Pada bab ini dipelajari aritmatika modular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, dimana permasalahan dalam teori bilangan disederhanakan dengan cara mengganti setiap bilangan bulat dengan sisanya bila dibagi oleh suatu bilangan bulat tertentu n. Ini berdampak pada penggantian himpunan bilangan bulat Z dengan suatu sistem bilangan Z n yang hanya memuat n elemen. Banyak sifat yang berlaku pada Z diwarisi oleh Z n seperti operasi penjumlahan dan perkalian. Karena hanya berhingga elemen yang terdapat di dalam Z n maka lebih mudah ditangani. Sebelum masuk ke aritmatika modular diperhatikan dulu masalah sederhana berikut. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Penyelesaian. Cara 'konyol' menjawab pertanyaan ini adalah menghitung langsung satu per satu hari-hari pada kalender sampai dengan hari ke 100. Tetapi dengan mengingat terjadi pengulangan secara periodik setiap 7 hari maka permasalahan ini mudah diselesaikan dengan menghitung sisanya jika 100 dibagi 7, yaitu 100 = 14 7 + 2. Jadi 100 hari mendatang adalah hari ke 2 dari sekarang, yaitu Senin. Contoh 3.2. Apakah 22051946 bilangan kuadrat sempurna? Penyelesaian. Cara umum untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan menghitung 22051946, jika hasilnya bulat maka ia kuadrat sempurna. Cara lain adalah dengan cara mengkuadratkan bilangan-bilangan bulat, apakah hasilnya ada yang sama dengan bilangan yang dimaksud. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan sifat bilangan kuadrat sempurna, yaitu jika bilangan kuadrat sempurna dibagi 4 maka sisanya 0 atau 1. Artinya, jika sisanya selain dari 0 dan 1 maka dipastikan ia bukan kuadrat sempurna. Diperoleh 22051946 = 220519 100 + 46 = 220519 (25 4) + (11 4) + 2 = (220519 + 25 + 11) 4 + 2, ternyata memberikan sisa 2 sehingga disimpulkan bukan kuadrat sempurna. 39
Kedua contoh ini merupakan masalah sederhana pada aritmatika modular, masih banyak masalah rumit pada teori bilangan yang hanya dapat diselesaikan dengan mudah melalui artimatika modular. 3.1 Aritmatika Modular Denisi 3.1. Misalkan n sebuah bilangan bulat positif tertentu. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo n, ditulis a b mod(n) jika n membagi selisih a b, atau jika a b = kn untuk suatu bilangan bulat k. Dibaca juga, a kongruen dengan b modulo n, atau a kongruen modulo n dengan b. Untuk lebih memahami denisi ini kita amati contoh berikut. Contoh 3.3. Ambil n = 7 maka diperoleh beberapa fakta berikut 3 24 mod(7) sebab 3 24 = 21 terbagi oleh 7, 31 11 mod(7)sebab 31 11 = 42 terbagi oleh 7, 15 64 mod(7)sebab 15 + 64 = 49 habis dibagi 7. Tetapi 25 12 mod(7)sebab 25 12 = 13 tidak habis dibagi 7, yaitu 25 tidak kongruen dengan 12 modulo 7. Pada bagian lainnya relasi kongruensi ini juga terkadang menggunakan notasi a b(mod n), atau a n b. Bila bilangan modulo n sudah dipahami dengan baik maka cukup ditulis sederhana dengan a b. Bila pada algoritma pembagian, diambil n sebagai pembagi maka sebarang bilangan bulat a selalu terdapat hasil bagi q dan sisa r sehingga a = qn + r, 0 r < n. Berdasarkan denisi kongruensi, relasi ini dapat ditulis sebagai a r mod(n).karena ada n pilihan untuk r maka disimpulkan bahwa setiap bilangan bulat pasti kongruen modulo n dengan salah satu bilangan 0, 1,, n 1. Khusunya n a bila hanya bila a 0 mod(n). Himpunan bilangan {0, 1,, n 1} disebut residu taknegatif terkecil modulo n. Secara umum, kumpulan bilangan bulat a 1, a 2,, a n dikatakan membangun himpunan lengkap residu modulo n jika setiap bilangan bulat kongruen dengan salah satu bilangan a k. Dengan kata lain jika a 1, a 2,, a n kongruen modulo n dengan 0, 1,, n 1 dengan urutan yang tidak beraturan. 40
