3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

dokumen-dokumen yang mirip
3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

Tentukan semua bilangan bulat x sedemikian sehingga x 1 (mod 10). Jawab. x 1 (mod 10) jika dan hanya jika x 1 = 10 k untuk setiap k bilangan bulat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

BAB 2 LANDASAN TEORI

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 6

1 SISTEM BILANGAN REAL

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 SISTEM BILANGAN REAL

BAB 2 LANDASAN TEORI. Musik dan matematika berkaitan satu sama lain secara kompleks. Matematika

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

1 SISTEM BILANGAN REAL

Prestasi itu diraih bukan didapat!!! SOLUSI SOAL

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

Pemfaktoran prima (2)

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat dari Grup Faktor

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

SISTEM BILANGAN REAL

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

PERANAN SISTEM MODULO DALAM PENENTUAN HARI DAN PASARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami pengertian relasi, relasi ekuivalen, hasil ganda suatu

Teori Bilangan (Number Theory)

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

Contoh-contoh soal induksi matematika

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE

Perhatikan skema sistem bilangan berikut. Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan pecahan adalah bilangan yang berbentuk a b

Pengantar Teori Bilangan

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

Diktat Kuliah. Oleh:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

Pengantar Teori Bilangan

1.Tentukan solusi dari : Rubrik Penskoran :

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

BAB II KERANGKA TEORITIS. komposisi biner atau lebih dan bersifat tertutup. A = {x / x bilangan asli} dengan operasi +

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

PERANGKAT PEMBELAJARAN

Soal-soal Latihan Pra UTS MATDAS. 1. Periksalah apakah argumen berikut valid secara logis atau tidak? p q q. ( p)

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 Barisan Bilangan

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

BAB V RELASI DAN FUNGSI

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62

BAB VI BILANGAN REAL

Materi Olimpiade Tingkat Sekolah Dasar BIDANG ALJABAR

EKSPLORASI BILANGAN. 1.1 BARISAN BILANGAN

DASAR-DASAR ALJABAR MODERN: TEORI GRUP & TEORI RING

Integer (Bilangan Bulat)

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

1 SISTEM BILANGAN REAL

Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan

TEORI BILANGAN (3 SKS)

PERANAN ARITMETIKA MODULO DAN BILANGAN PRIMA PADA ALGORITMA KRIPTOGRAFI RSA (Rivest-Shamir-Adleman)

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

BAB V BILANGAN BULAT

BAB III PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Antonius C. Prihandoko

Bab 2: Kriptografi. Landasan Matematika. Fungsi

PERKONGRUENAN POLINOMIAL MODULO m

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

BAB I PENDAHULUAN. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan media telephone, handphone,

Aplikasi Chinese Remainder Theorem dalam Secret Sharing

METODE SOLOVAY-STRASSEN UNTUK PENGUJIAN BILANGAN PRIMA

KONGRUENSI PADA SUBHIMPUNAN BILANGAN BULAT

Transkripsi:

Pada bab ini dipelajari aritmatika modular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, dimana permasalahan dalam teori bilangan disederhanakan dengan cara mengganti setiap bilangan bulat dengan sisanya bila dibagi oleh suatu bilangan bulat tertentu n. Ini berdampak pada penggantian himpunan bilangan bulat Z dengan suatu sistem bilangan Z n yang hanya memuat n elemen. Banyak sifat yang berlaku pada Z diwarisi oleh Z n seperti operasi penjumlahan dan perkalian. Karena hanya berhingga elemen yang terdapat di dalam Z n maka lebih mudah ditangani. Sebelum masuk ke aritmatika modular diperhatikan dulu masalah sederhana berikut. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Penyelesaian. Cara 'konyol' menjawab pertanyaan ini adalah menghitung langsung satu per satu hari-hari pada kalender sampai dengan hari ke 100. Tetapi dengan mengingat terjadi pengulangan secara periodik setiap 7 hari maka permasalahan ini mudah diselesaikan dengan menghitung sisanya jika 100 dibagi 7, yaitu 100 = 14 7 + 2. Jadi 100 hari mendatang adalah hari ke 2 dari sekarang, yaitu Senin. Contoh 3.2. Apakah 22051946 bilangan kuadrat sempurna? Penyelesaian. Cara umum untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan menghitung 22051946, jika hasilnya bulat maka ia kuadrat sempurna. Cara lain adalah dengan cara mengkuadratkan bilangan-bilangan bulat, apakah hasilnya ada yang sama dengan bilangan yang dimaksud. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan sifat bilangan kuadrat sempurna, yaitu jika bilangan kuadrat sempurna dibagi 4 maka sisanya 0 atau 1. Artinya, jika sisanya selain dari 0 dan 1 maka dipastikan ia bukan kuadrat sempurna. Diperoleh 22051946 = 220519 100 + 46 = 220519 (25 4) + (11 4) + 2 = (220519 + 25 + 11) 4 + 2, ternyata memberikan sisa 2 sehingga disimpulkan bukan kuadrat sempurna. 39

