 b m c A b T Dengan demikian dapatlah diuraikan k 1 = f(x 0 y 0 ) k 2 = f(x 0 + h y 0 + hk 1 ) y n+1 = y n + 1 2 h(k 1 + k 2 ): (5.17) Kondisi dari Order Runge-Kutta Order dari metoda Runge-Kutta ditunjukkan dengan jumlah tahap dari metoda tersebut. Contoh diatas adalah metoda Runge-Kutta dua tahap, berarti order dari metoda itu adalah 2. Selanjutnya setiap order metode ini menunjukkan kondisi yang berbeda dari hubungan antara elemen matrik A, vektor c dan b. 0 1 1 1 2 1 2

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 80 Teorema 5.2.2 Metoda Runge-Kutta dua tahap yang sekaligus berorder 2 mempunyai sifat sebagai berikut: a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = 1 2 Bukti 5.2.2 Persamaan difrensial adalah y 0 = f(x y) y(x 0 )=y 0 : Gunakan aturan Chain yakni untuk turunan partial y 00 = f x + f y y 0 = f x + f y f (5.18) y 000 = f xx +2f xy f + f yy f 2 + f y (f x + f y f) (5.19) f(x + m y + n) = f(x y)+(m @ @x + n @ @y )f Sekarang ingat ekspansi Taylor + 1 2 (m @ @x + n @ @y )2 f + ::: (5.20) y(x n+1 ) = y(x n )+ h 1! y0 (x n )+ h2 2! y00 (x n )+ h3 3! y000 (x n )+::: y(x 1 ) = y(x 0 )+hy 0 (x 0 )+ h2 2 y00 (x 0 )+ h3 6 y000 (x 0 )+::: (5.21) Perluas k 1 dan k 2 k 2 = f(x 0 + c 2 h y 0 + ha 21 f) = f(x 0 y 0 )+h(c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) h 2 2 (c2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+:::

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 81 Kemudian substitusikan k 1 dan k 2 kedalam (5.17) dengan mempertimbangkan nilai awal y(x 0 )=y 0. y 1 = y 0 + h(b 1 + b 2 )f(x 0 y 0 )+h 2 b 2 (c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) + h3 2 b 2(c 2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+::: y 1 y(x 0 )+h(b 1 + b 2 )y 0 (x 0 )+h 2 b 2 (c 2 f x + a 21 ff y )(x 0 y 0 ) + h3 2 b 2(c 2 2f xx +2c 2 a 21 ff xy + a 2 21f 2 f yy )(x 0 y 0 )+::: (5.22) Suatu metoda dikatakan berorder p bila l n := O(h p+1 ). Dengan demikian untuk order 2 dalam metoda ini, selisih persamaan (5.21) dan (5.22) atau kesalahan pemenggalan lokal l 0 = y(x 1 ) ; y 1 = O(h 2+1 ), lihat denisi (5.2.3). Artinya suku-suku dari l 0 sebelum O(h 2+1 ) harus dinolkan. Untuk memenuhi ini maka tidak ada jalan lain pada persamaan (5.22) harus mempunyai sifat a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = 1 2 2 Sifat kekonvergenan dari metoda ini dapat dianalisa dengan membuktikan teorema berikut ini. Teorema 5.2.3 Disebarang titik grid x n dalam [a b] kesalahan global dari metoda Runge-Kutta berorder p memenuhi sifat dimana ^L adalah konstanta Lipschitz. jje n jj hp M p+1 C ^L (e(b;a) ^L ; 1) (5.23)

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 82 Buktikan dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan pembuktian kekonvergenan pada metoda Euler, dan bila benar maka lim jje n jj =0 h!0 sehingga metoda Runge-Kutta adalah metoda yang konvergen. Contoh 5.2.2 Gunakan metoda Runge-Kutta order 2 untuk menyelesaikan persamaan yang tertera dalam contoh (5.1.1) Penyelesaian 5.2.2 Dengan memanfaatkan rumus yang diberikan pada (5.17) didapat tabel solusi numeris sebagai berikut. t n y n y(t n ) e n 0.0 0.5000 0.5000 0.0000 0.1 0.5475 0.5474 0.0001 0.2 0.5895 0.5893 0.0002 0.3 0.6254 0.6251 0.0003 0.4 0.6546 0.6541 0.0005 0.5 0.6763 0.6756 0.0007 0.6 0.6898 0.6889 0.0009 0.7 0.6942 0.6931 0.0011 0.8 0.6886 0.6872 0.0014 0.9 0.6719 0.6702 0.0017 1.0 0.6429 0.6409 0.0020 Tabel 5.1: Data hasil eksekusi program metoda Runge-Kutta

