BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. PRADJA PHARIN DESA KARANG ASEM BARAT CITEUREUP BOGOR JAWA BARAT PERIODE 1 APRIL 31MEI 2013

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

UNIVERSITAS INDONESIA

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

Produksi di Industri Farmasi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA) CITEUREUP, BOGOR PERIODE 8 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

Oleh : Bambang Priyambodo

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB III KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI P.T. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

UNIVERSITAS INDONESIA

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Pradja Pharin (Prafa) Citeureup-Bogor

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara

UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II PT. KIMIA FARMA. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk telah

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

UNIVERSITAS INDONESIA

PEDOMAN PENYIAPAN DOKUMEN INDUK INDUSTRI FARMASI DAN INDUSTRI OBAT TRADISIONAL PENDAHULUAN

DOKUMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA


LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG (31 AGUSTUS 9 OKTOBER 2015)

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

BAB II. TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk. 2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus 1971.

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

UNIVERSITAS INDONESIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto Pusposuharto, yang berawal dari sebuah perusahan dagang berbagai bentuk sediaan rumah tangga dengan jumlah karyawan 20 orang di areal berukuran 325 m 2. Pada tahun 1968, PT. Prafa ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal sah di Indonesia untuk Meiji Seika, Jepang. Pada tahun 1971, PT. Prafa menjadi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan tujuan untuk meningkatkan fasilitas produksi yang lebih besar. Sejak saat itu dimulai pembangunan pabrik di areal seluas 2300 m 2 di jalan Bandengan Selatan 58 A Jakarta Utara. Sejak saat itu PT. Prafa mulai memproduksi berbagai jenis sediaan yang jumlahnya semakin besar. Mulai tahun 1988, PT. Prafa telah tumbuh menjadi suatu industri farmasi dengan ± 1000 karyawan, 200 jenis sediaan obat berkualitas dengan penanaman modal total mencapai lebih dari 10 miliar rupiah. Pada tahun itu pula dimulai pengembangan pabrik modern di atas areal seluas 12 hektar, dengan luas bangunan 17.208 m 2 yang terletak di Desa Karang Asem Barat Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembangunan pabrik baru ini dapat diselesaikan pada tahun 1990 dan PT. Prafa resmi pindah ke lokasi tersebut sampai sekarang. Pabrik tersebut dirancang dan dibangun sesuai dengan aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) serta efisien dalam sistem produksi.

Pada tahun 1995, PT. Prafa melakukan merger dengan Darya Varia Group dan dibeli oleh First Pacific Investment Hongkong. Mulai tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang PT. Pradja Pharin diambil alih oleh Unilab Philippines. Selain PT. Prafa, yang tergabung dalam Unilab Indonesia / Darya Varia Group adalah PT. Darya Varia Laboratories dan PT. Medifarma Laboratories. Pada tahun 2005, PT. Prafa memperoleh Sertifikat Industri Farmasi Kelas A dari hasil mapping Badan POM dalam menilai kesiapan industri farmasi menghadapi harmonisasi pasar ASEAN. Berdasarkan hasil tersebut, PT Prafa dapat melakukan produksi di fasilitas sendiri dan menerima toll dari industri farmasi lain. PT. Prafa juga melakukan kerja sama dalam proses produksi (toll manufacture agreement) dengan perusahaan lain (prinsipal) multinasional dan lokal. Prinsipal multinasional antara lain P&G, Actavis dan Novartis. Prinsipal lokal antara lain PT. Novell, PT. Pharos, PT. Lapi, PT. Pyridam, PT. Mahakam Beta Farma, PT. Guardian Pharmatama, PT. Nufarindo, dan PT. Kalbe Farma. Sejak tahun 2003, PT. Prafa mulai diaudit oleh P & G, poin yang didapat saat itu adalah 44. Kemudian setelah dilakukan audit kembali oleh P & G tahun 2004, point yang diaudit bertambah menjadi 72. Dengan perjuangan dan komitmen yang tinggi, akhirnya hanya dalam waktu satu tahun kemudian, PT. Prafa yang diaudit kembali oleh P & G berhasil menaikkan pointnya menjadi 92. Sejak saat itu PT. Prafa telah dipercaya oleh perusahaan P & G untuk melakukan toll manufacturing di PT. Prafa hingga kini, yaitu memproduksi Vicks Formula 44, Vicks Vaporub dan Vicks Inhaler. Pada tahun 2008, P & G memberikan point 100 untuk audit yang dilakukan pada PT. Prafa. Untuk selanjutnya audit P&G dilakukan setiap dua tahun. Pada tahun yang sama perusahaan Novartis

melakukan toll manufacturing di PT. Prafa untuk memproduksi tablet effervescent Ca-Sandoz. Pada tahun 2009, Darya Varia Group melakukan project spesialization. PT. Medifarma Laboratories dikhususkan pada produksi high volume solid order dan OTC. PT. Darya Varia Laboratories dikhususkan pada produksi soft gelatin capsul, sediaan liquid dan semisolid. Sedangkan PT. Prafa dikhususkan pada produksi low volume solid order, produk ethical (solid dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta produk toll manufacturing. Banyak prinsipal lokal dan multinasional yang melakukan toll manufacturing sehingga PT. Prafa dispesialisasikan sebagai Centre of Excellent Toll Manufacturing. PT. Prafa terus mengusahakan kualitas kerja demi kualitas produk sebagai salah satu bagian dari komponen pelayanan kesehatan. Di antaranya membuat Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap aktivitas kerja. 2.2 Struktur Organisasi PT. Prafa dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi enam departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh beberapa supervisor. Bagan struktur organisasi PT. Prafa dapat dilihat pada lampiran 1. 2.3 Visi dan Misi Visi dan misi PT. Prafa dituangkan dalam Motto: We Commit to Speed, Quality, Cost and Safety. Dengan motto ini PT. Prafa selalu berusaha menghasilkan produk bermutu tinggi dan terjangkau oleh masyarakat dengan mengutamakan keselamatan kerja.