Kedua contoh ini merupakan masalah sederhana pada aritmatika modular, masih banyak masalah rumit pada teori bilangan yang hanya dapat diselesaikan dengan mudah melalui artimatika modular. 3.1 Aritmatika Modular Denisi 3.1. Misalkan n sebuah bilangan bulat positif tertentu. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan kongruen modulo n, ditulis a b mod(n) jika n membagi selisih a b, atau jika a b = kn untuk suatu bilangan bulat k. Dibaca juga, a kongruen dengan b modulo n, atau a kongruen modulo n dengan b. Untuk lebih memahami denisi ini kita amati contoh berikut. Contoh 3.3. Ambil n = 7 maka diperoleh beberapa fakta berikut 3 24 mod(7) sebab 3 24 = 21 terbagi oleh 7, 31 11 mod(7)sebab 31 11 = 42 terbagi oleh 7, 15 64 mod(7)sebab 15 + 64 = 49 habis dibagi 7. Tetapi 25 12 mod(7)sebab 25 12 = 13 tidak habis dibagi 7, yaitu 25 tidak kongruen dengan 12 modulo 7. Pada bagian lainnya relasi kongruensi ini juga terkadang menggunakan notasi a b(mod n), atau a n b. Bila bilangan modulo n sudah dipahami dengan baik maka cukup ditulis sederhana dengan a b. Bila pada algoritma pembagian, diambil n sebagai pembagi maka sebarang bilangan bulat a selalu terdapat hasil bagi q dan sisa r sehingga a = qn + r, 0 r < n. Berdasarkan denisi kongruensi, relasi ini dapat ditulis sebagai a r mod(n).karena ada n pilihan untuk r maka disimpulkan bahwa setiap bilangan bulat pasti kongruen modulo n dengan salah satu bilangan 0, 1,, n 1. Khusunya n a bila hanya bila a 0 mod(n). Himpunan bilangan {0, 1,, n 1} disebut residu taknegatif terkecil modulo n. Secara umum, kumpulan bilangan bulat a 1, a 2,, a n dikatakan membangun himpunan lengkap residu modulo n jika setiap bilangan bulat kongruen dengan salah satu bilangan a k. Dengan kata lain jika a 1, a 2,, a n kongruen modulo n dengan 0, 1,, n 1 dengan urutan yang tidak beraturan. 40

Contoh 3.4. Bilangan 12, 4, 11, 13, 22, 82, 91 membentuk himpunan lengkap residu modulo 7 sebab 12 2, 4 3, 11 4, 13 5, 22 1, 82 5, 91 0. Jadi prinsipnya dalam suatu himpunan residu lengkap tidak ada dua bilangan yang saling modulo, misalnya a 2 a 5. Berikut sifat dua bilangan bulat sebarang jika mereka saling modulo. Teorema 3.1. Untuk sebarang bilangan bulat a dan b, a n b bila hanya bila mereka memberikan sisa yang sama bila dibagi oleh n. Bukti. Karena a n b maka berdasarkan denisi a = b + kn untuk suatu k bulat. Misalkan b memberikan sisa r jika dibagi n, yaitu b = qn + r, dengan 0 r < n. Selanjutnya sisa a jika dibagi n dapat ditemukan sebagai berikut a = (qn + r) + kn = (q + k)n + r, ternyata juga memberikan sisa r. Sebaliknya, misalkan keduanya memberikan sisa yang sama jika dibagi oleh n, katakan a = q 1 n + r, b = q 2 n + r maka a b = (q 1 q 2 )n, yakni a n b. Kongruensi dapat dipandang sebagai generalisasi dari relasi sama dengan. Bila dua bilangan sama maka mereka kongruen terhadap sebarang modulo. Namun dua bilangan yang tidak sama boleh jadi mereka kongruen terhadap modulo tertentu. Sebaliknya dua bilangan yang kongruen modulo tertentu belum tentu sama. Teorema berikut memberikan sifat-sifat dasar kongruensi. Teorema 3.2. Misalkan n > 1 sebagai bilangan modulo dan a, b, c, d adalah bilangan bulat sebarang. Maka pernyataan berikut berlaku : 1. a a (sifat reeksif) 2. a b bila hanya bila b a (simetris) 3. bila a b dan b c maka a c (transitif) 4. bila a b dan c d maka a + c b + d (aditif) dan ac bd (multiplikatif) 41