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 83 Dalam grak dapat digambarkan sebagai berikut 0.7 0.68 0.66 0.64 0.62 0.6 0.58 0.56 0.54 : Solusi numeris oo : Solusi analitik 0.52 0.5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Gambar 5.3: Metoda Runge-Kutta order 2 Bila kita bandingkan dengan gambar 5.2 maka metoda Runge-Kutta jelas memberikan perbedaan yang segnikan. Solusi dari metoda ini, y n, menginterpolasi y(x n ) dengan akurat diseluruh interval domain. Berbeda dengan metoda Euler yang akurasinya hanya ditunjukkan pada awal interval domain. Dengan demikian interpolasi oleh hasil metoda ini tidak mengalami osilasi. 5.2.3 Metoda Multistep Linier (MML) Metoda ini berada dalam satu kelas dengan metoda Runge-Kutta. Dalam arti tingkat keakurasiannya sama-sama berada diatas level metoda Euler. Sedangkan perbandingan dengan metoda Runge-Kutta sendiri tidak dapat dibandingkan, hal ini tergantung kepada kompleknya persoalan. Secara umum metoda multistep didenisikan sebagai berikut i y n+i = h i f n+i : (5.24) Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut implisit. Selanjutnya metoda ini dapat dispesikasikan kedalam dua bentuk

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 84 polinomial, yang dinotasikan dengan dan. (s) = k s k + k;1s k;1 + + 0 (ruas kiri) dan (s) = k s k + k;1s k;1 + + 0 (ruas kanan) Dengan demikian untuk metoda Euler, dapatlah disajikan dalam bentuk ( ) (s ; 1 1), yang kemudian disebut metoda satu step. Kondisi dari Order MML Denisi 5.2.6 (Kesalahan pemenggalan lokal) Kesalahan pemenggalan lokal untuk MML didenisikan sebagai berikut l n = = i y(x n+i ) ; h i y(x n+i ) ; h i f(x n+i y(x n+i )) i y 0 (x n+i ): (5.25) Rumus ini tidak berbeda dengan denisi (5.2.3), dengan demikian sesuai dengan konsep ekspansi Taylor dapatlah ditulis y(x n+i ) = y(x n )+i h 1! y0 (x n )+ (ih)2 2! y 0 (x n+i ) = y 0 (x n )+i h 1! y00 (x n )+ (ih)2 2! y 00 (x n )+ (ih)3 y 000 (x n )+::: 3! y 000 (x n )+ (ih)3 y 0000 (x n )+::: 3! maka l n = i y(x n )+i h y0 (x n )+ (ih)2 1! 2! ;h i 2! y 0 (x n )+i h 1! y00 (x n )+ (ih)2 y 00 (x n )+ (ih)3 y 000 (x n )+::: 3! y 000 (x n )+ (ih)3 y 0000 (x n )+::: 3!

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 85 Kelompokkan semua suku yang mempunyai order h yang sama sehingga diperoleh dimana l n = C 0 y(x n )+C 1 hy 0 (x n )+C 2 h 2 2! y00 (x n )+::: C 0 = k + k;1 + + 0 C 1 = C 2 = i i ; i 2 i ; 2 i i i. C q = i q i ; q i q;1 i q =2 3 ::: p p+1 ::: s: Kemudian suatu metoda dikatakan berorder p bila C 0 = C 1 = = C p =0 sedang C p+1 6=0 Contoh 5.2.3 Buktikan bahwa MML berikut ini konsisten dalam order 3. y n+2 +4y n+1 ; 5y n = h(4f n+1 +2f n ) Penyelesaian 5.2.3 Gunakan sifat-sifat (5.11),(5.12) dan (5.13) sehingga didapat l n = y n+2 +4y n+1 ; 5y n ; 4hf n+1 +2hf n y(x n+2 )+4y(x n+1 ) ; 5y(x n ) ; 4hy 0 (x n+1 ) ; 2hy 0 (x n )