Contoh 3.4. Bilangan 12, 4, 11, 13, 22, 82, 91 membentuk himpunan lengkap residu modulo 7 sebab 12 2, 4 3, 11 4, 13 5, 22 1, 82 5, 91 0. Jadi prinsipnya dalam suatu himpunan residu lengkap tidak ada dua bilangan yang saling modulo, misalnya a 2 a 5. Berikut sifat dua bilangan bulat sebarang jika mereka saling modulo. Teorema 3.1. Untuk sebarang bilangan bulat a dan b, a n b bila hanya bila mereka memberikan sisa yang sama bila dibagi oleh n. Bukti. Karena a n b maka berdasarkan denisi a = b + kn untuk suatu k bulat. Misalkan b memberikan sisa r jika dibagi n, yaitu b = qn + r, dengan 0 r < n. Selanjutnya sisa a jika dibagi n dapat ditemukan sebagai berikut a = (qn + r) + kn = (q + k)n + r, ternyata juga memberikan sisa r. Sebaliknya, misalkan keduanya memberikan sisa yang sama jika dibagi oleh n, katakan a = q 1 n + r, b = q 2 n + r maka a b = (q 1 q 2 )n, yakni a n b. Kongruensi dapat dipandang sebagai generalisasi dari relasi sama dengan. Bila dua bilangan sama maka mereka kongruen terhadap sebarang modulo. Namun dua bilangan yang tidak sama boleh jadi mereka kongruen terhadap modulo tertentu. Sebaliknya dua bilangan yang kongruen modulo tertentu belum tentu sama. Teorema berikut memberikan sifat-sifat dasar kongruensi. Teorema 3.2. Misalkan n > 1 sebagai bilangan modulo dan a, b, c, d adalah bilangan bulat sebarang. Maka pernyataan berikut berlaku : 1. a a (sifat reeksif) 2. a b bila hanya bila b a (simetris) 3. bila a b dan b c maka a c (transitif) 4. bila a b dan c d maka a + c b + d (aditif) dan ac bd (multiplikatif) 41
5. bila a b dan k bulat positif sebarang maka a k b k. Bukti. Karena a a = 0 n maka disimpulkan a a. Untuk pernyataan 2, gunakan denisi yaitu a b a b = q n b a = ( q) n b a. Pada pernyataan 3, diketahui a b dan b c yaitu a b = q 1 n dan b c = q 2 n. Diperoleh a b + b c = (q 1 + q }{{} 2 ) n a c = q n, q yakni a c. Untuk pernyataan 4, diketahui a b = q 1 n dan c d = q 2 n. Bila kedua ruas dijumlahkan diperoleh (a+c) (b+d) = (q 1 +q 2 ) n, yaitu a+c b+d. Untuk sifat multiplikatif dicoba sendiri. Pernyataan terakhir dibuktikan dengan menggunakan prinsip induksi matematika. Untuk k = 1 maka jelas dipenuhi sebab diketahui a b. Misalkan berlaku untuk k: a k b k maka a k+1 = a k a b k b = b k+1, yaitu berlaku untuk k + 1. Contoh 3.5. Buktikan 41 membagi habis 2 20 1. Bukti. Disini kita berhadapan dengan bilangan yang cukup besar sehingga sangat sulit ditangani langsung. Dengan menggunakan kongruensi, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mudah. Ambil bilangan modulo 41, arahkan salah satu bilangan kongruensinya adalah 2 20. Berangkat dari fakta sederhana 2 5 9 tentunya dalam modulo 41. Dengan Torema (3.2)(5) maka dengan mempangkatkan dengan 4 diperoleh ( 2 5 ) 4 ( 9) 4 = (81)(81) ( 1)( 1) = 1 sehingga diperoleh 2 20 1, yakni 2 20 1 merupakan kelipatan 41. Contoh 3.6. Tentukan sisanya jika 1! + 2! + 3! + + 100! dibagi oleh 12. Penyelesaian. Tanpa teori kongruensi masalah ini mungkin tidak dapat diselesaikan. Mulailah dari suku pada deret tersebut yang habis dibagi 12. Dalam hal ini kita mempunyai 4! = 24 0 modulo 12. Karena suku selanjutnya pasti memuat faktor 4! maka suku-suku tersebut juga habis dibagi oleh 12. Jadi, sisanya hanyalah 1! + 2! + 3! = 9. Karena bilangan ini tidak dapat dibagi 12 maka inilah sisa yang dimaksud, yaitu 9. Pada Teorema (3.2) telah dnyatakan bahwa jika a b maka ac bc terhadap modulo yang sama. Sebaliknya, belum ada sifat kanselasi atau pembagian yang membawa ac bc menjadi a b. Ternyata sifat ini tidak berlaku otomatis, seperti diberikan pada teorema berikut. 42