5. bila a b dan k bulat positif sebarang maka a k b k. Bukti. Karena a a = 0 n maka disimpulkan a a. Untuk pernyataan 2, gunakan denisi yaitu a b a b = q n b a = ( q) n b a. Pada pernyataan 3, diketahui a b dan b c yaitu a b = q 1 n dan b c = q 2 n. Diperoleh a b + b c = (q 1 + q }{{} 2 ) n a c = q n, q yakni a c. Untuk pernyataan 4, diketahui a b = q 1 n dan c d = q 2 n. Bila kedua ruas dijumlahkan diperoleh (a+c) (b+d) = (q 1 +q 2 ) n, yaitu a+c b+d. Untuk sifat multiplikatif dicoba sendiri. Pernyataan terakhir dibuktikan dengan menggunakan prinsip induksi matematika. Untuk k = 1 maka jelas dipenuhi sebab diketahui a b. Misalkan berlaku untuk k: a k b k maka a k+1 = a k a b k b = b k+1, yaitu berlaku untuk k + 1. Contoh 3.5. Buktikan 41 membagi habis 2 20 1. Bukti. Disini kita berhadapan dengan bilangan yang cukup besar sehingga sangat sulit ditangani langsung. Dengan menggunakan kongruensi, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mudah. Ambil bilangan modulo 41, arahkan salah satu bilangan kongruensinya adalah 2 20. Berangkat dari fakta sederhana 2 5 9 tentunya dalam modulo 41. Dengan Torema (3.2)(5) maka dengan mempangkatkan dengan 4 diperoleh ( 2 5 ) 4 ( 9) 4 = (81)(81) ( 1)( 1) = 1 sehingga diperoleh 2 20 1, yakni 2 20 1 merupakan kelipatan 41. Contoh 3.6. Tentukan sisanya jika 1! + 2! + 3! + + 100! dibagi oleh 12. Penyelesaian. Tanpa teori kongruensi masalah ini mungkin tidak dapat diselesaikan. Mulailah dari suku pada deret tersebut yang habis dibagi 12. Dalam hal ini kita mempunyai 4! = 24 0 modulo 12. Karena suku selanjutnya pasti memuat faktor 4! maka suku-suku tersebut juga habis dibagi oleh 12. Jadi, sisanya hanyalah 1! + 2! + 3! = 9. Karena bilangan ini tidak dapat dibagi 12 maka inilah sisa yang dimaksud, yaitu 9. Pada Teorema (3.2) telah dnyatakan bahwa jika a b maka ac bc terhadap modulo yang sama. Sebaliknya, belum ada sifat kanselasi atau pembagian yang membawa ac bc menjadi a b. Ternyata sifat ini tidak berlaku otomatis, seperti diberikan pada teorema berikut. 42

Teorema 3.3. Jika ac bc(mod n)maka a b(mod n )dimana d = gcd(c, n). d Bukti. Berdasarkan hipotesis dapat ditulis (a b)c = ac bc = k n untuk suatu k bulat. Karena d = gcd(c, n) maka kedua bilangan bulat r := c d dan s := n adalah prima relatif. Substitusi c = dr dan n = ds ke dalam persamaan d sebelumnya diperoleh (a b)dr = k(ds) (a b)r = k s Jadi, s (a b)r. Karena gcd(r, s) = 1 maka s (a b) yang berarti a b(mod s)atau a c(mod n d ). Akibat 3.1. Jika ac bc(mod n)dan gcd(c, n) = 1 maka a b(mod n). Akibat ini menyatakan bahwa kita dapat melakukan kanselasi c pada ac bc asalkan c dan n prima relatif. Amati bahwa jika p prima dan p c maka gcd(p, c) = 1. Fakta ini menghasilkan akibat berikut. Akibat 3.2. Jika p prima, p c dan ac bc(mod p)maka a b(mod p). Contoh 3.7. Sederhanakan kongruensi berikut: 33 15(mod 9)dan 35 45(mod 8). Penyelesaian. Kongruensi pertama diselesaikan sebagai berikut: 33 15(mod 9) 11 3 5 3(mod 9) 11 5(mod 9) sebab gcd(3, 9) = 3. Untuk kongruensi kedua diselesaikan sejalan, 35 45(mod 8) 5 ( 7) 5 9(mod 8) 7 9(mod 8) sebab 5 dan 8 prima relatif. 3.2 Kelas-kelas Ekuivalensi Pada Teorema (3.2), sifat reeksif, simetris dan transitif menunjukkan bahwa untuk sebarang n bulat positif, relasi kongruensi n merupakan relasi ekuivalensi pada Z. Akibatnya, himpunan Z terpartisi atas kelompok-kelompok yang saling asing yang disebut 43