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 86 Sederhanakan kedalam y(x n+1 ) l n = y(x n+1 )+ h1! y0 (x n+1 )+ h2 +4y(x n+1 ) ; 5 + h4 4! y0000 (x n+1 )+::: ; h3 3! y0000 (x n+1 )+::: y00 (x n+1 )+ h3 y000 (x n+1 )+ h4 2! 3! y(x n+1 ) ; h1! y0 (x n+1 )+ h2 ; 4hy 0 (x n+1 ) ; 2h Dengan mengelompokkan suku-suku yang sama diperoleh 4! y0000 (x n+1 )+::: y00 (x n+1 ) ; h3 y000 (x n+1 ) 2! 3! y 0 (x n+1 ) ; h1! y00 (x n+1 )+ h2 y000 (x n+1 ) 2! l n = 4 h 4! y0000 (x n+1 )+::: = h 6 y0000 (x n+1 )+ = O(h 3+1 ) Sehingga terbukti bahwa MML diatas adalah order 3. Tidak dapat dipastikan bahwa bila suatu metoda konsisten akan secara otomatis metoda itu konvergen. Oleh karena itu kita membutuhkan sarat lain yaitu nol-stabil Denisi 5.2.7 (Nol-stabil) Suatu metoda dikatakan memiliki sifat nol-stabil atau memenuhi kondisi akar bila akar dari (s) =0memenuhi sifat js n j1. Bila semua s n =1maka metoda itu dikatakan sangat stabil. Teorema 5.2.4 Bila MML memenuhi sifat konsisten dan sekaligus nol-stabil maka metoda itu dikatakan konvergen. konsisten + nol-stabil, konvergen Teorema 5.2.5 Order maksimum dari MML k-step adalah 2k untuk implisit dan 2k ; 1 untuk eksplisit. Kemudian MML implisit k-step dengan order p yang

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 87 mempunyai sifat nol-stabil akan memenuhi sifat p k +2 untuk k genap dan p k +1 untuk k ganjil, sedangkan MML eksplisit k-step memenuhi sifat p k. Berikut ini beberapa contoh MML yang banyak dipakai 1. MML eksplisit (a) y n+1 = y n + hf n order 1, dan MML 1-step (b) y n+2 = y n+1 + h 2 (3f n+1 ; f n ) order 2, dan MML 2-step (c) y n+3 = y n+2 + h 12 (23f n+2 ; 16f n+1 +5f n ) order 3, dan MML 3-step 2. MML implisit (a) y n+1 = y n + h 2 (f n+1 + f n ) order 2, dan MML 1-step (b) y n+2 = y n+1 + h 12 (5f n+2 +8f n+1 ; f n ) order 3, dan MML 2-step (c) y n+3 = y n+2 + h 24 (9f n+3 +19f n+2 ; 5f n+1 + f n ) order 4, dan MML 3-step Contoh 5.2.4 Buktikan bahwa beberapa contoh MML eksplisit maupun implisit diatas memenuhi sifat konsistensi dan nol stabil. 5.3 Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang dapat dirangkum dalam modul ini, diantaranya adalah: Bentuk umum sistem PDB order pertama adalah y 0 i = f i (t y 1 y 2 ::: y n ) i =1 2 ::: n dan a t b: (5.26) dengan nilai awal y 1 (a) = 1 y 1 (a) = 2 ::: y 1 (a) = n.