2.4 Lokasi dan Sarana Produksi Lokasi pabrik PT. Prafa berada di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pabrik tersebut menempati areal seluas 12 hektar dengan bangunan produksi seluas 17.208 m 2. Denah pabrik PT. Prafa dapat dilihat di lampiran 2. Sarana produksi yang dimiliki PT. Prafa antara lain: 1. Bangunan utama terdiri dari tiga gedung besar, yaitu: a. Gedung pertama digunakan untuk ruang kantor, ruang produksi non betalaktam, ruang produksi dan kemas P&G, ruang Product Development Department (PDD), ruang pengemasan sentral, Masjid, dan kantin. b. Gedung kedua digunakan untuk ruang Quality Assurance (QA) / Quality Control (QC) Department, ruang Material Management (MM) Department, gudang bahan baku dan bahan kemas. c. Gedung ketiga digunakan untuk ruang produksi betalaktam dan sefalosporin. 2. Bangunan penunjang lain meliputi gedung Technical Service (TS), instalasi listrik, Air Handling Unit (AHU), steam unit, compress air unit, waste water unit, water system unit, area parkir, pos satpam, dan laundry unit. 3. Bangunan gudang obat jadi dan gudang api Peralatan produksi yang dimiliki adalah: 1. Peralatan produksi non betalaktam meliputi peralatan produksi tablet, tablet salut selaput, tablet salut gula, kapsul, dan injeksi. 2. Peralatan produksi betalaktam dan sefalosporin meliputi peralatan produksi tablet, tablet salut selaput, kapsul, injeksi kering, dan sirup kering.

2.5 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB bertujuan menjamin bahwa obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Dalam pedoman CPOB tahun 2006, terdapat dua belas aspek yang harus dipenuhi, yaitu: 2.5.1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak menimbulkan resko yang membahayakan konsumen karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen mutu suatu obat jadi tidak hanya mengandalkan pelulusan dari serangkaian pengujian tetapi: a. Mutu obat hendaklah dibangun sejak awal ke dalam produk tersebut, mulai dari bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan dan peralatan yang dipakai, serta semua personil yang terlibat. b. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantai dengan cermat agar obat yang dihasilkan dapat selalu memenuhi persyaratan. Manajemen mutu menentukan dan mengimplementasikan kebijakan mutu. Kebijakan mutu adalah pernyataan formal dari manajemen puncak industri farmasi yang menyatakan arahan dan komitmen dalam mutu produknya. Untuk melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu:

a. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang ada. b. Tindakan sistematis untuk melakukan sistem mutu, yang disebut pemastian mutu (quality assurance). 2.5.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Kepala produksi dan manajeman mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi dan memiliki pengalaman praktis. Kepala bagian pengawasan mutu hendaklah diutamakan seorang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker. Dalam CPOB 2006 dijelaskan bahwa dalam struktur organisasi industri farmasi bagian produksi, manajemen mutu atau pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.

2.5.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang. 2.5.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. 2.5.5 Sanitasi dan Higiene Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan produksi, wadahnya dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran poduk. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksikan dengan tepat untuk memudahkan sanitasi. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk

memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. 2.5.6 Produksi Aspek produksi mencakup: perlakuan terhadap bahan awal; validasi proses; pencegahan pencemaran silang; sistem penomoran bets; penimbangan dan penyerahan serta pengembalian; pengolahan; kegiatan pengemasan; pengawasan selama proses; penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan; karantina dan penyerahan produk jadi; penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; pengiriman dan pengangkutan. Pengadaan bahan awal hendaknya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan tersebut meliputi nomor bets, tanggal penerimaan dan pengeluaran, tanggal diluluskan dan tanggal daluawarsa. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaknya memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kebocoran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian. Sebelum suatu Prosedur Pengolahan Induk diterapkan, hendaklah dilakukan validasi proses untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Perubahan yang berarti

dalam proses, peralatan, atau bahan hendaknya disertai dengan tindakan ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang. Pencemaran silang dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya dengan tersedianya ruang penyangga udara dan sistem tata udara. Sistem penomoran bets secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor bets tertentu. Penomoran bets yang digunakan pada tingkat pengolahan dan pengemasan selanjutnya hendaknya saling berkaitan. Pemberian nomor bets yang dialokasikan segera dicatat dalam suatu buku catatan harian. Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan. Sebelum pengolahan dimulai, ditempuh langkah yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk yang tidak diperlukan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label dengan

benar dan dikarantina untuk dilakukan In-Process Control (IPC) sampai diluluskan oleh bagain pengawasan mutu. Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang lebih ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang memuaskan dari: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu d. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. 2.5.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian mutu bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan yang memuaskan.

Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium (pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi), uji stabilitas, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 2.5.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Tim inspeksi ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurangkurangnya 3 orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. 2.5.9 Penanganan Keluhan terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak berkhasiat). Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi

dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai (diproses kembali atau dimusnahkan) dan dibuatkan laporan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran dilakukan. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dan dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. 2.5.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

2.5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). 2.5.12 Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dan kegiatan yang dilakukan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasi di dalam Rencana Induk Validasi (RIV). Kualifikasi mencakup kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja pada peralatan/mesin. Pada validasi mencakup validasi metode analisis, validasi proses (validasi prospektif, validasi konkuren, validasi retrospektif), validasi pengemasan, validasi pembersihan, dan validasi sistem komputerisasi.