Teorema 3.3. Jika ac bc(mod n)maka a b(mod n )dimana d = gcd(c, n). d Bukti. Berdasarkan hipotesis dapat ditulis (a b)c = ac bc = k n untuk suatu k bulat. Karena d = gcd(c, n) maka kedua bilangan bulat r := c d dan s := n adalah prima relatif. Substitusi c = dr dan n = ds ke dalam persamaan d sebelumnya diperoleh (a b)dr = k(ds) (a b)r = k s Jadi, s (a b)r. Karena gcd(r, s) = 1 maka s (a b) yang berarti a b(mod s)atau a c(mod n d ). Akibat 3.1. Jika ac bc(mod n)dan gcd(c, n) = 1 maka a b(mod n). Akibat ini menyatakan bahwa kita dapat melakukan kanselasi c pada ac bc asalkan c dan n prima relatif. Amati bahwa jika p prima dan p c maka gcd(p, c) = 1. Fakta ini menghasilkan akibat berikut. Akibat 3.2. Jika p prima, p c dan ac bc(mod p)maka a b(mod p). Contoh 3.7. Sederhanakan kongruensi berikut: 33 15(mod 9)dan 35 45(mod 8). Penyelesaian. Kongruensi pertama diselesaikan sebagai berikut: 33 15(mod 9) 11 3 5 3(mod 9) 11 5(mod 9) sebab gcd(3, 9) = 3. Untuk kongruensi kedua diselesaikan sejalan, 35 45(mod 8) 5 ( 7) 5 9(mod 8) 7 9(mod 8) sebab 5 dan 8 prima relatif. 3.2 Kelas-kelas Ekuivalensi Pada Teorema (3.2), sifat reeksif, simetris dan transitif menunjukkan bahwa untuk sebarang n bulat positif, relasi kongruensi n merupakan relasi ekuivalensi pada Z. Akibatnya, himpunan Z terpartisi atas kelompok-kelompok yang saling asing yang disebut 43
kelas-kelas ekuivalensi. didenisikan sebagai Kelas-kelas ekuivalensi ini dinyatakan dengan notasi [a] n dan [a] n : = {b R : a b(mod n)} = {, a 2n, a n, a, a + n, a + 2n, }. Jadi [a] n merupakan himpunan semua bilangan bulat yang kongruen modulo n dengan a. Kita memandang para bilangan di dalam [a] n ini sebagai satu kesatuan. Bila bilangan modulo n sudah dipastikan maka cukup menggunakan notasi [a] untuk maksud [a] n. Karena pembagian dengan n akan memberikan n kemungkinan sisa r = 0, 1,, n 1 sehingga setiap bilangan pada Z pasti kongruen dengan salah satu sisa tersebut. Jadi sesungguhnya bilangan bulat Z terpartisi atas n kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {, 2n, n, 0, n, 2n, } [1] = {, 1 2n, 1 n, 1, 1 + n, 1 + 2n, } [2] = {, 2 2n, 2 n, 2, 2 + n, 2 + 2n, }. [n 1] = {, n 1, 1, n 1, 2n 1, 3n 1, } Tidak ada kelas ekuivalensi lainnya. Bila dilanjutkan maka kelas ekuivalensi berikutnya kembali ke semula. Misalnya, [n] = { n, 0, n, 2n, 3n, } = [0]. Secara umum berlaku [a] = [b] a b(mod n). (3.1) Contoh 3.8. Untuk n = 1 hanya terdapat 1 kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 1 : k Z} = {k : k Z} = Z. Untuk n = 2 terdapat dua kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 2 : k Z} = {2k : k Z} = 2Z [1] = {1 + k 2 : k Z} = {2k + 1 : k Z} = 2Z + 1. 44
Denisi 3.2. Untuk suatu n 1 yang diberikan, Z n didenisikan sebagai himpunan kelas-kelas ekuvalensi terhadap modulo n, yaitu Z n := {[0], [1],, [n 1]} (3.2) Selanjutnya, pada Z n didenisikan operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian berikut: [a] + [b] := [a + b], [a] [b] = [a b], [ab] = [a][b] (3.3) untuk setiap [a], [b] Z n. Perbedaan Z dan Z n dapat dijelaskan sebagai berikut: Z merupakan himpunan semua bilangan bulat sehingga banyak anggotanya takberhingga, sedangkan Z n merupakan himpunan yang memuat kelas-kelas ekuivalensi. Jadi banyak anggota Z n berhingga yaitu hanya n anggota, sedangkan masing-masing kelas mempunyai takberhingga anggota. Setiap a Z, pasti termuat ke dalam salah satu kelas ekuivalensi di dalam Z n. Contoh 3.9. Tentukan residu taknegatif terkecil modulo 35 dari 28 33. Penyelesaian. Pertanyaan ini sama saja dengan menentukan sisa 28 33 jika dibagi 35. Gunakan kongruensi, 28 7, 33 2 28 33 ( 7)( 2) = 14 karena 0 14 < 35 maka disimpulkan residu teknegatif terkecil yang dimaksud adalah 14. Coba cek pakai kalkulator! Contoh 3.10. Tentukan digit terakhir angka desimal dari 1! + 2! + 3! + + 10!. Penyelesaian. Digit terakhir hanya ditentukan oleh suku-suku yang angka desimalnya tidak 0. Perhatikan pertama bilangan 5! = 5 4 3 2 1 = 120. Bilangan selanjutnya pasti kelipatan 10. Jadi dapat ditulis 1! + 2! + 3! + 4! + + 10! = 1 + 2 + 6 + 24 + 10k = 33 + 10k = 3 + (3 + k)10. Karena suku kedua bilangan terakhir ini berakhir dengan 0 maka disimpulkan digit terakhir yang dimaksud adalah 3. 45