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 88 Misal D = f(t y)ja t b ;1 y 1gdan f(t y) adalah fungsi kontinyu dalam D, kemudian bila f memenuhi sarat Lipschitz dalam variabel y, yaitu jjf(t y 1 ) ; f(t y 2 )jj Ljjy 1 ; y 2 jj untuk sebarang (t y 1 ) (t y 2 ) 2 D dan konstanta L>0, maka y 0 (t) =f(t y) a t b y(a) = mempunyai solusi tunggal y(t) untuk a t b. Beberapa metoda numeris yang dapat dipakai untuk menyelesaikan PDB dengan masalah nilai awal adalah 1. Metoda Euler y(x n+1 )=y(x n )+ h 1! y0 (x n ) y n+1 = y n + hf(x n y n ) (5.27) 2. Metoda Runge-Kutta k 1 = f(x n y n ) k i = f(x n + c i h y n + h y n+1 = y n + h mx i=1 i;1 X j a ij k j ) i =1 2 ::: m b i k i : (5.28) 3. Metoda Multistep i y n+i = h i f n+i : (5.29) Bila k = 0 maka metoda ini dikatakan multistep eksplisit dan jika tidak disebut implisit.

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 89 Latihan Tutorial 1 1. Suatu sistem PD yang disajikan dalam persamaan berikut z 00 +2w 0 = y + e w z 0 +siny 0 + w = 1+t 2 w 0 + y cos t ; z 00 = 0 dengan nilai awal z(0)=1 z 0 (0) = 1 y(0) = 1 w(0) = ;20, dapat diselesaikan dengan mudah dalam numerik bila ditransformasikan terlebih dahulu kedalam sistem PD order satu, laku-kan transformasi itu. Kemudian untuk meyakinkan sistem itu dapat mempunyai solusi tunggal terlebih dahulu harus dicek dengan teorema Lipschitz. Sebagai gambaran periksa mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz: (a) f(t y) =y cos t 0 t 1 y(0) = 1 (b) f(t y) =1+t sin y 0 t 2 y(0) = 0 (c) f(t y) = 2 t y + t2 e 2 1 t 2 y(1) = 0 (d) f(t y) = 4t3 y 1+t 4 0 t 1 y(0) = 1 dan tentukan besar konstanta Lipschitz dari masing-masing soal ini. 2. Perhatikan PDB y 0 = ;y 2 dan y 0 = p jyj. Buktikan bahwa kedua PDB itu tidak memenuhi syarat Lipschitz pada selang interval 0 x 1 ;1 y 1, dan pada sebarang nilai awal y(0) = y 0 tunjukkan bahwa persamaan pertama tidak mempunyai solusi pada 0 x 1. Kemudian Buktikan bahwa persamaan kedua tidak mempunyai solusi tunggal untuk y(0)= 0.

BAB 5. METODA NUMERIS UNTUK MASALAH NILAI AWAL 90 3. Ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk menyelesaikan sistem PD diatas diantaranya dengan metoda yang sederhana dari Euler y n+1 = y n + hf(t y). Sebagai metoda teknik Euler ini harus memenuhi sifat prinsip kekonvergenan, sekarang tunjukkan apakah metoda ini merupakan metoda yang konvergen (gunakan teorema Lipschitz). Kemudian terapkan metoda ini dalam sistem persamaan order pertama soal no. 1 untuk menghitung y 1. 4. Berikan penjelasan lengkap bagaimana metoda Runge-Kutta diformulasikan. Dan Buktikan bahwa metoda Runge-Kutta dua tahap (Runge- Kutta order 2) mempunyai sifat sebagai berikut: a 21 = c 2 b 1 + b 2 = 1 b 2 c 2 = 1 2 5. Perbincangan kekonvergenan dapat ditempuh dengan memahami teorema konsistensi dan nol-stabil. Sebutkan bunyi kedua teorema tadi dan telusuri apakah metoda MML dibawah ini konsisten atau nol-stabil. y n+3 + 3 2 y n+2 ; 3y n+1 + 1 2 y n =3hf(t n+2 y n+2 ) Sebenarnya dengan rumus P k iy n+i = h P k if n+i kita dapat menentukan sendiri koesien dari metoda ini terlepas dari metoda yang diperoleh itu konvergen atau tidak. Coba gunakan 2 =1dan 2 =0,dantentukan MML eksplisit step 3 ini, kemudian beri komentar tentang kekonvergenanya.