kelas-kelas ekuivalensi. didenisikan sebagai Kelas-kelas ekuivalensi ini dinyatakan dengan notasi [a] n dan [a] n : = {b R : a b(mod n)} = {, a 2n, a n, a, a + n, a + 2n, }. Jadi [a] n merupakan himpunan semua bilangan bulat yang kongruen modulo n dengan a. Kita memandang para bilangan di dalam [a] n ini sebagai satu kesatuan. Bila bilangan modulo n sudah dipastikan maka cukup menggunakan notasi [a] untuk maksud [a] n. Karena pembagian dengan n akan memberikan n kemungkinan sisa r = 0, 1,, n 1 sehingga setiap bilangan pada Z pasti kongruen dengan salah satu sisa tersebut. Jadi sesungguhnya bilangan bulat Z terpartisi atas n kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {, 2n, n, 0, n, 2n, } [1] = {, 1 2n, 1 n, 1, 1 + n, 1 + 2n, } [2] = {, 2 2n, 2 n, 2, 2 + n, 2 + 2n, }. [n 1] = {, n 1, 1, n 1, 2n 1, 3n 1, } Tidak ada kelas ekuivalensi lainnya. Bila dilanjutkan maka kelas ekuivalensi berikutnya kembali ke semula. Misalnya, [n] = { n, 0, n, 2n, 3n, } = [0]. Secara umum berlaku [a] = [b] a b(mod n). (3.1) Contoh 3.8. Untuk n = 1 hanya terdapat 1 kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 1 : k Z} = {k : k Z} = Z. Untuk n = 2 terdapat dua kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k 2 : k Z} = {2k : k Z} = 2Z [1] = {1 + k 2 : k Z} = {2k + 1 : k Z} = 2Z + 1. 44

Denisi 3.2. Untuk suatu n 1 yang diberikan, Z n didenisikan sebagai himpunan kelas-kelas ekuvalensi terhadap modulo n, yaitu Z n := {[0], [1],, [n 1]} (3.2) Selanjutnya, pada Z n didenisikan operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian berikut: [a] + [b] := [a + b], [a] [b] = [a b], [ab] = [a][b] (3.3) untuk setiap [a], [b] Z n. Perbedaan Z dan Z n dapat dijelaskan sebagai berikut: Z merupakan himpunan semua bilangan bulat sehingga banyak anggotanya takberhingga, sedangkan Z n merupakan himpunan yang memuat kelas-kelas ekuivalensi. Jadi banyak anggota Z n berhingga yaitu hanya n anggota, sedangkan masing-masing kelas mempunyai takberhingga anggota. Setiap a Z, pasti termuat ke dalam salah satu kelas ekuivalensi di dalam Z n. Contoh 3.9. Tentukan residu taknegatif terkecil modulo 35 dari 28 33. Penyelesaian. Pertanyaan ini sama saja dengan menentukan sisa 28 33 jika dibagi 35. Gunakan kongruensi, 28 7, 33 2 28 33 ( 7)( 2) = 14 karena 0 14 < 35 maka disimpulkan residu teknegatif terkecil yang dimaksud adalah 14. Coba cek pakai kalkulator! Contoh 3.10. Tentukan digit terakhir angka desimal dari 1! + 2! + 3! + + 10!. Penyelesaian. Digit terakhir hanya ditentukan oleh suku-suku yang angka desimalnya tidak 0. Perhatikan pertama bilangan 5! = 5 4 3 2 1 = 120. Bilangan selanjutnya pasti kelipatan 10. Jadi dapat ditulis 1! + 2! + 3! + 4! + + 10! = 1 + 2 + 6 + 24 + 10k = 33 + 10k = 3 + (3 + k)10. Karena suku kedua bilangan terakhir ini berakhir dengan 0 maka disimpulkan digit terakhir yang dimaksud adalah 3. 45